Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

PATOLOGI IKAN
PCR (POLIMERASE CHAIN REACTION)

NAMA
NIM
KELOMPOK
ASISTEN

: NURLIA
: L221 13 025
: IV (EMPAT)
:1. MUH.CHAIDIR
2. ARINI TRI JAYANTI
3. AMRIANA

LABORATORIUM PARASIT DAN PENYAKIT IKAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Patologi merupakan ilmu yang mempelajari penyakit, meliputi pengetahuan
dan pemahaman dari perubahan fungsi dan struktur pada penyakit, mulai tingkat
molekuler sampai pengaruhnya pada setiap individu.Patologi merupakan subjek
yang selalu mengalami perubahan, penyempurnaan dan perluasan dalam
memahami

pengetahuan

tentang

penyakit.Patologi

bertujuan

utama

untuk

mengidentifikasi sebab suatu penyakit, untuk program pencegahan suatu penyakit.


Dalam maka yang paling luas, patologi secara harfiah adalah biologi abnormal, studi
mengenai proses-proses biologi yang tidak sesuai, atau studi mengenai individu
yang sakit atau yang terganggu (Chandra, 2011)
Udang vannamei termasuk pada famili Penaidae yaitu udang laut. Udang
vannamei berasal dari Perairan Amerika Tengah. Negara di Amerika Tengah dan
Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brasil, dan Meksiko sudah lama
membudidayakan jenis udang yang juga dikenal dengan nama pacific white shrimp.
Vannamei banyak diminati, karena memiliki banyak keunggulan antara lain, relatif
tahan penyakit, pertumbuhan cepat (masa pemeliharaan 100 - 110 hari), padat tebar
tinggi,

sintasan

pemeliharaan

tinggi

dan

Feed

Convertion

Ratio

rendah (Hendrajat et al. 2007).


Tingkat kelulushidupan vannamei dapat mencapai 80 - 100% (Duraippah et al.
2000), dan menurut Boyd dan Clay (2002), tingkat kelulushidupannya mencapai
91%. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari 3 gram tiap minggu dalam kultur
dengan densitas tinggi (100 udang/m2). Ukuran tubuh maksimum mencapai 23 cm.
Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat tersebut,
L.vannamei tumbuh dengan lambat yaitu 7 sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina
tumbuh lebih cepat daripada udang jantan (Wyban et al. 1995).

Polymerase

Chain

Reaction

(PCR)

adalah

metode

untuk

amplifikasi

(perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA


spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari
jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang
tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk
memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan
segmen unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides
tertentu dapat diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan intervening
antara primer. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA
polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan
menggunakan

pengatur

siklus

termal

otomatis

(Perkin-Elmer/Cetus)

untuk

menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan
polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini dipisahkan dengan
elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung divisualisasikan setelah
pewarnaan dengan bromida etidium (Mahmuddin. 2010).
Berdasarkan latar belakang diatas untuk mengetahui udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) terinfeksi bakteri vibrio atau tidak maka dilakukan praktikum
PCR (Polimerase Chain Reaction). Yang dimana PCR (Polymerase Chain Reaction)
merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in vitro
pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida
I.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukan PCR ini adalah untuk mengetahui udang yang positif atau
negative terinfeksi oleh bakteri Vibrio.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar1. Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)


II.1. Klasifikasi
Klasifikasi udang menurut Boone (1931) adalah :
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Subphylum

: Crustacea

Class

: Malacostraca

Order

: Decapoda

Suborder

: Dendrobranchiata

Family

: Penaeidae

Genus

: Litopenaeus

Species

: L. vannamei

II.2. Morfologi
Udang vannamei termasuk pada famili Penaidae yaitu udang laut. Udang
vannamei berasal dari Perairan Amerika Tengah. Negara di Amerika Tengah dan
Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brasil, dan Meksiko sudah lama
membudidayakan jenis udang yang juga dikenal dengan nama pacific white shrimp.
Vannamei banyak diminati, karena memiliki banyak keunggulan antara lain, relatif
tahan penyakit, pertumbuhan cepat (masa pemeliharaan 100 - 110 hari), padat tebar
tinggi, sintasan pemeliharaan tinggi dan Feed Convertion Ratio rendah (Hendrajat et
al. 2007). Tingkat kelulushidupan vannamei dapat mencapai 80 - 100 tingkat
kelulushidupannya mencapai 91%. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari 3
gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100 udang/m2). Ukuran

tubuh maksimum mencapai 23 cm. Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram
dan diatas berat tersebut, L.vannamei tumbuh dengan lambat yaitu 7 sekitar 1 gram/
minggu.

Udang

betina

tumbuh

lebih

cepat

daripada

udang

jantan (Wyban et al. 1995).


II.3. kebiasaan makan
Udang penaeid cenderung omnivorus atau detritus feeder. Dari studi yang
dilakukan isi pencernaan terdiri dari carnivor di alam, jasad renik / crustacea kecil,
amphipoda, dan polychaeta. Pada tambak intensif dimana tidak ada jasad renik,
udang akan memangsa makanan yang diberikan atau detritus. Pada tambak yang
alami, alga dan bakteri yang berkembang pada kolom air adalah sumber nutrisi yang
penting bagi udang vaname, dan meningkatkan pertumbuhan sebesar 50%
dibanding tambak yang jernih.

Dapat dikatakan bahwa udang tumbuh optimum

pada tambak yang berimbang dengan komunitas mikroba.Udang vaname tidak


makan sepanjang hari tetapi hanya beberapa waktu saja sepanjang hari. Dengan
tingkah laku makan seperti itu,

dapat diaplikasikan pada budidaya bahwa

pemberian pakan dapat berupa pellet yang diberikan beberapa kali dalam satu hari.
Dari penelitian membuktikan bahwa pemberian pakan beberapa kali sehari
memberikan pertumbuhan yang lebih baik dari pada satu kali sehari.Udang vaname
membutuhkan pakan dengan 35% kandungan protein, lebih rendah dari pada yang
dibutuhkan oleh udang P.monodon dan udang P.japonicus. Jika digunakan pakan
dengan kandungan protein tinggi (45%), pertumbuhan cepat dan produksi tinggi
tetapi biaya mahal, sehingga lebih visibel dengan pakan protein rendah.Pakan yang
mengandung ikan dan cumi-cumi akan memacu pertumbuhan (Suryanto, 2009).
II.4. Siklus hidup
Secara alami udang vaname termasuk jenis katadromus, yaitu udang
dewasa hidup di laut terbuka

dan udang muda migrasi ke arah pantai.

Perkembangan stadia seperti pada gambar 3.

Di habitat aslinya, udang matang

gonad (matur), kawin (mating) dan bertelur (spawning) berada pada perairan dengan
kedalaman sekitar 70 meter di Amerika selatan, tengah dan utara, dengan suhu 26 28C dan salinitas sekitar 35 ppt. Telur menetas dan larva berkembang di

laut

dalam sebagai tempat berkembangnya zooplankton. Post larva udang vaname


bergerak

mendekati pantai dan menetap di dasar estuari /muara. Di estuari,

tersedia nutrien, air laut dengan salinitas dan suhu yang bervariasi dari pada di laut
terbuka. Setelah beberapa bulan di estuari, udang muda kembali ke lingkungan laut
menjauhi pantai, dimana aktivitas matur, mating dan spawning terjadi.

III. METODOLOGI PRAKTIKUM


III.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.Hasil
Hasil dari praktikum PCR (Polimerase Chain Reaction) adalah sebagai
berikut :

IV.2. Pembahasan
Dari hasil praktikum PCR maka udang vannamei telah positif terinfeksi oleh
bakteri Infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV) karena
pada saat di dilakukan PCR ternyata muncul pita pada 300 bp yang menandakan
bahwa udang sampel tersebut telah positif terinfeksi oleh virus hypodermal and
hematopoietic necrosis virus (IHHNV). IHHNV pada tahun 1981 telah menyebabkan
mortalitas lebih dari 90% pada budidaya P. stylirostris di Hawai dan pada
P.vannamei dan P. monodon menyebabkan pertumbuhan menurun dan cacat yang
dikenal dengan runt deformity syndrome (RDS) (Lightner et al.1983).
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan
(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh

dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah
yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan
DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo
yang bersifat semi konservatif (Idha dan Nirmalasari, 2007).
PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di
dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada
proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat)
yang mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan
molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan
sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan
mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada
awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan
menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3. Setelah kedua primer
menempel pada DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan
kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan
nukleotida templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester
antara OH pada karbon 3 dengan gugus 5 fosfat dNTP yang ditambahkan.
Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini
berlangsung dengan arah 53 dan disebut reaksi polimerisasi. Enzim DNA
polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen dengan nukleotida
yang terdapat pada rantai DNA templat (Aninda, 2011).
DNA singkatan dari deoxyribonucleic acid, yaitu suatu molekul yang terdapat
dalam sel semua makhluk hidup. Setiap makhluk hidup mulai dari bakteri sampai
manusia memiliki DNA. DNA dapat mereplikasi yaitu membentuk salinan dirinya
sendiri. Setiap untaian DNA berisi sekuens basis tertentu. Setiap basis juga
dihubungkan oleh molekul gula dan fosfat. Bila basis membentuk anak tangga

(horizontal), maka molekul gula dan fosfat membentuk bagian vertikal dari tangga
tersebut (Hedi, 2012).

DAFTAR PUSTAKA
Idha Wijaya, Nirmalasari.2007.Analisis Kesesuaian Lahan dan Pengembangan
Kawasan Perikanan Budidaya di wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur. Institut
Pertanian Bogor.
Aninda. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Sistem Informasi
Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha. Institut Pertanian Bogor.
Hedi sasrawan. 2012. DNA-Asam-Deoksiribonukleat.diakses pada tanggal 27
November 2015.
Suryanto Suwoyo.2009. Tingkat Konsumsi Oksigen Sedimen pada Dasar Tambak
Intensif Udang Vanname (Litopenaeus vanname). Institut Pertanian Bogor
Mahmuddin. 2010. Polymerase-Chain-Reaction-PCR. Diakses pada tanggal 19
November pada pukul 17.25 WITA.
Ghufran M. Kordi H. Panggulangan K,. 2004, .Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit
Bina Adiaksara. Jakarta.
Santoso, D. 2006. Penerapan GAP (Good Aquaculture Practices) Pada Budidaya
Udang di Tambak. Makalah Pelatihan Best Management Practices (BMP)
Budidaya Udang Vaname 6 11 Juni 2006. Balai Budidaya Air Payau
Situbondo
Suyanto, S.R., Mujiman. A., 2005. Budidaya Udang Windu. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta.
Wyban, J. A dan Sweeney, J. 1991 Intensif Shrimp Production Technology. Honolulu,
Hawaii, USA 96825.

Anda mungkin juga menyukai