DAMPAK NEGATIF ABU TERBANG (FLY ASH) BATU BARA BAGI
KESEHATAN MASYARAKAT YANG BERMUKIM DI DEKAT PLTU
Fakta Yang ada
1. Masyarakat pada umumnya sudah mengetahui bahwa pemakaian batubara sebagai bahan bakar dapat menimbulkan polutan yang mencemari udara berupa CO (karbon monoksida), NOx (oksida- oksida nitrogen), SOx (oksida-oksida belerang), HC (senyawa- senyawa karbon), fly ash (partikel debu). dan juga partikel-partikel yang terhambur ke udara sebagai bahan pencemar udara. Partikel- partikel tersebutantara lain adalah: Karbon dalam bentuk abu atau fly ash (C), Debu-debu silika(SiO 2 ), Debu-debu alumia (Al 2 O 3 ) dan Oksida-oksida besi (Fe 2 O 3 atau Fe3 O 4 ) Partikel-partikel tersebut dapat menimbulkan dampak pencemaranlingkungan, selain timbulnya hujan asam yang dapat merusak hutan dan lahan pertanian maupun efek rumah kaca yang dapat menyebabk an kenaikan suhu di permukaan bumi dengan segala efek sampingannya yang disebabkan oleh gas-gashasil pembakaran batubara. 2. Menurut ACI Committee 226, dijelaskan bahwa abu terbang (fly ash) mempunyai butiran yang cukup halus, yaitu lolos ayakan No. 325 (45 mili mikron) 5 27 % dengan spesific gravity antara 2,15 2,6 dan berwarna abu-abu kehitaman. Abu batubara mengandung silika dan alumina sekitar 80 % dengan sebagian silika berbentuk amorf. Sifat-sifat fisik abu batubara antara lain densitasnya 2,23 gr/cm3, kadar air sekitar 4 % dan komposisi mineral yang dominan adalah -kuarsa dan mullite. Selain itu abu batubara mengandung SiO2 = 58,75 %, Al2O3 = 25,82 %, Fe2O3 = 5,30 % CaO = 4,66 %, alkali = 1,36 %, MgO = 3,30 % dan bahan lainnya = 0,81 % (Misbachul Munir,2008). Beberapa logam berat yang terkandung dalam abu batubara seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), kadmium (Cd), chrom (Cr). 3. Fly ash kelas F: merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batubara anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberipenambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnyarendah (CaO < 10%). 4. Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau sub-bituminous selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat self-cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah strength apabila bereaksi dengan air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Biasanya mengandung kapur (CaO) > 20% (Sri Prabandiyani Retno Wardani,2008)
Karakteristik Fly Ash :
a. Dari segi gradasinya, jumlah prosentase yang lolos dari saringan No. 200 (0,074 mm)berkisar antara 60% sampai 90%. b. Warna dari fly ash dapat bervariasi dari abu- abu sampai hitam tergantung dari jumlah kandungan karbonnya, semakin terang semakin rendah kandungan karbonnya. c. Fly ash bersifat tahan air (hydrophobic)(Ary setiawan,dkk,2009). 5. Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah banyaknya calsium, silika, aluminium dan kadar besi di ash tersebut. Walaupun kelas F dan kelas C sangat ketat ditandai untuk digunakan fly ash yang memenuhi spesifikasi ASTM C618, namun istilah ini lebih umum digunakan berdasarkan asal produksi batubara atau kadar CaO. Yang penting diketahui, bahwa tidak semua fly ash dapat memenuhi persyaratan ASTM C618, kecuali pada aplikasi untuk beton, persyaratan tersebut harus dipenuhi. 6. Sebuah kajian tahun 2002 oleh IAE ( International Aero Engines) merangkum studi-studi yang telah dilakukan untuk membandingkan jumlah kematian per unit listrik yang dihasilkan pada beberapa sumber energi utama. Badan ini memeriksa siklus hidup masing-masing bahan bakar mulai dari ekstraksi hingga purna-pakai dan memasukkan kematian yang diakibatkan oleh kecelakaan serta akibat risiko jangka panjang yang disebabkan emisi atau radiasi. Hasilnya, nuklir muncul sebagai yang terbaik dan batubara adalah sumber energi yang paling mematikan. Penjelasannya terletak pada besarnya jumlah kematian yang disebabkan oleh polusi. 7. Batubara pada seluruh siklus hidupnya meninggalkan jejak cidera, penyakit dan kematian, kata Paul Epstein, direktur asosiasi dari Pusat Kesehatan dan Lingkungan Global di Harvard Medical School. Partikel lembut dari PLTU batubara membunuh sekitar 13.200 orang setiap tahunnya di Amerika Serikat saja, menurut Boston- based Clean Air Task Force (Tile Tal/from Coal, 2010). Tambahan korban jiwa juga muncul dari dari kegiatan pertambangan dan pengangkutan batubara serta bentuk-bentuk polusi lain terkait dengan batubara. 8. Abu batubara sebagai limbah tidak seperti gas hasil pembakaran, karena merupakan bahan padat yang tidak mudah larut dan tidak mudah menguap sehingga akan lebih merepotkan dalam penanganannya. Apabila jumlahnya banyak dan tidak ditangani dengan baik, maka abu batubara tersebut dapat mengotori lingkungan terutama yang disebabkan oleh abu yang beterbangan di udara dan dapat terhisap oleh manusia dan hewan juga dapat mempengaruhi kondisi air dan tanah di sekitarnya sehingga dapat mematikan tanaman. Akibat buruk terutama ditimbulkan oleh unsur-unsur Pb, Cr dan Cd yang biasanya terkonsentrasi pada fraksi butiran yang sangat halus (0,5 10 m). Butiran tersebut mudah melayang dan terhisap oleh manusia dan hewan, sehingga terakumulasi dalam tubuh manusia dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan akibat buruk bagi kesehatan (Putra,D.F. et al, 1996). 9. Debu halus menyebabkan bronkhitis kronis, asma, gangguan sirkulasi dan kanker. Ini karena partikel halus yang masuk ke dalam paru-paru dan aliran darah. Partikel ini sebagian sudah muncul saat proses pembakaran. Lebih banyak lagi yang diproduksi kemudian di udara melalui reaksi kimia, jelas Profesor Rainer Friedrich dari Uni Stuttgart kepada DW. "Sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) yang terbebas saat pembakaran, bereaksi dengan amoniak menjadi amonium sulfat dan amonium nitrat atau debu halus". Amoniak khususnya ditemukan di atmosfir lewat pupuk pertanian.Sebagai contoh kasus di Amerika Serikat, data Earth Policy Institute di Washington DC menyebutkan bahwa karena pencemaran udara oleh Pembangkit Listrik Tenaga Batubara, rata-rata pertahun telah menyebabkan 23.600 kasus kematian, 554.000 kasus asma, 16.200 kasus bronkitis kronis, dan 38.200 kasus serangan jantung. 10. Penggunaan batubara sebagai sumber energi akan menghasilkan abu yaitu berupa abu layang (fly ash) maupun abu dasar (bottom ash). Kandungan abu layang sebesar 84 % dari total abu batubara. Produksi abu layang batubara dunia yang diperkirakan tidak kurang dari 500 juta ton per tahun dan ini diperkirakan akan bertambah. Hanya 15 % dari produksi abu layang yang digunakan. Sisa dari abu layang cenderung sebagai reklamasi (Tanaka dkk., 2002). Hal ini dapat menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu masalah abu layang batubara harus segera diselesaikan agar tidak terjadi penumpukan dalam jumlah yang besar baik di Indonesia maupun di dunia. Hipotesis Yang Muncul 1. Bagaimana cara kita mengurangi pencemaran dari abu terbang 2. Bagaimana cara kita mengolah abu terbang menjadi bahan yang berguna 3. Partikel mana yg lebih berbahaya dari berbagai partikel yang terkandung dalam abu terbang yang bisa kita filterasi agar dapat kita manfaatkan sebagai bahan pemuas ekonomi. 4. Bagaimana kita bisa tahu kalau kita terkena pencemaran dari abu terbang. 5. Proses apa yang evisien dalam mengolah abu terbang, untuk dapat dimanfaatkan