TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1.Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan
sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra
penglihatan (mata). (Notoatmodjo, 2010).
2.2.3.Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan
(Notoatmodjo, 2003). Pendidikan terdiri dari tiga unsur utama, yaitu:
1. Input; sasaran pendidikan dan pendidik.
2. Proses; upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain.
2.4.2.Epidemiologi
Menurut laporan WHO selama periode tahun 1960-1980 di 28 negara
di dunia mortalitas turun 30%. Di China insiden dan mortalitas kanker serviks
uteri di beberapa daerah juga turun secara drastis. Seperti di Shanghai,
insiden karsinoma serviks dari 26,7/100.000 pada periode 1972-1974 turun
menjadi 2,5/100.000 pada periode 1993-1994, atau turun 56,0%. (Huang Xin,
2011).
Di Indonesia sendiri, diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks
terjadi setiap tahunnya, sedangkan angka kematiannya diperkirakan 7.500
kasus per tahun. Selain itu, setiap harinya diperkirakan terjadi 41 kasus baru
kanker serviks dan 20 perempuan meninggal dunia karena penyakit tersebut.
Pada tahun 2001, kasus baru kanker serviks berjumlah 2.429 atau sekitar
25,91% dari seluruh kanker yang ditemukan di Indonesia. Dengan angka
kejadian ini, kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara
pada wanita usia subur usia 15-44 tahun. (Wijaya, 2010).
2.4.3.Etiologi
Sebab langsung dari kanker leher rahim belum diketahui. Ada bukti
kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor
ekstrinsik, diantaranya yang penting: jarang ditemukan pada perawan
(virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak
kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada
usia amat muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas,
apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial
ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering
berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat
yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang
mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus)-tipe 16 atau 18,
dan akhirnya kebiasaan merokok (Sarwono, 2009).
Human Papilloma Virus, sampai saat ini telah diketahui memiliki
lebih dari 100 tipe, di mana sebagian besar di antaranya tidak berbahaya dan
akan lenyap dengan sendirinya. Dari 100 tipe HPV tersebut, hanya 30 di
antaranya yang berisiko kanker serviks. Adapun tipe yang paling berisikon
adalah HPV 16 dasn 18 yang sering ditemukan pada kanker maupun lesi
prakanker serviks, yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir luar menuju
keganasan HPV tipe 16 mendominasi infeksi (50%-60%) pada penderita
kanker serviks disusul dengan tipe 18 (10%-15%). (Wijaya, 2010).
2.4.4.Faktor Risiko
Adapun faktor-faktor risiko terjadinya kanker leher rahim, meliputi:
1. Aktivitas Seksual Pertama Kali
Wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan
meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Wanita yang berhungan
seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima
kali lipat. (Rasjidi, Irwanto, Wicaksono, 2008).
2. Kebiasaan berganti Pasangan
Berganti-ganti pasangan seks dan pola kehidupan seksual yang
menyimpang menyebabkan wanita rentan terhadap penyakit hubungan
seksual dan menjadi mudah terinfeksi HPV. (Sari, Indrawati, Harjanto,
2012).
3. Umur
Menurut Aziz M.F.(2006), umumnya insidens kanker serviks sangat
rendah di bawah umur 20 tahun dan sesudahnya menaik dengan cepat
dan menetap pada usia 50 tahun.
4. Infeksi HPV
Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita melakukan hubungan
seksual. Selama hidupnya, hampir setengah wanita dan laki-laki pernah
terkena infeksi HPV, dan 80% dari wanita terkena infeksi sebelum umur
50 tahun. Sebagian infeksi HPV bersifat hilang-timbul, sehingga tidak
terdeteksi dalam kurun waktu dua tahun setelah infeksi. Hanya sebagian
kecil saja dari infeksi tersebut yang menetap dalam jangka lama,
sehingga menimbulkan kerusakan lapisan lendir menjadi prakanker.
(Wijaya, 2010).
5. Paritas
Proses melahirkan sedikit banyak akan melukai dan merusak leher rahim.
Semakin sering melahirkan, semakin banyak perlukaan dan kerusakan sel
yang terjadi. Penelitian menunjukkan wanita yang melahirkan lebih dari
tiga kali mempunyai risiko terkena kanker servuks dibandingkan mereka
yang melahirkan kurang dari tiga kali. (Sari, Indrawati, Harjanto, 2012).
6. Merokok
Menurut Nurwijaya (2010), wanita yang merokok memiliki risiko dua
kali lebih besar terhadap kanker serviks dari pada wanita yang tidak
merokok. Bahan-bahan kimia yang ditemukan dalam rokok setelah
terhisap melalui paru-paru dapat terdistribusi luas ke seluruh tubuh
melalui aliran darah. Beberapa senyawa tersebut dapat dijumpai pada
lendir serviks wanita yang merokok.
7. Kontrasepsi Hormonal
Penggunaan kontrasepsi hormonal, yakni metode kontrasepsi yang
menggunakan hormone estrogen dan progesteron dalam jangka waktu
lama akan meningkatkan risiko kanker serviks. Penggunaan 10 tahun
meningkatkan risiko sampai 2 kali. (Sari, Indrawati, Harjanto, 2012).
8. Ras
Ras sedikit banyak juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya kanker
serviks. Pada ras Afrika-Amerika kejadian kanker serviks meningkat
sebanyak dua kali dari ras Amerika-Hispanik. Sementara, untuk ras Asia-
Amerika memiliki angka kejadian kanker serviks yang sama dengan
warga Amerika. Hal ini berkaitan dengan faktor sosio-ekonomi. (Wijaya,
2010).
2.4.9.Upaya Pencegahan
Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui:
1. Pencegahan Primer
a. Menunda onset aktivitas seksual
Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan
secara monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara
signifikan.
b. Penggunaan kontrasepsi barier
Dokter merekomendasikan kontrasepsi netode barier (kondom,
diafragma, dan spermisida) yang berperan un tuk proteksi terhadap
agen virus.
2. Pencegahan Sekunder
a. Pencegahan Sekunder – Pasien dengan Risiko Sedang
Hasil tes Pap yang negative sebanyak tiga kali berturut-turut dengan
selisih waktu antarpemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter
sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner hubungan seksual yang
level aktivitasnya tidak diketahui, dianjurkqan untuk melakukan tes
Pap tiap tahun).
b. Pencegahan Sekunder – Pasien dengan Risiko Tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan
wanita yang mempunyai banyak partner (multiple partner) seharusnya
melakukan tes Pap tiap tahun. Interval sekarang ini dapat diturunkan
menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti
mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan dilakukan untuk mencegah komplikasi klinik dan
kematian awal. (Pencegahan tertier dapat dilakukan berupa
penyuluhan terhadap pasangan penderita kanker serviks khususnya
yang telah menjalani histerektomi total agar tetap memperlakukan
pasangannya sebagaimana biasanya, sehingga keharmonisan
hubungan suami istri tetap terjaga. Konseling dapat dilakukan
terhadap penderita stadium lanjut agar faktor psikologis tidak
memperburuk keadaan.