I S S N : 1412-2588
Penanggung Jawab
Ir. Budi Tarbudin, MBA.
Pemimpin Redaksi
Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.
Sekretaris Redaksi
Rosmawati Situmorang
Dewan Editor
Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.
Prof. Dr. Theresia K. Brahim
Dr. Ir. Hadiyanto Budisetio, M.M.
Dr. Elika Dwi Murwani, M.M.
Etiwati, S.Pd., M.M.
Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.
Alamat Redaksi :
Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470
Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968
http://www.bpkpenabur.or.id
E-mail : jurnalpenabur@bpkpenabur.or.id
Daftar Isi
Pengantar Redaksi
i
ii - v
Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut melalui Metode Debat Aktif dalam Layanan Bimbingan
Kelompok,
Cahyo Purnomo,
1-11
Penggunaan Kombinasi Metode Penilaian Diri Secara Aktif dan Diskusi dalam Bimbingan Kelompok
untuk Meningkatkan Pengaturan Diri dalam Belajar,
Pratama Manihuruk,
12-22
Meningkatkan Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Siswa melalui Metode Latihan,
23-33
Sakila,
Efektivitas Implementasi Kebijakan Sistem Kepangkatan dan Kenaikan Pangkat Pegawai Guru,
Elika Dwi Murwani,
34-46
Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru melalui Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Komunikasi
Asertif Guru,
Hendrik Gunawan,
47-58
Meningkatkan Kinerja dan Komitmen Organisasi Berdasarkan Kemampuan, Kepuasan Kerja,
Pembelajaran, dan Pengambilan Keputusan,
Upi Isabella Rea,
59-71
Partisipasi Johann Heinrich Pestalozzi dalam Pendidikan Karakter Siswa melalui Pendidikan
Agama Kristen,
Maria Evvy Yanti,
72-83
Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013 untuk Jenjang Sekolah
Dasar,
Hilda Karli,
84-96
Isu Mutakhir: Menimbang Ulang Proses Penilaian di Sekolah,
Mudarwan,
Resensi buku: 10 Karakter yang Harus Dimiliki Guru yang Sangat Efektif,
107-110
Profil BPK PENABUR Cimahi,
Fredrika HR,
97-106
Lisa Kumalanty,
111-118
Pengantar Redaksi
etelah diberlakukannya Undang-undang N0. 22 Tahun
1999 tentang Otonomi Daerah, sistem pemerintahan
Indonesia berubah dari sentralisasi ke desentralisasi
yang intinya terjadi pergeseran wewenang pengambilan
keputusan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, khususnya
ke Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten/Kota. Pergeseran
wewenang ini diharapkan dapat membuat pengambilan keputusan
kebijakan dan operasional lebih cepat, akurat, dan relevan dengan
kondisi serta kebutuhan daerah setempat sehingga lebih efektif dan
lebih efisien. Dalam jangka panjang, desentralisasi itu akan memacu
dan mempercepat pembangunan daerah sehingga kesejahteraan
masyarakat dapat terwujud sesuai dengan kemampuan masingmasing daerah.
Desentralisiasi bermakna memperluas wilayah wewenang
organisasi di tingkat lebih rendah dengan tidak mengabaikan
prinsip atau nilai dasar yang dianut organisasi secara keseluruhan.
Keberhasilan desentralisasi tergantung pada konsistensi
penerapannya serta kemampuan penerima wewenang. Pemberi
wewenang harus percaya bahwa yang diberi wewenang akan
menggunakan wewenang secara benar dan keputusan yang diambil
adalah untuk mencapai tujuan organisasi. Pemberi wewenang akan
berfokus memantau, mengevaluasi dan mengendalikan keputusankeputusan penerima wewenang. Apabila pengambil keputusan di
tingkat bawah tidak atau kurang mampu menggunakannya maka
keputusan yang diambil tidak efektif dan tidak efisien. Lebih jauh
lagi, dapat mengakibatkan penyalahgunaan wewenang yang
berakibat buruk terhadap organisasi secara keseluruhan.
Keberhasilan desentralisasi tergantung kemampuan penerima
wewenang memahami serta menghayati visi, misi, dan tujuan
organisasi serta komitmen mewujudkannya, di samping
kemampuan manejerial dan kepemimpinan yang unggul.
Komitmen terhadap organisasi berhubungan dengan loyalitas
atau kesetiaan pada nilai-nilai organisasi yang terlihat pada
pertimbangan dan premis yang dipergunakan dalam mengambil
keputusan organisasi. Setiap keputusan diambil dan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan jangka pendek, menengah, atau panjang
organisasi. Semakin tinggi komitmen, semakin tinggi pula kesetiaan
pada organisasi sehingga membuat individu secara berangsur
mengintegrasikan dan mengidentifikasikan dirinya sama dengan
organisasi. Apabila keadaan ini sudah tercapai, tanggung jawab
terhadap dan rasa memiliki organisasi menjadi tinggi serta
memotivasi bekerja keras, berbakti, dan berkorban untuk organisasi.
Komitmen dan loyalitas mengurangi fungsi pengawasan tetapi
meningkatkan fungsi koordinasi.
Kebijakan desentralisasi dengan memberikan otonomi ke
Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten/Kota juga berdampak pada
ii
iii
vi
Cahyo Purnomo
E-mail : dominggo_coy@yahoo.co.id
SMPK BPK PENABUR Gading Serpong Jakarta
Abstrak
emilih studi lanjut setamat dari jenjang SMP bisa merupakan keadaan yang sulit bagi para
siswa yang masih dalam kategori remaja. Keadaan itu semakin dipersulit karena
pemahaman remaja belum terarah dan sangat tergantung oleh pihak luar, yaitu teman
bahkan harapan orangtua. Pengalaman menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang
mengalami kesulitan untuk membuat keputusan pilihan studi lanjutnya berdasarkan pemahaman
yang tepat tentang kualitas diri dan informasi sekolah lanjutan. Penelitian Tindakan Bimbingan
dan Konseling ( PTBK ) yang dilakukan selama empat bulan dalam Tahun Pelajaran 2012 2013
ini, dimaksudkan untuk membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman studi lanjutnya melalui
metode debat aktif dalam layanan bimbingan kelompok. Setelah melalui dua kali siklus, hasilnya
siswa berani membuat keputusan pilihan studi lanjutnya berdasarkan pemahaman diri dan
informasi yang tepat tentang pilihan studi lanjutnya. Berdasarkan hasil penelitian, guru disarankan
untuk menggunakan metode pembelajaran yang mengajak siswa lebih aktif dalam menggali
informasi tentang pilihan studi lanjut sehingga membuat siswa lebih aktif, mau berbagi informasi
dan menyenangkan yang pada akhirnya siswa dapat membuat keputusan berdasarkan pemahaman
yang dimilikinya.
Kata kata kunci : Studi lanjut, metode debat aktif, bimbingan kelompok.
Enhancing the Understanding of Further Study Through
Active Debate in Group Consulting Service
Abstract
Choosing higher education after from junior high school can be the hardest situation for students who are
categorized as teenagers. This situation gets more complicated because their lack of understanding of higher
education. Peer group and parents expectations are the other things which intricate their decision. Study
shows that many students still have the difficulties to make decesion for their higher education based on
accurate self quality understanding and information. Guidance and Councelling Action Research (PTBK)
been done for 4 months in 2013 2014 term, was made to help students develop their understanding of their
further study by conducting active debate in group counseling. After 2 cycles of sessions, it shows that the
students are able to make decision about their further study based on their self understanding and information.
According to the study, teachers are suggested to use a teaching method which makes students to be more
active in gaining information about their furtheir education and are willing to share information. At the end,
the students are able to make their own decision according to their own understanding.
Key words : Further study, active debate method, group consulting service
Pendahuluan
Lembaga pendidikan khususnya sekolah
merupakan wadah pembentukan pribadi
peserta didik ke arah yang lebih baik.
Pembentukan pribadi tersebut mencakup
perkembangan dalam aspek fisik, mental dan
intelektual. Perkembangan tersebut dalam
rangka mempersiapkan sumber daya manusia
yang siap menghadapi kompetisi di dunia kerja.
Dalam hal ini sekolah sebagai sarana
membentuk lulusan yang berkualitas dan
memiliki kompetensi yang memadai untuk
kariernya pada masa yang akan datang.
Di Indonesia upaya-upaya dalam
mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang
berkualitas dan memiliki keunggulan kompetitif
dapat kita lihat dalam Undang-Undang no. 20
tahun 2003 Pasal 3, BAB II, h.6 yaitu :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak,
sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan
menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Djumhur dan Surya (1975: 9) mengulas
tentang sekolah sebagai suatu lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan formal
mempunyai peran yang penting dalam usaha
mendewasakan anak dan menjadikannya
sebagai anggota masyarakat yang berguna,
sekolah turut pula bertanggung jawab atas
anggota masyarakat yang dihasilkannya.
Berdasarkan asesmen guru BK mengenai
pertanyaan setamat SMP para peserta didik mau
kemana untuk melanjutkan studi lanjutnya, 60%
hingga 80% peserta didik belum mengetahui mau
kemana melanjutkan studi mereka. Hal yang
sudah dilakukan oleh guru BK adalah
memberikan layanan informasi berkaitan
dengan informasi SMA dan SMK yang dapat
dipilih siswa. Permasalahan yang terjadi di
kalangan para peserta didik kelas IX SMPK
PENABUR Gading Serpong adalah kesulitan
2
Kajian Pustaka
Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance
yang di dalamnya terkandung beberapa makna.
Sertzer & Stone dalam Winkel (1981 : 66 )
mengemukakan bahwa guidance is the process of
helping individuals to understand themselves and
their word. Winkel (1981 : 65) mengemukakan
bahwa guidance mempunyai hubungan dengan
guiding : showing a way (menunjukkan jalan),
leading (memimpin), conducting (menuntun),
giving instructions (memberikan petunjuk),
regulating (mengatur), governing (mengarahkan)
dan giving advice (memberikan nasehat). Bimo (
2010 : 6 ) mengemukakan bimbingan merupakan
suatu pertolongan yang menuntun. Menurut
Prayitno dan Erman ( 2004 : 95 ), bimbingan
adalah bantuan yang diberikan kepada individu
dalam membuat pilihan dan penyesuaian yang
bijaksana. Penggunaan istilah bimbingan seperti
dikemukakan di atas tampaknya proses
bimbingan lebih menekankan kepada peranan
pihak pembimbing. Hal ini tentu saja tidak
sesuai lagi dengan arah perkembangan dewasa
ini, ketika klienlah yang justru dianggap lebih
memiliki peranan penting dan aktif dalam proses
pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang
diambilnya.
Kelompok dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia ( 2008 : 658 ) adalah kumpulan manusia
yang merupakan kesatuan beridentitas dengan
adat istiadat dan sistem norma yang mengatur
pola interaksi antarmanusia itu. Kelompok yang
dimaksud adalah sekumpulan siswa yang
berada dalam satu situasi dan memiliki
kemiripan dalam masalah yang dihadapi.
Kelompok ini merupakan subyek layanan
bimbingan dan konseling yang membutuhkan
pendampingan dan pengentasan dalam
masalah yang dihadapinya, yaitu penentuan
pemilihan studi lanjut setamat SMP.
Gazda dalam Prayitno dan Erman ( 2004 :
308 ) berpendapat bahwa bimbingan kelompok
di sekolah merupakan kegiatan informasi
kepada sekelompok siswa untuk membantu
mereka menyusun rencana dan keputusan yang
Metode Peneltian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian tindakan Bimbingan
dan Konseling (action research) dengan
menggunakan model spiral Kemmis dan Taggart.
Rochiati ( 2005 : 66 67 ) mengemukakan salah
satu model penelitian tindakan adalah model
spiral, terdiri atas empat tahapan, yaitu
perencanaan ( plan ), tindakan ( act ), pengamatan
( observe ) dan refleksi (reflect ). Hal
ini
dimaksudkan
untuk
Tabel 1: Kegiatan Perencanaan
mendapatkan hasil penggunaan
layanan bimbing-an kelompok
No.
Kegiatan
Waktu
dengan metode debat aktif untuk
1. Asesmen masalah
Awal Juli 2012
meningkatkan pemaha-man peserta
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menjawab masalah
penelitian ini, yaitu: Bagaimana meningkatkan
4.
5.
4.
5.
Simpulan
Kesimpulan
Melihat proses pendampingan yang dilakukan
kepada siswa yang mengalami kesulitan
khususnya dalam merencanakan karier masa
depannya, ada beberapa pendekatan yang bisa
dilakukan oleh guru pembimbing dalam
membantu siswa. Pendekatan tersebut perlu
10
Saran
Dari hasil penelitian dalam layanan bimbingan
kelompok melalui metode debat aktif untuk
meningkatkan pemahaman siswa terhadap
studi lanjut setamat SMP, ada beberapa hal yang
baik untuk dipertimbangkan oleh teman teman
guru BK, yaitu sebagai berikut. Pertama,
ketidakmampuan siswa dalam membuat
keputusan pilihan studi lanjut sesungguhnya
karena mereka belum memiliki informasi yang
memadai. Oleh sebab itu peran guru
pembimbing sangat diperlukan dalam
pemberian layanan kepada siswa untuk
menjawab kebutuhan mereka. Kedua, bentuk
Daftar Pustaka
Sunarya (2008). Konsep dan aplikasi bimbingan dan
konseling. Jurusan Ilmu Pendidikan dan
Bimbingan: Universitas Pendidikan
Indonesia
Winkel, W.S,. (1997) Bimbingan dan konseling di
Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia
Hidayat dan Badrujaman. (2009) Cara mudah
melakukan penelitian tindakan kelas. Jakarta:
Trans Info Media
Maidar dan Mukti. (1988) Pembinaan kemampuan
berbicara bahasa Indonesia. Jakarta.
Erlangga
Suyadi. (2012) Buku panduan guru profesional
penelitian tindakan kelas (PTK) dan penelitian
tindakan sekolah (PTS). Yogyakarta: ANDI
Prayitno dan Erman. (2004) Dasar dasar
bimbingan dan konseling. Jakarta: Pusat
Perbukuan DEDIKNAS dan Rineka Cipta
Walgito, Bimo. (2010) Bimbingan dan konseling
(studi dan kasus). Yogyakarta: ANDI
Wiriaatmadja, Rochiati . (2005) Metode penelitian
tindakan kelas. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-14/Juni 2014
11
Abstrak
enelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengaturan diri dalam belajar menggunakan
kombinasi metode penilaian diri secara aktif dan diskusi dalam bimbingan kelompok.
Penelitian tindakan bimbingan dan konseling ini dilaksanakan di SMAK 1 PENABUR
Jakarta, Januari-Maret 2013. Setelah melalui 2 (dua) siklus, penelitian ini dapat
meningkatkan pengaturan diri dalam belajar. Ternyata kombinasi metode penilaian diri dan metode
diskusi dapat meningkatkan pengaturan diri dan partisipasi siswa dalam belajar sehingga
meningkatkan hasil belajarnya. Penelitian ini memberikan saran bagaimana penerapan kombinasi
diterapkan sehingga efektif.
Kata-kata kunci: Layanan bimbingan dan konseling, metode penilaian diri, metode diskusi,
pengaturan diri.
12
Pendahuluan
Layanan bimbingan dan konseling menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Layanan
bimbingan dan konseling memiliki peran
penting membantu siswa agar dapat mengenal,
menerima diri sendiri dan lingkungannya serta
mengambil keputusan dan mewujudkan diri
sebagai pribadi yang utuh sesuai tugas
perkembangan dalam rentang usia yang
dilaluinya, baik itu perkembangan fisik,
intelektual, emosi, sosial, maupun perkembangan moral-spiritual.
Program layanan bimbingan dan konseling
komprehensif dirancang untuk mengimplementasikan tujuan bimbingan konseling. Pemberian
layanan bimbingan dan konseling didasarkan
atas pencapaian tugas perkembangan siswa,
pengembangan potensi yang dimiliki siswa, dan
pengentasan masalah siswa. Tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi
yang harus dicapai siswa.(Dirjen Dikti, 2007:9)
Hasil atau prestasi belajar menjadi salah
satu faktor pencapaian tugas perkembangan
siswa dan tidak lepas dari kegiatan belajar
siswa. Jika aktivitas belajar siswa baik, maka
seharusnya hasil belajar siswa pun juga
berbanding sejajar, sehingga semakin baik siswa
belajar, semakin baik pula hasil belajarnya.
Mencapai hasil belajar yang baik bukanlah
hal yang mudah bagi remaja, banyak
permasalahan yang dihadapi. Keberhasilan
remaja menyelesaikan hal ini mengantarkannya
ke suatu kondisi penyesuaian sosial yang baik
dalam keseluruhan hidupnya. Proses perkembangan remaja tidak selalu dapat berjalan dalam
alur linier, lurus, atau searah dengan potensi,
harapan, dan nilai-nilai yang dianut.
Hal ini juga terjadi di SMAK 1 PENABUR
Jakarta, yang mendapat kategori unggulan tetapi
tidak berjalan lurus dengan kondisi siswa
karena beberapa siswa belum mencapai nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
ditentukan sekolah. Berdasarkan pengamatan
peneliti, kegiatan pembelajaran di sekolah
berlangsung dengan baik, guru mata pelajaran
menyampaikan materi pelajaran dengan
13
14
Perencanaan
Langkah-langkah perencanaan yang dilakukan
adalah (a) menentukan masalah penelitian, (b)
menentukan tindakan, (c) merancang perencanaan tindakan, (d) merancang instrumen
penelitian, (e) menentukan indikator penelitian,
dan (f) menentukan teknik refleksi.
Pelaksanaan
Menentukan materi/pokok bahasan
Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan topik
bahasan tertentu pada setiap pertemuan sebagai
Refleksi
Refleksi dalam PTBK dilakukan setelah berbagai
macam data terkumpul. Refleksi dilakukan untuk
Pengamatan
Dalam pengamatan dikumpulkan data yang berkaitan dengan proses dan hasil sesuai tabel 3.
Langkah
Kegiatan
-
Integratif
Fiksasi
Otonom
15
Indikator Keberhasilan
Data
Pedoman
Observasi
Proses
Metode Penilaian diri secara
aktif dan metode diskusi dapat
meningkatkan pengaturan diri
siswa dalam belajar
Pelaksanaan
kegiatan.
Pedoman
Observasi
Memperhatikan,
intensitas
mengemukakan
pendapat,
intensitas
bertanya.
Pedoman
observasi,
catatan
anekdot
Penilaian siswa
terhadap
pelaksanaan
diskusi disertasi
tanggapan dan
saran
Angket
16
2.
3.
4.
Hasil Belajar
Lembar hasil
belajar
b.
c.
Keaktifan Siswa
Guru pembimbing menggunakan pedoman
observasi untuk mengetahui tingkat
keaktifan siswa selama bimbingan kelompokdengan mengelompokan 3 indikator
untuk mengukur keaktifan siswa. Indikator
tersebut terdiri dari mendengarkan,
intensitas bertanya dan mengemukakan
pendapat.
Berdasarkan pengamatan, didapat hasil
bahwa pada pertemuan pertama, semua
anggota kelompok (8 siswa) memperhatikan
arahan dari guru pembim-bing mengenai
kegiatan yang dilakukan. Kemudian
melakukan diskusi dalam kelompok,
namun terdapat 4 siswa yang masih malumalu mengeluarkan pendapat-nya, terdapat
2 siswa yang aktif dalam mengeluarkan
pendapat.
Pada pertemuan kedua, terdapat penurunan
pada indikator mendengarkan ada 2 siswa
yang mengobrol saat diskusi berlangsung.
Kemudian ada peningkatan pada indikator
bertanya terdapat 4 (empat) siswa yang
bertanya, begitu juga pada indikator
mengemukakan pendapat ada 3 siswa yang
sering mengeluarkan pendapat.
Pada pertemuan ketiga, merupakan pertemuan terakhir semua anggota kelompok
melakukan penilaian diri secara aktif pada
strategi pengaturan diri dalam belajar. Pada
pertemuan ini seluruh anggota kelompok
kurang aktif dalam berdiskusi ini ditunjukan dari hanya 2 siswa yang mengajukan
pertanyaan, dan 2 siswa yang sering
mengeluarkan pendapat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pada siklus I, siswa belum terlibat
secara aktif dalam diskusi terutama pada
pertemuan ketiga. Hal tersebut dikarenakan
pada siklus ini, kegiatan diskusi belum
melibatkan siswa secara menyeluruh dan
hanya didominasi oleh siswa-siswa
tertentu.
Tanggapan Siswa terhadap Kegiatan
Layanan
17
d.
Tabel 4: Penilai Diri Siswa terhadap Strategi Pengaturan Diri dalam Belajar
Nilai
No
Strategi
RD EC TH TW
18
BH
AJ
SS
CB
Evaluasi diri
Mencari informasi
Mengatur lingkungan
Konsekuensi diri
10
b.
c.
1. Siklus II
Perencanaan
Berdasarkan refleksi dari siklus I, peneliti
menyusun kembali perencanaan tindakan yang
akan diberikan pada siswa di siklus II. Dalam
penelitian ini, peneliti masih menempatkan
kombinasi metode diskusi dan penilaian diri
secara aktif untuk meningkatkan pengaturan diri
dalam belajar siswa yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam siklus ini peneliti menambahkan
cuplikan video yang berhubungan dengan
belajar, selain itu guru pembimbing lebih terlibat
dalam mengarahkan diskusi sehingga diskusi
lebih menarik. Kemudian guru pembimbing juga
memberikan pertanyaan selama proses diskusi
berlangsung sehingga anggota kelompok lebih
tertantang dalam diskusi.
Melaksanakan Tindakan (Action) d an
Pengamatan (Observing)
a. Pertemuan
Pertemuan ini dilaksanakan hari Rabu, 6
Maret 2013. Pertemuan ini dikhususkan
untuk membahas mengenai strategi-strategi
pengaturan diri dalam belajar. Karena hal
inilah yang harus dilakukan dan diterapkan
siswa dalam kegiatan belajar mengajarnya
sehingga dapat meningkatkan hasil
belajarnya.
Guru memberikan kertas yang berisi strategi
pengaturan diri dalam belajar yang sudah
didiskusikan pada siklus I dan menyuruh
siswa menilai diri mereka sudah
menerapkannya atau belum dalam kegiatan
belajar mengajar disekolah.
b. Keaktifan Siswa
Berdasarkan hasil pengamatan, didapat
hasil bahwa pada pertemuan pertama,
19
Tabel 5: Penilai Diri Siswa terhadap Strategi Pengaturan Diri dalam Belajar
Nilai
No
Strategi
RD EC TH TW
AJ
SS
CB
Evaluasi diri
Mencari informasi
Mengatur lingkungan
Konsekuensi diri
10
Nama
Nilai Semt. 1
Nilai UH1
TW
66
80
AJ
65
90.5
TH
71
92.9
RD
70
80
BH
82
90
EC
70
78.8
SS
72
90
CB
74
87
BH
No
Indikator
Siklus I
Pertemuan
Siklus II
Pertemuan
Memperhatikan/Mendengarkan
Bertanya
Mengemukakan
Pendapat
Keterbatasan Penelitian
1. Hasil dari penelitian ini tidak dapat
digeneralisasikan untuk semua kasus,
sehingga belum tentu dapat diterapkan
pada keadaan yang lain dengan kasus yang
berbeda.
2. Teknik penilaian diri secara aktif, peneliti
belum dapat membuat indicator atau
instrumen yang dapat mengukur perasaan
dan penilaian siswa secara pasti.
3. Keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti
sehingga pada siklus II hanya terjadi
pertemuan sekali saja.
Simpulan
Kepuasan
terhadap
penggunaan
metode
Butuh
8 siswa
Tidak
Abstain
8 siswa
Puas
5 siswa
7 siswa
Tidak
3 siswa
1 siswa
Abstain
Kesimpulan
Siklus II
64
62
60
58
56
54
52
50
48
SIKLUS I
SIKLUS II
21
Saran
Penggunaan metode diskusi dan variasinya
perlu
pengawasan
sehingga
lebih
menyenangkan dan siswa lebih aktif. Pihak
sekolah juga perlu mendukung kegiatan ini
dengan memberikan fasilitas berupa media atau
alat peraga sehingga proses belajar menjadi
menyenangkan.
Daftar Pustaka
Ahmad (2007). Strategi belajar mengajar. Jakarta:
Ciputat Press
Boekaerts, M, et al.(2000). Handbook of selfregulation. USA: Academic Press
22
Penelitian
Sakila
E-mail : sakilaspd@yahoo.co.id
SMP Negeri 2 Singkawang-Kalimantan Barat
Abstrak
ujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis
kreatif puisi tentang keindahan alam dengan menggunakan metode latihan pada siswa
kelas VII D SMP Negeri 2 Singkawang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari
sampai dengan bulan Mei 2014. Model penelitian ini menggunakan sistem spiral refleksi
diri melalui dua siklus. Hasil penelitian siklus I menunjukkan bahwa tingkat kemampuan siswa
masih rendah. Selanjutnya pada siklus II hasil penelitian mengalami perubahan positif. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa penggunaan metode latihan dapat meningkatkan kemampuan
menulis kreatif puisi.
Pendahuluan
Masa sekarang dan akan datang ditandai
dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan informasi yang serba canggih
atau biasa disebut era kesejagatan. Dalam era
yang demikian kemampuan berbahasa yang
meliputi membaca dan menulis perlu dikembangkan secara sungguh-sungguh. Abad
modern ditandai dengan budaya baca tulis yang
23
24
25
menulis kreatif puisi dengan metode contohlatihan. Dengan berpegang pada refleksi awal
tersebut, dilaksanakan PTK ini dengan prosedur
(1) perencaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)
observasi, dan (4) refleksi dalam setiap siklus.
Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan
kelas untuk siklus pertama dapat dijabarkan
sebagai berikut.
Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap
perencanaan ini adalah sebagai berikut .
a. Membuat skenario pembelajaran dengan
menggunakan metode latihan, yaitu:
(1) Guru menjelaskan maksud dan tujuan
latihan kepada siswa.
(2) Guru menekankan pada diagnosa.
(3) Guru mengadakan latihan terbimbing
sehingga timbul respon siswa yang
berbeda-beda untuk meningkatkan
keterampilan dan penyempurnaan
kecakapan siswa.
(4) Guru memberi waktu untuk mengadakan latihan yang singkat agar tidak
meletihkan dan membosankan dan
guru perlu memperhatikan response
siswa apakah telah melaku-kan latihan
dengan tepat dan cepat.
(5) Guru meneliti kesukaran yang dialami
siswa dengan cara bertanya kepada
siswa, serta memperhatikan masa latihan dengan mengubah situasi sehingga
menimbul-kan optimisme dan rasa
gembira pada siswa yang dapat
menghasilkan keterampilan yang baik.
(6) Guru dan siswa memikirkan dan
mengutamakan proses-proses yang
pokok dan tidak banyak terlibat pada
hal-hal yang tidak diperlukan.
(7) Guru memperhatikan perbedaan
individual siswa, sehingga kemampuan dan kebutuhan siswa masingmasing berkembang.
b. Membuat lembar observasi untuk melihat
bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas
ketika metode tersebut dilaksanakan.
Observasi difokuskan pada pembukaan,
proses dan penutup pembelajaran.
c. Membuat alat bantu mengajar untuk
digunakan dalam rangka mengoptimalkan
d.
Pelaksanaan tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini
adalah melaksanakan skenario pembelajaran
yang telah direncanakan.
Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi
terhadap pelaksanaan tindakan dengan
menggunakan lembar observasi yang telah
dibuat.
Refleksi
Hasil yang didapatkan dalam tahap observasi
dikumpulkan serta dianalisis. Dari hasil
observasi guru dapat mengadakan refleksi
dengan melihat data observasi, apakah kegiatan
yang dilakukan telah meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi kreatif, meningkatkan kepekaan terhadap puisi, dan meningkatkan sikap positifnya terhadap puisi khususnya dan sastra pada umumnya. Di samping data
hasil observasi, dipergunakan pula jurnal yang
dibuat oleh guru, pada saat guru selesai
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Hasil
analisis data yang dilaksanakan dalam tahap
ini dipergunakan sebagai acuan untuk
merencanakan siklus berikutnya.
Data dan cara pengambilannya
Data bersumber dari siswa dan peneliti dalam
bentuk kuantitatif dan kualitatif. Data dari siswa
adalah hasil belajar dan data dari peneliti adalah
rencana pembelajaran, hasil observasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran dan jurnal dengan
rincian sebagai berikut.
a. Data tentang situasi belajar mengajar pada
saat dilaksanakan tindakan, diambil
dengan menggunakan lembar observasi
b.
c.
d.
27
d.
Pelaksanaan Tindakan.
Guru menjelaskan rencana
kegiatan saat itu dan melatih siswa
untuk menulis kreatif puisi tentang
keindahan alam dan mampu
menulis puisi dengan pilihan kata
yang tepat dan rima yang menarik
b. Guru membentuk 8 kelompok,
satu kelompok terdiri 4-5 siswa.
c. Guru menugasi masing-masing
kelompok untuk mengamati
gambar keindahan alam dan
menuliskan kata-kata sesuai
gambar yang dilihat.
d. Siswa menulis larik-larik puisi
sesuai dengan kata-kata yang
ditemukan dari gambar keindahan alam. Dari larik-larik
tersebut disusun menjadi baitbait puisi.
e. Peneliti mengamati proses
kegiatan belajar mengajar.
Peneliti sebagai fasilitator dan
motivator
pada
saat
diperlukan kelompok diskusi.
f. Peneliti memberikan penilaian
terhadap aspek praktik, dan
sikap siswa pada saat kegiatan
berlangsung.
g. Peneliti memberikan nilai
aspek produk setelah kegiatan
berlangsung.
Observasi
Berdasarkan data pengamatan
(observasi) setelah diberikan
tindakan I pada siklus I, peneliti
menenmukan perubahan yang
terjadi pada siswa.
a. Dengan sharing antar siswa
dalam kelompok, siswa dapat
berlatih dan berani mengemukakan idenya dalam menyusun larik-larik puisi.
b. Suasana kelas menjadi hidup
dan meyenangkan
28
Nama
Siswa
Produk
No
Jumlah
Skor
Nilai
Praktik
Sikap
3.5
9.5
9.5
2.5
2.5
2.5
7.5
7.5
2.5
2.5
3.2
9.2
9.2
3.2
2.5
8.7
8.7
2.5
8.5
8.5
2.8
8.8
8.8
3.5
8.5
8.5
10
2.5
8.5
8.5
11
70
12
70
13
2.5
8.5
85
14
80
15
90
16
90
17
80
18
2.8
8.8
88
19
2.8
8.8
88
20
3.5
7.5
75
21
2.5
8.5
85
22
70
23
3.3
9.3
93
24
2.5
8.5
85
25
60
26
60
27
70
28
90
29
70
30
90
31
2.2
8.2
82
32
2.8
8.2
82
33
90
Jumlah Skor
93.6
89
86.5
269.1
2691
Sko Max
132
99
99
330
3300
%Skor Tercapai
70.91
89.90
87.37
81.55
81.55
c.
87.37
Praktik
Sikap
70.91
Produk
Refleksi
Dari hasil pengamatan secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa kemampuan menulis puisi
kreatif melalui media gambar pemandangan
pada siswa masih belum maksimal pada siklus
I karena belum memenuhi target peneliti. Hasil
refleksi menunjukkan:
a. Dari 8 kelompok yang ada ternyata siswa
yang termasuk pandai dan lancar menulis
puisi kreatif seharusnya siswa tersebut
disebar ke kelompok-kelompok yang lain
sehingga suasana kelas lebih hidup dan
kerja setiap kelompok bisa berhasil. Siswasiswa yang pandai bisa memacu semangat
dan motivasi anggota kelompoknya.
b. Siswa kurang tertarik terhadap gambar
pemandangan yang diberikan oleh guru
karena tidak sesuai dengan psikologi
remaja mereka dan sulit bagi mereka untuk
membayangkan dimana mereka berada
(kesulitan dalam penjiwaan)
Dengan memperhatikan hasil refleksi siklus
I, sebelum melaksanakan siklus II dilakukan
upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa
menulis puisi kreatif dengan tema keindahan
alam. Dalam siklus II dilakukan hal-hal berikut.
1. Guru menjelaskan rencana kegiatan pada
saat itu yaitu melatih siswa supaya lancar
menulis puisi kreatif tentang keindahan
alam dengan kalimat yang tepat.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014
29
2.
3.
4.
5.
6.
30
Nam a
Sisw a
Produ k
Ju m lah
S k or
Nilai
9.5
98
2.5
2.5
7.8
78
2.5
8.5
85
3.5
95
95
3.5
9.5
95
2.8
8.8
88
90
2.5
8.5
85
3.5
9.5
95
10
3.5
9.5
95
11
2.5
8.5
85
12
3.2
9.2
92
13
3.2
9.2
92
14
90
15
3.5
9.5
95
16
3.5
8.5
85
17
3.2
9.2
92
18
90
19
90
20
3.5
9.5
95
21
2.8
8.8
88
22
3.2
8.2
82
23
3.5
9.5
95
24
3.5
9.5
95
25
2.5
7.5
75
26
3.5
9.5
95
27
3.5
8.5
85
28
3.5
9.5
95
29
3.3
8.3
83
30
3.2
9.2
92
31
90
32
90
33
3.2
9.2
92
Ju m lah Sko r
105.2
98.5
93
296.7
2967
Sko M ax
132
99
99
330
3000
%Sk o r T e rcapai
79.69
99.50
93.93
89.90
89.90
No
P raktik
Sikap
3.8
2.8
Pelaksanaan Tindakan II
a. Waktu pada siklus II sama dengan siklus I
yaitu 4 X 40 menit (2 X pertemuan). Kegiatan
ini dilaksanakan pada tanggal 28 April
2014.
a. Guru menjelaskan rencana kegiatan saat itu
yaitu melatih siswa supaya dapat menulis
puisi kreatif tentang keindahan alam
dengan pilihan kata yang tepat dan rima
yang menarik.
b. Guru membentuk 8 kelompok terdiri atas 34 anggota kelompok atau dengan catatan
siswa yang pandai yang aktif disebar ke 8
kelompok agar suasana kelas lebih hidup
dan kerja kelompok optimal.
c. Guru mengajak ke luar kelas dan mengamati
pemandangan alam yang mereka lihat.
d. Dengan berdiskusi antara anggota
kelompok, guru menugasi kelompok untuk
menuliskan kata-kata tentang keindahan
alam dengan kalimat yang tepat dan rima
yang menarik.
e. Peneliti memberikan penilaian terhadap
siswa yang telah menuliskan puisi tentang
keindahan alam dengan kalimat yang tepat
dan rima yang menarik.
f. Siswa beserta guru mengadakan refleksi.
Observasi
Dalam tahap ini peneliti mengajukan hasil
pengamatan dan hasil penilaian yang diperoleh
para siswa setelah mengikuti proses pelajaran
menulis puisi kreatif tentang keindahan alam,
data hasil pengamatan dapat peneliti sajikan
pada tabel 2.
Dari tabel 2 pada siklus II dapat disimpulkan
sebagai berikut.
a. Aspek produk yang dihasilkan dalam
menulis kreatif puisi tentang keindahan
alam sebesar 79.69 %.
b. Aspek Praktik dalam menulis kreatif puisi
tentang keindahan alam sebesar 99.50 %.
c. Aspek sikap dalam menulis kreatif puisi
tentang keindahan alam sebesar 93.993 %.
Kemampuan siswa menulis puisi kreatif dengan
media pemandangan alam langsung pada siklus
II, dapat digambarkan dalam grafik 2.
Dari data grafik 2 siklus II ternyata hasil
yang diperoleh sudah melebihi target peneliti
dan sudah dikatagorikan berhasil karena
99.5
93.93
79.69
Produk
Praktik
Sikap
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan
oleh peneliti dalam kelas saat berlangsungnya
proses belajar mengajar ditemukan suasana
kelas tidak menggairahkan dan kurang
menyenangkan karena dicekam dengan tugas
yang dirasa membebani siswa. Sebagian siswa
tampak tidak berminat karena mereka bingung
untuk menulis puisi harus dari mana
memulainya. Berdasarkan kondisi yang ada,
peneliti merencanakan pembelajaran
kemampuan menulis kreatif puisi dengan
menggunakan media gambar pemandangan
alam. Hal ini dilakukan oleh peneliti agar siswa
tertarik dan berminat serta termotivasi dalam
belajar diharap adanya peningkatan prestasi.
Media gambar pemandangan alam
dipergunakan karena media ini mudah didapat,
bisa dari internet, kalender bekas, majalah, buku
dan sebagainya dan bersifat alami. Demi hal
tersebut diharapkan nantinya siswa bisa
menjadi orang yang peka dengan lingkungan.
Pada waktu kegiatan kelompok, guru melatih
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014
31
32
Siklus II
99.5
89.9
79.69
87.37
93.93
70.91
Produk
Praktik
Sikap
Simpulan
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan
pembahasan, peneliti dapat mengambil
beberapa kesimpulan bahwa penggunaan
metode latihan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VII D SMP Negeri 2 Singkawang
dalam menulis kreatif puisi tentang keindahan
alam. Hal ini dapat terlihat dari adanya
peningkatan dimulai dari kondisi awal, siklus I
dan siklus II. Pada siklus I, saat siswa ditugaskan
membuat puisi kreatif tentang keindahan alam
dengan media gambar, belum memenuhi target
peneliti, karena itu pada siklus II digunakan
media pemandangan langsung mereka lihat
yang temanya sesuai dengan psikologi siswa
maka terjadi peningkatan.
Hasil penelitian diperoleh dari proses
pembelajaran menulis puisi tentang keindahan
alam. Pada saat siswa disuruh membuat puisi
kreatif tentang keindahan alam dengan media
gambar, belum memenuhi target peneliti yang
seharusnya target minimal KKM nilai 71 tetapi
kenyatannya dari 33 siswa terdapat 3 orang
yang masih mencapai nilai dibawah 71. Siswa
juga kurang tertarik terhadap gambar
pemandangan pada siklus I karena tidak sesuai
dengan psikologi remaja siswa, serta mereka
masih kurang kreatif dalam mengembangkan
kata-kata dan rima dalam penulisan puisi,
karena itu pada siklus II digunakan media
pemandangan langsung mereka lihat yang
temanya sesuai dengan psikologi siswa kelas VII
D SMP Negeri 2 Singkawang meningkat terbukti
pada grafik 3, yaitu pada aspek Produk pada
siklus I mencapai skor 71,21% menjadi 79,69
pada siklus II. Aspek Praktik pada siklus I
mencapai 92,92% menjadi 99,50% pada siklus
II. Aspek Sikap pada siklus I mencapai 88,88%
menjadi 93,93% pada siklus II, dan aspek nilai
skore pada siklus I mencapai 83,03% menjadi
89,90% pada siklus II.
Saran
Kepada guru mata pelajaran, pada saat
pembelajaran kemampuan menulis puisi kreatif
tentang keindahan alam, guru harus
memperhatikan kelompok dan tema puisi.
Antara masing-masing kelompok diupayakan
seimbang agar bisa mlaksanakan kegiatan secara
maksimal. Selain itu puisi yang dibuat harus
sesuai dengan psikologi remaja siswa akan
berdampak meningkatkan kemampuan menulis
puisi kreatif tentang keindahan alam. Kepada
peneliti, Peneliti berikutnya dapat melakukan
penelitian tentang pembelajaran menulis puisi
kreatif tentang keindahan alam dan sesuai
dengan psikologi siswa yang dapat
meningkatkan kemampuan menulis puisi kreatif
tentang keindahan alam.
Daftar Pustaka
Akhadiah, Sabarti. (1991). Bahasa Indonesia I.
Jakarta: Depdikbud
Ali, Faried. (1997). Metodologi penelitian sosial
dalam bidang ilmu administrasi dan
pemerintahan. Jakarta : Rajawali Pers
Darmawati, Uti. (2010). Bahasa Indonesia untuk
SMP/MTS Kelas VII semester II. Klaten:
Intan Pariwara
Roestiyah. (1985). Strategi belajar mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Sagala, S. (2009). Konsep dan makna pembelajaran.
Surabaya : Alfabeta
Shalahuddin, Mahfud. (1987). Metodologi
pengajaran agama. Surabaya: Bina Ilmu
Sugiyono. (2005). Memahami penelitian kualitatif.
Bandung : Alfabeta
Suranto, Basowi, Sukidin. (2002). Manajemen
penelitian tindakan kelas. Insan Cendekia
Tim Materi Pelatihan terintegrasi. (2005). Bahasa
dan sastra Indonesia. Depdiknas, Jakarta :
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
Wardani, I.G.K. (1981). Pengajaran sastra. Jakarta
:P3G Depdikbud
Wiriaadmadja, Rochiati. (2005). Metode penelitian
tindakan kelas untuk meningkatkan kinerja
guru dan dosen. Bandung : Rosda Karya
33
Abstrak
enelitian ini bertujuan unttuk menemukan sejauhmana efektivitas penerapan kebijakan
stratifikasi dan promosi untuk guru di BPK PENABUR. Kebijakan stratifikasi dan promosi
untuk guru di BPK PENABUR adalah kebijakan berkaitan dengan remunerasi yang
diberlakukan sejak Juli 2007 untuk meningkatkan kinerja guru di BPK PENABUR. Evaluasi
menggunakan model CIPP (Context, Input, Proses, Product). Metodologi penelitian mengadposi pendekatan kuantitatif dan kualitatif dan data dikumpulkan dari berbagai sumber melalui wawancara,
observasi, studi dokumen yang autentik, serta penyebaran kuesioner. Analisis triangulasi atas
data kuantitatif dan deskriptif untuk keperluan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan, penerapan kebijakan telah memenuhi harapan Yayasan secara memuaskan yaitu
menghasilkan guru yang berkemampuan dan professional, memberikan peningkatan yang berarti
dalam kesejahteraan serta kepuasaan dalam promosi mereka. Penelitian ini menyarankan agar
Yayasan memperbaiki system yang berjalan agak lamban, khususnya percepatan dalam memperoleh
hasil tes kompetensi guru yang diperlukan dalam promosi jabatan mereka. Unsur-unsur masukan
hendaknya lengkap dan akuntabel dan masih disediakan kemungkinan perbaikan dalam proses
plaksanaan di samping sistem pemberian imbalan kepada guru yang mampu dan professional.
Kata-kata kunci: Penerapan kebijakan, efektif, manajemen kinerja, model evaluasi CIPP.
Pendahuluan
Badan Pendidikan Kristen PENABUR adalah
lembaga pendidikan yang mengelola pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini (Taman Kanak-kanak) dan saat ini
mengelola lebih dari 144 sekolah serta memiliki
lebih dari 3.500 guru yang tersebar di 15 kota di
DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat dan Lampung.
BPK PENABUR menyadari bahwa tiang dari
keberhasilan pendidikan adalah guru, dan letak
keunggulan sekolah pada para guru. Untuk
meningkatkan kinerja guru, BPK PENABUR
membangun sistem remunerasi bagi guru agar
mampu mendorong mereka memiliki kualitas
kinerja yang baik dalam mendidik karena sistem
penghargaan yang tepat bagi profesi guru akan
meningkatkan kinerja mereka. BPK PENABUR
membangun sistem remunerasi berdasarkan
kompetensi dan prestasi. Pada Juli 2007, BPK
PENABUR
mem-berlakukan
sistem
Kepangkatan dan Kenaikan Pangkat Guru
sebagai bagian dari sistem Kepangkatan dan
Kenaikan Pangkat Pegawai (KKPP) berdasarkan
kompetensi dan prestasi.
Kebijakan KKPP merupakan sebuah sistem
remunerasi di BPK PENABUR yang mengatur
kepangkatan dan kenaikan pangkat pegawai
dalam hal ini tenaga pendidik (guru) dimana
kebijakan ini didasarkan pada kompetensi dan
prestasi setiap individu guru. Dalam kebijakan
ini diatur tata cara kepangkatan dan kenaikan
pangkat guru sehingga mereka termotivasi
memampukan dirinya dengan meningkatkan
kompetensi dan berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik dan dapat disebut berprestasi.
Sebagaimana tertuang dalam KKPP Guru
(2008: 2) tujuan utama kebijakan yaitu: (1) untuk
memberikan motivasi kepada tenaga pendidik
dalam meningkatkan dan mengembangkan
mutu profesionalitas tenaga pendidik melalui
peningkatan kompetensi dan kinerja tenaga
pendidik; (2) memberikan penghargaan bagi
guru yang berprestasi dan berkompeten di
bidang tugas/pekerjaannya; dan (3) memberikan
wadah dan arahan jelas tentang jenjang karier guru.
35
36
Kriteria Evaluasi
1.1
1.2
1.3
1.3.1
Komponen
Evaluasi
Kelayakan 2.1
input
pendukung
kebijakan
Proses
implemen
tasi
kebijakan
Kriteria Evaluasi
1.4.1
Strategi Implementsi
Kebijakan KKPP Guru
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.2
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.2.5
3.1
Rancangan implementasi
kebijakan sistem KKPP
Guru di tingkat Yayasan
BPK PENABUR Pusat,
BPK PENABUR Setempat,
dan sekolah
3.1.1
3.1.2
3.1.3
3.1.4
3.1.5
3.2
Pendokumentasian proses
yang sedang berlangsung
3.2.1
3.2.2
3.3
3.3.1
3.3.2
Hasil dan
Dampak
4.1
Hasil implementasi
kebijakan
4.1.1
4.1.2
4.2
Dampak implementasi
kebijakan
4.2.1
4.2.2
4.2.3
4.2.4
37
38
b.
39
4.
a.
b.
41
43
7.
Kesimpulan
45
46
Daftar Pustaka
Badan Pendidikan Kristen PENABUR 2008.
Pedoman kepangkatan dan kenaikan pangkat
pegawai (KKPP) BPK PENABUR. Jakarta.
Colquitt, Jason A., Jeffery A. Lepine, dan Michael
J. Wesson. (2010). Organizational behavior,
improving performance and commitment in
the worldplace. New York: Mc Graw-Hill
Irwin,
Jackson, Susan E., Randall S. Schuler, dan Steve
Werner. (2011). Pengelolaan sumber daya
manusia, buku 2, managing human resources,
terjemahan Benny Prihartanto. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat
Nugroho, Riant. (2011). Public policy, dinamika
kebijakan analisis kebijakan manajemen
kebijakan. Jakarta: Penerbit Elex Media
Komputindo
Rivai, Veithzal, dkk. , (2011). Corporate
performance management, dari teori ke
praktik. Bogor: PT Ghalia Indonesia
Schermerhorn Jr., John R. Management. New York:
John Wiley & Sons, Inc., 1996.
Stufflebeam, Daniel L., dan Anthony J. Shinkfield.
(2007). Evaluation theory, models, &
applications. San Fransisco: Jossey Bass
Subarsono, A. G. (2010). Analisis kebijakan publik,
konsep, teori dan aplikasi. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Pelajar
Suwarni, Sini. Analisis Kebijakan Nasional
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kredit pada SMA Negeri di DKI Jakarta.
Jurnal ATIKAN, 1(1) 2011. atikanj ur na l . c o m /w p- c o n te n t/ up l o a ds /. . . /
08.sini_.atikan.jun_.11.pdf (diakses 28 Juni
2012).
Wibowo. Manajemen kinerja. (2013). Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada
Penelitian
Abstrak
enurunan jumlah siswa yang terjadi setiap tahunnya diduga karena kepuasan kerja guru
yang rendah. Penelitian dilakukan bulan Maret 2013, bertujuan untuk menganalisis
hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi asertif guru terhadap kepuasan
kerja guru di Sekolah Kristen Kalam Kudus Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitif
dengan menggunakan simple random sampling dalam menentukan guru sebagai responden. Data
diolah menggunakan statistik deskriptif, korelasi Pearson Product Moment, dan Regresi Linier
Berganda. Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan pertama, terdapat hubungan antara
kepemimpinan kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru dan memiliki nilai kekuatan hubungan
sebesar 0,581 dan bersifat positif. Kedua, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
komunikasi asertif guru dengan kepuasan kerja guru. Ketiga, terdapat hubungan antara
kepemimpinan kepala sekolah dan komunikasi asertif guru dengan kepuasan kerja guru secara
simultan dengan nilai korelasi regresinya sebesar R=0,680.
Kata-kata kunci: Kepemimpinan kepala sekolah, komunikasi asertif guru, dan kepuasan kerja guru
47
Pendahuluan
Sebagai sebuah organisasi sekolah yang sudah
berdiri lama bahkan sudah 40 tahun lebih berada
di bidang yayasan pendidikan, Sekolah Kristen
Kalam Kudus di Jakarta beberapa tahun
belakangan ini mengalami berbagai masalah
yang mengakibatkan banyak terjadi penurunan
di berbagai bidang khususnya jumlah siswa.
Kalam Kudus sebagai sebuah sekolah yang
berlandaskan pendidikan Kristen memiliki
pengalaman menghasilkan lulusan yang sudah
berprestasi di masyarakat. Kualitas lulusan
Kalam Kudus tidaklah diragukan lagi karena
menghasilkan orang yang berprestasi, kreatif,
dan takut akan Tuhan. Kalau dilihat dari
kualitas lulusannya, seharusnya sekolah Kalam
Kudus semakin maju dan semakin banyak orang
tua mempercayakan pendidikan anaknya di
sekolah itu. Namun, yang terjadi dalam beberapa
tahun terakhir adalah terjadi penurunan jumlah
murid yang prosentasenya cukup bermakna
sebagaimana terlihat pada tabel 1.
Tabel 1: Data Siswa Sekolah Kristen Kalam Kudus Jakarta 2006/2007 sd 2012/2013
Tangki
G. Garden
G. Garden
Kosambi
Tahun
Total
LK
PR
JML
LK
PR
JML
LK
PR
JML
LK
PR JML
2006/2007
179 180
361
245
202
447
535 531
1066 94
84
178
2052
2007/2008
165 147
312
209
184
393
498 512
1000 98
92
190
1895
2008/2009
163 138
301
180
172
352
473 493
966
108
84
192
1811
2009/2010
136 127
263
159
171
420
454 462
913
98
88
186
1782
2010/2011
122 105
227
154
148
302
404 425
829
92
85
177
1535
2011/2012
129 105
234
148
137
285
396 407
803
92
85
177
1499
2012/2013
132 98
230
186
173
349
463 495
958
89
78
167
1704
49
Lingkungan Internal
1
2
3
Strengths
Kualitas akademik yang
baik
Jumlah murid yang
masih banyak
Pembinaan yang baik
terhadap siswa
Weakness
1
2
3
4
5
7
8
50
Opportunities
1 Memperbaiki fasilitas sekolah
2 Memperbaikisistem layanan
administrasi di tata usaha
3 Memperbaiki manajemen SDM
4 Meningkatkan kesejahteraan
guru melalui pemberian benefit dan standar gaji yang jelas
5 Memberikan pelatihan guru
untuk kinerja mengajar yang
lebih baik
6 Mengambil dana bantuan pemerintah untuk pengembangan
dan peningkatan sekolah
Strategi (SO)
Strengths-Opportunities
1 Meningkatkan dan memperbaiki sarana prasarana sekolah
2 Memberikan pelatihan bagi
guru-gurudi bidang IT dan
pembelajaran
3 Melakukan penataran tentang
jasa pelayanan kepada orangtua dan siswa pada bagian
Tata Usaha
4 Memanfaatkan dana bantuan
operasional dari pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan siswa, memperbaiki
sarana, dan pelatihan guru
5 Memberikan pembinaan berkualitas kepada siswa melalui
bimbingan yang profesional
Strategi (WO)
Weakness-Opportunities
1 Memperbaiki sarana prasarana
2 Memberikan kesempatan beasiswa kepada guru melanjutkan pendidikan S1 atau S2
3 Mensosialisasikan program
Yayasan secara transparan
kepada guru dan karyawan
4 Memperbaiki standar gaji dan
menyeimbangkan antara Kewa-
Threats
1 Adanya sekolah-sekolah baru
di lingkungan yang dekat
sekolah
2 Failitas sekolah lain yang lebih
memadai
3 Fasilitas Lapangan Olahraga
yang baik
4 Pelayanan yang lebih baik di
sekolah lain
5 Antipati persepsi orangtua
terhadap sekolah
5 Mensosialisasikan Program
sekolah kepada Masyarakat
melalui pemasangan Spanduk
maupun Iklan.
6 Mengikuti program Pameran
Pendidikan
7 Memberikan pelatihan dan
sertifikasi pelayanan kepada
bagian Tata Usaha
8 Mengoptimalkan dan mengembangkan sekolah melalui dana
bantuan yang ada
Strategi (ST)
Strengths-Threats
Mengoptimalkan sarana dan
prasarana, terutama memperbaiki lapangan Olahraga yang
sudah tidak layak pakai
Meningkatkan pelayanan
melalui pelatihan service quality
terhadap orangtua siswa
Menjalin kerjasama yang erat
dengan orangtua melalui
forum komunikasi maupun
meningkatkan peran komite
sekolah
Memberikan seminar kepada
orangtua sebagai bentuk
kerjasama dalam membina
karakter siswa
Strategi (WT)
Weaknesses-Threats
Mengambil dana bantuan
operasional sekolah dari pemerintah untuk bantuan pengelolaan sarana dan prasarana
sekolah
Memberikan beasiswa prestasi
bagi siswa yang kurang
mampu
Bekerja sama dengan lembaga
masyarakat untuk program
sosial
Bekerjasama dengan Gereja
Kalam Kudus untuk
memberikan bantuan beasiswa
kepada siswa.
Memperbaiki sistem reward
kepada guru sehingga tidak
terjadi turnover
51
52
Kepemimpinan
Kepala Sekolah
Kepuasan
Kerja Guru
Komunikasi
Asertif
1.
2.
3.
Metodologi Penelitian
Peneliti menggunakan metode penelitian
kuantitif, yaitu penelitian yang menggunakan
Hasil Penelitian
Dari total responden 102 guru Sekolah Kristen
Kalam Kudus, terdapat responden pria sebesar
30,4% dan perempuan sebesar 69,6%. Didapat
data bahwa sebanyak 18 (18%) orang mengajar
di jenjang TK/Kelompok Bermain, 34 (33%)
orang mengajar di SD, 24 (23%) orang mengajar
di SMP dan 26 (25%) orang mengajar di SMA/
SMK. Data responden sebanyak 26 (25%) guru
mengajar di unit Tangki Lio, 23 (23%) guru
mengajar di unit Green Garden, 38 (37%) guru
mengajar di unit Kosambi Baru dan 15 (15%)
guru mengajar di unit Alam Raya. Pendidikan
terakhir guru-guru yang mengajar di Sekolah
Kristen Kalam Kudus yaitu sebesar 11% lulusan
SMA, 15% lulusan Diploma, 65% guru lulusan
S1, dan 9% guru lulusan S2. Ditinjau dari masa
kerja menunjukkan gambaran responden yaitu
terdapat 5% guru yang bekerja kurang dari 5
tahun, 17% guru yang bekerja 6-10 tahun, 26%
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014
53
Cronbachs
Alpha
N of Items
Kepuasan kerja
0,779
13
Kepemimpinan
0,890
19
Komunikasi asertif
0,828
14
54
Pembahasan
Hasil Korelasi
Didapatkan nilai korelasi antara kepemimpinan
kepala sekolah dengan kepuasan kerja adalah
0,670. Nilai tersebut menyatakan bahwa
kepuasan kerja dan kepemimpinan kepala
sekolah memiliki hubungan yang kuat dan
bersifat positif. Hasil korelasi antara komunikasi
asertif guru dengan kepuasan kerja sebesar
0,433. Artinya, hubungan kedua variabel
tersebut bersifat sedang dan positif. Hasil korelasi
antara kepemimpinan kepala sekolah dengan
komunikasi guru. Nilai korelasinya adalah
0,502, yang berarti bahwa hubungan kedua
variabel bersifat sedang dan positif.
Tot__kepkerj
Tot__kepmp
Tot__asrtf
Tot__kepkerj
1
0,67
0,433
Tot__kepmp
0,670
1
0,502
55
Simpulan
Kesimpulan
Kesimpulan terhadap ketiga variabel penelitian
ini yaitu kepemimpinan kepala sekolah,
komunikasi asertif guru dan kepuasan kerja
guru, adalah:
1. Terdapat hubungan antara kepemimpinan
kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru
yang bersifat positif.
2. Tidak terdapat hubungan antara komunikasi
asertif guru dengan kepuasan kerja guru
3. Terdapat hubungan antara kepemimpinan
kepala sekolah dan komunikasi asertif guru
secara simultan dengan kepuasan kerja
guru
Saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan oleh
peneliti berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
1. Kepala sekolah sebagai pimpinan harus
mampu menerapkan prinsip kepemimpinan
Kristen dalam kepemimpinannya. Hal ini
sejalan dengan visi misi Kalam Kudus
sebagai sekolah Kristen yang bertujuan
mengabarkan kabar baik bagi semua orang.
2. Guru sebagai pelaksana harian dalam
menjalankan kegiatan belajar mengajar
harus mampu meningkatkan sikap asertif
dalam berkomunikasi. Guru-guru harus
melakukan
pekerjaanya
dengan
kesungguhan hati dan bersikap melayani
kepada murid-murid didikannya. Sebab,
guru juga adalah seorang pemimpin kelas.
Ketidakpuasan dalam bekerja janganlah
diungkapkan dalam sikap kerja sehingga
siswa merasa tidak nyaman dengan cara
mengajarnya, tetapi ketidakpuasan itu
diungkapkan secara baik kepada pimpinan
ataupun kepada yayasan dengan cara yang
baik dan sopan. Sikap itulah yang
merupakan sikap asertif yang harus terus
dikembangkan oleh para guru di Sekolah
Kristen Kalam Kudus.
3. Yayasan Kristen Kalam Kudus, disarankan
lebih memperdulikan kesejahteraan guru-
57
4.
Daftar Pustaka
Ariati, Jati. Subjective Well Being (Kesejahteraan
Subjektif) dan Kepuasan Kerja Pada Staff
Pengajar (Dosen) di Lingkungan Fakultas
Psikologi Universitas Dipenogoro. Jurnal
Psikologi Undip Vol. 8, no. No. 2 (Oktober
2010): 117-125.
Bass, Bernard M. (1985). Leadership and
performance beyond expectations. New York:
The Free Press.
Beall, William J. Seiler dan Melissa L. (2008).
Communication: Making connections. Boston:
Pearson Education, Inc.
Colquitt, Jason A., Jeffrey A. Lepine, dan Michael
J. Wesson. (2011). Organizational behavior.
2nd ed. New Jersey: McGraw-Hill
Davis, Keith dan John W. Newstrom. (1997).
Organizational behavior: Human behavior at
work. New York: The Mcgraw-Hill
Companies. Inc
58
Penelitian
Abstrak
egawai yang menunjukkan kinerja dan komitmen merupakan tujuan akhir suatu organisasi
ternyata kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor perilaku organisasi. Penelitian ini
memeriksa bagaimana relasi kemampuan pegawai, kepuasan kerja dan belajar dan
pengambilan keputusan dalam konteks organisasi era postmodern. Penelitian yang
dilakukan di BPK PENABUR Jakarta dalam Oktober 2012 ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan triangulasi teknik pengumpulan data melalui pengamatan, in depth interview dan focus grup
discussion. Hasilnya adalah kemampuan pegawai berelasi dengan kinerja, tetapi tidak berelasi
dengan komitmen. Kepuasan kerja berelasi dengan komitmen, tetapi tidak berhasil meningkatkan
kinerja. Pembelajaran tidak berelasi terhadap kinerja dan komitmen, namun pengambilan keputusan
berelasi terhadap kinerja dan komitmen. Implikasi penelitian yaitu Yayasan sebaiknya memikirkan
program kerja yang berpihak pada peningkatan kinerja dan komitmen pegawai yang lebih
komprehensif sehingga bukan sekedar melakukan pengukuran terhadap kinerja dan komitmen.
Kata-kata kunci: Kinerja, komitment, kemampuan, kepuasan kerja, belajar dan pengambilan
keputusan.
Improving the Organizational Performance and Commitment,
Job Satisfaction, Learning, and Decision Making
Abstract
Employees who demonstrate commitment and job performance is the ultimate goal of an organization turns
out to be influenced by various factors of organizational behaviour. This research examines how the relation
is the ability of an employee, job satisfaction and learning and decision making in the context of the postmodern
era organization. This research conducted at BPK PENABUR Jakarta in October 2012 applied qualitative
approach using triangulation data collection techniques through observation, in depth interviews and focus
group discussions. The research result indicates that employees ability relates to employee performance, but
does not relate to commitments. Job satisfaction relates to commitment, but can not improve job performance.
Learning does not relate to the performance and commitment, but the decision-making relates to the performance
and commitment. Research implications urge the Foundation to consider job design and program to increase
job performance and employees organizational commitment into a more comprehensive platform which does
not only measure employees job performance and organizational commitment.
Key words: Performance, commitment, ability, job satisfaction, learning, decision making.
59
Pendahuluan
Pola pikir postmodernisme sekarang ini telah
merubah cara pandang, nilai-nilai yang dianut,
teknologi dan perilaku manusia; termasuk
perilaku organisasi. Perilaku organisasi pada
era postmodernisme dalam hal etos kerja
misalnya, menolak penjelasan yang harmonis,
universal, dan konsisten. Mereka menggantinya
dengan sikap hormat kepada perbedaan dan
penghargaan kepada yang khusus (partikular
dan lokal) serta membuang yang universal.
Pemaknaan sebuah realitas sah-sah saja dinilai
berbeda oleh setiap orang. Tidak ada standar
tertentu untuk memaknai atau memahami suatu
hal tertentu. Makna tidak lagi bernilai obyektif
dalam artian diterima secara universal.
Pemaknaan menjadi subyektif dan pemaknaan
subyektif menjadi kebenaran bagi pribadi
bersangkutan. Karena itu, postmodernisme tidak
mengakui adanya satu kebenaran dan
modernisme dianggap sebagai suatu kebodohan.
Tidak ada makna tunggal dalam dunia, tidak
ada titik pusat dari realitas secara keseluruhan.
Karena itu, apabila di dalam dunia
pekerjaan/organisasi hasil paling klimaks yang
ingin dicapai adalah kinerja pekerjaan dan
komitmen organisasional maka hal ini pun
dimaknai secara relatif, khas pemikiran
postmodern. Pada masa lalu, ketika lebih banyak
orang bekerja di sektor industri yang
memproduksi barang, kinerja pekerjaan (job
performance) seseorang diukur berdasarkan
hasil/manfaat yang diperoleh dari pekerjaan
yang dilakukan oleh pekerja; dan hal ini
merupakan makna universal yang dianut. Maka
pada masa kini, kinerja pekerjaan bukan hanya
untuk menilai hasil pekerjaan secara kuantitas
saja, namun juga penilaian terhadap perilaku
pekerja yang berkaitan dengan pekerjaan itu
sendiri. Bahkan ada juga perilaku-perilaku yang
kadang tidak dimasukkan dalam kinerja
pekerjaan, namun pihak pimpinan mengharapkan perilaku tersebut dapat dilakukan oleh
pekerjanya. Ini adalah salah satu bukti bahwa
pemaknaan secara relative terhadap kinerja
pekerjaan dilakukan oleh manusia pekerja
dengan pemikiran jaman postmodern.
60
61
Kajian Pustaka
63
Kepuasan Pembelajaran
Pengambilan
Keputusan
Kinerja
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Komitmen
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
64
Identitas
Signifikansi Autonomy
Feedback
Knowledge
Work
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Service
Work
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Afektif
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Continuance
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Normatif
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Kinerja
Komitmen
Knowledge
Sharing Syste
Knowledge
Transfer
Pengambilan
Keputusan
Knowledge
Work
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Service Work
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Afektif
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Continuance
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Normatif
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Kinerja
Komitmen
65
67
Identitas
Signifikansi
Autonomy
Feedback
Knowledge
Work
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Service Work
Tidak
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Tidak
Berelasi
Tidak
Berelasi
Afektif
Tidak
Berelasi
Berelasi
Tidak
Berelasi
Berelasi
Tidak
Berelasi
Continuance
Berelasi
Tidak
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Normatif
Berelasi
Berelasi
Tidak
Berelasi
Tidak
Berelasi
Tidak
Berelasi
Kinerja
Komitmen
68
Pengambilan
Keputusan
Communities
of Practice
Knowledge
Sharing System
Knowledge
Work
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Service Work
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Afektif
Tidak
Berelasi
Tidak Berelasi
Continuance
Berelasi
Berelasi
Berelasi
Normatif
Tidak
Berelasi
Tidak Berelasi
Kinerja
Komitmen
Critical Incidence
Sebagai critical incidence dalam penelitian ini, menemukan bahwa bagi kelompok responden
30 tahun komitmen tumbuh karena adanya
kepuasan kerja. Ketika diperiksa lebih lanjut,
kepuasan kerja yang dimaksud ternyata bukan
penghargaan dalam bentuk fasilitas, uang atau
jabatan. Namun karena adanya feedback terhadap pekerjaan. Bagi responden hal ini menjadi
suatu kepuasan karena berarti yayasan mengakui keberadaan peran mereka untuk yayasan.
Hal ini berlainan dengan kenyataan yang sering
kita jumpai bahwa pada era sekarang ini
kepuasan bekerja diperhitungkan dari berapa
banyak yang bisa kita peroleh dari yayasan.
Tampaknya, hal yang lebih menarik lagi
adalah peneliti menemukan bahwa responden
yang mendapatkan penghargaan kesetiaan
bekerja selama 30 tahun berhasil memperoleh
penghargaan atas kesetiaan kerja 30 tahun
ternyata rata-rata lahir pada era antara tahun
1950 1960; dan penerima kesetiaan kerja 20
tahun ternyata lahir pada era antara tahun 19601970. Ini adalah era dimana jaman modern
mulai memudar dan menuju pada detik-detik
akhir; awal mulainya era postmodern. Dari
pengamatan, in depth interview dan catatan focus
grup discussion terlihat bahwa responden
memiliki profil perilaku organisasi yang sama;
Berelasi
69
Berelasi
Tidak
berelasi
Berelasi
Tidak
berelasi
Komitmen Tidak
berelasi
Tidak
berelasi
Berelasi
Berelasi
Kinerja
Simpulan
Kesimpulan
Kemampuan merupakan salah satu hal yang
berperan penting dalam perkembangan sebuah
organisasi. Kemampuan yang dimiliki tiap
individu yang ada dalam organisasi menjadi
salah satu faktor yang menentukan hasil dalam
organisasi yaitu, performa dan komitmen.
Kepuasan kerja adalah salah satu predictor
terkuat dalam menentukan kepuasan hidup
seseorang. Kepuasan kerja berelasi dengan
kinerja namun tidak berelasi dengan komitmen.
Orang akan merasa lebih baik tentang hidup jika
mereka lebih baik tentang pekerjaan. Hubungan
ini semakin masuk akal ketika melihat berapa
banyak waktu yang dihabiskan di tempat kerja
setiap harinya. Jika karyawan ingin merasa lebih
baik tentang hari-harinya, maka harus
menemukan cara untuk lebih puas dengan
pekerjaan. Bahkan kepuasan terhadap pekerjaan
ini mempengaruhi kepuasan hidup lebih besar
daripada kepuasan terhadap besarnya gaji yang
diterima. Namun setelah itu, tampak
kecenderungan bahwa komitmen yang terbentuk
adalah komitmen continuance.
Pembelajaran juga memberikan pengaruh
yang penting pada seseorang untuk membuat
keputusan, dimana dalam mengambil sebuah
keputusan, seseorang harus mampu untuk
menghasilkan dan memilih dari sekian banyak
pilihan yang tersedia, untuk dijadikan sebuah
keputusan. Sehingga, keputusan yang telah
diambil tersebut mampu untuk mengatasi
sebuah masalah. Oleh karena itu, seseorang yang
mempunyai pengetahuan dan keahlian yang
baik, serta melakukan proses pembelajaran
70
Pengambilan
Keputusan
Kemampuan Kepuasan
Implikasi Penelitian
Karena kemampuan berelasi dengan kinerja
namun tidak berelasi dengan komitmen, maka
yayasan perlu mendesain suatu program yang
secara konkrit dapat mempertahankan pegawai
dengan kemampuan yang baik. Program
pengembangan sumber daya manusia dan
penelusuran karier (carier path) yang jelas akan
menarik pegawai yang memiliki kemampuan
untuk lebih berkomitmen terhadap yayasan.
Karena kepuasan kerja berelasi dengan
kinerja namun tidak berelasi dengan komitmen,
maka yayasan perlu mencari tahu bagaimana
menciptakan relasi antara kepuasan kerja
dengan komitmen; agar yayasan mengetahui
bagaimana kesiapan pegawai untuk tangguh
berkomitmen dengan yayasan. Secara konkrit,
misalnya dengan mendesain alat ukur kepuasan
kinerja untuk pegawai yang telah mencapai
masa kerja 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 tahun masa
kerja.
Pembelajaran dan pengambilan keputusan
yang berpihak pada pegawai berdampak
signifikan pada kinerja dan komitmen. Namun,
diakui bahwa tidaklah mudah membuat
kebijakan yang selalu berpihak pada pegawai.
Tetapi, dengan strategi sosialisasi yang
memadai, maka pegawai justru akan memberikan dukungan dan mengalami pembelajaran
terhadap penerapan kebijakan yayasan.
Temuan penelitian di atas relevan dengan
perkembangan yayasan yang dinamis sebagai
Saran
Yayasan perlu memikirkan suatu pengukuran
kemampuan spesifik sesuai dengan pekerjaan
perlu dilakukan agar kinerja dan komitmen
dapat tercapai. Juga mendesain suatu
pengukuran kepuasan kerja yang dikaitkan
dengan komitmen. Yayasan sebaiknya
memberikan dukungan pembelajaran bagi para
karyawannya, dengan cara menciptakan situasi
atau lingkungan yang mendukung pembelajaran
itu sendiri.
Daftar Pustaka
Chaterine, Fidelia. (2012). Learning and decision
making. Jakarta: UPH
Colquitt, Jason, LePine, Jeffery A., dan Wesson,
Michael J. (2011). Organizational behavior:
Improving performance and commitment in
the workplace, 2nd ed. New York: McGrawHill Companies, Inc
Leibner, Josh, Mader, Gershon, Weiss, Allan.
(2009). The power of strategic commiment:
achieving extraordinary results through total
alignment and engagement. New York:
Amacom
Kurniawati, Poppy. (2012). Job performance.
Jakarta: UPH
Mulyono, Trisnalia. (2012). Ability. Jakarta: UPH
Setiawan, Margaretha. (2012). Kepuasan kerja
karyawan dalam organisasi. Jakarta: UPH
71
Abstrak
endidikan bertujuan tidak hanya membagikan pengetahuan saja tetapi juga dapat membagi
hidup dengan sesama melalui perilaku yang baik. Peserta didik juga perlu mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan serta mengenal dan merasakan kehadiran Allah dalam
kehidupan bersama baik di keluarga, sekolah dan masyarakat. Akan tetapi, pendidikan
tidak selalu dapat membentuk peserta didik menjadi cerdas dan juga berkepribadian unggul. Dengan
merujuk pada pemikiran Johann Heinrich Pestalozzi yang menggunakan konsep dasar teologis,
tulisan ini membahas bagaimana pendidikan agama Kristen (PAK) seharusnya diselenggarakan
secara kontekstual. Kesimpulan pembahasan menekankan tujuan PAK adalah pembentukan
karakter dan keimanan kepada Allah untuk mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Tulisan
ini memberikan saran operasional bagaimana PAK seharusnya dilaksanakan.
Kata-kata kunci: Konsep dasar teologis, pendidikan kontekstual, Pendidikan Agama Kristen,
pengajar
72
Pendahuluan
Di Republik Indonesia tentang pendidikan
secara tertulis oleh pemerintah dituangkan
dalam UUD 1945 pasal 31 dan diperlengkapi
dengan UU no.20 tahun 2003. Pada bab IV pasal
10 dan 11 dituliskan juga bahwa pemerintah
pusat dan daerah wajib memberikan pelayanan
serta kemudahan termasuk penyediaan dana
guna terseleng-garanya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi. Payung hukum tersebut secara
jelas menyatakan bahwa pendidikan
mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah
dan berlaku bagi seluruh warga negara.
Walaupun demikian masyarakat masih
belum memahami esensi dari pendidikan yang
diterimanya. Masih banyak terlontar pertanyaan
mendasar mengenai tujuan pendidikan yang
dialami masyarakat. Ungkapan bernada pesimis
mengenai pola dan dampak dari pendidikan
yang diberikan terlontar melalui kalimat-kalimat
Apa untungnya sekolah? Kalau kekerasan
dalam masyarakat masih terjadi, korupsi masih
merajarela dan tawuran antar pelajar masih
marak terjadi. Singkatnya untuk apa menjadi
orang yang terdidik secara ilmu tetapi tidak
memiliki sisi kemanusiaan yang mendatangkan
kesejahteraan bagi sesamanya.
Pendidikan yang dipraktikkan di sekolah
memiliki misi penting yang terimplementasi
dalam kurikulum yang diprogramkan dalam
proses belajar. Proses ini berpengaruh pada
masa depan peserta didik dan pembentukan
karakter kemanusiaannya. Fenomena yang
terjadi masih tercipta kekerasan. Maraknya
tawuran antar pelajar, pelecehan seksual oleh
guru, pemerkosaan dan pembunuhan para
pelajar merupakan lampu merah bagi
pemerintah dan setiap insan pendidikan.1 Pusat
Pengajian Ilmu Pendidikan Universiti Sains
Malaysia menemukan 43,41% dari sampel
pelajar mengalami kemurungan klinikal dan
berpotensi melakukan usaha bunuh diri,
pencapaian akademik yang lemah dan
melupakan kemanusiaan manusianya sendiri.2
Data bunuh diri yang tinggi yang dilakukan
manusia termasuk yang terdidik menunjukkan
73
Pembahasan
Riwayat Hidup Johann Heinrich Pestalozzi
Johann Heinrich Pestalozzi lahir pada tanggal
12 Januari 1746 di Zurich sebagai salah satu dari
tiga belas kanton yang tergabung dalam federasi
Swiss, secara resmi kota ini merupakan daerah
merdeka. Sejak usia 6 tahun Heinrich kecil harus
hidup sederhana dan menjalani masa
pendidikan dengan kritis. Hal tersebut disertai
dengan pengalaman hidup yang diwarnai
dengan intimidasi dan perlakuan berbeda antara
rakyat miskin dan kaum atas. Bukti penindasan
setiap hari disaksikannya dan menumbuhkan
hasratnya untuk menolong kehidupan rakyat
miskin.1
Bidang pendidikan yang dipelajarinya
adalah teologi dan hukum sebagai bekal baginya
untuk mendirikan proyek mendidik anak-anak
miskin. Mengingat kemalangan anak-anak di
sekitarnya dan ketulusan untuk mendedikasikan
dirinya bagi pendidikan mereka maka tujuan
proyek pendidikan anak-anak miskin ini adalah:
memperbaiki ahlak para pelajar, mendidik
mereka untuk dapat membaca, menulis dan
menghitung, melatih mereka memperoleh
keterampilan yang akan menolong mereka keluar
dari kemiskinan. Walaupun sekolah yang
didirikannya bukan sekolah rohani tetapi dalam
metode pengajarannya Pestalozzi menekankan
pada jalinan hubungan anak dengan Allah.
Mereka belajar memperoleh keterampilan
memintal, menenun, memelihara sapi perah
serta membuat keju dan bercocok tanam.2
Karya selanjutnya di bidang pendidikan
adalah pada tahun 1798 Pstalozzi tiba di salah
satu desa di Kanton Unterwalden yang bernama
Stanz. Ia memanfaatkan kesempatan untuk
mengembangkan asas-asas pendidikan yang
pernah dilakukan di Neuhof. Sebanyak 80 anak
ditampung di sekolah yang didirikannya.
Pestalozzi bertindak sebagai orang tua bagi
anak-anak yang tinggal di sekolahnya. Suasana
penuh kasih diciptakannya untuk merawat dan
74
75
76
2)
3)
mula bahasa.
Pengetahuan yang disampaikan kepada
anak didik dikelompokkan berdasarkan
kesamaan sifatnya sehingga memudahkan
mereka untuk memahami hubungan yang
berlaku di antara beberapa objek. Anak didik
dapat diarahkan untuk melihat persamaan
beberapa gagasan objek yang berbeda sebelum
merumuskan kesimpulan.9 Dengan demikian,
menjauhkan mereka dari pandangan yang
dogmatis dan memiliki kecenderungan
memutlakkan suatu pandangan.
Berlakunya hukum alam sebagai pengetahuan bagi anak didik tidak menghambat mereka
untuk bertumbuh dalam proses belajar. Hukum
alam yang dipelajari tidak dapat memenuhi
kebutuhan manusia secara utuh. Perkembangan
manusia memerlukan hukum kehidupan moral
dan rohani untuk mencapai tujuan pengalaman
pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang
benar.10 Pestalozzi berminat mengembangkan
pokok iman anak didik dalam bidang
pendidikan. Pertumbuhan iman anak didik
merupakan hasil dari pengalaman kasih.
Pandangan tersebut menyatakan bahwa
Pestalozzi menegaskan kasih yang telah
dinyatakan kepada anak adalah pondasi untuk
mereka melakukan pekerjaan. Tanpa kasih,
kekuatan intelektual tidak berkembang secara
alami. Pestalozzi bertindak sebagai orang tua
dari anak-anak yang didiknya sehingga mereka
merasakan berada dalam lingkungan kasih
yang nyata. Anak belajar mengenal Allah pada
saat ibunya menyebut nama Allah
dihadapannya. Pestalozzi menyatakan bahwa
ia ingin mengarahkan pendidikan pada
kekuatan alamiah yang dimiliki manusia dan
diterangi oleh Allah sehingga terpelihara di
dalam hati para orang tua dan mereka akan
tumbuh dalm kasih kepada Allah dan manusia.11
Allah dipahami hadir dalam setiap
fenomena alam kehidupan manusia.
Pengenalan kepada Allah mulai diberikan
77
78
Rumah Dermawan
Rumah dermawan milik golongan atas yang
letaknya di suatu daerah yang luas dapat
membantu terlaksananya pendidikan bagi
anak-anak miskin yang tidak dapat
bersekolah. Rumah dermawan tersebut
dapat dipakai mereka untuk memperolah
pengetahuan dan keterampilan sehingga
memiliki gaya berpikir yang lebih maju.
Mereka dapat memiliki rencana yang baik
untuk usaha dan pekerjaan apa yang akan
mereka lakukan untuk dapat memperbaiki
kesejahteraannya.
Guru Sekolah
Seorang guru sekolah adalah pengajar bagi
anak setelah ibu mereka dalam keluarga.
Peranan seorang guru dapat menentukan
keberhasilan dan kegagalan pendidikan
anak-anak. Pestalozzi menggambarkan dua
macam guru dalam pengajaran kepada
anak, yaitu guru yang baik dan tidak baik.
Guru yang tidak baik memiliki sifat sebagai
79
4.
Pengalaman Hidup
Pestalozzi memberikan pelajaran umum
kepada setiap peserta didik tanpa
membedakan keadaan mereka. Pelajaran
umum yang diajarkan berdasarkan
pengalaman hidup mereka. Materi yang
diajarkan bertujuan untuk mengantisipasi
setiap kondisi yang mereka hadapi untuk
dapat mencari solusi berdasarkan
pengetahuan yang dimilikinya. Materi
pelajaran khusus juga diajarkan sesuai
dengan bakat anak didik. Upaya
mengembangkan bakat dapat dilakukan
oleh mereka sendiri dengan memperhatikan
setiap hal yang terjadi dalam pengalaman
hidupnya. Pestalozzi hendak mengatakan
bahwa pengalaman pendidikan tidak
hanya dapat diperoleh dari sekolah dan
rumah tetapi dari pengalaman hidup yang
mereka alami.
5.
Pelajar
Setiap anak, baik laki-laki maupun
perempuan, mendapat kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan. Pada awalnya
Pestalozzi mengajar anak miskin yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ia
mengajar kerajinan tangan selain
pengetahuan dasar lainnya. Bagi anak lakilaki diajari keterampilan yang berhubungan
dengan pekerjaan tukang kayu sedangkan
anak perempuan diajari keterampilan yang
berhubungan dengan pekerjaan rumah
tangga (menjahit, memasak, memelihara
anak). Pestalozzi berpendapat bahwa
mendidik anak perempuan menjadi seorang
ibu adalah penting karena seorang ibu
dapat memegang peranan pendidikan bagi
anaknya kelak. Apabila dana yang tersedia
cukup memadai perlu diimbangi dengan
kesediaan para pemuda untuk terpanggil
menjadi tenaga pengajar. Pemerintah perlu
mendirikan perguruan tinggi yang akan
mendidik dan melatih para calon pengajar
tersebut. Mereka dapat dididik bagaimana
menjadi pengajar yang baik.
Pada
kenyataannya
Pestalozzi
diperhadapkan dengan situasi yang berlainan
dengan apa yang diinginkannya. Banyak
pemuda yang berbakat dan pintar tidak
80
Simpulan
Kesimpulan
Pestalozzi terpanggil untuk memperhatikan,
memberikan dan mengembangkan pendidikan
bagi semua anak-anak tanpa membedakan status
sosialnya. Setiap anak laki-laki dan perempuan
mendapat kesempatan untuk memperoleh
pengetahuan. Ia berhasrat untuk menolong anak
memperoleh pendidikan supaya terdapat
kemungkinan mereka dapat menjalani
kehidupan yang lebih baik. Pemikiran
Pestalozzi tentang praktik dan teori dalam
pendidikan sesuai dengan pandangan Paulo
Freire. Pandangan tersebut menegaskan bahwa
teori bukanlah sesuatu yang terlepas dari
praktik. Setelah melalui pengalaman belajar di
kelas maka akan menciptakan teori yang berguna
untuk menumbuhkembangkan pendidikan
karakter.15
Tujuan pelaksanaan PAK diarahkan untuk
menghasilkan seorang yang hidup beriman
kepada Allah dan dapat menjalin hubungan
yang baik dengan sesamanya. Tujuan khusus
adalah untuk memperlengkapi peserta didik
memperoleh pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan untuk memenuhi perannya
dalam masyarakat. Pendidikan tidak hanya
membagikan pengetahuan saja tetapi membagi
hidup dengan sesama. Pandangan ini selaras
dengan pendapat Russell yang menegaskan
bahwa sasaran pendidikan memberikan
Saran
Di akhir tulisan ini penulis menyampaikan
beberapa saran yang berhubungan dengan
pikiran dan praktik PAK Johann Heinrich
Pestalozzi bagi pendidikan yaitu: Pertama, Model
pendidikan yang dipraktikkan hendaklah
berdasarkan kasih kepada Allah dan sesama.
Para guru memiliki kasih yang dapat dinyatakan
melalui pendidikan bagi anak-anak didiknya.
Suasana pendidikan yang dipenuhi kasih dapat
menghasilkan anak-anak didik yang memiliki
kepedulian dan mendatangkan kebahagiaan
bagi sesamanya. Kedua, Model pendidikan di
sekolah-sekolah perlu memperhatikan
pengembangan kemampuan anak-anak didik
yang pada akhirnya menjadi keterampilan yang
akan mereka miliki. Keterampilan yang mereka
miliki dapat menjadi bekal ketika berada di
tengah-tengah masyarakat. Anak-anak didik
dapat memanfaatkan apa yang ada di tengahtengah masyarakat. Anak-anak didik dapat
memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya untuk
mengembangkan keterampilannya. Ketiga,
Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan
perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas
guru. Usaha tersebut dapat dilakukan melalui
peningkatan jenjang pendidikan mereka dan
pembekalan melalui pelatihan serta kursuskursus yang sesuai dengan bidang keahliannya.
Sekolah yang bermutu memerlukan sosok guru
yang baik dan menjadi teladan bagi anak-anak
didiknya dalam pengetahuan dan perilakunya.
Ia dapat menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan sehingga anak didik tidak
merasa bosan dan jenuh belajar. Guru masuk
kelas tidak hanya untuk memberi tugas bagi
anak-anak didiknya tanpa menerangkan dan
mengajak mereka terlibat setelah itu ia pergi dari
ruang kelas. Keempat, Perlu memberdayakan
potensi para ibu dalam mendidik anak-anaknya.
Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk
menanamkan dan mengembangkan pengetahuan dalam mendidik anak-anak adalah melalui
keterlibatan peranan gereja. Gereja dapat
mempraktikkan beberapa metode pengajaran
kepada para ibu yang bertemakan tentang
mendidik anak-anak. Metode tersebut dapat
dilakukan melalui kegiatan-kegiatan,
diantaranya: kegiatan pemahaman Alkitab,
kelompok kecil, pembinaan warga gereja dan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014
81
Catatan kaki
1
82
12
Daftar Pustaka
Boehlke, Robert R. (1997). Sejarah perkembangan
pikiran dan praktek PAK Jakarta: BPK
Gunung Mulia
Bowers, Fredalene B. and Gehring, Thom. Johann
Heinrich pestalozzi: 18 th century swiss
educator and correctional reformer didapat
dari http://dipergunakan 12 Maret 2014
Clark, Donald. Pestalozzi and pestalozzianism ,
didapat dari http:// diunduhn 23 Maret
2014
Eby, Frederick. (1964). The development of modern
education 2 ed. New Delhi: Prentice-Hal of
India PVT.Ltd
Erikson. (1976). The Reformers : An historical
survey of pioneer experiments in the treatment
of criminals. NewYork: Elsevier
Freire, Paulo. (1984). Pendidikan, pembebasan,
perubahan sosial, terj. Mien Joebbaar
Jakarta: PT Sangkala Pusar
Heafford (1967). Pestalozzi: His thougth and its
relevance today, London: Methuen
hhtp:// sorot.vivanews.com/, 20 Desember 2012
83
Hilda Karli
E-mail: temasain@gmail.com
Universitas Terbuka-Bandung
Abstrak
urikulum sebagai rencana untuk pengalaman belajar siswa di sekolah mencapai tujuan
pendidikan dan menjamin adanya keseimbangan antara proses pendidikan dan pemakai
lulusan. Oleh karena itu kurikulum disusun sesuai zamannya. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan 2006 disusun guna mempersiapkan lulusan siap masuk dunia kerja sedangkan
Kurikulum 2013 disusun guna mempersiapkan lulusan mengahadapi era globalisasi. Perbedaan
KTSP 2006 dan Kurikulum 2013 antara lain pada proses penyusunan RPP dan silabus, format
rapor, pendekatan pembelajaran, beban belajar dan komponen mata pelajaran. Penilaian proses
dan model pembelajaran yang disarankan pada hakekatnya sama.
Differences between the 2006 Curriculum and the 2013 Curriculum for Elementary Schools
Abstract
Curriculum as a plan for the studentss learning experience at schools to achieve educational goals and to
match the educational process to the users. Therefore, the curriculum is to be developed and adjusted to its era.
. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 has been developed to prepare graduates to enter the workplace
while Curriculum of 2013 has been developed to prepare graduates to face the globalization era. The
differences between the two Curricula lie in the process of preparing lesson plans and syllabi, format of report
cards, learning approach, the learning burden and subjects components. Assessment process and suggested
learning model are principally similar.
Key words: Curriculum, competence, national educational standard
Pendahuluan
Indonesia akan memasuki pasar ekonomi bebas
tahun 2015 artinya harus mempersiapkan
sumber daya manusia (SDM) yang mampu
bersaing dengan bangsa lain. Namun dari hasil
studi Human Development Index (HDI),
menunjukkan bahwa mutu sumber daya
manusia Indonesia rendah. Angka Human
Development Index (HDI salah satu indikator
84
85
Kajian Pustaka
a. Standar Nasional Pendidikan
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dikemukakan
bahwa Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Fungsi mendapatkan
pendidikan tertuang dalam UU Sisdiknas 20/
2003 pasal 3 yang berbunyi .. menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Diperjelas lagi dalam Peraturan
Pemerintah No.19/2005 atau No 32/2013 yang
mengatakan bahwa pendidikan diatur dalam
Standar Nasional Pendidikan (SNP).
SNP adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah NKRI untuk
mengembangkan kurikulum di sekolah.
Fungsinya SNP sebagai pengikat KTSP yang
dikembangkan oleh setiap sekolah. Ada delapan
SNP yaitu Standar Isi, Standar Proses, Standar
kompetensi lulusan, Standar tenaga dan
kependidikan, Standar sarana dan prasarana,
Standar pengelolaan, Standar pembiayaan, dan
Standar penilaian. Untuk Standar Isi mencakup
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu. Ruang lingkup
Standar Isi terdiri dari Kerangka dasar dan
struktur kurikulum, KTSP, Beban belajar, dan
Kalender akademik yang dijabarkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan No. 22/2006 dan
Permendiknas No. 81A /2013.
Menurut UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 19
dikatakan bahwa kurikulum adalah
Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan
sebuah sistem, memiliki sejumlah komponenkomponen yang saling berhubungan, sebagai
kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuan. Hal
itu memberikan gambaran bahwa pendekatan
sistem dalam pengembangan kurikulum
merupakan bentuk berputar dan dinamis
dimana empat komponen dari suatu model
saling berhubungan yaitu komponen tujuan,
86
b.
87
Pembahasan Masalah
Kurikulum sebagai rencana untuk pengalaman
siswa di kelas dan di sekolah agar tercapai
tujuan yang disusun secara tertulis pengalaman
belajar, program belajar, dan hasilnya. KTSP
2006 adalah kurikulum yang lebih menekankan
pada kemandirian sekolah untuk menyusun
Jurnal Pendidikan Penabur - No.22/Tahun ke-13/Juni 2014
89
ASPEK
KTSP 2006
Kurikulum 2013
Pengembangan
pendidikan
Pendekatan
pembelajaran
Pembelajaran tematik
dilaksanakan kelas 1-3 SD
Jumlah mata
pelajaran
Kompetensi mata
pelajaran
Beban belajar
Keterkaitan
kompetensi mata
pelajaran
Kedudukan mata
pelajaran bahasa
indonesia
Jenis kurikulum
Tiap jenis konten pembelajaran Bermacam jenis konten pembeladi ajarkan terpisah (separated
jaran diajarkan terkait dan terpacurriculum)
du satu sama lain (cross curriculum
atau intergrated curriculum)
Tematik di
laksanakan pada
kelas
10
Model tematik
digunakan
sekolah
90
ASPEK
KTSP 2006
Kurikulum 2013
11 Kedudukan IPA
dan IPS
12
Kedudukan TIK
13
Kedudukan
bahasa inggris
14
Kegiatan
pramuka
15
Ujian akhir
tingkat satuan
pendidikan
16
Proses penilaian
yang digunakan
17
Format raport
untuk siswa
91
Standar Isi
Standar
Kompetensi
Lulusan
Standar
Kompetensi
Lulusan
Standar Isi
Kompetensi
Inti
Materi dan
Indikator
Pemilihan
media dan
penilaian
Silabus
RPP
Kompetensi
Dasar
Materi dan
Indikator
Pemilihan
media dan
penilaian
Silabus
RPP
Kurikulum 2013
93
Simpulan
Kesimpulan
Pada dasarnya KTSP 2006 dan Kurikulum 2013
adalah roh dari KBK 2004 namun dalam
pelaksanaannya KTSP 2006 lebih menekankan
pada
kemandirian
dan
bagaimana
memberdayakan satuan pendidikan melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada
lembaga pendidikan dan mendorong sekolah
untuk mengambil keputusan secara partisipatif
dalam pengembangan kurikulum. Kurikulum
2013 lebih menekankan pada bagaimana
menciptakan manusia yang mandiri, mampu
memecahkan masalah, mempunyai kepribadian
yang kuat, inovatif dan kreatif dan menguasai
teknologi sebagai akibat bonus demografi dan
perkembangan pesatnya teknologi.
Struktur KTSP 2006 mengelompokkan mata
pelajaran di SD menjadi 3 bagian A,B dan C.
Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok
mata pelajaran yang kontennya dikembangkan
oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B adalah
muatan lokal dan kelompok C adalah
pengembangan diri yang dikembangkan oleh
pemerintah daerah. Struktur Kurikulum 2013
mengelompokkan mata pelajaran di SD menjadi
2 kelompok yaitu kelompok A dan B.Mata
pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata
pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh
pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri
atas mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya
serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan adalah kelompok mata pelajaran
yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan
dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.Berdasarkan
Kompetensi Inti disusun mata pelajaran dan
alokasi waktu yang sesuai dengan karakteristik
satuan pendidikan.
Ada perbedaan jumlah jam pelajaran
perminggu tatap muka untuk KTSP dan
Kurikulum 2013. Jumlah jam per minggu KTSP
untuk kelas 1-3 SD sebanyak 28 JP dan kelas 46 SD 32 JP . Kurikulum 2013 kelas 1 sebanyak 30
Saran
Perlu adanya peningkatan keprofesionalan SDM
(guru, kepala sekolah, pengawas, dll) dalam
berbagai kegiatan yang berkesinambungan dan
95
Daftar Pustaka
Fogarty, Robin. (1991). How to integrate the
curricula. New York City: Skylight Pub
Himpunan Peraturan Perundang-undangan.
(2009). Sisdiknas. Bandung: Fokusmedia
Herr, J. dan Larson, Y.R. (2000). Creative resourses
for the early childhood classroom. USA:
Delmar Thompson Learning
Hamalik, Oemar. (2011). Dasar-dasar
pengembangan kurikulum. Bandung: Rosda
Karya
Hurlock, Elisabeth. (1980). Psikologi
perkembangan.. Edisi ke-5.Jakarta:
Erlangga
Kostelnik, M.J., et.al. (1991). Teaching young
children using themes. Avenue: Good Year
Books
96
Isu Mutakhir
Mudarwan
E-mail: mudarwan.aci@gmail.com
Bidang Kurikulum dan Evaluasi BPK PENABUR Jakarta
97
98
Ketrampilan komunikasi
merujuk pada kemampuan
mengidentifikasi, mengakses,
memanfaatkan serta
mengoptimalkan perangkat
dan teknik komunikasi untuk
menerima dan menyampaikan
informasi kepada pihak lain.
Terampil kolaborasi berarti
mampu menjalin kerjasama
dengan pihak lain untuk
meningkatkan sinergi dalam
berbagai proses pembelajaran
atau dalam berbagai proyek
yang dilakukan.
Keterampilan tersebut jauh
lebih bermanfaat dan
bermakna dibandingkan
hanya menghapalkan isi buku
pelajaran dan berbagai fakta
ilmu pengetahuan di
dalamnya. Dewasa ini,
mencari dan memperoleh
fakta ilmu pengetahuan dapat
dengan mudah dilakukan
melalui media internet.
Namun, keterampilan yang
dibutuhkan peserta didik
seperti halnya berpikir
kritis,pemecahan
masalah,komunikasi, dan
kolaborasi, tidak serta merta
diperoleh melalui internet,
melainkan harus dipelajari,
dilatihkan serta dibiasakan.
Di sinilah peran sekolah yang
sesungguhnya. Sekolah
bukan saja sekedar tempat
untuk menimba ilmu
pengetahuan, namun sekolah
dapat menjadi wadah
pelatihan bagi peserta didik
untuk menjadi pemikir yang
kritis, problem solver,
komunikator ulung serta
mampu berkolaborasi atau
bekerja sama secara handal.
Selaras dengan
pengertian di atas, learning to
pengorbanan yang
sesungguhnya. Dengan
demikian, diharapkan peserta
didik kelak mampu hidup arif
bersama orang lain serta
mampu bekerja sama di dalam
lingkungan masyarakat.
Bahkan mereka terlatih untuk
peka akan permasalahan
yang dihadapi orang lain dan
berperan aktif menolong
sesamanya, karena mereka
juga adalah bagian dari
masyarakat. Saat itulah
mereka dapat dikatakan
menjadi manusia yang
berjati diri yang menurut
Zhaou (2005) bahwa Learning
to be mengandung makna
belajar menjadi manusia yang
menguasai dan
mengembangkan ilmu
pengetahuan, keterampilan
dan nilai-nilai secara utuh
baik fisik, intelektual, moral,
dan budaya.
Penilaian di Dalam
Kelas
Guna meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah, tidak
cukup hanya dengan
memperbaiki dan
mengembangkan
kurikulumnya saja. Sistem
penilaian pun perlu
direformasi, yaitu dari
orientasi penilaian yang
memberi label nilai 9, 8, 7 atau
lulus - tidak lulus, naik kelas tinggal kelas, dan lain
sebagainya, menjadi
pengumpulan informasi yang
berkaitan dengan mutu
peserta didik yang ada,
misalnya mengapa siswa A
memperoleh nilai 4, mengapa
siswa B malas belajar
99
100
101
Memperbaiki Ujian
Nasional
Menurut Linn (2000) yang
diperkuat oleh Herman (2008),
dampak ujian negara atau
ujian nasional cenderung
menumpukkan kurikulum
dengan penekanan yang lebih
besar pada hapalan daripada
keahlian berpikir dan
memecahkan masalah.
Kebanyakan ujian nasional
lebih fokus pada pengetahuan
dan keahlian yang cenderung
mudah ketimbang pada
keahlian kognitif yang lebih
kompleks. Hal ini akan
mempersempit kurikulum dan
menjadikannya lebih fokus
pada keahlian kognitif
rendah. Lebih lanjut, menurut
Gallagher (2000) dampak
ujian nasional adalah guru
akan mengajar demi mengejar
ujian. Guru akan mengajar
pengetahuan dan keahlian
yang akan diujikan saja,
bukan pada apa yang menjadi
standar kompetensi atau
tujuan belajar serta
mengabaikan apa yang tidak
ikut diujikan. Seluruh peserta
didik akan diarahkan untuk
menghabiskan banyak waktu
dalam berlatih soal ujian saja.
Menurut Popham (2003), ujian
akan meningkatkan rasa
bosan dalam ruang kelas,
karena dalam masa
persiapannya, seluruh peserta
didik diminta untuk
mencurahkan segenap
waktunya guna berlatih pada
item-item yang lebih kurang
sama dengan yang akan
mereka hadapi nantinya pada
ujian. Tentu saja hal itu
memadamkan sukacita belajar
102
akanonlinedanoffline.
Soalnya akan dibuat lebih
canggih tanpa perlu ada
kertas-kertas yang dicetak.
Pihak pengelola UN
memilih menggunakan soal
pilihan ganda (PG) di dalam
UN dan tidak menggunakan
soal uraian. Mereka memilih
soal yang berbentuk PG,
bukanlah tanpa alasan.
Berikut beberapa keuntungan
menurut situs
gurupembaharu.com, jika
menggunakan soal pilihan
ganda, dalam tes: (1) Objektif,
artinya pasti ada jawaban
yang benar atau paling tepat;
(2) Efisien, lebih banyak
bagian dari silabus yang
dapat di uji; (3) Mudah dalam
penilaian, bisa secara online,
menggunakan software, optical
reader atau orang lain; (4)
Hasil penilaian dapat
dikembalikan dengan cepat ke
siswa; (5) Hasil dapat
dihitung, jadi memungkinkan
untuk menganalisis sejauh
mana pencapaian siswa
dalam setiap pertanyaan; (6)
Dapat mengidentifikasi
kesulitan siswa atau soal
yang menjadi problematika
siswa, (7) Ketetapan umpan
balik (feedback) dapat
ditargetkan secara lebih
efisien, karena terdapat
batasan yakni kesalahan
siswa dalam menjawab; dan
(8) Menghindari kebosanan
dan penyusunan soal yang
memakan waktu, karena
dapat mendaur ulang soal
yang sudah ada. Walau
memiliki berbagai kelebihan,
namun soal tes jenis PG juga
mempunyai beberapa
kelemahan, diantaranya: (1)
kurang dapat
menggambarkan sebuah
proses, (2) secara umum yang
diujikan kepada peserta didik
hanya pada tingkatan proses
berpikir rendah (3) tanpa
analisa, (4) kurang dapat
menggambarkan kemampuan
siswa secara utuh, (5) dapat
menyebabkan peserta didik
berpikir untung-untungan, (6)
kurang memberikan peluang
menjawab dengan benar pada
siswa (hanya 20% - untuk
lima opsi jawaban), (7) kurang
memacu siswa untuk
memberikan analisis dan
memberikan jawaban, (8)
tidak dapat menjawab secara
analisa atau kesimpulan, serta
(9) tidak dapat mendeteksi
langkah siswa dalam
mengerjakan soal. Dengan
mengkaji beberapa kelemahan
penggunaan soal jenis pilihan
ganda pada UN, maka dapat
diusulkan pengembangan
penggunaan soal-soal,
sebagai berikut: (1)
menggunakan variasi soal PG
yang tidak saja menguji
tingkat berpikir rendah,
namun juga pengetahuan
serta konsep yang bersifat
High order Thingking (HOT)
dengan variasi metode seperti:
Benar-Salah (true - false) dan
menjodohkan (matching) serta
tentu saja pilihan ganda
(multiple choice). Butir-butir
soal tersebut harus
dikembangkan sesuai
karakteristiknya masingmasing, dan (2) melengkapi
soal obyektif dengan
menggunakan tes nonobyektif atau yang dikenal
dengan tes subyektif, yang
mencakup: Isian atau
melengkapi, jawaban singkat
dan uraian atau esai yang
disesuaikan dengan
karateristik soal yang akan
dikembangkan.
Tes subyektif patut
dipertimbangkan untuk
digunakan dalam UN, karena
penggunaannya: (1) dapat
melihat proses berpikir siswa,
(2) dapat mengukur cara
penyampaian gagasan siswa,
(3) dapat mengemukakan
pendapat dengan bebas, (4)
mampu mengukur kedalaman
materi, serta (5) mudah
membuat konstruksi soal.
Dengan demikian, tidak
hanya menggunakan soal
dengan bentuk PG, namun
dapat juga dilengkapi dengan
soal tes subyektif seperti esai.
Dampaknya, hasil tidak dapat
diperoleh secara instant.
Namun, pendidikan
seyogyanya lebih
menekankan pada proses
daripada fokus pada hasil.
Oleh karena itu, hasil UN
yang menentukan siswa lulus
atau tidak, patut
dipertanyakan serta
dipertimbangkan. Karena
proses panjang yang dilalui
peserta didik selama 12 tahun
di bangku sekolah jauh lebih
bermakna dibandingkan
hanya memiliki selembar
ijazah kelulusan.
Dengan membuat ujian
nasional berbentuk tes
obyektif yang diperkaya
dengan penggunaan soal-soal
subyektif, maka peserta didik
akan dibiasakan untuk
berpikir bukan saja secara
konvergen, namun juga secara
divergen. Soal-soal pilihan
ganda yang hanya
mempunyai satu jawaban
benar cenderung membuat
siswa berpikir secara
103
104
benar-salah, menjodohkan,
dan uraian. Instrumen uraian
dilengkapi pedoman
penskoran, (2) instrumen tes
lisan berupa daftar
pertanyaan, serta (3)
instrumen penugasan berupa
pekerjaan rumah dan/atau
projek yang dikerjakan
secara individu atau
kelompok sesuai dengan
karakteristik tugas. Untuk
menilai aspek keterampilan,
maka penilaian dapat
dilakukan melalui penilaian
kinerja, yaitu: penilaian yang
menuntut peserta didik
mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu dengan
menggunakan tes praktik,
projek, dan penilaian
portofolio. Setiap guru dan
pendidik harus dilengkapi
melalui pelatihan-pelatihan
guna menguasai metodemetode di atas. Demikian
pula dengan para calon guru
agar mereka dipersiapkan
menjadi calon pendidik yang
bukan saja menguasai
kurikulum pendidikan,
namun juga terampil
menerapkan sistem
penilaiannya. Jika
diterapkan secara tepat, benar
dan konsisten, maka
penilaian dengan metodemetode di atas akan
berdampak pada peningkatan
kualitas peserta didik yang
pada gilirannya akan
meningkatkan mutu lulusan.
Penutup
Tidak dapat dipungkiri
bahwa tes atau ujian dan
bentuk penilaian lainnya,
dapat digunakan untuk
memperbaiki mutu
pendidikan di sekolah.
Faktanya, penilaian memiliki
dampak yang besar terhadap
praktek pendidikan di
sekolah. Contoh: cukup
banyak keluarga yang
memutuskan untuk
menyekolahkan anaknya di
sekolah negeri unggulan,
karena sekolah itu
mempunyai predikat yang
baik dalam hasil UN.
Walaupun sekolah itu
berjarak cukup jauh dari
tempat tinggal mereka dan di
dekatnya ada sekolah negeri
nonunggulan. Penilaian juga
tampaknya cukup
meyakinkan dan mudah saja
dilakukan. Cukup dengan
memberikan peserta didik di
sekolah itu tes atau ulangan
untuk dikerjakan, melihat
bagaimana kemampuan
peserta didik untuk
mengerjakannya, serta
seberapa sukses mereka atau
sekolah mereka dalam tes
tersebut. Namun
sesungguhnya melakukan
penilaian dengan tes atau
ulangan tidaklah sesederhana
itu. Penggunaan hasil tes
secara keliru akan berdampak
pada pengambilan keputusan
yang juga keliru. Oleh karena
itu tes dan hasil tes harus
ditafsirkan secara benar.
Namun tes atau
penilaian dalam bentuk tes
tertulis atau ulangan
bukanlah satu-satunya cara
meningkatkan mutu sekolah.
Agar sekolah dapat berfungsi
meningkatkan mutu peserta
didik, maka diperlukan
tindakan para pelakunya
untuk memperbaiki
kurikulum pendidikan secara
Daftar Acuan
Gallagher, C. (2000). A seat at
the table: Teachers
reclaiming assessment
through rethinking
accountability. Phi Delta
Kappan, 81(7), 502 507
http://gurupembaharu.com/
home/mengapamenggunakan-soalpilihan-ganda/ diakses
pada 4 Maret 2014
Herman, J. L. (2008).
Accountability and
assessment in the service
of learning: Is public
interest in K-12 education
being served? dalam L.
Shepard & K. Ryan
(Eds.). The future of test
based accountability.
New York: Taylor &
Francis
Linn, R. L. (2000). Assessment
and accountability.
Educational Research, 29,
4 15
Mueller, J. (2006). Authentic
assessment toolbox. dari
website http://
jonathan.mueller.
faculty.noctrl.edu/
toolbox/whatisit.htm#
looklike diakses pada
22 Juni 2014
Nasional.sindonews.com/
read/2014/03/04/15/
840884/kemendikbudsebut-un-akandilakukan-secara online
105
106
Manajemen Pendidikan
Dasar Dan Menengah
Stansfield, C.W. & Rivera, C.
(2002). 2nd language
testing: How will English
language learners be
accommodated dalam
R.W. Lissitz & W.D.
Schafer (Eds.),
Assessment in Education
Reform: Both Means and
Ends. Boston: Allyn &
Bacon.
Zhaou, Z. N. (2005). Four
Pillars of learning for
the reorientation and
reorganinization of
curriculum: Reflections
and Discussions. Geneva
: International Bureae of
Education (IBE). Dari
situs http://
www.ibe.unesco. org/
cops/Competencies/
PillarsLearningZhou.pdf
diakses pada 13 Juni
2014.
Resensi buku
Judul:
10 Karakter yang Harus Dimiliki Guru yang Sangat Efektif
Pengarang
Elaine K. McEwan
Penerjemah:
Drs. Benyamin Molan
Penerbit:
PT Index
Tempat/Tahun Terbit:
Jakarta/2014
Cetakan:
Pertama
Ukuran:
15 x 22 cm
Jumlah Halaman:
xxiv, 253
Peresensi:
Lisa Kumalanty
E-mail: lisa.kumalanty@bpkpenaburjakarta.or.id
Lapendik BPK PENABUR Jakarta
107
Caranya, dengan membangun relasi yang hangat dan orangtua. Kegiatan merekrut membuat tim
dengan siswa; bersikap adil, tegas, dan memperoleh manfaat antara lain: memperoleh
konsisten; selalu menghargai siswa; memper- kepastian dalam menentukan pilihan guru baru,
lakukan siswa sebagai individu yang mempu- belajar dan bertumbuh secara profesional, serta
nyai kemampuan dan dapat dipercaya. Guru sadar akan pentingnya membangun tim. (p.157)
yakin akan kemampuannya memotivasi dan
Sedangkan dalam bab 8 dibahas tentang
menetapkan ekspetasi yang tinggi bagi siswa. kepala sekolah yang memberi bimbingan kepada
(p.89)
guru baru, antara lain: pentingnya menghafal
Penulis mengeksplorasi berbagai alat yang nama siswa, berbicara dengan mereka, dan
digunakan para guru yang sangat efektif dalam memberikan apresiasi atas kontribusi mereka.
bab 5. Ketika membelajarkan siswa, alat yang Terakhir, dalam bab 9 penulis menyajikan 26
dipergunakan sebagai berikut: kemampuan aktivitas, strategi, dan perilaku yang diimplemenkomunikasi, keterampilan mengajar yang tasikan para kepala sekolah. Aktivitas dilakukan
esensial, perilaku mengajar berbasis riset; untuk memberdayakan dan menyemangati para
kemampuan untuk menyeleksi dan mengim- guru yang berpengalaman, antara lain: memberi
plementasi model pengajaran atau pendekatan pujian atau hadiah kecil untuk ide inovatif saat
yang memadai dari sebuah repertoar yang luas, pertemuan staf pengajar dua bulanan; pendamserrta kemampuan untuk menerapkan prinsip pingan rekan sebaya; analisis sebuah rekaman
pemelajaran yang spesifik. Guru yang sangat kegiatan mengajar (micro teaching).
efektif adalah seorang virtuoso instruksional dan
Melalui buku 10 Karakter yang Harus Dimiliki
komunikator yang
Guru yang Sangat
terlatih. Bab 5
Efektif ini, dapat
menyajikan empat
diperoleh banyak
Guru yang sangat efektif memiliki
karakter pembelpengetahuan dan
pengetahuan yang baik tentang
ajaran yang memketerampilan
konten; memahami kondisi dan
bawa hasil: keserba gaima na
budaya siswa di rumahnya;
taan, gaya, motimenjadi guru yang
kemampuan menjadi metakognitif
vator unggul, dan
sangat efektif. Kata
(mampu membaca keadaan mental
efektivitas instrukefektif dari guru
seseorang)
sional. (p.113)
yang efektif dapat
Dalam bab 6
dipahami sebagai
penulis menyajikemampuan guru
kan, guru yang sangat efektif memiliki karakter untuk menyesuaikan diri dengan pergeseran
intelektual yang menunjukkan pengetahuan, pasang surut dan pasang naiknya kehidupan
keingintahuan, dan kesadaran. Guru yang kelas dan kebutuhan siswa serta mengajarkan
sangat efektif memiliki pengetahuan yang baik siswa yang berbeda dalam berbagai situasi. Hal
tentang konten; memahami kondisi dan budaya ini sangat penting karena melalui guru yang
siswa di rumahnya; kemampuan menjadi sangat efektif dihasilkan siswa yang berprestasi.
metakognitif (mampu membaca keadaan mental Walaupun terjemahan buku ini menggunakan
seseorang). Guru yang sangat efektif lebih dari beberapa istilah dan tata bahasa yang agak sulit
sekadar seorang pribadi berkarakter dengan dipahami, namun dengan gambar skema memuketeram-pilan mengajar yang sangat dahkan pembaca memahami garis besar materi.
dikembangkan. Guru yang sangat efektif juga
Senada dengan Elaine, Ikhya Ulumudin,
berbasis otak. (p.113)
dengan artikel berjudul Pengaruh Faktor
Setelah penulis merinci kesepuluh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Karakteristik Guru,
karakteristik guru yang sangat efektif, dalam bab dan Pemanfaatan Fasilitas Belajar di Sekolah Oleh
7 dibahas cara merekrut guru. Penulis Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa, mengungmengungkapkan, calon guru di sekolah direkrut kapkan ada korelasi antara karakteristik guru
oleh tim yang terdiri atas guru, administrator, dan hasil belajar siswa. Menurut Ikhya,
109
110
Fredrika HR
E-mail: richahursepuny1962@yahoo.com
SMPK BPK PENABUR Cimahi
Sejarah Singkat
111
112
TKK
SDK
SMPK
Total
2009/2010
176
588
226
990
2010/2011
169
603
228
1000
2011/2012
169
622
216
1007
2012/2013
156
596
224
976
2013/2014
151
578
253
982
TK
SD
SMP
Total
No
Nama
Masa Jabatan
2009/2010
11
23
18
52
1961 - 1975
2010/2011
12
25
22
59
Nurhayati Suratno
1975 - 1984
2011/2012
13
29
21
63
Lenny Usman
1984 - 1994
2012/2013
13
29
21
63
Dede Susilawati
1994 - 2003
2013/2014
14
33
23
70
Tri Yuwani
2003 - sekarang
Nama
Masa Jabatan
I.M. Sitorus
1963 - 1967
Tini Gantini
1968 - 1970
Haryanto M. Sasono
1971 - 1973
1974 - 1975
Tedjo Sutikno
1975 - 1976
Jolly Sukarman
1976 - 1994
1995 - 1999
Fredrika R.
Hursepuny, S.Th
1999 - 2009
No
2009 - sekarang
Nama
Masa Jabatan
1963 - 1965
Ibrahim Hasan
1972 - 1973
1974 - 1975
1975 - 1977
1977 - 1980
1980 - 1982
David Lewarion
1982 - 1984
David Lewarion
1984 - 1986
10
1986 - 1990
11
1990 - 1994
12
Mathius
Tandiontong, S.E
1994 - 1998
Masa Jabatan
1961 -
Nama
1962
Sri Kusyamto
13
Tjetjep Gunawan
1998 - 2002
Aep Machyar
14
Joshua Hendharto
Chiptadaya, S.H
2002 - 2006
Mamah Haryati
Liana Dharmawati
15
Ir. Arda R.
Lukitobudi,M.Eng
2006 - 2010
Debora Lusiana,
S.IP, M.Pd.
16
Ir. Arda R.
Lukitobudi,M.Eng
2010 - 2014
1994 - 2006
2006 - sekarang
113
TKK
SDK
114
No
Jenis Prestasi
Tahun
2010
2010
2010
2011
2011
2011
2011
2011
2012
10
2012
11
2012
12
2012
13
2012
14
2013
15
2013
16
2013
17
Juara I, II, III dan Harapan I Lomba Mewarnai TKA Kota Cimahi
2013
18
Juara I, II, dan III Lomba Story Telling Cerita Alkitab TK Cimahi
19
20
1
2013
2013
2013
2010
2010
2010
2010
2010
2011
2012
10
2012
11
2012
12
2013
13
2013
14
2013
15
2013
16
2013
17
2013
2012
2012
Jenjang
No
Tahun
2008
2009
2009
2010
2010
2011
2011
Cimahi
SMPK
2011
2011
10
2011
11
2011
12
2011
13
2011
14
2011
15
2011
16
2011
17
2011
18
2011
19
2012
20
2012
21
2012
22
2013
23
2013
24
2013
25
2013
26
2013
27
2013
28
29
2014
2014
30
2014
31
2014
32
2014
33
2014
34
2014
35
2014
Jurnal Pendidikan Penabur - No. 22/Tahun ke-13/Juni 2014
115
Jenjang
TKK
Prestasi
Tahun
1.
2010
2.
Rokayah S.Pd.
2011
3.
Paulina Marsawati
2011
4.
2011
5.
2011
6.
2011
7.
2011
8.
2011
9.
2010
10.
2013
11.
Vivi Lianata
2013
12.
2014
2012
2013
2013
2013
2014
2013
2014
2014
2014
1.
Debora Lusiana, S.
IP.M.Pd
SDK
1.
SMPK
116
2.
2014
3.
2014
Tidak ada
Jenjang
TKK
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
SDK
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
SMPK
117
118
Penutup
Apa yang tertulis di sini merupakan informasi
yang digali dari Buku Kehidupan Jemaat GKI
Cimahi edisi pertama HUT ke 25 GKI Cimahi.
Semoga BPK PENABUR Cimahi menjadi terang
Kristus bagi masyarakat di kota Cimahi dan
sekitarnya, serta menjadi berkat bagi sesama.
Dengan memperkenalkan profil sekolah kepada
masyarakat, diharapkan masyarakat dapat
melihat BPK PENABUR sebagai lembaga Kristen
yang terpercaya.
Besar harapan agar masyarakat lebih
mengenal BPK PENABUR Cimahi bukan hanya
sebagai sekolah yang dikenal baik di hati
masyarakat kota Cimahi dan sekitarnya tetapi
juga sebagai sekolah unggulan di kota Cimahi
sesuai dengan Visi Misi BPK PENABUR,
tentunya dengan kerja keras seluruh pengurus,
guru, karyawan, orang tua siswa dan siswa BPK
PENABUR disertai dengan doa kepada Tuhan.
Tuhan memberkati.
A. Persyaratan
1. Kajian Pustaka
2. Kajian Empiris
3. Kajian/ Studi Kasus
B. Ragam Naskah
4. Evaluasi
5. Kajian Kebijakan
6. Kajian Pengembangan
7. Analisis Deskriptif/Opini
8. Resensi Buku
2. Identitas Penulis
a. Isi
3. Abstrak
b. Panjang
Dalam 1 paragraf
Minimal 3 kata
c. Kata-Kata Kunci
i. Bahasa Indonesia
d. Bahasa
a. Isi
C. Struktur Naskah
4. Pendahuluan
i. Deskriptif
b. Bentuk
ii. Informatif
a. Jenis Penelitian
5. Metode Penelitian
ii. Kuantitatif
i. Interpretasi
b. Pembahasan
c. Implikasi
ii. Mikro/Khusus
a. Kesimpulan
7. Penutup
b. Saran
a. Gaya/Style: APA
b. Jumlah referensi minimal 5
8. Daftar Pustaka
1. Format: A4
D. Fisik Naskah