Anda di halaman 1dari 127

Diterbitkan oleh:

BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR)

I S S N : 1412-2588

Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai


sebagai medium tukar pikiran, informasi, dan
penelitian ilmiah para pemerhati masalah pendidikan.

Penanggung Jawab
Ir. Budi Tarbudin, MBA.
Pemimpin Redaksi
Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.
Sekretaris Redaksi
Rosmawati Situmorang
Dewan Editor
Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.
Prof. Dr. Theresia K. Brahim
Dr. Ir. Hadiyanto Budisetio, M.M.
Dr. Elika Dwi Murwani, M.M.
Etiwati, S.Pd., M.M.
Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.

Alamat Redaksi :
Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470
Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968
http://www.bpkpenabur.or.id
E-mail : jurnalpenabur@bpkpenabur.or.id

Jurnal Pendidikan Penabur


Nomor 22/Tahun ke-13/Juni 2014
ISSN: 1412-2588

Daftar Isi
Pengantar Redaksi

i
ii - v

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut melalui Metode Debat Aktif dalam Layanan Bimbingan
Kelompok,
Cahyo Purnomo,
1-11
Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri Secara Aktif dan Diskusi dalam Bimbingan Kelompok
untuk Meningkatkan Pengaturan Diri dalam Belajar,
Pratama Manihuruk,
12-22
Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa melalui Metode Latihan,
23-33

Sakila,

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan dan Kenaikan Pangkat Pegawai Guru,
Elika Dwi Murwani,
34-46
Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru melalui Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Komunikasi
Asertif Guru,
Hendrik Gunawan,
47-58
Meningkatkan Kinerja dan Komitmen Organisasi Berdasarkan Kemampuan, Kepuasan Kerja,
Pembelajaran, dan Pengambilan Keputusan,
Upi Isabella Rea,
59-71
Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter Siswa melalui Pendidikan
Agama Kristen,
Maria Evvy Yanti,
72-83
Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013 untuk Jenjang Sekolah
Dasar,
Hilda Karli,
84-96
Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah,

Mudarwan,

Resensi buku: 10 Karakter yang Harus Dimiliki Guru yang Sangat Efektif,
107-110
Profil BPK PENABUR Cimahi,

Fredrika HR,

97-106

Lisa Kumalanty,

111-118

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

Pengantar Redaksi
etelah diberlakukannya Undang-undang N0. 22 Tahun
1999 tentang Otonomi Daerah, sistem pemerintahan
Indonesia berubah dari sentralisasi ke desentralisasi
yang intinya terjadi pergeseran wewenang pengambilan
keputusan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, khususnya
ke Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten/Kota. Pergeseran
wewenang ini diharapkan dapat membuat pengambilan keputusan
kebijakan dan operasional lebih cepat, akurat, dan relevan dengan
kondisi serta kebutuhan daerah setempat sehingga lebih efektif dan
lebih efisien. Dalam jangka panjang, desentralisasi itu akan memacu
dan mempercepat pembangunan daerah sehingga kesejahteraan
masyarakat dapat terwujud sesuai dengan kemampuan masingmasing daerah.
Desentralisiasi bermakna memperluas wilayah wewenang
organisasi di tingkat lebih rendah dengan tidak mengabaikan
prinsip atau nilai dasar yang dianut organisasi secara keseluruhan.
Keberhasilan desentralisasi tergantung pada konsistensi
penerapannya serta kemampuan penerima wewenang. Pemberi
wewenang harus percaya bahwa yang diberi wewenang akan
menggunakan wewenang secara benar dan keputusan yang diambil
adalah untuk mencapai tujuan organisasi. Pemberi wewenang akan
berfokus memantau, mengevaluasi dan mengendalikan keputusankeputusan penerima wewenang. Apabila pengambil keputusan di
tingkat bawah tidak atau kurang mampu menggunakannya maka
keputusan yang diambil tidak efektif dan tidak efisien. Lebih jauh
lagi, dapat mengakibatkan penyalahgunaan wewenang yang
berakibat buruk terhadap organisasi secara keseluruhan.
Keberhasilan desentralisasi tergantung kemampuan penerima
wewenang memahami serta menghayati visi, misi, dan tujuan
organisasi serta komitmen mewujudkannya, di samping
kemampuan manejerial dan kepemimpinan yang unggul.
Komitmen terhadap organisasi berhubungan dengan loyalitas
atau kesetiaan pada nilai-nilai organisasi yang terlihat pada
pertimbangan dan premis yang dipergunakan dalam mengambil
keputusan organisasi. Setiap keputusan diambil dan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan jangka pendek, menengah, atau panjang
organisasi. Semakin tinggi komitmen, semakin tinggi pula kesetiaan
pada organisasi sehingga membuat individu secara berangsur
mengintegrasikan dan mengidentifikasikan dirinya sama dengan
organisasi. Apabila keadaan ini sudah tercapai, tanggung jawab
terhadap dan rasa memiliki organisasi menjadi tinggi serta
memotivasi bekerja keras, berbakti, dan berkorban untuk organisasi.
Komitmen dan loyalitas mengurangi fungsi pengawasan tetapi
meningkatkan fungsi koordinasi.
Kebijakan desentralisasi dengan memberikan otonomi ke
Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten/Kota juga berdampak pada

ii

Jurnal Pendidikan Penabur - No.21/Tahun ke-12/Desember 2013

pengelolaan pendidikan di daerah dengan berperannya Bupati/


Walikota dan Kepala Dinas Pendidikan mengambil keputusan/
kebijakan pendidikan. Pengambil keputusan di kedua tingkat itu
strategis dan mempengaruhi langsung kegiatan, mutu, serta
pemerataan pendidikan dasar dan menengah di daerah.
Sungguhpun standar nasional pendidikan ditetapkan secara
terpusat, pengangkatan dan penempatan pendidik dan tenaga
kependidikan menjadi wewenang Pemerintah Daerah tingkat
Kabupaten/Kota. Apabila wewenang ini tidak dipergunakan secara
tepat, proses pendidikan di satuan pendidikan dapat terganggu
sehingga standar proses dan standar kelulusan tidak tercapai.
Berbarengan dengan kebijakan desenteralisasi, di pendidikan
dasar dan menengah diperkenalkan konsep manajemen berbasis
sekolah (MBS) yang pada dasarnya memberikan wewenang kepada
kepala sekolah, guru, orangtua serta masyarakat melalui komite
sekolah, dan kadang-kadang mengikutsertakan peserta didik dalam
proses pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan
pendidikan di satuan pendidikan. Otonomi yang diberikan kepada
sekolah dalam MBS ialah membuat keputusan berkaitan dengan
kegiatan operasional sekolah, pendanaan, usul pengangkatan/
perpindahan/pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan,
pengembangan kurikulum dan program kegiatan sekolah,
pengaturan kalender pendidkan, pengadaan buku pelajaran serta
sumber belajar/pembelajaran lainnya. Dalam melaksanakan MBS
itu, pengambilan keputusan di tingkat sekolah memperhatikan
rambu-rambu yang berlaku secara nasional dan daerah, seperti
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Standar
Nasional Pendidikan yang menetapkan standar minimal isi, proses,
kompetensi lulusan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pendidik
dan tenaga kependidikan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional serta
Standar Nasional Pendidikan memberikan daerah dan sekolah
rambu-rambu dalam menggunakan otonomi pengelolaan pendidikan
termasuk dalam melaksanakan MBS. Dalam penerapan Kurikulum
2013 (K 13) , sebagai salah satu unsur Standar Isi, setiap sekolah
harus memenuhi tuntutan K 13 dalam proses pembelajaran termasuk
silabus dan buku teks pelajaran yang disusun secara terpusat.
Peluang bagi sekolah mengembangkan K 13 secara kreatif dengan
berinovasi dalam pembelajaran menjadi terbatas, sungguhpun guru
diberikan kebebasan dalam menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) setiap pertemuan pembelajaran. Sementara itu
Standar Penilaian dan Standar Kelulusan memberikan ruang untuk
ujian nasional (UN) yang kemudian dijadikan orientasi tujuan dan
proses pembelajaran di banyak sekolah.
Dalam kenyataannya sekolah negeri sendiri memperoleh
otonomi pengelolaan pendidikan berbasis sekolah dengan berbagai
rambu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Dinas
Pendidikan di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Hasil
pemantauan delapan tahun sesudah MBS diberlakukan memberikan
gambaran antara lain, kepala sekolah merasa memperoleh
Jurnal Pendidikan Penabur - No.21/Tahun ke-12/Desember 2013

iii

wewenang mengelola sekolah dengan pola MBS, tetapi dibatasi


dengan berbagai rambu yang membuatnya tidak leluasa menerapkan
MBS itu sehingga beberapa wewenang itu tidak dapat diterapkan,
misalnya dalam pengadaan buku teks pelajaran dan perpustakaan
serta pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana sekolah
pendidikan, termasuk juga pengalokasian dan penggunaan dana
operasional sekolah. Di samping itu, hasil pemantauan juga
menunjukkan MBS tidak atau kurang berjalan di sejumlah sekolah
karena kepala sekolah tidak mampu melaksanakan dan
mengembangkannya. Sungguhpun demikian, banyak juga sekolah
yang berkembang dan berhasil meningkatkan mutunya karena
berhasil menerapkan MBS dengan dukungan orang tua, masyarakat,
Pemerintah Daerah, serta sponsor yang mendampingi sekolah
tersebut.
Sekolah swasta juga tidak luput dari berbagai rambu yang dapat
membatasi kreativitas dan usaha kepala sekolah dan guru
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan. Sungguhpun tidak
sepenuhnya tergantung pada pemerintah, sekolah swasta diawasi
dan dibina oleh Pemerintah dengan menggunakan berbagai standar
pendidikan. Di samping itu Yayasan yang menaungi sekolah swasta
memberikan rambu-rambu kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga
kependidikan untuk melaksanakan visi dan misi Yayasan. Tidak
jarang terjadi rambu-rambu yang datang dari berbagai pihak tidak
sinkron sehingga menyulitkan posisi sekolah.
Sebagai organisasi, lembaga pendidikan memiliki ciri khas yang
membedakannya dengan organisasi nonpendidikan. Lembaga
pendidikan berfungsi melayani setiap individu dengan memberikan
kesempatan dan kemudahan belajar dengan gaya belajar masingmasing sehingga memperoleh kemampuan yang mereka perlukan
dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Dilihat dari sistem, peserta didik merupakan masukan yang
diberikan pengalaman belajar dalam proses pendidikan sehingga
menjadi keluaran sebagai lulusan yang bermutu. Akan tetapi dalam
memberikan pengalaman belajar, peserta didik tidak boleh
diperlakukan sebagai mengolah bahan mentah dengan
menggunakan mesin di industri. Peserta didik memiliki jasmani, roh,
pikiran, naluri, emosi, dan perasaan serta harus diperlakukan secara
manusiawi sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Pendapat bahwa peserta
didik adalah seperti kertas putih polos yang dapat ditulisi atau
digambar sesuai dengan keinginan guru, sebagaimana diteorikan
oleh John Locke, sudah lama ditinggalkan. Walaupun diakui bahwa
lingkungan mempunyai pengaruh terhadap proses dan hasil
pendidikan, teori itu kemudian disempurnakan dengan
memperlakukan peserta didik sebagai subjek dan bukan objek
pendidikan.
Kemajuan pengetahuan tentang apa, siapa, dan bagaimana
manusia mempengaruhi proses pendidikan khususnya dalam
kegiatan belajar-membelajarkan. Karakteristik dan kepentingan
peserta didik didahulukan sehingga pendekatan pembelajaran yang
semula berpusat kepada guru berubah menjadi berpusat kepada
iv

Jurnal Pendidikan Penabur - No.21/Tahun ke-12/Desember 2013

peserta didik. Strategi pembelajaran pun berkembang dari mengajar


pesera didik (pendekatan satu arah) dengan memberikan
pengetahuan sebanyak-banyaknya dengan penilaian berbasis
menghafal (pengetahuan), berubah menjadi membelajarkan peserta
didik atau membuat mereka aktif belajar dengan penilaian berbasis
kemampuan. Memahami bagaimana peserta didik belajar, para ahli
mengembangkan teori belajar seperti belajar berbasis masalah,
belajar dengan menemukan, belajar berbasis proyek, belajar berbasis
masalah, belajar dengan berkolaborasi,dan belajar dengan bekerja
sama, yang semuanya membuat peserta didik menjadi pelaku aktif
belajar. Perkembangan strategi belajar itu berkaitan erat dengan
perkembangan teori behaviorisme, kognitivisme, dan
konstruktivisme yang menjelaskan bagaimana manusia itu belajar
dan berprilaku. Teori-teori belajar ini juga dijadikan pertimbangan
dalam mengembangkan K 13. Pembelajaran tematis berbasis
kegiatan, serta pendekatan ilmiah (scientific inquiry), serta penilaian
berbasis kemampuan yang seimbang sikap, pengetahuan dan
keterampilan menjadi contoh penciri K 13.
Uraian sebelumnya menunjukan mengelola dan memimpin
satuan pendidikan dengan berbagai rambu yang harus dipedomani
memerlukan keahlian tersendiri. Teori manjemen dan kepemimpinan
umum tidak dapat diterakan begitu saja dalam dunia pendidikan.
Kepala satuan pendidikan diharapkan berfungsi sebagai (a) tutor
yang membantu pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa
melaksnakan tugasnya secara professional, (b) pelayan yang
memberikan kemudahan serta memenuhi kebutuhan semua
pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan, serta (c)
perancang yang merencanakan pengembangan pendidikan di
satuan pendidikan.
Jurnal Pendidikan PENABUR Edisi Juni 2014 ini memuat
berbagai tulisan berkaitan dengan pengelolaan sekolah termasuk
pengelolaan pembelajaran untuk mewujudkan pembelajaran yang
inovatif dan menyenangkan. Pendidik dan tenaga kependidikan
merupakan ujung tombak dalam menjalankan fungsi sekolah
sebagai lembaga pendidikan. Komitmen dan kesetiaan mereka
terhadap tugasnya dipengaruhi oleh sistem pengembangan karier
mereka di sekolah, termasuk tata cara penilaian kinerja, kenaikan
pangkat serta jabatan yang berakibat langsung pada pendapatan
dan kesejahterannya. Tulisan dengan Efektivitas Implementasi
Kebijakan Sistem Kepangkatan Dan Kenaikan Pangkat Pegawai
(KKPP) Guru di BPK PENABUR melaporkan hasil penelitian sejauh
mana kebijakan sistem KKPP guru di BPK PENABUR telah
dilaksanakan secara efektif. Di samping itu tulisan berjudul
Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi
Berdasarkan Kemampuan, Kepuasan Kerja, Pembelajaran, dan
Pengambilan Keputusan menunjukkan pengaruh kemampuan,
kepuasaan kerja, pembelajaran, dan pengambil keputusan dapat
meningkatkan kinerja dan komitmen organisasi yang mendukung
uraian pada awal Pengantar Redaksi ini. Manajemen yang baik
didukung oleh kepemimpinan yang kondusif dan dalam kegiatan itu
Jurnal Pendidikan Penabur - No.21/Tahun ke-12/Desember 2013

terjadi komunikasi untuk mempengaruhi yang dipimpin. Hubungan


kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja guru juga
menjadi salah satu ulasan dalam Edisi ini.
Keberhasilan manajemen dan kepemimpinan di lembaga
pendidikan terwujud secara nyata dalam proses pembelajaran di
dalam kelas, seperti upaya guru dalam menciptakan pembelajaran
yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, efisien, dan menyenangkan. Dalam
kaitannya dengan proses pembelajaran, Edisi ini memuat laporan
penelitian tentang meningkatkan pemahaman studi lanjut melalui
metode debat aktif dalam layanan bimbingan kelompok, penggunaan
kombinasi metode penilaian diri secara aktif dan diskusi dalam
bimbingan kelompok untuk meningkatkan pengaturan diri dalam
belajar. Tentu banyak metode dan teknik pembelajaran lain yang
dapat dikembangkan oleh guru melalui penelitian tindakan kelas
untuk meningkatkan mutu dan hasil pembelajaran.
Dalam pendidikan dan pembentukan karakter peserta didik,
pendidikan agama dan peran orang tua sangat penting sebagaimana
terlihat dalam K 13 yang berbeda dengan Kurikulum 2006,
sebagaimana juga dibahas dalam beberapa tulisan berikut termasuk
isu mutakhir yang mempersoalkan sekolah belajar atau menilai.
Pembentukan karakter peserta didik akan lebih efektif kalau
dilakukan dengan contoh atau teladan perilaku. Dalam konteks yang
demikianlah, Edisi ini memuat resesensi buku dengan tema
pengembangan karakter guru.
Untuk melengkapi edisi ini, dipaparkan pula Profil BPK
PENABUR Cimahi, yang secara terus menerus mengem-bangkan
pengelolaan pendidikannya agar dapat memberikan pelayanan yang
lebih baik dan lebih bermutu berlandaskan nilai-nilai Kristiani.
Jurnal Penabur Edisi Juni 2014 ini terbit menyongsong tahun ajaran
baru 2014/2015. Dewan Redaksi mengucapkan selamat bekerja dan
sampai bertemu lagi pada Edisi Desember 2014 yang akan datang.
Redaksi

vi

Jurnal Pendidikan Penabur - No.21/Tahun ke-12/Desember 2013

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif


Penelitian

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut melalui


Metode Debat Aktif dalam Layanan Bimbingan Kelompok

Cahyo Purnomo
E-mail : dominggo_coy@yahoo.co.id
SMPK BPK PENABUR Gading Serpong Jakarta

Abstrak
emilih studi lanjut setamat dari jenjang SMP bisa merupakan keadaan yang sulit bagi para
siswa yang masih dalam kategori remaja. Keadaan itu semakin dipersulit karena
pemahaman remaja belum terarah dan sangat tergantung oleh pihak luar, yaitu teman
bahkan harapan orangtua. Pengalaman menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang
mengalami kesulitan untuk membuat keputusan pilihan studi lanjutnya berdasarkan pemahaman
yang tepat tentang kualitas diri dan informasi sekolah lanjutan. Penelitian Tindakan Bimbingan
dan Konseling ( PTBK ) yang dilakukan selama empat bulan dalam Tahun Pelajaran 2012 2013
ini, dimaksudkan untuk membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman studi lanjutnya melalui
metode debat aktif dalam layanan bimbingan kelompok. Setelah melalui dua kali siklus, hasilnya
siswa berani membuat keputusan pilihan studi lanjutnya berdasarkan pemahaman diri dan
informasi yang tepat tentang pilihan studi lanjutnya. Berdasarkan hasil penelitian, guru disarankan
untuk menggunakan metode pembelajaran yang mengajak siswa lebih aktif dalam menggali
informasi tentang pilihan studi lanjut sehingga membuat siswa lebih aktif, mau berbagi informasi
dan menyenangkan yang pada akhirnya siswa dapat membuat keputusan berdasarkan pemahaman
yang dimilikinya.

Kata kata kunci : Studi lanjut, metode debat aktif, bimbingan kelompok.
Enhancing the Understanding of Further Study Through
Active Debate in Group Consulting Service
Abstract
Choosing higher education after from junior high school can be the hardest situation for students who are
categorized as teenagers. This situation gets more complicated because their lack of understanding of higher
education. Peer group and parents expectations are the other things which intricate their decision. Study
shows that many students still have the difficulties to make decesion for their higher education based on
accurate self quality understanding and information. Guidance and Councelling Action Research (PTBK)
been done for 4 months in 2013 2014 term, was made to help students develop their understanding of their
further study by conducting active debate in group counseling. After 2 cycles of sessions, it shows that the
students are able to make decision about their further study based on their self understanding and information.
According to the study, teachers are suggested to use a teaching method which makes students to be more
active in gaining information about their furtheir education and are willing to share information. At the end,
the students are able to make their own decision according to their own understanding.
Key words : Further study, active debate method, group consulting service

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif

Pendahuluan
Lembaga pendidikan khususnya sekolah
merupakan wadah pembentukan pribadi
peserta didik ke arah yang lebih baik.
Pembentukan pribadi tersebut mencakup
perkembangan dalam aspek fisik, mental dan
intelektual. Perkembangan tersebut dalam
rangka mempersiapkan sumber daya manusia
yang siap menghadapi kompetisi di dunia kerja.
Dalam hal ini sekolah sebagai sarana
membentuk lulusan yang berkualitas dan
memiliki kompetensi yang memadai untuk
kariernya pada masa yang akan datang.
Di Indonesia upaya-upaya dalam
mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang
berkualitas dan memiliki keunggulan kompetitif
dapat kita lihat dalam Undang-Undang no. 20
tahun 2003 Pasal 3, BAB II, h.6 yaitu :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak,
sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan
menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Djumhur dan Surya (1975: 9) mengulas
tentang sekolah sebagai suatu lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan formal
mempunyai peran yang penting dalam usaha
mendewasakan anak dan menjadikannya
sebagai anggota masyarakat yang berguna,
sekolah turut pula bertanggung jawab atas
anggota masyarakat yang dihasilkannya.
Berdasarkan asesmen guru BK mengenai
pertanyaan setamat SMP para peserta didik mau
kemana untuk melanjutkan studi lanjutnya, 60%
hingga 80% peserta didik belum mengetahui mau
kemana melanjutkan studi mereka. Hal yang
sudah dilakukan oleh guru BK adalah
memberikan layanan informasi berkaitan
dengan informasi SMA dan SMK yang dapat
dipilih siswa. Permasalahan yang terjadi di
kalangan para peserta didik kelas IX SMPK
PENABUR Gading Serpong adalah kesulitan
2

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

dalam memilih studi lanjut. Hal tersebut


ditunjukkan dengan perilaku bingung
menentukan mau masuk SMA atau SMK yang
akan dipilih. Masih ada perbedaan keinginan
antara orang tua dan siswa mengenai sekolah
yang akan dipilih, dan belum dapat
memutuskan mengenai bidang karir yang akan
ditekuni dimasa depan.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut diperlukan layanan dari seorang guru bimbingan dan
konseling dalam usaha memberikan arahan dan
petujuk kepada siswa dalam menentukan karir
pada masa mendatang. Tanpa bimbingan dan
arahan guru bimbingan konseling, siswa tidak
akan mendapatkan gambaran tentang masa
depannya yang disesuaikan dengan bakat,
minat dan kemampuan yang dimilikinya. Oleh
karena itu sangat penting guru pembimbing
membantu peserta didik dalam menentukan
pilihan studi lanjut.
Bimbingan dan konseling memiliki peranan
penting dalam membantu permasalahan siswa
terutama dalam hal memilih program studi
lanjutan. Untuk membantu siswa dalam hal
tersebut perlu diberikan layanan bimbingan dan
konseling yang lebih terarah, yaitu dengan
menerapkan layanan bimbingan kelompok
dengan metode debat aktif.
Berdasarkan permasalahan yang berkembang di atas, maka penelitian tindakan
bimbingan dan konseling ini memfokuskan
pada upaya penerapan layanan bimbingan
kelompok dengan metode Debat Aktif, dengan
judul : Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut
Melalui Metode Debat Aktif Dalam Layanan
Bimbingan Kelompok. Pemahaman yang
dimiliki oleh peserta didik tentang pemilihan
studi lanjutnya sangat dipengaruhi oleh
informasi yang ada pada diri peserta didik itu
sendiri berkaitan dengan informasi sekolah
lanjutnya. Selain itu, juga faktor harapan
orangtua juga menjadi penentu bagi seorang
peserta didik dalam mengambil keputusan,
karena kerap kali harapan orangtua disertai
dengan pemaksaan dengan alasan
orangtualah yang membiayai pendidikan.
Peneliti pada penelitian tindakan kelas saat ini
hanya memfokuskan pada pemahaman peserta
didik berkaitan dengan informasi yang dimilikinya. Untuk itu peneliti merumuskan rumusan

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif

masalah dalam penelitian ini adalah


Bagaimana meningkatkan pemahaman
peserta didik dalam pemilihan studi lanjut
melalui layanan bimbingan kelompok dengan
metode debat aktif?
Bertolak dari rumusan masalah yang telah
disebutkan di atas, penelitian tindakan bimbingan konseling dilakukan dengan tujuan berikut.
1. Mencari metode bimbingan yang tepat
untuk meningkatkan pemahaman siswa
dalam pemilihan studi lanjut sehingga
dapat membuat keputusan dengan berdasarkan informasi yang benar dan
mempertimbangkan kemampuan diri.
2. Mengujicobakan metode debat aktif dalam
bimbingan kelompok untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap pemilihan
studi lanjut.
3. Melatih siswa untuk menggali berbagai
informasi tentang sekolah lanjutan sehingga dengan informasi itu siswa dapat
memutuskan pilihan studi lanjutnya
dengan tepat sesuai kemampuan diri.
Secara umum peneliti berharap bahwa
melalui penelitian ini banyak manfaat yang bisa
disimpulkan dan dipelajari baik bagi peneliti
sendiri selaku guru pembimbing maupun bagi
pihak lain yang peduli dan berkepentingan bagi
tumbuh dan kembangnya siswa dalam hal
pemilihan studi lanjut. Secara spesifik peneliti
merumuskan maanfaat penelitian ini sebagai
berikut.
1. Bagi siswa, memiliki pemahaman menyelesaikan masalah dalam memilih studi lanjut
setamat SMP.
2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling, dapat
dijadikan bahan masukan dalam melaksanakan layanan bimbingan kelompok untuk
membantu peserta didik dalam memilih
studi lanjut setamat SMP.
3. Bagi sekolah, dapat dijadikan bahan
masukan dalam merencanakan program
sekolah khususnya dalam pendampingan
dan informasi studi lanjut setamat SMP.
4. Bagi orangtua murid, dapat dijadikan
masukan untuk melihat kondisi keinginan
anak dengan disesuaikan kemampuannya
dalam pemilihan studi lanjut setamat SMP.

Kajian Pustaka
Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance
yang di dalamnya terkandung beberapa makna.
Sertzer & Stone dalam Winkel (1981 : 66 )
mengemukakan bahwa guidance is the process of
helping individuals to understand themselves and
their word. Winkel (1981 : 65) mengemukakan
bahwa guidance mempunyai hubungan dengan
guiding : showing a way (menunjukkan jalan),
leading (memimpin), conducting (menuntun),
giving instructions (memberikan petunjuk),
regulating (mengatur), governing (mengarahkan)
dan giving advice (memberikan nasehat). Bimo (
2010 : 6 ) mengemukakan bimbingan merupakan
suatu pertolongan yang menuntun. Menurut
Prayitno dan Erman ( 2004 : 95 ), bimbingan
adalah bantuan yang diberikan kepada individu
dalam membuat pilihan dan penyesuaian yang
bijaksana. Penggunaan istilah bimbingan seperti
dikemukakan di atas tampaknya proses
bimbingan lebih menekankan kepada peranan
pihak pembimbing. Hal ini tentu saja tidak
sesuai lagi dengan arah perkembangan dewasa
ini, ketika klienlah yang justru dianggap lebih
memiliki peranan penting dan aktif dalam proses
pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang
diambilnya.
Kelompok dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia ( 2008 : 658 ) adalah kumpulan manusia
yang merupakan kesatuan beridentitas dengan
adat istiadat dan sistem norma yang mengatur
pola interaksi antarmanusia itu. Kelompok yang
dimaksud adalah sekumpulan siswa yang
berada dalam satu situasi dan memiliki
kemiripan dalam masalah yang dihadapi.
Kelompok ini merupakan subyek layanan
bimbingan dan konseling yang membutuhkan
pendampingan dan pengentasan dalam
masalah yang dihadapinya, yaitu penentuan
pemilihan studi lanjut setamat SMP.
Gazda dalam Prayitno dan Erman ( 2004 :
308 ) berpendapat bahwa bimbingan kelompok
di sekolah merupakan kegiatan informasi
kepada sekelompok siswa untuk membantu
mereka menyusun rencana dan keputusan yang

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif

tepat. Winkel menuliskan bahwa bimbingan


kelompok merupakan layanan bimbingan yang
diberikan kepada lebih dari satu orang pada
waktu yang bersamaan. Selanjutnya, Winkel juga
berpendapat bahwa dalam bimbingan kelompok
para siswa akan menemukan pengalaman yang
khas dalam proses yang dialaminya dalam
aktifitas layanan. Dalam layanan bimbingan
kelompok, masing masing siswa dapat
memberikan tambahan informasi dan juga
bahkan membantu siswa yang lain dalam
pengetasan masalah. Melalui kegiatan sharing
semua anggota dalam kelompok dapat
memberikan masukan dan pendapatnya. Hal itu
akan memperkaya siswa dalam pemahaman dan
pengertiannya terhadap topik yang sedang
dibahas.
Metode Debat Aktif
Metode yang diberikan kepada siswa dalam
rangka penyampaian materi bimbingan
kelompok perlu dipersiapkan dengan baik agar
menimbulkan ketertarikan dan mendorong
aktifnya para peserta didik. Membuat
pembelajaran yang menarik dan sekaligus
mengaktifkan siswa banyak caranya, antara lain
dengan model debat aktif. Model pembelajaran
debat aktif merupakan modifikasi dari modelmodel diskusi terbuka yang terjadi di kalangan
kampus. Namun saat ini mulai dikembangkan
untuk para peserta didik di sekolah baik siswa
SMA maupun SMP. Pelaku debat perlu banyak
menguasai konsep atau argumentasi yang kuat
agar mampu mempertahankan pendapatnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
debat ( 2008 : 301 ) berarti pembahasan dan
pertukaran pendapat mengenai suatu hal
dengan saling memberi alasan untuk
mempertahankan pendapat masing masing.
Aktif dalam Kamus yang sama ( 2008 : 31 ) berati
giat berusaha. Kegiatan debat menuntut siswa
terlebih dahulu mencari informasi sebanyak
mungkin, sehingga dalam proses debat siswa
dapat mempertahankan pendapatnya serta
mampu memberikan alasan yang bersifat
realistik dan mengandung kebenaran. Tiap tiap
siswa dalam proses debat dapat memberikan
argumentasi masing masing sesuai
pengetahuan dan pemahamannya. Maidar dan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

Mukti ( 1988 : 40 ) mengatakan peserta debat


dapat bertukar pikiran secara konstruktif dan
kolektif untuk menganalisis data yang
fundamental.
Model pembelajaran debat aktif tersebut
dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Membuat sebuah pernyataan yang
kontroversi terhadap materi yang telah kita
berikan sebelumnya. Misalnya dalam hal ini
keuntungan masuk SMA atau masuk SMK.
b. Bentuk siswa dalam 2 kelompok besar di
dalam kelas.
c. Satu kelompok adalah sebagai kelompok
PRO atau pendukung pernyataan tersebut,
sementara satu kelompok yang lain adalah
sebagai kelompok KONTRA atau kelompok
yang menolak pernyataan tersebut.
d. Silakan tanyakan kepada kelompok PRO,
mengapa mereka mendukung pernyataan
tersebut. Alasan-alasan apa yang
menguatkan pernyataan tersebut ?
e. Sementara untuk kelompok KONTRA harus
mempertahankan pendapatnya tersebut
juga disertai dengan argumentasi yang
masuk akal.
f. Atur lalu-lintas debat agar tidak terjadi
debat kusir.
Manfaat Peningkatan Pemahaman Studi
Lanjut melalui Metode Debat Aktif
Metode debat aktif dalam meningkatkan
pemahaman peserta didik terhadap pemilihan
studi lanjutnya merupakan pengintegrasian
berbagai kemampuan dan kemahiran intelektual
peserta didik itu sendiri. Manfaat metode debat
aktif dalam peningkatan pemahaman studi
lanjut antara lain sebagai berikut.
a. Peserta didik dapat mengenal (mendeskripsikan) karakteristik diri (minat, nilai,
kemampuan, dan ciri-ciri kepribadian), yang
darinya peserta didik dapat mengidentifikasi bidang studi yang sesuai dengan
dirinya.
b. Peserta didik memperoleh pemahaman
tentang berbagai hal terkait dengan dunia
(studi) yang akan dimasukinya, seperti
tingkat keluasan karier yang ditawarkan,
deskripsi tugas dalam berbagai bidang

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif

pekerjaan, pengaruh perkembangan


teknologi terhadap bidang kerja tertentu,
kontribusi yang dapat diberikan dalam
bidang pekerjaan tertentu pada masyarakat,
dan tuntutan kemampuan kerja dalam
bidang-bidang pekerjaan tertentu di masa
depan.
c. Peserta didik mampu mengidentifikasi
berbagai bidang pendidikan yang tersedia
dan relevan dengan berbagai bidang
pekerjaan.
d. Peserta didik mampu mengambil keputusan
karier bagi dirinya sendiri, merencanakan
langkah-langkah
konkrit
untuk
mewujudkan perencanaan kelanjutan
studinya yang realistik bagi dirinya.
e. Peserta didik mampu menyesuaikan diri
dalam mengimplementasikan pilihannya
dan mampu merencanakan pilihannya
sesuai dengan karier yang diharapkannya.
Bimbingan dan Konseling di SMP
diarahkan untuk membantu peserta didik dalam
perencanaan dan pengarahan kegiatan serta
dalam pengambilan keputusan yang membentuk
pola karier tertentu dan pola hidup yang akan
memberikan kepuasan bagi dirinya dan
lingkungannya.
Bimbingan dan Konseling dapat
dimanfaatkan oleh setiap peserta didik yang
secara khusus mengalami hambatan dalam
menentukan pilihan program studi lanjutannya.
Melalui konseling karier, siswa akan lebih
mantap dalam melaksanakan proses
pembelajaran di jenjang pendidikan selanjutnya.
Pemilihan Studi Lanjut setamat SMP
a. Pengertian merencanakan studi lanjut
Wajib belajar sembilan tahun di Indonesia
disosialisasikan tahun 1995dan hanya
sampai pada tingkatan menengah pertama
atau setelah tamat dan lulus dari sekolah
dasar. Akan tetapi bukan tidak mungkin,
beberapa siswa yang akan melanjutkan
sekolah pada jenjang yang lebih tinggi
sehingga mampu menunjang inteligensi
dan kompetensi yang dimilikinya. Pada era
globalisasi seperti ini tidak menutup
kemungkinan bahwa setiap pekerjaan
membutuhkan tenaga yang profesional di
bidangnya. Untuk mewujudkan semua itu

maka individu harus memiliki kompetensi


yang cukup. Berbicara tentang pekerjaan
tampaknya sulit untuk dipisahkan dari
yang namanya persekolahan, sebab sekolah
sebagai wadah untuk mempersiapkan diri
masuk pada kehidupan di masyarakat.
Oleh karena itu, sekolah harus bisa
mempersiapkan peserta didiknya sesuai
dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.
Bimo (2010 : 204 ) berpendapat bahwa
bimbingan karier pada jenjang SMP juga
dibutuhkan oleh siswa, baik untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi
maupun untuk mencari pekerjaan yang
karena alasan tertentu tidak dapat
melanjutkan sekolahnya. Jangka panjang
bimbingan karier di jenjang SMP diperlukan agar para siswa bisa berpikir runtut
untuk jenjang pendidikannya, artinya
program pilihan sekolah sejalan dari
jenjang SMP sampai ke perguruan tinggi.
Pada akhirnya pilihan studi berkaitan
dengan pilihan pekerjaan yang nantinya
akan digelutinya.
b. Langkah-langkah dalam Merencanakan
dan Memilih Studi Lanjutan
Untuk memilih suatu sekolah tak lepas dari
prospek masa depan individu yang dapat
mendukung cita-citanya. Pada umumnya
dapat dikatakan bahwa ada perbedaan
sekolah lanjutan antara sekolah umum dan
sekolah kejuruan. Sekolah umum mempersiapkan siswanya untuk melanjutkan ke
perguruan tinggi. Sedangkan sekolah
kejuruan mempersiapkan siswanya untuk
masuk dunia kerja atau siap kerja.
Untuk dapat merencanakan studi lanjutan
setelah SMP, Winkel ( 1981 : 623 )
menyebutkan perlu adanya pertimbangan
serta langkah-langkah yang berkaitan
dengan keadaan dirinya dan masa
depannya, antara lain :(a) menyesuaikan
dengan bakat dan minat siswa, (b)
kemampuan fisik, akademis dan sosil
ekonomi, (c) keadaan sekolah lanjutan,
(d)kesempatan dan peluang yang tersedia,
dan (e) prospek karier pada masa depan
Ketika individu di lingkungan selalu
memandang bahwa pendidikan itu penting dan
anak harus sekolah di sekolah yang bermutu,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif

individu akan memilih sekolah yang menurut


mereka sangat bermutu dan berkua-litas.
Sedangkan mereka yang memandang bahwa
sekolah hanya sebagai modal untuk bekerja,
mereka akan memilih sekolah yang biasa saja,
yang penting bisa sekolah. Hal tersebut juga
dipengaruhi oleh impian peserta didik dalam
menentukan pilihan karier mereka. Setelah lulus
dari jenjang SMP, peserta didik dapat memilih
apakah akan melanjutkan ke SMA/MA/SMK
atau cukup mengikuti kursus yang ada sesuai
dengan pilihan kariernya masing masing.

bing terpanggil untuk melakukan pendampingan secara khusus melalui layanan


bimbingan kelompok dengan metode debat aktif.
Penelitian Tindakan Bimbingan dan
Konseling ini dilaksanakan selama empat bulan
pada tahun pelajaran 2012/ 2013, dari akhir
bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Oktober
2012. Waktu yang diperlukan untuk bimbingan
dan konseling di dalam kelas adalah 5 jam
pelajaran, dan 1 jam pelajaran berlangsung
selama 45 menit.
Jadwal penelitian untuk merencanakan
tahapan penelitian.
a. Tahap perencanaan
Tahap perencanaan dimulai dari proses
asesmen sampai dengan penyusunan
materi layanan tindakan. Tahap perencanaan ditampilkan di tabel 1.
b. Tahap tindakan
Tahap tindakan dimulai dari kegiatan
bimbingan kelompok di kelas, yaitu aktifitas
pembelajaran melalui metode debat aktif.

Metode Peneltian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian tindakan Bimbingan
dan Konseling (action research) dengan
menggunakan model spiral Kemmis dan Taggart.
Rochiati ( 2005 : 66 67 ) mengemukakan salah
satu model penelitian tindakan adalah model
spiral, terdiri atas empat tahapan, yaitu
perencanaan ( plan ), tindakan ( act ), pengamatan
( observe ) dan refleksi (reflect ). Hal
ini
dimaksudkan
untuk
Tabel 1: Kegiatan Perencanaan
mendapatkan hasil penggunaan
layanan bimbing-an kelompok
No.
Kegiatan
Waktu
dengan metode debat aktif untuk
1. Asesmen masalah
Awal Juli 2012
meningkatkan pemaha-man peserta

didik dalam memilih program studi


2. Analisis hasil asesmen Minggu ke 2 Juli 2012
lanjut setamat SMP. Metode
penelitian tindakan bim-bingan dan
Penyusunan materi
3.
Minggu ke 3 Juli 2012
konseling diartikan sebagai suatu
layanan tindakan
kajian reflektif yang dilakukan
Menentukan jadwal
konselor/ guru pembimbing dalam
4.
Minggu ke 4 Juli 2012
pelaksanaan
meningkatkan kemam-puannya
berpikir secara rasional dan
bertindak untuk memperbaiki
kualitas bimbingannya terhadap siswa.
Setiap kelas dari subyek penelitian di bagi
Subjek penelitian adalah siswa kelas IX
kedalam dua kelompok besar, yaitu
SMPK BPK PENABUR Gading Serpong tahun
kelompok kontra dan kelompok yang pro
pelajaran 2012/ 2013 dan setelah proses
terhadap alternatif pilihan kelanjutan studi.
pengamatan dipilihlah satu kelas sebagai subyek
Tiap kelompok akan memberikan
penelitian, yaitu 9 D . Alasan pemilihan subyek
argumentasi berdasarkan pengetahuan
penelitian adalah karena setelah guru bimbingan
terhadap suatu pilihan kelanjutan studi.
dan konseling mengadakan bimbingan kelas c. Tahap pengamatan
beberapa kali satu kelas ini belum juga bisa
Pihak yang melakukan pengamatan adalah
merumuskan pilihan studi lanjutnya secara
guru bimbingan dan konseling sendiri
maksimal. Melihat kondisi siswa yang
sebagai peneliti dan dibantu oleh satu rekan
menunjukkan kemampuan yang rendah dalam
guru pelajaran yang lain. Pengamatan ini
perencanaan kariernya tersebut, guru pembimberdasarkan lembar observasi untuk meli6

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif

hat keaktifan setiap siswa dalam proses


debat. Tahap pengamatan juga dilanjutkan
dengan kegiatan survei untuk mengetahui
apakah siswa sudah bisa memutuskan
pilihan studi lanjut dari berbagai alternatif
pilihan yang ada. Hal tersebut dilakukan
setelah proses debat dianggap sudah
menggali banyak informasi tentang alternatif pilihan sekolah lanjutan diungkapkan
oleh siswa.
d. Tahap refleksi
Tahapan ini ingin melihat efektifitas dari
proses secara keseluruhan bimbingan
kelompok dengan metode debat aktif dalam
meningkatkan pemahaman siswa terhadap
pemilihan studi lanjut. Proses ini melihat
secara teknis maupun praktis kegiatan debat
yang dilakukan. Secara teknis maksudnya
langkah langkah kegiatan debat dan secara praktis artinya siswa dapat memutuskan
alternatif pilihan studi lanjut. Peneliti
mengkaji, melihat dan mempertimbangkan
hasil metode debat dalam meningkatkan
pemahaman siswa serta menyusun rencana
tindakan selanjutnya jika masih diperlukan.
Tahapan di atas merupakan satu siklus
dalam PTK bimbingan dan konseling.
Dalam penelitian kali ini peneliti melakukan dua kali siklus untuk memaksimalkan
hasil dan pencapaian tujuan penelitian.
Untuk medapatkan data yang diperlukan
peneliti dalam penelitian ini digunakan
instrument pengumpulan data sebagai berikut.
1. Angket, untuk siswa kelas IX SMPK BPK
PENABUR Gading Serpong tahun pelajaran
2012/ 2013.
2. Lembar observasi yang disusun untuk
memperoleh gambaran langsung tentang
proses kegiatan. Observasi tindakan
dilakukan oleh rekan guru lain yang
bertindak sebagai observer.
Analisis data yang digunakan penelitian
ini adalah teknik kuantitatif yang berupa
perhitungan sederhana dan teknik kualitatif
yang berupa uraian.

Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menjawab masalah
penelitian ini, yaitu: Bagaimana meningkatkan

pemaha-man peserta didik dalam pemilihan


studi lanjut melalui layanan bimbingan
kelompok dengan metode debat aktif ?. Hasil
penelitian disusun berdasarkan hasil pengamatan, catatan kejadian selama kegiatan bimbingan
kelompok dengan metode debat aktif berlangsung dan beberapa komentar tanggapan rekan
guru yang ikut dalam proses observasi di kelas.
Kerangka bimbingan kelompok dengan metode
debat aktif untuk meningkatkan pemahaman
siswa terhadap pilihan studi lanjut.
1. Pembukaan
Guru Bimbingan dan Konseling memimpin
jalannya bimbingan kelompok dengan
metode debat. Guru BK menjelaskan tujuan
kegiatan yang akan dilakukan dan
memberikan norma yang berlaku selama
kegiatan debat berlangsung. Kelas dibagi
dua, yaitu separoh kelas sebagai kelompok
pro dan yang lain kelompok kontra.
Kemudia guru BK membuka debat dengan
membacakan topik debat yaitu setuju masuk
SMA atau masuk SMK. Setiap kelompok
diminta menunjuk satu teman sebagai juru
bicara untuk membacakan argumentasi
awal mereka.
2. Penyampaian Gagasan
Moderator memberikan kesempatan kepada
perwakilan tiap kelompok untuk menyampaikan gagasan atau pendapat yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Waktu yang
disediakan untuk pemaparan pendapat
adalah lima sampai tujuh menit. Setelah
pemaparan pendapat selesai dilanjutkan
dengan tanggapan dari pendapat kelompok
lawan. Proses tersebut diatur oleh
moderator sehingga bisa berjalan dengan
tertib dan teratur. Tiap kelompok bisa
memberikan argumentasi dan penolakannya terhadap pendapat dari kelompok
lawan dengan memberikan informasi
informasi yang akurat untuk mempertahankakan pendapatnya dan mempengaruhi
pendapat kelompok lawan.
3. Partisipasi siswa
Moderator membagi proses debat ke dalam
tiga bagian. Hal tersebut dilakukan dengan
tujuan memberikan kesempatan kepada
semua siswa untuk memberikan pendapat
dan informasi yang dimilikinya, sehingga
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif

suasana bisa berjalan dengan aktif dan


menyenangkan. Tiap siswa dihargai pendapat dan informasi yang diberikannya
karena tiap informasi yang diberikan akan
berdampak terhadap peningkatan pemahaman seluruh siswa dalam pemilihan studi
lanjut.
4. Penutupan Debat
Moderator merangkum hasil debat dengan
membacakan hal yang disepakati bersama
yaitu keuntungan dan kerugian masuk
SMA dan kerugiannya serta keuntungan
masuk SMK. Moderator juga memberikan
catatan berkaitan dengan informasi yang
belum jelas atau masih samar untuk bisa
ditindaklanjuti diperte-muan berikutnya.
Hasil kegiatan debat aktif dalam layanan
bimbingan kelompok untuk meningkatkan
pemahaman siswa tentang studi lanjut
Siklus pertama, dilaksanakan pada hari senin,
03 September 2012
1. Topik : setuju masuk SMA atau masuk SMK
2. Guru sebagai moderator membagi kelas ke
dalam dua kelompok pro dan kelompok
kontra yaitu kelompok yang setuju masuk
SMA dan kelompok yang tidak setuju
masuk SMA demikian juga dengan yang pro
masuk SMK dan yang kontra masuk SMK.
Guru menentukan satu siswa sebagai juru
bicara awal untuk membacakan pernyataan
kelompok mereka, untuk merangsang
konfrontasi dari kelompok lawan. Posisi
duduk diatur sedemikian rupa sehingga
setiap kelompok bisa saling berhadapan
dengan tujuan semua siswa dapat fokus dan
memperhatikan jalannya debat dan juga
memperhatikan informasi yang diberikan
oleh teman yang lain.
3. Pelaksanaan kegiatan debat :
a. Moderator memberikan kesempatan
kepada juru bicara untuk membacakan
argumentasi kelompok mereka dalam
waktu lima sampai tujuh menit.
b. Setelah setiap kelompok menyampaikan pendapat dan argumentasinya,
moderator mengatur jalannya debat
antar kelompok yang pro dan kontra
sehingga baik kelompok pro dan
kelompok kontra masing masing
memiliki kesempatan untuk memberi8

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

4.

5.

kan argumentasi dan pendapatnya


dengan leluasa dan bersemangat.
c. Sekalipun jawaban atau argumentasi
dari peserta debat terkadang kurang
tepat, guru berusaha tidak menyela
karena bisa mematikan proses debat.
Untuk itu guru membuat catatan yang
dibacakan pada akhir proses debat
sebagai rangkuman jalannya debat.
d. Pada tahap akhir debat, moderator
merangkum hasil debat dengan
membacakan keuntungan dan kerugian
masuk SMA serta keuntungan dan
kerugian masuk SMK. Masuk SMA
keuntungannya adalah temannya
banyak, melatih siswa dalam pengembangan nalar, jenjang pendidikan bisa
dilanjutkan ke PT, dan kerugiannya
adalah siswa tidak terampil jika akan
langsung bekerja; keuntungannya
masuk SMK adalah siswa sudah
terampil jika langsung bekerja, siswa
dapat melanjutkan ke PT, lebih fokus
karena langsung kepeminatan, dan
kerugiannya adalah jika salah jurusan
siswa akan rugi waktu dan biaya serta
menjadi tidak termotivasi belajarnya.
Observasi
a. Juru bicara nampak bersemangat ketika
membacakan pendapat dan argumentasi awal kelompoknya masing
masing, sehingga bisa menghidupkan
suasana pada awal proses debat.
b. Siswa peserta debat beberapa nampak
masih binggung dan tidak memberikan
pendapat ketika moderator memberikan kesempatan untuk berbicara.
c. Informasi yang disampaikan oleh
peserta kurang didukung dengan data
dan fakta yang menguatkan pendapat
mereka. Pendapat mereka hanya
sebatas asumsi dan perkiraan saja.
Refleksi
a. Dari 34 siswa di satu kelas subyek
penelitian ini nampak 10 anak yang
aktif dalam memberikan tanggapan
dan argumentasi beserta informasi
yang mendukung.
b. Dari hasil agket, hanya 12 siswa yang
sudah bisa memutuskan pilihan studi

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif

lanjut setamat SMP, baik ke SMA


maupun ke SMK.
c. Catatan : untuk pelaksanaan putaran
berikutnya perlu dicari upaya agar
siswa bisa lebih aktif lagi dalam
memberikan argumentasi dan pendapatnya. Oleh sebab itu pada akhir debat
guru bimbingan dan konseling
memberikan informasi bahwa kegiatan
debat akan dilanjutkan di pertemuan
berikutnya. Untuk itu, siswa diberi
tugas untuk mencari informasi
sebanyak mungkin berkaitan dengan
SMA dan SMK.
Siklus kedua, dilaksanakan pada hari
senin, 10 September 2012
1. Topik : setuju masuk SMA atau masuk SMK
2. Guru sebagai moderator membacakan
kembali hasil debat mingu lalu untuk
mengingatkan semua siswa apa saja yang
sudah diungkapkan dalam proses debat
saat itu. Moderator juga mengingatkan
kembali norma dalam proses debat sehingga
proses bisa berjalan dengan tertib dan
lancar.
3. Pelaksanaan kegiatan debat yang kedua :
a. Moderator memberikan kesempatan
kepada juru bicara yang lain untuk
membacakan argumentasi kelompok
mereka dalam waktu lima sampai tujuh
menit. Pembacaan argumentasi kali ini
terlihat ada penambahan informasi
berkaitan dengan lapangan pekerjaan
yang berkaitan dengan pilihan studi
mereka dan juga informasi tentang
jurusan di PT yang bisa diambil sesuai
pilihan studinya.
b. Setelah juru bicara membacakan
pendapat dan argumentasinya, banyak
siswa yang langsung mengangkat
tangan untuk segera menanggapi
pernyataan kelompok lawan. Situasi
tersebut memancing kelompok lawan
juga memberikan penolakan dengan
informasi mereka.
c. Terlihat pendapat dan argumentasi
yang disampaikan kali ini tidak hanya
sekedar asumsi tetapi sudah disertai
dengan fakta dan data yang mereka
dapat dari berbagai sumber baik itu

4.

5.

artikel, informasi dari alumni maupun


pengalaman orangtua yang sudah
melalui proses pembelajaran sampai
mereka bekerja.
d. Pada tahap akhir debat, moderator
membacakan kembali keuntungan dan
kerugian masuk SMA dan keuntungan
dan kerugian masuk SMK serta
menambahkan dengan informasi
informasi baru yang muncul selama
debat pada tahap ke dua ini. Seperti
informasi lapangan pekerjaan yang bisa
digeluti siswa sesuai pilihan studinya
sampai pada pilihan jurusan ketika di
Peguruan Tinggi.
Observasi
a. Juru bicara memberikan penambahan
dengan data dan informasi baru yang
segera direspon oleh kelompok lawan
sehingga jalannya debat nampak
bersemangat.
b. Suasana debat begitu aktif karena secara
keseluruhan siswa terlibat dalam proses
debat itu sendiri baik menolak,
memberikan informasi bahkan memberikan penilaian terhadap tanggapan
kelompok lawan jika data dan
informasinya tidak akurat.
c. Debat dalam tahap dua ini menunjukkan argumentasi juga disertai dengan
fakta dan informasi yang akurat,
sehingga proses debat nampak tidak
sekedar menolak atau tidak setuju tetapi
juga memberikan penambahan wawasan dan pengertian bagi seluruh peserta
baik yang pro maupun yang kontra.
Refleksi
a. Secara keseluruhan dari 34 siswa di
satu kelas subyek penelitian ini nampak
suasana yang aktif dalam memberikan
tanggapan dan argumentasi berserta
informasi yang mendukung.
b. Dari hasil angket ada 33 siswa yang
sudah bisa memutuskan pilihan studi
lanjut setamat SMP, baik ke SMA
maupun ke SMK dan hanya 1 siswa
yang belum bisa memutuskan
pilihannya.
c. Catatan : Ketika angket diberikan
seorang siswa masih menjawab belum
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif

bisa memutuskan pilihan studi


lanjutnya. Dilakukan konseling
individual oleh guru BK agar diketahui
penyebabnya dan ditemukan solusinya.
Berdasarkan lembar pengamatan dan
observasi terlihat siswa yang sudah bisa
memutuskan alternatif pilihan studi lanjut
setamat SMP dari siklus debat yang pertama
sampai siklus debat yang kedua terus mengalami
peningkatan, yaitu dari 12 siswa yang bisa
memutuskan alternatif pilihan studi lanjut pada
siklus debat yang pertama menjadi 33 siswa
pada siklus debat yang kedua baik pada pilihan
masuk SMA maupun pilihan masuk SMK.
Sedangkan dari aspek keaktifan dan kualitas
debat juga mengalami peningkatan. Pada siklus
debat yang pertama masih sedikit siswa yang
aktif bahkan argumentasi yang diberikan masih
pada tahap asumsi. Akan tetapi, pada siklus
debat yang kedua secara keseluruhan suasana
debat berlangsung aktif dan bersemangat,
bahkan agumentasi yang diberikan tidak sekedar
asumsi tetapi sudah disertai dengan data dan
fakta yang menguatkan pendapat mereka.
Dengan demikian, peneliti berpendapat bahwa
tujuan bimbingan kelompok melalui metode
debat aktif untuk meningkatkan pemahaman
siswa tentang pilihan studi lanjut setamat SMP
mencapai hasil yang memuaskan. Selain itu,
hasil ini juga didukung oleh komentar dan kesan
rekan guru yang terlibat dalam proses observasi.
Proses debat begitu seru dan menggali begitu
banyak informasi yang secara umum dapat
digunakan siswa dalam memutuskan alternatif
pilihan studi lanjut setamat SMP. Bukti
pendukung lain adalah pada akhir Oktober 2012
siswa ketika mengisi angket tentang pilihan
studi lanjut setamat SMP 100 % siswa sudah bisa
memutuskan bahkan menuliskan nama sekolah
yang akan menjadi pilihannya setamat SMP.

Simpulan
Kesimpulan
Melihat proses pendampingan yang dilakukan
kepada siswa yang mengalami kesulitan
khususnya dalam merencanakan karier masa
depannya, ada beberapa pendekatan yang bisa
dilakukan oleh guru pembimbing dalam
membantu siswa. Pendekatan tersebut perlu
10

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

dipahami dengan baik agar proses yang akan


dijalani tidak saja mendapatkan hasil akan tetapi
lebih dari itu, siswa bertumbuh dalam kesadaran
pentingnya mengadakan sebuah perencanaan
studi lanjut dimasa depannya demi pencapaian
profesi pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan dan kapasitas individu tersebut.
Masalah merencanakan masa depan
berkaitan dengan pemilihan program studi
lanjut setamat SMP akan terus menjadi
pergumulan bagi siswa-siswi dan tentunya
membutuhkan ketrampilan yang baik dari pihak
sekolah, khususnya tenaga layanan bimbingan.
Karena secara tidak langsung guru pembimbing
memiliki tanggung jawab moral sekaligus
tanggung jawab institusi untuk mendampingi
siswa dalam merencanakan pilihan studinya.
Upaya meningkatkan pemahaman siswa
tentang pilihan studi lanjut dalam layanan
bimbingan kelompok melalui metode debat aktif
ternyata sungguh dapat meningkatkan
pemahaman siswa tentang pilihan studi lanjut,
yang pada akhirnya siswa berani membuat
alternatif keputusan terhadap pilihan studi
lanjut setamat SMP.
Berdasarkan hasil pengamatan dan catatan
kejadian selama tindakan kelas dalam layanan
bimbingan kelompok berlangsung dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut. Pertama, kurangnya
pemahaman siswa tentang informasi studi
lanjut menyebabkan siswa tidak bisa membuat
keputusan studi lanjut setamat SMP secara tepat,
bahkan cenderung terbawa arus baik oleh teman
maupun oleh ketetapan orangtua. Oleh karena
itu pilihan studi lanjut setamat SMP tidak
didasarkan kepada pemahaman akan diri, tetapi
karena harapan orang lain. Kedua, penyebab
kurangnya pemahaman siswa tentang pilihan
studi lanjut adalah karena minimnya informasi
yang dimiliki oleh siswa, sehingga ketika
dihadapkan pada situasi membuat keputusan
siswa cenderung bergantung pada orang lain.
Hal tersebut juga karena metode yang dipakai
oleh guru dalam pemberian informasi tentang
studi lanjut cenderung hanya satu arah saja
yaitu ceramah guru. Hal itu menyebabkan
kurangnya siswa menggali dari berbagai sumber
yang bahkan mungkin tidak disampaikan ketika
ceramah guru. Ketiga, penerapan layanan
bimbingan kelompok dengan metode debat aktif

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif

untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang


pilihan studi lanjut dalam proses pendampingan siswa dapat mendorong keaktifan siswa
untuk menggali berbagai sumber informasi
tentang pilihan studi lanjut setamat SMP. Pada
akhirnya, informasi itu bisa menjadi bahan
pertimbangan dalam membuat alternatif
keputusan pilihan studi lanjutnya.
Pelaksanaan upaya meningkatkan
pemahaman siswa tentang studi lanjut layanan
bimbingan kelompok melalui metode debat aktif
tidak seluruhnya dapat berjalan dengan lancar.
Adapun hambatan yang dialami antara lain :
1. Kurangnya data dan informasi yang akurat
menyebabkan siswa tidak dapat berargumentasi dengan benar, hanya memberikan
asumsi asumsi. Hal itu sangat berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman
siswa yang dalam kondisi bimbang
membuat keputusan.
2. Bagi siswa yang kurang senang berbicara
atau siswa yang dalam zona nyaman akan
cenderung pasif dan hanya menerima
informasi tanpa mau terlibat aktif.
Sementara siswa yang senang berbicara
akan cenderung lebih dominan dalam
mempertahankan pendapatnya.
3. Dalam proses debat bukan mencari siapa
yang benar dan siapa yang salah, tetapi
menggali begitu banyak data dan informasi
yang pada akhirnya digunakan sebagai
pertimbangan membuat keputusan pilihan
studi lanjut. Akan tetapi ada siswa yang
cenderung menyalahkan dan merendahkan
pendapat teman.

Saran
Dari hasil penelitian dalam layanan bimbingan
kelompok melalui metode debat aktif untuk
meningkatkan pemahaman siswa terhadap
studi lanjut setamat SMP, ada beberapa hal yang
baik untuk dipertimbangkan oleh teman teman
guru BK, yaitu sebagai berikut. Pertama,
ketidakmampuan siswa dalam membuat
keputusan pilihan studi lanjut sesungguhnya
karena mereka belum memiliki informasi yang
memadai. Oleh sebab itu peran guru
pembimbing sangat diperlukan dalam
pemberian layanan kepada siswa untuk
menjawab kebutuhan mereka. Kedua, bentuk

layanan informasi dalam layanan bimbingan


kelompok harus dikemas sekreatif mungkin oleh
guru pembimbing agar informasi yang
disampaikan tidak hanya sekedarnya saja, akan
tetapi juga mempertimbangkan keaktifan siswa,
suasana yang menyenangkan dan yang
terpenting adalah menjawab kebutuhan siswa.
Ketiga, metode debat aktif dalam layanan
bimbingan kelompok sangat jarang dilakukan
oleh guru pembimbing, akan tetapi berdasarkan
pengalaman peneliti metode ini sangat tepat
bagi siswa karena menggali informasi tidak
hanya dari guru tetapi siswa juga menggali dari
berbagai sumber. Dalam proses debat siswa
juga diajarkan untuk berbagi informasi,
sehingga semua siswa bisa menggunakan
informasi itu sebagai bahan pertimbangan
dalam memutuskan pilihan studi lanjutnya.
Keempat, bagi guru yang akan menerapkan
metode debat aktif dalam layanan bimbingan
kelompok untuk meningkatkan pemahaman
siswa terhadap pilihan studi lanjut perlu
memperhatikan kelamahan kelemahan yang
ada seperti yang disampaikan pada tiga
kendala di atas agar pelaksanaannya bisa
berjalan dengan maksimal.

Daftar Pustaka
Sunarya (2008). Konsep dan aplikasi bimbingan dan
konseling. Jurusan Ilmu Pendidikan dan
Bimbingan: Universitas Pendidikan
Indonesia
Winkel, W.S,. (1997) Bimbingan dan konseling di
Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia
Hidayat dan Badrujaman. (2009) Cara mudah
melakukan penelitian tindakan kelas. Jakarta:
Trans Info Media
Maidar dan Mukti. (1988) Pembinaan kemampuan
berbicara bahasa Indonesia. Jakarta.
Erlangga
Suyadi. (2012) Buku panduan guru profesional
penelitian tindakan kelas (PTK) dan penelitian
tindakan sekolah (PTS). Yogyakarta: ANDI
Prayitno dan Erman. (2004) Dasar dasar
bimbingan dan konseling. Jakarta: Pusat
Perbukuan DEDIKNAS dan Rineka Cipta
Walgito, Bimo. (2010) Bimbingan dan konseling
(studi dan kasus). Yogyakarta: ANDI
Wiriaatmadja, Rochiati . (2005) Metode penelitian
tindakan kelas. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014

11

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri


Penelitian

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri Secara


Aktif dan Diskusi dalam Bimbingan Kelompok untuk
Meningkatkan Pengaturan Diri dalam Belajar
Pratama Manihuruk
E-mail : moneyuruk_prtm@yahoo.com
SMAK 1 BPK PENABUR Jakarta

Abstrak
enelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengaturan diri dalam belajar menggunakan
kombinasi metode penilaian diri secara aktif dan diskusi dalam bimbingan kelompok.
Penelitian tindakan bimbingan dan konseling ini dilaksanakan di SMAK 1 PENABUR
Jakarta, Januari-Maret 2013. Setelah melalui 2 (dua) siklus, penelitian ini dapat
meningkatkan pengaturan diri dalam belajar. Ternyata kombinasi metode penilaian diri dan metode
diskusi dapat meningkatkan pengaturan diri dan partisipasi siswa dalam belajar sehingga
meningkatkan hasil belajarnya. Penelitian ini memberikan saran bagaimana penerapan kombinasi
diterapkan sehingga efektif.

Kata-kata kunci: Layanan bimbingan dan konseling, metode penilaian diri, metode diskusi,
pengaturan diri.

Application of Discussion Method and Actively Self-assessment Technique in


Group Guidance to Improve Self-regulated Learning
Abstract
The objective of this research was to improve Self-Regulated Learning of XI-Natural Science SMAK 1
PENABUR through the application of discussion method and actively self-assessment technique. Guidence
and Counseling Action Research method was used in this research. Two research cycles were executed in this
action research. Based on data and research results, actively self-assessment technique could invite students to
evaluate themselves about their goals at school. They will be able to improve their self-Regulated Learning.
Then they can achieve good academic results at school. The use of discussion method could enhance student
involvement where students are more active in learning process. Several important things were discovered
during research activities: (a) the application of actively self-assessment technique could draw students
attention to participate in series of activities (b) the application of discussion method could make student more
active and directly involved in learning process (c) some students felt bored with long duration discussions
and if they were carried out in the afternoon. The implication of this research is application of discussion
method and actively self-assessment technique could improve students Self-Regulated Learning.
Key words: Guidance and counseling, self assessment technique, discussion method, self-regulation

12

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri

Pendahuluan
Layanan bimbingan dan konseling menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Layanan
bimbingan dan konseling memiliki peran
penting membantu siswa agar dapat mengenal,
menerima diri sendiri dan lingkungannya serta
mengambil keputusan dan mewujudkan diri
sebagai pribadi yang utuh sesuai tugas
perkembangan dalam rentang usia yang
dilaluinya, baik itu perkembangan fisik,
intelektual, emosi, sosial, maupun perkembangan moral-spiritual.
Program layanan bimbingan dan konseling
komprehensif dirancang untuk mengimplementasikan tujuan bimbingan konseling. Pemberian
layanan bimbingan dan konseling didasarkan
atas pencapaian tugas perkembangan siswa,
pengembangan potensi yang dimiliki siswa, dan
pengentasan masalah siswa. Tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi
yang harus dicapai siswa.(Dirjen Dikti, 2007:9)
Hasil atau prestasi belajar menjadi salah
satu faktor pencapaian tugas perkembangan
siswa dan tidak lepas dari kegiatan belajar
siswa. Jika aktivitas belajar siswa baik, maka
seharusnya hasil belajar siswa pun juga
berbanding sejajar, sehingga semakin baik siswa
belajar, semakin baik pula hasil belajarnya.
Mencapai hasil belajar yang baik bukanlah
hal yang mudah bagi remaja, banyak
permasalahan yang dihadapi. Keberhasilan
remaja menyelesaikan hal ini mengantarkannya
ke suatu kondisi penyesuaian sosial yang baik
dalam keseluruhan hidupnya. Proses perkembangan remaja tidak selalu dapat berjalan dalam
alur linier, lurus, atau searah dengan potensi,
harapan, dan nilai-nilai yang dianut.
Hal ini juga terjadi di SMAK 1 PENABUR
Jakarta, yang mendapat kategori unggulan tetapi
tidak berjalan lurus dengan kondisi siswa
karena beberapa siswa belum mencapai nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
ditentukan sekolah. Berdasarkan pengamatan
peneliti, kegiatan pembelajaran di sekolah
berlangsung dengan baik, guru mata pelajaran
menyampaikan materi pelajaran dengan

sungguh-sungguh, serta siswa pun menyimak


materi yang disampaikan dengan seksama.
Berdasarkan hasil konseling kepada siswasiswa yang nilainya di bawah KKM dan
wawancara kepada guru mata pelajaran yang
terkait, diketahui faktor penyebab siswa tidak
mencapai nilai KKM di SMAK 1 PENABUR
adalah pengaturan diri dalam belajar. Di sinilah
peranan bimbingan dan konseling sangat
diperlukan untuk membantu mengentaskan
permasalahan siswa tersebut.
Dalam layanan bimbingan dan konseling
komprehensif terdapat empat komponen
layanan, yaitu : (1) layanan dasar bimbingan,
(2) layanan responsif, (3) perencanaan
individual, dan (4) dukungan sistem. (Dirjen
Dikti, 2007, h.19). Layanan dasar dapat diartikan
sebagai proses pemberian bantuan kepada
seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan
pengalaman terstruktur secara klasikal atau
kelompok yang disajikan secara sistematis.
Layanan dasar ini bertujuan mengembangkan
perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap
dan tugas perkembangan yang diperlukan
dalam pengembangan kemampuan memilih dan
mengambil keputusan dalam menjalani
kehidupannya. Layanan dasar ini berfokus pada
perilaku yang dikembangkan menyangkut
aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.
Salah satu implementasi layanan dasar
adalah bimbingan kelompok yang merupakan
layanan yang diberikan dalam suasana
kelompok. Bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat
personal, vokasional, dan sosial. Layanan ini
bertujuan untuk membantu semua siswa agar
dapat berkembang secara optimal, dalam aspek
pribadi, sosial, belajar, dan karir. Selain itu,
layanan bimbingan kelompok juga bertujuan
membantu siswa dalam pencapaian tugastugas perkembangannya dan sebagai upaya
antisipasi permasalahan yang mungkin akan
dihadapi siswa.
Dalam bimbingan kelompok terdapat
banyak metode penyampaian materi di kelas
seperti resitasi, tanya jawab, diskusi,
demonstrasi, kerja kelompok, jigsaw dan lainlain. Masing-masing metode tersebut telah
dikelompokkan sesuai dengan ranah kognitif,

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

13

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri

afektif dan psikomotor. (Prayitno, 1999: 309).


Dalam prakteknya, beberapa metode itu dapat
dikombinasikan sesuai dengan tujuan dan
keadaan.
Berdasarkan uraian di atas, kombinasi
metode penilaian diri secara aktif dan metode
diskusi dapat mengatasi masalah di SMAK 1
PENABUR yang disebutkan sebelumnya.
Melalui metode penilaian diri secara aktif
memungkinkan siswa mengukur pengaturan
diri dalam belajar (Silberman, 2009: 217). Selain
itu, metode kombinasi ini juga memungkinkan
siswa berbagi sikap tentang belajar kepada
anggota kelompok. Untuk lebih meningkatkan
keterlibatan dan keaktifan siswa, metode ini
dikombinasikan dengan metode diskusi yang
dapat mengembangkan kemampuan yang lebih
baik dengan cara memberikan kesempatan
menyatakan pemikiran siswa. Metode ini
memungkinkan siswa meningkatkan pengaturan diri siswa dalam belajar.
Berangkat dari pemikiran yang telah
diuraikan, peneliti tertarik mengadakan
penelitian penggunaan kombinasi metode
penilaian diri secara aktif dan metode diskusi
dalam layanan bimbingan kelompok untuk
meningkatkan pengaturan diri dalam belajar.
Dengan demikian, masalah penelitian
dirumuskan sebagai berikut: Apakah penggunaan kombinasi metode penilaian diri secara
aktif dan metode diskusi dalam layanan
bimbingan kelompok dapat meningkatkan
pengaturan diri dalam belajar siswa?
Dengan merujuk pada pendapat Boekaerts
(2000 : 14) dan Boekaerts, Heckhaussen (1998 :
15) , pengaturan diri diartikan sebagai peran
aktif individu dalam proses berpikir, motivasi
dan berperilaku yang direncanakan dan
dibiasakan berulang-ulang demi mencapai suatu
tujuan yang diinginkan. Sedangkan dengan
mengacu pada pendapat Garrison yang dikutip
oleh Anwar Kasim (2005: 1), belajar dimaknai
sebagai proses perubahan secara tingkah laku,
kognisi dan afeksi akibat interaksi yang terjadi
antara individu dengan lingkungannya.
Mencermati pengertian pengendalian diri
dan belajar serta merujuk pada pendapat
Zimmerman (1989 : 329) dan Hoyle (2010 : 1),
dalam penelitian ini yang dimaksud dengan

14

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

pengaturan diri dalam belajar adalah peran aktif


siswa dalam proses berpikir, motivasi dan
berperilaku yang direncanakan dan dibiasakan
berulang-ulang agar siswa mampu mengembangkan potensi kognisi yang ditandai dengan
kemampuan berfikir, afeksi, psikomotor dan
pembentukan sikapnya
Berdasarkan kajian teori yang dilakukan,
penelitian ini menggunakan hipotesis tindakan,
dengan menggunakan kombinasi metode
diskusi dan teknik penilaian diri secara aktif,
maka akan meningkatkan pengaturan diri dalam
belajar siswa. Dengan hipotesis yang demikian,
penelitian ini bertujuan meningkatkan
pengaturan diri dalam belajar pada siswa kelas
XI IPA SMAK 1 PENABUR. Di samping itu hasil
penelitian ini diharapkan dapat mendorong
siswa untuk mengatur dirinya dalam belajar
sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Sedangkan guru bimbingan dan konseling
dapat menggunakan hasil penelitian ini
memperluas wawasan dan mengembangkan
layanan dasar bimbingan dan konseling.
Sebagai suatu penelitian, hasilnya diharapkan
dapat bermanfaat sebagai rujukan dalam
melakukan penelitian sejenis dan penelitian
lebih lanjut.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAK 1 PENABUR
Jakarta pada jam pelajaran bimbingan dan
konseling pada bulan Januari Maret 2013.
Partisipan dalam penelitian ini adalah 8
(delapan) siswa kelas XI IPA SMAK 1 PENABUR
yang hasil belajarnya belum mencapai KKM.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian tindakan bimbingan
konseling, yaitu salah satu pemecahan masalah
yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses
pengembangan kemampuan dalam mendeteksi
dan memecahkan masalah (Hidayat & Aip, 2012,
h.156). Menurut Kemmis dan Mc Teggart (dalam
Hidayat dan Aip, 2012 h. 156), penelitian
tindakan pada hakikatnya berupa perangkatperangkat atau untaian-untaian dengan satu
perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu
perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi. Keempat komponen yang berupa uraian
tersebut dipandang sebagai siklus. Oleh sebab
itu, pengertian siklus pada kesempatan ini ialah

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri

suatu putaran kegiatan yang terdiri dari


perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi (Hidayat & Aip, 2012).
Tahapan penelitian ini mengacu pada
prosedur pelaksanaan PTBK yaitu perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

sarana untuk meningkatkan pengaturan diri


siswa dalam belajar. Topic bahasan yang akan
diberikan pada setiap pertemuan akan
dijelaskan pada tabel 1.

Tabel 1: Perencanaan Topik Bahasan Siklus I


Topik Bahasan/Tema
Pengaturan Diri dalam Belajar
(Pengertian Pengaturan Diri, Tujuan, Pengertian Belajar, dan Strategi Pengaturan Diri Dalam
Belajar)
Strategi Pengaturan Diri Dalam Belajar
(Self-evaluating, Organizing and transforming, Goal-setting and planning, Seeking information,
Keeping records and monitoring, Environmental structuring, Self-consequating, Rehearsing and
memorizing, Seeking social assistance, Reviewing records)

Perencanaan
Langkah-langkah perencanaan yang dilakukan
adalah (a) menentukan masalah penelitian, (b)
menentukan tindakan, (c) merancang perencanaan tindakan, (d) merancang instrumen
penelitian, (e) menentukan indikator penelitian,
dan (f) menentukan teknik refleksi.

Merencanakan prosedur kegiatan


Pada tabel 2 merupakan rencana tindakan yang
akan dilaksanakan.

Pelaksanaan
Menentukan materi/pokok bahasan
Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan topik
bahasan tertentu pada setiap pertemuan sebagai

Refleksi
Refleksi dalam PTBK dilakukan setelah berbagai
macam data terkumpul. Refleksi dilakukan untuk

Pengamatan
Dalam pengamatan dikumpulkan data yang berkaitan dengan proses dan hasil sesuai tabel 3.

Tabel 2: Perencanaan Tindakan Teknik Penilaian Diri


Secara Aktif dan Metode Diskusi
No

Langkah

Kegiatan
-

Integratif

Fiksasi

Otonom

Guru menjelaskan pengertian, manfaat, tujuan, dan strategi pengaturan


diri dalam belajar
Guru memberikan pertanyaan untuk mengetahui tingkat pemahaman
siswa

Guru mengarahkan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok


Guru membimbing siswa selama diskusi berlangsung
Guru memberikan umpan balik mengenai hal yang benar dalam
diskusi, juga mengontrol luas nya diskusi

Membuat kesimpulan atau laporan dari hasil diskusi


Membuat penilaian terhadap pelaksanaan diskusi

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

15

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri

Tabel 3: Instrumen yang Digunakan dalam Pengamatan Penelitian


Hipotesis Tindakan
Metode Penilaian diri
secara aktif dan metode
diskusi dapat
meningkatkan
pengaturan diri siswa
dalam belajar

Indikator Keberhasilan

Data

Pedoman
Observasi

Proses
Metode Penilaian diri secara
aktif dan metode diskusi dapat
meningkatkan pengaturan diri
siswa dalam belajar

Pelaksanaan
kegiatan.

Pedoman
Observasi

Metode Penilaian diri secara


aktif dan metode diskusi dapat
meningkatkan pengaturan diri
siswa dalam belajar

Memperhatikan,
intensitas
mengemukakan
pendapat,
intensitas
bertanya.

Pedoman
observasi,
catatan
anekdot

Metode Penilaian diri secara


aktif dan metode diskusi dapat
meningkatkan pengaturan diri
siswa dalam belajar

Penilaian siswa
terhadap
pelaksanaan
diskusi disertasi
tanggapan dan
saran

Angket

Metode Penilaian diri secara aktif dan metode diskusi dapat


meningkatkan pengaturan diri siswa dalam belajar
Metode Penilaian diri secara
aktif dan metode diskusi dapat
meningkatkan pengaturan diri
siswa dalam belajar

mengetahui sejauh mana pencapaian tindakan


dalam mengatasi masalah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah (a) observasi, (b)
catatan anekdot, dan (c) angket kepuasan.
Keabsahan data diperiksa menggunakan kriteria
keabsahan data menurut Lincoln dan Guba
(dalam Hidayat & Aip, 2012, h.169) antara lain
sebagai berikut.
1. Keterpercayaan (credibility)
Derajat keterpercayaan merupakan kriteria
untuk mengukur keabsahan data yang
berfungsi melaksanakan kegiatan
penemuan sedemikian rupa sehingga

16

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

2.

3.

4.

Hasil Belajar

Lembar hasil
belajar

tingkat keabsahan data dapat dicapai dan


menunjukan derajat keterpercayaan hasil
penemuan tindakan kelas ini.
Keteralihan (transferability)
Keteralihan menunjukan bahwa hasil data
penelitian berkaitan dengan konteks dan
tidak dapat digeneralisasikan pada
kelompok yang lebih luas.
Kebergantungan (dependability)
Kebergantungan memungkinkan adanya
perubahan dan instabilitas.
Kepastian (confirmability)
Kepastian merupakan kriteria keabsahan
data dengan menetapkan objektivitas dari
segi kesepakatan antarsubjek.

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri

belajar, mengenai hambatan dan kesulitan


penerapan strategi-strategi tersebut.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


1. Siklus I
Deskripsi Data
a. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama dilakukan pada hari
Rabu, 16 Januari 2013. Pada pertemuan ini,
guru pembimbing menjelaskan mengenai
kegiatan yang akan dilakukan di ruang
bimbingan kelompok. Guru pembimbing
menjelaskan bahwa pertemuan ini siswa
akan diberikan layanan mengenai
pengaturan diri dalam belajar dengan
menggunakan kombinasi metode penilaian
diri secara aktif dan metode diskusi.
Kemudian guru pembimbing mengemukakan mengenai metode penilaian diri secara
aktif. Metode ini dikombinasikan dengan
diskusi dengan tujuan memecahkan suatu
masalah dengan melibatkan siswa secara
aktif sehingga dicapai suatu pema-haman
bersama mengenai setrategi penga-turan
diri. Setelah menjelaskan tujuan dari metode
tersebut, guru pembimbing menga-rahkan
siswa untuk memulai diskusi mengenai
belajar dan pengaturan diri. Kemudian
siswa membuat rangkuman hasil diskusi.
Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari
Rabu, 23 Januari 2013. Kelompok membahas mengenai strategi-strategi dalam
mengatur diri untuk belajar. Di kegiatan ini
guru pembimbing, mengarahkan siswa
untuk membuat penilaian diri secara aktif
untuk strategi yg ia jalankan pada saat
belajar di sekolah. Penilaian ini dilakukan
pada saat pertemuan selanjutnya,
Pertemuan Ketiga
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari
Rabu, 6 Februari 2013. Pada pertemuan ini
anggota kelompok melakukan penilaian
dirinya sendiri diawal kegiatan, menilai
apakah sudah menjalankan strategi yang
didiskusikan sebelumnya sudah diterapkan dalam belajar di sekolah. Setelah itu,
anggota memulai mendiskusikan kembali
mengenai strategi pengaturan diri dalam

b.

c.

Keaktifan Siswa
Guru pembimbing menggunakan pedoman
observasi untuk mengetahui tingkat
keaktifan siswa selama bimbingan kelompokdengan mengelompokan 3 indikator
untuk mengukur keaktifan siswa. Indikator
tersebut terdiri dari mendengarkan,
intensitas bertanya dan mengemukakan
pendapat.
Berdasarkan pengamatan, didapat hasil
bahwa pada pertemuan pertama, semua
anggota kelompok (8 siswa) memperhatikan
arahan dari guru pembim-bing mengenai
kegiatan yang dilakukan. Kemudian
melakukan diskusi dalam kelompok,
namun terdapat 4 siswa yang masih malumalu mengeluarkan pendapat-nya, terdapat
2 siswa yang aktif dalam mengeluarkan
pendapat.
Pada pertemuan kedua, terdapat penurunan
pada indikator mendengarkan ada 2 siswa
yang mengobrol saat diskusi berlangsung.
Kemudian ada peningkatan pada indikator
bertanya terdapat 4 (empat) siswa yang
bertanya, begitu juga pada indikator
mengemukakan pendapat ada 3 siswa yang
sering mengeluarkan pendapat.
Pada pertemuan ketiga, merupakan pertemuan terakhir semua anggota kelompok
melakukan penilaian diri secara aktif pada
strategi pengaturan diri dalam belajar. Pada
pertemuan ini seluruh anggota kelompok
kurang aktif dalam berdiskusi ini ditunjukan dari hanya 2 siswa yang mengajukan
pertanyaan, dan 2 siswa yang sering
mengeluarkan pendapat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pada siklus I, siswa belum terlibat
secara aktif dalam diskusi terutama pada
pertemuan ketiga. Hal tersebut dikarenakan
pada siklus ini, kegiatan diskusi belum
melibatkan siswa secara menyeluruh dan
hanya didominasi oleh siswa-siswa
tertentu.
Tanggapan Siswa terhadap Kegiatan
Layanan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

17

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri

Guru pembimbing membuat angket untuk


mengetahui tanggapan siswa terhadap
kegiatan layanan. Angket tersebut berisi
pertanyaan seputar kegiatan yang
dilakukan. Pertanyaan tersebut meliputi
kebutuhan siswa terhadap materi yang
diberikan, kepuasan siswa terhadap diskusi
dan materi serta memberi saran dan kritik
terhadap pelaksanaan diskusi.
Berdasarkan hasil angket tersebut didapat
hasil, dalam hal kepuasan terhadap
penyampaian materi dengan menggunakan
diskusi, 5 siswa merasa puas dan 3 siswa
merasa tidak puas. Data lain menyebutkan
8 siswa menyatakan bahwa materi yang
diberikan dibutuhkan oleh mereka. Kritik
yang dituliskan oleh siswa terhadap
pelaksanaan diskusi antara lain adalah
tidak semua siswa mendengarkan meteri
yang dibahas dalam diskusi. selain kritik
siswa juga menyampaikan saran yaitu
siswa menyampaikan pelaksanaan diskusi
lebih menyenangkan dan guru pembimbing
lebih jelas dalam menjelaskan cara
berdiskusi sehingga siswa paham dalam
mengenai pelaksanaan diskusi.

d.

Penilaian Diri Siswa dan Hasil Belajar yang


di dapat setelah Bimbingan Kelompok
Penilaian diri yang telah dilakukan siswa
pada pertemuan ketiga bertujuan untik
mengetahui tingkat (dari skor yang diberi)
pengaturan yang sudah dilakukan oleh
siswa selama proses belajar di sekolah.
Adapun hasil dari penilaian tersebut sesuai
tabel 4.
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil
tingkat pengaturan diri anggota bimbingan
kelompok dengan kategori baik, hanya ada
beberapa siswa yang menilai dirinya di setiap
indikator dengan skor 6 (cukup).
Mengingat kembali tujuan dari pemberian
layanan bimbingan kelompok ini adalah untuk
meningkatkan pengaturan diri dalam belajar
siswa agar terjadi peningkatan hasil belajar
siswa. Karena,permasalahan yang dihadapi
oleh siswa adalah sulitnya mengatur diri dalam
belajar.
Refleksi
Kelemahan yang dirasakan oleh guru
pembimbing adalah :
a. Pengelolaan kelompok yang kurang baik
oleh guru pembimbing, yaitu guru kurang

Tabel 4: Penilai Diri Siswa terhadap Strategi Pengaturan Diri dalam Belajar
Nilai
No

Strategi
RD EC TH TW

18

BH

AJ

SS

CB

Evaluasi diri

Mengorganisasi dan membentuk

Menentukan tujuan dan merencanakan

Mencari informasi

Menyimpan dan memantau

Mengatur lingkungan

Konsekuensi diri

Mendengar dan mengingat kembali

Mencari bantuan sosial

10

Meninjau kembali catatan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri

b.

c.

dapat bersikap tegas pada siswa yang


kurang mendengarkan saat diskusi
berlangsung.
Kelompok diskusi kurang hidup dalam
membawakan diskusinya karena guru
pembimbing kurang memberi arahan yang
lebih bagaimana menajalankan diskusi
Materi yang terlalu banyak (khususnya
strategi pengaturan diri) sehingga membuat
anggota kelompok merasa bosan.

1. Siklus II
Perencanaan
Berdasarkan refleksi dari siklus I, peneliti
menyusun kembali perencanaan tindakan yang
akan diberikan pada siswa di siklus II. Dalam
penelitian ini, peneliti masih menempatkan
kombinasi metode diskusi dan penilaian diri
secara aktif untuk meningkatkan pengaturan diri
dalam belajar siswa yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam siklus ini peneliti menambahkan
cuplikan video yang berhubungan dengan
belajar, selain itu guru pembimbing lebih terlibat
dalam mengarahkan diskusi sehingga diskusi
lebih menarik. Kemudian guru pembimbing juga
memberikan pertanyaan selama proses diskusi
berlangsung sehingga anggota kelompok lebih
tertantang dalam diskusi.
Melaksanakan Tindakan (Action) d an
Pengamatan (Observing)
a. Pertemuan
Pertemuan ini dilaksanakan hari Rabu, 6
Maret 2013. Pertemuan ini dikhususkan
untuk membahas mengenai strategi-strategi
pengaturan diri dalam belajar. Karena hal
inilah yang harus dilakukan dan diterapkan
siswa dalam kegiatan belajar mengajarnya
sehingga dapat meningkatkan hasil
belajarnya.
Guru memberikan kertas yang berisi strategi
pengaturan diri dalam belajar yang sudah
didiskusikan pada siklus I dan menyuruh
siswa menilai diri mereka sudah
menerapkannya atau belum dalam kegiatan
belajar mengajar disekolah.
b. Keaktifan Siswa
Berdasarkan hasil pengamatan, didapat
hasil bahwa pada pertemuan pertama,

semua anggota kelompok (8 siswa)


memperhatikan arahan dari guru
pembimbing mengenai kegiatan yang
dilakukan. Kemudian melakukan diskusi
dalam kelompok, namun terdapat 1 siswa
yang masih malu-malu mengeluarkan
pendapatnya, terdapat 5 siswa yang aktif
dalam mengeluarkan pendapat, 6 orang
siswa yang mengeluarkan pertanyaan
mengenai hambatan dan kesulitan dalam
menerapkan strategi pengaturan diri dalam
belajar.
c. Tanggapan Siswa terhadap Kegiatan
Layanan
Guru pembimbing membuat angket untuk
mengetahui tanggapan siswa terhadap
kegiatan layanan. Angket tersebut berisi
pertanyaan seputar kegiatan yang
dilakukan. Pertanyaan tersebut meliputi
kebutuhan siswa terhadap materi yang
diberikan, kepuasan siswa terhadap diskusi
dan materi serta memberi saran dan kritik
terhadap pelaksanaan diskusi.
Berdasarkan hasil angket tersebut didapat
hasil, dalam hal kepuasan terhadap
penyampaian materi dengan menggunakan
diskusi, 7 siswa merasa puas dan 1 siswa
merasa tidak puas. Data lain menyebutkan
8 siswa menyatakan bahwa materi yang
diberikan dibutuhkan oleh mereka. Kritik
yang dituliskan oleh siswa terhadap
pelaksanaan diskusi harus dilakukan pagi
hari biar lebih semangat dan penggunaan
media harus lebih banyak.
d. Penilaian Diri Siswa dan Hasil Belajar yang
di dapat setelah Bimbingan Kelompok
Penilaian diri yang telah dilakukan siswa
pada pertemuan ketiga bertujuan untik
mengetahui tingkat (dari skor yang diberi)
pengaturan yang sudah dilakukan oleh
siswa selama proses belajar di sekolah.
Adapun hasil dari penilaian tersebut sesuai
tabel 5.
Dari tabel 5 di peroleh hasil bahwa tingkat
pengaturan diri anggota bimbingan kelompok
dengan kategori baik, tidak ada lagi siswa yang
menilai disetiap kategori dengan skor 6.
Hasil belajar siswa sampai dengan siklus II
ini dilaksanakan sudah diterima dari guru mata
pelajaran, kemudian guru pembimbing akan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

19

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri

Tabel 5: Penilai Diri Siswa terhadap Strategi Pengaturan Diri dalam Belajar
Nilai
No

Strategi
RD EC TH TW

AJ

SS

CB

Evaluasi diri

Mengorganisasi dan membentuk

Menentukan tujuan dan merencanakan

Mencari informasi

Menyimpan dan memantau

Mengatur lingkungan

Konsekuensi diri

Mendengar dan mengingat kembali

Mencari bantuan sosial

10

Meninjau kembali catatan

membandingkan hasil ulangan harian (UH)


matematika I yang didapat anggota kelompok
dengan hasil nilai matematika semester (Semt.)
I, seperti tercantum dalam tabel 6.
Tabel 6: Hasil Nilai UH 1 Matematika
No

Nama

Nilai Semt. 1

Nilai UH1

TW

66

80

AJ

65

90.5

TH

71

92.9

RD

70

80

BH

82

90

EC

70

78.8

SS

72

90

CB

74

87

Berdasarkan hasil ulangan harian


Matematika yang di dapat anggota kelompok,
hasil belajarnya sangat memuaskan. Hal ini
terlihat dari nilai yang di dapatnya. Berdasarkan
20

BH

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

dari hasil wawancara satu siswa, dia mengubah


pengaturan belajarnya di rumah lebih
mengevaluasi dirinya.
Refleksi Siklus II
Berbagai variasi dan perubahan yang dilakukan
terlihat efektif untuk membuat kelompok lebih
hidup. Penayangan cuplikan video sangat
mampu meleburkan suasana menjadi semangat,
selain itu pemberian pertanya pada proses
diskusi sangat mendorong siswa untuk lebih
antusias dan merangsang mereka.
Pada siklus II, siswa terlihat lebih aktif dan
semangat dalam mengikuti diskusi, berikut ini
adalah tabel perbandingan tingkat keaktifan
siswa dalam kegiatan sesuai tabel 7. Sementara
itu perbandingan tingkat kepuasan siklus I
dengan siklus II tertera pada tabel 8.
Dalam hal penilaian diri siswa, terkait penerapan strategi pengaturan diri dalam belajar,
terjadi peningkatan pengaturan diri dalam
belajar ditunjukan dari grafik di atas, namun ada
satu starategi yaitu mengingat yang tetap
skornya seperti siklus I. hal ini menunjukkan
bahwa siswa sudah mulai mengatur dirinya
untuk belajar, dan terjadi peningkatan
penerapan tersebut.

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri

Tabel 7: Tingkat Keaktifan Siswa

No

Indikator

Siklus I
Pertemuan

Siklus II
Pertemuan

Memperhatikan/Mendengarkan

Bertanya

Mengemukakan
Pendapat

Keterbatasan Penelitian
1. Hasil dari penelitian ini tidak dapat
digeneralisasikan untuk semua kasus,
sehingga belum tentu dapat diterapkan
pada keadaan yang lain dengan kasus yang
berbeda.
2. Teknik penilaian diri secara aktif, peneliti
belum dapat membuat indicator atau
instrumen yang dapat mengukur perasaan
dan penilaian siswa secara pasti.
3. Keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti
sehingga pada siklus II hanya terjadi
pertemuan sekali saja.

Simpulan

Tabel 8: Tingkat Kepuasan Siswa


Siklus I
Kebutuhan
terhadap
materi

Kepuasan
terhadap
penggunaan
metode

Butuh

8 siswa

Tidak

Abstain

8 siswa

Puas

5 siswa

7 siswa

Tidak

3 siswa

1 siswa

Abstain

Kesimpulan

Siklus II

Kombinasi metode diskusi dan penilaian diri


secara aktif dalam bimbingan kelompok dalam
meningkatkan pengaturan diri dalam belajar
siswa kelas XI IPA SMAK 1 PENABUR. Hal
tersebut terlihat pada peningkatan penilaian diri
secara aktif dalam penerapan strategi
pengaturan diri dalam belajar.
Metode ini juga membuat siswa lebih
menyenangkan dalam berbagi cara pengaturan
belajar, bertukar pendapat antara teman dalam
kelompok. Terlihat dari capaian nilai mengalami

64
62
60
58
56
54
52
50
48

SIKLUS I
SIKLUS II

Grafik 1 : Tingkat Penilaian Diri Siswa terhadap Penerapan Strategi


Pengaturan Diri dalam Belajar

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

21

Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri

peningkatan setelah kegiatan siklus I, serta


terjadi juga peningkatan di siklus II baik dalam
keaktifan kelompok maupun penilaian diri
secara aktif.

Saran
Penggunaan metode diskusi dan variasinya
perlu
pengawasan
sehingga
lebih
menyenangkan dan siswa lebih aktif. Pihak
sekolah juga perlu mendukung kegiatan ini
dengan memberikan fasilitas berupa media atau
alat peraga sehingga proses belajar menjadi
menyenangkan.

Daftar Pustaka
Ahmad (2007). Strategi belajar mengajar. Jakarta:
Ciputat Press
Boekaerts, M, et al.(2000). Handbook of selfregulation. USA: Academic Press

22

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Dirjen PMPTK Depdiknas (2007). Rambu-rambu


penyelenggaraan bimbingan dan konseling
dalam jalur pendidikan formal. Jakarta
Djauharah, Syaiful Bahri (2002). Strategi belajar
mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Heckhaussen, J & Dweek, C.S (1998). Motivation
and self-regulation across the life span. UK:
Cambrige University Press
Hidayat & Aip B. (2012). Penelitian tindakan
bimbingan dan konseling. Jakarta: Indeks
Kasim, Anwar (2005). Bimbingan konseling belajar.
Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
Prayitno dan Erman Anti.(1999). Dasar-dasar
bimbingan konseling. Jakarta: Rineka Cipta
Silberman, Malvin L. (2009). Aktif learning 101
cara belajar siswa aktif terjemahan Raisul
Muttaqien. Bandung: Nuansa
Winkel & Hastuti, Sri (2004). Bimbingan dan
konseling di institusi pendidikan.
Yogyakarta: Media Abadi

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

Penelitian

Meningkatkan Kemampuan Menulis


Kreatif Puisi Siswa melalui Metode Latihan

Sakila
E-mail : sakilaspd@yahoo.co.id
SMP Negeri 2 Singkawang-Kalimantan Barat

Abstrak
ujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis
kreatif puisi tentang keindahan alam dengan menggunakan metode latihan pada siswa
kelas VII D SMP Negeri 2 Singkawang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari
sampai dengan bulan Mei 2014. Model penelitian ini menggunakan sistem spiral refleksi
diri melalui dua siklus. Hasil penelitian siklus I menunjukkan bahwa tingkat kemampuan siswa
masih rendah. Selanjutnya pada siklus II hasil penelitian mengalami perubahan positif. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa penggunaan metode latihan dapat meningkatkan kemampuan
menulis kreatif puisi.

Kata-kata kunci : Menulis, puisi kreatif, dan metode latihan


Improving the Students Poetry Creative Writing Through Drill Method
Abstrac
The purpose of this action research is to improve the students ability to do poetry creative writing on the
nature beauty by using the drill method in VII D class , SMP Negeri 2 Singkawang. This study was conducted
in February and ending in May 2014. The research model used a system of self-reflection spiral in two cycles.
The results of the study in the first cycle showed that the students ability level was still low. Furthermore, the
results of the second cycle of the study experienced a positive change. The results of the data analysis indicate
that the use of drill method can improve the ability of creative writing poetry.
Key words: Writing, creative poetry, and drill method

Pendahuluan
Masa sekarang dan akan datang ditandai
dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan informasi yang serba canggih
atau biasa disebut era kesejagatan. Dalam era
yang demikian kemampuan berbahasa yang
meliputi membaca dan menulis perlu dikembangkan secara sungguh-sungguh. Abad
modern ditandai dengan budaya baca tulis yang

menuntut warga masyarakat harus memiliki


kemampuan membaca dan menulis yang
memadai (Akhadiah, 1994:1). Baca-tulis menjadi
kemampuan dasar yang dikembangkan mulai
dari pendidikan dasar, pendidikan menengah,
sampai pendidikan tinggi.
Dengan kemampuan berbahasa yang
diperoleh sejak dini, siswa dapat berkomunikasi
antarsesamanya, menimba berbagai pengetahuan, serta mengembangkan diri secara berkelanjutan. Selain itu, kemampuan dan keterampilan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

23

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

berbahasa sangat berguna dalam pembentukan


pribadi menjadi warga negara, serta memahami
dan berpartisipasi dalam pembanguanan
masyarakat atau bangsa. Kemampuan
berbahasa juga menjadi dasar utama dalam
belajar secara mandiri sepanjang hayat.
Pembelajaran berbahasa di pendidikan
formal termasuk pengetahuan dan apresiasi
sastra Indonesia. Sebagai contoh, pada akhir
pembelajaran sastra di SMP diharapkan
terbinanya apresiasi dan kegemaran terhadap
sastra, yang di dasari oleh pengetahuan dan
keterampilan di bidang sastra. Usaha-usaha
pembinaan tersebut seharusnya sudah dimulai
pada awal pembelajaran sastra. Oleh karena itu,
bimbingan dasar penafsiran dalam batas
tertentu perlu diberikan agar proses penikmatan
menjadi lebih terarah (Wardani, 1981:10)
Dari pengamatan langsung di kelas dan
hasil diskusi yang intens dengan guru bahasa
Indonesia di SMP, diketahui suasana kelas
dalam kegiatan belajar mengajar di Kelas VII D
tidak menggairahkan dan kurang menyenangkan karena dicekam oleh tugas yang dirasa
membebani siswa. Sebagian besar siswa tampak
demam panggung karena takut menuliskan katakata/bait puisi di depan kelas, malu diperhatikan seluruh siswa dan takut dinilai oleh guru.
Banyak di antara mereka yang memilih tampil
terakhir, ketika diminta tampil ke depan kelas.
Hasil refleksi diri atas pengalaman ini ialah
sikap dan prilaku siswa itu dipengaruhi oleh
kemampuan guru dan metode pembelajaran.
Kesimpulan ini terlihat pada kemampuan
menulis puisi tentang keindahanan alam siswa
Kelas VII D yang masih kurang. Berkaitan
dengan kemampuan guru, terdapat beberapa
masalah yang berhubungan dengan pembelajaran sastra pada umumnya, antara lain kesulitan
guru sastra dalam memperkenalkan karya sastra
baik klasik maupun modern, kemudian
menghubungkan dengan karya sastra kegemaran siswa dengan cara yang wajar dan menyenangkan. Kesulitan lain ialah guru mengalami
kesulitan membicarakan sastra tanpa kehilangan sentuhan kepekaan reaksi, memberikan
kegairahan dalam membaca. Guru juga
mendapat kesulitan kesulitan menolong siswa
bereaksi secara perorangan, dengan kehalusan

24

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

dan kerumitan yang berkembang, dan tidak


hanya bergantung pada kedewasaan dan
kematangan persepsi guru atau kritikus sastra.
Berdasarkan latar belakang masalah yang
dikemukakan, masalah penelitian ini adalah
bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa
kelas VII D SMP Negeri 2 Singkawang dalam
menulis kreatif puisi tentang keindahan alam?
Penyebab masalah ini ialah siswa pada
umumnya menghadapi kesulitan dalam menemukan tema dan menulis puisi keindahan alam.
Penelitian ini bertujuan meningkatkan
kemampuan siswa kelas VII D SMP Negeri 2
Singkawang dalam menulis kreatif puisi tentang
keindahan alam. Hail penelitian ini diharapkan
bermanfaat pertama bagi siswa untuk meningkatkan kemampuannya menulis puisi kreatif,
belajar sastra bukan suatu hal yang membosankan, melainkan merupakan sesuatu yang sangat
menyenangkan. Kedua, bagi guru untuk
meningkatkan kualitas pembelajarannya yang
sangat berpusat pada siswa. Di samping itu,
dengan penelitian tindakan kelas, guru akan
terbiasa melakukan penelitian kecil yang sangat
bermanfaat untuk meningkatkan profesionalnya
sebagai guru dan juga demi perbaikan
pembelajaran, serta karirnya sendiri. Ketiga, bagi
sekolah untuk perbaikan pembelajaran pada
khususnya dan sekolah pada umumnya.
Tjahyono (2003:35) menyatakan sesungguhnya tidak ada resep dan teori membuat puisi.
Proses pengimajinasian atau pengembangan
pengalaman lahir dan batin merupakan awal
dari proses kreatif. Proses kreatif kemudian
dilanjutkan dengan mengekpresian imajinasi ke
dalam rangkaian kata yang disebut dengan
istilah puisi (Tim Materi Pelatihan Terintegrasi,
2005:73). Puisi merupakan karya sastra yang
terikat oleh irama, rima, serta penyusunan larik
dan bait. Ketika menulis puisi, langkah-langkah
menulis puisi mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut (Darmawati, 2010 : 6-7).
1. Menentukan tema puisi. Tema adalah
gagasan pokok yang dikemukakan oleh
penyair melalui puisinya.
2. Menuliskan apa yang ada di hati sejelas
mungkin sesuai dengan tema yang dipilih.
Gunakan pilihan kata yang tepat untuk
mengungkapkan perasaan-perasaan yang

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

berbeda. Dapat pula digunakan kata-kata


yang bermakna denotasi ataupun konotasi.
3. Mengembangkan pilihan kata yang sudah
dipilih ke dalam larik-larik yang beraturan.
4. Menyusun larik-larik puisi menjadi bait
dengan memperhatikan rima atau
persamaan bunyi.
5. Memberi judul puisi yang telah dibuat.
Judul dapat diambil dari pilihan kata yang
berkesan. Judul diungkapkan dengan katakata yang menarik.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
penggunaan metode latihan dalam menulis
kreatif puisi sangat dianjurkan. Metode latihan
merupakan suatu kegiatan dalam melakukan hal
yang sama secara berulang-ulang dan sungguhsungguh dengan tujuan untuk memperkuat
suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu
keterampilan supaya menjadi permanen.
(Shalahuddin, dkk, 1987: 100).
Kata latihan mengandung arti bahwa
sesuatu itu selalu diulang-ulang, akan tetapi
bagaimanapun juga antara situasi belajar yang
pertama dengan situasi belajar yang realistis,
siswa akan berusaha melatih keterampilannya.
Bila situasi belajar itu diubah-ubah kondisinya
sehingga menuntut respon berubah, maka
keterampilan akan lebih disempurnakan. Siswa
melaksanakan kegiatan latihan agar siswa
memiliki ketangkasan atau keterampilan yang
lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari.
(Roestiyah, 1985:125)
Metode latihan merupakan suatu cara
mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan tertentu, selain itu sebagai sarana
untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan. Perlu
diperhatikan, latihan tidak diberikan begitu saja
kepada siswa tanpa pengertian, jadi latihan itu
didahului dengan pengertian dasar. Metode
Latihan dasar digunakan untuk (a) kecakapan
motoris, misalnya menulis, melafalkan huruf,
kata-kata atau kalimat, menggunakan alat-alat
(musik, olahraga, menari, pertukangan dan
sebagainya); dan (b) kecakapan mental, misalnya
menghafal, menjumlah, mengalikan, membagi
dan sebagainya.
Metode latihan memiliki kelebihan dan
kelemahan (Sagala, 2009: 217-218). Kelebihan
metoda latihan antara lain ialah membiasakan

siswa bekerjasama menurut paham demokrasi,


memberikan kesempatan kepada mereka untuk
mengembangkan sikap musyawarah dan
bertanggung jawab. Kesadaran akan adanya
kelompok menimbulkan rasa kompetitif yang
sehat, sehingga membangkitkan kemauan
belajar yang sungguh-sungguh. Guru tidak
perlu mengawasi masing-masing siswa secara
individual cukup dengan memperhatikan
kelompok saja atau ketua kelompoknya. Terakhir,
melatih ketua kelompok menjadi pemimpin yang
bertanggungjawab dan membiasakan anggotaanggotanya untuk melaksanakan tugas
kewajiban sebagai warga negara yang patuh
pada aturan.
Sedangkan kelemahan meode latihan ialah
sulit membuat kelompok yang homogen, baik
intelegensia, bakat dan minat atau daerah
tempat tingga. Siswa yang oleh guru telah
dianggap homogen, sering tidak merasa cocok
dengan anggota kelompoknya. Pengetahuan
guru tentang pengelompokan itu kadang-kadang
masih belum mencukupi.
Strategi belajar mengajar metode latihan
biasanya bertujuan agar siswa (a) memiliki
keterampilan motoris/gerak, seperti menghafal
kata-kata, menulis, mempergunakan alat atau
membuat suatu benda; melaksanakan gerak
dalam olah raga; (b) mengembangkan kecakapan
intelek, seperti mengalikan, membagi,
menjumlahkan, mengurangi, menarik akar
dalam hitungan mencongak; (c) mengenal
benda/bentuk dalam pelajaran matematika,
ilmu pasti, ilmu kimia, tanda baca dan
sebagainya, dan (d) memiliki kemampuan
menghubungkan antara sesuatu keadaan
dengan hal lain, seperti sebab akibat banjir hujan; antara tanda huruf dan bunyi -ing, -ny
dan lain sebagainya; penggunaan lambang/
simbol di dalam peta dan lain-lain. (Roestiyah,
1985: 125-126)
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2
Singkawang. dimulai pada bulan Pebruari
sampai dengan bulan Mei 2014. Jumlah siswa
kelas VII D adalah 33 orang. Faktor yang diteliti
dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
sebagai berikut : Faktor siswa, kemampuan
menulis puisi kreatif tentang keindahan alam.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

25

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

Di samping itu kepekaannya dan sikapnya


terhadap puisi khususnya dan sastra pada
umumnya. Faktor guru, cara guru merencanaan
pembelajaran serta bagaimana pelaksanaannya
di kelas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan
paradigm kualitatif, berangkat dari
permasalahan pembelajaran di kelas, ditindak
lanjuti dengan penerapan suatu tindakan
pembelajaran kemudian direfleksi, dianalisis
dan dilakukan penerapan kembali pada siklus
berikutnya, setelah dilaksanakan revisi
berdasarkan temuan saat refleksi. Sedangkan
dilihat dari tujuannya, penelitian termasuk
penelitian tindakan, yaitu menerapkan suatu
tindakan perbaikan untuk mengatasi masalah
yang ditemukan. Karena penelitian dilaksanakan dengan setting kelas, maka disebut penelitian tindakan kelas (PTK) yang memberikan
kesempatan kepada guru mengor-ganisasikan
kondisi praktek pembelajaran dan belajar dari
pengalaman itu menemukan gagasan perbaikan
serta melihat pengaruh dan hasilnya dalam
praktek pembelajaran. (Wiriaatmadja 2005:13)
PTK ini menggunakan model Stephen
Kemmis dan Mc Taggart (dalam Suranto, 200:49),
sistem spiral refleksi diri yang dimulai dari
rencana, tindakan, pengamatan, refleksi, dan
perencanaan kembali yang merupakan dasar
untuk suatu rancangan pemecahan masalah.
Rencana Tindakan
PTK ini terdiri atas dua siklus dan tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
ingin dicapai seperti yang telah didesain dalam
faktor yang ingin diteliti. Untuk mengetahui
pemahaman siswa terhadap puisi dengan
melihat unsur-unsur puisi, diberikanlah tes
yang berfungsi sebagai tes awal. Observasi awal
juga dilakukan untuk mengetahui tindakan yang
tepat yang diberikan dalam rangka
memantapkan pemahaman siswa terhadap
puisi dan meningkatkan kemampuan siswa
mengapresiasi puisi.
Data dikumpulkan melalui observasi
langsung atas proses pembelajaran di dalam
kelas. Hasil observasi dicatat untuk dievaluasi
sebagai bahan refleksi awal. Dalam refleksi
ditetapkan tindakan yang digunakan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam
26

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

menulis kreatif puisi dengan metode contohlatihan. Dengan berpegang pada refleksi awal
tersebut, dilaksanakan PTK ini dengan prosedur
(1) perencaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)
observasi, dan (4) refleksi dalam setiap siklus.
Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan
kelas untuk siklus pertama dapat dijabarkan
sebagai berikut.
Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap
perencanaan ini adalah sebagai berikut .
a. Membuat skenario pembelajaran dengan
menggunakan metode latihan, yaitu:
(1) Guru menjelaskan maksud dan tujuan
latihan kepada siswa.
(2) Guru menekankan pada diagnosa.
(3) Guru mengadakan latihan terbimbing
sehingga timbul respon siswa yang
berbeda-beda untuk meningkatkan
keterampilan dan penyempurnaan
kecakapan siswa.
(4) Guru memberi waktu untuk mengadakan latihan yang singkat agar tidak
meletihkan dan membosankan dan
guru perlu memperhatikan response
siswa apakah telah melaku-kan latihan
dengan tepat dan cepat.
(5) Guru meneliti kesukaran yang dialami
siswa dengan cara bertanya kepada
siswa, serta memperhatikan masa latihan dengan mengubah situasi sehingga
menimbul-kan optimisme dan rasa
gembira pada siswa yang dapat
menghasilkan keterampilan yang baik.
(6) Guru dan siswa memikirkan dan
mengutamakan proses-proses yang
pokok dan tidak banyak terlibat pada
hal-hal yang tidak diperlukan.
(7) Guru memperhatikan perbedaan
individual siswa, sehingga kemampuan dan kebutuhan siswa masingmasing berkembang.
b. Membuat lembar observasi untuk melihat
bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas
ketika metode tersebut dilaksanakan.
Observasi difokuskan pada pembukaan,
proses dan penutup pembelajaran.
c. Membuat alat bantu mengajar untuk
digunakan dalam rangka mengoptimalkan

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

d.

kemampuan menulis puisi, yaitu gambar


pemandangan alam seperti gunung, sungai,
danau, persawahan, dan sebagainya.
Merancang alat evaluasi untuk melihat
apakah kemampuan siswa menulis puisi
meningkat, kepekaannya terhadap puisi
semakin baik, dan sikapnya terhadap puisi
khususnya dan terhadap sastra pada
umumnya semakin positif. Alat evaluasi
yang dipergunakan berupa lembar hasil
penilaian pada kondisi awal siklus I dan
siklus II.

Pelaksanaan tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini
adalah melaksanakan skenario pembelajaran
yang telah direncanakan.
Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi
terhadap pelaksanaan tindakan dengan
menggunakan lembar observasi yang telah
dibuat.
Refleksi
Hasil yang didapatkan dalam tahap observasi
dikumpulkan serta dianalisis. Dari hasil
observasi guru dapat mengadakan refleksi
dengan melihat data observasi, apakah kegiatan
yang dilakukan telah meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi kreatif, meningkatkan kepekaan terhadap puisi, dan meningkatkan sikap positifnya terhadap puisi khususnya dan sastra pada umumnya. Di samping data
hasil observasi, dipergunakan pula jurnal yang
dibuat oleh guru, pada saat guru selesai
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Hasil
analisis data yang dilaksanakan dalam tahap
ini dipergunakan sebagai acuan untuk
merencanakan siklus berikutnya.
Data dan cara pengambilannya
Data bersumber dari siswa dan peneliti dalam
bentuk kuantitatif dan kualitatif. Data dari siswa
adalah hasil belajar dan data dari peneliti adalah
rencana pembelajaran, hasil observasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran dan jurnal dengan
rincian sebagai berikut.
a. Data tentang situasi belajar mengajar pada
saat dilaksanakan tindakan, diambil
dengan menggunakan lembar observasi

b.

c.

d.

Data tentang refleksi serta perubahan yang


terjadi di kelas diambil dari jurnal yang
dibuat guru
Data tentang keterkaitan antara
perencanaan dan pelaksanaan didapat dari
rencana pembelajaran dan lembar observasi
Indikator kinerja, yang menjadi indikator
keberhasilan tindakan kelas ini apabila
kemampuan menulis puisi rata-rata
mendapat angka 80. Disamping itu, siswa
semakin peka dan semakin bersikap positif
terhadap puisi khususnya dan sastra pada
umumnya.

Hasil dan Pembahasan


Hasil
Refleksi awal dilaksanakan dengan melakukan
pengamatan pendahuluan untuk mengetahui
kondisi awal saat guru melaksanakan kegiatan
belajar mengajar (PKM) dikelas. Hasil analisis
refleksi awal digunakan untuk menetapkan dan
merumuskan rencana tindakan yaitu menyusun
strategi awal pembelajaran.
Hasil pengamatan pendahuluan KBM di
Kelas VII D menunjukkan suasana kelas tidak
menggairahkan dan kurang menyenangkan
karena dicekam oleh tugas yang dirasa
membebani siswa. Sebagian besar siswa tampak
demam panggung karena takut membacakan
puisi di depan kelas, malu diperhatikan oleh
seluruh siswa dan diberikan penilaian oleh
guru. Banyak siswa memilih tampil terakhir
untuk membacakan puisinya.
Hasil Penelitian Siklus I
Perencanaan
Langkah-langkah dipersiapkan untuk meningkatkan kemampuan siswa menulis puisi kreatif
dengan metode latihan. Pada siklus ini disediakan waktu 4X40 menit (2 X pertemuan), tanggal
16 April 2014 dengan kegiatan antara lain :
a. Menyusun dan mempersiapkan instrument
pembelajaran berupa RPP dengan
kompetensi dasar menulis kreatif puisi
berkenaan dengan keindahan alam.
b. Menetapkan jadwal
pelaksanaan
penelitian.
c. Menentukan 8 kelompok, satu kelompok
terdiri atas 4-5 siswa.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

27

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

d.

Mempersiapkan format penilaian, lembar observasi, daftar


nama, dan field note.

Pelaksanaan Tindakan.
Guru menjelaskan rencana
kegiatan saat itu dan melatih siswa
untuk menulis kreatif puisi tentang
keindahan alam dan mampu
menulis puisi dengan pilihan kata
yang tepat dan rima yang menarik
b. Guru membentuk 8 kelompok,
satu kelompok terdiri 4-5 siswa.
c. Guru menugasi masing-masing
kelompok untuk mengamati
gambar keindahan alam dan
menuliskan kata-kata sesuai
gambar yang dilihat.
d. Siswa menulis larik-larik puisi
sesuai dengan kata-kata yang
ditemukan dari gambar keindahan alam. Dari larik-larik
tersebut disusun menjadi baitbait puisi.
e. Peneliti mengamati proses
kegiatan belajar mengajar.
Peneliti sebagai fasilitator dan
motivator
pada
saat
diperlukan kelompok diskusi.
f. Peneliti memberikan penilaian
terhadap aspek praktik, dan
sikap siswa pada saat kegiatan
berlangsung.
g. Peneliti memberikan nilai
aspek produk setelah kegiatan
berlangsung.
Observasi
Berdasarkan data pengamatan
(observasi) setelah diberikan
tindakan I pada siklus I, peneliti
menenmukan perubahan yang
terjadi pada siswa.
a. Dengan sharing antar siswa
dalam kelompok, siswa dapat
berlatih dan berani mengemukakan idenya dalam menyusun larik-larik puisi.
b. Suasana kelas menjadi hidup
dan meyenangkan
28

Tabel 1: Aktivitas Siswa Menulis Kreatif Puisi


M elalui Media Gambar Pemandangan Alam pada Siklus I
Performasi

Nama
Siswa

Produk

No

Jumlah
Skor

Nilai

Praktik

Sikap

3.5

9.5

9.5

2.5

2.5

2.5

7.5

7.5

2.5

2.5

3.2

9.2

9.2

3.2

2.5

8.7

8.7

2.5

8.5

8.5

2.8

8.8

8.8

3.5

8.5

8.5

10

2.5

8.5

8.5

11

70

12

70

13

2.5

8.5

85

14

80

15

90

16

90

17

80

18

2.8

8.8

88

19

2.8

8.8

88

20

3.5

7.5

75

21

2.5

8.5

85

22

70

23

3.3

9.3

93

24

2.5

8.5

85

25

60

26

60

27

70

28

90

29

70

30

90

31

2.2

8.2

82

32

2.8

8.2

82

33

90

Jumlah Skor

93.6

89

86.5

269.1

2691

Sko Max

132

99

99

330

3300

%Skor Tercapai

70.91

89.90

87.37

81.55

81.55

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

c.

Dengan bekerjasama dalam kelompok,


siswa bisa menemukan kesalahan dalam
menuangkan ide dan gagasan serta
menentukan rima yang tepat dalam menulis
puisi tentang keindahan alam.
d. Sebagian siswa berani memberi masukan
kepada temannya di dalam kelompoknya
dan diharapkan nantinya bisa membuat
puisi kreatif.
e. Pada umumnya siswa dapat menulis dan
menuangkan ide menulis puisi kreatif
dengan lancar.
Ternyata untuk melatih siswa lancar dan
tepat menulis puisi tentang keindahan alam
dapat melalui media gambar pemandang-an dan
diskusi dengan siswa lain. Pembelajaran ini
dapat memberi dampak meningkatkan
kemampuan siswa dalam menulis puisi kreatif
tentang keindahan alam. Dari 33 siswa kelas VII
D terdapat 9 siswa yang kurang mampu menulis
puisi atau sebesar 27,27% dari seluruh siswa,
sedangkan 24 siswa lainnya atau sebesar 72.73%
dari seluruh siswa dikategorikan mampu
menulis puisi kreatif dengan menggunakan
media gambar pemandangan alam dengan nilai
di atas KKM. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.
Berdasarkan tabel siklus I, dapat dijelaskan
sebagai berikut.
a. Aspek produk yang dihasilkan dalam
menulis kreatif puisi tentang keindahan
alam sebesar 70,71 %.
b. Aspek Praktik dalam menulis kreatif puisi
tentang keindahan alam sebesar 89,90 %.
c. Aspek sikap dalam menulis kreatif puisi
tentang keindahan alam sebesar 87,37 %.
Dari data tersebut ternyata masih ada siswa
belum memenuhi harapan peneliti untuk
mencapai target yang diinginkan yakni
tercapainya nilai ketuntasan 71. Hal ini bisa
dilihat pada grafik 1.
Dari ke 3 komponen yang dinilai ternyata
masih ada kendala yang menyebabkan kurang
berhasilnya pembelajaran menulis puisi kreatif
yang dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Masih adanya siswa yang kurang tertarik
dengan materi yang diajarkan.
2. Sikap acuh siswa untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan.
3. Kurangnya tanggung jawab siswa dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan.

Dari data diatas menunjukkan bahwa aspek


sikap siswa dalam pembelajaran perlu
mendapatkan perhatian khusus karena
berdampak pada produk yang dihasilkan.
89.9

87.37

Praktik

Sikap

70.91

Produk

Grafik 1 : Kemampuan Siswa


Menulis Puisi Kreatif dengan Media
Gambar Pemandangan Pada Siklus I

Refleksi
Dari hasil pengamatan secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa kemampuan menulis puisi
kreatif melalui media gambar pemandangan
pada siswa masih belum maksimal pada siklus
I karena belum memenuhi target peneliti. Hasil
refleksi menunjukkan:
a. Dari 8 kelompok yang ada ternyata siswa
yang termasuk pandai dan lancar menulis
puisi kreatif seharusnya siswa tersebut
disebar ke kelompok-kelompok yang lain
sehingga suasana kelas lebih hidup dan
kerja setiap kelompok bisa berhasil. Siswasiswa yang pandai bisa memacu semangat
dan motivasi anggota kelompoknya.
b. Siswa kurang tertarik terhadap gambar
pemandangan yang diberikan oleh guru
karena tidak sesuai dengan psikologi
remaja mereka dan sulit bagi mereka untuk
membayangkan dimana mereka berada
(kesulitan dalam penjiwaan)
Dengan memperhatikan hasil refleksi siklus
I, sebelum melaksanakan siklus II dilakukan
upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa
menulis puisi kreatif dengan tema keindahan
alam. Dalam siklus II dilakukan hal-hal berikut.
1. Guru menjelaskan rencana kegiatan pada
saat itu yaitu melatih siswa supaya lancar
menulis puisi kreatif tentang keindahan
alam dengan kalimat yang tepat.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

29

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

2.

3.

4.

5.

6.

Guru memberi wawasan


tentang berbahasa Indonesia
yang baik dan benar.
Guru membagi 8 kelompok
yang terdiri dari 3-4 anggota
kelompok. Siswa yang pandai menulis dan aktif disebar
ke 8 kelompok dengan tujuan
agar suasana kelas lebih
hidup dan kerja kelompok
optimal.
Guru mengajak ke luar kelas
untuk melihat pemandangan alam di luar, kebetulan
sekali sekolah di apit oleh
pegunungan.
Semua anggota kelompok
berdiskusi memberikan masukan terhadap puisi yang
telah dibuatnya selanjutnya
diberikan kepada guru.
Guru mempersiapkan instrumen yang diperlukan.

Hasil Penelitian Siklus II


Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pada
siklus I diketahui bahwa masih
terdapat indikator yang memerlukan perbaikan padahal tindakan
yang dilakukan sudah sesuai
dengan rencana tindakan yang
disusun. Hal ini berarti perlu
merevisi tindakan I dalam pelaksanaan pembelajaran kemampuan menulis puisi kreatif yaitu :
a. Guru menyusun dan
mempersiapkan instrument
pembelajaran yaitu rencana
pembelajaran
dengan
menggunakan
media
pemandangan alam dengan
tema keindahan alam.
b. Tahap pendahuluan guru
menambah wawasan tentang
menulis kreatif puisi melalui
revisi dari contoh-contoh
yang ditemukan dari hasil
temuan pada siklus I.

30

T abel 2: Ak tivitas Siswa M en ulis Kreatif Pu isi


M elalu i M edia G am b ar Pem and an gan Alam p ad a Sik lu s I
P erform asi

Nam a
Sisw a

Produ k

Ju m lah
S k or

Nilai

9.5

98

2.5

2.5

7.8

78

2.5

8.5

85

3.5

95

95

3.5

9.5

95

2.8

8.8

88

90

2.5

8.5

85

3.5

9.5

95

10

3.5

9.5

95

11

2.5

8.5

85

12

3.2

9.2

92

13

3.2

9.2

92

14

90

15

3.5

9.5

95

16

3.5

8.5

85

17

3.2

9.2

92

18

90

19

90

20

3.5

9.5

95

21

2.8

8.8

88

22

3.2

8.2

82

23

3.5

9.5

95

24

3.5

9.5

95

25

2.5

7.5

75

26

3.5

9.5

95

27

3.5

8.5

85

28

3.5

9.5

95

29

3.3

8.3

83

30

3.2

9.2

92

31

90

32

90

33

3.2

9.2

92

Ju m lah Sko r

105.2

98.5

93

296.7

2967

Sko M ax

132

99

99

330

3000

%Sk o r T e rcapai

79.69

99.50

93.93

89.90

89.90

No

P raktik

Sikap

3.8

2.8

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

Pelaksanaan Tindakan II
a. Waktu pada siklus II sama dengan siklus I
yaitu 4 X 40 menit (2 X pertemuan). Kegiatan
ini dilaksanakan pada tanggal 28 April
2014.
a. Guru menjelaskan rencana kegiatan saat itu
yaitu melatih siswa supaya dapat menulis
puisi kreatif tentang keindahan alam
dengan pilihan kata yang tepat dan rima
yang menarik.
b. Guru membentuk 8 kelompok terdiri atas 34 anggota kelompok atau dengan catatan
siswa yang pandai yang aktif disebar ke 8
kelompok agar suasana kelas lebih hidup
dan kerja kelompok optimal.
c. Guru mengajak ke luar kelas dan mengamati
pemandangan alam yang mereka lihat.
d. Dengan berdiskusi antara anggota
kelompok, guru menugasi kelompok untuk
menuliskan kata-kata tentang keindahan
alam dengan kalimat yang tepat dan rima
yang menarik.
e. Peneliti memberikan penilaian terhadap
siswa yang telah menuliskan puisi tentang
keindahan alam dengan kalimat yang tepat
dan rima yang menarik.
f. Siswa beserta guru mengadakan refleksi.
Observasi
Dalam tahap ini peneliti mengajukan hasil
pengamatan dan hasil penilaian yang diperoleh
para siswa setelah mengikuti proses pelajaran
menulis puisi kreatif tentang keindahan alam,
data hasil pengamatan dapat peneliti sajikan
pada tabel 2.
Dari tabel 2 pada siklus II dapat disimpulkan
sebagai berikut.
a. Aspek produk yang dihasilkan dalam
menulis kreatif puisi tentang keindahan
alam sebesar 79.69 %.
b. Aspek Praktik dalam menulis kreatif puisi
tentang keindahan alam sebesar 99.50 %.
c. Aspek sikap dalam menulis kreatif puisi
tentang keindahan alam sebesar 93.993 %.
Kemampuan siswa menulis puisi kreatif dengan
media pemandangan alam langsung pada siklus
II, dapat digambarkan dalam grafik 2.
Dari data grafik 2 siklus II ternyata hasil
yang diperoleh sudah melebihi target peneliti
dan sudah dikatagorikan berhasil karena

99.5

93.93

79.69

Produk

Praktik

Sikap

Grafik 2 : Kemampuan Siswa


Menulis Puisi Kreatif dengan Media
Gambar Pemandangan Pada Siklus II
seluruh siswa sudah mendapatkan nilai di atas
KKM. Dari hasil analisis data tentang tingkat
kemampuan menulis puisi kreatif siswa tentang
keindahan alam pada suklus II mengalami
peningkatan. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa kemampuan siswa dalam
menulis kreatif puisi berkenaan dengan
keindahan alam melalui pemandangan alam
langsung dapat meningkat.

Pembahasan
Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan
oleh peneliti dalam kelas saat berlangsungnya
proses belajar mengajar ditemukan suasana
kelas tidak menggairahkan dan kurang
menyenangkan karena dicekam dengan tugas
yang dirasa membebani siswa. Sebagian siswa
tampak tidak berminat karena mereka bingung
untuk menulis puisi harus dari mana
memulainya. Berdasarkan kondisi yang ada,
peneliti merencanakan pembelajaran
kemampuan menulis kreatif puisi dengan
menggunakan media gambar pemandangan
alam. Hal ini dilakukan oleh peneliti agar siswa
tertarik dan berminat serta termotivasi dalam
belajar diharap adanya peningkatan prestasi.
Media gambar pemandangan alam
dipergunakan karena media ini mudah didapat,
bisa dari internet, kalender bekas, majalah, buku
dan sebagainya dan bersifat alami. Demi hal
tersebut diharapkan nantinya siswa bisa
menjadi orang yang peka dengan lingkungan.
Pada waktu kegiatan kelompok, guru melatih
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

31

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

siswa menuliskan kalimat-kalimat dan


mengumpulkan kata-kata dan dibantu anggota
kelompok yang lain agar mereka saling
mempengaruhi, saling berkomunikasi, sharing
dengan anggota kelompoknya. Penilaian akhir
dilakukan guru untuk mengetahui hasil latihan
siswa dengan kelompoknya berupa penilaian
secara individu.
Siklus I
Pada siklus I siswa sudah mulai tenang, karena
sebelumnya terlebih dahulu diadakan kegiatan
berlatih dengan sesama temannya secara
bergantian dalam kelompoknya. Selain itu ada
evaluasi awal dari anggota kelompoknya dan
saran-saran yang sangat membantu.
Pada waktu kegiatan Belajar Mengajar
berlangsung peneliti mengamati 8 kelompok.
Ternyata ada 4 kelompok yang sangat aktif jika
dibandingkan dengan kelompok yang lain. Ada
4 kelompok yang kurang aktif. Keaktifan siswa
untuk memberi arahan kepada temannya hanya
tampak pada empat kelompok saja. Gambar
pemandangan yang tidak sesuai dengan
psikologi siswa sehingga siswa kurang tertarik.
Pada waktu masing-masing siswa menulis
kreatif puisi tentang keindahan alam tidak
memenuhi target peneliti yang seharusnya
mencapai nilai 71 ternyata terdapat 3 orang yang
belum mencapai nilai tersebut. Dengan
ditemukan beberapa kendala tersebut perlu
diadakan pembenahan-pembenahan. Untuk itu
perlu dilaksanakan siklus II. Kegiatan belajar
mengajar pada siklus II sama halnya dengan
kegiatan Belajar Mengajar pada siklus I, namun
masih harus ditambah dengan temuan-temuan
yang merupakan kendala dari hasil siklus I.
Siklus II
Setelah diketahui bahwa siswa kurang tertarik
pada media gambar pada siklus I karena tidak
sesuai dengan psikologi siswa. Diupayakan
masing-masing kelompok terdapat siswa yang
sangat aktif, tema yang digunakan adalah
pemandangan alam dimana seluruh siswa
diajak keluar kelas untuk melihat alam
sekitarnya. Selain itu untuk meningkatkan
kemampuan menulis kreatif puisi, siswa berlatih
secara bergantian dengan anggota kelompoknya

32

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

untuk membandingkan puisi yang telah


dibuatnya dan memberi penilaian serta
pendapat terhadap anggota kelompok yang telah
menulis terlebih dahulu.
Hasil akhir berupa penilaian kemampuan
menulis kreatif puisi berkenaan dengan
keindahan alam melalui media pemandangan
alam diperoleh nilai yang melebihi target peneliti.
Dengan demikian hasil yang diperoleh sudah
sesuai dengan hipotesis tindakan yang diajukan
yaitu melalui metode latihan dengan media
pemandangan alam secara langsung serta
diskusi dengan teman kelompoknya sehingga
dapat meningkatkan kemampuan menulis
kreatif puisi. Secara keseluruhan analisis data
baik siklus I maupun siklus II sesuai grafik 3.
siklus I

Siklus II
99.5

89.9
79.69

87.37

93.93

70.91

Produk

Praktik

Sikap

Grafik 3: Kemampuan Siswa Menulis


Puisi Kreatif dengan Media Gambar
Pemandangan pada Siklus I dan Siklus II

Setelah diadakan tindakan pada siklus II


maka beberapa aspek pada siklus I yang masih
belum memenuhi harapan peneliti ternyata pada
siklus II sudah memenuhi harapan dan semua
aspek mengalami peningkatan.
1. Pada aspek Produk mengalami peningkatan
sebesar 8,78%
2. Pada aspek Praktik mengalami peningkatan
sebesar 9.6%
3. Pada Aspek Sikap mengalami peningkatan
sebesar 6.56 %
4. Pada Skor nilai akhir mengalami peningkatan sebesar 8.35%

Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa

Simpulan
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan
pembahasan, peneliti dapat mengambil
beberapa kesimpulan bahwa penggunaan
metode latihan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VII D SMP Negeri 2 Singkawang
dalam menulis kreatif puisi tentang keindahan
alam. Hal ini dapat terlihat dari adanya
peningkatan dimulai dari kondisi awal, siklus I
dan siklus II. Pada siklus I, saat siswa ditugaskan
membuat puisi kreatif tentang keindahan alam
dengan media gambar, belum memenuhi target
peneliti, karena itu pada siklus II digunakan
media pemandangan langsung mereka lihat
yang temanya sesuai dengan psikologi siswa
maka terjadi peningkatan.
Hasil penelitian diperoleh dari proses
pembelajaran menulis puisi tentang keindahan
alam. Pada saat siswa disuruh membuat puisi
kreatif tentang keindahan alam dengan media
gambar, belum memenuhi target peneliti yang
seharusnya target minimal KKM nilai 71 tetapi
kenyatannya dari 33 siswa terdapat 3 orang
yang masih mencapai nilai dibawah 71. Siswa
juga kurang tertarik terhadap gambar
pemandangan pada siklus I karena tidak sesuai
dengan psikologi remaja siswa, serta mereka
masih kurang kreatif dalam mengembangkan
kata-kata dan rima dalam penulisan puisi,
karena itu pada siklus II digunakan media
pemandangan langsung mereka lihat yang
temanya sesuai dengan psikologi siswa kelas VII
D SMP Negeri 2 Singkawang meningkat terbukti
pada grafik 3, yaitu pada aspek Produk pada
siklus I mencapai skor 71,21% menjadi 79,69
pada siklus II. Aspek Praktik pada siklus I
mencapai 92,92% menjadi 99,50% pada siklus
II. Aspek Sikap pada siklus I mencapai 88,88%
menjadi 93,93% pada siklus II, dan aspek nilai
skore pada siklus I mencapai 83,03% menjadi
89,90% pada siklus II.

Saran
Kepada guru mata pelajaran, pada saat
pembelajaran kemampuan menulis puisi kreatif
tentang keindahan alam, guru harus
memperhatikan kelompok dan tema puisi.
Antara masing-masing kelompok diupayakan
seimbang agar bisa mlaksanakan kegiatan secara
maksimal. Selain itu puisi yang dibuat harus
sesuai dengan psikologi remaja siswa akan
berdampak meningkatkan kemampuan menulis
puisi kreatif tentang keindahan alam. Kepada
peneliti, Peneliti berikutnya dapat melakukan
penelitian tentang pembelajaran menulis puisi
kreatif tentang keindahan alam dan sesuai
dengan psikologi siswa yang dapat
meningkatkan kemampuan menulis puisi kreatif
tentang keindahan alam.

Daftar Pustaka
Akhadiah, Sabarti. (1991). Bahasa Indonesia I.
Jakarta: Depdikbud
Ali, Faried. (1997). Metodologi penelitian sosial
dalam bidang ilmu administrasi dan
pemerintahan. Jakarta : Rajawali Pers
Darmawati, Uti. (2010). Bahasa Indonesia untuk
SMP/MTS Kelas VII semester II. Klaten:
Intan Pariwara
Roestiyah. (1985). Strategi belajar mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Sagala, S. (2009). Konsep dan makna pembelajaran.
Surabaya : Alfabeta
Shalahuddin, Mahfud. (1987). Metodologi
pengajaran agama. Surabaya: Bina Ilmu
Sugiyono. (2005). Memahami penelitian kualitatif.
Bandung : Alfabeta
Suranto, Basowi, Sukidin. (2002). Manajemen
penelitian tindakan kelas. Insan Cendekia
Tim Materi Pelatihan terintegrasi. (2005). Bahasa
dan sastra Indonesia. Depdiknas, Jakarta :
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
Wardani, I.G.K. (1981). Pengajaran sastra. Jakarta
:P3G Depdikbud
Wiriaadmadja, Rochiati. (2005). Metode penelitian
tindakan kelas untuk meningkatkan kinerja
guru dan dosen. Bandung : Rosda Karya

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

33

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan


Penelitian

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan


dan Kenaikan Pangkat Pegawai Guru

Elika Dwi Murwani


E-mail: elika.dmurwani@bpkpenaburjakarta.or.id
Divisi Pendidikan BPK PENABUR Jakarta

Abstrak
enelitian ini bertujuan unttuk menemukan sejauhmana efektivitas penerapan kebijakan
stratifikasi dan promosi untuk guru di BPK PENABUR. Kebijakan stratifikasi dan promosi
untuk guru di BPK PENABUR adalah kebijakan berkaitan dengan remunerasi yang
diberlakukan sejak Juli 2007 untuk meningkatkan kinerja guru di BPK PENABUR. Evaluasi
menggunakan model CIPP (Context, Input, Proses, Product). Metodologi penelitian mengadposi pendekatan kuantitatif dan kualitatif dan data dikumpulkan dari berbagai sumber melalui wawancara,
observasi, studi dokumen yang autentik, serta penyebaran kuesioner. Analisis triangulasi atas
data kuantitatif dan deskriptif untuk keperluan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan, penerapan kebijakan telah memenuhi harapan Yayasan secara memuaskan yaitu
menghasilkan guru yang berkemampuan dan professional, memberikan peningkatan yang berarti
dalam kesejahteraan serta kepuasaan dalam promosi mereka. Penelitian ini menyarankan agar
Yayasan memperbaiki system yang berjalan agak lamban, khususnya percepatan dalam memperoleh
hasil tes kompetensi guru yang diperlukan dalam promosi jabatan mereka. Unsur-unsur masukan
hendaknya lengkap dan akuntabel dan masih disediakan kemungkinan perbaikan dalam proses
plaksanaan di samping sistem pemberian imbalan kepada guru yang mampu dan professional.

Kata-kata kunci: Penerapan kebijakan, efektif, manajemen kinerja, model evaluasi CIPP.

Effectivity of the Implementation of Stratification and Promotion Policy for Teachers


Abstract
The research was intended to find out how effective the implementation of stratification and promotion policy
for teachers in BPK PENABUR had been. Stratification and promotion policy for teachers is a policy on
teachers remuneration that has been applied since July 2007 to enhance teachers performance in BPK
PENABUR. Evaluation model used was CIPP (Context, Input, Process and Product). Research methodology
adopted evaluation research based upon quantitative and qualitative approach. Data were collected from a
variety of sources such as interviews, observation, careful study on authentic documents and questionnaires.
Triangulation analysis on quantitative and descriptive data was carried out to arrive at the conclusion. The
result indicates that the implementation of the policy satisfactorily meets the Foundations expectations,
which are: producing competent and professional teachers, making marked improvement on their well-being
and bringing contentment to them with their promotion. The research recommends the Foundation to improve
the rather slowly running system especially one related to the teachers receiving his competency-test result
needed for his promotion. The input must be complete and accountable and there is still room for improvement
on the implementation process as well as reward system for competent and professional teachers.
Key words: Policy implementation, effectively, performance management, CIPP evaluation model
34

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

Pendahuluan
Badan Pendidikan Kristen PENABUR adalah
lembaga pendidikan yang mengelola pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini (Taman Kanak-kanak) dan saat ini
mengelola lebih dari 144 sekolah serta memiliki
lebih dari 3.500 guru yang tersebar di 15 kota di
DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat dan Lampung.
BPK PENABUR menyadari bahwa tiang dari
keberhasilan pendidikan adalah guru, dan letak
keunggulan sekolah pada para guru. Untuk
meningkatkan kinerja guru, BPK PENABUR
membangun sistem remunerasi bagi guru agar
mampu mendorong mereka memiliki kualitas
kinerja yang baik dalam mendidik karena sistem
penghargaan yang tepat bagi profesi guru akan
meningkatkan kinerja mereka. BPK PENABUR
membangun sistem remunerasi berdasarkan
kompetensi dan prestasi. Pada Juli 2007, BPK
PENABUR
mem-berlakukan
sistem
Kepangkatan dan Kenaikan Pangkat Guru
sebagai bagian dari sistem Kepangkatan dan
Kenaikan Pangkat Pegawai (KKPP) berdasarkan
kompetensi dan prestasi.
Kebijakan KKPP merupakan sebuah sistem
remunerasi di BPK PENABUR yang mengatur
kepangkatan dan kenaikan pangkat pegawai
dalam hal ini tenaga pendidik (guru) dimana
kebijakan ini didasarkan pada kompetensi dan
prestasi setiap individu guru. Dalam kebijakan
ini diatur tata cara kepangkatan dan kenaikan
pangkat guru sehingga mereka termotivasi
memampukan dirinya dengan meningkatkan
kompetensi dan berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik dan dapat disebut berprestasi.
Sebagaimana tertuang dalam KKPP Guru
(2008: 2) tujuan utama kebijakan yaitu: (1) untuk
memberikan motivasi kepada tenaga pendidik
dalam meningkatkan dan mengembangkan
mutu profesionalitas tenaga pendidik melalui
peningkatan kompetensi dan kinerja tenaga
pendidik; (2) memberikan penghargaan bagi
guru yang berprestasi dan berkompeten di
bidang tugas/pekerjaannya; dan (3) memberikan
wadah dan arahan jelas tentang jenjang karier guru.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh


Suwarni (2012: 134), yaitu Analisis Kebijakan
Nasional tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kredit pada SMA Negeri di DKI Jakarta,

menunjukkan bahwa Pemerintah DKI Jakarta,


dalam hal ini Dinas Pendidikan DKI Jakarta,
telah meningkatkan kenaikan pangkat 104 orang
(2.7%)guru, khususnya guru SMA Negeri di DKI
Jakarta pada periode bulan Oktober 2007. Hasil
implementasi kebijakan jabatan fungsional guru
dan angka kreditnya yang paling menonjol
adalah pembinaan karier kepangkatan guru
sangat lancar, terutama sampai dengan jabatan
Guru Pembina (IVa). Dampak implementasi
kebijakan jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya terhadap kenaikan pangkat guru,
adalah (1) guru lebih termotivasi dalam
meningkatkan kompetensi dan prestasi kerjanya
dan (2) guru selalu berupaya untuk
mengembangkan profesi dan bukan hanya
sekedar melaksanakan profesinya sebagai guru.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kebijakan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kredit berhasil memotivasi guru dalam
meningkatkan kompetensi dan prestasi
kerjanya, dan guru berupaya mengembangkan
profesi bukan sekedar melaksanakan tugas.
BPK PENABUR memiliki visi strategis
untuk meningkatkan kinerja guru yang diyakini
akan berdampak pada kinerja organisasi
sehingga dibuat kebijakan sistem Kepangkatan
dan Kenaikan Pangkat Pegawai (KKPP) Guru.
Setelah kebijakan KKPP Guru diimplementasikan di BPK PENABUR selama enam tahun,
peneliti ingin mengetahui sejauh mana
ketercapaian kebijakan ini dalam meningkatkan
kompetensi dan kinerja guru.
Nugroho (2011: 618) menjelaskan bahwa
implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah
cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya. Manajemen implementasi kebijakan
terdiri atas empat tahap: pertama, implementasi
strategi (Pra Implementasi), kedua, pengorganisasian (Organizing), ketiga, pergerakan dan
kepemimpinan, dan keempat pengendalian.
Keempat tahap tersebut senada dengan yang
dijelaskan oleh Schermerhorn (1996: 10-12) yaitu
planning, organizing, leading, dan controlling. Pada
tahap pra implementasi (planning) antara lain
dilakukan mengoperasionalkan strategi serta
menggunakan prosedur untuk memudahkan
implementasi. Tahap pengorganisasian adalah
mendesain organisasi dan struktur organisasi,
membagi pekerjaan dan mendesain pekerjaan,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

35

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

rekrutmen dan staffing, melakukan integrasi dan


koordinasi, mengatur hak, wewenang dan
kewajiban, pendelegasian, pengembangan
kapasitas organisasi dan kapasitas sumber daya
manusia, dan pengembangan budaya organisasi. Tahap kepemimpinan adalah motivasi,
kerja sama tim, mutu, etika, komunikasi organisasi, dan negosiasi. Tahap pengendalian adalah
desain pengendalian, audit, sistem informasi
manajemen, dan pengendalian anggaran/
keuangan. Tahapan-tahapan tersebut
diperlukan dalam mengimplementasikan
kebijakan agar hasilnya efektif mencapai tujuan.
Amstrong dan Baron menjelaskan,
sebagaimana dikutip oleh Wibowo (2013: 7),
kinerja merupakan hasil pekerjaan yang
mempunyai hubungan kuat dengan tujuan
strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan
memberikan kontribusi pada ekonomi.
Sedangkan hakikat manajemen kinerja adalah
bagaimana mengelola seluruh kegiatan
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan sebelumnya. Senada
dengan itu Jackson, Schuler, dan Werner (2011:
62) mengatakan, manajemen kinerja (performance
management) membantu mengarahkan dan
memotivasi pekerja untuk memaksimalkan
usaha mereka atas nama perusahaan. Jadi
manajemen kinerja adalah mengelola kegiatan
mengarahkan dan memotivasi pekerja untuk
mencapai tujuan organisasi. Lebih lanjut dikata-

kan Jackson, Schuler, dan Werner (2011: 162)


bahwa penelitian baru-baru ini menemukan
perusahaan yang memiliki pertumbuhan jangka
panjang yang sangat baik memiliki pegawai
yang menerima pembayaran berbasis kinerja.
Menurut Rivai dan kawan-kawan (2011: 3),
kinerja tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan
dengan kepuasan kerja dan tingkat kompensasi,
yang dipengaruhi oleh ketrampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu.
Efektivitas berasal dari kata effectively yang
menurut kamus Cambridge Dictionaries Online
berarti successful or achieving the results that you
want. Efektifitas adalah keberhasilan atau
pencapaian hasil yang kita inginkan. Jadi kata
efektif berkaitan dengan pencapaian hasil sesuai
dengan yang diharapkan/tujuan. Subarsono
(2010: 120) mengatakan bahwa evaluasi
implementasi kebijakan memiliki beberapa
tujuan: (1) menentukan tingkat kinerja suatu
kebijakan, (2) mengukur tingkat efisiensi suatu
kebijakan, (3) mengukur tingkat keluaran (output)
suatu kebijakan, (4) mengukur dampak (outcome)
suatu kebijakan, (5) untuk mengetahui apabila
ada penyimpangan, (6) evaluasi juga bertujuan
untuk mengetahui adanya penyimpanganpenyimpangan yang mungkin terjadi, dengan
cara membandingkan antara tujuan dan sasaran
dengan pencapaian target, dan (7) sebagai bahan
masukan (input) untuk kebijakan yang akan
datang. Tujuan akhir dari evaluasi kebijakan

Tabel 1: Kriteria Evaluasi Kebijakan KKPP Guru di BPK PENABUR


Komponen
Evaluasi
Latar
kebijakan

36

Aspek yang Dievaluasi

Kriteria Evaluasi

1.1

Kebutuhan utama Yayasan 1.1.1


dalam kaitannya dengan
1.1.2
kebijakan sistem Kepang1.1.3
katan dan Kenaikan Pangkat Pegawai (KKPP) Guru.

Ada analisis kebutuhan Yayasan


Ada pemetaan kebutuhan Yayasan
Ada analisis prioritas kebutuhan
Yayasan

1.2

Identifikasi kekuatan (aset- 1.2.1


aset) dan kelemahan

Ada analisis kekuatan dan


kelemahan internal

1.3

Identifikasi terhadap hambatan dan peluang yang


dihadapi untuk menjawab
kebutuhan Yayasan

Ada analisis peluang dan hambatan


eksternal

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

1.3.1

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

Komponen
Evaluasi

Aspek yang Dievaluasi


1.4

Kelayakan 2.1
input
pendukung
kebijakan

Proses
implemen
tasi
kebijakan

Kriteria Evaluasi

StratStrategi dasar implementasi kebijakan sistem


KKPP Guru egi dasar
implementasi kebijakan
sistem KKPP Guru

1.4.1

Adanya strategi yang mendasari


kebijakan sistem KKPP Guru.

Strategi Implementsi
Kebijakan KKPP Guru

2.1.1

Ada kejelasan strategi jangka panjang


Ada kejelasan strategi jangka pendek

2.1.2
2.1.3

Ada kejelasan penilaian kelayakan


kebijakan

2.2

Ketersediaan sumber daya


pendukung

2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.2.5

Ada kebijakan pendukung


Ada persiapan administrasi
Ada SDM yang kompeten
Ada ketersediaan sarana prasarana
Ada ketersediaan dana yang
dialokasikan

3.1

Rancangan implementasi
kebijakan sistem KKPP
Guru di tingkat Yayasan
BPK PENABUR Pusat,
BPK PENABUR Setempat,
dan sekolah

3.1.1

Ada kejelasan struktur tugas yang


bertanggungjawab untuk
implementasi kebijakan
Ada kejelasan uraian tugas (jobdesc)
dalam implementasi kebijakan
Ada kejelasan standar operasional
prosedur (SOP) implementasi
kebijakan
Ada kejelasan mekanisme proses
implementasi kebijakan
Ada kejelasan mekanisme kontrol/
pengawasan implementasi kebijakan

3.1.2
3.1.3

3.1.4
3.1.5
3.2

Pendokumentasian proses
yang sedang berlangsung

3.2.1
3.2.2

3.3

Identifikasi hal-hal yang


membutuhkan koreksi

3.3.1
3.3.2

Hasil dan
Dampak

4.1

Hasil implementasi
kebijakan

4.1.1
4.1.2

4.2

Dampak implementasi
kebijakan

4.2.1
4.2.2
4.2.3
4.2.4

Ada data pendukung dokumentasi


proses implementasi
Menggunakan database dalam
implementasi
Ada data kendala dan faktor
pendukung kebijakan
Ada upaya perbaikan/pembinaan
implementasi kebijakan
Kualitas kelancaran Kepangkatan
dan Kenaikan Pangkat Guru
Jumlah guru yang berhasil mencapai kepangkatan yang lebih tinggi
Ada peningkatan kualitas kinerja
Perbaikan citra/mutu sekolah
Perbaikan tingkat kesejahteraan guru
Kepuasan batiniah guru terhadap
hasil KKPP Guru

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

37

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

adalah untuk memberikan masukan bagi proses


kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan
yang lebih baik.
Model evaluasi yang digunakan adalah
Context, Input, Process, and Product (CIPP) yang
dikembangkan oleh Stufflebeam (2007: 334-346).
Model ini terdiri atas evaluasi konteks yaitu
untuk mengetahui kebutuhan Yayasan dan
strategi dasar dalam merumuskan kebijakan,
evaluasi input yaitu mengidentifikasi kelayakan
input kebijakan sebagai strategi persiapan
implementasi, evaluasi proses yaitu menilai
proses implementasi kebijakan untuk
mengidentifikasi kendala dan penyimpangan
yang terjadi, dan evaluasi produk yang berupa
output (hasil) dan outcome (dampak) kebijakan.
Model evaluasi tersebut diuraikan dalam
Kriteria Evaluasi sesuai tabel 1.
Pembahasan berikut ini difokuskan pada
Efektivitas implementasi kebijakan KKPP .
1. Sejauh mana ketercapaian hasil implementasi kebijakan
2. Sejauh mana dampak implementasi
kebijakan terhadap kinerja guru?
Metode penelitian
Metode penelitian menggunakan penelitian
evaluasi dengan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Tujuannya adalah untuk
memperoleh data penelitian yang mendalam
serta dapat mengembangkan penelitian dengan
menggali informasi melalui metode kualitatif
dengan wawancara, studi dokumen dan
pengamatan lapangan, serta diskusi kelompok
(focus group discussion). Responden penelitian
berasal dari sekretariat BPK PENABUR Pusat,
sekretariat BPK PENABUR Setempat, Rayon, dan
Sekolah (kepala sekolah, guru dan siswa).
Angket disebarkan kepada 90 (73 %) dari 124
kepala sekolah, 442 (95%) dari 467 guru, dan
398 (73%) dari 548 siswa SLTA kelas XI dan XII.
Responden kepala sekolah dan guru harus
memenuhi syarat minimal sudah dua tahun
menjabat sebagai kepala sekolah atau telah dua
kali melakukan penilaian dengan sistem KKPP
Guru. Siswa dipilih dari SLTA kelas XI dan XII
karena dianggap dapat memberikan penilaian
yang objektif terhadap guru serta memahami
pertanyaan dalam angket.

38

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Prosedur pengumpulan data serta butir


pertanyaan sesuai dengan komponen, aspek, dan
kriteria yang dikembangkan dari kisi-kisi
instrumen. Penarikan kesimpulan diambil
setelah membandingkan data yang telah
dianalisis dengan kriteria evaluasi. Pada
penelitian ini dilakukan analisis data kuantitatif
dan kualitatif menggunakan teknik triangulasi
.

Hasil dan Pembahasan


Evaluasi terhadap kebijakan sistem KKPP Guru
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
sistem ini berjalan efektif sesuai dengan
ketercapaian tujuan Yayasan. Hasil penelitian
dari triangulasi yang dilakukan terhadap data
kuantitatif (hasil angket) dan deskripsi dari
wawancara, studi dokumen, dan pengamatan
lapangan.
1.
a.

b.

Kualitas kelancaran dan ketepatan waktu


Menurut kepala sekolah, implementasi
kebijakan KKPP Guru di tingkat Yayasan:
lancar 63,3%, cukup lancar 26,7%, kurang
lancar 7,8%, sangat tidak lancar tidak ada,
sangat lancar 2,2%, dengan rata-rata 72%.
Ketepatan waktu pihak sekolah menerima
hasil penilaian kinerja guru dari pihak
Yayasan sangat kurang tepat tidak ada,
kurang tepat (17,6%), cukup tepat (40,7%)
dan tepat (41,8%) serta sangat tepat tidak
ada, dengan rata-rata 65%. Persentase
jawaban responden tentang kualitas
kelancaran dan ketepatan waktu dalam
tampilan grafik, disajikan pada gambar 1.
Menurut guru, implementasi kebijakan
KKPP Guru di tingkat sekolah: lancar 66,4%
dan cukup lancar 25,9%, kurang lancar
2,0%, dan sangat kurang lancar tidak ada,
serta sangat lancar 5,7% dengan rata-rata
75%. Tentang jadwal pelaksanaan KKPP
menurut guru: menjawab lancar 62,8% dan
cukup lancar 29,5%, kurang lancar 4,1%,
dan sangat kurang lancar tidak ada, serta
sangat lancar 4,1%, dengan rata-rata 73%.
Persentase jawaban responden tentang
kualitas kelancaran dan ketepatan waktu
dalam tampilan disajikan, pada gambar 1.

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

Gambar 1: Kualitas Kelancaran Implementasi Menurut Kepala Sekolah


c.

Menurut guru, implementasi kebijakan


KKPP Guru di tingkat Yayasan: sangat
kurang 0,9%, kurang 6,5%, cukup 35,8%,
dan lancar 54,7%, serta sangat lancar 2,1%,
dengan rata-rata 70%. Ketepatan waktu
guru menerima hasil penilaian kinerja guru
menjawab sangat kurang 1,6%, kurang
16,3%, cukup 37,0%, tepat 42,3%, dan
sangat tepat 2,8%, dengan rata-rata 66%.
Persentase jawaban guru tentang kualitas
kelancaran dan ketepatan waktu dalam
tampilan grafik, disajikan pada gambar 2.

kompetensi di rayon menurut jadwal JuliSeptember 2012 namun baru dilaksanakan


September - Oktober 2013. Jadi
keterlambatan sudah berjalan satu tahun.
Ketepatan waktu guru menerima hasil
penilaian kinerja, guru menjawab rata-rata 66%,
posisi yang paling rendah dibandingkan butir
pertanyaan lain. Sementara itu hasil interview
petugas di sekolah tentang proses KKPP di
Yayasan dijawab hasil tidak jelas karena terlalu
lama prosesnya, sehingga menyebabkan guru
tidak termotivasi.

Gambar 2: Kualitas Kelancaran Implementasi Menurut Guru


d.

Untuk menggambarkan proses Kenaikan


Golongan, peneliti merangkum seperti
tampak pada gambar 3 (sesuai hasil
wawancara, FGD, dan penelitian dokumen).
Penilaian kinerja guru untuk periode 20112012 telah dilaksanakan di sekolah tepat
waktu yaitu per 1 Juli 2011 hingga 31 Juni
2012, namun pelaporan ke BPK PENABUR
sudah mengalami keterlambatan hingga
September 2012. Kemudian, diverifikasi di
PH BPK PENABUR dan dilakukan Uji

Meskipun hasil angket kepala sekolah


menyatakan proses di sekolah lancar rata-rata
(72%), secara detil jawaban kepala sekolah
sebagai berikut sangat baik 2,2%, baik 63,3%,
cukup 26,7%, dan kurang 7,8%, serta sangat
kurang 0%, jadi sebagian masih ada yang
menjawab kurang lancar (7,8%), dan cukup
lancar (26,7%) artinya masih ada lebih dari 30%
kepala sekolah belum merasa dapat menjalankan tugas dengan lancar karena belum terlalu
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

39

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

Gambar 3: Proses dan Jadwal Realisasi Kenaikan Pangkat Guru


Tahun Pelajaran. 2012-2013

memahami proses penilaian kinerja guru.


Sementara sebagian guru juga mengatakan
bahwa cukup lancar (25,9%) dan kurang lancar
(2%). Hal ini sesuai dengan hasil interview yang
mengatakan bahwa kepala sekolah yang masih
tergolong baru belum memahami proses
penilaian kinerja guru.
Hasil penelitian (lihat Gambar 3)
menunjukkan kekuranglancaran pada proses di
Yayasan (BPK PENABUR Pusat, BPK PENABUR
Setempat, dan Rayon), bahkan dari data
didapatkan keterlambatan proses yang akut
terutama pada proses kenaikan golongan yang
melibatkan uji kompetensi guru (UKG). Hal ini
menjelaskan hasil angket guru yang mengatakan
ketepatan waktu guru menerima hasil penilaian
kinerja rata-rata 66% merupakan rata-rata
terendah pada kriteria kelancaran pelaksanaan
KKPP.
2.

Jumlah Guru yang berhasil mencapai


kepangkatan yang lebih tinggi.
Peningkatan jumlah guru di seluruh BPK
PENABUR
yang berhasil mencapai
kepangkatan yang lebih tinggi dari sebelum
KKPP dilaksanakan (2007) dan sesudahnya tidak
40

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

didapatkan karena tidak ada data lengkap di


BPK PENABUR Pusat. Namun didapatkan data
jumlah guru yang naik pangkat dari tahun 20042012 dari BPK PENABUR Jakarta. Karena
seluruh sistem kepangkatan di BPK PENABUR
terpusat maka keadaan BPK PENABUR Jakarta
dapat menjadi contoh sebagai data pengambilan
keputusan. Gambar 4 menujukkan data kenaikan
pangkat guru di BPK PENABUR Jakarta.
Pada Gambar 4 data guru yang tidak naik
pangkat sebelum tahun 2007 rata-rata 38%
sedangkan setelah 2007 rata-rata 4,5%. Hal ini
menunjukkan bahwa secara kuantitas jumlah
guru yang mengalami kenaikan pangkat setelah
kebijakan diberlakukan (1Juli 2007) lebih banyak
dari sebelumnya yaitu dengan sistem PAK
(Penetapan Angka Kredit).
3. Peningkatan kualitas kinerja guru
Hasil wawancara, semenjak diterapkannya
penilaian kinerja dengan KKPP, diindikasikan
bahwa keterlambatan guru hadir di sekolah
diminimalkan, guru berusaha memberikan
pembelajaran menggunakan IT/Laptop,
semangat guru bertambah, cara mengajar lebih
baik, pengumpulan administrasi lebih baik,

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

Gambar 4: Kenaikan Pangkat Guru BPK PENABUR Jakarta 2004-2012


(tanpa disuruh sudah mengumpulkan), guru
lebih disiplin, tugas-tugas tambahan dikerjakan
serius, mendorong guru lebih kreatif, persiapan
mengajar dilakukan lebih baik.
Dalam telaah instrumen penilaian kinerja
pada KKPP Guru diperhitungkan mengenai
keterlambatan guru tiba di sekolah, ketertiban
pengumpulan administrasi guru, keikutsertaan
dan keaktifan mengikuti Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP) / Kelompok Kerja Guru
(KKG) atau pelatihan. Demikian juga pada
instrumen supervisi menilai guru dalam hal
penggunaan IT sebagai media pembelajaran
serta kreatifitas guru mengajar. Dari fakta ini,
instrumen penilaian kinerja guru terbukti efektif
dalam meningkatkan kinerja guru secara umum.
Menurut hasil angket yang diberikan
kepada siswa untuk kriteria peningkatan
kualitas kinerja guru menyatakan baik (74%)
(lihat Gambar 5) dan kepala sekolah juga
menyatakan baik (80%) (lihat Grafik 5).
Meskipun tidak ada data yang dapat
membandingkan kualitas kinerja guru sebelum
menggunakan kebijakan KKPP dan setelah
menggunakannya dari hasil penelitian di atas
dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan
kualitas kinerja guru.

4.
a.

b.

Citra mutu sekolah terkait kinerja guru


Menurut kepala sekolah, citra mutu sekolah
terkait kinerja guru: mayoritas (86,7%)
menjawab baik, dan 6,7% menjawab cukup
baik dan sangat baik 6,7%. Tidak ada yang
menjawab sangat tidak baik dan tidak baik.
Jawaban rata-rata: 80%.
Kinerja guru mayoritas (83,5%) menjawab
baik, dan 8,8% cukup baik, 7,7% sangat baik.
Tidak ada yang menjawab sangat tidak baik
dan tidak baik. Kinerja guru rata-rata: 80%.
Lihat Gambar 5.
Kompetensi guru: mayoritas (80,0%)
menjawab baik, dan 16,7% cukup baik, 3,3%
sangat baik. Tidak ada yang menjawab
sangat tidak baik dan tidak baik. Kompetensi
guru rata-rata: 77%. Lihat Gambar 5.
Menurut siswa citra mutu sekolah: mayoritas
menjawab baik (67%), sebagian menjawab
sangat baik (14%), cukup baik (18%), kurang
(1%), tidak ada yang menjawab sangat
kurang. Jawaban rata-rata 79%. Gambar 6
menunjukkan data secara lengkap.
Hasil analisis, citra mutu sekolah terkait
kinerja guru baik, hal ini dinyatakan oleh
kepala sekolah (prosentase rata-rata 80%)
maupun siswa (prosentase rata-rata 79%).

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

41

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

Gambar 5: Citra Mutu Sekolah Menurut Kepala Sekolah


Kedua hasil angket menunjukkan secara
konsisten kepala sekolah sebagai pengelola
sekolah dan siswa sebagai penerima jasa
sekolah menyatakan citra/mutu sekolah
terkait kinerja guru adalah baik. Meskipun
angket diberikan kepada siswa SLTA saja,
namun dapat dianggap mewakili siswa
pada umumnya.
Demikian juga kinerja guru menurut kepala
sekolah menjawab baik rata-rata (84%) serta ratarata kompetensi guru (80%). Sementara siswa
menjawab baik (rata-rata 74%). Sebagaimana
yang dinyatakan oleh siswa yang menonjol pada
guru BPK PENABUR adalah kemampuan dalam
menguasai materi, menjawab pertanyaan siswa
dengan jawaban di atas 80%, sedangkan yang
masih perlu ditingkatkan adalah ketepatan
waktu mengembalikan pekerjaan siswa (67%)
dan kemampuan guru mengajar dengan
berbagai penggabungan metode (diskusi,
bermain peran, kuis, observasi lapangan, dll)
sehingga pembelajaran menarik (69%).
5. Kinerja dan kompetensi guru
Menurut siswa: kinerja dan kompetensi guru
baik kompetensi dan kinerja guru jawaban siswa
rata-rata 74%, diuraikan dalam pernyataan
sebagai berikut: (1) Kehadiran guru di kelas
jawaban rata-rata 73%; (2) Kemampuan guru
menguasai kelas sehingga kondusif untuk
belajar jawaban rata-rata 75%; (3) Kemampuan
guru dalam menguasai materi yang diajarkan
jawaban rata-rata 83%; (4) Kemampuan guru
menggunakan media bervariasi (alat peraga,
koran, video, audio, akses internet, dll) dalam
pembelajaran sehingga menarik jawaban ratarata 71%; (5) Kemampuan guru mengajar dengan
berbagai penggabungan metode (diskusi,
42

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

bermain peran, kuis, observasi lapangan, dll)


sehingga menarik jawaban rata-rata 69%; (6)
Sistematika dalam penyampaian materi
pelajaran sehingga mudah dimengerti jawaban
rata-rata 75%; (7) Kemampuan guru dalam
menjawab pertanyaan siswa jawaban rata-rata
81%; (8) Kemampuan guru memotivasi siswa
dalam belajar jawaban rata-rata 71%; (9)
Kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
siswa jawaban rata-rata 77%; (10) Semangat
guru dalam mengajar sehingga menghidupkan
kelas jawaban rata-rata 74%; (11) Keramahan
guru dalam mengajar jawaban rata-rata 76%; (12)
Pemanfaatan waktu pembelajaran sehingga
tercapai tujuan pembelajaran jawaban rata-rata
75%; (13) Memberikan kesimpulan yang jelas
dalam mengakhiri pelajaran jawaban rata-rata
71%; (14) Terbuka dan adil dalam memberikan
penilaian jawaban rata-rata 77%; (15) Tepat
waktu dalam mengembalikan pekerjaan siswa
jawaban rata-rata 67%; (16) Memberikan umpan
balik (koreksi) atas pekerjaan/hasil yang dicapai
siswa jawaban rata-rata 70%.
6. Perbaikan tingkat kesejahteraan guru
Data perbaikan tingkat kesejahteraan guru
ditampilkan pada gambar 7.
Perbaikan tingkat kesejahteraan guru:
menurut kepala sekolah,sangat baik 8,8%, baik
48,4%, cukup baik 35,2%, kurang 6,6%, dan
sangat kurang 1,1%, dengan rata-rata 71%.
Menurut guru, sangat baik 8,4%, baik 44,5%,
cukup baik 33,2%, kurang 11,4%, dan sangat
kurang 2,5%, dengan rata-rata 69%.
Hasil analisis, perbaikan tingkat
kesejahteraan guru: cukup baik (69%). Hasil
wawancara kepala sekolah menyatakan

Gambar 6: Citra Mutu Sekolah Menurut Siswa

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

perbaikan tingkat kesejahteraan guru cukup baik, dan


hasil KKPP memicu semangat
terutama bagi yang muda,
tetapi ada juga yang apatis
(kebanyakan dari yang sudah
berumur, karena malas
meningkatkan diri).
Ada beberapa catatan
yang dikemukakan oleh kepala
sekolah perihal perbaikan
tingkat kesejahteraan guru,
dikatakan tingkat kesejahteraan guru masih dianggap
kurang, meski demikian guru
bangga dengan mendapat poin
3, untuk prestasi mereka.
Kepala sekolah umumnya
mengatakan kenaikan salary
kecil pada gaji pokok, tidak
signifikan (kurang lebih dua
puluh ribu rupiah untuk
kenaikan kuarter, dan naik
ruang seratus ribuan). Menurut
Kepala sekolah BPK PENABUR Jakarta, kenaikan gaji
karena penilaian KKPP ini
tidak terlalu signifikan namun
karena dihubungkan dengan
bonus prestasi (BPK PENABUR Jakarta memberikan
bonus tiap tahun sesuai dengan prestasi yang dicapai guru
dan karyawan berdasar-kan
penilaian KKPP) maka kenaikan dirasakan baik oleh guru.
Seolah-olah ada kontradiksi antara hasil angket
kepala sekolah dan guru
dengan hasil wawancara, hal
ini menurut peneliti faktor
yang memicu kepuasan atau
ketidakpuasan guru dalam
proses kenaikan pangkat
mereka adalah kebanggaan
dan loyalitas bukan sematamata salary yang didapatkan.
Menurut Rivai dan kawankawan (2011: 461), pemberian
insentif yang tepat dapat

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

43

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

Gambar 7: Perbaikan Tingkat Kesejahteraan Guru

meningkatkan dan mungkin akan menambah


perilaku yang orang-orang kita lakukan sampai
mencapai tingkat tertentu yang kita inginkan.
Pendapat yang sama dikatakan Wibowo (2013:
347) sistem yang dipergunakan organisasi
dalam memberikan imbalan dapat memengaruhi
motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan.
Hasil analisis menyatakan perbaikan tingkat
kesejahteraan guru: cukup baik (69%). Guru yang
menyatakan sangat kurang dan kurang ada 3%
dan 11%, berarti masih ada lebih dari 10% guru
yang merasa bahwa perbaikan tingkat
kesejahteran mereka masih kurang baik. Meski
demikian mayoritas guru dan kepala sekolah
menjawab baik dan cukup baik. Hal ini
menegaskan bahwa BPK PENABUR perlu

memikirkan ulang bentuk-bentuk insentif atau


reward kepada guru agar kebijakan KKPP Guru
ini makin efektif, demikian sehingga dapat
diharapkan guru memiliki perilaku yang
diharapkan oleh Yayasan dengan sistem
penilaian dan reward yang tepat. Jika guru
merasa puas dengan hasil penilaian kinerja
mereka serta memperoleh insentif yang
memuaskan maka dampak kebijakan ini akan
memenuhi tercapainya tujuan Yayasan yaitu
memiliki guru yang kompeten dan profesional
dibidangnya. Lebih lanjut dijelaskan Colquitt,
Lepine, dan Wesson (2011: 104) bahwa If
employees are very satisfied with their jobs and
experience positive emotions while working, they may
perform their jobs better and choose to remain with

Gambar 8: Kepuasan Batiniah Guru


44

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

the company for a longer period of time. Guru yang


kompeten dan baik akan betah bekerja di BPK
PENABUR jika mereka merasa puas dan memiliki hubungan emosional positif kepada Yayasan.
Dikemukakan oleh kepala sekolah bahwa
faktor yang memicu kepuasan atau
ketidakpuasan guru dalam proses kenaikan
pangkat mereka adalah kebanggaan dan
loyalitas bukan semata-mata salary yang
didapatkan. Hal ini sangat tepat seperti yang
dikatakan Colquitt, Lepine, dan Wesson (2011:
109), bahwa salah satu penentu kepuasan kerja
adalah kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri
Satisfaction with work itself. Sebagian besar
guru di BPK PENABUR telah menjalankan
profesinya dengan setia dan merasa bahwa
pekerjaan guru sangat mulia maka kebanggaan
dan loyalitas mereka masih sangat kental.

(75%) dan guru merasa puas atas hasil penilaian


tersebut (75%). Menurut guru sistem KKPP ini
memberi dampak rasa bangga menjadi guru
(73%), mampu meningkatkan kompetensi (75%),
serta guru merasa dihargai (73%). Hal ini
menunjukkan bahwa dalam implementasi
kebijakan terhadap penilaian kinerja yang
dilakukan telah memuaskan dan berdampak
positif bagi guru dan profesi mereka. Dikatakan
oleh Rivai dan kawan-kawan (2011: 5) bahwa
penilaian kinerja pada dasarnya merupakan
faktor kunci guna mengembangkan suatu
organisasi secara efektif, efisien, dan produktif.
Sejalan dengan hal itu BPK PENABUR dapat
mengembangkan penilaian kinerja tersebut
untuk meningkatkan kinerja organisasi.

7.

Jumlah guru yang berhasil mencapai


kepangkatan yang lebih tinggi lebih banyak
dengan menggunakan sistem KKPP, serta ada
peningkatan kualitas kinerja guru. Adanya
peningkatan kualitas kinerja guru diungkapkan
oleh kepala sekolah sebagai berikut:
keterlambatan hadir di sekolah diminimalkan,
pembelajaran dengan menggunakan IT/laptop,
semangat guru bertambah, cara mengajar lebih
baik dan kreatif, pengumpulan administrasi
baik, guru lebih disiplin, tugas tambahan
dikerjakan dengan serius, persiapan mengajar
dilakukan dengan baik.
Meskipun kelancaran proses kenaikan
pangkat guru di tingkat Yayasan masih banyak
menemui kendala namun guru puas terhadap
hasil penilaian. Penilaian kinerja guru
dirasakan terbuka, adil serta berdasarkan fakta
dan data. Kebijakan KKPP Guru berdampak
pada peningkatan kompetensi dan penghargaan
terhadap profesi guru.
Citra/mutu sekolah terkait kinerja guru baik.
Kinerja guru yang dianggap sudah baik adalah
kemampuan menguasai materi dan menjawab
pertanyaan siswa, sedangkan yang masih perlu
ditingkatkan adalah ketepatan waktu mengembalikan pekerjaan siswa, serta kemampuan guru
menyajikan pembelajaran menarik dengan
berbagai penggabungan metode (diskusi,
bermain peran, kuis, observasi lapangan, dll).

Kepuasan batiniah guru/keluarga guru


terhadap hasil KKPP
Kesimpulan hasil analisis: baik dengan jawaban
guru rata-rata 74%. Lihat Gambar 8.
a. Hasil penilaian kinerja oleh kepala sekolah
menggambarkan kualitas kinerja anda.
Jawaban guru rata-rata 75%. Sangat kurang
tidak ada, kurang 2,3%, cukup 27,3%, baik
61,8%, sangat baik 8,6%.
b. Kepuasan anda menerima hasil penilaian
kinerja anda. Jawaban guru rata-rata 75%.
Sangat kurang 0,2%, kurang 5,5%, cukup
22,7%, baik 62,5%, sangat baik 9,1%
c. Sistem KKPP Guru memberi dampak rasa
bangga menjadi guru. Jawaban guru sangat
kurang 0,5%, kurang 9,1%, cukup 25,6%,
baik 55,8%, sangat baik 9,1%, dengan ratarata 73%.
d. KKPP Guru berdampak pada peningkatan
kompetensi guru. Jawaban guru sangat
kurang 0,2%, kurang 6,6%, cukup 24,2%,
baik 56,1%, sangat baik 12,9%, dengan ratarata 75%.
e. KKPP Guru berdampak pada penghargaan
terhadap profesi guru. Jawaban guru sangat
kurang 0,9%, kurang 8,6%, cukup 26,3%,
baik 50,6%, sangat baik 13,6%, dengan ratarata 73%.
Guru mengatakan bahwa hasil penilaian
kinerja kepala sekolah terhadap mereka baik

Kesimpulan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

45

Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan

Perbaikan tingkat kesejahteraan guru cukup


baik dan kepuasan batiniah guru terhadap hasil
KKPP baik. Hasil penilaian kinerja oleh kepala
sekolah menggambarkan kualitas kinerja guru,
guru puas menerima hasil kenaikan pangkat,
sistem KKPP memberikan dampak rasa bangga
menjadi guru, dan sistem KKPP berdampak pada
peningkatan kompetensi guru, serta berdampak
pada penghargaan terhadap profesi guru.
Faktor yang memicu kepuasan atau
ketidakpuasan guru dalam proses kenaikan
pangkat adalah kebanggaan dan loyalitas bukan
semata-mata salary yang didapatkan. Sebagian
besar guru di BPK PENABUR telah menjalankan
profesinya dengan setia dan merasa bahwa
pekerjaan guru sangat mulia maka kebanggaan
dan loyalitas mereka masih sangat kental.
Implementasi kebijakan KKPP Guru sudah
mengantarkan guru BPK PENABUR menjadi
kompeten dan profesional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
implementasi Kebijakan KKPP Guru di BPK
PENABUR telah menghasilkan guru yang
kompeten sesuai dengan strategi Yayasan maka
kebijakan ini sangat layak untuk diteruskan.
Sungguhpun demikian , untuk meningkatkan
hasil serta dampak kebijakan organisasi,
penelitian ini merekomendasikan: (1) menepati
jadwal yang telah dibuat dan menindaklanjuti
keterlambatan yang sangat parah dengan
memberikan kewenangan yang jelas bagi petugas
baik di BPK PENABUR Pusat, BPK PENABUR
Setempat, Rayon maupun sekolah, (2)
menyediakan SDM yang kompeten untuk
mengimplementasikan kebijakan dikarenakan
masih banyak petugas yang kurang terampil
dengan pelatihan yang lebih intensif, dan (3)
menyediakan dana dan strategi yang tepat
dalam remunerasi agar guru yang kompeten
merasa dihargai.

46

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Daftar Pustaka
Badan Pendidikan Kristen PENABUR 2008.
Pedoman kepangkatan dan kenaikan pangkat
pegawai (KKPP) BPK PENABUR. Jakarta.
Colquitt, Jason A., Jeffery A. Lepine, dan Michael
J. Wesson. (2010). Organizational behavior,
improving performance and commitment in
the worldplace. New York: Mc Graw-Hill
Irwin,
Jackson, Susan E., Randall S. Schuler, dan Steve
Werner. (2011). Pengelolaan sumber daya
manusia, buku 2, managing human resources,
terjemahan Benny Prihartanto. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat
Nugroho, Riant. (2011). Public policy, dinamika
kebijakan analisis kebijakan manajemen
kebijakan. Jakarta: Penerbit Elex Media
Komputindo
Rivai, Veithzal, dkk. , (2011). Corporate
performance management, dari teori ke
praktik. Bogor: PT Ghalia Indonesia
Schermerhorn Jr., John R. Management. New York:
John Wiley & Sons, Inc., 1996.
Stufflebeam, Daniel L., dan Anthony J. Shinkfield.
(2007). Evaluation theory, models, &
applications. San Fransisco: Jossey Bass
Subarsono, A. G. (2010). Analisis kebijakan publik,
konsep, teori dan aplikasi. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Pelajar
Suwarni, Sini. Analisis Kebijakan Nasional
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kredit pada SMA Negeri di DKI Jakarta.
Jurnal ATIKAN, 1(1) 2011. atikanj ur na l . c o m /w p- c o n te n t/ up l o a ds /. . . /
08.sini_.atikan.jun_.11.pdf (diakses 28 Juni
2012).
Wibowo. Manajemen kinerja. (2013). Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

Penelitian

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru melalui


Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Komunikasi Asertif Guru
Hendrik Gunawan
E-mail: trevhand2001@gmail.com
SMP Kristen Kalam Kudus 3 Jakarta

Abstrak
enurunan jumlah siswa yang terjadi setiap tahunnya diduga karena kepuasan kerja guru
yang rendah. Penelitian dilakukan bulan Maret 2013, bertujuan untuk menganalisis
hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi asertif guru terhadap kepuasan
kerja guru di Sekolah Kristen Kalam Kudus Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitif
dengan menggunakan simple random sampling dalam menentukan guru sebagai responden. Data
diolah menggunakan statistik deskriptif, korelasi Pearson Product Moment, dan Regresi Linier
Berganda. Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan pertama, terdapat hubungan antara
kepemimpinan kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru dan memiliki nilai kekuatan hubungan
sebesar 0,581 dan bersifat positif. Kedua, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
komunikasi asertif guru dengan kepuasan kerja guru. Ketiga, terdapat hubungan antara
kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi asertif guru dengan kepuasan kerja guru secara
simultan dengan nilai korelasi regresinya sebesar R=0,680.

Kata-kata kunci: Kepemimpinan kepala sekolah, komunikasi asertif guru, dan kepuasan kerja guru

Improving Teachers Job Satisfaction through the Principals Leaership


and the Teachers Assertive Communication
Abstract
The decreasing number of the students enrolled at the schools of Kristen Kalam Kudus in Jakarta is assumed
resulted from the teachers job satisfaction. This research aimed at analyzing the correlation of the principals
leadership and assertive communication towards the teachers job satisfaction at the schools of Kristen Kalam
Kudus in Jakarta. The teachers were selected as respondents by using sample random sampling technique. The
collected data were analyzed employing correlation descriptive statistics of Pearson Product Moment and
Multiple Linear Regression. The tested hypothesis show firstly the positive correlation of the principals
leadership to the teachers job satisfaction. Secondly, there is no correlation of the teachers assertive
communication to the teachers job satisfaction. Thirdly, there is a correlation of both the principals leadership
and the assertive communication towards the teachers job satisfaction.
Key words: Principals leadership, teachers assertive communication, and teachers job satisfaction.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

47

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

Pendahuluan
Sebagai sebuah organisasi sekolah yang sudah
berdiri lama bahkan sudah 40 tahun lebih berada
di bidang yayasan pendidikan, Sekolah Kristen
Kalam Kudus di Jakarta beberapa tahun
belakangan ini mengalami berbagai masalah
yang mengakibatkan banyak terjadi penurunan
di berbagai bidang khususnya jumlah siswa.
Kalam Kudus sebagai sebuah sekolah yang
berlandaskan pendidikan Kristen memiliki
pengalaman menghasilkan lulusan yang sudah
berprestasi di masyarakat. Kualitas lulusan
Kalam Kudus tidaklah diragukan lagi karena
menghasilkan orang yang berprestasi, kreatif,
dan takut akan Tuhan. Kalau dilihat dari
kualitas lulusannya, seharusnya sekolah Kalam
Kudus semakin maju dan semakin banyak orang
tua mempercayakan pendidikan anaknya di
sekolah itu. Namun, yang terjadi dalam beberapa
tahun terakhir adalah terjadi penurunan jumlah
murid yang prosentasenya cukup bermakna
sebagaimana terlihat pada tabel 1.

karakter yang baik terhadap siswanya, serta


sejumlah lulusannya menjadi tokoh penting di
masyarakat. Di sisi lain kelemahan Sekolah
Kristen Kalam Kudus antara lain ialah
minimnya fasilitas pembelajaran yang sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi,
tidak adanya perbaikan atau pemeliharaan
gedung, besaran uang sekolah yang tidak sesuai
lagi dengan tingkat perekonomian masayarakat
karena setiap tahun mengalami kenaikan.
Dewasa ini kesadaran masyarakat akan
pentingnya pendidikan semakin meningkat
sehingga semakin banyak orang tua ingin
menyekolahkan anaknya di sekolah yang
bermutu. Di samping itu Pemerintah juga
memberikan kesempatan kepada swasta untuk
ikut berperan serta dan bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan pendidikan. Bahkan
Pemerintah juga memberikan bantuan sarana
prasarana, dana, dan tenaga ke sekolah swasta.
Oleh karena itu Sekolah Kristen Kalam Kudus
sebenarnya memiliki kesempatan untuk tumbuh

Tabel 1: Data Siswa Sekolah Kristen Kalam Kudus Jakarta 2006/2007 sd 2012/2013
Tangki

G. Garden

G. Garden

Kosambi

Tahun

Total
LK

PR

JML

LK

PR

JML

LK

PR

JML

LK

PR JML

2006/2007

179 180

361

245

202

447

535 531

1066 94

84

178

2052

2007/2008

165 147

312

209

184

393

498 512

1000 98

92

190

1895

2008/2009

163 138

301

180

172

352

473 493

966

108

84

192

1811

2009/2010

136 127

263

159

171

420

454 462

913

98

88

186

1782

2010/2011

122 105

227

154

148

302

404 425

829

92

85

177

1535

2011/2012

129 105

234

148

137

285

396 407

803

92

85

177

1499

2012/2013

132 98

230

186

173

349

463 495

958

89

78

167

1704

Sumber: Tata Usaha (2012)

Berdasarkan analisis SWOT, Sekolah


Kristen Kalam Kudus masih memiliki kekuatan
yang dapat diandalkan seperti kualitas
akademik yang baik jika disetarakan dengan
sekolah-sekolah kompetitornya, pembinaan
48

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

dan berkembang pada waktu sekarang dan


masa yang akan datang.
Pendidikan di Indonesia secara kuantitas
dan kualitas berkembang lebih baik. Banyak
sekolah negeri dan swasta di kota-kota besar

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

menjadi unggulan karena memiliki mutu yang


baik dan beberapa di antaranya memiliki kualitas
setara internasional dan berkolaborasi dengan
lembaga pendidikan di luar negeri. Demikian
juga dari segi fisik, banyak sekolah negeri dan
swasta memiliki bangunan modern dilengkapi
dengan saran dan prasarana mutakhir sehingga
menarik minat masyarakat menyekolahkan
anaknya ke sekolah itu. Bertambahnya jumlah
sekolah bermutu menimbulkan persaingan
semakin ketat antarsekolah. Di samping itu
masyarakat semakin menginginkan anaknya
memperoleh pendidikan bermutu dan
berkarakter. Persaingan yang semakin ketat
antarsekolah serta tuntutan masyarakat akan
pendidikan bermutu menjadi tantangan bagi
Sekolah Kristen Kalam Kudus kalau ingin tidak
hanya bertahan hidup, tetapi berkembang serta
mampu bersaing. Secara lengkap tabel 2
menggambarkan analisis SWOT atas Sekolah
Kristen Kalam Kudus Jakarta.
Analisis SWOT memberikan informasi
kepada pengelola Sekolah untuk meningkatkan
kekuatan, menghilangkan kelemahan,
memanfaatkan peluang, dan menyikapi
tantangan secara positif untuk merumuskan
strategi pengembangan ke depan. Untuk
melaksanakan itu diperlukan kepala sekolah
yang bertanggung jawab dan mampu memimpin
sekolah sehingga unggul dalam bidang akademik dan karakter dan terus menerus meningkatkan jumlah siswanya. Keberhasilan kepala
sekolah memenangkan persaingan antarsekolah
khususnya dari segi mutu pendidikan dan minat
masyarakat tidak terlepas dari peran serta dan
komitmen semua pemangku kepentingan di
sekolah itu, khususnya guru yang menjadi mitra
kerja langsung kepala sekolah.
Dalam memimpin dan mengelola sekolah,
kepala sekolah diharapkan dapat menciptakan
iklim kerja yang kondusif sehingga guru
termotivasi melaksanakan tugas profesionalnya
sebaik mungkin. Prestasi kerja perlu disertai
dengan kepuasan kerja yang selanjutnya
menjadi pendorong bagi guru untuk bekerja lebih
keras lagi.
Pemenuhan kepuasan kerja guru menjadi
tanggung jawab kepala sekolah sebagai
pimpinannya. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kristen hendaknya mengandung nilai-nilai
Kristiani yang terkandung dalam Alkitab seperti

tertulis dalam Matius 23:10 yang berbunyi,


Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena
hanya satu pemimpinmu, yaitu Mesias.
Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah
sangat mempengaruhi kepuasan kerja,
kenyamanan, dan tingkat prestasi suatu sekolah.
Indikator kepuasan kerja terlihat pada
rendahnya ketidakhadiran, turnover, dan tingkat
keluhan (Webb, 2009: 19). Kemampuan dan
keterampilan kepemimpinan kepala sekolah
adalah faktor penting efektifitas manajemen
sebuah sekolah.
Sikap asertif dalam berkomunikasi antara
atasan-bawahan menjadi suatu faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja. Keleluasaan
menyatakan pendapat dan pikiran yang
diberikan kepada guru akan membuat mereka
merasa dipercaya dan memiliki kepercayaan diri
dalam melaksanakan tugasnya. Jika guru tidak
dapat dan tidak diberikan keleluasaan dalam
menyatakan sikap asertifnya, kemungkinan
guru akan apatis terhadap pemimpin karena
mereka merasa tidak diberikan kesempatan
untuk menyatakan apa yang terbaik dilakukan
di lapangan sesuai keahlian mereka.
Pada kenyataannya, situasi yang
mendukung komunikasi asertif sangatlah jarang
ditemukan. Seorang pemimpin lebih menyukai
setiap bawahannya turut dan tunduk kepada
satu perintah saja yaitu yang berasal dari seorang
pemimpin yang menjadi atasannya. Sikap
pemimpin yang tidak terbuka dan tidak
memberikan kesempatan dan kebebasan
mengeluarkan pendapat kepada bawahannya
akan menurunkan kepuasan kerja.
Secara umum Sekolah Kristen Kalam Kudus
mengalami penurunan jumlah siswa, yang
dapat terjadi karena faktor kepuasan kerja guru.
Namun belum ada penelitian ilmiah dilakukan
terhadap kepuasan kerja guru, kepemimpinan
kepala sekolah, dan komunikasi asertif guru di
Sekolah Kristen Kalam Kudus Jakarta.
Menurunnya jumlah siswa yang terjadi
beberapa tahun belakangan ini adalah suatu
masalah serius yang harus disoroti dengan
cermat oleh pihak sekolah. Masalah ini
merupakan akibat persaingan ketat dengan
sekolah-sekolah kompetitor di sekitar dan juga
semakin menurunnya kepercayaan orangtua
memasukkan anaknya ke Sekolah Kristen Kalam
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

49

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

Tabel 2: Matriks Analisis SWOT Sekolah Kristen Kalam Kudus Jakarta


Lingkungan Eksternal

Lingkungan Internal

1
2
3

Strengths
Kualitas akademik yang
baik
Jumlah murid yang
masih banyak
Pembinaan yang baik
terhadap siswa

Weakness
1
2
3
4
5

7
8

50

Uang sekolah tinggi


Fasilitas minim
Pelayanan ke orangtua
kurang ramah
Kualitas guru yang
masih minim S1
Sistem manajemen
organisasi yayasan yang
masih belum jelas
Lokasi di dalam
kompleks yang kurang
diketahui masyarakat
Tidak ada petunjuk
lokasi sekolah
Tidak jelasnya anggaran
yang disediakan
sekolah
Struktur organisasi yang
tidak jelas dalam menjalankan operasional
sekolah

Opportunities
1 Memperbaiki fasilitas sekolah
2 Memperbaikisistem layanan
administrasi di tata usaha
3 Memperbaiki manajemen SDM
4 Meningkatkan kesejahteraan
guru melalui pemberian benefit dan standar gaji yang jelas
5 Memberikan pelatihan guru
untuk kinerja mengajar yang
lebih baik
6 Mengambil dana bantuan pemerintah untuk pengembangan
dan peningkatan sekolah
Strategi (SO)
Strengths-Opportunities
1 Meningkatkan dan memperbaiki sarana prasarana sekolah
2 Memberikan pelatihan bagi
guru-gurudi bidang IT dan
pembelajaran
3 Melakukan penataran tentang
jasa pelayanan kepada orangtua dan siswa pada bagian
Tata Usaha
4 Memanfaatkan dana bantuan
operasional dari pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan siswa, memperbaiki
sarana, dan pelatihan guru
5 Memberikan pembinaan berkualitas kepada siswa melalui
bimbingan yang profesional
Strategi (WO)
Weakness-Opportunities
1 Memperbaiki sarana prasarana
2 Memberikan kesempatan beasiswa kepada guru melanjutkan pendidikan S1 atau S2
3 Mensosialisasikan program
Yayasan secara transparan
kepada guru dan karyawan
4 Memperbaiki standar gaji dan
menyeimbangkan antara Kewa-

Threats
1 Adanya sekolah-sekolah baru
di lingkungan yang dekat
sekolah
2 Failitas sekolah lain yang lebih
memadai
3 Fasilitas Lapangan Olahraga
yang baik
4 Pelayanan yang lebih baik di
sekolah lain
5 Antipati persepsi orangtua
terhadap sekolah

jiban dan Hak Guru dan Karyawan

5 Mensosialisasikan Program
sekolah kepada Masyarakat
melalui pemasangan Spanduk
maupun Iklan.
6 Mengikuti program Pameran
Pendidikan
7 Memberikan pelatihan dan
sertifikasi pelayanan kepada
bagian Tata Usaha
8 Mengoptimalkan dan mengembangkan sekolah melalui dana
bantuan yang ada

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Strategi (ST)
Strengths-Threats
Mengoptimalkan sarana dan
prasarana, terutama memperbaiki lapangan Olahraga yang
sudah tidak layak pakai
Meningkatkan pelayanan
melalui pelatihan service quality
terhadap orangtua siswa
Menjalin kerjasama yang erat
dengan orangtua melalui
forum komunikasi maupun
meningkatkan peran komite
sekolah
Memberikan seminar kepada
orangtua sebagai bentuk
kerjasama dalam membina
karakter siswa
Strategi (WT)
Weaknesses-Threats
Mengambil dana bantuan
operasional sekolah dari pemerintah untuk bantuan pengelolaan sarana dan prasarana
sekolah
Memberikan beasiswa prestasi
bagi siswa yang kurang
mampu
Bekerja sama dengan lembaga
masyarakat untuk program
sosial
Bekerjasama dengan Gereja
Kalam Kudus untuk
memberikan bantuan beasiswa
kepada siswa.
Memperbaiki sistem reward
kepada guru sehingga tidak
terjadi turnover

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

Kudus. Apabila ditelisik lebih mendalam,


permasalahan ini mengindikasikan adanya
masalah kepuasan kerja guru sehingga kinerja
guru tidak optimal dan mengakibatkan
penurunan kualitas pembelajaran yang
memberikan dampak negatif pada mutu lulusan
dan minat serta kepercayaan masyarakat. .
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan, masalah penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut.
1. Apakah terdapat hubungan antara
kepemimpinan kepala sekolah dengan
kepuasan kerja guru di Sekolah Kristen
Kalam Kudus?
2. Apakah terdapat hubungan antara
komunikasi asertif guru dengan kepuasan
kerja guru di Sekolah Kristen Kalam Kudus?
3. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi asertif guru dengan kepuasan kerja guru secara
simultan di Sekolah Kristen Kalam Kudus?
Dengan rumusan masalah tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis
hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah
dengan kepuasan kerja guru di Sekolah Kristen
Kalam Kudus, (2) menganalisis hubungan
antara komunikasi asertif guru dengan kepuasan
kerja guru di sekola Kristen Kalam Kudus, dan
menganalisis hubungan antara kepemimpinan
kepala sekolah dan komunikasi asertif guru
dengan kepuasan kerja guru secara simultan di
Sekolah Kristen Kalam Kudus.
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja dapat diartikan sebagai sikap
individu terhadap pekerjaannya. Seseorang yang
memiliki kepuasan kerja tinggi akan memiliki
sikap yang positif terhadap pekerjaannya.
Sebaliknya, seseorang akan memiliki sikap
negatif jika dirinya merasa tidak puas terhadap
pekerjaannya (Davis 1993: 105, Hanggraeni
2011: 14 , Yohana 2012: 136).
Luthans (2005: 114) berpendapat bahwa
kepuasan kerja merupakan keadaan emosional
yang positif dari seseorang yang ditimbulkan
dari penghargaan atas sesuatu pekerjaan yang
telah dilakukannya. Robbins mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum
terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara
banyaknya ganjaran yang diterima seorang

pekerja dan banyaknya yang mereka yakini


seharusnya mereka terima (Kinicki dan Kreitner
2006: 164, Robbins 2009: 119). Menurut Luthans
(dalam Yohana 2012: 136), lima faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu pekerjaan
itu sendiri, gaji, kesempatan promosi,
pengawasan, dan rekan kerja.
Dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
adalah suatu pemahaman, evaluasi, dan cara
pandang seseorang terhadap pekerjaannya yang
melekat secara psikologis dan muncul sebagai
perilaku kerja. Kepuasan kerja merupakan
sebuah hasil dari proses merasakan, sikap, dan
emosi yang positif terhadap pekerjaan dan
lingkungan kerjanya. Kepuasan kerja menunjuk
pada keadaan emosional seseorang terhadap
pekerjaannya. Kepuasan kerja optimal terjadi
ketika apa yang didapat dari pekerjaannya itu
melebihi dari harapan yang diperkirakannya.
Kepemimpinan Kristen yang Melayani
Kepemimpinan didefinisikan oleh Raven sebagai
perilaku seseorang yang menduduki suatu
posisi di kelompok dalam mempengaruhi,
mengordinasikan serta mengarahkan orangorang dalam kelompok sesuai dengan ekspektasi
peran dari posisi tersebut (Wirjana 2005: 4).
Harry Truman menyatakan bahwa seorang
pemimpin adalah seseorang yang mampu
mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa
yang tidak diinginkan serta tidak disukainya
(Bass 1985: 17, Yukl 2006: 10).
Perbedaan antara kepemimpinan Kristen
dengan kepemimpinan umum menurut
Engstrom dan Dayton (Sudomo 2005, 65) adalah
motivasinya. Kepemimpinan Kristen didasarkan
pada kasih, ditujukan untuk pelayanan, dan
dikendalikan oleh Kristus dan keteladanan-Nya.
Pemimpin Kristen mencerminkan sepenuhnya
sifat pengabdian tanpa pamrih, teguh, berani dan
penuh kasih.
Menurut Ken Melrose pemimpin sebagai
pelayan yang melayani tanpa mempraktikkan
prinsip-prinsip melayani akan sulit melakukan
tugas dan tanggung jawabnya. Greenleaf
mendefinisikan sebagai seorang pemimpin yang
tugas utamanya adalah melayani (Shelton 1997:
1; 309-311). Pemimpin yang melayani lebih
mengutamakan pelayanan, bawahannya,
pelanggan dan komunitas di atas prioritas diri
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

51

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

pemimpin itu sendiri. (Kinicki dan Kreitner 2006:


360-361).
Fungsi pemimpin yang melayani dalam
penjelasan dalam Alkitab (Yudho 2006: 7-10)
yaitu pemimpin sebagai gembala, pemimpin
sebagai pelayan, pemimpin sebagai manajer,
pemimpin sebagai guru.Kepemimpinan yang
melayani dalam keKristenan adalah
kemampuan untuk mengatur, mengarahkan,
mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya dengan menekankan pada kasih dan
pelayanan Kristus serta menjadi pembimbing
untuk membawa bawahannya kepada
keselamatan dalam Kristus untuk mencapai
tujuan organisasi. Dalam konteks kepemimpinan
kepala sekolah, seorang kepala sekolah harus
mampu berkomunikasi, memotivasi diri sendiri
dan bawahannya, memiliki pengetahuan umum
dan Alkitabiah yang luas, kepekaan yang tinggi
terhadap masalah di sekolah. Di samping itu ia
memiliki intelegensi, kepribadian, integritas
pribadi, nilai dan pengalaman manajerial,
pemahaman kurikulum, serta ketegasan dan
kewibawaan diri sebagai pelayan Allah untuk
mampu membuat para guru dan karyawan
sekolah mampu melakukan kegiatan tertentu
yang bertujuan mencapai visi dan misi sekolah
dengan kesadaran dan suasana penuh kasih.
Komunikasi Asertif
Komunikasi adalah suatu proses dimana terjadi
perpindahan informasi dari pengirim kepada
penerima informasi (Colquitt 2011: 422-423).
Sementara menurut Robbins (2006: 392),
komunikasi adalah proses perpindahan dan
pemahaman makna dari satu gagasan, yang
diteruskan dari seseorang ke orang lain.
Komunikasi asertif adalah kemampuan diri
untuk berkomunikasi secara terbuka, menghargai diri sendiri dan orang lain (Beall 2008: 13).
Hughes (1996: 253) menyatakan pada dasarnya
sikap asertif adalah kemampuan untuk menyatakan dengan tepat hak pendapatnya seperti orang
lain dalam menyampaikan pendapatnya.
Dapat disimpulkan bahwa sikap asertif
dalam berkomunikasi adalah suatu kemampuan
berkomunikasi yang dilakukan secara jujur,
terbuka dan penyampaian pesan yang tidak
melukai perasaan orang lain tanpa

52

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

menghilangkan makna dari pesan yang


disampaikan. Sikap asertif mengandalkan
perasaan menghargai terhadap perasaan orang
lain dan tentunya tidak menyingkirkan dari
menghargai perasaan diri sendiri. Sikap asertif
ini lebih menekankan pada karakterisik dari
komunikasi yaitu hubungan antar manusia.
Hubungan yang terjadi tentunya lebih bersifat
positif ketika akhir dari suatu pesan
disampaikan.
Kerangka Berpikir
Sikap kepemimpinan Kristen yang identik
dengan melayani menjadi sebuah paradigma
yang mendasar bagi seorang kepala sekolah di
sekolah Kristen. Sikap melayani ini belum tentu
dimiliki oleh setiap kepala sekolah sehingga
masing-masing unit pasti memiliki situasi kerja
dan kenyamanan yang berbeda. Artinya,
semakin sikap kepemimpinan sekolah dapat
diterima dengan baik oleh guru maka kepuasan
kerja guru akan semakin baik pula atau
sebaliknya. Dari uraian tersebut muncul dugaan
bahwa terdapat hubungan kepemimpinan
kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru.
Penelitian ini juga akan meninjau kepuasan
kerja guru dari faktor kebebasan menyatakan
pendapat, dengan kata lain kebebasan bersikap
asertif dalam berkomunikasi di lingkungan kerja.
Kebanyakan yang terjadi adalah kepala sekolah
lebih bersikap otoriter ketika guru hendak
menyampaikan pandangannya terhadap suatu
permasalahan sehingga keputusan mutlak
berada di pihak kepala sekolah. Kebebasan
berpendapat menjadi suatu hak istimewa dan
bersifat
kebebasan otonomi dalam
menyampailkan pendapat dan pandangan
guru. Keadaan inilah yang membuat peneliti
ingin menganalisis apakah faktor asertif guru
memiliki hubungan yang positif terhadap
kepuasan kerja guru atau sebaliknya. Artinya,
semakin bersikap asertif maka kepuasan kerja
guru semakin baik atau sebaliknya.
Maka, kepuasan kerja diduga dapat dicapai
karena faktor kepemimpinan kepala sekolah dan
sikap komunikasi asertif guru dalam lingkungan
kerjanya. Tercapainya kepuasan kerja maka
akan meningkatkan kualitas kerja guru dan guru
mampu mengoptimalkan diri serta berkreasi

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

dalam melaksanakan tugas dan tanggung


jawabnya.
Peneliti menduga bahwa kepuasan kerja
guru akan meningkat jika dihubungkan dengan
kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi
asertif guru. Oleh karena itu, penelitian ini fokus
pada hubungan antara kepemimpinan kepala
sekolah dan komunikasi asertif guru terhadap
kepuasan kerja guru.
Model Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir, peneliti
menggambarkan model penelitian ini sebagai
berikut:
Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat hipotesis
penelitian sebagai berikut.

Kepemimpinan
Kepala Sekolah

Kepuasan
Kerja Guru
Komunikasi
Asertif

1.

2.

3.

H0: Tidak ada hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan


kepuasan kerja guru.
H1: Terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan
kepuasan kerja guru.
H0: Tidak ada hubungan komunikasi asertif
guru dengan kepuasan kerja guru.
H1: Terdapat hubungan antara komunikasi
asertif guru dengan kepuasan kerja
guru.
H0:: Tidak ada hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi
asertif guru dengan kepuasan kerja
guru secara simultan.
H1: Terdapat
hubungan
antara
kepemimpinan kepala sekolah dan
komunikasi asertif guru dengan
kepuasan kerja guru secara simultan.

Metodologi Penelitian
Peneliti menggunakan metode penelitian
kuantitif, yaitu penelitian yang menggunakan

teknik analisis menggunakan statistik deskriptif


dengan statistik inferensial untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Penelitian ini
menganalisa hubungan antara kepemimpinan
kepala sekolah dan komunikasi asertif guru
dengan kepuasan kerja guru di Sekolah Kristen
Kalam Kudus.
Peneliti menggunakan metode survei, yaitu
penelitian yang dilakukan pada populasi besar
tetapi data yang dipelajari adalah data sampel
dari populasi tersebut, sehingga dapat
ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi
dan hubungan antar variabel.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Kristen
Kalam Kudus di Jakarta. Subyek penelitian ini
adalah guru-guru Sekolah Kristen Kalam Kudus,
yang menjadi responden penelitian. Jumlah
populasi penelitian sekitar 200 orang. Sample
dipilih menggunakan teknik simple random
sampling. Sampel penelitian ini berjumlah 102
guru, untuk lebih mendatakan hasil data yang
normal, linear dan homogen. Sebelum
dilaksanakan penelitian, diambil 30 orang guru
untuk uji validitas dan reliabilitas instrumen
pengukuran.

Hasil Penelitian
Dari total responden 102 guru Sekolah Kristen
Kalam Kudus, terdapat responden pria sebesar
30,4% dan perempuan sebesar 69,6%. Didapat
data bahwa sebanyak 18 (18%) orang mengajar
di jenjang TK/Kelompok Bermain, 34 (33%)
orang mengajar di SD, 24 (23%) orang mengajar
di SMP dan 26 (25%) orang mengajar di SMA/
SMK. Data responden sebanyak 26 (25%) guru
mengajar di unit Tangki Lio, 23 (23%) guru
mengajar di unit Green Garden, 38 (37%) guru
mengajar di unit Kosambi Baru dan 15 (15%)
guru mengajar di unit Alam Raya. Pendidikan
terakhir guru-guru yang mengajar di Sekolah
Kristen Kalam Kudus yaitu sebesar 11% lulusan
SMA, 15% lulusan Diploma, 65% guru lulusan
S1, dan 9% guru lulusan S2. Ditinjau dari masa
kerja menunjukkan gambaran responden yaitu
terdapat 5% guru yang bekerja kurang dari 5
tahun, 17% guru yang bekerja 6-10 tahun, 26%
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

53

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

guru yang bekerja 11-15 tahun, 19% guru yang


sudah bekerja 16-20 tahun, 10% guru yang sudah
bekerja 21-25 tahun, 1% guru yang sudah bekerja
26-30 tahun, dan 7% guru yang sudah mengajar
lebih dari 31 tahun. Sebanyak 34% guru masih
berstatus guru tidak tetap dan 66% guru
berstatus guru tetap yayasan.
Uji Reliabilitas
Tabel 3: Tabel Nilai Alpha
Variabel

Cronbachs
Alpha

N of Items

Kepuasan kerja

0,779

13

Kepemimpinan

0,890

19

Komunikasi asertif

0,828

14

Sumber: Hasil pengolahan data (2013)


Menurut hasil nilai Alpha yang di dapat
menunjukkan kuesioner penelitian bersifat
reliabel dan dapat dipergunakan untuk
penelitian.
Analisis Statistik Deskriptif
Untuk variabel kepuasan kerja terdapat
gambaran sebesar 66,12% menjawab setuju,
sebesar 19,39% menjawab sangat tidak setuju
dan sisanya menjawab netral sebesar 14,10%.
Dengan demikian, secara umum dapat
disimpulkan bahwa guru-guru menjawab setuju
terhadap kepuasan kerjanya di Sekolah Kristen
Kalam Kudus.
Nilai rata-rata mean yang diperoleh adalah
sebesar 3,60. Deskriptor yang perlu diperhatikan
oleh manajemen adalah tentang penerimaan gaji.
Permasalahan gaji ini perlu menjadi perhatian
khusus oleh pimpinan karena terlihat bahwa
guru-guru masih merasa rendah tingkat
kepuasannya dalam penerimaan gaji.
Permasalahan kedua yaitu tentang perhatian
manajemen sekolah terhadap kesejahteraan
guru, manajemen sekolah perlu membuat
pembaharuan terhadap program kesejahteraan

54

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

yang ada saat ini, karena guru-guru masih belum


merasakan adanya kepedulian pihak sekolah
terhadap kesejahteraan mereka.
Untuk variabel kepemimpinan kepala
sekolah terlihat bahwa sebesar 76,27%
menyatakan setuju, yang menjawab tidak setuju
total 8,56% dan yang menjawab netral sebesar
15,17%. Nilai rata-rata mean yang diperoleh
sebesar 3,80. Deskriptor rendah menggambarkan
pada pemimpin suka memberikan motivasi
melalui pemberian bonus,
artinya keadaan sebenarnya
adalah pemimpin jarang atau
Status
tidak pernah memberikan
rangsangan berupa bonus
Reliabel
kepada guru-gurunya maka
nilai responden yang
Reliabel
menjawab setuju sangat
rendah.
Reliabel
Terlihat secara deskriptif
untuk variabel komunikasi
asertif bahwa responden
yang menjawab setuju
sebesar 84,71%, yang menjawab tidak setuju
sebesar 4,45% dan sebanyak 10,84% menjawab
netral. Nilai rata-rata mean komunikasi asertif
guru adalah 3,97. Deskriptor-deskriptor yang
rendah menggambarkan kemampuan diri guru
dalam
keberanian
mengekspresikan
pendapatnya, keberanian dalam menyatakan
pendapatnya, perasaan dan keberatannya.

Pembahasan
Hasil Korelasi
Didapatkan nilai korelasi antara kepemimpinan
kepala sekolah dengan kepuasan kerja adalah
0,670. Nilai tersebut menyatakan bahwa
kepuasan kerja dan kepemimpinan kepala
sekolah memiliki hubungan yang kuat dan
bersifat positif. Hasil korelasi antara komunikasi
asertif guru dengan kepuasan kerja sebesar
0,433. Artinya, hubungan kedua variabel
tersebut bersifat sedang dan positif. Hasil korelasi
antara kepemimpinan kepala sekolah dengan
komunikasi guru. Nilai korelasinya adalah
0,502, yang berarti bahwa hubungan kedua
variabel bersifat sedang dan positif.

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

Tabel 4: Korelasi Pearson Product Moment


Korelasi Pearson

Tot__kepkerj
Tot__kepmp
Tot__asrtf

Tot__kepkerj
1
0,67
0,433

Tot__kepmp
0,670
1
0,502

Sumber: Hasil pengolahan data (2013)


Dapat disimpulkan bahwa korelasi
ketiga variabel yaitu kepemimpinan kepala
sekolah, komunikasi asertif guru dan kepuasan
kerja guru berhubungan secara positif ketika
dikorelasikan secara dua variabel. Masingmasing variabel berhubungan searah. Artinya
jika salah satu variabel naik nilainya maka
variabel lain juga akan naik nilainya mengikuti
secara signifikan.

dari 0,05 (Sarwono 2012,


190). Nilai F menunjukkan
sebesar 42,476 dengan
tingkat signifikansi 0,000.
Tot__asrtf
Karena angka 0,000 lebih
0,433
kecil dari 0,05 maka model
0,502
regresi ini sudah layak
1
untuk
digunakan
memprediksi
variabel
kepuasan kerja guru.
Artinya, kedua variabel
independen berhubungan secara simultan
terhadap kepuasan kerja
Persamaan regresinya adalah: Y =
12,659 + 0,373X1 + 0,128X2
Dimana:
Y
= Kepuasan kerja guru
X1
= Kepemimipinan kepala sekolah
X2
= Komunikasi asertif guru
Persamaan regresi tersebut berarti:

Hasil Korelasi Linier Berganda

Persamaan regresi tersebut


berarti:
Tabel 5: Hasil Model Summary pada Korelasi Berganda
1. Kontanta sebesar 12,659,
artinya jika kepemimpinan
Summary Regresi Linier
kepala sekolah dan komuniModel
R
R Square Adjusted R
Std. Error of
kasi asertif guru nilainya 0,
Square
Estimate
maka tingkat kepuasan kerja
1. 680a .
.462
.451
382.028
guru nilainya sebesar 12,659.
2. Koefisien regresi variabel
a. Predictors: (Constant), Tot__asrtf, Tot__kepmp
kepemimpinan kepala sekolah
b. Dependent Variable: Tot__kepkerj
(X 1 ) = 0,373, artinya jika
kepemimpinan kepala sekolah
Sumber: Hasil pengolahan data (2013)
mengalami kenaikan senilai 1
maka tingkat kepuasan kerja
guru
akan
mengalami
kenaikan sebesar
Nilai korelasi berganda yaitu R = 0,680, artinya
0,373 satuan dengan asumsi variabel X 2
variabel kepemimpinan kepala sekolah dan
komunikasi asertif guru memiliki hubungan
bernilai tetap.
yang positif dan kuat terhadap variabel 3. Koefisien regresi variabel komunikasi asertif
kepuasan kerja guru. Koefisien determinasi yaitu
guru X2 = 0,128, artinya jika komunikasi
R2 menunjukkan nilai sebesar 0,451, artinya
asertif guru mengalami kenaikan senilai 1
variabel kepemimpinan kepala sekolah dan
maka tingkat kepuasan kerja guru akan
komunikasi asertif guru mempengaruhi sebesar
mengalami peningkatan sebesar 0,128
45,1% terhadap variabel kepuasan kerja guru
dengan asumsi variabel X1 bernilai tetap.
sedangkan 54,9% dipengaruhi oleh variabel
lainnya.
Hasil Uji Hipotesis
Besarnya angka probabilitas atau
Berdasarkan hasil nilai signifikasi probabilitas
signifikansi perhitungan ANOVA. Uji kelayakan
pada metode korelasi parsial diperoleh nilai
regresi yang baik jika nilai signifikansi lebih kecil
sebesar 0,000 untuk korelasi variabel
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

55

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

kepemimpinan kepala sekolah dengan


kepuasan kerja guru. Artinya terdapat hubungan
antara kepemimpinan kepala sekolah dengan
kepuasan kerja guru dan nilai kekuatan
hubungan sebesar 0,581 dan bersifat positif.
Berdasarkan nilai signifikansi yang diperoleh melalui metode korelasi parsial sebesar 0,132,
maka berarti probabilitas hasil perhitungan
yaitu 0,132 > 0,05. Artinya, sesuai dengan hukum
pengambilan keputusan hipotesis maka H 0
diterima. Dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara komunikasi asertif
guru dengan kepuasan kerja guru.
Pada uji ANOVA terhadap nilai F dalam
regresi linier terdapat angka probabilitas
sebesar 42,476 dengan tingkat signifikansi 0,000.
Uji kelayakan regresi yang baik jika nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05 (Sarwono 2012,
190). Karena angka 0,000 lebih kecil dari 0,05
maka dapat disimpulkan H0 ditolak, yang berarti
terhadap hubungan antara kepemimpinan
kepala sekolah dan komunikasi asertif guru
dengan kepuasan kerja guru secara simultan.
Hipotesa pertama, yaitu kepemimpinan
kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru
terbukti. Hasil penilitian ini menujukkan adanya
hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah
dengan kepuasan kerja guru. Sebanyak 66,12%
menyatakan setuju bahwa guru-guru sebagai
responden. Hasil penelitian ini sesuai juga
dengan penelitian yang telah diadakan oleh
Mehboob, Arif dan Jalal (2011: 2984) yang
melakukan penelitian analisis efek dari perilaku
supervisor terhadap kepuasan kerja bawahannya di beberapa universitas di Karachi, Pakistan.
Kepemimpinan kepala sekolah dengan
kepuasan kerja guru di Sekolah Kristen Kalam
Kudus menunjukkan hubungan yang positif
dengan kekuatan hubungan yang kuat.
Meskipun komunikasi asertif dikontrol, tetap
memiliki hubungan antara kepemimpinan
kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru.
Artinya, kepuasan kerja guru dapat dipengaruhi
oleh kepemimpinan kepala sekolah namun juga
dipengaruhi faktor lain seperti komunikasi
asertif guru itu sendiri. Faktor-faktor tersebut
juga terlihat pada pernyataan Locke (dalam
Sholihah 2009: 73) menyebutkan sumber-sumber
kepuasan kerja adalah serikat kerja, manajemen,
kondisi kerja, dan keuntungan yang didapat.
56

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Sedangkan menurut Munandar (dalam Ariati


2010: 118), faktor-faktor kepuasan kerja adalah
ciri-ciri intrinsik pekerjaan, imbalan, supervisi,
rekan kerja dan kondisi kerja.
Berbedanya karakter dan cara memimpin
setiap kepala sekolah di Sekolah Kristen Kalam
Kudus tidak memberikan arti yang berbeda
terhadap nilai hubungan kepuasan kerja guru
dengan kepemimpinan kepala sekolah. Artinya,
para kepala sekolah di Sekolah Kristen Kalam
Kudus sudah menerapkan prinsip kasih dan
melayani dalam kepemimpinannya sebagai
landasan seorang pemimpin Kristen. Pemimpin
yang melayani memiliki karakteristik tersendiri
yang menjadi ciri khas seorang pemimpin yang
melayani (Kinicki dan Kreitner 2006: 360-361).
Deskriptor yang menunjukkan rendahnya
kepuasan kerja guru adalah Gaji yang saya
terima sesuai dengan usaha yang dilakukan
dan indikator pihak sekolah memperhatikan
kesejahteraan gurunya. Artinya, guru merasa
tidak puas bukan karena kepemimpinan kepala
sekolah tetapi lebih kepada faktor kesejahteraannya, Sekolah Kristen Kalam Kudus
mungkin belum memberikan pembayaran gaji
sesuai standar atau mungkin tidak adanya
bonus-bonus sebagai keuntungan hasil kerja
dalam menunjang hasil jerih payahnya.
Hanggraeni (2011: 16) menekankan faktor
kepuasan kerja dibagi menjadi empat kelompok,
yaitu lingkungan kerja, atasan/gaya kepemimpinan, sifat pekerjaan dan aktivitas kerja, lalu
terakhir adalah keuntungan kerja.
Pada hipotesis kedua yang menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara
kepuasan kerja guru dengan komunikasi asertif
guru. Hasil penelitian ini menunjukkan
hubungan yang memiliki nilai sebesar 0,151.
Nilai r yang rendah menunjukkan lemahnya
hubungan antara komunikasi asertif guru
dengan kepuasan kerja. Sedangkan, berdasarkan
nilai signifikansi korelasi parsial dapat terlihat
bahwa nilai signifikansinya sebesar 0,132 >
0,005 sehingga data responden tidak dapat
digeneralisir ke populasi.
Hipotesis ketiga, menyatakan adanya
hubungan antara kepuasan kerja dengan
kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi
asertif guru. Kepemimpinan kepala sekolah dan
komunikasi asertif guru bersama-sama memiliki

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

hubungan yang positif dengan kepuasan kerja


guru. Hubungan tersebut dapat dilihat dari hasil
korelasi berganda yaitu R = 0,680, artinya
hubungan yang positif dan kuat terjadi antara
kepemimpinan kepala sekolah dengan komunikasi guru terhadap variabel kepuasan kerja guru.
Pada koefisien determinasi yaitu R 2 menunjukkan nilai sebesar 0,451, artinya variabel kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi
asertif guru mempengaruhi sebesar 45,1% terhadap variabel kepuasan kerja guru sedangkan
54,9% dipengaruhi oleh variabel lainnya.
Dalam penelitian ini tergambarkan juga
tingkat pendidikan guru dalam kualifikasinya
sebagai seorang pengajar. Sebanyak 65% guru
sudah memiliki pendidikan S1, dan 9% lulusan
S2. Tingkat pendidikan tentunya memiliki
pengaruh terhadap persepsi mereka dalam
menilai kepuasan kerja. Keterkaitan dengan
kepemimpinan dan komunikasi asertif, hasil
penelitian menunjukkan bahwa para guru sudah
dapat memahami secara baik proses
kepemimpinan dalam meningkatkan kepuasan
kerjanya. Pola berpikir kritis dalam memahami
kebijakan-kebijakan sekolah dapat terlihat
melalui cara berkomunikasi guru yang
digambarkan sebesar 84,71% responden
menyatakan diri mereka sebagai seorang yang
memiliki komunikasi asertif.
Responden yang berstatus guru tetap
adalah sebesar 66% dan 34% nya masih
berstatus guru tidak tetap. Persepsi seorang guru
yang sudah berstatus tetap terhadap kepuasan
kerja tentunya akan memiliki perbedaan dengan
guru yang belum tetap. Keuntungan kerja yang
diperoleh antara seorang guru tetap dengan
tidak tetap sudah pasti memiliki perbedaan.
Keuntungan kerja adalah pemberian
keuntungan-keuntungan kerja yang dikenal
sebagai manfaat, jika seseorang merasa bahwa
pekerjaannya bisa memberikan banyak manfaat
bagi dirinya maka kepuasan dirinya akan
meningkat (Hanggraeni 2011: 16). Aspek
kepuasan kerja yang umum terjadi adalah
masalah pengakuan, kompensasi, dan supervisi
(Kinicki dan Kreitner 2006: 164).

Simpulan
Kesimpulan
Kesimpulan terhadap ketiga variabel penelitian
ini yaitu kepemimpinan kepala sekolah,
komunikasi asertif guru dan kepuasan kerja
guru, adalah:
1. Terdapat hubungan antara kepemimpinan
kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru
yang bersifat positif.
2. Tidak terdapat hubungan antara komunikasi
asertif guru dengan kepuasan kerja guru
3. Terdapat hubungan antara kepemimpinan
kepala sekolah dan komunikasi asertif guru
secara simultan dengan kepuasan kerja
guru

Saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan oleh
peneliti berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
1. Kepala sekolah sebagai pimpinan harus
mampu menerapkan prinsip kepemimpinan
Kristen dalam kepemimpinannya. Hal ini
sejalan dengan visi misi Kalam Kudus
sebagai sekolah Kristen yang bertujuan
mengabarkan kabar baik bagi semua orang.
2. Guru sebagai pelaksana harian dalam
menjalankan kegiatan belajar mengajar
harus mampu meningkatkan sikap asertif
dalam berkomunikasi. Guru-guru harus
melakukan
pekerjaanya
dengan
kesungguhan hati dan bersikap melayani
kepada murid-murid didikannya. Sebab,
guru juga adalah seorang pemimpin kelas.
Ketidakpuasan dalam bekerja janganlah
diungkapkan dalam sikap kerja sehingga
siswa merasa tidak nyaman dengan cara
mengajarnya, tetapi ketidakpuasan itu
diungkapkan secara baik kepada pimpinan
ataupun kepada yayasan dengan cara yang
baik dan sopan. Sikap itulah yang
merupakan sikap asertif yang harus terus
dikembangkan oleh para guru di Sekolah
Kristen Kalam Kudus.
3. Yayasan Kristen Kalam Kudus, disarankan
lebih memperdulikan kesejahteraan guru-

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

57

Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

4.

gurunya. Melihat data guru yang didapat


dalam penelitian ini, terlihat para guru
Kristen Kalam Kudus begitu setia mengabdi
dan melayani sampai puluhan tahun.
Janganlah yayasan sampai lalai dalam
menghargai kesetiaan para gurunya. Jika
guru dapat mengalami kepuasan kerja
dengan baik tentunya akan mempengaruhi
sikap kerja mereka, dan jika para siswa
nyaman dengan sikap kerja guru-guru tentu
penurunan jumlah murid dapat
diantisipasi dengan baik.
Karena keterbatasan waktu, maka penelitian
ini hanya menggunakan metode kuantitatif.
Untuk penelitian selanjutnya bisa
dikembangkan dengan penelitian kualitatif
dengan metode triangulasi data untuk
menggali lebih dalam lagi faktor-faktor yang
menyebabkan kepuasan kerja guru terjadi
di Sekolah Kristen Kalam Kudus. Selain itu,
pemelitian selanjutnya juga bisa
mengembangkan variabel dengan
menambah beberapa variabel seperti kinerja
guru, komitmen guru dan lainnya.

Daftar Pustaka
Ariati, Jati. Subjective Well Being (Kesejahteraan
Subjektif) dan Kepuasan Kerja Pada Staff
Pengajar (Dosen) di Lingkungan Fakultas
Psikologi Universitas Dipenogoro. Jurnal
Psikologi Undip Vol. 8, no. No. 2 (Oktober
2010): 117-125.
Bass, Bernard M. (1985). Leadership and
performance beyond expectations. New York:
The Free Press.
Beall, William J. Seiler dan Melissa L. (2008).
Communication: Making connections. Boston:
Pearson Education, Inc.
Colquitt, Jason A., Jeffrey A. Lepine, dan Michael
J. Wesson. (2011). Organizational behavior.
2nd ed. New Jersey: McGraw-Hill
Davis, Keith dan John W. Newstrom. (1997).
Organizational behavior: Human behavior at
work. New York: The Mcgraw-Hill
Companies. Inc

58

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Hanggraeni, Dewi. (2011). Perilaku organisasi:


teori, kasus, dan analisis. Disunting oleh SE
Muhammad Irfan Syaebani. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Hughes, Richard L, Robert C. Ginnett, dan
Gordon J. Curphy. (1996). Leadership:
Enhancing the lessons of experience. Chicago:
Irwin Book Team
Kinicki, Angelo dan Robert Kreitner. (2006).
Organizational behavior: Key concepts, skills,
and best practices. Boston: McGraw-Hill
Lembaga Alkitab Indonesia. (2008). Jakarta:
Lembaga Alkitab Indonesia
Luthans, Fred. Organizational behavior. (2005).
New York: Mc-Graw Hill, Inc
Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku organisasi.
10th . Jakarta: PT INDEKS, Kelompok
Gramedia
Robbins, Stephen P. dan Timothy A.(2009). Judge
organizational behavior. New Jersey:
Pearson Prentice Hall
Sarwono, Jonathan. (2012). Metode riset skripsi:
Pendekatan kuantitatif (Menggunakan
prosedur SPSS). Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
Shelton, Ken. (1997). A new paradigm of leadership.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Sholihah, Afifatus. Hubungan antara kepangkatan
dan kepuasan kerja guru SMU Negeri se Kota
Kediri. Jurnal Kependidikan Triadik Volume
12, no. No. 1 (April 2009): 71-76
Webb, Kerry S. Creating satisfied employees in
Christian higher education: Research on
leadership competencies. Christian Higher
Education 8, no. 1 (January 2009): 18-31.
Academic Search Complete, EBSCOhost
(accessed January 14, 2013).
Wirjana, Bernardine R. dan Susilo Supardo.
(2005). Kepemimpinan, dasar-dasar dan
pengembangannya. Yogyakarta: Andi
Yohana, Corry. Pengaruh profesionalisme, kepuasan
kerja dan komitmen organisasi terhadap
kinerja guru di SMPN Pamulang-Tangerang
Selatan. Jurnal EconoSains Volume 2, no.
Nomor 2 (Agustus 2012): 131-143
Yudho, Bambang.(2006). How to become a christian
leader. Yogyakarta: Yayasan Andi
Yukl, Gary. (2006). Leadership in organizations.
New Jersey: Pearson Education, Inc.

Penelitian

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

Meningkatkan Kinerja dan Komitmen Organisasi


Berdasarkan Kemampuan, Kepuasan Kerja, Pembelajaran,
dan Pengambilan Keputusan
Upi Isabella Rea
Email: pi0606@yahoo.com
PICT dan PP BPK PENABUR Jakarta

Abstrak
egawai yang menunjukkan kinerja dan komitmen merupakan tujuan akhir suatu organisasi
ternyata kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor perilaku organisasi. Penelitian ini
memeriksa bagaimana relasi kemampuan pegawai, kepuasan kerja dan belajar dan
pengambilan keputusan dalam konteks organisasi era postmodern. Penelitian yang
dilakukan di BPK PENABUR Jakarta dalam Oktober 2012 ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan triangulasi teknik pengumpulan data melalui pengamatan, in depth interview dan focus grup
discussion. Hasilnya adalah kemampuan pegawai berelasi dengan kinerja, tetapi tidak berelasi
dengan komitmen. Kepuasan kerja berelasi dengan komitmen, tetapi tidak berhasil meningkatkan
kinerja. Pembelajaran tidak berelasi terhadap kinerja dan komitmen, namun pengambilan keputusan
berelasi terhadap kinerja dan komitmen. Implikasi penelitian yaitu Yayasan sebaiknya memikirkan
program kerja yang berpihak pada peningkatan kinerja dan komitmen pegawai yang lebih
komprehensif sehingga bukan sekedar melakukan pengukuran terhadap kinerja dan komitmen.

Kata-kata kunci: Kinerja, komitment, kemampuan, kepuasan kerja, belajar dan pengambilan
keputusan.
Improving the Organizational Performance and Commitment,
Job Satisfaction, Learning, and Decision Making
Abstract
Employees who demonstrate commitment and job performance is the ultimate goal of an organization turns
out to be influenced by various factors of organizational behaviour. This research examines how the relation
is the ability of an employee, job satisfaction and learning and decision making in the context of the postmodern
era organization. This research conducted at BPK PENABUR Jakarta in October 2012 applied qualitative
approach using triangulation data collection techniques through observation, in depth interviews and focus
group discussions. The research result indicates that employees ability relates to employee performance, but
does not relate to commitments. Job satisfaction relates to commitment, but can not improve job performance.
Learning does not relate to the performance and commitment, but the decision-making relates to the performance
and commitment. Research implications urge the Foundation to consider job design and program to increase
job performance and employees organizational commitment into a more comprehensive platform which does
not only measure employees job performance and organizational commitment.
Key words: Performance, commitment, ability, job satisfaction, learning, decision making.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

59

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

Pendahuluan
Pola pikir postmodernisme sekarang ini telah
merubah cara pandang, nilai-nilai yang dianut,
teknologi dan perilaku manusia; termasuk
perilaku organisasi. Perilaku organisasi pada
era postmodernisme dalam hal etos kerja
misalnya, menolak penjelasan yang harmonis,
universal, dan konsisten. Mereka menggantinya
dengan sikap hormat kepada perbedaan dan
penghargaan kepada yang khusus (partikular
dan lokal) serta membuang yang universal.
Pemaknaan sebuah realitas sah-sah saja dinilai
berbeda oleh setiap orang. Tidak ada standar
tertentu untuk memaknai atau memahami suatu
hal tertentu. Makna tidak lagi bernilai obyektif
dalam artian diterima secara universal.
Pemaknaan menjadi subyektif dan pemaknaan
subyektif menjadi kebenaran bagi pribadi
bersangkutan. Karena itu, postmodernisme tidak
mengakui adanya satu kebenaran dan
modernisme dianggap sebagai suatu kebodohan.
Tidak ada makna tunggal dalam dunia, tidak
ada titik pusat dari realitas secara keseluruhan.
Karena itu, apabila di dalam dunia
pekerjaan/organisasi hasil paling klimaks yang
ingin dicapai adalah kinerja pekerjaan dan
komitmen organisasional maka hal ini pun
dimaknai secara relatif, khas pemikiran
postmodern. Pada masa lalu, ketika lebih banyak
orang bekerja di sektor industri yang
memproduksi barang, kinerja pekerjaan (job
performance) seseorang diukur berdasarkan
hasil/manfaat yang diperoleh dari pekerjaan
yang dilakukan oleh pekerja; dan hal ini
merupakan makna universal yang dianut. Maka
pada masa kini, kinerja pekerjaan bukan hanya
untuk menilai hasil pekerjaan secara kuantitas
saja, namun juga penilaian terhadap perilaku
pekerja yang berkaitan dengan pekerjaan itu
sendiri. Bahkan ada juga perilaku-perilaku yang
kadang tidak dimasukkan dalam kinerja
pekerjaan, namun pihak pimpinan mengharapkan perilaku tersebut dapat dilakukan oleh
pekerjanya. Ini adalah salah satu bukti bahwa
pemaknaan secara relative terhadap kinerja
pekerjaan dilakukan oleh manusia pekerja
dengan pemikiran jaman postmodern.

60

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Dampak lain postmodern menerpa dunia


kerja adalah terjadinya perubahan/pergeseran
makna komitmen organisasi. Di dalam
organisasi tradisional terdapat suatu inti yaitu
sebuah kesepakatan bahwa kepatuhan dan
kerajinan akan diimbali dengan terjaminnya
pekerjaan dan sejalan seiringan dengan hal itu
terjaminnya pekerjaan akan diimbali dengan
kepatuhan dan kerajinan. Di dalam organisasi
tradisional pola hubungan yang berlangsung
adalah pola atasan-bawahan, antara pemasok
dan pelanggan, antara lokasi geografis dan
fungsi-fungsi di dalam organisasi itu sendiri
yang kaku, formal dan berorientasi pada
pengawasan (control-oriented). Namun, saat ini
tidak lagi demikian. Pergeseran generasi telah
mentransformasi organisasi seiring dengan
bergeraknya apa yang disebut knowledge
worker, yang fokusnya menembus batas-batas
dan mengkolaborasi ide-ide, informasi,
pengetahuan, bakat dan kompetensi ke dalam
level kebutuhan organisasi.
Pola hubungan organisasi masa depan
berbeda dengan pola hubungan organisasi
tradisonal, tidak lagi perusahaan adalah
kepala dan pegawai adalah tangan.
Konsumen organisasi secara cerdas mendeteksi
adanya kesepakatan keamanan-untukkepatuhan-dan-kerajinan terhadap layanan
yang diterimanya. Fokus konsumen organisasi
bukan lagi sekedar pada layanan namun meluas
pada inovasi dari layanan yang dikelola oleh
organisasi. Keamanan pegawai tidak lagi
datang dari dipekerjakan (employed) namun dari
layak dipekerjakan (employable). Akibatnya,
terjadi kesepakatan baru di dalam organisasi
modern yaitu pertukaran: inisiatif untuk
kesempatan. Organisasi menawarkan
kesempatan kepada para pegawai dan sebagai
imbalannya para pegawai berkontribusi
menciptakan nilai penting organisasi bagi
konsumen dan dengan cara seperti itu membawa
keuntungan bagi organisasi. Dengan demikian,
setiap individu dalam organisasi memiliki hak
yang setara terhadap organisasi dan setiap
anggota memiliki kebebasan untuk memilih
bergabung atau meninggalkan organisasi.
Organisasi masa depan memfokuskan diri pada
kebijakan sumber daya manusia yang baru,

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

membantu pegawai memperoleh keterampilan


dan kemandirian dalam menyesuaikan diri ke
dalam organisasi sehingga memberikan rasa
aman dan dukungan.
Dalam tingkat mendasar, untuk mempertahankan pegawai yang dibutuhkan oleh
perusahaan, maka perusahaan masa depan
harus mampu menjadi tempat dimana orangorang berbakat dengan senang hati tinggal. Ini
berarti hal yang mendasar yang semestinya
berlangsung dalam konsep komitmen
organisasional adalah para pegawai mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan
organisasi memberikan umpan balik tentang
bagaimana kinerja pegawai. Bila salah satu dari
keduanya tidak terpenuhi maka kontrak baru
tidak tercapai. Dengan kinerja pekerjaan,
pimpinan organisasi dapat mengukur kinerja
dari pekerjanya; apakah sudah memenuhi
kriteria yang ditetapkan organisasi atau tidak.
Namun kinerja pekerjaan juga penting bagi
pekerja itu sendiri, supaya dia bisa menilai diri
apakah sudah mencapai hasil yang diharapkan
dari dirinya atau tidak. Organisasi pendidikan
juga tidak luput dari gelombang perubahan dan
pergeseran paradigma postmodernism. Pegawai
dalam yayasan pendidikan yang berdiri sejak
era modern dan bertahan sampai era postmodern
perlahan namun pasti mengalami perubahan
format kerja, perilaku organisasi dan tipikal
pegawai yang bergabung di dalamnya.
Salah satu yayasan pendidikan yang telah
berdiri sejak 1950 sampai sekarang; yaitu
yayasan BPK PENABUR telah menyelenggarakan tradisi penghargaan bagi pegawai dengan
masa kerja 20 tahun dan 30 tahun. Dinamika
usia yayasan hingga saat ini dan ragamnya
tipikal pegawai yang datang dan pergi menarik
peneliti untuk meneliti relevansi perilaku
organisasi dalam yayasan terutama dalam
konteks sebagai organisasi pendidikan di masa
depan. Dalam usia BPK Penabur yang demikian,
prilaku organisasi ini belum pernah diteliti
secara khusus. Penelitian terhadap hal ini
relevan mengingat telah terjadi perubahan yang
signifikan terhadap bentuk organisasi ketika BPK
PENABUR pertama kali dibentuk dengan BPK
PENABUR sekarang. Dengan demikian,
penelitian diharapkan dapat memberikan

antisipasi terhadap perilaku organisasi BPK


PENABUR sesuai dengan perkembangan jaman.
Dalam penelitian ini peneliti mengidentifikasi beberapa hal yang muncul sebagai
masalah: adanya ketidakpastian cara-cara
pendekatan untuk suatu organisasi mencapai
optimalisasi kinerja pekerjaan dan komitmen
organisasional. Bagaimana pekerja mempercayai suatu organisasi sebagai satu tumpuan
untuk kelangsungan hidup; sementara organisasi mengalami perubahan dan perkembangan
sedemikian rupa. Bagaimana pekerja memenuhi
tuntutan kompetensi karena begitu spesifik dan
beragamnya jenis keterampilan yang diminta.
Masih relevankah kinerja pekerjaan dan
komitmen sebagai titik klimaks pencapaian
pekerja dalam organisasi. Apa saja faktor yang
mempengaruhi pekerja untuk dapat menunjukkan kinerja dan komitmen kepada organisasi.
Dalam penelitian ini, masalah dirumuskan
sebagai berikut: bagaimana meningkatkan
kinerja dan komitmen organisasional pegawai
berdasarkan kemampuan, kepuasan kerja,
pembelajaran dan pengambilan keputusan?
Mengapa hal tersebut penting dan relevan bagi
organisasi pendidikan sehingga menyelenggarakan penghargaan kesetiaan kerja bagi
pegawainya?
Penelitian ini bertujuan menemukan bukti
bahwa kemampuan, kepuasan kerja,
pembelajaran dan pengambilan keputusan
membentuk kinerja dan komitmen pegawai
terhadap perusahaan. Bukti yang ditemukan
nantinya menjawab relevansi penyelengga-raan
penghargaan kesetiaan kerja bagi pegawai di
dalam organisasi pendidikan.
Hasil penelitianj ini menunjukkan suatu
model pendekatan bagaimana yayasan
memperoleh kinerja dan komitmen pegawainya
dengan memperhatikan faktor kemampuan,
kepuasan kerja, pembelajaran dan pengambilan
keputusan. Selain itu, penelitian memberikan
pemaknaan yang lebih mendalam tentang
penghargaan yang telah menjadi tradisi selama
ini terkait dengan relevansinya menghadapi
perubahan organisasi masa depan. Lembaga
pendidikan yang mempunyai kebijakan
pemberian penghargaan kinerja sebagai salah
satu upaya memperoleh komitmen pegawai

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

61

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

seperti yang dilakukan oleh BPK PENABUR


tidak banyak, sehingga manfaat temuan
penelitian ini nantinya secara lebih luas dapat
menjadi contoh bagi lembaga pendidikan lain
yang ingin menerapkan kebijakan pemberian
penghargaan kinerja.

Kajian Pustaka

Hubungan ketiga jenis komitmen tersebut dalam


gambar 1.
Dengan demikian organisasi pendidikan
seperti sekolah sebagai centre of knowledge
merupakan tempat yang sangat baik untuk
memulai pengembangan ciri-ciri organisasi
masa depan yang menghargai bahkan
mengembangkan kekayaan intelektual para
guru. Guru memperoleh status sebagai
knowledge worker yang memiliki komitmen

Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Sebagai


Pencapaian Keberhasilan Individu dalam organisasional untuk mengembangkan sekolah.
Organisasi
Kinerja pekerjaan dipengaruhi banyak faktor Faktor Karakteristik Individu: Kemampuan
seperti keterampilan, kemampuan, persepsi, Pegawai (Ability)
sikap, dan. Karakteristik kepribadian berperan Selanjutnya, tulisan ini melihat bagaimana
dalam membentuk kinerja di samping motivasi, bentuk kinerja dan komitmen pegawai bilamana
sistem evaluasi dan penghargaan, serta desain dihubungkan dengan kemampuan pegawai.
pekerjaan (job design). (Ivancevich dan Matteson, Kemampuan seringkali dikaitkan dengan
dalam Kurniawati, 2012). Beberapa tren yang kecerdasan yang merupakan fungsi baik dari
mempengaruhi kinerja adalah knowledge work faktor genetik maupun faktor lingkungan.
dan service work (Colquitt et al., 2011: 50-52). Kemampuan diyakini sebagai sesuatu yang
Selain kedua tren perubahan itu, ada tiga bersifat alami (Colquitt, LePine, & Wesson dalam
tantangan yang dihadapi oleh organisasi, yaitu: Mulyono 2012). Sesuai dengan pernyataan
globalisasi, peningkatan keragaman angkatan tersebut Kinicky & Kreitner dalam Mulyono
kerja dan relasi pekerjaan yang timbul (Mc Shane (2012) juga menyatakan bahwa kecerdasan yang
dan Glinow dalam Kurniawati 2012).
dikaitkan dengan kemampuan diyakini sebagai
Hal lain yang menjadi pencapaian kapasitas bawaan yang diturunkan secara
keberhasilan organisasi adalah komitmen dari genetik dari satu generasi ke generasi
pegawainya. Terdapat tiga jenis komitmen selanjutnya. Sejumlah riset menambahkan
organisasional yang dapat tumbuh dalam diri bahwa lingkungan juga berperan dalam
pegawai; yaitu komitmen afektif, komitmen membentuk kemampuan seseorang.
continuance, dan komitmen normatif. Komitmen
Robbins & Judge dalam (Mulyono 2012)
afektif tumbuh oleh dorongan emosional, menyebut kemampuan kognitif sebagai kemammisalnya karena persahabatan di lingkungan
kerja, budaya organisasi
Affective
Commitmen
dan kenyamanan bekerja.
Komitmen continuance
Felt in Reference to
tumbuh oleh kesadaran
Ones:
rasional terhadap apa
OVERALL
Company
yang diperoleh pegawai
Continuance
ORGANIZATIONAL
Top Management
Commitment
dari organisasi; misalnya
COMMITMENT
Departement
gaji, fasilitas dan promosi
Manager
jabatan. Komitmen normaWork Taem
tif tumbuh oleh dorongan
Normative
kewajiban, misalnya status
Specific Coworkers
Commitment
sebagai pendiri organisasi
atau penunjukkan sebagai
pemangku jabatan organiGambar 1: Hubungan Jenis Komitmen Organisasional
sasi (Colquitt 2011: 70).
Sumber: Colquitt (2011, 71)
62

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

puan intelektual. Kemampuan intelektual


didefinisikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas mental, seperti berpikir, bernalar, dan memecahkan masalah.
Dari segi kemampuan kognitif, faktor
genetik dan lingkungan dapat dikatakan
memainkan peran yang seimbang. Kendatipun
demikian, perbedaan kemampuan dari segi
kognitif yang dipengaruhi faktor lingkungan
menjadi semakin kabur ketika orang beranjak
dewasa. Adapun beberapa faktor di lingkungan
yang mempengaruhi kemampuan kognitif, yaitu
(1) situasi keluarga, (2) jumlah pendidikan yang
diterima, (3) pilihan pekerjaan, dan (4) faktor
biologis (Colquitt, LePine, & Wesson 2011 : 339).
Faktor Mekanisme Individu: Kepuasan Kerja
Menurut Shane & Glinow dalam Setiawan
(2012), kepuasan kerja dinyatakan sebagai
sebuah sikap yang paling banyak diteliti dan
dipelajari dalam ilmu perilaku organisasi
Sedangkan Dewi dalam Setiawan (2012)
menyebutkan faktor penentu kepuasan kerja bisa
dibagi dalam empat kelompok, yaitu lingkungan
kerja, atasan/gaya kepemimpinan, sifat
pekerjaan dan aktivitas kerja, lalu terakhir
adalah manfaat. Teori Karakteristik Pekerjaan
(Colquitt 2011: 111) menyebutkan bahwa
terdapat lima karakteristik inti pekerjaan yang
dapat membuat pekerjaan terasa lebih
memuaskan, yaitu variasi kerja, identitas,
kebermaknaan, otonomi, dan umpan balik.
Gambaran yang lebih jelas tentang
hubungan kepuasan kerja dan pretasi dijelaskan
sebagai berikut. Prestasi yang lebih baik secara
khusus menimbulkan imbalan ekonomi, sosial,
dan psikologis yang lebih tinggi. Apabila
imbalan tersebut dirasa sesuai dan adil, maka
akan timbul kepuasan yang lebih besar dalam
diri karyawan. Sebaliknya apabila imbalan
dinilai tidak sesuai dengan prestasi kerja
seorang karyawan, maka cenderung menimbulkan ketidak puasan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa ada garis yang tidak dapat diputus
antara prestasi, kepuasan kerja, dan kerja keras.
Faktor Mekanisme Individu: Pembelajaran
dan Pengambilan Keputusan
Orang-orang yang memiliki kemampuan
kognitif umum yang tinggi cenderung lebih baik

dalam proses belajar dan pengambilan


keputusan. Dari sisi organisasi, kemampuan
kognitif dianggap berperan paling penting
dalam sebagian besar jenis pekerjaan (Colquitt,
LePine, & Wesson, 2011 : 340). Banyak pekerjaan
yang membutuhkan kemampuan kognitif,
sehingga organisasi sering mendapat-kan
informasi yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi melalui tes kemampuan kognitif
secara umum (Noe et al. dalam Mulyono, 2012)
Selain kemampuan kognitif, kemampuan
emosional dipandang penting untuk dimiliki
seseorang untuk dapat berfungsi secara efektif
dalam situasi sosial dan sering dikenal juga
sebagai emotional intelligence (Colquitt, LePine, &
Wesson 2011 : 347) atau kecerdasan emosi.
Kecerdasan emosi diyakini memiliki empat
komponen utama yang hampir menyerupai 4
aspek kecerdasan emosi menurut Colquitt,
LePine, & Wesson (2011), yaitu pemahaman
akan diri, kemampuan mengelola diri,
pemahaman akan lingkungan sosial, dan
kemampuan mengelola relasi dengan orang lain.
Kedua komponen yang disebutkan terlebih
dahulu merujuk kepada kemampuan pribadi/
perorangan. Sedangkan dua komponen yang
terakhir disebutkan merupakan kemampuan
sosial (Kinicki & Kreitner dalam Mulyono, 2012).
Dari sisi organisasi, kemampuan untuk
memahami kecerdasan emosi penting untuk
dimiliki oleh setiap anggota organisasi, termasuk pemimpin organisasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Goleman menemukan bahwa
pemimpin yang sukses adalah pemimpin
memiliki kecerdasan emosi (Mulyono, 2012).
Kemampuan fisik juga menjadi salah satu
kemampuan yang dibutuhkan di dalam
pekerjaan. Berdasarkan sejumlah penelitian
mengenai prasyarat yang dibutuhkan dalam
ratusan jenis pekerjaan yang berbeda, dihasilkan
sembilan kemampuan fisik dasar yang diperlukan (Robbins & Judge dalam Mulyono, 2012).
Jones (dalam Chaterine, 2012) mengata-kan
bahwa pembelajaran dalam organisasi adalah
sebuah proses dimana seorang manajer
berusaha untuk mengembangkan pengetahuan,
kemampuan, dan juga keinginan dari para
anggota organisasinya, untuk dapat lebih
mengerti, memahami serta mampu mengatur
organisasi tempat mereka berada, dan juga
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

63

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

lingkungan organisasi dimana keputusan


keputusan yang mereka buat, mampu meningkatkan keefektifitasan organisasi tersebut secara
berkesinambungan.
Kerangka Berpikir Penelitian Skema Model
Pengukuran Kinerja dan Komitmen berdasarkan Kemampuan Pegawai, Kepuasan Kerja,
Pembelajaran dan Pengambilan Keputusan
Berdasarkan paparan teori di atas, peneliti
mencoba merumuskan sebuah kerangka dan
model penelitian yaitu tentang bagaimana
kemampuan pegawai, kepuasan kerja, pembelajaran dan pengambilan keputusan membentuk
kinerja dan komitmen organisasi. Peneliti
merancang suatu pendekatan pengamatan yang
bersifat kualitatif. Model rancangan sesuai
paparan teori peneliti tampilkan pada tabel 1.

Dalam skema di atas, peneliti ingin menemukan


bahwa antara kinerja pekerjaan terbentuk karena
kemampuan pegawai tetapi tidak selalu turut
membentuk komitmen organisasional. Peneliti
juga ingin membuktikan bahwa kinerja
pekerjaan tidak selalu terbentuk oleh karena
adanya kepuasan kerja, pembelajaran organisasi
dan pengambilan keputusan. Selain itu, peneliti
juga ingin membuktikan bahwa komitmen
organisasi terbentuk dari kepuasan kerja
pegawai dimana kemampuan, pembelajaran
dan pengambilan keputusan tidak selalu turut
membentuk komitmen organisasional.
Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu
bukti bahwa organisasi perlu memikirkan suatu
modifikasi pengukuran kinerja dan komitmen

Tabel 1: Skema Model Pengamatan Kinerja dan


Komitmen Organisasi
Kemampuan

Kepuasan Pembelajaran

Pengambilan
Keputusan

Kinerja

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Komitmen

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Penjabaran skema tersebut menurut variable


yang akan diteliti berdasarkan paparan teori di
atas terlihat pada tabel 2.

organisasional pegawai secara khusus dalam


dunia pendidikan. Dilihat dari tujuannya,
penelitian ini termasuk penelitian deskriptif
kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih karena
kinerja pegawai dan
Tabel 2: Skema Model Kinerja dan Komitmen berdasarkan
komitmen organisasi
Kemampuan Pegawai
sejatinya adalah sesuatu
hal yang bersifat kualiKognitif
Emosional
Fisik
tatif. Melalui pendekatan
dan pengamatan kualiKinerja
tatif, peneliti lebih leluasa
Knowledge
menggali dan menemuBerelasi
Berelasi
Berelasi
Work
kan makna terhadap
variable penelitian.
Service Work
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Penelitian dilakukan
Komitmen
di BPK PENABUR di
Jakarta dalam Oktober
Afektif
Berelasi
Berelasi
Berelasi
2012. Waktu ini dipilih
karena pada waktu ini
Continuance
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Yayasan sedang menggaNormatif
Berelasi
Berelasi
Berelasi
rap berbagai program

64

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

Tabel 3: Skema Model Kinerja dan Komitmen Berdasarkan


Kepuasan Kerja
Variasi
Kerja

Identitas

Signifikansi Autonomy

Feedback

Knowledge
Work

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Service
Work

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Afektif

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Continuance

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Normatif

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Kinerja

Komitmen

kegiatan tahun ajaran sehingga peneliti bisa


mendapatkan
pengamat-an
tentang
kemampuan, kepuasan, pembelajaran dan
pengambilan keputusan yang muncul sebagai
bagian dari aktifitas sekolah.
Responden penelitian ditanya mengenai
kemampuan, kepuasan kinerja, pembelajaran
dan pengambilan keputusan yang biasanya
dilakukan melalui wawancara. Setelah itu,
peneliti mengamati kinerja dan komitmen
responden terhadap organisasi dan membuat
catatan observasi. Teknik selanjutnya adalah

melakukan focus grup discussion tentang kinerja


pegawai, komitmen organisasi, kemampuan,
kepuasan kerja dan pembelajaran dan
pengambilan keputusan yang ditunjukkan
responden. Di samping itu juga dilakukan
wawancara mendalam dan terfokus.
Peneliti melakukan pengamatan terhadap
responden yang pada tahun 2012 memperoleh
tanda penghargaan kesetiaan kerja 20 tahun dan
30 tahun, khususnya yang bekerja sebagai
karyawan (non guru) di Yayasan BPK
PENABUR Jakarta. Responden yang telah

Tabel 4: Skema Model Kinerja dan Komitmen Berdasarkan


Pembelajaran dan Pengambilan Keputusan
Communities
of Practice

Knowledge
Sharing Syste

Knowledge
Transfer

Pengambilan
Keputusan

Knowledge
Work

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Service Work

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Afektif

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Continuance

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Normatif

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Kinerja

Komitmen

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

65

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

bekerja 30 tahun di unit kerja ini terdapat 2 orang


pegawai dan yang telah bekerja 20 tahun di unit
kerja ini terdapat 24 orang. Total 26 responden.
Peneliti melakukan pengamatan terhadap
variable kemampuan, kepuasan kerja,
pembelajaran yang dialami dan dampak
pengambilan keputusan terhadap kinerja dan
komitmen yang ditunjukkan responden selama
20 dan 30 tahun terakhir.
Sebagai pembuktian silang, peneliti mengadakan in depth interview terhadap 8 responden
terpilih. Peneliti menyusun perta-nyaan yang
terdiri dari beberapa indikator sehingga dapat
memberikan gambaran bagaimana variable
kemampuan, kepuasan kerja, pembelajaran dan
pengambilan keputusan membawa dampak
bagi kinerja dan komitmen responden.
Langkah ketiga, peneliti mengumpulkan 5
orang dari responden yang terpilih secara acak
namun memnuhi syarat yaitu 2 orang dengan
masa kerja 30 tahun dan 6 orang dengan masa
kerja 20 tahun untuk berkumpul dalam focus grup
discussion. Topik pembicaraan adalah menggali
pernyataan langsung responden terhadap
kinerja dan komitmen yang berdasarkan pada
variable kemampuan, kepuasan kerja,
pembelajaran dan pengambilan keputusan.
Peneliti menganalis data pengamatan, in
depth interview dan notula focus grup discussion
sebagai data kualitatif. Pada penelitian ini
peneliti berharap bahwa setelah triangulasi
terdapat kecocokan dengan skema model
pengukuran yang peneliti pergunakan.
Peneliti melakukan pemeriksaan dan
pengecekan keabsahan data terhadap semua
responden penerima tanda penghargaan
kesetiaan kerja 20 tahun dan 30 tahun dengan
memeriksa buku yang berisi daftar penerima
tanda penghargaan kersetiaan kerja yang
diterbitkan oleh yayasan BPK PENABUR pada
tahun 2012. Buku ini menjadi petunjuk awal bagi
peneliti untuk melakukan pemilihan responden
mana yang akan diamati.

Hasil dan Pembahasan


Setelah melakukan serangkaian pengumpulan
dan analisis, peneliti menemukan beberapa hal
di bawah ini sebagai temuan penelitian.
66

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Triangulasi instrument penelitian yaitu


pengamatan, in depth interview dan focus group
discussion dipaparkan sebagai temuan yang
saling memperkuat.
Pengamatan terhadap Kemampuan Pegawai
Pengamatan peneliti terhadap kemam-puan
kognitif pegawai yang telah 20 tahun dan 30
tahun bekerja dikaitkan dengan kinerja
pekerjaan menunjukkan bahwa kemampuan
kognitif berkaitan dengan knowledge work.
Peneliti menemukan bukti bahwa responden
menunjukkan kinerja yang baik karena
menguasai pekerjaannya (memiliki knowledge
work). Namun, kemampuan kognitif ternyata
tidak berelasi dengan service work. Temuan ini
menunjukkan bahwa untuk memberikan service
work yang memuaskan (memenuhi perilaku
citizen behavior) bagi rekan sekerja maupun
organisasi ternyata tidak terkait dengan
kemampuan kognitif. Responden yang bertugas
sebagai pesuruh (lapisan terdepan dari service
work di sekolah) bukanlah responden dengan
profil kemampuan kognitif yang tinggi, namun
ternyata berhasil menunjukkan perilaku
citizenship yang baik, sehingga kinerja
pekerjaannya juga baik.
Kemampuan kognitif yang dikaitkan
dengan komitmen menunjukkan bahwa
kemampuan kognitif berelasi dengan komitmen
continuance dan normative tetapi tidak berelasi
dengan komitmen afektif. Responden yang telah
setia bekerja selama 20 dan 30 tahun mengalami
peningkatan kognitif seiring dengan peningkatan komitmen continuance. Artinya, logika
berpikir responden mampu bernalar dengan baik
bila mereka diperhadapkan pada pertimbangan
yang mengandung unsur pemenuhan
kebutuhan oleh yayasan (apa yang mereka
dapatkan dari yayasan). Dan sekaligus
pertimbangan ini menumbuhkan komitmen
normative pegawai terhadap yayasan. Namun,
komitmen afektif tidak terganggu, karena
responden merasa lebih penting untuk
bertanggungjawab terhadap pemenuhan
kebutuhan hidup daripada kebersamaan
emosionil (afektif) dengan rekan kerja.
Kemampuan emosional ternyata tidak
terkait dengan knowledge work tetapi terkait
dengan service work. Responden terlebih suka

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

menunjukkan service work dengan emosi yang


positif dibandingkan harus memikirkan hal-hal
yang rumit tentang pekerjaan. Kemampuan
emosionil terikat relasi dengan afektif dan tidak
dengan continuance atau normatif, karena
kekentalan hubungan dengan rekan kerja
mempengaruhi bertahannya responden di
tempat kerja.
Kemampuan fisik ternyata menunjukan
relasi hanya pada knowledge work dan tidak
berelasi pada komitmen. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan fisik dapat meningkatkan
kinerja menjadi lebih baik; namun tidak berarti
menumbuhkan komitmen.
Pengamatan terhadap Kepuasan Kerja
Responden penerima penghargaan kesetiaan
kerja 20 dan 30 tahun menunjukkan kepuasan
terhadap pekerjaan terutama karena mereka
telah menjadi sangat mahir.
Variasi pekerjaan dapat meningkatkan
knowledge work dan service work karena menjadi
tantangan dan dinamika tersendiri bagi
pegawai. Variasi pekerjaan juga menjadi factor
yang memotivasi tumbuhnya komitmen
continuance dan normative, namun tidak
menumbuhkan komitmen afektif.
Identitas mampu meningkatkan kinerja
(knowledge dan service work) dan komitmen afektif
dan normative, tetapi tidak menumbuhkan
komitmen continuance. Pegawai merasa identitas
yayasan telah melekat menjadi identitias dirinya
selama puluhan tahun bekerja dan ini
merupakan bentuk kepuasan tersendiri bagi
pegawai.
Signifikansi kepuasan bekerja jelas berelasi
dengan kinerja namun tidak cukup mampu
untuk meningkatkan komitmen afektif dan
normative.
Keleluasaan dalam menyelesaikan
pekerjaan (autonomy) ternyata berelasi terhadap
knowledge work namun tidak berelasi dengan
service work. Menarik untuk disimak bahwa
ternyata komitmen afektif dan normative dapat
tumbuh dari autonomy. Hal ini membuktikan
bahwa kesetiaan bekerja telah memberikan
responden untuk memiliki gaya bekerja yang
khas pribadi yang bersangkutan.
Feedback berelasi pada knowledge work dan
komitmen continuance; membuktikan bahwa

pegawai membutuhkan feedback sebagai bahan


introspeksi diri.
Pengamatan terhadap Pembelajaran dan
Pengambilan Keputusan
Pembelajaran dan pengambilan keputusan
dalam pengamatan ini menunjukkan jelas
mampu meningkatkan kinerja pegawai. Namun,
tidak demikian pada komitmen. Responden
yang banyak melibatkan diri dalam communities
of practice, knowledge sharing system, knowledge
transfer dan pengambilan keputusan memiliki
komitmen continuance terhadap yayasan.
Terlepas dari apa yang dimaksud sebagai
knowledge oleh setiap responden. Tampaknya,
responden amat memberi perhatian terhadap
pembelajaran apa dan keputusan apa yang
diterima dari yayasan yang mempengaruhi
komitmen continuance-nya melebihi komitmen
yang lain.
Bagi responden, setiap keputusan pasti
didasari oleh pertimbangan yang baik dan
diambil untuk kebaikan bersama; dengan
demikian kinerja pekerjaannya tetap terpelihara
dengan baik.
Temuan In Depth Interview
Pengamatan yang peneliti lakukan diatas
kemudian diperiksa kembali dengan
mengadakan interview kepada responden secara
mendalam. Peneliti mengadakan wawancara
dengan komposisi responden acak berjumlah 10
orang; yang terdiri dari penerima penghargaan
30 tahun (2 orang) dan 20 tahun (8 orang).
Dalam wawancara terungkap bahwa
kinerja pekerjaan mereka rasakan telah dijalani
dengan begitu saja; tanpa ada kendala yang
terlalu berarti baik dalam hal knowledge work
maupun service work. Mereka menyatakan bahwa
meskipun yayasan tidak selalu memperhatikan
kebutuhan mereka untuk memperoleh
keterampilan baru, namun mereka selalu siap
bilamana yayasan membutuhkan pertolongan.
Bilamana dikaitkan dengan komitmen,
terungkap bahwa pekerjaan yang mereka miliki
telah menjadi bagian dalam hidup mereka; yang
dikenal sebagai komitmen continuance. Bagi
mereka, sepanjang kebutuhan mereka tetap
dapat terpenuhi oleh yayasan maka mereka akan
tetap bekerja dengan komitmen dasar.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

67

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

Temuan Focus Group Discussion


bahwa keberatan atau komplain tidak akan
Untuk lebih memperdalam temuan dari membuat yayasan berubah keputusan.
pengamatan dan in depth interview, peneliti juga Akibatnya responden dipaksa untuk tunduk
mengadakan focus grup discussion dengan dan mengikuti aturan yayasan.
responden yang terpilih yaitu sejumlah 8 orang;
Focus grup discussion juga mengungkapkan
yang terdiri dari penerima penghargaan 30 tahun bahwa responden tidak mengenal akses keluar
(2 orang) dan 20 tahun (6 orang).
pekerjaan, sehingga komitmen mereka telah utuh
Sebagai pembuktian silang tahap ketiga, untuk perusahaan.
dalam forum grup discussion peneliti menggali
Seluruh hasil penelitian peneliti ringkaskan
pendapat responden tentang kinerja dan dalam tabel 5, 6 dan 7.
komitmen yang telah
mereka tunjukkan selama
Tabel 5: Ringkasan Hasil Penelitian Kemampuan Pegawai
ini yang dikaitkan dengan
Terhadap Kinerja dan Komitmen
kemampuan, kepuasan
Kognitif
Emosional
Fisik
kerja, pembelajaran dan
pengambilan keputusan.
Kinerja
Dalam sesi ini terungkap bahwa responden
Knowledge
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Work
merasa bahwa yayasan
tidak selalu memberlakuService Work Berelasi
Berelasi
Berelasi
kan kebijakan yang memperhatikan kebutuhan
Komitmen
pengembangan kinerja.
Bahkan cenderung pilih
Afektif
Tidak Berelasi Berelasi
Tidak Berelasi
kasih; sehingga ada sekeContinuance
Berelasi
Tidak Berelasi Tidak Berelasi
lompok pegawai tertentu
yang lebih mendapatkan
Normatif
Berelasi
Tidak Berelasi Tidak Berelasi
perhatian. Responden
memahami dengan baik
Gambar 6: Ringkasan Hasil Penelitian Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja dan Komitmen
Variasi Kerja

Identitas

Signifikansi

Autonomy

Feedback

Knowledge
Work

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Service Work

Tidak
Berelasi

Berelasi

Berelasi

Tidak
Berelasi

Tidak
Berelasi

Afektif

Tidak
Berelasi

Berelasi

Tidak
Berelasi

Berelasi

Tidak
Berelasi

Continuance

Berelasi

Tidak
Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Normatif

Berelasi

Berelasi

Tidak
Berelasi

Tidak
Berelasi

Tidak
Berelasi

Kinerja

Komitmen

68

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

Tabel 7: Ringkasan Hasil Penelitian Pembelajaran dan Pengambilan


Keputusan terhadap Kinerja dan Komitmen
Knowledge
Transfer

Pengambilan
Keputusan

Communities
of Practice

Knowledge
Sharing System

Knowledge
Work

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Service Work

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Afektif

Tidak
Berelasi

Tidak Berelasi

Tidak Berelasi Tidak Berelasi

Continuance

Berelasi

Berelasi

Berelasi

Normatif

Tidak
Berelasi

Tidak Berelasi

Tidak Berelasi Tidak Berelasi

Kinerja

Komitmen

Critical Incidence
Sebagai critical incidence dalam penelitian ini, menemukan bahwa bagi kelompok responden
30 tahun komitmen tumbuh karena adanya
kepuasan kerja. Ketika diperiksa lebih lanjut,
kepuasan kerja yang dimaksud ternyata bukan
penghargaan dalam bentuk fasilitas, uang atau
jabatan. Namun karena adanya feedback terhadap pekerjaan. Bagi responden hal ini menjadi
suatu kepuasan karena berarti yayasan mengakui keberadaan peran mereka untuk yayasan.
Hal ini berlainan dengan kenyataan yang sering
kita jumpai bahwa pada era sekarang ini
kepuasan bekerja diperhitungkan dari berapa
banyak yang bisa kita peroleh dari yayasan.
Tampaknya, hal yang lebih menarik lagi
adalah peneliti menemukan bahwa responden
yang mendapatkan penghargaan kesetiaan
bekerja selama 30 tahun berhasil memperoleh
penghargaan atas kesetiaan kerja 30 tahun
ternyata rata-rata lahir pada era antara tahun
1950 1960; dan penerima kesetiaan kerja 20
tahun ternyata lahir pada era antara tahun 19601970. Ini adalah era dimana jaman modern
mulai memudar dan menuju pada detik-detik
akhir; awal mulainya era postmodern. Dari
pengamatan, in depth interview dan catatan focus
grup discussion terlihat bahwa responden
memiliki profil perilaku organisasi yang sama;

Berelasi

yaitu meyakini organisasi dalam konteks


tradisional yaitu sebuah kesepakatan bahwa
kepatuhan dan kerajinan akan diimbali dengan
terjaminnya pekerjaan; dan sejalan seiringan
dengan hal itu terjaminnya pekerjaan akan
diimbali dengan kepatuhan dan kerajinan.
Terlihat bahwa kelompok ini belum atau tidak
terpengaruh dengan pergeseran organisasi era
postmodern; sehingga pengukuran kinerja dan
komitmen organisasi melalui variable
kemampuan, kepuasan kerja, pembelajaran dan
pengambilan keputusan masih relevan.
Penemuan ini akan menjadi sumber
penelitian yang menarik apabila di tahun 2025 2035 dilakukan penelitian seperti ini terhadap
mereka yang lahir pada era tahun 1980 2000.
Karena pada kelompok ini, pekerja lahir,
beranjak dewasa, dan bekerja dalam era
postmodern dimana sudah terjadi pergeseran
makna kinerja dan komitmen sesuai dengan
konteks jamannya. Penelitian nanti hendaknya
dapat membuktikan apakah kinerja dan
komitmen masih relevan menjadi ukuran
keberhasilan pegawai dalam suatu organisasi.
Dugaan awal peneliti untuk penelitian
selanjutnya dibandingkan dengan hasil
penelitian kali ini adalah terdapat perubahan
skema model yaitu:
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

69

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

Tabel 8: Skema Dugaan Perubahan Relevansi Kinerja dan


Komitmen Organisasional pada Tahun 2025-2035
Pembelajaran

Berelasi

Tidak
berelasi

Berelasi

Tidak
berelasi

Komitmen Tidak
berelasi

Tidak
berelasi

Berelasi

Berelasi

Kinerja

Simpulan
Kesimpulan
Kemampuan merupakan salah satu hal yang
berperan penting dalam perkembangan sebuah
organisasi. Kemampuan yang dimiliki tiap
individu yang ada dalam organisasi menjadi
salah satu faktor yang menentukan hasil dalam
organisasi yaitu, performa dan komitmen.
Kepuasan kerja adalah salah satu predictor
terkuat dalam menentukan kepuasan hidup
seseorang. Kepuasan kerja berelasi dengan
kinerja namun tidak berelasi dengan komitmen.
Orang akan merasa lebih baik tentang hidup jika
mereka lebih baik tentang pekerjaan. Hubungan
ini semakin masuk akal ketika melihat berapa
banyak waktu yang dihabiskan di tempat kerja
setiap harinya. Jika karyawan ingin merasa lebih
baik tentang hari-harinya, maka harus
menemukan cara untuk lebih puas dengan
pekerjaan. Bahkan kepuasan terhadap pekerjaan
ini mempengaruhi kepuasan hidup lebih besar
daripada kepuasan terhadap besarnya gaji yang
diterima. Namun setelah itu, tampak
kecenderungan bahwa komitmen yang terbentuk
adalah komitmen continuance.
Pembelajaran juga memberikan pengaruh
yang penting pada seseorang untuk membuat
keputusan, dimana dalam mengambil sebuah
keputusan, seseorang harus mampu untuk
menghasilkan dan memilih dari sekian banyak
pilihan yang tersedia, untuk dijadikan sebuah
keputusan. Sehingga, keputusan yang telah
diambil tersebut mampu untuk mengatasi
sebuah masalah. Oleh karena itu, seseorang yang
mempunyai pengetahuan dan keahlian yang
baik, serta melakukan proses pembelajaran
70

Pengambilan
Keputusan

Kemampuan Kepuasan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

secara terus menerus dari pengalaman yang


didapat, akan mampu untuk mengambil
keputusan yang lebih baik, dikarenakan
pengetahuan yang ia punyai.

Implikasi Penelitian
Karena kemampuan berelasi dengan kinerja
namun tidak berelasi dengan komitmen, maka
yayasan perlu mendesain suatu program yang
secara konkrit dapat mempertahankan pegawai
dengan kemampuan yang baik. Program
pengembangan sumber daya manusia dan
penelusuran karier (carier path) yang jelas akan
menarik pegawai yang memiliki kemampuan
untuk lebih berkomitmen terhadap yayasan.
Karena kepuasan kerja berelasi dengan
kinerja namun tidak berelasi dengan komitmen,
maka yayasan perlu mencari tahu bagaimana
menciptakan relasi antara kepuasan kerja
dengan komitmen; agar yayasan mengetahui
bagaimana kesiapan pegawai untuk tangguh
berkomitmen dengan yayasan. Secara konkrit,
misalnya dengan mendesain alat ukur kepuasan
kinerja untuk pegawai yang telah mencapai
masa kerja 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 tahun masa
kerja.
Pembelajaran dan pengambilan keputusan
yang berpihak pada pegawai berdampak
signifikan pada kinerja dan komitmen. Namun,
diakui bahwa tidaklah mudah membuat
kebijakan yang selalu berpihak pada pegawai.
Tetapi, dengan strategi sosialisasi yang
memadai, maka pegawai justru akan memberikan dukungan dan mengalami pembelajaran
terhadap penerapan kebijakan yayasan.
Temuan penelitian di atas relevan dengan
perkembangan yayasan yang dinamis sebagai

Meningkatkan Kinerja Pekerjaan dan Komitmen Organisasi

organisasi masa depan; yang memiliki pegawai


sebagai asset dan bukan hanya sekedar pekerja.

Saran
Yayasan perlu memikirkan suatu pengukuran
kemampuan spesifik sesuai dengan pekerjaan
perlu dilakukan agar kinerja dan komitmen
dapat tercapai. Juga mendesain suatu
pengukuran kepuasan kerja yang dikaitkan
dengan komitmen. Yayasan sebaiknya
memberikan dukungan pembelajaran bagi para
karyawannya, dengan cara menciptakan situasi
atau lingkungan yang mendukung pembelajaran
itu sendiri.

Daftar Pustaka
Chaterine, Fidelia. (2012). Learning and decision
making. Jakarta: UPH
Colquitt, Jason, LePine, Jeffery A., dan Wesson,
Michael J. (2011). Organizational behavior:
Improving performance and commitment in
the workplace, 2nd ed. New York: McGrawHill Companies, Inc
Leibner, Josh, Mader, Gershon, Weiss, Allan.
(2009). The power of strategic commiment:
achieving extraordinary results through total
alignment and engagement. New York:
Amacom
Kurniawati, Poppy. (2012). Job performance.
Jakarta: UPH
Mulyono, Trisnalia. (2012). Ability. Jakarta: UPH
Setiawan, Margaretha. (2012). Kepuasan kerja
karyawan dalam organisasi. Jakarta: UPH

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

71

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter


Opini

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam


Pendidikan Karakter Siswa melalui
Pendidikan Agama Kristen
Maria Evvy Yanti
E-mail: meykalibato@gmail.com
SMAK BPK PENABUR Cianjur

Abstrak
endidikan bertujuan tidak hanya membagikan pengetahuan saja tetapi juga dapat membagi
hidup dengan sesama melalui perilaku yang baik. Peserta didik juga perlu mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan serta mengenal dan merasakan kehadiran Allah dalam
kehidupan bersama baik di keluarga, sekolah dan masyarakat. Akan tetapi, pendidikan
tidak selalu dapat membentuk peserta didik menjadi cerdas dan juga berkepribadian unggul. Dengan
merujuk pada pemikiran Johann Heinrich Pestalozzi yang menggunakan konsep dasar teologis,
tulisan ini membahas bagaimana pendidikan agama Kristen (PAK) seharusnya diselenggarakan
secara kontekstual. Kesimpulan pembahasan menekankan tujuan PAK adalah pembentukan
karakter dan keimanan kepada Allah untuk mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Tulisan
ini memberikan saran operasional bagaimana PAK seharusnya dilaksanakan.

Kata-kata kunci: Konsep dasar teologis, pendidikan kontekstual, Pendidikan Agama Kristen,
pengajar

Johann Heinrich Pestalozzis Participation in the Students Character Building


Education through Christian Education.
Abstract
The purpose of education and practice is not only to share knowledge, but is to be able to live together with
others with best character. The students need to learn knowledge, skill and thrustworthy to God in their
families, schools and communities. They have humiliy and conduciving to prosperity their life as a gift from
God. However, the schools do not always produce the students smart both in knowledge and character. This
article discusses the problem referring the ideas of Johann Heinrich Pestalozzi with his theological concepts
particularly in providing Christian Religion Education (CRE). Concluding that the main objective of CRE
is building the students character and strengthening their faith to God in developing their prestigious life,
this article recommends some methods and techniques for the CRE teachers to improve their teavhing.
Key words : Theology concept, contextual education, Christian religion education, teacher

72

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

Pendahuluan
Di Republik Indonesia tentang pendidikan
secara tertulis oleh pemerintah dituangkan
dalam UUD 1945 pasal 31 dan diperlengkapi
dengan UU no.20 tahun 2003. Pada bab IV pasal
10 dan 11 dituliskan juga bahwa pemerintah
pusat dan daerah wajib memberikan pelayanan
serta kemudahan termasuk penyediaan dana
guna terseleng-garanya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi. Payung hukum tersebut secara
jelas menyatakan bahwa pendidikan
mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah
dan berlaku bagi seluruh warga negara.
Walaupun demikian masyarakat masih
belum memahami esensi dari pendidikan yang
diterimanya. Masih banyak terlontar pertanyaan
mendasar mengenai tujuan pendidikan yang
dialami masyarakat. Ungkapan bernada pesimis
mengenai pola dan dampak dari pendidikan
yang diberikan terlontar melalui kalimat-kalimat
Apa untungnya sekolah? Kalau kekerasan
dalam masyarakat masih terjadi, korupsi masih
merajarela dan tawuran antar pelajar masih
marak terjadi. Singkatnya untuk apa menjadi
orang yang terdidik secara ilmu tetapi tidak
memiliki sisi kemanusiaan yang mendatangkan
kesejahteraan bagi sesamanya.
Pendidikan yang dipraktikkan di sekolah
memiliki misi penting yang terimplementasi
dalam kurikulum yang diprogramkan dalam
proses belajar. Proses ini berpengaruh pada
masa depan peserta didik dan pembentukan
karakter kemanusiaannya. Fenomena yang
terjadi masih tercipta kekerasan. Maraknya
tawuran antar pelajar, pelecehan seksual oleh
guru, pemerkosaan dan pembunuhan para
pelajar merupakan lampu merah bagi
pemerintah dan setiap insan pendidikan.1 Pusat
Pengajian Ilmu Pendidikan Universiti Sains
Malaysia menemukan 43,41% dari sampel
pelajar mengalami kemurungan klinikal dan
berpotensi melakukan usaha bunuh diri,
pencapaian akademik yang lemah dan
melupakan kemanusiaan manusianya sendiri.2
Data bunuh diri yang tinggi yang dilakukan
manusia termasuk yang terdidik menunjukkan

sisi kemanusiaan yang tidak dirasakan lagi.


Data kasus bunuh diri yang tinggi bukan dialami
oleh negara terpencil dan terbelakang namun
dari negara maju dengan sistem pendidikan
termaju. 3 Kemajuan yang memiliki muatan,
strategi pembelajaran dan gaya mengajar modern
yang seharusnya menciptakan manusia yang
unggul dan idealnya mereka tidak berakhir
dengan bunuh diri. Tetapi pada kenyataannya
semakin modern pendidikan yang dipraktikkan
semakin manusia menjadi mudah frustasi dan
kecenderungan melakukan bunuh diri.
Ironisnya kasus bunuh diri dilakukan para
pelajar dengan berbagai macam penyebabnya.
Data kasus bunuh diri di Bali mulai tahun 2003
terjadi 98 kasus kemudian meningkat cukup
tajam menjadi 124 kasus pada tahun 2004, 137
kasus pada tahun 2005, dan 145 kasus pada
tahun 2006. Dalam konteks ini diduga para
pelajar memiliki tekanan yang berlebihan
sementara nilai-nilai keagamaan dan sosial
merenggang.4
Fenomena ini mengundang pertanyaan
bagaimana peran pendidikan yang terus
berkembang dalam sisi kemanusiaan melalui
proses belajar yang dilaluinya, bukan hanya
sekedar mempersiapkan masa depan, hidup
berkelimpahan, berhasil dalam karier dan
memiliki jabatan yang tinggi. Bagaimana
tercipta proses belajar dan pendidikan yang
menciptakan manusia yang dapat menghargai
hidupnya sebagai anugerah Allah, menggunakan setiap kesempatan atau waktu hidupnya
dengan bertanggung jawab kepada Allah dan
sesama serta dapat berbagi kasih dalam
kehidupan mereka. Salah satu usaha untuk
menjawab pertanyaan ini akan diuraikan
mengenai sumbangan pemikiran seorang ahli
Pendidikan Agama Kristen (PAK) Johann
Heinrich Pestalozzi yang mendedikasikan
hidupnya melalui pendidikan dan pengajaran
kepada peserta didik berdasarkan tinjauan
teologis dan psikologis yang terimplementasi
melalui pemikiran dan praktik PAK berdasarkan
konteksnya. Frederick Eby menuliskannya
mengenai Pestalozzi sebagai berikut, Pestalozzi
as a philanthropic educator of Zurich, has exerted the
greater influence upon modern society.5 Selain itu
ia membimbing peserta didik memiliki gaya

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

73

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

hidup bermoral yang memperhatikan sisi


kemanusiaan dalam komunitas pendidikan
yang bersifat kekeluargaan.

Pembahasan
Riwayat Hidup Johann Heinrich Pestalozzi
Johann Heinrich Pestalozzi lahir pada tanggal
12 Januari 1746 di Zurich sebagai salah satu dari
tiga belas kanton yang tergabung dalam federasi
Swiss, secara resmi kota ini merupakan daerah
merdeka. Sejak usia 6 tahun Heinrich kecil harus
hidup sederhana dan menjalani masa
pendidikan dengan kritis. Hal tersebut disertai
dengan pengalaman hidup yang diwarnai
dengan intimidasi dan perlakuan berbeda antara
rakyat miskin dan kaum atas. Bukti penindasan
setiap hari disaksikannya dan menumbuhkan
hasratnya untuk menolong kehidupan rakyat
miskin.1
Bidang pendidikan yang dipelajarinya
adalah teologi dan hukum sebagai bekal baginya
untuk mendirikan proyek mendidik anak-anak
miskin. Mengingat kemalangan anak-anak di
sekitarnya dan ketulusan untuk mendedikasikan
dirinya bagi pendidikan mereka maka tujuan
proyek pendidikan anak-anak miskin ini adalah:
memperbaiki ahlak para pelajar, mendidik
mereka untuk dapat membaca, menulis dan
menghitung, melatih mereka memperoleh
keterampilan yang akan menolong mereka keluar
dari kemiskinan. Walaupun sekolah yang
didirikannya bukan sekolah rohani tetapi dalam
metode pengajarannya Pestalozzi menekankan
pada jalinan hubungan anak dengan Allah.
Mereka belajar memperoleh keterampilan
memintal, menenun, memelihara sapi perah
serta membuat keju dan bercocok tanam.2
Karya selanjutnya di bidang pendidikan
adalah pada tahun 1798 Pstalozzi tiba di salah
satu desa di Kanton Unterwalden yang bernama
Stanz. Ia memanfaatkan kesempatan untuk
mengembangkan asas-asas pendidikan yang
pernah dilakukan di Neuhof. Sebanyak 80 anak
ditampung di sekolah yang didirikannya.
Pestalozzi bertindak sebagai orang tua bagi
anak-anak yang tinggal di sekolahnya. Suasana
penuh kasih diciptakannya untuk merawat dan

74

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

mendidik anak-anak itu. Hasil yang dicapainya


sungguh besar sekali, sikap dan perilaku anakanak mengalami perubahan. Mereka menjadi
lebih baik, mampu menjalin hubungan
persaudaraan yang erat, dan tercipta suasana
saling mengasihi dan menolong.
Pestalozzi lebih menekankan pada
penerapan kurikulum yang bersifat kontekstual.
Anak-anak diajar dapat menghapal abjad,
menulis, membaca dan menghitung. Pelajaran
itu diberikan sesuai dengan kondisi mereka yang
sangat membutuhkan pelajaran dasar
pengetahuan karena banyak dari mereka yang
sama sekali belum sekolah. Setelah ia
meninggalkan Stanz selama kira-kira tujuh
bulan, Juli 1799 Pestalozzi tiba di Burgorf untuk
kembali mengajar anak-anak miskin di sana.
Metode-metode yang dipakainya tidak
menjadikan anak jenuh belajar. Ia mengajar anak
untuk mengerti dahulu sebelum belajar
menghapal. Metode yang dipraktikkannya
menghasilkan kemajuan bagi anak sehingga ia
diminta untuk menjadi guru anak laki-laki
berumur 8 sampai 12 tahun. Pestalozzi
mengawali pelajaran dengan berdoa setiap pagi
bersama anak didiknya. Pelajaran pagi hari
dilakukan selama empat jam dan setelah
istirahat dilanjutkan kembali selama empat jam
juga. Pestalozzi mengajar anak didik bukan
hanya menyampaikan pengetahuan saja tetapi
mengarahkan mereka untuk memahami proses
belajar untuk mendapat pengetahuan itu. Anakanak didik juga diarahkan untuk belajar melalui
pengalaman mereka sehari-hari.
Selanjutnya Pestalozzi mendirikan sekolah
di Yverdun dan mempraktikkan teori
pendidikannya. Ia memiliki hubungan yang
sangat dekat dengan anak-anak didik di
Yverdun. Pestalozzi mengunjungi anak-anak
didik untuk menyampaikan kasihnya melalui
keprihatinan dan kata-kata yang penuh kasih.
Peranannya di tengah-tengah anak didik begitu
dekat bagaikan seorang ayah. Ia menangani
perilaku anak-anak didik dengan menjalin
komunikasi yang baik dengan mereka. Jika ia
tidak berhasil melalui komunikasi maka
diberlakukan pencabutan hak istimewa selama
waktu tertentu. Pestalozzi mempraktikkan
pendidikannya berdasarkan kasih bukan untuk

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

menciptakan ketakutan di antara anak-anak


didik. Sekolah yang didirikannya tampak seperti

rumah tangga dan bukan lembaga pendidikan.3


Setelah mendirikan sekolah, Pestalozzi
berkarya di bidang sastra dan menyusun tulisan
dengan judul Lienhard Und Gertrud yang
bercerita tentang usaha memperbaiki kehidupan
rakyat miskin melalui sistem persekolahan yang
bermutu. Melalui tulisannya ini Pestalozzi ingin
menarik pembaca untuk mengetahui asas-asas
pendidikan yang ditulisnya. Tokoh-tokoh yang
ditampilkan dalam tulisannya menunjukkan
karakter baik dan jahat. Karakter yang baik
ditunjukkan oleh sebuah keluarga yang miskin
tetapi memiliki ketaatan kepada Tuhan dan
memberi perhatian pada pendidikan. Melalui
tulisannya, Pestalozzi bertujuan mengarahkan
pembaca pada cara pembaharuan masyarakat
melalui sistem pendidikan.4
Pada tahun 1798 ia kembali ke Swiss dan
bersama temannya yang bernama Stapfer untuk
memperbaiki mutu kehidupan rakyat dengan
membuka perguruan tinggi khusus melatih guru
yang akan mendidik anak. Pestalozzi meninggal
pada tanggal 17 Februari 1827 dan kantor
Argovie mendirikan sebuah tugu penghormatan
bagi Pestalozzi di depan sebuah sekolah baru.5
Di atas tugu tersebut tertulis nama Pestalozzi
lengkap dengan data-data pribadinya, karyakarya tulisannya dan sekolah-sekolah yang
didirikannya. Di akhir tulisan di atas tugu
Pestalozzi digambarkan sebagai seorang yang
sangat memperhatikan kebaikan bagi orang lain
lebih dari dirinya.
Sumbangsih Pemikiran Johann Heinrich
Pestalozzi dalam Bidang Pendidikan Agama
Kristen (PAK)
1. Dasar Teologis PAK
Pandangan praktik PAK Pestalozzi didasari oleh
penghayatannya terhadap ajaran Teologis yang
dimilikinya. Kepercayaannya kepada Allah
dinyatakan melalui kasih kepada Allah dan
sesama. Ia sangat tertarik kepada hal-hal yang
praktis untuk mewujudkan ajaran tentang Allah
Bapa dalam kehidupan sehari-hari yang
merupakan aktualisasi ajaran hukum kasih
dalam Markus 12:29-31 :

Jawab Yesus: Perintah yang utama adalah:


Dengarlah, hai orang Israel Tuhanlah Allah
kita, Tuhan itu Esa. Kasihilah Tuhan,
Allahmu dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu dan dengan segenap
kekuatanmu. Perintah yang kedua ialah:
Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang
lebih utama daripada kedua perintah ini.
Ayat-ayat tersebut merupakan pelaksanaan
kehendak Bapa bagi manusia dan menjadi dasar
pandangan pendidikannya. Allah Bapa yang
dikenalnya tidak dibatasi oleh waktu, keadaan
atau status sosial ekonomi manusia. Allah yang
bereksistensi di tengah kehidupan umat percaya
bahwa Allah pemberi kebahagiaan. Pestalozzi
mempercayai dan mengenal Allah yang nyata
dalam hidupnya melalui pemeliharaan-Nya.
Pengenalan yang dalam kepada Allah sang
pemelihara manusia menjadi dasar terciptanya
hubungan yang harmonis di antara keduanya
dan di antara sesama manusia. Pendidikan bagi
umat manusia merupakan suatu jalinan
aktualisasi kasih kepada Allah dan sesama.
Mengasihi Allah dapat dinyatakan melalui
kepedulian untuk mendatangkan kebahagiaan
bagi sesama.
Penyebutan nama Yesus menunjukkan
betapa pentingnya hubungan Yesus dengan
dirinya. Teladan Yesus menjadi nafas hidup
Pestalozzi yang mempengaruhi cara berpikir dan
hidupnya. Teladan Yesus tercermin dalam
hubungan Pestalozzi dengan sesamanya. Ia
memperlakukan sesamanya tanpa membedakan
karena ia berpendapat bahwa semua orang
berdiri di atas tanah yang sama dan hidup
bersama-sama. Menurut Pestalozzi Yesus
adalah manusia sejati yang dimaksudkan Allah
dan melalui teladan-Nya ia dapat memperkuat
pengabdiannya untuk kebutuhan rakyat.
Pestalozzi tertarik menghayati ajaran Kristus
dan melaksanakannya. Pengajaran Kristus
dipahami sebagai filsafat yang mendidik dan
mendatangkan keadilan bagi umat manusia.
Melalui pengajaran-Nya itu Yesus menyatakan
kasih Allah yang terwujud dalam kehidupan
manusia. Kepercayaan kepada Allah menjadi
dasar bagi manusia dalam menjalani

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

75

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

kehidupannya. Manusia memiliki pengharapan, dan mengetahui panggilannya untuk bekerja


hikmat, kebahagiaan dan daya tahan bagi semua dan melakukan apa yang dikehendaki Allah.
golongan manusia. Manusia adalah makhluk
yang percaya kepada Allah dan juga kepada 2. Dasar Psikologis
sesamanya. Rasa kepercayaan terhadap Pestalozzi melakukan penelitian tentang
sesamanya akan terkikis karena pengalaman kelakuan anak berdasarkan pengalaman
pahit yang dialaminya.
hidupnya di dalam kelas. Ia mencoba untuk
Pandangan Pestalozzi tentang manusia memahami proses perkembangan anak dengan
lebih menekankan pada kesamaan status di menyelidiki keberadaan mereka. Dia memulai
antara manusia. Mereka memiliki struktur penelitiannya melalui alam yang dapat
jasmani yang sama, lahir dan berkembang membuka rahasia perkembangan anak. Proses
menurut proses yang sama sehingga tidak ada perkembangan belajar mengajar terjadi seiring
alasan mereka dibedakan atas beberapa dengan proses pertumbuhan alamiah. Tahapan
golongan sosial. Semua manusia memiliki hak yang mengawali proses tersebut diawali dengan
yang sama atas alam ciptaan Allah. Mereka penerapan hal-hal praktis, mengadakan
berhak untuk mendapatkan pengetahuan yang pengujian lalu dirumuskan kesimpulan umum
berasal dari alam melalui proses pendidikan untuk menetapkan langkah selanjutnya.
yang dapat menolong mereka memperoleh
Asas-asas belajar mengajar yang
manfaat dari alam. Menurutnya setiap manusia dipraktikkan Pestalozzi melalui usaha memmemiliki kekhubangun pengetahuan
susan dan keteryang sudah ada dalam
batasan yang tidiri anak. Tahap pertaAsas-asas belajar mengajar
dak dimiliki sesama mereka diajar
yang
dipraktikkan
Pestalozzi
manya yang lain.
untuk menyelesaikan
melalui usaha membangun
Manusia mehal-hal sederhana sebepengetahuan yang sudah ada
rupakan makhluk
lum menuju ke yang
dalam diri anak.
bermoral yang
majemuk. Anak diajar
melaksanakan hal
untuk dapat memahatersebut tanpa
mi materi pelajaran
paksaan oleh keyang sederhana sebebiasaan sosial atau hukum negara. Manusia lum beranjak kepada pelajaran yang lebih sulit.
dapat mengalami kegagalan saat melakukan Tahap kedua anak diberikan materi pelajaran
tindakan moral dalam kehidupan pribadi dan yang terfokus pada salah satu jenis materi saja,
hubungannya dengan sesama manusia. Kondisi sehingga pemahaman mereka tidak meluas pada
tersebut disebabkan oleh kegagalan untuk materi pelajaran lain yang tidak berhubungan.
mendengarkan hati nurani, tidak percaya akan Tahap ketiga anak didik diarahkan untuk belajar
diri sendiri dan tidak percaya kepada Allah.6
melalui proses pengalaman pancaindera. 7
Manusia dengan tugasnya masing-masing Mereka diberi kesempatan untuk berinteraksi
memiliki derajat yang sama di bawah otoritas langsung dengan objek yang akan dipelajarinya.
Allah. Mereka berhak untuk mendapatkan Tahap keempat pengetahuan melalui
kemerdekaan atas hidupnya dan melaksanakan pancaindera bertujuan untuk mendapatkan
keadilan bagi diri dan sesamanya. Keadilan pengetahuan tentang jumlah, bentuk dan
dalam diri manusia dibangun atas dasar kasih bahasa. Tiga kekuatan dasariah dari
dan moralitas yang murni. Keadilan yang pengetahuan menurut Pestalozzi, yaitu :8
dipraktikkan di tengah-tengah kehidupan 1) Kekuatan daya imajinasi yang teratur tetapi
manusia dapat menjadi dasar berdirinya
tidak dibatasi dengan kemampuan untuk
kemerdekaan bagi setiap individu. Pokok-pokok
memupuk perasaan saja. Dari situlah kesadasar teologi Pestalozzi dapat mencerminkan
daran akan keutuhan dan kemampuan
bahwa ia adalah seorang yang mengabdikan diri
menghitung dan ilmu hitung itu sendiri

76

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

2)

3)

membuat bunyi yang berarti asal mula


bahasa.
Kekuatan daya imajinasi yang belum teratur
tetapi penuh dengan kemampuan
memupuk perasaan, dari situ timbullah
kesadaran akan semua bentuk.
Kekuatan membuat bunyi yang berarti asal

mula bahasa.
Pengetahuan yang disampaikan kepada
anak didik dikelompokkan berdasarkan
kesamaan sifatnya sehingga memudahkan
mereka untuk memahami hubungan yang
berlaku di antara beberapa objek. Anak didik
dapat diarahkan untuk melihat persamaan
beberapa gagasan objek yang berbeda sebelum
merumuskan kesimpulan.9 Dengan demikian,
menjauhkan mereka dari pandangan yang
dogmatis dan memiliki kecenderungan
memutlakkan suatu pandangan.
Berlakunya hukum alam sebagai pengetahuan bagi anak didik tidak menghambat mereka
untuk bertumbuh dalam proses belajar. Hukum
alam yang dipelajari tidak dapat memenuhi
kebutuhan manusia secara utuh. Perkembangan
manusia memerlukan hukum kehidupan moral
dan rohani untuk mencapai tujuan pengalaman
pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang
benar.10 Pestalozzi berminat mengembangkan
pokok iman anak didik dalam bidang
pendidikan. Pertumbuhan iman anak didik
merupakan hasil dari pengalaman kasih.
Pandangan tersebut menyatakan bahwa
Pestalozzi menegaskan kasih yang telah
dinyatakan kepada anak adalah pondasi untuk
mereka melakukan pekerjaan. Tanpa kasih,
kekuatan intelektual tidak berkembang secara
alami. Pestalozzi bertindak sebagai orang tua
dari anak-anak yang didiknya sehingga mereka
merasakan berada dalam lingkungan kasih
yang nyata. Anak belajar mengenal Allah pada
saat ibunya menyebut nama Allah
dihadapannya. Pestalozzi menyatakan bahwa
ia ingin mengarahkan pendidikan pada
kekuatan alamiah yang dimiliki manusia dan
diterangi oleh Allah sehingga terpelihara di
dalam hati para orang tua dan mereka akan
tumbuh dalm kasih kepada Allah dan manusia.11
Allah dipahami hadir dalam setiap
fenomena alam kehidupan manusia.
Pengenalan kepada Allah mulai diberikan

kepada anak didik untuk menanamkan


perkembangan moral dan rohani mereka.
Pendidikan yang penuh dengan kasih
mendorong anak didik untuk bersemangat
belajar sehingga tercipta suasana yang
menumbuhkan pengetahuan, semangat dan
kasih. Ia mengembangkan suatu roh dalam
bidang pendidikan baru, yaitu menanamkan
kasih yang tulus kepada anak-anak.12
Atas dasar teologis dan psikologis PAK
yang ditulisnya, Pestalozzimerumuskan
implementasi PAK bagi anak didiknyasebagai
berikut.
a. Hakikat PAK
Pestalozzi adalah seorang pendidik yang belajar
dari pengalaman mengajar di kelas. Ia tidak
merumuskan teori belajar tanpa melalui
pengalaman belajar bersama dengan anak didik.
Bagi Pestalozzi teori yang disusun tidak terlepas
dari praktik. Teori dibangun berdasarkan praktik
dan mengalami perbaikan ketika dipraktikkan
kembali. Menurutnya Pendidikan Agama
Kristen melibatkan kekuatan alam dan
pancaindera manusia. Melalui pendekatan
praktik dan teori dalam pendidikan, ia
menyatakan arti PAK sebagai suatu usaha untuk
memperlengkapi kemampuan anak didik
dengan memperhatikan kebutuhan dasar di
tempat mereka hidup. Menurut pendapatnya,
perbaikan pendidikan bagi anak miskin di Swiss
harus dilaksanakan melalui praktik dan teori
untuk memenuhi kebutuhan dasar sesuai dengan
tempat tinggal mereka. Pendidikan bagi anakanaka miskin diberikan dalam tiga bidang, yaitu:
1. Belajar menulis, membaca, dan berhitung
2. Latihan yang mempersiapkan mereka
mendapat pekerjaan dalam sektor
perindustrian sederhana yang sedang
berkembang.
3. Pendidikan moral dan keagamaan
diperlukan untuk mendidik anak jujur, rajin
dan saleh. 13
b. Tujuan Pendidikan Agama Kristen
Pestalozzi membagi tujuan PAK menjadi dua,
yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum
diarahkan untuk menghasilkan seorang yang
bijaksana dan bajik dalam kehidupannya,
manusiawi dalam semua hubungan dengan
sesamanya dan hidup beriman sebagai makhluk
yang bergantung pada Allah. Sementara itu
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

77

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

tujuan khusus untuk memperlengkapi pelajar


memperolah keterampilan yang diperlukan
untuk memenuhi perannya dalam mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat. 14 Kedua
tujuan ini saling melengkapi untuk menciptakan
manusia berpendidikan moral kepada Allah dan
menolong mereka untuk memiliki pengetahuan.
c. Konteks PAK
Pestalozzi menyebutkan ada tiga konteks PAK
yang saling berhubungan. Ketiga konteks PAK
tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan
pendidikan bagi anak-anak. Adapun ketiga
konteks PAK itu adalah sebagai berikut.
1. Rumah Tangga
Terciptanya suasana kasih dan ketertiban
dalam rumah tangga dapat mendukung
terlaksananya PAK bagi anggota keluarga.
Kasih sayang orang tua yang dilandasi
dengan ketulusan dapat membangun
kepercayaan dan sisi kemanusiaan dalam
diri anak. Melalui roman karyanya yang
berjudul Lienhard und Gertrud, Pestalozzi
menggambarkan tentang pentingnya
lingkungan rumah tangga sebagai
lingkungan yang paling wajar dalam
pelaksanaan PAK. Dalam lingkungan
rumah tangga yang baik anak-anak dapat
belajar tentang kerukunan hidup, menaati
peraturan yang berlaku dalam rumah
tangga, mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan serta mereka mengenal Allah
dan merasakan kehadiran-Nya dalam
kehidupan bersama di tengah-tengah
keluarga.
2.

78

Rumah Dermawan
Rumah dermawan milik golongan atas yang
letaknya di suatu daerah yang luas dapat
membantu terlaksananya pendidikan bagi
anak-anak miskin yang tidak dapat
bersekolah. Rumah dermawan tersebut
dapat dipakai mereka untuk memperolah
pengetahuan dan keterampilan sehingga
memiliki gaya berpikir yang lebih maju.
Mereka dapat memiliki rencana yang baik
untuk usaha dan pekerjaan apa yang akan
mereka lakukan untuk dapat memperbaiki
kesejahteraannya.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Para dermawan yang memiliki pabrik dapat


menyediakan kesempatan belajar bagi anakanak pekerja mereka sehingga mendapatkan
bimbingan, pengetahuan, dan keterampilan
yang sesuai bidang pekerjaan tertentu. Para
dermawan diharapkan dapat mengarahkan
anak-anak untuk dapat belajar menabung
hasil kerja mereka untuk membiayai
usahanya.
3.

Sekolah Dasar bagi Rakyat


Pestalozzi mengibaratkan pendidikan
seperti rumah bertingkat. Pada tingkat atas
kondisi pendidikan terlihat bagus dan
diperlengkapi dengan peralatan mutakhir
dan jumlah penghuni yang sedikit. Tingkat
kedua jumlah penghuni lebih banyak tetapi
tidak ada tangga yang menghubungkan
dengan tingkat atas. Keadaan penghuni di
lantai dasar jauh lebih parah dan
jumlahnya begitu banyak. Pestalozzi
melihat adanya perbedaan kesempatan bagi
anak untuk mendapatkan pendidikan. Ia
tidak menyetujui adanya tingkatan
pendidikan yang bertingkat.
Pola pendidikan yang dipraktikkan
Pestalozzi adalah Sekolah Dasar bagi anak
miskin yang bersifat kerumahtanggaan atas
dasar kasih, kebahagiaan, kedisiplinan dengan
tujuan untuk membekali anak melalui
pengetahuan yang disesuaikan dengan tahap
perkembangan setiap anak. Ia menuangkan
idenya melalui cerita dalam roman yang
ditulisnya dengan judul Lienhard Und Gertrud.
Dalam roman tersebut dituliskan bagaimana
anak diajar mengerjakan pekerjaan bersamasama dan mereka selalu dibacakan perikop
Alkitab. Pola pendidikan yang dikembangkan
tetap memperhatikan ketertiban perilaku anak
melalui bimbingan yang mengarah pada
kehidupan yang benar. Pengaturan waktu yang
baik, penampilan yang bersih dan pemeliharaan
terhadap benda yang ada di sekitar tempat
pembelajaran. Hukuman bagi anak
dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan
yang telah dilakukan. Pengajar tetap
menjalankan hukuman bagi anak dengan
kebaikan hatinya untuk menolong mereka
mengatasi kesalahannya, sehingga ia lebih

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

banyak meluangkan waktunya untuk berbicara


dengan mereka.
d.
Pengajar
Pestalozzi menuliskan ada empat pengajar
dalam pendidikan yang saling berhubungan.
Mereka memberikan pengaruh yang besar bagi
keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Keempat
pengajar itu adalah sebagai berikut.
1. Ibu
Kehidupan Pestalozzi yang sudah tidak
memiliki ayah sejak berusia enam tahun
turut mempengaruhi pandangannya
tentang seorang ibu dalam pendidikan.
Walaupun demikian ia tidak mengatakan
bahwa hanya ibu yang dapat melakukan
proses pendidikan bagi anaknya. Ia sendiri
sebagai laki-laki bertindak seolah-olah
sebagai ayah bagi anak didiknya di sekolah
asrama. Ia memuji peranan seorang ibu
sebagai pengajar bagi anaknya dalam
keluarga. Ia dapat menolong anaknya untuk
mengamati pelbagai objek yang ada dalam
suatu rumah tangga. Ibu dapat membimbing
anaknya untuk membedakan benda
menurut sifatnya (keras, lunak, tinggi,
pendek, berat, ringan, berwarna, berbunyi)
dan memperbandingkan benda-benda yang
sedang diamati. Seorang ibu dapat
mengarahkan anaknya untuk memiliki pola
pikir bahwa segala sesuatu disebabkan oleh
sesuatu yang lain. Ia juga dapat membimbing anaknya mengenal Allah. Penyebutan
nama Tuhan dengan rasa hormat di
hadapan anaknya dapat menumbuhkan
pengenalan yang baik dan hormat dari
mereka. Anak akan belajar untuk mengasihi
Tuhan dengan segenap hatinya, jiwanya ,
kekuatannya dan akal budinya.
2.

Guru Sekolah
Seorang guru sekolah adalah pengajar bagi
anak setelah ibu mereka dalam keluarga.
Peranan seorang guru dapat menentukan
keberhasilan dan kegagalan pendidikan
anak-anak. Pestalozzi menggambarkan dua
macam guru dalam pengajaran kepada
anak, yaitu guru yang baik dan tidak baik.
Guru yang tidak baik memiliki sifat sebagai

berikut : angkuh serta hanya mementingkan


diri sendiri, tidak mengenal disiplin dan
kehidupannya di luar sekolah, dan tidak
menghasilkan dampak yang baik bagi anak.
Walaupun guru tersebut memiliki
pengetahuan yang baik namun tidak cakap
menyampaikannya kepada anak dan tidak
melibatkan mereka dalam pengetahuan.
Guru yang baik adalah dipenuhi oleh roh
kasih, hikmat, dapat dipercaya serta
memberikan pengajaran bagi anak didik
untuk memperoleh keterampilan. Ia disukai
oleh orang tua dan peserta didiknya karena
apa yang telah dilakukannya bagi mereka.
Orang tua merasa bahagia karena guru
yang baik telah berhasil membantu anaknya
memperoleh pendidikan yang bermutu,
memiliki keterampilan yang berguna bagi
masa depannya sekaligus juga dapat
memperbaiki mutu kehidupan masyarakat
di desa. Usaha menggali dan menemukan
bakat yang tersembunyi dalam diri anak
didiknya terus dilakukan melalui
pengembangan kegiatan belajar sesuai
dengan bakat yang dimiliki mereka. Guru
yang baik memiliki rasa kepedulian yang
besar, mampu berempati, dan rela
berkorban bagi anak-anaknya.
3. Teman Sebaya
Seorang anak dapat menjadi pengajar bagi
teman-temannya ketika mereka mengalami
kesulitan memahami mata pelajaran yang
dipelajarinya. Mereka dapat saling
menolong untuk memahami mata pelajaran
tersebut sehingga mereka tidak hanya
menjadi murid yang hanya menerima
bimbingan tetapi juga membimbing
temannya yang lain. Pestalozzi berpendapat
bahwa sangatlah penting untuk
mengutamakan perhatian pada pemikiran
anak didik. Setiap anak didik dibimbing
untuk terbiasa memahami setiap
pengetahuan yang diajarkan. Setiap anak
didik juga dibimbing untuk dapat mencari
perbandingan dan mempertimbangkan
setiap pengetahuan. Hal ini dipraktikkan
supaya anak tidak terjebak dalam konsep
indoktrinasi.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

79

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

4.

Pengalaman Hidup
Pestalozzi memberikan pelajaran umum
kepada setiap peserta didik tanpa
membedakan keadaan mereka. Pelajaran
umum yang diajarkan berdasarkan
pengalaman hidup mereka. Materi yang
diajarkan bertujuan untuk mengantisipasi
setiap kondisi yang mereka hadapi untuk
dapat mencari solusi berdasarkan
pengetahuan yang dimilikinya. Materi
pelajaran khusus juga diajarkan sesuai
dengan bakat anak didik. Upaya
mengembangkan bakat dapat dilakukan
oleh mereka sendiri dengan memperhatikan
setiap hal yang terjadi dalam pengalaman
hidupnya. Pestalozzi hendak mengatakan
bahwa pengalaman pendidikan tidak
hanya dapat diperoleh dari sekolah dan
rumah tetapi dari pengalaman hidup yang
mereka alami.

5.

Pelajar
Setiap anak, baik laki-laki maupun
perempuan, mendapat kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan. Pada awalnya
Pestalozzi mengajar anak miskin yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ia
mengajar kerajinan tangan selain
pengetahuan dasar lainnya. Bagi anak lakilaki diajari keterampilan yang berhubungan
dengan pekerjaan tukang kayu sedangkan
anak perempuan diajari keterampilan yang
berhubungan dengan pekerjaan rumah
tangga (menjahit, memasak, memelihara
anak). Pestalozzi berpendapat bahwa
mendidik anak perempuan menjadi seorang
ibu adalah penting karena seorang ibu
dapat memegang peranan pendidikan bagi
anaknya kelak. Apabila dana yang tersedia
cukup memadai perlu diimbangi dengan
kesediaan para pemuda untuk terpanggil
menjadi tenaga pengajar. Pemerintah perlu
mendirikan perguruan tinggi yang akan
mendidik dan melatih para calon pengajar
tersebut. Mereka dapat dididik bagaimana
menjadi pengajar yang baik.
Pada
kenyataannya
Pestalozzi
diperhadapkan dengan situasi yang berlainan
dengan apa yang diinginkannya. Banyak
pemuda yang berbakat dan pintar tidak
80

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

terpanggil untuk pengajar. Profesi pengajar tidak


dijunjung tinggi baik oleh masyarakat maupun
negara. Panggilan hidup di luar pengajar masih
dianggap lebih penting dan bermakna sehingga
gaji pengajar tidak setara dengan besarnya
pendapatan profesi lainnya. Pestalozzi
mencermati hal tersebut dengan berusaha untuk
tetap mencari pengajar yang terbaik yang akan
membimbing peserta didik dengan
memperhatikan pendapatan yang patut
didapatkannya. Ia memiliki keyakinan jika
segala sesuatu yang berkaitan dengan
pendidikan termasuk pendanaan untuk fasilitas
sekolah serta pendapatan bagi pengajar
diperbaiki sesuai dengan keahliannya.

Simpulan
Kesimpulan
Pestalozzi terpanggil untuk memperhatikan,
memberikan dan mengembangkan pendidikan
bagi semua anak-anak tanpa membedakan status
sosialnya. Setiap anak laki-laki dan perempuan
mendapat kesempatan untuk memperoleh
pengetahuan. Ia berhasrat untuk menolong anak
memperoleh pendidikan supaya terdapat
kemungkinan mereka dapat menjalani
kehidupan yang lebih baik. Pemikiran
Pestalozzi tentang praktik dan teori dalam
pendidikan sesuai dengan pandangan Paulo
Freire. Pandangan tersebut menegaskan bahwa
teori bukanlah sesuatu yang terlepas dari
praktik. Setelah melalui pengalaman belajar di
kelas maka akan menciptakan teori yang berguna
untuk menumbuhkembangkan pendidikan
karakter.15
Tujuan pelaksanaan PAK diarahkan untuk
menghasilkan seorang yang hidup beriman
kepada Allah dan dapat menjalin hubungan
yang baik dengan sesamanya. Tujuan khusus
adalah untuk memperlengkapi peserta didik
memperoleh pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan untuk memenuhi perannya
dalam masyarakat. Pendidikan tidak hanya
membagikan pengetahuan saja tetapi membagi
hidup dengan sesama. Pandangan ini selaras
dengan pendapat Russell yang menegaskan
bahwa sasaran pendidikan memberikan

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

pengajaran tentang pengetahuan dan pelatihan


perilaku yang baik. 16 Demikian juga pandangan
Albertus Patty yang menuliskan bahwa
pendidikan adalah soal mengkomunikasikan
kabar baik dan soal membagi hidup bukan hanya
memindahkan pengetahuan semesta. 17 Titik
berat pendidikan adalah pembentukan karakter
dan keimanan kepada Allah untuk
mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Pembekalan pengetahuan peserta ddik tidak
hanya pada kemampuan kognitif saja tetapi
memperhatikan kearifan sebagai moralitas
mereka dalam mempelajari pengetahuan.
Kurikulum Pestalozzi yang kontekstual senada
dengan pandangan Paul Suparno yang
menegaskan bahwa dalam pelaksanaan
pendidikan, kurikulum disesuaikan dengan
konteks yang ada dan fungsi sekolah yang
bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat
sebagai laboratorium pengembangan nilai-nilai
ketulusan dan kejujuran.18 Adalah bijaksana jika
penyampaian materi pembelajaran kepada anakanak didik memperhatikan konteks dimana
mereka tinggal. Mereka mempunyai hak atas
kelangsungan hidup, perlindungan, perkembangan dan mendapatkan pendidikan.
Keteladanan hidup Pestalozzi menjadikan
dia sebagai seorang pendidik yang penuh kasih
dan selalu menciptakan hubungan persaudaraan di antara peserta didik. Seorang pendidik
harus memiliki keteladanan hidup atas dasar
kasih sehingga diperlukan ketulusan dalam
pendidikan melalui kejujuran dalam menyampaikan pengetahuan yang lebih dialogis atas
dasar kasih. Pendidikan yang didasari kasih
dapat dilakukan dengan cara menghindari
terciptanya kompetisi yang tidak sehat dan tidak
akan menciptakan kekerasan bagi peserta didik.
Pendidikan anak berlangsung juga dalam
keluarga di bawah bimbingan orang tua. Mereka
dapat menolong anak-anaknya untuk
mempelajari pengetahuan dan membimbing
untuk mengenal Allah atas dasar kasih.
Kepercayaan kepada Allah peserta didik
dinyatakan melalui kasih kepada Allah dan
sesama. Mengasihi Allah dapat dinyatakan
melalui kepedulian untuk mendatangkan
kebahagiaan bagi sesama. Penghayatan akan
ajaran Kristus dinyatakan melalui pendidikan
yang menyentuh sisi kemanusiaan peserta didik.

Saran
Di akhir tulisan ini penulis menyampaikan
beberapa saran yang berhubungan dengan
pikiran dan praktik PAK Johann Heinrich
Pestalozzi bagi pendidikan yaitu: Pertama, Model
pendidikan yang dipraktikkan hendaklah
berdasarkan kasih kepada Allah dan sesama.
Para guru memiliki kasih yang dapat dinyatakan
melalui pendidikan bagi anak-anak didiknya.
Suasana pendidikan yang dipenuhi kasih dapat
menghasilkan anak-anak didik yang memiliki
kepedulian dan mendatangkan kebahagiaan
bagi sesamanya. Kedua, Model pendidikan di
sekolah-sekolah perlu memperhatikan
pengembangan kemampuan anak-anak didik
yang pada akhirnya menjadi keterampilan yang
akan mereka miliki. Keterampilan yang mereka
miliki dapat menjadi bekal ketika berada di
tengah-tengah masyarakat. Anak-anak didik
dapat memanfaatkan apa yang ada di tengahtengah masyarakat. Anak-anak didik dapat
memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya untuk
mengembangkan keterampilannya. Ketiga,
Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan
perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas
guru. Usaha tersebut dapat dilakukan melalui
peningkatan jenjang pendidikan mereka dan
pembekalan melalui pelatihan serta kursuskursus yang sesuai dengan bidang keahliannya.
Sekolah yang bermutu memerlukan sosok guru
yang baik dan menjadi teladan bagi anak-anak
didiknya dalam pengetahuan dan perilakunya.
Ia dapat menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan sehingga anak didik tidak
merasa bosan dan jenuh belajar. Guru masuk
kelas tidak hanya untuk memberi tugas bagi
anak-anak didiknya tanpa menerangkan dan
mengajak mereka terlibat setelah itu ia pergi dari
ruang kelas. Keempat, Perlu memberdayakan
potensi para ibu dalam mendidik anak-anaknya.
Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk
menanamkan dan mengembangkan pengetahuan dalam mendidik anak-anak adalah melalui
keterlibatan peranan gereja. Gereja dapat
mempraktikkan beberapa metode pengajaran
kepada para ibu yang bertemakan tentang
mendidik anak-anak. Metode tersebut dapat
dilakukan melalui kegiatan-kegiatan,
diantaranya: kegiatan pemahaman Alkitab,
kelompok kecil, pembinaan warga gereja dan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

81

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

khotbah. Kelima, Teori dan praktik PAK


Pestalozzi dapat dipraktikkan di sekolahsekolah umum atau negeri. Pernyataan tersebut
diasumsikan karena tujuan praktik pendidikan
Pestalozzi yaitu untuk memperbaiki akhlak,
memberikan pengetahuan dan memperlengkapi
anak-anak didik dengan keterampilan baik
untuk dipakai di sekolah-sekolah itu. Keenam,
Pada akhirnya pendidikan yang dilaksanakan
harus dapat membebaskan manusia dari
belenggu ketidaktahuan, keterbelakangan,
keterasingan, keterpurukkan dan kemiskinan.
Pendidikan sebagai sarana untuk menuju pada
kualitas kehidupan yang lebih baik dengan
mempraktikkan karakter mereka.

Catatan kaki
1

Doni Koesoema, Pendidikan dan Kekerasan,


Kompas, 11 April 2007, kol.4, hlm.6.
2
http://myais.fsktm.um.edu.my/6578/1/
JPPSee_(113-129) B.pdf, 26 Agusus 2012
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Suiceide_
rates_map-en.svg, 24 Agustus 2012
4
http:// sorot.vivanews.com/, 20 Desember 2012.
5
Frederick Eby, The Development of Modern Education
2 ed (New Delhi: Prentice-Hal of India PVT.LTD,
1964), 431.
6
Robert R.Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan
Praktek PAK (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1997),
188. Lihat juga Mark K. Smith, Johann Heinrich
Pestalozzi (Encuclopedia on-line) didapat dari
http://dipergunakan 3 Maret 2012. Dan Kate
Silber, Pestalozzi: The Man and His Work, (London:
Routledge and Kegan Paul, 1960), 4.
7
Heafford, Pestalozzi: His Though and Its Relevance
Today (London: Methuen, 1967), 11.
8
Erikson, The Reformers : An Historical Survey of
Pioneer Experiments in The Treatment of Criminals
(NewYork : Elsevier, 1976), 108.
9
Johann Heinrich Pestalozzi, How Gertrude Teaches
Her Children, Ed and Prefaces by Daniel Robinson
(Washington D.C: University Publications, 1977),
347-348
10
Holman. H, Pestalozzi: An Account of His Life and
Work (London: Longmans, Gereen and co, 1908),
367.
11
Frederick Eby, The Development, 458. Lihat
Fredalene B Bowers and Thom Gehring,Johann
Heinrich Pestalozzi: 18 th Century Swiss Educator and
Correctional Reformer didapat dari http://
dipergunakan 12 Maret 2014.

82

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

12

Donald Clark, Pestalozzi and Pestalozzianism ,


didapat dari http:// dipergunakan 23 Maret 2014
13
Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran, 228
14
Kate Silber, Psetalozzi The Man and His Work, 140.
15
Frederick Eby, The Development of Modern Education,
439
16
Kate Silber, Pestalozzi The Man and His Work, 134.
17
Mark K. Smith , Johann Heinrich Pestalozzi,
Encyclopedy on line: didapat dari http//
dipergunakan 24 Maret 2014
18
Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran, 235.
19
Ibid, 236.
20
Paulo Freire, Pendidikan, Pembebasan, Perubahan
Sosial, terj. Mien Joebbaar (Jakarta: PT Sangkala
Pusar, 1984), 43-44.
21
Bertrand Russell, Pendidikan dan Tatanan Sosial, terj.
A.Setiawan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1993), 39.
22
Albertus Patty,membangun Pendidikan Kristiani
di Era Globalisasi, Pleno BPK Penabur, 23 Februari
2007.
23
Paul Suparno, Apakah Pendidikan Menghasilkan
Ketulusan, BASIS edisi ketulusan (2000), 64. Lihat
pendapat . Harold G. Shane, Arti Pendidikan bagi
Masa Depan (Jakarta: CV Rajawali, 1997), 17.

Daftar Pustaka
Boehlke, Robert R. (1997). Sejarah perkembangan
pikiran dan praktek PAK Jakarta: BPK
Gunung Mulia
Bowers, Fredalene B. and Gehring, Thom. Johann
Heinrich pestalozzi: 18 th century swiss
educator and correctional reformer didapat
dari http://dipergunakan 12 Maret 2014
Clark, Donald. Pestalozzi and pestalozzianism ,
didapat dari http:// diunduhn 23 Maret
2014
Eby, Frederick. (1964). The development of modern
education 2 ed. New Delhi: Prentice-Hal of
India PVT.Ltd
Erikson. (1976). The Reformers : An historical
survey of pioneer experiments in the treatment
of criminals. NewYork: Elsevier
Freire, Paulo. (1984). Pendidikan, pembebasan,
perubahan sosial, terj. Mien Joebbaar
Jakarta: PT Sangkala Pusar
Heafford (1967). Pestalozzi: His thougth and its
relevance today, London: Methuen
hhtp:// sorot.vivanews.com/, 20 Desember 2012

Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter

Holman, H. (1908). Pestalozzi: An account of his


life and work, London: Longmans, Gereen
and co
ht t p: // id . wik ip ed i a. o r g /wi ki/ B e r ka s:
Suiceide_rates_map-en.svg, 24 Agustus
2012
http://myais.fsktm.um.edu.my/6578/1/
JPPSee_(113-129) B.pdf, 26 Agusus 2012
Koesoema, Doni. Pendidikan dan kekerasan,
Kompas, 11 April 2007
Patty, Albertus. (2007). Membangun pendidikan
Kristiani di era globalisasi. Pleno BPK
PENABUR, 23 Februari
Pestalozzi, Johann Heinrich. (1977). How gertrude
teaches her children. Ed and Prefaces by
Daniel Robinson. Washington D.C:
University Publications

Russell, Bertrand. (1993). Pendidikan dan tatanan


sosial. Terj. A.Setiawan, Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia
Shane, Harold G. (1997). Arti pendidikan bagi masa
depan, Jakarta: CV Rajawali
Silber, Kate (1960). Pestalozzi: The man and his
work, London: Routledge and Kegan Paul
Smith, Mark K. Johann Heinrich Pestalozzi,
Encyclopedy on line: didapat dari http//
dipergunakan 24 Maret 2014
Smith, Mark K. Johann Heinrich pestalozzi.
(Encuclopedia on-line) didapat dari http:/
/dipergunakan 3 Maret 2012
Suparno,Paul.(2000). Apakah pendidikan menghasilkan ketulusan, BASIS edisi ketulusan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

83

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013


Opini

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006


dan Kurikulum 2013 untuk Jenjang Sekolah Dasar

Hilda Karli
E-mail: temasain@gmail.com
Universitas Terbuka-Bandung

Abstrak
urikulum sebagai rencana untuk pengalaman belajar siswa di sekolah mencapai tujuan
pendidikan dan menjamin adanya keseimbangan antara proses pendidikan dan pemakai
lulusan. Oleh karena itu kurikulum disusun sesuai zamannya. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan 2006 disusun guna mempersiapkan lulusan siap masuk dunia kerja sedangkan
Kurikulum 2013 disusun guna mempersiapkan lulusan mengahadapi era globalisasi. Perbedaan
KTSP 2006 dan Kurikulum 2013 antara lain pada proses penyusunan RPP dan silabus, format
rapor, pendekatan pembelajaran, beban belajar dan komponen mata pelajaran. Penilaian proses
dan model pembelajaran yang disarankan pada hakekatnya sama.

Kata-kata kunci: Kurikulum, kompetensi, standar nasional pendidikan

Differences between the 2006 Curriculum and the 2013 Curriculum for Elementary Schools
Abstract
Curriculum as a plan for the studentss learning experience at schools to achieve educational goals and to
match the educational process to the users. Therefore, the curriculum is to be developed and adjusted to its era.
. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 has been developed to prepare graduates to enter the workplace
while Curriculum of 2013 has been developed to prepare graduates to face the globalization era. The
differences between the two Curricula lie in the process of preparing lesson plans and syllabi, format of report
cards, learning approach, the learning burden and subjects components. Assessment process and suggested
learning model are principally similar.
Key words: Curriculum, competence, national educational standard

Pendahuluan
Indonesia akan memasuki pasar ekonomi bebas
tahun 2015 artinya harus mempersiapkan
sumber daya manusia (SDM) yang mampu
bersaing dengan bangsa lain. Namun dari hasil
studi Human Development Index (HDI),
menunjukkan bahwa mutu sumber daya
manusia Indonesia rendah. Angka Human
Development Index (HDI salah satu indikator
84

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

angka partisipasi pendidikan masyarakat suatu


negara. Tahun 2011 negara kita menempati
urutan ke-124 dari 187 negara di dunia.
Indonesia berada jauh dari posisi negara di Asia
seperti negara Brunei yang menempati urutan
ke-33, Malaysia menempati urutan ke-61,
Thailand menempati urutan ke-103 dan Pilipina
pada urutan ke-112 (Human Development
Index,2011).
Masalah rendahnya mutu SDM Indonesia
akan bermuara pada lembaga pendidikan yang

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

menghasilkan SDM. SDM bermutu terwujud jika


didukung oleh pendidikan bermutu, penyediaan
berbagai fasilitas sosial dan lapangan pekerjaan
yang memadai. SDM bermutu adalah seseorang
yang memiliki Intelektual Quotient, Emosional
Quotient dan Sprituil Quotient yang tinggi dan
terintegrasi. Aspek pengetahuan, sikap dan
keterampilan harus seimbang untuk
menghasilkan pekerjaan yang bermutu.
Dalam UU No. 20/2003 melalui pendidikan
diharapkan adanya peningkatan kualitas
manusia menjadi manusia seutuhnya yang siap
untuk berdaya saing baik domestik maupun
internasional. Untuk mewujudkan peningkatan
mutu manusia melalui pendidikan maka dalam
misi rencana strategis Indonesia tahun 20102014 adalah membentuk insan cerdas dan
kompetetitif, cerdas spirituil, emosional dan
sosial, intelektual dan kinestetik.
Hasil observasi pada 26 buah gugus SD di
Kota Bandung menunjukkan metode ceramah
masih digunakan dalam menyampaikan
pelajaran pada siswa kelas 1-6. Pembelajaran
masih berpusat pada guru. Siswa duduk dengan
manis sambil mendengarkan apa yang
dijelaskan oleh guru dan selanjutnya siswa
diminta untuk mencatat apa yang ditulis oleh
guru di papan tulis. Kegiatan seperti ini hampir
dilakukan pada setiap mata pelajaran yang
diberikan. Pembelajaran masih menekanankan
pada hafalan dan kurang memotivasi siswa
untuk berpikir kreatif dan kritis. Akibatnya
proses pembelajaran yang terjadi menjadi kurang
bermakna bagi kehidupan siswa sehari-hari.
Hal ini memberi dampak pada rendahnya
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung
siswa SD. Jika dikaitkan dengan hasil
pengukuran dan penilaian pendidikan dasar
yang dilakukan oleh PISA (Programme for
International Student Assessment) untuk
Matematika dan Membaca pada tahun 2012,
Indonesia menempati urutan ke-60 dari 65
negara yang ikut serta untuk tes membaca.
Kemampuan yang diukur PISA adalah
kemampuan pengetahuan dan keterampilan
membaca dari aspek struktur wacana, proses
membaca, serta konteks pemanfaatan
pengetahuan dan keterampilan membaca.
Negara tetangga seperti Singapura menempati

urutan ke-5, negara Malaysia menempati urutan


ke-55, negara Thailand menempati urutan ke53. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
untuk menguasai ilmu pengetahuan dan
keterampilan hidup melalui membaca masih
rendah untuk Indonesia bila dibandingkan
dengan negara di Asia Timur. Hasil tes
Matematika oleh PISA, Indonesia menempati
urutan ke- 63 dari 65 negara. Negara Singapura
menempati urutan ke-2. Thailand ke-52 dan
Malaysia ke-57. Kemampuan berhitung diukur
berdasarkan tiga dimensi yaitu: konten
matematika, proses yang perlu dilakukan siswa
ketika mengamati suatu gejala, menghubungkan
gejala itu dengan matematika, kemudian
memecahkan masalah yang diamatinya itu,
situasi dan konteks yang digunakan dalam soal
matematika. Hal ini disinyalir metode dan
pendekatan yang digunakan tidak tepat untuk
perkembangan siswa kelas 1-6 SD sebagai
pondasi awal.
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1
dikemukakan, Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan. Fungsi pendidikan
tertuang dalam UU Sisdiknas 20/2003 pasal 3
yang berbunyi ... menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Diperjelas lagi dalam PP No.19/2005
dan PP No. 32/2013 yang mengatakan bahwa
pendidikan diatur dalam Standar Nasional
Pendidikan (SNP).
Kurikulum sebagai rencana program secara
tertulis yang disusun oleh pemerintah dalam
rangka mewujudkan tujuan UUD 1945, selalu
berganti mengikuti perubahan zaman dan
memecahkan masalah Di Indonesia saat ini
sedang diujicoba Kurikulum 2013 sementara
KTSP 2006 masih dilaksanakan pada sekolah
yang tidak terpilih sebagai sekolah uji coba
(piloting). Perubahan kurikulum ini
menimbulkan pertanyaan untuk dikaji. Pertama
ialah perbedaan struktur kurikulum Sekolah
Dasar pada KTSP 2006 dengan Kurikulum 2013
dan kedua ialah perbedaan pelaksanaan
kurikulum Sekolah Dasar pada KTSP 2006
dengan Kurikulum 2013.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

85

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

Kajian Pustaka
a. Standar Nasional Pendidikan
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dikemukakan
bahwa Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Fungsi mendapatkan
pendidikan tertuang dalam UU Sisdiknas 20/
2003 pasal 3 yang berbunyi .. menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Diperjelas lagi dalam Peraturan
Pemerintah No.19/2005 atau No 32/2013 yang
mengatakan bahwa pendidikan diatur dalam
Standar Nasional Pendidikan (SNP).
SNP adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah NKRI untuk
mengembangkan kurikulum di sekolah.
Fungsinya SNP sebagai pengikat KTSP yang
dikembangkan oleh setiap sekolah. Ada delapan
SNP yaitu Standar Isi, Standar Proses, Standar
kompetensi lulusan, Standar tenaga dan
kependidikan, Standar sarana dan prasarana,
Standar pengelolaan, Standar pembiayaan, dan
Standar penilaian. Untuk Standar Isi mencakup
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu. Ruang lingkup
Standar Isi terdiri dari Kerangka dasar dan
struktur kurikulum, KTSP, Beban belajar, dan
Kalender akademik yang dijabarkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan No. 22/2006 dan
Permendiknas No. 81A /2013.
Menurut UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 19
dikatakan bahwa kurikulum adalah
Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan
sebuah sistem, memiliki sejumlah komponenkomponen yang saling berhubungan, sebagai
kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuan. Hal
itu memberikan gambaran bahwa pendekatan
sistem dalam pengembangan kurikulum
merupakan bentuk berputar dan dinamis
dimana empat komponen dari suatu model
saling berhubungan yaitu komponen tujuan,
86

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

materi, evaluasi, dan metode. Kurikulum sebagai


rencana untuk pengalaman yang dihadapi
siswa di sekolah maka guru harus menyusun
mata pelajaran, pengalaman belajar, program
belajar, dan hasil apa saja yang diharapkan
dapat jelas terlihat. Oleh karena itu kurikulum
berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan,
pendidikan, menjamin adanya pemeliharaan
keseimbangan selama proses pendidikan, dan
pemakai lulusan.
Dalam perkembangannya Kurikulum
Pendidikan Dasar sudah mengalami sebanyak
9 kali perubahan yaitu kurikulum 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013
sedang dalam proses perubahan lagi. Sejak
kemerdekaan Indonesia 1945 hingga 2003
pendekatan kurikulum yang digunakan adalah
kurikulum berbasis materi (content-based
curriculum development) sedangkan 2004
(Kurikulum Berbasis Kompetensi), 2006
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan
Kurikulum 2013 Standart Based Curriculum yang
menekankan pada pemikiran ilmuwan dengan
metode ilmiah.
Organisasi kurikulum sebagai struktur
program kurikulum berupa kerangka umum
program pembelajaran yang akan disampaikan
kepada siswa. Pandangan Nasution (1989:80)
menyebutkan terdapat dua bentuk kurikulum,
yakni: (1) Subject Curriculum (lebih menekankan
pada pembentukan intelektual); dan (2) Integrated
Curriculum (lebih menekankan pada
pembentukan intelektual dan kepribadian);.
Subject Curriculum terbagi dalam 3 bentuk yaitu:
Separated Curriculum (mata pelajaran terpisah
dan tidak terkait satu dengan lain), Correlated
Curriculum (mata pelajaran terkait satu lain
dengan lain tetapi tetap ada karakteristik mata
pelajaran), dan Broad-field Curriculum (beberapa
mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciriciri yang sama dikorelasikan dalam satu bidang
pengajaran). Sedangkan Integrated Curriculum
terbagi dalam 3 bentuk yaitu: Core Curriculum
(meniadakan batasan mata pelajaran dan menyajikan pelajaran dalam bentuk unit secara
keseluruhan), Social Curriculum (pelajaran
didasarkan pada akivitas dalam masyarakat dan
kebudayaannya), dan Activity Curriculum
(pengalaman langsung dan minat lebih
diutamakan dalam proses belajar).

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

b.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP)
Landasan penyusunan KTSP adalah UU RI
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan PP No 19/2005 tentang SNP. Untuk
pendidikan dasar dan menengah mengacu
pada Permendiknas 22/2006 tentang
Standar isi, Permendiknas 23/2006 tentang
SKL, Permendiknas 24/2006 tentang
Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan, Permendiknas 22 dan 23/2006 tentang
panduan disusun oleh BSNP.
Tujuan KTSP 2006 memandirikan dan
memberdayakan satuan pendidikan melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada
lembaga pendidikan dan mendorong
sekolah untuk mengambil keputusan secara
partisipatif dalam pengembangan
kurikulum. Pada akhirnya meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan
inisiatif sekolah dalam mengembangkan
struktur kurikulum, mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia.
Struktur KTSP merupakan pola dan
susunan mata pelajaran yang harus

ditempuh oleh siswa dalam kegiatan


pembelajaran. Muatan Lokal dan kegiatan
pengembangan diri merupakan bagian
terpadu dari strukutur kurikulum pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah,
pengembangan stuktur kurikulum
dilakukan dengan mengatur alokasi waktu
tatap muka seluruh pelajaran, memanfaatkan waktu 4 jam tambahan untuk pelajaran
baru, mencantumkan jenis mata pelajaran
muatan lokal. Struktur kurikulum SD/MI

dapat dilihat pada tabel berikut.


Dari tabel di atas beban belajar untuk kelas
1-3 SD bahwa satu jam pembelajaran tatap muka
adalah 35 menit; Jumlah jam pembelajaran per
minggu adalah 26 - 28 jam pembelajaran;
Minggu efektif per tahun pelajaran adalah 34 38 minggu. sedangkan untuk kelas 4-6 SD satu
jam pembelajaran tatap muka adalah 35 menit.
Jumlah jam pembelajaran per minggu minimal
34 jam pembelajaran; Minggu efektif per tahun
pelajaran adalah 32 minggu
Pengembangan diri adalah kegiatan yang
bertujuan memberikan kesempatan pada peserta
didik
untuk
mengembangkan
dan
mengekspresikan diri
Tabel 1: Struktur Kurikulum SD/MI KTSP
sesuai dengan kebutuhan,
bakat, minat peserta didik
Struktur Kurikulum
Kelas dan Alokasi Waktu
sesuai dengan kondisi
sekolah. Contoh kegiatan
A. Mata Pelajaran
I
II III IV V VI
pengembangan diri yaitu
kegiatan konseling dan
Pendidikan Pancasila
5
1
dan Kewarganegaraan
kegiatan ekstra kurikuler.
Dalam pelaksanaannya
2 Bahasa Indonesia
2
kegiatan pengembangan
diri dipadukan dengan
3 Matematika
5
program muatan lokal yang
4 Ilmu Pengetahuan Alam
4
bekerja sama dengan
masyarakat. Oleh karena
5 Ilmu Pengetahuan Sosial
3
Tematik
itu pengembangan diri
terpadu
bukan mata pelajaran yang
6 SBK
4
harus diasuh oleh guru
7 Penjaskes
4
namun guru bertindak
sebagai fasilitator untuk
8 Pendidikan Agama
2
kegiatan tersebut.
Strategi pembelajaran
B. Pengembangan Diri
2
yang digunakan contextual
C. Muatan Lokal
leaning agar siswa lebih
2
responsif dalam mengguJumlah
26-28
32
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

87

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

nakan pengetahuan dan keterampilan dalam


pesat , lonjakan usia produktif , dan
kehidupan nyata. Beberapa strategi yang
perdagangan pasar bebas 2015 maka
digunakan seperti pembelajaran berbasis
disusun kurikulum 2013. Menciptakan
masalah, memanfaatkan lingkungan untuk
manusia yang mandiri, mampu
memperoleh pengalaman belajar, memberikan
memecahkan masalah, mempunyai
aktivitas kelompok, membuat aktivitas belajar
kepribadian yang kuat, inovatif dan kreatif
mandiri, bekerjasama dengan masyarakat, dan
dan menguasai teknologi.
menerapkan penilaian autentik. Pendekatan
Struktur Kurikulum 2013 mata pelajaran di
yang digunakan terpadu untuk kelas 1-3 SD dan
SD dikelompokkan menjadi dua kelompok
fragmented untuk kelas 4-6 SD.
yaitu kelompok A dan B.Mata pelajaran
KTSP menuntut guru, kepala sekolah,
Kelompok A adalah kelompok mata
pengawas, dan jajaran terkait untuk mengempelajaran yang kontennya dikembangkan
bangkan kurikulum sesuai kondisi sekolah.
oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang
Implementasi KTSP akan bermuara pada
terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya dan
pelaksanaan pembelajaran sebagai muara dari
Prakarya serta Pendidikan Jasmani,
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
Olahraga, dan Kesehatan adalah kelompok
(KD). Guru harus dapat menjabarkan dalam
mata pelajaran yang kontennya
Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi
(RPP). Guru juga harus dapat menjelaskan
dengan konten lokal yang dikembangkan
Standar Kompetensi Minimal (SKM) yang harus
oleh pemerintah daerah.Berdasarkan
dicapai oleh peserta didik dan cara belajar untuk
Kompetensi Inti disusun mata pelajaran dan
mencapai kompetensi tersebut. Untuk mencapai
alokasi waktu yang sesuai dengan karakkompe-tensi guru dituntut
sebagai fasilitator dan
Tabel 2.: Struktur Kurikulum SD/MI Kurikulum 2013
motivator untuk mewujudkan SK dan KD.
Alokasi Waktu Perminggu
Mata Pelajaran
c. Kurikulum 2013
I
II III IV V VI
Landasan Kurikulum
Kelompok A
2013 adalah UU RI
2003 tentang Sistem
Pendidikan Agama dan
1
4
4
4
4
4
4
Pendidikan Nasional
Budi Pekerti
dan PP No 32/2013
tentang SNP. Untuk
Pendidikan Pancasila
2
5
6
6
4
4
4
dan Kewarganegaraan
pendidikan dasar dan
menengah mengacu
3 Bahasa Indonesia
8
10
7
7
7
7
pada Permendikbud
64/2013 tentang Stan4 Matematika
5
6
6
6
6
6
dar isi; Permendikbud
5 Ilmu Pengetahuan Alam
3
3
3
54/2013 tentang SKL.
Pengembangan
6 Ilmu Pengetahuan Sosial
3
3
3
Kurikulum 2013 merupakan kelanjutan dari
Kelompok B
KTSP 2006 yang mencakup kompetensi
1 Seni Budaya & Prakarya
4
4
4
6
6
6
sikap, pengetahuan
Pendidikan. Jasmani,
dan keterampilan.
2
4
4
4
3
3
3
Olahraga dan Kesehatan
Untuk mengantisipasi
perkembangan
Jumlah Alokasi Waktu
30 32 34 36 36 36
teknologi yang makin
Perminggu
88

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

teristik satuan pendidikan. Susunan mata


pelajaran dan alokasi waktu untuk SD/MI
pada tabel 2.
Dari tabel di atas beban belajar untuk kelas
1 SD bahwa satu jam pembelajaran tatap muka
adalah 35 menit; Jumlah jam pembelajaran per
minggu adalah 30 jam pembelajaran; kelas 2 SD
32 jam pelajaran ; kelas 3 SD jumlah jamnya 34 .
Untuk kelas 4-6 SD jumlah jam pembelajaran
per minggu 36 untuk satu jam pembelajaran
tatap muka adalah 35 menit.
Strategi pembelajaran Kurikulum 2013 yang
digunakan adalah pendekatan ilmiah (scientific
approach). Pendekatan ilmiah dipergunakan
sebagai jembatan untuk mengembangkan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan siswa dalam
proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Ada
7 kriteria dalam pendekatan scientific
disampaikan oleh Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan yaitu: (1) Materi pembelajaran
berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu
; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau
dongeng semata. (2) Penjelasan guru, respon
siswa, dan interaksi edukatif guru. (3) Siswa
terbebas dari prasangka yang sertamerta,
pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis. (4)
Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir
secara kritis, analitis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan
masalah, dan mengaplikasikan materi
pembelajaran. (5) Mendorong dan menginspirasi
siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan,kesamaan, dan tautan satu sama lain
dari materi pembelajaran. (6) Mendorong dan
menginspirasi siswa dalam memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir
yang rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran. (7) Berbasis pada konsep,
teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
Proses pembelajaran ilmiah merupakan
perpaduan antara proses pembelajaran yang
semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi dilengkapi dengan mengamati,
menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Meskipun ada
yang mengembangkan lagi menjadi mengamati,
menanya, mengumpulkan data, mengolah data,

mengkomunikasikan, menginovasi dan


mencipta. Namun, tujuan dari beberapa proses
pembelajaran yang harus ada dalam
pembelajaran scientific sama, yaitu menekankan
bahwa belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas,
tetapi juga di lingkungan sekolah dan
masyarakat. Selain itu, guru cukup bertindak
sebagai scaffolding ketika siswa mengalami
kesulitan, serta guru bukan satu- satunya sumber
belajar. Sikap tidak hanya diajarkan secara
verbal, tetapi melalui contoh dan keteladanan.
Pendekatan yang digunakan kelas 1-6 SD adalah
tematik terpadu. metode yang digunakan
bervariasi seperti diskusi kelompok, studi
lapangan, percobaan, bermain peran , dll.
Kerangka kurikulum 2013 jenjang SD
disusun berdasarkan kompetensi yang
dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI)
kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi
Dasar (KD) mata pelajaran. Kompetensi Inti (KI)
merupakan gambaran secara kategorial
mengenai kompetensi dalam aspek sikap,
pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan
psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik
untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran. Kompetensi Dasar (KD) merupakan
kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk
suatu tema untuk SD/MI. Kompetensi Inti
menjadi unsur organisatoris (organizing elements)
Kompetensi Dasar yaitu semua KD dan proses
pembelajaran dikembangkan untuk mencapai
kompetensi dalam Kompetensi Inti. Kompetensi
Dasar yang dikembangkan didasarkan pada
prinsip akumulatif, saling memperkuat
(reinforced) dan memperkaya (enriched) antar
mata pelajaran dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertikal). Penyusunan
silabus sudah disiapkan oleh pemerintah guru
hanya mengembangkan RPP dari buku
panduan guru dan buku siswa yang sudah
disiapkan oleh pemerintah.

Pembahasan Masalah
Kurikulum sebagai rencana untuk pengalaman
siswa di kelas dan di sekolah agar tercapai
tujuan yang disusun secara tertulis pengalaman
belajar, program belajar, dan hasilnya. KTSP
2006 adalah kurikulum yang lebih menekankan
pada kemandirian sekolah untuk menyusun
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

89

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

kurikulum sendiri bersifat otonomi daerah dan


meningkatkan mutu pendidikan yang siap kerja.
Sedangkan Kurikulum 2013 adalah tindak lanjut
dari Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 yang
lebih menekankan pada karakter siswa dan

kompetensi yang dimiliki siswa setelah lulus


dalam menghadapi globalisasi.
Perbedaan Kurikulum 2013 dan KTSP 2006
dikaji dari beban belajar, struktur - kerangka
kurikulum, dan penilaian sesuai tabel 3. Dari

Tabel 3: Perbedaan Kurikulum KTSP 2006 dengan Kurikulum 2013

ASPEK

KTSP 2006

Kurikulum 2013

Pengembangan
pendidikan

Ada 3 aspek pengembangan


pendidikan di SD yaitu: sikap,
pengetahuan dan keterampilan.

Ada 4 aspek pengembangan


pendidikan di SD yaitu: spiritual
keagamaan, sikap personal-sosial,
pengetahuan dan keterampilan.

Pendekatan
pembelajaran

Pembelajaran tematik
dilaksanakan kelas 1-3 SD

Pembelajaran tematik dilaksanakan kelas 1-6 SD

Jumlah mata
pelajaran

Tingkat SD ada 10 mata


pelajaran yang diajarkan yaitu
Pend. Agama, PKn, Bahasa
Indonesia, Matematika, IPA,
IPS, SBK, Pend. Jasmani dan
Kesehatan serta Muatan Lokal
dan Pengembangan diri.

Tingkat SD ada 8 mata pelajaran


yang diajarkan yaitu Pend.
Agama, PPKn, Bahasa Indonesia,
Matematika, SBK, IPA, IPS, Pend.
Jasmani dan Kesehatan

Kompetensi mata
pelajaran

Mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu

Tiap mata pelajaran mendukung


semua kompetensi (sikap,
keterampilan, pengetahuan)

Beban belajar

Beban belajar kelas 1-3 SD 2628 jam perminggu ; kelas 4-6


SD 32 jam perminggu

Beban belajar kelas 1-3 SD 30-32


jam perminggu; kelas 4-6 SD 36
jam perminggu

Keterkaitan
kompetensi mata
pelajaran

Mata pelajaran di rancang


berdiri sendiri dan memiliki
kompetensi dasar sendiri

Mata pelajaran dirancang terkait


satu sama lainnya dan memiliki
kompetensi dasar yang diikat
oleh kompetensi inti dari tiap
kelas

Kedudukan mata
pelajaran bahasa
indonesia

Bahasa Indonesia sejajar


dengan mata pelajaran lain

Bahasa Indonesia sebagai penghela mata pelajaran lain (sikap,


keterampilan dan berbahasa)

Jenis kurikulum

Tiap jenis konten pembelajaran Bermacam jenis konten pembeladi ajarkan terpisah (separated
jaran diajarkan terkait dan terpacurriculum)
du satu sama lain (cross curriculum
atau intergrated curriculum)

Tematik di
laksanakan pada
kelas

Tema yang diajarkan pada


kelas 1-3 SD setiap sekolah
boleh menentukan sendiri.

Tema yang diajarkan pada kelas


1-6 SD sudah ditentukan oleh
Pemerintah.

10

Model tematik
digunakan
sekolah

Sekolah dapat menggunakan


model pembelajaran tematik
jaring laba-laba atau terpadu.

Sudah ditentukan oleh


pemerintah model pembelajaran
tematik terpadu yang digunakan.

90

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

ASPEK

KTSP 2006

Kurikulum 2013

11 Kedudukan IPA
dan IPS

Kelas 1-3 SD Mata pelajaran


IPA dan IPS berdiri sendiri
namun dalam proses belajar
diintegrasi-kan dengan mata
pelajaran lainnya.

Kelas 1-3 SD Mata pelajaran IPA


dan IPS sudah terintegrasi dengan
bahasa Indonesia sehingga dalam
konten IPA dan IPS menjadi
materi dari bahasa Indonesia
untuk diintegrasikan dengan mata
pelajaran lainnya.

12

Kedudukan TIK

Teknologi (Komputer) diajarkan sebagai mata pelajaran


terpisah (eks-kul)

Teknologi (Komputer) diajarkan


terintegrasi dengan mata pelajaran
lainnya

13

Kedudukan
bahasa inggris

Bahasa Inggris diajarkan


Bahasa Inggris dimasukkan pada
sebagai mata pelajaran terpisah ekstra kurikuler

14

Kegiatan
pramuka

Pramuka tidak sebagai mata


pelajaran wajib di sekolah

Pramuka sebagai mata pelajaran


wajib pada ekstra kurikuler

15

Ujian akhir
tingkat satuan
pendidikan

Ujian Nasional dilakukan


sebagai penilaian akhir untuk
jenjang pendidikan tertentu
disusun oleh Pemerintah dan
dilakukan secara national.
Selain untuk penentuan
kelulusan juga untuk penilaian
diri sekolah (benchmarking).

Ujian Mutu Tingkat Kompetensi


sebagai penilaian akhir untuk
jenjang pendidikan tertentu disusun oleh Pemerintah dan dilakukan secara nasional. Siswa kelas 2
dan 4 mengikuti Ujian Tingkat
Kompetensi yang dilakukan oleh
propinsi/kabupaten.

16

Proses penilaian
yang digunakan

Penilaian dilakukan secara


proses saat proses kegiatan
belajar berlangsung dan akhir
pembelajaran seperti Ulangan
harian, UTS, UKK, EBTA/
EBAT (SKL). Penilaian proses 3
katagori yaitu psikomotor,
afeksi dan kognitif .Dalam
pelaksanaannya hanya kognitif
saja. KKM ditentukan oleh
dinas pendidikan setempat.

Penilaian dilakukan secara proses


saat proses kegiatan belajar
berlangsung dan akhir pembelajaran seperti Ulangan harian,
UTS, UAS. Penilaian proses 3
katagori yaitu psikomotor, afeksi
dan kognitif. KKM ditentukan
sesuai karakteristik anak

17

Format raport
untuk siswa

Format raport menggunakan


angka dengan skala 1-10 .
Penilaian 3 ranah pengetahuan,
sikap dan keterampilan
menjadi satu kesatuan utuh
yang sudah diolah dalam
bentuk angka.

Format raport menggunakan


huruf dengan skala 1-4 . Penilaian
3 ranah pengetahuan, sikap dan
keterampilan terpisah sehungga
dapat terlihat jelas melalui
deskripsi yang dijabarkan.

tabel di atas bahwa penyusunan RPP oleh guru


ada perbedaan antara KTSP 2006 dan Kurikulum
2013. Pada KTSP 2006 Standar isi ditentukan
dulu oleh pemerintah lalu dikembangkan
menjadi Standar Kompetensi lulusan yang

dijabarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi


Dasar dari setiap mata pelajaran yang selanjutnya
dikaji dan dijabarkan oleh guru menjadi indikator
pembelajaran dan materi pembelajaran. Jadi
sebuah mata pelajaran mendukung sebuah
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

91

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

kompetensi. Mata pelajaran dirancang berdiri


sendiri dan memiliki KD sendiri merujuk pada 3
aspek pengembangan yaitu: sikap, pengetahuan
dan keterampilan. Proses penyusunan RPP pada
KTSP 2006 urutannya sebagai berikut.

Standar Isi

Standar
Kompetensi
Lulusan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Kurikulum 2013 ditentukan Standar


Kompetensi Lulusan dengan melihat aspek
kebutuhan selanjutnya dijabarkan menjadi
Standar Isi dan Kompetensi Inti lalu Kompetensi
Dasar dari setiap mata pelajaran yang selanjutnya
disusun indikator dan materi pelajaran. Artinya
setiap mata pelajaran mendukung semua
kompetensi (spiritual keagamaan, sikap
personal-sosial, pengetahuan dan keterampilan)
dan mata pelajaran dirancang terkait satu
dengan lainnya dan memiliki Kompetensi Dasar
yang diikat oleh Kompetensi Inti dari tiap kelas.
Urutan penyusunan RPP untuk Kurikulum 2013
sebagai berikut.
Oleh karena itu beban belajar pada
Kurikulum 2013 menjadi bertambah 4 jam
pelajaran per minggu walaupun jumlah mata

Standar
Kompetensi
Lulusan

Standar Isi

Kompetensi
Inti

Materi dan
Indikator

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Pemilihan
media dan
penilaian

Silabus

RPP

dan kurikulum 2013 dalam penilaiannya


menejaknkan pada 3 ranah yaitu bagaimana
anak berpikir kritis dan keratif , bagaimana anak
dapat bersikap sesuai sila pancasila , dan
bagaimana anak dapat melakukan pekerjaan
sesuai pengetahuan yang diterima saat belajar.
Hanya pelaksanaan pada KTSP 2006 penekanan
masih pada kognitif (pengetahuan). Pada
dasarnya teknik penilaian yang digunakan sama
yaitu unjuk kerja, penugasan, tertulis, portofolio,
sikap, penilaian diri, proyek dan praktik.
Diharapkan Kurikulum 2013 penilaian dapat
dilakukan secara kesinambungan dan konsisten
pada 3 aspek tersebut. Tiga aspek penilaian
tertera dalam format LCK (laporan Capaian
Kompetensi) untuk melihat perkembangan siswa
dalam bentuk deskriptif dan skala 1-4 dengan

Kompetensi
Dasar

pelajaran yang diberikan berkurang. Strategi


pembelajaran tematik dilakukan pada kelas 1-6
SD dengan mata pelajaran IPA dan IPS menjadi
materi pelajaran bahasa Indonesia dan PPKn
menjadi pengembangan karakter siswa dari
semua kesatuan mata pelajaran yang diikat
dalam sebuah tema pendekatan terpadu
termasuk teknologi informasi. Pada KTSP 2006
strategi pembelajaran terpadu dilakukan pada
siswa kelas 1-3 SD dengan bahasa Indonesia
sejajar dengan mata pelajaran lain. IPA,IPS dan
Teknologi Informasi pun berdiri sendiri. Jadi
walaupun pendekatan terpadu tetapi setiap mata
pelajaran masih berdiri sendiri. Kelas 4-6 SD
tidak dilakukan pembelajaran tematik.
92

Penilaian yang digunakan pada KTSP 2006


yang menggunakan istilah kognitif, afeksi,
psikomotor dan sedangkan Kurikulum 2013
menggunakan istilah yaitu pengetahuan, sikap,
dan keterampilan. Pada dasarnya KTSP 2006

Materi dan
Indikator

Pemilihan
media dan
penilaian

Silabus

RPP

menggunakan huruf A,B, C atau D. KTSP 2006


masih menekankan kognitif sehingga format
LCK dalam bentuk skala angka 1-10.
Tujuan diadakan Ujian Nasional (UN)
menurut Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 153/U/2003 tentang Ujian
Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004
bahwa tujuan dan fungsi ujian nasional seperti
yang tercantum dalam SK Mendiknas 153/U/
2003 yaitu: Tujuan Ujian Nasional (Pasal 2):
Mengukur pencapaian hasil belajar siswa.
Mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah/
madrasah.Mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan secara nasional,

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

propinsi, kabupaten/kota, sekolah/madrasah,


dan kepada masyarakat. UN dilaksanakan
setiap akhir tingkat dari satuan pendidikan.
Masyarakat beranggapan bahwa sekolah yang
mempunyai nilai UN dianggap memiliki
reputasi yang baik. Oleh karena itu guru, kepala
sekolah, siswa dan orang tua berlomba-lomba
untuk mendapatkan nilai UN yang baik. pada
akhirnya menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan nilai UN yang baik. Pembelajaran
di kelas menjadi tempat latihan mengerjakan
soal latihan untuk persiapan UN.
PP 32/2013 pasal 70 ayat 1 dan 2 bahwa
UN ditiadakan untuk jenjang SD. dipertegas
dengan pasal 72 bahwa kriteria kelulusan untuk
jenjang SD dinyatakan dengan menyelesaikan
semua aprogram pembelajaran, memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk
seluruh mata pelajaran dna lulus ujian sekolah.
Pada Kurikulum 2013 Ujian nasional ditiadakan
diganti dengan output satuan pendidikan dibagi
menjadi tahap Ujian Tingkat Kompetensi pada

kelas 2 dan 4 SD sedangkan Ujian Mutu Tingkat


Kompetensi dilakukan pada kelas 6 SD. Ujian
menjadi lebih bertahap dan tidak sekaligus ada
pelaksaannnya di tingkat propinsi/kabupaten
serta pemerintah. Bertujuan untuk pemetaan
dan penjaminan mutu pendidikan di suatu
satuan pendidikan.
Sebuah kurikulum akan berhasil mencapai
tujuan jika pelaksanaan kurikulum diterapkan
sesuai dengan kurikulum yang ada. Kepala
sekolah dan guru yang menjadi penentu
keberhasilan kurikulum dilihat dari output
lulusan satuan pendidikan. Guru dibantu oleh
kepala sekolah dalam mempersiapkan seluruh
komponen untuk kegiatan proses belajar
mengajar tentu sangat penting dalam
keberhasilan kurikulum. ada beberapa
perbedaan dari KTSP 2006 dan Kurikulum 2013
dapat dilihat pada tabel 4.
Dari tabel 4 dapat disarikan menjadi tahap
persiapan mengajar dan proses pelaksanaan
mengajar untuk dibahas berikut ini. Tahap

Tabel 4: Perbandingan Kegiatan Pembelajaran di SD


Antara KTSP 2006 dan Kurikulum 2013
KTSP 2006

Kurikulum 2013

Pendekatan kontekstual dan konstruktivisme dengan menggunakan alam sebagai


laboratorium dan menganggap siswa sudah
punya pengetahuan.

Pendekatan ilmiah dengan mengamati,


bertanya, mengelompokan, memperkirakan,
menginferensi, menyimpulkan

Silabus dan RPP harus disusun oleh guru


berdasarkan KD yang dikembangkan
menjadi indikator

Silabus dan RPP sudah disusun oleh


Pemerintah dalam buku pedoman guru dan
buku untuk siswa

Pembelajaran menekankan pada aspek


kognitif , afeksi dan psikomotor namun
dalam pelaksanaannya masih pada kignitif
saja termasuk penilaian masih berbentuk
tes tertulis saja

Pembelajaran menekankan pada aspek


sikap, pengetahuan, keterampilan dan melakukan penilaian berbentuk tes dan non tes.

Guru dibebankan pada admisnitrasi kelas


sementara kegiatan mengajar menjadi
prioritas kedua. Guru pasif dalam menciptakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.

Guru tidak dibebani dengan admisnitrasi


kelas sehingga kegiatan mengajar menjadi
prioritas kesatu. Guru harus lebih kreatif dan
inovatif dalam menciptakan kegiatan
pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa
tapi bermakna.

Ada 3 tahap dalam pelaksanaan mengajar


yaitu: Pembukaan, kegiatan inti berupa
pembentukan kompetensi, Penutup dan
diakhiri dengan penilaian dalam bentuk
tertulis dan non tertulis.

Ada 4 tahap dalam pelaksanaan mengajar


yaitu: Pemanasan & Apersepsi, Eksplorasi,
Konsolidasi pembelajaran, Pembentukan
sikap, kompetensi & karakter diakhiri
dengan penilaian formatif.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

93

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

persiapan guru pada KTSP 2006 mempunyai


kebebasan untuk mengembangkan Silabus dari
KD yang ada. Kurikulum 2013 buku untuk siswa
sudah disusun oleh pemerintah disertai buku
guru untuk mempermudah dalam melaksanakan
kegiatan di kelas. Buku tersebut disusun
berdasarkan silabus yang disusun pemerintah.
Termasuk format penilaian non tes dituangkan
pada buku guru sebagai penuntun di kelas.
Jumlah jam belajaran menjadi bertambah pada
kurikukum 2013 diharapkan guru dapat
melakukan penilaian non tes dan melakukan
kegiatan yang melibatkan siswa berpikir aktif.
Pekerjaan guru menjadi lebih ringan untuk
administratif tetapi guru dituntut untuk
mengembangkan secara kreatif dan inovatif
proses kegiatan pembelajaran di kelas kearah
student centered.
Metode pembelajaran pada KTSP 2006 dan
Kurikulum 2013 bersifat aktif artinya siswa
terlibat aktif dalam proses pembelajaran namun
pada pelaksanaan KTSP 2006 masih dominan
menggunakan ceramah dan latihan soal Lembar
Kerja Siswa (LKS) saja. Diharapkan pada
Kurikulum 2013 guru lebih proaktif dalam
mengaktifkan pola pikir anak lebih aktif. Oleh
karena dirinci dengan metode -metode ilmiah
seperti kegiatan mengamati, bertanya,
mengelompokan, memperkirakan, menginferensi, dan menyimpulkan.
Kegiatan saat proses mengajar di kelas pada
KTSP 2006 ada 3 tahap dalam pelaksanaan
mengajar yaitu: Pembukaan, kegiatan inti berupa
pembentukan kompetensi, Penutup dan diakhiri
dengan penilaian dalam bentuk tertulis dan non
tertulis. Namun dalam pelaksanaanya masih
dominan pada kegiatan inti mendengarkan
penjelasan guru dan mengerjakan soal latihan
saja. Pada akhir pembelajaran suatu topik
dilakukan evaluasi berupa tes tertulis , guru
meniadakan peneiaian proses saat belajar
berlangsung. Oleh karena itu pada Kurikulum
2013 dirinci lagi dengan 4 tahap dalam
pelaksanaan mengajar yaitu: Pemanasan &
Apersepsi, Eksplorasi, Konsolidasi pembelajaran, Pembentukan sikap, kompetensi dan
karakter diakhiri dengan penilaian formatif.
Penilaian proses dilakukan saat proses
eksplorasi, konsolidasi dan pembentukan sikap
serta komptensi saat proses pembelajaran
94

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

berlangsung selain evaluasi akhir berupa tes


tertulis untuk mengukur sejauh mana
pengetahuan yang diserap siswa selama belajar
berlangsung.

Simpulan
Kesimpulan
Pada dasarnya KTSP 2006 dan Kurikulum 2013
adalah roh dari KBK 2004 namun dalam
pelaksanaannya KTSP 2006 lebih menekankan
pada
kemandirian
dan
bagaimana
memberdayakan satuan pendidikan melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada
lembaga pendidikan dan mendorong sekolah
untuk mengambil keputusan secara partisipatif
dalam pengembangan kurikulum. Kurikulum
2013 lebih menekankan pada bagaimana
menciptakan manusia yang mandiri, mampu
memecahkan masalah, mempunyai kepribadian
yang kuat, inovatif dan kreatif dan menguasai
teknologi sebagai akibat bonus demografi dan
perkembangan pesatnya teknologi.
Struktur KTSP 2006 mengelompokkan mata
pelajaran di SD menjadi 3 bagian A,B dan C.
Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok
mata pelajaran yang kontennya dikembangkan
oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B adalah
muatan lokal dan kelompok C adalah
pengembangan diri yang dikembangkan oleh
pemerintah daerah. Struktur Kurikulum 2013
mengelompokkan mata pelajaran di SD menjadi
2 kelompok yaitu kelompok A dan B.Mata
pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata
pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh
pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri
atas mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya
serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan adalah kelompok mata pelajaran
yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan
dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.Berdasarkan
Kompetensi Inti disusun mata pelajaran dan
alokasi waktu yang sesuai dengan karakteristik
satuan pendidikan.
Ada perbedaan jumlah jam pelajaran
perminggu tatap muka untuk KTSP dan
Kurikulum 2013. Jumlah jam per minggu KTSP
untuk kelas 1-3 SD sebanyak 28 JP dan kelas 46 SD 32 JP . Kurikulum 2013 kelas 1 sebanyak 30

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

JP, kelas 2 sebanyak 32 JP, kelas 3 sebanyak 34


JP dan kels 4-6 SD sebanyak 36 JP. Jumlah jam
pelajaran per minggu dari kelas 1-6 SD KTSP
lebih sedikit daripada Kurikulum 2013 hal ini
dimaksudkan agar pada Kurikulum 2013
kegiatan eksplorasi dan penilaian otentiknya
dapat terlaksana maksimal.
Dalam proses penyusunan RPP pada KTSP
2006, SI ditentukan oleh pemerintah lalu dikembangkan menjadi SKL yang kemudian dijabarkan menjadi SK dan KD dari setiap mata
pelajaran. Selanjutnya, dikaji dan dijabarkan
oleh guru menjadi indikator pembelajaran dan
materi pembelajaran. Pada Kurikulum 2013
ditentukan SKL dengan melihat aspek
kebutuhan selanjutnya dijabarkan menjadi SI
dan KI lalu KD dari setiap mata pelajaran yang
selanjutnya disusun indikator dan materi
pelajaran. Artinya sebuah setiap mata pelajaran
mendukung semua kompetensi (spiritual
keagamaan, sikap personal-sosial, pengetahuan
dan keterampilan) dan mata pelajaran dirancang terkait satu sama lainnya dan memiliki KD
yang diikat oleh KI dari tiap kelas. Oleh karena
itu, guru sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum pada KTSP lebih menekankan
administratif semata sedangkan Kurikulum 2013
lebih menekankan pada penciptaan proses
pembelajaran yang inovatif dan kreatif idealnya.
Output satuan pendidikan adalah lulusan
siswa. KTSP 2006 kualitas lulusan didominasi
oleh UN yang menjadi patokan keberhasilan
pembelajaran sedangkan pada Kurikulum 2013
UN tidak ada, ujian sekolah diadakan untuk
mengukur kelulusan siswa pada satuan pendidikan selama 6 tahun menempuh pendidikan.
KTSP 2006 dan Kurikulum 2013 masih
mengukur ranah kognitif, afeksi dan psikomotor
siswa untuk melihat sejauh mana kompetensi
anak setelah menempuh pembelajaran selama 6
tahun. Kepala sekolah dan guru harus kreatif
dan mandiri dalam mengembangkan kegiatan
pembelajaran di kelas dan sekolah agar dapat
tercipta pembelajaran yang menyenangkan dan
bermakna.

Saran
Perlu adanya peningkatan keprofesionalan SDM
(guru, kepala sekolah, pengawas, dll) dalam
berbagai kegiatan yang berkesinambungan dan

dapat dipertanggungjawabkan seperti


kemampuan menggunakan teknologi informasi
untuk mengembangkan keprofesionalan.
Contoh lain, kepala sekolah sebagai manajer
dapat memfasilitasi guru agar data mengembangkan diri dengan berbagai fasilita sepreti
pelatihan, studi banding, melakukan PTK,
melakukan lesson studi secara berkesinambungan artinya bukan proyek semata kalau ada
supervisi baru dilaksanakan.
Kepala sekolah tidak mengurus hal
administratif saja tetapi meluangkan waktu
untuk mensupervisi kelas dan memberikan
masukan pada guru. Pengawas sekolah dapat
membantu guru dan kepala sekolah dalam
melaksanakan kurikulum baik di kelas atau
sekolah bukan menjugde sekolah buruk atau
bagus. Sekolah binaan sebagai tanggung jawab
dari pengawas harus dibina. Pengawas sekolah
datang ke sekolah secara mendadak sehingga
guru tidak harus merekayasa proses pembelajaran di kelas agar terlihat bagus dan menarik saat
ada pengawas atau kepala sekolah.
Pengawas melakukan pendampingan dan
pembekalan pada guru yang telah dispuervisi
agar guru dapat mengubah pola pikir dan
mengajar yang masih kurang baik ke arah yang
lebih baik secara terus menerus. Sosialisasi
kurikulum jangan terlalu teoritis tetapi lebih ke
arah praktik bagaimana pelaksanaan kurikulum
di kelas dan di sekolah. Guru dan Kepala sekolah
bukan akan dijadikan pakar kurikulum. Ketidak
mengertian dari guru dan kepala sekolah saat
disosialisasikan kurikulum akan memberi
dampak tidak melaksanakan kurikulum dengan
baik. pelaksanaan kurikulum sekedar administratif saja. Hal ini akan memberikan dampak
kurikulum berubah tapi dalam pelaksanaannya
tidak pernah berubah.
Portofolio (non tes) perlu dipikirkan
bagaimana mengorganisasikan dokumen siswa
agar setiap siswa mendapat kesempatan untuk
mendapatkan penilaian non tes secara adil
artinya dokumen penilaian non tes setiap siswa
disimpan sejak siswa kelas 1 hingga kelas 6
untuk dilihat bagaimana perkembangannya saat
kelulusan siswa bukan sekedar administratif
saja. Guru, Kepala sekolah serta Orang tua
mampu mengintepretasikan data penilaian
portofolio.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

95

Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013

Daftar Pustaka
Fogarty, Robin. (1991). How to integrate the
curricula. New York City: Skylight Pub
Himpunan Peraturan Perundang-undangan.
(2009). Sisdiknas. Bandung: Fokusmedia
Herr, J. dan Larson, Y.R. (2000). Creative resourses
for the early childhood classroom. USA:
Delmar Thompson Learning
Hamalik, Oemar. (2011). Dasar-dasar
pengembangan kurikulum. Bandung: Rosda
Karya
Hurlock, Elisabeth. (1980). Psikologi
perkembangan.. Edisi ke-5.Jakarta:
Erlangga
Kostelnik, M.J., et.al. (1991). Teaching young
children using themes. Avenue: Good Year
Books

96

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Longstreet, Wilma. dan Shane, Harold. (1993).


Curriculum for a new millenium. New York:
Longman
Mulyasa,E. (2011). Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung: Rosda Karya
Mulyasa,E. (2013). Pengembangan dan
Implementasi
Kurikulum
2013.
Bandung:Rosda Karya
Miller, John. & Seller, Wayne. ( 1985). Curriculum,
prespective and practice. New York: Long
Man
Nasution, S. (2011). Asas-asas kurikulum. Jakarta:
Bumi Aksara
Peraturan Pemerintah 19/2006 tentang Standar
Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah 32/2013 tentang Standar
Nasional Pendidikan

Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

Isu Mutakhir

Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

Mudarwan
E-mail: mudarwan.aci@gmail.com
Bidang Kurikulum dan Evaluasi BPK PENABUR Jakarta

eorang siswa Sekolah


Dasar (SD) di sebuah
sekolah unggulan
mengadu kepada orang
tuanya, ia tidak lagi ingin
sekolah. Setiap hari ia sulit
sekali bangun pagi dan segera
mandi, harus dibujuk-bujuk.
Setiap ingin ke sekolah anak
itu rewel dan seringkali
muntah. Orang tuanya panik
dan segera mencari penyebab
anak itu tidak lagi ingin
sekolah. Setelah diselidiki,
ternyata anak itu tidak betah
berada di sekolah. Ia
mengatakan, setiap hari
sekolah membebaninya
dengan ulangan, tugas dan
pekerjaan rumah (PR) yang
menumpuk. Sekolah tidak
menjadi tempat yang
menyenangkan. Oleh karena
itu, orang tuanya dengan
terpaksa memindahkan anak
itu ke sebuah SD
nonunggulan di dekat rumah.
Seminggu berlalu,
sebulan dua bulan berjalan,
anak itu menampakkan wajah
ceria dan bahagia setiap ingin
sekolah. Sekarang baginya,
sekolah adalah rumah kedua.
Sekolah tempatnya berada,
tidak membebani anak-anak
dengan berbagai tugas,

pekerjaan rumah, dan


ulangan harian. Pada
hakekatnya guru perlu
memberikan tugas, PR serta
ulangan kepada peserta didik.
Namun demikian, dalam
memberikan tugas itu, guru
perlu memperhatikan
karakteristik dan kebutuhan
anak untuk bersosialisasi
dengan keluarga, teman dan
masyarakat. Guru hendaknya
bijaksana sehingga tugas dan
pekerjaan yang diberikan
kepada anak tersebut jangan
sampai membebani mereka
dan tetap merasakan belajar
itu kegiatan yang
menyenangkan dan
menggembirakan.
Mengapa ada anak yang
senang bersekolah, namun
tidak sedikit yang merana
dan tersiksa di sekolah?
Anak-anak Taman Kanakkanak (TK) tampak senang
dan bahagia berada di
sekolah, karena sebagian
besar waktunya dilalui
dengan bermain atau dengan
kata lain ke sekolah sama
dengan bermain. Hal itu
senada dengan Surat Edaran
Direktur Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan
Menengah (SE

Mandikdasmen) No. 1839/


C.C2/TU/2009 yang
menyatakan bahwa
pelaksanaan pendidikan di
TK menganut prinsip:
Bermain sambil Belajar dan
Belajar seraya Bermain.
Bermain merupakan cara
terbaik untuk
mengembangkan potensi anak
didik. Sebelum bersekolah,
bermain merupakan cara
alamiah untuk menemukan
lingkungan, orang lain dan
dirinya sendiri, sehingga di
TK tidak dikenal yang
namanya mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu
Pengetahuan Sosial apalagi
Matematika. Demikian pula,
tidak ada ulangan harian,
serta tidak ada pekerjaan
rumah yang menumpuk dan
membebani. Lebih lanjut SE
Mandikdasmen di atas
menyatakan bahwa pada usia
4 - 6 tahun, kebutuhan anak
untuk bermain dan
bersosialisasi lebih penting
dibandingkan dengan
kemampuan skolastik.
Pada prinsipnya bermain
mengandung makna yang
menyenangkan,
mengasyikkan, tanpa ada

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

97

Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

paksaan dari luar diri anak,


dan lebih mementingkan
proses mengeksplorasi
potensi diri daripada hasil
akhir. Sementara itu, ketika
anak masuk ke Sekolah Dasar
(SD), orientasi tidak lagi sama.
Anak-anak SD sudah mulai
dituntut menguasai sejumlah
kompentensi tertentu.
Penguasaan kompetensi itu
secara berkala harus diuji dan
dibuktikan oleh guru melalui
serangkaian tugas-tugas,
pekerjaan rumah serta tes-tes
atau ulangan-ulangan harian,
ulangan tengah semester
(UTS) dan ulangan akhir
semester (UAS). Beban anak
menjadi semakin berat,
manakala anak itu berada di
SD unggulan yang tuntutan
pengguasaan kompetensinya
lebih tinggi dibandingkan
dengan SD non unggulan.
Jadilah anak-anak terbebani
dengan keharusan menguasai
sejumlah kompetensi. Padahal kalau mau jujur, tidak
semua kompetensi itu
dibutuhkan di masa sekarang
dan tidak semua kompetensi
itu akan terpakai pada era
abad 21.
Rotherdam & Willingham
(2009) mencatat bahwa
suksesnya seorang siswa
sangat bergantung pada
keterampilan atau kecakapan
abad 21. Setiap peserta didik
wajib belajar dan berlatih
untuk memperolehnya.
Partnership for 21st Century
Skills mengidentifikasi
beberapa kecakapan abad 21
yang meliputi:berpikir
kritis,pemecahan
masalah,komunikasi, dan
kolaborasi. Berpikir kritis

98

berarti peserta didik mampu


menyikapi ilmu dan
pengetahuan dengan kritis
serta mampu memanfaatkannya untuk kemanusiaan.
Terampil memecahkan
masalah berarti mampu
mengatasi permasalahan
yang dihadapinya dalam
proses kegiatan belajar
sebagai wahana berlatih
menghadapi permasalahan
yang lebih besar dalam
kehidupannya. Sepaham
dengan hal di atas menurut
Zhaou (2005) Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) melalui
lembaga United Nations
Educational, Scientific and
Cultural Organization
(UNESCO)mencanangkan
empat pilar pendidikan,
yakni: (1) learning to Know, (2)
learning to do (3) learning to be,
dan (4) learning to live together.
Pendidikan membekali
manusia tidak sekedar untuk
mengetahui (learning to know),
tetapi lebih jauh untuk
terampil berbuat/bekerja
sehingga menghasilkan
sesuatu yang bermakna bagi
kehidupannya. Pendidikan
juga diharapkan dapat
membantu peserta didik
untuk membentuk dan
mengembangkan dirinya
(learning to be) dan dengan jati
dirinya itu dia dapat hidup
bersama dengan orang lain
secara damai (learning to live
together). Sekolah sebagai
wadah masyarakat belajar
sudah seharusnya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan
yang dimiliki, serta bakat dan
minatnya sehingga keempat
pilar itu dapat terwujud.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Ketrampilan komunikasi
merujuk pada kemampuan
mengidentifikasi, mengakses,
memanfaatkan serta
mengoptimalkan perangkat
dan teknik komunikasi untuk
menerima dan menyampaikan
informasi kepada pihak lain.
Terampil kolaborasi berarti
mampu menjalin kerjasama
dengan pihak lain untuk
meningkatkan sinergi dalam
berbagai proses pembelajaran
atau dalam berbagai proyek
yang dilakukan.
Keterampilan tersebut jauh
lebih bermanfaat dan
bermakna dibandingkan
hanya menghapalkan isi buku
pelajaran dan berbagai fakta
ilmu pengetahuan di
dalamnya. Dewasa ini,
mencari dan memperoleh
fakta ilmu pengetahuan dapat
dengan mudah dilakukan
melalui media internet.
Namun, keterampilan yang
dibutuhkan peserta didik
seperti halnya berpikir
kritis,pemecahan
masalah,komunikasi, dan
kolaborasi, tidak serta merta
diperoleh melalui internet,
melainkan harus dipelajari,
dilatihkan serta dibiasakan.
Di sinilah peran sekolah yang
sesungguhnya. Sekolah
bukan saja sekedar tempat
untuk menimba ilmu
pengetahuan, namun sekolah
dapat menjadi wadah
pelatihan bagi peserta didik
untuk menjadi pemikir yang
kritis, problem solver,
komunikator ulung serta
mampu berkolaborasi atau
bekerja sama secara handal.
Selaras dengan
pengertian di atas, learning to

Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

live together salah satu dari


empat pilar pendidikan
UNESCO, menyatakan setiap
peserta didik harus belajar
untuk memahami dan
menghargai orang lain,
sejarah mereka dan nilai-nilai
agamanya. Kebiasaan hidup
bersama, saling menghargai,
terbuka, memberi dan
menerima perlu
dikembangkan di sekolah.
Kondisi seperti inilah yang
memungkinkan tumbuhnya
sikap saling pengertian antar
ras, suku, dan agama. Tugastugas yang diberikan guru di
sekolah sebaiknya dirancang
dengan seksama, sehingga
tidak sekedar menambah
ilmu, namun juga dapat
meningkatkansoft skillpeserta
didik. Misal, tugas dalam
mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS),
tidak hanya mencari data dan
fakta tentang katakan
Pangeran Diponegoro, tetapi
merancang tugas dengan
pertanyaan yang memicu
siswa untuk berpikir kritis.
Misalnya, Jika kamu hidup
pada era Pangeran
Diponegoro, apa yang akan
kamu anjurkan untuk
dilakukannya menghadapi
kolonialisme penjajah
Belanda? Atau, Jika
Pangeran Diponegoro hidup
di masa kini, apa yang akan
dilakukannya menghadapi
krisis kebangsaan yang kita
hadapi? Selain itu tugas
tersebut juga harus mampu
membawa peserta didik untuk
menemukan nilainilaikemanusiaan,
keberanian, kepeloporan,
perjuangan menjadi manusia
merdeka dan arti

pengorbanan yang
sesungguhnya. Dengan
demikian, diharapkan peserta
didik kelak mampu hidup arif
bersama orang lain serta
mampu bekerja sama di dalam
lingkungan masyarakat.
Bahkan mereka terlatih untuk
peka akan permasalahan
yang dihadapi orang lain dan
berperan aktif menolong
sesamanya, karena mereka
juga adalah bagian dari
masyarakat. Saat itulah
mereka dapat dikatakan
menjadi manusia yang
berjati diri yang menurut
Zhaou (2005) bahwa Learning
to be mengandung makna
belajar menjadi manusia yang
menguasai dan
mengembangkan ilmu
pengetahuan, keterampilan
dan nilai-nilai secara utuh
baik fisik, intelektual, moral,
dan budaya.

Penilaian di Dalam
Kelas
Guna meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah, tidak
cukup hanya dengan
memperbaiki dan
mengembangkan
kurikulumnya saja. Sistem
penilaian pun perlu
direformasi, yaitu dari
orientasi penilaian yang
memberi label nilai 9, 8, 7 atau
lulus - tidak lulus, naik kelas tinggal kelas, dan lain
sebagainya, menjadi
pengumpulan informasi yang
berkaitan dengan mutu
peserta didik yang ada,
misalnya mengapa siswa A
memperoleh nilai 4, mengapa
siswa B malas belajar

matematika, atau mengapa


siswa C tidak lulus?
Kemudian informasiinformasi itu harus
dimanfaatkan untuk
memodifikasi strategi dan
teknik pengajaran yang sesuai
dangan kebutuhan nyata dari
peserta didik. Dengan
demikian, tidaklah cukup
buku laporan hasil belajar
siswa (rapor) hanya berisi
sekumpulan angka saja tanpa
uraian lebih lanjut. Apa
artinya anak mendapatkan
nilai 7 pada mata pelajaran
Matematika di rapor? Apa
yang menjadi faktor
perbedaaan bagi siswa yang
mendapatkan nilai 7 dengan 8
di mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA)?
Dewasa ini, penilaian
yang dianjurkan untuk
diterapkan di sekolah, dengan
implementasi Kurikulum
2013, yaitu penilaian autentik
(otentik). Menurut Mueller
(2006) penilaian otentik
adalah bentuk penilaian yang
menghendaki siswa
melakukan tugas pada situasi
yang sesungguhnya atau
pada dunia nyata yang dapat
menampilkan aplikasi
keterampilan serta
pengetahuan yang esensial
yang dimiliki peserta didik.
Dengan kata lain, penilaian
autentik mengharuskan
peserta didik untuk
menunjukkan bukti langsung
penerapan pengetahuan dan
keterampilan yang
dimilikinya. Jadi, nilai atau
capaian serta hasil belajar
peserta didik sejatinya
mencerminkan secara utuh
prestasi siswa dalam hal
pengetahuan, sikap dan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

99

Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

keterampilannya dari tugas,


ulangan harian, dan bentukbentuk penilaian lainnya
yang telah dirancang guru
untuk peserta didik. Oleh
karena itu, ulangan dan
tugas-tugas tersebut perlu
dirancang guru sedemikian
rupa, sehingga dapat mirip
atau serupa dengan dunia
nyata (kontekstual) serta
memungkinkan siswa untuk
memiliki bukan hanya satu
jawaban benar namun banyak
alternatif jawaban lainnya.
Pengambilan nilai di
dalam kelas dengan metode
tes tertulis seperti ulangan
harian atau tes objektif
lainnya kelihatannya cukup
mangkus dan sangkil untuk
menilai peserta didik apakah
sudah menguasai materi
pembelajaran ataukah belum.
Dengan melakukan hal itu,
guru secara cepat dan tepat
sudah memperoleh nilai yang
dapat dibandingkan dengan
nilai pada Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM). Apabila
sudah sesuai atau melampaui
KKM, maka siswa dinyatakan
tuntas. Namun, apabila
belum memenuhi KKM, maka
guru akan memberikan
remedial dengan ulangan
perbaikan. Akan tetapi pada
sisi lain, penilaian dengan
metode itu tampaknya hanya
menilai siswa dalam satu
aspek saja, yaitu kognitif atau
pengetahuan. Diperlukan
metode lain untuk melakukan
penilaian pada aspek sikap
(afektif) dan keterampilan
(psikomotorik). Dengan
demikian, jika hanya
melakukan pengambilan nilai

100

dengan tes obyektif, maka


belum cukup komprehensif
menilai siswa atau bahkan
cenderung tidak tepat untuk
menilai keseluruhan penguasaan kompetensi peserta
didik. Ambil contoh guru IPA
di sebuah kelas ingin menilai
apakah peserta didik sudah
memahami materi
pembelajaran pertumbuhan
pada tanaman. Sang guru
melakukannya dengan tes
tertulis untuk menguji peserta
didik. Apakah hanya dengan
tes tertulis itu guru sudah
yakin bahwa peserta didik
menguasai materi pembelajaran tentang pertumbuhan pada
tanaman?. Jawabannya ya,
jika ditinjau hanya dari aspek
pengetahuan. Namun aspek
sikap dan keterampilannya
belumlah teruji. Kalau
demikian, diperlukan metode
yang tepat guna serta efektif
untuk menilai penguasaan
kompetensi peserta didik
secara utuh.
Menurut Permendikbud
Nomor 66 Tahun 2013 tentang
Standar Penilaian Pendidikan, seyogyanya penilaian
hasil belajar peserta didik
mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan
keterampilan yang dilakukan
secara berimbang, sehingga
dapat digunakan untuk
menentukan posisi relatif
setiap peserta didik terhadap
standar yang telah ditetapkan. Dalam kasus tersebut,
guru dapat melakukan
serangkaian penugasan
berupa proyek tertentu tanpa
perlu melakukan tes tertulis
seperti ulangan harian.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Contoh dengan menugaskan


peserta didik secara
berkelompok 2 atau 3 orang
untuk melakukan
pengamatan terhadap
pertumbuhan tanaman di
sekolah. Hasil observasi atau
pengamatan harus disusun
menjadi sebuah laporan.
Melalui proses pengambilan
nilai secara metode proyek,
guru dapat menilai aspek
sikap dan keterampilan,
sekaligus pula aspek
pengetahuannya. Karena
untuk membuat sebuah
laporan pengamatan yang
bermutu dibutuhkan analisis
yang kuat dan tajam yang
tentunya didasarkan atas
pengetahuan yang dimiliki
oleh penyusunnya. Aspek
sikap dan keterampilan dapat
teramati pada saat kelompok
siswa sedang melakukan
kegiatan pengamatan dan
berinteraksi satu dengan yang
lainnya. Dengan bekerja
secara kelompok, maka
peserta didik dibiasakan sejak
di bangku sekolah untuk
berkolaborasi satu sama lain.
Hal itu merupakan salah satu
kompetensi atau kecakapaan
abad 21 yang menunjang
kesuksesan seseorang di masa
depan. Aspek pengetahuan
dapat juga teramati ketika
siswa berdiskusi dalam
kelompoknya masing-masing.
Bagi peserta didikpun,
pelaksanaan kegiatan proyek
jauh lebih menyenangkan
dilakukan ketimbang hanya
berada di dalam kelas
menghapalkan materi-materi
dan konsep-konsep yang
terdapat pada buku pelajaran

Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

atau hanya mendengarkan


ceramah guru saja.

Pelajaran yang Dapat


Dipetik di Sekolah
Apa yang seharusnya
dipelajari peserta didik di
sekolah pada era abad 21 ini?
Perhatikan pidato Erica
Goldson pada acara wisuda
diCoxsackie-Athens High
School, New York, tahun
2010. Erica Goldson adalah
wisudawan yang lulus
dengan nilai terbaik pada
tahun itu. Isi pidatonya
sangat menarik dan memukau. Namun, di dalamnya
ada rasa keprihatinan yang
muncul. Berikut cuplikan dari
pidatonya tersebut (sumber:
http://pohonbodhi.blogspot.
com/2010/09/you-are-eitherwith-me-or-against-me.html):
Saya lulus. Seharusnya
saya menganggapnya sebagai
sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya
adalah lulusan terbaik di kelas
saya. Namun, setelah
direnungkan, saya tidak bisa
mengatakan kalau saya memang
lebih pintar dibandingkan
dengan teman-teman saya. Yang
bisa saya katakan adalah kalau
saya memang adalah yang
terbaik dalam melakukan apa
yang diperintahkan kepada saya
dan juga dalam hal mengikuti
sistem yang ada.
Di sini saya berdiri, dan
seharusnya bangga bahwa saya
telah selesai mengikutiperiode
indoktrinasiini. Saya akan pergi
musim dingin ini dan menuju
tahap berikut yang diharapkan

kepada saya, setelah


mendapatkan sebuah dokumen
kertas yang mensertifikasikan
bahwa saya telah sanggup
bekerja.
Tetapi saya adalah seorang
manusia, seorang pemikir,
pencari pengalaman hidup
bukan pekerja. Pekerja adalah
orang yang terjebak dalam
pengulangan, seorang budak di
dalam sistem yang mengurung
dirinya. Sekarang, saya telah
berhasil menunjukkan kalau saya
adalah budak terpintar. Saya
melakukan apa yang disuruh
kepadaku secara ekstrim baik. Di
saat orang lain duduk melamun
di kelas dan kemudian menjadi
seniman yang hebat, saya duduk
di dalam kelas rajin membuat
catatan dan menjadi pengikut
ujian yang terhebat.
Saat anak-anak lain masuk
ke kelas lupa mengerjakan PR
mereka, karena asyik membaca
hobi-hobi mereka, saya sendiri
tidak pernah lalai mengerjakan
PR saya. Saat yang lain
menciptakan musik dan lirik,
saya justru mengambil ekstra
kredit (dalam sistem SKS),
walaupun saya tidak
membutuhkan itu. Jadi, saya
penasaran, apakah benar saya
ingin menjadi lulusan terbaik?
Tentu, saya pantas menerimanya,
saya telah bekerja keras untuk
mendapatkannya, tetapi apa
yang akan saya terima nantinya?
Saat saya meninggalkan institusi
pendidikan, akankah saya
menjadi sukses atau saya akan
tersesat dalam kehidupan saya?
Saya tidak tahu apa yang
saya inginkan dalam hidup ini.
Saya tidak memiliki hobi, karena
semua mata pelajaran hanyalah

sebuah pekerjaan untuk belajar,


dan saya lulus dengan nilai
terbaik di setiap subjek hanya
demi untuk lulus, bukan untuk
belajar. Dan jujur saja, sekarang
saya mulai ketakutan..
Menakutkan, karena
selama di sekolah, ia hanya
mengejar nilai tinggi, tetapi
meninggalkan kesempatan
untuk mengembangkan diri
dalam bidang lain, seperti:
hobi, ketrampilan,soft skill,
dan lain-lain. Akibatnya,
setelah lulus ia merasa
gamang dan takut terjun ke
dunia nyata, yaitu
masyarakat. Dimana
sesungguhnya ia harus hidup
dan berinteraksi. Bahkan
yang lebih mengenaskan lagi,
ia sendiri tidak tahu apa yang
di inginkannya di dalam
hidup ini. Hal di atas sudah
seharusnya menjadi refleksi
bagi pengambil kebijakan dan
pengelola pendidikan untuk
mengkaji serta mencermati
kembali kurikulum yang
diterapkan di sekolah. Inilah
saatnya mereformasi
kurikulum serta tentunya
proses penilaian yang
tercakup di dalamnya agar
kejadian seperti di atas tidak
terulang kembali. Karena
pada prinsipnya penilaian di
sekolah bertujuan untuk
memvalidasi atau
mensertifikasi kompetensi
yang dimiliki peserta didik.
Diharapkan, nantinya para
lulusan sekolah itu
mempunyai kompetensi atau
kemampuan-kemampuan
untuk hidup adaptif di
lingkungan masyarakat.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

101

Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

Memperbaiki Ujian
Nasional
Menurut Linn (2000) yang
diperkuat oleh Herman (2008),
dampak ujian negara atau
ujian nasional cenderung
menumpukkan kurikulum
dengan penekanan yang lebih
besar pada hapalan daripada
keahlian berpikir dan
memecahkan masalah.
Kebanyakan ujian nasional
lebih fokus pada pengetahuan
dan keahlian yang cenderung
mudah ketimbang pada
keahlian kognitif yang lebih
kompleks. Hal ini akan
mempersempit kurikulum dan
menjadikannya lebih fokus
pada keahlian kognitif
rendah. Lebih lanjut, menurut
Gallagher (2000) dampak
ujian nasional adalah guru
akan mengajar demi mengejar
ujian. Guru akan mengajar
pengetahuan dan keahlian
yang akan diujikan saja,
bukan pada apa yang menjadi
standar kompetensi atau
tujuan belajar serta
mengabaikan apa yang tidak
ikut diujikan. Seluruh peserta
didik akan diarahkan untuk
menghabiskan banyak waktu
dalam berlatih soal ujian saja.
Menurut Popham (2003), ujian
akan meningkatkan rasa
bosan dalam ruang kelas,
karena dalam masa
persiapannya, seluruh peserta
didik diminta untuk
mencurahkan segenap
waktunya guna berlatih pada
item-item yang lebih kurang
sama dengan yang akan
mereka hadapi nantinya pada
ujian. Tentu saja hal itu
memadamkan sukacita belajar

102

di sekolah atau dengan kata


lain tidak menyenangkan
belajar di sekolah. Menurut
Quality Counts (2001), dalam
sebuah survei yang
dilakukan, lebih dari enam
dari sepuluh guru sekolah
negeri mengatakan bahwa
ujian nasional memaksa
mereka untuk lebih banyak
berkonsentrasi kepada
informasi yang akan diujikan
saja dan karenanya mereka
mengabaikan informasi lain
yang tidak kalah penting.
Kebanyakan ujian nasional
hanya memberikan informasi
umum tentang posisi siswa
dibandingkan siswa lainnya
atau apakah siswa itu tidak
berprestasi baik di bidang
tertentu, misal berprestasi di
bawah rata-rata kelas untuk
pelajaran matematika atau
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Tes-tes semacam itu tidak
memberikan informasi
mengenai apakah peserta
didik menggunakan strategi
yang keliru untuk
memecahkan masalah atau
konsep mana yang tidak
dipahami peserta didik.
Ringkasnya, kebanyakan
ujian nasional tidak
memberikan informasi tentang
intervensi yang dapat
dilakukan untuk
meningkatkan kinerja peserta
didik atau tidak memberikan
informasi tentang kekuatan
dan kelemahan siswa,
sehingga bagi pendidik tidak
ada feedback yang berarti
untuk melakukan modifikasi
pembelajaran di kemudian
hari guna peningkatan
prestasi dan mutu lulusan.
Peningkatan pengajaran dan
pembelajaran di sekolah tidak

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

semata-mata tercapai melalui


ujian nasional yang
dilakukan. Jika hanya
mengacu pada satu jenis ujian
saja, tentu tidak dijadikan
acuan yang tepat guna
membuat keputusan penting
mengenai peserta didik atau
untuk mengevaluasi sekolah.
Berbagai indikator lain,
seharusnya patut
dipertimbangkan seperti
kualitas guru, kehadiran
peserta didik di dalam kelas,
penilaian kinerja peserta
didik, prosentase lulusan
yang melanjutkan ke sekolah
lanjutan atau perguruan
tinggi, dan lain sebagainya.
Menurut Stansfield dan
Rivera (2002), jika ujian yang
diwajibkan oleh negara itu
akan tetap digunakan, maka
ujian itu perlu dimodifikasih
agar dapat merefleksikan
keterampilan berpikir tingkat
tinggi, bukan malah
mendorong guru untuk
mengajarkan materi yang
diujikan saja. Namun
demikian, bangsa kita sangat
mengagung-agungkan
penilaian seperti Ujian
Nasional (UN). Bahkan
Wamendikbud Musliar Kasim
dalam Sindonews
menyatakan pada tahun 2015,
rencananya Kemendikbud
akan meningkatkan
pelaksanaan UN secara online.
Lebih lanjut Sindonews
melansir bahwa UN akan
diterapkan dengan
metodecomputer based test.
Pemerintah akan menunjuk
satu sekolah sebagai pusat
tempat ujian. Tidak hanya di
provinsi, namun ada yang di
kecamatan. Ia mengatakan,
bahwa UN

Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

akanonlinedanoffline.
Soalnya akan dibuat lebih
canggih tanpa perlu ada
kertas-kertas yang dicetak.
Pihak pengelola UN
memilih menggunakan soal
pilihan ganda (PG) di dalam
UN dan tidak menggunakan
soal uraian. Mereka memilih
soal yang berbentuk PG,
bukanlah tanpa alasan.
Berikut beberapa keuntungan
menurut situs
gurupembaharu.com, jika
menggunakan soal pilihan
ganda, dalam tes: (1) Objektif,
artinya pasti ada jawaban
yang benar atau paling tepat;
(2) Efisien, lebih banyak
bagian dari silabus yang
dapat di uji; (3) Mudah dalam
penilaian, bisa secara online,
menggunakan software, optical
reader atau orang lain; (4)
Hasil penilaian dapat
dikembalikan dengan cepat ke
siswa; (5) Hasil dapat
dihitung, jadi memungkinkan
untuk menganalisis sejauh
mana pencapaian siswa
dalam setiap pertanyaan; (6)
Dapat mengidentifikasi
kesulitan siswa atau soal
yang menjadi problematika
siswa, (7) Ketetapan umpan
balik (feedback) dapat
ditargetkan secara lebih
efisien, karena terdapat
batasan yakni kesalahan
siswa dalam menjawab; dan
(8) Menghindari kebosanan
dan penyusunan soal yang
memakan waktu, karena
dapat mendaur ulang soal
yang sudah ada. Walau
memiliki berbagai kelebihan,
namun soal tes jenis PG juga
mempunyai beberapa
kelemahan, diantaranya: (1)
kurang dapat

menggambarkan sebuah
proses, (2) secara umum yang
diujikan kepada peserta didik
hanya pada tingkatan proses
berpikir rendah (3) tanpa
analisa, (4) kurang dapat
menggambarkan kemampuan
siswa secara utuh, (5) dapat
menyebabkan peserta didik
berpikir untung-untungan, (6)
kurang memberikan peluang
menjawab dengan benar pada
siswa (hanya 20% - untuk
lima opsi jawaban), (7) kurang
memacu siswa untuk
memberikan analisis dan
memberikan jawaban, (8)
tidak dapat menjawab secara
analisa atau kesimpulan, serta
(9) tidak dapat mendeteksi
langkah siswa dalam
mengerjakan soal. Dengan
mengkaji beberapa kelemahan
penggunaan soal jenis pilihan
ganda pada UN, maka dapat
diusulkan pengembangan
penggunaan soal-soal,
sebagai berikut: (1)
menggunakan variasi soal PG
yang tidak saja menguji
tingkat berpikir rendah,
namun juga pengetahuan
serta konsep yang bersifat
High order Thingking (HOT)
dengan variasi metode seperti:
Benar-Salah (true - false) dan
menjodohkan (matching) serta
tentu saja pilihan ganda
(multiple choice). Butir-butir
soal tersebut harus
dikembangkan sesuai
karakteristiknya masingmasing, dan (2) melengkapi
soal obyektif dengan
menggunakan tes nonobyektif atau yang dikenal
dengan tes subyektif, yang
mencakup: Isian atau
melengkapi, jawaban singkat
dan uraian atau esai yang

disesuaikan dengan
karateristik soal yang akan
dikembangkan.
Tes subyektif patut
dipertimbangkan untuk
digunakan dalam UN, karena
penggunaannya: (1) dapat
melihat proses berpikir siswa,
(2) dapat mengukur cara
penyampaian gagasan siswa,
(3) dapat mengemukakan
pendapat dengan bebas, (4)
mampu mengukur kedalaman
materi, serta (5) mudah
membuat konstruksi soal.
Dengan demikian, tidak
hanya menggunakan soal
dengan bentuk PG, namun
dapat juga dilengkapi dengan
soal tes subyektif seperti esai.
Dampaknya, hasil tidak dapat
diperoleh secara instant.
Namun, pendidikan
seyogyanya lebih
menekankan pada proses
daripada fokus pada hasil.
Oleh karena itu, hasil UN
yang menentukan siswa lulus
atau tidak, patut
dipertanyakan serta
dipertimbangkan. Karena
proses panjang yang dilalui
peserta didik selama 12 tahun
di bangku sekolah jauh lebih
bermakna dibandingkan
hanya memiliki selembar
ijazah kelulusan.
Dengan membuat ujian
nasional berbentuk tes
obyektif yang diperkaya
dengan penggunaan soal-soal
subyektif, maka peserta didik
akan dibiasakan untuk
berpikir bukan saja secara
konvergen, namun juga secara
divergen. Soal-soal pilihan
ganda yang hanya
mempunyai satu jawaban
benar cenderung membuat
siswa berpikir secara

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

103

Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

konvergen atau fokus hanya


pada satu jawaban paling
benar. Padahal di dunia ini
tidak ada satu kebenaran
yang paling mutlak, kecuali
Tuhan saja. Pepatah
mengatakan banyak jalan
menuju Roma. Maknanya,
setiap orang mungkin saja
memiliki berbagai cara yang
berbeda dalam memecahan
masalah agar sampai pada
tujuannya. Tidak pantas
memaksakan hanya satu cara
saja dalam setiap problem
atau masalah. Dengan
demikian, peserta didik
dimampukan menjadi
manusia yang produktif dan
kreatif. Albert Einstein
mengatakan hanya orang
gila saja yang mengharapkan
hasil berbeda dengan
menggunakan cara-cara yang
sama.
Pemilihan menggunakan
soal nonobyektif seperti soal
uraian atau esai mampu
mengembangkan siswa untuk
berpikir open-ended.
Pendekatanopenendedmembuat siswa untuk
belajar menginvestigasi
berbagai strategi dan cara
yang diyakininya benar
sesuai dengan
kemampuannya sendiri untuk
mengelaborasi permasalahan.
Tujuannya agar kemampuan
berpikir siswa dapat
berkembang secara optimal.
Inilah yang menjadi pokok
pembelajaran denganopenended, yaitu pembelajaran
yang membangun kegiatan
interaktif, sehingga
mengundang siswa untuk
menjawab permasalahan
melalui berbagai strategi.
Menurut Sawada (2007)

104

Peserta didik yang


diperhadapkan dengan openended problem, tujuannya
bukan untuk mendapatkan
jawaban benar, tetapi lebih
dititikberatkan pada cara
bagaimana sampai pada
suatu jawaban. Dengan
demikian bukan hanya satu
pendekatan atau metode
untuk memperoleh jawaban,
namun bisa saja beberapa
atau bahkan banyak cara.
Metode inilah yang mampu
membuat peserta didik
berkembang dengan pola
berpikir divergen.
Sebagai jawaban atas
perbaikan dan peningkatkan
mutu pendidikan, sejak awal
tahun pelajaran 2013 2014
pemerintah dalam hal ini
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan meluncurkan
Kurikulum 2013 (K-13). Salah
satu dokumen K-13 yang telah
diterbitkan itu adalah
dokumen No. 66 Tahun 2013
tentang Standar Penilaian
Pendidikan. Di dalamnya
dinyatakan bahwa penilaian
hasil belajar peserta didik
meliputi tiga aspek, yaitu
sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Untuk
memperoleh nilai dalam
ketiga aspek tersebut
diperlukan berbagai metode
atau teknik yang berbedabeda. Penilaian kompetensi
sikap dapat dilakukan
dengan metode observasi,
penilaian diri, penilaian antar
peserta didik dan jurnal,
sedangkan penilaian untuk
aspek pengetahuan dapat
dilakukan dengan: (1)
instrumen tes tulis, yang
berupa soal pilihan ganda,
isian, jawaban singkat,

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

benar-salah, menjodohkan,
dan uraian. Instrumen uraian
dilengkapi pedoman
penskoran, (2) instrumen tes
lisan berupa daftar
pertanyaan, serta (3)
instrumen penugasan berupa
pekerjaan rumah dan/atau
projek yang dikerjakan
secara individu atau
kelompok sesuai dengan
karakteristik tugas. Untuk
menilai aspek keterampilan,
maka penilaian dapat
dilakukan melalui penilaian
kinerja, yaitu: penilaian yang
menuntut peserta didik
mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu dengan
menggunakan tes praktik,
projek, dan penilaian
portofolio. Setiap guru dan
pendidik harus dilengkapi
melalui pelatihan-pelatihan
guna menguasai metodemetode di atas. Demikian
pula dengan para calon guru
agar mereka dipersiapkan
menjadi calon pendidik yang
bukan saja menguasai
kurikulum pendidikan,
namun juga terampil
menerapkan sistem
penilaiannya. Jika
diterapkan secara tepat, benar
dan konsisten, maka
penilaian dengan metodemetode di atas akan
berdampak pada peningkatan
kualitas peserta didik yang
pada gilirannya akan
meningkatkan mutu lulusan.

Penutup
Tidak dapat dipungkiri
bahwa tes atau ujian dan
bentuk penilaian lainnya,
dapat digunakan untuk

Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

memperbaiki mutu
pendidikan di sekolah.
Faktanya, penilaian memiliki
dampak yang besar terhadap
praktek pendidikan di
sekolah. Contoh: cukup
banyak keluarga yang
memutuskan untuk
menyekolahkan anaknya di
sekolah negeri unggulan,
karena sekolah itu
mempunyai predikat yang
baik dalam hasil UN.
Walaupun sekolah itu
berjarak cukup jauh dari
tempat tinggal mereka dan di
dekatnya ada sekolah negeri
nonunggulan. Penilaian juga
tampaknya cukup
meyakinkan dan mudah saja
dilakukan. Cukup dengan
memberikan peserta didik di
sekolah itu tes atau ulangan
untuk dikerjakan, melihat
bagaimana kemampuan
peserta didik untuk
mengerjakannya, serta
seberapa sukses mereka atau
sekolah mereka dalam tes
tersebut. Namun
sesungguhnya melakukan
penilaian dengan tes atau
ulangan tidaklah sesederhana
itu. Penggunaan hasil tes
secara keliru akan berdampak
pada pengambilan keputusan
yang juga keliru. Oleh karena
itu tes dan hasil tes harus
ditafsirkan secara benar.
Namun tes atau
penilaian dalam bentuk tes
tertulis atau ulangan
bukanlah satu-satunya cara
meningkatkan mutu sekolah.
Agar sekolah dapat berfungsi
meningkatkan mutu peserta
didik, maka diperlukan
tindakan para pelakunya
untuk memperbaiki
kurikulum pendidikan secara

terus menerus dan tentu saja


sistem penilaiannya. Di
sekolah, guru melakukan
penilaian bukanlah sematamata agar peserta didik
memperoleh angka yang
nantinya termuat dalam
rapor, namun melalui proses
menilai guru menfasilitasi
dan mengembangkan peserta
didik untuk memiliki berbagai
kompetensi pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang
tersertifikasi. Diharapkan
proses belajar di sekolah juga
menjadi lebih menyenangkan
dan kontekstual (sesuai
kondisi dunia masa kini)
sehingga dapat membekali
peserta didik untuk hidup
adaptif di masyarakat.
Akhirnya, kita perlu
melakukan refleksi diri
mengapa kita bersekolah.
Pada jamannya, John Dewey
mengatakan bahwa fungsi
sekolah sebagai tempat transfer
ilmu pengetahuan. Namun,
kini kita hidup dalam era
teknologi informasi, dimana
setiap orang terkoneksi satu
sama lain, sehingga postulat
Dewey menjadi tidak lagi pas
dan sesuai. Sekolah
seharusnya menjadi tempat
persemaian bagi anak-anak
didik agar kelak produktif dan
mampu bertahan hidup pada
jamannya. Untuk itu para
pendidik di sekolah harus
senantiasa berpikir reflektif.
Mencari, menggali, dan
menerapkan kurikulum serta
model-model penilaian secara
tepat guna. Tujuannya tidak
lain adalah agar seluruh
peserta didik dapat
menikmati proses
pendidikan selama ia
bersekolah. Harapannya,

kelak di kemudian hari tidak


ada lagi peserta didik yang
merasa menyesal pernah
bersekolah, karena sekolah
menjadi tempat yang
menyenangkan untuk belajar
dan menimba ilmu.

Daftar Acuan
Gallagher, C. (2000). A seat at
the table: Teachers
reclaiming assessment
through rethinking
accountability. Phi Delta
Kappan, 81(7), 502 507
http://gurupembaharu.com/
home/mengapamenggunakan-soalpilihan-ganda/ diakses
pada 4 Maret 2014
Herman, J. L. (2008).
Accountability and
assessment in the service
of learning: Is public
interest in K-12 education
being served? dalam L.
Shepard & K. Ryan
(Eds.). The future of test
based accountability.
New York: Taylor &
Francis
Linn, R. L. (2000). Assessment
and accountability.
Educational Research, 29,
4 15
Mueller, J. (2006). Authentic
assessment toolbox. dari
website http://
jonathan.mueller.
faculty.noctrl.edu/
toolbox/whatisit.htm#
looklike diakses pada
22 Juni 2014
Nasional.sindonews.com/
read/2014/03/04/15/
840884/kemendikbudsebut-un-akandilakukan-secara online

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

105

Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah

diakses pada 7 Maret


2013
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Peraturan
Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 66
Tahun 2013 tentang
Standar Penilaian
Pendidikan
http://pohonbodhi.blogspot.
com/2010/09/you-areeither-with-me-oragainst-me.html diakses
pada 6 Maret 2013
Popham, W.J. (2003).Test
better, teach better: The
instructional role of
assessment.Alexandria,
VA: Association for
Supervision and
Curriculum
Development. ix + 175
Quality Counts. (2001). A better
balance: Standards, test,
and the tools to succeed.
Bethesda, MD: Education Week on the Web.

106

Rotherham, A. J., &


Willingham, D. (2009).
21st Century skills: The
challenges ahead.
Educational leadership
Volume 67 (1), 16 21
Sawada, Toshio.
(2007).Developing lesson
plans dalam Becker, Jerry
P. and Shimada, Shigeru
(editor). The open-ended
approach: A new proposal
for teaching mathematics.
The National Council of
Teachers of
Mathematics, Inc.,
Reston, Virginia
Surat Edaran Mandikdasmen
No. 1839/C.C2/TU/
2009 Perihal:
Penyelenggaraan
Pendidikan Taman
Kanak-Kanak dan
Penerimaan Siswa Baru
Sekolah Dasar.
Departemen
Pendidikan Nasional
Direktorat Jenderal

Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014

Manajemen Pendidikan
Dasar Dan Menengah
Stansfield, C.W. & Rivera, C.
(2002). 2nd language
testing: How will English
language learners be
accommodated dalam
R.W. Lissitz & W.D.
Schafer (Eds.),
Assessment in Education
Reform: Both Means and
Ends. Boston: Allyn &
Bacon.
Zhaou, Z. N. (2005). Four
Pillars of learning for
the reorientation and
reorganinization of
curriculum: Reflections
and Discussions. Geneva
: International Bureae of
Education (IBE). Dari
situs http://
www.ibe.unesco. org/
cops/Competencies/
PillarsLearningZhou.pdf
diakses pada 13 Juni
2014.

Resensi buku: 10 Traits of Highly Effective Teachers

Resensi buku

Judul:
10 Karakter yang Harus Dimiliki Guru yang Sangat Efektif
Pengarang
Elaine K. McEwan
Penerjemah:
Drs. Benyamin Molan
Penerbit:
PT Index
Tempat/Tahun Terbit:
Jakarta/2014
Cetakan:
Pertama
Ukuran:
15 x 22 cm
Jumlah Halaman:
xxiv, 253
Peresensi:
Lisa Kumalanty
E-mail: lisa.kumalanty@bpkpenaburjakarta.or.id
Lapendik BPK PENABUR Jakarta

laine K. McEwan, penulis buku 10


Karakter yang Harus Dimiliki Guru
yang Sangat Efektif (10 Traits of Highly
Effective Teachers), memulai karirnya
sebagai seorang guru. Ia pernah menjadi
pustakawan, kepala sekolah, dan asisten pengawas
untuk pengajaran di distrik
sekolah Chicago. Profesinya
sebagai konsultan pendidikan pada The McEwan
Adkins Group meminta
Elaine merekrut ratusan
guru, membimbing, memotivasi, melatih, bahkan memberhentikan mereka. Karyanya lebih dari 30 buku untuk
orangtua dan pendi-dik
termasuk 10 Traits of Highly
Effective Teachers (10 Karakter
yang Harus Dimiliki Guru yang
Sangat Efektif).
Sepuluh Karakter yang Harus Dimiliki Guru
yang Sangat Efektif berawal dari pemikiran Elaine
bahwa anak usia lima tahun atau mahasiswa
baru berprestasi tidak timbul begitu saja. Mereka
berkembang di bawah bimbingan guru yang

sangat terampil atau efektif. Guru yang efektif


membuat para siswa bisa belajar dengan baik.
Pemikiran tersebut menimbulkan keinginan
Elaine mempersiapkan buku tentang karakter
yang harus dimiliki guru yang sangat efektif. Ia
melakukan riset dengan melibatkan siswa dan guru yang
hebat, serta konsultasi kepada
pakarnya untuk mendapatkan
karakteristik guru yang sangat
efektif.
Penulis juga melibatkan
para kepala sekolah untuk
mengumpulkan data tentang
guru yang efektif. Pada tahap
konklusi pandangan dan
pengambilan catatan, para
kepala sekolah berkumpul
dalam kelompok kecil untuk
membahas dan merangkum
temuan-temuan mereka.
Penulis telah melibatkan berbagai pihak agar
hasil yang diperoleh benar-benar dapat
mewakili kriteria guru yang efektif.
Buku ini ditulis untuk para guru baru yang
membutuhkan informasi dan inspirasi tentang
pengajaran efektif maupun para guru
Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

107

Resensi buku: 10 Traits of Highly Effective Teachers

berpengalaman untuk mengukuhkan panggilan


mengajar mereka. Melalui buku ini para kepala
sekolah, administrator sumber daya manusia,
dan para pengawas menemukan ide dan
informasi tentang: (a) cara meningkatkan
pengajaran; (b) cara mementori dan melatih para
guru; (c) mengambil keputusan para guru.
Penulis telah menghasilkan buku yang
sangat bermanfaat bagi para guru baik guru baru
maupun guru yang sudah berpengalaman.
Penulis berpendapat bahwa buku ini memberikan apresiasi baru terhadap para guru pada
semua level. Para guru mendapatkan karakter
yang harus dimiliki oleh guru yang sangat efektif
yaitu karakter personal, karakter pengajaran, dan
karakter pengetahuan.
Buku ini didahului dengan contoh guru
yang sangat efektif. Ia mengidentifikasi guru
yang sangat efektif memiliki siswa yang secara
konsisten termotivasi atau memiliki prestasi
akademik tinggi. (p.6) Ia mengumpulkan data
dari siswa, guru yang berpengalaman, kepala
sekolah, dan profesor Perguruan Tinggi untuk
mendaftar perilaku yang diasosiasikan dengan
pengajaran yang efektif.
Menurut Elaine, ada sepuluh karakter yang
harus dimiliki guru yang sangat efektif.
Kesepuluh karakter dikelompokkan kedalam
tiga kategori, yaitu (1) karakter personal yang
menandai karakter (bergairah dan terdorong
misi, positif dan nyata, guru-pemimpin); (2)
karakter pengajaran yang mendapatkan hasil
(keturutsertaan, gaya, kepakaran motivasional,
efektivitas instruksional); dan (3) karakter
intelektual yang menunjukkan pengetahuan,
keingintahuan, dan kesadaran (pemelajaran
buku, cerdas lapangan, kehidupan mental).
Pada bab 1 dijelaskan secara singkat
kesepuluh karakter guru yang sangat efektif
dengan contoh nyatanya. Misalnya, Linda
Taylor, seorang guru SLTA yang mengajar dalam
kepedulian, empati, respek, dan keadilan. Ibu
Taylor telah memotivasi Patrick (siswanya)
untuk tetap membaca, mengapresiasi laporan
sederhana yang ditulis, buku yang dibaca, dan
mendengarkan laporan lisan tentang buku-buku
itu. Ibu Taylor adalah pahlawan tanpa tanda
jasa karena diingat melalui hal-hal kecil yang
dilakukannya hari demi hari. Ibu Taylor
memberikan kata-kata dorongan yang seder108

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

hana, harga diri personal, dan cinta akan


pemelajaran bagi siswa. Karakter yang dimiliki
Linda Taylor menunjukkan karakter positif dan
riil dari guru yang sangat efektif. Melalui
penjelasan yang dituliskan Elaine di bab 1,
pembaca sudah memperoleh gambaran singkat,
padat, dan jelas mengenai setiap karakter yang
harus dimiliki oleh guru yang sangat efektif.
Pada akhir bab dituliskan, para guru adalah
individu yang berarti dan sering unik. (p.26)
Selanjutnya pada bab 2 sampai bab 6 berisi
penjelasan secara rinci dari setiap karakteristik
guru yang sangat efektif.
Melalui diskusi dan contoh-contoh dalam
bab 2, ditemukan guru yang sangat efektif
adalah pribadi yang autentik dan positif.
Seseorang yang terdorong oleh misi dan sabar
dalam mengajar. Ia juga pemimpin yang
berkeinginan untuk mengambil risiko bagi
peluang untuk melakukan yang istimewa dalam
hidup siswa, orangtua, dan rekan kerja. (p.50)
Bab 2 merinci karakter personal yang mengindikasikan karakter: bergairah dan terdorong
misi; positif dan riil; seorang guru-pemimpin.
Guru yang sangat efektif menjadi guru yang
sangat respek, peduli, empati, dan jujur.
Sedangkan kepemimpinan kepada siswa dapat
dilakukan dalam lima cara penting, yaitu
melalui teladan, mendengar, pemberdayaan,
inspirasi, dan pemelajaran.
Dalam bab 3 dirinci dua dari empat karakter
pengajaran yang membawa hasil: kesertaan dan
gaya. Melalui pembahasan dan contoh,
ditemukan guru yang sangat efektif adalah
individu yang unik. Mereka memiliki
kepribadian dan gaya yang khas dalam
mengajar. Mereka juga menciptakan lingkungan
terorganisasi dan tertata kelola dengan baik
sehingga siswa terlibat dan belajar. (p.74) Guru
yang sangat efektif dapat melakukan manajeman
dan organisasi ruang kelas, keterlibatan siswa,
dan manajemen waktu. Ia dapat memeragakan
gayanya yang unik, menampilkan drama,
antusiasme, humor, karisma, dan kreativitas.
Sedangkan dalam bab 4, Elaine
mengeksplorasi satu karakter yang sangat
penting yaitu kemauan dari guru yang sangat
efektif untuk mendapatkan hasil tertinggi dari
siswa. Guru yang sangat efektif memiliki
perilaku yang menjadikan siswa sukses.

Resensi buku: 10 Traits of Highly Effective Teachers

Caranya, dengan membangun relasi yang hangat dan orangtua. Kegiatan merekrut membuat tim
dengan siswa; bersikap adil, tegas, dan memperoleh manfaat antara lain: memperoleh
konsisten; selalu menghargai siswa; memper- kepastian dalam menentukan pilihan guru baru,
lakukan siswa sebagai individu yang mempu- belajar dan bertumbuh secara profesional, serta
nyai kemampuan dan dapat dipercaya. Guru sadar akan pentingnya membangun tim. (p.157)
yakin akan kemampuannya memotivasi dan
Sedangkan dalam bab 8 dibahas tentang
menetapkan ekspetasi yang tinggi bagi siswa. kepala sekolah yang memberi bimbingan kepada
(p.89)
guru baru, antara lain: pentingnya menghafal
Penulis mengeksplorasi berbagai alat yang nama siswa, berbicara dengan mereka, dan
digunakan para guru yang sangat efektif dalam memberikan apresiasi atas kontribusi mereka.
bab 5. Ketika membelajarkan siswa, alat yang Terakhir, dalam bab 9 penulis menyajikan 26
dipergunakan sebagai berikut: kemampuan aktivitas, strategi, dan perilaku yang diimplemenkomunikasi, keterampilan mengajar yang tasikan para kepala sekolah. Aktivitas dilakukan
esensial, perilaku mengajar berbasis riset; untuk memberdayakan dan menyemangati para
kemampuan untuk menyeleksi dan mengim- guru yang berpengalaman, antara lain: memberi
plementasi model pengajaran atau pendekatan pujian atau hadiah kecil untuk ide inovatif saat
yang memadai dari sebuah repertoar yang luas, pertemuan staf pengajar dua bulanan; pendamserrta kemampuan untuk menerapkan prinsip pingan rekan sebaya; analisis sebuah rekaman
pemelajaran yang spesifik. Guru yang sangat kegiatan mengajar (micro teaching).
efektif adalah seorang virtuoso instruksional dan
Melalui buku 10 Karakter yang Harus Dimiliki
komunikator yang
Guru yang Sangat
terlatih. Bab 5
Efektif ini, dapat
menyajikan empat
diperoleh banyak
Guru yang sangat efektif memiliki
karakter pembelpengetahuan dan
pengetahuan yang baik tentang
ajaran yang memketerampilan
konten; memahami kondisi dan
bawa hasil: keserba gaima na
budaya siswa di rumahnya;
taan, gaya, motimenjadi guru yang
kemampuan menjadi metakognitif
vator unggul, dan
sangat efektif. Kata
(mampu membaca keadaan mental
efektivitas instrukefektif dari guru
seseorang)
sional. (p.113)
yang efektif dapat
Dalam bab 6
dipahami sebagai
penulis menyajikemampuan guru
kan, guru yang sangat efektif memiliki karakter untuk menyesuaikan diri dengan pergeseran
intelektual yang menunjukkan pengetahuan, pasang surut dan pasang naiknya kehidupan
keingintahuan, dan kesadaran. Guru yang kelas dan kebutuhan siswa serta mengajarkan
sangat efektif memiliki pengetahuan yang baik siswa yang berbeda dalam berbagai situasi. Hal
tentang konten; memahami kondisi dan budaya ini sangat penting karena melalui guru yang
siswa di rumahnya; kemampuan menjadi sangat efektif dihasilkan siswa yang berprestasi.
metakognitif (mampu membaca keadaan mental Walaupun terjemahan buku ini menggunakan
seseorang). Guru yang sangat efektif lebih dari beberapa istilah dan tata bahasa yang agak sulit
sekadar seorang pribadi berkarakter dengan dipahami, namun dengan gambar skema memuketeram-pilan mengajar yang sangat dahkan pembaca memahami garis besar materi.
dikembangkan. Guru yang sangat efektif juga
Senada dengan Elaine, Ikhya Ulumudin,
berbasis otak. (p.113)
dengan artikel berjudul Pengaruh Faktor
Setelah penulis merinci kesepuluh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Karakteristik Guru,
karakteristik guru yang sangat efektif, dalam bab dan Pemanfaatan Fasilitas Belajar di Sekolah Oleh
7 dibahas cara merekrut guru. Penulis Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa, mengungmengungkapkan, calon guru di sekolah direkrut kapkan ada korelasi antara karakteristik guru
oleh tim yang terdiri atas guru, administrator, dan hasil belajar siswa. Menurut Ikhya,

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

109

Resensi buku: 10 Traits of Highly Effective Teachers

karakteristik guru yang mempengaruhi hasil


belajar siswa adalah: pengalaman kerja,
kompetensi (pedagogis, kepribadian, sosial, dan
profesional); kreativitas (menemukan hal baru
dalam mengajar); bersikap aktif, antisipatif,
responsif, dinamis, dan adaptif dalam mengembangkan diri secara terus menerus. Hal lain yang
sama pentingnya dengan peran guru adalah
peran kepala sekolah. Kepala sekolah perlu
mendukung dan memotivasi guru seperti yang
diungkapkan Elaine di bab 9. Setiap manusia
membutuhkan penghargaan, demikian pula

110

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

guru. Buku yang ditulis Elaine ini, sangat


bermanfaat bagi para guru dan kepala sekolah
karena merinci secara lengkap dan jelas setiap
karakter yang harus dimiliki oleh guru yang
sangat efektif serta peran kepala sekolah.
Ulasan Ikhya mengenai karakteristik guru
yang menghasilkan siswa sukses mudah dipahami hanya belum selengkap dan serinci Elaine.
Terlepas dari penggunaan kata yang agak
sulit dipahami karena terjemahan, buku ini
dapat menjadi referensi bagi guru untuk meningkatkan diri menjadi lebih baik.

Profil BPK PENABUR Cimahi

Profil BPK PENABUR Cimahi


Yesus berkata Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat
perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga ( Matius 5:16 )

Fredrika HR
E-mail: richahursepuny1962@yahoo.com
SMPK BPK PENABUR Cimahi

Sejarah Singkat

ejarah singkat BPK PENABUR Cimahi

berawal tahun 1957 bertepatan dengan


kebijakan pemerintah yang menutup
sekolah asing. Kebijakan tersebut
berdampak pula pada bertambahnya jumlah
anak putus sekolah di Cimahi. Sekolah swasta
sebagai pengganti sekolah asing tersebut
kelihatannya kurang ditanggapi
oleh
masyarakat, karena proses pendidikan yang
dipraktikkan kurang dapat diterima. Situasi
serta kondisi itu ditanggapi oleh GKI Jabar
Cimahi sebagai peluang emas untuk mendirikan
sekolah Kristen di Cimahi. Selain itu, ada
semacam kerinduan warga jemaat GKI Jabar
Cimahi memperoleh pendidikan yang baik dan
dapat dipertanggung jawabkan , untuk anak
anak mereka. Berdasarkan kenyataan demikian,
Majelis Jemaat GKI Cimahi tidak menyia
nyiakan kesempatan tersebut, karena terdorong
oleh rasa keterpanggilan menyediakan sarana
pendidikan yang layak.
GKI Jabar Cimahi menghadapai keterbatasan dana pengadaan sarana pendidikan tersebut,
tetapai berbekal keyakinan akan keterlibatan
Tuhan melalui kerja Roh Kudus, upaya tersebut
harus diwujudnyatakan, sekalipun harus
tertatih tatih. Untuk memulai pendidikan itu,
GKI Jabar Cimahi boleh meminjam gedung
sekolah swasta di jalan Pabrik Aci Cimahi
Agustus 1961. Atas persetujuan Ketua Pengurus
Harian BPK Jabar, Sekolah Rendah Kristen (SRK)
dengan 5 kelas yakni dari kelas 1 sampai kelas
5, selain Taman Kanak kanak, dengan jumlah
siswa sebanyak 40 anak. Guru gurunya terdiri
atas Kepala Sekolah : Ny. Tan Tjiang Bie, dan

guru guru yang lain yakni : Oey Siong Liem,


Yap Mie Hwa, Sri Martini dan Tan Bin Nio.
Upaya untuk membangun sekolah tersebut
membutuhkan perjuangan yang tidak ringan,
selain biaya yang minim, juga upaya untuk
mendapatkan siswa. Kiat yang ditempuh untuk
mendapatkan siswa yakni melalui pelawatan
yang dilakukan oleh Ny. Lay Djit Siong dan Ny.
Tan Tjiang Bie serta tidak jarang harus menerima
berbagai umpatan.. Tetapi Tuhan memberkati
pekerjaan mulia yang ditujukan bagi kemuliaan
Nama Nya, sehingga sekolah bisa dimulai
sekalipun hanya dengan 40 murid.
Dalam situasi yang sulit dan kondisi yang
berat, sekolah Kristen boleh merayakan Natal
yang pertama Desember tahun 1961. Dalam
kesempatan itu diadakan pula pameran gizi,
seperti rupa rupa makanan sehat berikut
penjelasan penjelasannya.
Pengurus Komisi Pembantu Setempat (KPS)
Cimahi baru dibentuk oleh Pengurus Harian
BPK Jabar tanggal 11 Januari 1962, dengan
Ketua : Lay Djit Siong ; Wakil Ketua : Siem Tek
Hok, Penulis ; Oey Hay San, Bendahara : Yap
Bing Tiong, serta Komisaris : Yo Kiat Lin. Pada
saat itu Ketua Pengurus Harian BPK Jabar yakni
Lie Beng Giok yang banyak mendorong dan
membantu perjuangan sekolah Kristen di
Cimahi.
Memasuki tahun kedua, Sekolah Kristen
justru mengalami banyak sekali hambatan, yang
terberat adalah tidak diperkenankan lagi
menggunakan gedung sekolah swasta di jalan
Pabrik Aci Cimahi. Akhirnya, melalui proses
yang cukup berat namun dengan pertolongan
Tuhan, tahun 1962 sekolah Kristen masih
diperkenankan untuk menggunakan gedung

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

111

Profil BPK PENABUR Cimahi

sekolah di jalan Pabrik Aci Cimahi itu. Sudah


tentu dalam keadaan jumlah murid yang kurang,
anggaran biayanya tidak dapat terpenuhi
dengan hanya mengandalkan kekuatan diri
sendiri. Atas putusan sidang pleno BPK Jabar
tanggal 19 Juli 1962, Cimahi menerima bantuan
Rp. 50.000. Tahun 1962 timbul rencana untuk
membuka SMP sebagai kelanjutan dari SD yang
sudah didirikan, namun belum dapat
diwujudkan.
Memasuki tahun ketiga, Sekolah Kristen
semakin banyak mendapat tantangan. Juli 1963,
Lay Djit Siong dan Siem Tek Hok selaku
pengurus KPS Cimahi harus mengurus
peminjaman lokal untuk dipergunakan oleh
sekolah lain, ruang kelas yang hanya 5 ruangan
untuk 7 kelas dengan 130 murid.
Tahun 1963 permulaan berdirinya SMP
dengan masa sangat memprihatinkan, karena
hanya ada 6 murid dengan 6 orang guru. Kepala
Sekolah yang pertama yaitu I.M. Sitorus, dengan
guru gurunya : Soekismo, Robertus, Donatus,
Zaelani, Gouw Giem Sioe. Pengalaman terpahit
yang dialami oleh sekolah terjadi pada tahun
1964, ketika tidak diperkenankan lagi
menggunakan gedung sekolah swasta di jalan
Pabrik Aci Cimahi. Sebagai solusi, sekolah harus
pindah lokasi ke kompleks gereja di jalan
Pacinan. Masalah menjadi lebih rumit justru
pada saat yang bersamaan, Gereja sementara
membongkar dan membangun gedungnya.
Untuk mengatasi kebutuhan ruangan
pendidikan bagi siswa, diperlukan ruangan
darurat. Apabila turun hujan, terjadilah
kebocoran disana sini, sehingga harus mencari
tempat yang teduh. Semua ruangan yang ada
dipergunakan untuk belajar, yaitu pendopo,
pastori, dan emper emper. Putusan pindah
tempat ke Jl. Pacinan terjadi 14 Mei 1964, ketika
jumlah murid berjumlah 270 orang.
Tahun 1965 sekolah sudah dapat
menggunakan gedung baru di jalan Pacinan,
sekalipun tidak megah namun sudah sangat
menolong kesulitan ruangan. Pembangunan
gedung sekolah dimulai Agustus 1964, di atas
tanah ukuran 27 x 7 m untuk 5 ruang kelas
dengan biaya seluruhnya Rp. 1.335.205, hasil

112

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

sumbangan para dermawan. Kebutuhan bangku


sekolah dibantu oleh KPS Bandung, yang
menyumbangkan bangku bekas sekalipun harus
mengalami proses perbaikan. Tahun 1965 siswa
TK dan SD berjumlah 160 anak dengan 6 orang
guru. Sedangkan SMP dengan 88 anak dan 9
orang guru. Di tengah kesulitan yang senantiasa
menghampiri, untuk pertama kali SD Kristen
Andreas berhasil 100 %. Sekolah ini diberi
nama ANDREAS mengingat murid Yesus
yang pertama adalah Andreas si penjala ikan,
dengan harapan ialah agar melalui sekolah
Andreas dapat menjala banyak jiwa. Dalam
perjalanannya dari tahun ke tahun, sekolah
Kristen yang dibentuk oleh GKI Jabar Cimahi
dan pada mulanya diberi nama ANDREAS,
kini lebih dikenal dengan nama BPK PENABUR
Cimahi.
Perjuangan demi perjuangan dilalui dengan
pengharapan akan kasih karunia Allah yang
senantiasa menyertai serta menuntun. Kualitas
yang dicapai boleh dikatakan selalu meningkat
dari tahun ke tahun. Kepercayaan yang cukup
membanggakan yakni ketika Pemerintah
menetapkan pemberlakuan Kurikulum 2013,
dan SMPK BPK PENABUR Cimahi terpilih dari
antara SMP Negeri dan Swasta di Kota Cimahi
sebagai sekolah percontohan pelaksanaan
Kurikum 2013 pada tahun 2013. Sekaligus SMPK
BPK PENABUR Cimahi juga menjadi Sekolah
Standar Nasional.

Informasi Perkembangan Sekolah


Tabel 1 : Data siswa Tahun 2009- 2014
Jenjang

TKK

SDK

SMPK

Total

2009/2010

176

588

226

990

2010/2011

169

603

228

1000

2011/2012

169

622

216

1007

2012/2013

156

596

224

976

2013/2014

151

578

253

982

Profil BPK PENABUR Cimahi

Tabel 5: Kepala TKK

Tabel 2 : Data Guru Tahun 2009- 2014


Jenjang

TK

SD

SMP

Total

No

Nama

Masa Jabatan

2009/2010

11

23

18

52

Oey Siong Liem

1961 - 1975

2010/2011

12

25

22

59

Nurhayati Suratno

1975 - 1984

2011/2012

13

29

21

63

Lenny Usman

1984 - 1994

2012/2013

13

29

21

63

Dede Susilawati

1994 - 2003

2013/2014

14

33

23

70

Tri Yuwani

2003 - sekarang

Tabel 3: Kepala SMPK


No

Nama

Masa Jabatan

Tabel 6: Ketua Yayasan


1

I.M. Sitorus

1963 - 1967

Tini Gantini

1968 - 1970

Haryanto M. Sasono

1971 - 1973

Amir Syarifudin, B.A

1974 - 1975

Tedjo Sutikno

1975 - 1976

Jolly Sukarman

1976 - 1994

Amir Syarifudin, B.A

1995 - 1999

Fredrika R.
Hursepuny, S.Th

1999 - 2009

Alfaris Sujoko, S.Pd.

No

2009 - sekarang

Tabel 4: Kepala SDK


No

Nama

Masa Jabatan

Lay Djit Siong

Sie Tek Hok

1963 - 1965

Ibrahim Hasan

1972 - 1973

Dra. Lien Karlina

1974 - 1975

Dra. Lien Karlina

1975 - 1977

Dra. Lien Karlina

1977 - 1980

Dra. Lien Karlina

1980 - 1982

David Lewarion

1982 - 1984

David Lewarion

1984 - 1986

10

Liem Ban Sioe

1986 - 1990

11

Liem Ban Sioe

1990 - 1994

12

Mathius
Tandiontong, S.E

1994 - 1998

Masa Jabatan
1961 -

Nama

1962

Oey Siong Liem

Sri Kusyamto

13

Tjetjep Gunawan

1998 - 2002

Aep Machyar

14

Joshua Hendharto
Chiptadaya, S.H

2002 - 2006

Mamah Haryati

Liana Dharmawati

15

Ir. Arda R.
Lukitobudi,M.Eng

2006 - 2010

Debora Lusiana,
S.IP, M.Pd.

16

Ir. Arda R.
Lukitobudi,M.Eng

2010 - 2014

1994 - 2006
2006 - sekarang

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

113

Profil BPK PENABUR Cimahi

Tabel 7: Data Prestasi Siswa


Jenjang

TKK

SDK

114

No

Jenis Prestasi

Tahun

Juara I, II dan III Lomba Menyanyi Tingkat Kota Cimahi

2010

Masuk 10 Besar Lomba Menyanyi tingkat Propinsi

2010

Juara III Lomba Menggambar yang diselenggarakan Adira Group

2010

Juara I , II dan III Singing Contes tingkat Kota

2011

Juara III Lomba Senam tingkat Kota

2011

Juara I Lomba Kreativitas alat peraga tingkat Kota Cimahi

2011

Juara Umum kerja kelompok Guru tingkat Kota

2011

Juara I Lomba Tatalu tingkat kota

2011

Juara II Lomba Futsal antar TK

2012

10

Juara Favorit Lomba Busana antar TK

2012

11

Juara I Lomba Fotogenik antar TK

2012

12

Juara I Lomba Fashion Show antar TK kota Cimahi

2012

13

Juara II, III dan Favorit Lomba Menghias telur Paskah

2012

14

Juara I, II Lomba Fashion Show kategori PG antar TK kota Cimahi

2013

15

Juara I , II dan III Lomba Robotic Kategori TKB antar TK

2013

16

Juara I, II dan III Lomba Mewarnai TKA antar TK Kota Cimahi

2013

17

Juara I, II, III dan Harapan I Lomba Mewarnai TKA Kota Cimahi

2013

18

Juara I, II, dan III Lomba Story Telling Cerita Alkitab TK Cimahi

19
20
1

Juara I, II, dan III Lomba Fashion Show Kategori A tingkat TK

2013
2013

Juara I, II dan III Lomba Melukis tingkat kota Cimahi


Juara II Lomba Calistung tingkat Kota Cimahi

2013
2010

Juara harapan III Lomba Membaca, Menulis, Dikte dan Mencongak


tingkat Gugus

2010

Juara II Lomba Siswa Berprestasi tingkat Kota Cimahi

2010

Juara II Olimpiade MIPA tingkat kota Cimahi

2010

Juara I Futsal tingkat Kota Bandung

2010

Juara III Lomba Robotic Kompas Gramedia

2011

Juara I Lomba Story Telling English Olympiad Bandung

Juara Harapan III Calistung tingkat kota Cimahi

Juara Harapan I Robotic Competition

2012

10

Juara I English Olympiad Bina Bakti Bandung

2012

11

Juara II Modern Dance Competition

2012

12

Juara II dan III Lomba Calistung tingkat kota Cimahi

2013

13

Juara I Lomba Pasanggiri Bahasa Sunda tingkat Gugus

2013

14

Juara II FLS2N ( Festival dan Lomba seni Siswa Nasional )

2013

15

Juara II Robotic Competition

2013

16

Juara III Lomba Bercerita tingkat Gugus

2013

17

Juara I, II ,III Lomba Calistung tingkat Gugus

2013

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

2012
2012

Profil BPK PENABUR Cimahi

Jenjang

No

Prestasi yang dicapai

Tahun

Peserta terbaik II Youth Band Festival

2008

Juara II Leadership and Team Work

2009

Juara II Festival Paduan Suara Kategori Lagu Rakyat

2009

Juara III Totak Beregu Standar Bow Putri

2010

Juara II Lomba Drawing and Telling tingkat SMP se Bandung Raya

2010

Juara I Leadership Competition antar SMP se Bandung Raya

2011

Juara II Lomba Drawing and Telling Tingkat SMP tingkat Kota

2011

Cimahi

SMPK

Juara III Competition Matematika Tingkat SMP se Jawa Bandung

2011

Juara I Story Telling SMP English Competition

2011

10

Juara II Leadership SMAK 3 Cup

2011

11

Juara III Tunggal Anak Putra Kejuaraan Bulu Tangkis Puri


Cipageran Cup

2011

12

The II Winner of Speech Contes

2011

13

The II Winner of Story Telling Competition tingkat kota Cimahi

2011

14

Juara I Olimpiade IPS

2011

15

Juara I Olimpiade Matematika tingkat kota Cimahi

2011

16

Juara I Leadership Competition SMAK 3 Bandung

2011

17

Juara I dan III Lomba Melukis SMAK 2 Bandung

2011

18

Juara I dan II Lomba Melukis Mural

2011

19

Juara II dan III Lomba Gambar Tingkat SMP

2012

20

Juara I Lomba Mural Tripleks Baltos

2012

21

Juara Favorit Lomba Cerdas Cermat STKIP Bandung

2012

22

Juara I dan harapan II Speech Contest tingkat kota Cimahi

2013

23

Juara II Lomba Cipta Puisi kota Cimahi

2013

24

Juara I Lomba Menggambar Bandung

2013

25

Juara OSN Matematika tingkat kota Cimahi

2013

26

Juara OSN Biologi tingkat kota Cimahi

2013

27

Juara O2 SN Catur tingkat kota Cimahi

2013

28

Juara II Lomba Photografi Tingkat Kota Cimahi

29

Juara I Lomba Mural Paiting Tingkat Kota Cimahi

2014
2014

30

Juara II Lomba Desain Motif Tingkat Kota Cimahi

2014

31

Juara I Lomba Band Tingkat Kota Cimahi

2014

32

Juara I OSN Biologi Tingkat Kota Cimahi

2014

33

Juara I OSN Matematika Tingkat Kota Cimahi

2014

34

Juara I 02SN Bidang Catur Tingkat Kota Cimahi

2014

35

Juara III Karaoke Bandung

2014
Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

115

Profil BPK PENABUR Cimahi

Tabel 8: Prestasi Guru


Nama Guru

Jenjang

TKK

Prestasi

Tahun

1.

Silvia Carolina Silalahi

Juara I Lomba Cipta Lagu Anak Cimahi

2010

2.

Rokayah S.Pd.

Juara I lomba Tatalu Gugus Cimahi

2011

3.

Paulina Marsawati

Juara I lomba Tatalu Gugus Cimahi

2011

4.

Tri Yuwani, S.Pd.

Juara I lomba Tatalu Gugus Cimahi

2011

5.

Yohana Baan, S.Pd.

Juara I lomba Tatalu Gugus Cimahi

2011

6.

Retno Ginarsih, S.Pd.

Juara I lomba Tatalu Gugus Cimahi

2011

7.

Yuanita Agustina, S.Pd.

Juara II Lomba Senam Parahyangan antar


Gugus

2011

8.

Retno Ginarsih, S.Pd. &


Katharina Yuniar

Juara I Lomba Alat Peraga antar Gugus


Cimahi

2011

9.

Silvia Carolina Silalahi

Juara Harapan I Lomba Cipta Lagu Anak


Tingkat Jawa Barat

2010

10.

Umi Widayanti, SE.

Juara II Lomba Guru Berprestasi Cimahi

2013

11.

Vivi Lianata

Lomba pembuatan APE Terfavorit Cimahi

2013

12.

TKK BPK PENABUR


Cimahi

Juara I Lomba Sekolah Sehat

2014

Juara 2 KS Berprestasi KotaCimahi

2012

Tim Penyusun Pedoman Bintek


Penguatan KS TK Nasional

2013

Nara Sumber Bimtek Penguatan KS


Tingkat Nasional Reg. Barat

2013

Nara Sumber Bimtek Penguatan KS Tk.


Nasional Reg. Barat

2013

Juara 3 KS Berprestasi Kota Cimahi

2014

Tim Penyusun Kompetensi Pelatih


Olahraga Panahan Tingkat Nasional

2013

Pelatih Poda Kota Cimahi

2014

Pelatih PPLP Jawa Barat

2014

Pelatih PON Remaja Jawa Barat

2014

1.

Debora Lusiana, S.
IP.M.Pd

SDK

1.

Novi Andriyanto, S.Pd.

SMPK

116

2.

Samsir A. Pattong, SST

Tim Perencana Sekolah Digital Indonesia

2014

3.

Ganda Parsaulian Manalu

Pengurus LPPD (Lembaga


Pengembangan Paduan Suara ) Jawa Barat

2014

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

Profil BPK PENABUR Cimahi

Sungguhpun sekolah BPK PENABUR


Cimahi telah berhasil memperoleh peringkat
dalam berbagai kejuaraan, upaya untuk
meningkatkan kualitas masih terus menjadi
upaya bersama teristimewa kegiatan intra dan
ekstra kurikuler.
Gambaran secara umum keunggulan seko-

lah BPK PENABUR Cimahi apabila


dibandingkan dengan sekolah swasta lain yang
ada di kota Cimahi antara lain :
Agar memiliki ciri khas, sekolah BPK PENABUR
Cimahi berusaha menyelenggarakan programprogram yang berbeda atau lebih baik dari
sekolah lain.

Tabel 9: Keunggulan Sekolah

Memiliki pembelajaran native speaker


dengan pengajar langsung dari luar negeri
Memiliki biro konsultasi (psikolog) bagi
siswa yang berkebutuhan khusus
Memiliki esktrakurikuler kesenian
tradisionil angklung

Keadaan Sekolah Lain


Hanya ada beberapa sekolah

Memiliki sarana dan pembelajaran


komputer, kolam renang

Keadaan BPK PENABUR Cimah

Tidak ada

Jenjang

TKK

Tidak ada

Hanya ada beberapa sekolah

Memiliki pembelajaran native speaker


dengan pengajar langsung dari luar negeri

Tidak ada

Tidak ada

Memiliki kegiatan ekstrakurikuler :


Degung, Paduan Suara, Seni Tari PRAMUKA

Tidak ada

Mempunyai biro konsultasi (psikolog)


bagi siswa yang berkebutuhan khusus

Hanya ada beberapa sekolah

Diadakan bidang studi bahasa Mandarin

SDK

Hanya ada beberapa sekolah

Memiliki sarana dan pembelajaran komputer

Hanya ada beberapa sekolah

Memiliki pembelajaran native speaker


dengan pengajar langsung dari luar negeri

Tidak ada

Memiliki sarana dan p embelajaran komputer

Tidak ada

Memiliki fasilitas yang lengkap yaitu :


laboratorium IPA, laboratorium komputer,
ruangan multimedia, perpustakaan
Memiliki kegiatan ekstrakurikuler Paduan
Suara, Musik Modern Seni Tari, Bulu
Tangkis, Panahan

Tidak ada

Memiliki biro konsultasi (psikolog) bagi


siswa yang ber kebutuhan khusus

Diadakannya bidang studi bahasa Mandarin

SMPK

Hanya ada beberapa sekolah

Hanya ada beberapa sekolah

Broad Cast, Tata Boga, Paskibra

Panahan hanya ada di 3


sekolah di Cimahi

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

117

Profil BPK PENABUR Cimahi

BPK PENABUR Cimahi Menjadi


Kitab Terbuka
Yesus berkata Demikianlah hendaknya terangmu
bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat
perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu
yang di sorga ( Matius 5:16 ) Karena itulah kita
harus menjaga hati kita dengan segala
kewaspadaan, sehingga kita bisa mencapai
tingkatan yang diinginkan Tuhan bagi kita.
Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti
Bapamu yang di sorga adalah sempurna ( Matius
5:48 ). Di saat seperti itulah kita bisa menjadi
Kitab yang benar untuk dibaca banyak orang.
Apapun yang tertulis dalam hidup kita,
bagaimana cara hidup kita, sikap dan tingkah
laku kita, perbuatan kita, itu semua begitu terang
benderang untuk dibaca oleh orang lain. Yang
bukan ditulis dengan tinta biasa, bukan pada
loh-loh batu, tapi ditulis oleh Roh Allah yang
hidup langsung ke dalam hati kita. Dari hati
kitalah terpancar cara hidup kita, yang akan
mampu dibaca orang lain.
BPK PENABUR Cimahi harus tetap
memiliki segudang prestasi yang termanifestasi
melalui kualitas kehidupan dan spiritualitas

118

Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014

iman serta kasih kita kepada Kristus. Dengan


semangat itulah BPK PENABUR Cimahi terus
berupaya meningkatkan pengembangan diri.

Penutup
Apa yang tertulis di sini merupakan informasi
yang digali dari Buku Kehidupan Jemaat GKI
Cimahi edisi pertama HUT ke 25 GKI Cimahi.
Semoga BPK PENABUR Cimahi menjadi terang
Kristus bagi masyarakat di kota Cimahi dan
sekitarnya, serta menjadi berkat bagi sesama.
Dengan memperkenalkan profil sekolah kepada
masyarakat, diharapkan masyarakat dapat
melihat BPK PENABUR sebagai lembaga Kristen
yang terpercaya.
Besar harapan agar masyarakat lebih
mengenal BPK PENABUR Cimahi bukan hanya
sebagai sekolah yang dikenal baik di hati
masyarakat kota Cimahi dan sekitarnya tetapi
juga sebagai sekolah unggulan di kota Cimahi
sesuai dengan Visi Misi BPK PENABUR,
tentunya dengan kerja keras seluruh pengurus,
guru, karyawan, orang tua siswa dan siswa BPK
PENABUR disertai dengan doa kepada Tuhan.
Tuhan memberkati.

1. Belum diterbitkan/ Belum Pernah dikirim ke Media Cetak Lain.

A. Persyaratan

2. Karya Asli: Dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris

1. Kajian Pustaka
2. Kajian Empiris
3. Kajian/ Studi Kasus

B. Ragam Naskah

4. Evaluasi
5. Kajian Kebijakan
6. Kajian Pengembangan
7. Analisis Deskriptif/Opini
8. Resensi Buku

a. Menggambarkan Isi Naska, Singkat dan Padat


1. Judul

b. Tidak Spesifik/Sempit, Tidak Terlalu Umum


c. Paling panjang 14 Kata
a.Nama Lengkap, Tanpa Gelar

2. Identitas Penulis

b. Alamat e-mail Pribadi


c. Nama Institusi/Lembaga
i. Sifat: Informatif
ii. Latar Belakang Masalah & Masalah
iii. Tujuan

a. Isi

iv. Metode, Tempat & Waktu


v. Hasil & Saran
150 -200 kata

3. Abstrak

b. Panjang

Dalam 1 paragraf
Minimal 3 kata

c. Kata-Kata Kunci

Merupakan istilah/konsep penting

i. Bahasa Indonesia
d. Bahasa

Acuan Penulisan Ilmiah

ii. Bahasa Inggris


i. Latar Belakang Masalah

a. Isi

C. Struktur Naskah

ii. Rumusan Masalah


iii. Manfaat Penelitian
iv. Kajian Pustaka/Teori

4. Pendahuluan

i. Deskriptif

b. Bentuk

ii. Informatif

a. Jenis Penelitian
5. Metode Penelitian

b. Tempat dan Waktu Penelitian


c. Prosedur Penelitian: sumber, teknik pengumpulan & analisis data
i. Kualitatif
a. Hasil/Data

ii. Kuantitatif
i. Interpretasi

6. Hasil dan Pembahasan

b. Pembahasan

ii. Analisis: induktif, deduktif, komparatif


i. Makro/Umum

c. Implikasi

ii. Mikro/Khusus

a. Kesimpulan
7. Penutup

b. Saran
a. Gaya/Style: APA
b. Jumlah referensi minimal 5

8. Daftar Pustaka

c. Dirujuk langsung dlm tulisan


d. Terbitan minimal 5 thn terakhir

1. Format: A4

D. Fisik Naskah

2. Huruf: Book Antique- 10 point,


3. Panjang naskah: 4.000 - 10.000 kata dengan1,5 spasi
4. Wujud: Soft copy dan printout

Anda mungkin juga menyukai