Anda di halaman 1dari 62

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kanker merupakan salah satu golongan penyakit tidak menular
(Riskesdas, 2013). Masyarakat umumnya takut terhadap kanker karena
penderitaan pasien yang berat, menyedihkan, dan mematikan (Rasjidi, 2013).
Dewasa ini kanker menjadi salah satu penyakit yang menjadi masalah serius
kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Hal ini dikarenakan
prevalensi angka kejadian kanker dari tahun ketahun terus merangkak naik
dan diikuti dengan angka kematiannya yang juga meningkat (Supriyanto,
2010).
Menurut World Health Organization (WHO), kanker bersama dengan
penyakit kardiovaskular merupakan golongan penyakit tidak menular yang
menyebabkan kematian terbesar wanita di dunia. Terdapat 14% kasus
kematian wanita yang disebabkan karena kanker. Berdasarkan riset yang
dilakukan oleh Internasional Agency for Research on Cancer (IARC) pada
tahun 2012 terdapat 14,1 juta kasus baru kanker di dunia dan 8,2 juta
kematian karena kanker. Penyabab kematian paling banyak adalah kanker
paru yaitu 1,59 juta kematian sementara kanker payudara menyebabkan
512.000 kematian (IARC, 2012).
Pada laki laki terdapat kasus kanker (kecuali non-melanoma skin cancer)
sebanyak 7.410.376 di dunia. Kanker paru menjadi kanker paling banyak di
temukan dengan prevalensi 16,8% atau sebanyak 1.241.601 kejadian
sedangkan angka mortalitasnya 23,6% atau 1.098.702 kematian. Kemudian
diikuti degan kanker prostat (14,8%), kolorektum (10,1%), dan lambung
(8,5%). Sementara itu pada wanita terdapat kasus kanker (kecuali non-
melanoma skin cancer) sebanyak 6.657.518, kanker dengan angka prevalensi
tertinggi yaitu kanker payudara dengan jumlah kasus 1.671.149 atau 25,1%
dengan jumlah mortalitasnya 521.907 atau 14,7%. Kemudian diikuti dengan
kanker kolorektum 9,2% , dan serviks uteri 7,9% (IARC, 2012).
2

Angka kejadian penyakit tidak menular di Indonesia terbilang cukup


tinggi seperti terdapat 1,4‰ kasus kanker. Prevalensi kanker tertinggi
terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta (4,1‰) sedangkan di posisi ke-4
diduduki provinsi Bengkulu dengan 1,9‰. Sementara untuk estimasi jumlah
penderita kanker, Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi provinsi dengan
estimasi jumlah kanker terbanyak yaitu sekitar 68.638 dan 61.230 orang.
Dilihat dari karakteristik, prevalensi kanker pada perempuan lebih tinggi
yaitu 2,2‰, sedangkan pada laki-laki hanya 0,6‰ (Riskesdas, 2013).
Di Indonesia angka kejadian kanker serviks dan kanker payudara masih
menjadi kanker yang sering di jumpai pada tahun 2013. Tercatat penderita
kanker serviks di Indonesia adalah 0,8‰ atau 98.692 jiwa. Kanker payudara
menempati posisi kedua dengan perevalensi 0,5‰ atau 61.682 orang.
Provinsi Bengkulu memiliki nilai prevalensi kanker payudara yang tergolong
tinggi, dengan yang telah terdiagnosis oleh dokter yaitu 0,8‰, angka ini
lebih besar dibandingkan dengan provinsi Sumatera Utara yang hanya 0,4‰.
Sedangkan estimasi jumlah absolut penderita kanker payudara di Sumatera
Utara lebih tinggi di bandingkan provinsi Bengkulu yaitu 2.682 dan 705
(Pusdatin Kemenkes RI, 2015).
Kanker payudara menjadi salah satu ancaman bagi kesehatan di dunia
terutama di Indonesia. Kanker ini dapat terjadi pada semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, walupun prevalensi kanker payudara memang lebih
banyak terjadi pada perempuan tetapi tidak menutup kemungkinan laki-laki
dapat menderita kanker ini (Elk & Morrow, 2003).
Tingginya angka kejadian dan kematian pada kanker payudara ini, salah
satunya disebabkan karena kurangnya tindakan pencegahan yang dilakukan
oleh masyarakat. Lebih dari 30% penyakit kanker dapat dicegah dengan cara
mengubah faktor risiko dan pola makan pencetus kanker. Selain itu sikap
untuk melakukan deteksi dini sangat berguna untuk mengetahui lebih awal
akan kejadian kanker sehingga dapat di tangani secepat dan sebaik mungkin
(Pusdatin Kemenkes RI, 2015).
3

Penyebab kurangnya tindakan pencegahan yang dilakukan oleh


masyarakat dikarenakan masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang
kanker payudara, sehingga masyarakat yang datang berobat ke dokter
kebanyakan datang dengan keadaan stadium lanjut dan sulit untuk diobati.
Inilah yang menjadi salah satu penyabab kenapa dari tahun ketahun angka
mortalitas kanker payudara semakin tinggi (Rasjidi, 2013).
Promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan pada
masa lalu, dimana dalam konsep promosi kesehatan bukan hanya proses
penyadaran masyarakat dalam bidang kesehatan saja, melainkan juga upaya
bagaimana mampu menjembatani adanya perubahan perilaku seseorang
(Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007). Banyak hal yang dapat di
lakukan seperti memberikan penyuluhan, membagikan leaflet, memasang
poster, bahkan membuat iklan di televisi maupun di radio (Notoatmodjo,
2007).
Terdapat berbagai macam penelitian mengenai pengaruh promosi
kesehatan dengan tingkat pengetahun tentang kanker payudara, seperti
penelitian yang dilakukan di SMAN 1 Manado dengan kesimpulan berupa
penyuluhan memiliki pengaruh terhadap tingkat pengetahuan siswi tentang
SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri). Terdapat peningkatan yang
signifikan jumlah siswi yang memiliki tingkat pengetahuan baik dari 6,2%
menjadi 81,4% (Suastina, Ticoalu, & Onibala, 2013).
Penelitian sejenis juga dilakukan pada siswi SMAN 2 di Kecamatan
Pontianak Barat tahun 2013 berdasarkan hasil penelitian sebelum dilakukan
penyuluhan hanya terdapat 1,11% siswi dengan pengetahuan baik, setelah
dilakukan penyuluhan jumlah siswi yang memiliki pengetahuan baik
meningkat hingga 64,84%. Hal itu menunjukan penyuluhan efektif terhadap
peningkatan pengetahuan siswi (Permatasari, 2013).
Sementara itu penelitian yang dilakukan di SMAN 9 Balikpapan
menunjukan penggunaan video dalam melakukan penyuluhan lebih
meningkat pengetahuan responden tentang SADARI dari pada kelompok
4

yang hanya mendapatkan penyuluhan biasa (Sulastri, Thaha, & Russeng,


2012).
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang, “Pengaruh Penyuluhan Tentang Deteksi Dini Kanker
Payudara Terhadap Pengetahuan Pelajar Kelas XII di SMAN 1 Bengkulu
Selatan Tahun 2015”. Peneliti memilih sekolah ini karena masih kurangnya
pendidikan kesehatan yang diberikan di sekolah dan rendahnya keikutsertaan
siswa-siswinya dalam kegiatan seminar ataupun promosi kesehatan baik
tentang kesehatan umum maupun tentang kanker terutama kanker payudara.

1.2. Rumusan Masalah


Dari uraian yang terdapat dalam latar belakang di atas, peneliti
merumuskan pertanyaan: Apakah ada pengaruh penyuluhan tentang deteksi
dini kanker payudara terhadap pengetahuan pelajar kelas XII di SMAN 1
Bengkulu Selatan tahun 2015?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh penyuluhan tentang deteksi dini kanker
payudara terhadap pengetahuan pelajar kelas XII di SMAN 1 Bengkulu
Selatan tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus


Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker
payudara pada pelajar kelas XII di SMAN 1 Bengkulu Selatan
sebelum dilakukannya penyuluhan.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker
payudara pada pelajar kelas XII di SMAN 1 Bengkulu Selatan
sesudah dilakukannya penyuluhan.
5

3. Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan tentang deteksi dini


kanker payudara pada pelajar putra dan putri kelas XII di SMAN 1
Bengkulu Selatan.
4. Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan tentang deteksi dini
kanker payudara berdasarkan usia pelajar kelas XII di SMAN 1
Bengkulu Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.4.1. Bagi Perguruan Tinggi
Sebagai bentuk realisasi Tridarma Perguruan Tinggi dalam
menjalankan kewajibannya sebagai lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
1.4.2. Bagi Istansi Terkait Penelitian
Memberikan masukan kepada instansi pendidikan, kesehatan, serta
pihak-pihak yang terkait tentang pengaruh penyuluhan tentang deteksi
dini kanker payudara terhadap pengetahuan pelajar.
1.4.3. Bagi Subjek Penelitian
Menambah pengetahuan tentang deteksi dini kanker payudara.
1.4.4. Bagi Peneliti
Sebagai wadah untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan
melalui proses perkuliahan dalam penelitian ilmiah secara mandiri.
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Payudara


Payudara merupakan organ penting dalam kehidupan manusia sejak dari
neonatus atau periode bayi yaitu untuk kelanjutan kehidupan sehubungan
dengan produksi ASI yang dibutuhkan pada periode itu sampai masa
kehidupan dewasa, di mana payudara sebagai salah satu lambang
keperempuan (Prawirohardjo, 2011). Bentuk payudara biasanya kubah
(dome) yang bervariasi antara bentuk konikal pada nulipara hingga bentuk
pendulous pada multipara (Prawirohardjo, 2011). Kelenjar payudara wanita
dewasa belum pernah melahirkan berupa benjolan berbentuk kerucut, wanita
yang telah menyusui bentuknya cenderung menurun dan mendatar sedangkan
kelenjar payudara wanita lanjut usia mengalami atrofi bertahap (trans.
Japaries, 2013).
Kelenjar payudara wanita sebagian besar terletak di anterior otot
pektoralis mayor. Sebagian kecil dari bagian latero-inferiornya terletak di
depan otot seratus anterior. Batas superior, inferior terletak di antara sela iga
ke 2-6 atau ke 3-7. Batas medial adalah linea parasternal. Sedangkan batas
lateral adalah linea aksilaris anterior, kadang kala mencapai linea aksilaris
media (trans. Japaries, 2013).
7

Gambar 2.1. Kelenjar Payudara Potongan Anterolateral


Sumber Netter, 2011

Sentrum dari kelenjar payudara adalah papila mammae, sekelilingnya


terdapat lingakaran areola mammae. Areola mammae memiliki tonjolan
kelenjar areolar, saat menyusui dapat menghasilkan sebum yang melicinkan
papila mammae. Kelenjar payudara memiliki 15-25 lobulus, yang masing-
masing adalah kelenjar campuran tubuloalveolar dipisahkan oleh jaringan ikat
padat interlobaris. Tiap lobulus merupakan satu sistem tubuli laktiferi yang
berawal dari papila mamae. Sistem tubuli laktiferi dapat dibagi menjadi sinus
laktiferi, ampula duktus laktiferi, duktus laktiferi besar, sedang, kecil,
terminal, dan asinus serta bagian lainnya. Sebagian duktus besar menjelang
ke papila saling beranastomosis (trans. Japaries, 2013).
8

Gambar 2.2. Kelenjar Payudara Potongan Sagital


Sumber Netter, 2011

Payudara mendapat vaskularisasi dari 2 arteri utama yaitu arteri


mammaria interna dan arteri torakalis lateralis. Kurang lebih 60% payudara
mendapat perdarahan dari arteri perforantes mammaria interna yaitu meliputi
bagian medial dan sentral dan bagian kranial. Bagian atas dan lateral
payudara diperdarahi oleh arteri torakalis lateralis. Sebagian kecil payudara
juga diperdarahi oleh arteri torakoakromialis cabang pektoralis, cabang arteria
interkostalis III, IV serta a/v subkapular dan torakodorsalis. Sementara itu,
terdapat tiga grup vena dalam yang keluar dari payudara (Prawirohardjo,
2011), yaitu:
1. Vena interkostalis: yang melintang di regio posterior dari payudara dari
interkosta 2 sampai interkosta 6 dan mengalirkan darah vena ke vena
vertebralis bagian posterior dan akhirnya ke v. Azigos untuk berakhir di
vena cava superior.
2. Vena aksilaris: mengalirkan darah vena dari dinding dada m.pektoralis dan
payudara.
9

3. Vena mammaria interna: merupakan pleksus vena terebesar yang


mengalirkan darah vena dari payudara. Vena ini kemudian bermuara di
v.inominata.

Gambar 2.3. Vaskularisasi Kelenjar Payudara


Sumber Netter, 2011

Saluran limfe kelenjar payudara terutama berjalan mengikuti vena


kelenjar payudara, drainasenya terutama melalui: bagian lateral dan sentral
masuk ke kelenjar limfe fosa aksilaris, sedangkan bagian medial masuk ke
kelenjar limfe mammaria interna. Drainase limfe kelenjar payudara tidak
memiliki batasan absolut, ditambah lagi terdapat anastomosis, limfe bagian
medial dapat mengalir ke kelenjar limfe fosa aksilaris, bagian lateral dapat
mengalir ke kelenjar limfe mammaria interna. Sementara itu kelenjar
payudara dipersarafi oleh nervi interkostal ke 2-6 dan 3-4 rami dari pleksus
servikalis (trans. Japaries, 2013).
10

Gambar 2.4. Saluran Limfe pada Kelenjar Payudara


Sumber Netter, 2011

Seiring bertambahnya usia payudara terus tumbuh dan berkembang yang


dipengaruhi oleh hormon. Hormon estrogen melancarkan pertumbuhan
payudara sedangkan progesteron menghambat. Kedua hormon ini bersama-
sama menyebabkan perkembangan duktus, lobulus, dan alveolus dari jaringan
payudara (Prawirohardjo, 2011). Perkembangan payudara dari masa pubertas
sampai kepada maturitas, dibedakan dalam lima fase yaitu:

Tabel 2.1. Fase Perkembangan Payudara


Fase I Preadolesen elevasi dari nipple dengan tidak adanya
Usia Pubertas massa glandular teraba atau tidak ada pigmentasi areola
Fase II Timbulnya jaringan glandular subareolar nipple dan
Usia 11,1 + 1,1 tahun payudara tampak sebagian tonjolan di dinding dada
Fase III Meningkatnya massa glandular dengan pembesaran
Usia 12,2 + 1,09 tahun payudara dan meningkatnya diameter dan pigmentasi dari
areola. Kontur payudara dan nipple berada pada satu
dataran
Fase IV Pembesaran areola dan pigmentasi bertambah, nipple dan
Usia 13,2 + 1,15 tahun areola mulai berbentuk tonjolan tersendiri di payudara
Fase V Akhir dari masa pertumbuhan adolesen payudara dengan
Usia 15,3 + 1,7 tahun kontur yang licin dengan tidak adanya pengerasan areola
dan nipple
Sumber Prawirohardjo, 2011
11

2.2. Kanker Payudara


2.2.1. Definisi Kanker Payudara
Istilah kanker merujuk ke semua tumor ganas yang sering
digunakan masyarakat awam (trans. Japaries, 2013). Kanker adalah
penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal jaringan tubuh
yang berubah menjadi sel kanker (Pusdatin Kemenkes RI, 2015).
Kanker merupakan penyakit neoplastik dengan perjalanan alamiah yang
bersifat fatal. Tidak seperti sel-sel tumor jinak, sel kanker menunjukan
sifat invasi dan metastatis, serta sangat anaplastik. Istilah kanker
kadang-kadang digunakan sebagai sinonim istilah karsionoma (Dorlan,
2012).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 796 tahun 2010,
kanker payudara adalah keganasan dari sel kelenjar, saluran kelenjar,
dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara.
Suprianto (2010) berpendapat bahwa kanker payudara adalah
pertumbuhan sel payudara yang tidak terkontrol lantaran perubahan
abnormal dari gen yang bertanggung jawab atas pengaturan
pertumbuhan sel.
Secara normal, sel payudara yang tua akan mati, lalu digantikan
oleh sel baru yang lebih ampuh. Regenerasi sel seperti ini berguna
mempertahankan fungsi payudara. Pada kasus kanker payudara, gen
yang bertanggung jawab terhadap pengaturan pertumbuhan sel
termutasi. Kondisi itulah yang disebut kanker payudara (Suprianto,
2010).

2.2.2. Epidemiologi Kanker Payudara


Berdasarkan riset dari Internasional Agency for Research on
Cancer (IARC) pada tahun 2012, kanker payudara menjadi kanker
nomer satu bagi wanita dan menyebabkan kematian wanita terbanyak
dibandingkan kanker lain di dunia. Berikut ini adalah tabel incidence
dan mortality kanker bagi wanita di dunia:
12

Tabel 2.2. Angka Kejadian dan Kematian Kanker pada Wanita di Dunia
Incidence Mortality
Kanker
Jumlah (%) Jumlah (%)
Payudara 1.671.149 25,1 521.907 14,7
Kolorektum 614.304 9,2 320.294 9,0
Paru 583100 8,8 491223 13,8
Serviks uteri 527624 7,9 265672 7,5
Lambung 320301 4,8 254103 7,2
Sumber Internasional Agency for Research on Cancer (IARC), 2012.

Di Indonesia kanker payudara adalah penyakit kanker dengan


prevalensi tertinggi kedua. Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun
2013 angka kejadian kanker payudara adalah 0,5‰ atau sebanyak
61.682. Di bawah ini adalah prevalensi kejadian kanker payudara
beberapa provinsi di Indonesia.

Tabel 2.3. Prevalensi Kanker Payudara di Indonesia


Provinsi ‰ Diagnosis Dokter Estimasi Jumlah Absolut
Sumatera Utara 0,4 2.682
Bengkulu 0,8 705
DKI Jakarta 0,8 3.946
Jawa Barat 0,3 6.701
Jawa Tengah 0,7 11.511
DI Yogyakarta 2,4 4.325
Jawa Timur 0,5 9.688
Sulawesi Selatan 0,7 2.975
Sumber Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes
Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin
Kementerian Kesehatan RI, 2015.

2.2.3. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Payudara


Etiologi kanker payudara, belum dapat dijelaskan, tetapi banyak
penelitian yang menunjukan adanya beberapa faktor yang berhubungan
dengan peningkatan risiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker
payudara. Faktor risiko yang utama berhubungan dengan keadaan
hormonal dan genetik. Hal itu disebabkan beberapa faktor di bawah ini
(Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010):
13

1. Diet, faktor yang dapat memperberat seperti peningkatan berat badan


yang bermakna pada saat pasca monopause, diet ala barat yang
tinggi lemak (western style), dan minuman beralkohol.
2. Hormon dan faktor reproduksi
a. Menarche atau menstruasi pertama pada usia relatif muda (kurang
dari 12 tahun)
b. Menopause atau mati haid pada usia relatif lebih tua (lebih dari 50
tahun)
c. Belum pernah melahirkan
d. Infertilitas
e. Melahirkan anak pertama pada usia relatif lebih tua (lebih dari 35
tahun)
f. Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama
g. Tidak menyusui
3. Radiasi pengion pada saat pertumbuhan payudara
4. Riwayat keluarga, telah diketahui gen berperan terjadinya kanker
payudara yaitu BRCA1, BRCA2 dan juga pemeriksaan histopatologi
faktor proliferasi p53 germaline mutation. Adanya riwayat menderita
kanker pada keluarga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
penyakit:
a. Tiga atau lebih keluarga (saudara ibu/klien atau bibi) dari sisi
keluarga yang sama terkena kanker payudara atau ovarium
b. Dua atau lebih keluarga dari sisi yang sama terkena kanker
payudara atau ovarium usia di bawah 40 tahun
c. Adanya keluarga dari sisi yang sama terkena kanker payudara dan
ovarium
d. Adanya riwayat kanker payudara bilateral pada keluarga.
Meskipun kanker payudara lebih umum terjadi pada wanita, tetapi
1.500 laki-laki terdiagnosa kanker payudara di USA tahun 2003. Faktor
risiko terjadinya kanker payudara pada laki-laki (Elk & Morrow, 2003),
adalah:
14

1. Usia lebih dari 65 tahun


2. Riwayat keluarga menderita kanker payudara
3. Mutasi gen BRCA2
4. Klinefelter’s syndrome (Laki-laki yang memiliki X kromosom
berlebih)
5. Penderita penyakit hati, seperti sirosis
6. Terpapar radiasi dari tatalaksana kanker di daerah toraks
7. Mendapat terapi kanker prostat dengan estrogen-related drugs
8. Obesitas

2.2.4. Manifestasi Klinis Kanker Payudara


Sebagian besar bermanifestasi sebagai massa payudara yang tidak
nyeri. Lokasi massa kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya lesi
soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin,
mobilitas kurang (stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding toraks).
Massa cenderung membesar bertahap, dalam beberapa bulan bertambah
besar secara jelas (trans. Japaries, 2013).
Benjolan yang semakin lama semakin membesar dan melekat pada
kulit, menimbulkan perubahan pada kulit payudara dan puting
payudara. Itulah yang membuat puting payudara tertarik ke dalam
(retraksi), serta berwarna merah mudah atau kecoklatan sampai menjadi
oedema, sehingga terlihat seperti kulit jeruk, mengerut, atau timbul
borok pada payudara. Semakin lama, borok membesar dan mendalam.
Inilah yang akan menghancurkan seluruh payudara (Suprianto, 2010).
Terdapat juga gejala pengeluaran sekret papilar (umumnya
sanguineus) dari puting payudara. Selain itu juga dapat ditemukan
pembesaran kelenjar limfe regional. Lokasi yang sering dijumpai
pembesara kelenjar limfe adalah aksilar ipsilateral, dengan
perkembangan kanker kelenjar limfe supraklavikular juga dapat
menyusul membesar (trans. Japaries, 2013).
15

2.2.5. Penegakan Diagnosa Kanker Payudara


Dalam penegakan diagnosa kanker payudara diperlukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Anamnesis
Harus mencakup status haid, perkawinan, partus, laktasi, dan riwayat
kelainan payudara sebelumnya, riwayat kanker pada keluarga, fungsi
kelenjar tiroid, penyakit ginekologi, dan lainnya. Terkait riwayat
penyakit sekarang terutama harus perhatikan waktu timbulnya
massa, kecepatan pertumbuhan, dan hubungan dengan haid (trans.
Japaries, 2013).
2. Pemeriksaan Fisik
Tahapan dalam pemeriksaan payudara (Clinical Breast Examination)
adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010):
a. Persiapan: menjelaskan kepada pasien tindakan yang akan
dilakukan dan meminta pasien untuk membuka pakaian mulai
pinggang ke atas.
b. Inspeksi: perhatikan bentuk, ukuran, puting, kerutan atau lekukan,
ruam atau nyeri pada kulit. Lihat puting susu dan perhatikan
bentuk dan ukuran serta arah jatuhnya puting (minta pasien
membungkuk) tergantung seimbang atau tidak.
c. Palpasi: posisi pasien dalam keadaaan berbaring. 1). Melakukan
pemeriksaan dengan menggunakan permukaan tiga jari tengah
teknik spiral. Tekan jaringan payudara sampai keseluruh
permukaan payudara. Perhatikan apakah terdapat benjolan atau
nyeri. 2). Dengan ibu jari dan telunjuk tekan puting susu dengan
lembut, lihat apakah keluar cairan (bening, keruh, atau berdarah).
Cairan keruh normal jika setalah menyusui atau melahirkan 1
tahun terakhir. 3). Minta pasien dalam keadaan duduk dengan
tangan pasien di bahu pemeriksa untuk memeriksa apakah
terdapat pembesaran kelenjar limfe pada pangkal payudara.
16

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan (Manuaba, 2010),
adalah:
a. Pemeriksaan Radio-Diagnostik/Oncologic Imaging
1) Diharuskan (recommended)
a) Mamografi dan USG mama (untuk keperluan diagnostik
dan staging)
b) Foto toraks
c) USG abdomen (hati)
2) Optional (atas indikasi)
a) Bone scanning (diameter kanker payudara (KPD) > 5 cm,
T4/ LABC, klinis dan stologi mencurigakan)
b) Bone survey, sama dengan diatas dan tidak tersedia fasilitas
untuk bone scan.
c) CT-scan
d) MRI (penting untuk mengevaluasi “volume tumor”)
b. Pemeriksaan Biopsi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/
FNAB/ FNA)
Dilakukan pada lesi/tumor payudara yang klinis dan
radiologi/imaging dicurigai ganas. Di negara maju akurasi FNAB
sangat baik sehingga dapat dijadikan standar diagnosis pasti KPD.
Di Indonesia, akurasi FNAB sudah semakin baik (>90%)
sehingga pada beberapa senter dapat direkomendasikan
penggunaan FNAB.
c. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)
1) Stereotactic biopsy dengan bantuan USG atau mammogram
pada lesi nonpalpabel
2) Core Neddle Biopsy (micro-specimen)
3) Vacum assisted biopsy (mammotome)
4) Biopsi insisional untuk tumor:
17

a) KPD operabel dengan diameter >3cm, sebelum operasi


definitif
b) Inoperabel: diagnosis, faktor prediktor dan prognostik
5) Biopsi eksisional
6) Spesimen mastektomi disertai pemeriksaan KGB regional
7) Pemeriksaan Imunohistokimia (IHC) terhadap ER, PR, Her-
2/Neu (recommended), Cathepsin-D, VEGF, BCL-2, P53, dan
sebagainya (optional/research)
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah guna
kepentingan pengobatan dan informasi kemungkinan adanya
metastasis. Berikut jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan:
1) Pemeriksaan enzim transaminase: untuk memperkirakan
adanya metastasis pada liver.
2) Pemeriksaan alkali fosfatase dan kalsium: untuk memprediksi
adanya metastasis pada tulang.
3) Pemeriksaan kadar kalsium darah rutin dikerjakan terutama
pada kanker payudara stadium lanjut dan merupakan keadaan
kedaruratan onkologis yang memerlukan pengobatan segera.
4) Pemeriksaan penanda tumor seperti CA-15-13 dan CEA
(dalam kombinasi) lebih penting gunanya untuk menentukan
rekurensi dari kanker payudara, dan belum merupakan penanda
diagnosis ataupun skrining.

2.2.6. Klasifikasi Stadium Kanker Payudara


Berdasarkan stadiumnya, kanker payudara dibagi menjadi beberapa
stadium, adapun pembagian stadium Portmann yang disesuaikan
dengan aplikasi klinis (eds Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002), yaitu:
1. Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan
sekitarnya, tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan
18

jaringan yang dibawahnya (otot). Besar tumor 1-2


cm. Kelenjar getah bening regional belum teraba.
2. Stadium II : Sesuai dengan stadium I, hanya besar tumor 2,5-5
cm dan sudah ada satu atau beberapa kelenjar getah
bening (KGB) aksila yang masih bebas dengan
diameter kurang dari 2 cm.
3. Stadium III A : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm) tapi
masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah
bening aksila masih bebas satu sama lain.
4. Stadium III B : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm),
fiksasi pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan
ada oedema (lebih dari 1/3 permukaan kulit
payudara), ulserasi dan atau nodul satelit, kelenjar
getah bening aksila melekat satu sama lain atau
terdapat jaringan sekitarnya. Diameter lebih dari 2,5
cm, belum ada metastasis jauh.
5. Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III).
Tetapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening
aksila supra-klavikula dan metastasis jauh lainnya.

2.2.7. Penatalaksanaan Kanker Payudara


Ada beberapa cara pengobatan kanker payudara yang
penerapannya banyak tergantung kepada stadium klinik penyakit (eds
Ramli, Umbas & Panigoro, 2002). Terapi yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut:
1. Terapi Bedah
Pembedahan yang dilakukan bersifat kuratif (menyembuhkan)
maupun paliatif (menghilangkan gejala-gejala penyakit) (eds Ramli,
Umbas & Panigoro, 2002). Pola operasi yang sering digunakan
(trans. Japaries, 2013), adalah:
19

a. Mastektomi radikal: lingkup reseksi mencakup kulit berjarak


minimal 3 cm dari tumor, seluruh kelenjar payudara, m.
Pektoralis mayor, m. Pektoralis minor, jaringan limfatik dan
lemak subskapular, aksilar secara kontinu enblok direseksi.
b. Mastektomi radikal modifikasi: lingkup reseksi sama dengan
radikal, tapi mempertahankan m. Pektoralis mayor dan minor
(model Auchincloss) atau mempertahankan m. pektoralis mayor,
mereseksi m. pektoralis minor (model Patey).
c. Mastektomi total: hanya membuang seluruh kelenjar payudara
tanpa membersihkan kelenjar limfe.
d. Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe sekitar: secara
umum disebut dengan operasi konservasi mammae (BCT).
Bertujuan mereseksi sebagian jaringan kelenjar payudara normal
di tepi tumor, di bawah mikroskop tak ada invasi tumor di tempat
irisan.
e. Mastektomi segmental plus biopsi kelenjar limfe sentinel: metode
reseksi sama dengan diatas. Kelenjar limfe sentilen adalah
terminal pertama metastasis limfogen dari karsinoma mammae,
saat operasi dilakukan insisi kecil di aksila dan secara tepat
mengangkat kelenjar limfe sentinel, biopsi, bila patologik negatif
operasi dihentikan, bila positif dilakukan diseksi kelenjar limfe
aksilar.
2. Radioterapi
Radioterapi memiliki 3 tujuan utama (trans. Japaries, 2013), yaitu:
a. Radioterapi murni kuratif: untuk pasien dengan kontraindikasi
atau menolak operasi
b. Radioterapi adjuvan
c. Radioterapi paliatif: untuk terapi paliatif kasus stadium lanjut
dengan rekurensi, metastasis.
20

3. Kemoterapi
Kemoterapi/sitostatika merupakan pengobatan suportif (penunjang)
(eds Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002).
4. Terapi hormonal
Terapi hormonal merupakan pengobatan suportif dan berupa
tindakan ablasi (melenyapkan) atau aditif (penambahan) (eds Ramli,
Umbas, & Panigoro, 2002).
5. Imunoterapi
Imunoterapi sebagai tindakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
(eds Ramli, Umbas & Panigoro, 2002).
6. Simtomatik
Terapi berupa perawatan/penanggulangan keluhan-keluhan dari
penderita kanker payudara yang sudah lanjut (eds Ramli, Umbas &
Panigoro, 2002).
7. Terapi biologis
Overekspresi onkogen berperan penting dalam timbul dan
berkembangnya tumor, antibodi monoklonal yang dihasilkan melalui
teknik transgenetik dapat menghambat perkembangan tumor.
Herseptin berefek terapi nyata terhadap karsinoma mammae dengan
overekspresi gen cerbB-2 (HER-2). Herseptin adalah suatu antibodi
monoklonal hasil teknologi transgenik yang berefek anti protein
HER-2 secara langsung (trans. Japaries, 2013).

2.2.8. Prognosis Kanker Payudara


Berdasarkan data yang didapatkan dari PERABOI (Perhimpunan
Ahli Bedah Onkologi Indonesia) pada tahun 2003, didapatkan data
prognosis daya tahan hidup penderita kanker payudara (survival rate)
per stadium (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010), adalah sebagai
berikut:
1. Stadium 0 : 10-years survival ratenya 98% (nonpalpable breast
cancer yang terdeteksi oleh mammografi/USG)
21

2. Stadium I : 5-years survival ratenya 85%


3. Stadium II : 5-years survival ratenya 60-70%
4. Stadium III : 5-years survival ratenya 30-50%
5. Stadium IV : 5-years survival ratenya 15%

2.2.9. Pencegahan Kanker Payudara


Pencegahan terhadap kanker dapat disebut juga prevensi kanker.
Prevensi kanker ialah suatu usaha untuk mencegah timbulnya kanker
atau kerusakan yang lebih lanjut yang ditimbulkan oleh kanker itu
sendiri. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah kanker (Sukardja,
2002), yaitu:
1. Prevensi primer: Menghentikan atau mengubah kebiasaan hidup
yang memperbesar risiko mendapat kanker, lindungi diri atau hindari
kontak dengan karsinogen, obati tumor jinak, dan lesi-prakanker,
serta jaga diri terhadap kanker dengan melakukan skrining atau
menghindari faktor risiko.
2. Prevensi sekunder: usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan
lebih lanjut karena kanker itu dengan deteksi dini dan diagnosis
kanker serta pengobatan dengan segera.
3. Prevensi tertier: usaha untuk mencegah timbulnya komplikasi
kanker.
Beradasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 796 tahun
2010, pencegahan kanker payudara meliputi tiga tingkat pencegahan
yaitu primer, sekunder, dan tersier yang dapat dilihat pada digambar
dibawah ini.
22

Gambar 2.5. Diagram Alur Untuk Diagnosis Dini Kanker Payudara


Sumber Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010.

Diagnosis dini merupakan salah satu bentuk pencegahan untuk


berlanjutnya stadium kanker payudara. Hal ini dapat dilakukan dengan
berbagai jenis pemeriksaan payudara (Bustan, 2007), yaitu:
1. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) atau BSE (Breast Self
Examination)
2. SARANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis) oleh dokter
3. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)
4. Mamografi: sejenis pemeriksaan radiologi untuk payudara
5. Breast imaging, seperti ultrasound atau MRI scanning.
Untuk mendapatkan secara dini adanya kelainan payudara perlu
pemeriksaan yang tepat, baik waktu maupun teknik pemeriksaannya.
Sebagai pedoman dapat dipakai berikut ini (Bustan, 2007):
1. Mulai umur 20 tahun: pemeriksaan SADARI setiap bulan
23

2. Umur 20-40 tahun: SARANIS tiap 3 tahun dan mamografi awal


(usia 35-40 tahun)
3. Umur 40-50 tahun: mamografi tiap 1-2 tahun, SARANIS tiap tahun
(tentang riwayat kesehatan dan anjuran dokter)
4. Usia lebih dari 50 tahun: mamografi tahunan dan SARANIS
tahunan.

2.3. Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI


2.3.1. Definisi SADARI
Menurut Rasjidi (2011), deteksi dini adalah upaya identifikasi
penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan tes,
pemeriksaan, atau prosedur tertentu yang cepat untuk membedakan
orang yang tampak dan sungguh sehat dengan orang yang tampak sehat
tetapi sesungguhnya menderita kelainan. Deteksi dini kanker ialah
usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat
disembuhkan, yaitu kanker yang belum lama tumbuh, masih kecil,
masih lokal, masih belum menimbulkan kerusakan yang berarti, pada
golongan masyarakat tertentu dan pada waktu yang tertentu (Sukardja,
2000). Deteksi dini pada kanker bertujuan menemukan kanker sedini
mungkin agar masih dapat disembuhkan dan karenanya morbiditas dan
mortalitas kanker diharapkan berkurang (Rasjidi, 2011). Pemeriksaan
deteksi dini payudara berguna untuk memastikan bahwa payudara
seseorang masih normal (Direktorat Jendral PP & PL Departemen
Kesehatan RI, 2009).
Salah satu tindakan deteksi dini kanker payudara yang dapat
dilakukan sendiri adalah SADARI atau pemeriksaan payudara sendiri.
SADARI adalah pemeriksaan payudara yang dilakukan sendiri dengan
belajar melihat dan memeriksa perubahan payudaranya sendiri setiap
bulan (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009).
Bentuk payudara biasanya berubah-ubah, sebelum memasuki masa
menstruasi biasanya payudara membesar, lunak, atau ada benjolan dan
24

kembali normal ketika masa menstruasi selesai. Dengan dilakukannya


SADARI wanita dapat mengenali perubahan mana yang biasanya
terjadi dan mana yang tidak terjadi pada dirinya. Sehingga setiap wanita
tahu bagaimana keadaan normal dari payudaranya sendiri (Bustan,
2007).

2.3.2. Tujuan SADARI


Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) bertujuan untuk
merasakan dan mengenal lekuk-lekuk payudara sehingga jika terjadi
perubahan dapat segera diketahui (Bustan, 2007). Pemeriksaan secara
teratur akan diketahui adanya benjolan atau masalah lain sejak dini
walaupun masih berukuran kecil sehingga lebih efektif untuk diobati
(Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009).

2.3.3. Waktu untuk Melakukan SADARI


Sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan pada hari ke 7-10 yang
dihitung sejak hari ke-1 mulai haid (saat payudara sudah tidak mengeras
dan nyeri) atau bagi yang telah menopause pemeriksaan dilakukan
dengan memilih tanggal yang sama setiap bulannya (misalnya setiap
tanggal 1 atau tanggal lainnya) (Direktorat Jendral PP & PL
Departemen Kesehatan RI, 2009). Pemeriksaan payudara dapat
dilakukan sendiri saat mandi atau sebelum tidur. Dengan memeriksa
saat ibu mandi tangan dapat bergerak dengan mudah di kulit yang basah
(Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010).

2.3.4. Cara Melakukan SADARI


Adapun cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Direktorat
Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009), yaitu:
1. Perhatikan kedua payudara dengan berdiri di depan cermin dengan
tangan di sisi tubuh dan lihat apakah ada perubahan pada payudara.
25

Lihat perubahan dalam hal ukuran, bentuk atau warna kulit, atau jika
ada kerutan, lekukan seperti lesung pipi pada kulit.

Gambar 2.6. Tahap 1 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

2. Perhatikan kembali kedua payudara sambil mengangkat kedua


tangan di atas kepala, dilanjutkan dengan meletakkan kedua tangan
di pinggang sambil menekan agar otot dada berkontraksi.
Bungkukkan badan untuk melihat apakah kedua payudara
menggantung seimbang.

Gambar 2.7. Tahap 2 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

3. Dengan lembut tekan masing-masing puting dengan ibu jari dan jari
telunjuk untuk melihat apakah ada cairan yang keluar.
26

Gambar 2.8. Tahap 3 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

4. Kemudian dilakukan perabaan payudara. Pemeriksaan ini dapat


dilakukan sambil berdiri atau berbaring. Jika memeriksa payudara
sambil berbaring, diletakkan sebuah bantal di bawah pundak sisi
payudara yang akan diperiksa.

Gambar 2.9. Tahap 4 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

5. Angkat lengan kiri ke atas kepala. Gunakan tangan kanan untuk


menekan payudara kiri dengan ketiga jari tengah (telunjuk, tengah,
dan manis). Mulailah dari daerah puting susu dan gerakkan ketiga
jari tersebut dengan gerakan memutar diseluruh permukaan
payudara. Rasakan apakah ada benjolan atau penebalan.
27

Gambar 2.10. Tahap 5 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

6. Periksa juga daerah yang berada di antara payudara, di bawah lengan


dan di bawah tulang selangka.

Gambar 2.11. Tahap 6 SADARI


Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI,
2009.

7. Angkat lengan kanan ke atas kepala dan ulangi pemeriksaan untuk


payudara sebelah kanan dengan menggunakan tangan kiri.
Jika payudara biasanya memiliki benjolan, harus diketahui berapa
banyak benjolan yang teraba beserta lokasinya. Bulan berikutnya, haru
diperhatikan apakah terdapat perubahan ukuran maupun bentuk
benjolan tersebut dibandingkan benjolan bulan sebelumnya. Jika ada
cairan dari puting yang tampak seperti darah atau nanah, pada ibu yang
tidak menyusui, maka harus segera menemui petugas kesehatan untuk
memeriksakan diri lebih lanjut (Direktorat Jendral PP & PL
Departemen Kesehatan RI, 2009).
28

2.4. Penyuluhan Kesehatan


Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu bentuk dari pendidikan
kesehatan atau sekarang yang lebih dikenal dengan nama promosi kesehatan
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Azwar dalam Ali (2010), penyuluhan
kesehatan masyarakat adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan
cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak
saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu
anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Berdasarkan isi dari
Undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 dalam Ali (2010), penyuluhan
kesehatan masyarakat merupakan kegiatan yang melekat pada setiap upaya
kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah bagian dari promosi kesehatan yang
mempengaruhi perilaku melalui faktor predisposisi. Faktor ini mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan untuk mengubah
perilaku seseorang atau kelompok masyarakat agar hidup sehat melalui
komunikasi, informasi, dan edukasi (Ali, 2010).
1. Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam
bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan ini dapat
berupa suara/bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa gerakan, tindakan,
atau simbol-simbol yang diharapkan dapat mengerti, oleh pihak lain, dan
pihak lain tersebut merespons atau bereaksi sesuai dengan maksud pihak
yang memberikan stimulus. Oleh sebab itu reaksi atau respons, baik
dalam bentuk bahasa maupun simbol-simbol ini merupakan pengaruh atau
hasil proses komunikasi. Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak
satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau
seseorang dengan orang lain, diperlukan keterlibatan beberapa unsur
29

komunikasi, yaitu komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media


(Notoatmodjo, 2007).
2. Informasi
Penyampaian informasi dalam penyuluhan kesehatan dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa macam alat bantu pendidikan kesehatan
(Notoatmodjo, 2007), yaitu:
a. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu
menstimulasi indra pengelihatan (mata) pada waktu terlaksananya
proses pendidikan. Alat bantu ini ada 2 bentuk yaitu:
1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip, dan
lainnya.
2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan:
a) Dua dimensi, gambar peta, bagan, dan sebagainya.
b) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka, dan lainnya.
b. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu untuk
menstimulasikan indra pendengaran pada waktu proses penyampaian
bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya: piringan hitam, radio, pita
suara, dan sebagainya.
c. Alat bantu lihat-dengar, seperti televisi atau video cassette. Alat-alat
bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA).
Alat bantu kesehatan yang berguna sebagai saluran untuk menyampaikan
informasi kesehatan dan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan
kesehatan bagi masyarakat atau klien disebut dengan media promosi
kesehatan. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan-pesan
kesehatan, media ini dibagi menjadi 3, yakni media cetak, media
elektronik, dan media papan (Notoatmodjo, 2007).
a. Media Cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan
sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut:
1) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.
30

2) Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan kesehatan


melalui lembaran yang dilipat.
3) Flyer (selebaran), seperti leaflet tapi tidak dilipat.
4) Flif chart (lembar balik)
5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang
membahas suatu masalah kesehatan, atau hal yang berkaitan dengan
kesehatan.
6) Poster, ialah bentuk media cetak yang berisi pesan atau informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-
tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
b. Media Elektronik
Adapun jenis media elektronik yang dapat digunakan adalah:
1) Televisi, misalnya dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi
atau tanya jawab, pidato, TV Spot, kuis atau cerdas cermat, dan
sebagainya.
2) Radio, contonya obrolan (tanya jawab), sandiwara radio, ceramah,
dan lainnya.
3) Video
4) Slide
5) Film Strip
c. Media Papan (Billboard)
Papan (Billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum yang dapat
diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.
3. Edukasi (pendidikan)
Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang
ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk
kesehatan. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan mengupayakan agar
perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif
terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan kesehatan bagi pelajar utamanya untuk menanamkan kebiasaan
31

hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri
serta lingkungannya serta ikut aktif di dalam usaha-usaha kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tahapan-tahapan berikut
(Notoatmodjo, 2010), yaitu:
a. Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar hidup sehat
b. Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat
c. Membentuk kebiasaan hidup sehat.
Hal pokok sebagai materi dasar untuk menanamkan perilaku atau
kebiasaan hidup sehat adalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007):
a. Kebersihan perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan,
terutama lingkungan sekolah
b. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
c. Penyakit-penyakit tidak menular (penyebab dan cara pencegahannya)
d. Gizi
e. Pencegahan kecelakaan atau keamanan
f. Mengenal fasilitas kesehatan yang profesional dan sebagainya.

2.5. Pengetahuan atau Knowledge


Menurut Soekanto, pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia
sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan
kepercayaan (beliefs), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan
yang keliru (misinformation) (Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indra pengelihatan (mata)
(Notoatmodjo, 2010).
32

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitaas atau


tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan (Notoatmodjo, 2010), yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara kompenen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahun yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian
33

atau responden. Faktor-fakror yang mempengaruhi pengetahuan seseorang


adalah pendidikan, umur, pekerjaan, minat, pengalaman, kebudayaan
lingkungan sekitar, dan informasi yang didapat (Mubarak, Chayatin, Rozikin,
& Supradi, 2007).

2.6. Hubungan Penyuluhan dengan Pengetahuan


Pentingnya pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan terhadap
perilaku dan status kesehatan seseorang dapat digambarkan sebagai berikut
dengan modifikasi konsep H.L Blum dan Lawrence Green (Mubarak,
Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).

Keturunan

Pelayanan
Status kesehatan Lingkungan
Kesehatan

Perilaku

Predisposing Factors Enabling Factors Reinforcing


(pengetahuan, sikap, (Ketersediaan Factors (sikap dan
kepercayaan, tradisi, sumber-sumber/ perilaku petugas,
nialai, dsb) fasilitas) peraturan UU dll)

Komunikasi Pemberdayaan
masyarakat Training
(penyuluhan)
(pemberdayaan sosial)

Promosi kesehatan

Gambar 2.12. Diagram Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Promosi


Kesehatan
Sumber Notoatmodjo, 2007.
34

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:

Variabel Independent Variabel Dependent

Penyuluhan Tentang
Deteksi Dini Kanker Pengetahuan Pada Pelajar
Payudara

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional


Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan
Definisi operasional: Penyuluhan adalah penyampaian informasi kesehatan
tentang definisi, faktor risiko, gejala, dan pencegahan kanker payudara
serta pengertian, tujuan, waktu pelaksanaan, dan cara melakukan SADARI
dengan cara ceramah dan menggunakan media elektronik berupa
penayangan slide.
2. Pengetahuan
a. Definisi operasional: Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
oleh responden tentang definisi, faktor risiko, gejala, dan pencegahan
kanker payudara serta pengertian, tujuan, waktu pelaksanaan, dan cara
melakukan SADARI.
b. Alat Ukur: Kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 14
pertanyaan dengan pilihan ganda. Skor yang diberikan untuk jawaban
dari responden adalah:
 Jika jawaban benar diberi skor 1
 Jika jawaban salah diberi skor 0
35

Total skor yang dapat diperoleh responden setelah mengisi kuesioner


adalah 0-14
c. Kategori: Menurut Arikunto (2006) dalam Suliani (2014) tingkat
pengetahuan dapat dikategorikan sebagai berikut:
 Baik: dapat menjawab 75-100% pertanyaan dengan benar atau
memperoleh skor 11-14
 Cukup: dapat menjawab 55-74% pertanyaan dengan benar atau
memperoleh skor 8-10
 Kurang: dapat menjawab <55% pertanyaan dengan benar atau
memperoleh skor 0-7
d. Skala pengukuran: Ordinal

3.3. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Alternatif (Ha), yaitu ada pengaruh penyuluhan tentang deteksi
dini kanker payudara terhadap pengetahuan pelajar kelas XII di SMAN 1
Bengkulu Selatan tahun 2015.
2. Hipotesis Nol (Ho), yaitu tidak ada pengaruh penyuluhan tentang deteksi
dini kanker payudara terhadap pengetahuan pelajar kelas XII di SMAN 1
Bengkulu Selatan tahun 2015.
36

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian pra eksperimental (pre experimental
design) dengan menggunakan rancangan one group pre-test post-test untuk
mengetahui pengaruh penyuluhan tentang deteksi dini kanker payudara
terhadap pengetahuan pelajar kelas XII di SMAN 1 Bengkulu Selatan tahun
2015.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi pelaksanaan penelitian ini adalah SMAN 1 Bengkulu
Selatan. Sekolah ini dipilih karena masih kurangnya kegiatan
penyuluhan kesehatan dan rendahnya partisipasi siswa-siswinya
terhadap kegiatan pendidikan kesehatan lainnya.

4.2.2. Waktu Penelitian


Penelitian ini berlangsung selama bulan Maret-Desember 2015
terhadap pelajar kelas XII di SMAN 1 Bengkulu Selatan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1. Populasi Penelitian
1. Populasi target
Populasi terget dalam penelitian ini adalah pelajar Sekolah
Menengah Atas.
2. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah pelajar kelas XII di
SMAN 1 Bengkulu Selatan.
37

4.3.2. Sampel Penelitian


Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan
cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya
(Sastroasmoro, 2011). Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi
sampel adalah pelajar kelas XII di SMAN 1 Bengkulu Selatan tahun
ajaran 2015-2016. Cara pemilihan sampel yang digunakan adalah
probability sampling dengan teknik simple random sampling. Agar
sampel yang kita ambil mewakili populasinya maka perlu dilakukan
perhitungan jumlah sampel yang benar (Dahlan, 2009). Adapun rumus
besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽 )𝑆
𝑁= [ ]
𝑋1 − 𝑋2

𝑍𝛼 : Deviat baku alfa


𝑍𝛽 : Deviat baku beta
S : Standar deviasi dari selisih nilai antarkelompok
𝑋1 − 𝑋2 : Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna

Parameter yang dapat ditetapkan peneliti adalah 𝑍𝛼 , 𝑍𝛽 , dan 𝑋1 − 𝑋2,


sedangkan parameter yang berasal dari kepustakaan adalah S (standar
deviasi perbedaan nilai) (Dahlan, 2009). Peneliti menetapkan kesalahan
tipe I sebesar 5% dengan nilai 𝑍𝛼 hipotesis dua arah adalah 1,960,
sementara kesalahan tipe II sebesar 10% dengan nilai 𝑍𝛽 adalah 1,282.
Untuk nilai selisih minimal rerata (𝑋1 − 𝑋2) peneliti menetapkan 5
poin, hal ini mengacu kepada penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Benita (2012). Peneliti tidak menemukan kepustakaan
yang jelas untuk ketetapan nilai standar deviasi (S). Menurut Dahlan
(2010), jika tidak ditemukaannya sumber kepustakaan untuk nilai S
maka peneliti dapat melakukan penelitian pendahuluan, apabila
38

penelitian pendahuluan tidak memungkinkan, nilai standar deviasi bisa


ditetapkan berdasarkan judgement peneliti. Berdasarkan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Benita (2012), dalam penelitian
tersebut dilakukan judgement selisih tingkat pengetahuan sebelum dan
sesudah penyuluhan sebesar 2 kali lipat perbedaan rerata minimal yang
dianggap bermakna (S=10). Oleh karena itu peneliti menetapkan nilai
standar deviasi untuk penelitian ini sebesar 10.
Berdasarkan data diatas maka dapat dilakukan perhitungan sampel
sebagai berikut:

2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽 )𝑆
𝑁= [ ]
𝑋1 − 𝑋2
(1,960 + 1,282)10 2
𝑁= [ ]
5
32,42 2
𝑁= [ ]
5
𝑁 = [6,484]2
𝑁 = 42,042

Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 42


orang. Dalam penelitian ini sangat rentan untuk terjadinya sampel yang
drop out. Maka peneliti perlu mengantisipasi kemungkinan tersebut.
Menurut Sastroasmoro (2011) rumus yang dapat digunakan untuk
koreksi besar sampel untuk antisipasi kemungkinan drop out adalah:

𝑛
𝑛′ =
(1 − 𝑓)

n’ : Jumlah sampel untuk antisipasi drop out


n : Jumlah sampel yang telah dihitung (42 orang)
f : Perkiraan proporsi drop out (10% atau 0,1)
39

42
𝑛′ =
(1 − 0,1)
𝑛′ = 46,67

Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini 47 orang.


Jadi, jumlah sempel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50
orang.

4.3.3. Kriteria Sampel Penelitian


Dalam penelitian ini peneliti menetapkan beberapa kriteria untuk
sampel penelitian, yaitu:
1. Kriteria inklusi
a. Pelajar kelas XII SMAN 1 Bengkulu Selatan tahun ajaran 2015-
2016.
b. Bersedia menjadi responden penelitian.
2. Kriteria eksklusi
a. Pernah mendapatkan penyuluhan tentang kanker payudara selama
setahun terakhir.
b. Responden yang meninggalkan ruangan sebelum kegiatan
penyuluhan selesai.

4.4. Metode Pengumpulan Data


4.4.1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
atau angket. Kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti akan dilakukan
uji coba di lapangan. Peneliti akan melakukan uji validitas dan
reliabilitas terhadap kuesioner tersebut.
1. Menurut Notoatmodjo (2010), validitas adalah suatu indeks yang
menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur.
Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut
mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji
40

dengan uji korelasi antara skors (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan)


dengan skors total kuesioner tersebut. Menurut Riwidikdo, item
pertanyaan tersebut dikatakan valid atau sahih bila 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 .
Pertanyaan yang dinyatakan valid akan dijadikan instrumen
penelitian, sementara untuk pertanyaan yang tidak valid akan
dilakukan peninjauan ulang.
2. Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo,
2010). Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara
eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat
dilakukan dengan test-retest (stability), equivalent, dan gabungan
keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan
menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan
teknik tertentu (Riwidikdo, 2008). Uji reliabilitas dalam penelitian
ini menggunakan model Alpha Cronbach. Menurut Djemari (2003)
dalam Riwidikdo (2008), kuesioner atau angket dikatakan reliabel
jika memiliki nilai alpha minimal 0,7.
Uji validasi alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini
dilakukan pada 30 pelajar kelas XII di SMAN 2 Bengkulu Selatan yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta memiliki ciri-ciri yang
sama dengan sampel penelitian. Dari 15 pertanyaan terdapat satu
pertanyaan yang tidak valid. Uji reliabilitas dilakukan pada 14
pertanyaan yang telah dinyatakan valid. Nilai alpa yang didapatkan
dalam uji reliabilitas ini adalah sebesar 0,817. Hal ini menunjukan
variabel pengetahuan dalam penelitian ini adalah reliabel, karena nilai
alpha diatas 0,7.

4.4.2. Jenis Data Penelitian


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer,
yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan mengisi
kuesioner.
41

4.4.3. Rancangan Kegiatan Pengumpulan Data


Adapun rangkaian kegiatan dalam pengumpulan data ini adalah:
1. Melakukan persiapan dengan meminta izin kepada kepala sekolah
SMAN 1 Bengkulu Selatan untuk melakukan kegiatan penelitian.
Membuat materi penyuluhan dalam bentuk slide dan mempersiapkan
kuesioner yang akan digunakan.
2. Mengumpulkan data seluruh pelajar kelas XII SMAN 1 Bengkulu
Selatan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pelajar yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih untuk menjadi sampel
dengan menggunakan teknik simple random sampling.
3. Mengumpulkan pelajar yang menjadi sampel dalam satu ruangan
untuk meminta kesediaan menjadi responden penelitian dan meminta
untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kuesioner yang
diberikan ini digunakan sebagai nilai untuk pre-test.
4. Melakukan kegiatan penyuluhan terhadap responden yang menjadi
sampel. Responden mendapatkan materi penyuluhan tentang deteksi
dini kanker payudara. Kegiatan penyuluhan dilakukan selama 45
menit.
5. Setelah penyuluhan, peneliti memberikan kembali kuesioner yang
sama kepada responden sebagai nilai post-test.

4.5. Metode Pengolahan Data


Setelah data yang dibutuhkan untuk penelitian terkumpul maka data akan
dimasukan ke dalam komputer dan diolah dengan menggunakan program
SPSS for windows. Adapun beberapa tahap dalam pengolahan data
(Notoatmodjo, 2010), yaitu:
1. Editing
Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan
perbaikan isian formulir atau kuesioner. Apabila ada jawaban-jawaban
yang belum lengkap, kalau memungkinkan perlu dilakukan pengambilan
data ulang untuk melengkapi jawaban-jawaban tersebut.
42

2. Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
peng”kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Data Entry
Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau
“software” komputer.
4. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

4.6. Metode Analisis Data


Analisis data dalam penelitian ini, melalui prosedur sebagai berikut :
1. Analisis Univariate (analisis deskriptif)
Analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel
(Notoatmodjo, 2010).
2. Analisis Bivariate
Analisis bivariate yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini
uji hipotesis yang digunakan adalah uji-t berpasangan. Peneliti memilih
uji-t berpasangan karena menurut Sastroasmoro (2011) uji-t berpasangan
digunakan untuk penelitian dengan subyek yang sama diperiksa pra- dan
pasca- interfensi (desain “before and after”). Uji-t berpasangan termasuk
dalam uji statistik parametrik yaitu uji yang menggunkan asumsi-asumsi
data berdistribusi normal, dengan varians homogen dan diambil dari
sampel acak (Riwidikdo, 2008). Jika syarat uji statistik parametrik yaitu
43

data berdistribusi normal tidak terpenuhi, maka dapat dilakukan uji


statistik non parametrik. Uji statistik non parametrik yang menjadi
alternatif dari uji-t berpasangan adalah uji Wilcoxon (Wahyuni, 2007).
44

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengkulu Selatan (SMAN 1
Bengkulu Selatan) atau yang lebih dikenal dengan sebutan “duayu top
cyber school” merupakan salah satu sekolah negeri unggulan di
kabupaten Bengkulu Selatan dengan Nomor Pokok Sekolah Nasional
10700973. Sekolah ini berdiri pada tanggal 25 Juli 1963 dan beralamat
di Jalan Pangeran Duayu Manna.
Berbagai fasilitas yang digunakan untuk menunjang kegiatan
belajar mengajar telah disediakan di sekolah ini seperti 24 ruang kelas,
1 ruang perpustakaan, 1 ruang multimedia, 1 laboratorium MIPA, 1
lapangan basket, dan 2 lapangan volly untuk sarana olahraga siswa-
siswi. Selain itu di sekolah ini juga dilengkapi 1 ruang UKS, 1 ruang
aula dan 1 bangunan masjid yang ada didalam lingkungan sekolah.
SMAN 1 Bengkulu Selatan dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan
didampingi 50 orang tenaga pendidik serta 15 orang staff tata usaha.
Sekolah yang bergelar Sekolah Percontohan Berbasis Keunggulan
Lokal ini memiliki akreditasi A, sehingga menjadikan sekolah ini
favorit bagi kalangan pelajar SMA Kabupaten Bengkulu Selatan dan
luar daerah. Berbagai prestasi juga telah banyak diukir oleh para pelajar
SMAN 1 Bengkulu Selatan baik itu tingkat kabupaten, provinsi, bahkan
telah mencapai nasional. Sekolah ini memiliki pelajar yang memiliki
latarbelakang yang beraneka ragam, sehingga peneliti meangambil
sampel di sekolah ini dan diharapkan dapat mewakili populasi secara
umum.
45

5.1.2. Karakteristik Responden


Karakteristik responden didapat berdasarkan data yang telah diisi
oleh reponden pada kuesioner. Karakteristik responden tersebut berupa
jenis kelamin, umur, kelas, penyuluhan sebelumnya, dan riwayat
keluarga penderita kanker payudara.

Tabel. 4.1. Karakteristik Responden


Karakteristik Jumlah (n) Presentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 25 50,0
Perempuan 25 50,0
Umur
16 Tahun 23 46,0
17 Tahun 25 50,0
18 Tahun 2 4,0
Kelas
XII MIPA 43 86,0
XII IPS 7 14,0
Penyuluhan Sebelumnya
Pernah 0 0
Tidak Pernah 50 100
Riwayat Kanker
Payudara Pada Keluarga
Ada 0 0
Tidak Ada 50 100

Dari tabel 4.1, dapat diketahui karakteristik responden berdasarkan


jenis kelamin berimbang antara laki-laki dan perempuan. Hal ini terlihat
dari jumlah pelajar laki-laki yang menjadi responden sebanyak 25 orang
(50%) dan pelajar perempuan yang menjadi responden sebesar 25 orang
(50%). Berdasarkan umur jumlah responden yang berusia 16 tahun
adalah 23 orang (46%), 17 tahun sebanyak 25 orang (50%), dan 2 orang
46

(4%) memiliki umur 18 tahun. Jumlah responden yang berasal dari


kelas XII MIPA lebih banyak dibandingkan dari kelas XII IPS yaitu 43
orang (86%) dan 7 orang (14%).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tidak ada responden
yang memenuhi kriteria eksklusi. Ini terbukti dari 50 orang (100%)
responden belum pernah mendapat penyuluhan tentang deteksi dini
kanker payudara. Hal ini juga dikuti dengan seluruh responden 50 orang
(100%) tidak memiliki riwayat keluarga penderita kanker payudara.

5.1.3. Tingkat Pengetahuan Hasil Pre-test dan Post-test


Berdasarkan Kuesioner yang telah diisi oleh reponden maka
didapatkan nilai pre-test dan post-test sebagai berikut:

Tabel. 4.2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pre-test dan Post-test


Tingkat Pre-test Post-test
Skor
Pengetahuan N % n %
Baik 11-14 0 0 47 94.0
Cukup 8-10 10 20.0 3 6.0
Kurang 0-7 40 80.0 0 0

Tabel 4.2 menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden


sebelum dilakukannya penyuluhan (pre-test) tidak terdapat reponden
memiliki tingkat penegetahuan baik, sedangkan responden yang
memiliki tingkat pengetahuan cukup sebanyak 10 orang (20,0%), dan
40 orang (80,0%) responden memiliki tingkat pengetahuan kurang.
Setelah dilakukan penyuluhan (post-test) didapatkan 47 orang (100%)
responden mendapatkan skor 11-14 atau memiliki tingkat pengetahuan
baik dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan cukup sebanyak
3 orang (6.0%).
47

5.1.4. Deskriptif Data Hasil Pre-test dan Post-test Berdasarkan Jenis


Kelamin
Nilai pre-test dikelompokan berdasarkan jenis kelamin adalah
sebagai berikut:

Tabel. 4.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pre-test Berdasarkan Jenis


Kelamin
Tingkat Laki-Laki Perempuan
Skor
Pengetahuan n % n %
Baik 11-14 0 0 0 0
Cukup 8-10 4 8,0 6 12,0
Kurang 0-7 21 42,0 19 38,0
Total 25 50,0 25 50,0

Dilihat dari tabel 4.3 didapatkan bahwa sebelum dilakukannya


penyuluhan responden laki-laki yang memiliki pengetahuan cukup
hanya 4 orang (8%), hal ini lebih sedikit dibandingkan perempuan yang
memiliki tingkat pengetahuan yang sama yaitu 6 orang (12%). Untuk
tingkat pengetahuan kurang terdapat 21 orang (42%) responden laki-
laki. Sedangkan responden perempuan yang memiliki pengetahuan
kurang adalah sebanyak 19 orang (38%).
Nilai post-test dikelompokan berdasarkan jenis kelamin adalah
sebagai berikut:

Tabel. 4.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Post-test Berdasarkan Jenis


Kelamin
Tingkat Laki-Laki Perempuan
Skor
Pengetahuan N % N %
Baik 11-14 23 46,0 24 48,0
Cukup 8-10 2 4,0 1 2,0
Kurang 0-7 0 0 0 0
Total 25 50,0 25 50,0
48

Berdasarkan tabel 4.4 tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh


reponden laki-laki dan perempuan setelah dilakukannya penyuluhan
didominasi dengan tingkat pengetahuan baik. Hal ini terlihat jumlah
responden laki-laki yang mempunyai tingkat pengetahuan baik adalah
sebanyak 23 orang (46%) dan yang memiliki tingkat pengetahuan
cukup hanya 2 orang (4%). Sementara itu responden perempuan dengan
tingkat pengetahuan baik sebanyak 24 orang (48%) dan 1 orang (2%)
responden memiliki tingkat pengetahuan cukup.

5.1.5. Deskriptif Data Hasil Pre-test dan Post-test Berdasarkan Umur


Nilai pre-test yang didapatkan berdasarkana golongan umur adalah
sebagai berikut:

Tabel. 4.5. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pre-test Berdasarkan Umur


Umur (Tahun)
Tingkat
Skor 16 17 18
Pengetahuan
n % n % n %
Baik 11-14 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Cukup 8-10 3 6,0 7 14,0 0 0,0
Kurang 0-7 20 40,0 18 36,0 2 4,0
Total 23 46,0 25 50,0 2 4,0

Dari tabel 4.5 pada kelompok umur 16 tahun hanya 3 orang (6%)
responden yang memiliki tingat pengetahuan cukup dan 20 orang (40%)
memiliki pengetahuan kurang. Untuk umur 17 tahun terdapat 7 orang
(14%) berpengetahuan cukup dan 18 orang (36%) berpengetahuan
kurang. Sementara itu responden yang memiliki umur 18 tahun
semuanya memiliki tingkat pengetahuan kurang atau sebanyak 2 orang
(4%).
Nilai post-test yang didapatkan berdasarkan golongan umur adalah
sebagai berikut:
49

Tabel. 4.6. Distribusi Tingkat Pengetahuan Post-test Berdasarkan


Umur
Umur (Tahun)
Tingkat
Skor 16 17 18
Pengetahuan
n % n % n %
Baik 11-14 21 42,0 24 48,0 2 4,0
Cukup 8-10 2 4,0 1 2,0 0 0,0
Kurang 0-7 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Total 23 46,0 25 50,0 2 4,0

Seperti yang terlihat pada tabel 4.6 bahwa 21 orang (42%) dari
kelompok umur 16 tahun memiliki tingkat pengetahuan baik dan 2
orang (4%) berpengetahuan cukup. Responden yang memiliki umur 17
tahun sebanyak 24 orang (48%) berpengetahuan baik dan hanya 1 orang
(2%) saja yang berpengetahuan cukup. Pada reponden yang berumur 18
tahun sebanyak 2 orang (4%) memiliki pengetahuan baik.

5.1.6. Analisa Variabel Pengetahuan


Variabel pengetahuan dalam penelitian ini terdiri dari 14
pertanyaan. Berikut ini adalah distribusi nilai pre-test dan post-test
berdasarkan jenis pertanyaan pada kuesioner.
50

Tabel. 4.7. Distribusi Nilai Pre-test dan Post-test Beradasarkan Jenis


Pertanyaan
Pre-test Post-test
No Pertanyaan
n % n %
1 Definisi Kanker Payudara 7 14,0 44 88,0
Faktor Risiko: Penderita
2 Kanker Payudara 26 52,0 47 94,0

Faktor risiko: Usia Menstrusi


3 Pertama 6 12,0 45 90,0

Faktor Risiko: Usia


4 Melahirkan Anak ke-1 8 16,0 43 86,0

5 Gejala Kanker Payudara 4 8,0 43 86,0


6 Tindakan Pencegahan 35 70,0 46 92,0
7 Cara Mendeteksi Dini 24 48,0 47 94,0
8 Definisi SADARI 22 44,0 48 96,0
9 Tujuan SADARI 38 76,0 48 96.0
10 Hari Melakukan SADARI 3 6,0 46 92,0
11 Pengulangan SADARI 39 78,0 48 96,0
12 Jumlah Tahapan SADARI 11 22,0 48 96,0
13 Tahapan SADARI 18 36,0 45 90,0
14 Tujuan Tahapan SADARI 41 80,0 48 96,0

Dilihat dari tabel 4.7 jumlah responden yang menjawab benar dari
setiap pertanyaan mengalami peningkatan setelah dilakukannya
penyuluhan (post-test). Untuk pertanyaan seputar kanker payudara
misalnya pertanyaan nomor 1 tentang definisi kanker payudara yang
dapat menjawab dengan benar pada pre-test hanya 7 orang (14%)
sedangkan pada post-test yang dapat menjawab pertanyaan benar
menjadi 44 orang (88%). Sementara itu untuk pertanyaan mengenai
SADARI, pertanyaan nomor 12 tentang jumlah tahapan SADARI
awalnya (pre-test) hanya dapat dijawab dengan benar oleh 11 orang
51

(22%) dan setelah dilakukan penyuluhan (post-test) terdapat 48 orang


(96%) yang dapat menjawab dengan benar.

5.1.7. Hasil Analisis Statistik


Data yang akan peneliti analisis adalah data hasil kuesioner tentang
deteksi dini kanker payudara yang diisi responden. Analisis dilakukan
pada data kuesioner yang diambil sebelum dilakukan penyuluhan (pre-
test) dan data kuesioner yang diambil setelah dilakukan penyuluhan
(post-test). Dengan setiap pertanyaan yang dijawab dengan benar diberi
skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0.
Pada data pre-test dan post-test dilakukan uji normalitas sebagai
syarat uji parametrik dalam hal ini adalah uji-t berpasangan (Uji t
dependen). Dari uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk
didapatkan data pre-test berdistribusi normal p value > 0,05. Pada data
post-test ditemukan data tidak berdistribusi normal p value < 0,05,
sehingga dilakukan usaha trasnformasi data, setelah dilakukan
transformasi, hasil yang didapatkan data tetap tidak berdistribusi
normal. Sehingga untuk analisis data pengetahuan pre-test dan post-test
dilakukan uji non-parametrik yaitu uji Wilcoxon.

Tabel. 4.8. Hasil Analisis Nilai Pre-test dan Post-test


Variabel Mean z p
Pre-test 5,64
Pengetahuan -6.170 .000
Post-test 12,92

Berdasarkan data yang telah disajikan pada tabel 4.8 didapatkan


nilai rata-rata yang didapatkan sebelum dilakukan penyuluhan (pre-test)
5,64 dan setelah penyuluhan (post-test) 12,92 dengan nilai z-hitung
sebesar -6,170 dengan α = 0,05 serta nilai probabilitas (p value) sebesar
0,000. Hal ini menunjukan bahwa p < 0,05 maka Ho ditolak, yang
berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai sebelum (pre-
52

test) dan sesudah (post-test) penyuluhan terhadap pengetahuan pelajar


tentang deteksi dini kanker payudara.

5.2. Pembahasan
Penyuluhan kesehatan ditujukan untuk mengubah perilaku seseorang atau
kelompok agar hidup sehat salah satunya melalui edukasi (pendidikan) (Ali,
2010). Penyuluhan (pendidikan) kesehatan dapat dilakukan di sekolah, karena
merupakan langkah yang strategis dalam upaya peningkatan kesehatan
masyarakat. Hal ini dikarenakan sekolah merupakan lembaga yang dengan
sengaja didirikan untuk membina dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, baik fisik, mental, moral, maupun intelektual. Pendidikan kesehatan,
khususnya bagi murid utamanya untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat
agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri serta
lingkungannya serta ikut aktif di dalam usaha-usaha kesehatan (Notoatmodjo,
2010). Berbagai topik kesehatan dapat dijadikan bahan dalam penyuluhan
kesehatan salah satunya adalah tentang deteksi dini kanker payudara, karena
sepertiga dari penyakit kanker dapat ditemukan cukup dini untuk dapat
disembuhkan (Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan tentang
deteksi dini kanker payudara terhadap pengetahuan khususnya pelajar SMAN
1 Bengkulu Selatan. Seluruh responden yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah pelajar dari kelas XII, yang terdiri dari 25 orang laki-laki
dan 25 orang perempuan serta memiliki kisaran umur antara 16 tahun sampai
18 tahun.
Dalam penelitian yang telah dilakukan peneliti dari 50 reponden yang
mengikuti pre-test didapatkan 80% reponden memiliki tingkat pengetahuan
kurang, namun setelah dilakukan penyuluhan (post-test) dari 50 orang 94%
responden tingkat pengetahuannya menjadi baik. Menurut Maharani (2010),
rendahnya tingkat pengetahuan responden pada pre-test berhubungan dengan
tidak adanya kebiasaan responden mencari informasi tentang SADARI.
53

Jika dikelompokan berdasarkan jenis kelamin, pada pre-test responden


laki-laki lebih banyak memiliki pengetahuan kurang dibandingkan responden
perempuan yaitu 21 orang (42%) dan 19 orang (38%). Peneliti berasumsi
bahwa reponden laki-laki dan perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang
sama tentang SADARI, dikarenakan tidak terdapat perbedaan yang cukup
besar antara jumlah responden laki-laki dan perempuan yang memiliki
pengetahuan kurang pada pre-test. Hal ini juga terlihat pada post-test,
responden perempuan yang berpengetahuan baik ada 24 orang (48%), sedikit
lebih banyak dari pada responden laki-laki yang hanya berjumlah 23 orang
(46%). Sehingga dapat dikatakan pada post-test tingkat pengetahuan tentang
SADARI sama antara responden laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan umur responden tingkat pengetahuan pada setiap kelompok
mengalami peningkatan. Pada saat dilakukannya pre-test tidak ada yang
memiliki tingkat pengetahuan yang baik pada kelompok umur 16 tahun, 17
tahun, maupun 18 tahun. Akan tetapi saat post-test pada kelompok umur 16
tahun dan 17 tahun terdapat 2 orang (4%) respoden dan 1 orang (2%)
reponden yang berpengetahun cukup, sementara itu responden lainnya
memiliki tingkat pengetahuan yang baik.
Ini juga terlihat dari setiap butir pertanyaan pada kuesioner, setelah
dilakukannya penyuluhan terdapat peningkatan pengetahuan pada tiap butir
pertanyaan sebesar 17-86%. Pertanyaan yang mengalami peningkatan yang
paling signifikan adalah pertanyaan mengenai hari pelaksanaan SADARI.
Sebelum dilakukan penyuluhan (Pre-test) hanya 3 orang (6%) responden
yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar, sedangkan setelah dilakukan
penyuluhan (Post-test) terjadi peningkatan jumlah responden yaitu menjadi
46 orang (92%).
Berdasarkan hasil uji beda (Wilcoxon) didapatkan nilai z-hitung -6,170
dengan α = 0,05 dan p value sebesar 0,000 (<0,05). Hal ini berarti ada beda
yang signifikan antara sebelum dan sesudah penyuluhan terhadap
pengetahuan tentang deteksi dini kanker payudara. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penyuluhan tentang deteksi dini kanker
54

payudara terhadap pengetahuan pelajar kelas XII di SMAN 1 Bengkulu


Selatan pada tahun 2015.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SMK Bisnis
Manajemen Administrasi Perkantoran Bina Satria Medan. Pada pre-test
dengan jumlah sampel 25 orang didapatkan 14 orang (56%) memiliki
pengetahuan kurang baik, sedangkan pada post-test terdapat 25 orang (100%)
berpengetahuan baik. Hail analisis menggunkan uji independent sample t-test
diperoleh nilai t hitung -22,179, dengan nilai p = 0,00 (p<0,05). Dapat
disimpulkan bahwa pemberian pendidikan kesehatan tentang SADARI efektif
untuk meningkatkan pengetahuan pada kelompok perlakukan, berarti ada
pengaruh pendidikan kesehatan tentang SADARI terhadap pengetahuan
reponden dalam upaya deteksi dini kanker payudara (Maharani, 2010).
Penelitian serupa juga diselengarakan di SMA Negeri 1 Kecamatan
Sidamanik Kabupaten Simalungun tentang efektivitas penyuluhan SADARI
terhadap peningkatan pengetahuan remaja. Dari hasil uji statistik
menggunakan paired samples t-test (t= -9,911) terlihat perbedaan mean yang
signifikan antara tingkat pengetahuan remaja sebelum dan sesudah
mendapatkan penyuluhan tentang SADARI dengan taraf siginifikan 0.000
(p<0.05). Data ini menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat pengetahuan
sebelum dan sesudah di berikan penyuluhan tentang SADARI adalah diterima
(Fadillah, 2009).
Dalam penelitian lain yang dilakukan pada siswi SMA Futuhiyyah
Mranggen Kabupaten Demak, didapatkan responden yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 55 orang (100%), tetapi setelah penyuluhan 53
orang (96,4%) dikategorikan berpengetahuan baik. Berdasarkan hasil uji beda
(Wilcoxon) diperoleh diperoleh z-hitung pengetahuan siswi tentang kanker
payudara (sebelum dan sesudah penyuluhan) sebesar 6,456 dan diperoleh p-
value (0,000) < 0,05 sehingga ada perbedaan pengetahuan tentang kanker
payudara sebelum dan sesudah penyuluhan (Hidayati, Salawati, & Istiana,
2011).
55

Selain itu penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan tentang


pemeriksaan SADARI terhadap pengetahuan remaja putri pernah dilakukan
di SMK N 1 Karanganyar. Hasil yang didapatkan dari uji Wilxocon adalah p-
value = 0,000. Hal ini menunjukan adanya pengaruh pendidikan kesehatan
tentang SADARI sebagai deteksi dini kanker payudara terhadap pengetahuan
remaja putri (Viviyawati, 2014).
Di MAN Mantingan juga telah dilakukan penelitian serupa mengenai
pengaruh penyuluhan tentang SADARI terhadap pengetahuan siswi kelas 2.
Terdapat 58 siswi yang menjadi responden dalam penelitian ini. Dari hasil
penelitian didapatkan nilai rata-rata pre-test sebesar 47,45 dan nilai rata-rata
post-test sebesar 70,55. Hasil uji paired t-test menunjukkan nilai p (0,000) <
α (0,05) maka artinya ada beda nilai pre-test dan post-test. Dengan demikian
ada pengaruh penyuluhan tentang SADARI terhadap pengetahuan SADARI
Rochmawati, & Murtiningsih, 2012).
56

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada penelitian ini, maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengetahuan responden
sebelum dilakukan penyuluhan dan setelah dilakukan penyuluhan. Tingkat
pengetahaun responden pada pre-test berada dalam kategori kurang (80%),
setelah dilakukan penyuluhan tingkat pengetahuan responden saat post-test
menjadi kategori baik (94%). Hal ini menunjukan adanya peningkatan tingkat
pengetahuan responden setelah dilakukannya penyuluhan.
Dari uji statistik Wilcoxon didapatkan adanya pengaruh penyuluhan
tentang deteksi dini kanker payudara terhadap tingkat pengetahuan dengan p
value = 0,000 (p <0,05). Dengan demikian penyuluhan tentang deteksi dini
kanker payudara efektif dalam meningkatkan pengetahuan pelajar mengenai
deteksi dini kanker payudara

6.2. Saran
Dari hasil penelitian ini, maka peneliti menyarankan ha-hal sebagai:
a. Bagi dinas kesehatan diharapkan untuk dapat aktif menyelenggarakan
kegiatan penyuluhan yang berguna untuk mensosialisasikan hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan terutama tentang kanker payudara.
b. Bagi pihak sekolah disarankan agar dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang bekerja sama dengan dinas kesehatan setempat seperti penyuluhan
kesehatan untuk dapat menambah pengetahuan siswa-siswinya tentang
kesehatan khususnya tentang kanker payudara.
c. Bagi para pelajar dianjurkan untuk melakukan SADARI untuk mendeteksi
dini kanker payudara.
d. Bagi pelajar diharapkan dapat berbagi informasi tentang deteksi dini
kanker payudara kepada keluarga, teman-teman, dan orang sekitar.
57

e. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang pangaruh penyuluhan


tentang deteksi dini kanker payudara terhadap pengetahuan pelajar dengan
jumlah sampel yang lebih besar dan cakup wilayah yang lebih luas.
58

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin, 2010. Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat dan Promosi


Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.

Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi


Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.

Awaliana, U.N., 2011. “Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan


Tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri Pada Ibu-Ibu di RW II Desa
Krikilan Masaran Sragen”. Eprints UNS. Available from:
http://eprints.uns.ac.id/10141/1/193881511201104071.pdf. [Accesed 16
April 2015].

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,


2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Available from:
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesda
s2012.PDF. [Accesed 24 March 2015].

Benita, R.N., 2012. “Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan


Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Siswa SMP Kristen Gergaji”. Eprints
UNDIP. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/37650/1/Nydia_Rena_Benita_G2A008137_Lap._
KTI.pdf. [Accesed 23 March 2015].

Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka


Cipta.

Dahlan, M. Sopiyudin, 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Desen, Wan (ed), 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI.

Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009. Buku Saku


Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara. Available from:
http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/bukusaku_kanker.pdf.
[Accesed 21 March 2015].

Dorland, W.A. Newman, 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28, trans.
Mahode, et al. Jakarta: EGC.
59

Elk, Ronit & Morrow, Monica, 2003. Breast Cancer for Dummies. Canada: Wiley
Publishing, Inc.

Fadillah, F., 2010. “Efektivitas Penyuluhan Sadari Terhadap Peningkatan


Pengetahuan Remaja tentang SADARI Di SMA Negeri I Kecamatan
Sidamanik Kabupaten Simalungun”. Repository USU. Available from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17155. [Accesed 18
September 2015].

Hidayati, A., Salawati, T., & Istiana, S., 2011. “Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Melalui Metode Ceramah dan Demonstrasi Dalam Meningkatkan
Pengetahuan tentang Kanker Payudara dan Ketrampilan Praktik Sadari
(Studi Pada Siswi SMA Futuhiyyah Mranggen Kabupaten Demak)”. Jurnal
UNIMUS. Available from:
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jur_bid/article/download/551/601.
[Accesed 18 September 2015].

Internasional Agency for Research on Cancer, 2012. All Cancers (excluding non-
melanoma skin cancer) Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in
2012. Available from: http://globocan.iarc.fr/old/FactSheets/cancers/all-
new.asp. [Accesed 24 March 2015].

Internasional Agency for Research on Cancer, 2012. Breast Cancer Estimated


Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. Available from:
http://globocan.iarc.fr/old/FactSheets/cancers/breast-new.asp. [Accesed 24
March 2015].

Internasional Agency for Research on Cancer, 2012. World. Available from:


http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx. [Accesed 25
March 2015].

Library University of Wastern Australia, 2014. Harvard Citation Style. Available


from: http://guides.is.uwa.edu.au/content.php?pid=43218&sid=318559.
[Accesed 10 April 2015].

Maharani, Riri, 2010. “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang SADARI


Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri dalam Upaya Deteksi Dini
Kanker Payudara di SMK Bisnis Manajemen Administrasi Perkantoran
Bina Satria Medan Tahun 2010”. Repository USU. Available from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23566. [Accesed 4 May 2015].

Manuaba, T.W., 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PARABOI 2010.


Jakarta: Sagung Seto.
60

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 796/Menkes/SK/VII/2010. Available from:
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20796
%20ttg%20Kanker%20Rahim.pdf. [Accesed 21 March 2015].

Mubarak, W.I., Chayatin, N., Rozikin, K. & Supradi, 2007. Promosi Kesehatan:
Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Netter, Frank.H., 2011. Atlas of Human Anatomy 5 Edition. USA: Saunders


Elsevier.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta:


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:


Rineka Cipta.

Permatasari, D., 2013. “Efektivitas Penyuluhan SADARI Terhadap Tingkat


Pengetahuan Siswi SMA Negeri 2 di Kecamatan Pontianak Barat Tahun
2013”. Jurnal UNTAN. Available from:
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkf/article/viewFile/3846/3853. [Accesed
18 March 2015].

Prawirohardjo, Sarwono, 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015. Stop Kanker.
Available from:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/i
nfodatin-kanker.pdf. [Accesed 17 March 2015].

Ramli, M., Umbas, R. & Panigoro, S.S., 2002. Deteksi Dini Kanker. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI.

Rasjidi, Imam, 2013. Buku Ajar Onkologi Klinik. Jakarta: EGC.

Riwidikdo, Handoko, 2008. Statistik Kesehatan: Belajar Mudah Teknik Analisi


Data dalam Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS).
Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
61

Rochmawati, A., & Murtiningsih, 2012. “Pengaruh Penyuluhan Tentang Sadari


Terhadap Pengetahuan SADARI Di MAN Mantingan Tahun 2012”. Jurnal
Akbid MU. Available from: http://jurnal.akbid-
mu.ac.id/index.php/jurnalmus/article/download/37/25. [Accesed 12
November 2015].

Saryono, 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi Pemula.


Yogyakarta: Mitra Cendika Press.

Sastroasmoro, S., 2011. Dasar-dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Jakarta:


Sagung Seto.

Suastina, I.M.A.R., Ticoalu, S.H.R., & Onibala, F., 2013. “Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Siswi Tentang Sadari Sebagai
Deteksi Dini Kanker Payudara di SMA Negeri 1 Manado. Ejournal
Keperawatan (e-Kp), Vol. 1, No. 1, pp 1-6. Available from:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/2188/1746.
[Accesed 21 March 2015].

Suhita, B.M., 2008. “Pengaruh Health Education Terhadap Pengetahuan dan


Sikap Wanita Dewasa Tentang “Sadari“ Dalam Upaya Deteksi Dini Ca
Mammae di Kediri”. Eprints UNS. Available from:
http://eprints.uns.ac.id/8061/1/73920907200905171.pdf. [Accesed 16 April
2015].

Sukardja, I Dewa Gede, 2000. Onkologi Klinik. Surabaya: Airlangga University


Press.

Sulastri, Thaha, R.M. , & Russeng, S.S., 2012. “Pengaruh Penyuluhan Kesehatan
Menggunakan Video Dalam Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Terhadap Perubahan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Di SMAN 9
Balikpapan Tahun 2012”. Jurnal Promosi Kesehatan, edisi 10, no 10, pp 1-
12. Available from:
http://repository.unhas.ac.id/bistream/handle/123456789/3620/DAFTAR%I
SI%20JURNAL%20ED.10.docx?sequence=3. [Accesed 23 March 2015].

Suliani, 2014. “Efektifitas Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode


Simulasi Tentang SADARI Terhadap Perilaku dalam Mencegah Kanker
Payudara (Ca Mammae) Secara Dini pada Siswi SMU Negeri I Sei Rampah
Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2014”.
Repository USU. Available from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/41527. [Accesed 4 May 2015].
62

Suprianto, Wawan, 2010. Ancaman Penyakit Kanker: Deteksi Dini &


Pengobatannya. Yogyakarta: Cahaya Ilmu.

Viviyawati, T., 2014. “Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Pemeriksaan


SADARI Sebagai Deteksi Dini Kanker Payudara Terhadap Pengetahuan dan
Sikap Remaja Putri di SMK N 1 Karanganyar”. Digilib Stikes Kusuma
Husada. Available from:
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-triviviyaw-
551-1-sekripsi-4.pdf. [Accesed 12 November 2015].

Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta

World Health Organization, 2013. Women’s Health. Available from:


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs334/en/. [Accesed 24 March
2015].

World Health Organization, 2015. Cancer. Available from:


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/. [Accesed 24 March
2015].

Anda mungkin juga menyukai