Anda di halaman 1dari 9

Limbah Batu bara

June 3, 2012LimbahB3jujubandung

Fly Ash dan Bottom Ash


Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran
batubara pada pembangkit tenaga listrik. Ada tiga type pembakaran batubara pada
industri listrik yaitu dry bottom boilers, wet-bottom boilers dan cyclon furnace.
Apabila batubara dibakar dengan type dry bottom boiler, maka kurang lebih 80% dari
abu meninggalkan pembakaran sebagai fly ash dan masuk dalam corong gas.
Apabila batubara dibakar dengan wet-bottom boiler sebanyak 50% dari abu
tertinggal di pembakaran dan 50% lainnya masuk dalam corong gas. Pada cyclon
furnace, di mana potongan batubara digunakan sebagai bahan bakar, 70-80 % dari
abu tertahan sebagai boiler slag dan hanya 20-30% meninggalkan pembakaran
sebagai dry ash pada corong gas. Type yang paling umum untuk pembakaran
batubara adalah pembakaran dry bottom seperti dapat dilihat pada Gambar
dibawah.

Gambar Electrostatic Precipitator [www.fhwa.dot.gov, 2012]

Dahulu fly ash diperoleh dari produksi pembakaran batubara secara sederhana,
dengan corong gas dan menyebar ke atmosfer. Hal ini yang menimbulkan masalah
lingkungan dan kesehatan, karena fly ash hasil dari tempat pembakaran batubara

dibuang sebagai timbunan. Fly ash dan bottom ash ini terdapat dalam jumlah yang
cukup besar, sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah
lingkungan, seperti pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan kualitas
ekosistem.
Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan
limbahfly ash untuk keperluan bahan bangunan teknik sipil, namun hasil
pemanfaatan tersebut belum dapat dimasyarakatkan secara optimal, karena
berdasarkan PP. No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3), fly ash dan bottom ashdikategorikan sebagai limbah B3 karena
terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami pelindihan secara
alami dan mencemari lingkungan. Yang dimaksud dengan bahan berbahaya dan
beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 18 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyebutkan bahwa
pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta
melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang dapat tercemar sehingga sesuai
fungsinya kembali.
Pasal 3 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan
yang menghasilkan limbah B3, dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu
secara langsung kedalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih
dahulu.
Sedangkan Pasal 7 Ayat 2 menyebutkan bahwa daftar limbah dengan kode limbah
D220, D221, D222 dan D223 dapat dinyatakan sebagai limbah B3 setelah dilakukan
uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan atau uji karakteristik. Di
mana dalam daftar limbah B3 dari sumber yang spesifik fly ash dengan kode limbah
D223 adalah sebagai berikut dalam Tabel dibawah.

Tabel Daftar Limbah B3 dengan Kode Limbah D223 [PP18/99 jo PP85/99]

Kandungan dan kelas fly ash


Fly Ash
Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna
keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara. Pada intinya fly ash
mengandung unsur kimia antara lain silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida
(Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu
magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur
trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5) dan carbon.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik, kimia dan teknis dari fly ash adalah tipe
batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi,
metoda penyimpanan dan penimbunan. Adapun komposisi kimia dan klasifikasinya
seperti dapat dilihat pada Tabel dibawah.

Gambar Fly Ash Powder [www.rmajko.com, 2012]

Tabel Komposisi dan Klasifikasi Fly ash [http://www.fhwa.dot.gov, 2012]

Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F dan kelas
C. Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah banyaknya calsium, silika,
aluminium dan kadar besi di ash tersebut. Walaupun kelas F dan kelas C sangat

ketat ditandai untuk digunakan fly ash yang memenuhi spesifikasi ASTM C618,
namun istilah ini lebih umum digunakan berdasarkan asal produksi batubara atau
kadar CaO. Yang penting diketahui, bahwa tidak semua fly ash dapat memenuhi
persyaratan ASTM C618, kecuali pada aplikasi untuk beton, persyaratan tersebut
harus dipenuhi.

Fly ash kelas F: merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batubara
anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan
sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau
semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%).

Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau sub-bituminous
selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat self-cementing (kemampuan
untuk mengeras dan menambah strength apabila bereaksi dengan air) dan sifat ini
timbul tanpa penambahan kapur. Biasanya mengandung kapur (CaO) > 20%.

Apakah Fly Ash Merupakan Limbah Yang Berbahaya?


Menurut the U.S. Environmental Protection Agency (EPA) fly ash diklasifikasikan
sebagai limbah non-hazardous. dan fly ash tidak menyebabkan pencemaran pada
air. Fly ashtelah banyak digunakan di banyak Negara dan tidak menyebabkan
problem kesehatan pada masyarakat [Liu et al, 2007]. Adapun salah satu
pencemaran yang sering terjadi dan dapat mengganggu kesehatan adalah
pencemaran udara.

Gambar Pencemaran udara [http://www.gchd.org, 2012]

Pencemaran udara dapat menyebabkan saluran udara besar yang masuk ke paruparu (bronkus) mengalami penyempitan, terjadi pembentukan jaringan parut,
pembengkakan lapisan, serta penyumbatan parsial oleh lendir [Anies, 2006].

Gambar Akibat pencemaran udara [Anies, 2006]

Pengelolaan Limbah Tambang 1) Limbah Padat dan B3 Perusahaan harus


mengidentifikasi & mendaftar semua limbah (padat & B3) yang ada di area kerja (ex: oli
bekas & aki bekas), setelah itu dilakukan evaluasi resiko setiap jenis limbah B3 dan
dibuat SOP ( yang memenuhi semua syarat hukum, peraturan perundangan yang
berlaku & peraturan perusahaan) untuk mengendalikan limbah B3 yang ada Pestisida,
Asbes, Limbah karet tidak termasuk B3 dan tidak boleh dibakar Beberapa Contoh
Limbah Padat Limbah Padat Berbentuk Gel 2) Air Asam Tambang (AAT) /Acid Mining
Drainage (AMD) AMD umumnya muncul dari batuan yang mengandung pyrite, yg jika
terekspos O2 (udara) saat penambangan maka akan teroksidasi membentuk asam
sulfat. Jika ada curah hujan yang cukup maka asam akan menimbulkan timbunan dalam
bentuk lindi (leachate). Proses tersebut dinamakan AMD Beberapa contoh limbah
tamabang 3) Limbah Cair Pengelolaan limbah cair seperti Pit wastewater, mine tailing
dam biasa dilakukan melalui settling pond. Sebuah settling pond adl kolam yang
digunakan utk mengendapkan Lumpur & sisa asam yg lolos dr proses netralisai AMD.
Terkadang yang lebih berbahaya adalah limbah dari tambang mineral yang banyak
mengandun glogam berat Terurainya garam yang ada di tanah (saline waste) Limbah
Cair dari Pit Beberapa Simbol Limbah Berbahaya Arti: Limbah B3 (Bahan Berbahaya
Beracun) Mudah Meledak Keterangan: Dipasang pada kemasan limbah B3 yang mudah
meledak, misalnya : Buangan limbah dari pabrik peledak Limbah B3 Cairan Mudah
Terbakar Dipasang pada kemasan limbah B3 cair yang mudah terbakar secara spontan
misalnya : Buangan pelarut benzene, toluene, aceton Limbah B3 Padatan Mudah
Terbakar Dipasang pada kemasan limbah B3 padatan yang bersifat mudah terbakar
secara spontan Misalnya : buangan magnesium Limbah B3 Reaktif Dipasang pada
kemasan limbah B3 yang akan mengalami reaksi hebat jika bercampur dengan bahan
yang lain. Misalnya : perklorat, metil keton peroksida Limbah B3 Beracun Dipasang
pada kemasan limbah B3 yang bersifat meracuni, melukai atau membuat cacat sampai
membunuh mahluk hidup baik jangka pendek atau panjangmisalnya : minyak pelumas
bekas, sisa pestisida dalam wadahnya Limbah B3 Infeksi Dipasang pada kemasan
limbah B3 yang mengandung atau terinfeksi kuman penyakit Misalnya : Jarum Suntik
bekas, Bekas Perban. Limbah B3 Korosi Dipasang pada kemasan limbah B3 Limbah
yang dalam kondisi asam atau basa (pH < dari 2 atau pH > dari 12.5) dapat
menyebabkan nekrosis (terbakar) pada kulit atau dapat mengkaratkan (mengkorosikan)
logam. Misalnya : sisa asam cuka , sisa asam cuka. Baca Juga (Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
read more~ http://learnmine.blogspot.co.id/2013/03/pendahuluan-pngelolaan-limbahtambang.html

http://learnmine.blogspot.co.id/2013/03/pendahuluan-pngelolaan-limbahtambang.html
http://www.academia.edu/5481775/Coal_Gasification_dan_Coal_Liquefaction
https://indrawibawads.files.wordpress.com/2012/01/cyclone-indra-wibawatkim-unila.pdf

Pembakaran Batubara

Pembakaran Batubara
APPLIED SCIENCE / THERMODYNAMICS
BY ONNY

Batubara merupakan bahan baku utama pembangkit listrik


tenaga uap. Batubara menyimpan energi di dalamnya secara
kimia melalui ikatan-ikatan kimia antara karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, dan sulfur. Batubara tidak memiliki struktur
kimia yang baku, karena ia merupakan campuran dari beberapa
ikatan hidrokarbon yang kompleks. Ikatan-ikatan hidrokarbon
inilah yang menyimpan energi, yang apabila terputus melalui
proses pembakaran, akan menghasilkan energi panas yang untuk
selanjutnya dipergunakan panasnya di boiler untuk memanaskan
air.
Dan berikut adalah reaksi kimia yang terjadi saat batubara
dibakar:
C + O2 => CO2
C + 0,5O2 => CO
H2 + 0,5O2 => H2O

S + O2 => SO2
Dapat kita lihat pada reaksi kimia di atas bahwa hasil
pembakaran dari batubara yaitu berupa CO2, CO, H2O, dan SO2.
Ada satu lagu bahan polutan yang dihasilkan yaitu NOx. Untuk
mencegah terbentuknya CO, maka proses pembakaran di atur
oleh jumlah udara yang masuk ke proses pembakaran. Semakin
tepat jumlah udara yang dimasukkan, maka akan semakin
sempurna proses pembakaran batubara tersebut. Disini
diperlukan perhitungan perbandingan udara-bahan bakar yang
tepat (air-fuel ratio). Namun untuk lebih tepat menghasilkan
pembakaran yang sempurna, PLTU menggunakan excess air.
Excees air adalah udara lebih yang dikontrol jumlahnya di akhir
proses pembakaran, sehingga apabila jumlahnya cukup besar itu
artinya adalah semakin sempurna proses pembakaran yang
terjadi. Umumnya excess air disetting di angka sekitar 4-5%
udara dalam berat.
Selain bahan-bahan di atas, dihasilkan juga sebagai bahan
pencemar antara lain abu hasil pembakaran (fly ash) dan kerak
hasil pembakaran (bottom ash). Bahan-bahan tersebut termasuk
limbah beracun yang pengelolaannya harus secara hati-hati.
Selain itu juga fly ash juga masih bisa digunakan sebagai bahan
baku pembuatan semen. Fly ash yang keluar dari boiler ditangkap
menggunakan suatu alat bernama Electrostatic Precipitators agar
tidak langsung dibuang menuju chimney atau cerobong asap.
Sedangkan untuk polutan lain seperti SO2, digunakan suatu
sistem bernama Flue Gas Desulphurization.
Ebook Coal Combustion:
1. Coal Combustion
2. Coal Combustion Waste

Anda mungkin juga menyukai