Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk
menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
1. Pengamatan (Inspeksi).
a. Gaya berjalan dan tingkah laku.
b. Simetri tubuh dan ektremitas.
c. Kelumpuhan badan dan anggota gerak. dll.
d. Gerakan Volunter.
Yang
diperiksa
adalah
gerakan
pasien
atas
permintaan
misalnya :
a. Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
b. Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
c. Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
d. Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
e. Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
f. Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
g. Gerakan jari- jari kaki.
2. Palpasi otot.
a. Pengukuran besar otot.
b. Nyeri tekan.
c. Kontraktur.
d. Konsistensi ( kekenyalan ).
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada.
-
Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
Kontraktur otot.
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada.
pemeriksa,
e. Tonus otot.
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian
ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan
lutut. Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.
-
Flaccid
tidak
ada
tahanan
sama
sekali
dijumpai
pada
pada
awal
kelumpuhan LMN).
-
Spastik
tahanan
meningkat
dan
terdapat
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
f. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua
cara:
-
3. Perkusi otot.
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.
a. Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat
pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk ).
b. Miotonik :tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh
karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
Anggota gerak atas.
-
Gerakan involunter.
Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu
dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang
kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini
mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus
luysi, substansia nigra, nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis
dan serebelum.
-
Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus
striatum (nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan
penghubungnya) misalnya kerusakan substansia nigra pada sindroma Parkinson.
Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau
tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi
ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan.
Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus kaudatus.
gerakan
seorang
yang
melemparkan
cakram.
Gerakan
ini
dihubungkan dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan
berkas porel.
-
Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang
masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi
nampak sebagai keduten keduten dibawah kulit.
Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak,
aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan
pada setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat.
ini
hanya
dilakukan
bila
keadaan
pasein
memungkinkan
Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara
sirkumduksi.
Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya
spastik paraparese.
Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis
n. Peroneus.
Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan,
khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua
tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan
setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.
CAR
b.
Tahap Pemeriksaan
Tahap
b. Rasa Gramestesia.
Untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan diatas kulit pasien,
misalnya ditelapak tangan pasien.
c. Rasa Barognosia.
Untuk mengenal berat suatu benda.
d. Rasa topognosia.
Untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang disentuh pasien.
Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik.
a. Rasa eksteroseptif.
Hilangnya rasa raba : ANESTESIA.
Berkurangnya rasa raba : HIPESTESIA.
Berlebihnya rasa raba : HIPERTESIA.
b. Rasa Nyeri.
c. Rasa suhu.
Hilangnya rasa suhu : THERMOANESTHESIA.
Berkurangnya rasa suhu : THERMOHIPESTHESIA.
Berlebihnya rasa suhu : THERMOHIPERESTHESIA.
d. Rasa abnormal dipermukaan tubuh.
kesemuten : PARESTHESIA.
nyeri panas dingin yang tidak keruan : DISESTHESIA
e. Rasa Propioseptif = Rasa Raba Dalam.
a. rasa gerak : KINESTHESIA.
b.
c.
Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai
misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan atau
yang memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain yaitu
kakosmia.
Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik
merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi bila
tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka kesadaran
akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.
a.
apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan
saraf. Untuk mempelajari lapang pandang.
Cara pemeriksaan :
1.
c.
Apabila pasien tidak bisa membaca huruf teratas pada kartu Snellen, lakukan
pemeriksaan hitung jari, dengan menggunakan jari-jari pemeriksa yang
digerakkan, nilai sejauh mana jarak pasien dapat menghitung jari pemeriksa.
Pada orang normal test hitung jari harus dapat dilihat dalam jarak 60 meter.
contoh visus = 2/60 pasien hanya dapat melihat pergerakan jari pada jarak 2
meter
d.
Apabila pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa dengan jarak terdekat
(1/60), maka dilakukan pemeriksaan lambaian tangan.
Untuk gerakan tangan, pada orang normal dapat dilihat pada jarak 300 meter.
Jika kemampuannya hanya sampai membedakan adanya gerakan , maka
visusnya ialah 1/300. Contoh Visus = 3/300 pasien hanya dapat melihat
pergerakan tangan pada jarak 3 meter.
e.
Namun jika pasien juga tidak dapat melihat adanya gerakan tangan, dapat
dilakukan pemeriksaan cahaya. Apabila pasien hanya dapat membedakan antara
gelap dan terang maka visus nya 1/~, bila dengan sinar lampu masih belum
dapat melihat maka dikatakan visus pasien tersebut adalah nol.
Bila terdapat gangguan ketajaman penglihatan apakah gangguan ketajaman
penglihatan yang disebabkan oleh kelainan oftalmologik ( bukan saraf )
misalnya kornea, uveitis, katarak dan kelainan refraksi maka dengan
menggunakan kertas yang berlubang kecil dapat memberikan kesan adanya
faktor refraksi dalam penurunan visus (pin hole test), bila dengan melihat
melalui lubang kecil huruf bertambah jelas maka faktor yang berperan mungkin
gangguan refraksi.
2.
paling
mudah
adalah
dengan
munggunakan
metode
Konfrontasi
dari Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter
dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien
harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya.
Kemudian pasien disuruh melihat pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus
selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari
tangannya
dibidang
pertengahan
antara
pemeriksa
dan
pasien
dan
gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari
jari pemeriksa , ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa,
apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan
( visual
field
maka
pemeriksa
akan
lebih
dahulu
melihat
gerakan
tersebut.Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing
masing mata harus diperiksa.
Ada bagian bagian visual field yang buta dimana pasien tidak dapat melihatnya, ini
disebut dengan SKOTOMA.
a. Skotoma positif : tanpa diperiksa pasien sudah merasa adanya skotoma.
b. Skotoma negatif: dengan diperiksa pasien baru merasa adanya skotoma.
Macam macam gangguan visual field antara lain :
hemianopsia (temporal; nasal; bitemporalis ; binasal ), homonymous hemianopsia,
homonymous quadrantanopsia, total blindness dsb
Yang diperiksa adalah keadaan retina dan diskus optikus atau papila nervi optici.
Penilaian:
Gambaran fundus oculi normal: Retina berwarna merah-oranye
Pembuluh darah: vena lebih tebal dari arteri dan berpangkal pada pusat papil
dan memancarkan cabang-cabangnya keseluruh retina dengan perbandingan
a:v = 2:3
Papil N.II: berwarna kuning kemerahan, bentuk bulat, batas tegas dengan
sekelilingnya, mempunyai cekungan fisiologis (cupping).
b.
(NERVUS OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
Fungsi N III,IV,VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama. Fungsinya ialah
menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut otonom N
III mengatur otot pupil.
Cara pemeriksaan. Terdiri dari:
a. Pemeriksaan kelopak mata.
Membandingkan celah mata/fissura palpebralis kiri dan kanan . Ptosis adalah
kelopak mata yang menutup. Lagoptalmus adalah kelopak mata yang tidak
dapat tertutup.
b. Pemeriksaan pupil.
-
d. Refleks akomodasi.
Caranya, pasien diminta untuk melihat telunjuk pemeriksa pada jarak yang
cukup jauh, kemudian dengan tiba tiba dekatkanlah pada pasien lalu
Reflek akomodasi yang positif pada orang normal tampak dengan miosis
pupil.
e. Refleks ciliospinal.
Rangsangan nyeri pada kulit kuduk akan memberi midriasis (melebar) dari
pupil homolateral. keadaan ini disebut normal
f. Refleks okulosensorik.
rangsangan nyeri pada bola mata/daerah sekitarnya, normal akan memberikan
miosis atau midriasis yang segera disusul miosis.
g. Refleks terhadap obat-obatan.
Atropine dan skopolamine akan memberikan pelebaran pupil/midriasis.
Pilocarpine dan acetylcholine akan memberikan miosis.
h. Pemeriksaan gerakan bola mata
Lihat ada/tidaknya nystagmus ( gerakan bola mata diluar kemauan pasien).
Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan
kesegala jurusan. Lihat apakah ada hambatan pada pergerakan matanya.
Hambatan yang terjadi dapat pada satu atau dua bola mata. Pasien diminta
untuk menggerakan sendiri bola matanya.
Phares
e
M. Rectuslat
(NVI)
M.
Rectusme
d
NIII
M.Rectus inf
NIII
M.Obliquesup
(NIV)
lain
pasien
diminta
mempertahankan
rahang
bawahnya
Pemeriksaan refleks.
a. Refleks kornea ( berasal dari sensorik Nervus V).
Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup
matanya atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
d.
b.
Mengangkat alis
c.
Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.
d.
e.
Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan
apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi
yang lumpuh.
Persarafan supranuklear dari otot-otot dahi terletak pada kedua hemisfer serebri,
sedangkan otot wajah sisanya mendapat persarafan hanya dari girus presentralis
kontralateral. Akibatnya gangguan unilateral dari kortikonuklear oleh suatu lesi
infark membiarkan persaarafan otot frontalis tetap utuh (paralisis sentralis)
tetapi jika sebuah lesi melibatkan nukleus atau saraf perifer semua otot fasial
ipsilateral mengalami kelumpuhan (paralisis perifer)
Pemeriksaan fungsi sensorik.
-
Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah,
kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang
pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas. Bahannya
adalah:Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %.
e.
b.
Pemeriksaan Weber.
Maksud nya membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga kanan dan kiri
pasien.Garpu tala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal kiri dan kanan
sama keras ( pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras ). Pendengaran
tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis media
kiri , pada test weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat nerve deafness
disebelah kiri , pada test weber dikanan terdengar lebih keras .
Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai
ke kanan.
Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
1.
2.
3.
4.
Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari
pada sebelah kanan.
c.
Pemeriksaan Rinne.
Maksudnya membandingakn pendengaran melalui tulang dan udara dari pasien.
Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama dari pada
melalui tulang. Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak
dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus
eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test positif.
Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada Conduction deafness test Rinne
negatif.
d.
Pemesiksaan Schwabach.
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa yang
dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga
pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan
didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka
dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara ). Kemudian garpu
tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien. Dirusuh
ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka garpu tala
diletakkan ditulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan
bunyinya maka dikatakan Schwabach ( untuk konduksi tulang ) lebih pendek.
Pemeriksaan N. Vestibularis.
a.
Test Romberg.
Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang
lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat
pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam
sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
b.
Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1meter dari
tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.
Fungsi koordinasi.
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang
paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular
apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan-lintasan yang
mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan
gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut Cerebellar sign
Macam-macam pemeriksaan keseimbangan
-
b.
c.
d.
e.
Dalam sikap berbaring klien disuruh meletakkan tumit kiri di atas lutut kanannya,
Kemudian menggerakkan tumit tersebut meyusuri tulang tibia kea rah distal
sampai dorsum kaki dan ibu jari kaki, pasien diminta untuk melakukan gerakan ini
secara berlahan kemudian makin cepat dan sebaliknya, Dapat pula gerakan ini
dilakukan berlawanan arah dari bawah ke atas, Test dilakuakn untuk kaki kanan
dan kiri
Tes Kalori
Bila telinga kiri diberi air dingin timbul nistagmus ke kanan. Bila telinga kiri diberi
air hangat timbul nistagmus ke kiri. Nistagmus sesuai dengan fasenya : fase cepat dan
fase pelan. Bila nistagmus kekiri maka fase cepat kekiri.
f.
g.
h.
Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik,
dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk
seterusnya.
Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi countre coup, biasanya
disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral
mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.
Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus
olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr
foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise
yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik
atau ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia
mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk
merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada
susunan saraf optikus.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
a.
Trauma Kepala
b.
c.
d.
Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
Papiledema (khususnya stadium dini)
Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada
tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang,
antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV.
Trombosis vena sentralis retina.
Atrofi optik
Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
e.
Neuritis optik.
Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan
dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
b.
Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor
pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal
pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic
douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf
maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa
penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling
sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal
yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa
trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang
kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7. Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN : Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma Rumsay
Hunt, dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre,
mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi
telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat
jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak
mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di
bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi
motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi,
ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi
yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah
akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi
yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora). Kelainan
pada sekresi air mata : pengurangan produksi air mata (hipolakrimasi) pada proses
penuaan, pada orang tua hasilnya hanya akan berkisar 10 mm selama 5 menit. Pasien
dengan sindrom Sjgren mendapati hasil kurang dari 5 mm selama 5 menit. Dan pada
Def. Vit. A sekresi air mata akan berkurang.
8. Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran
dan keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:
Gangguan pendengaran, berupa :
Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal
presbiaskusis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal
aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis
kongenital.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan
penyakit Paget.
Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan,
intoksikasi streptomisin.
Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis
vestibularis.
Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV
demielinisasi.
Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9. Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat
mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan
acute respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada
kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan
menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus
melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :
X)
Pasca
serebelum
Pasca
kranioservikal
operasi
operasi
trepansi
di
daerah
DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr, M. dan M. Frotscher. Diagnosis Topik dan Neurologi DUUS, Anatomi Fisiologi
Tanda Gejala. Jakarta: EGC. 2010.
2. Bickley, Lynn; Szilagui, Peter (2007). Bates' Guide to Physical Examination and History
Taking (9th ed.). Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 0-7818-6718-0.
3. Campbell, William W. 2005. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins.
4. Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.
5. http://informatics.med.nyu.edu/modules/pub/neurosurgery/cranials.html
6. http://informatics.med.nyu.edu/modules/pub/neurosurgery/motor.html
7. http://informatics.med.nyu.edu/modules/pub/neurosurgery/sensory.html
REFRESHING
PEMERIKSAAN MOTORIK, SENSORIK, SARAF CRANIAL
DISUSUN OLEH :
Bellatrix Bonisa (2008730056)
DOKTER PEMBIMBING:
dr. Susanto Sp.S