Anda di halaman 1dari 229

PEMERINTAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

DINAS PERKOTAAN DAN PERMUKIMAN

SKS-BRR TATA RUANG,LINGKUNGAN DAN EVALUASI MANFAAT


Jl. Pemancar No. 5 Simpang Tiga Telp. (0651) 42885, 41130, Fax. (0651) 42230 Banda Aceh

evisi
encana Tata Ruang Wilayah
Kota Banda Aceh
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Tahun 2006 - 2016

Laporan Akhir

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kata Pengantar
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh merupakan rencana induk yang akan dijadikan
sebagai pedoman/acuan bagi pemerintah kota dalam melakukan pembangunan/pengembangan Kota Banda
Aceh. Mengingat pada akhir tahun 2004 telah terjadi bencana gempa dan tsunami di Provinsi NAD
khususnya Kota Banda Aceh yang mengakibatkan terjadinya perubahan pemanfaatan ruang dan struktur
ruang kota yang ada, sehingga diperlukan kegiatan penyempurnaan atau Revisi RTRW Kota Banda Aceh
agar dapat relevan dengan kondisi setelah bencana tersebut.
Kegiatan ini merupakan penyempurnaan dari produk RTRW Kota Banda Aceh 2002 2010 (sebelum
bencana gempa dan tsunami) dengan memperhatikan aspirasi masyarakat Kota Banda Aceh dan merujuk
Urgent Plan of Banda Aceh City yang telah disusun oleh JICA serta studi-studi keruangan yang ada pasca
bencana gempa dan tsunami.
Dokumen Laporan Akhir disusun sebagai produk dokumen pertama dari pekerjaan Revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) 2006 2016 Kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
kerjasama antara Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias dengan konsultan pelaksana.
Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat dan menjadi dasar untuk penyusunan rencana tahap yang
lebih rinci. Atas bantuan dan kerja sama semua pihak hingga tersusunnya dokumen ini, kami ucapkan terima
kasih.

Banda Aceh, Desember 2006

Laporan Akhir
i

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Daftar Isi
Kata Pengantar ----------------------------------------------------------------------------------------------------- i
Daftar Isi ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ii
Daftar Tabel --------------------------------------------------------------------------------------------------------- v
Daftar Gambar ------------------------------------------------------------------------------------------------------ vii

BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7

1.8

Latar Belakang --------------------------------------------------------------------------------------------Issue Pokok Dalam Penyusunan Revisi RTRW ----------------------------------------------------Maksud, Tujuan dan Sasaran ---------------------------------------------------------------------------Lingkup Studi ---------------------------------------------------------------------------------------------Wilayah Studi ---------------------------------------------------------------------------------------------Substansi ---------------------------------------------------------------------------------------------------Metodologi ------------------------------------------------------------------------------------------------1.7.1 Azaz Rencana -------------------------------------------------------------------------------------1.7.2 Pendekatan Penataan Ruang -------------------------------------------------------------------1.7.3 Tahapan Pekerjaan -------------------------------------------------------------------------------Sistematika Laporan --------------------------------------------------------------------------------------

I-1
I-3
I-3
I-4
I-4
I-4
I-5
I-5
I-6
I-8
I - 12

BAB 2 : KARAKTERISTIK, POTENSI DAN MASALAH KOTA BANDA ACEH


2.1
2.2

2.3

Analisis Fungsi, Peran dan Kedudukan Kota Banda Aceh ---------------------------------------- II - 1


Analisis Daya Dukung ------------------------------------------------------------------------------------ II - 2
2.2.1 Geografis--------------------------------------------------------------------------------------------- II - 2
2.2.2 Topografi ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 4
2.2.3 Hidrologi ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 4
2.2.4 Klimatologi ----------------------------------------------------------------------------------------- II - 5
2.2.5 Geologi Tanah ------------------------------------------------------------------------------------- II - 6
Analisis Pemanfaatan Ruang ---------------------------------------------------------------------------- II - 7
2.3.1 Struktur Ruang ------------------------------------------------------------------------------------ II - 7
2.3.2 Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------------------------- II - 10
2.3.3 Intensitas Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------------ II - 20
2.3.4 Kecendrungan Perkembangan Kota ----------------------------------------------------------- II - 22

Laporan Akhir
ii

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.4

2.5

2.6

2.7

2.8

2.9

Analisis dan Karakteristik Kependudukan dan Kemasyarakatan --------------------------------- II - 23


2.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ---------------------------------------------------------- II - 23
2.4.2 Kepadatan Penduduk ---------------------------------------------------------------------------- II - 28
2.4.3 Komposisi Penduduk ---------------------------------------------------------------------------- II - 31
2.4.4 Kondisi Sosial Budaya ---------------------------------------------------------------------------- II - 33
Karakteristik dan Analisis Perekonomian ------------------------------------------------------------- II - 35
2.5.1 Struktur Perekonomian dan Pertumbuhan Ekonomi --------------------------------------- II - 35
2.5.2 Ketenagakerjaan ----------------------------------------------------------------------------------- II - 37
Karakteristik dan Analisis Transportasi --------------------------------------------------------------- II - 38
2.6.1 Transportasi Darat -------------------------------------------------------------------------------- II - 38
2.6.2 Transportasi Penyeberangan -------------------------------------------------------------------- II - 40
2.6.3 Transportasi Laut --------------------------------------------------------------------------------- II - 40
Karakteristik dan Analisis Utilitas Kota --------------------------------------------------------------- II - 40
2.7.1 Air Bersih ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 40
2.7.2 Air Limbah ----------------------------------------------------------------------------------------- II - 42
2.7.3 Persampahan --------------------------------------------------------------------------------------- II - 43
2.7.4 Drainase -------------------------------------------------------------------------------------------- II - 45
2.7.5 Telekomunikasi ----------------------------------------------------------------------------------- II - 46
2.7.6 Kelistrikan ------------------------------------------------------------------------------------------ II - 47
Karakteristik dan Analisis Fasilitas Kota -------------------------------------------------------------- II - 48
2.8.1 Fasilitas Pendidikan ------------------------------------------------------------------------------- II - 48
2.8.2 Fasilitas Kesehatan -------------------------------------------------------------------------------- II - 49
2.8.3 Fasilitas Peribadatan ------------------------------------------------------------------------------ II - 51
2.8.4 Fasilitas Perkantoran dan Pelayanan Umum ------------------------------------------------- II - 52
Harapan dan Aspirasi Stakeholders --------------------------------------------------------------------- II - 52
2.9.1 Pertimbangan Sosial Budaya -------------------------------------------------------------------- II - 53
2.9.2 Pertimbangan Ekonomi -------------------------------------------------------------------------- II - 53
2.9.3 Pertimbangan Infrastruktur --------------------------------------------------------------------- II - 53

BAB 3 : RENCANA TATA RUANG KOTA BANDA ACEH


3.1
3.2
3.3

3.4

3.5

Kedudukan Kota Banda Aceh Dalam Konstelasi Regional ---------------------------------------- III - 1


Skenario Perkembangan Kota --------------------------------------------------------------------------- III - 2
Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang ---------------------------------------------------------------- III - 4
3.3.1 Rencana Struktur Ruang Kota ------------------------------------------------------------------ III - 4
3.3.2 Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk ------------------------------------------- III - 12
3.3.3 Rencana Sistem Pusat Pelayanan --------------------------------------------------------------- III - 13
Rencana Pola Pemanfaatan Ruang --------------------------------------------------------------------- III - 14
3.4.1 Penetapan Kawasan Lindung ------------------------------------------------------------------- III - 16
3.4.2 Rencana Kawasan Budidaya --------------------------------------------------------------------- III - 21
Rencana Penetapan Intensitas Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------- III - 25

Laporan Akhir
iii

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.6.

3.7

3.8

3.9

3.5.1 Rencana Kepadatan Bangunan ----------------------------------------------------------------- III - 25


3.5.2 Koefisien Lantai Bangunan --------------------------------------------------------------------- III - 26
3.5.3. Ketinggian Bangunan ---------------------------------------------------------------------------- III - 27
3.5.4. Garis Sempadan Bangunan ---------------------------------------------------------------------- III - 28
Rencana Sistem Transportasi ---------------------------------------------------------------------------- III - 29
3.6.1. Sistem Perangkutan Jalan Raya ----------------------------------------------------------------- III - 29
3.6.2. Sistem Perangkutan Laut ------------------------------------------------------------------------ III - 34
3.6.3. Sistem Perangkutan Penyeberangan ----------------------------------------------------------- III - 35
Rencana Sistem Utilitas ---------------------------------------------------------------------------------- III - 36
3.7.1 Rencana Sistem Penyediaan Air Bersih ------------------------------------------------------- III - 36
3.7.2 Rencana Sistem Pembuangan Sampah -------------------------------------------------------- III - 39
3.7.3 Rencana Sistem Drainase ------------------------------------------------------------------------ III - 41
3.7.4 Rencana Penanganan Bencana Banjir ---------------------------------------------------------- III - 44
3.7.5 Rencana Sistem Penyediaan Kelistrikan ------------------------------------------------------- III - 54
3.7.6 Rencana Sistem Penyediaan Telekomunikasi ------------------------------------------------ III - 55
Rencana Sistem Fasilitas --------------------------------------------------------------------------------- III - 56
3.8.1. Rencana Penyediaan Fasilitas Pendidikan ---------------------------------------------------- III - 56
3.8.2. Rencana Penyediaan Fasilitas Kesehatan ----------------------------------------------------- III - 57
3.8.3. Rencana Penyediaan Fasilitas Peribadatan ---------------------------------------------------- III - 57
Rencana Fasilitas Jalur Darurat dan Evakuasi ------------------------------------------------------- III - 58

BAB 4 : RENCANA IMPLEMENTASI


4.1

4.2

Kelembagaan Penataan Ruang Kota Banda Aceh --------------------------------------------------- IV - 1


4.1.1 Pendahuluan ---------------------------------------------------------------------------------------- IV - 1
4.1.2 Referensi Peraturan dan Perundang-Undangan Penataan Ruang ------------------------- IV - 2
4.1.3 Azas-Azas dan Tujuan Penataan Ruang ------------------------------------------------------- IV - 3
4.1.4 Kerangka Konseptual Hubungan Rencana Tata Ruang Dengan Rencana
Pembangunan -------------------------------------------------------------------------------------- IV - 4
4.1.5 Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang --------------------------------------------- IV - 13
4.1.6 Kelembagaan Perencanaan Tata Ruang Di Kota Banda Aceh ---------------------------- IV - 20
4.1.7 Izin Mendirikan Bangunan ---------------------------------------------------------------------- IV - 26
4.1.8 Izin Gangguan ------------------------------------------------------------------------------------- IV - 32
4.1.9 Izin Tempat Usaha -------------------------------------------------------------------------------- IV - 37
4.1.10 Pengendalian Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------- IV - 42
Indikasi Program ------------------------------------------------------------------------------------------ IV - 46

LAMPIRAN 1

ZONING REGULATION

LAMPIRAN 2

MATRIKS PERATURAN PENGGUNAAN UNTUK KAWASAN PERMUKIMAN

LAMPIRAN 3

KETENTUAN KDB DAN KLB

Laporan Akhir
iv

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Daftar Tabel

BAB 2
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 2.8
Tabel 2.9
Tabel 2.10
Tabel 2.11
Tabel 2.12
Tabel 2.13
Tabel 2.14
Tabel 2.15
Tabel 2.16
Tabel 2.17
Tabel 2.18
Tabel 2.19
Tabel 2.2

Peran, Fungsi dan Kedudukan Kota Banda Aceh -------------------------------- II - 2


Luas dan Prosentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh ---------------- II - 3
Sungai di Kota Banda dan Aceh ----------------------------------------------------- II - 5
Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di Kota Banda Aceh
Tahun 2002 ------------------------------------------------------------------------------ II - 10
Luas dan Persentase Tingkat Kepadatan Kawasan Terbangun di
Kota Banda Aceh Tahun 2005 ------------------------------------------------------ II - 11
Pola Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh
Tahun 2005 ------------------------------------------------------------------------------ II - 12
Pembagian Zona, Fungsi dan Penggunaan Lahan
Kota Banda Aceh Menurut URRP BAC -------------------------------------------- II - 17
Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang di Kota Tahun 2010 ------------------ II - 20
Jumlah Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2001-2003 ---------------------- II - 23
Jumlah Penduduk Pasca Tsunami di Kota Banda Aceh -------------------------- II - 25
Proyeksi Penduduk Kota Banda Aceh --------------------------------------------- II - 28
Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2003 -------------- II - 29
Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh
Pasca Tsunami -------------------------------------------------------------------------- II - 30
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Banda Aceh
Tahun 2003 ------------------------------------------------------------------------------ II - 31
Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Pasca Tsunami
Di Kota Banda Aceh ------------------------------------------------------------------ II - 32
Jumlah & Titik Lokasi Pengungsi dalam Wilayah Kota Banda Aceh ---------- II - 33
Kondisi PDAM Tirta Daroy --------------------------------------------------------- II - 40
Kondisi Sampah Berdasarkan Jenisnya -------------------------------------------- II - 43
Kondisi Saluran dan Pintu Air Sebelum dan Setelah Bencana Tsunami ------- II - 46
Banyaknya Fasilitas Telepon di Kota Banda Aceh Tahun 2004-2005 --------- II - 47

Laporan Akhir

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tabel 2.21
Tabel 2.22
Tabel 2.23
Tabel 2.24
Tabel 2.25
Tabel 2.26
Tabel 2.27

BAB 3
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
Tabel 3.10
Tabel 3.11
Tabel 3.12
Tabel 3.13
Tabel 3.14
Tabel 3.15
Tabel 3.16
Tabel 3.17
Tabel 3.18
Tabel 3.19
Tabel 3.20
Tabel 3.21

Kondisi Jaringan Listrik di Kota


Banda Aceh ----------------------------------------------------------------------------- II - 48
Jumlah TK, SD, SLTP, SLTA, dan Kejuruan di Kota
Banda Aceh Tahun 2004-2005 ------------------------------------------------------- II - 49
Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan Kota Banda Aceh
Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II - 49
Jumlah Sarana Kesehatan Kota Banda Aceh
Tahun 2004-2005 ----------------------------------------------------------------------- II - 50
Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Kesehatan Kota Banda Aceh
Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II - 50
Jumlah Fasilitas Peribadatan di Kota
Banda Aceh Tahun 2003 -------------------------------------------------------------- II 51
Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Kota Banda Aceh
Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II 51

Pembagian Zona Pada BWK Barat Kota Banda Aceh --------------------------- III - 9
Pembagian Zona Pada BWK Utara Kota Banda Aceh -------------------------- III - 10
Pembagian Zona Pada BWK Selatan Kota Banda Aceh ------------------------ III - 11
Pembagian Zona Pada BWK Timur Kota Banda Aceh ------------------------- III - 11
Rencana Distribusi Penduduk Kota Banda Aceh Tahun 2016 ----------------- III - 12
Rencana Sistem Pusat Pelayanan ---------------------------------------------------- III - 13
Rencana Penggunaan Lahan Tahun 2016 ------------------------------------------ III - 15
Rencana Kawasan Budidaya --------------------------------------------------------- III - 21
Rencana Kepadatan Bangunan ------------------------------------------------------ III - 25
Rencana Koefisien Lantai Bangunan ------------------------------------------------ III - 27
Rencana Ketinggian Bangunan ------------------------------------------------------ III - 28
Rencana Ketinggian Bangunan ------------------------------------------------------ III - 29
Proyeksi Kebutuhan Air Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ------------ III - 36
Proyeksi Timbulan Sampah Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 -------- III - 40
Periode Ulang Saluran Drainase ----------------------------------------------------- III - 44
Rencana Flood Canal ------------------------------------------------------------------ III - 45
Normalisasi Sungai Dalam Kota ----------------------------------------------------- III - 45
Debit dan Dimensi Saluran Primer -------------------------------------------------- III - 46
Jumlah dan Lokasi Retarding Pond, Pintu Air dan Pompa ---------------------- III - 47
Proyeksi Kebutuhan Listrik Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ------- III - 55
Proyeksi Kebutuhan Jaringan Telepon Kota Banda Aceh Tahun 2011
dan 2016 ---------------------------------------------------------------------------------- III - 55

Laporan Akhir

vi

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tabel 3.22
Tabel 3.23
Tabel 3.24

Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan Kota Banda Aceh Tahun 2011


dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 56
Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2011
dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 57
Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Kota Banda Aceh Tahun 2011
dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 57

BAB 4

Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3

Daftar Stakeholder Revisi RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2006 ------------- IV - 21
Dasar Pembebanan Biaya IMB ------------------------------------------------------ IV - 30
Indikasi Program Pengembangan Kota Banda Aceh Tahun 2007 - 2016 ----- IV - 47

Laporan Akhir

vii

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Daftar Gambar

BAB 2
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 2.14
Gambar 2.15
Gambar 2.16
Gambar 2.17
Gambar 2.18
Gambar 2.19
Gambar 2.20
Gambar 2.21
Gambar 2.22
Gambar 2.23
Gambar 2.24
Gambar 2.25
Gambar 2.26

Kota Banda Aceh ----------------------------------------------------------------------------II - 3


Bentang Alam Kota Banda Aceh ---------------------------------------------------------II - 4
Grafik Klimatologi Kota Banda Aceh ---------------------------------------------------II - 6
Struktur Patahan Semangko ---------------------------------------------------------------II - 7
Peta Konsep Struktur Kota Banda ACeh Tahun 2016 --------------------------------II - 9
Grafik Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di Kota Banda Aceh
Tahun 2005 -----------------------------------------------------------------------------------II - 11
Grafik Luas Kerusakan Lahan di Kota Banda Aceh -----------------------------------II - 13
Peta Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh Tahun 2005 ------------------------------II - 14
Identifikasi Kerusakan Lahan di Kota Banda Aceh Pasca Tsuami ------------------II - 15
Kondisi Lahan di Kota Banda Aceh Pasca Tsunami ----------------------------------II - 14
Peta Arahan Kesesuaian Zonasi Fisik Di Kota Banda Aceh Pasca Tsunami -----II - 16
Peta Pembagian Zona Fisik Kota Banda Aceh ------------------------------------------II - 19
Grafik Perkembangan Penduduk di Kota Banda Aceh -------------------------------II - 24
Grafik Penurunan Jumlah Penduduk dan Jumlah Pengungsi di
Kota Banda Aceh Pasca Bencana Tsunami ---------------------------------------------II - 25
Persebaran Jumlah Orang yang Meninggal dan Hilang di
Kota Banda Aceh Pasca Bencana Tsunami ---------------------------------------------II - 26
Grafik Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2003 ----------II - 29
Grafik Penurunan Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Pasca
Bencana Tsunami ----------------------------------------------------------------------------II - 31
Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Banda Aceh
Tahun 2003 -----------------------------------------------------------------------------------II - 32
Grafik Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kota Banda Aceh ------II - 36
Grafik distribusi PDRB Atas Harga Berlaku Per Sektor di Kota Banda Aceh ----II - 36
Grafik Jumlah Pencari Kerja yang Ditempatkan ----------------------------------------II - 37
Grafik Jumlah Pencari Kerja Yang Ditempatkan di Kota Banda Aceh Selama
Periode Tahun 2000 - 2004 ----------------------------------------------------------------II - 38
Jaringan Jalan Kota banda Aceh Sebelum Tsunami -----------------------------------II - 39
IPLT di Gampong Jawa yang Direhabilitasi Pada Desember 2005 -----------------II - 42
Rute Operasional Truk Angkutan Sampah dan Lokasi Kontainer DKP
Kota Banda Aceh -----------------------------------------------------------------------------II - 44
Peralatan Berat Yang Dimiliki DKP Kota Banda Aceh -------------------------------II - 45

Laporan Akhir

viii

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BAB 3
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Gambar 3.9
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Gambar 3.12
Gambar 3.13
Gambar 3.14
Gambar 3.15
Gambar 3.16
Gambar 3.17
Gambar 3.18
Gambar 3.19
BAB 4
Gambar 4.1
Gambar 4.2

Tahapan Pengembangan Kota Banda Aceh ---------------------------------------------III - 3


Peta Rencana Struktur Ruang --------------------------------------------------------------III - 5
Peta Arahan Fungsi Berdasarkan Zona Fisik BWK ------------------------------------III - 8
Peta Rencana Kawasan Lindung dan Ruang Terbuka Hijau -------------------------III - 18
Peta Rencana Cagar Budaya ----------------------------------------------------------------III - 20
Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Tahun 2016 -----------------------------------------III - 24
Peta Jaringan Jalan ---------------------------------------------------------------------------III - 31
Tipikal Potongan Melintang Jalan Poros dan Lingkar Kota Banda Aceh ----------III - 32
Jalan Di Atas Tanggul Laut ----------------------------------------------------------------III - 33
Peta Rencana Jaringan Air Bersih ---------------------------------------------------------III - 38
Denah Lokasi Pembuangan Akhir Sampah dan IPLT Gampong Jawa Serta
Rencana LPA dan IPLT Baru -------------------------------------------------------------III 39
Pembagian Zona Drainase Kota Banda Aceh -------------------------------------------III - 42
Peta Rencana Jaringan Saluran Primer ---------------------------------------------------III - 49
Sketsa Detected Breakwater ---------------------------------------------------------------III - 52
Sketsa Dinding Penahan Gelombang (Seawall ) ----------------------------------------III - 52
Skematis Embankment (Tanggul) --------------------------------------------------------III - 53
Skematis Coastal Forest ---------------------------------------------------------------------III - 53
Tidal Gate -------------------------------------------------------------------------------------III - 54
Peta Jalan Pelarian Darurat -----------------------------------------------------------------III - 59

Model 1 ; Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah Berjalan Beriringan


Secara Kohesif dengan Perencanaan Strategis Tata Ruang Wilayah -----------------IV - 8
Model II : Rencana Strategis Memayungi Rencana Pembangunan Daerah/
Sektoral dan Rencana Tata Ruang Wilayah ---------------------------------------------IV - 9

Laporan Akhir

ix

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BAB
I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 dan

gempa susulan pada tanggal 28 Maret 2005, telah meluluhlantakkan sebagian besar
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
Utara dengan korban lebih dari 200.000 (dua ratus ribu) jiwa meninggal dan
meninggalkan kerusakan fisik yang luar biasa. Oleh karena itu, wilayah ini harus
direncanakan dan ditata kembali mengikuti kaidah-kaidah dan norma-norma perencanaan
yang tepat dengan memasukkan aspek mitigasi terhadap bencana alam dalam rangka
meminimalkan resiko di kemudian hari dengan memberikan kesempatan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan implementasinya.
Dalam rangka percepatan proses penanganan bencana dan dampak luar biasa
yang ditimbulkan tersebut, Pemerintah mengeluarkan Perpu No. 2 Tahun 2005 tentang
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan
Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, serta mengeluarkan Perpres No. 30 Tahun 2005
tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara sebagai acuan bagi proses
percepatan tersebut. Rencana Induk ini merupakan dasar bagi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan.
Tujuan penataan ruang wilayah Aceh dan Nias pasca bencana gempa bumi dan
tsunami

adalah

membangun

kembali

wilayah,

kota,

kawasan,

dan

lingkungan

permukiman yang rusak akibat bencana gempa dan tsunami sehingga masyarakat dapat
segera melakukan aktivitasnya dalam kondisi yang lebih baik dan aman dari bencana.

Laporan Akhir

I-1

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kebijakan dan strategis penataan ruang dan pertanahan, sebagaimana dijelaskan


secara detail dalam lampiran 2 Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi, memberikan
gambaran konsep dan skenario penataan ruang, dan memberikan arahan pola serta
struktur tata ruang wilayah Provinsi NAD dan Kota di wilayah Propinsi NAD dan di
Kepulauan Nias. Arahan pola dan struktur tata ruang wilayah pada masing-masing wilayah
kota yang telah disusun perlu ditindaklanjuti dengan penyiapan Rencana Umum Tata
Ruang bagi kawasan permukiman utamanya.
Salah satu kota di wilayah NAD yang mengalami kerusakan akibat gempa dan
tsunami adalah Kota Banda Aceh. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh meliputi
seluruh wilayah administratif kota tersebut. Secara fungsional, RTRWK ini merupakan
penjabaran dari skenario dan arahan penataan ruang sebagaimana tertuang dalam
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD Nias.
Sebagaimana diamanatkan pada pasal 22 ayat 3 UU No. 24 Tahun 1992 dan
Kepmen Kimpraswil No: 327/KPYS/M/2005, RTRW Kota pada hakekatnya merupakan
strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, yang berisikan :
a.

Penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya;

b.

Pengelolaan kawasan perkotaan, kawasan tertentu;

c.

Sistem kegiatan pembangunan dan permukiman perkotaan;

d.

Sistem prasarana, transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana


pengelolaan lingkungan, dan

e.

Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan


sumberdaya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduaan dengan sumber daya
manusia dan sumber daya buatan.

RTRW Kota menjadi pedoman untuk :


a.

Merumuskan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota;

b.

Mewujudkan Keterpaduan, Keterkaitan, dan Keseimbangan perkembangan antar


wilayah kota serta keserasian antar sektor;

c.

Mengarahkan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah atau masyarakat;

d.

Menyusun rencana rinci tata ruang di kota, dan

e.

Melaksanakan

pembangunan

dalam

memanfaatkan

ruang

bagi

kegiatan

pembangunan.

Laporan Akhir

I-2

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1.2

ISSUE POKOK DALAM PENYUSUNAN REVISI RTRW


Untuk mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi, RTRW Kota sangat

diperlukan sebagai acuan spasial bagi kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi
sehingga dapat memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan bagi masyarakat. Oleh
karenanya, penyusunan RTRW Kota sangat mendesak untuk dilakukan, tentunya dengan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) dan partisipasi dari masyarakat
sendiri sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 24 tahun 1992.
Kota Banda Aceh pernah mempunyai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebelum
bencana (gempa dan tsunami), yang disusun tahun 2002 untuk masa berlaku 2002
2010. Namun karena perubahan yang sangat besar akibat bencana tersebut, diperlukan
revisi terhadap RTRW kota tersebut. Selain itu, Kota Banda Aceh juga telah mempunyai

Urgen Rehabilitation and Reconstrukction Plan for the Banda Aceh City (disingkat Urgent
Plan) yang dikerjakan oleh JICA pasca bencana, untuk memfasilitasi proses rehabilitasi
dan rekonstruksi yang mendesak untuk dilaksanakan. Berbekal sekurang-kurangnya 2
dokumen utama diatas, perlu disusun revisi RTRW Kota yang berlaku pasca bencana,
beserta Naskah Akademis dan Draft Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh, untuk proses legalisasinya.
Dalam pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi di Kota Banda Aceh,
banyak pihak telah merujuk pada Urgent Plan JICA di atas. Oleh karena itu, untuk
menjamin konsistensi, diharapkan secara umum struktur ruang kota tidak mengalami
perubahan berarti. Dengan kata lain, revisi ini lebih merupakan pengayaan kelengkapan
dan kedalaman RTRW Kota, agar sejalan dengan arahan peraturan-perundangan yang
berlaku, termasuk Kempmen Kimpraswil No: 327/KPTS/M/2005. Selain itu, Konsultan juga
diharapkan menyesuaikan format Urgent Plan tersebut dengan format RTRW Kota
menurut Kempem Kimpraswil di atas, sehingga dapat diproses lebih lanjut menjadi
Perda/Qanun.

1.3

MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN


Maksud pekerjaan ini adalah membantu menyusun acuan bagi Pemerintah Kota

dalam melaksanakan program-program pembangunan sebagai wujud operasionalisasi dari


Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Nias.

Laporan Akhir

I-3

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tujuan pekerjaan ini adalah menyusun RTRWK Banda Aceh, yang berfungsi
sebagai acuan spasial dalam membangun kembali wilayah, kota, kawasan, dan
lingkungan permukiman yang rusak akibat bencana gempa dan tsunami sehingga
masyarakat dapat segera melakukan aktivitasnya dalam kondisi kualitas tata ruang yang
lebih baik dan aman dari bencana juga dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi
wilayah. Sasaran yang hendak dicapai dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
a.

Tersusunnya Revisi RTRW Kota Banda Aceh.

b.

Terselenggaranya konsultasi publik dalam proses penyusunan RTRWK di tingkat


Kota dan Kecamatan.

c.

Tersusunya Naskah Akademis dan Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Banda Aceh.

1.4

LINGKUP STUDI

1.5

WILAYAH STUDI
Lingkup wilayah penyusunan Rencana Tata Ruang ini meliputi seluruh wilayah

Kota Banda Aceh. RTRWK disusun dengan kedalaman substansi yang sesuai dengan
ketelitian atau skala petanya 1 : 10.000 berjangka waktu perencanaan 10 tahun atau
disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Unit analisisnya adalah lingkup kecamatan
sedangkan sistem jaringan prasarana digambarkan pada kedalaman sistem primer dan
sekunder.

1.6

SUBSTANSI

1. Mengkaji RTRW Kota Banda Aceh 2002 2010 dan Urgent Plan Kota Banda Aceh;
2. Mengumpulkan data/informasi, baik dilakukan survey primer (observasi lapangan,
wawancara tersur dan/atau mendalam) maupun survei sekunder (pengumpulan
data/informasi

terolah/terkondisikan

dari

instansi/organisasi

terkait),

untuk

memperkaya/menyempurnakan Urgent Plan tesebut;


3. Melakukan analisis terhadap berbagai data dan informasi yang terkumpul;
4. Menyempurnakan Konsepsi Rencana dan memperkaya kelengkapan dan kedalaman
Rencana sesuai arahan peraturan-perundangan yang berlaku serta dan arahan
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD Nias, tanpa mengubah struktur
kota secara drastis;

Laporan Akhir

I-4

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

5. Menyusun RTRW Kota Banda Aceh dalam format yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
6. Menyusun Naskah Akademis dan Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Banda Aceh;
7. Konsultasi publik sebagai bagian integral proses penyusunan rencana.

1.7

METODOLOGI

1.7.1 AZAZ RENCANA


Penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh tidak lepas kaitannya dengan landasan
yang akan dijadikan acuan dalam penyusunannya. Landasan yang akan dijadikan pijakan
adalah azas-azas rencana tata ruang wilayah Kota yang diuraikan sebagai berikut:
a. Azas Fungsi Utama
Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi utama perlindungan dan budidaya.
b. Azas Fungsi Kawasan dan Kegiatan
Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi kawasan dan kegiatan yang
meliputi: kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu.
c. Azas Manfaat
Pemanfaatan ruang secara optimal harus tercermin dalam penentuan jenjang, fungsi
dan sistem jaringan prasarana wilayah.
d. Azas Keseimbangan dan Keserasian
Dalam penyusunan RTRW Kota harus dapat diciptakan :

Keseimbangan dan keserasian struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi


persebaran penduduk antar kawasan serta antar sektor dan daerah

Keseimbangan dan keserasian fungsi dan intensitas

Keseimbangan dan keterpaduan pengembangan antara hulu dan hilir dalam suatu
Daerah Aliran Sungai (DAS)

e. Azas Kelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup


Menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan lingkungan melalui pola
intensitas pemanfaatan ruang
f. Azas Berkelanjutan
Penataan ruang harus menjamin kelestarian dan kemampuan daya dukung
sumberdaya alam.

Laporan Akhir

I-5

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

g. Azas Keterbukaan
Setiap orang/pihak dapat memperoleh keterangan mengenai produk perencanaan tata
ruang.

1.7.2 PENDEKATAN PENATAAN RUANG


Dalam melakukan penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh, dilakukan
pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a. Penataan ruang yang partisipatif
b. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
c. Berorientasi pada lingkungan
d. Pendekatan Pemulihan Ekonomi.
e. Pendekatan Pemulihan Fungsi dan Aktifitas Kota
f. Pendekatan Berbasis Bencana
a. Penataan Ruang yang Partisipatif
Model pembangunan partisipatif ini dapat diimplementasikan dalam suatu proses
penataan ruang, maka proses dari partisipatif ini paling tidak memenuhi persyaratan
seperti di bawah ini.

Setiap orang harus mempunyai hak untuk mendapatkan informasi dan memiliki
akses menuju informasi yang lengkap.

Struktur komunikasi dalam masyarakat harus terjadi dalam dua arah, dialog dan
keinginan berkomunikasi dapat dilakukan dengan bebas.

Terjadinya partisipasi aktif dalam setiap pembentukan keputusan

Adanya akses pada kekuasaan didalam menyalurkan informasi

Keterlibatan Stakeholders ini dapat dimulai dari munculnya ide atau gagasan
pengelolaan, penyusunan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian.

Bentuk-bentuk partisipatif ini dapat berupa Peran Serta Masyarakat (PSM). Dalam
penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh, maka PSM ini dapat dilibatkan dalam
persiapan penyusunan dan dalam penyusunan rencana. Implementasi PSM dalam
persiapan penyusunan dimulai dengan mengetahui penyusunan RTRW Kota melalui
pengumuman, dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik dan forum
pertemuan. PSM dalam penyusunan rencana dilakukan pada:

Laporan Akhir

I-6

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. Langkah-langkah penentuan arah pengembangan


2. Identifikasi potensi dan masalah pembangunan
3. Perumusan rencana
4. Penetapan rencana
Peran serta masyarakat tersebut berbentuk: pemberian saran, pertimbangan,
pendapat tanggapan, keberatan atau masukan, pemberian data atau informasi yang
dapat dipertanggungjawabkan serta hasil pembahasan dalam forum pertemuan.
b. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Pengembangan tata ruang ditujukan untuk memberikan hasil yang sebesar besarnya
dan

bermanfaat

bagi

kesejahteraan

masyarakat,

pendekatan

yang

akan

dikembangkan mencakup dua hal :

Pengaturan pemanfaatan ruang yang adil untuk masyarakat

Memelihara kualitas ruang agar lestari dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya.

c. Berorientasi Pada Lingkungan


Dalam penataan ruang harus berorientasi pada lingkungan agar tetap terjaga
kelestarian lingkungan. Untuk itu, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumber alam


didalam pemanfaatan ruang.

Pengelolaan harus ditekankan pada upaya untuk menjaga keseimbangan antara


pemanfaatan dan pelestarian di wilayah tersebut.

Pemanfaatan ruang harus menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya yang


dapat merusak ekosistem

Pengembangan satu kawasan dengan kawasan lain perlu diselaraskan dan


memperhatikan daya dukung sumberdaya yang ada, sehingga dapat mewujudkan
keselarasan perkembangan antara kawasan

d. Pertumbuhan Ekonomi
Penataan ruang hendaknya dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, untuk itu
diperlukan adanya:

Optimalisasi pemanfaatan ruang

Berorientasi pada pasar internasional

Skala besar dan menengah

Laporan Akhir

I-7

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Ada nilai tambah terhadap daerah dan masyarakat

Ada kemitraan dengan masyarakat

Ada proses keterpaduan

e. Pendekatan Pemulihan Fungsi dan Aktifitas Kota


Pendekatan ini menekankan kepada perbaikan sarana dan prasarana kota yang sudah
hancur atau rusak, sehingga fungsi kota dan aktifitasnya dapat kembali pulih.
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam perbaikan dan pemulihan sarana dan
prasarana adalah :

Kemampuan pembiayaan

Urgensitas/pengaruh dari adanya suatu sarana atau prasarana terhadap aktifitas


kota.

f. Pendekatan Berbasis Bencana


Pendekatan keselamatan dari gempa dan tsunami, dilakukan mengingat Kota Banda
Aceh termasuk rawan gempa dan tsunami. Pendekatan ini pada dasarnya
mengupayakan pembentukan kota yang memberikan kemudahan warga untuk
evakuasi dari bencana. Penggunaan teknologi bangunan yang sesuai juga dapat
memberikan kemampuan kota yang tahan terhadap gempa dan tsunami.

1.7.3 TAHAPAN PEKERJAAN


1. Persiapan
Kegiatan persiapan dimulai sejak keluarnya Surat Perintah Kerja (SPM) dalam
pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh. Persiapan pokok
yang dilakukan meliputi :

Pemantapan metodologi

Pembuatan rencana kerja

Mobilisasi personil

Persiapan survei (check list data & kuesioner, surat survei dll.)

Laporan Akhir

I-8

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2. Pengumpulan Data Kebijakan dan Isu-Isu

Review Kebijakan dan Program


Review dilakukan terhadap berbagai dokumen perencanaan yang berkaitan dengan
tata ruang, diantaranya:
a. RTRW Propinsi NAD Tahun 2006
b. Perpres No. 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Propinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara.
c. RTRW Kota Banda Aceh 2002 - 2010
d. Urgent Rehabilitation And Reconstruction Plan For Banda Aceh City (Urgent Plan)
tahun 2005
e. Program Pembangunan (RPJPD dan RPJMD) Kota Banda Aceh
f.

Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Teknik Ruang Kota yang pernah disusun

g. Data Kebijakan Pembangunan Kota Lainnya.

Pengumpulan data primer dan sekunder


Data dikumpulkan langsung berdasarkan kondisi lapangan, dikompilasikan dan di
format dalam penyajian yang informatif.

Keluaran
Keluaran dari tahap ini adalah gambaran kondisi Banda Aceh sebelum dan sesudah
gempa serta potensi dan permasalahan pengembangan Kota Banda Aceh. Yang
menjadi dasar analisis, penjabaran konsep dan rencana Kota Banda Aceh.
Pada tahap ini juga dilakukan review khusus terhadap Master Plan dan RTRW Kota
Banda Aceh 2002 2010 yang pernah disusun. Hasil review berupa materi yang perlu
disempurnakan, materi yang belum ada dan perlu ditambahkan serta materi yang
tidak perlu ditambahkan karena sudah cukup memenuhi. Hasil dari review kemudian
disepakati dengan tim teknis untuk menjadi bahan untuk tahap analisis, konsep dan
rencana.

Laporan Akhir

I-9

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3. Analisis
Analisis ditujukan untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan maupun
kecenderungan yang terjadi pada masa akan datang. Inti dari analisis ini mencakup:
keadaan dasar, kecenderungan perkembangan, kebutuhan ruang, kemampuan lahan,
kendala pengembangan dan kemampuan pengelolaan pembangunan daerah.
4. Perumusan Konsep dan Strategi RTRW Kota

Rumusan Konsep
Hasil analisis yang telah dilakukan selanjutnya dibuat rumusan konsep dan strategi
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh mencakup:
a. Perumusan tujuan pemanfaatan ruang
b. Alternatif Konsep Struktur & Pola Pemanfaatan Ruang
c. Pengelolaan infrastruktur dan sarana
d. Pengembangan Ekonomi dan Investasi
e. Pengembangan Sosial dan Kependudukan
Kegiatan analisis dan penyusunan konsep dilakukan setelah pengumpulan data dan
informasi. Serangkaian kegiatan pengumpulan data, review analisis dan konsep
strategi dilakukan selama 2,5 bulan dan dituangkan dalam Laporan Antara dan
didiskusikan dengan tim teknis. Kemudian hasilnya dibahas dalam forum workshop di
tingkat kota.

Workshop Pembahasan Hasil Analisis dan Konsep


Workshop dilakukan pada tingkat kota untuk membahas hasil analisis, konsep dan
strategi pengembangan kota. Workshop melibatkan tim konsultan, tim teknis, serta
stakholder : Pemerintah, Investor/pelaku ekonomi, masyarakat, LSM, Perguruan
Tinggi serta unsur-unsur lainnya.
Keluaran dari hasil workshop adalah pengayaan terhadap hasil analisis terutama
menyangkut

permasalahan-permasalahan

pengembangan

kota,

serta

konsep

pengembangannya. Hasil workshop dirumuskan sebagai bahan perbaikan analisis dan


konsep pengembangan kota (perbaikan laporan antara).

Laporan Akhir

I - 10

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

5. Draft Rencana
Hasil analisis dan konsep yang telah diworkshopkan kemudian dijadikan sebagai
bahan dasar penyusunan draft rencana yang meliputi :

Rumusan Rencana

Tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kota Banda Aceh

Rencana struktur pemanfaatan ruang

Rencana pola pemanfaatan ruang

Rencana sistem prasarana wilayah yang terdiri dari :

Rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya

Rencana pengelolaan kawasan tertentu dan kawasan prioritas

Rencana Penatagunaan tanah, air, udara, hutan, dan sumberdaya lainnya

Rencana sistem kegiatan pembangunan.

Rencana Pengelolaan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang :

Draft Perda/Qanun RTRW


Dalam tahap ini juga disusun draft sementara Perda/Qanun RTRW Kota Banda Aceh.

Workshop dan Sosialisasi Draft Rencana


Hasil draft rencana dan Qanun kemudian dibahas dalam forum wokrshop dan
sosialisasi tingkat kota sekali dan sekali untuk masing-masing kecamatan yang dihadiri
tim konsultan, tim teknis, BKRTD, dan Stakeholder lainnya. Hasil workshop dan
sosialisasi kemudian dirumuskan dan dikoordinasikan dengan tim teknis untuk
memperoleh kesepakatan sebagai bahan masukan perbaikan laporan rencana RTRW
serta perbaikan draft Perda/Qanun RTRW.
6. Finalisasi
Pada tahap ini dilakukan perbaikan dan finalisasi produk rencana dan rancangan
Perda/Qanun RTRW Kota Banda Aceh.

Laporan Akhir

I - 11

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1.8

SISTEMATIKA LAPORAN
Sistematika Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh

meliputi :
BAB 1

PENDAHULUAN

B0AB 2

KARAKTERISTIK POTENSI DAN MASALAH KOTA BANDA ACEH


Bab ini membahas kondisi eksisting Kota Banda Aceh baik sebelum
maupun sesudah Bencana Tsunami. Kondisi ini dilihat dari aspek Fungsi
Peran dan Kedudukan dalam Lingkup Regional, Karakteristik Fisik Wilayah,
Karakteristik

Pemanfaatan

Ruang,

Karakteristik

Kependudukan

dan

Kemasyarakatan, Karakteristik Perekonomian, Karakteristik Transportasi,


Karakteristik Fasilitas Kota, Karakteristik Pengelolaan Penataan Ruang,
Harapan dan Aspirasi Stakeholders, Serta Potensi dan Permasalahan Kota
BAB 3

RENCANA TATA RUANG KOTA BANDA ACEH


Bab ini memuat rencana pengembangan Kota Banda Aceh di masa
mendatang. Adapun aspek-aspek yang direncanakan adalah Kedudukan
Kota

Banda

Pemanfaatan

Aceh

dalam

Ruang,

konstelasi

Rencana

Pola

Regional,

Rencana

Struktur

Pemanfaatan

Ruang,

Rencana

Penetapan Intensitas Pemanfaatan Ruang, Rencana Sistem Transportasi,


Rencana

Sistem

Pengelolaan

Utilitas,

Kawasan

Rencana

Lindung;

Sistem

Budidaya

Fasilitas,

serta

Rencana

Perkotaan;

dan

Kawasan

Strategis.
BAB 4

RENCANA IMPLEMENTASI
Bab ini memuat instrumen implementasi rencana tata ruang yang telah
dirumuskan pada Bab 3. Hal-hal yang dibahas pada bagian ini adalah
Pentahapan dan Prioritas Rencana, Arahan Penyusunan Perda dan Regulasi
Lainnya Terkait dengan Penataan Ruang, Indikasi Program Pemanfaatan
Ruang,

Indikasi

Pembiayaan

Pembangunan

Kota,

Pengendalian

Pemanfaatan Ruang, dan Kelembagaan Penataan Ruang.

Laporan Akhir

I - 12

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BAB
II

KARAKTERISTIK, POTENSI DAN


MASALAH KOTA
BANDA ACEH

2.1.1 ANALISIS FUNGSI, PERAN DAN KEDUDUKAN KOTA BANDA ACEH


Analisis fungsi, peranan dan kedudukan Kota Banda Aceh, dilakukan dengan
mempertimbangkan kebijakan regional yang terkait, kondisi hubungan regional dengan
wilayah sekitar serta kecenderungan pemanfaatan ruang kota.
Walaupun mengalami kehancuran pasca tsunami tahun 2004, Kota Banda Aceh
tetap memiliki peran, fungsi, dan kedudukan yang strategis dalam konteks pelayanan
regional. Kota Banda Aceh adalah ibukota Propinsi Nangroe Aceh Darusalam sehingga
berfungsi sebagai pusat pemerintahan propinsi. Di samping itu dari aspek sosial
ekonomi, kota ini juga berperan sebagai pusat permukiman dan koleksi serta distribusi
barang dan jasa dari wilayah hinterland-nya.
Mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang dimiliki Kota Banda Aceh dan
arahan-arahan penataan ruang yang hirarkinya lebih tinggi serta rekomendasi dari
rencana-rencana serupa yang telah disusun sebelumnya, maka dalam perencanaan ke
depan, status Kota Banda Aceh ditetapkan sebagai berikut (lihat tabel 2.1) :

Laporan Akhir

II - 1

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.1
PERAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN KOTA BANDA ACEH
PERAN
1. Sebagai Kota hirarki I
pada wilayah
pengembangan
Kabupaten Pidie,
Kabupaten Aceh
Besar, dan Kota
Sabang
2. Sebagai ibukota
Provinsi Aceh

FUNGSI
1. Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia
Bagian Barat yang mengemban fungsi
sebagai pusat koleksi dan distribusi barang
dan jasa wilayah hiterland-nya
2. Pusat pemerintahan dan perkantoran skala
kota dan regional
3. Pusat perdagangan dan jasa untuk skala
kota dan regional
4. Pusat kegiatan industri kecil skala kota dan
regional
5. Pusat permukiman, fasilitas umum, dan
sosial skala kota dan regional
6. Pusat kegiatan keagamaan (Islamic Center)

KEDUDUKAN
Dalam lingkup nasional
merupakan:
1. Salah satu Pusat
Kegiatan Nasional
(PKN) Orde II, yang
diharapkan sebagai
Counter Magnet bagi
Kota Medan
2. Bagian dari kebijakan

Indonesia-MalaysiaThailand Growth
Triangle

Sumber : Hasil Analisis Konsultan 2006

2.2

ANALISIS DAYA DUKUNG

2.2.1 GEOGRAFIS
Letak geografis Kota Banda Aceh antara 530 05035 LU dan

9530

99016 BT. Tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut, dengan luas wilayah
61,36 km2. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
Utara

Selat Malaka

Selatan

Kecamatan Darul Imarah dan Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh


Besar

Barat

Kecamatan Peukan Bada , Kabupaten Aceh Besar

Timur

Kecamatan Barona Jaya dan Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh


Besar

Adapun Wilayah administrasi Kota Banda Aceh meliputi 9 Kecamatan, 70 desa


dan 20 kelurahan dengan pembagian tiap kecamatan seperti pada Gambar 2.1.
Sedangkan luas dan prosentase untuk tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.2 di
bawah ini.

Laporan Akhir

II - 2

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 2.1
PETA KOTA BANDA ACEH

Sumber: Master Plan NAD-NIAS Lampiran 2 dan 4


TABEL 2.2
LUAS DAN PROSENTASE WILAYAH KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH
LUAS (Km2)

PERSENTASE
(%)

NO

KECAMATAN

1.

Meuraxa

7,258

11,83

2.

Baiturrahman

4,539

7,40

3.

Kuta Alam

10,047

16,37

4.

Syiah Kuala

14,244

23,21

5.

Ulee Kareng

6,150

10,02

6.

Banda Raya

4,789

7,80

7.

Kuta Raja

5,211

8,49

8.

Lueng Bata

5,341

8,70

9.

Jaya Baru

3,780

6,16

61,359

100,00

JUMLAH

Sumber: Banda Aceh Dalam Angka, 2003

Laporan Akhir

II - 3

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.2.2 TOPOGRAFI
Kota Banda Aceh secara geologi merupakan dataran banjir Krueng Aceh dan
70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Ke
arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di
atas muka laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah Barat dan Timur
dengan ketinggian lebih dari 500 m, sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap
ke laut. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 2.2
Dataran banjir :
Ketinggian 5 meter
cenderung tergenang
permanen
drainase sulit
air tanah dangkal dan
payau
Dataran:
ketinggian 5 10m
daerah hilir rawan banjir
drainase sulit terutama
pada daerah hilir
air tanah sebagian payau
bagian hulu bergelombang
lemah
Dataran Bergelombang:
dataran bergelombang
ketinggian 20-50 m
drainase cukup mudah
relatif bebas dari
genangan

GAMBAR 2.2
BENTANG ALAM KOTA BANDA ACEH
Sumber: Master Plan NAD-NIAS Lampiran 2 dan 4

2.2.3 HIDROLOGI
Ada delapan sungai yang melalui Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai
daerah tangkapan air (Catchment Area) dan sumber air baku, kegiatan perikanan, dan
sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin, payau dan
tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara dan timur kota sampai
ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota membujur dari timur ke barat.
Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian selatan kota
membentang dari kecamatan Baiturrahman sampai kecamatan Meuraxa. Berikut pada
Tabel 2.3, menjelaskan nama-nama sungai dan luas daerah resapannya.

Laporan Akhir

II - 4

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.3
SUNGAI DI KOTA BANDA DAN ACEH
NAMA SUNGAI

LUAS DAERAH RESAPAN (KM2)

Krueng Aceh

1712,00

Krueng Daroy

14,10

Krueng Doy

13,17

Krueng Neng

6,55

Krueng Lhueng Paga

18,25

Krueng Tanjung

30,42

Krueng Titi Panjang

7,80

Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA

2.2.4 KLIMATOLOGI
Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,50C hingga
27,50C dengan tekanan (minibar) 1008-1012. Sedangkan untuk suhu terendah dan
tertinggi bervariasi antara 18,00C hingga 20,00C dan antara 33,00C hingga 37,00C .
Curah hujan kota Banda Aceh yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Blang
Bintang menunjukkan bahwa curah hujan yang terjadi selama tahun 1986 sampai
dengan 1998 berkisar antara 1.039 mm sampai dengan 1.907 mm dengan curah hujan
tahunan rata-rata 1.592 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret, Oktober
dan Nopember, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Januari, Februari
dan Agustus. Jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada bulan agustus yaitu 20-21 hari dan
terendah pada bulan februari dan maret dengan jumlah hari hujan hanya 2 7 hari.
Kelembaban udara di Kota Banda Aceh sangat bervariasi tergantung pada
keadaan iklim pada umumnya. Kelembaban udara dari data tahun 1998 berkisar antara
75% - 87 %. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah
pada bulan juni. Kecepatan angin bertiup antara 2 28 knots. Gambar 2.3 di bawah ini
memperlihatkan grafik perkembangan kondisi klimatologis Kota Banda Aceh selama
setahun yang meliputi curah hujan rata-rata bulanan; suhu udara rata-rata, maksimum
dan minimum; tingkat kelembaban relatif rata-rata, maksimum dan minimum; serta
kecepatan angin rata-rata, maksimum dan minimum.

Laporan Akhir

II - 5

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 2.3
KLIMATOLOGI KOTA BANDA ACEH

Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team

2.2.5 GEOLOGI TANAH


Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari
Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cm/tahun dan merupakan
daerah rawan gempa dan longsor.
Pada gambar 2.4 di bawah ini, menunjukkan ruas-ruas Patahan Semangko di
Pulau Sumatera dan juga kedudukannya terhadap Kota Banda Aceh. Kota Banda Aceh
diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan Darul Imarah dan
Darussalam, dan kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan
bertemu pada pegunungan di Tenggara kota. Sehingga sesungguhnya Banda Aceh
adalah suatu dataran hasil amblasan sejak Pliosen, membentuk suatu Graben. Sehingga
dataran Banda Aceh ini merupakan batuan sedimen yang berpengaruh kuat apabila
terjadi gempa disekitarnya.

Laporan Akhir

II - 6

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 2.4
STRUKTUR PATAHAN SEMANGKO
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran 4

2.3

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG

2.3.1 STRUKTUR RUANG


Struktur Kota Banda Aceh berpusat pada mesjid Baiturrahman dan pasar Aceh
yang menjadi menjadi pusat pemerintahan, budaya, agama serta perdagangan. Pusat ini
melayani pemukiman dan kegiatan pantai serta pemukiman perkotaan sekitarnya
bahkan sampai ke daerah permukiman lainnya seperti Lambaro dan Lhok Nga di
Kabupaten Aceh Besar. Sistem infrastruktur menyatukan ketiga wilayah kota tersebut
menjadi suatu kawasan Perkotaan.
Kemudian, pada kawasan permukiman perkotaan pada lapis berikutnya terdapat
permukiman dan pusat pelayanan baru. Kawasan ini dalam pemanfaatan ruangnya
masih beragam antar kebun dan sawah pertanian. Jumlah penduduk kota Banda Aceh
pada tahun 2003 sekitar 230.828 jiwa, dengan dominasi kegiatan ekonomi di bidang
jasa (perdagangan dan pemerintahan), nelayan dan petani tambak. Seperti umumnya
kota-kota di Indonesia, Banda Aceh pun tumbuh hampir tidak terencana, dengan
konsentrasi kepadatan di pusat kota (sekitar Masjid Baiturrahman), dan memanjang

Laporan Akhir

II - 7

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

hampir linier mengikuti jalan utama yang relatif sejajar pantai, dan melebar ke arah
pantai.
Pusat Kota, yaitu Mesjid Baiturrahman dan pasar Aceh, menjadi pusat
pemerintahan, budaya, agama serta perdagangan yang melayani pemukiman dan
kegiatan pantai serta pemukiman perkotaan sekitarnya bahkan sampai ke daerah
permukiman lainnya seperti Lambaro dan Lhok Nga di Kabupaten Aceh Besar. Sistem
infrastruktur

yang

ada

mendukung

ketiga

wilayah

kota

tersebut

sehingga

menyatukannya menjadi suatu kawasan Perkotaan (Metropolitan). Kemudian, pada


kawasan permukiman perkotaan pada lapis berikutnya terdapat permukiman dan pusat
pelayanan baru. Kawasan ini dalam pemanfaatan ruangnya masih beragam antar kebun
dan sawah pertanian.
Pengembangan Kota Banda Aceh di masa mendatang direkomendasikan untuk
mengembangkan struktur pusat Kota Banda Aceh ke dalam bentuk multi center, dengan
satu atau dua pusat kota dan didukung oleh beberapa sub pusat pengembangan. Pusatpusat tersebut dihubungkan dengan jaringan jalan melingkar berikut utilitas lainnya.
Tuntutan terhadap pengembangan pusat-pusat pelayanan semakin dibutuhkan seiring
dengan semakin pesatnya perkembangan kota di masa mendatang. Hal ini dilakukan
dalam rangka memberikan efisiensi dan efektifitas pelayanan.
Struktur Ruang Perkotaan Kawasan Perkotaan Banda Aceh dan sekitarnya
dikembangkan dengan sistem sub pusat kota dan sistem infrastruktur wilayah. Sistem
sub-pusat kota diarahkan pada pengembangan dua pusat perkotaan di pusat kota lama
(Baiturrahman dan Peunayong) dan di selatan yaitu di Batoh-Lampeuneurut, serta
didukung oleh sub pusat kota, yaitu sub pusat perkotaan Ulee Lheue, Jaya Baru,
Keutapang, Lampulo, Peunayong, Neusu, Leung bata, Lamdom, Jeulingke, Ulee Kareng,
Kopelma dan Lambaro. Lihat Gambar 2.5 Peta Konsep Struktur Kota Banda Aceh

Laporan Akhir

II - 8

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 2.5 KONSEP STRUKTUR KOTA BANDA ACEH TAHUN 2016

Laporan Akhir

II - 9

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.3.2 PEMANFAATAN RUANG


Jenis penggunaan Lahan di setiap kecamatan yang terdapat di Kota Banda Aceh
sebelum Tsunami dapat dilihat pada Tabel 2.4. Sedangkan Gambar 2.6 menunjukkan
perbandingan jenis penggunaan lahan antar kecamatan di Kota Banda Aceh.
TABEL 2.4
LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002

Jumlah

428,4

12,0

453,9

Kuta Alam

4,0

957,2

37,0

6,5

1004,7

Meuraxa

62,5

548,8

32,5

60,0

22,0

725,8

Syiah Kuala

30,0

1171,3

145,1

6,0

40,0

32,0

1424,4

Lueng Bata

23,5

460,6

24,0

26,0

534,1

Kuta Raja

493,1

22,0

6,0

521,1

Banda Raya

178,0

245,9

25,0

30,0

478,9

Jaya Baru

61,5

292,1

11,4

9,0

4,0

378,0

Ulee Kareng

36,0

293,2

183,8

102,0

615,0

409,0

4890,6

421,8

168,0

240,5

6135,9

6,0

Tambak

13,5

Tegal/
kebun

Baiturrahman

Kecamatan

Sawah
Tadah
hujan

Lain-lain

Rawa tidak
ditanami

Bangunan

Penggunaan Lahan (ha)

Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2002

Berdasarkan data penggunaan lahan (data kawasan terbangun) di masingmasing kecamatan, maka dapat diketahui persentase tingkat kepadatan kawasan
terbangun seperti pada Tabel 2.5 berikut.

Laporan Akhir

II - 10

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1200,00

Luas Lahan (Ha)

1000,00

800,00

600,00

400,00

200,00

0,00
ng
Kare
Ulee

Baru
Jaya

ya
a Ra
Band

Raja
Kut a

ta
g Ba
Luen

Kuala
Syiah

axa
Meur

Alam
Kut a

an
rrahm
Baitu

Nama Kecamatan
Sawah Tadah Hujan
Tegal/Kebun
Tambak

Bangunan dan Halaman Sekitar


Rawa-rawa
Lain-lain

GAMBAR 2.6
LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002
Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2002

TABEL 2.5
LUAS DAN PERSENTASE PENGGUNAAN LAHAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2005
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kecamatan
Baiturrahman
Banda Jaya
Jaya Baru
Kuta Alam
Kuta Raja
Lueng Bata
Meuraxa
Syiah Kuala
Ulee Kareng

Tanah
Terbangun
(Ha)
281,12
237,77
118,87
362,82
5,60
191,90
2,22
404,88
254,15

Total Luas
Lahan
419,78
509,61
473,36
970,73
377,76
449,45
906,10
1.604,77
516,16

Persentase (%)
Tanah
Terbangun
66,97
46,66
25,11
37,38
1,48
42,70
0,24
25,23
49,24

Persentase (%)
Tanah Belum
Terbangun
33,03
53,34
74,89
62,62
98,52
57,30
99,76
74,77
50,76

Sumber : Citra 2005 JICA

Berdasarkan data penggunaan lahan, maka dapat diketahui pola penggunaan


lahan Kota Banda Aceh seperti pada Tabel 2.6 berikut.

Laporan Akhir

II - 11

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.6
POLA PENGGUNAAN LAHAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2005
No
I
1
2
3

Pemanfaatan Ruang
Kawasan Terbangun
Permukiman
Kawasan Perdagangan dan Jasa
Perkantoran
Fasilitas
- Fasilitas Kesehatan
4
- Fasilitas Pendidikan
- Fasilitas Peribadatan
Transportasi
5 - Terminal
- Jalan
II Ruang Terbuka
1 Kawasan Hutan Kota
2 Pertanian
3 Kanal
4 Zona Tambak Ikan
Ruang Terbuka Hijau
- Taman Kota
- Jalur Hijau
5
- Lapangan Olah Raga
- Rawa
- Alang-Alang
6 Kuburan
7 Sungai
Air
8 - Air Laut
- Danau
Total
Sumber : Citra 2005 JICA

Luas (HA)
2.124,95
1.360,41
128,53
113,16
222,30
33,95
174,89
13,46
300,54
3,90
296,64
4.010,95
285,92
651,78
104,44
204,48
1.373,79
20,15
1.138,37
24,50
140,16
50,61
11,89
116,74
1.261,92
1.231,41
30,51
6.135,90

%
34,63
22,17
2,09
1,84
3,62
0,55
2,85
0,22
4,90
0,06
4,83
65,37
4,66
10,62
1,70
3,33
22,39
0,33
18,55
0,40
2,28
0,82
0,19
1,90
20,57
20,07
0,50
100,00

Bencana Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu telah
mengakibatkan kerusakan parah pada wilayah Kota Banda Aceh khususnya pada
kawasan pesisirnya. Kondisi tersebut akan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan di
Kota Banda Aceh di masa yang akan datang. Luas kerusakan berdasarkan jenis
penggunaan lahan di Kota Banda Aceh ditampilkan dalam gambar 2.7 berikut ini.

Laporan Akhir

II - 12

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

37%

2%

Permukiman
Pertambakan

13%

19%

Persawahan
Perkebunan dan Belukar
Lahan Terbuka

29%

GAMBAR 2.7
LUAS KERUSAKAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH
Sumber: Deputi Penginderaan Jauh, LAPAN, April 2005

Dari data diatas dapat diketahui, bahwa kecamatan yang memiliki tanah
terbangun yang tinggi adalah Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Baiturrahman, dan
Kecamatan Kuta Raja. Sedangkan kecamatan Banda Jaya dan Kecamatan Ulee Kareng
memiliki lahan yang cukup luas yang masih belum terbangun. Berikut ini Gambar 2.8,
yang menunjukkan peta penggunaan lahan Kota Banda Aceh.

Laporan Akhir

II - 13

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Gambar 2.8
Penggunaan Lahan Tahun 2005

Laporan Akhir

II - 14

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Identifikasi tingkat kerusakan lahan tersebut dibagi beberapa zona, sebagaimana


ditunjukkan pada Gambar 2.9 di bawah ini.

Kawasan Perkotaan Hancur


Kawasan Perkotaan Rusak
Kawasan Perkotaan Rusak
Kawasan Perkotaan Rusak
Kawasan Perdesaan Hancur

GAMBAR 2.9
IDENTIFIKASI KERUSAKAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI

Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4

Dampak kerusakan pasca Tsunami telah mengubah kondisi fisik lahan Kota
Banda Aceh sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.10 berikut ini. Kondisi tersebut
antara lain dipengaruhi oleh ada tidaknya genangan, kondisi air tanah, kondisi drainase
wilayah jenis tanah, dan potensi terkena Tsunami.

GAMBAR 2.10
KONDISI LAHAN DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4

Laporan Akhir

II - 15

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Dengan karakteristik fisik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.10 di atas,


maka arahan zonasi fisik Banda Aceh, yang secara garis besar terbagi atas Kawasan
Lindung

(Conservation,

Zona

V),

Kawasan

Pengembangan

Terbatas

(Restristic

Development Area, meliputi zona I, II, dan III), Kawasan Pengembangan (Promoted
Development Area, zona IV). Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.11 berikut ini.

I Kawasan aquatic, (tambak,


hutan bakau, rekreasi pantai,
dan kawasan lindung pantai),
kepadatan bangunan sangat
rendah didukung bangunan
tahan gempa/ bangunan
tradisional (panggung)
II
Kawasan
terbangun
kepadatan rendah, didukung
bangunan tahan gempa dan
sistem drainase yang handal
(kanal). Tidak disarankan
untuk kegiatan komersial atau
kegiatan
sosial
lainnya.
Perumahan masih
dimungkinkan
dengan
persyaratan bangunan dan
lingkungan yang ketat, dan
disepakati oleh lebih dari 50%
warga
gampong
semula
untuk kembali bermukim di
kawasan ini

IV Kawasan terbangun kepadatan tinggi,


dgn bangunan tahan gempa, fungsi-fungsi
semula didorong untuk dikembangkan,
dengan
insentif
keringanan
pajak,
pengendalian
harga
tanah,
serta
kelengkapan dan kehandalan infrastruktur.

III Kawasan terbangun kepadatan sedang,


dgn bangunan tahan gempa dan sistem
drainase yang handal. Kawawsan komersial
dimungkinkan
dikembangkan
secara
terbatas, nilai-nilai heritage disarankan untuk
dipertahankan di kawasan ini.

GAMBAR 2.11
ARAHAN KESESUAIAN ZONASI FISIK
DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI

Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4

Laporan Akhir

II - 16

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Berdasarkan gambar diatas disepakati Kota Banda Aceh dibagi dalam 4 karakteristik
zona yaitu :
1. Coastal Zone
2. Eco Zone (evacuation)
3. Traditional City Center Zone (Escape Guiding)
4. Urban Development Zone (Emergency Base)
Lebih jelas lihat gambar 2.12 Peta Pembagian Zona Kota Banda Aceh lihat tabel 2.7
Pembagian Zona Fungsi , dan Jenis Penggunaan Lahannya.
TABEL 2.7
PEMBAGIAN ZONA, FUNGSI DAN JENIS PENGGUNAAN LAHAN
KOTA BANDA ACEH MENURUT URRP BAC
Zona
1. Pesisir
(Coastal Zone)

2. Eco-Zone

3. Traditional
City Center
Zone

Laporan Akhir

Klasifikasi
Zona
Bencana
Identifikasi
Mitigasi
Tsunami

Area Evakuasi

Area
Pendukung
Evakuasi

Lokasi/Fungsi
Pelabuhan
Pohon Kelapa/
Mangrove

Fasilitas peringatan
bencana
Kegiatan perikanan
dan pelabuhan
ikan
Pasar ikan

Masjid Raya
Museum
Pusat Komersial
yang ada saat ini

Penggunaan
Lahan/Antisipasi
Bencana
Restorasi ekosistem
pesisir
Hutan pesisir
Pelabuhan kapal ferry
Fasilitas pemecah
gelombang di sepanjang
garis pantai
Rekonstruksi area
permukiman untuk

returnees

Bangunan dan menara


untuk evakuasi
Jalur-jalur jalan untuk
evakuasi
Jalur lingkar (bagian
Utara)
Pemulihan dan konservasi
ekosistem pesisir
Pengembangan industri
budidaya perikanan
Pemanfaatan alam untuk
akuakultur dan taman
(untuk pendidikan,
rekreasi dan pariwisata)
Pusat Pengelolaan
Sampah
Instalasi pengolahan
Limbah
Kawasan kegiatan
komersial
Area fasilitas budaya
Bangunan-bangunan
untuk evakuasi

II - 17

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Zona

Klasifikasi
Zona
Bencana

Lokasi/Fungsi

Penggunaan
Lahan/Antisipasi
Bencana
Fasilitas transportasi darat
(terminal bus)
Jalur-jalur evakuasi
Pusat pelayanan
pemerintahan
Posko-posko Bantuan
Darurat
Fasilitas pendidikan

Berdasarkan hasil diskusi dengan masyarakat Aceh, Bappeda Provinsi NAD, Dinas
Perkotaan dan Perkim Provinsi NAD, Dinas Tata Kota Banda Aceh, Bappeda Kabupaten
Aceh Besar, dan Dinas Praswil Banda Aceh, telah disepakati memilih skenario dengan
melakukan perbaikan pola dan struktur dengan memberikan 2 pilihan bagi masyarakat,
yaitu (1) pindah ke lokasi aman bagi masyarakat yang ingin pindah, dan (2) tetap di
lokasi semula yang telah dilengkapi berbagai sarana prasarana perlindungan. Namun
demikian, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
Fungsi-fungsi penting kota, seperti kantor pemerintahan, rumah sakit dalam
jangka panjang sebaiknya dipindahkan ke daerah aman.
Perlu adanya fasilitas pelindungan dan penyelamatan
Penggunaan teknologi bangunan tahan gempa dan tsunami
Pengaturan kembali fungsi-fungsi kota secara ruang dalam wujud zonasi
berdasarkan tingkat potensi kerusakan
Penataan pemukiman nelayan dan non nelayan di sekitar pantai dan bagi yang
ingin pindah diberikan alternatif tempat yang aman.

Laporan Akhir

II - 18

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 2.12 PETA PEMBAGIAN ZONA FISIK KOTA BANDA ACEH

Laporan Akhir

II - 19

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.3.3 INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG


Untuk lahan-lahan di pusat kota, umumnya intensitas pemanfaatan ruangnya,
yang meliputi nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
dan ketinggian bangunan, relatif tinggi seperti untuk perkantoran, perdagangan dan
jasa, dan lainnya. Sedangkan untuk kawasan-kawasan di pinggiran pusat kota yang
umumnya merupakan lahan pertanian dan perkampungan menjadikan intensitas
pemanfaatan ruangnya rendah. Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang kota Banda
Aceh menurut Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2010 disajikan pada Tabel 2.8.
Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) yang dimaksudkan untuk memperoleh keteraturan tata letak bangunan
terhadap jalan maupun bangunan lain di sekitarnya. Selain itu juga untuk pengaturan
penggunaan ruang jalan bagi pemakai maupun penghuni rumah ataupun kemungkinan
terhadap pelebaran jalan. Hal ini ditentukan berdasarkan fungsi jaringan jalan yang
bersangkutan dan penggunaan lahan disekitarnya. Tujuan rencana

pengaturan

sempadan bangunan adalah sebagai berikut:

Secara fisik akan terwujud jarak antar bangunan

Adanya ketentuan batas yang tegas antara lahan yang boleh dan tidak boleh
ditempati bangunan

Adanya ketentuan batas yang tegas antara kapling bangunan dengan Daerah Milik
Jalan (Damija).
TABEL 2.8
RENCANA INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2010
(VERSI KAJIAN DEPARTEMEN PU TAHUN 2006)

PERUNTUKAN LAHAN

BWK
PUSAT
KOTA

1. Perumahan yang dilindungi


KDB maksimum
KLB maksimum
Ketinggian
Bangunan
maksimum

60%
1,2
12 meter

Perumahan
KDB maksimum
KLB maksimum
Ketinggian
Laporan Akhir

70%
1,4
10 meter
Bangunan

BWK
TIMUR
KOTA

BWK
SELATAN
KOTA

BWK
BARAT
KOTA

60%
1,2
12
meter

60%
1,2
12 meter

60%
1,2
12
meter

60%
1,2
10

60%
1,2
10 meter

60%
1,2
10

II - 20

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

PERUNTUKAN LAHAN

BWK
PUSAT
KOTA

maksimum

BWK
TIMUR
KOTA
meter

BWK
SELATAN
KOTA

BWK
BARAT
KOTA
meter

2. Pemerintahan/Perkantoran
KDB maksimum
KLB maksimum
Ketinggian
Bangunan
maksimum

70%
2,8
20 meter

60%
1,2
16
meter

60%
1,2
12 meter

60%
1,2
12
meter

3. Perdagangan dan Jasa


KDB maksimum
KLB maksimum
Ketinggian
Bangunan
maksimum

80%
1,6
12 meter

70%
1,4
12
meter

70%
1,4
12 meter

80%
1,6
12
meter

4. Fasilitas Sosial/Umum
KDB maksimum
KLB maksimum
Ketinggian
Bangunan
maksimum

60%
1,2
12 meter

60%
1,2
12
meter

50%
1,0
12 meter

60%
1,2
12
meter

5. Kawasan Budaya
KDB maksimum
KLB maksimum
Ketinggian
maksimum

40%
0,8
12 meter

6. Campuran perdagangan dan


jasa,
perkantoran
dan
perumahan
KDB maksimum
KLB maksimum
Ketinggian
Bangunan
maksimum

80%
1,6
12 meter

60%
1,2
12
meter

50%
1,0
12 meter

60%
1,2
12
meter

7. Terminal
KDB maksimum
KLB maksimum
Ketinggian
maksimum

20%
0,4
12 meter

20%
0,4
12
meter

Bangunan

Bangunan

Sumber: Revisi RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2010 (Versi PU)

Laporan Akhir

II - 21

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.3.4 KECENDERUNGAN PERKEMBANGAN KOTA


Perkembangan Kota Banda Aceh dapat dikategorikan dalam pola tumbuh Multi
Nuclei Model atau yang mempunyai beberapa titik tumbuh. Dalam Revisi Rencana Tata
Ruang Kota Banda Aceh tahun 2001-2010, titik-titik tumbuh tersebut dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Titik Tumbuh Utama di pusat kota dengan kegiatan perdagangan dan jasa,
pemerintahan dan perkantoran, fasilitas umum dan lain-lain. Titik tumbuh ini
berkembang ke segala penjuru kota, namun pertumbuhan ke arah Barat dan Utara
dibatasi oleh kawasan tambak yang cukup potensial serta dibatasi oleh pantai.
2. Titik Tumbuh Sekunder tersebar pada 3 (tiga) lokasi sesuai dengan homogenitas
kawasan, yaitu di sebelah Barat, Timur, dan Selatan kota dengan kegiatan
pelayanan umum dan fasilitas sosial-ekonomi.
3. Titik-titik tumbuh lain pada tingkatan yang lebih rendah berada di pusat-pusat
permukiman.
Pola pertumbuhan dari titik-titik tumbuh tersebut ternyata mempunyai pola linier
dan berkembang seiring perkembangan jaringan jalan sehingga menunjukkan pola
pengembangan ruang dengan Linear Growth Model.
Rencana tata ruang Kota Banda Aceh sebelum Tsunami memperlihatkan struktur
kota bahwa kawasan pantai dikembangkan sebagai kawasan wisata lingkungan atau
daerah penyangga di Kawasan Pantai Utara Kota, antara sempadan pantai, kawasan
pantai/penyangga dengan kawasan perkotaan.
Adapun kawasan pusat perdagangan Central Business District (CBD) terletak
pada Kecamatan Baiturrahman yang berjarak 2 km dari pantai yang berada dibagian
pusat wilayah Kota Banda Aceh, sedangkan kawasan wisata terletak didaerah
Kecamatan Meuraxa dan Kecamatan Syiah Kuala (Kawasan Pantai) dan kawasan
pendidikan di Kecamatan Syiah Kuala (Pinggiran Kota), Lueng Bata dan Ulhee Kareng
(Pusat Perkotaan).
Kawasan non urban yang ada di sepanjang pantai seakan menjadi pemisah
antara kawasan pantai dengan kawasan perkotaan, namun fungsi kawasan non urban
ini tidak/belum dijelaskan fungsinya secara spesifik, apakah sebagai kawasan penyangga
(buffer zone) atau kawasan kosong (tidak dibangun).
Dari tata ruang yang ada terlihat bahwa arah kecenderungan perkembangan
perkotaan (Kota Banda Aceh), kearah selatan (berbatasan langsung dengan Aceh Besar)

Laporan Akhir

II - 22

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

maka sub pusat (perdagangan dan jasa), sport center (Pusat Olahraga) berada
diperbatasan antara wilayah Kota Banda Aceh dengan wilayah Kabupaten Aceh Besar.
Dengan demikian, terlihat bahwa pusat persebaran perkotaan Banda Aceh untuk
mendatang adalah ke Selatan (ke wilayah Kabupaten Aceh Besar).

2.4

ANALISIS

DAN

KARAKTERISTIK

KEPENDUDUKAN

DAN

KEMASYARAKATAN
2.4.1 JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK
Jumlah penduduk kota Banda Aceh sebelum terjadinya bencana Tsunami adalah
sekitar 230.828 jiwa, dengan mayoritas penduduk beragama dan berbudaya Islam.
Sebagai Ibukota Propinsi NAD sekaligus merupakan pusat pemerintahan dan kegiatan
ekonomi,

Kota

Banda

Aceh

memiliki

kepadatan

penduduk

tertinggi

diantara

kabupaten/kota lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk Kota Banda
Aceh per Kecamatan sebelum terjadinya Tsunami, dapat dilihat pada Tabel 2.9.
TABEL 2.9
JUMLAH PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2001-2003
PRE TSUNAMI
JUMLAH
PENDUDUK
Th. 2001
(JIWA)

JUMLAH
PENDUDUK
Th. 2002
(JIWA)

(%)

JUMLAH
PENDUDUK
Th. 2003
(JIWA)

14,96

33.331

14,75

32.765

14,19

52.824

23,66

50.338

22,27

47.538

20,59

Meuraxa

27.468

12,31

28.158

12,46

30.532

13,22

4.

Syiah Kuala

26.401

11,83

26.577

11,76

28.298

12,25

5.

Lueng Bata

13.477

6,04

15.064

6,67

16.708

7,23

6.

Kuta Raja

17.467

7,82

18.420

8,15

18.793

8,14

7.

Banda Raya

17.563

7,87

17.802

7,88

18.509

8,01

8.

Jaya Baru

20.902

9,36

21.137

9,35

20.901

9,05

9.

Ulee Kareng

13.722

6,15

15.169

6,71

16.784

7,27

223.223

100,00

225.996

100,0

230.828

100.00

NO

KECAMATAN

1.

Baiturrahman

33.399

2.

Kuta Alam

3.

TOTAL

(%)

(%)

Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2001-2003

Laporan Akhir

II - 23

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kemudian, pada Gambar 2.13 berikut ini, dapat diketahui pertumbuhan jumlah
penduduk di masing-masing kecamatan di Kota Banda Aceh selama periode tahun 2001
sampai dengan tahun 2003. Selain itu, juga dapat diketahui kecamatan yang mengalami
konsentrasi penduduk terbesar.
60000

Jumlah Penduduk (jiwa)

50000

40000

30000

20000

Ulee Kareng

Jaya Baru

Banda Raya

Kuta Raja

Lueng Bata

Syiah Kuala

Tahun 2003

Meuraxa

Tahun 2002

Kuta Alam

0
Tahun 2001

Baiturrahman

10000

Nama Kecamatan

GAMBAR 2.13
GRAFIK PERKEMBANGAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEH

Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2001-2003

Pasca terjadinya Tsunami, jumlah penduduk kota Banda Aceh berkurang dengan
pesat sekitar 27%. Menurut sensus yang dilakukan oleh pemerintah kota jumlah
penduduk Banda Aceh sebelum Tsunami adalah sebesar 263.668 jiwa dan tereduksi
menjadi 192.194 jiwa, dengan jumlah kehilangan (meninggal dunia atau hilang)
sebanyak 71.475 jiwa dan jumlah penduduk yang kehilangan tempat tinggal sebanyak
65.500 jiwa. Untuk jelasnya mengenai jumlah penduduk setelah Tunami di Kota Banda
Aceh pada tiap-tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.10 dibawah.

Laporan Akhir

II - 24

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.10
JUMLAH PENDUDUK PASCA TSUNAMI
DI KOTA BANDA ACEH
JUMLAH PENDUDUK
NO

KECAMATAN

PRETSUNAMI

JUMLAH
PENGUNGSI

PASCA
TSUNAMI

1.

Baiturrahman

37.449

36.783

5.052

2.

Kuta Alam

55.062

43.113

23.971

3.

Meuraxa

31.218

5.657

867

4.

Syiah Kuala

42.779

35.514

6.411

5.

Lueng Bata

18.360

18.254

5.229

6.

Kuta Raja

20.217

5.122

230

7.

Banda Raya

19.071

19.015

9.451

8.

Jaya Baru

22.005

11.384

6.163

9.

Ulee Kareng

17.510

17.388

8.126

263.668

192.194

65.500

TOTAL

Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 12 April 2005

Perbandingan penurunan jumlah penduduk dan jumlah pengungsi antar


kecamatan di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada gambar 2.14.

60000
50000
40000
30000
20000
10000

Jumlah Penduduk Pre-Tsunami


Jumlah Pengungsi

re
ng
Ka

Ba
ru

Ul
ee

Ja
ya

da

Ra
ya

ja
Ra
Ba
n

Ku
t

Ba
ta

ng

Lu
e

Ku
al

ra
xa

Sy
ia
h

M
eu

al
a
Ku
t

Ba
itu

rr
ah
m

an

am

Jumlah Penduduk Pasca Tsunami

GAMBAR 2.14
GRAFIK PENURUNAN JUMLAH PENDUDUK DAN JUMLAH PENGUNGSI
DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI
Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 12 April 2005

Laporan Akhir

II - 25

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa jumlah kehilangan terbesar terjadi di


Kecamatan Meuraxa (82%), Kecamatan Kuta Raja (75%), Kecamatan Jaya Baru (49%),
Kuta Alam (22%), dan Kecamatan Syiah Kuala (17%). Persebaran jumlah kehilangan
yang dirinci berdasarkan jumlah kematian dan orang yang hilang dapat dilihat pada
Gambar 2.15.
Dalam RTRW Kota Banda Aceh Departemen Pekerjaan Umum, pertumbuhan
penduduk pasca bencana Tsunami diproyeksikan menggunakan model bunga berganda
dengan angka pertumbuhan rata-rata sesuai dengan angka pertumbuhan selama tahun
1995-2004 yaitu sebesar 3,14% .

GAMBAR 2.15
PERSEBARAN JUMLAH ORANG YANG MENINGGAL DAN HILANG
DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran 4

Kemudian, JICA dalam penyusunan URRP Kota Banda Aceh dan Additional Studynya memproyeksikan pertumbuhan penduduk pasca Tsunami dengan menggunakan tiga
metode perhitungan, yaitu:
o

Ekstrapolasi dari tingkat pertumbuhan rata-rata antara tahun 1998 sampai dengan
tahun 2003, yaitu sebesar 2,1%. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Laporan Akhir

II - 26

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tahun
Jumlah
Penduduk

12-4-2005

2005

2006

2007

2008

2009

192.194

196.230

200.351

204.558

208.854

213.240

Metode Regresi yang diformulasikan dari data antara tahun 1995 sampai dengan
tahun 2004, yaitu sebagai berikut:

Y = 14.211.050 + 7.216,14 * X (r = 0,88)


Hasil perhitungan dengan model regresi di atas adalah:

Tahun
Jumlah
Penduduk

12-4-2005
192.194

2005

2006

2007

2008

2009

199.194

206.194

213.194

220.194

227.194

Dengan tingkat pertumbuhan tahunan dengan pertumbuhan khusus. Hal ini


didasarkan pada banyaknya contoh dan pengalaman bahwa jumlah penduduk akan
meningkat secara drastis pasca terjadinya bencana yang menelan banyak korban
akibat pertumbuhan sosial pada kegiatan rekonstruksi dan pertumbuhan alamiah
yang tinggi. Bank Dunia mengadopsi tingkat pertumbuhan rata-rata 6% untuk
proyeksi penduduk Indonesia. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Tahun
Jumlah
Penduduk

12-4-2005
192.194

2005

2006

2007

2008

2009

200.843

212.893

225.667

239.206

253.559

Dalam perencanaan ini, proyeksi pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah


proyeksi versi JICA skenario 2. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa skenario
ini lebih realistis dengan kondisi pertumbuhan penduduk di Kota Banda Aceh, disamping
itu skenario ini juga telah mempertimbangkan faktor-faktor migrasi maupun kondisi
sosial-ekonomi masyarakat Kota Banda Aceh dalam penentuan tingkat pertumbuhannya.
Selanjutnya hasil perhitungan proyeksi penduduk dengan metode tersebut
hingga tahun 2015 dipaparkan pada Tabel 2.11 berikut ini.

Laporan Akhir

II - 27

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.11
PROYEKSI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH
HINGGA TAHUN 2016
TAHUN

JUMLAH PENDUDUK

2005

199.194

2006

206.194

2007

213.194

2008

220.194

2009

227.194

2010

234.194

2011

241.194

2012

248.194

2013

255.194

2014

262.194

2015

269.194

2016

276.194

Sumber: Hasil Perhitungan berdasarkan skenario 2 JICA

Dari hasil proyeksi yang dilakukan, jumlah penduduk di Kota Banda Aceh hingga
tahun 2016 diperkirakan mencapai jumlah 276 ribu jiwa lebih. Jumlah ini tentunya telah
mempertimbangkan faktor pertumbuhan alamiah, migrasi, dan perkembangan sosialekonomi masyarkat. Proyeksi jumlah penduduk ini tentunya diperlukan untuk
mengalokasikan sistem aktifitas penduduk dan sarana serta prasarana pendukungnya.

2.4.2 KEPADATAN PENDUDUK


Rata-rata kepadatan penduduk kota Banda Aceh sebelum bencana Tsunami
mencapai 38 jiwa/ha, dengan wilayah yang paling tinggi kepadatannya adalah
Kecamatan Baiturrahman, yaitu sebesar 72 Jiwa/Ha. Sedangkan kepadatan yang
terendah ada di Kecamatan Syiah Kuala dengan kepadatan 20 Jiwa/Ha. Tingkat
kepadatan penduduk Kota Banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 2.12 dibawah.

Laporan Akhir

II - 28

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.12
TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003

NO

JUMLAH
PENDUDUK
TAHUN 2003
(Jiwa)
32,765
47,538
30,532
28,298
16,708
18,793
18,509
20,901
16,784
230,828

KECAMATAN

1.
Baiturrahman
2.
Kuta Alam
3.
Meuraxa
4.
Syiah Kuala
5.
Lueng Bata
6.
Kuta Raja
7.
Banda Raya
8.
Jaya Baru
9.
Ulee Kareng
TOTAL

LUAS
WILAYAH
(Ha)

KEPADATAN
PENDUDUK
(Jiwa/Ha)

453.90
1004.70
725.80
1424.40
534.10
521.10
478.90
378.00
615.00
6135.90

72
47
42
20
31
36
39
55
27
38

Sumber : Banda Aceh dalam Angka Tahun 2003

Perbandingan tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan disajikan pada

80
70
60
50
40
30
20

kepadatan Penduduk
(Jiwa/Ha)

Ulee Kareng

Jaya Baru

Banda Raya

Kuta Raja

Lueng Bata

Syiah Kuala

Meuraxa

Kuta Alam

10
Baiturrahman

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)

Gambar 2.16 berikut ini.

Nama Kecamatan

GAMBAR 2.16
GRAFIK TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
Sumber : Banda Aceh dalam Angka Tahun 2003

Akibat besarnya penurunan jumlah penduduk yang terjadi pada bencana


Tsunami, kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh juga mengalami penurunan dari 43
jiwa/ha menjadi hanya 31 jiwa/ha. Data kepadatan penduduk per kecamatan di Kota
Banda aceh dapat dilihat pada Tabel 2.13 berikut ini.

Laporan Akhir

II - 29

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.13
TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI
KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI

NO

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

KECAMATAN

Baiturrahman
Kuta Alam
Meuraxa
Syiah Kuala
Lueng Bata
Kuta Raja
Banda Raya
Jaya Baru
Ulee Kareng
TOTAL

JUMLAH PENDUDUK
(Jiwa)
PRETSUNAMI
37.449
55.062
31.218
42.779
18.360
20.217
19.071
22.005
17.510
263.668

PASCA
TSUNAMI
36.783
43.113
5.657
35.514
18.254
5.122
19.015
11.384
17.388
192.194

LUAS
WILAYAH
(Ha)
453.90
1004.70
725.80
1424.40
534.10
521.10
478.90
378.00
615.00
6135.9

KEPADATAN
PENDUDUK
(Jiwa/Ha)
PREPASCA
TSUNAMI TSUNAMI
83
81
55
42
43
8
30
25
34
34
39
10
40
40
58
30
28
28
43
31

Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2005

Penurunan tingkat kepadatan penduduk yang paling drastis terjadi di Kecamatan


Meuraxa ( menurun sebesar 82%) dan Kuta Raja (menurun sebesar 75%) karena
memang di kedua wilayah tersebutlah terjadi jumlah kehilangan penduduk yang paling
besar. Selain itu, Kecamatan Jaya Baru dan Kuta Alam juga mengalami penurunan
kepadatan yang cukup besar. Sedangkan untuk Kecamatan Ulee Kareng, Banda Raya
dan Lueng Bata tidak mengalami perubahan kepadatan penduduk. Ketiga wilayah
tersebut memang tidak terkena dampak yang besar akibat bencana Tsunami. Gambar
2.17 menunjukkan penurunan kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh pasca bencana
Tsunami.

Laporan Akhir

II - 30

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Ku
al
Lu
a
en
g
Ba
ta
Ku
ta
Ra
ja
Ba
nd
a
Ra
ya
Ja
ya
Ba
ru
Ul
ee
Ka
re
ng

Sy
ia
h

eu
ra
x

am

al
Ku
ta

Ba
i tu

rra

hm

an

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Kepadatan Penduduk Pre-Tsunami

Kepadatan Penduduk Pasca Tsunami

GAMBAR 2.17
GRAFIK PENURUNAN KEPADATAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI
Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2005

2.4.3 KOMPOSISI PENDUDUK


Struktur atau komposisi penduduk dapat dilihat berdasarkan kelompok umur dan
jenis kelamin. Berikut ini, dalam Tabel 2.14, adalah data jumlah penduduk kota Banda
Aceh pada Tahun 2003 di rinci berdasarkan jenis kelamin di tiap-tiap kecamatan.
TABEL 2.14
JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
JUMLAH PENDUDUK (JIWA)
No

KECAMATAN

PRA TSUNAMI 2003


Laki-laki

Perempuan

1.

Baiturrahman

17.008

15.757

2.

Kuta Alam

24.640

22.898

3.

Meuraxa

15.384

15.148

4.

Syiah Kuala

14.269

14.029

5.

Lueng Bata

8.506

8.202

6.

Kuta Raja

9.671

9.122

7.

Banda Raya

9.407

9.102

8.

Jaya Baru

10.378

10.523

9.

Ulee Kareng

8.620

8.164

117.883

112.945

TOTAL

Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2003

Laporan Akhir

II - 31

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kemudian, pada Gambar 2.18 berikut ini, dapat dilihat perbandingan jumlah
perempuan dan laki-laki antar kecamatan di Kota Banda Aceh pada tahun 2003.
25.000

15.000

10.000

Laki-laki
Perempuan

Ulee Kareng

Jaya Baru

Banda Raya

Kuta Raja

Lueng Bata

Syiah Kuala

Meuraxa

Kuta Alam

5.000

Baiturrahman

Jumlah Penduduk (Jiwa)

20.000

Nama Kecamatan

GAMBAR 2.18
GRAFIK JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2003

Pasca Bencana Tsunami terjadi perubahan komposisi penduduk berdasarkan


jenis kelamin. Populasi penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan yang terkena
dampak tsunami rata-rata menurun 30-50%. Tabel 2.15 berikut ini adalah data jumlah
penduduk pasca tsunami.
TABEL 2.15
JUMLAH PENDUDUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PASCA TSUNAMI
DI KOTA BANDA ACEH

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

KECAMATAN
Baiturrahman
Kuta Alam
Meuraxa
Syiah Kuala
Lueng Bata
Kuta Raja
Banda Raya
Jaya Baru
Ulee Kareng

JUMLAH PENDUDUK (JIWA)


PREDIKSI PASCA TSUNAMI 2005
L
P
8.361
10.219
29.373
28.513
4.414
5.395
2.618
3.199
9.687
9.394
3.524
4.307
9.925
9.959
3.548
4.336
9.721
9.789
81.171
85.111

TOTAL
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2005

Laporan Akhir

II - 32

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.4.4 KONDISI SOSIAL BUDAYA


Kondisi sosial masyarakat di Kota Banda Aceh belum pulih dan normal seperti
sediakala karena masih banyak masyarakat yang trauma dan membutuhkan pemulihan
psikologi.

Masyarakat masih banyak yang tinggal di camp-camp pengungsi.

Lokasi

pengungsian tersebar diberbagai didaerah, bahkan dari Kota Banda Aceh banyak
masyarakat yang tinggal di camp pengungsian di daerah kabupaten Aceh Besar ataupun
pindah keluar kota terdekat seperti Medan.
Adapun lokasi pengungsian penduduk Kota Banda Aceh adalah seperti terlihat
pada Tabel 2.16 berikut.
TABEL 2.16
JUMLAH & TITIK LOKASI PENGUNGSI
DALAM WILAYAH KOTA BANDA ACEH
No.

Kecamatan

Kel. Setui

Taman Budaya
Rumah Penduduk
Rumah Penduduk

Jumlah
Pengungsi
(Jiwa)
175
100
305

Kel. Neusu Jaya

Rumah Penduduk

397

Kel. Ateuk Pahlawan

Gedung Tgk Chik Ditiro

1.452

Rumah Penduduk

623

Kel. Kampong Baro

Kantor Lurah Kampung Baru

25

Kel. Peuniti

1. Komplek Baperis
2. Rumah Penduduk
Rumah Penduduk

135
401
536

Lurah Sukaramai
Lurah Sukaramai
Lurah Setui
Lurah
Neusu
Jaya
Lurah
Ateuk
Pahlawan
Lurah
Ateuk
Pahlawan
Lurah Kampung
Baru
Lurah Peuniti
Lurah Peuniti
Lurah Peuniti

Rumah Penduduk

607

Lurah Peuniti

Rumah Penduduk

230

Lurah Peuniti

Rumah Penduduk

513
5.499

Lurah Peuniti

Desa/Kelurahan
Kel. Sukaramai

1.

Baiturrahman

Desa Ateuk Jawo


Desa
Ateuk
Munjeng
Desa Ateuk Deah
Tanoh
Desa Neusu Aceh
Jumlah
Desa
Kopelma
Darussalam

2.

Syiah Kuala

Laporan Akhir

Nama Lokasi
Pengungsian

1. Mesjid Jamik Kopelma


Darussalam
2. Gedung ACC Dayan
Dawood
3. Fakultas Pertanian
4. Rumah Dinas Rektor
Unsyiah
5. Gedung Fak. Teknik
Unsyiah

Koordinator

548

Kades Kopelma
Darussalam

30

sda

130

sda

90

sda

50

sda

II - 33

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No.

Kecamatan

Desa Rukoh

4.

Kuta Alam

Ulee Kareeng

Laporan Akhir

60

sda

37

sda

724
302
1.995

sda
Kades Rukoh
sda
Kades
Lamgugob

Rumah Penduduk

752

Kades IMKA

Rumah Penduduk

114
5.115

Kades Pineung

Desa Lueng Bata

Mesjid Jamik Lueng Bata

390

Kades
Bata

1.097

Sda

Panteriek

Komplek Dinas SDA Prov.


NAD
Rumah Penduduk
Rumah Penduduk

583
253

Lamseupeng

Rumah Penduduk

516

Blang Cut

Rumah Penduduk

432

Sukadamai

Rumah Penduduk & MIN

553

Lampaloh
Batoh

Rumah Penduduk
Rumah Penduduk

96
1.056

Cot Mesjid

Rumah Penduduk

794

Lamdom
Jumlah
Kel. Mulia

Rumah Penduduk

Desa Lampulo
Kel. Beurawe
Kel. Laksana

Mesjid Almukaramah
Posko Methodis
Posko Hotel Rajawali
Mesjid Al Furqan
Mesjid Al Huda

341
6.111
190
52
420
698 Jiwa
589 Jiwa

sda
Kades Panteriek
Kades
Lamseupeung
Kades Blang Cut
Kades
Sukadamai
Kades Lampaloh
Kades Batoh
Kades
Cot
Mesjid
Kades Landom

Kel. Bandar Baru

Posko Depan PLN

138 Jiwa

Kel. Keuramat
Kel. Kuta Alam

Mesjid Baiturrahman
Gedung DPRD Prov. NAD
Posko Didepan Kedai Niagara
Rumah Penduduk

773 Jiwa
450 Jiwa
575 Jiwa
30 Jiwa
3.915 Jiwa

Desa Lamglumpang

Lapangan Bola

144 Jiwa

Desa Lambhuk
Desa Doi
Desa
Ie
Masen
U.Kareng
Desa Ceurih

MIN Lambhuk
Pesantren Babunajah

7 Jiwa
111 Jiwa

Mesjid

109 Jiwa

Mesjid Baitussalihin

1.431 Jiwa

Jumlah

5.

Koordinator

283

Desa Ie Masen Kaye


Adang
Desa Pineung
Jumlah

Lueng Bata

6. Gedung RKU I dan III


Unsyiah
7. Gedung Fak. Kedokteran
Unsyiah
8. Rumah Penduduk
1. Rumah T. Nyak Arief
2. Rumah Penduduk

Jumlah
Pengungsi
(Jiwa)

Rumah Penduduk

Desa Lamgugop

3.

Nama Lokasi
Pengungsian

Desa/Kelurahan

Lueng

Lurah Mulia
Sda
Kades Lampulo
Lurah Beurawe
Lurah Laksana
Lurah
Bandar
Baru
Lurah Keuramat
Lurah Kuta Alam
sda
sda
Kades
Lamglumpang
Kades Lambhuk
Kades Doi
Kades Ie Masen
U.K
Kades Ceurih

II - 34

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No.

Kecamatan

Kecamatan
Kareng
Jumlah

6.

Banda Raya

U.

8.
9.

Meuraxa
Kutaraja

6.309 Jiwa

Desa Lhong Raya

Mesjid Lhong Raya

1.362 Jiwa

Desa Lhong Cut

Rumah Penduduk

383 Jiwa

Desa Peunyerat
Desa Lampeuot
Desa Mibo
Desa Lam Ara
Desa Geuceu Kaye
Jatho

Rumah Penduduk
Rumah Penduduk
Meunasah Mibo
Mesjid Lam Ara

514 Jiwa
193 Jiwa
583 Jiwa
1.041 Jiwa

Rumah Penduduk

209 Jiwa

Desa Geuceu Iniem

Mesjid Geuceu Iniem

1.115 Jiwa

Komplek BLK

880 Jiwa

Rumah Penduduk

1.480 Jiwa

Jumlah
Desa
Meunara

Jaya Baru

Rumah Penduduk

Jumlah
Pengungsi
(Jiwa)

Koordinator
Camat
Kareeng

Ulee

8.111 Jiwa

Desa Lamlagang

7.

Nama Lokasi
Pengungsian

Desa/Kelurahan

Kades
Lhong
Raya
Kades
Lhong
Cut
Kades Peunyerat
Kades Lampeuot
Kades Mibo
Kades Lam Ara
Kades
Geuceu
Kaye Jatho
Kades
Geuceu
Iniem
sda
Kades
Lamlagang

7.762 Jiwa
Geuceu

Desa
Timur

Lamteumen

Desa
Barat

Lamteumen

Rumah Penduduk

294 Jiwa

Rumah Penduduk

17 Jiwa

Rumah Penduduk

32 Jiwa

Jumlah
Tidak Ada Pengungsi
Tidak Ada Pengungsi

Kades
Geuceu
Meunara
Kades
Lamteumen
Timur
Kades
Lamteumen
Barat

343 Jiwa
36.856
Jiwa

Jumlah Pengungsi seluruhnya

Sumber: Pemda Kota Banda Aceh, Tahun 2005

2.5

KARAKTERISTIK DAN ANALISIS PEREKONOMIAN

2.5.1 STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI


Perekonomian Kota Banda Aceh didominasi kegiatan jasa perdagangan dan jasa
pemerintahan, wisata, disamping nelayan dan petambak. Hal ini antara lain dapat dilihat
dari struktur PDRB kota tersebut. Perhitungan PDRB akan meliputi 9 (sembilan) sektor
kegiatan

perekonomian

atau

lapangan

usaha,

yaitu

sektor-sektor

pertanian,

pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan air minum, bangunan
dan konstruksi, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, bank
dan lembaga keuangan serta jasa-jasa lainnya.

Laporan Akhir

II - 35

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Banda Aceh atas harga
berlaku mulai tahun 2000 sampai dengan 2004 menampakkan gejala peningkatan
secara positif rata-rata sebesar 9,58%. Demikian pula perhitungan PDRB kota Banda
Aceh atas dasar harga konstan juga menunjukan peningkatan secara positif rata-rata
sebesar 5,05%. Untuk lebih jelasnya pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan
dapat di lihat pada Gambar 2.19 di bawah ini.
PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN

1.600.000
1.500.000

1499842,15

1.400.000

1324257,30
1400897,28

1.300.000
1.200.000

1264609,05
1.218.609,86

1.100.000
1.000.000
1

GAMBAR 2.19
PERTUMBUHAN PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN KOTA BANDA ACEH
Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004

Sebagai sebuah wilayah perkotaan, kegiatan perekonomian di kota Banda Aceh,


antara tahun 2000 sampai tahun 2004 paling besar didominasi oleh lapangan usaha
sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 32% sampai 36% dari seluruh
kegiatan ekonomi kota. Kontribusi sektor ini pada tahun 2004 sebesar Rp. 593.414,91
atas dasar harga berlaku atau sebesar Rp. 520.100,09 atas dasar harga konstan. Urutan
dominasi sektor ekonomi berdasarkan nilai PDRB di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada
Gambar 2.20
PERTANIAN

23,02%

PERTAMBANGAN DAN
PENGGALIAN

3,69%

INDUSTRI PENGOLAHAN

35,24%
LISTRIK DAN AIR MINUM
BANGUNAN / KONSTRUKSI
PERDAGANGAN, HOTEL &
RESTORAN

16,13%

8,89%

8,36%
0,93%3,75%0,00%

PENGANGKUTAN DAN
KOMUNIKASI
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN
LAINNYA
JASA-JASA

GAMBAR 2.20
DISTRIBUSI PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU PER SEKTOR
DI KOTA BANDA ACEH
Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004

Laporan Akhir

II - 36

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.5.2 KETENAGAKERJAAN
Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah maka para pencari kerja di Kota
Banda Aceh juga bertambah pula, tahun 2000 saja para pencari kerja berjumlah 18.180,
tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 22.315, tahun 2003 dan 2004 menurun
sebesar 17.170. Sedang jumlah penduduk yang sudah tertampung didunia kerja juga
menunjukkan peningkatan yang positif. Tahun 2000 yang sudah bekerja 1.005, tahun
2002 meningkat menjadi 1.041, tahun 2003-2004 meningkat pula mencapai 4.213.
untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 2.21 di bawah ini.

GAMBAR 2.21
JUMLAH PENCARI KERJA YANG DITEMPATKAN
Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004

Kemudian, distribusi jenjang pendidikan dari pencari kerja yang terdapat di Kota
Banda Aceh ditampilkan pada Gambar 2.22
Setelah

terjadinya

bencana

Tsunami,

angka

pengangguran

diperkirakan

mengalami peningkatan hingga mencapai 30 persen. Data resmi Disnaker dan


Kependudukan setempat mencatat jumlah warga yang tidak memiliki pekerjaan
mencapai lebih dari 44.258 orang. Gempa dan tsunami menghancurkan sebagian besar
pusat bisnis di kota itu, seperti pasar tradisional, terminal, dan pelabuhan. Ini membuat
aktivitas usaha di sektor informal yang selama ini menyerap ribuan tenaga kerja belum
sepenuhnya pulih, bahkan banyak pedagang dan pemilik toko masih mengungsi.

Laporan Akhir

II - 37

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Aktivitas perikanan yang selama ini jadi sektor andalan dan memberikan
kontribusi besar bagi pendapatan asli daerah kota itu nyaris lumpuh total hingga kini.
Pelabuhan perikanan maupun feri di daerah Ulee Lheue rata dengan tanah, ratusan
perahu nelayan hancur tersapu tsunami, dan ratusan hektar tambak milik para petani
setempat dipenuhi lumpur.
Sementara perekonomian di sektor formal juga belum pulih. Jika sebelum
tsunami jumlah perusahaan di Banda Aceh mencapai 356 unit, kini hanya ada 197 unit
usaha. Sedangkan 159 perusahaan lainnya telah hancur akibat gempa dan tsunami.

GAMBAR 2.22
JUMLAH PENCARI KERJA YANG DITEMPATKAN
DI KOTA BANDA ACEH SELAMA PERIODE TAHUN 2000-2004
Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004

2.6

KARAKTERISTIK DAN ANALISIS TRANSPORTASI

2.6.1 TRANSPORTASI DARAT


Moda transportasi di kota Banda aceh memiliki jaringan pelayanan dalam dan
luar kota. Jaringan pelayanan dalam kota berupa kendaraan umum yaitu angkutan
umum atau labi-labi, becak, bus Damri dan mini bus (L300). Sedangkan untuk jaringan
luar kota dilayani oleh angkutan lintas propinsi seperti bus antar kota.
Untuk kondisi jaringan jalan sebelum tsunami, total panjang jalan sekitar 495 km
yang terdiri dari jalan nasional 12 km, jalan propinsi 22,4 km dan jalan kota 460 km.

Laporan Akhir

II - 38

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Berdasarkan kelas jalannya, terdiri dari arteri primer 18 km, arteri sekunder 29 km,
kolektor 30 km dan jalan lokal 418 km. Sedangkan pada pasca tsunami, terdapat
beberapa kerusakan jaringan jalan yaitu untuk jalan arteri primer tidak ada kerusakan
sama sekali. Sedangkan untuk jalan arteri sekunder mengalami kerusakan sekitar 4%,
jalan kolektor sekitar 7% dan jalan lokal sekitar 40%. Untuk lebih jelasnya lihat
Gambar 2.23.

GAMBAR 2.23
JARINGAN JALAN KOTA BANDA ACEH SEBELUM TSUNAMI
Sumber: JICA, 2005, Lampiran 4

Prasarana trasportasi lainnya yang mengalami kerusakan pasca tsunami adalah


jembatan, fasilitas jalan dan terminal. Untuk kondisi jembatan, tercatat 13 jembatan
mengalami kerusakan dari total 54 jembatan (sumber : Dinas PU). Selain itu, fasilitas
jalan yang mengalami kerusakan adalah berupa rambu lalu lintas sebesar 52% dan
marka jalan sebesar 50%. Untuk lampu lalu lintas mengalami kerusakan 60% dan lampu
peringatan sebesar 22%. Sedangkan untuk terminal barang dan penumpang terdiri dari
5 terminal penumpang dan 1 terminal barang, keseluruhan terminal yang ada
mengalami kerusakan yang cukup berat.

Laporan Akhir

II - 39

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.6.2 TRANSPORTASI PENYEBERANGAN


Transportasi sungai di Kota Banda Aceh umumnya menggunakan perahu
sampan kecil, perahu mesin tempel dan kapal boat. Pasca tsunami tingkat kerusakan
wilayah permukiman pantai Kota Banda Aceh mencapai 100% sehingga transportasi
sungai atau muara bagi nelayan tidak dapat beroperasi.

2.6.3 TRANSPORTASI LAUT


Pelabuhan yang menunjang transportasi melalui laut adalah pelabuhan Ulee
lheue yang berjarak 2,5 km dari pusat kota dan merupakan akses dari kapal angkutan
barang dan orang. Pasca tsunami, pelabuhan masih belum dapat dioperasikan secara
optimal dimana saat ini dermaga yang ada hanya dapat menampung kapal ferry yang
menuju Pulau Sabang sebanyak 2 rit per hari. Sedangkan untuk kapal cepat masih
menggunakan dermaga pelabuhan lama yang sifatnya darurat.

2.7

KARAKTERISTIK DAN ANALISIS UTILITAS KOTA

2.7.1 AIR BERSIH


Penyediaan air bersih penduduk Kota Banda Aceh sebelum terjadinya tsunami,
dilayani oleh pelayanan dari PDAM Tirta Daroy Banda Aceh, dan pemanfaatan sumur
air tanah dangkal yang ada di rumah penduduk. Tingkat pelayanan PDAM Tirta Daroy
Banda Aceh, adalah 47% dari penduduk, dengan sumber air dari sumur bor yang
berlokasi di Lambaro dan Siron, dengan memanfaatkan air Sungai Krueng Aceh yang
mempunyai debit minimal 10.38m3/dt pada musim kemarau panjang. Berikut ini Tabel
2.17 mengenai kondisi PDAM Tirta Daroy pada sebelum dan sesudah tsunami.
TABEL 2.17
KONDISI PDAM TIRTA DAROY
Uraian
Kapasitas Produksi
Prosentase Pelayanan
Jumlah Sambungan

Unit
L/detik
%
Unit

Sebelum
435
47
25,812

Sesudah
365-380
NA
14,656

Hydrant/Public Tap
Kehilangan Air
Waktu Pengoperasian
Jumlah Pegawai

Unit
%
Jam/hari
Orang

100
48
24
173

46
55-60
20
143

Sumber: Data PDAM, Juni 2005

Laporan Akhir

II - 40

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Sedangkan untuk sistem perpipaan penyediaan air bersih di Kota Banda Aceh
dibagi menjadi 4 jaringan yaitu ; jaringan Wilayah Meuraxa, jaringan Wilayah Syiah
Kuala, jaringan Wilayah Baiturrahman dan jaringan Wilayah Kuta Alam. Jaringan
perpipaan yang digunakan di Kota Banda Aceh terdiri dari berbagai jenis material pipa
yaitu baja, DCIP, PVC, GIP dengan diameter 25 - 600 mm.
Jaringan pipa distribusi di daerah Darussalam dan Unsyiah terpisah sama sekali
dari jaringan yang ada di Kota Banda Aceh lainnya khususnya di Darussalam, Unsyiah
kira-kira memiki sekitar 900 sambungan rumah dan dilengkapi dengan elevated
reservoir dari beton kapasitas sekitar 500 m3, mendapat suplai air dari IPA Siron melalui
pipa transmisi primer diameter 200 dan 150 mm.
Bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 berpengaruh
pada beberapa infrastruktur penyediaan air bersih yang dimiliki oleh PDAM Tirta Daroy.
Kerusakan tersebut antara lain:
a. Menurunnya kapasitas produksi air minum IPA Lambaro dan IPA Siron. IPA Siron
tidak dapat dioperasikan, karena pompa submersible air baku tidak cukup terendam
air karena rendahnya permukaan air, sedangkan IPA Lambaro masih dapat
diopersikan dengan 2 pompa kapasitas 2 x 147 L/detik.
b. Menurunnya kapasitas pelayanan akibat terlantarnya operasi dan pemeliharaan IPA
Lambaro dan IPA Siron, anggaran pengoperasian dan pemeliharaan yang tidak
mencukupi, serta kondisi aset instalasi pengolahan air yang sudah tua.
c. Menurunnya kapasitas produksi akibat kerusakan jaringan pipa distribusi terutama di
Kecamatan Meuraxa dan Kuta Raja dan rusaknya jembatan-jembatan pipa di daerah
tersebut.
d. Menurunnya pendapatan secara drastis karena hilangnya pelanggan, dari total
25.812 SR bulan Maret tinggal 8.000 SR atau 21% jumlah penduduk. Dan
berangsur-angsur mendaftar kembali, membayar rekening air hingga pada akhir Juni
2005 pelanggan yang ada menjadi 12.000 SR, data terakhir jumlah pelanggan
menjadi 14.656 SR.
e. Terganggunya manajemen dan administrasi PDAM karena Kantor PDAM sebagian
hancur dan arsip-arsip yang terletak dilantai dasar hilang/rusak di samping itu, juga
terdapat karyawan yang meninggal yaitu 28 orang.

Laporan Akhir

II - 41

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.7.2 AIR LIMBAH


Pengelolaan air limbah buangan penduduk Kota Banda Aceh sebelum maupun
sesudah tsunami sebagian besar adalah dengan menggunakan pengolahan setempat
(on site), yaitu berupa tangki septic dan sistem peresapan di halaman rumahnya, untuk
limbah black water (limbah dari WC)-nya. Sedangkan untuk limbah domestik selain yang
dari water closed, umumnya dibuang langsung ke saluran drainase yang ada di depan
rumah. Namun sebagian masyarakat juga masih melakukan pembuangan air limbah
langsung ke badan air seperti sungai dan pantai, terutama bagi masyarakat yang berada
di sekitar kawasan tersebut.
Kemudian, untuk mengatasi limbah perkotaan non domestic, Pemerintah Kota
Banda Aceh mempunyai sebuah Instalasi pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang dikelola
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banda Aceh, IPLT tersebut berlokasi di
Gampong Jawa (lihat Gambar 2.24). Pada saat terjadi tsunami IPLT tersebut
mengalami kerusakan yang cukup parah, dan telah diberikan bantuan dari pihak donor
untuk merehabilitasi kembali.

GAMBAR 2.24
IPLT DI GAMPONG JAWA YANG DIREHABILITASI PADA
DESEMBER 2005

Laporan Akhir

II - 42

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.7.3 PERSAMPAHAN
Pada saat sebelum terjadinya tsunami, timbulan sampah Kota Banda Aceh
adalah sekitar sebesar 600m3 perhari, dengan tingkat pelayanan 65%. Dengan sistem
pewadahan di rumah, pengumpulan menuju container sebanyak 53 unit yang tersebar di
seluruh kota dan pembuangan akhir dengan sistem open dumping di Gampong Jawa.
Armada truk sampah yang dimiliki adalah 29 unit yang beroperasi setiap hari,
mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara berupa container ke tempat
pembuangan akhir (TPA) Gampong Jawa. Komposisi sampah perkotaan Banda Aceh
dijelaskan pada Tabel 2.18 di bawah ini.
TABEL 2.18
KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN JENISNYA
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Jenis Sampah
Organik
Kertas
Kaca
Plastik
Logam
Kayu
Kain
Karet
Lain-lain
Jumlah

Prosentase
70,64 %
5,21 %
1,36 %
9,04 %
1,75 %
5,80 %
4,13 %
1,52 %
0,55 %
100,00 %

Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Penanganan sampah pasca tsunami secara khusus ditujukan pada sampah


dampak bencana, yaitu sampah tsunami yang ditempatkan di lokasi-lokasi sementara
pembuangan sampah tsunami pada masa tanggap darurat. Total volume sampah
tsunami seluruhnya dari lokasi-lokasi tersebut sebanyak 267.666 m3. Sampah tsunami
yang telah terangkat ke TPA (periode 17 Oktober 2005 31 Mei 2006), adalah sebanyak
136.463 m3. Penanganan lainnya terhadap dampak bencana tsunami adalah demolisasi
bangunan, yaitu penghancuran bangunan yang sudah rusak, membersihkan dari puingpuing bangunan, dan pemanfaatan kembali materialnya, seperti pembuatan jalan-jalan
darurat di wilayah bencana.
Kedua pekerjaan tersebut dilakukan melalui paket bantuan dari UNDP, yaitu
Tsunami Recovery Waste Management Programme (TRWMP) selama periode 17
Oktober 2005 31 Mei 2006.

Laporan Akhir

II - 43

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tugas lainnya DKP Kota Banda Aceh pada masa pasca tsunami, adalah
pemeliharaan dan perawatan sanitasi di barak-barak pengungsi melalui program
bantuan dari Unicef, yang disebut Temporary Living Camp Sanitation (TLCS). Jumlah
barak pengungsi seluruhnya yang menjadi pelayanan DKP Kota Banda Aceh, adalah
sebanyak 80 lokasi, yang tersebar dalam wilayah Kota Banda Aceh sebanyak 11 lokasi,
dan yang terdapat dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar sebanyak 69 lokasi.
Sistem pengelolaan persampahan yang saat ini dilaksanakan di Kota Banda
Aceh, meliputi kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan
sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah dan pembuangan akhir sampah.
Rute operasional truck angkutan sampah dan lokasi kontainer DKP dapat di lihat pada
Gambar 2.25

GAMBAR 2.25
RUTE OPERASIONAL TRUK ANGKUTAN SAMPAH DAN LOKASI KONTAINER DKP KOTA
BANDA ACEH
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan, (lampiran 4)

Laporan Akhir

II - 44

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Armada angkutan yang dimiliki Dinas Kebersihan dan Pertamanan sampai


dengan 02 Pebruari 2006 sebanyak 63 unit ditambah peralatan berat sebanyak 15 unit,
sehingga jumlah seluruhnya sebanyak 78 unit kini disimpan di poll kendaraan ukuran
4.140 m2, yang terletak di Jalan Pocut Baren, Banda Aceh. Contoh gambar peralatan
berat yang dimiliki oleh DKP (Gambar 2.26).

GAMBAR 2.26
PERALATAN BERAT YANG DIMILIKI DKP KOTA BANDA ACEH

TPA/Landfill sebagai tempat proses pengelolaan dan pembuangan akhir sampah


terletak di Desa Gampong Jawa yang berjarak 3 km dari pusat kota. Hingga saat ini
landfill Gampong Jawa telah memiliki lahan seluas 21 ha, yang telah difungsikan
sebagai landfill seluas 12 ha, dan yang belum difungsikan seluas 9 ha.
Beberapa alternatif pengembangan LPA dan IPLT baru yang dipilih adalah di
Koeta Teu, Kleumbang, Gapang atau Taleue Seuke. Pengelolaan sampah Kota Banda
Aceh perlu diintegrasikan dengan Kabupaten Aceh Besar, dimana lokasi alternative LPA
tersebut berada.

2.7.4 DRAINASE
Sistem drainase perkotaan Kota Banda Aceh dibawah kendali Dinas Pekerjaan
Umum (DPU). Luas area sistem drainase meliputi 35 km2 dan dibagi dalam 3 zona dan
17 sub-area. Kondisi topografi yang relatif datar, menurunnya daya tampung saluran
dan

adanya

pengaruh

aliran

balik

dari

pasang

air

laut

menyebabkan

tidak

memungkinkan untuk mengalirkan air dari semua area secara gravitasi dan harus

Laporan Akhir

II - 45

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

dibantu dengan pompa pada setiap outlet jaringannya. Infrastruktur jaringan drainase
belum lengkap dan tidak befungsi dengan baik menyebabkan terjadinya genangan bila
turun hujan lebat.
Bencana Tsunami menyebabkan rusaknya jaringan drainase lebih dari 90%,
tanggul dan dinding penahan banjir di sungai. Selain rusak saluran drainase juga terisi
oleh Lumpur dan kotoran. Kerusakan tersebut diantaranya dua saluran drainase di desa
Gampong Pie, peningkatan genangan air akibat pasang air laut yang semula hanya 10
cm menjadi 30-40 cm. Kerusakan juga terjadi pada saluran drainase di Iskandar Muda,
saluran primer Meuraxa dan pintu air di Kuren Gulamus. Kerusakan lainnya adalah
stasium pompa dan pintu air di Sungai Titi Panjang, rusaknya tanggul Krueng Doy.
Kondisi saluran drainase dan pintu air sebelum dan setelah bencana Tsunami disajikan
dalam Tabel 2.19 berikut.
TABEL 2.19
KONDISI SALURAN DAN PINTU AIR SEBELUM
DAN SETELAH BENCANA TSUNAMI
Structures

Pumping
stations
Primary
drains
Water gates

Description
Drainage area
Number of subzones
Existing
Damaged
Damage ratio
Existing
Damaged
Damage ratio
Existing
Damaged
Damage ratio

Source : Dept. Of Public Works (DPU)

Unit
Ha
Nos.

Zone I
957
6

Zone II
992
5

Zone III
1.550
6

Total
3.499
17

Nos.
Nos.
%
m
m
%
Nos.
Nos.
Nos.

4
4
100
22.735
6.177
27
25
15
60

1
0
0
12.937
3.490
27
30
7
23

3
3
100
15.690
1.927
12
43
8
19

8
7
88
51.362
11.594
23
98
30
31

2.7.5 TELEKOMUNIKASI
Sarana telekomunikasi yang berupa telepon, telegram, faximile, dan berbagai
produk telekomunikasi lainnya seperti GSM, CDMA operator Satelindo, Telkomsel, telah
merambah seluruh kecamatan di kota Banda Aceh. Berdasarkan data dari BPS 2004 dan
2005, dapat diketahui banyaknya fasilitas telepon yang diklasifikasikan dalam kategori
fasilitas untuk perumahan, bisnis, sosial, telepon umum, wartel dan kiospon. Dari data

Laporan Akhir

II - 46

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

tersebut dapat diketahui perbedaan kondisi penyediaan fasilitas telekomunikasi pada


saat sebelum dan sesudah terjadinya bencana tsunami (lihat tabel 2.20).
TABEL 2.20
BANYAKNYA FASILITAS TELEPON DI KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2004-2005
No.

Fasilitas Telepon

Banyaknya

Perumahan/Residensial

2004
17.423 SST

2005
11.257 SST

Bisnis

2.673 SST

252 SST

Sosial

121 SST

81 SST

Telepon Umum

222 Buah

Wartel

437 SST

374 SST

Kiospon

39 SST

20.915

14.494

Total
Sumber: BPS, 2004-2005

Dari kategori perumahan penurunan mencapai 35% dari kondisi sebelum


tsunami, untuk bisnis mengalami penurunan 90,6%, sosial sebesar 33%, wartel sebesar
14,4 %, sedangkan untuk penyediaan telepon umum dan kiospon penurunan mencapai
100% pada kondisi pasca tsunami.
Normalisasi telepon, listrik dan penyaluran (bahan bakar minyak) BBM terus
diefektifkan. Status recovery layanan telekomunikasi di NAD sampai tanggal 12 Januari
2005, sudah mencapai 68% dari saat bencana terjadi serta dengan 84% area dari 44
STO yang ada di seluruh NAD sudah beroperasi normal. Meliputi 93% seluruh nomor
pelanggan di datel NAD dengan jumlah total 98.866 STT.

2.7.6 KELISTRIKAN
Perbaikan instalasi listrik terus dilakukan untuk menormalkan penerangan, agar
dapat bekerja pada malam hari untuk melakukan pembersihan serta kebutuhan
penerangan pada instalasi Rumah Sakit. Guna mendukung upaya ini berbagai peralat
PLN dari Jakarta yang telah diberangkatkan dari Jakarta pada tanggal 15 Januari 2006
dengan Kapal Tomini serta telah dilakukan pemasangan dan penggantian tiang listrik
yang rusak di daerah Kajhu, Ulee Lheue dan Braden. (lihat Tabel 2.21)

Laporan Akhir

II - 47

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.21
KONDISI JARINGAN LISTRIK DI KOTA BANDA ACEH
KOTA
Banda
Aceh

KONDISI KELISTRIKAN

Kondisi kelistrikan kota Banda Aceh 95% beban Puncak 25MW telah
tersambung 32.000 pelanggan Dari 34.000 pelanggan yang kondisinya
memungkinkan disambung (pelanggan sebelum bencana 74.000)
Jaringan listrik menuju malahayati sepanjang 20 Km rusak total, maka
pemenuhan kebutuhan listrik untuk pelabuhan Malahayati
menggunakan genset

Sumber: Hasil Survey, Tahun 2005

Untuk daerah kawasan yang terkena bencana tidak bisa dilayani sampai
perbaikan rekonstruksi secara menyeluruh. Namun untuk kawasan yang tidak terkena
dampak sudah terlayani dengan baik. Berikut kondisi listrik di Kota Banda Aceh.

2.8

KARAKTERISTIK DAN ANALISIS FASILITAS KOTA

2.8.1 FASILITAS PENDIDIKAN


Fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh telah memadai, diantaranya telah
tersedia dengan lengkap jenis fasilitas pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi. Berikut data jumlah Fasilitas Pendidikan di Kota Banda Aceh pada
Tahun 2004-2005 di rinci berdasarkan kecamatan. Lebih jelas lihat Tabel 2.22.
Dari tabel di atas, dapat diketahui jumlah fasilitas pendidikan tidak berubah
untuk fasilitas SD, SLTP, SLTA dan kejuruan. Perubahan hanya terjadi pada fasilitas TK
yang mengalami peningkatan dari kondisi sebelum dan sesudah tsunami. Selain itu,
jumlah sekolah luar biasa di Kota Banda Aceh hanya 1 buah yang terletak di Kecamatan
Baiturrahman. Sedangkan Pondok Pasantren ada 9 buah yang terletak di Kecamatan
Jaya Baru 3 buah, Kecamatan Meuraxa 1 buah, Kecamatan Kuta Alam 4 buah dan
Kecamatan Baiturrahman 1 buah.

Laporan Akhir

II - 48

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.22
JUMLAH TK, SD, SLTP, SLTA, DAN KEJURUAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2004-2005
TK

KEC.

SD

SLTP

SLTA

SMK

2004

2005

2004

2005

2004

2005

2004

2005

Baiturrahman

10

24

24

2004

2005

Kuta Alam

20

18

22

22

13

13

Meuraxa

19

19

Syiah Kuala

14

14

Lueng Bata

Kuta Raja

13

13

Banda Raya

Jaya Baru

10

10

Ulee Kareng

TOTAL

66

68

119

119

28

28

28

28

Sumber : BPS, 2004-2005

Berdasarkan

proyeksi

pertumbuhan

jumlah

penduduk,

maka

perkiraan

kebutuhan fasilitas pendidikan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel
2.23
TABEL 2.23
PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

NO

1
2
3
4

JENIS
FASILITAS

STANDAR
PENDUDUK
PENDUKUNG
(Jiwa)

STANDAR
LUAS
LAHAN
(m2)

KEBUTU
HAN
TAHUN
2011

1000
1600
4800
4800

1200
3600
2700
2700

234
146
49
49

TK
SD
SLTP
SLTA

LUAS
KEBUTUH
AN
TAHUN
2011 (m2)
281033
526937
131734
131734

KEBUTU
HAN
TAHUN
2016
269
168
56
56

LUAS
KEBUTUH
AN
TAHUN
2016 (m2)
323033
605687
151422
151422

Sumber: Hasil Analisis

2.8.2 FASILITAS KESEHATAN


Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kota Banda Aceh diketegorikan dalam 9
bentuk yaitu berupa puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, poliklinik
desa, posyandu, Rumah bersalin, Rumah sakit umum, Rumah sakit jiwa, Rumah sakit
ibu dan anak. Berdasarkan data dari BPS tahun 2004 dan 2005 (lihat tabel 2.24) maka
dapat diketahui kondisi sebelum dan sesudah tsunami.

Laporan Akhir

II - 49

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.24
JUMLAH SARANA KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2004-2005
Jumlah
2004
2005
9
6
33
9
8
12
8
14
105
80
12
12
7
8
1
1
0
1
183
143

Jenis Sarana
Kesehatan

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Puskesmas
Puskesmas Pembantu
Puskesmas Keliling
Poliklinik Desa
Posyandu
Rumah Bersalin
Rumah sakit umum
Rumah sakit jiwa
Rumah sakit ibu dan anak
Jumlah

Sumber: BPS 2004-2005

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penyediaan fasilitas


kesehatan mengalami penurunan mencapai 21,8% dari kondisi sebelum tsunami.
Penurunan terbesar terjadi terutama pada penyediaan puskesmas pembantu dengan
penurunan mencapai 72,7% pada pasca tsunami.
Berdasarkan

proyeksi

pertumbuhan

jumlah

penduduk,

maka

perkiraan

kebutuhan fasilitas kesehatan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel
2.25
TABEL2.25
PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

NO
1
2
3
4
5
6
7

JENIS
FASILITAS
Puskesmas
Puskesmas
Pembantu
BKIA dan RS
Bersalin
Balai
Pengobatan
Apotek
Praktek Dokter
Posyandu

STANDAR
PENDUDUK
PENDUKUNG
(Jiwa)
120000
30000

STANDAR
LUAS
LAHAN
(m2)
2400
1200

2
8

LUAS
KEBUTUHAN
TAHUN
2011 (m2)
4684
9368

10000

1600

23

37471

27

43071

3000

300

78

23419

90

26919

10000
5000
2500

350
100
100

23
47
94

8197
4684
9368

27
54
108

9422
5384
10768

KEBUTUHAN
TAHUN 2011

KEBUTUHAN
TAHUN
2016

LUAS
KEBUTUHAN
TAHUN 2016

2
9

5384
10768

Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir

II - 50

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.8.3 FASILITAS PERIBADATAN


Di daerah Kota Banda Aceh, hampir merata desa memiliki Masjid dan Musholla,
karena mayoritas penduduk di Kota Banda Aceh adalah beragama Islam. Hanya di
Kecamatan Kuta Alam terdapat tempat ibadah umat Kristen, Hindu dan Budha. (Lihat
Tabel 2.26).
TABEL 2.26
JUMLAH FASILITAS PERIBADATAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
Kecamatan

Masjid

Meuraxa
Banda Raya
Baiturrahman
Lueng Bata
Kuta Alam
Kutaraja
Syiah Kuala
Ulee Kareng
Jaya Baru
JUMLAH

10
6
17
2
23
6
11
7
7
89

Surau /
langgar
29
23
21
10
27
9
18
6
20
163

Gereja
0
0
0
0
3
0
0
0
0
3

Gereja
katolik
0
0
0
0
2
0
0
0
0
2

Pura

Vihara

Kelenteng

0
0
0
0
0
1
0
0
0
1

0
0
0
0
4
0
0
0
0
4

0
0
0
0
1
0
0
0
0
1

Sumber : Podes Kota Banda Aceh,Tahun 2003

Berdasarkan

proyeksi

pertumbuhan

jumlah

penduduk,

maka

perkiraan

kebutuhan fasilitas peribadatan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel
2.27
TABEL 2.27
PROYEKSI KEBUTUHAN FAS ILITAS PERIBADATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

NO

JENIS
FASILITAS

STANDAR
PENDUDUK
PENDUKUNG
(Jiwa)

STANDAR
LUAS
LAHAN
(m2)

KEBUTUHAN
TAHUN 2011

LUAS
KEBUTUHAN
TAHUN 2011

KEBUTUHAN
TAHUN 2016

LUAS
KEBUTUHAN
TAHUN 2016

Masjid Skala
Kecamatan

120000

4000

7806

8973

Masjid Skala
Lingkungan

30000

1750

13661

15703

Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir

II - 51

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.8.4 PERKANTORAN DAN PELAYANAN UMUM


Untuk kebutuhan sarana perkantoran dan Pelayanan Umum berdasarkan wilayah
yang terkena dampak maka Kantor Kecamatan diperlukan di 6 kecamatan yang terkena
dampak kecuali Kecamatan Baiturrahman, Sedangkan Kantor Desa/Kelurahan diperlukan
antara lain di daerah berikut:
1. Kecamatan Meuraxa, meliputi: Kel. Ulee Lheule, Kel. Deah Glumpang, Kel. Deah
Teungoh, Kel. Deah Baro, Kel. Lambung, Kel. Gampong Pie, Kel. Gampong Blang,
Kel. Lamjabat, Kel. Asoenanggro, Kel. Surien, Kel. Gampong Baro, Kel. Pungee
Ujong, Kel. Pungee Jurong, Kel. Lampaseh Kota, Kel. Lampaseh Aceh.
2. Kecamatan Kuta Raja, meliputi: Kel. Gampong pande, Kel. Gampong Jawa, Kel.
Merduati, Kel. Keudah, Kel. Lampaseh Kota, Kel. Kampung Baru.
3. Kecamatan Jaya Baru, meliputi: Kel. Ulee Pata, Kel. Lampoh Daya, Kel. Bitai, Kel.
Lam jamee, Kel. Emperom.
4. Kecamatan Kuta Alam, meliputi: Kel. Lampulo, Kel. Lamdingin, Kel. Bandar Baru.
5. Kecamatan Syiah Kuala, meliputi: Kel. Dayah Raya, Kel. Alue, Naga, Kel. Tibang, dan
Kel. Jeulingke.
6. Kecamatan Baiturrahman, meliputi: Kel. Sukaramai
Untuk kantor Pos Hansip di 6 kecamatan tidak diperlukan, hanya diperlukan pos
pengamanan untuk para pengungsi 1 unit di masing-masing kecamatan. Sedangkan
untuk Kantor Pos Pembantu diperlukan di pusat Kota Banda Aceh di perlukan di
Kecamatan Kuta Alam 1 unit, Baiturrahman 1 unit, Jaya Baru 1 unit dan Syiah Kuala 1
unit. Serta sarana PLN, PDAM, Telkom, dan Polsek diperlukan 1 unit di masing-masing
wilayah yang terkena dampak untuk melayani masyarakat yang sedang membangun
kembali wilayahnya yang terkena tsunami.

2.9

HARAPAN DAN ASPIRASI STAKEHOLDERS


Sebelumnya merencanakan wilayah yang terkena dampak bencana, harapan

masyarakat pada para stakeholder perlu melakukan beberapa pertimbangan terhadap


perencanaan wilayah Provinsi Banda Aceh, khususnya Kota Banda Aceh. Diantaranya:

Laporan Akhir

II - 52

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.9.1 PERTIMBANGAN SOSIAL-BUDAYA


Masyarakat Banda Aceh pada umumnya terdiri dari pedagang, nelayan dan
petani dan sangat kuat ibadatnya dengan nilai budaya yang islami.

Pembangunan

kedepan harus memperhatikan nilai budaya dan islami yang hidup dalam masyarakat,
dengan demikian Rencana Tata Ruang didasarkan pada nilai-nilai ini. Untuk Land Mark
kota yang berfokus pada mesjid Baiturahman dan menjadi dasar dari Urban Design kota
kota. Disamping itu situs-situs budaya harus juga diperhatikan agar perkembangan
Banda Aceh kedepan tidak mencabut msyarakat Aceh dari akar budaya dan nilai
Islamnya. Kehidupan nelayan disepanjang pantai perlu diberi ruang dan teknologi agar
kehidupannya lebih baik lagi.

2.9.2 PERTIMBANGAN EKONOMI


Ekonomi Banda Aceh didukung oleh sektor jasa, perikanan, pertanian serta
wisata. Penataan kembali kota harus di upayakan untuk memperkuat sektor ini sehingga
semakin modern dan dapat meningkatkan kesempatan kerja. Untuk nelayan dan petani
perlu diperhatikan dengan sarana TPI dan infrastruktur pendukungnya. Dibidang wisata,
kiranya Tsunami dapat diambil hikmah untuk sektor wisata mengingat kejadian tanggal
26 Desember 2004 yang lalu adalah suatu kejadian besar di dunia.
Ekonomi kota berbasis pada kelautan wisata dan jasa, diharapkan pembangunan
prasarana dapat mendukung transformasi sektor Basik ini menjadi semakin modern
sehingga secara terus menerus dapat meningkatkan nilai tambah dan penyerapan
terhadap angkatan kerja.

2.9.3 PERTIMBANGAN INFRASTRUKTUR


Pertimbangan infrastruktur perlu diarahkan untuk meningkatkan pelayanan
sosial-ekonomi kota. Disamping itu juga untuk meningkatkan keamanan kawasan kota;
yaitu mengatasi banjir dan juga perlu ditata agar dapat juga melindungi kota dari
kemungkinan serangan tsunami dimasa yang akan datang.
Dari berbagai diskusi dengan stakeholder dikawasan perkotaan Banda Aceh dan
sekitarnya bebarapa keinginan pengembangan kota kedepan dapat disimpulkan sebagai
berikut :

Laporan Akhir

II - 53

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. Pengembangan kota dilakukan dengan penanganan kawasan bersyarat antara lain


dilakukan dengan pengaman (Buffer Zone) dan peringatan dini bencana Tsunami
dan bila diperlukan dan diinginkan dapat melakukan relokasi ke kawasan yang
lebih aman, dengan dukungan infrastruktur penghubung yang memadai dan baik.
2. Pengembangan Kota didasarkan pada nilai budaya dan Islami yang berkembang di
masyarakat Aceh
3. Pengembangan Kota harus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
melindungi hak masyarakat akan tanahnya.
4. Pengembangan kota harus dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan ekonomi
kotanya.
5. Pengembangan kota harus dapat melindungi bahaya kota dari bahaya bencana
(gempa bumi, tsunami, banjir dan longsor).
6. Pengembangan kota harus dapat menjaga dan meningkatkan kelestarian lingkungan
kota.
7. Pengembangan infrastruktur harus dapat meningkatkan pelayanan kota.
8. Sebagian penduduk memilih ingin bermukim kembali, dengan syarat pengamanan
(Buffer Zone) dan peringatan dini bencana tsunami.
9. Sebagian lainnya ingin pindah ke kawasan yang lebih aman, dengan dukungan
infrastruktur penghubung yang memadai dan baik.
10. Pusat - pusat pelayanan fasilitas sosial dan utilitas harus berada di lokasi yang aman.
11. Kegiatan usaha dan pasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat berjalan
kembali normal.
12. Identitas kota dan masyarakat (yang bersifat religius dan budaya) tetap
dipertahankan.
13. Pembangunan

kota

dan

kawasan

tetap

memperhatikan

prinsip-prinsip

hak

kepemilikan tanah dan property.


14. Menerapkan pembangunan kota yang menganut prinsip-prinsip manajemen Disaster
yang berbasis tata ruang

Laporan Akhir

II - 54

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BAB
III

RENCANA TATA RUANG


KOTA BANDA ACEH

3.1

KEDUDUKAN KOTA BANDA ACEH DALAM KONSTELASI REGIONAL


Rencana tata ruang merupakan upaya untuk mengintegrasikan berbagai macam

sumber daya di suatu wilayah/kota ke dalam suatu deliniasi wilayah perencanaan. Artinya
komponen-komponen tata ruang di dalam wilayah perencanaan harus terintegrasi, di
samping itu, wilayah perencanaan juga harus terintegrasi dengan rencana yang hirarkinya
lebih tinggi. Dalam perencanaan Kota Banda Aceh, selain harus memperhatikan
komponen-komponen tata ruang yang ada di wilayahnya, juga harus memperhatikan
peranannya dalam lingkup yang lebih luas. Dengan demikian perencanaannya akan dapat
menciptakan kesinergian dengan rencana-rencana spasial lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, langkah awal dalam perencanaan Kota Banda
Aceh adalah perlunya menetapkan Peran, Fungsi, dan Kedudukan Kota Banda Aceh dalam
konstelasi regional, sehingga dalam pelaksanaannya di masa mendatang dapat bersinergi
dengan wilayah-wilayah sekitarnya. Penetapan ini mempertimbangkan potensi dan
permasalahan yang dimiliki Kota Banda Aceh dan arahan-arahan penataan ruang yang
hirarkinya lebih tinggi serta rekomendasi dari rencana-rencana serupa yang telah disusun
sebelumnya. Berdasarkan pertimbangan di atas, Peran Kedudukan dan Fungsi Kota Banda
Aceh ditetapkan sebagai berikut.
Laporan Akhir

III - 1

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. Peranan:

Sebagai Kota hirarki I di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah


pengembangan Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, dan Kota Sabang

Sebagai ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam

2. Fungsi:

Salah satu pintu gerbang Indonesia Bagian Barat yang mengemban fungsi sebagai
pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa wilayah hiterland-nya

Pusat pemerintahan dan perkantoran untuk skala kota dan regional

Pusat perdagangan dan jasa untuk skala kota dan regional

Pusat kegiatan industri kecil

Pusat permukiman, fasilitas umum, dan sosial skala kota dan regional

Pusat kegiatan keagamaan (Islamic Center)

3. Kedudukan:

Dalam lingkup nasional, kedudukan Kota Banda Aceh merupakan salah satu Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) Orde II, yang diharapkan sebagai Counter Magnet bagi
Kota Medan

Kota Banda Aceh juga ditetapkan sebagai bagian dari kebijakan Indonesia-

Malaysia-Thailand Growth Triangle

3.2

SKENARIO PERKEMBANGAN KOTA


Untuk

Rencana

ke

depannya,

Skenario

yang digunakan

adalah

dengan

menerapkan model pengembangan kota Dual Center With Multi Recidential Area. Model
pengembangan ini merupakan konsep pengembangan kota yang memiliki dua pusat kota
untuk mendorong perkembangan kota dan didukung oleh permukiman dengan kegiatan
ekonomi di dalamnya. Pusat kota yang ditetapkan adalah pusat kota lama dan pusat kota
baru. Pusat kota lama berpusat di Peunayong yang berorientasi pada Masjid Baiturrahman
dengan kegiatan yang sudah berkembang pesat baik sebelum dan sesudah Tsunami.
Sedangkan pusat kota baru berada di Batoh (Kec. Lueng Bata) dan Lampeuneurut
(Kabupaten Aceh Besar), pusat pengembangan ini diarahkan sebagai pusat pemerintahan
Propinsi NAD dan sebagai daerah evakuasi atau zona penyelamatan bila terjadi bencana.
Laporan Akhir

III - 2

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Untuk terlaksananya model pengembangan kota tersebut diperlukan beberapa


tahapan skenario pengembangan yang tepat. Pada Gambar 3.1 di bawah ini akan
dijelaskan tahapan pengembangan wilayah Banda Aceh.

Tahap I
Rehabilitasi dan
pengendalian
pembangunan di
Utara Banda
Aceh

Tahap II

Revitalisasi dan
pengembangan
terbatas pada
Pusat Kota Lama

Tahap III
Pengembangan
kota diarahkan
pada Selatan
Kota Banda
Aceh

Tahap Rehabilitasi Pasca Bencana Tsunami:


- Rehabilitasi pada kawasan konservasi, yaitu pada kawasan pesisir dengan
membangun Coastal Forest (hutan Mangrove) sebagai zona perlindungan
pantai. Serta pembangunan hutan kota yang berfungsi sebagai daerah
resapan air.
- Rehabilitasi permukiman sesuai dengan zoning regulation yang ditentukan
pada kawasan yang terkena dampak tsunami.
- Perbaikan Infrastruktur yang belum diperbaiki, serta usaha peningkatan
dalam rangka pengembangan kota yang merujuk pada konsep mitigasi
bencana.
- Pengendalian kegiatan pada zona-zona yang ditentukan terutama pada
Coastal Zone dan Eco Zone.

Tahap Pengendalian Pusat Kota lama dengan konsep perkembangan yang


terbatas:
- Optimalisasi kegiatan di pusat kota Lama yaitu pada kawasan Peunayong
dan Kampung Baru yang berorientasi pada Masjid Baiturrahman. Serta
pengendalian intensitas bangunan dan penataan lingkungan agar tidak
terjadi kemunduran fungsi (degradasi lingkungan).
- Peningkatan peran masing-masing sub zona sesuai dengan fungsi yang
ditentukan dalam rencana struktur kota.
- Rehabilitasi kawasan konservasi terutama pada kawasan DAS Krueng
Aceh dan taman kota yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
- Peningkatan aksesibiltas melalui pembangunan lingkar utara, lingkar
selatan dan lingkar dalam yang terintegrasi.

Tahap pengembangan Pusat Kota Baru dengan konsep pengembangan


wilayah yang terintegrasi
- Pengembangan fungsi melalui kegiatan yang telah ditentukan pada masingmasing zona dan sub-sub zona. Pengembangan diarahakan ke Selatan
Banda Aceh hingga perbatasan Aceh Besar (Lampeuneurut dan Lambaro).
- Sinkronisasi kebijakan dan rencana pengembangan wilayah antara Kota
Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dalam pengelolaan pusat Kota
Baru yang ada di Lampeuneurut serta pengembangan agropolitan pada
Lambaro.

GAMBAR 3.1
TAHAPAN PENGEMBANGAN KOTA BANDA ACEH

Laporan Akhir

III - 3

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.3

RENCANA STRUKTUR PEMANFAATAN RUANG


Rencana struktur pemanfaatan ruang merupakan kerangka dasar spasial yang

akan digunakan untuk menyusun arahan rencana pemanfaatan ruang di Kota Banda
Aceh. Penjabaran rencana struktur pemanfaatan ruang meliputi arahan rencana
pengembangan dan distribusi penduduk, rencana struktur ruang kota, rencana kawasan
strategis kota, dan rencana sistem pusat pelayanan.
Rencana struktur pemanfaatan ruang yang direkomendasikan dalam rencana ini
mengikuti rencana struktur pemanfaatan ruang yang telah direncanakan oleh Dirjen
Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum yang dituangkan ke dalam dokumen
Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kota Banda Aceh. Dokumen tersebut
dijadikan acuan karena substansi yang dikandungnya lebih diterima oleh stakeholders
dibandingkan dengan dokumen-dokumen perencanaan lainnya untuk Kota Banda Aceh.
Pada akhirnya, arahan yang telah direncanakan pada dokumen Rencana Struktur dan Pola
Pemanfaatan Ruang Kota Banda Aceh akan dijadikan dasar dalam merumuskan rencana
tata ruang dan pengembangan fasilitas dan utilitas dalam Revisi RTRW Kota Banda Aceh
ini.

3.3.1 RENCANA STRUKTUR RUANG KOTA


Dalam pengembangan ke depannya, Kota Banda Aceh direncanakan untuk dibagi
menjadi empat zona yang disesuaikan dengan model pengembangan kota yang
digunakan, pertumbuhan penduduk, ketersediaan sumber daya lahan dan antisipasi
terhadap potensi bencana. Berdasarkan Revisi RTRW Aceh 2010, Kota Banda Aceh dibagi
dalam 4 BWK (Bagian Wilayah Kota), yaitu terdiri dari BWK Barat, BWK Pusat (Utara),
BWK Selatan, BWK Timur. Untuk revisi RTRW tahun 2016, pembagian 4 BWk ini tetap
digunakan, hanya ada penyesuaian batas mengunakan unit administrasi kecamatan. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2 Peta Rencana Struktur Ruang.
Selanjutnya masing-masing BWK diarahkan memiliki pusat sebagai orientasi
pengembangan (lebih jelas lihat sistem pusat pelayanan). Penjelasan mengenai arahan
fungsi masing-masing BWK dapat dilihat pada bagian berikut di bawah ini:

Laporan Akhir

III - 4

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

: gambar 3.2
PETA RENCANA STRUKTUR RUANG

Laporan Akhir

III - 5

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. BWK Barat Kota


BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Meuraxa dan Jaya Baru, merupakan
pengembangan wilayah kota ke arah bagian Barat. BWK ini difungsikan sebagai pusat
kegiatan pelabuhan dan wisata, yang didukung kegiatan perdagangan dan jasa,
kawasan permukiman, dan sebagainya. Pusat BWK Barat ditetapkan di Lamteumen
(barat). Untuk lebih jelas arahan kesesuaian fungsi berdasarkan zona di BWK Barat
Kota dapat di lihat pada Tabel 3.1.
2. BWK Pusat Kota Lama/Utara
BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Baiturrahman, Kuta Alam dan Kuta Raja,
berfungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan regional dan pemerintahan. Fungsi ini
didukung oleh kegiatan jasa komersial, perbankan, perkantoran, pelayanan umum dan
sosial, kawasan permukiman perkotaan, industri kecil/kerajinan, pusat kebudayaan
dan Islamic Center. BWK ini juga berfungsi sebagai pusat pelayanan tujuan wisata
budaya dan agama bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Banda Aceh.Pusat BWK
Utara ditetapkan di Kawasan Pasar Aceh dan Peunayong. Untuk lebih jelas arahan
kesesuaian fungsi berdasarkan zona di dalam BWK Utara dapat di lihat pada Tabel
3.2.
3. BWK Selatan Kota
BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Banda Raya dan Lueng Bata, merupakan
pengembangan wilayah kota ke arah bagian Selatan, yang berfungsi sebagai pusat
kegiatan olah raga (sport centre), terminal AKAP dan AKDP, perdagangan dan jasa
serta pergudangan. Pusat BWK Selatan ditetapkan di Koridor Batoh (Kec. Lueng Bata)
Lampeuneureut (Kab. Aceh Besar). Untuk lebih jelas arahan

kesesuaian fungsi

berdasarkan zona di dalam BWK Selatan Kota dapat di lihat pada Tabel 3.3.
4. BWK Timur Kota
BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Syiah Kuala dan Ulee Kareng, merupakan
pengembangan wilayah kota ke bagian Timur, yang berfungsi sebagai pusat
pelayanan sosial kota seperti halnya pendidikan, kesehatan dan kegiatan lain yang
komplementer dengan kedua kegiatan tersebut. Pusat BWK Timur ditetapkan di Ulee
Laporan Akhir

III - 6

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kareng. Untuk lebih jelas, arahan kesesuaian fungsi berdasarkan zona di dalam BWK
Timur Kota dapat di lihat pada Tabel 3.4
Kemudian pada Gambar 3.3 Peta Arahan Fungsi Zona Per BWK dan Tabel
3.1 3.4 dapat dilihat penjelasan fungsi zona berdasarkan karakter zona kesesuaian
pengembangan fisik. Dan ketentuan zonasi lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 1
dan 2.

Laporan Akhir

III - 7

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Gambar3.3
PETA ARAHAN FUNGSI BERDASARKAN ZONA FISIK PERBWK

Laporan Akhir

III - 8

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. BWK Barat Kota Banda Aceh


TABEL 3.1
Pembagian Zona Pada BWK Barat Kota Banda Aceh
No.

1.

Kode
Zona
BWK
P1
(Pesisir)

2.
A.1

3.
A.2

4.
A.3
5.
A.4

6.
A.5

7.
A.6

Fungsi Wilayah

Sebagai daerah perlindungan pantai yang berupa Hutan


Mangrove (Hutan Lindung) dan juga kawasan Perikanan
Tangkap/ Perikanan Samudera
Kawasan konservasi yang berupa Zona hijau/pond
serta dapat menjadi daerah wisata. Selain itu juga
diarahkan menjadi zona budidaya tambak.
Pada zona ini diarahkan untuk kawasan permukiman
terbatas, yang berarti bahwa tidak ada pengembangan
permukiman baru.
Sebagai
kawasan
Pelabuhan
Penyeberangan
Penumpang.
Terdapat Landmark/Monumen Tsunami yang diarahkan
sebagai kawasan wisata bersejarah serta sebagai
kawasan wisata bahari.
Zona tambak
Kawasan konservasi, berupa zona hijau dan wisata
Permukiman terbatas
Perkantoran, berupa pelayanan umum dan perkantoran
swasta
Mix-use
Permukiman kepadatan sedang dan tinggi
Kawasan Mix-use yaitu berupa kawasan campuran
komersial dan fasum.
Kawasan permukiman dengan kepadatan sedang
Zona perdagangan dan jasa yang menyebar secara
linier mengikuti pola jalan.
Terminal kota
Terdapat kawasan wisata Monumen PLTD Apung.
Kawasan permukiman dengan kepadatan sedang
Zona perdagangan dan jasa yang menyebar secara
linier mengikuti pola jalan.

Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir

III - 9

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2. BWK Utara Kota Banda Aceh


TABEL 3.2
Pembagian Zona Pada BWK Utara Kota Banda Aceh

No.

Kode Zona
BWK

1.

P.2

2.
B.1

3.
B.2
4.
B.3
5.

B.4

6.
B.5

7.

B.6

8.
B.7
9.
B.8
10.
11.

B.9
B.10

Fungsi Wilayah
Sebagai daerah perlindungan pantai yang berupa
Hutan Mangrove (Hutan Lindung) dan juga kawasan
Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
Sebagai tempat pembuangan akhir sampah (TPA),
dan instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) di
Gampong Jawa.
Sebagai
zona
konservasi
berupa
hutan
mangrove/pond.
Zona Perikanan samudera didukung fasilitas
perikanan.
Tempat Pelelangan Ikan
Zona hijau yang berupa pond dan wisata
Permukiman terbatas yang diarahkan untuk tidak
mengalami pengembangan lagi.
Cold Strorage
Kawasan campuran komersial fasum dan hunian
komersial.
Zona Tambak
Zona hijau yang menjadi buffer/penyangga antara
zona tambak dan permukiman.
Zona perkantoran yang memiliki pola perkembangan
linier/ di sepanjang jalan.
Wisata Budaya
Zona Perkantoran dan Perdagangan dan jasa.
Pusat Keagamaan dan Kebudayaan
Pusat pelayanan umum dan Pemerintahan
Perdagangan dan Jasa
Kawasan perdagangan dan jasa Kota lama.
Kawasan campuran hunian komersial
Kawasan campuran komersial dan Fasilitas umum.
Kawasan Permukiman Kepadatan Tinggi
Kawasan Permukiman Kepadatan Tinggi
Kawasan Campuran Komersial

Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir

III - 10

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3. BWK Selatan Kota Banda Aceh


TABEL 3.3
Pembagian Zona Pada BWK Selatan Kota Banda Aceh
No.

Kode Zona
BWK

1.

C.1

2.

C.2

3.
C.3
4.
C.4
Sumber: Hasil Analisis

Fungsi Wilayah
Kawasan Permukiman kepadatan tinggi.

Kawasan Permukiman kepadatan tinggi


Kawasan campuran komersial dan fasum
Kawasan Permukiman kepadatan tinggi
Kawasan campuran komersial dan fasum
Pertanian
Kawasan Mix-Use yaitu berupa campuran
komersial dan fasum
Permukiman kepadatan tinggi

4. BWK Timur Kota Banda Aceh


TABEL 3.4
Pembagian Zona Pada BWK Timur Kota Banda Aceh
No.

Kode Zona
BWK

Fungsi Wilayah
Sebagai daerah perlindungan pantai yang
berupa Hutan Mangrove (Hutan Lindung)
dan juga kawasan Perikanan Tangkap/
Perikanan Samudera
Perikanan Budidaya/tambak
Zona Konservasi
Permukiman terbatas, diarahkan untuk
tidak mengalami pengembangan.
Perikanan Budidaya/tambak
Zona Konservasi
Permukiman terbatas, diarahkan untuk
tidak mengalami pengembangan.
Kawasan Campuran komersial (mix-use).
Kawasan Permukiman kepadatan tinggi
Kawasan perkantoran dan kawasan
campuran komersial
Kawasan Permukiman kepadatan tinggi
Kawasan Campuran Komersial

1.

P.3

2.

D.1

3.

D.2

4.

D.3

5.

D.4

6.

D.5

Kawasan Permukiman kepadatan tinggi

7.

D.6

Kawasan Perdagangan dan Jasa

8.

D.7

Kawasan Pendidikan tinggi

Sumber: Hasil Analisis

Untuk penjelasan mengenai Zoning Regulation dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Laporan Akhir

III - 11

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.3.2 ARAHAN PENGEMBANGAN DAN DISTRIBUSI PENDUDUK


Penduduk adalah komponen terpenting dalam penataan ruang. Hal ini karena
tujuan akhir dari kegiatan penataan ruang adalah mewujudkan kesejahteraan penduduk
dengan cara mengalokasikan berbagai sumber daya secara optimal. Untuk itu dalam
proses penataan ruang diperlukan upaya pendistribusian penduduk sesuai dengan daya
dukung lingkungannya sehingga memperoleh manfaat yang optimal dari sumber daya
yang didistribuskan serta terciptanya kemudahan dalam pelayanan sarana dan prasarana
kota.
Rencana distribusi penduduk ini dilakukan atas pertimbangan kondisi jumlah
penduduk sebelum tsunami, proyeksi pertumbuhan penduduk, daya dukung lingkungan,
arahan rencana kegiatan dan tingkat kerentanan terhadap bencana. Distribusi penduduk
ini dilakukan berdasarkan katagori wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi,
sedang, dan rendah. Adapun ukuran dari masing-masing kepadatan tersebut adalah :

Kepadatan penduduk rendah dengan rentang antara 1 - 25 jiwa/ha

Kepadatan penduduk sedang dengan rentang antara 26 50 jiwa/ha

Kepadatan penduduk tinggi dengan rentang antara 51-100 jiwa/ha


Rentang ini disesuaikan dengan karakteristik untuk kota menengah seperti Kota

Banda Aceh ini. Berdasarkan analisa telah didapatkan jumlah penduduk untuk tahun
Rencana 2016 adalah sejumlah 276.194 jiwa. Adapun rencana distribusi penduduk di Kota
Banda Aceh ditetapkan sebagai berikut (lihat Tabel 3.5).
TABEL 3.5
RENCANA DISTRIBUSI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH TAHUN 2016

No.

BWK

BWK BARAT

BWK UTARA (PUSAT


KOTA LAMA)

BWK SELATAN

BWK TIMUR

Total Proyeksi

Laporan Akhir

ARAHAN
JUMLAH
PENDUDUK
(Jiwa)
63.909

58.049

104.787
49.449

ARAHAN KEPADATAN
SUB PUSAT BWK
1.
2.
3.
1.
2.
1.
2.
1.
2.

Ulee Lheue : Kepadatan Rendah


Jaya Baru : Kepadatan Sedang
Lamteumen : Kepadatan Tingggi
Lampulo
: Kepadatan Rendah
Peunayong/ :Kepadatan Tinggi
Kampung Baru
Neusu
: Kepadatan Tinggi
Batoh/Lamdom:Kepadatan Tinggi
Jeulingke
: Kepadatan Sedang
Ulee Kareng:Kepadatan Tinggi

276.194

III - 12

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.3.3 RENCANA SISTEM PUSAT PELAYANAN


Rencana sistem pusat pelayanan dimaksudkan untuk memperjelas hirarki kota
sesuai dengan struktur kota yang ditetapkan sehingga diperoleh suatu sistem
pemanfaatan ruang yang optimal untuk setiap bagian kota. Dalam realitanya,
pengembangan sistem pusat pelayanan akan mempermudah masyarakat kota untuk
mendapatkan pelayanan sarana dan prasarana perkotaan. Pembagian sistem pusat
pelayanan dilakukan atas dasar pertimbangan sebagai berikut:

Rencana struktur kota yang telah ditetapkan

Jangkauan pelayanan secara fungsional

Aksesibilitas suatu kawasan

Kelengkapan dan pemusatan sarana dan prasaran

Efisiensi pemanfaatan lahan

Batas-batas fisik yang tegas, seperti sungai, jalan, bukit, jalur hijau dan lain-lain
Lihat kembali Gambar 3.2, Arahan rencana sistem pusat pelayanan di Kota

Banda Aceh dijelaskan pada Tabel 3.6 berikut ini:


TABEL 3.6
RENCANA SISTEM PUSAT PELAYANAN
NO
1

PUSAT/SUBPUSAT
PELAYANAN
PEUNAYONG /
KAMPUNG BARU

ULEE LHEUE

FUNGSI

LAMTEUMEN

BATOH/LAMDOM

Laporan Akhir

SKALA PELAYANAN

Pusat pemerintahan Kota


Banda Aceh
Perdagangan dan Jasa
Perkantoran
Pelabuhan penumpang &
barang dan penumpang
Tsunami Park
Pariwisata Pantai
Hutan Kota dan
konservasi (hutan
mangrove)

Regional & Kota

Regional & Kota

Perkantoran
Perdagangan dan Jasa
Permukiman
Pusat pemerintahan
provinsi NAD yang baru
Pusat perdagangan dan
jasa

Kota dan lokal

Regional

Regional & Kota

III - 13

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

NO

PUSAT/SUBPUSAT
PELAYANAN

ULEE KARENG

LAMPULO

JEULINGKE

NEUSU

KOPELMA

FUNGSI

permukiman
Perdagangan dan jasa
permukiman
Pelabuhan ikan
Galangan kapal
Industri pengolahan ikan
Perumahan nelayan
Pusat Pemerintahan Prop
NAD & Perkantoran
Propinsi NAD (eksisting)
Perdagangan dan jasa
Permukiman
Perdagangan dan jasa
permukiman
Pendidikan
Perdagangan dan jasa

SKALA PELAYANAN

Kota dan lokal

Regional & Kota

Regional
Kota dan Lokal

Kota dan lokal

Regional
Kota dan lokal

Sumber : Hasil Analisis

3.4

RENCANA POLA PEMANFAATAN RUANG


Rencana pola pemanfaatan ruang adalah pengalokasian aktifitas ke dalam suatu

ruang berdasarkan struktur pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan sebelumnya.


Secara umum, pola pemanfaatan ruang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kawasan
lindung dan kawasan budidaya. Di samping itu, dalam pemanfaatan ruang ini juga
diarahkan pengalokasian kawasan-kawasan strategis.
Penetapan pola pemanfaatan ruang di Kota Banda Aceh didasarkan atas
pertimbangan sebagai berikut:
-

Keadaan pola pemanfaatan ruang sebelum tsunami

Kecenderungan perkembangan yang terjadi pasca tsunami

Optimasi dan efisiensi pemanfaatan ruang

Kelestarian lingkungan

Mitigasi terhadap bencana


Untuk lebih jelasnya mengenai rencana penggunaan lahan pada tahun 2016 dapat

dilihat pada Tabel 3.7

Laporan Akhir

III - 14

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 3.7
RENCANA PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 2016
No
I
1
2
3
4

9
II
1
2
3
4
5
6
7
8

Pemanfaatan Ruang
Kawasan Terbangun
Permukiman
- Permukiman
- Permukiman Terbatas
- Permukiman Khusus Nelayan
Kawasan Perdagangan dan Jasa
Perkantoran
Kawasan Campuran
- Kawasan Campuran Hunian & Komersial
- Kawasan Campuran Komersial & FU
- Kawasan Komersial & FU
Fasilitas
- Fasilitas Kesehatan
- Fasilitas Pendidikan
- Fasilitas Peribadatan
- Fasilitas Umum
Transportasi
- Terminal
- Pelabuhan Ferri
- Jalan
Kawasan Industri
- Cold Storage
- TPI
- Rumah Potong Hewan
Utilitas
- IPLT
- TPA
Wisata & Hiburan
- Pasar Seni
- Kawasan Wisata PLTD Apung
- Tsunami Heritage
Ruang Terbuka
Kawasan Hutan Kota
Zona Hijau dan Wisata
Zona Perikanan Samudera
Zona Tambak Ikan
Ruang Terbuka Hijau
- Taman Kota
- Jalur Hijau
- Lapangan Olah Raga
Kuburan
Sungai
Air
Total

Luas (HA)
4563,71
2787,874
2293,053
428,680
66,141
188,422
117,453
543,482
100,744
383,597
59,141
205,016
9,888
184,379
10,255
0,494
657,886
10,431
33,041
614,414
7,725
0,944
5,106
1,675
24,241
22,762
1,479
31,610
10,655
18,162
2,792
1572,19
212,686
190,955
121,351
552,359
109,006
31,036
60,614
17,356
11,060
224,970
149,804
6.135,90

%
74,377
45,435
37,371
6,986
1,078
3,071
1,914
8,857
1,642
6,252
0,964
3,341
0,161
3,005
0,167
0,008
10,722
0,170
0,538
10,013
0,126
0,015
0,083
0,027
0,395
0,371
0,024
0,515
0,174
0,296
0,046
25,623
3,466
3,112
1,978
9,002
1,777
0,506
0,988
0,283
0,180
3,666
2,441
100,000

Sumber : Rencana Konsultan, 2006

Laporan Akhir

III - 15

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.4.1 PENETAPAN KAWASAN LINDUNG


Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup, baik itu berupa sumber daya alam maupun
sumber daya buatan. Kawasan lindung diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
1. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya
2. Kawasan perlindungan setempat
3. Kawasan cagar budaya
Berdasarkan pengertian di atas, penetapan kawasan lindung di Kota Banda Aceh
diarahkan sebagai berikut:

Kawasan lindung yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya meliputi:


-

Kawasan hutan bakau yang berfungsi sebagai kawasan penyangga bagi daerah
sekitarnya untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta
memelihara kesuburan tanah. Di samping itu, kawasan ini juga memiliki fungsi
untuk meminimalkan potensi bahaya tsunami bagi daerah sekitarnya. Kawasan
hutan bakau diarahkan pada kawasan pesisir utara Kota Banda Aceh

Lokasi yang termasuk dalam kategori ini adalah Hutan Kota (hutan magrove dll) yang
berfungsi sebagai jalur penyangga antara kawasan permukiman dan zona perikanan.
Area ini mulai dari Deah Glumpang di Kecamatan Meuraxa memanjang hingga
Jeulingke di Kecamatan Syiah Kuala.

Kawasan resapan air yang merupakan kawasan yang berfungsi meresapkan air
hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna
sebagai sumber air.

Kawasan perlindungan setempat yang meliputi :


-

Kawasan sempadan pantai, yang berfungsi melindungi wilayah pantai dari


kegiatan yang menggangu kelestarian pantai. Kawasan ini terletak di sepanjang
tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal
100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Kawasan sempadan pantai
ditetapkan di sepanjang pantai yang ada, kecuali daerah pantai yang digunakan
untuk kepentingan umum, seperti pelabuhan/dermaga, wisata, dan permukiman
nelayan yang sudah ada, serta pertambakan yang telah mendapatkan ijin dari
pemerintah.

Laporan Akhir

III - 16

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kawasan sempadan sungai, berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan


manusia yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air sungai. Kawasan
sempadan sungai ditetapkan pada jalur tepian sungai dengan lebar dari aliran
tengah berkisar 8 50 m tergantung kondisi sungainya dan wilayah lintasannya.
Sungai dengan tanggul ditetapkan jalur kiri dan kanan tepian sungai dengan lebar
15 m, sedangkan untuk sungai tidak bertanggul ditetapkan jalur kiri dan kanan
tepian sungai dengan lebar 30 m.
Untuk Kota Banda Aceh, kawasan ini diarahkan di sepanjang Sungai Krueng Aceh,
Sungai Krueng Doy, Sungai Krueng Neng, Sungai Krueng Titi Panjang, Krueng
Lueng Paga, Sungai Krueng Daroy, dan Kanal banjir.
Lebih jelas dapat dilihat Gambar 3.4.

Laporan Akhir

III - 17

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.4

PETA RENCANA KAWASAN LINDUNG DAN

RUANG

TERBUKA HIJAU

Laporan Akhir

III - 18

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kawasan cagar budaya meliputi:


Kawasan cagar budaya adalah ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs
purbakala, dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang bermanfaat tinggi
untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Kawasan cagar budaya ini dapat meliputi
lingkungan non bangunan, lingkungan bangunan non gedung dan halamannya, serta
kebun raya yang mempunyai umur lebih dari 50 tahun. Berdasarkan ketentuan di
atas, kawasan cagar budaya di Kota Banda Aceh di antaranya yang sudah ada di
Masjid Raya Baiturrahman, Komplek Museum Aceh, Gunongan, Taman Putroe Phang,
Pendopo, Kerkhoff, makam Syiah Kuala, makam Sultan Iskandar muda, dan Makam
Kandang XII. Sedangkan cagar rencana ada di kawasan Tsunami Heritage Ulee Lheue
dan kawasan PLTD Apung. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Laporan Akhir

III - 19

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.5 PETA RENCANA CAGAR BUDAYA

Laporan Akhir

III - 20

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.4.2 RENCANA KAWASAN BUDIDAYA


Kawasan budidaya adalah ruang yang dapat dimanfaatkan untuk mewadahi
berbagai aktifitas yang dilakukan manusia. Rencana kawasan budidaya diarahkan di luar
kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung. Klasifikasi peruntukan Kawasan
budidaya di Kota Banda Aceh meliputi kawasan permukiman, kawasan perumahan dan
perumahan nelayan, kawasan campuran, kawasan pariwisata, kawasan perkantoran,
kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perikanan tambak dan perikanan tangkap,
Kawasan industri kecil, Kawasan Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga, serta kawasan
pelabuhan. Rencana kawasan budidaya di Kota Banda Aceh diarahkan sebagai berikut
(lihat Tabel 3.8).
TABEL 3.8
RENCANA KAWASAN BUDIDAYA
NO
1

PERUNTUKAN
Permukiman

Perumahan
terbatas dan
perumahan
nelayan

Kawasan
Laporan Akhir

KARAKTERISTIK
Kawasan yang memiliki kegiatan
utama bukan sebagai pertanian
dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat perumahan
perkotaan, koleksi dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan kegiatan sosial, serta
kegiatan ekonomi.
Khusus untuk peruntukan perumahan,
klasifikasi perumahan di Kota Banda
Aceh adalah:
o Kapling Besar dengan luas 500 m2
atau lebih.
o Kapling Sedang dengan luas 200 500 m2
o Kapling kecil dengan luas 200
m2
Perumahan terbatas adalah
perumahan yang dibangun dengan
ketentuan-ketentuan atau persyaratan
teknis bangunan/konstruksi tahan
gempa, sehingga perumahan yang
dibangun tahan terhadap bencana
sepeti gempa dan tsunami.
Perumahan ini juga ditata dengan
baik dengan dilengkapi dengan jalurjalur penyelamatan dari bencana.
Perumahan seperti ini harus dibatasi
pertumbuhannya dan hanya
diperuntukkan untuk penduduk yang
benar-benar tinggal dan bermata
pencaharian di pantai seperti nelayan.
Kawasan yang diisi oleh berbagai jenis

ARAHAN
Permukiman diarahkan di sekitar
ibukota kecamatan, BWK bagian
barat, selatan, dan timur
Pengembangan kawasan
permukiman ke arah utara
dibatasi karena kawasan tersebut
diarahkan untuk konservasi,
perikanan, pelabuhan, dan
wisata

Peruntukan ini diarahkan di


kawasan yang rentan terhadap
tsunami, yaitu di kawasan pesisir
utara Kota Banda Aceh

Peruntukkan ini diarahkan di


III - 21

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

NO

PERUNTUKAN
Campuran

Kawasan Wisata

KARAKTERISTIK
kegiatan seperti perdagangan dan
jasa, perkantoran, perumahan,
fasilitas umum dan sosial.

Kawasan wisata ini dapat berupa


wisata alam (pantai) dan wisata
budaya dan religius

Kawasan
Perkantoran

Laporan Akhir

Kawasan perkantoran meliputi


kegiatan-kegiatan perkantoran baik
skala lokal, kota, dan regional
mengingat Kota Banda Aceh
merupakan ibu kota Propinsi NAD
Kawasan perkantoran juga meliputi
perkantoran-perkantoran swasta,
seperti bank, jasa konsultan, pos, dll

ARAHAN
BWK bagian utara, timur, dan
selatan. Secara spesifik kegiatan
ini dialokasikan di Jl Pocut Baren,
Jl Iskandar, Muda hingga Ulee
Iheue, Jl Rama Setia, Jl T
Iskandar, Sebelah utara Jl Twk
Hayim Banta Muda, Jl tgk Hasan
Krueng Kalee menuju Lampulo,
Jl Sultan Alaidin Johansyah,
Persimpangan Jl Syah Kuala
dengan Jl Pocut Baren hingga
Lamdingin, sebagian Jl Tbk
Imam Leung Bata, Jl Cut Nyak
Dhien, Jl Soekarno-Hatta, Jl
Teuku Umar, Jl Tengku Abdul
Rahman, dan Jl Wedana. Jl. Tgk
CikDipinrang,Jl. Nyak Makam, Jl.
St Malikul Saleh, Jl. Sudirman, Jl.
Hasan Saldi, Jl. Mohamad Tahir,
Jl. Tgk Diblang, Jl. Lingkar
kampus, Jl. Tembus Batoh-Simp
Surabaya, Jl. Tembus LamdukPango, Keuramat, Peuniti dan
Keudah.
Wisata alam diarahkan pada
kawasan pantai mulai dari Jaya
Baru sampai Alue Naga.
Kawasan ini juga didukung oleh
hutan mangrove dan hutan
wisata
Wisata budaya diarahkan di
kawasan Mesjid Raya
Baiturrahman, Komplek museum
Aceh, Gunongan, Taman Putroe
Phang, Pendopo, Kerkhoff,
Makam Syah Kuala, Makam
Sultan Iskandar Muda, dan
Makam Kandang XII
Kawasan wisata tsunami
(tsunami herritage) diarahkan di
kawasan Ulee Iheue
Kawasan Perkantoran
pemerintahan dialokasikan di
BWK bagian Pusat/Utara dan
Selatan

III - 22

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

NO
6

PERUNTUKAN
Kawasan

Perdagangan
dan jasa

Kawasan
Perikanan

KARAKTERISTIK
Kawasan perdagangan dan jasa adalah
kawasan yang menaungi berbagai
kegiatan perdagangan, jasa komersial,
dan jasa perkantoran

ARAHAN
Kawasan Perdagangan dan jasa
untuk skala regional diarahkan di
BWK Selatan , sedangkan untuk
skala pelayanan kota dan lokal
diarahkan di BWK Utara dan
Timur

Kawasan perikanan adalah kawasan


yang diperuntukkan bagi budidaya
perikanan, baik berupa
pertambakan/kolam maupun perairan
darat lainnya.
Kawasan perikanan dibedakan
menjadi kawasan perikanan tambak
dan perikanan tangkap

Kawasan perikanan ini diarahkan


di BWK bagian Utara khususnya
di Lampulo

Kawasan
Industri Kecil

Kawasan industri kecil bersifat home


industry yang kegiatannya menyatu
dengan permukiman penduduk

Kawasan industri kecil ini


diarahkan di BWK bagian utara

Kawasan
Pelabuhan

Kawasan Pelabuhan di Kota Banda


Aceh dibedakan menjadi dua, yaitu
kawasan pelabuhan barang dan
penumpang internasional serta
kawasan pelabuhan ikan

Kawasan pelabuhan barang


diarahkan di BWK bagian utara
khususnya Malahayati (Kab. Aceh
Besar) dan penumpang diarahkan
di BWK bagian Barat khususnya
di Ulee Iheue
Kawasan pelabuhan ikan
diarahkan di Lampulo yang
terletak di BWK bagian utara
Kawasan Ruang Terbuka Hijau
yang berfungsi sebagai
konservasi diarahkan di BWK
Bagian Utara dan Barat
Taman Kota diarahkan di BWK
bagian Utara, Timur, Selatan, dan
Barat

10

Ruang Terbuka
Hijau dan
Olahraga

Kawasan Ruang Terbuka Hijau dan


Olahraga meliputi kawasan
konservasi, taman kota, dan sarana
olahraga

Secara umum Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar
3.6

Laporan Akhir

III - 23

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR

Laporan Akhir

3.6

RENCANA

PEMANFAATAN

RUANG

TAHUN

2016

III - 24

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.5

RENCANA PENETAPAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG


Rencana intensitas pemanfaatan ruang meliputi kepadatan bangunan, Koefisien

Lantai bangunan, Ketinggian Bangunan, dan Garis Sempadan Bangunan.

3.5.1 RENCANA KEPADATAN BANGUNAN


Kepadatan bangunan diwujudkan dalam konsep Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Pada bagian ini akan dibahas tentang Koefisien
Dasar Bangunan yang memiliki pengertian sebagai angka perbandingan antara luas dasar
bangunan dengan luas lahan dimana bangunan yang bersangkutan dibangun. Besarnya
koefisien dasar bangunan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain kepadatan
penduduk, ketersediaan lahan, peruntukan lahan, jenis penggunaan bangunan dan
beberapa faktor lainnya.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka arahan KDB di Kota Banda Aceh
ditetapkan pada Tabel 3.9 berikut.
TABEL 3.9
RENCANA KEPADATAN BANGUNAN
NO

PERUNTUKAN

KLASIFIKASI

Permukiman

Perumahan
terbatas dan
perumahan nelayan

Kawasan Campuran

Kawasan Wisata

Kawasan
Perkantoran

Kawasan Pusat
Perdagangan dan
jasa

Kawasan Pusat
Perdagangan

Laporan Akhir

Rumah Kapling Besar


Rumah Kapling Sedang
Rumah Kapling Kecil

ARAHAN KDB
MAKSIMUM
40%
50%
60%

15 20 %

Fasilitas Umum
Fasilitas Sosial

50%
50%

Rekreasi Luar Ruangan


Rekreasi Dalam Ruangan

10%
30%

60%

Perdagangan
Jasa

60%
70%

Kawasan campuran perumahan


dan komersial

70%

III - 25

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

NO

PERUNTUKAN

Kawasan Perikanan

Kawasan Industri
Kecil

10

Kawasan
Pelabuhan

11

Ruang Terbuka
Hijau dan Olahraga

3.5.2

KLASIFIKASI

ARAHAN KDB
MAKSIMUM
50%

60%

Pelabuhan penyebrangan
Pelabuhan Ikan

10%
20%

Taman Kota
Kawasan Konservasi
Sarana olahraga dan Fasilitas
umum

0%
0%
10 15 %

KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN


Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan angka perbandingan antara luas

seluruh lantai bangunan dengan luas lahan atau luas kapling dimana bangunan tersebut
berada. Konsep koefisien lantai bangunan memiliki kaitan dengan koefisien dasar
bangunan dan ketinggian bangunan. Penetapan KLB dilakukan dengan pertimbangan:

Pencahayaan dan ventilasi alami sebagai salah satu upaya menciptakan lingkungan
yang sehat dan nyaman.

Pembentukan skyline bangunan yang harmonis dan sekuential.

Pembentukan landmark sebagai pembentuk identitas dan titik orientasi terhadap


lingkungannya.

Pembentukan karakter yang berbeda antara berbagai kegiatan fungsional yang


berlainan.

Pembentukan ruang dan jarak yang mempunyai skala harmonis antara bangunan
dengan ruang luarnya, agar tercipta komposisi ruang yang masih berskala manusia.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas, Rencana KLB di Kota Banda

Aceh ditetapkan pada Tabel 3.10 berikut.

Laporan Akhir

III - 26

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 3.10
RENCANA KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN
NO

PERUNTUKAN

Permukiman

Perumahan
terbatas dan
perumahan
nelayan
Kawasan
Campuran

3
4
5
6

7
8
9
10

ARAHAN KLB
MAKSIMUM
1,8
1,0
1,2
0,4

KLASIFIKASI

Rumah Kapling Besar


Rumah Kapling Sedang
Rumah Kapling Kecil

Fasilitas Umum
Fasilitas Sosial
Kawasan Wisata Rekreasi Luar Ruangan
Rekreasi Dalam Ruangan
Kawasan
Perkantoran
Kawasan
Perdagangan
Perdagangan
Jasa
dan jasa

2,0
2,0
0,2
0,9
2,0

2,4
2,4

Kawasan
Perikanan
Kawasan
Industri Kecil
Kawasan
Pelabuhan

1,2

0,2
0,4
0,3

Ruang Terbuka
Hijau dan
Olahraga

Pelabuhan penyebrangan
Pelabuhan Ikan
Taman Kota
Kawasan Konservasi
Sarana olahraga

Untuk penjelasan mengenai ketentuan KDB dan KLB yang lebih detail dapat dilihat pada
lampiran 3.

3.5.3 KETINGGIAN BANGUNAN


Ketinggian

bangunan

memiliki

pengertian

jumlah

lantai

maksimum

yang

diperbolehkan dalam suatu kawasan. Kriteria penetapan ketinggian bangunan memiliki


keterkaitan dengan penetapan KDB dan KLB. Arahan ketinggian bangunan di Kota Banda
Aceh diperlihatkan pada Tabel 3.11 berikut.

Laporan Akhir

III - 27

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 3.11
RENCANA KETINGGIAN BANGUNAN

NO

PERUNTUKAN

Permukiman

2
3

Perumahan terbatas
dan perumahan nelayan
Kawasan Campuran

Kawasan Wisata

5
6

Kawasan Perkantoran
Kawasan Perdagangan
dan jasa

7
8
9

Kawasan Perikanan
Kawasan Industri Kecil
Kawasan Pelabuhan

10

Ruang Terbuka Hijau


dan Olahraga

KLASIFIKASI

Rumah Kapling Besar


Rumah Kapling Sedang
Rumah Kapling Kecil

Fasilitas Umum
Fasilitas Sosial
Rekreasi Luar Ruangan
Rekreasi Dalam Ruangan

Perdagangan
Jasa

Pelabuhan penyebrangan
Pelabuhan Ikan
Taman Kota
Kawasan Konservasi
Sarana olahraga

JUMLAH
LANTAI
MAKSIMUM
3
2
2
2

4
4
2
3
4
4
2
2
2
2
2
2

Keterangan : 1. Ketinggian bangunan tidak boleh melebihi kaki kubah Mesjid Raya Baiturrahman pada
kawasan mesjid tersebut.
2. Ketinggian diluar kawasan sekitar Mesjid Raya Baiturrahman tidak dibatasi
ketinggiannya, dan harus menyesuaikan dengan kondisi geologi dan tanah setempat.

3.5.4 GARIS SEMPADAN BANGUNAN


Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah jarak antara batas luar daerah milik jalan
(Damija) dengan dinding luar bangunan persil. Penetapan garis sempadan bangunan di
wilayah perencanaan mempertimbangkan fungsi jaringan jalan, dan fungsi kegiatannya.
Pengaturan GSB di Kota Banda Aceh diarahkan pada Tabel 3.12 berikut.

Laporan Akhir

III - 28

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 3.12
RENCANA KETINGGIAN BANGUNAN

NO

PERUNTUKAN

Permukiman

Perumahan
terbatas dan
perumahan
nelayan
Kawasan
Campuran

3
4

Kawasan
Wisata

Kawasan
Perkantoran
Kawasan
Perdagangan
dan jasa
Kawasan
Perikanan
Kawasan
Industri Kecil
Kawasan
Pelabuhan

7
8
9
10

Ruang Terbuka
Hijau dan
Olahraga

KLASIFIKASI

GSB
DEPAN
(MIN)
R
R
R
R

Rumah Kapling Besar


Rumah Kapling Sedang
Rumah Kapling Kecil

Fasilitas Umum
Fasilitas Sosial
Rekreasi Luar Ruangan
Rekreasi Dalam Ruangan

Perdagangan
Jasa

R
R

Pelabuhan penyebrangan
Pelabuhan Ikan
Taman Kota
Kawasan Konservasi
Sarana olahraga

R
R
R
R
R

2x3m
2m
0
0

GSB
BELAKANG
(MIN)
3m
3m
2m
2m

2m
2m
2 x 10 m
2x5m
2m

GSB SAMPING
(MIN)

0
0

2m
2m
10 m
5m
2m

0
2m

2x4m

4m

2m

2m

R
R
R

2 x 10 m
2x5m
-

10 m
5m
-

Ket: R = dari Rumija, bila jalan lebih lebar dari 8 m maka GSB depan minimum adalah Rumija + 1
GSB terkecil sebesar 4 m, kecuali jalan buntu atau jalan setapak ditetapkan 2 m.

3.6

RENCANA SISTEM TRANSPORTASI

3.6.1 SISTEM PERANGKUTAN JALAN RAYA

Jaringan Jalan
Guna

mempermudah

akses

pengembangan

wilayah

utara

maka

perlu

pembangunan jalan lingkar di sisi utara yang berfungsi sebagai jalan arteri primerr. Trase
jalan tersebut melewati daerah-daerah antara lain Simpang Lamteumen-Lamjame Uleu
Pata-Ulee Lheue-Gampong Jawa-Deah Raya-Tibang-Krueng Cut tembus ke Krueng Raya.

Laporan Akhir

III - 29

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Usulan tambahan untuk memperpanjang Jalan Syiah Kuala sampai dengan Jalan
Soekarno Hatta. Perpanjangan Jalan Syiah Kuala sampai dengan Jalan Soekarno Hatta
saat ini sedang dalam pengerjaan.
Selain Jalan Lingkar Utara, pengembangan jalan lingkar luar sisi Selatan juga
diperlukan untuk mengantisipasi pengembangan wilayah sisi Selatan serta untuk
mempermudah akses ke Pelabuhan di daerah Ulee Lheue. Jaringan jalan Lingkar Selatan
dimulai dari Ulee Lheue, Jl. Lhoknga, Jl. Tgk Abd. Rahman Meunasah Meucab, Jl.
Soekarno Hatta, ke Lampeuneurut Kecamatan Ingin Jaya (Kabupaten Aceh Besar).
Disamping lingkar luar perlu dikembangkan juga Jalan Poros Barat-Timur untuk
mengantisipasi pengembangan wilayah terutama keberadaan rencana terminal terpadu di
wilayah Batoh/Lamdom. Jalan poros tersebut berawal dari Jl. Soekarno Hatta di daerah
Lam Ara melewati Jl. Wedana, Jl. Tgk. Dilhong, Cot Mesjid, Pango Raya, Pango Deah,
melintas Jl. Tengku Yusuf sampai persimpangan Ceurih menerus ke Jl. Mesjid Toha dan
terhubung ke jalan lingkar Selatan di Kecamatan Kuta Baru Kabupaten Aceh Besar. Peta
rencana jaringan jalan dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Laporan Akhir

III - 30

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

PETA JARINGAN JALAN . GAMBAR 3.7

Laporan Akhir

III - 31

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Jalan lingkar dan poros merupakan jalan tipe 4/2 D (4 lajur 2 arah dengan median), lebar
Right of Way (ROW) atau ruang milik jalan (Rumija) adalah 40 m. Potongan melintang
jalan lingkar dan poros tersebut adalah sebagai berikut: (lihat Gambar 3.8)

GAMBAR 3.8
TIPIKAL POTONGAN MELINTANG JALAN POROS DAN LINGKAR KOTA BANDA ACEH
Laporan Akhir

III - 32

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Rencana ruas jalan lingkar Utara antara Ulee Lheu dan Krueng Raya, sebagian
rencana ruasnya saat ini merupakan daerah pasang surut dan berbatasan langsung
dengan laut. Oleh karena itu maka sebagian ruasnya akan dibangun diatas timbunan.
Timbunan ini juga akan difungsikan sebagai tanggul laut (breakwater). Tipikal konstruksi
jalan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.9
ROW=4-6 m

Laut

+ 0.00 m LWS

1:1.5

Cubes 17.5 t
p=2800 kg/m3
1-6 ton

H=2-3 m

Darat

1:1.5

300-1000 kg
1:1.5

1:1.5

Grave
Dasar Laut
GAMBAR 3.9
JALAN DI ATAS TANGGUL LAUT

Untuk dimensi masing-masing lapisan (primary, secondary dan core layer) dari
tanggul laut (breakwater) disesuaikan dengan tinggi gelombang rencana. Badan jalan
diletakkan di atas lapisan primer dengan diberi lapisan antara berupa geotekstile dan
kemudian di atasnya diurug dengan lapisan pondasi jalan (sub base dan base course) dan
selanjutnya lapisan permukaan berupa aspal hotmix (AC MS 800-1000 kg)

Fasilitas penunjang
o

Terminal Penumpang
Fasilitas penunjang dalam sistem transportasi yang perlu dikembangkan untuk
Kota Banda Aceh adalah pembangunan Terminal Penumpang Tipe A yang
berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan penumpang antar kota antar
propinsi, angkutan antar kota dalam propinsi. Terminal tersebut berada di daerah
Lamdom dengan luas 3 ha. Keberadaan terminal ini harus didukung oleh jalan
arteri yaitu Jalan Poros Utara Selatan (terusan dari Jalan Syah Kuala sampai Jl.
Soekarno Hatta) dan Jalan Poros Barat Timur (Lam Ara sampai Jl. Mesjid Toha).

Laporan Akhir

III - 33

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Dengan dibangunnya Terminal Penumpang Tipe A untuk bus antar kota yang
baru, maka terminal bus antar kota yang lama di Setui akan beralih fungsi dan
berubah menjadi Terminal Penumpang Tipe B yang semula melayani bus antar
kota menjadi angkutan antar kota jarak dekat (L300). Luasan untuk Terminal Tipe
B ini adalah 2 Ha yang terletak di Setui.
Sedangkan untuk terminal angkutan perkotaan (Terminal Tipe C), tetap
menggunakan terminal yang lama yakni di Keudah, namun terlebih dahulu harus
direnovasi, karena sampai saat ini kondisinya masih memprihatinkan akibat
bencana tsunami.

Terminal Barang
Pembangunan terminal barang akan terpadu dengan terminal penumpang yaitu
terminal Tipe A di daerah Lamdom. Dimana keberadaannya harus didukung oleh
Jalan Poros Utara Selatan dan Barat Timur.

Perangkutan umum
Dalam dokumen hasil studi Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kota
Banda Aceh oleh Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum dan Urgent
Plan JICA tidak menyebutkan mengenai perubahan jaringan pelayanan angkutan
umum perkotaan, demikian juga dalam dokumen hasil studi Revisi RTRW Kota Banda
Aceh 2001/2010 menyebutkan tidak ada perubahan terhadap jaringan pelayanan
angkutan umum perkotaan di Kota Banda Aceh.

3.6.2

SISTEM PERANGKUTAN LAUT

Klasifikasi pelabuhan
Pengembangan pelabuhan di pelabuhan lama kawasan

Ulee Lheue adalah untuk

pelabuhan skala internasional sebagai pelabuhan pengumpan primer dan berfungsi


untuk pelabuhan umum

melayani penumpang antar pulau dan Negara (propinsi,

kabupaten atau kota).

Laporan Akhir

III - 34

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Fasilitas pokok dan penunjang


Fasilitas pokok yang harus ada dari pelabuhan penumpang umum diantaranya adalah
: alur pelayaran, kolam labuh, dermaga, gudang, terminal penumpang, terminal ro-ro
dan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
Sedangkan fasilitas penunjangnya terdiri dari kawasan perkantoran, fasilitas air
bersih, listrik dan telekomunikasi fasilitas umum lainnya.

Jalur pelayaran
Pelabuhan ini diperuntukkan terutama untuk kapal-kapal penumpang dari dank e
pelabuhan Sabang, Medan dan propinsi lainnya. Dan juga sebagai pengumpan ke dan
dari daerah sekitar Banda Aceh.

3.6.3 SISTEM PERANGKUTAN PENYEBERANGAN

Klasifikasi pelabuhan
Pengembangan

pelabuhan

untuk

penyeberangan

menjadi

satu

dengan

pengembangan pelabuhan umum penumpang di daerah Ulee Lheue. Pelabuhan


melayani khususnya untuk kapal jenis ro ro.

Fasilitas penunjang
Sama seperti pelabuhan umum maka fasilitas pokok untuk pelabuhan penyeberangan
ro ro adalah alur, kolam pelabuhan, dermaga khusus ro-ro, terminal penumpang.
Sedangkan untuk fasilitas penunjang berupa kantor, utilitas dan fasilitas umum
lainnya. Bentuk layout untuk pelabuhan penyeberangan ini berupa wharf yang
menyatu dengan daratan.

Jalur pelayaran
Pelabuhan ini diperuntukkan terutama untuk kapal-kapal jenis ro-ro yang penumpang
dan barang dari daerah sekitar Banda Aceh menuju Pulau We, Pulau Nasi atau pulaupulau lain di sekitar Banda Aceh.

Laporan Akhir

III - 35

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.7

RENCANA SISTEM UTILITAS

3.7.1 RENCANA SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH


Kebutuhan air Kota Banda Aceh diperkirakan akan meningkat dari 414 liter/detik
pada tahun 2006 sampai menjadi 704 liter/detik pada tahun 2016. Cakupan pelayanan
direncanakan telah mencapai 85% dari seluruh penduduk Kota Banda Aceh, baik yang
dipenuhi melalui sambungan rumah maupun hidran umum. Secara lebih rinci proyeksi
kebutuhan air disajikan pada Tabel .3.13
TABEL 3.13
PROYEKSI KEBUTUHAN AIR KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
Deskripsi
Populasi
Persentase Pelayanan
Total
Populasi
SR
Terlayani
HU
SR
Sambungan
HU
SR
HU
Kebutuhan
Bersih
ND
Jumlah
Persentase
Kebocoran
Jumlah
Kebutuhan Air Total
Kebutuhan Produksi Air
Kebutuhan Produksi Air

Unit
Orang
%
Orang
Orang
Orang
SR / 5 orang
HU / 100
orang
m3/hari
m3/hari
m3/hari
m3/hari
%
m3/hari
m3/hari
m3/hari
liter/detik

2006
206.194
60
123.716
111.354
12.372
22.269

2011
241.194
80
192.955
173.660
19.296
34.732

2016
276.194
85
234.765
211.288
23.476
42.258

124
16.702
495
3.340
20.537
45
9.242
29.779
35.734
414

193
26.049
772
5.210
32.031
30
9.609
41.640
49.968
579

235
31.693
939
6.339
38.971
30
11.691
50.663
60.796
704

Sumber: Hasil Analisis

Keterangan:
SR : Sambungan Rumah
HU : Hidran Umum
ND : Non Domestik

Untuk memenuhi kebutuhan air baku, Kota Banda Aceh mempunyai potensi
sumber air yang dapat dipergunakan, yaitu Sungai Krueng Aceh yang mempunyai debit
minimal 10,38 m3/detik atau hampir mencapai 900 m3/ hari pada musim kemarau
panjang. Terdapat dua unit Instalasi Pengolahan Air Minum yang sampai saat ini
Laporan Akhir

III - 36

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

beroperasi di Kota Banda Aceh, yaitu IPA Lambaro dengan kapasitas

terpasang 435

liter/detik dan IPA Siron berkapasitas 20 liter/detik. Lokasi intake kedua IPA tersebut
adalah di Sungai Krueng Aceh.
PDAM Tirta Daroy diharapkan telah mampu merehabilitasi dan membangun
kembali seluruh sarana dan prasarana sistem penyediaan air bersih, berupa instalasi
pengolahan, sistem distribusi dan sarana penunjangnya sampai dengan tahun 2009.
Target pelayananan terhadap pelanggan PDAM Tirta Daroy sampai dengan tahun 2016
minimal mencapai 85 %.
Rencana pengembangan Instalasi Pengolahan Air Minum berupa peningkatan
kapasitas produksi pada masing-masing Instalasi Pengolahan Air Minum dan sarana
penunjangnya. Kekurangan produksi air bersih akan mulai terjadi pada tahun 2009,
sehingga direncanakan peningkatan Instalasi Pengolahan Air Lambaro sebesar 100
liter/detik pada tahun 2009 dan pada tahun 2012 ditingkatkan menjadi 200 liter/detik.
Sungai Kreung Aceh sebagai sumber air baku yang potensial bagi penyediaan air
bersih Kota Banda Aceh, sehingga keberadaannya perlu dijaga dengan baik, karena air
permukaan sangat rawan terhadap pengaruh pencemaran. Upaya-upaya untuk tetap
menjaga kuantitas air dan kualitas air yang baik harus dilaksanakan dengan strategi yang
jelas dan program kegiatan yang baik, antara lain dengan:

Menjaga kualitas air baku agar tetap memenuhi daya dukungnya dengan melakukan
monitoring secara rutin,

Menindak tegas tanpa ada tawar menawar pada semua industri dan atau lainnya
yang membuang limbah cairnya ke badan air sehingga kualitas mengalami
penurunan,

Melakukan pengamanan terhadap kawasan daerah pengaliran sungai, agar tetap


menjadi daerah tangkapan air yang baik bagi Sungai Krueng Aceh.
Berikut ini adalah peta rencana Jaringan air bersih yang akan dijelaskan pada

Gambar 3.10 di bawah ini.

Laporan Akhir

III - 37

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.10 PETA RENCANA JARINGAN AIR BERSIH ? ADA YA

Laporan Akhir

III - 38

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.7.2 RENCANA SISTEM PEMBUANGAN SAMPAH


Pengelolaan sampah di kawasan perencanaan, yang sebagian besar direncanakan
merupakan kawasan permukiman mengacu pada Tata Cara Pengelolaan Sampah di
permukiman (SNI 19-3242-1994), Tata Cara Teknik Pengelolaan Sampah Perkotaan (SNI
19-2454-2002)

terutama

mengenai

persyaratan

hukum

dan

persyaratan

teknis

operasionalnya.
Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Banda Aceh sebagai tempat proses
pengelolaan dan pembuangan akhir sampah terletak di Desa Gampong Jawa yang
berjarak 3 km dari pusat kota. Hingga saat ini landfill Gampong Jawa telah memiliki
lahan seluas 21 ha, yang telah difungsikan sebagai landfill seluas 12 ha, dan yang
belum difungsikan seluas 9 ha.
Denah Lokasi Pembuangan Akhir Sampah dan IPLT Gampong Jawa

yang ada

pada saat ini dan rencana LPA dan IPLT baru, dapat pada Gambar 3.11 berikut ini.

GAMBAR 3.11
DENAH LOKASI PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DAN IPLT GAMPONG JAWA
SERTA RENCANA LPA DAN IPLT BARU

Laporan Akhir

III - 39

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Timbulan sampah yang akan dihasilkan di Kota Banda Aceh berasal dari kawasan
perumahan (domestik), industri, kawasan komersil, wisata dan fasilitas umum lainnya.
Timbulan sampah yang dikelola adalah timbulan sampah non B-3 (Bahan Beracun dan
Beracun/Hazardous Waste). Laju timbulan sampah adalah adalah 2,5 L/orang/hari, sesuai
dengan SNI 19-3983-1995, sehingga pada akhir tahun perencanaan mencapai 690
m3/hari. Proyeksi timbulan sampah yang dihasilkan Kota Banda Aceh disajikan pada tabel
3.14
TABEL 3.14
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
Deskripsi

Unit

Populasi

Orang

Timbulan Sampah

L/orang/hari

Total Sampah

L/hari

Total Sampah

m3/hari

2006

2011

2016

206.194

241.194

276.194

2,5

2,5

2,5

515.485

602.985

690.485

515

603

690

Sumber : Hasil Analisis

Pola penanganan sampah yang dikembangkan untuk Kota Banda Aceh harus
mampu menstimulasi dan secara konkrit melibatkan dunia usaha maupun peran serta
masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa pengelolaan
sampah yang direncanakan lebih menekankan pada pengurangan (reduce) volume
sampah yang dihasilkan dan yang dibuang ke TPA. Bentuk pengelolaan seperti ini
memerlukan peran serta dari semua pihak baik pemerintah melalui instansi atau dinas
terkait maupun masyarakat.
Dokumen Urgent Rehabilitation and Reconstruction Plan for Banda Aceh City JICA
dan Rencana Tata Ruang Wilayah Metropolitan Banda Aceh JICA (Additional Study),
menjelaskan lokasi LPA Gampong Jawa hanya akan berumur 2 tahun, sehingga
diperlukan alternative pencarian lokasi LPA baru. Dari hasil kesepakatan

antar

Pemerintah Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Provinsi NAD alternative lokasi
LPA Baru adalah di Montasik, Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar.

Laporan Akhir

III - 40

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.7.3. RENCANA SISTEM DRAINASE


Sungai Krueng Aceh yang mengalir melalui Kota Banda Aceh dengan beberapa
anak sungainya seperti Krueng Daroy, krueng Doy dan Krueng Neng merupakan saluran
drainase alam yang menjadi outlet dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga
aliran air hujan yang mengalir disaluran-saluran drainase sangat dipengaruhi oleh
permukaan air di sungai tersebut. Padahal permukaan air sungai dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, oleh sebab itu aliran air hujan tidak dapat selalu dialirkan secara gravitasi.
Untuk keperluan manejemen jaringan drainase Kota Banda Aceh, maka sistem Drainase
Kota Banda Aceh dibagi menjadi 7 zona sebagai berikut :
Zone 1, dibatasi oleh Kr. Neng dan Kr Doy
Zone 2, dibatasi oleh Kr. Aceh dan Kr. Doy
Zone 3, dibatasi oleh Kr. Aceh
Zone 4, dibatasi oleh Kr. Daroy dan Kr. Lhueng Paga
Zone 5, dibatasi oleh Kr. Titi Panjang dan Kr. Cut
Zone 6, dibatasi oleh Kr. Lhueng Paga dan Kr. Tanjung
Zone 7, dibatasi oleh Kr. Aceh dan Kr. Cut
Untuk lebih jelas dalam pembagian zona drainase dapat di lihat pada Gambar 3.12.
Berdasarkan kondisi fisik Kota Banda Aceh, prinsip dasar dalam penyusunan
Rencana drainase Kota Banda Aceh adalah :
a. Pembagian sistem yang

jelas dan keseragaman penamaan sistem, saluran dan

bangunan-bangunan drainase lainnya (nomenklatur)


b. Sungai-sungai besar sebagai saluran primer menggunakan alur pematusan alami,
sedangkan saluran sekunder dan tersier mengikuti pola tata ruang dan jaringan jalan
c. Perhitungan debit aliran didasarkan pada rencana penggunaan lahan di masa yang
akan datang
d. Perlu ditetapkan batasan tinggi genangan yang dapat diterima dalam perencanaan,
baik untuk pemukiman, jalan, area industri/bisnis maupun area yang penting lainnya.
Hal ini sangat penting mengingat bahwa penanganan drainase sangat sulit untuk
membebaskan area dari genangan sehingga harus ada batasan tinggi genangan yang
masih bisa ditolerir.
Laporan Akhir

III - 41

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.12
PEMBAGIAN ZONA DRAINASE KOTA BANDA ACEH

Laporan Akhir

III - 42

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

e. Air hujan secepatnya dialirkan badan air terdekat untuk memperpendek panjang
saluran
f.

Saluran maupun infrastruktur drinase lainnya direncanakan secara ekonomis dalam


pembangunan, operasional dan pemeliharaannya

g. Flood Canal di bagian selatan Kota Banda Aceh digunakan untuk membagi debit
volume banjir dan melindungi Kota Banda Aceh dari meluapnya debit banjir dari lahan
yang lebih tinggi .
h. Saluran drainase perkotaan harus difungsikan sebagai saluran kolektor dan long
storage
i.

Optimalisasi dan normalisasi sungai yang ada untuk meningkatkan daya tampung dan
kemampuan alirnya.

j.

Membangun retarding basin dan retarding pond yang dilengkapi dengan pompa air
untuk mengurangi debit limpasan yang langsung mengalir ke sungai/saluran.

k. Meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah untuk mengurangi volume


limpasan permukaan.
l.

Dalam sistem drainase yang merupakan kombinasi dari saluran drainase, retarding
pond dan retarding basin, tidak hanya besarnya debit yang dihitung tetapi juga
volume air yang dapat dialirkan (dipompa) dan yang harus ditahan (storage).
Sehingga dalam analisa tidak cukup hanya dihitung debit banjir puncak tetapi juga
waktu konsentrasi atau dengan kata lain perlu dihitung hidrograf banjir rencana.

m. Perlunya tinjauan aspek kelembagaan dalam operasional dan pemeliharaan.


Sedangkan kriteria perencanaan dalam pengembangan sistem drainase adalah
sebagai berikut :
a. Hujan dengan ketentuan sebagai berikut :

Perkiraan hujan rencana dilakukan dengan analisa frekuwensi terhadap data curah
hujan harian maksimum tahunan dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya
10 tahun

Analisa frekuensi terhadap curah hujan menggunakan metode probabilitas


distribusi normal, distribusi log normal, Pearson Type III, Log Pearson Type III
dan Gumbel. Perhitungan didasarkan pada ketentuan standar kala ulang yang
disepakati

Pengecekan data hujan menggunakan metoda ekurva masa ganda, Chi Square
atau Smirnov-Kolmogorov

Laporan Akhir

III - 43

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

b. Debit Banjir di hitung dengan ketentuan sebagai berikut :

Debit Banjir rencana dihitung dengan metode Rational

Koefisien Run off dihitung berdasarkan jenis tata guna lahan daerah aliran

Waktu konsentrasi adalah jumlah waktu pengaliran permukaan dan waktu


drainase

c. Periode ulang
Periode ulang perencanaan drainase harus memenuhi ketentuan dapat di lihat pada
Tabel 3.15 berikut :
TABEL 3.15
PERIODE ULANG SALURAN DRAINASE
Tipologi Kota
Kota
Kota
Kota
Kota

Metropolitan
Besar
Sedang
Kecil

< 10
2 Tahun
2 Tahun
2 Tahun
2 Tahun

Luas Daerah tangkapan Air (Ha)


10 - 100
101 - 500
> 500
2-5 tahun
5-10 tahun
10-25 tahun
2-5 tahun
2-5 tahun
5-20 tahun
2-5 tahun
2-5 tahun
5-10 tahun
2 Tahun
2 Tahun
2-5 tahun

d. Perhitungan hidrolika untuk perencanaan saluran drainase :

Kapasitas saluran dihitung dengan Persamaan Manning atau persamaan lain yang
sesuai

Saluran

drainase

yang

terpengaruh

aliran

balik

(backwater)

perlu

memperhitungkan pengaruh aliran balik tersebut yang dapat dihitung dengan

Direct Step Method

Kecepatan maksimum saluran tanah 0.7 m/dt, saluran pasangan batu kali 2 m/dt
dan saluran beton 3 m/dt atau sesuai dengan aturan lain yang berlaku dan kondisi
di lapangan

3.7.4. RENCANA PENANGANAN BENCANA BANJIR


Beberapa konsep untuk mengatasi permasalahan banjir dan genangan di kota
Banda Aceh yang harus dilaksanakan secara terintegrasi, efektif dan efisien, yaitu :
1. Flood Canal di bagian selatan Kota Banda Aceh digunakan untuk membagi debit
volume banjir dan melindungi Kota Banda Aceh dari meluapnya debit banjir dari lahan
yang lebih tinggi .
2. Saluran drainase perkotaan harus difungsikan sebagai saluran kolektor dan long

storage,
Laporan Akhir

III - 44

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3. Optimalisasi dan normalisasi sungai seperti dalam rencana sistem drainase.


4. Membangun retarding basin dan retarding pond yang dilengkapi dengan pompa air.
5. Meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah untuk mengurangi volume
limpasan permukaan.
Pembangunan flood canal di bagian selatan kota untuk mengalirkan langsung air
dari sungai yang ada dalam kota yang biasanya menyebabkan terjadi genangan. (lihat
Tabel 3.16)
TABEL 3.16
RENCANA FLOOD CANAL

No
1
2
3
4
5
6

20

Lebar
tanggul
kiri dan
kanan (m)
5

20
33
50
10
10 - 58

5
5
5
5

Lebar
dasar (m)

Sungai
Kr. Titi Paya - Kr. Kon Keumeh
Kr. Kon Keumeh - Kr. Lueng
Paga
Kr. Lueng Paga - Kr. Daroy
Kr. Daroy - Tunnel width 50 m
Tiga Tunnel
Outlet Tunnel - width 58 m

Panjang
Sungai
(km)

Debit Aliran (m3/dt)

3.895

5
tahunan
117.5

10
tahunan
148.64

3.27
2.444
1.116
8.00
3.498

123.4
187.82
278.31
337.807

175.44
269.05
411.74
485.31

Sumber : JICA Study

Selain normalisasi pada

Flood Canal, pada beberapa penampang sungai yang

mengalir dalam kota juga perlu dilakukan normalisasi dengan dimensi seperti pada Tabel
3.17 berikut.
TABEL 3.17
NORMALISASI SUNGAI DALAM KOTA

No

Sungai

Kr. Daroy

Kr. Neng

Kr. Lhueng Paga


(upstream)

Lebar
dasar
(m)
20
5
7
11
10

Kemiringan
Tanggul
0.5
0.5

0.5

Panjang
Sungai
(km)
3.05
0.98
1.6
11
3.62

Kapasitas Debit
(m3/dt)

Periode
ulang

dari 10 menjadi
102

25 tahun

dari 2 menjadi
47.33
dari 12 menjadi
111.43

5 tahun

25 tahun

Sumber : JICA Studi

Laporan Akhir

III - 45

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Sedangkan saluran primer dalam kota direncanakan berdasarkan debit yang


dihitung dari tata guna lahan rencana dalam RTRW ini. Dimensi saluran primer hasil
perencanaan dapat dilihat pada Tabel 3.18 berikut.

TABEL 3.18
DEBIT DAN DIMENSI SALURAN PRIMER.

Nama
Saluran

Luas
DAS

Koef.
aliran

Ha
1.1
1.2
1.3
1.4
2.1
3.1
3.2
3.3
3.4
4.1
4.2
4.3
4.4
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
6.1
6.2
6.3
6.4
7.1
8.1
9.1
9.2
9.3
9.4
9.5
9.6
10.1
11
11.1
11.2
11.3

58.00
53.00
65.50
29.50
130.00
41.00
75.50
223.00
58.00
47.00
39.50
29.00
44.00
77.50
30.00
56.00
50.50
110.00
40.50
125.50
57.00
75.00
65.00
90.00
127.00
45.00
60.00
53.00
19.00
50.00
41.00
54.00
34.00
335.00
19.00

Laporan Akhir

Debit

Miring
dasar
rencana

Kekasaran
saluran

M3/dt
0.700
0.700
0.778
0.732
0.780
0.780
0.793
0.794
0.684
0.730
0.800
0.800
0.800
0.715
0.792
0.792
0.792
0.792
0.792
0.792
0.762
0.727
0.740
0.740
0.795
0.795
0.797
0.700
0.800
0.686
0.800
0.800
0.789
0.789
0.789

1.70
0.36
1.68
0.61
2.41
0.88
3.88
9.92
1.78
2.64
2.18
1.30
2.31
3.48
1.57
0.79
0.37
3.14
7.27
2.53
1.46
2.23
1.56
2.11
2.11
1.89
1.45
1.37
0.94
1.50
1.81
1.30
2.29
9.95
1.08

0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003

0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025

Kedalaman
air

Lebar
dasar

Tinggi
Jagaan

Kecepatan

m/dt

1.28
0.72
1.28
0.88
1.46
1.00
1.75
1.50
1.31
1.51
1.41
1.16
1.44
1.68
1.24
0.96
0.72
1.62
1.50
1.49
1.21
1.42
1.24
1.39
1.39
1.34
1.21
1.18
1.03
1.23
1.31
1.16
1.44
1.50
1.08

2.60
1.50
2.60
1.80
3.00
2.10
3.60
8.00
2.70
3.10
2.90
2.40
2.90
3.40
2.50
2.00
1.50
3.30
6.00
3.00
2.50
2.90
2.50
2.80
2.80
2.70
2.50
2.40
2.10
2.50
2.70
2.40
2.90
6.00
2.20

0.25
0.20
0.25
0.20
0.25
0.20
0.25
0.30
0.25
0.25
0.25
0.20
0.25
0.25
0.25
0.20
0.20
0.25
0.30
0.25
0.20
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.20
0.20
0.20
0.25
0.25
0.20
0.25
0.30
0.20

0.51
0.34
0.51
0.39
0.55
0.42
0.62
0.73
0.50
0.56
0.53
0.47
0.55
0.61
0.50
0.41
0.34
0.59
0.69
0.57
0.48
0.54
0.50
0.54
0.54
0.52
0.48
0.48
0.44
0.49
0.51
0.47
0.55
0.69
0.45

III - 46

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Nama
Saluran

Luas
DAS

Koef.
aliran

12
12.1
12.2
12.3
12.4
13.1
13.2
13.3
13.4
13.5
13.6
14.1
15.1
15.2
15.3
16.1
17.1
17.2

58.00
150.00
24.00
38.50
33.00
45.00
16.00
26.50
28.50
43.00
50.00
45.50
45.00
27.00
85.00
180.00
41.50
20.50

Ha

Debit

Miring
dasar
rencana

Kekasaran
saluran

Kedalaman
air
m

0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003
0.0003

0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025
0.025

1.71
1.02
1.46
1.57
1.48
1.73
1.22
0.64
0.92
0.98
1.75
1.90
1.48
1.10
1.39
1.87
1.01
1.09

M3/dt
0.789
0.794
0.763
0.763
0.794
0.794
0.758
0.799
0.530
0.800
0.796
0.775
0.683
0.683
0.561
0.543
0.543
0.543

3.62
0.92
2.38
2.91
2.49
3.77
1.50
0.27
0.70
0.83
3.87
4.86
2.46
1.13
2.12
4.63
0.91
1.11

Lebar
dasar

Tinggi
Jagaan

Kecepatan

m/dt

3.50
2.10
3.00
3.20
3.00
3.50
2.50
1.30
1.90
2.00
3.50
3.90
3.00
2.30
2.80
3.80
2.10
2.20

0.25
0.20
0.25
0.25
0.25
0.25
0.20
0.20
0.20
0.20
0.25
0.25
0.25
0.20
0.25
0.25
0.20
0.20

0.61
0.43
0.54
0.58
0.56
0.62
0.49
0.32
0.40
0.42
0.63
0.65
0.56
0.45
0.54
0.65
0.43
0.46

Sumber : JiCA Studi dan Hasil analisa

Selain Saluran air, dalam sistem drainase kota Banda Aceh juga diperlukan kolam
penampungan pintu air dan pompa mengingat kota Banda Aceh memiliki topografi yang
relative datar sehingga tidak memungkinkan semua air dapat dialirkan secara gravitasi.
Jumlah dan lokasi retarding pond, pintu air dan pompa dalam sistem drainase
Kota banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 3.19 berikut :
TABEL 3.19
JUMLAH DAN LOKASI RETARDING POND, PINTU AIR DAN POMPA

No
1

Lokasi

Retarding
Pond (Ha)

Pintu Air

Pompa

1.5

Kapasitas
(m3/dt)
4

Ujung Kr. Neng

1.5

Outfall di Ulee Lheu

1.5

Outlet 1

1.5

Outlet 2

1.5

Outlet 3

1.5

Outlet Zone 1

8.5

Jumlah

Lebar (m)

Jumlah

Outlet Zone 2

Laporan Akhir

III - 47

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No

Lokasi

1.5

Outlet 1

1.5

Outlet 2

1.5

1.5

1.5

0.6

10

1.5

Lebar (m)

Jumlah

Outlet Zone 3

1.5

Outlet Zone 4
Outlet (long storage)

Pompa

Jumlah

1.5

Outlet 3
4

Pintu Air

Kapasitas
(m3/dt)
1

Outlet 4
3

Retarding
Pond (Ha)

Outlet Zone 5
Outlet Kr. Titi Panjang

4.5

Peta rencana jaringan saluran primer, retarding pond, pintu air dan pompa dapat
dilihat pada Gambar 3.13.

Disamping rencana sistem drainase, juga penting untuk dilakukan usaha


mengurangi volume limpasan permukaan, konservasi air tanah dan proteksi daerah
bantaran sungai.
Garis sempadan sungai dan sempadan pantai
Garis sempadan sungai untuk flood way dan kr. Aceh idealnya direncanakan 30
meter kekiri dan ke kanan seperti pada gambar dibawah ini. Namun sempadan sungai
juga dapat ditetapkan dengan disesuaikan pada kondisi lapangan mengingat sebagian
merupakan daerah yang telah terbangun. Manajemen konservasi dapat dilakukan dengan
cara:

GSS

GSS
10 m

10 20 m

Sungai
10 20 m

10 m

Sumber: Additional Study Team, 2006

Laporan Akhir

III - 48

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

PETA RENCANA JARINGAN SALURAN PRIMER.


GAMBAR.

Laporan Akhir

3.13

III - 49

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Garis sempadan sungai untuk Titi Panjang, Lueng Paga, Daroy, Doy and Neng
Rivers (sebagai drainase utama) adalah minimum 15 m ke kiri dan ke kanan seperti pada
gambar dibawah.

Garis sempadan pantai direncanakan proporsi pada bentuk dan kondisnya (dari
garis pantai terluar ke
tidal dyke atau coastal road)
GSS

GSS

Sungai
4m

46m

46m

4m

Sumber: Additional Study Team, 2006

Tanggul Air Pasang

Tanggul
Bakau

Laut

Tambak Ikan
Jalan
GSB

30 m

5 10 m

Garis Sempadan Pantai

Untuk menanggulangi bencana yang disebabkan oleh banjir dapat pula dilakukan
dengan cara mengurangi limpasan permukaan sekaligus sebagai konservasi air tanah dan
melindungi daerah aliran sungai. Untuk mengurangi limpasan permukaan dapat dilakukan
sebagai berikut :

Membangun sumur resapan di area pemukiman untuk meresapkan air hujan ke tanah

Melindungi dan meningkatkan fungsi hutan sebagai sarana penyimpan air

Menjaga kolam-kolam penampungan dan rawa sebagai penyangga air dan sumber air
sungai

Membangun Check Dam di hulu untuk menghambat aliran sediment ke hilir

Konservasi tumbuhan pada daerah aliran sungai sebagai daerah peresapan air

Laporan Akhir

III - 50

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Selain perlindungan terhadap bencana banjir, perlindungan terhadap bencana


tsunami dapat dilakukan dengan Perlindungan Pantai. Bangunan pantai adalah suatu
bangunan yang dipergunakan dalam upaya perlindungan pantai atau bangunan sebagai
infrastruktur pemanfaatan pantai. Bangunan perlindungan pantai dipergunakan untuk
melindungi pantai dari gaya dinamis yang ditimbulkan oleh gelombang dan arus pantai,
bangunan tersebut seperti break water, submersible breakwater, jetty, groin, rivetment
dan lain-lain. Sedangkan bangunan sebagai infrastruktur pemanfaatan pantai adalah
bangunan yang didirikan di pantai dalam rangka pendayagunaan potensi maupun ruang
pantai. Sebagai contoh adalah fasilitas pelabuhan, fasilitas wisata pantai, kerambah ikan
dan sebagainya. Berikut ini diberikan beberapa contoh bangunan perlindungan pantai dan
fungsinya.
1. Groin
Groin adalah bangunan yang dipasang tegak lurus garis pantai, bangunan ini
bertujuan menangkap sedimen akibat transport sedimen sejajar pantai, dalam
kapasitas dan elevasi tertentu dengan maksud pengendalian garis pantai. Biasanya
groin ini dibangun secara seri, sehingga setelah dalam siklus waktu tertentu terisi
sedimen sebagaimana yang dikehendaki. Berikut ini ditunjukkan pada Gambar sketsa
groin.
2. Breakwater

groins

Breakwater dibangun untuk melindungi


gempuran gelombang, dengan harapan
pada

daerah

yang

dilindungi

terjadi

gelombang yang relatif kecil. Bangunan

breakwater

ini biasa untuk melindungi infrastruktur


pantai seperti pelabuhan, tempat rekreasi
dan lain-lain.

detached breakwater

3. Detected breakwater
Bangunan ini tujuannya sama dengan
breakwater,

namun

bangunan

konstruksinya dipasang sejajar dengan

Laporan Akhir

ini

Gambar Sket Groin, Breakwater dan


detected breakwater

III - 51

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

pantai, akibat dari kondisi ini, di belakang detected breakwater akan terjadi sirkulasi
arus dari kiri dan kanan dan dengan kecepatan rendah akan terbentuk sedimentasi
yang disebut tombolo. (lihat Gambar 3.14)
Ombak

Pemecah Air

Jarak

Tombolo
Tonjolan

Garis Pantai

Source : USACE, Coastal Engineering Technical Note, CETN III-48


GAMBAR 3.14
SKETSA DETECTED BREAKWATER

4. Dinding Penahan Gelombang (Sea Wall)


Seawall adalah struktur yang dibangun sejajar garis pantai. Bangunan ini dibangun
dengan tujuan untuk melindungi pantai dari erosi dan melindungi bangunan
dibelakangnya. Seawall umumnya dibangun dari tumpukan batu, beton maupun
bonjong batu. Permukaan seawall berbentuk vertical, melengkung, miring landai
ataupun terjal. (lihat Gambar 3.15)

Ombak

Pemantul

Beton

Lempengan Baja

Source : JICA Study Team


GAMBAR 3.15
SKETSA DINDING PENAHAN GELOMBANG

Laporan Akhir

III - 52

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

5. Embankment

Embankment memegang peranan untuk mencegah air setelah melewati breakwater .


Keberadaan embankment cukup penting karena breakwater tidak dapat mencegah air
secara keseluruhan sehingga embankment dapat membantu menghentikan rambatan
gelombang kearah daratan. (lihat Gambar 3.16)

GAMBAR 3.16
SKEMATIS EMBANKMENT

6. Coastal Forest
Seawall dan breakwater adalah struktur buatan untuk melawan gelombang/tsunami.
Namun perlu dicatat bahwa pembangunan dan pemeliharaan struktur tersebut
memerlukan biaya cukup tinggi dan dapat merubah kondisi lingkungan di sepanjang
pantai.
Tanaman pantai seperti bakau, pohon sagu, dan pohon kelapa memiliki kemampuan
alamiah untuk mereduksi gelombang tsunami dan juga merupakan solusi dari
kelemahan penggunaan struktur buatan. (lihat Gambar 3.17)

Palem /

Dinding Pemecah
Bakau

Tambak

GAMBAR 3.17
SKEMATIS COASTAL FOREST
Laporan Akhir

III - 53

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

7. Pintu Laut (Tidal Gate )


Pintu laut dapat digunakan untuk mencegah masuknya gelombang tsunami berskala
kecil dan menengah ke dalam sungai agar tidak menimbulkan kerusakan sepanjang
sungai. Pintu laut ini dapat dibangun di muara kr. Aceh dan Floodway canal.
Pembangunan pintu laut memerlukan biaya sangat besar sehingga tidak menjadi
prioritas utama kecuali tata guna lahan di sepanjang sungai telah dikembangkan.
(lihat Gambar 3.18)

Jembatan Kontrol
Laut
Sungai

GAMBAR 3.18
TIDAL GATE

3.7.5 RENCANA SISTEM PENYEDIAAN KELISTRIKAN


Berdasarkan standar Departemen PU tahun 1987 dan hasil proyeksi penduduk
yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dirumuskan kebutuhan sistem kelistrikan di Kota
Banda Aceh. Perhitungan kebutuhan listrik ini masih bersifat agregat (dalam lingkup
kota). Perhitungan tidak dilakukan dalam lingkup kecamatan karena wilayah pelayanan
jaringan listrik tidak selalu mengikuti areal administrasi. Adapun kebutuhan listrik di Kota
Banda Aceh diperlihatkan pada Tabel 3.20 berikut ini.

Laporan Akhir

III - 54

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 3.20
PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016

NO

STANDAR PENDUDUK
PENDUKUNG

JENIS FASILITAS

1
2

Listrik Rumah Tangga


Fasilitas Umum dan
Fasilitas Sosial

900 kva / kk
250% kebutuhan RT (KK)

Penerangan Jalan

15% kebutuhan RT (KK)

KEBUTUHAN
TAHUN 2011
(kva)

KEBUTUHAN
TAHUN 2016
(kva)

43.414.920
108.537.300

49.714.920
124.287.300

6.512.238

7.457.238

Sumber: Hasil Analisis

Dari hasil perhitungan, pada tahun 2011 kebutuhan listrik rumah tangga di Kota
Banda Aceh sekitar 43,41 juta kva. Angka ini bertambah menjadi 49,71 juta pada tahun
2016. Kebutuhan listrik untuk fasilitas umum dan sosial di Banda Aceh pada tahun 2011
sebesar 108,54 juta kva, sedangkan tahun 2016 meningkat menjadi 124,29 juta kva.
Sementara itu untuk penerangan jalan kebutuhan listrik yang diperlukan adalah sebesar
6,51 juta kva pada tahun 2011 serta sebesar 7,46 juta kva pada tahun 2016.

3.7.6 RENCANA SISTEM PENYEDIAAN TELEKOMUNIKASI


Kebutuhan terhadap sistem jaringan listrik juga didasarkan pada standar
Departemen PU tahun 1987 dan hasil proyeksi penduduk yang telah dilakukan
sebelumnya. Perhitungan kebutuhan listrik ini juga dilakukan secara agregat dalam skala
kota (lihat Tabel 3.21 berikut).
TABEL 3.21
PROYEKSI KEBUTUHAN JARINGAN TELPON KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

NO

JENIS FASILITAS

Kebutuhan Rumah Tangga

Kebutuhan Fasilitas Umum

Telepon Umum

STANDAR
PENDUDUK
PENDUKUNG
4 per 100 penduduk

KEBUTUHAN
TAHUN
2011
9.647

KEBUTUHAN
TAHUN
2016
11.047

3% dari kebutuhan
Rumah Tangga
1 per 2500 penduduk

289

331

96

110

Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir

III - 55

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Hingga tahun 2011 jumlah sambungan satuan telpon (SST) yang dibutuhkan
untuk rumah tangga mencapai 9,6 ribu SST, sedangkan pada tahun 2016 dibutuhkan
11,05 ribu SST. Kebutuhan lain yang relatif besar adalah untuk kebutuhan fasilitas umum
dan sosial yang mencapai 289 SST pada tahun 2011 dan 331 SST tahun 2016, sementara
itu kebutuhan yang relatif kecil adalah telepon umum yang hanya mencapai 96 SST pada
tahun 2011 dan 110 SST pada tahun 2016.

3.8

RENCANA SISTEM FASILITAS


Seperti halnya analisis terhadap utilitas kota, perhitungan kebutuhan fasilitas kota

juga dilakukan dengan menggunakan standar dari Departemen PU tahun 1997. Angka
yang dihasilkan juga masih aggregat untuk skala kota. Pendistribusian fasilitas ini
nantinya akan dilakukan tidak berdasarkan lingkup administrasi, tetapi disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakatnya dan tujuan perencanaan yang diinginkan pada suatu
kawasan.

3.8.1. RENCANA PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN


Analisis penyediaan fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh dilakukan dengan
pertimbangan bahwa fasilitas pendidikan yang ada sebelumnya telah rusak akibat
bencana tsunami sehingga dibutuhkan pembangunan baru. Angka kebutuhan yang
dihasilkan pada tahun 2011 dan 2016 adalah kebutuhan aggregat yang harus disediakan.
Secara lebih rinci kebutuhan fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh dipaparkan
pada Tabel 3.22 berikut ini.
TABEL 3.22
PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

NO

1
2
3
4

JENIS
FASILITAS

TK
SD
SLTP
SLTA

STANDAR
PENDUDUK
PENDUKUNG
(Jiwa)

STANDAR
LUAS
LAHAN
(m2)

KEBUTUHAN
TAHUN 2011
(unit)

1.000
1.600
4.800
4.800

1.200
3.600
2.700
2.700

241
150
50
50

LUAS
KEBUTUHAN
TAHUN 2011
(m2)
2892.00
540.000
135.000
135.000

KEBUTUHAN
TAHUN 2016
(unit)
276
172
57
57

LUAS
KEBUTUHAN
TAHUN 2016
(m2)
331.200
619.200
153.900
153.900

Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir

III - 56

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.8.2. RENCANA PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN


Penyediaan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh juga dilakukan dengan
pertimbangan bahwa fasilitas yang ada sebelumnya telah rusak akibat bencana tsunami.
Kebutuhan fasilitas yang dihasilkan merupakan kebutuhan agregat untuk Kota Banda
Aceh. Secara lebih rinci, kebutuhan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh diperlihatkan
pada Tabel 3.23 berikut ini.
TABEL3.23
PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

JENIS
FASILITAS

NO

STANDAR
PENDUDUK
PENDUKUNG
(Jiwa)

STANDAR
LUAS
LAHAN
(m2)

KEBUTUHAN
TAHUN
2011

LUAS
KEBUTUHAN
TAHUN 2011
(m2)

KEBUTUHAN
TAHUN 2016

LUAS
KEBUTUHAN
TAHUN 2016
(m2)

1
2

Puskesmas
Puskesmas
Pembantu

120.000
30.000

2.400
1.200

2
8

4.800
9.600

2
9

4.800
10.800

BKIA dan RS
Bersalin

10.000

1.600

24

38.400

27

43.200

4
5
6
7

Balai Pengobatan
Apotek
Praktek Dokter
Posyandu

3.000
10.000
5.000
2.500

300
350
100
100

80
24
48
96

24.000
8.400
4.800
9.600

92
27
55
110

27.600
9.450
5.500
11.000

Sumber: Hasil Analisis

3.8.3. RENCANA PENYEDIAAN FASILITAS PERIBADATAN


Penyediaan

fasilitas

peribadatan

di Kota

Banda

Aceh

dilakukan

dengan

pertimbangan bahwa fasilitas yang ada sebelumnya telah rusak akibat bencana tsunami.
Kebutuhan fasilitas yang dihasilkan merupakan kebutuhan aggregate untuk Kota Banda
Aceh. Secara lebih rinci, kebutuhan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh diperlihatkan
pada Tabel 3.24 berikut ini.
TABEL 3. 24
PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PERIBADATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

NO

JENIS
FASILITAS

STANDAR
PENDUDUK
PENDUKUNG
(Jiwa)

STANDAR
LUAS
LAHAN
(m2)

KEBUTUHAN
TAHUN 2011

LUAS
KEBUTUHAN
TAHUN 2011
(m2)

KEBUTUHAN
TAHUN 2016

LUAS
KEBUTUHAN
TAHUN 2016
(m2)

Masjid Skala
Kecamatan

120.000

4.000

8.000

8.000

Masjid Skala
Lingkungan

30.000

.1750

14.000

15.750

Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir

III - 57

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.8.4. RENCANA FASILITAS JALUR DARURAT DAN EVAKUASI TSUNAMI


Pengembangan fasilitas untuk kondisi darurat untuk mengurangi dampak tsunami
dapat dikembangkan beberapa cara :
a. Membuat Jaringan Jalur Darurat (Emergency Road)
Jaringan jalan emergensi ini bermanfaat baik untuk kegiatan pelarian dari bencana
dalam waktu pendek. Juga jalur ini berguna untuk pertolongan pertama dan evakuasi
korban.
b. Fasilitas Emergensi Publik untuk persiapan Bencana
Fasilitas ini dibutuhkan untuk penyelamatan masyarakat atau dibutuhkan oleh
masyarakat untuk melakukan aktivitas pengumpulan dan pertolongan seperti
Bangunan Penyelamat (escape building), Ruang Terbuka (open space), dll.
Lebih jelas lihat peta Gambar 3.19

Laporan Akhir

III - 58

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.19
PETA JALAN PELARIAN DARURAT DAN EVAKUASI
(tadinya 3.19 dan 3.20, tapi sekarang digabung jadi 1 peta)

Laporan Akhir

III - 59

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BAB
IV

RENCANA IMPLEMENTASI

4.1

KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG KOTA BANDA ACEH

4.1.1 PENDAHULUAN
Dalam kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia hampir
selalu bersentuhan dengan pemanfaatan ruang. Karena banyak ragam dalam kegiatan
manusia, seperti kegiatan penyediaan perumahan, pertanian, industri, perdagangan serta
beragam kegiatan lainnya, maka sangat besar timbulnya potensi konflik diantara
bermacam-macam kepentingan dan fungsi dalam pemanfaatan ruang.
Besarnya

potensi

konflik

dalam

pemanfaatan

ruang

inilah

memunculkan

kebutuhan untuk melakukan usaha-usaha penataan ruang. Secara sederhana penataan


ruang dapat diartikan sebagai upaya untuk mengatur pemanfaatan ruang sedemikian
rupa sehingga terjadi keseimbangan dan keadilan dalam penggunaan sumberdaya yang
disebut

ruang

tersebut.

Keseimbangan

dan

keadilan

yang

dimaksud

misalnya

keseimbangan dan keadilan dalam penggunaan luas lahan untuk pertanian, kehutanan,
perdagangan, industri dan kepentingan serta fungsi lainnya.
Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang
Penataan Ruang, yang dimaksud ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya,
sedang tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan

maupun

tidak

direncanakan.

Untuk

mendapatkan

keseimbangan

lingkungan, berdasarkan fungsinya maka dalam penataan ruang dikenal adanya 2 (dua)
jenis kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya, dimana kawasan lindung
Laporan Akhir

IV - 1

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, sedang kawasan
budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan
atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
Dilihat dari perspektif fungsi-fungsi manajemen, maka penataan ruang akan
merupakan sebuah siklus proses yang saling berhubungan yaitu perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, dimana penataan ruang
tersebut berdasar wilayah administratif akan terdiri penataan ruang nasional, penataan
ruang provinsi dan penataan ruang kabupaten/kota.

4.1.2 REFERENSI

PERATURAN

DAN

PERUNDANG-UNDANGAN

PENATAAN RUANG
Berkaitan dengan kegiatan penataan ruang, baik pada tataran perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang maupun pada tataran pengendalian pemanfaatan ruang,
beberapa peraturan dan perundang-undangan yang dapat dipakai sebagai rujukan
diantaranya adalah :
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanan Pembangunan
Nasional
4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran serta
Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah
6. Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 Tanggal 12 Agustus 2002,
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang

4.1.3 AZAS-AZAS DAN TUJUAN PENATAAN RUANG


Seperti dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang
Penataan Ruang pasal 2 (dua) , maka proses penataan ruang berazaskan :

Laporan Akhir

IV - 2

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara :

Terpadu

Berdayaguna dan berhasilguna

Serasi, selaras dan seimbang

Berkelanjutan
Azas ini memberikan landasan bahwa dalam penataan ruang semua kepentingan
harus dijamin untuk diakomodasikan, apakah itu kepentingan masyarakat,
pemerintah maupun kepentingan swasta atau dunia usaha baik usaha skala besar,
menengah maupun yang berskala kecil atau golongan ekonomi lemah. Sedangkan
dilihat dari perspektif kemanfaatannya, penataan ruang harus berangkat dari
pemikiran untuk menghindari sedapat mungkin kemudaratan dalam pemanfaatan
ruang, mengingat sifat ketersediaan sumberdaya ruang yang terbatas artinya tidak
dapat ditambahkan dari yang tersedia dialam ini, oleh karenanya pemanfaatan
ruang harus diorientasikan pada dayaguna dan hasilguna bagi kesejahteraan
manusia secara agregat, luas dan menyeluruh tanpa mengorbankan kepentingan
yang bersifat privat, sehingga penataan ruang dapat mewujudkan kualitas ruang
sesuai potensi dan fungsi ruang yang tersedia.
Isu keselarasan, keserasian dan keseimbangan merupakan isu yang penting dalam
penataan ruang, terutama yang berkaitan dengan struktur dan pola pemanfaatan
ruang, persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan antar sektor dan
wilayah. Ketidakseimbangan dalam pertumbuhan pembangunan baik secara
spasial maupun secara sosial dan ekonomi akan menjadi problem yang serius
dalam pembangunan. Kemampuan daya dukung dan kelestarian sumberdaya alam
harus juga menjadi perhatian penting dalam penataan ruang mengingat kita
sedang terus mendorong konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable

development), suatu model pembangunan yang memperhatikan kepentingan


generasi di masa yang akan datang.

2. Keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum


Azas ini mengisyaratkan pentingnya keterlibatan semua unsur pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam penataan ruang, baik pada fase perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang maupun pada fase pengendalian pemanfaatan ruang. Semua
anggota pemangku kepentingan mempunyai akses yang sama dalam memperoleh
Laporan Akhir

IV - 3

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

informasi serta mempunyai kedudukan yang setara dalam proses penataan ruang
meskipun tentunya terdapat fungsi-fungsi yang berbeda. Sekalipun penataan ruang
merupakan domain publik, hal ini tidak mengabaikan rasa keadilan dan perlindungan
hukum bagi setiap warga dalam menjalankan hak dan kewajibannya berkaitan dengan
penataan ruang sehingga didorong untuk mencapai win-win solution.
Apabila azas-azas dalam penataan ruang dapat dioperasikan dalam menjadi landasan
bagi pemanfaatan ruang, maka diharapkan tercapainya tujuan dari penataan ruang,
antara lain :
1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya
3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :

Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera

Mewujudkan

keterpaduan

dalam

penggunaan

sumberdaya

alam

dan

sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia

Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara


berdayaguna, berhasil guna, dan tepatguna untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia

Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi


dampak negatif terhadap lingkungan

Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan

4.1.4 KERANGKA KONSEPTUAL HUBUNGAN RENCANA TATA RUANG


DENGAN RENCANA PEMBANGUNAN
Rancangan sistem perencanaan pembangunan di daerah acapkali disusun dengan
cara menyederhanakan masalah, dimana rancangan sistem perencanaan tersebut
berupaya untuk menghindari penjelasan mengenai komplikasi hubungan diantara
beragam jenis dokumen perencanaan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dalam perencanaan pembangunan di daerah, baik hubungan yang bersifat vertikal
maupun yang bersifat horisontal. Realita selama ini menunjukkan bahwa terdapat
dikotomi antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan di daerah,
sehingga sulit ditelusuri hubungan antara perencanaan tata ruang di satu sisi dengan
Laporan Akhir

IV - 4

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

perencanaan pembangunan daerah di sisi yang lain. Tidak meleburnya perencanaan tata
ruang menjadi bagian integral dari perencanaan pembangunan di daerah menjadikan
implementasi perencanaan tata ruang di daerah tidak dapat berjalan secara efektif,
demikian juga dengan efektifitas pengendaliannya.
Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi
waktunya berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dapat dibagi menjadi perencanaan jangka panjang,
jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini
kita mengenal satu

bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu apa yang disebut

sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang


Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya. Sementara itu tentang perencanaan keruangan di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang,
dimana dengan Undang-Undang ini secara hirarki Pemerintahan, Perencanaan Tata Ruang
dibagi menjadi Rencana Tata Ruang Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota yang
membagi ruang dalam kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Meskipun seringkali dinyatakan bahwa perencanaan tata ruang merupakan matra
keruangan dari perencanaan pembangunan, namun demikian didalam praktiknya sering
ditemui potensi jarak/gap bahkan potensi distorsi antara perencanaan keruangan dan
perencanaan pembangunan. Fakta mengenai hal ini seringkali ditemui pada saat diskusi
pembahasan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah, dimana pembahasan tentang hubungan antara rencana pembangunan dan
rencana tata ruang tidak dapat dijelaskan dengan memuaskan. Ketidakjelasan ini
mengakibatkan sulitnya memberikan jawaban atas pertanyaan seberapa jauh rencana
tata ruang dapat dioperasionalisasikan. Tulisan ini dimaksudkan untuk menggugah
kembali

perbincangan

mengenai

bagaimana

rencana

tata

ruang

dapat

dioperasionalisasikan ditengah-tengah beragam perencanaan pembangunan yang ada di


daerah.

Laporan Akhir

IV - 5

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Beberapa Pandangan tentang Posisi Penataan Ruang


Anggapan masyarakat tentang fungsi penataan ruang yang diharapkan dapat
menyelesaikan segala persoalan pembangunan di daerah, telah memberikan beban moral
yang berat bagi para kaum perencana. Masalah-masalah sosial dan ekonomi di daerah,
seringkali dihubungkan dengan penataan ruang dalam melihat timbulnya masalah
maupun dalam mencari jawaban atas permasalahan tersebut. Alisjahbana dalam
tulisannya

berjudul

Mendulang

Uang

dengan

Tata

Ruang

mengungkapkan

Pertumbuhan ekonomi kota pada akhirnya ikut menggerakkan pertumbuhan kebutuhan


barang dan jasa sebagai ikutannya. Dari sini dilema itu dimulai. Pada satu sisi, perubahan
itu mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial yang membutuhkan ruang.
Sementara pada sisi lain, sumberdaya dan ruang kota yang tersedia jumlahnya terbatas.
Dihimpit oleh permintaan yang terus berkembang itu, pertumbuhan kota perlu ditunjang
dengan perencanaan dan pengelolaan tata ruang yang mampu mengoptimalkan ruang
yang terbatas dan tidak bisa ditambah. Terlebih, mengingat pertumbuhan investasi pada
akhirnya menuntut peningkatan kuantitas dan kualitas ruang pula. Tetapi sayangnya,
sampai sejauh ini persepsi tata ruang yang diadopsi oleh pengelola kota belum banyak
mengakomodasi kepentingan masyarakat dan swasta. Paradigma yang berkembang
belum melihat keterkaitan antara tata ruang dengan pendanaan, baik dari pemerintah
maupun investasi swasta dan swadaya masyarakat bagi pembangunan kota. Lebih jauh
lagi, pola perencanaan tata ruang belum mampu memberikan dorongan dan kemudahan
bagi pengelola kota untuk menjabarkan tata ruang ke dalam program jangka menengah.
Padahal rencana tata ruang kota adalah pijakan bagi dimensi spasial dari pilar
pembangunan kota dan menjadi salah satu perangkat kebijakan jangka menengah dan
panjang yang menentukan arah dan skenario pembangunan kota pembangunan kota
yang dirangkai dengan pembangunan regional maupun nasional. Dengan demikian, tata
ruang juga diharapkan mampu menjelaskan prosedur pemberian izin investasi agar
sejalan dengan rencana tata ruang yang disusun. Namun sejauh ini rencana tata ruang
masih seperti sebuah perangkat yang tidak terkait langsung dengan rencana investasi
kota. Kalaupun ada, kekuatannya tak seberapa dan seringkali menyerah pada program
jangka pendek, apalagi jika ada kepentingan tertentu didalamnya. Setali tiga uang dengan
evaluasi tata ruang, yang lebih sebagai bahan justifikasi berbagai macam kebijakan
pada periode tertentu sebelumnya .

Laporan Akhir

IV - 6

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tulisan tersebut diatas mengisyaratkan beberapa pandangan tentang penataan ruang


antara lain sebagai berikut :

Rencana tata ruang merupakan dimensi spasial pembangunan wilayah .

Bahwa terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi didaerah dengan


penataan ruang.

Penataan ruang yang berkualitas akan dapat mendorong rencana investasi didaerah.

Pertumbuhan

wilayah

perlu

ditunjang

oleh

pengelolaan

tata

ruang

untuk

mengoptimasikan volume ruang yang terbatas.

Masih didapati adanya kenyataan bahwa penataan ruang masih belum dapat
mengakomodasi rencana pembangunan dan pendanaan oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat.

Belum jelasnya hubungan antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan


pembangunan mengakibatkan permasalahan yang cukup serius dalam implementasi
rencana tata ruang serta skenario pengembangan wilayah.

Pengendalian tata ruang cenderung lemah yang diindikasikan dengan menangnya


kepentingan-kepentingan jangka pendek yang oportunistik dan bertentangan dengan
kaidah-kaidah penataan ruang.
Persepsi tentang penataan ruang yang dipenuhi dengan harapan-harapan yang

cukup besar terhadap perannya untuk menjadi inspirator utama pembangunan didaerah
ternyata belum dapat berjalan seperti diharapkan disebabkan terutama karena belum
meleburnya penataan ruang sebagai bagian integral dari perencanaan pembangunan di
daerah. Penataan ruang di satu sisi berjalan dengan format dan kaidah-kaidahnya sendiri
dan di sisi yang lain, perencanaan pembangunan berjalan dengan tata cara dan normanormanya sendiri.
Menanggapi hubungan antara rencana tata ruang dengan berbagai macam
perencanaan pembangunan, Achmad Djunaedi dalam tulisannya berjudul Alternatif
Model Penerapan Strategis dalam Penataan Ruang Kota di Indonesia, mengusulkan dua
alternatif model yaitu, model pertama perencanaan strategis pembangunan daerah
berjalan seiring secara kohesif dengan perencanaan strategis tata ruang wilayah, dan
model kedua rencana strategis menjadi payung bagi rencana pembangunan daerah dan
rencana tata ruang wilayah. Kedua model tersebut tampak pada diagram dibawah ini
pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
Laporan Akhir

IV - 7

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Gambar 4.1 :

Gambar 4.2

Laporan Akhir

IV - 8

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Pada usulan alternatif model pertama, Djunaidi berusaha untuk mereduksi


potensi gap antara perencanaan pembangunan dengan perencanaan tata ruang wilayah
dengan cara menggunakan analisis SWOT yang sama bagi kedua perencanaan tersebut
dimana proses analisis SWOT ini dianggotai baik oleh perencana tata ruang maupun
perencana pembangunan, proses selanjutnya adalah langkah untuk mengkohesikan
antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan. Intinya model ini
mengusulkan agar terjadi proses saling memberikan masukan diantara kedua jenis
perencanaan tersebut mulai dari rencana berstrata strategis sampai yang berstrata
operasional baik kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun
yang dilaksanakan oleh swasta dan masyarakat.
Pada usulan alternatif model kedua, Djunaidi berusaha untuk lebih mempertegas
upaya menghilangkan gap antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penyusunan rencana tata ruang dan rencana pembangunan dimulai dengan terlebih
dahulu menyusun Rencana Strategis yang bersifat umum, tidak hanya dengan analisis
SWOT seperti pada model pertama.
2. Rencana Strategis Dinas/Departemen/Sektoral di dialogkan dengan Rencana
Strategis Tata Ruang Wilayah. Dengan mendialogkan kedua jenis perencanaan
strategis tersebut diharapkan terjadi saling koreksi diantara kedua perencanaan
tersebut, sehingga potensi gap dan distorsi diantara keduanya diharapkan dapat
dihilangkan demikian keselarasan kedua jenis perencanaan tersebut dapat dicapai.
3. Rencana Strategis Dinas/Departemen/Sektoral selanjutnya diterjemahkan dalam
Program Pembangunan Daerah demikian juga Rencana Strategis Tata Ruang Wilayah
diterjemahkan dalam Rencana Strategis Pengembangan Bagian Wilayah/Kawasan dan
Program Pengembangan Bagian Wilayah/Kawasan.
4. Pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah, Swasta dan Masyarakat merujuk kepada
berbagai perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan diatas.

Dua alternatif model tersebut diatas telah berusaha untuk memposisikan dimana
perencanaan tata ruang wilayah berada diantara tuntutan-tuntutan pembangunan baik
dibidang ekonomi maupun dibidang sosial serta bidang-bidang lainnya.

Laporan Akhir

IV - 9

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Perencanaan Pembangunan di Daerah


Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan
Jangka Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun, perencanaan ini berisi
tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah. Perencanaan ini kemudian dijabarkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima)
tahun, memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, program SKPD dan lintas SKPD, program kewilayahan disertai dengan rencanarencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Selanjutnya RPJM Daerah dijabarkan dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut
sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka
ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.
Beberapa hal yang perlu menjadi catatan dalam perencanaan pembangunan
didaerah ini diantaranya adalah bahwa RPJP Daerah berdurasi waktu 20 (duapuluh)
tahun, tentu ini berdurasi waktu lebih panjang dari RTRW Propinsi yang 15 (lima belas)
tahun dan RTRW Kabupaten/Kota yang berdurasi waktu 10 (sepuluh) tahun, degan
demikian menjadi logis jika dilihat durasinya, RTRW Daerah mengacu kepada RPJP
Daerah. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana teknik untuk mengoperasikan
kata mengacu tersebut sedemikian rupa sehingga terjadi keselarasan atau tidak terjadi
distorsi antara RPJP Daerah dengan RTRW Daerah, sehingga RPJP Daerah dapat
bermetamorfosa dalam matra keruangan dalam 10 (sepuluh) tahun mendatang dalam
bentuk RTRW Daerah. Harapan akan peluang semacam ini menjadi semakin lebih besar
jika RPJP Daerah memuat substansi sektoral sekaligus juga implikasi keruangannya dan
dalam potongan-potongan skenario 5 (lima) tahunan.
RPJM Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima) tahunan dimana penyusunannya
mengacu pada RPJP Daerah dan RPJM Nasional. Diantara RPJP Daerah dan RPJM Daerah
terdapat perencanaan RTRW yang berdurasi waktu 10 (sepuluh) tahun, lebih panjang dari
RPJM Daerah, karenanya menjadi masuk akal jika RPJM Daerah mengacu kepada RTRW
Daerah, apalagi jika didalam RTRW Daerah memuat skenario potongan 5 (lima) tahunan.
Permasalahannya adalah dalam banyak kasus, RPJM Daerah tidak mengungkapkan
implikasi keruangan dari program-program pembangunannya, hal mana disebabkan
Laporan Akhir

IV - 10

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

karena tidak diungkapkannya lokasi kegiatan dari program-program pembangunannya.


Keadaan ini menjadikan RPJM Daerah lemah dan tidak berdaya sebagai instrumen
strategis dalam operasionalisasi perencanaan tata ruang di daerah. Faktor strategis lain
yang

dapat

dianggap

sebagai

unsur

lemah

RPJM

Daerah

sebagai

instrumen

operasionalisasi rencana tata ruang adalah bahwa pelaku pemanfaat ruang adalah semua
stakeholder, yaitu pemerintah daerah, pemerintah pusat, swasta, dan masyarakat,
sementara RPJM Daerah hanya memuat program dan kegiatan Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) dan Lintas Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Lintas SKPD). Oleh
karenanya RPJM Daerah jika format muatannya seperti itu, maka lebih cocok disebut
sebagai Rencana Kegiatan 5 Tahun Pemerintah Daerah dan bukan perencanaan
pembangunan di daerah karena tidak mengintegrasikan kegiatan pembangunan seluruh
stakeholdernya.
Jika RPJM Daerah bersifat indikatif maka Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) yang berdurasi tahunan relatif lebih bersifat definitif karena keterlaksanaannya
akan didukung dengan ketersediaan anggaran yang disebut sebagai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan demikian secara teoritis seharusnya
RKPD akan menjadi instrumen yang lebih nyata dalam operasionalisasi rencana tata ruang
khususnya dari sektor pemerintah daerah. Namun dalam kenyataannya RKPD ini lemah
fungsinya sebagai instrumen operasionalisasi rencana tata ruang baik RTRW apalagi
RDTRK/RBWK karena

karena penyusunannya tidak diorientasikan kepada kedua

perencanaan tata ruang tersebut dan tidak dimilikinya Program Distrik Multi Sektor.
Bagian

lain

yang

pembangunan

dan

tidak

kalah

perencanaan

pentingnya

dalam

mengoperasikan

keruangan

adalah

perencanaan

Rencana

Tata

perencanaan

keuangan

dan

perencanaan kelembagaan.
Usulan

Alternatif

Hubungan

Ruang

dengan

Rencana

Pembangunan
Selama ini dikalangan masyarakat berkembang pandangan tentang hubungan
antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan sebagai dua hal yang terpisah,
walaupun di beberapa pembahasan ada upaya untuk mendekatkan keduanya. Dalam
bahasa masyarakat yang lebih sederhana seringkali diungkapkan sebagai rencana tata
ruang berjalan sendiri dan rencana pembangunan juga berjalan sendiri, masing-masing
berjalan sendiri-sendiri. Memang dasar hukum dari kedua jenis perencanaan tersebut
Laporan Akhir

IV - 11

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

disusun secara terpisah yaitu Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan
Ruang dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Draft RUU perubahan UU Penataan Ruang dalam penjelasannya
juga mengusulkan upaya mendekatkan kedua jenis perencanaan tersebut dengan
menyebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah harus mengacu kepada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang, namun hal ini dapat menimbulkan tafsir bawa
perencanaan tersebut bersifat sequensial yaitu penyusunan RPJP dahulu baru
peyusunan RTRW padahal keduanya adalah sama-sama perencanaan jangka panjang.
Dalam pemahaman yang lain bila konsep seperti dilaksanakan, hal itu akan dapat
mematikan konsep untuk mendialogkan kedua perencanaan tersebut.
Implikasi praktis yang nyata dalam perencanaan pembangunan didaerah seperti
telah disampaikan dalam bagian Pendahuluan adalah bahwa baik dalam pembahasan
penyusunan draft RPJP-Daerah maupun draft RPJM-Daerah tidak dapat dijelaskan sampai
sejauh mana kedua perencanaan pembangunan tersebut telah didialogkan, karena tidak
adanya pemahaman konseptual mengenai pentingnya hal tersebut, disamping secara
teknis tidak adanya tekanan metodologis untuk melakukannya. Karenanya perencanaan
pembangunan terutama pada RPJM-Daerah yang pada intinya merupakan pernyataan
perencanaan sektoral tidak mengungkapkan lokasi kegiatan yang direncanakannya dan
akibatnya perencanaan pembangunan seperti itu tidak dapat mengungkapkan implikasi
spasialnya.
Untuk menghindari beberapa kelemahan hubungan antar jenis perencanaan
tersebut diatas disampaikan beberapa hal :
1.

Jika kita simak lebih mendalam mengenai isi apa yang disebut selama ini sebagai
Rencana Pembangunan esensinya adalah perencanaan pembangunan berbagai
sektor pembangunan atau lazim disebut sebagai perencanaan sektoral.

2.

Langkah pelaksanaan kegiatan pembangunan sektoral harus dipandang sebagai


bagian dari program-program untuk mengimplementasikan rencana tata ruang,
sehingga rencana tata ruang dapat mengarahkan dan menunjukkan implikasi
keruangan dari perencanaan sektoral.

3.

Untuk mengkorelasikan semua perencanaan didaerah, perlu dipikirkan untuk


memberi arti Rencana Pembangunan sebagai integrasi perencanaan spasial,
perencanaan

Laporan Akhir

sektoral

serta

perencanaan

pendukung

sebagai

penjamin

IV - 12

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

terlaksananya kedua perencanaan tersebut yaitu perencanaan finansial dan


perencanaan institusional.
4.

Dengan integrasi seluruh perencanaan di daerah menjadi Rencana Pembangunan


maka akan ada keharusan secara metodologis untuk mendialogkan (dalam posisi
kesetaraan) diantara perencanaan spasial, perencanaan sektoral, perencanaan
finansial dan perencanaan institusiaonal, sehingga akan terjadi dinamisasi dan
harmonisasi diantara berbagai perencanaan tersebut.

5.

Untuk mendukung keterlaksanaan pada point 4 tersebut diatas, penyusunan


Perencanaan Pembangunan maka diusulkan hanya ada satu tim penyusun
perencanaan pembangunan untuk mendukung interkorelasi semua perencanaan.

6.

Kedepan perlu dipertimbangkan kemungkinan integrasi dari Undang-Undang


Penataan Ruang dan Undang-Undang Perencanaan Pembangunan.
Secara sederhana hubungan dan content dasar dari Perencanaan Pembangunan

dapat digambarkan dalam matrix dibawah ini .

4.1.5 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Dimensi Waktu
Perencanaan

Materi Perencanaan Terintegrasi

Jangka Panjang

Jangka
Menengah

Perencanaan
Spasial

Perencanaan
Sektoral

Perencanaan
Finansial

Perencanaan
Institusional

Jangka
Pendek

Laporan Akhir

IV - 13

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Bila disimak secara mendalam, tujuan yang hendak dicapai dalam penataan ruang
adalah kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan ruang yang berkualitas, yaitu
pemanfaatan ruang yang selaras, serasi dan seimbang diantara keseluruhan kepentingan,
baik kepentingan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup manusia maupun
kepentingan kelestarian lingkungan yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup
generasi dimasa yang akan datang. Dengan demikian bila ditanya untuk siapa penataan
ruang perlu dilakukan, maka tentu tidak lain dan tidak bukan jawabnya adalah untuk para
pemangku kepentingan atau stakeholder ruang tersebut dimana para anggotanya adalah
masyarakat secara umum, kalangan dunia usaha dan pemerintah.
Apabila dapat difahami bahwa penataan ruang ditujukan bagi kemanfaatan para
pemangku kepentingan atau stakeholder, maka menjadi strategis keterlibatan secara
egaliter para pemangku kepentingan dalam proses penataan ruang, baik pada proses
perencanaan,

pemanfaatan

maupun

pada

proses

pengendalian,

agar

tercapai

pemanfaatan ruang yang berkualitas sehingga penataan ruang mampu memberikan


kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan manusia dan lingkungannya.
Terdapat beberapa peraturan dan perundang-undangan yang dapat dipakai
sebagai rujukan atau pedoman bagaimana peran serta masyarakat dapat dilaksanakan
dalam penataan ruang, yaitu UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang,
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan

Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang,
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran

Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah.


UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan ruang menyatakan dengan tegas
tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang. Dalam pasal 5 ayat 1
Undang-Undang ini dinyatakan bahwa Setiap orang berkewajiban berperan dalam
memelihara kualitas ruang, sedang ayat 2 menyatakan Setiap orang berkewajiban
menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sementara pasal 4 ayat 2 UndangUndang tersebut menyatakan Setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata
ruang, berperan serta dalam penyusunan tata ruang, memperoleh penggantian yang
layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan
yang sesuai tata ruang. Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang ini mempertegas peran serta
masyarakat dalam penataan ruang, seperti dinyatakan sebagai berikut : Penataan ruang
dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta masyarakat.
Laporan Akhir

IV - 14

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Dari pasal 4 ayat 2, pasal 5 ayat 1 dan 2 serta pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun
1992 tersebut dapat dipahami beberapa hal tentang hak, kewajiban dan peran serta
masyarakat dalam penataan ruang sebagai berikut :
1.

Pada setiap fase penataan ruang, yaitu pada fase perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang setiap orang sebagai
anggota masyarakat berhak untuk terlibat secara langsung dan aktif untuk
mengambil peran sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya.

2.

Lebih dari sekedar memiliki hak untuk ikut terlibat dalam penataan ruang, bahkan
setiap orang diwajibkan berperan serta dalam memelihara kualitas ruang, seperti
diamanatkan ayat 1 pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992.

3.

Setiap orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak berupa akses untuk
mendapatkan informasi yang seluas-luasnya tentang rencana tata ruang, hal ini
penting karena dengan keterbukaan tentang rencana tata ruang, diharapkan dapat
mengurangi pelanggaran tata ruang. Untuk mengoperasikan kebijakan ini tentu
diperlukan dukungan perangkat sistem informasi ketataruangan yang handal,
sehingga setiap orang dapat mengaksesnya dengan cepat, mudah, murah dan
akurat.

4.

Pelaksanaan pemanfaatan ruang dengan dalih kepentingan pembangunan sekalipun


tidak boleh merugikan setiap orang yang property nya terkena dampak
pembangunan, namun sebaliknya setiap anggota masyarakat harus mendapat ganti
untung dari dampak pembangunan tersebut.
Bagaimana bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan,

diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang. Pasal 15 peraturan pemerintah ini menyebutkan beberapa bentuk peran serta
masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota sebagai
berikut :
1.

Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan


dicapai.

2.

Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan, termasuk bantuan


untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk perencanaan tata ruang
kawasan.

Laporan Akhir

IV - 15

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.

Pemberian

masukan

dalam

merumuskan

perencanaan

tata

ruang

wilayah

kabupaten/kota.
4.

Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan


strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

5.

Pengajuan

keberatan

terhadap

rancangan

Rencana

Tata

Ruang

Wilayah

pemanfaatan

ruang

wilayah

Kabupaten/Kota.
6.

Kerjasama dalam penelitian

7.

Bantuan tenaga ahli


Tentang

peran

serta

masyarakat

dalam

kabupaten/kota, pasal 16 peraturan ini menyebutkan beberapa bentuk, yaitu :


1.

Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan perundangundangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku.

2.

Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan pola
pemanfaatan di kawasan perkotaan dan perdesaan.

3.

Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang


telah ditetapkan.

4.

Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya untuk
tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas

5.

Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang
wilayah Kabupaten / Kota.

6.

Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang.

7.

Kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan


Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah

kabupaten dan kota, didalam pasal 17 peraturan ini, menyebutkan beberapa bentuk yang
dapat dilaksanakan, yaitu :
1.

Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota, termasuk


pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang.

2.

Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan


ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

Laporan Akhir

IV - 16

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan


Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang,
lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 Tentang
Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah,
dimana didalam peraturan ini dijelaskan bahwa proses perencanaan tata ruang meliputi
2(dua) langkah utama, yaitu langkah pertama adalah penyusunan rencana tata ruang dan
dilanjutkan dengan langkah kedua yaitu penetapan rencana tata ruang.
Proses penyusunan rencana tata ruang mencakup tiga langkah penting yaitu
pertama penentuan arah pengembangan, kedua pengidentifikasian potensi dan masalah
dan

yang

ketiga

yaitu

perumusan

perencanaan

tata

ruang.

Penentuan

arah

pengembangan merupakan kegiatan untuk menentukan arah pengembangan yang


hendak dicapai oleh sebuah wilayah kabupaten atau kota ditinjau dari segi ekonomi,
sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi pertahanan dan
keamanan. Pengidentifikasian potensi dan masalah adalah kegiatan yang dimaksudkan
untuk mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah
atau kawasan yang direncanakan tata ruangnya, sedang perumusan perencanaan tata
ruang adalah proses untuk merumuskan Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW
Kabupaten/Kota, Rencana Detail Tata Ruang , dan Rencana Teknik Ruang.
Mengenai bentuk peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang
Kabupaten/Kota pada prinsipnya Permendagri No. 9 Tahun 1998 seperti dinyatakan dalam
pasal 6 ayat 1 dan 2 pada prinsipnya sama dengan yang dinyatakan dalam PP Nomor 69
Tahun 1996 pasal 16 tersebut diatas. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata
ruang dalam bentuk saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau
masukan dilakukan secara lisan atau tertulis kepada Bupati/Walikota. Sementara pada
fase proses penetapan RTRW Kabupaten/Kota peran serta masyarakat dalam bentuk
saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dilakukan secara
lisan atau tertulis kepada DPRD Kabupaten/Kota.
Beberapa pernyataan penting dalam Permendagri Nomor 9 Tahun 1998 yang perlu
dicatat antara lain :

Pasal 13 ayat 2, dalam persiapan penyusunan atau penyempurnaan RTRW


Kabupaten/Kota,

RDTR,

Rencana

Teknik

Ruang,

Bupati/Walikota

wajib

mengumumkannya kepada masyarakat.

Laporan Akhir

IV - 17

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Pasal 13 ayat 4, pengumuman tentang kegiatan penyusunan atau penyempurnaan


rencana tata ruang dilakukan setidaknya selama 7 (tujuh) hari melalui media cetak,
media elektronik, serta forum pertemuan.

Pasal 13 ayat 5, forum pertemuan diadakan sampai tingkat Kecamatan untuk


penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota.

Pasal 16 ayat 3 dan Pasal 22 ayat 5 , pada tahap penentuan arah pengembangan dan
identifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah Kabupaten/Kota peran serta
masyarakat dalam bentuk pemberian masukan disampaikan kepada Bupati/Walikota
melalui Bapekab/Bapeko.

Pasal 16 ayat 6 dan Pasal 22 ayat 5, pemberian masukan oleh masyarakat pada tahap
penentuan arah pengembangan dan identifikasi potensi dan masalah pembangunan
wilayah Kabupaten/Kota, dilaksanakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
setelah diumumkan.

Pasal 16 ayat 7 dan Pasal 22 ayat 6, pemberian masukan oleh masyarakat, dapat
dilakukan secara tertulis yang tembusannya disampaikan kepada Ketua DPRD
Kabupaten/Kota, atau secara lisan yang dicatat dan dituangkan dalam berita acara
yang dibuat oleh Bapekab/Bapeko.

Pasal 17 ayat 1 dan Pasal 23 ayat 1, untuk menerima saran, pertimbangan, pendapat,
tanggapan, keberatan, atau masukan dari masyarakat, informasi tentang arah
pengembangan serta identifikasi potensi dan masalah pembangunan

wilayah

Kabupaten/Kota, dibahas dalam forum pertemuan yang lebih luas dengan melibatkan
para pakar dan tokoh masyarakat bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD
Kabupaten/Kota dan instansi terkait.

Pasal 32 dan 33, proses perumusan perencanaan tata ruang dilakukan dengan
melibatkan peran serta masyarakat melalui pemberian masukan yang dilaksanakan
melalui lokakarya atau sarasehan dengan melibatkan para pakar, tokoh masyarakat,
bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD dan instansi terkait di daerah, untuk
selanjutnya hasilnya akan dirumuskan dalam rancangan rencana tata ruang seperti
RTRW Kabupaten/Kota.

Pasal 34 dan 35, Rancangan RTRW Kabupaten/Kota yang telah disiapkan oleh
Bapekab/Bapeko diumumkan kepada masyarakat secara luas setidaknya selama 7
(tujuh) hari melalui media cetak atau media elektronik serta melalui forum pertemuan.
Pengajuan keberatan disampaikan masyarakat maksimum selama 30 (tiga puluh) hari

Laporan Akhir

IV - 18

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

sejak diumumkan, kepada Bupati/Walikota melalui Bapekab/Bapeko secara tertulis


dengan tembusan kepada Ketua DPRD Kabupaten/Kota atau secara lisan yang dicatat
dan dituangkan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Bapekab/Bapeko. Semua
masukan dibahas dalam forum pertemuan dengan melibatkan pakar dan tokoh
masyarakat

bersama

Bupati/Walikota

dibantu

BKPRD

Kabupaten/Kota,

Bapekab/Bapeko, Instansi Terkait. Hasil pembahasan pada forum pertemuan ini


ditindak

lanjuti

Bapekab/Bapeko

untuk

penyempurnaan

Rancangan

RTRW

Kabupaten/Kota.

Pasal 47, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah dan Dokumen


RTRW Kabupaten/Kota beserta Berita Acara Peran Serta Masyarakat dalam Proses
Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota dan disampaikan kepada DPRD Kabupaten/Kota.
Peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan tata ruang, khususnya yang

berkaitan dengan penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota, berdasar


Permendagri Nomor 9 tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam
Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah, secara sederhana dapat digambarkan dalam
diagram skematik sebagai berikut :
Proses Perencanaan Tata Ruang dan Peran Serta Masyarakat

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Persiapan
- Pengumuman
rencana penyusunan
Rencana Tata Ruang

Penentuan arah
pengembangan termasuk
identifikasi potensi dan masalah
:
- Penyampaian masukan

Perumusan Rencana :
- Penyusunan rencana
berdasarkan Masukan
Publik dan dinas sektoral
melalui lokakarya intern

Penetapan Rencana
- Penyampaian
rancangan dan berita
acara
- Penetapan rencana
tata ruang

Pengumuman lewat :
- Media massa, TV,
Radio, Surat Kabar,
dll
- Forum pertemuan

Masukan publik secara :


- Lisan
- Tertulis
- Forum pertemuan

- Pengumuman rancangan
lewat media massa
Forum pertemuan (7 hari)

Sidang DPRD

- Penyampaian keberatan
Bupati/
Walikota
DPRD
Bapekab/
Bapeko

Jangka waktu :
7 hari

Jangka waktu : 30 hari

Masukan publik secara :


- Lisan
- Tertulis
- Forum pertemuan

Peraturan
Daerah (PERDA)

Jangka waktu : 30 hari


- Penyempurnaan
Rancangan

Sumber : Warta Kebijakan

Laporan Akhir

IV - 19

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang


Dalam Perencanaan Tata
Ruang

Dalam Pemanfaatan Ruang

Dalam Pengendalian
Pemanfaatan Ruang

Pemberian masukan untuk


menentukan arah
pengembangan wilayah

Pemanfaatan ruang daratan dan


ruang udara

Pengawasan terhadap
pemanfaatan ruang

Indentifikasi potensi dan


masalah pembangunan
termasuk bantuan untuk
memperjelas hak atas ruang

Bantuan pemikiran dan pertimbangan


berkenaan dengan bentuk dan pola
pemanfaatan pedesaan dan
perkotaan

Bantuan pemikiran atau


pertimbangan untuk penertiban
kegiatan pemanfaatan ruang
dan peningkatan kualitas
pemanfaatan ruang

Pemberian masukan dalam


merumuskan perencanaan tata
ruang

Penyelenggaraan kegiatan
pembangunan berdasarkan tata
ruang yang telah ditetapkan

Pemberian informasi, saran,


pertimbangan atau pendapat
dalam penyusunan strategi
pelaksanaan pemanfaatan
ruang

Pengaturan pemanfaatan tanah, air,


udara dan sumber daya alam untuk
tercapainya pemanfaatan ruang yang
berkualitas

Pengajuan keberatan terhadap


rancangan rencana tata ruang

Perubahan atau konversi


pemanfaatan ruang sesuai Rencana
Tata Ruang

Kerjasama penelitian dan


pengembangan

Kegiatan menjaga, memelihara dan


meningkatkan kelestarian lingkungan

Bantuan tenaga ahli


Sumber : Warta Kebijakan

4.1.6 KELEMBAGAAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KOTA BANDA


ACEH
Seiring dengan adanya trend untuk mendorong terjadinya proses demokratisasi
dalam berbagai macam keputusan tentang kebijakan publik, maka semakin besar tekanan
untuk meyakinkan bahwa penataan ruang adalah bagian dari domain publik, oleh
karenanya dipandang menjadi sangat strategis keterlibatan masyarakat dan seluruh
anggota stakeholder lainnya termasuk pemerintah dan dunia usaha atau sektor swasta
dalam proses penataan ruang. Selama ini memang dirasakan pemerintah yang paling
mendominasi proses penataan ruang, yang kemudian didapati berbagai kelemahan dan
kekurangan yang diwujudkan dalam bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang dilihat
Laporan Akhir

IV - 20

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

dari rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Para pihak termasuk anggota masyarakat
dan dunia usaha sebagai bagian dari stakeholder atas lahan yang ruangnya ditata selama
ini tidak banyak dilibatkan, padahal merekalah yang memiliki property right atas lahan
tersebut sehingga semestinya development right mereka juga diperhatikan dan dihargai
dengan cara melibatkan mereka secara aktif dan egaliter dalam proses penataan ruang.
Di kota Banda Aceh, anggota stakeholder dalam penataan ruang disamping unsur
Pemerintah Kota seperti Badan Perencana Kota (Bapeko), Dinas Tata Kota, Bagian-bagian
pada Sekretariat Kota, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pasar, Dinas Prasarana
Jalan dan Sumber Daya Air, Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Dinas
Perhubungan serta Dinas-dinas teknis kota lainnya, juga organisasi-organisasi non
pemerintah seperti organisasi masyarakat (Ormas), organisasi sosial-politik (Parpol),
lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi profesi, organisasi dunia usaha,
perguruan tinggi, lembaga penelitian, ulama, cendekiawan, mukim, tengku, lembaga adat
serta organisasi dan lembaga kemasyarakatan lainnya. Secara lebih rinci anggota
stakeholder perencanaan tata ruang (RTRW) Kota Banda Aceh tampak dalam tabel
sebagai berikut dibawah ini :
TABEL 4.1
DAFTAR STAKEHOLDER
REVISI RTRW KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2006

PEMERINTAH
1).
2).
3).
4).
5).
6).
7).
8).
9).
10).
11).
12).
13).
14).
15).

Bapeko (Badan Perencanaan Kota)


Kantor Kecamatan
Administrator pelabuhan
Dinas PU
Bapeprop (Badan Perencanaan Propinsi)
Semua Kecamatan
Bapekab (Badan Perencanaan Kabupaten)
Kimpraswil
Sekretariat Daerah
Dinas Pasar
Dinas Tata Kota dan Pemukiman
Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan
Dinas Prasarana jalan dan Sumber Daya Air
Dinas Perhubungan

Laporan Akhir

IV - 21

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

NON PEMERINTAH
1).
2).
3).
4).
5).
6).
7).
8).
9).
10).
11).
12).
13).
14).
15).
16).
17).
18).
19).
20).
21).
22).
23).
24).
25).
26).
27).
28).
29).
30).
31).
32).
33).
34).
35).
36).
37).
38).
39).
40).
41).

Mukim
Ulama/Tengku/Tuku
Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU)
Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA)
Jaringan Kerja Masyarakat Adat (JKMA)
Bakti Sosial Pembangunan Desa (UKM-BSPD)
Lembaga Pusat Penelitian Ilmu Budaya
Forum LSM Aceh
Walhi
Pusat Studi HAM
Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI)
Organisasi Keagamaan
Organisasi Sosial
Prganisasi Kepemudaan
Forsikal (Forum Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup)
Partai Politik PKS, PPP, Golkar, PAN dan Demokrat)
Dr. Nazamuddin (Akademisi)
Syarifah Rahmatillah (Ketua Mispi)
Adli Abdullah (Akademisi)
Dr. Raja Masbar (Akademisi)
Ir. Imran A. Rahman M.Eng (Akademisi)
Ir. Ismail Yusuf. M.Eng (Akademisi)
LSM : FORSIKAL (Forum Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup)
LSM : KKTGA (Kelompok Kerja Transformasi Gender)
LSM : LPLH (Lembaga Pembelajaran Lingkungan Hidup)
LSM : LPSELH (Lembaga Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Hidup)
LSM : CCDE (Pusat Pengembangan Masyarakat dan Pendidikan)YAM (Yayasan Abdi Masyarakat)
LSM : YBA (Community for Farmers and Environment Development)
LSM : YPSI (Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia
LSM : SAHARA (Yayasan Suara Hati Rakyat)
LSM : FA (Yayasan Flower Aceh)
LSM : YASMA (Yayasan Karya Bersama)
LSM : PASE (Yayasan Pagar Alam Indonesia)
LSM : YAB (Yayasan Anak Bangsa)
LSM : YRBI (Yayasan Rumpun Bambu Indonesia
LSM : YAPDA (Yayasan Putra Dewantara): Empowering Circle for Society Movement
Masyarakat (mukim, LSM)
Pelaku ekonomi (KADIN, REI, kelompok pengusaha retail, dll)
Pelabuhan
Apindo
Masyarakat Nelayan

Laporan Akhir

IV - 22

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

PENGGUNA
1).
2).
3).
4).
5).
6).
7).
8).
9).
10).
11).
12).
13).
14).
15).
16).
17).

Pelaku ekonomi (KADIN, REI, kelompok pengusaha retail, dll)


Pengelola prasarana (pelabuhan penyeberangan, pelabuhan perikanan,
terminal
Investor
PDAM
PLN
Telkom
Dinas Kebersihan/TPA
Pemkot/Dinas sektoral
TNI
Polri
Asosiasi PKL
REI
Apindo
Organda
Masyarakat (mukim, LSM)
Kelompok profesional
Akademisi/pengamat

Agar proses partisipasi masyarakat dalam penyempurnaan Rencana Tata Ruang


Wilayah Kota Banda Aceh tahun 2006 dapat berjalan dengan efektif, pada tahap awal
diusulkan dibahas 8 (delapan) issue strategis Kota Banda Aceh. Issue-issue strategis
tersebut pada dasarnya merupakan beberapa permasalahan kunci yang akan memberi
pengaruh penting bagi RTRW Kota Banda Aceh. Kedelapan usulan issue strategis tersebut
akan dibahas dalam forum konsultasi publik dimana dalam forum tersebut dibentuk
kelompok-kelompok kerja yang kelompok kerja tersebut merupakan Focus Group
Discussion (FGD). Issue-issue strategis yang diusulkan tersebut adalah :
1. Zoning umum kota dengan wawasan bencana
2. Pembatasan pemanfaatan ruang kawasan pantai
3. Pembatasan intensitas pemanfaatan ruang kawasan pusat kota lama
4. Rencana pengembangan kota kearah selatan
5. Rencana pembangunan pusat pelayanan sekunder (sub city centre)
6. Rencana pengembangan jalan utama kota
7. Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk sampah
8. Pembatasan pemanfaatan lahan sebagai solusi untuk menangani banjir
Laporan Akhir

IV - 23

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Organisasi pembahasan issue-issue strategis digambarkan sebagai berikut :


SOSIALISASI
KONSEP RTRW JICA DAN PU

ZONING
UMUM KOTA
DENGAN
WAWASAN
BENCANA

FGD
I

PEMBATASAN
PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN
PANTAI

FGD
II

PEMBATASAN
INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KAWASAN
PUSAT KOTA
LAMA

FGD
III

RENCANA
PENGEMBAN
GAN KOTA KE
ARAH
SELATAN

FGD
IV

REN-BANG
PUSAT
PELAYANAN
SEKUNDER
(SUB CITY
CENTRE)

FGD
V

RENCANA
PENGEMBAN
GAN JALAN
UTAMA KOTA

FGD
VI

LOKASI
TPA

PEMBATASA
N
PEMANFAAT
AN LAHAN
SBG SOLUSI
UTK
MENANGANI
BANJIR

FGD
VII

FGD
VIII

Masukan, Saran, Kritik, Usulan Perbaikan Konsep


RTRW Jica dan PU

REVISI RTRW JICA DAN


PU

REKONFIRMASI/SOSI
ALISASI RTRW KOTA
BANDA ACEH HASIL
REVISI

QONUN

QONUN

Laporan Akhir

IV - 24

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Model partisipasi masyarakat dalam perencanaan sektor publik dari waktu kewaktu
terus mengalami perkembangan kualitas yang positif. Kalau pada mulanya model
partisipasi masyarakat ini hanya sampai pada tingkatan sosialisasi yang diartikan
sebagai perencanaan yang telah disusun oleh pemerintah sekedar hanya diinformasikan
kepada masyarakat, pada tingkatan ini masyarakat tidak secara aktif terlibat, masyarakat
terlibat pada posisi sangat pasif, hanya menerima saja perencanaan yang sudah jadi
untuk dipaksakan pelaksanaannya. Pada fase yang lebih maju masyarakat diundang
pada proses awal perencanaan, diminta masukan dan kritiknya, masukan dan kritik
tersebut ditampung oleh pemerintah dan kemudian hasil analisis yang berupa rencana
disampaikan kepada masyarakat untuk diimplementasikan, tetapi pada fase ini tidak ada
penjelasan tentang hasil masukan dan kritik yang telah disampaikan masyarakat mana
yang diterima, mana yang ditolak, dan mengapa masukan dan kritik tersebut diterima
atau ditolak. Pada fase yang lebih maju lagi partisipasi masyarakat perencanaan sektor
publik, khususnya pada perencanaan tata ruang, para anggota stakeholder yang
seharusnya lebih dominan dalam proses perencanaan tata ruang, sedang unsur
pemerintah sebagai bagian stakeholder lebih banyak pada posisi sebagai pihak yang
memfasilitasi proses perencanaan yang dimotori oleh masyarakat dan anggota
stakeholder lainnya. Apabila aktor utama dalam proses perencanaan tata ruang adalah
masyarakat dan anggota stakeholder lainnya, maka segala konflik-konflik kepentingan
dalam penataan ruang akan menjadi agenda pembahasan yang penting dalam proses
perencanaan

tata

ruang

untuk

dicarikan

kesepakatan

solusinya

dengan

tetap

memperhatikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip ketataruangan yang telah diterima secara


umum, dan jika ini dapat dilaksanakan maka kita sedang mengimplementasikan konsep
consensus planning yang diberi arti oleh Johan Woltjer sebagai Consensus planning

is proposed here not only to include process-related quality demands such as


transparency and legitimacy, but also specifically to include, and not reject, substantive
values and expert knowledge in planning.
Untuk mengoperasikan konsep participatory planning atau

consensus planning

dalam mendorong peran serta masyarakat pada proses revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah kota Banda Aceh, dimulai dengan membahas beberapa issue strategis akan
dibahas dalam forum dialog publik, dimana para anggota stakakeholder membahas dan
menyepakati setiap permasalahan pada setiap issue strategis dalam kelompok kerja
focus group discussion (FGD).
Laporan Akhir

IV - 25

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

4.1.7 IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN


Dalam rangka pengaturan dan penataan tata ruang perkotaan yang serasi,
seimbang dan berdaya guna, pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
orang perorang atau badan untuk mendirikan, memperluas dan merehab/memperbaiki
bangunannya tetapi harus disesuaikan dengan perencanaan tata ruang kota, disamping
itu tidak boleh mengesampingkan faktor keselamatan dan keamanan pengguna
bangunan. Karena pengguna itulah yang akan menempati dan mempergunakan
bangunan tersebut.
Dengan memperhatikan keamanan dan keselamatan maka pengguna akan merasa
tenang dan nyaman menempati bangunan. Tentunya bangunan tersebut harus sesuai
dengan rencana tata ruang kota serta memenuhi persyaratan teknis, sehingga akan
memudahkan pengaturan dan penambahan sarana dan prasarana dalam menunjang
kegiatan masyarakat maupun pengguna bangunan, dengan harapan terciptanya pola
lingkungan yang nyaman, serasi serta aman bagi penghuninya.
Didalam pendirian bangunan untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya
pemerintah telah menetapkan syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau
badan ketika hendak mendirikan sebuah bangunan.
Adapun syarat-syarat izin mendirikan bangunan adalah sebagai berikut :
a. Syarat Administratif
1. Surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon di atas materai Rp. 6000,dan diketahui Lurah/Geuchik setempat dimana lokasi bangunan akan dirikan.
2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon
3. Surat Rekomendasi dari Camat setempat di mana lokasi bangunan akan didirikan.
4. Fotocopy Sertifikat dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang
dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan (BPN) Kota Banda Aceh.
5. Dilampirkan surat bukti atas hak tanah lainnya yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang, dan pemohon terlebih dahulu harus mendaftarkan tanahnya pada
kantor Pertanahan Kota Banda Aceh untuk diterbitkan SKPT.
6. Fotocopy Surat Tanda Lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir.
7. Surat Pernyataan Pemohon bahwa tanah tidak dalam sengketa yang diketahui
oleh Lurah/Geuchik setempat (khusus bagi tanah yang belum bersertifikat atau
telah berakhir haknya)
Laporan Akhir

IV - 26

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

8. Surat Perjanjian atau Surat Kuasa yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
untuk itu (bila pemohon bukan pemilik tanah)
9. Surat Pernyataan Pelepasan Hak dari Pemilik Tanah terhadap tanah yang
termasuk dalam bagian Garis Sempadan Bangunan (GSB)/Rencana Perluasan
Jalan, khusus untuk bangunan dengan fungsi Usaha.
10. Fotocopy

IMB

lama

beserta

lampirannya

(khusus

untuk

Rehabilitasi/

Renovasi/Penambahan bangunan).
b. Syarat Teknis
1. Advice Planning/Keterangan Rencana Peruntukan yang diterbitkan oleh Dinas Tata
Kota dan Permukiman Kota Banda Aceh.
2. Gambar Rencana Bangunan (Site Plan dan Sistem Jaringan Drainase untuk
pengolahan air limbah, Denah, Tampak, Potongan) dan Spesifikasi Teknis yang
dibuat oleh perencana/konsultan
3. Perhitungan Struktur Konstruksi dan Gambar Detail
Adapun prosedur proses perizinan pendirian bangunan ada tahapan-tahapan yang
harus dipatuhi oleh orang atau badan. Prosedur proses perizinan adalah sebagai berikut:
1. Pemohon mengajukan surat permohonan kepada Bagian Tata Usaha dengan
melampirkan fotocopy KTP dan Sertifikat Tanah
2. Bagian Tata Usaha membuat agenda pendaftaran kemudian diajukan ke Kepala Dinas
3. Kepala dinas membuat disposisi kemudian diserahkan ke Subdin Tata Ruang/Tata
Kota untuk diperiksa kelengkapan surat permohonan.
4. Subdin Tata Ruang/Tata Kota melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dari surat
permohonan bila belum lengkap dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi dan bila
sudah lengkap dilanjutkan dengan melakukan pengukuran atas lahan yang akan
dibangun
5. Dibuatkan

Advice

Planning/Surat

Keterangan

Rencana

Peruntukan

kemudian

diserahkan kepada pemohon


6. Pemohon berkonsultasi dengan Perencana/Konsultan untuk pembuatan gambar
Bangunan dan Persyaratan Teknis Lainya setelah sesuai
7. Kemudian mengajukan permohonan tentang Izin Mendirikan Bangunan ke Bagian
Tata Usaha untuk membuat agenda/pendaftaran
8. Bagian Tata Usaha mengajukan ke Kepala Dinas untuk disposisi
Laporan Akhir

IV - 27

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

9. Kemudian diserahkan ke Subdin Tata Ruang / Tata Kota dan Subdin Perizinan
Bangunan untuk pembuatan peta situasi bangunan dan pemeriksaan kelengkapan
permohonan.
10. Diserahkan ke bagian Administrasi untuk kelengkapan Administrasi
11. Setelah Administrasi lengkap dilakukan penelitian teknis dan penetapan biaya retribusi
12. Pemohon menyetorkan retribusi ke Bendaharawan kemudian disetorkan ke kas
Daerah
13. Setelah itu dibuatkan penyiapan SIMB
14. Walikota memberi persetujuan dan menandatangani SIMB
15. SIMB di serahkan ke Dinas Tata Kota dan Permukiman untuk regristasi dan
penyerahan SIMB ke Pemohon

Laporan Akhir

IV - 28

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Bagan Alir Prosedur Izin Mendirikan Bangunan

A
D
V
I
C
E
P
L
A
N
N
I
N
G

PEMOHON
Permohonan Advice Planning
(Melampirkan Fotocopy KTP
dan Sertifikat tanah)

SUBDIN
TATA RUANG/TATA
Pemeriksaan Kelengkapan
Pemohonan

M
E
N
D
I
R
I
K
A
N

Agenda Pendaftaran

KEPALA DINAS
Diposisi

Pengukuran Situasi
Lapangan
Advice Planning (Surat
Keterangan Rencana
Peruntukan)

Pemohon
I
Z
I
N

BAGIAN TATA

PERMOHONAN
IZIN MENDIRIKAN
BANGUNAN (IMB)

PERENCANA /
KONSULTAN
Pembuatan Gambar
Bangunan dan Persyaratan
BAGIAN TATA USAHA

Agenda Pendaftaran
KEPALA DINAS

SUBDIN PERIZINAN
BANGUNAN

Pemeriksaan Kelengkapan
Permohonan

Penelitian Administrasi

Disposisi
SUBDIN TATA
RUANG/ TATA KOTA
Pembuatan Peta Situasi
Bangunan

Penelitian Teknis

B
A
N
G
U
N
A
N

Penetapan Biaya Retribusi

(IMB)

DINAS TATA KOTA


DAN PERUKIMAN

PEMOHON
Penyetoran Retribusi

Penyiapan SIMB

WALIKOTA

BENDAHARAWAN
Penerimaan Retribusi
Penyetoran ke Kas Daerah

Persetujuan /
penandatanganan SIMB

PEMOHON

Regristrasi dan
Penyerahan SIMB

Laporan Akhir

IV - 29

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 4.2
DASAR PEMBEBANAN BIAYA IMB
No
1

Jenis
Bangunan
Hunian

Usaha

Laporan Akhir

Fungsi Bangunan

Bangunan
Permanen

Bangunan semi
Permanen

Rumah Tinggal

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Rumah Tinggal Deret

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Rumah Susun Apartemen

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Rumah Tinggal Villa

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Perkantoran

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Perdagangan

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Perhotelahan

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Industri

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Bioskop

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Pariwisata dan Rekreasi

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas
IV - 30

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No

No
3

Jenis
Bangunan

Fungsi Bangunan

Jenis
Bangunan
Sosial
Budaya

Keagamaan

Laporan Akhir

Bangunan semi
Permanen

Terminal

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Penyimpanan

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Fungsi Bangunan
&

Bangunan
Permanen

Bangunan
Permanen

Bangunan semi
Permanen

Pendidikan

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Pelayanan Kesehatan

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Olah Raga

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Kebudayaan

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Pelayanan Umum

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Panti Asuhan

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Tempat Ibadah

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

IV - 31

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No

Jenis
Bangunan

Khusus

Pagar

Fungsi Bangunan

Bangunan
Permanen

Bangunan semi
Permanen

Pesantren

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Sejenisnya

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Reaktor

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Menara

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Tower

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Tugu

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Militer

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Sejenisnya yang diputuskan


oleh Menteri Terkait

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Lantai
Lantai
Lantai
Lantai

1
2
3
4 Keatas

Melindungi Tanah

Per M

Per M

Sejenis

Per M

Per M

4.1.8 IZIN GANGGUAN


Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah No
20 Tahun 1997 bahwa tempat usaha pada lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya,
kerugian dan gangguan perlu mendapatkan izin gangguan dari walikotamadya. Pemberian
Laporan Akhir

IV - 32

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

izin diberikan kepada orang atau badan yang akan mendirikan sebuah usaha dalam
memanfaatkan tata ruang dan penggunaan sumber daya alam dalam rangka untuk
menjaga kelestarian lingkungan.
Setiap usaha mendirikan bangunan/usaha perlu adanya izin gangguan dengan
tujuan untuk menata lokasi tata ruang agar tercipta lingkungan yang tertib, aman dan
nyaman.
Untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya pemerintah telah menetapkan
syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau badan ketika hendak mengajukan
izin gangguan. Pengurusan Izin Gangguan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.

Surat permohonan yang ditandatangani permohon diatas materei Rp. 6000 diketahui
Lurah/Geuchik setempat dimana lokasi didirikan bangunan.

2.

Photo copy KTP yang masih berlaku

3.

Retribusi sampah dari Dispenda

4.

Retribusi Kartu Tabung Racun Api

5.

Rekomendasi dari Camat

6.

Photo Copy Akte Perusahaan

7.

Status tempat usaha

8.

Bukti Lunas PBB

9.

Fotocopy SITU (Surat Izin Tempat Usaha)

10. Izin HO (Izin Gangguan) dari Bagian Hukum


11. Rekomendasi Dinas Informasi & Komunikasi
12. Rekomendasi Dinas Kesehatan/Kartu Kier Kesehatan
13. Rekomendasi dari Polres
14. Rekomendasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
15. Rekomendasi dari Dinas Peternakan
16. Rekomendasi dari Dinas Industri dan Perdagangan
17. Rekomendasi dari Dinas LLAJ
18. Rekomendasi dari Majelis Permusyawaratan Ulama
19. Rekomendasi dari Bapelda
Prosedur proses perizinan gangguan melalui tahapan-tahapan yang harus dipatuhi
oleh orang atau badan untuk mempercepat prosesnya dan demi kelancarannya, tahapan
dalam pengurusan Ijin Gangguan tampak dalam diagram dibawah ini :
Laporan Akhir

IV - 33

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Bagan Alir Proses Izin Gangguan


Surat Permohonan

Bagian Umum

Asisten I

Bagian Hukum

Syarat-syarat

Peninjauan Lapangan

Berita Acara
Peninjauan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Foto Copy KTP


Status tempat usaha
Akta pendirian dari Notaris
Rekomendasi dari Camat
Gambar Situasi /sket Lokasi Usaha
Tanda Lunas Retribusi Sampah
Kartu Pemadam Kebakaran
Tanda Lunas PBB
Rekomendasi dari instansi yang
berkaitan dengan jenis usaha

Bagian hukum
Bagian Ekonomi
Bagian Paperda
Dinas Tata Kota
Pemadam
Diterima/ditolak

Diterima

Pengumuman 30 hari
sejak ditanda tangani

Rekomendasi Lurah
Tergantung Pemohon

Keberatan dari
masyarakat

Ditindaklanjuti ke
Walikota

Retribusi HO
pada Bank

SK Walikota

Laporan Akhir

Paraf :
1. Kabag Hukum
2. Asisten tata praja
3. Sekda

IV - 34

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Pengklasifikasian biaya pembebanan izin gangguan berdasarkan pembebanannya


adalah sebagai berikut :

a. Obyek pembebanan perusahaan industri


No

Jenis Usaha

Elektro motor, tenaga uap air, uap gas, uap bertekanan tinggi

Membuat, mengerjakan dan menyimpan mesin dan bahan peledak lainnya,


termasuk tempat menyimpan petasan

Membuat ramuan kimia, termasuk pabrik korek api

Memperoleh, mengerjakan dan menyimpan bahan-bahan astiri (Vluchting) atau


mudah menguap

Penyulingan kering dari bahan tumbuh-tumbuhan dan hewani, termasuk pabrik gas

Mengerjakan lemak-lemak dan damar

Menyimpan dan mengerjakan sampah

Tempat pengeringan gandum/kecambah, pabrik bir, tempat pembuatan minuman


keras dengan pemanasan, tempat penyulingan spritus dan cuka, perusahaan
pemurnian, pabrik tepung, perusahaan roti, pabrik strup buah-buahan

Tempat pembantaian, tempat pengulitan, perusahaan pengubahan jerohan, tempat


penjemuran, tempat pengasapan bahan-bahan hewani, tempat penyamakan kulit

10

Pabrik porselin, pabrik pecah belah, tempat pembuatan batu merah, genteng, ubin,
dan tegel, tempat pembakaran gamping, gipsa dan pembasahaan

11

Tempat pencairan logam, tempat pengecoran logam, tempat pertukangan besi,


tempat penempahan logam, tempat pemipihan logam, tempat pertukangan
kuningan dan kaleng, tempat pembuatan ketel

12

Tempat penggilingan tras, penggergajian kayu, pabrik minyak

13

Galangan kapal kayu, tempat pembuatan barang dari batu dan penggergajian batu,
tempat pembuatan gilingan dan kereta, tempat pembuatan tong, tempat
pertukangan kayu

14

Pabrik tapioka

15

Pabrik untuk mengerjakan karet, getah perca, bahan-bahan yang mengandung zat
karet

16

Perusahaan kawasan industri

Laporan Akhir

IV - 35

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

b. Obyek pembebanan bukan perusahaan industri


No

Jenis usaha

Tempat persewaan kendaraan, perusahaan susu

Tempat penembakan

Gudang penggantungan tembakau

Gudang kapuk, perusahaan batik

Warung dalam bangunan tetap, tempat usaha lain yang dapat menimbulkan
bahaya atau gangguan

Usaha rekreasi dan hiburan umum seperti :


Taman gelanggang renang, pemandian alam, padang golf, kolam pancing,
gelanggang permainan ketangkasan, gelanggang bowling dan bilyard, klub
malam, diskotik, panti pijat, panti mandi uap, bioskop, pusat pasar seni, dunia
fantasi theater atau panggung terbuka dan tertutup, taman satwa pentas
pertunjukan satwa, usaha fasilitas wisata tirta, usaha sarana fasilitas olah
raga, balai pertemuan, barber shop, salon kecantikan, pusat kecantikan, pusat
kesegaran jasmani, fitnes center

Rumah makan, restoran, bar

Hotel berbintang, hotel melati, penginapan remaja

Tempat penyelenggaraan musik hidup, tempat penyelenggaraan musik


tradisional atau sejenisnya

10

Ruang/gedung/tempat penyimpanan/penimbunan barang-barang dagangan

11

Perusahaan konveksi dengan menggunakan 5 mesin atau lebih

12

Perusahaan percetakan yang tidak menggunakan mesin penggerak

13

Pengelolaan gedung-gedung perkantoran/pertokoan, pusat perbelanjaan


(plaza)

14

Apotik

15

Klinik spesialis/rumah sakit bersalin/rumah sakit

16

Perusahaan studio rekaman

17

Penjualan minyak pelumas eceran termasuk service ganti penjualan minyak


pelumas

18

Tempat penyimpanan/garasi/pool kendaraan angkutan barang maupun orang

19

Tempat penyimpanan/pool kontainer

20

Tempat penyimpanan dan penjualan bahan-bahan kimia

21

Tempat penyimpanan dan penjualan karbit

Laporan Akhir

IV - 36

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No

Jenis usaha

22

Tempat penyimpanan dan penjualan eceran minyak tanah, minyak solar,


premium, residu, spritus, alkohol, gas elpiji dan sebagainya

23

Bengkel sepeda dan sepeda motor

24

Bengkel perbaikan mesin

25

Perbaikan / service accu dan dinamo

26

Tempat penampungan dan penjualan kertas-kertas bekas, besi bekas, kayu


bekas, plastik bekas, dan barang-barang bekas lainnya.

27

Tempat peternakan unggas, sapi, sapi perah, dan sejenisnya

28

Pengepakan barang-barang dagangan, sortasi perusahaan ekspedisi

29

Warung nasi, mie, bakso, sate dan sejenisnya termasuk warung es/ice cream

30

Ruang pamer kendaraan bermotor (show room)

31

Tempat pencucian kendaraan bermotor (sepeda motor, mobil dll)

32

Tempat penyimpanan/mengolah/mengerjakan barang-barang hasil laut, hasil


bumi dan hasil hutan

33

Tempat pembuatan makanan dan minuman

34

Tempat penjualan barang dagangan dan usaha lainnya

4.1.9 IZIN TEMPAT USAHA


Tempat usaha adalah tempat yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha
secara teratur dan terus menerus dalam rangka memperoleh keuntungan. Karena usaha
yang berjalan secara terus-menerus inilah maka perlu adanya izin tempat usaha agar
sesuai dengan perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pemberian

izin

usaha

dimaksudkan

untuk

mengatur,

mengawasi

dan

mengendalikan serta menata kegiatan usaha agar sesuai dengan peruntukan kawasan
dan zona yang diatur dalam Rencana Tata Ruang.
Dengan adanya izin usaha bertujuan untuk mengatur tata tertib juga untuk
mengatur pelaksanaan usaha itu sendiri agar tertib dan aman sehingga tidak
mengganggu kelestarian lingkungan. Dalam melakukan aktifitas usaha bagi orang
perorang atau badan agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota
Untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya pemerintah telah menetapkan
syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau badan ketika hendak mengajukan
izin tempat usaha.
Laporan Akhir

IV - 37

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Adapun syarat-syarat mendirikan izin tempat usaha adalah sebagai berikut :


1. Surat permohonan bermaterai Rp. 6000
2. Foto Copy KTP
3. Pas Foto
4. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tahun Berjalan
5. Akte Pendirian Perusahaan/Perubahannya (Berbadan Hukum)
6. Status Tempat Usaha
7. Rekomendasi dari Dinas Tata Kota dan Pemukiman Kota
8. Rekomendasi dari Camat
Berikut ini syarat-syarat sesuai dengan kegiatan bidang usaha :
No

Nama Usaha

Syarat

Restoran, rumah makan, 1. Melampirkan Kartu Kir rekomendasi dari Dinas


katering dan kedai kopi
Kesehatan, dan
2. Izin gangguan (HO)

Rumah kecantikan,
Wisma pangkas

1. Rekomendari dari Polisi Resort


2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan
Ulama
3. Kartu Kir dari Dinas Kesehatan
4. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan
5. Izin Gangguan (HO)

Video game, Play station

1.
2.
3.
4.

Rental, Jual VCD

1. Rekomendari dari Polisi Resort


2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan
Ulama
3. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan
4. Izin Gangguan (HO)

Rumah Bilyard

1. Rekomendari dari Polisi Resort


2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan
Ulama
3. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan
4. Izin Gangguan (HO)

Warnet dan Internet

1. Rekomendari dari Polisi Resort


2. Rekomendasi dari Dinas Informasi
Komunikasi

Laporan Akhir

Rekomendari dari Polisi Resort


Rekomendasi dari Dinas Pendidikan
Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan
Izin Gangguan (HO)

dan

IV - 38

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No

Nama Usaha

Syarat
3. Izin Gangguan (HO)

Depot obat

1.
2.
3.
4.
5.

Rekomendari dari Dinas Kesehatan


Pas Foto 3 x 4 sebanyak 4 lembar
Surat izin kerja asisten apoteker
Surat pernyataan asisten apoteker
Izin Gangguan (HO)

Apotik

1. Izin apotik dari Dinas Kesehatan Provinsi


2. Izin Gangguan (HO)

Rumah sakit,
rumah bersalin,
Klinik

1. Izin pendirian dari Dinas Kesehatan Provinsi


2. Izin Gangguan (HO)

10

Industri, Pabrik makanan


atau minuman

1. Rekomendari dari Dinas Perindustrian dan


perdagangan
2. Kartu Kir dan Rekomendasi dari Dinas
Kesehatan
3. Izin Gangguan (HO)

11

Koperasi

1. Melampirkan Akte Pendirian / Akte Perubahan

12

Bengkel, Doorsmer,
Ruang penyimpanan,
Pergudagangan,
Penimbunan minyak Oli,
gas/elpiji
Percetakan

1. Melampirkan izin gangguan (HO)

13

Mobil
barang/penumpang

1.

14

Usaha Burung Walet

1. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan


2. Rekomendasi dari Bapelda
3. Izin Gangguan (HO)

15

Perhotelan, Losmen,
Penginapan, Wisma

1. Rekomendasri dari Majlis Permusyawaratan


Ulama
2. Pajak hotel dan restoran tahun berjalan
3. Izin gangguan (HO)
4. Surat Pernyataan Pimpinan Perusahaan

Melampirkan
Perhubungan

rekomendasi

dari

Dinas

Pengklasifikasian biaya pembebanan tempat usaha berdasarkan pembebanannya


adalah sebagai berikut :

Laporan Akhir

IV - 39

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No

Klasifikasi

Jenis Usaha

Peralatan kantor dan Sekolah

1. Jual buku, majalah, koran


2. Jual ATK, alat-alat sekolah, foto copy

Penjahit dan konveksi

1. Jual kain / pakaian


2. Jual sepatu
3. Penjahit pakaian / taylor

Assesoris

1. Jual
2. Jual
3. Jual
4. Jual
5. Jual
6. Jual
7. Jual
8. Jual

Kebutuhan rumah tangga / 1. Jual perabotan kayu


kantor
2. Jual perabot aluminium
3. Jual beli barang bekas
4. Jual kelontong, rempah-rempah
5. Jual barang elektronik
6. Jual alat-alat olah raga
7. Jual alat-alat musik
8. Photo studio
9. Doby

Kesehatan

1. Depot obat
2. Apotik
3. Praktek dokter
4. Klinik
5. Rumah Sakit
6. Tukang Gigi
7. Jual alat-alat kesehatan
8. Fitness center

Telkom dan Publikasi

1. Wartel
2. Kios phon
3. Warnet
4. Jaringan Telekomunikasi
5. Pemancar TV
6. Pemancar radio
7. Jual alat-alat komunikasi/HP
8. Entertaintments
9. Periklanan

Rental

1. Alat-alat musik
2. Perlengkapan pesta

Laporan Akhir

kaca mata
jam
kaca
keramik dan sejenisnya
barang antik
mainan anak-anak
mas dan perak
souvenir

IV - 40

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No

Klasifikasi

Jenis Usaha
3. Komputer, VCD, play station, Video game
4. Mobil dan
5. Kendaraan bermotor

Pertambangan dan Energi

Dealer,
distributor
perbengkelan

10

Rumah kecantikan

1. Salon wanita
2. Wisma pangkas pria
3. Jual alat-alat kecantikan

11

Makan dan minuman

1. Restoran
2. Catering
3. Rumah makan
4. Kedai kopi

12

Pertanian dan peternakan

1. Jual bunga/bibit tanaman


2. Jual pupuk/obat-obatan tanaman
3. Jual ikan hias/burung
4. Jual makanan ternak/ikan
5. Jual daging
6. Penangkapan udang
7. Hitchery/pembibitan Udang, ikan
8. Usaha burung walet

13

Biro/jasa umum

1. Jasa konstruksi, leveransiter, export - import


2. Percetakan, penerbitan
3. Jasa konsultasi
4. Konsultan hukum, pengacara, notaris
5. Jasa pengadaan tenaga kerja
6. Jasa pendidikan/kursus
7. Akuntan publik
8. Biro perjalanan
9. Biro pengurusan surat-surat dan cargo

Laporan Akhir

1. SPBU
2. Jual gas elpiji
3. Jual minyak Oli
4. Penimbunan Minyak dan sejenis
dan 1. Dealer mobil
2. Dealer kendaraan bermotor
3. Jual sepeda
4. Jual suku cadang kendaraan
5. Bengkel mobil
6. Bengkel kendaraan bermotor
7. Bengkel las dan cat
8. Bengkel sepeda
9. Doorsmer
10. Distributor

IV - 41

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No

Klasifikasi

Jenis Usaha
10. Penukaran valas, pegadaian
11. Asuransi
12. Koperasi

14

Bidang kepariwisataan

1. Perhotelan berbintang
2. Hotel melati
3. Wisma/penginapan/losmen
4. Pengelolaan fasilitas wisata
5. Meseum
6. Kebun binatang
7. Bioskop
8. Tempat hiburan anak-anak
9. Rumah bilyard

15

Perbankan

1. Jasa perbankan

16

Market/Maal

1. Mall
2. Super market
3. Mini market

17

Gudang

1. Ruang penyimpanan
2. Pergudangan

18

Reperasi

1. Alat-alat elektronik
2. Alat-alat mekanikal
3. Alat-alat manual

19

Industri

1. Pembuatan sepatu/sol
2. Pembuatan tempe/tahu
3. Pengolahan air mineral
4. Bahan bangunan
5. Makanan/minuman
6. Obat-obatan
7. Panglong kayu/kayu olahan
8. Tekstil

20

Transportasi

1. Angkutan barang
2. Angkutan penumpang

4.1.10 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG


Pelaksanaan kegiatan pembangunan ditingkat pusat dan daerah baik yang
dilaksanakan pemerintah maupun yang dilaksanakan oleh masyarakat seharusnya
bersesuaian atau tidak bertentangan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan,
begitu diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan
Ruang. Didalam realita kehidupan sehari-hari sering didapati kenyataan terjadi
Laporan Akhir

IV - 42

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

pelanggaran kegiatan pembangunan yang dilaksanakan dengan cara melanggar rencana


tata ruang yang telah ditetapkan sebagai produk hukum.
Pelanggaran terhadap rencana tata ruang dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya dapat disebabkan karena faktor-faktor teknik, administrasi, politis dan
ekonomi terutama karena kuatnya tekanan pasar, disamping dapat juga karena proses
perencanaan

tata

ruangnya

tidak

memperhatikan

kecenderungan

kebutuhan

perkembangan faktor-faktor tersebut diatas terutama faktor ekonomi. Oleh karena itu
dibutuhkan sebuah model kelembagaan dan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang
yang dapat mengakomodasikan rencana tata ruang disatu sisi dengan dinamika
kebutuhan pemanfaatan ruang disisi yang lain secara harmonis.
Tujuan utama pengendalian pemanfaatan ruang dengan demikian adalah untuk
menjamin pelaksanaan pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kunci utama keberhasilan pengendalian
pemanfaatan ruang adalah kualitas rencana tata ruang yang telah ditetapkan, yaitu
rencana tata ruang yang disamping memenuhi norma dan kaidah penataan ruang juga
rencana tata ruang tersebut harus difahami dan di terima (accept) oleh masyarakat dan
semua anggota stakeholder lainnya, dengan demikian proses perencanan tata ruang
adalah awal dari keberhasilan pengendalian pemanfaatan ruang.
Disamping tersedianya rencana tata ruang yang memadai kualitasnya, faktor lain
yang dapat menunjang keberhasilan pengendalian pemanfaatan ruang adalah tersedianya
perangkat-perangkat pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri dari perangkat
kelembagaan, perangkat kebijakan dan perangkat aktifitas. Perangkat kelembagaan dapat
berupa prinsip-prinsip dalam pengendalian pemanfaatan ruang yang tentunya akan
menjadi sistem nilai atau roh yang menggerakkan dan memberi inspirasi bagi praktekpraktek pengendalian pemanfaatan ruang. Perangkat kelembagaan yang lain adalah
organisasi pengendalian pemanfaatan ruang lengkap dengan struktur organisasi dan job

description nya serta segala uraian tentang prosedur-prosedur yang berkaitan dengan
kegiatan teknis organisasi pengendalian pemanfaatan ruang.

Laporan Akhir

IV - 43

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

KERANGKA
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

REVISED
PLAN

PERENCANAAN
TATA RUANG

CORRECTIVE
ACTION

PEMANFAATAN
RUANG

PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG

KELEMBAGAAN

KEBIJAKAN

PRINSIPPRINSIP

AKTIVITAS

PERIZINAN

ORGANISASI

INSENTIF

PENGAWASAN

JOB DISKRIPSI

DISINSENTIF

PENERTIBAN

SIS DUR

Perangkat kebijakan juga dapat memberi kontribusi pada upaya pengendalian


pemanfaatan ruang, yaitu yang dapat berupa insentif dan disinsentif. Dengan kebijakan
pemberian insentif dimaksudkan adalah untuk memberikan

kemudahan serta fasilitas

lainnya agar masyarakat dan anggota stakeholder yang lain tertarik untuk melaksanakan
pembangunan sesuai rencana tata ruang yang telah ditetapkan karena mendapatkan
keuntungan dengan adanya kebijakan insentif tadi. Sebaliknya kebijakan disinsentif
dimaksudkan agar masyarakat dan anggota stakeholder lainnya yang mencoba untuk
memaksa melanggar rencana tata ruang akan mendapatkan kerugian, kesulitan
ataupun kemudaratan yang lain dalam pembangunan yang dilaksanakannya, dengan
demikian diharapkan kebijakan disinsentif ini akan dapat menekan kuantitas dan kualitas
Laporan Akhir

IV - 44

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

kegiatan pembangunan dengan cara melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
Perangkat lainnya dalam pengendalian pemanfaatan ruang adalah aktifitas yang
lebih bersifat teknis, yaitu perangkat-perangkat perizinan, pengawasan dan penertiban.
Dengan perizinan diharapkan ada control terhadap rencana pembangunan yang akan
dilaksanakan oleh masyarakat karena mereka akan membangun sesuai ketentuanketentuan yang sudah termaktub didalam klausula-klausula izin yang diberikan oleh
lembaga yang berwenang, sementara perizinan yang diberikan diharapkan untuk
menggunakan rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagai acuan atau rujukan,
dengan demikian diharapkan setiap aktifitas pembangunan yang berizin tidak melanggar
rencana tata ruang. Perangkat pengawasan merupakan aktifitas yang bersifat reguler,
dan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh lembaga pengendalian pemanfaatan ruang.
Perangkat ini secara sistematis akan mendeteksi perubahan pemanfaatan ruang melalui
laporan baik dari instansi yang bersifat sektoral maupun instansi yang bersifat
kewilayahan. Selain melalui laporan, kegiatan pengawasan juga akan secara aktif
melakukan kegiatan pemantauan (monitoring) langsung dilapangan. Hasil-hasil data dan
informasi yang didapat baik melalui proses pelaporan ataupun proses pemantauan
langsung dilapangan digunakan untuk melakukan evaluasi terjadinya pelanggaran atau
penyimpangan terhadap pelaksanaan pembangunan yang terjadi dilapangan. Hasil
evaluasi ini akan berupa analisis terhadap penyebab pelanggaran, luasnya atau kuantitas
serta kualitas pelanggaran, serta coverage akibat pelanggaran tersebut terhadap rencana
tata ruang yang telah ditetapkan, sehingga rekomendasi

dari hasil evaluasi ini akan

dapat berupa rekomendasi penyempurnaan terhadap rencana tata ruang, serta upayaupaya penertiban pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Organisasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang sebagai bagian dari proses penataan ruang
selama ini lebih banyak didominasi oleh pemerintah. Pengendalian pemanfaatan ruang
secara makro di daerah dilaksanakan oleh Bapekab/Bapeko melalui proses pelaporan,
pemantauan dan evaluasi. Sementara proses pengendalian pemanfaatan ruang secara
lebih mikro dan teknis pada umumnya dilaksanakan oleh Dinas Tata Kota terutama
melalui proses perizinan, pengawasan dan penertiban. Semua masukan proses
pengendalian pemanfaatan ruang selain melalui proses pemantauan langsung dilapangan,
pada umumnya diperoleh dari instansi kewilayahan seperti Kantor Kelurahan, Kantor Desa
Laporan Akhir

IV - 45

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

dan Kantor Kecamatan. Karena pusat-pusat kegiatan pengendalian berada pada lapisan
kedua atau ketiga dari struktur organisasi pemerintahan daerah, maka independensi
kegiatan pengendalian ini tentu sulit dilaksanakan untuk menghadapi tekanan politis oleh
kekuasaan diatasnya.
Keterlibatan masyarakat dan anggota stakeholder lainnya dalam penataan ruang
terutama pengendalian pemanfaatan ruang, dirasakan masih terlalu rendah kalau tidak
boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Kedepan perlu dipertimbangkan untuk
mengembangkan sebuah model organisasi pengendalian pemanfaatan ruang yang
menghadirkan keterlibatan masyarakat dan anggota stakeholder lainnya secara lebih
intensif untuk mengakomodasi sikap, pikiran dan pendapat mereka, sehingga proses
pemanfaatan ruang dapat berjalan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan sebagai bagian dari upaya mencapai kesejahteraan masyarakat.

4.2

INDIKASI PROGRAM
Indikasi program ini adalah penjabaran dari rencana tata ruang yang telah

dirumuskan pada bab sebelumnya. Program-program ini disusun untuk jangka waktu 10
tahun, yiatu tahun 2007 2016. Dalam pelaksanaannya program-program tersebut
dijabarkan ke dalam dua tahap, yiatu tahap I untuk jangka waktu lima tahun pertama
(2007 2011) dan tahap II untuk jangka waktu lima tahun ke dua (2012 2016), dimana
pentahapannya program didasarkan atas skenario pengembangan Kota Banda Aceh.
Adapun substansi program yang didasarkan atas skenario pengembangan Kota Banda
Aceh adalah:

Indikasi program tahap I meliputi:


o rehabilitasi dan pengendalian pembangunan di Utara Banda Aceh
o revitalisasi dan pengembangan terbatas pada pusat kota lama

Indikasi program tahap II meliputi pengembangan kota ke bagian selatan Banda Aceh
Selanjutnya, program-program yang telah dirumuskan dikelompokkan ke dalam

berbagai

bidang

pembangunan,

sehingga

nantinya

akan

memudahkan

dalam

pengimplementasiannya oleh dinas atau badan terkait. Karena masih merupakan indikasi,
maka program-proram ini masih bersifat makro dan perlu dijabarkan lagi ke dalam
kegiatan-kegiatan yang lebih detail lagi untuk implementasinya. Adapun rumusan indikasi
program pengembangan Kota Banda Aceh tahun 2007- 2017 dijelaskan pada Tabel 4.1
berikut ini.
Laporan Akhir

IV - 46

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 4.3
INDIKASI PROGRAM PENGEMBANGAN
KOTA BANDA ACEH TAHUN 2007 2016

No.

Indikasi Program

A.

Bidang Hukum dan Kelembagaan:


1. Penyusunan Qonun Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Banda Aceh 2007 2017
2. Penyusunan Regulasi zoning Kota Banda
Aceh
3. Peningkatan kuantitas dan kualitas staf
pemerintah di bidang penataan ruang
Bidang Lingkungan Hidup:

B.

Jangka Waktu
2007 2012 2011
2016

Lembaga
Pelaksana

1. Rehabilitasi kawasan pesisir


2. Pengembangan kawasan hutan bakau

C.

d.

3. Pengembangan hutan kota


4. Pengembangan kegiatan wisata terbatas di
kawasan konservasi
Bidang Tata Ruang dan Perumahan
Permukiman:
1. Rehabilitasi permukiman di daerah yang
dilanda tsunami
2. Rehabilitasi
dan
pengendalian
pengembangan pusat kota lama
3. Pengembangan pusat permukiman baru di
bagian selatan kota
4. Mengkoordinasi
pengembangan
Kota
Banda Aceh dengan Kabupaten Aceh
Besar
Bidang Transportasi
1. Pembangunan jalan Lingkar Utara
2. Pengembangan jalan lingkar luar sisi
Selatan
3. Pengembangan Jalan Poros Barat-Timur
4. Pengembangan escape dan relief road
5. Pembangunan Terminal Penumpang Tipe
A
6. Rehabilitasi dan Pengembangan terminalterminal lama
7. Rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan

e.

Bidang Prasarana Kota


1. Rehabilitasi seluruh sarana dan prasarana
sistem penyediaan air bersih
2. Peningkatan pelayanan air bersih

Laporan Akhir

Bidang
Hukum
Pemerintah Kota
Banda Aceh
Bappeko

Bappeko
Dinas
Lingkungan
Hidup

Bappeko
Dinas PU
Dinas Tata Kota
Dinas
Permukiman

Bappeko
Bappeda
Aceh Besar

Kab

Bappeko
Dinas Prasarana jalan
dan Sumber Daya Air
Dinas PU

Dinas Perhubungan
Administrator
pelabuhan

PDAM Tirta Daroy


Dinas Prasarana jalan
dan Sumber Daya Air

IV - 47

Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No.

Jangka Waktu
2007 2012 2011
2016

Indikasi Program

Lembaga
Pelaksana

3. Pengembangan Instalasi Pengolahan Air


Minum
4. Peningkatan
pelayanan
Instalasi
Pengolahan Air Lambaro
5. Rehabilitasi
dan
pemeliharaan
TPA
(Tempat Pembuangan Akhir) Sampah
lama
6

Pengembangan TPA Baru

Bappeko
Dinas PU
Dinas Kebersihan

7. Rehabilitasi jaringan drainase yang telah


ada
8. Pengembangan sistem drainase baru
9. Pengembangan Flood Canal di bagian
selatan kota
10. Optimalisasi dan Normalisasi sungai

Bapeko (Badan
Perencanaan Kota
Dinas Prasarana jalan
dan Sumber Daya Air
Dinas PU

11. Membangun retarding basin dan retarding

pond

f.

12. Rehabilitasi dan peningkatkan pelayanan


Listrik

PLN Kota Banda Aceh

13. Rehabilitas dan Peningkatkan pelayanan


telekomunikasi

PT. TELKOM

Bidang Fasilitas Kota


1. Pengembangan kuantitas
fasilitas pendidikan

dan

kualitas

2. Pengembangan kuantitas
fasilitas kesehatan

dan

kualitas

3. Pengembangan kuantitas
fasilitas peribadatan

dan

kualitas

Laporan Akhir

Bapeko
Dinas Pendidikan
Dinas Kesehatan
Dinas Sosial

IV - 48

LAMPIRAN 1
LAMPIRAN ZONING REGULATION

1. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Barat


TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
- Ruang Hijau
- Perikanan
Tangkap

:1.1
:P.1 (PESISIR BANDA ACEH BARAT)
: ULEE LHEUE
: A / PESISIR (COASTAL ZONE)
: BANDA ACEH BARAT

RH
dan
IT

PROPORSI

Hutan Mangrove (Hutan


Lindung)
100%
Perikanan Tangkap/ Perikanan
Samudera

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

Ruang
Terbuka

RT

Perumahan
Terbatas

PT

Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan


banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis
pantai.
Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia
populasi mangrove minimal 72 m.
Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai
Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.

:1.2
: A.1 (KAWASAN KONSERVASI MEURAXA BARAT)
: ULEE LHEUE
: B / ECO-ZONE
: BANDA ACEH BARAT
KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI

LOKASI

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
-

PROPORSI

LOKASI

Konservasi:
- Zona hijau/pond
- Wisata

40%

Perumahan dengan tingkat


kepadatan rendah, kategori
rumah sederhana dan sangat
sederhana

30%

Di daerah genangan sekitar muara sungai Krueng Nieng mulai dari


sepanjang Jl. Lok Nga, hingga ke selatan pada Jalan Lingkar Utara,
berupa pond dan taman sebagai daerah resapan air di sekitarnya,
sehingga juga berfungsi sebagai pariwisata.
Di sekitar Jl. Iskandar Muda dan bagian barat Jl. Lok Nga (pertemuan
dengan Jl. Tgk. Abd. Rahman Meunasah Meucab), kelurahan Lamjene.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
0%

30 40%

0,6-0,8

Pertambakan

IB

Zona tambak

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

Tsunami
Heritage dan
Wisata

PL

TH

100%

- Landmark/Monumen Tsunami
- Kawasan Wisata

10%

Ruang
Terbuka
Perikanan
Budidaya
Permukiman
Terbatas

0%

LOKASI

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

Di kelurahan Ulee Lheue.:


- Pelabuhan Ferry

10%

0,2

- Pelabuhan Samudera

20%

0,8

- Pergudangan

30%

0,3

10%

0,2

Di daerah genangan sekitar muara sungai Krueng Nieng mulai dari


sepanjang jalan Lok Nga, hingga ke selatan pada Jalan Lingkar Utara,
berupa Landmark/Monumen Tsunami.

:1.4
: A.3 (KAWASAN PENGEMBANGAN MEURAXA UTARA)
: ULEE LHEUE
: B / ECO-ZONE
: BANDA ACEH BARAT
KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI

PROPORSI

Pelabuhan Penyeberangan
Barang dan Penumpang serta
fasilitas penunjangnya

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

Di daerah muara Krueng Nieng berbatasan dengan kawasan Zona


hijau, berupa kawasan tambak budidaya.

:1.3
: A.2 (KAWASAN PELABUHAN ULEE LHEUE)
: ULEE LHEUE
: B / ECO-ZONE
: BANDA ACEH BARAT
KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Pelabuhan

20%

PROPORSI

LOKASI

RT

Konservasi dan Pariwisata


- Zona hijau/Pond
- Wisata

20%

Merupakan barier/pembatas antara zona tambak dan permukiman


terbatas, berada di antara jalan Rama setia dan Jl. Iskandar Muda

IB

Zona Perikanan Tambak

20%

PT

Permukiman dengan tingkat


kepadatan rendah

20%

Di dataran yang tergenang antara Jl. Rama Setia dan Jl. Lingkar Utara
serta dibatasi zona hijau di sebelah selatan.
Di sepanjang sisi Timur Jl. Iskandar Muda dan di sepanjang Jalan Rama
Setia

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
0%

0%

30 40%

0,6-0,8

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Zona Perairan

:1.4
: A.3 (KAWASAN PENGEMBANGAN MEURAXA UTARA)
: ULEE LHEUE
: B / ECO-ZONE
: BANDA ACEH BARAT

RT

Konservasi
- Hutan Mangrove
- Pond

PROPORSI

LOKASI

40%

Di sekitar daerah tergenang pada kelurahan Gampong Jawa, Gampong


Pande dan Deah Teungoh

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
0%

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perkantoran

Mix Use

Permukiman

:1.5
: A.4 (SUB PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN JAYA BARU)
: JAYA BARU
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH BARAT

MU

PROPORSI

LOKASI

Perkantoran:
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
Perkantoran Pemerintahan

5%

Perdagangan-jasa
Pelayanan Umum
Perkantoran Swasta
Fasum dan Fasos
Perumahan dengan tingkat
kepadatan sedang.
- Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah
sangat
sederhana
sampai dengan rumah sangat
besar
dengan
fasilitas
penunjang.
- Rumah susun

10%

Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien di sekitar pertemuan dengan
Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dan Jl. Soekarno Hatta di
sebelah Barat
Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien yang dibatasi Sungai Krueng
Nieng di sebelah Timur.
Di sepanjang Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab: Di sepanjang sisi
Jl. Jenderal Sudirman dan Jl. Soekarno - Hatta

5%

70 %

Ruang Terbuka

RT

Sempadan sungai (Konservasi)

5%

Pelayanan Kota

PK

- Sarana Pendidikan
- Fasilitas Peribadatan

5%

Pertokoan

15%

Perdagangan
Jasa

PJ

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
30 50%

0,8 2,4

35 40%

0,8 1,4

30 60%

0,3 2,4

40 50%

0,8 1,0

0%

30 40%

1,2 -0,8

60%

1,8

Di sisi Barat Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab hingga Sungai
Krueng Nieng dengan tingkat kepadatan sedang, di Kawasan antara jl.
Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dengan Sungai Krueng Nieng.

Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Nieng dan Krueng Daroy dengan
lebar 10 50 m
Di antara Jl. Cut Nyak Dhien dan Jl. Nasruddin Daud, Di sepanjang sisi
Jl. Teuku Umar
Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

:1.6
: A.5 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS JAYA BARU TIMUR)
: JAYA BARU
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH BARAT
KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perkantoran

Perdagangan
Jasa

PJ

Mix Use

MU

Permukiman
Terbatas

PT

Permukiman

PROPORSI

LOKASI

Perkantoran Swasta

2%

Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien yang dibatasi Sungai Krueng
Nieng di sisi Barat dan Jl. Jendral Sudirman di sisi Timur.

Pertokoan

5%

Berada di sepanjang jalan Teuku Umar yang dibatasi anatara Jl.


Jenderal Sudirman dan sungai Krueng Doy. Dan juga berada di
sepanjang Jl. Iskandar Muda sisi timur yang dibatasi antara jalan
lingkar utara dan sungai krueng Doy
Di sepanjang Jl. Surien yang berada di antara Jl. Pemancar dan Jl. H.
Abu Bakar, serta pada Jl Surien yang berbatasan dengan Jl. Iskandar
Muda.
Pada daerah Punge Ujong yang berada diantara jalan lingkar utara dan
Jl. Iskandar Muda, dibatasi Jl. Pendidikan pada sisi selatan.

- Perdagangan-jasa
- Fasum dan Fasos

5%

Perumahan dengan tingkat


kepadatan rendah

10 %

Perumahan dengan tingkat


kepadatan sedang

60%

Dibatasi sungai Krueng Nieng pada sisi Barat, Jl. Teuku Umar pasa sisi
selatan, Sungai Krueng Doy dan Jl. Iskandar Muda di sisi Timur serta
jalan lingkar utara pada sisi Utara.

- Landmark
- Wisata bersejarah

3%

RT

Sempadan sungai (Konservasi)

10%

Di sepanjang DAS Krueng Doy dengan lebar 10 50 m.

PK

Sarana
Pelayanan
Transportasi
Sarana Pendidikan

5%

Berupa terminal kelas B yang melayani antar kota dalam propinsi.


Berada di Jl Teuku Umar.
Di sepanjang Jl. Surien yang berada di antara Jl. Pemancar dan Jl. H.
Abu Bakar

Tsunami
Heritage dan
Wisata
Ruang Terbuka

TH

Pelayanan Kota

Kota

Berupa Monument PLTD Apung, yang diarahkan untuk kegiatan wisata


bersejarah.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
30 50%

1 2,4

60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

30 40%

0,6-0,8

40 50%

0,8 1,0

10%

0,2

0%

10%

0,2

30 40%

1,2 -0,8

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perdagangan
Jasa

PJ

Mix Use

MU

PermukimanTe
rbatas

PT

Permukiman

Ruang
Terbuka

: 1.7
: A.6 (KAWASAN PERMUKIMAN MEURAXA TIMUR)
: JAYA BARU
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH BARAT

RT

Pertokoan
- Perdagangan-jasa
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Perumahan dengan tingkat
kepadatan rendah

PROPORSI

LOKASI

10%

Di sepanjang Jl. Iskandar Muda bagian Utara yang berbatasan dengan


Jl. Lingkar Utara dan di Jl. Habib Abdurrahman yang berada di sisi
Barat Krueng Doy.
Berada di sepanjang Jl.Habib Abdurrahman dibatasi oleh jalan lingkar
utara dan sungai krueng Doy

5%

20 %

Perumahan dengan tingkat


kepadatan sedang

50%

Konservasi:
- Zona hijau/pond
- Wisata

5%

Sempadan sungai (Konservasi)

10%

Pada wilayah Lampaseh Aceh yaitu di sisi selatan jalan lingkar Utara
dan diantara Jl. Iskandar Muda dan Jl.Habib Abdurrahman.
Pada wilayah Punge Jurong yang dibatasi sungai Krueng Doy pada sisi
selatan dab berada diantara Jl. Iskandar Muda dan Jl.Habib
Abdurrahman.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

30 40%

0,6-0,8

40 50%

0,8 1,0

0%

0%

Di sebelah utara berbatasan dengan jalur lingkar utara

Di sepanjang DAS Krueng Doy berupa jalur hijau dengan lebar 10 50


m
dan Hutan Kota yang merupakan buffer antara kawasan
permukiman dan tambak yang berada di Deah Baro

2. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Utara


TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
- Ruang Hijau
- Perikanan
Tangkap

: 2.1
: P.2 (PESISIR BANDA ACEH UTARA)
: LAMPULO
: A / PESISIR (COASTAL ZONE)
: BANDA ACEH UTARA

RH
dan
IT

PROPORSI

LOKASI

100%

Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan


banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis
pantai.
Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia
populasi mangrove minimal 72 m.
Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai
Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.

Hutan Mangrove (Hutan


Lindung)

Perikanan Tangkap/ Perikanan


Samudera

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

:2.2
: B.1 (TPA DAN IPLT GAMPONG JAWA)
: ULEE LHEUE
: B / ECO-ZONE
: BANDA ACEH BARAT
KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
-

Pelayanan
Kota

PK

TPA
IPLT

Zona Perairan

RT

Konservasi
- Hutan Mangrove
- Pond

10%
30%

Di Gampong Jawa, yaitu di sisi Barat Krueng Aceh.


Di Gampong Jawa, yaitu di sisi Barat Krueng Aceh.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
5%
0,05
60%
0,6

60%

Di sekitar daerah tergenang pada kelurahan Gampong Jawa, Gampong


Pande dan Deah Teungoh

0%

PROPORSI

LOKASI

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perikanan
Tangkap/samu
dera

Mix Use

: 2.3
: B.2 (KAWASAN PERIKANAN LAMPULO)
: LAMPULO
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH UTARA

IT
dan
IB

MU

Permukiman
Terbatas

PT

Zona wisata

TH

PROPORSI

LOKASI

- Fasilitas Perikanan

20%

- Zona Perikanan Samudera

40%

Industri Pengolahan hasil Perikanan yang berbatasan dengan zona


perairan selat Malaka.
Di kawasan yang terletak di sekitar Jalur Lingkar Utara, Krueng Aceh,
dan Jl. Syiah Kuala ke arah Utara hingga bertemu dengan kawasan
fasilitas perikanan
Pelabuhan Ikan juga berfungsi sebagai tempat pelelangan ikan di sisi
Timur Sungai Krueng Aceh di kelurahan Lampulo
Di sepanjang sisi Barat Jl. Syiah Kuala. Dan sepanjang sisi Timur
Krueng Aceh pada Jl. Sisingamangaraja yang dibatasi Tempat
Pelelangan ikan di sisi Utara dan Jl.Kenari Lampulo.
Perumahan Nelayan dikembangkan pada kawasan yang terletak antara
Jl. Kenari Lampulo dan Jl. Bampulo SP. Gano
Pada kawasan Lamdingin, berupa kawasan peringatan Tsunami (kapal
di atas rumah)

- Pelabuhan Ikan

5%

- Perdagangan-jasa
- Fasum dan Fasos

3%

Perumahan Nelayan

30%

- Wisata bersejarah

2%

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

50%

1,0

50%

1,0

50%

1,0

30 60%

0,3 2,4

30 40%

0,6-0,8

10%

0,2

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Ruang Terbuka

Perikanan
Perdagangan Jasa

Mix Use

Permukiman
Terbatas

Pelayanan Kota

: 2.4
: B.3 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS KUTARAJA)
: PEUNAYONG
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH UTARA

RT

IB/
IT
PJ

MU

PT

PK

Konservasi
- Zona hijuau
- Pond
- wisata
Sempadan sungai (Konservasi)

PROPORSI

LOKASI

30 %

Dibatasi Jalur Lingkar Utara pada sisi Utara dan Jl Pintu Air sampai
dengan Jl. KR.Gedong pada sisi Selatan. Dan pada sisi timur dibatasi
Krueng Aceh.

10 %

Zona Wisata
Cold Storage

5%
2%

- Perdagangan Ritel/Eceran
- Jasa Komersial

10%

--- Perdagangan-jasa
--- Pelayanan Umum
--- Perkantoran Swasta
--- Fasum dan Fasos
Kawasan campuran komersial
dan hunian

5%

Perumahan dengan tingkat


kepadatan rendah.

Fasilitas Pendidikan

15%
20%

3%

Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
lebar 10 50 m dan di sepanjang ruas Jl. Lingkar Utara sebagai buffer
untuk kawasan permukiman yang berada di sekitarnya.
Berbatasan dengan Zona hijau terletak di Jl. KR. Gedong
Berada di sisi Barat Krueng Aceh berbatasan langsung dengan Zona
hijau di sisi utara.
Di sepanjang Jl. Habib Abdurrahman dibatasi Krueng Doy di sisi Barat
dan Jl. Prof A Madjid Ibrahim I. Dan di sepanjang Jl. Persatuan yang
dibatasi Jl. Prof A Madjid Ibrahim II di sisi Selatan dan Jl Perdamaian di
sisi Utara
Di sepanjang Jl. Jl. Prof A Madjid Ibrahim I, dibatasi Jl.Iskandar Muda
pada sisi Selatan dan Jl. Perintis di sisi Utara
Dibatasi Jl.Habib Abdurrahman di sisi Selatan, Krueng Doy di sisi Barat,
Jl. Tentara Pelajar di sisi Barat, dan Jl. Pintu Air sampai dengan Jl.
T.Muda di sisi Utara.
Kawasan permukiman dengan kepadatan rendah tidak diarahkan di
jalan-jalan ujtama, melainkan dikembangkan di jalan-jalan lingkungan
dan di bagian Utara yang berbatasan dengan Jl. Lingkar Utara di batasi
buffer zone yang berupa taman kota sebagai daerah konservasi
sekaligus mitigasi bencana.
Di sisi Barat sepanjang Jl. Prof A Madjid Ibrahim I pada ruas yang
berada di bagian Utara Jl. Perintis.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
0%

0%

10%

0,2

50%

1,0

60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

30 60%

0,3 2,4

30 40%

0,6-0,8

30 40%

0,8 1,2

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Mix Use

: 2.5
: B.4 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS KAMPUNG MULIA)
: PEUNAYONG
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH UTARA

MU

Perdagangan-jasa
Pelayanan Umum
Perkantoran Swasta
Fasum dan Fasos

Kawasan
komersial
Perdagangan
Jasa

PJ

Permukiman

PROPORSI

Campuran

10%

hunian

20%

- Perdagangan Ritel/Eceran
- Perdagangan Besar
- Jasa Komersial
Perumahan
dengan
tingkat
kepadatan sedang.

30%

Perumahan dengan tingkat


kepadatan rendah

30%

Perumahan
Terbatas

PT

Pelayanan
Kota
Ruang Terbuka

PK

Fasilitas Pendidikan

RT

Sempadan sungai (Konservasi)

5%

2%
3%

LOKASI
Di sepanjang Jl. Pocut Baren dibatasi Jl. Panglima Polim pada sisi Barat
dan Jl. Syiah Kuala pada sisi Timur. Di sepanjang Jl. TGK. Hasyim Banta
Muda, sepanjang Jl. T.Blang, sepanjang Jl. Syiah Kuala yang dibatasi Jl.
Pocut Baren di sisi Selatan dan Jl. Kenari Lampulo di sisi Utara. Serta
sepanjang Jl. TGK Hasan Krueng Kalee yang berbatasan langsung
dengan Krueng Aceh di sisi Barat sampai dengan Jl. Sisingamangaraja.
Pada kawasan hunian yang dibatasi Jl. T.Blang di sisi Utara, Jl. TGK
Hasan Krueng Kalee di sisi Barat, Jl. TGK Hasyim Banta Muda di sisi
Timur, dan Jl. Pocut Baren di sisi Selatan.
Di sisi Selatan sepanjang Jl. Mayjend T Hamzah Bendahara, di kawasan
antara Sungai Krueng Aceh dan Jl. Panglima Polim, di sepanjang Jl.
Darma dan Jl. TH GLP Tengku Hasan Dek.
Pada kawasan Kampung Mulia yang dibatasi oleh Jl. Syiah Kuala di sisi
Timur, Jl. T.Blang di sisi Utara, Jl. Pocut Baren di sisi Selatan dan Jl.
TGK Hasyim Banta Muda di sisi Timur.
Di kawasan yang dibatasi Jl. T.Blang di sisi Selatan, Jl. Kenari Lampulo
di sisi Utara, Jl. Syiah Kuala di sisi Timur dan Jl. Sisingamangaraja di
sisi Barat.
Pada Jl. TGK Hasan Krueng Kalee berbatasan dengan zona
perdagangan dan jasa.
Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
lebar 10 50 m, sedangkan pariwisata air dilakukan di sepanjang aliran
Sungai Krueng Aceh.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

30 60%

0,3 2,4

30 60%

0,3 2,4

60%

1,8

40 50%

0,8 1,0

30 40%

0,6-0,8

30 40%

0,8 1,2

0%

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Pertambakan
Perkantoran
Perdagangan
Jasa
Mix Use

Permukiman
Terbatas
Permukiman

: 2.6
: B.5 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS BANDAR BARU)
: LAMPULO
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH UTARA

IB
K
PJ
MU

PT
P

PROPORSI

LOKASI

5%

Pada wilayah di sebelah Utara jalan lingkar Utara yang dibatasi dengan
Jl. Syiah Kuala di sisi Barat, Krueng Titi Panyang di sisi Timur dan sisi
Utara.
Di sepanjang Jl. Mohammad Daud Beureuh.

Zona tambak
Perkantoran:
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
- Perdagangan Ritel/Eceran
- Jasa Komersial
- Perdagangan-jasa
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Perumahan dengan tingkat
kepadatan rendah
Permukiman dengan Kepadatan
sedang

3%
7%

10%
305

Pelayanan Kota

PK

Fasilitas Pendidikan

3%

Perikanan
Budidaya
Ruang Terbuka

IB

Kawasan Perikanan Tambak

20%

RT

Sempadan sungai (Konservasi)

10%

Zona hijau

7%

Taman Hiburan

5%

Di sekitar pertemuan antara Jl. Syiah Kuala dan Jl. Mohammad Daud
Beureuh.
Di sisi Timur Jl. Syiah Kuala yang berada pada ruas Utara Jl. LR.
Arwana
Dibatasi Zona hijau di sisi Utara, Jl. Mujahidin di sisi Selatan dan Jl.
Syiah Kuala di sisi Barat.
Di wilayah yang dibatasi Jl. Mohammad Daud Beureueh di sisi Selatan,
Jl Mujahidin-Jl. LR Taqwa di sisi Utara, dan Jl. Syiah Kuala di sisi Barat
serta berbatasn dengan Taman hiburan di Kelurahan Bandar Baru di
sisi Timur.
Di sisi Barat Jl Kartika pada ruas yang berpotongan dengan JL.
Mohammad Daud Beureuh di sisi Selatan.
Di sisi Selatan Jl. Lingkar Utara.
Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Titi Panyang dengan lebar 10
50m
Di sisi Utara kawasan permukiman sebagai buffer yang membatasi
dengan kawasan perikanan tambak.
Di sisi Barat Sungai Krueng Titi Panyang yang berpotongan dengan Jl.
Mohammad Daud Beureuh.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
0%

30 50%

1 2,4

60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

30 40%

0,6-0,8

40 50%

0,8 1,0

30 40%

0,8 1,2

0%

0%

0%

20%

0,2

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perkantoran
Perdagangan
Jasa
Mix Use

Permukiman

Ruang Terbuka

: 2.7
: B.6 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS BAITURRAHMAN BARAT)
: PEUNAYONG
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH UTARA

K
PJ
MU

RT

Perkantoran:
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
Pertokoan
- Perdagangan-jasa
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Perumahan dengan tingkat
kepadatan sedang, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sangat
besar dengan fasilitas
penunjang.
Sempadan sungai (Konservasi)

PROPORSI
5%

LOKASI
Di sekitar Jl. Iskandar Muda dan di selatan Jl. Teuku Umar

10%

Di sepanjang Jalan Teuku Umar

5%

Di sepanjang Jl. Sultan Alaidin Johansyah dibatasi Krueng Daroy di sisi


Selatan

60 %

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

Di kawasan segitiga antara Sungai Krueng Doy, Krueng Daroy, dan Jl.
Iskandar Muda. Dan kawasan Sukaramai yang dibatasi oleh Krueng Doy
di sisi Barat, dan Jl. Teuku Umar di sisi Timur. Permukiman juga
terdapat di kawasan pertemuan Jl. Teuku Umar dan Jl. Sultan Alaidin
Johansyah.

30 50%

1 2,4

60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

40 50%

0,8 1,0

5%

Di sepanjang DAS Krueng Doy dan Krueng Daroy berupa jalur hijau
dengan lebar 10 50 m.

0%

Taman Kota dan

5%

Di kawasan Sukaramai pada Jl. Iskandar Muda

10%

0,2

wisata budaya

10%

Di kawasan Sukaramai pada Jl. Teuku Umar bagian Utara.

10%

0,2

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perkantoran

Perdagangan
Jasa

Pelayanan Kota

: 2.8
: B.7 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN BAITURRAHMAN)
: PEUNAYONG
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH UTARA

PJ

PK

Perkantoran:
- Pelayanan Umum dan Pusat
Pemerintahan
- Perkantoran Swasta
- Perdagangan Ritel/Eceran
- Perdagangan Besar
- Jasa Komersial

- Fasilitas
Sosial
(Pusat
Keagamaan dan Kebudayaan)
- Terminal Kota

Mix Use

Ruang Terbuka

MU

RT

- Perdagangan-jasa
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Sempadan sungai (Konservasi)
Taman Kota

PROPORSI

20%

40%

Pada kawasan yang dibatasi Jl.TGK Abu Lamu di sisi Barat, Jl. Kandang
di sisi Timur dan pertemuan antara Jl. Iskandar Muda dan Teuku Umar
pada sisi Selatan. Serta pada kawasan yang dibatasi Jl. Cemara, Jl. TGK
Syiah Muda Wali, Jl. Imam Bonjol dan Jl. Prof. Madjid Ibrahim II. Dan
juga terdapat di sepanjang Jl. Cut Mutia yang merupakan kantor polda
NAD.
Tersebar pada kawasan pusat kota Lama mengelilingi Masjid
Baiturrahman. Kawasan ini dibatasi Jl. Prof. A.Madjid Ibrahim I di sisi
Barat, Jl. Diponegoro di sisi Utara, Jl. Sultan Alaidin di sisi Timur dan Jl.
Mohammad Jam di sisi Selatan. Selain itu juga terdapat pada kawasan
Utara Jl. Diponegoro, dengan batas Utara Jl. WR.Supratman, Batas
Barat Jl. Cut Mutia dan Batas Timur Jl. Tentara Pelajar.
Masjid Raya Baiturrahman, terletak di Jl. Mohammad Jam

10%
5%
5%
5%
10%

Wisata Budaya

LOKASI

5%

Pada perempatan Jl. WR.Supratman dan Jl. Cut Mutia.


Di sepanjang Jl. Sultan Alaidin yang dibatasi sampai dengan pertemuan
Jl. Mohammad Jam dan Jl. Tengku Cik Ditiro.
Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Aceh dengan lebar 10 50 m
Di kawasan antara Jl. Tgk Abu Lamu dan Jl. Tgk Abdullah Luong
Rimba, dan di antara Jl. Prof A Madjid Ibrahim dan Jl. Iskandar Muda,
serta di sisi utara Masjid Raya Baiturrahman di sepanjang Jl. Tgk Cik
Pantekulu
Di sepanjang Jalan Sultan Alaidin yang berhadapan dengan Kantor
Walikota dan dibatasi Krueng Aceh di sisi Selatan.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

30 50%

1 2,4

60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

10%

0,2

30 60%

0,3 2,4

0%

0%

10%

0,2

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perkantoran

Perdagangan
Jasa

Mix Use

: 2.9
: B.8 (KAWASAN PERDAGANGAN JASA PEUNAYONG)
: LAMPULO
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH UTARA

PJ

MU

Perkantoran:
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta

- Perdagangan Ritel/Eceran
- Jasa Komersial

Perdagangan-jasa
Pelayanan Umum
Perkantoran Swasta
Fasum dan Fasos

PROPORSI

LOKASI

5%

Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di Jl. Tengku Cik Ditiro sisi Selatan

5%

25%

yang dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan sampai dengan Jl. Belibis. Di
sepanjang Jl. Suleman Daud yang dibatasi Jl. Sentosa di sisi Barat dan
Jl. Taman Makam Pahlawan di sisi Timur.
Pada Bagian Utara Krueng Aceh: di Jl. Mohammad Daud Beureueh sisi
Selatan yang dibatasi dari Jl. Perkasa Alam di sisi Timur sampai
pertemuan dengan Jl. Panglima Polim di sisi Barat. Juga di Jl. Sri
sepanjang Ratu Safiatuddin yang berbatasan dengan Krueng Aceh di
sisi Selatan.
Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di sepanjang Jl. Tengku Cik Ditiro
sisi Selatan yang dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan di sisi Timur dan
Krueng Daroy di sisi Barat.
Pada bagian Utara Krueng Aceh: berada di kawasan Peunayong yang
dibatasi Krueng Aceh di sisi Barat dan sepanjang Jl. Panglima Polim di
sisi Timur, dan Jl. TGK.Muhammad Dausyah di sisi Utara. Dan di
wilayah yang dibatasi Jl. H. Dirmutala di sisi selatan dan Jl. Mayjen T.
Hamzah Bendahara di sisi Utara.
Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di sepanjang Jl. Tengku Cik Ditiro
sisi Utara, yang dibatasi Krueng Daroy di sebelah Barat, dan Krueng
Lueng Paga pada sisi Timur. Dan di sepanjang Jl. Taman Makam
Pahlawan, yang berada di sisi Utara dan Selatan taman Makam
Pahlawan.
Pada bagian Utara Krueng Aceh: di Jl. Mohammad Daud Beureueh sisi
Utara yang dibatasi Jl. Panglima Polim di sisi Barat dan Jl. Syiah Kuala
di sisi Timur. Di sepanjang Jl. Syiah Kuala dari Jl. Mohammad Daud
Beureueh di sisi Selatan dan Jl. Pocut Baren di sisi Utara. Sepanjang Jl.
Pocut Baren dan sepanjang Jl.Darma sampai pertemuan dengan Jl.
Pocut Baren.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

30 50%

1 2,4

60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

: 2.9
: B.8 (KAWASAN PERDAGANGAN JASA PEUNAYONG)
: LAMPULO
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH UTARA
KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI

- Kawasan campuran
komersial

Permukiman

Pelayanan
Kota
Ruang Terbuka

PROPORSI

Pada sisi Selatan Krueng Aceh: dibatasi Jl. Elang pada sisi selatan dan
zona perdagangan dan jasa di Jl. Tengku Cik Ditiro pada sisi Utara.
Pada sisi timur dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan. Di sisi Barat
dibatasi Krueng Daroy sampai pertemuan Jl. Jl. Nyak Adam Kamil V.
Pada sisi Utara Krueng Aceh; kawasan ini berada pada kawasan yang
dibatasi Jl. Syiah Kuala, Pocut Baren, Jl. Mohammad Daud Beureueh
dan Zona perdagangan dan Jasa di Jl. Panglima Polim.

hunian

Perumahan dengan tingkat


kepadatan sedang

LOKASI

40%

PK

Fasilitas pendidikan

5%

RT

Sempadan sungai (Konservasi)

20%

Pada sisi Selatan Krueng Aceh: berada di wilayah Ateuk Pahlawan yang
dibatasi Krueng Lueng Paga di sisi Barat dan Jl. Taman Makam
Pahlawan di sisi Timur, di sisi Utara dibatasi zona perkantoran di Jl.
Tengku Cik Ditiro, dan di sisi Selatan dibatasi Jl. Elang.
Pada sisi Utara Krueng Aceh: di sepanjang Krueng Aceh sebelah Utara
yang dibatasi Jl. TH.GLP.Payong Tengku Hasan Dek di sisi Timur dan
Zona pendidikan pada sisi Barat.
Dibatasi Krueng Aceh di sisi Selatan dan Jl. Mayjen T Hamzah
Bendahara.
Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
lebar 10 50 m dan di sepanjang ruas Jl. Lingkar Utara sebagai buffer
untuk kawasan permukiman yang berada di sekitarnya.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

30 60%

0,3 2,4

40 50%

0,8 1,0

30 40%

0,8 1,2

0%

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Pelayanan
Kota
Perdagangan
Jasa
Mix Use

Permukiman

Perkantoran
Ruang
Terbuka

:2.10
: B.9 (KAWASAN PENGEMBANGAN NEUSU)
: NEUSU
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH UTARA

PK
PJ
MU

K
RT

- Fasilitas Umum
- Fasilitas Sosial
Pertokoan
- Perdagangan-jasa
- Pelayanan Umum dan
Perkantoran Swasta
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
- Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sangat
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun
Perkantoran:
- Pelayanan umum
- Perkantoran swasta
Sempadan sungai (Konservasi)

PROPORSI

LOKASI

5%

Dikembangkan di sekitar kawasan permukiman.

5%

Berada di sepanjang Jl. Hasan Saleh yang dibatasi Jl. Nyak Adam Kamil
II, sampai Jl. Sultan Alaidin Johan Syah dan sepanjang Jl. Sultan Alaidin
Johan Syah.
Di sekitar pertemuan antara Jl. Nyak Adam Kamil II dan Jl. Taman
Makam Pahlawan dan di sisi Barat Jl. Sultan Malikul Saleh. Serta di
sepanjang Jl. TGK Dilhong II.

10%

70 %

5%
5%

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
30 40%

0,8 1,2

60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

20 60%

0,7 1,2

30 50%

1 2,4

0%

Dibatasi Jl. Sultan Alaidin Johan Syah dan Krueng Daroy di sisi Barat
dan sisi Utara. Dan dibatasi Krueng Lueng Paga pada sisi timur serta Jl.
TGK Dilhong II pada sisi Selatan.

Di sepanjang Jl. Nyak Adam Kamil II sampai dengan pertemuan


dengan Jl. Hasan Saleh pada sebelah Barat dan berbatasan dengan
zona mix-use pada sebelah Timur.
Di sepanjang DAS Krueng Daroy, Krueng Lueng Paga dan Krueng Aceh
berupa jalur hijau dengan lebar 10 50m

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perkantoran

Perdagangan
dan jasa

PJ

Mix Use

MU

Permukiman

Ruang
Terbuka

: 2.11
: B.10 (KAWASAN PERMUKIMAN SYIAH KUALA)
: ULEE KARENG
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH UTARA

RT

Perkantoran:
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
- Perdagangan Ritel/Eceran
- Perdagangan Besar
- Jasa Komersial
- Perdagangan Ritel/Eceran
- Perdagangan Besar
- Jasa Komersial
- Perkantoran
- Sarana Pelayanan Kota :
Fasilitas Umum, Fasilitas
Sosial, Institusi dan
Transportasi
- Industri
- Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sedang
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
Sempadan sungai (Konservasi)

PROPORSI

LOKASI

5%

Di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief dan di sisi Barat Jl. Tgk Nyak Makam:
- Pelayanan umum dan Pemerintahan
- Perkantoran swasta
Di sepanjang Jl. Laksamana Malayahati dan di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak
Arief

10%
10%

65%

10%

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
35 40%

0,8 1,4

30 50%

1,0 2,4

30 60%

0,3 1,8

30 60%

0,3 2,4

20 60%

0,7 1,2

0%

Di sepanjang Jl. Tgk Chik Dipineung dan di bagian Timur Jl. Prada
Utama yang berbatasan dengan Jl. Laksamana Malayahati.

Di kawasan yang dibatasi oleh Jl. Laksamana Malayahati, Jl. Tgk Nyak
Makam, Jl. Tgk Nyak Arief, dan Jl. Tgk Chik Dipineung

Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
lebar 10 50m

3. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Selatan


TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Pelayanan
Kota
Perdagangan
Jasa
Mix Use

Permukiman

Ruang
Terbuka

: 3.1
: C.1 (KAWASAN PERMUKIMAN BANDA RAYA)
: NEUSU
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH SELATAN
PROPORSI

LOKASI

PK

Fasilitas Pendidikan

5%

Diarahkan dikembangkan di sekitar kawasan permukiman.

PJ

Pertokoan

5%

Di sekitar perempatan Jl. Sultan Malikul Saleh, Jl. Residen Danubroto,


Jl. Hasan Saleh dan Jl. Sultan Aladin Johan Syah, serta di sisi Selatan Jl.
Cut Nyak Dhien.
Di sepanjang Jl. Soekarno Hatta, Jl. Sultan Malikul Saleh, dan Jl. Sultan
Aladin Johan Syah

MU

RT

Perdagangan-jasa
Pelayanan Umum
Perkantoran Swasta
Fasum dan Fasos
Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sangat
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun
Sempadan sungai (Konservasi)

10%

70 %

10%

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
30 40%

0,8 1,2

60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

20 60%

0,7 1,2

0%

Di sisi Utara Jl Wedana hingga sungai Krueng Daroy dan Krueng Doy.

Di sepanjang DAS Krueng Daroy dan Krueng Doy berupa jalur hijau
dengan lebar 10 50m.

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perdagangan
Jasa
Mix Use

Permukiman

Perkantoran
Ruang
Terbuka

:3.2
: C.2 (KAWASAN PERMUKIMAN LUENG BATA)
: LUENG BATA
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH SELATAN

PJ

Pertokoan

MU

K
RT

Perdagangan-jasa
Pelayanan Umum
Perkantoran Swasta
Fasum dan Fasos

- Perumahan dengan tingkat


kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sangat
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun
Perkantoran:
- Pelayanan umum
- Perkantoran swasta
Sempadan sungai (Konservasi)

PROPORSI

LOKASI

10%

Di sepanjang Jl. Tgk Mum Lueng Bata

20%

Di sisi Utara Jl. Amd Manunggal XLI, sepanjang jalur Poros Utara
Selatan, Jl. Angsa, dan Jl. Ke Kampus Muhamadiyah

50 %

5%
15%

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

20 60%

0,7 1,2

30 50%

1 2,4

0%

Dikembangkan di sepanjang Jalur Poros Utara Selatan.

Di sepanjang Jl. Lueng Bata Lhamdom


Di sepanjang DAS Krueng Lueng Paga berupa jalur hijau dengan lebar
10 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata.

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Mix Use

:3.3
: C.3 (KAWASAN PUSAT PENGEMBANGAN KOTA BARU)
: LAMDOM
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH SELATAN
LOKASI

20%

Pada Jl. Poros Utara Selatan, yaitu di sepanjang Koridor yang


menghubungkan antara Lamdhom dan Lampeuneurut, sepanjang Jl.
AMD Manunggal Ali, dan Jl. Ke Kampus Muhamadiyah.

Pertanian

Perdagangan-jasa
Pelayanan Umum
Perkantoran Swasta
Fasum dan Fasos
Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sangat
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun
Pertanian

Ruang
Terbuka

RT

Sempadan sungai (Konservasi)

5%

Stadion Olahraga

15%

Permukiman

MU

PROPORSI

20 %

40%

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
30 60%

0,3 2,4

20 60%

0,7 1,2

0%

0%

10%

0,2

Dibatasi oleh sebelah barat dibatasi sungai Krueng Lueng Paga, sebelah
Utara dibatasi Jl. AMD Manunggal Ali dan di sisi Selatan dibatasi oleh
batas administratif Kota Banda Aceh.

Kawasan pertanian di kembangakan di daerah Selatan, yaitu di luar


Administratif Kota Banda Aceh.
Di sepanjang DAS Krueng Lueng Paga berupa jalur hijau dengan lebar
10 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata.
Di kawasan antara Jl. Tgk Dilhong II dan sungai Krueng Lueng Paga

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perkantoran
Perdagangan
Jasa
Mix Use

Permukiman

Pelayanan
Kota
Ruang
Terbuka

: 3.4
: C.4 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN BANDA ACEH BARAT)
: KEUTAPANG
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH SELATAN

K
PJ
MU

Perkantoran:
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
Pertokoan

PK

Perdagangan-jasa
Pelayanan Umum
Perkantoran Swasta
Fasum dan Fasos
Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sangat
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun
Fasilitas Peribadatan

RT

Sempadan sungai (Konservasi)

PROPORSI
5%

LOKASI
Di sisi Selatan Jl. Cut Nyak Dien

15%

Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar

20%

Di sepanjang sisi Jl. Jenderal Sudirman dan Jl. Soekarno Hatta.

40 %

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
30 50%

1 2,4

60%

1,8

30 60%

0,3 2,4

40 50%

0,8 1,0

40%

0,8

0%

Di kawasan antara Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dengan


Sungai Krueng Nieng.

5%

Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar

15%

Di sepanjang DAS Krueng Daroy berupa jalur hijau dengan lebar 10


50m.

4. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Timur


TABEL
: 4.1
UNIT ZONING REGULATION
: P.3 (PESISIR BANDA ACEH TIMUR)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
: JEULINGKE
ZONA
: A / PESISIR (COASTAL ZONE)
WILAYAH PENGEMBANGAN
: BANDA ACEH TIMUR
KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
- Ruang Hijau
- Perikanan
Tangkap

RH
dan
IT

PROPORSI

LOKASI

100%

Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan


banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis
pantai.
Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia
populasi mangrove minimal 72 m.
Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai
Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.

Hutan Mangrove (Hutan


Lindung)

Perikanan Tangkap/ Perikanan


Samudera

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
-

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Permukiman
Terbatas

Perikanan
Budidaya
Ruang
Terbuka

: 4.2
: D.1 (KAWASAN KONSERVASI ALUE NAGA)
: JEULINGKE
: B / ECO-ZONE
: BANDA ACEH TIMUR

PT

IB
RT

PROPORSI

LOKASI

Perumahan khusus Nelayan


dengan tingkat kepadatan
rendah, kategori rumah
sederhana dan sangat
sederhana
Kawasan Perikanan Tambak

10%

30%

Di sisi Utara Jalan Lingkar Utara.

- Hutan Mangrove (Konservasi)


- Sempadan Sungai (greenbelt)
- ponds

50%
10%

Di sepanjang pesisir pantai Utara Kota Banda Aceh


Di sekitar muara Krueng Aceh dan Banjir Kanal, berupa kolam pancing
dan taman untuk daerah resapan

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

Di sekitar Alue Naga dan sisi Timur Banjir Kanal.


30 40%

0,6-0,8

0%

0%

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Mix Use

: 4.3
: D.2 (SUB PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN JEULINGKE)
: JEULINGKE
: C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH TIMUR

MU

Permukiman
Terbatas
Permukiman

PT

Perikanan
Budidaya
Ruang
Terbuka

IB

RT

PROPORSI

- Perdagangan-jasa
- Pelayanan Umum dan Kantor
Pemerintahan
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Perumahan dengan tingkat
kepadatan rendah
Perumahan dengan tingkat
kepadatan sedang
Kawasan Perikanan Tambak

10%

- Sempadan sungai
(Konservasi)
- Sabuk hijau (greenbelt)
- Taman Kota

10%

LOKASI
Di sisi Utara sepanjang Jl. Tengku Nyak Arief .

20%

Di kelurahan Jeulingke, tepatnya di sisi Utara Jl. Tengku Nyak Arief .

30%

Berbatasan dengan zona mix-use di sepanjang sisi Utara Jl. Tengku


Nyak Arief.
Di sekitar Jl. Lingkar Utara.yang merupakan daerah genangan sekaligus
DAS Krueng titi Panyang.
Di sisi Utara kawasan permukiman sebagai buffer yang membatasi
dengan kawasan perikanan tambak serta di sepanjang DAS Krueng Titi
Panyang berupa jalur hijau dengan lebar 10 50m.

30%

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

30 60%

0,3 2,4

30 40%

0,6-0,8

20 60%

0,7 1,2

0%

0%

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perkantoran

Perdagangan
dan jasa

PJ

Mix Use

MU

Permukiman

Ruang
Terbuka
Pelayanan Kota

: 4.4
: D.3 (KAWASAN PERMUKIMAN SYIAH KUALA)
: ULEE KARENG
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH TIMUR

RT

Perkantoran:
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
- Perdagangan Ritel/Eceran
- Perdagangan Besar
- Jasa Komersial
- Perdagangan Ritel/Eceran
- Perdagangan Besar
- Jasa Komersial
- Perkantoran
- Sarana Pelayanan Kota :
Fasilitas Umum, Fasilitas
Sosial, Institusi dan
Transportasi
- Industri
- Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sedang
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
Sempadan sungai (Konservasi)

PK

Fasilitas Pendidikan

PROPORSI

LOKASI

5%

Di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief dan di sisi Barat Jl. Tgk Nyak Makam:
- Pelayanan umum dan Pemerintahan
- Perkantoran swasta
Di sepanjang Jl. Laksamana Malayahati dan di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak
Arief

10%
10%

65%

10%
5%

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
35 40%

0,8 1,4

30 50%

1,0 2,4

30 60%

0,3 1,8

30 60%

0,3 2,4

20 60%

0,7 1,2

0%

30 40%

0,8 1,2

Di sepanjang Jl. Tgk Chik Dipineung dan di bagian Timur Jl. Prada
Utama yang berbatasan dengan Jl. Laksamana Malayahati.

Di kawasan yang dibatasi oleh Jl. Laksamana Malayahati, Jl. Tgk Nyak
Makam, Jl. Tgk Nyak Arief, dan Jl. Tgk Chik Dipineung

Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
lebar 10 50m
Berada di pertemuan Jl. Tgk. Chik Dipineung dan Jl.TGK Nyak Makam.

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Mix Use

Permukiman

Perkantoran
Pelayanan Kota

: 4.5
: D.4 (KAWASAN PERMUKIMAN ULEE KARENG UTARA)
: ULEE KARENG
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH TIMUR

MU

K
PK

- Perdagangan-jasa
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
- Industri
Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sedang
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
Perkantoran:
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
Fasilitas Pendidikan

PROPORSI

LOKASI

20%

Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl.


Peutamerehom dan sepanjang Jl. P.Nyak Makam pada sisi timur, serta
sepanjang Jl. TGK.Chik Dipineung sampai dengan pertemuan dengan
Jl. Ulee Kareng Prada.

70%

5%
5%

Tersebar di Kecamatan Ulee Kareng pada Kelurahan Pango Raya,


Pango Deah, Ilie, dan Lamteh. Dibatasi oleh Jl. P Nyak Makam di
sebelah Barat hingga Jl. Ulee Kareng Prada, serta Jl. Tgk Chik
Dipineung di sebelah Utara dan Jl. Tengku Yusuf pada sebelah Selatan.

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

30 60%

0,3 2,4

20 60%

0,7 1,2

35 40%

0,8 1,4

30 40%

0,8 1,2

Di sepanjang sisi Timur Jl. P.Nyak Makam.


Berada di pertemuan Jl. Tgk. Chik Dipineung dan Jl.TGK Nyak Makam.

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Mix Use

Permukiman

MU

Perdagangan
Jasa

PJ

Pelayanan Kota

PK

Ruang
Terbuka

: 4.6
: D.5 (KAWASAN PERMUKIMAN ULEE KARENG SELATAN)
: ULEE KARENG
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH TIMUR

RT

Perdagangan-jasa
- Pelayanan Umum
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
- Industri
Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sedang
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
Perdagangan Ritel dan Grosir
Jasa Pelayanan
Hotel dan Restoran
Fasilitas Pendidikan
Sempadan sungai (Konservasi)

Zona Wisata

PROPORSI

LOKASI

10%

Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl.


Tengku Yusuf. Dan rencana jalan lingkar dalam terusan dari Jl. P. Nyak
Makan ke arah selatan hingga berpotongan dengan Krueng Aceh.

70%

5%
3%
10%

2%

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

30 60%

0,3 2,4

20 60%

0,7 1,2

Berada di Ujung Jl. Tengku Iskandar pada pertemuan dengan Jl. TH


GLP Payong Tengku Hasan dek.

35 40%

0,8 1,4

Berbatasan dengan Krueng Aceh pada sisi Selatan pada Jl. Padat Karya
Pango.

30 40%

0,8 1,2

0%

10%

0,2

Berada di kawasan yang berbatasan dengan Krueng Aceh di sisi Barat,


sampai batas administrasi Banda Aceh di sisi Timur.

Di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10


50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata. Serta daerah resapan air
pada Meander (belokan Krueng Aceh) yang juga dapat dimanfaatkan
sebagai hutan kota.
Berada pada wilayah Ilie, Ulee kareng

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Perdagangan
Jasa

PJ

Mix Use

MU

Permukiman

: 4.7
: D.6 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN ULEE KARENG)
: ULEE KARENG
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH TIMUR

Perdagangan Ritel dan Grosir


Jasa Pelayanan
Hotel dan Restoran
Perdagangan-jasa
Pelayanan Umum
Perkantoran Swasta
Fasum dan Fasos
Industri
Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sedang
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB

PROPORSI

LOKASI

40%

Di sepanjang simpang tujuh yaitu di Jl. Tengku Iskandar, Jl. Ulee


Kareng Prada, Jl. Lamgapang, Jl. Lamreung, dan Jalan Mesjid Toha.

30 60%

0,3 1,8

Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl.


Tengku Nyak Makam. Dan sebagian Jl. Tengku Nyak Makam di sisi
Selatan.

30 60%

0,3 2,4

20 60%

0,7 1,2

5%

55%

Tersebar di Kecamatan Ulee Kareng pada Kelurahan Ie Masen Ulee


Kareng, Kelurahan Ceurih,
dan sebagaian dari kelurahan Lam
Geulumpang yang dibatasi Jl.Tengku Musa sampai dengan pertemuan
dengan Jl. Tengku Yusuf pada sebelah Barat dan dibatasi dengan
Krueng Cut di Sebelat Utara, Timur dan Selatan.

TABEL
UNIT ZONING REGULATION
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN
ZONA
WILAYAH PENGEMBANGAN

KEGIATAN YANG
DIPERBOLEHKAN

FUNGSI
Pelayanan Kota
Perdagangan
dan jasa

PK
PJ

Mix Use

MU

Permukiman

Ruang
Terbuka

: 4.8
: D.7 (KAWASAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA)
: KOPELMA
: D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
: BANDA ACEH TIMUR

RT

Fasilitas Pendidikan Tinggi


Perdagangan Ritel/Eceran
Perdagangan Besar
Jasa Komersial
Perdagangan Ritel/Eceran
Perdagangan Besar
Jasa Komersial
Perkantoran
Sarana Pelayanan Kota :
Fasilitas Umum dan Fasilitas
sosial, Institusi dan
Transportasi
- Industri
- Perumahan dengan tingkat
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sedang
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
Sempadan sungai (Konservasi)
-

PROPORSI

LOKASI

40%
5%

Kampus Universitas Syiah Kuala.


Di sepanjang Jl. Utama sampai dengan pertemuan dengan Jl. Kuto
Inong Bale, dan sepanjang Jl. Kuto Inong Bale.

5%

40%

10%

INTENSITAS
PEMANFAATAN
RUANG
KDB
KLB
30 40% 0,8 1,2
30 60%

0,3 1,8

30 60%

0,3 2,4

20 60%

0,7 1,2

0%

Di sepanjang Jalan yang membatasi wilayah Kampus Universitas Syiah


Kuala di bagian Utara.

Di bagian Utara dan Barat Kampus Universitas Syiah Kuala.

Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
lebar 10 50m

LAMPIRAN 2
MATRIKS PERATURAN PENGGUNAAN UNTUK
KAWASAN PERMUKIMAN
PT
P
PK
RT
PJ
MU
K

:
:
:
:
:
:
:

IT
IB
T
PL
AG
TH

PERUMAHAN TERBATAS
PERUMAHAN
PELAYANAN KOTA
RUANG TERBUKA
PERDAGANGAN DAN JASA

MIX USE

:
:
:
:
:
:

PERKANTORAN

PERIKANAN TANGKAP
PERIKANAN BUDIDAYA
PERTANIAN
PELABUHAN (KAWASAN KHUSUS)
AGROPOLITAN (KAWASAN KHUSUS)
TSUNAMI HERITAGE (KAWASAN KHUSUS)

KETERANGAN :
I
: Penggunaan atau kategori penggunaan diijinkan sesuai dengan haknya, yang berarti bahwa tidak akan ada pembatasan atau
peninjauan atau tindakan lain dari Pemerintah Kota sebagai persyaratan memperolah ijin penggunaan selain memproses IMB.
B
: Penggunaan memerlukan Ijin Penggunaan Bersyarat. Ijin Penggunaan bersyarat diperlukan untuk penggunaan yang memiliki
potensi dampak penting terhadap lingkungan sekitarnya atau yang lebih luas. Oleh karena itu permohonan perlu dilengkapi AMDAL,
RKL, RPL..
: Penggunaan atau kategori penggunaan tidak diijinkan

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN

PERUMAHAN

Akomodasi Hunian Bersama


(rumah petak)
Rumah Susun
Rumah Tunggal

2
3

INDIKATOR PERSYARATAN

PT

PK

RT

PJ

MU

IT

IB

SO

PL

AG

I
I

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
B

- Kesesuaian dengan kebutuhan


- Rasio MCK terhadap jumlah penghuni
- Rumah tunggal untuk Wilayah PT
(Permukiman Terbatas) adalah tipe

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN
PT

PK

RT

PJ

MU

IT

INDIKATOR PERSYARATAN
IB

SO

PL

AG

4
5

Rumah Dinas, Wisma Tamu


Asrama Mahasiswa dan Pelajar

I
B

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

_
_

rumah sedang, sederhana dan sangat


sederhana
Rumah tunggal untuk Wilayah AG
(Agropolitan) adalah tipe rumah
perdesaan
Rasio KM/WC terhadap jumlah
penghuni.
Rasio tempat parkir terhadap jumlah
penghuni.
Proporsi terhadap total luas lantai
penggunaan utama (maks. 20%, dan
tidak lebih dari 120 m2).
Proporsi MCK terhadap jumlah penghuni
Rasio tempat parkir terhadap jumlah
penghuni.
Ketertiban dan keamanan lingkungan
Proporsi terhadap total luas lantai
penggunaan rumah tinggal (maks. 20%
dari total luas lantai).
Ketertiban dan keamanan lingkungan

Tempat kos, sebagai


penggunaan pelengkap

Rumah kos yang berdiri sendiri

Rumah Usaha, sebagai


B
penggunaan pelengkap
(praktek dokter individu,
bidan, pengobatan alternatif,
warung, persewaan, dll.)
PERDAGANGAN RITEL/ECERAN
Departemen Store
_
Toko

Bahan Bangunan dan Alat


Pertukangan
Alat Rumah
Tangga/Furniture
Hewan Peliharaan dan
Perlengkapannya
Pakaian dan
Kelengkapannya (butik)

- Tersedia tempat parkir dan bongkar


muat barang.
- Tersedia fasilitas parkir dan bongkar
muat barang.
- Ketersediaan fasilitas penunjang.
- Jaminan keamanan.
- Rasio tempat parkir terhadap luas lantai
bangunan usaha

II
1
2

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN
Peracangan

PT
_

P
B

INDIKATOR PERSYARATAN

PK
_

RT
_

PJ
B

MU
B

K
_

IT
_

IB
_

T
_

SO
_

PL
_

AG
_

Pusat Perbelanjaan/Shopping
Center/Mall

Kios, Warung

Pasar

Restoran

PKL

Galeri

10

Ruang Pamer dan Tempat


Penjualan Kendaraan Bermotor
Tertutup (dealer, showroom)
Ruang Pamer dan Tempat

11

- Dalam bentuk rumah usaha khusus


untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
- Sesuai arahan Rencana Tata Ruang
- Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang.
- Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
- Sesuai arahan Rencana Tata Ruang
- Ketersediaan sarana pengelolaan
limbah.
- Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang.
- Rasio tempat parkir terhadap luas lantai
bangunan usaha.
- Ketersediaan sarana pengelolaan
limbah.
- Batasan lokasi berjualan (di dalam
daerah sempadan bangunan)
- Batasan jenis dagangan dan waktu
berjualan
- Disesuaikan dengan kebutuhan
setempat
- Ketersediaan fasilitas pendukung.
- Ketersediaan tempat parkir dan bongkar
muat barang.
- Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
- Boleh dilengkapi bengkel perawatan
(bukan bengkel perbaikan).
- Tersedia tempat parkir dan bongkar
muat barang.

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN

12
13
14
15
III

PT
Penjualan Kendaraan Bermotor
Terbuka
Ruang Pamer dan Tempat
_
Penjualan Alat-alat Berat
Tempat Penjualan Peralatan
_
dan Pasokan Pertanian
Tempat Penjualan Suku
_
Cadang
Tempat Penjualan Barang
_
Bekas (besi, bekas bangunan)
PERDAGANGAN BESAR/GROSIR

INDIKATOR PERSYARATAN

PK

RT

PJ

MU

IT

IB

SO

PL

AG

Pasar Grosir, Pasar Induk

Pertokoan Grosir

Tempat Pelelangan Ikan

3
IV

- Disesuaikan kebutuhan setempat.


- Tersedia tempat parkir dan bongkar
muat barang.

- Sesuai arahan Rencana Tata Ruang


- Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang.

JASA KOMERSIAL

Trade Centre

Lembaga Keuangan (bank,


asuransi, leasing, bursa
saham, sekuritas, money
changer)
Jasa Pelayanan Penginapan
(hotel, losmen, penginapan,
cottage, homestay)

Jasa Hiburan dan Pertunjukkan


(bioskop, drive-in, sandiwara)

Jasa Reparasi dan Perawatan


(arloji, elektronika, sepeda)

- Tersedia tempat parkir dan


bongkarmuat barang.

- Sesuai arahan Rencana Tata Ruang


- Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang.
- Batasan minimal luas lahan.
- Tersedia lahan parkir (proporsi terhadap
total luas lantai bangunan).
- Jaminan Keamanan.
- Batasan minimal luas lahan.
- Tersedia lahan parkir (proporsi terhadap
total luas lantai bangunan).
- Privacy terjamin.
- Batasan minimal luas lahan.
- Tersedia tempat parkir
- Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.
- Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN
PT

PK

RT

PJ

MU

IT

INDIKATOR PERSYARATAN
IB

SO

PL

AG
persyaratan rumah usaha.

Jasa Pengiriman/Ekspedisi

Jasa Usaha Makanan dan


Minuman (catering)

Jasa Pemakaman dan


Penitipan Jenazah

9
10

11
12

13

Studio Radio dan Televisi

Jasa Personal (salon


kecantikan, pangkas rambut,
laundry, rias pengantin,
penjahit, studio foto, wartel,
warnet, rental komputer,
persewaan video, persewaan
majalah)
Jasa Pelayanan Bisnis (foto
kopi, pengurusan surat-surat
dan dokumen, biro perjalanan)
Perkantoran Bisnis dan
Profesional (notaris,
pengacara, akuntan,
konsultan, kontraktor, kantor
lembaga profesi)
Taman Hiburan dan Teater
Terbuka

- Proporsi terhadap total luas penggunaan


utama.
- Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
- Pengendalian pencemaran lingkungan
(limbah padat dan cair)
- Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.
- Jaminan Keamanan
- Batasan minimal luas lahan.
- Tersedia tempat parki
- Persetujuan komunitas setempat.
- Proporsi terhadap luas penggunaan
utama.
- Rasio tempat parkir terhadap luas
penggunaan tempat usaha
- Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.

- Batasan minimal luas lahan.


- Tersedia tempat parkir
- Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN

INDIKATOR PERSYARATAN

14

Penitipan Hewan Peliharaan

PT
_

P
_

PK
_

RT
_

PJ
B

MU
B

K
_

IT
_

IB
_

T
_

SO
_

PL
_

AG
_

15

Fasilitas Penitipan Anak

16

Pameran di Ruang Terbuka


(produk unggulan, bunga)
Studio Ketrampilan (non
fasilitas pendidikan)
Panti Pijat

Klub Malam, Bar, Karaoke,


Cafe
Fasilitas Rekreasi Privat dan
Kebugaran (club house, fitness
centre)
Fasilitas Daur Ulang

17
18
19
20
21

Pengumpul kecil/besar

22

Pengolahan hasil daur


ulang
Pengkomposan dari
bahan-bahan hijau dan
organik
Tempat pengumpulan
puing-puing bangunan
Pengolahan buangan
komersial dan pabrik
Klinik dan Rumah Sakit hewan

23

Tempat Persewaan Kendaraan

- Disesuaikan kebutuhan komunitas


setempat.
- Jaminan keamanan.
- Proporsi terhadap luas penggunaan
utama
- Daya tampung (kapasitas)
- Kelengkapan fasilitas
- Bersifat temporer
- Luas lahan memenuhi
- Luas lahan memenuhi
- Tersedia tempat parkir
- Persetujuan komunitas setempat.
- Tersedia tempat parkir.
- Persetujuan komunitas setempat.
- Tersedia tempat parkir.
- Tersedia fasilitas pendukung.
- Tersedia tempat parkir.
- Persetujuan komunitas setempat.
- Tersedia tempat parkir.
- Pengendalian pencemaran lingkungan
(limbah padat)

Batasan minimum luas lahan.


Keamanan warga sekitar
Pencemaran lingkungan
Batasan minimum luas lahan.

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN
PT

PK

RT

PJ

MU

IT

INDIKATOR PERSYARATAN
IB

SO

PL

AG
- Tersedia tempat parkir

24

Bengkel Mobil

25

Bengkel Sepeda Motor

26

SPBU

PERKANTORAN

Perkantoran Pemerintah
(eksekutif,legislatif, yudikatif)

Perkantoran Organisasi SosialPolitik-Kemasyarakatan,


Kantor Yayasan, LSM

Kantor Perwakilan Negara


Asing

VI
1

- Pengendalian pencemaran dan


kebisingan
- Pengendalian pencemaran dan
kebisingan
- Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
- Batasan minimum luas lahan.
- Persetujuan komunitas setempat
- Keamanan terhadap kebakaran dan
bahaya ledakan
- Sirkulasi kendaraan dalam tapak tidak
mengganggu lalu-lintas sekitar.
- Kesesuaian jenis kantor dengan
karakter zona setempat.
- Batasan minimum luas lahan
- Rasio tempat parkir terhadap luas lantai.
- Khusus untuk wilayah P (Permukiman)
harus memperhatikan proporsi terhadap
luas penggunaan rumah tinggal (maks.
20%)
- Keamanan dan ketertiban lingkungan.
- Persetujuan komunitas setempat.
- Keamanan dan ketertiban lingkungan.
- Persetujuan komunitas setempat.
- Tersedia fasilitas yang memadai.

PENGGUNAAN SARANA PELAYANAN KOTA


Sarana Pendidikan

Taman Kanak-kanak dan

SD sampai SMU dan MI

Playgroup

- Batasan minimal luas kapling


- Rasio tempat parkir terhadap luas lantai
- Ketertiban dan keamanan lokasi

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN
PT

PK

RT

PJ

MU

IT

INDIKATOR PERSYARATAN
IB

SO

PL

AG

sampai MA

Sekolah Tinggi/Universitas

Sekolah Kejuruan

Pendidikan Kedinasan

Tempat Kursus (bahasa,


kecantikan, musik, tari,
desain, akuntansi,
komputer, mengetik,
menjahit, memasak,
mengemudi, montir)
Sekolah Luar Biasa

Pondok Pesantren

- Proporsi terhadap luas penggunaan


rumah tinggal maks. 20% bila di wilayah
permukiman (P)
- Rasio tempat parkir terhadap luas
penggunaan tempat usaha
- Persetujuan tetangga sekitar.
- Kelengkapan fasilitas pendukung.
- Ketertiban dan keamanan lokasi
- Batasan minimal luas kapling
- Kelengkapan fasilitas pendukung
- Persetujuan komunitas setempat

Sarana Kesehatan

Rumah Sakit

Fasilitas Kesehatan
Lingkungan (Puskesmas,
BKIA, Poliklinik, Klinik)

Tempat Praktek Medis


Rawat Luar (tempat
praktek bersama)

Apotik

- Batasan minimal luas kapling.


- Ketersediaan fasilitas pengelolaan
limbah
- Rasio tempat parkir terhadap luas
penggunaan utama.
- Ketersediaan fasilitas pengelolaan
limbah
- Tidak menimbulkan konflik pemanfaatan
kegiatan.
- Rasio tempat parkir terhadap luas
penggunaan tempat usaha.
- Persetujuan tetangga sekitar.
- Ketertiban dan keamanan lingkungan.
- Proporsi terhadap luas lantai
penggunaan utama (maks. 20% dari
total luas lantai).
- Rasio tempat parkir terhadap luas

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN
PT

Laboratorium Diagnostik

Sarana Peribadatan

Sarana Sosial

PK

RT

PJ

MU

IT

INDIKATOR PERSYARATAN
IB

SO

PL

AG

Panti Wredha

Panti Asuhan

Panti Perawatan Narkoba

Pondok Sosial

Balai Pertemuan Warga

Museum

Sarana Keamanan dan


Keselamatan

Kantor Polisi, Koramil

Pos Pemadam Kebakaran

Pos Keamanan
Lingkungan

Lembaga
Pemasyarakatan
Sarana Olah Raga dan
Pertemuan

Stadion dan Sarana Olah


raga Tertutup

Gedung Pertemuan,
Convention Hall

pengunaan tempat usaha.


- Ketersediaan fasilitas pengelolaan
limbah.
- Ketersediaan fasilitas pengelolaan
limbah.
- Kelengkapan fasilitas pendukung
- Persetujuan komunitas sekitar.
- Batasan minimal luas kapling
- Kelengkapan fasilitas pendukung
- Persetujuan komunitas sekitar
- Ketertiban dan keamanan lingkungan

- Batasan pengguna (hanya untuk


komunitas setempat)
- Ketersediaan lahan
- Kelengkapan fasilitas pendukung
- Ketersediaan tempat parkir
- Ketersediaan lahan
- Kelengkapan fasilitas pendukung
- Ketersediaan tempat parkir

- Ketersediaan lahan
- Kelengkapan fasilitas pendukung
- Ketersediaan tempat parkir

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN
VII
1

PT
P
PK
RT
PJ
PENGGUNAAN SARANA PELAYANAN KOTA/ INSTITUSI

INDIKATOR PERSYARATAN

MU

IT

IB

SO

PL

AG

Antena Komunikasi

Fasilitas Telekomunikasi
Minor
Fasilitas Telekomunikasi
Major
Antena Satelit

Fasilitas Gardu induk listrik

Krematorium

Transmisi Induk, Relay,


_
B
B
Distribusi Komunikasi (Stasiun
Telepon Otomat)
Instalasi Pengolahan dan
_
B
B
Penyimpanan Air Bersih
(penjernihan air, tandon air,
menara air)
Instalasi Pengolahan Air
_
_
B
Limbah/Limbah Tinja
Instalasi dan Tempat
_
B
B
Pembuangan Sampah (TPS
dan depo sampah) TPS,
incerinator)
Tempat Pembuangan Sampah
_
_
B
Akhir
SARANA PELAYANAN KOTA TRANSPORTASI

8
9

10
VII
1

Terminal Kargo

Terminal Penumpang, Shelter,


Halte

- Keamanan terhadap bangunan dan


lingkungan sekitar

- Keamanan terhadap bangunan dan


lingkungan sekitar
- Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.
- Jaminan keamanan.
- Batasan minimal luas kapling
- Ketersediaan fasilitas penunjang
- Keamanan terhadap bangunan dan
lingkungan sekitar
- Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.
- Kesesuaian dengan kebutuhan setempat
(perumahan : TPS dan depo sampah)
- Persetujuan komunitas setempat.
- Pengendalian pencemaran lingkungan
sekitar

- Disesuaikan kebutuhan komunitas


setempat.
- Batasan minimal luas kapling
- Ketersediaan fasilitas penunjang

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN
3

Stasiun Kereta Api

Pelabuhan Laut, Terminal Peti


kemas
Pelabuhan Penyeberangan

6
7
VIII

INDIKATOR PERSYARATAN

PT

PK

RT

PJ

MU

IT

IB

SO

PL

AG

Badan Meteorologi dan


Geofisika (BMG)
INDUSTRI

Industri kecil/rumah tangga

Industri Percetakan dan Surat


Kabar
Industri Perikanan
(Pengolahan ikan,
pengalengan, dll)
Pengolahan Hasil Pertanian
(Agroindustri)
PERGUDANGAN

Gudang Tertutup/Terbuka

Fasilitas Pindahan dan


Penitipan Barang (Moving and
Storage)
Gudang Terbuka Sementara di
Luar Lokasi Pembangunan
Proyek
RUANG TERBUKA HIJAU

3
4
IX

3
X
1

Hijau Lindung

Industri Non Polutan


Batasan minimal luas kapling
Ketersediaan fasilitas penunjang
Keamanan terhadap bangunan dan
lingkungan sekitar
- Persetujuan komunitas setempat
- Pengendalian pencemaran lingkungan
sekitar
-

- Disesuaikan kebutuhan komunitas


setempat
- Batasan minimal luas kapling
- Ketersediaan fasilitas penunjang
- Batasan waktu (hanya diijinkan selama
pembangunan proyek)

Hutan Kota

Hutan Bakau

Hijau Binaan

Taman Kota

Rekreasi Kota (Kebun

_
- Batasan luas lahan minimum

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN
PT

MU

IT

IB

SO

PL

AG

Bumi Perkemahan

Sabuk Hijau

- Disesuaikan kebutuhan setempat


- Persetujuan komunitas setempat

Jalur Hijau SUTT

- Batasan ruang bebas SUTT

Jalur Hijau Pengaman


Jaringan Pipa Gas
Hijau Prasarana Jalan dan
Kereta Api (median, pulau
jalan, interchange jalan tol,
sempadan kereta api)
Hijau Olah-raga

- Batasan ruang bebas jaringan pipa gas

- Batasan Rumija, Rumaja, Ruwasja,


GSB, dan Garis Sempadan Kereta Api

- Kesesuaian dengan kebutuhan setempat

- Kesesuaian dengan kebutuhan


setempat
- Batasan lokasi
- Ketersediaan tempat parkir
- Ketertiban dan keamanan lokasi
- Pelestarian lingkungan
- Kesesuaian dengan kebutuhan
setempat

Hijau Tata Air


Tepi Sungai dan Saluran
(sempadan sungai)
1. Tepi Waduk (sempadan
waduk)
2. Tepi Laut (sempadan
pantai)
Hijau Utilitas

Lapangan Olah-raga
Terbuka (sepak bola,
basket, voli)
Lapangan Golf, Driving
Range
Tempat Terbuka Penjualan
Tanaman dan Bunga

PJ

RT

PK

Binatang, Taman Ria,


Taman Remaja)
Pemakaman

INDIKATOR PERSYARATAN

Tempat Pemeliharaan/Istal
Kuda Pacu

_
_

FUNGSI WILAYAH

KATEGORI PENGGUNAAN
9

Tempat Pembenihan
Holtikultura dan Rumah Kaca

XI

PERTAMBAKAN

Tambak Budidaya
Tambak Produksi

XII

Tempat Pembibitan dan


Fasilitas Aquaculture
Tambak/Kolam Rekreasi
(ekowisata)

Kolam Pancing

INDIKATOR PERSYARATAN

PT
B

P
B

PK
B

RT
B

PJ
B

MU
B

K
_

IT
_

IB
_

T
B

SO
_

PL
_

AG
B

Restoran Apung

Rekreasi Perahu

Telaga, ponds

Saluran drainase

Kesesuaian dengan kebutuhan


Ketersediaan tanah
Batasan sempadan telaga
Kesesuaian dengan kebutuhan
Batasan sempadan saluran

TATA INFORMASI (SIGN)

Tata Informasi Proyek

Tata Informasi Komunitas


(penunjuk lokasi, penunjuk
arah, papan informasi)
Tata Informasi Komersial
(reklame)

- Disesuaikan kebutuhan setempat


- Pengendalian pencemaran lingkungan
(limbah padat dan cair)
- Pelestarian lingkungan

PERAIRAN

XIII

- Dalam bentuk rumah usaha khusus


untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
- Ketertiban dan keamanan lingkungan

Batasan penataan signage

LAMPIRAN 3
KETENTUAN KDB DAN KLB
FASILITAS KESEHATAN
Peruntukkan
Fasilitas Kesehatan Lingkungan (Puskesmas, BP, BKIA,
Posyandu, Poliklinik, dsb.)

KDB
50%

KLB
1

Praktek Dokter bersama

40%

0,8

50%

0,5

35%

0,7

40%

0,4

35%

0,7

30%
40%
35%
30%
40%
35%
30%

0,9
0,8
1,4
1,8
0,8
1,4
1,8

Luas tanah minimum 300m2


Luas tanah minimum 300m2
Apotik/ Laboraturium Klinis

Luas tanah minimum 200m


Rumah Sakit kelas D

Luas tanah minimum 5000m


Rumah Sakit kelas C

Luas tanah minimum 10.000m2


Rumah Sakit kelas B

Luas tanah minimum 45.000m2


Rumah Sakit kelas A

Luas tanah minimum 70.000m2


FASILITAS PENDIDIKAN
Peruntukkan
Pendidikan Pra Sekolah (playgroup)

Luas tanah minimum 250m2

Pendidikan Dasar dan Menengah

Luas tanah minimum 10.000m2

KDB

KLB

35%
40%
30%

0,35
0,8
1,2

40%
40%
30%

1,6
0,8
1,2

40%

1,6

KDB

KLB

40%

0,8

40%

0,8

40%

0,8

Pendidikan Tinggi

Luas tanah minimum 50.000m2


Pendidikan Luar Sekolah (Ruko atau Rukan)

Luas tanah minimum 500m2


Pondok Pesantren

Luas tanah minimum 50.000m2


FASILITAS PERIBADATAN
Peruntukkan
Mesjid

Luas tanah minimum 1.000m2


Gereja

Luas tanah minimum 1.000m2


Vihara

Luas tanah minimum 1.000m2

RUANG TERBUKA
Peruntukkan

KDB
0%
10%
20%
5%
5%
60%
60%
60%
50%
0%
0%

KLB
0,2
0,2
0,05
0,05
0,6
0,6
0,6
1,2
-

KDB

KLB

60%

1,2

50%

1,0

50%

1,0

Luas tanah minimum 10.000m2

50%

1,0

JASA PELAYANAN
Peruntukkan
Salon/tukang cukur/tukang jahit

KDB

KLB

60%

1,2

60%

1,2

60%

1,2

60%

1,2

Luas tanah minimum 1000m2

50%

1,0

HOTEL DAN RUMAH MAKAN


Peruntukkan
Penginapan/losmen/hotel melati

KDB

KLB

Hotel Berbintang

60%
40%
30%

1,2
1,6
2,4

50%

0,5

40%

0,8

Taman Kota
Lapangan Olahraga
Kolam Renang
Taman Pemakaman Umum
Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Tempat Pembuangan Sampah Sementara
Instalasi Pengolahan Tinja dan/ Air Limbah
Instalasi Pengolahan Air Bersih
Tempat Pemotongan Hewan
Hutan Kota
Kegiatan Pertanian
INDUSTRI
Peruntukkan
Industri Rumah

Luas tanah minimum 1.000m2


Industri Pengolahan Ikan

Luas tanah minimum 10.000m2


Galangan Kapal Kayu

Luas tanah minimum 10.000m2


Pembangkit Listrik

Luas tanah minimum 100m2

Layanan Dokumen/Warnet/Wartel

Luas tanah minimum 100m2


Bengkel Sepeda Motor

Luas tanah minimum 100m2


Bengkel Mobil

Luas tanah minimum 1000m2


Bengkel Mesin/Listrik umum

Luas tanah minimum 1.000m2


Luas tanah minimum 5.000m2
Warung Nasi/Warung Kopi

Luas tanah minimum 100m2


Rumah Makan/Restoran/Cafe

Luas tanah minimum 500m2

PERDAGANGAN
Peruntukkan
Warung/Toko Eceran Kecil

KDB

KLB

70%

0,7

60%
70%
60%

1,8
2,8
4,8

50%

1,0

40%

0,4

Luas tanah minimum 5.000m2

30%

0,3

PERKANTORAN
Peruntukkan
Perkantoran/Layanan Masyarakat dengan gedung tersendiri

KDB
40%

KLB
0,8

35%

1,4

60%
50%
40%
30%

1,8
1,0
1,6
2,4

60%

2,4

KDB

KLB

50%

1,0

50%

2,0

40%

0,8

40%

0,4

40%

0,4

40%

0,4

50%

1,0

Luas tanah minimum 100m2


Pertokoan

Luas tanah minimum 100m2


Pusat Perbelanjaan/Shopping Center/Mall

Luas tanah minimum 10.000m2

Pasar Tradisional/Pasar Hewan/Pasar Ikan

Luas tanah minimum 10.000m2


Depo Bahan Bangunan

Luas tanah minimum 2.500m2


SPBU

Luas tanah minimum 750m2

Perkantoran/Layanan Masyarakat pada ruko/rukan

Luas lantai dasar minimum 150m2

Perkantoran bukan layanan masyarakat dengan gedung sendiri

Luas tanah minimum 1.000m2

Perkantoran bukan layanan masyarakat pada ruko/rukan

Luas tanah minimum 100m2

FASILITAS KOMUNIKASI DAN ENERGI


Peruntukkan
Stasiun Siaran Radio

Luas tanah minimum 500m2


Stasiun Siaran TV

Luas lahan minimum 25.000m2


Stasiun Relay TV

Luas tanah minimum 1.000m2


Antena Pemancar Telepon/Seluler

Luas tanah minimum 100m2

Stasiun Telepon Otomat Radio

Luas tanah minimum 50m2


Gardu Listrik

Luas tanah minimum 50m2


Gardu Transformasi Tegangan Listrik

Luas tanah minimum 10.000m2

PERUMAHAN
Peruntukkan
Rumah ukuran sangat besar (kapling >600m2)
Rumah ukuran besar (kapling 301 m2 s/d 600 m2)
2

Rumah ukuran sedang (kapling 201m s/d 300m )


Rumah ukuran kecil (kapling 101m2 s/d 200m2)
Rumah ukuran sangat kecil (kapling s/d 100m2)
Rumah susun ukuran besar (hunian > 70m2)
Luas tanah minimum 10.000m2
Rumah susun ukuran kecil (hunian s/d 70m2)
Luas tanah minimum 5000m2
Rumah perdesaan ukuran besar (kapling >1000m2)
Rumah perdesaan ukuran sedang (kapling 601 s/d 1000m2)
Rumah perdesaan ukuran kecil (kapling s/d 600m2)
Rekreasi dan Wisata
Peruntukkan
Hiburan dalam ruangan yang ada dalam bangunan bersama
kegiatan lain (di dalam pusat perbelanjaan, mall, dsb)
Luas lantai minimum 1000m2

KDB

KLB

40%

1,2

40%
50%
50%
60%

0,8
1,0
1,0
1,2

20%

0,8

20%
30%
30%
40%

0,8
0,6
0,6
0,8

KDB
Mengikuti
bangunan
kegiatan
berada

KLB
ketentuan
dimana
tersebut

Hiburan dalam ruangan yang ada dalam suatu bangunan


tersendiri
Luas minimum 6000m2
Rekreasi luar ruangan
Luas tanah minimum 50.000m2

30%

0.9

10%

0,2

Fasilitas Transportasi
Peruntukkan

KDB

KLB

10%
10%
10%
20%
20%
40%

0.2
0.2
0.2
0,4
0,8
0,8

Terminal Bis AKAP


Terminal Angkutan Kota
Pelabuhan Ferry
Pelabuhan Ikan
Pelabuhan Samudera
Depo Bahan Bakar Minyak

Anda mungkin juga menyukai