Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batubara dijadikan salah satu sumber energi alternatif, di samping

minyak dan gas bumi. Batubara menjadi sumber energi alternatif yang

potensial, khususnya di Indonesia yang memiliki sumber batubara yang

sangat melimpah. Indonesia memiliki cadangan batubara yang sangat

besar dan menduduki posisi ke-2 dunia sebagai negara pengekspor

batubara dan posisi ke-6 sebagai negara penghasil batubara. Produksi

batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat

signifikan.

Di samping potensinya sebagai sumber energi alternatif yang

relatif murah,penggunaan batubara ini menghasilkan limbah yang dapat

mencemari lingkungan yaitu limbah gas seperti COx, NOx, SOx,

hidrokarbon dan limbah padat. Limbah padat tersebut berupa abu, yaitu

abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Partikel fly ash

umumnya padat atau berongga dan berbentuk bulat.

Penanganan fly ash saat ini masih terbatas pada penimbunan di

lahan kosong. Hal ini berpotensi bahaya bagi lingkungan dan masyarakat

sekitar. Abu ini berbahaya untuk kesehatan khususnya pada sistem

pernafasan dan kulit. Oleh sebab itu menurut peraturan PP85/1999,

1
limbah abu ini dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Beracun dan

Berbahaya). Itu sebabnya, perlu dipikirkan berbagai upaya untuk

menangani dan memanfaatkan limbah fly ash batubara.

Untuk dapat memanfaatkan limbah fly ash batubara, perlu

diketahui sifat fisik dan kimianya. Karena fly ash dihasilkan dari

transformasi, pelelehan atau gasifikasi dari material anorganik yang

terkandung dalam batubara, maka abu yang dihasilkan batubara tersebut

ringan dan berwarna coklat muda. Stabilisasi/Solidifikasi (S/S) bisa

digunakan untuk menstabilkan logam berat dan beracun. S/S limbah

menggunakan semen merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah

dengan tujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Tujuan dari

S/S adalah membentuk padatan yang mudah penanganannya dan tidak

akan meluluhkan kontaminan ke lingkungan. Produk dari proses S/S

merupakan produk yang aman dan dapat diarahkan untuk pembuatan

produk yang bermanfaat, misalnya beton paving block, batako, dan tiang

listrik berbahan dasar limbah. Setelah dilakukan S/S, selanjutnya

terhadap hasil olahan tersebut dilakukan uji Toxicity characteristic

leaching procedure (TCLP). Hasil uji TCLP kadarnya tidak boleh melewati

nilai ambang batas sebagaimana yang telah ditetapkan.

Peneliti terdahulu menunjukkan bahwa fly ash dapat

dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pembuatan beton. Isu dalam

penelitian ini ialah mereduksi limbah fly ash dalam pembuatan beton.

2
Namun masih perlu dikaji hubungan penggunanan variasi persentase fly

ash untuk mendapatkan produk S/S yang bermanfaat dan aman terhadap

lingkungan.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana cara menghasilkan produk S/S yang berbahan baku fly

ash sebagai bahan substitusi dan bahan filler yang mempunyai sifat

mekanik yang memenuhi standar SNI serta bebas logam berbahaya.

C. TUJUAN PENELITIAN

Mengkarakterisasi kandungan oksidan dan logam yang terdapat

pada limbah fly ash dan Menghasilkan produk S/S berbahan baku fly ash

sebagai bahan substitusi parsial yang mempunyai sifat mekanik yang

memenuhi standar SNI, sebagai bahan filler yang mempunyai sifat

mekanik yang memenuhi standar SNI serta bebas logam berbahaya yang

terkandung dalam fly ash.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan solusi masalah penanganan limbah fly ash dengan

menerapkan metode S/S.

2. Mereduksi limbah fly ash yang yang merupakan limbah berbahaya

bagi lingkungan menjadi bentuk yang bermanfaat.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Batubara

Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam, salah

satunya batubara dengan jumlah melimpah mencapai 120.34 miliar ton.

Indonesia memiliki cadangan batubara yang sangat besar. Batubara

adalah bahan bakar hidrokarbon padat yang terjadi dari tumbuh-

tumbuhan dalam kondisi bebas oksigen yang berlangsung pada tekanan

serta temperatur tertentu pada waktu yang cukup lama. Di masa yang

akan datang batubara menjadi salah satu sumber energi alternatif

potensial untuk menggantikan potensi minyak dan gas bumi yang

semakin menipis.

Unsur pembentuk batubara terdiri dari : unsur utama (C,H, O, N,

S, kadang- kadang Al, Si), unsur kedua (Fe,Ca, Mg, Fe, K, Na, P, Ti), dan

unsur sangat kecil (trace) berupa logam-logam berat (heavy metals)

dengan berat jenis di atas 5 g/cm dan masing-masing berkadar sangat


3

rendah yang dinyatakan dalam ppm (bagian per sejuta) serta jumlahnya

ada sekitar 40 unsur yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan

manusia. Dari sejumlah logam berat tersebut, yang biasa

4
dipertimbangkan hanya 10 unsur logam berat yaitu seperti As, Ba, Cd, Cr,

Cu, Pb, Hg, Se, Zn, Ag.

Reaksi pembentukan batubara dapat diperlihatkan sebagai berikut :

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O +

6CO2 + CO

Cellulosa lignit

metana air

Menurut Sugiyono, dari keseluruhan pembangkit listrik yang ada

di Indonesia, batubara memiliki peranan yang cukup tinggi yakni sebesar

34,5% disusul gas bumi sebesar 30,4%. Batubara sebagai bahan bakar

akan menimbulakan efek berupa emisi pencemar. Emisi-emisi yang

dihasilkan dapat berupa SOx, NOx, COx, VHC (Volatine Hydrocarbon) dan

SPM (Suspended Particulate Matter).

Berikut adalah dampak yang dihasilkan oleh polutan tersebut :

5
1. SOx adalah sumber gangguan paru-paru dan berbagai penyakit

pernapasan.

2. NOx, yang bersama SOx menyebabkan fenomena hujan asam.

Fenomena hujan asam ini berakibat buruk bagi industri peternakan

dan pertanian.

3. COx membentuk lapisan yang menyelebungi permukaan bumi dan

menimbulkan efek rumah kaca (green house effect). Efek rumah

kaca menyebabkan pergeseran keadaan cuaca.

Partikel debu yang mengandung unsur radioaktif yang berbahaya

jika terhisap masuk ke paru-paru. Fly ash dan bottom ash merupakan

limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara. Partikel abu

yang terbawa gas buang disebut fly ash, sedangkan abu yang tertinggal

dan dikeluarkan dari bawah tungku disebut bottom ash. Sistem

pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun

terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system

atau grate system). Disamping itu terdapat sistem ke-3 yakni spouted bed

system atau yang dikenal dengan unggun pancar. Fluidized bed system

adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower

sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik

fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik yang paling efisien

dalam menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai

medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya

6
dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai

temperature bakar batubara (300oC) maka diumpankanlah batubara.

Sistem ini menghasilkan fly ash dan bottom ash yang turun di bawah alat.

Dari pembakaran batubara tersebut yaitu menghasilkan sekitar 5%

limbah padat berupa fly ash 80%-90% dan bottom ash 10%-20%.

A. Fly Ash

Menurut American Society for Testing and Materials (ASTM)

C.618-12a fly ash didefinisikan sebagai butiran halus residu pembakaran

batubara atau bubuk batubara. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)

03-6414-2002 mendefinisikan pengertian fly ash batubara adalah limbah

hasil pembakaran batubara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap

yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik. Fly ash sangat mirip

dengan abu vulkanik yang digunakan dalam produksi semen hidrolik

sekitar 2.300 tahun yang lalu. Semen tersebut dibuat dekat kota kecil di

Italia yang bernama Pozzuoli yang kemudian memberi nama untuk istilah

"pozzolan". Pozzolan adalah sebuah bahan berupa alumina atau silika

yang bila dicampur dengan kapur dan air akan membentuk senyawa

semen. Partikel fly ash umumnya padat atau berongga dan berbentuk

bulat. Kehalusan fly ash berukuran 1 mikron sampai 1 mm. Menurut

peraturan PP85/1999, limbah fly ash dikategorikan sebagai limbah B3

(Bahan Beracun dan Berbahaya) , karena mengandung logam beracun

7
dan logam berat. Logam-logam tersebut antara lain Zn, Ni, Zr, Cu, Sr, As,

V, Cr, Co, Mn, Ba, Rb, Ga, Sb dan Se.

1. Klasifikasi Fly ash

Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu

fly ash kelas F dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua fly ash

tersebut berdasarkan banyaknya kadar kalsium, silika, aluminium

dan besi di fly ash tersebut. SiO2 (35%-60%), Al2O3 (10%-30%),

Fe2O3 (4%-20%), CaO (1%-35%). Apabila jumlah kadar oksida (SiO 2

+ Al2O3 + Fe2O3) > 70%, diklasifikasikan kedalam kelas F sedangkan

jika jumlah kadar oksida (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%

diklasifikasikan kedalam fly ash kelas C. Fly ash kelas C

mengandung CaO lebih dari 20% dan fly ash kelas F mengandung

CaO kurang dari 10%.

2. Pemanfaatan Fly ash

Keberadaan fly ash yang semula masih dianggap sebagai

polutan, kini telah mengalami pergeseran fungsi. Pada era modern

ini fly ash banyak diteliti baik sifat fisik maupun kimiawi untuk

dapat dimanfaatkan keberadaanya. Berikut beberapa

pemanfaatan fly ash :

a) Fly ash sebagai bahan pengisi

Penggunaan fly ash sebagai bahan pengisi dapat

diaplikasikan pada pengganti bahan lain dan bersaing

8
langsung dengan bahan tersebut.Salah satu karakteristik

fly ash sebagai bahan pengisi adalah kekuatannya yang

dapat mendukung atau menambah kekuatan pada

bangunan.

b) Fly ash dalam beton

Keberadaan fly ash dalam beton memberikan

keuntungan dalam hal meningkatkan waktu pemakaian

dari beton. Menurunkan penggunaan energi dan efek gas

rumah kaca dan emisi udara lainnya.

c) Fly ash dalam beton semen portland

Fly ash dapat digunakan dalam beton semen

Portland untuk peningkatan performa beton.

d) Fly ash untuk jalan

Fly ash dapat digunakan untuk konstruksi jalan dan

embankment.

B. Solidifikasi/Stabilisasi (S/S)

S/S adalah proses yang melibatkan pencampuran limbah dengan

zat pengikat untuk mengurangi pelepasan kontaminan baik secara fisik

maupun kimia dan mengkonversi atau mengubah limbah berbahaya ke

dalam bentuk yang bersahabat dengan lingkungan untuk keperluan

9
konstruksi atau penimbunan tanah. Proses S/S telah digunakan dalam

penanganan limbah lebih dari 20 tahun, dan beberapa istilah diberikan

pada langkah penanganan yang berbeda yang termasuk dalam proses

S/S.

Solidifikasi adalah suatu penanganan yang menghasilkan padatan

limbah yang memiliki identitas struktural yang tinggi. Proses solidifikasi

menyebabkan kontaminan tidak dapat berinteraksi dengan

reagensolidifikasi. Hal ini terjadi karena secara mekanik, kontaminan

dikunci atau dijebak dalam padatan yang terbentuk dari proses

solidifikasi.

Pengikat (binder), biasanya semen atau material seperti semen,

atau resin yang digunakan untuk mengikat partikel secara bersama-sama.

Penambahan air atau bahan aditif lain sangat dimungkinkan. Pengikat

akan menciptakan bentuk limbah yang terstabilkan. Semen Portland

merupakan pengikat yang paling umum digunakan dalam proses S/S.

1. KARAKTERISASI PRODUK S/S

a. Kuat Tekan

Menurut SNI 03-1974-1990 yang dimaksud dengan kuat

tekan beton adalah kuat tekan beban beton adalah besarnya

beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur

bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh

mesin tekan. Besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan

10
cara membagi beban maksimum pada saat benda uji hancur

dengan luas penampang benda uji.

b. Penyerapan Air

Daya serap air adalah ukuran kemampuan suatu beton

berpori (reservoir) untuk mengalirkan fluida permeabilitas

berpengaruh terhadap besarnya kemampuan produksi (laju alir)

pada sumur-sumur penghasilnya.

c. Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)

Uji TCLP merupakan uji perlucutan yang digunakan

sebagai penentuan salah satu sifat berbahaya atau beracun suatu

limbah. Setelah dilakukan solidifikasi, selanjutnya terhadap hasil

olahan tersebut dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi

parameter dalam lindi (extract/eluate).

Tabel 2.1. menunjukkan baku mutu menurut (Keputusan

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : KEP-

03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun).

11
C. BETON

Menurut SNI 1847:2013 beton didefinisikan sebagai material yang

dibuat dari campuran agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air dan

semen portland atau bahan pengikat hidrolis yang lain yang sejenis

dengan menggunakan atau tidak menggunakan bahan tambahan yang

lain.

Beton merupakan kontruksi yang sangat penting dan paling

dominan digunakan pada struktur bangunan. Berbagai bangunan

didirikan dengan menggunakan beton sebagai bahan kontruksi utama,

baik bangunan gedung, bangunan air, bangunan sarana, transportasi dan

bangunan-bangunan yang lainnya. Beton merupakan konstruksi yang

mempunyai banyak kelebihan antara lain, kuat tinggi menahan gaya

tahan, tahan terhadap perubahan cuaca, lebih tahan terhadap suhu,

mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan mudah dikerjakan dengan

12
mencampurkan semen, agregat, air, dan bahan-bahan tambahan lain bila

diperlukan. Material pembentukan beton tersebut dicampur merata

dengan komposisi tertentu menghasilkan suatu campuran yang homogen

sehingga dapat dituang dalam cetakan untuk dibentuk sesuai keinginan.

Campuran tersebut bila dibiarkan akan mengalami pengerasan sebagai

akibat reaksi kimia antara semen dan air yang berlangsung selama jangka

waktu atau dengan kata lain campuran beton akan bertambah keras

sejalan dengan umurnya. Kualitas atau mutu dari suatu beton sangat

bergantung pada komponen penyusun atau bahan dasar beton, bahan

tambahan, cara penambahan dan alat yang digunakan. Semakin baik

bahan yang digunakan, campuran direncanakan dengan baik, proses

pembuatan dilaksanakan dengan baik, dan alat-alat yang digunakan baik

maka akan menghasilkan kualitas beton yang baik pula.

1. Cara Pembuatan Beton

Proses terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses

hidrasi antara air dan semen. Selanjutnya jika ditambahkan

dengan agregat halus menjadi mortar dan jika ditambahkan

dengan agregat kasar menjadi beton. Adapun proses

terbentuknya.

13
Gambar 2.2. Proses pembuatan beton (SNI 1847:2013)

2. Kelas dan Mutu Beton

Berdasarkan kuat tekan (SNI 03-6468-2000, ACI 318, ACI

363R-92) dari benda uji silinder beton dibedakan dalam 3 mutu

yaitu :

a. Beton mutu rendah (low strength concrete) : fc’ < 20 Mpa

b. Beton mutu sedang (medium strength concrete) : fc’ = 21

MPa – 40 MPa

c. Beton mutu tinggi (hight strength concrete) : fc’ >41 MPa.

Berdasarkan Departemen PU (Puslitbang Prasarana Transportasi,

Divisi 7 2005) beton dibedakan dalam 3 mutu yaitu:

Tabel 2.2. Klasifikasi Beton Berdasarkan Kuat Tekan

Jenis Beton Fc’ Σbk’ Uraian

(MPa) (kg/cm2)

Mutu Tinggi 36-65 K400-K800 Umumnya digunakan untuk beton


prategang seperti tiang pancang
betonpratengang gelegar beton
prategang, pelat beton prategang

14
dan sejenisnya.
Mutu 20- K250- Umumnya digunakan untuk beton
bertulang seperti pelat lantai
Sedang <35 <K400 jembatan, gelagar beton
bertulang, diafragma, kerb beton
pracetak, gorong-gorong beton
bertulang, bangunan bawah
jembatan
Mutu 15- K175- Umumnya digunakan untuk struktur
beton tanpa tulangan seperti beton
Rendah <20 <K250 siklop, trotoar dan pasangan batu
kosong yang diisi adukan, pasangan
batu.

Digunakan sebagai lantai kerja,


10 - < K125 -
penimbunan kembali dengan
15 <K175 beton

D. BAHAN FILLER

Bahan pengisi filler yang merupakan material berbutir halus yang

lolos saringan no. 200 (0,075 mm), dapat terdiri dari debu batu, kapur

padam, semen portland, atau bahan non-plastis lainnya bahan pengisi ini

mempunyai fungsi: Sebagai pengisi antara partikel agregat yang lebih

kasar, sehingga rongga udara menjadi lebih kecil dan menghasilkan

tahanan gesek, serta penguncian antar butiran yang tinggi. Jika

ditambahkan ke dalam aspal, bahan pengisi akan menjadi suspensi,

sehingga terbentuk mastik yang bersama-sama dengan aspal mengikat

partikel agregat. Dengan penambahan pengisi aspal menjadi lebih kental,

dan campuran aspal akan bentambah kekuatanya.

15
a. MATERIAL PENYUSUN BETON

1. Semen Portland

Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan

dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang

terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling

bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih

bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan

bahan tambah lainnya. Bahan penyusun semen Portland adalah

kapur, silika, alumina, dan besi oksida. Kapur adalah hasil dari

batu berkapur dan limbah industri alkali. Alumina, silica dan besi

oksida diperoleh dari clays dan shales atau fly ash dari

pembakaran batubara.

Tabel 2.3 Kandungan Bahan-Bahan Kimia dalam Bahan Baku Semen (SNI

03-6433-2000.)

Oksida Persentase (%)

Kapur, CaO 62,79

Silika, SiO2 18,72

Alumina, Al2O3 4,44

Besi, Fe2O3 3,22

16
Magnesia, MgO 2,97

Sulfur, SO3 3,28

Tabel 2.4 Sifat Fisika Bahan Baku Semen (SNI 03-6433-2000)

Blaine Finensess Densitas (kg/m3) Specific Grafity


(cm2/g)
3500 1367 3,15

3000 1155 2,06

Standar Nasional Indonesia membagi semen porland menjadi 5

jenis, yaitu :

a. Jenis I yaitu semen portland untuk penggunaan umum

yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus

seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.

b. Jenis II yaitu semen portland yang dalam penggunaannya

memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi

sedang.

c. Jenis III semen portland yang dalam penggunaannya

memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah

pengikatan terjadi.

d. Jenis IV yaitu semen portland yang dalam penggunaannya

memerlukan kalor hidrasi rendah.

e. Jenis V yaitu semen portland yang dalam penggunaanya

memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

17
Yang paling sering digunakan sebagai perekat pada

bangunan adalah semen portland jenis I. Keunggulan dari semen

Portland ini adalah dapat meningkatkan kekuatan dan mengeras

melalui suatu reaksi kimia dengan air yang disebut hidrasi.

2. Air

Air merupakan salah satu unsur dalam pembuatan mortar. Air

sangat mempengaruhi atau mempunyai peranan penting pada prilaku

campuran mortar, karena campuran dengan kadar air tinggi dapat

mengurangi kekuatan tekan pada sampel beton. Jumlah air dalam

pembuatan beton harus cukup supaya terjadi rekatan yang benar-benar

kuat antara partikel di dalam campuran.

Air yang digunakan dalam pembuatan beton tidak boleh

mengandung minyak, asam alkali, bahan padat sulfat, klorida dan bahan

lainnya yang dapat merusak beton. Dengan kata lain air harus memiliki

kotoran-kotoran yang rendah, tidak berasa, tidak berbau dan tidak

berwarna, karena hal ini dapat mempengaruhi kualitas beton.

3. Agregat

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan

pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran

beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 70-75% dari volume beton,

terdiri dari 60-67% agregat kasar dan 33-40% agregat halus.

a. Agregat Kasar

18
Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi alami

dari batu atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri

pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm – 40 mm.

Syarat-syarat yang hharus dipenuhi oleh agregat kasar menurut

spesifikasi bahan bangunan bagian A SK.SNI S-04-1989 [46] adalah

sebagai berikut ini:

1. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil alam atau

bahan-bahan yang diperoleh dari pecahan-pecahan batu

pada umumnya. Agregat kasar harus terdiri dari butir-bitir

yang keras dan tidak berpori, agregat kasar yang pipih

diperbolehkan jika butir-butiran yang pipih tidak lebih dari

20% dari berat agregat seluruhnya, agregat kasar harus

kokoh , tidak boleh hancur dan bersifat kekal.Agregat

kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%

terhadap berat kering dan juga bebas dari bahan-bahan

yang dapat merusak seperti zat-zat reaktif.

2. Besar butiran agregat maksimum tidak boleh lebih dari

seperlima jarak terkecil antara bidang samping dari

cetakan, sepertiga dari tebal plat atau berkas-berkas

tulangan. Penyimpangan dari perbatasan ini diizinkan

apabila menurut pengawas ahli.

b. Agregat Halus

19
Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi secara alami

dari batu atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai

ukuran butir terbesar 5,0 mm. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh agregat

halus menurut spesifikasi bahan bangunan bagian A (SK SNI S-04-1989-F) adalah

sebagai berikut ini:

1. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras dengan

indeks kekerasan ± 2,2. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya

tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik matahari

dan hujan.

2. Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai

berikut:

a) Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 12 %

b) Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 10 %

c)Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih besar dari 5 %

3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu

banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder.

Susunan besar butir agregat halus harus memenuhi modulus

kehalusan antara 1,5 – 3,8 dan harus terdiri dari butir-butir yang

beraneka ragam besarnya. Untuk beton dengan tingkat keawetan yang

tinggi, reaksi pasir dengan alkali harus negatif.

20
Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua

mutu beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga

pemeriksaan bahan-bahan yang diakui.

Agregat halus yang digunakan untuk maksud spesi plesteran dan

spesi terapan harus memenuhi persyaratan di atas (pasir pasang).

E. Kerangka Berpikir

Batubara adalah bahan bakar hidrokarbon padat yang terjadi dari

tumbuh-tumbuhan dalam kondisi bebas oksigen yang berlangsung pada

tekanan serta temperatur tertentu pada waktu yang cukup lama. Di masa

yang akan datang batubara menjadi salah satu sumber energi alternatif

potensial untuk menggantikan potensi minyak dan gas bumi yang

semakin menipis. Batubara sebagai bahan bakar akan menimbulakan efek

berupa emisi pencemar. Emisi-emisi yang dihasilkan dapat berupa SO x,

NOx, COx, VHC (Volatine Hydrocarbon) dan SPM (Suspended Particulate

Matter).

Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan

dari pembakaran batubara. Partikel abu yang terbawa gas buang disebut

fly ash, sedangkan abu yang tertinggal dan dikeluarkan dari bawah tungku

disebut bottom ash.Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-6414-

2002 mendefinisikan pengertian fly ash batubara adalah limbah hasil

pembakaran batubara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap yang

berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik. Fly ash sangat mirip

21
dengan abu vulkanik yang digunakan dalam produksi semen hidrolik

sekitar 2.300 tahun yang lalu. Fly ash dikenal mempunyai efek buruk pada

lahan pertanian, polusi air sub-permukaan, tanah, dan polusi udara.

Karakterisasi fly ash menunjukkan adanya kandungan oksida yang

terkandung identik dengan yang ditemukan pada semen portland serta

terdapat logam-logam berbahaya.

Untuk membuat beton dengan fly ash sebagai bahan pengganti

semen. Proses terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi

antara air dan semen. Selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus

menjadi mortar dan jika ditambahkan dengan agregat kasar menjadi

beton. Adapun proses terbentuknya.

Batu bara

fly ash

metode
Stabilisasi/Solidifikasi
(S/S)

beton

Gambar 2.3. Kerangka Berpikir

22
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Beton, Departemen Teknik

Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Pengujian bahan baku dan produk

dilakukan di Laboratorium Pusat Survei Geologi Bandung, Laboratorium Beton,

Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin dan

Laboratorium Penelitian Balai Riset dan Standardisasi Industri (BARISTAN)

Makassar.

B. Alat dan Bahan

23
1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Satu set saringan ASTM.

b. agregat dan penyaringan fly ash.

c. Timbangan analitis

d. Oven

e. Mesin molen

f. Cetakan persegi ukuran 15 cm x 30 cm

g. Mesin uji kuat tekan hancur (compression strength)

h. Bak penampung air

i. Seperangkat alat AAS

j. X-Ray Flourescence (XRF) Thermo ARL 9900

2. Bahan

a. Semen Portland

b. Agregat halus (pasir)

c. Agregat kasar (kerikil)

d. Fly ash batubara dari PT. SOCI MAS.

e. Air

C. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode

24
langsung dan tidak langsung. Metode langsung yakni dengan mengambil

sampel dari limbah yang diperoleh dari PT SOCI MAS. Adapun metode

tidak langsung yaitu dengan berdasar kepada penelitian dan jurnal yang

telah ada sebelumnya.

1. Variasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan variabel tetap dan variabel berubah:

a. Variabel tetap

1. Ukuran benda uji : 15 cm x 30 cm

2. Mix Design : IS-10262-2009

b. Variabel bebas

Komposisi campuran fly ash sebagai bahan substitusi dan

filler : 10%,20%, 30%, 40% dan 50% dari berat kebutuhan semen

yang digunakan. Waktu Perendaman : 7, 14, 28 hari

Komposisi penggunaan fly ash sebagai bahan substitusi terlihat

pada table 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Komposisi Campuran Fly ash sebagai Bahan Substitusi

Komposisi Bahan Susun (kg)


Persentase Fly Ash (%)
Fly ash semen pasir kerikil
0 0 0.83
10 0.083 0.747
20 0.249 0.581
1.67 2.5
30 0.415 0.415
40 0.581 0.166
50 0.747 0.083

25
Komposisi penggunaan fly ash sebagai bahan filler terlihat pada

tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Komposisi Campuran Fly ash sebagai Bahan Filler

Komposisi Bahan Susun (kg)


Persentase Fly Ash (%)
Fly ash semen pasir kerikil
0 0 0.83
10 0.083 0.747
20 0.249 0.581
1.67 2.5
30 0.415 0.415
40 0.581 0.166
50 0.747 0.083

2.Prosedur Percobaan

a. Analisa Karekterisasi fly ash dengan Metode X-Ray

Flourescence (XRF) Thermo ARL 9900. Analisa karakteristik

fly ash dilakukan dengan metode XRF

Adapun prosedur pengujian metode ini:

1. Sampel fly ash sebanyak 5 gram dimasukkan kedalam botol lalu

ditimbang.

2. Sebanyak 5 gram binder/Carboxy Metil Cellulose ditambahkan ke dalam

sampel fly ash.

3. Sempel fly ash dan binder dimasukkan ke dalam penggerus (ball mill)

Herzog dan digerus selama 40 detik.

26
4. Hasil penggerusan dikeluarkan/dituangkan ke dalam nampan alumunium

dan ball mill dibersihkan dengan kuas.

5. Sampel hasil penggerusan dimasukkan ke dalam ring stainless steel dan

dipres dengan tekanan 120 KN selama 40 detik.

6. Ring stainless steel diambil dan sampel dimasukkan kedalam alat/mesin

Thermo ARL 9900.

b.Prosedur Pembuatan Beton :

Pembuatan benda uji dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan dalam SNI 2493:2011 “Tata Cara Pembuatan dan Perawatan

Benda Uji Beton di Laboratorium”. Adapun prosedur pembuatan bata

beton ini:

1. Menyiapkan limbah padat fly ash yang telah dianalisa dan dikeringkan.

2. Dicampurkan limbah fly ash, pasir, semen, kerikil dan air hingga rata.

Dengan variasi komposisi campuran disajikan pada tabel 3.1 dan tabel

3.2.

3. Setelah tercampur dengan rata, kemudian bahan campuran tersebut

dimasukkan ke dalam mesin penggilingan yang bertujuan untuk

memadatkan campuran bahan.

4. Hasil campuran yang telah rata, dimasukkan ke dalam cetakan.

5. Setelah beton dicetak kemudian dikeringkan selama 24 jam dalam

ruangan terbuka untuk memperoleh kondisi pengerasan optimum.

6. Kemudian beton direndam selama 28 hari.

27
c. Prosedur Pengujian Beban Maksimum dan Kuat Tekan :

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 28 hari untuk

setiap variasi beton. Sehari sebelum pengujian benda uji dikeluarkan dari

bak perendaman. Adapun prosedur pengujian kuat tekan ini:

1. Benda uji yang telah siap, ditentukan kuat tekannya dengan mesin tekan

yang dapat diatur kecepatan penekanannya.

2. Kecepatan penekanan dari mulai pemberian badan sampai benda uji

hancur diatur sehingga tidak kurang dari 1 (satu) menit dan tidak lebih dari 2

(dua) menit.

3. Kuat tekan benda uji dihitung dengan membagi beban maksimum pada

waktu benda uji hancur, dengan luas bidang tekan bruto,dinyatakan

dalamkg/cm2.

4. Percobaan diulang untuk setiap benda uji.

d. Prosedur Pengujian Penyerapan Air :

Pengujian penyerapan air beton dilakukan dengan melakukan

perendaman sampel beton selama 24 jam setelah beton berumur lebih

dari 28 hari (SNI 03-6433-2000):

Adapun prosedur pengujian penyerapan air ini adalah:

1. Benda uji dalam keadaan utuh direndam dalam air hingga jenuh (24

jam),ditimbang beratnya dalam keadaan basah.

2. Kemudian benda uji dikeringkan dalam oven selama kurang lebih 24 jam,

pada suhu kurang lebih 105°C sampai beratnya pada dua kali

28
penimbangan berselisih tidak lebih dari 0,2% penimbangan yang

terdahulu.

e. Uji Analisa Konsentrasi Logam:

1. Sampel dalam bentuk larutan di ambil sebanyak 50 ml dimasukkan

kedalam beaker glass.

2. Ditambahkan ± 30 ml asam klorida (HCl) pekat dan 10 ml asam nitrat

(HNO3) pekat.

3. Ditutup dengan kaca arloji.

4. Dipanaskan hingga mendidih ± 30 menit diatas penangas air.

5. Dibuka kaca arloji penutup, evaporasi larutan hingga kering diatas water

bath.

6. Ditambahkan sedikit asam klorida (HCl), ulangi evaporasi hingga kering

dan biarkan dingin.

7. Ditambahkan ± 25 ml HCl.

8. Dipanaskan hingga larut semua dan didinginkan.

9. Dipindahkan kedalam labu 100 ml sambil dibilas dengan aquades.

10. Tepatkan hingga tanda batas dengan aquades dan bila perlu disaring.

11. Larutan siap diukur dengan alat AAS.

2. Analisis Data

1. Rumus Pengujian Beban Maksimum dan Kuat Tekan

P
Kuat Tekan=
A

Keterangan:

29
P = beban maksimum, kg

A = luas penampang, mm2

2. Prosedur Pengujian Penyerapan Air

(B−Bo)
Penyerapan Air= x 100 %
Bo

Keterangan :

Bo : berat benda uji kering (kg)

B : berat benda uji setelah direndam (kg)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Analisa Karakteristik Fly Ash dengan Metode X-Ray Floutencence ARL

9900

Hasil analisa karakterisasi fly ash yang dilakukan di

Laboratorium Pusat Survei Geologi Bandung dapat dilihat pada tabel

4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Kandungan Bahan-Bahan Kimia dalam Fly Ash

30
2. Analisa Konsentrasi Logam Berat Dengan metode AAS

Pada penelitian ini, difokuskan terhadap logam Zn, Cu dan Ba yang

memiliki komposisi kadar logam masing-masing sebesar 95 ppm, 35 ppm

dan 474 ppm yang didapat dari hasil analisa karekterisasi fly ash dengan

metode XRF. Ketiga logam tersebut telah melebihi baku mutu yang telah

ditetapkam oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Pengujian logam

untuk Zn, Cu dan Ba ini dilakukan setelah perendaman selama 7, 14, 28

hari.

31
Air hasil perendaman kemudian diuji konsentrasi logam beratnya

dengan menggunakan metode AAS yang dilakukan di Laboratorium

Penelitian Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

Hasil analisa konsentrasi logam Zn, Cu dan Ba pada campuran

beton dapatdilihat pada tabeldan gambar dibawah.

Tabel 4.2 Hasil Analisa Konsentrasi Logam Zn, Cu dan Ba

Baku Konsentrasi(ppm)
Pengujian
Logam Mutu(ppm
XRF (ppm) hari ke-7 hari ke-14 hari ke-28
)
Zn 95 50 <0.003 <0.003 <0.003
cu 35 10 <0.006 <0.006 <0.006
Ba 474 100 <0.14 <0.14 <0.14

3. Pembahasan

1. Analisa Karakteristik Fly Ash dengan Metode X-Ray Floutencence ARL

9900

Dari tabel 4.1 hasil analisa karakterisasi fly ash dengan metode

XRF didapat bahwa besar kandungan oksida yang terkandung dalam fly

ash dalam penelitian ini adalah:

a. Kadar CaO sebesar 4,15%

b. Kadar SiO2 sebesar 52,75%

32
c. Kadar Al2O3 sebesar 24,11%

d. Kadar Fe2O3 sebesar 6,27%

e. Kadar oksida SiO2 + Al2O3 + Fe2O3= 83,13 %

Dengan kadar oksida yang dihasilkan menunjukkan bahwa fly ash

pembakaran batubara ini masuk dalam kategori fly ash kelas F

Fly ash tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya

semen, namun silika oksida (SiO2) yang terkandung didalam fly ash

bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari

proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan

mengikat. Reaksinya :

3Ca(OH)2 + 2SiO2 + H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O

3Ca(OH)2 + 2Al2O3 + H2O → 3CaO+2Al2O3+3H2O

Selain terdapat oksida, dari tabel 4.1 juga terdapat beberapa

logam berat yang melebihi baku mutu (Keputusan Kepala Bapedal No.3

Tahun 1995) yaitu Zink (Zn) = 95 ppm, Cooper (Cu) = 35 ppm dan Barium

(Ba) = 474 ppm. Logam-logam. ini menyebabkan fly ash pembakaran

batubara menjadi limbah B3. Salah satu metode yang digunakan untuk

mengolah limbah B3 adalah stabilisasi/solidifikasi (S/S).

S/S merupakan metode yang banyak digunakan untuk

mengimobilisasi zat anorganik di dalam limbah B3. Semen merupakan

salah satu bahan pengikat yang paling banyak digunakan dalam metode

tersebut.

33
2.Uji Beban maksimum

a. Pengaruh Persentase Fly ash Sebagai Bahan Substitusi terhadap Beban

Maksimum Beton

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Persentase Fly Ash sebagai Bahan Substitusi

terhadap Beban Maksimum Beton

Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan panjang

30 cm yang diletakkan berdiri pada mesin kompres elektrik, kemudian

ditekan secara perlahan-lahan sampai benda uji hancur. Untuk setiap

variasi persentase dibuat 3 benda uji. Kemudian dari 3 kali pengujian

benda uji diambil nilai beban maksimum rata-rata. Hasilnya dapat

dilihat pada gambar 4.1 pengaruh persentase fly ash sebagai bahan

substitusi terhadap beban maksimum beton.

Pada grafik gambar 4.1 menunjukkan bahwa komposisi campuran

dengan fly ash sebanyak 0% (tanpa substitusi fly ash) menunjukkan

beban maksimum 561,333 kN. Nilai beban maksimum tertinggi didapat

pada penggunaan fly ash sebagai substitusi 10% dengan hasil 671,667

kN atau naik sekitar 19,65% jika dibandingkan dengan tidak ada

34
substitusi fly ash. Sementara substitusi fly ash diatas 10% beban

maksimum cenderung menurun. Beban maksimum terendah yaitu

pada substitusi fly ash 50% yaitu sekitar 424,667 kN atau turun sekitar

24,34% jika dibandingkan dengan tidak ada substitusi fly ash. Semakin

banyak substitusi fly ash yang ditambahkan tidak akan meningkatkan

beban maksimum beton, namun akan mengurangi beban maksimum

yang diterima oleh beton. Widodo dan Kelvin (2016) menyatakan

dalam penilitiannya jumlah Si pada sempel kandungan 15% fly ash lebih

besar bila dibandingkan dengan hasil sampel kandungan 40% fly ash,

yang menunjukkan bahwa reaksi pozzolanic terjadi pada sampel

kandungan 15% fly ash, sehingga terbentuklah C-S-H. Sampel dengan

kandungan fly ash 15% memiliki unsur Ca pada beton lebih sedikit dari

pada unsur Si pada beton sehingga memungkinkan bahwa reaksi

pozzolanic terjadi dengan baik, namun berbeda dengan sampel

kandungan 40% fly ash yang unsur Ca-nya lebih besar dari pada unsur

Si didalam beton tersebut sehingga rekasi pozzolanic yang tetap

berlangsung, namun terdapat sisa dari unsur Ca yang memungkinkan

untuk bereaksi dengan unsur lain seperti sulfat sehingga dapat

memperlemah beton.

b. Pengaruh Persentase Fly ash Sebagai Bahan Filler terhadap Beban

Maksimum Beton

35
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Persentase Fly Ash sebagai Bahan Filler

terhadap Beban Maksimum Beton

Penggunaan fly ash sebagai bahan filler dapat mempengaruhi

beban maksimum yang dapat ditahan oleh beton. Gambar 4.2

menampilkan grafik pengaruh persentase fly ash sebagai bahan filler

terhadap beban maksimum beton. Pada grafik gambar 4.2 terlihat

bahwa semakin besar penambahan persentase fly ash semakin tinggi

beban maksimum yang dihasilkan. Komposisi campuran dengan fly

ash sebanyak 0% (tanpa penambahan fly ash) menunjukkan beban

maksimum 561,333 KN dan terus meningkat seiring dengan

bertambahnya penggunaan fly ash sebagai filler. Peningkatan

signifikan terjadi pada persentase 10%-40%. Namun pada persentase

50% hanya terjadi peningkatan beban maksimum yang sedikit dari

persentase 40% yaitu dari 787,333 kN sampai 790,667 kN atau naik

0,42%.

36
Hal ini disebabkan karena dengan menambahkan fly ash

kedalam semen sebagai bahan filler dan tanpa mengurangi

persentase semen akan meningkatkan unsur pengikat dalam semen

yaitu silika (SiO2) sehingga beban maksimum yang dihasilkan

meningkat. Jackson (1977) dalam Misbachul Munir (2008)

mengatakan fungsi fly ash sebagai filler mampu menambah internal

kohesi dan mengurangi porositas sebagai daerah transisi yang

merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi

lebih kuat. Disamping itu fly ash akan memberikan konstribusi

terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada beton pada umur 7

sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan beton merupakan

akibat dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi pozzolan.

4. Uji Kuat Tekan

a. Pengaruh Persentase Fly ash Sebagai Bahan Substitusi terhadap Kuat

Tekan Beton

37
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Persentase Fly Ash sebagai Bahan Substitusi

terhadap Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada hari ke-28, karena pada

hari ke- 28 diyakini telah selesai proses hidrasi semen. Dengan

berakhirnya proses hidrasi kekuatan tekan beton akan bertambah sejalan

dengan bertambahnya umur. Untuk setiap variasi persentase dibuat 3

benda uji. Kemudian dari 3 kali pengujian benda uji diambil nilai kuat

tekan rata-rata. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.3 pengaruh

persentase fly ash sebagai bahan substitusi terhadap kuat tekan beton.

Pada grafik gambar 4.3 menunjukkan bahwa komposisi campuran dengan

fly ash sebanyak 0% (tanpa substitusi fly ash) menunjukkan kuat tekan

26,892MPa. Nilai kuat tekan tertinggi didapat pada penggunaan fly ash

sebagai substitusi 10% dengan hasil 32,178 MPa atau naik sekitar 19,65%

jika dibandingkan dengan tidak ada substitusi fly ash. Sementara

substitusi fly ash diatas 10% kuat tekan cenderung menurun. Kuat tekan

terendah yaitu pada substitusi fly ash 50% yaitu sekitar 20,345 Mpa atau

38
turun sekitar 24,34% jika dibandingkan dengan tidak ada substitusi fly

ash.

Adanya fly ash dalam campuran semen dapat meningkatkan

kekuatan beton, hal ini dikarenakan adanya SiO 2 reaktif yang ada dalam

fly ash yang bereaksi dengan kapur sisa yang dibebaskan pada reaksi

antara senyawa semen dengan air dan membentuk CaO.SiO 2 atau

senyawa kalsium silikat hidrat (C-S-H) yang memiliki sifat keras dan

mempunyai sifat kelarutan yang rendah. Substitusi fly ash 10 % ternyata

mampu meningkatkan kuat tekan beton dibandingkan dengan beton

tanpa penambahan fly ash. Namun demikian, substitusi fly ash pada

pembuatan beton secara berlebih justru akan menurunkan kekuatan

tekan beton itu sendiri. Hal ini disebabkan karena semakin besar jumlah

fly ash yang ditambahkan berarti semakin sedikit jumlah semennya,

sehingga trikalsium silikat (C3S) dan dikalsium silikat (C2S) yang

merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap kekuatan beton

akan menurunkan dan daya ikatan (setting) atau proses pengikatan antar

agregat/pasir tidak berjalan dengan sempurna. Adanya penurunan daya

ikat ini mengakibatkan kekuatan tekan beton yang dihasilkan menjadi

berkurang. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Mardiono (2012) dan

Detwiler (2016) yang menunjukkan bahwa semakin tingginya persentase

substitusi fly ash menyebabkan kuat tekan akan menurun.

39
Dari hasil percobaan, diperoleh kondisi mulai adanya penurunan

pada substitusi diatas 10%. Walaupun terjadi penurunan kuat tekan

beton tersebut, bila dilihat dari aspek mutunya ternyata sampai pada

substitusi 50% kekuatan tekan yang dihasilkan masih sama dengan tanpa

penambahan fly ash yaitu mutu sedang (kuat tekan 20 MPa - < 35 MPa)

cocok digunakan untuk beton bertulang seperti pelat lantai jembatan,

gelagar beton bertulang, diafragma, kerb beton pracetak, gorong-gorong

beton bertulang, bangunan bawah jembatan.

b. Pengaruh Persentase Fly ash Sebagai Bahan Filler terhadap Kuat Tekan

Beton

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Persentase Fly Ash sebagai Bahan Filler

terhadap Kuat Tekan Beton

Penggunaan fly ash sebagai bahan filler dapat mempengaruhi kuat

tekan beton yang dihasilkan. Gambar 4.4 menampilkan grafik pengaruh

persentase fly ash sebagai bahan filler terhadap kuat tekan beton.

Pada grafik gambar 4.4 menunjukkan bahwa komposisi campuran

dengan fly ash sebanyak 0% (tanpa penambahan fly ash) menunjukkan

40
kuat tekan 26,892 Mpa dan terus meningkat seiring dengan

bertambahnya penggunaan fly ash sebagai filler. Peningkatan signifikan

terjadi pada persentase 10%-40%. Namun pada persentase 50% hanya

terjadi peningkatan kuat tekan yang sedikit dari persentase 40% yaitu

dari 37,719 Mpa menjadi 37,879MPa atau naik 0,42%. Hasil yang sama

juga didapatkan oleh Suarnita (2012), Lubis (2016) dan Detwiler (2016)

yang menunjukkan bahwa semakin tingginya persentase fly ash sebagai

filler menyebabkan kuat tekan akan meningkat.

Pengaruh fly ash sebagai bahan filler mengakibatkan terjadi reaksi

pengikatan kapur bebas yang dihasilkan dalam proses hidrasi semen oleh

silica yang terkandung dalam fly ash. Selain itu, butiran fly ash yang jauh

lebih kecil membuat beton lebih padat karena rongga antara butiran

agregat diisi oleh fly ash sehingga dapat memperkecil pori-pori yang ada

dan memanfaatkan sifat pozzolan dari fly ash untuk memperbaiki mutu

beton. Fly ash merupakan bahan tambah yang bersifat aktif bila dicampur

dengan kapur atau semen, dan beton dengan campuran fly ash memiliki

kuat tekan lebih tinggi dari pada beton tanpa penambahan fly ash.

Penggunaan fly ashsebagai filler memperlihatkan dua pengaruh di dalam

beton yaitu sebagai agregat halus dan sebagai pozzolan.

Lebih lanjut Lea (1970); Mehta (1986) dalam I Made Alit (2015)

mengatakan dengan adanya sifat pozzolan pada fly ash yang mengandung silica

reaktif dapat berfungsi untuk mereduksi kapur bebas (Ca(OH) 2) hasil hidrasi

41
trikalsium silikat (C3S) dan dikalsium silikat (C2S) dan sekaligus menghasilkan

produk hidrasi tambahan yang bersifat “perekat.” Adanya tambahan bahan

“perekat” ini akan mengisi rongga-rongga kapiler besar yang terbentuk pada

proses hidrasi semen portland pada umumnya. Hal ini mengakibatkan porositas

dari pasta semen hidrat maupun daerah transisi antara pasta semen hidrat dan

agregat akan berkurang secara signifikan. Konsekuensinya secara simultan

kualitas beton akan meningkat.

Berdasarkan Departemen PU (Puslitbang Prasarana Transportasi, Divisi 7-

2005) beton dengan bahan filler 10%, dan 20% termasuk dalam beton dengan

mutu sedang, sedangkan untuk beton dengan bahan filler 30%, 40% dan 50%.

termasuk dalam beton dengan mutu tinggi yang cocok digunakan untuk beton

prategang seperti tiang pancang beton pratengang, gelegar beton prategang,

pelat beton prategang dan sejenisnya.

5. Uji Penyerapan Air

a. Pengaruh Persentase Fly ash Sebagai Bahan Substitusi terhadap

Penyerapan Air Beton

42
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Persentase Fly Ash Sebagai Bahan Substitusi

terhadap Penyerapan Air Beton

Pengujian penyerapan air beton dilakukan dengan melakukan

perendaman sampel beton selama 24 jam setelah beton berumur lebih

dari 28 hari. Uji penyerapan air bertujuan untuk mengetahui seberapa

besar penyerapan air oleh beton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

Gambar 4.5 grafik pengaruh persentase fly ash sebagai bahan substitusi

terhadap penyerapan air beton.

Berdasarkan grafik gambar 4.5 dapat dilihat bahwa persentase

variasi fly ash dalam campuran komponen yang semakin banyak akan

menyebabkan persentase penyerapan air (porositas) beton semakin kecil.

Nilai penyerapan air benda uji berkisar antara 0,768 % hingga 1,991

%.Daya serap air terbaik sebesar 0,768 % terjadi pada penggunaan fly ash

sebagai bahan substitusi 50 %.

Hubungan penyerapan air dengan variasi fly ash adalah linier,

semakin besar variasi limbah fly ash, maka penyerapan air semakin kecil..

43
Dengan demikian beton yang dihasilkan lebih padat dan solid. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfred dkk (2014) bahwa

bentuk partikel fly ash yang lebih halus memberikan keuntungan,

penggunaannya dapat memperkecil porositas beton. Siram, K.B., (2012)

dikatakan penggunaan fly ash pada beton ringan, dapat meningkatkan

sifat baiknya seperti kuat tekan dan kadar penyerapan air.

b. Pengaruh Persentase Fly ash Sebagai Bahan Filler terhadap Penyerapan

Air Beton

Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Persentase Fly Ash Sebagai Bahan Filler terhadap

Penyerapan Air Beton

Pengujian penyerapan air beton dilakukan dengan melakukan

perendaman sampel beton selama 24 jam setelah beton berumur lebih

dari 28 hari. Uji penyerapan air bertujuan untuk mengetahui seberapa

besar penyerapan air oleh beton. Berdasarkan hasil uji penyerapan air

diperoleh kecenderungan makin besar komposisi limbah maka makin

menurun penyerapan airnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar

4.5 grafik pengaruh persentase fly ash sebagai bahan substitusi terhadap

penyerapan air beton.

44
Berdasarkan grafik gambar 4.5 dapat dilihat bahwa persentase

variasi fly ash dalam campuran komponen yang semakin banyak akan

menyebabkan persentase penyerapan air (porositas) beton semakin

kecil. Nilai penyerapan air benda uji berkisar antara 0,768 % hingga 1,991

%.Daya serap air terbaik sebesar 0,768 % terjadi pada penggunaan fly ash

sebagai bahan substitusi 50 %.

Hubungan penyerapan air dengan variasi fly ash adalah linier,

semakin besar variasi limbah fly ash, maka penyerapan air semakin kecil.

Hal ini memungkinkan fly ash mampu mengisi pori yang lebih kecil.

Dengan demikian beton yang dihasilkan lebih padat dan solid. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfred dkk (2014) bahwa

bentuk partikel fly ash yang lebih halus memberikan keuntungan,

penggunaannya dapat memperkecil porositas beton. Siram, K.B., (2012)

dikatakan penggunaan fly ash pada beton ringan, dapat meningkatkan

sifat baiknya seperti kuat tekan dan kadar penyerapan air.

6. Analisa Konsentrasi Logam Berat Dengan metode AAS

Berdasarkan grafik gambar 4.7, 4.8 dan 4.9 konsentrasi logam Zn,

Cu dan Ba yang lepas, tidak ada perubahan dengan bertambahnya hari

perendaman. Konsentrasi Logam Zn, Cu dan Ba masing-masing adalah

<0,003 ppm; <0,006 ppm dan <0.14 ppm untuk 7 hari, 14 hari dan 28 hari.

Menurut Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan Nomor : KEP-03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan

45
Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyebutkan

bahwa kadar maksimum Zn, Cu dan Bahasil S/S masing-masing sebesar 95

ppm, 35 ppm dan 100 ppm. Dengan demikian konsentrasi logam berat

yang lepas dari perendaman beton sampai 28 hari : Zn = < 0,003 ppm, Cu

= <0.006 ppm dan Ba = <0.14 ppm masih jauh dibawah baku mutu.

Gambar 4.7 Grafik Konsentrasi Logam Zn

Gambar 4.8 Grafik Konsentrasi Logam Cu

Gambar 4.9 Grafik Konsentrasi Logam Ba

46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil

kesimpulan. Bahwa hasil analisa karekteristik fly ash dengan metode XRF

thermos ARL 9900 jumlah oksida (SiO 2, Al2O3, Fe2O3) yang terkandung

47
didalam fly ash sebesar 83,13%, menurut ASTM C618 masuk kedalam

kategori fly ash kelas F dan terdapat tiga logam yang melebihi baku mutu

yaitu logam Zn = 95 ppm, Cu = 35 ppm dan Ba = 474 ppm. Penggunaan fly

ash sebagai bahan substitusi, beban maksimum tertinggi sebesar 671,667

kN dan kuat tekan tertinggi sebesar 32,178 MPa pada substitusi 10% fly

ash. Semakin besar persentase penggunaan fly ash sebagai bahan

substitusi menyebabkan menurunnya nilai penyerapan air beton,

Penggunaan fly ash sebagai bahan filler, beban maksimum tertinggi

sebesar 790,667 kN dan kuat tekan tertinggi sebesar 37,879 MPa pada

filler 50% fly ash. Semakin besar persentase penggunaan fly ash sebagai

bahan filler menyebabkan menurunnya nilai penyerapan air beton. Serta

Konsentrasi logam berat yang lepas dari perendaman beton sampai 28

hari : Zn = 0,003 ppm, Cu = 0.006 ppm dan Ba = 0.14 ppm masih jauh

dibawah baku mutu.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan ialah pada pengujian

mobilisasi logam berat disarankan adanya penambahan waktu

perendaman lebih dari 28 hari. Hal itu dilakukan untuk memastikan

logam berat yang lepas masih memenuhi baku mutu. Jika melihat dari

segi ekonomi dan lingkungan penggunaan fly ash sebagai bahan substitusi

48
lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan penggunaan fly ash

sebagai bahan filler.

DAFTAR PUSTAKA

Adam Rinaldi,dkk. (2012). “Handbook of Energy & Economic Statistics of


Indonesia”. Center for Data and Information on Energy and Mineral
Resources. Ministry of Energy and Mineral Resources.
Agung Budiarto dan Agus Purwanto. 2016. “Pemanfaatan Seritan Karet Ban
Bekas sebagai Substitusi Pasir Silika pada CLC (Cellular Lightweight
Concrete)”.Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri. ISSN
2503-5010.

49
Agus Maryoto (2009). ”Penurunan Nilai Absorbsi dan Abrasi Beton dengan
Penambahan Calcium Stearate dan Fly Ash”. Media Teknik Sipil. Volume
IX. ISSN 1412-0976.
Anonim. (1989). Standar Nasional Indonesia “Spesifikasi Bahan Bangunan A
(Bukan Logam). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional . SK.SNI S-04-1989 F.
Anonim. (1990). Standar Nasional Indonesia “Metode Pengujian Kuat Tekan
Beton”. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI 03-1974-1990.
Anonim. (1995). Badan Pengendalian Dampak Lingkungan “Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah Berbahaya dan Beracun” Nomor Kep
03/BAPEDAL/09/1995. Diakses tanggal 11 November 2016.
http://palembang.bpk.go.id/wpcontent/uploads/2012/10/kepbapedal_3
_1995.pdf
Anonim. (2000). Standar Nasional Indonesia “Metode Pengujian Kerapatan dan
Rongga dalam Beton yang Telah Mengeras”. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional. SNI 03-6433-2000.
Anonim. (2000). Standar Nasional Indonesia “Tata Cara Pembuatan Rencana
Campuran Beton Normal”. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI 03-
2834-2000.
Anonim.(2002). Standar Nasional Indonesia “Pengertian dan Manfaat Fly Ash”.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI 03-6414-2002.
Anonim.(2004). Standar Nasional Indonesia “Semen Portland”. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional. SNI 15-2049-2004.
Anonim.(2005). Standar Nasional Indonesia “Pupuk Tripel Super Fosfat”.Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional. SNI 02-0086-2005.
Anonim. 2006. Kajian Batubara Nasional “Batubara Indonesia”. Pusat Litbang
Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA). Diakses Tangal 14 Oktober
2016.www.pusdiklat-minerba.esdm.go.id/
Anonim. (2011). Standar Nasional Indonesia “Tata Cara Pembuatan dan
Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium”. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional. SNI 2493:2011.
Anonim. (2013). Standar Nasional Indonesia “Persyaratan Beton Strruktural
untuk Bangunan Gedung”. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI
2847-2013.
Anonim. (2014). Badan Pusat Statistik “Publikasi Statistik Pertambangan Non
Minyak dan Gas Bumi”.Diakses 14 Oktober 2016.
https://bps.go.id/publikasi/view/id/1172
Arif Hamidi,dkk. (2014). “Pemanfaatan Abu Terbang Batubara (Fly Ash) Sebagai
Bahan Batako Yang Ramah Lingkungan”. ISSN:2355-6870. Vol.1 No.1.
Aswin Budhi Saputro. (2008). “Kuat Tekan dan Kuat Tarik Beton Dengan Fly Ash
Sebagai Pengganti Semen dengan f’c 45 MPa”, Skripsi. Universitas
IslamIndonesia : Yogyakarta.
Ayu Lasryza, dan Dyah Sawitri. (2012). “Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai

50
Adsorben Emisi Gas CO pada Kendaraan Bermotor”. Jurnal Teknik Pomits.
Vol.1. No. 1. Hal : 1-6.
Firman Ganda Saputra. (2016). “Pemanfaatan Abu Terbang Limbah Batu Bara
Terhadap Kuat Tekan dan Tingkat Porositas Paving Stone Berpori”. Jurnal
Rekayasa Teknik Sipil Vol. 03 Nomor 03. Hal: 9-12.
I Wayan Suarnita. (2011). “Kuat Tekan Beton dengan Aditif Fly Ash ex. PLTU
Mpanau Tavaeli”. Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 1. Pebruari 2011: 1 – 10.
Juniawan Setiaka. (2011). “Adsorpsi Ion Logam Cu (II) dalam Larutan pada Abu
Dasar Batubara Menggunakan Metode Kolom”. Skripsi. Institut Teknologi
Sepuluh November : Surabaya.
Iswan. (2010). “Penanggulangan Limbah Batubara”. Dinamika Jurnal Teknik
Mesin. Vol. 1. No. 2. ISSN : 2085-8817.
Muchtar Aziz ; Ngurah Ardha dan Lili Tahli. (2006). ”Karakterisasi Abu Terbang
PLTU Suralaya dan Evaluasinya untuk Refraktori COR”. Jurnal Teknologi
Mineraldan Batubara. ISSN 0854-7890.
Melisa. (2014). ”Karekterisasi Limbah Abu Batubara (Fly Ash dan Bottom Ash)
untuk Pemanfaatan dalam Bidang Pertanian”. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor :Bogor.
Michaux Michel, Erik Nelson dan Benqit Vidick.2012 “Cement Chemistry and”.
Well Completion. Vol. 1. No.1
M. Pranjoto Utomo dan Endang Widjajanti Laksono. (2012). “Kajian Tentang
Proses Solidifikasi/Stabilisasi Logam Berat dalam Limbah dengan Semen
Portland”. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan
Penerapan MIPA. ISBN: 978-979-99314-2-9.
Misbachul Munir. (2008). ”Pemanfaatan Abu Batubara (Fly Ash) untuk Hollow
Block yang Bermutu dan Aman Bagi Lingkungan” Tesis. Universitas
Diponegoro :Semarang.
Mardiono. (2011). “Pengaruh Pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash) Dalam Beton
Mutu Tinggi”. Skripsi. Universitas Gunadarma : Jakarta.
Ninis Hadi Haryanti. 2014. Uji Abu Terbang Pltu Asam Asam Sebagai Bahan
Pembuatan Bata Ringan. Jurnal Fisika FLUX. Vol. 11 No. 2, Agustus 2014
(129 –139).
Oscar Ortiz, Francesc Castells dan Guido Sonnemann. (2009). “Sustainability in
the Contruction Industry: A Review of Recent Development Basen on
LCA”. Journal Contruction and Building Materials. Volume 23, No. 1, Hal
28-39.
Patil ; Kale dan Suman. (2012). “Fly Ash Concrete : A Technical Analysis for
Compressive Strength”. International Journal of Advanced Engineering
Research and Studies. ISSN 2249–8974.
Rachel J Detwiler. (2016). “Substitution of Fly Ash for Cement or Aggregate in
Concrete: Strength Development and Suppression of ASR”. Research and
Development Bulletin RD127. ISBN 0-89312-216-5.

51
Rianza Rizqi. (2012). ”Pengaruh Nilai Kalori Batubara terhadap Nilai Steam Boiler
yang Dihasilkan oleh Boiler Jenis Pipa Air”. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara : Medan.
Ritesh Mall, Sharda Sharma dan Prof.R.D. Patel. (2014). “Studies of the
Properties of Paver Block using Fly Ash”. International Journal for
Scientific Research & Development. Vol. 2, Issue 10, 2014. ISSN : 2321-
0613.
Rizky B.O Rumahorbo. (2016). “Solidifikasi/Stabilisasi Limbah Slag yang
Mengandung Chrom (Cr) dan Timbal (Pb) dari Industri Baja Sebagai
Campuran Dalam Pembuatan Concrete (Beton)”. Skripsi.Universitas
Sumatera Utara: Medan
Roy Adi Chandra. (2013). “Kajian Kuat Desak dan Modulus Elastisitas Beton
dengan Penambahan Abu Bonggol Jagung sebagai Zat Additive” Skripsi.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta: Yogyakarta.
Sri Muliyasih. (2010). “Pembuatan Paving Block dengan Menggunakan Limbah
Las Karbit sebagai Bahan Aditif dengan Perekat Limbah Padat Abu
Terbang Batubara (Fly Ash) PLTU Labuhan Angin Sibolga”. Tesis.
Universitas SumateraUtara : Medan.
Sivakumar Naganathan ; Shojaeddin Jamali ; Sonny Silvadanan : Tang Yew
Chung ; dan Mark Francis Nicolasselvam. (2016). “Use of Bottom Ash and
Fly Ash in Masonry Mortar”. Journal of Construction and Building
Material. Volume 01 Issue 01. Hal: 52–57.
Widodo Kushartomo dan Kelvin Tandio. (2016). “Pengaruh Penggunaan Abu
Terbang terhadap Sifat Mekanis Reactive Powder Concrete”. Konverensi
Nasional Teknik Sipil 10. Universitas Atmajaya. ISBN : 978-602-60286-0-0.
Hal 119-126.

LAMPIRAN IV

DATA PENELITIAN

A. Data Hasil Karakteristik Fly Ash

Tabel IV.A.1 Kandungan Bahan-Bahan Kimia dalam Fly Ash

52
B. Data hasil Penyerapan Air

Tabel IV.A.1 Data Hasil Penyerapan Air pada Beton Dengan Penggunaan

Fly Ash sebagai Bahan Substitusi.

53
Tabel IV.A.2 Data Hasil Penyerapan Air pada Beton Dengan Penggunaan

Fly Ash sebagai Bahan Filler

C. Data Hasil Beban Maksimum dan Kuat Tekan

Tabel IV.A.3 Data Hasil Beban Maksimum dan Kuat Tekan pada Beton

Dengan Penggunaan Fly Ash sebagai Bahan Substitusi

54
Tabel IV.A.4 Data Hasil Beban Maksimum dan Kuat Tekan pada Beton

Dengan Penggunaan Fly Ash sebagai Bahan Filler

D. Hasil Analisa Konsentrasi Logam

Tabel IV.A.5 Hasil Analisa Konsentrasi Logam Zn, Cu dan Ba

55
E. Perhitungan

1. kuat tekan

kuat tekan dihitung dengan menggunakan persamaan (SNI 03-

28342000)

P
kuat tekan =
A

Keterangan:

P = beban maksimum, kg

A = luas penampang, mm2

Faktor silinder = 0,83

Contoh perhitungan kuat tekan beton persentase substitusi 0% pada

benda :

uji I (d = 15 cm ; r = 7,5 cm) dengan beban tekan 562,000 kN:

Dik : Beban Tekan = 562,000 kN

A (luas benda uji) = πr2

= 22/7 x (7,5)2

= 176,79 cm2

Faktor koreksi = 0,83

56
p
kuat tekan =
A

562.000
=
176 ,79

= 324,387 kg/cm2

= 32,439 MPa

Faktor Koreksi = 32,439 x 0,83

= 26,924 MPa

Data selanjutnya dianalogikan untuk persentase substitusi 0% pada benda

uji II dan III

a. Kuat tekan benda uji II = 27,020 MPa

b. Kuat tekan benda uji III = 26

57

Anda mungkin juga menyukai