Anda di halaman 1dari 8

ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI ADSORBEN

Penggunaan abu terbang batubara sebagai campuran beton untuk bangunan California Academy
of Science.click photo to enlarge

Produksi abu terbang batubara (fly ash) didunia pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 349
milyar ton[1]. Penyumbang produksi abu terbang batubara terbesar adalah sektor pembangkit
listrik. Produksi abu terbang dari pembangkit listrik di Indonesia terus meningkat, pada tahun
2000 jumlahnya mencapai 1,66 milyar ton dan diperkirakan mencapai 2 milyar ton pada tahun
2006[2].

Abu terbang batubara umumnya dibuang di landfill atau ditumpuk begitu saja di dalam area
industri. Penumpukkan abu terbang batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan.
Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk
meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat
ini umumnya abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan
campuran pembuat beton. Selain itu, sebenarnya abu terbang batubara memiliki berbagai
kegunaan yang amat beragam:

1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan


2. Penimbun lahan bekas pertambangan
3. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon
4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori
5. Bahan penggosok (polisher)
6. Filler aspal, plastik, dan kertas
7. Pengganti dan bahan baku semen
8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)
9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben

Konversi abu terbang batubara menjadi zeolit dan adsorben merupakan contoh pemanfaatan
efektif dari abu terbang batubara. Keuntungan adsorben berbahan baku abu terbang batubara
adalah biayanya murah. Selain itu, adsorben ini dapat digunakan baik untuk pengolahan limbah
gas maupun limbah cair. Adsorben ini dapat digunakan dalam penyisihan logam berat dan
senyawa organik pada pengolahan limbah. Abu terbang batubara dapat dipakai secara langsung
sebagai adsorben atau dapat juga melalui perlakuan kimia dan fisik tertentu sebelum menjadi
adsorben. Zeolit yang disintesis dari abu terbang batubara banyak digunakan untuk keperluan
pertanian. Zeolit banyak dikonsumsi dalam pemurnian air, pengolahan tanah, dll. Zeolit dibuat
dengan cara mengkonversi aluminosilikat yang terdapat pada abu terbang batubara menjadi
kristal zeolit melalui reaksi hidrotermal.

Sifat Fisika dan Kimia Abu Terbang

Komponen utama dari abu terbang batubara yang berasal dari pembangkit listrik adalah silika
(SiO2), alumina, (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium,
dan belerang. Rumus empiris abu terbang batubara ialah:
Si1.0Al0.45Ca0.51Na0.047Fe0.039Mg0.020K0.013Ti0.011

Tabel 1. Komposisi kimia abu terbang batubara


Sub-
Komponen Bituminous Lignite
bituminous
SiO2 20-60% 40-60% 15-45%
Al2O3 5-35% 20-30% 10-25%
Fe2O3 10-40% 4-10% 4-15%
CaO 1-12% 5-30% 15-40%
MgO 0-5% 1-6% 3-10%
SO3 0-4% 0-2% 0-10%
Na2O 0-4% 0-2% 0-6%
K2O 0-3% 0-4% 0-4%
LOI 0-15% 0-3% 0-5%

Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis batubara yang dibakar dan teknik
penyimpanan serta penanganannya. Pembakaran batubara lignit dan sub-bituminous
menghasilkan abu terbang dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada
bituminus. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih sedikit daripada
bituminous. Kandungan karbon dalam abu terbang diukur dengan menggunakan Loss On
Ignition Method (LOI).

Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau
berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari
0,075mm[4]. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area
spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000
m2/kg[4].
Adsorben untuk Penyisihan Polutan pada Gas Buang

Abu terbang dapat dimanfaatkan sebagai adsorben untuk penyisihan polutan pada gas buang
prose pembakaran yang berpotensi untuk merusak lingkungan seperti gas sulfur oksida yang
menyebabkan hujam asam, gas nitrogen oksida yang menyebabkan pemanasan global, dan
merkuri (Hg) yang berbahaya bagi makhluk hidup.

1. Penyisihan SOx
Industri-industri berusaha untuk mengurangi emisi SOx dengan cara memasang unit flue
gas desulphurization (FGD) dan unit scrubber. Dua unit tersebut banyak digunakan
karena memiliki efisiensi yang tinggi terhadap proses de-SOx. Namun, dua unit tersebut
membutuhkan air dalam jumlah yang besar dan akibatnya menghasilkan limbah cair yang
banyak. FGD tipe kering tidak membutuhkan pengolahan limbah cair tetapi tipe ini
membutuhkan adsorben dalam jumlah besar untuk mencapai efisiensi de-SOxyang tinggi.
Abu terbang batubara lebih dipilih untuk digunakan sebagai adsorben pada FGD tipe
kering dalam skala besar dibandingkan karbon aktif karena biayanya lebih murah. Dua
tipe abu terbang batubara yang berasal dari fluidized bed combustion (FBC) dan
pulverized coal combustion (PCC) telah diuji coba untuk menyisihkan SO2 dengan
bantuan kalsium hidroksida (CaOH2)[2]. Hasil uji coba tersebut adalah konversi CaO
menjadi CaSO4 mencapai 92-100% dalam pereaksian selama 1 jam.
2. Penyisihan NOx
Abu terbang batubara juga memiliki potensi sebagai adsorben untuk menyisihkan NO x
dari aliran gas buang. Emisi NOx diserap oleh karbon tidak terbakar yang terdapat di
dalam abu terbang batubara. Partikel karbon tersebut dapat juga diaktivasi untuk
meningkatkan kinerja penyerapan NOx. Penelitian yang dilakukan oleh Rubel et al
menunjukkan bahwa perbandingan kapasitas penyerapan NOx karbon dari abu terbang
batubara yang diaktivasi dengan karbon aktif komersial adalah 1/3[1].
3. Penyisihan merkuri (Hg)
Emisi merkuri yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada unit boiler mendapat
perhatian yang besar dari pemerhati lingkungan karena berpotensi merusak lingkungan
dan menjadi ancaman bagi kesehatan makhluk hidup. Abu terbang batubara dapat
dijadikan salah satu adsorben untuk mengontrol emisi merkuri dengan bantuan filter dari
bahan kain misalnya dengan memakai baghouse filter. Peneliti Serre dan Silcox
menyatakan bahwa karbon yang tidak terbakar di dalam abu terbang batubara dapat
digunakan sebagai substitusi karbon aktif yang murah dan efektif. Abu terbang batubara
dapat diinjeksikan secara berkala di dalam baghouse filter yang digunakan untuk
menyisihkan merkuri. Luas permukaan dan struktur abu terbang batubara yang berpori
merupakan dua hal yang menyebabkan abu terbang batubara berpotensi untuk menyerap
emisi merkuri.
4. Penyisihan gas-gas organik
Selain dapat digunakan untuk menyisihkan tiga polutan diatas, abu terbang batubara juga
dapat digunakan untuk menyisihkan gas organik. Penelitian yang dilakukan oleh Peloso,
menunjukkan bahwa abu terbang batubara yang telah melewati proses aktivasi secara
termal dapat menyisihkan uap toluene.
Adsorben untuk Penyisihan Ion Logam Berat pada Limbah Cair

Logam berat adalah polutan yang memberikan dampak signifikan bagi kesehatan makhluk hidup.
Proses penghilangan logam berat dari limbah cair sudah dilakukan dengan beberapa cara seperti,
presipitasi menggunakan bahan kimia, ekstraksi menggunakan pelarut tertentu, pertukaran ion,
reverse osmosis, atau adsorpsi. Proses adsorpsi dengan pilihan jenis adsorben yang tepat jika
dibandingkan dengan proses lainnya merupakan proses yang sederhana tapi efektif dalam
penghilangan logam berat dari limbah cair.

Scanning Electron Microscopy abu terbang batubara.

Logam berat utama yang diteliti untuk diserap oleh abu terbang batubara adalah Pb, Ni, Cr, Cu,
Cd, dan Hg. Penghilangan logam berat dari limbah cair melibatkan dua proses yaitu presipitasi
dan adsorpsi. Proses presipitasi melibatkan kalsium hidroksida sedangkan proses adsorpsi
melibatkan silika alumina. Kedua senyawa tersebut terkandung di dalam abu terbang batubara.

Peneliti bernama Bayat meneliti penghilangan logam Zn2+, Cd2+, Ni2+, Cu2+, dan Cr6+
menggunakan abu terbang batubara yang berasal dari batubara jenis lignit. Selain itu, Bayat juga
membandingkannya hasil penghilangan logam berat tersebut dengan karbon aktif komersial.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa abu terbang batubara dapat menghilangkan
logam berat seefektif karbon aktif pada kondisi tertentu. Proses adsorpsi maksimum terjadi pada
kondisi pH 7-7.5[5].

Abu terbang batubara juga merupakan adsorben yang baik untuk menghilangkan Cs. Abu
terbang batubara juga dikonversi menjadi zeolit melalui proses hidrotermal dan digunakan untuk
menghilangkan logam Cs, timbal, dan kadmium. Kapasitas adsorpsi zeolit abu terbang batubara
untuk timbal sebesar 70.58 mg/g dan 95.6 mg/g untuk kadmium dengan konsentrasi awal kedua
logam sebesar 100 mg/L.
Konversi Abu Terbang Batubara Menjadi Zeolit

Zeolit pada dasarnya merupakan padatan aluminium-silikat yang memiliki struktur yang berpori.
Zeolit alam biasanya terbentuk dari batu dan abu gunung berapi yang beraksi dengan logam
alkali tanah pada air tanah. Zeolit murni hampir tidak dapat ditemukan di alam. Biasanya
terdapat pengotor seperti logam natrium dan kalsium. Abu terbang batubara memiliki potensi
dikonversi menjadi zeolit jika memiliki kandungan alumina-silika yang cukup tinggi dan
kandungan karbon yang rendah. Zeolit memiliki beberapa aplikasi industrial yaitu[6]:

 Pertukaran ion : Penukar ion Na+/K+/Ca2+


 Adsorpsi pengotor gas : Adsorpsi selektif berdasarkan molekul gas spesifik
 Adsorpsi pengotor air : Adsorpsi reversibel air tanpa ada perubahan sifat fisik dan kimia
dari zeolit itu sendiri

Jenis zeolit yang dihasilkan dari abu terbang bergantung pada komposisi awal dan metode
konversinya. Metode yang umum digunakan adalah hydrothermal alkali treatment yaitu
memanaskan campuran abu terbang dengan larutan alkali (KOH, NaOH, dsb.) dalam variasi
waktu reaksi, suhu, dan tekanan tertentu[6].

Tantangan Masa Depan

Abu terbang pada masa kini dipandang sebagai limbah pembakaran batubara. Penanganan abu
terbang masih terbatas pada penimbunan di lahan kosong. Hal ini berpotensi bahaya bagi
lingkungan dan masyarakat sekitar seperti, logam-logam dalam abu terbang terekstrak dan
terbawa ke perairan, abu terbang tertiup angin sehingga mengganggu pernafasan. Sudut pandang
terhadap abu terbang harus dirubah, abu terbang adalah bahan baku potensial yang dapat
digunakan sebagai adsorben murah. Beberapa investigasi menyimpulkan bahwa abu terbang
memiliki kapasitas adsorpsi yang baik untuk menyerap gas organik, ion logam berat, gas polutan.
Modifikasi sifat fisik dan kimia perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi.

Abu terbang (fly ash) batubara.


Berdasarkan paparan diatas sudah terbukti bahwa abu terbang batubara memiliki potensi yang
besar sebagai adsorben yang ramah lingkungan. Abu terbang batubara dapat menjadi alternatif
pengganti karbon aktif dan zeolit. Tetapi, kapasitas adsorpsi abu terbang sangat bergantung pada
asal dan perlakuan pasca pembakaran batubara. Sampai sekarang, pemanfaatan abu terbang
masih dilakukan dalam skala kecil karena umumnya kapasitas adsorpsinya masih rendah.
Modifikasi sifat fisik dan kimia dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi abu terbang. Peningkatan
kapasitas adsorpsi dapat membuat adsorben dari abu terbang batubara kompetitif bila
dibandingkan dengan karbon aktif dan zeolit[1].

Konversi abu terbang menjadi zeolit adalah salah satu alternatif yang sangat potensial
meningkatkan nilai ekonomis abu terbang. Karbon sisa pembakaran dalam abu terbang memiliki
kualitas setara karbon aktif sehingga investigasi mengenai pemisahan karbon sisa berpotensi
meningkatkan nilai ekonomis dari abu terbang. Zeolit memiliki kegunaan yang banyak seperti
adsorben, resin penukar ion, molecular sieves, dll. Zeolit memilki kapasitas adsorpsi yang jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan abu terbang sehingga konversi abu terbang menjadi zeolit
menjadi alternatif yang menjanjikan dimasa depan (Queroll, 2006). Penelitian di masa depan
diharapkan dapat membuat konversi abu terbang menjadi zeolit komersil pada skala industri.

Referensi:
[1]
S.Wang, H. Wu , H, Journal of Hazardous Materials (2006).
[2]
Indonesia Power, PLTU Suralaya, (2002).
[3]
Putu Astari Merati, Utilization of fly ash from power plant for removal of dyes, (2006).
[4]
Yoga Pratama, Heri T. Putranto, Coal fly ash conversion to zeolite for removal of chromium
and nickel from wastewaters, (2007).
[5]
B. Bayat, Journal of Hazardous Materials, Vol. 95(3)275-290,(2002).
[6]
X.Querol, et al, Int. J. Coal Geol. 50, 413-423, (2002).
[7]
D. Mohan, et al, Ind. Eng. Chem. Res. 41, 3688-3695, (2002).

Anda mungkin juga menyukai