Anda di halaman 1dari 229

PEMERINTAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

DINAS PERKOTAAN DAN PERMUKIMAN


SKS-BRR TATA RUANG,LINGKUNGAN DAN EVALUASI MANFAAT
Jl. Pemancar No. 5 Simpang Tiga Telp. (0651) 42885, 41130, Fax. (0651) 42230 Banda Aceh

evisi
encana Tata Ruang Wilayah
Kota Banda Aceh
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Tahun 2006 - 2016

Laporan Akhir
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kata Pengantar

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh merupakan rencana induk yang akan dijadikan
sebagai pedoman/acuan bagi pemerintah kota dalam melakukan pembangunan/pengembangan Kota Banda
Aceh. Mengingat pada akhir tahun 2004 telah terjadi bencana gempa dan tsunami di Provinsi NAD
khususnya Kota Banda Aceh yang mengakibatkan terjadinya perubahan pemanfaatan ruang dan struktur
ruang kota yang ada, sehingga diperlukan kegiatan penyempurnaan atau Revisi RTRW Kota Banda Aceh
agar dapat relevan dengan kondisi setelah bencana tersebut.
Kegiatan ini merupakan penyempurnaan dari produk RTRW Kota Banda Aceh 2002 – 2010 (sebelum
bencana gempa dan tsunami) dengan memperhatikan aspirasi masyarakat Kota Banda Aceh dan merujuk
Urgent Plan of Banda Aceh City yang telah disusun oleh JICA serta studi-studi keruangan yang ada pasca
bencana gempa dan tsunami.
Dokumen Laporan Akhir disusun sebagai produk dokumen pertama dari pekerjaan “Revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) 2006 – 2016 Kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”
kerjasama antara Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias dengan konsultan pelaksana.
Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat dan menjadi dasar untuk penyusunan rencana tahap yang
lebih rinci. Atas bantuan dan kerja sama semua pihak hingga tersusunnya dokumen ini, kami ucapkan terima
kasih.

Banda Aceh, Desember 2006

Laporan Akhir
i
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Daftar Isi

Kata Pengantar ----------------------------------------------------------------------------------------------------- i


Daftar Isi ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ii
Daftar Tabel --------------------------------------------------------------------------------------------------------- v
Daftar Gambar ------------------------------------------------------------------------------------------------------ vii

BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang --------------------------------------------------------------------------------------------- I-1
1.2 Issue Pokok Dalam Penyusunan Revisi RTRW ----------------------------------------------------- I-3
1.3 Maksud, Tujuan dan Sasaran ---------------------------------------------------------------------------- I-3
1.4 Lingkup Studi ---------------------------------------------------------------------------------------------- I-4
1.5 Wilayah Studi ---------------------------------------------------------------------------------------------- I-4
1.6 Substansi ---------------------------------------------------------------------------------------------------- I-4
1.7 Metodologi ------------------------------------------------------------------------------------------------- I-5
1.7.1 Azaz Rencana -------------------------------------------------------------------------------------- I-5
1.7.2 Pendekatan Penataan Ruang -------------------------------------------------------------------- I-6
1.7.3 Tahapan Pekerjaan -------------------------------------------------------------------------------- I-8
1.8 Sistematika Laporan -------------------------------------------------------------------------------------- I - 12

BAB 2 : KARAKTERISTIK, POTENSI DAN MASALAH KOTA BANDA ACEH


2.1 Analisis Fungsi, Peran dan Kedudukan Kota Banda Aceh ---------------------------------------- II - 1
2.2 Analisis Daya Dukung ------------------------------------------------------------------------------------ II - 2
2.2.1 Geografis--------------------------------------------------------------------------------------------- II - 2
2.2.2 Topografi ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 4
2.2.3 Hidrologi ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 4
2.2.4 Klimatologi ----------------------------------------------------------------------------------------- II - 5
2.2.5 Geologi Tanah ------------------------------------------------------------------------------------- II - 6
2.3 Analisis Pemanfaatan Ruang ---------------------------------------------------------------------------- II - 7
2.3.1 Struktur Ruang ------------------------------------------------------------------------------------ II - 7
2.3.2 Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------------------------- II - 10
2.3.3 Intensitas Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------------ II - 20
2.3.4 Kecendrungan Perkembangan Kota ----------------------------------------------------------- II - 22

Laporan Akhir
ii
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.4 Analisis dan Karakteristik Kependudukan dan Kemasyarakatan --------------------------------- II - 23


2.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ---------------------------------------------------------- II - 23
2.4.2 Kepadatan Penduduk ---------------------------------------------------------------------------- II - 28
2.4.3 Komposisi Penduduk ---------------------------------------------------------------------------- II - 31
2.4.4 Kondisi Sosial Budaya ---------------------------------------------------------------------------- II - 33
2.5 Karakteristik dan Analisis Perekonomian ------------------------------------------------------------- II - 35
2.5.1 Struktur Perekonomian dan Pertumbuhan Ekonomi --------------------------------------- II - 35
2.5.2 Ketenagakerjaan ----------------------------------------------------------------------------------- II - 37
2.6 Karakteristik dan Analisis Transportasi --------------------------------------------------------------- II - 38
2.6.1 Transportasi Darat -------------------------------------------------------------------------------- II - 38
2.6.2 Transportasi Penyeberangan -------------------------------------------------------------------- II - 40
2.6.3 Transportasi Laut --------------------------------------------------------------------------------- II - 40
2.7 Karakteristik dan Analisis Utilitas Kota --------------------------------------------------------------- II - 40
2.7.1 Air Bersih ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 40
2.7.2 Air Limbah ----------------------------------------------------------------------------------------- II - 42
2.7.3 Persampahan --------------------------------------------------------------------------------------- II - 43
2.7.4 Drainase -------------------------------------------------------------------------------------------- II - 45
2.7.5 Telekomunikasi ----------------------------------------------------------------------------------- II - 46
2.7.6 Kelistrikan ------------------------------------------------------------------------------------------ II - 47
2.8 Karakteristik dan Analisis Fasilitas Kota -------------------------------------------------------------- II - 48
2.8.1 Fasilitas Pendidikan ------------------------------------------------------------------------------- II - 48
2.8.2 Fasilitas Kesehatan -------------------------------------------------------------------------------- II - 49
2.8.3 Fasilitas Peribadatan ------------------------------------------------------------------------------ II - 51
2.8.4 Fasilitas Perkantoran dan Pelayanan Umum ------------------------------------------------- II - 52
2.9 Harapan dan Aspirasi Stakeholders --------------------------------------------------------------------- II - 52
2.9.1 Pertimbangan Sosial Budaya -------------------------------------------------------------------- II - 53
2.9.2 Pertimbangan Ekonomi -------------------------------------------------------------------------- II - 53
2.9.3 Pertimbangan Infrastruktur --------------------------------------------------------------------- II - 53

BAB 3 : RENCANA TATA RUANG KOTA BANDA ACEH


3.1 Kedudukan Kota Banda Aceh Dalam Konstelasi Regional ---------------------------------------- III - 1
3.2 Skenario Perkembangan Kota --------------------------------------------------------------------------- III - 2
3.3 Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang ---------------------------------------------------------------- III - 4
3.3.1 Rencana Struktur Ruang Kota ------------------------------------------------------------------ III - 4
3.3.2 Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk ------------------------------------------- III - 12
3.3.3 Rencana Sistem Pusat Pelayanan --------------------------------------------------------------- III - 13
3.4 Rencana Pola Pemanfaatan Ruang --------------------------------------------------------------------- III - 14
3.4.1 Penetapan Kawasan Lindung ------------------------------------------------------------------- III - 16
3.4.2 Rencana Kawasan Budidaya --------------------------------------------------------------------- III - 21

3.5 Rencana Penetapan Intensitas Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------- III - 25

Laporan Akhir
iii
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.5.1 Rencana Kepadatan Bangunan ----------------------------------------------------------------- III - 25


3.5.2 Koefisien Lantai Bangunan --------------------------------------------------------------------- III - 26
3.5.3. Ketinggian Bangunan ---------------------------------------------------------------------------- III - 27
3.5.4. Garis Sempadan Bangunan ---------------------------------------------------------------------- III - 28
3.6. Rencana Sistem Transportasi ---------------------------------------------------------------------------- III - 29
3.6.1. Sistem Perangkutan Jalan Raya ----------------------------------------------------------------- III - 29
3.6.2. Sistem Perangkutan Laut ------------------------------------------------------------------------ III - 34
3.6.3. Sistem Perangkutan Penyeberangan ----------------------------------------------------------- III - 35
3.7 Rencana Sistem Utilitas ---------------------------------------------------------------------------------- III - 36
3.7.1 Rencana Sistem Penyediaan Air Bersih ------------------------------------------------------- III - 36
3.7.2 Rencana Sistem Pembuangan Sampah -------------------------------------------------------- III - 39
3.7.3 Rencana Sistem Drainase ------------------------------------------------------------------------ III - 41
3.7.4 Rencana Penanganan Bencana Banjir ---------------------------------------------------------- III - 44
3.7.5 Rencana Sistem Penyediaan Kelistrikan ------------------------------------------------------- III - 54
3.7.6 Rencana Sistem Penyediaan Telekomunikasi ------------------------------------------------ III - 55
3.8 Rencana Sistem Fasilitas --------------------------------------------------------------------------------- III - 56
3.8.1. Rencana Penyediaan Fasilitas Pendidikan ---------------------------------------------------- III - 56
3.8.2. Rencana Penyediaan Fasilitas Kesehatan ----------------------------------------------------- III - 57
3.8.3. Rencana Penyediaan Fasilitas Peribadatan ---------------------------------------------------- III - 57
3.9 Rencana Fasilitas Jalur Darurat dan Evakuasi ------------------------------------------------------- III - 58

BAB 4 : RENCANA IMPLEMENTASI


4.1 Kelembagaan Penataan Ruang Kota Banda Aceh --------------------------------------------------- IV - 1
4.1.1 Pendahuluan ---------------------------------------------------------------------------------------- IV - 1
4.1.2 Referensi Peraturan dan Perundang-Undangan Penataan Ruang ------------------------- IV - 2
4.1.3 Azas-Azas dan Tujuan Penataan Ruang ------------------------------------------------------- IV - 3
4.1.4 Kerangka Konseptual Hubungan Rencana Tata Ruang Dengan Rencana
Pembangunan -------------------------------------------------------------------------------------- IV - 4
4.1.5 Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang --------------------------------------------- IV - 13
4.1.6 Kelembagaan Perencanaan Tata Ruang Di Kota Banda Aceh ---------------------------- IV - 20
4.1.7 Izin Mendirikan Bangunan ---------------------------------------------------------------------- IV - 26
4.1.8 Izin Gangguan ------------------------------------------------------------------------------------- IV - 32
4.1.9 Izin Tempat Usaha -------------------------------------------------------------------------------- IV - 37
4.1.10 Pengendalian Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------- IV - 42
4.2 Indikasi Program ------------------------------------------------------------------------------------------ IV - 46

LAMPIRAN 1 : ZONING REGULATION


LAMPIRAN 2 : MATRIKS PERATURAN PENGGUNAAN UNTUK KAWASAN PERMUKIMAN
LAMPIRAN 3 : KETENTUAN KDB DAN KLB

Laporan Akhir
iv
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Daftar Tabel

BAB 2
Tabel 2.1 Peran, Fungsi dan Kedudukan Kota Banda Aceh -------------------------------- II - 2
Tabel 2.2 Luas dan Prosentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh ---------------- II - 3
Tabel 2.3 Sungai di Kota Banda dan Aceh ----------------------------------------------------- II - 5
Tabel 2.4 Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di Kota Banda Aceh
Tahun 2002 ------------------------------------------------------------------------------ II - 10
Tabel 2.5 Luas dan Persentase Tingkat Kepadatan Kawasan Terbangun di
Kota Banda Aceh Tahun 2005 ------------------------------------------------------ II - 11
Tabel 2.6 Pola Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh
Tahun 2005 ------------------------------------------------------------------------------ II - 12
Tabel 2.7 Pembagian Zona, Fungsi dan Penggunaan Lahan
Kota Banda Aceh Menurut URRP BAC -------------------------------------------- II - 17
Tabel 2.8 Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang di Kota Tahun 2010 ------------------ II - 20
Tabel 2.9 Jumlah Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2001-2003 ---------------------- II - 23
Tabel 2.10 Jumlah Penduduk Pasca Tsunami di Kota Banda Aceh -------------------------- II - 25
Tabel 2.11 Proyeksi Penduduk Kota Banda Aceh --------------------------------------------- II - 28
Tabel 2.12 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2003 -------------- II - 29
Tabel 2.13 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh
Pasca Tsunami -------------------------------------------------------------------------- II - 30
Tabel 2.14 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Banda Aceh
Tahun 2003 ------------------------------------------------------------------------------ II - 31
Tabel 2.15 Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Pasca Tsunami
Di Kota Banda Aceh ------------------------------------------------------------------ II - 32
Tabel 2.16 Jumlah & Titik Lokasi Pengungsi dalam Wilayah Kota Banda Aceh ---------- II - 33
Tabel 2.17 Kondisi PDAM Tirta Daroy --------------------------------------------------------- II - 40
Tabel 2.18 Kondisi Sampah Berdasarkan Jenisnya -------------------------------------------- II - 43
Tabel 2.19 Kondisi Saluran dan Pintu Air Sebelum dan Setelah Bencana Tsunami ------- II - 46
Tabel 2.2 Banyaknya Fasilitas Telepon di Kota Banda Aceh Tahun 2004-2005 --------- II - 47

Laporan Akhir
v
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tabel 2.21 Kondisi Jaringan Listrik di Kota


Banda Aceh ----------------------------------------------------------------------------- II - 48
Tabel 2.22 Jumlah TK, SD, SLTP, SLTA, dan Kejuruan di Kota
Banda Aceh Tahun 2004-2005 ------------------------------------------------------- II - 49
Tabel 2.23 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan Kota Banda Aceh
Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II - 49
Tabel 2.24 Jumlah Sarana Kesehatan Kota Banda Aceh
Tahun 2004-2005 ----------------------------------------------------------------------- II - 50
Tabel 2.25 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Kesehatan Kota Banda Aceh
Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II - 50
Tabel 2.26 Jumlah Fasilitas Peribadatan di Kota
Banda Aceh Tahun 2003 -------------------------------------------------------------- II – 51
Tabel 2.27 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Kota Banda Aceh
Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II – 51

BAB 3
Tabel 3.1 Pembagian Zona Pada BWK Barat Kota Banda Aceh --------------------------- III - 9
Tabel 3.2 Pembagian Zona Pada BWK Utara Kota Banda Aceh -------------------------- III - 10
Tabel 3.3 Pembagian Zona Pada BWK Selatan Kota Banda Aceh ------------------------ III - 11
Tabel 3.4 Pembagian Zona Pada BWK Timur Kota Banda Aceh ------------------------- III - 11
Tabel 3.5 Rencana Distribusi Penduduk Kota Banda Aceh Tahun 2016 ----------------- III - 12
Tabel 3.6 Rencana Sistem Pusat Pelayanan ---------------------------------------------------- III - 13
Tabel 3.7 Rencana Penggunaan Lahan Tahun 2016 ------------------------------------------ III - 15
Tabel 3.8 Rencana Kawasan Budidaya --------------------------------------------------------- III - 21
Tabel 3.9 Rencana Kepadatan Bangunan ------------------------------------------------------ III - 25
Tabel 3.10 Rencana Koefisien Lantai Bangunan ------------------------------------------------ III - 27
Tabel 3.11 Rencana Ketinggian Bangunan ------------------------------------------------------ III - 28
Tabel 3.12 Rencana Ketinggian Bangunan ------------------------------------------------------ III - 29
Tabel 3.13 Proyeksi Kebutuhan Air Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ------------ III - 36
Tabel 3.14 Proyeksi Timbulan Sampah Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 -------- III - 40
Tabel 3.15 Periode Ulang Saluran Drainase ----------------------------------------------------- III - 44
Tabel 3.16 Rencana Flood Canal ------------------------------------------------------------------ III - 45
Tabel 3.17 Normalisasi Sungai Dalam Kota ----------------------------------------------------- III - 45
Tabel 3.18 Debit dan Dimensi Saluran Primer -------------------------------------------------- III - 46
Tabel 3.19 Jumlah dan Lokasi Retarding Pond, Pintu Air dan Pompa ---------------------- III - 47
Tabel 3.20 Proyeksi Kebutuhan Listrik Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ------- III - 55
Tabel 3.21 Proyeksi Kebutuhan Jaringan Telepon Kota Banda Aceh Tahun 2011
dan 2016 ---------------------------------------------------------------------------------- III - 55

Laporan Akhir
vi
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tabel 3.22 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan Kota Banda Aceh Tahun 2011
dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 56
Tabel 3.23 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2011
dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 57
Tabel 3.24 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Kota Banda Aceh Tahun 2011
dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 57

BAB 4
Tabel 4.1 Daftar Stakeholder Revisi RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2006 ------------- IV - 21
Tabel 4.2 Dasar Pembebanan Biaya IMB ------------------------------------------------------ IV - 30
Tabel 4.3 Indikasi Program Pengembangan Kota Banda Aceh Tahun 2007 - 2016 ----- IV - 47

Laporan Akhir
vii
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Daftar Gambar

BAB 2
Gambar 2.1 Kota Banda Aceh ----------------------------------------------------------------------------II - 3
Gambar 2.2 Bentang Alam Kota Banda Aceh ---------------------------------------------------------II - 4
Gambar 2.3 Grafik Klimatologi Kota Banda Aceh ---------------------------------------------------II - 6
Gambar 2.4 Struktur Patahan Semangko ---------------------------------------------------------------II - 7
Gambar 2.5 Peta Konsep Struktur Kota Banda ACeh Tahun 2016 --------------------------------II - 9
Gambar 2.6 Grafik Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di Kota Banda Aceh
Tahun 2005 -----------------------------------------------------------------------------------II - 11
Gambar 2.7 Grafik Luas Kerusakan Lahan di Kota Banda Aceh -----------------------------------II - 13
Gambar 2.8 Peta Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh Tahun 2005 ------------------------------II - 14
Gambar 2.9 Identifikasi Kerusakan Lahan di Kota Banda Aceh Pasca Tsuami ------------------II - 15
Gambar 2.10 Kondisi Lahan di Kota Banda Aceh Pasca Tsunami ----------------------------------II - 14
Gambar 2.11 Peta Arahan Kesesuaian Zonasi Fisik Di Kota Banda Aceh Pasca Tsunami -----II - 16
Gambar 2.12 Peta Pembagian Zona Fisik Kota Banda Aceh ------------------------------------------II - 19
Gambar 2.13 Grafik Perkembangan Penduduk di Kota Banda Aceh -------------------------------II - 24
Gambar 2.14 Grafik Penurunan Jumlah Penduduk dan Jumlah Pengungsi di
Kota Banda Aceh Pasca Bencana Tsunami ---------------------------------------------II - 25
Gambar 2.15 Persebaran Jumlah Orang yang Meninggal dan Hilang di
Kota Banda Aceh Pasca Bencana Tsunami ---------------------------------------------II - 26
Gambar 2.16 Grafik Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2003 ----------II - 29
Gambar 2.17 Grafik Penurunan Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Pasca
Bencana Tsunami ----------------------------------------------------------------------------II - 31
Gambar 2.18 Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Banda Aceh
Tahun 2003 -----------------------------------------------------------------------------------II - 32
Gambar 2.19 Grafik Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kota Banda Aceh ------II - 36
Gambar 2.20 Grafik distribusi PDRB Atas Harga Berlaku Per Sektor di Kota Banda Aceh ----II - 36
Gambar 2.21 Grafik Jumlah Pencari Kerja yang Ditempatkan ----------------------------------------II - 37
Gambar 2.22 Grafik Jumlah Pencari Kerja Yang Ditempatkan di Kota Banda Aceh Selama
Periode Tahun 2000 - 2004 ----------------------------------------------------------------II - 38
Gambar 2.23 Jaringan Jalan Kota banda Aceh Sebelum Tsunami -----------------------------------II - 39
Gambar 2.24 IPLT di Gampong Jawa yang Direhabilitasi Pada Desember 2005 -----------------II - 42
Gambar 2.25 Rute Operasional Truk Angkutan Sampah dan Lokasi Kontainer DKP
Kota Banda Aceh -----------------------------------------------------------------------------II - 44
Gambar 2.26 Peralatan Berat Yang Dimiliki DKP Kota Banda Aceh -------------------------------II - 45

Laporan Akhir
viii
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BAB 3
Gambar 3.1 Tahapan Pengembangan Kota Banda Aceh ---------------------------------------------III - 3
Gambar 3.2 Peta Rencana Struktur Ruang --------------------------------------------------------------III - 5
Gambar 3.3 Peta Arahan Fungsi Berdasarkan Zona Fisik BWK ------------------------------------III - 8
Gambar 3.4 Peta Rencana Kawasan Lindung dan Ruang Terbuka Hijau -------------------------III - 18
Gambar 3.5 Peta Rencana Cagar Budaya ----------------------------------------------------------------III - 20
Gambar 3.6 Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Tahun 2016 -----------------------------------------III - 24
Gambar 3.7 Peta Jaringan Jalan ---------------------------------------------------------------------------III - 31
Gambar 3.8 Tipikal Potongan Melintang Jalan Poros dan Lingkar Kota Banda Aceh ----------III - 32
Gambar 3.9 Jalan Di Atas Tanggul Laut ----------------------------------------------------------------III - 33
Gambar 3.10 Peta Rencana Jaringan Air Bersih ---------------------------------------------------------III - 38
Gambar 3.11 Denah Lokasi Pembuangan Akhir Sampah dan IPLT Gampong Jawa Serta
Rencana LPA dan IPLT Baru -------------------------------------------------------------III – 39
Gambar 3.12 Pembagian Zona Drainase Kota Banda Aceh -------------------------------------------III - 42
Gambar 3.13 Peta Rencana Jaringan Saluran Primer ---------------------------------------------------III - 49
Gambar 3.14 Sketsa Detected Breakwater ---------------------------------------------------------------III - 52
Gambar 3.15 Sketsa Dinding Penahan Gelombang (Seawall ) ----------------------------------------III - 52
Gambar 3.16 Skematis Embankment (Tanggul) --------------------------------------------------------III - 53
Gambar 3.17 Skematis Coastal Forest ---------------------------------------------------------------------III - 53
Gambar 3.18 Tidal Gate -------------------------------------------------------------------------------------III - 54
Gambar 3.19 Peta Jalan Pelarian Darurat -----------------------------------------------------------------III - 59

BAB 4
Gambar 4.1 Model 1 ; Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah Berjalan Beriringan
Secara Kohesif dengan Perencanaan Strategis Tata Ruang Wilayah -----------------IV - 8
Gambar 4.2 Model II : Rencana Strategis Memayungi Rencana Pembangunan Daerah/
Sektoral dan Rencana Tata Ruang Wilayah ---------------------------------------------IV - 9

Laporan Akhir
ix
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BAB
I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 dan
gempa susulan pada tanggal 28 Maret 2005, telah meluluhlantakkan sebagian besar
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
Utara dengan korban lebih dari 200.000 (dua ratus ribu) jiwa meninggal dan
meninggalkan kerusakan fisik yang luar biasa. Oleh karena itu, wilayah ini harus
direncanakan dan ditata kembali mengikuti kaidah-kaidah dan norma-norma perencanaan
yang tepat dengan memasukkan aspek mitigasi terhadap bencana alam dalam rangka
meminimalkan resiko di kemudian hari dengan memberikan kesempatan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan implementasinya.
Dalam rangka percepatan proses penanganan bencana dan dampak luar biasa
yang ditimbulkan tersebut, Pemerintah mengeluarkan Perpu No. 2 Tahun 2005 tentang
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan
Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, serta mengeluarkan Perpres No. 30 Tahun 2005
tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara sebagai acuan bagi proses
percepatan tersebut. Rencana Induk ini merupakan dasar bagi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan.
Tujuan penataan ruang wilayah Aceh dan Nias pasca bencana gempa bumi dan
tsunami adalah membangun kembali wilayah, kota, kawasan, dan lingkungan
permukiman yang rusak akibat bencana gempa dan tsunami sehingga masyarakat dapat
segera melakukan aktivitasnya dalam kondisi yang lebih baik dan aman dari bencana.

Laporan Akhir
I-1
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kebijakan dan strategis penataan ruang dan pertanahan, sebagaimana dijelaskan


secara detail dalam lampiran 2 Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi, memberikan
gambaran konsep dan skenario penataan ruang, dan memberikan arahan pola serta
struktur tata ruang wilayah Provinsi NAD dan Kota di wilayah Propinsi NAD dan di
Kepulauan Nias. Arahan pola dan struktur tata ruang wilayah pada masing-masing wilayah
kota yang telah disusun perlu ditindaklanjuti dengan penyiapan Rencana Umum Tata
Ruang bagi kawasan permukiman utamanya.
Salah satu kota di wilayah NAD yang mengalami kerusakan akibat gempa dan
tsunami adalah Kota Banda Aceh. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh meliputi
seluruh wilayah administratif kota tersebut. Secara fungsional, RTRWK ini merupakan
penjabaran dari skenario dan arahan penataan ruang sebagaimana tertuang dalam
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD – Nias.
Sebagaimana diamanatkan pada pasal 22 ayat 3 UU No. 24 Tahun 1992 dan
Kepmen Kimpraswil No: 327/KPYS/M/2005, RTRW Kota pada hakekatnya merupakan
strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, yang berisikan :
a. Penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya;
b. Pengelolaan kawasan perkotaan, kawasan tertentu;
c. Sistem kegiatan pembangunan dan permukiman perkotaan;
d. Sistem prasarana, transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana
pengelolaan lingkungan, dan
e. Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan
sumberdaya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduaan dengan sumber daya
manusia dan sumber daya buatan.

RTRW Kota menjadi pedoman untuk :


a. Merumuskan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota;
b. Mewujudkan Keterpaduan, Keterkaitan, dan Keseimbangan perkembangan antar
wilayah kota serta keserasian antar sektor;
c. Mengarahkan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah atau masyarakat;
d. Menyusun rencana rinci tata ruang di kota, dan
e. Melaksanakan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan
pembangunan.

Laporan Akhir
I-2
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1.2 ISSUE POKOK DALAM PENYUSUNAN REVISI RTRW

Untuk mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi, RTRW Kota sangat


diperlukan sebagai acuan spasial bagi kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi
sehingga dapat memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan bagi masyarakat. Oleh
karenanya, penyusunan RTRW Kota sangat mendesak untuk dilakukan, tentunya dengan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) dan partisipasi dari masyarakat
sendiri sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 24 tahun 1992.
Kota Banda Aceh pernah mempunyai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebelum
bencana (gempa dan tsunami), yang disusun tahun 2002 untuk masa berlaku 2002 –
2010. Namun karena perubahan yang sangat besar akibat bencana tersebut, diperlukan
revisi terhadap RTRW kota tersebut. Selain itu, Kota Banda Aceh juga telah mempunyai
Urgen Rehabilitation and Reconstrukction Plan for the Banda Aceh City (disingkat Urgent
Plan) yang dikerjakan oleh JICA pasca bencana, untuk memfasilitasi proses rehabilitasi
dan rekonstruksi yang mendesak untuk dilaksanakan. Berbekal sekurang-kurangnya 2
dokumen utama diatas, perlu disusun revisi RTRW Kota yang berlaku pasca bencana,
beserta Naskah Akademis dan Draft Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh, untuk proses legalisasinya.
Dalam pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi di Kota Banda Aceh,
banyak pihak telah merujuk pada Urgent Plan JICA di atas. Oleh karena itu, untuk
menjamin konsistensi, diharapkan secara umum struktur ruang kota tidak mengalami
perubahan berarti. Dengan kata lain, revisi ini lebih merupakan pengayaan kelengkapan
dan kedalaman RTRW Kota, agar sejalan dengan arahan peraturan-perundangan yang
berlaku, termasuk Kempmen Kimpraswil No: 327/KPTS/M/2005. Selain itu, Konsultan juga
diharapkan menyesuaikan format Urgent Plan tersebut dengan format RTRW Kota
menurut Kempem Kimpraswil di atas, sehingga dapat diproses lebih lanjut menjadi
Perda/Qanun.

1.3 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN

Maksud pekerjaan ini adalah membantu menyusun acuan bagi Pemerintah Kota
dalam melaksanakan program-program pembangunan sebagai wujud operasionalisasi dari
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Nias.

Laporan Akhir
I-3
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tujuan pekerjaan ini adalah menyusun RTRWK Banda Aceh, yang berfungsi
sebagai acuan spasial dalam membangun kembali wilayah, kota, kawasan, dan
lingkungan permukiman yang rusak akibat bencana gempa dan tsunami sehingga
masyarakat dapat segera melakukan aktivitasnya dalam kondisi kualitas tata ruang yang
lebih baik dan aman dari bencana juga dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi
wilayah. Sasaran yang hendak dicapai dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
a. Tersusunnya Revisi RTRW Kota Banda Aceh.
b. Terselenggaranya konsultasi publik dalam proses penyusunan RTRWK di tingkat
Kota dan Kecamatan.
c. Tersusunya Naskah Akademis dan Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Banda Aceh.

1.4 LINGKUP STUDI

1.5 WILAYAH STUDI

Lingkup wilayah penyusunan Rencana Tata Ruang ini meliputi seluruh wilayah
Kota Banda Aceh. RTRWK disusun dengan kedalaman substansi yang sesuai dengan
ketelitian atau skala petanya 1 : 10.000 berjangka waktu perencanaan 10 tahun atau
disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Unit analisisnya adalah lingkup kecamatan
sedangkan sistem jaringan prasarana digambarkan pada kedalaman sistem primer dan
sekunder.

1.6 SUBSTANSI

1. Mengkaji RTRW Kota Banda Aceh 2002 – 2010 dan Urgent Plan Kota Banda Aceh;
2. Mengumpulkan data/informasi, baik dilakukan survey primer (observasi lapangan,
wawancara tersur dan/atau mendalam) maupun survei sekunder (pengumpulan
data/informasi terolah/terkondisikan dari instansi/organisasi terkait), untuk
memperkaya/menyempurnakan Urgent Plan tesebut;
3. Melakukan analisis terhadap berbagai data dan informasi yang terkumpul;
4. Menyempurnakan Konsepsi Rencana dan memperkaya kelengkapan dan kedalaman
Rencana sesuai arahan peraturan-perundangan yang berlaku serta dan arahan
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD – Nias, tanpa mengubah struktur
kota secara drastis;

Laporan Akhir
I-4
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

5. Menyusun RTRW Kota Banda Aceh dalam format yang sesuai dengan peraturan -
perundangan yang berlaku;
6. Menyusun Naskah Akademis dan Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Banda Aceh;
7. Konsultasi publik sebagai bagian integral proses penyusunan rencana.

1.7 METODOLOGI

1.7.1 AZAZ RENCANA

Penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh tidak lepas kaitannya dengan landasan
yang akan dijadikan acuan dalam penyusunannya. Landasan yang akan dijadikan pijakan
adalah azas-azas rencana tata ruang wilayah Kota yang diuraikan sebagai berikut:

a. Azas Fungsi Utama


Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi utama perlindungan dan budidaya.
b. Azas Fungsi Kawasan dan Kegiatan
Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi kawasan dan kegiatan yang
meliputi: kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu.
c. Azas Manfaat
Pemanfaatan ruang secara optimal harus tercermin dalam penentuan jenjang, fungsi
dan sistem jaringan prasarana wilayah.
d. Azas Keseimbangan dan Keserasian
Dalam penyusunan RTRW Kota harus dapat diciptakan :
ƒ Keseimbangan dan keserasian struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi
persebaran penduduk antar kawasan serta antar sektor dan daerah
ƒ Keseimbangan dan keserasian fungsi dan intensitas
ƒ Keseimbangan dan keterpaduan pengembangan antara hulu dan hilir dalam suatu
Daerah Aliran Sungai (DAS)
e. Azas Kelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
Menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan lingkungan melalui pola
intensitas pemanfaatan ruang
f. Azas Berkelanjutan
Penataan ruang harus menjamin kelestarian dan kemampuan daya dukung
sumberdaya alam.

Laporan Akhir
I-5
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

g. Azas Keterbukaan
Setiap orang/pihak dapat memperoleh keterangan mengenai produk perencanaan tata
ruang.

1.7.2 PENDEKATAN PENATAAN RUANG

Dalam melakukan penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh, dilakukan


pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a. Penataan ruang yang partisipatif
b. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
c. Berorientasi pada lingkungan
d. Pendekatan Pemulihan Ekonomi.
e. Pendekatan Pemulihan Fungsi dan Aktifitas Kota
f. Pendekatan Berbasis Bencana

a. Penataan Ruang yang Partisipatif


Model pembangunan partisipatif ini dapat diimplementasikan dalam suatu proses
penataan ruang, maka proses dari partisipatif ini paling tidak memenuhi persyaratan
seperti di bawah ini.
♦ Setiap orang harus mempunyai hak untuk mendapatkan informasi dan memiliki
akses menuju informasi yang lengkap.
♦ Struktur komunikasi dalam masyarakat harus terjadi dalam dua arah, dialog dan
keinginan berkomunikasi dapat dilakukan dengan bebas.
♦ Terjadinya partisipasi aktif dalam setiap pembentukan keputusan
♦ Adanya akses pada kekuasaan didalam menyalurkan informasi
♦ Keterlibatan Stakeholders ini dapat dimulai dari munculnya ide atau gagasan
pengelolaan, penyusunan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian.

Bentuk-bentuk partisipatif ini dapat berupa Peran Serta Masyarakat (PSM). Dalam
penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh, maka PSM ini dapat dilibatkan dalam
persiapan penyusunan dan dalam penyusunan rencana. Implementasi PSM dalam
persiapan penyusunan dimulai dengan mengetahui penyusunan RTRW Kota melalui
pengumuman, dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik dan forum
pertemuan. PSM dalam penyusunan rencana dilakukan pada:

Laporan Akhir
I-6
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. Langkah-langkah penentuan arah pengembangan


2. Identifikasi potensi dan masalah pembangunan
3. Perumusan rencana
4. Penetapan rencana
Peran serta masyarakat tersebut berbentuk: pemberian saran, pertimbangan,
pendapat tanggapan, keberatan atau masukan, pemberian data atau informasi yang
dapat dipertanggungjawabkan serta hasil pembahasan dalam forum pertemuan.

b. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat


Pengembangan tata ruang ditujukan untuk memberikan hasil yang sebesar besarnya
dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, pendekatan yang akan
dikembangkan mencakup dua hal :
♦ Pengaturan pemanfaatan ruang yang adil untuk masyarakat
♦ Memelihara kualitas ruang agar lestari dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya.

c. Berorientasi Pada Lingkungan


Dalam penataan ruang harus berorientasi pada lingkungan agar tetap terjaga
kelestarian lingkungan. Untuk itu, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
♦ Penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumber alam
didalam pemanfaatan ruang.
♦ Pengelolaan harus ditekankan pada upaya untuk menjaga keseimbangan antara
pemanfaatan dan pelestarian di wilayah tersebut.
♦ Pemanfaatan ruang harus menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya yang
dapat merusak ekosistem
♦ Pengembangan satu kawasan dengan kawasan lain perlu diselaraskan dan
memperhatikan daya dukung sumberdaya yang ada, sehingga dapat mewujudkan
keselarasan perkembangan antara kawasan

d. Pertumbuhan Ekonomi
Penataan ruang hendaknya dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, untuk itu
diperlukan adanya:
♦ Optimalisasi pemanfaatan ruang
♦ Berorientasi pada pasar internasional
♦ Skala besar dan menengah

Laporan Akhir
I-7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

♦ Ada nilai tambah terhadap daerah dan masyarakat


♦ Ada kemitraan dengan masyarakat
♦ Ada proses keterpaduan

e. Pendekatan Pemulihan Fungsi dan Aktifitas Kota


Pendekatan ini menekankan kepada perbaikan sarana dan prasarana kota yang sudah
hancur atau rusak, sehingga fungsi kota dan aktifitasnya dapat kembali pulih.
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam perbaikan dan pemulihan sarana dan
prasarana adalah :
♦ Kemampuan pembiayaan
♦ Urgensitas/pengaruh dari adanya suatu sarana atau prasarana terhadap aktifitas
kota.

f. Pendekatan Berbasis Bencana


Pendekatan keselamatan dari gempa dan tsunami, dilakukan mengingat Kota Banda
Aceh termasuk rawan gempa dan tsunami. Pendekatan ini pada dasarnya
mengupayakan pembentukan kota yang memberikan kemudahan warga untuk
evakuasi dari bencana. Penggunaan teknologi bangunan yang sesuai juga dapat
memberikan kemampuan kota yang tahan terhadap gempa dan tsunami.

1.7.3 TAHAPAN PEKERJAAN

1. Persiapan
Kegiatan persiapan dimulai sejak keluarnya Surat Perintah Kerja (SPM) dalam
pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh. Persiapan pokok
yang dilakukan meliputi :
ƒ Pemantapan metodologi
ƒ Pembuatan rencana kerja
ƒ Mobilisasi personil
ƒ Persiapan survei (check list data & kuesioner, surat survei dll.)

Laporan Akhir
I-8
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2. Pengumpulan Data Kebijakan dan Isu-Isu


Review Kebijakan dan Program
Review dilakukan terhadap berbagai dokumen perencanaan yang berkaitan dengan
tata ruang, diantaranya:
a. RTRW Propinsi NAD Tahun 2006
b. Perpres No. 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Propinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara.
c. RTRW Kota Banda Aceh 2002 - 2010
d. Urgent Rehabilitation And Reconstruction Plan For Banda Aceh City (Urgent Plan)
tahun 2005
e. Program Pembangunan (RPJPD dan RPJMD) Kota Banda Aceh
f. Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Teknik Ruang Kota yang pernah disusun
g. Data Kebijakan Pembangunan Kota Lainnya.

Pengumpulan data primer dan sekunder


Data dikumpulkan langsung berdasarkan kondisi lapangan, dikompilasikan dan di
format dalam penyajian yang informatif.

Keluaran
Keluaran dari tahap ini adalah gambaran kondisi Banda Aceh sebelum dan sesudah
gempa serta potensi dan permasalahan pengembangan Kota Banda Aceh. Yang
menjadi dasar analisis, penjabaran konsep dan rencana Kota Banda Aceh.
Pada tahap ini juga dilakukan review khusus terhadap Master Plan dan RTRW Kota
Banda Aceh 2002 – 2010 yang pernah disusun. Hasil review berupa materi yang perlu
disempurnakan, materi yang belum ada dan perlu ditambahkan serta materi yang
tidak perlu ditambahkan karena sudah cukup memenuhi. Hasil dari review kemudian
disepakati dengan tim teknis untuk menjadi bahan untuk tahap analisis, konsep dan
rencana.

Laporan Akhir
I-9
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3. Analisis
Analisis ditujukan untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan maupun
kecenderungan yang terjadi pada masa akan datang. Inti dari analisis ini mencakup:
keadaan dasar, kecenderungan perkembangan, kebutuhan ruang, kemampuan lahan,
kendala pengembangan dan kemampuan pengelolaan pembangunan daerah.

4. Perumusan Konsep dan Strategi RTRW Kota


Rumusan Konsep
Hasil analisis yang telah dilakukan selanjutnya dibuat rumusan konsep dan strategi
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh mencakup:
a. Perumusan tujuan pemanfaatan ruang
b. Alternatif Konsep Struktur & Pola Pemanfaatan Ruang
c. Pengelolaan infrastruktur dan sarana
d. Pengembangan Ekonomi dan Investasi
e. Pengembangan Sosial dan Kependudukan

Kegiatan analisis dan penyusunan konsep dilakukan setelah pengumpulan data dan
informasi. Serangkaian kegiatan pengumpulan data, review analisis dan konsep
strategi dilakukan selama 2,5 bulan dan dituangkan dalam Laporan Antara dan
didiskusikan dengan tim teknis. Kemudian hasilnya dibahas dalam forum workshop di
tingkat kota.

Workshop Pembahasan Hasil Analisis dan Konsep


Workshop dilakukan pada tingkat kota untuk membahas hasil analisis, konsep dan
strategi pengembangan kota. Workshop melibatkan tim konsultan, tim teknis, serta
stakholder : Pemerintah, Investor/pelaku ekonomi, masyarakat, LSM, Perguruan
Tinggi serta unsur-unsur lainnya.

Keluaran dari hasil workshop adalah pengayaan terhadap hasil analisis terutama
menyangkut permasalahan-permasalahan pengembangan kota, serta konsep
pengembangannya. Hasil workshop dirumuskan sebagai bahan perbaikan analisis dan
konsep pengembangan kota (perbaikan laporan antara).

Laporan Akhir
I - 10
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

5. Draft Rencana
Hasil analisis dan konsep yang telah diworkshopkan kemudian dijadikan sebagai
bahan dasar penyusunan draft rencana yang meliputi :

Rumusan Rencana
ƒ Tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kota Banda Aceh
ƒ Rencana struktur pemanfaatan ruang
ƒ Rencana pola pemanfaatan ruang
ƒ Rencana sistem prasarana wilayah yang terdiri dari :
ƒ Rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya
ƒ Rencana pengelolaan kawasan tertentu dan kawasan prioritas
ƒ Rencana Penatagunaan tanah, air, udara, hutan, dan sumberdaya lainnya
ƒ Rencana sistem kegiatan pembangunan.
ƒ Rencana Pengelolaan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang :

Draft Perda/Qanun RTRW


Dalam tahap ini juga disusun draft sementara Perda/Qanun RTRW Kota Banda Aceh.

Workshop dan Sosialisasi Draft Rencana


Hasil draft rencana dan Qanun kemudian dibahas dalam forum wokrshop dan
sosialisasi tingkat kota sekali dan sekali untuk masing-masing kecamatan yang dihadiri
tim konsultan, tim teknis, BKRTD, dan Stakeholder lainnya. Hasil workshop dan
sosialisasi kemudian dirumuskan dan dikoordinasikan dengan tim teknis untuk
memperoleh kesepakatan sebagai bahan masukan perbaikan laporan rencana RTRW
serta perbaikan draft Perda/Qanun RTRW.

6. Finalisasi
Pada tahap ini dilakukan perbaikan dan finalisasi produk rencana dan rancangan
Perda/Qanun RTRW Kota Banda Aceh.

Laporan Akhir
I - 11
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1.8 SISTEMATIKA LAPORAN

Sistematika Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh
meliputi :

BAB 1 PENDAHULUAN

B0AB 2 KARAKTERISTIK POTENSI DAN MASALAH KOTA BANDA ACEH


Bab ini membahas kondisi eksisting Kota Banda Aceh baik sebelum
maupun sesudah Bencana Tsunami. Kondisi ini dilihat dari aspek Fungsi
Peran dan Kedudukan dalam Lingkup Regional, Karakteristik Fisik Wilayah,
Karakteristik Pemanfaatan Ruang, Karakteristik Kependudukan dan
Kemasyarakatan, Karakteristik Perekonomian, Karakteristik Transportasi,
Karakteristik Fasilitas Kota, Karakteristik Pengelolaan Penataan Ruang,
Harapan dan Aspirasi Stakeholders, Serta Potensi dan Permasalahan Kota

BAB 3 RENCANA TATA RUANG KOTA BANDA ACEH


Bab ini memuat rencana pengembangan Kota Banda Aceh di masa
mendatang. Adapun aspek-aspek yang direncanakan adalah Kedudukan
Kota Banda Aceh dalam konstelasi Regional, Rencana Struktur
Pemanfaatan Ruang, Rencana Pola Pemanfaatan Ruang, Rencana
Penetapan Intensitas Pemanfaatan Ruang, Rencana Sistem Transportasi,
Rencana Sistem Utilitas, Rencana Sistem Fasilitas, serta Rencana
Pengelolaan Kawasan Lindung; Budidaya Perkotaan; dan Kawasan
Strategis.

BAB 4 RENCANA IMPLEMENTASI


Bab ini memuat instrumen implementasi rencana tata ruang yang telah
dirumuskan pada Bab 3. Hal-hal yang dibahas pada bagian ini adalah
Pentahapan dan Prioritas Rencana, Arahan Penyusunan Perda dan Regulasi
Lainnya Terkait dengan Penataan Ruang, Indikasi Program Pemanfaatan
Ruang, Indikasi Pembiayaan Pembangunan Kota, Pengendalian
Pemanfaatan Ruang, dan Kelembagaan Penataan Ruang.

Laporan Akhir
I - 12
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BAB
II

KARAKTERISTIK, POTENSI DAN


MASALAH KOTA
BANDA ACEH

2.1.1 ANALISIS FUNGSI, PERAN DAN KEDUDUKAN KOTA BANDA ACEH

Analisis fungsi, peranan dan kedudukan Kota Banda Aceh, dilakukan dengan
mempertimbangkan kebijakan regional yang terkait, kondisi hubungan regional dengan
wilayah sekitar serta kecenderungan pemanfaatan ruang kota.
Walaupun mengalami kehancuran pasca tsunami tahun 2004, Kota Banda Aceh
tetap memiliki peran, fungsi, dan kedudukan yang strategis dalam konteks pelayanan
regional. Kota Banda Aceh adalah ibukota Propinsi Nangroe Aceh Darusalam sehingga
berfungsi sebagai pusat pemerintahan propinsi. Di samping itu dari aspek sosial
ekonomi, kota ini juga berperan sebagai pusat permukiman dan koleksi serta distribusi
barang dan jasa dari wilayah hinterland-nya.
Mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang dimiliki Kota Banda Aceh dan
arahan-arahan penataan ruang yang hirarkinya lebih tinggi serta rekomendasi dari
rencana-rencana serupa yang telah disusun sebelumnya, maka dalam perencanaan ke
depan, status Kota Banda Aceh ditetapkan sebagai berikut (lihat tabel 2.1) :

Laporan Akhir
II - 1
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.1
PERAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN KOTA BANDA ACEH

PERAN FUNGSI KEDUDUKAN


1. Sebagai Kota hirarki I 1. Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia Dalam lingkup nasional
pada wilayah Bagian Barat yang mengemban fungsi merupakan:
pengembangan sebagai pusat koleksi dan distribusi barang 1. Salah satu Pusat
Kabupaten Pidie, dan jasa wilayah hiterland-nya Kegiatan Nasional
Kabupaten Aceh 2. Pusat pemerintahan dan perkantoran skala (PKN) Orde II, yang
Besar, dan Kota kota dan regional diharapkan sebagai
Sabang 3. Pusat perdagangan dan jasa untuk skala Counter Magnet bagi
kota dan regional Kota Medan
2. Sebagai ibukota 4. Pusat kegiatan industri kecil skala kota dan 2. Bagian dari kebijakan
Provinsi Aceh regional Indonesia-Malaysia-
5. Pusat permukiman, fasilitas umum, dan Thailand Growth
sosial skala kota dan regional Triangle
6. Pusat kegiatan keagamaan (Islamic Center)

Sumber : Hasil Analisis Konsultan 2006

2.2 ANALISIS DAYA DUKUNG

2.2.1 GEOGRAFIS

Letak geografis Kota Banda Aceh antara 5°30’ – 05035’ LU dan 95°30’ –
99016’ BT. Tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut, dengan luas wilayah
61,36 km2. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
Utara : Selat Malaka
Selatan : Kecamatan Darul Imarah dan Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh
Besar
Barat : Kecamatan Peukan Bada , Kabupaten Aceh Besar
Timur : Kecamatan Barona Jaya dan Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh
Besar

Adapun Wilayah administrasi Kota Banda Aceh meliputi 9 Kecamatan, 70 desa


dan 20 kelurahan dengan pembagian tiap kecamatan seperti pada Gambar 2.1.
Sedangkan luas dan prosentase untuk tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.2 di
bawah ini.

Laporan Akhir
II - 2
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 2.1
PETA KOTA BANDA ACEH
Sumber: Master Plan NAD-NIAS Lampiran 2 dan 4

TABEL 2.2
LUAS DAN PROSENTASE WILAYAH KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH

PERSENTASE
NO KECAMATAN LUAS (Km2)
(%)
1. Meuraxa 7,258 11,83
2. Baiturrahman 4,539 7,40
3. Kuta Alam 10,047 16,37
4. Syiah Kuala 14,244 23,21
5. Ulee Kareng 6,150 10,02
6. Banda Raya 4,789 7,80
7. Kuta Raja 5,211 8,49
8. Lueng Bata 5,341 8,70
9. Jaya Baru 3,780 6,16
JUMLAH 61,359 100,00
Sumber: Banda Aceh Dalam Angka, 2003

Laporan Akhir
II - 3
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.2.2 TOPOGRAFI

Kota Banda Aceh secara geologi merupakan dataran banjir Krueng Aceh dan
70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Ke
arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di
atas muka laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah Barat dan Timur
dengan ketinggian lebih dari 500 m, sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap
ke laut. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 2.2

Dataran banjir :
– Ketinggian ≤ 5 meter
– cenderung tergenang
permanen
– drainase sulit
– air tanah dangkal dan
payau

Dataran:
– ketinggian 5 – 10m
– daerah hilir rawan banjir
– drainase sulit terutama
pada daerah hilir
– air tanah sebagian payau
– bagian hulu bergelombang
lemah

Dataran Bergelombang:
– dataran bergelombang
ketinggian 20-50 m
– drainase cukup mudah
– relatif bebas dari
genangan

GAMBAR 2.2
BENTANG ALAM KOTA BANDA ACEH
Sumber: Master Plan NAD-NIAS Lampiran 2 dan 4

2.2.3 HIDROLOGI

Ada delapan sungai yang melalui Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai
daerah tangkapan air (Catchment Area) dan sumber air baku, kegiatan perikanan, dan
sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin, payau dan
tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara dan timur kota sampai
ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota membujur dari timur ke barat.
Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian selatan kota
membentang dari kecamatan Baiturrahman sampai kecamatan Meuraxa. Berikut pada
Tabel 2.3, menjelaskan nama-nama sungai dan luas daerah resapannya.

Laporan Akhir
II - 4
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.3
SUNGAI DI KOTA BANDA DAN ACEH

NAMA SUNGAI LUAS DAERAH RESAPAN (KM2)


Krueng Aceh 1712,00
Krueng Daroy 14,10
Krueng Doy 13,17
Krueng Neng 6,55
Krueng Lhueng Paga 18,25
Krueng Tanjung 30,42
Krueng Titi Panjang 7,80
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA

2.2.4 KLIMATOLOGI

Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,50C hingga
27,50C dengan tekanan (minibar) 1008-1012. Sedangkan untuk suhu terendah dan
tertinggi bervariasi antara 18,00C hingga 20,00C dan antara 33,00C hingga 37,00C .
Curah hujan kota Banda Aceh yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Blang
Bintang menunjukkan bahwa curah hujan yang terjadi selama tahun 1986 sampai
dengan 1998 berkisar antara 1.039 mm sampai dengan 1.907 mm dengan curah hujan
tahunan rata-rata 1.592 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret, Oktober
dan Nopember, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Januari, Februari
dan Agustus. Jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada bulan agustus yaitu 20-21 hari dan
terendah pada bulan februari dan maret dengan jumlah hari hujan hanya 2 – 7 hari.
Kelembaban udara di Kota Banda Aceh sangat bervariasi tergantung pada
keadaan iklim pada umumnya. Kelembaban udara dari data tahun 1998 berkisar antara
75% - 87 %. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah
pada bulan juni. Kecepatan angin bertiup antara 2 – 28 knots. Gambar 2.3 di bawah ini
memperlihatkan grafik perkembangan kondisi klimatologis Kota Banda Aceh selama
setahun yang meliputi curah hujan rata-rata bulanan; suhu udara rata-rata, maksimum
dan minimum; tingkat kelembaban relatif rata-rata, maksimum dan minimum; serta
kecepatan angin rata-rata, maksimum dan minimum.

Laporan Akhir
II - 5
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 2.3
KLIMATOLOGI KOTA BANDA ACEH
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team

2.2.5 GEOLOGI TANAH

Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari
Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cm/tahun dan merupakan
daerah rawan gempa dan longsor.
Pada gambar 2.4 di bawah ini, menunjukkan ruas-ruas Patahan Semangko di
Pulau Sumatera dan juga kedudukannya terhadap Kota Banda Aceh. Kota Banda Aceh
diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan Darul Imarah dan
Darussalam, dan kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan
bertemu pada pegunungan di Tenggara kota. Sehingga sesungguhnya Banda Aceh
adalah suatu dataran hasil amblasan sejak Pliosen, membentuk suatu Graben. Sehingga
dataran Banda Aceh ini merupakan batuan sedimen yang berpengaruh kuat apabila
terjadi gempa disekitarnya.

Laporan Akhir
II - 6
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 2.4
STRUKTUR PATAHAN SEMANGKO
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran 4

2.3 ANALISIS PEMANFAATAN RUANG

2.3.1 STRUKTUR RUANG

Struktur Kota Banda Aceh berpusat pada mesjid Baiturrahman dan pasar Aceh
yang menjadi menjadi pusat pemerintahan, budaya, agama serta perdagangan. Pusat ini
melayani pemukiman dan kegiatan pantai serta pemukiman perkotaan sekitarnya
bahkan sampai ke daerah permukiman lainnya seperti Lambaro dan Lhok Nga di
Kabupaten Aceh Besar. Sistem infrastruktur menyatukan ketiga wilayah kota tersebut
menjadi suatu kawasan Perkotaan.
Kemudian, pada kawasan permukiman perkotaan pada lapis berikutnya terdapat
permukiman dan pusat pelayanan baru. Kawasan ini dalam pemanfaatan ruangnya
masih beragam antar kebun dan sawah pertanian. Jumlah penduduk kota Banda Aceh
pada tahun 2003 sekitar 230.828 jiwa, dengan dominasi kegiatan ekonomi di bidang
jasa (perdagangan dan pemerintahan), nelayan dan petani tambak. Seperti umumnya
kota-kota di Indonesia, Banda Aceh pun tumbuh hampir tidak terencana, dengan
konsentrasi kepadatan di pusat kota (sekitar Masjid Baiturrahman), dan memanjang

Laporan Akhir
II - 7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

hampir linier mengikuti jalan utama yang relatif sejajar pantai, dan melebar ke arah
pantai.
Pusat Kota, yaitu Mesjid Baiturrahman dan pasar Aceh, menjadi pusat
pemerintahan, budaya, agama serta perdagangan yang melayani pemukiman dan
kegiatan pantai serta pemukiman perkotaan sekitarnya bahkan sampai ke daerah
permukiman lainnya seperti Lambaro dan Lhok Nga di Kabupaten Aceh Besar. Sistem
infrastruktur yang ada mendukung ketiga wilayah kota tersebut sehingga
menyatukannya menjadi suatu kawasan Perkotaan (Metropolitan). Kemudian, pada
kawasan permukiman perkotaan pada lapis berikutnya terdapat permukiman dan pusat
pelayanan baru. Kawasan ini dalam pemanfaatan ruangnya masih beragam antar kebun
dan sawah pertanian.
Pengembangan Kota Banda Aceh di masa mendatang direkomendasikan untuk
mengembangkan struktur pusat Kota Banda Aceh ke dalam bentuk multi center, dengan
satu atau dua pusat kota dan didukung oleh beberapa sub pusat pengembangan. Pusat-
pusat tersebut dihubungkan dengan jaringan jalan melingkar berikut utilitas lainnya.
Tuntutan terhadap pengembangan pusat-pusat pelayanan semakin dibutuhkan seiring
dengan semakin pesatnya perkembangan kota di masa mendatang. Hal ini dilakukan
dalam rangka memberikan efisiensi dan efektifitas pelayanan.
Struktur Ruang Perkotaan Kawasan Perkotaan Banda Aceh dan sekitarnya
dikembangkan dengan sistem sub pusat kota dan sistem infrastruktur wilayah. Sistem
sub-pusat kota diarahkan pada pengembangan dua pusat perkotaan di pusat kota lama
(Baiturrahman dan Peunayong) dan di selatan yaitu di Batoh-Lampeuneurut, serta
didukung oleh sub pusat kota, yaitu sub pusat perkotaan Ulee Lheue, Jaya Baru,
Keutapang, Lampulo, Peunayong, Neusu, Leung bata, Lamdom, Jeulingke, Ulee Kareng,
Kopelma dan Lambaro. Lihat Gambar 2.5 Peta Konsep Struktur Kota Banda Aceh

Laporan Akhir
II - 8
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 2.5 KONSEP STRUKTUR KOTA BANDA ACEH TAHUN 2016

Laporan Akhir
II - 9
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.3.2 PEMANFAATAN RUANG

Jenis penggunaan Lahan di setiap kecamatan yang terdapat di Kota Banda Aceh
sebelum Tsunami dapat dilihat pada Tabel 2.4. Sedangkan Gambar 2.6 menunjukkan
perbandingan jenis penggunaan lahan antar kecamatan di Kota Banda Aceh.

TABEL 2.4
LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002

Penggunaan Lahan (ha)

Rawa tidak
Bangunan

ditanami

Lain-lain
Tambak

Jumlah
Sawah

Tegal/
kebun
Tadah
hujan

Kecamatan

Baiturrahman 13,5 428,4 - - - 12,0 453,9


Kuta Alam 4,0 957,2 - - 37,0 6,5 1004,7
Meuraxa 62,5 548,8 32,5 - 60,0 22,0 725,8
Syiah Kuala 30,0 1171,3 145,1 6,0 40,0 32,0 1424,4
Lueng Bata 23,5 460,6 24,0 - - 26,0 534,1
Kuta Raja - 493,1 - - 22,0 6,0 521,1
Banda Raya 178,0 245,9 25,0 - - 30,0 478,9
Jaya Baru 61,5 292,1 11,4 - 9,0 4,0 378,0
Ulee Kareng 36,0 293,2 183,8 - 102,0 615,0
409,0 4890,6 421,8 6,0 168,0 240,5 6135,9
Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2002

Berdasarkan data penggunaan lahan (data kawasan terbangun) di masing-


masing kecamatan, maka dapat diketahui persentase tingkat kepadatan kawasan
terbangun seperti pada Tabel 2.5 berikut.

Laporan Akhir
II - 10
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1200,00

1000,00

Luas Lahan (Ha)


800,00

600,00

400,00

200,00

0,00 Kut a

Meur

Syiah

Luen

Kut a

Band

Jaya

Ulee
Baitu

axa

g Ba
Alam

Raja

a Ra

Baru

Kare
rrahm

Kuala

ta

ya

ng
an

Nama Kecamatan

Sawah Tadah Hujan Bangunan dan Halaman Sekitar


Tegal/Kebun Rawa-rawa
Tambak Lain-lain

GAMBAR 2.6
LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002
Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2002

TABEL 2.5
LUAS DAN PERSENTASE PENGGUNAAN LAHAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2005

Tanah Persentase (%) Persentase (%)


Total Luas
No. Kecamatan Terbangun Tanah Tanah Belum
Lahan
(Ha) Terbangun Terbangun
1 Baiturrahman 281,12 419,78 66,97 33,03
2 Banda Jaya 237,77 509,61 46,66 53,34
3 Jaya Baru 118,87 473,36 25,11 74,89
4 Kuta Alam 362,82 970,73 37,38 62,62
5 Kuta Raja 5,60 377,76 1,48 98,52
6 Lueng Bata 191,90 449,45 42,70 57,30
7 Meuraxa 2,22 906,10 0,24 99,76
8 Syiah Kuala 404,88 1.604,77 25,23 74,77
9 Ulee Kareng 254,15 516,16 49,24 50,76
Sumber : Citra 2005 JICA

Berdasarkan data penggunaan lahan, maka dapat diketahui pola penggunaan


lahan Kota Banda Aceh seperti pada Tabel 2.6 berikut.

Laporan Akhir
II - 11
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.6
POLA PENGGUNAAN LAHAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2005

No Pemanfaatan Ruang Luas (HA) %


I Kawasan Terbangun 2.124,95 34,63
1 Permukiman 1.360,41 22,17
2 Kawasan Perdagangan dan Jasa 128,53 2,09
3 Perkantoran 113,16 1,84
Fasilitas 222,30 3,62
- Fasilitas Kesehatan 33,95 0,55
4
- Fasilitas Pendidikan 174,89 2,85
- Fasilitas Peribadatan 13,46 0,22
Transportasi 300,54 4,90
5 - Terminal 3,90 0,06
- Jalan 296,64 4,83
II Ruang Terbuka 4.010,95 65,37
1 Kawasan Hutan Kota 285,92 4,66
2 Pertanian 651,78 10,62
3 Kanal 104,44 1,70
4 Zona Tambak Ikan 204,48 3,33
Ruang Terbuka Hijau 1.373,79 22,39
- Taman Kota 20,15 0,33
- Jalur Hijau 1.138,37 18,55
5
- Lapangan Olah Raga 24,50 0,40
- Rawa 140,16 2,28
- Alang-Alang 50,61 0,82
6 Kuburan 11,89 0,19
7 Sungai 116,74 1,90
Air 1.261,92 20,57
8 - Air Laut 1.231,41 20,07
- Danau 30,51 0,50
Total 6.135,90 100,00
Sumber : Citra 2005 JICA

Bencana Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu telah
mengakibatkan kerusakan parah pada wilayah Kota Banda Aceh khususnya pada
kawasan pesisirnya. Kondisi tersebut akan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan di
Kota Banda Aceh di masa yang akan datang. Luas kerusakan berdasarkan jenis
penggunaan lahan di Kota Banda Aceh ditampilkan dalam gambar 2.7 berikut ini.

Laporan Akhir
II - 12
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

37% Permukiman
2%
Pertambakan
13% Persawahan
19%
Perkebunan dan Belukar
Lahan Terbuka

29%

GAMBAR 2.7
LUAS KERUSAKAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH
Sumber: Deputi Penginderaan Jauh, LAPAN, April 2005

Dari data diatas dapat diketahui, bahwa kecamatan yang memiliki tanah
terbangun yang tinggi adalah Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Baiturrahman, dan
Kecamatan Kuta Raja. Sedangkan kecamatan Banda Jaya dan Kecamatan Ulee Kareng
memiliki lahan yang cukup luas yang masih belum terbangun. Berikut ini Gambar 2.8,
yang menunjukkan peta penggunaan lahan Kota Banda Aceh.

Laporan Akhir
II - 13
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Gambar 2.8
Penggunaan Lahan Tahun 2005

Laporan Akhir
II - 14
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Identifikasi tingkat kerusakan lahan tersebut dibagi beberapa zona, sebagaimana


ditunjukkan pada Gambar 2.9 di bawah ini.

Kawasan Perkotaan Hancur

Kawasan Perkotaan Rusak

Kawasan Perkotaan Rusak

Kawasan Perkotaan Rusak

Kawasan Perdesaan Hancur

GAMBAR 2.9
IDENTIFIKASI KERUSAKAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4

Dampak kerusakan pasca Tsunami telah mengubah kondisi fisik lahan Kota
Banda Aceh sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.10 berikut ini. Kondisi tersebut
antara lain dipengaruhi oleh ada tidaknya genangan, kondisi air tanah, kondisi drainase
wilayah jenis tanah, dan potensi terkena Tsunami.

GAMBAR 2.10
KONDISI LAHAN DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4

Laporan Akhir
II - 15
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Dengan karakteristik fisik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.10 di atas,


maka arahan zonasi fisik Banda Aceh, yang secara garis besar terbagi atas Kawasan
Lindung (Conservation, Zona V), Kawasan Pengembangan Terbatas (Restristic
Development Area, meliputi zona I, II, dan III), Kawasan Pengembangan (Promoted
Development Area, zona IV). Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.11 berikut ini.

I Kawasan aquatic, (tambak,


hutan bakau, rekreasi pantai,
dan kawasan lindung pantai),
kepadatan bangunan sangat
rendah didukung bangunan
tahan gempa/ bangunan
tradisional (panggung)

II Kawasan terbangun
kepadatan rendah, didukung
bangunan tahan gempa dan
sistem drainase yang handal
(kanal). Tidak disarankan
untuk kegiatan komersial atau
kegiatan sosial lainnya.
Perumahan masih
dimungkinkan dengan
persyaratan bangunan dan
lingkungan yang ketat, dan
disepakati oleh lebih dari 50%
warga gampong semula
untuk kembali bermukim di
kawasan ini

IV Kawasan terbangun kepadatan tinggi, III Kawasan terbangun kepadatan sedang,


dgn bangunan tahan gempa, fungsi-fungsi dgn bangunan tahan gempa dan sistem
semula didorong untuk dikembangkan, drainase yang handal. Kawawsan komersial
dengan insentif keringanan pajak, dimungkinkan dikembangkan secara
pengendalian harga tanah, serta terbatas, nilai-nilai heritage disarankan untuk
kelengkapan dan kehandalan infrastruktur. dipertahankan di kawasan ini.

GAMBAR 2.11
ARAHAN KESESUAIAN ZONASI FISIK
DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4

Laporan Akhir
II - 16
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Berdasarkan gambar diatas disepakati Kota Banda Aceh dibagi dalam 4 karakteristik
zona yaitu :
1. Coastal Zone
2. Eco Zone (evacuation)
3. Traditional City Center Zone (Escape Guiding)
4. Urban Development Zone (Emergency Base)
Lebih jelas lihat gambar 2.12 Peta Pembagian Zona Kota Banda Aceh lihat tabel 2.7
Pembagian Zona Fungsi , dan Jenis Penggunaan Lahannya.

TABEL 2.7
PEMBAGIAN ZONA, FUNGSI DAN JENIS PENGGUNAAN LAHAN
KOTA BANDA ACEH MENURUT URRP BAC

Zona Klasifikasi Lokasi/Fungsi Penggunaan


Zona Lahan/Antisipasi
Bencana Bencana
1. Pesisir Identifikasi – Pelabuhan – Restorasi ekosistem
(Coastal Zone) Mitigasi – Pohon Kelapa/ pesisir
Tsunami Mangrove – Hutan pesisir
– Pelabuhan kapal ferry
– Fasilitas pemecah
gelombang di sepanjang
garis pantai
2. Eco-Zone Area Evakuasi – Fasilitas peringatan – Rekonstruksi area
bencana permukiman untuk
– Kegiatan perikanan returnees
dan pelabuhan – Bangunan dan menara
ikan untuk evakuasi
– Pasar ikan – Jalur-jalur jalan untuk
evakuasi
– Jalur lingkar (bagian
Utara)
– Pemulihan dan konservasi
ekosistem pesisir
– Pengembangan industri
budidaya perikanan
– Pemanfaatan alam untuk
akuakultur dan taman
(untuk pendidikan,
rekreasi dan pariwisata)
– Pusat Pengelolaan
Sampah
– Instalasi pengolahan
Limbah
3. Traditional Area – Masjid Raya – Kawasan kegiatan
City Center Pendukung – Museum komersial
Zone Evakuasi – Pusat Komersial – Area fasilitas budaya
yang ada saat ini – Bangunan-bangunan
untuk evakuasi

Laporan Akhir
II - 17
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Zona Klasifikasi Lokasi/Fungsi Penggunaan


Zona Lahan/Antisipasi
Bencana Bencana
– Fasilitas transportasi darat
(terminal bus)
– Jalur-jalur evakuasi
– Pusat pelayanan
pemerintahan
– Posko-posko Bantuan
Darurat
– Fasilitas pendidikan

Berdasarkan hasil diskusi dengan masyarakat Aceh, Bappeda Provinsi NAD, Dinas
Perkotaan dan Perkim Provinsi NAD, Dinas Tata Kota Banda Aceh, Bappeda Kabupaten
Aceh Besar, dan Dinas Praswil Banda Aceh, telah disepakati memilih skenario dengan
melakukan perbaikan pola dan struktur dengan memberikan 2 pilihan bagi masyarakat,
yaitu (1) pindah ke lokasi aman bagi masyarakat yang ingin pindah, dan (2) tetap di
lokasi semula yang telah dilengkapi berbagai sarana prasarana perlindungan. Namun
demikian, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
Fungsi-fungsi penting kota, seperti kantor pemerintahan, rumah sakit dalam
jangka panjang sebaiknya dipindahkan ke daerah aman.
Perlu adanya fasilitas pelindungan dan penyelamatan
Penggunaan teknologi bangunan tahan gempa dan tsunami
Pengaturan kembali fungsi-fungsi kota secara ruang dalam wujud zonasi
berdasarkan tingkat potensi kerusakan
Penataan pemukiman nelayan dan non nelayan di sekitar pantai dan bagi yang
ingin pindah diberikan alternatif tempat yang aman.

Laporan Akhir
II - 18
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 2.12 PETA PEMBAGIAN ZONA FISIK KOTA BANDA ACEH

Laporan Akhir
II - 19
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.3.3 INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG

Untuk lahan-lahan di pusat kota, umumnya intensitas pemanfaatan ruangnya,


yang meliputi nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
dan ketinggian bangunan, relatif tinggi seperti untuk perkantoran, perdagangan dan
jasa, dan lainnya. Sedangkan untuk kawasan-kawasan di pinggiran pusat kota yang
umumnya merupakan lahan pertanian dan perkampungan menjadikan intensitas
pemanfaatan ruangnya rendah. Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang kota Banda
Aceh menurut Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2010 disajikan pada Tabel 2.8.
Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) yang dimaksudkan untuk memperoleh keteraturan tata letak bangunan
terhadap jalan maupun bangunan lain di sekitarnya. Selain itu juga untuk pengaturan
penggunaan ruang jalan bagi pemakai maupun penghuni rumah ataupun kemungkinan
terhadap pelebaran jalan. Hal ini ditentukan berdasarkan fungsi jaringan jalan yang
bersangkutan dan penggunaan lahan disekitarnya. Tujuan rencana pengaturan
sempadan bangunan adalah sebagai berikut:
• Secara fisik akan terwujud jarak antar bangunan
• Adanya ketentuan batas yang tegas antara lahan yang boleh dan tidak boleh
ditempati bangunan
• Adanya ketentuan batas yang tegas antara kapling bangunan dengan Daerah Milik
Jalan (Damija).

TABEL 2.8
RENCANA INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2010
(VERSI KAJIAN DEPARTEMEN PU TAHUN 2006)

BWK BWK BWK BWK


PERUNTUKAN LAHAN PUSAT TIMUR SELATAN BARAT
KOTA KOTA KOTA KOTA
1. Perumahan yang dilindungi
– KDB maksimum 60% 60% 60% 60%
– KLB maksimum 1,2 1,2 1,2 1,2
– Ketinggian Bangunan 12 meter 12 12 meter 12
maksimum meter meter

Perumahan 70% 60%


– KDB maksimum 1,4 60% 1,2 60%
– KLB maksimum 10 meter 1,2 10 meter 1,2
– Ketinggian Bangunan 10 10

Laporan Akhir
II - 20
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BWK BWK BWK BWK


PERUNTUKAN LAHAN PUSAT TIMUR SELATAN BARAT
KOTA KOTA KOTA KOTA
maksimum meter meter

2. Pemerintahan/Perkantoran
– KDB maksimum 70% 60% 60% 60%
– KLB maksimum 2,8 1,2 1,2 1,2
– Ketinggian Bangunan 20 meter 16 12 meter 12
maksimum meter meter
3. Perdagangan dan Jasa
– KDB maksimum 80% 70% 70% 80%
– KLB maksimum 1,6 1,4 1,4 1,6
– Ketinggian Bangunan 12 meter 12 12 meter 12
maksimum meter meter
4. Fasilitas Sosial/Umum
– KDB maksimum 60% 60% 50% 60%
– KLB maksimum 1,2 1,2 1,0 1,2
– Ketinggian Bangunan 12 meter 12 12 meter 12
maksimum meter meter
5. Kawasan Budaya
– KDB maksimum 40% - - -
– KLB maksimum 0,8 - - -
– Ketinggian Bangunan 12 meter - - -
maksimum
6. Campuran perdagangan dan
jasa, perkantoran dan
perumahan 80% 60% 50% 60%
– KDB maksimum 1,6 1,2 1,0 1,2
– KLB maksimum 12 meter 12 12 meter 12
– Ketinggian Bangunan meter meter
maksimum
7. Terminal
– KDB maksimum 20% - - 20%
– KLB maksimum 0,4 - - 0,4
– Ketinggian Bangunan 12 meter - - 12
maksimum meter
Sumber: Revisi RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2010 (Versi PU)

Laporan Akhir
II - 21
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.3.4 KECENDERUNGAN PERKEMBANGAN KOTA

Perkembangan Kota Banda Aceh dapat dikategorikan dalam pola tumbuh ”Multi
Nuclei Model” atau yang mempunyai beberapa titik tumbuh. Dalam Revisi Rencana Tata
Ruang Kota Banda Aceh tahun 2001-2010, titik-titik tumbuh tersebut dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Titik Tumbuh Utama di pusat kota dengan kegiatan perdagangan dan jasa,
pemerintahan dan perkantoran, fasilitas umum dan lain-lain. Titik tumbuh ini
berkembang ke segala penjuru kota, namun pertumbuhan ke arah Barat dan Utara
dibatasi oleh kawasan tambak yang cukup potensial serta dibatasi oleh pantai.
2. Titik Tumbuh Sekunder tersebar pada 3 (tiga) lokasi sesuai dengan homogenitas
kawasan, yaitu di sebelah Barat, Timur, dan Selatan kota dengan kegiatan
pelayanan umum dan fasilitas sosial-ekonomi.
3. Titik-titik tumbuh lain pada tingkatan yang lebih rendah berada di pusat-pusat
permukiman.
Pola pertumbuhan dari titik-titik tumbuh tersebut ternyata mempunyai pola linier
dan berkembang seiring perkembangan jaringan jalan sehingga menunjukkan pola
pengembangan ruang dengan Linear Growth Model.
Rencana tata ruang Kota Banda Aceh sebelum Tsunami memperlihatkan struktur
kota bahwa kawasan pantai dikembangkan sebagai kawasan wisata lingkungan atau
daerah penyangga di Kawasan Pantai Utara Kota, antara sempadan pantai, kawasan
pantai/penyangga dengan kawasan perkotaan.
Adapun kawasan pusat perdagangan Central Business District (CBD) terletak
pada Kecamatan Baiturrahman yang berjarak 2 km dari pantai yang berada dibagian
pusat wilayah Kota Banda Aceh, sedangkan kawasan wisata terletak didaerah
Kecamatan Meuraxa dan Kecamatan Syiah Kuala (Kawasan Pantai) dan kawasan
pendidikan di Kecamatan Syiah Kuala (Pinggiran Kota), Lueng Bata dan Ulhee Kareng
(Pusat Perkotaan).
Kawasan non urban yang ada di sepanjang pantai seakan menjadi pemisah
antara kawasan pantai dengan kawasan perkotaan, namun fungsi kawasan non urban
ini tidak/belum dijelaskan fungsinya secara spesifik, apakah sebagai kawasan penyangga
(buffer zone) atau kawasan kosong (tidak dibangun).
Dari tata ruang yang ada terlihat bahwa arah kecenderungan perkembangan
perkotaan (Kota Banda Aceh), kearah selatan (berbatasan langsung dengan Aceh Besar)

Laporan Akhir
II - 22
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

maka sub pusat (perdagangan dan jasa), sport center (Pusat Olahraga) berada
diperbatasan antara wilayah Kota Banda Aceh dengan wilayah Kabupaten Aceh Besar.
Dengan demikian, terlihat bahwa pusat persebaran perkotaan Banda Aceh untuk
mendatang adalah ke Selatan (ke wilayah Kabupaten Aceh Besar).

2.4 ANALISIS DAN KARAKTERISTIK KEPENDUDUKAN DAN


KEMASYARAKATAN

2.4.1 JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK

Jumlah penduduk kota Banda Aceh sebelum terjadinya bencana Tsunami adalah
sekitar 230.828 jiwa, dengan mayoritas penduduk beragama dan berbudaya Islam.
Sebagai Ibukota Propinsi NAD sekaligus merupakan pusat pemerintahan dan kegiatan
ekonomi, Kota Banda Aceh memiliki kepadatan penduduk tertinggi diantara
kabupaten/kota lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk Kota Banda
Aceh per Kecamatan sebelum terjadinya Tsunami, dapat dilihat pada Tabel 2.9.

TABEL 2.9
JUMLAH PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2001-2003

PRE TSUNAMI
JUMLAH JUMLAH JUMLAH
NO KECAMATAN PENDUDUK PENDUDUK PENDUDUK
(%) (%) (%)
Th. 2001 Th. 2002 Th. 2003
(JIWA) (JIWA) (JIWA)
1. Baiturrahman 33.399 14,96 33.331 14,75 32.765 14,19
2. Kuta Alam 52.824 23,66 50.338 22,27 47.538 20,59
3. Meuraxa 27.468 12,31 28.158 12,46 30.532 13,22
4. Syiah Kuala 26.401 11,83 26.577 11,76 28.298 12,25
5. Lueng Bata 13.477 6,04 15.064 6,67 16.708 7,23
6. Kuta Raja 17.467 7,82 18.420 8,15 18.793 8,14
7. Banda Raya 17.563 7,87 17.802 7,88 18.509 8,01
8. Jaya Baru 20.902 9,36 21.137 9,35 20.901 9,05
9. Ulee Kareng 13.722 6,15 15.169 6,71 16.784 7,27
TOTAL 223.223 100,00 225.996 100,0 230.828 100.00
Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2001-2003

Laporan Akhir
II - 23
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kemudian, pada Gambar 2.13 berikut ini, dapat diketahui pertumbuhan jumlah
penduduk di masing-masing kecamatan di Kota Banda Aceh selama periode tahun 2001
sampai dengan tahun 2003. Selain itu, juga dapat diketahui kecamatan yang mengalami
konsentrasi penduduk terbesar.

60000

50000
Jumlah Penduduk (jiwa)

40000

30000

20000

10000

Jaya Baru
Banda Raya

Ulee Kareng
Baiturrahman

Meuraxa

Syiah Kuala

Lueng Bata

Kuta Raja
Kuta Alam

Tahun 2001

Tahun 2002

Tahun 2003
Nama Kecamatan

GAMBAR 2.13
GRAFIK PERKEMBANGAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEH
Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2001-2003

Pasca terjadinya Tsunami, jumlah penduduk kota Banda Aceh berkurang dengan
pesat sekitar 27%. Menurut sensus yang dilakukan oleh pemerintah kota jumlah
penduduk Banda Aceh sebelum Tsunami adalah sebesar 263.668 jiwa dan tereduksi
menjadi 192.194 jiwa, dengan jumlah kehilangan (meninggal dunia atau hilang)
sebanyak 71.475 jiwa dan jumlah penduduk yang kehilangan tempat tinggal sebanyak
65.500 jiwa. Untuk jelasnya mengenai jumlah penduduk setelah Tunami di Kota Banda
Aceh pada tiap-tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.10 dibawah.

Laporan Akhir
II - 24
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.10
JUMLAH PENDUDUK PASCA TSUNAMI
DI KOTA BANDA ACEH

JUMLAH PENDUDUK
JUMLAH
NO KECAMATAN PRE- PASCA PENGUNGSI
TSUNAMI TSUNAMI
1. Baiturrahman 37.449 36.783 5.052
2. Kuta Alam 55.062 43.113 23.971
3. Meuraxa 31.218 5.657 867
4. Syiah Kuala 42.779 35.514 6.411
5. Lueng Bata 18.360 18.254 5.229
6. Kuta Raja 20.217 5.122 230
7. Banda Raya 19.071 19.015 9.451
8. Jaya Baru 22.005 11.384 6.163
9. Ulee Kareng 17.510 17.388 8.126
TOTAL 263.668 192.194 65.500
Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 12 April 2005

Perbandingan penurunan jumlah penduduk dan jumlah pengungsi antar


kecamatan di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada gambar 2.14.

60000

50000

40000

30000

20000

10000

0
ru
ya
a

ta

ja
am

xa
an

ng
al

Ra
Ba

Ba
Ra
ra
m

re
Ku
al

eu
ah

Ka
a
ng

ya
a

da
h

t
t

M
rr

Ku
ia
Ku

Ja
e

ee
n
itu

Lu
Sy

Ba

Ul
Ba

Jumlah Penduduk Pre-Tsunami Jumlah Penduduk Pasca Tsunami


Jumlah Pengungsi
GAMBAR 2.14
GRAFIK PENURUNAN JUMLAH PENDUDUK DAN JUMLAH PENGUNGSI
DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI
Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 12 April 2005

Laporan Akhir
II - 25
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa jumlah kehilangan terbesar terjadi di


Kecamatan Meuraxa (82%), Kecamatan Kuta Raja (75%), Kecamatan Jaya Baru (49%),
Kuta Alam (22%), dan Kecamatan Syiah Kuala (17%). Persebaran jumlah kehilangan
yang dirinci berdasarkan jumlah kematian dan orang yang hilang dapat dilihat pada
Gambar 2.15.
Dalam RTRW Kota Banda Aceh Departemen Pekerjaan Umum, pertumbuhan
penduduk pasca bencana Tsunami diproyeksikan menggunakan model bunga berganda
dengan angka pertumbuhan rata-rata sesuai dengan angka pertumbuhan selama tahun
1995-2004 yaitu sebesar 3,14% .

GAMBAR 2.15
PERSEBARAN JUMLAH ORANG YANG MENINGGAL DAN HILANG
DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran 4

Kemudian, JICA dalam penyusunan URRP Kota Banda Aceh dan Additional Study-
nya memproyeksikan pertumbuhan penduduk pasca Tsunami dengan menggunakan tiga
metode perhitungan, yaitu:
o Ekstrapolasi dari tingkat pertumbuhan rata-rata antara tahun 1998 sampai dengan
tahun 2003, yaitu sebesar 2,1%. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Laporan Akhir
II - 26
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tahun 12-4-2005 2005 2006 2007 2008 2009


Jumlah
192.194 196.230 200.351 204.558 208.854 213.240
Penduduk

o Metode Regresi yang diformulasikan dari data antara tahun 1995 sampai dengan
tahun 2004, yaitu sebagai berikut:
Y = −14.211.050 + 7.216,14 * X (r = 0,88)
Hasil perhitungan dengan model regresi di atas adalah:

Tahun 12-4-2005 2005 2006 2007 2008 2009


Jumlah
192.194 199.194 206.194 213.194 220.194 227.194
Penduduk

o Dengan tingkat pertumbuhan tahunan dengan pertumbuhan khusus. Hal ini


didasarkan pada banyaknya contoh dan pengalaman bahwa jumlah penduduk akan
meningkat secara drastis pasca terjadinya bencana yang menelan banyak korban
akibat pertumbuhan sosial pada kegiatan rekonstruksi dan pertumbuhan alamiah
yang tinggi. Bank Dunia mengadopsi tingkat pertumbuhan rata-rata 6% untuk
proyeksi penduduk Indonesia. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Tahun 12-4-2005 2005 2006 2007 2008 2009


Jumlah
192.194 200.843 212.893 225.667 239.206 253.559
Penduduk

Dalam perencanaan ini, proyeksi pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah


proyeksi versi JICA skenario 2. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa skenario
ini lebih realistis dengan kondisi pertumbuhan penduduk di Kota Banda Aceh, disamping
itu skenario ini juga telah mempertimbangkan faktor-faktor migrasi maupun kondisi
sosial-ekonomi masyarakat Kota Banda Aceh dalam penentuan tingkat pertumbuhannya.
Selanjutnya hasil perhitungan proyeksi penduduk dengan metode tersebut
hingga tahun 2015 dipaparkan pada Tabel 2.11 berikut ini.

Laporan Akhir
II - 27
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.11
PROYEKSI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH
HINGGA TAHUN 2016

TAHUN JUMLAH PENDUDUK


2005 199.194
2006 206.194
2007 213.194
2008 220.194
2009 227.194
2010 234.194
2011 241.194
2012 248.194
2013 255.194
2014 262.194
2015 269.194
2016 276.194
Sumber: Hasil Perhitungan berdasarkan skenario 2 JICA

Dari hasil proyeksi yang dilakukan, jumlah penduduk di Kota Banda Aceh hingga
tahun 2016 diperkirakan mencapai jumlah 276 ribu jiwa lebih. Jumlah ini tentunya telah
mempertimbangkan faktor pertumbuhan alamiah, migrasi, dan perkembangan sosial-
ekonomi masyarkat. Proyeksi jumlah penduduk ini tentunya diperlukan untuk
mengalokasikan sistem aktifitas penduduk dan sarana serta prasarana pendukungnya.

2.4.2 KEPADATAN PENDUDUK

Rata-rata kepadatan penduduk kota Banda Aceh sebelum bencana Tsunami


mencapai 38 jiwa/ha, dengan wilayah yang paling tinggi kepadatannya adalah
Kecamatan Baiturrahman, yaitu sebesar 72 Jiwa/Ha. Sedangkan kepadatan yang
terendah ada di Kecamatan Syiah Kuala dengan kepadatan 20 Jiwa/Ha. Tingkat
kepadatan penduduk Kota Banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 2.12 dibawah.

Laporan Akhir
II - 28
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.12
TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003

JUMLAH
LUAS KEPADATAN
PENDUDUK
NO KECAMATAN WILAYAH PENDUDUK
TAHUN 2003
(Ha) (Jiwa/Ha)
(Jiwa)
1. Baiturrahman 32,765 453.90 72
2. Kuta Alam 47,538 1004.70 47
3. Meuraxa 30,532 725.80 42
4. Syiah Kuala 28,298 1424.40 20
5. Lueng Bata 16,708 534.10 31
6. Kuta Raja 18,793 521.10 36
7. Banda Raya 18,509 478.90 39
8. Jaya Baru 20,901 378.00 55
9. Ulee Kareng 16,784 615.00 27
TOTAL 230,828 6135.90 38
Sumber : Banda Aceh dalam Angka Tahun 2003

Perbandingan tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan disajikan pada


Gambar 2.16 berikut ini.
80
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)

70
60
50
40
30
20 kepadatan Penduduk
(Jiwa/Ha)
10
0
Meuraxa

Jaya Baru
Syiah Kuala

Banda Raya
Kuta Alam

Ulee Kareng
Baiturrahman

Lueng Bata

Kuta Raja

Nama Kecamatan

GAMBAR 2.16
GRAFIK TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
Sumber : Banda Aceh dalam Angka Tahun 2003

Akibat besarnya penurunan jumlah penduduk yang terjadi pada bencana


Tsunami, kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh juga mengalami penurunan dari 43
jiwa/ha menjadi hanya 31 jiwa/ha. Data kepadatan penduduk per kecamatan di Kota
Banda aceh dapat dilihat pada Tabel 2.13 berikut ini.

Laporan Akhir
II - 29
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.13
TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI
KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI

KEPADATAN
JUMLAH PENDUDUK
LUAS PENDUDUK
(Jiwa)
NO KECAMATAN WILAYAH (Jiwa/Ha)
PRE- PASCA (Ha) PRE- PASCA
TSUNAMI TSUNAMI TSUNAMI TSUNAMI
1. Baiturrahman 37.449 36.783 453.90 83 81
2. Kuta Alam 55.062 43.113 1004.70 55 42
3. Meuraxa 31.218 5.657 725.80 43 8
4. Syiah Kuala 42.779 35.514 1424.40 30 25
5. Lueng Bata 18.360 18.254 534.10 34 34
6. Kuta Raja 20.217 5.122 521.10 39 10
7. Banda Raya 19.071 19.015 478.90 40 40
8. Jaya Baru 22.005 11.384 378.00 58 30
9. Ulee Kareng 17.510 17.388 615.00 28 28
TOTAL 263.668 192.194 6135.9 43 31
Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2005

Penurunan tingkat kepadatan penduduk yang paling drastis terjadi di Kecamatan


Meuraxa ( menurun sebesar 82%) dan Kuta Raja (menurun sebesar 75%) karena
memang di kedua wilayah tersebutlah terjadi jumlah kehilangan penduduk yang paling
besar. Selain itu, Kecamatan Jaya Baru dan Kuta Alam juga mengalami penurunan
kepadatan yang cukup besar. Sedangkan untuk Kecamatan Ulee Kareng, Banda Raya
dan Lueng Bata tidak mengalami perubahan kepadatan penduduk. Ketiga wilayah
tersebut memang tidak terkena dampak yang besar akibat bencana Tsunami. Gambar
2.17 menunjukkan penurunan kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh pasca bencana
Tsunami.

Laporan Akhir
II - 30
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

am
an

ng
ta
a

ja

ya
a

ru
al
x

Ba

Ra

Ba
hm

re
Ra
ra

Ku
al

Ka
eu

g
ta

ta
rra

ya
a
h

en
M

nd
Ku

Ku
ia

ee
Ja
i tu

Lu
Sy

Ba

Ul
Ba

Kepadatan Penduduk Pre-Tsunami Kepadatan Penduduk Pasca Tsunami

GAMBAR 2.17
GRAFIK PENURUNAN KEPADATAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI
Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2005

2.4.3 KOMPOSISI PENDUDUK

Struktur atau komposisi penduduk dapat dilihat berdasarkan kelompok umur dan
jenis kelamin. Berikut ini, dalam Tabel 2.14, adalah data jumlah penduduk kota Banda
Aceh pada Tahun 2003 di rinci berdasarkan jenis kelamin di tiap-tiap kecamatan.
TABEL 2.14
JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003

JUMLAH PENDUDUK (JIWA)


No KECAMATAN PRA TSUNAMI 2003
Laki-laki Perempuan
1. Baiturrahman 17.008 15.757
2. Kuta Alam 24.640 22.898
3. Meuraxa 15.384 15.148
4. Syiah Kuala 14.269 14.029
5. Lueng Bata 8.506 8.202
6. Kuta Raja 9.671 9.122
7. Banda Raya 9.407 9.102
8. Jaya Baru 10.378 10.523
9. Ulee Kareng 8.620 8.164
TOTAL 117.883 112.945
Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2003

Laporan Akhir
II - 31
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kemudian, pada Gambar 2.18 berikut ini, dapat dilihat perbandingan jumlah
perempuan dan laki-laki antar kecamatan di Kota Banda Aceh pada tahun 2003.

25.000

20.000
Jumlah Penduduk (Jiwa)

15.000

10.000
Laki-laki
Perempuan
5.000

Jaya Baru
Kuta Alam
Baiturrahman

Meuraxa

Kuta Raja
Syiah Kuala

Lueng Bata

Banda Raya

Ulee Kareng
Nama Kecamatan

GAMBAR 2.18
GRAFIK JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2003

Pasca Bencana Tsunami terjadi perubahan komposisi penduduk berdasarkan


jenis kelamin. Populasi penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan yang terkena
dampak tsunami rata-rata menurun 30-50%. Tabel 2.15 berikut ini adalah data jumlah
penduduk pasca tsunami.
TABEL 2.15
JUMLAH PENDUDUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PASCA TSUNAMI
DI KOTA BANDA ACEH

JUMLAH PENDUDUK (JIWA)


No KECAMATAN PREDIKSI PASCA TSUNAMI 2005
L P
1. Baiturrahman 8.361 10.219
2. Kuta Alam 29.373 28.513
3. Meuraxa 4.414 5.395
4. Syiah Kuala 2.618 3.199
5. Lueng Bata 9.687 9.394
6. Kuta Raja 3.524 4.307
7. Banda Raya 9.925 9.959
8. Jaya Baru 3.548 4.336
9. Ulee Kareng 9.721 9.789
TOTAL 81.171 85.111
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2005

Laporan Akhir
II - 32
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.4.4 KONDISI SOSIAL BUDAYA

Kondisi sosial masyarakat di Kota Banda Aceh belum pulih dan normal seperti
sediakala karena masih banyak masyarakat yang trauma dan membutuhkan pemulihan
psikologi. Masyarakat masih banyak yang tinggal di camp-camp pengungsi. Lokasi
pengungsian tersebar diberbagai didaerah, bahkan dari Kota Banda Aceh banyak
masyarakat yang tinggal di camp pengungsian di daerah kabupaten Aceh Besar ataupun
pindah keluar kota terdekat seperti Medan.
Adapun lokasi pengungsian penduduk Kota Banda Aceh adalah seperti terlihat
pada Tabel 2.16 berikut.
TABEL 2.16
JUMLAH & TITIK LOKASI PENGUNGSI
DALAM WILAYAH KOTA BANDA ACEH

Jumlah
Nama Lokasi
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Pengungsi Koordinator
Pengungsian
(Jiwa)
Kel. Sukaramai Taman Budaya 175 Lurah Sukaramai
Rumah Penduduk 100 Lurah Sukaramai
Kel. Setui Rumah Penduduk 305 Lurah Setui
Lurah Neusu
Kel. Neusu Jaya Rumah Penduduk 397
Jaya
Lurah Ateuk
Kel. Ateuk Pahlawan Gedung Tgk Chik Ditiro 1.452
Pahlawan
Lurah Ateuk
Rumah Penduduk 623
Pahlawan
Lurah Kampung
1. Baiturrahman Kel. Kampong Baro Kantor Lurah Kampung Baru 25
Baru
Kel. Peuniti 1. Komplek Baperis 135 Lurah Peuniti
2. Rumah Penduduk 401 Lurah Peuniti
Desa Ateuk Jawo Rumah Penduduk 536 Lurah Peuniti
Desa Ateuk
Rumah Penduduk 607 Lurah Peuniti
Munjeng
Desa Ateuk Deah
Rumah Penduduk 230 Lurah Peuniti
Tanoh
Desa Neusu Aceh Rumah Penduduk 513 Lurah Peuniti
Jumlah 5.499
Desa Kopelma 1. Mesjid Jamik Kopelma Kades Kopelma
548
Darussalam Darussalam Darussalam
2. Gedung ACC Dayan
30 sda
Dawood
2. Syiah Kuala 3. Fakultas Pertanian 130 sda
4. Rumah Dinas Rektor
90 sda
Unsyiah
5. Gedung Fak. Teknik
50 sda
Unsyiah

Laporan Akhir
II - 33
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Jumlah
Nama Lokasi
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Pengungsi Koordinator
Pengungsian
(Jiwa)
6. Gedung RKU I dan III
60 sda
Unsyiah
7. Gedung Fak. Kedokteran
37 sda
Unsyiah
8. Rumah Penduduk 724 sda
Desa Rukoh 1. Rumah T. Nyak Arief 302 Kades Rukoh
2. Rumah Penduduk 1.995 sda
Kades
Desa Lamgugop Rumah Penduduk 283
Lamgugob
Desa Ie Masen Kaye
Rumah Penduduk 752 Kades IMKA
Adang
Desa Pineung Rumah Penduduk 114 Kades Pineung
Jumlah 5.115
Kades Lueng
Desa Lueng Bata Mesjid Jamik Lueng Bata 390
Bata
Komplek Dinas SDA Prov.
1.097 Sda
NAD
Rumah Penduduk 583 sda
Panteriek Rumah Penduduk 253 Kades Panteriek
Kades
Lamseupeng Rumah Penduduk 516
Lamseupeung
3. Lueng Bata Blang Cut Rumah Penduduk 432 Kades Blang Cut
Kades
Sukadamai Rumah Penduduk & MIN 553
Sukadamai
Lampaloh Rumah Penduduk 96 Kades Lampaloh
Batoh Rumah Penduduk 1.056 Kades Batoh
Kades Cot
Cot Mesjid Rumah Penduduk 794
Mesjid
Lamdom Rumah Penduduk 341 Kades Landom
Jumlah 6.111
Kel. Mulia Mesjid Almukaramah 190 Lurah Mulia
Posko Methodis 52 Sda
Desa Lampulo Posko Hotel Rajawali 420 Kades Lampulo
Kel. Beurawe Mesjid Al Furqan 698 Jiwa Lurah Beurawe
Kel. Laksana Mesjid Al Huda 589 Jiwa Lurah Laksana
Lurah Bandar
4. Kuta Alam Kel. Bandar Baru Posko Depan PLN 138 Jiwa
Baru
Kel. Keuramat Mesjid Baiturrahman 773 Jiwa Lurah Keuramat
Kel. Kuta Alam Gedung DPRD Prov. NAD 450 Jiwa Lurah Kuta Alam
Posko Didepan Kedai Niagara 575 Jiwa sda
Rumah Penduduk 30 Jiwa sda
Jumlah 3.915 Jiwa
Kades
Desa Lamglumpang Lapangan Bola 144 Jiwa
Lamglumpang
Desa Lambhuk MIN Lambhuk 7 Jiwa Kades Lambhuk
5. Ulee Kareeng Desa Doi Pesantren Babunajah 111 Jiwa Kades Doi
Desa Ie Masen Kades Ie Masen
Mesjid 109 Jiwa
U.Kareng U.K
Desa Ceurih Mesjid Baitussalihin 1.431 Jiwa Kades Ceurih

Laporan Akhir
II - 34
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Jumlah
Nama Lokasi
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Pengungsi Koordinator
Pengungsian
(Jiwa)
Kecamatan U. Camat Ulee
Rumah Penduduk 6.309 Jiwa
Kareng Kareeng
Jumlah 8.111 Jiwa
Kades Lhong
Desa Lhong Raya Mesjid Lhong Raya 1.362 Jiwa
Raya
Kades Lhong
Desa Lhong Cut Rumah Penduduk 383 Jiwa
Cut
Desa Peunyerat Rumah Penduduk 514 Jiwa Kades Peunyerat
Desa Lampeuot Rumah Penduduk 193 Jiwa Kades Lampeuot
Desa Mibo Meunasah Mibo 583 Jiwa Kades Mibo
Desa Lam Ara Mesjid Lam Ara 1.041 Jiwa Kades Lam Ara
6. Banda Raya
Desa Geuceu Kaye Kades Geuceu
Rumah Penduduk 209 Jiwa
Jatho Kaye Jatho
Kades Geuceu
Desa Geuceu Iniem Mesjid Geuceu Iniem 1.115 Jiwa
Iniem
Komplek BLK 880 Jiwa sda
Kades
Desa Lamlagang Rumah Penduduk 1.480 Jiwa
Lamlagang
Jumlah 7.762 Jiwa
Desa Geuceu Kades Geuceu
Rumah Penduduk 294 Jiwa
Meunara Meunara
Kades
Desa Lamteumen
Rumah Penduduk 17 Jiwa Lamteumen
Timur
7. Jaya Baru Timur
Kades
Desa Lamteumen
Rumah Penduduk 32 Jiwa Lamteumen
Barat
Barat
Jumlah 343 Jiwa
8. Meuraxa Tidak Ada Pengungsi -
9. Kutaraja Tidak Ada Pengungsi -
36.856
Jumlah Pengungsi seluruhnya
Jiwa
Sumber: Pemda Kota Banda Aceh, Tahun 2005

2.5 KARAKTERISTIK DAN ANALISIS PEREKONOMIAN

2.5.1 STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian Kota Banda Aceh didominasi kegiatan jasa perdagangan dan jasa
pemerintahan, wisata, disamping nelayan dan petambak. Hal ini antara lain dapat dilihat
dari struktur PDRB kota tersebut. Perhitungan PDRB akan meliputi 9 (sembilan) sektor
kegiatan perekonomian atau lapangan usaha, yaitu sektor-sektor pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan air minum, bangunan
dan konstruksi, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, bank
dan lembaga keuangan serta jasa-jasa lainnya.

Laporan Akhir
II - 35
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Banda Aceh atas harga
berlaku mulai tahun 2000 sampai dengan 2004 menampakkan gejala peningkatan
secara positif rata-rata sebesar 9,58%. Demikian pula perhitungan PDRB kota Banda
Aceh atas dasar harga konstan juga menunjukan peningkatan secara positif rata-rata
sebesar 5,05%. Untuk lebih jelasnya pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan
dapat di lihat pada Gambar 2.19 di bawah ini.
PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN

1.600.000
1.500.000
1499842,15
1.400.000 1324257,30
1.300.000 1400897,28

1.200.000 1264609,05
1.218.609,86
1.100.000
1.000.000
1 2 3 4 5

GAMBAR 2.19
PERTUMBUHAN PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN KOTA BANDA ACEH
Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004

Sebagai sebuah wilayah perkotaan, kegiatan perekonomian di kota Banda Aceh,


antara tahun 2000 sampai tahun 2004 paling besar didominasi oleh lapangan usaha
sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 32% sampai 36% dari seluruh
kegiatan ekonomi kota. Kontribusi sektor ini pada tahun 2004 sebesar Rp. 593.414,91
atas dasar harga berlaku atau sebesar Rp. 520.100,09 atas dasar harga konstan. Urutan
dominasi sektor ekonomi berdasarkan nilai PDRB di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada
Gambar 2.20
PERTANIAN
23,02%
PERTAMBANGAN DAN
PENGGALIAN
3,69% INDUSTRI PENGOLAHAN
35,24%
LISTRIK DAN AIR MINUM

BANGUNAN / KONSTRUKSI

PERDAGANGAN, HOTEL &


RESTORAN
PENGANGKUTAN DAN
16,13% KOMUNIKASI
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN
8,36% LAINNYA
8,89% 0,93%3,75%0,00% JASA-JASA

GAMBAR 2.20
DISTRIBUSI PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU PER SEKTOR
DI KOTA BANDA ACEH
Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004

Laporan Akhir
II - 36
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.5.2 KETENAGAKERJAAN

Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah maka para pencari kerja di Kota
Banda Aceh juga bertambah pula, tahun 2000 saja para pencari kerja berjumlah 18.180,
tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 22.315, tahun 2003 dan 2004 menurun
sebesar 17.170. Sedang jumlah penduduk yang sudah tertampung didunia kerja juga
menunjukkan peningkatan yang positif. Tahun 2000 yang sudah bekerja 1.005, tahun
2002 meningkat menjadi 1.041, tahun 2003-2004 meningkat pula mencapai 4.213.
untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 2.21 di bawah ini.

GAMBAR 2.21
JUMLAH PENCARI KERJA YANG DITEMPATKAN
Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004

Kemudian, distribusi jenjang pendidikan dari pencari kerja yang terdapat di Kota
Banda Aceh ditampilkan pada Gambar 2.22
Setelah terjadinya bencana Tsunami, angka pengangguran diperkirakan
mengalami peningkatan hingga mencapai 30 persen. Data resmi Disnaker dan
Kependudukan setempat mencatat jumlah warga yang tidak memiliki pekerjaan
mencapai lebih dari 44.258 orang. Gempa dan tsunami menghancurkan sebagian besar
pusat bisnis di kota itu, seperti pasar tradisional, terminal, dan pelabuhan. Ini membuat
aktivitas usaha di sektor informal yang selama ini menyerap ribuan tenaga kerja belum
sepenuhnya pulih, bahkan banyak pedagang dan pemilik toko masih mengungsi.

Laporan Akhir
II - 37
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Aktivitas perikanan yang selama ini jadi sektor andalan dan memberikan
kontribusi besar bagi pendapatan asli daerah kota itu nyaris lumpuh total hingga kini.
Pelabuhan perikanan maupun feri di daerah Ulee Lheue rata dengan tanah, ratusan
perahu nelayan hancur tersapu tsunami, dan ratusan hektar tambak milik para petani
setempat dipenuhi lumpur.
Sementara perekonomian di sektor formal juga belum pulih. Jika sebelum
tsunami jumlah perusahaan di Banda Aceh mencapai 356 unit, kini hanya ada 197 unit
usaha. Sedangkan 159 perusahaan lainnya telah hancur akibat gempa dan tsunami.

GAMBAR 2.22
JUMLAH PENCARI KERJA YANG DITEMPATKAN
DI KOTA BANDA ACEH SELAMA PERIODE TAHUN 2000-2004
Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004

2.6 KARAKTERISTIK DAN ANALISIS TRANSPORTASI

2.6.1 TRANSPORTASI DARAT

Moda transportasi di kota Banda aceh memiliki jaringan pelayanan dalam dan
luar kota. Jaringan pelayanan dalam kota berupa kendaraan umum yaitu angkutan
umum atau labi-labi, becak, bus Damri dan mini bus (L300). Sedangkan untuk jaringan
luar kota dilayani oleh angkutan lintas propinsi seperti bus antar kota.
Untuk kondisi jaringan jalan sebelum tsunami, total panjang jalan sekitar 495 km
yang terdiri dari jalan nasional 12 km, jalan propinsi 22,4 km dan jalan kota 460 km.

Laporan Akhir
II - 38
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Berdasarkan kelas jalannya, terdiri dari arteri primer 18 km, arteri sekunder 29 km,
kolektor 30 km dan jalan lokal 418 km. Sedangkan pada pasca tsunami, terdapat
beberapa kerusakan jaringan jalan yaitu untuk jalan arteri primer tidak ada kerusakan
sama sekali. Sedangkan untuk jalan arteri sekunder mengalami kerusakan sekitar 4%,
jalan kolektor sekitar 7% dan jalan lokal sekitar 40%. Untuk lebih jelasnya lihat
Gambar 2.23.

GAMBAR 2.23
JARINGAN JALAN KOTA BANDA ACEH SEBELUM TSUNAMI
Sumber: JICA, 2005, Lampiran 4

Prasarana trasportasi lainnya yang mengalami kerusakan pasca tsunami adalah


jembatan, fasilitas jalan dan terminal. Untuk kondisi jembatan, tercatat 13 jembatan
mengalami kerusakan dari total 54 jembatan (sumber : Dinas PU). Selain itu, fasilitas
jalan yang mengalami kerusakan adalah berupa rambu lalu lintas sebesar 52% dan
marka jalan sebesar 50%. Untuk lampu lalu lintas mengalami kerusakan 60% dan lampu
peringatan sebesar 22%. Sedangkan untuk terminal barang dan penumpang terdiri dari
5 terminal penumpang dan 1 terminal barang, keseluruhan terminal yang ada
mengalami kerusakan yang cukup berat.

Laporan Akhir
II - 39
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.6.2 TRANSPORTASI PENYEBERANGAN

Transportasi sungai di Kota Banda Aceh umumnya menggunakan perahu


sampan kecil, perahu mesin tempel dan kapal boat. Pasca tsunami tingkat kerusakan
wilayah permukiman pantai Kota Banda Aceh mencapai 100% sehingga transportasi
sungai atau muara bagi nelayan tidak dapat beroperasi.

2.6.3 TRANSPORTASI LAUT

Pelabuhan yang menunjang transportasi melalui laut adalah pelabuhan Ulee


lheue yang berjarak 2,5 km dari pusat kota dan merupakan akses dari kapal angkutan
barang dan orang. Pasca tsunami, pelabuhan masih belum dapat dioperasikan secara
optimal dimana saat ini dermaga yang ada hanya dapat menampung kapal ferry yang
menuju Pulau Sabang sebanyak 2 rit per hari. Sedangkan untuk kapal cepat masih
menggunakan dermaga pelabuhan lama yang sifatnya darurat.

2.7 KARAKTERISTIK DAN ANALISIS UTILITAS KOTA

2.7.1 AIR BERSIH

Penyediaan air bersih penduduk Kota Banda Aceh sebelum terjadinya tsunami,
dilayani oleh pelayanan dari PDAM Tirta Daroy Banda Aceh, dan pemanfaatan sumur
air tanah dangkal yang ada di rumah penduduk. Tingkat pelayanan PDAM Tirta Daroy
Banda Aceh, adalah 47% dari penduduk, dengan sumber air dari sumur bor yang
berlokasi di Lambaro dan Siron, dengan memanfaatkan air Sungai Krueng Aceh yang
mempunyai debit minimal 10.38m3/dt pada musim kemarau panjang. Berikut ini Tabel
2.17 mengenai kondisi PDAM Tirta Daroy pada sebelum dan sesudah tsunami.
TABEL 2.17
KONDISI PDAM TIRTA DAROY

Uraian Unit Sebelum Sesudah


Kapasitas Produksi L/detik 435 365-380
Prosentase Pelayanan % 47 NA
Jumlah Sambungan Unit 25,812 14,656
Hydrant/Public Tap Unit 100 46
Kehilangan Air % 48 55-60
Waktu Pengoperasian Jam/hari 24 20
Jumlah Pegawai Orang 173 143
Sumber: Data PDAM, Juni 2005

Laporan Akhir
II - 40
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Sedangkan untuk sistem perpipaan penyediaan air bersih di Kota Banda Aceh
dibagi menjadi 4 jaringan yaitu ; jaringan Wilayah Meuraxa, jaringan Wilayah Syiah
Kuala, jaringan Wilayah Baiturrahman dan jaringan Wilayah Kuta Alam. Jaringan
perpipaan yang digunakan di Kota Banda Aceh terdiri dari berbagai jenis material pipa
yaitu baja, DCIP, PVC, GIP dengan diameter 25 - 600 mm.
Jaringan pipa distribusi di daerah Darussalam dan Unsyiah terpisah sama sekali
dari jaringan yang ada di Kota Banda Aceh lainnya khususnya di Darussalam, Unsyiah
kira-kira memiki sekitar 900 sambungan rumah dan dilengkapi dengan elevated
reservoir dari beton kapasitas sekitar 500 m3, mendapat suplai air dari IPA Siron melalui
pipa transmisi primer diameter 200 dan 150 mm.
Bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 berpengaruh
pada beberapa infrastruktur penyediaan air bersih yang dimiliki oleh PDAM Tirta Daroy.
Kerusakan tersebut antara lain:
a. Menurunnya kapasitas produksi air minum IPA Lambaro dan IPA Siron. IPA Siron
tidak dapat dioperasikan, karena pompa submersible air baku tidak cukup terendam
air karena rendahnya permukaan air, sedangkan IPA Lambaro masih dapat
diopersikan dengan 2 pompa kapasitas 2 x 147 L/detik.
b. Menurunnya kapasitas pelayanan akibat terlantarnya operasi dan pemeliharaan IPA
Lambaro dan IPA Siron, anggaran pengoperasian dan pemeliharaan yang tidak
mencukupi, serta kondisi aset instalasi pengolahan air yang sudah tua.
c. Menurunnya kapasitas produksi akibat kerusakan jaringan pipa distribusi terutama di
Kecamatan Meuraxa dan Kuta Raja dan rusaknya jembatan-jembatan pipa di daerah
tersebut.
d. Menurunnya pendapatan secara drastis karena hilangnya pelanggan, dari total
25.812 SR bulan Maret tinggal 8.000 SR atau 21% jumlah penduduk. Dan
berangsur-angsur mendaftar kembali, membayar rekening air hingga pada akhir Juni
2005 pelanggan yang ada menjadi 12.000 SR, data terakhir jumlah pelanggan
menjadi 14.656 SR.
e. Terganggunya manajemen dan administrasi PDAM karena Kantor PDAM sebagian
hancur dan arsip-arsip yang terletak dilantai dasar hilang/rusak di samping itu, juga
terdapat karyawan yang meninggal yaitu 28 orang.

Laporan Akhir
II - 41
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.7.2 AIR LIMBAH

Pengelolaan air limbah buangan penduduk Kota Banda Aceh sebelum maupun
sesudah tsunami sebagian besar adalah dengan menggunakan pengolahan setempat
(on site), yaitu berupa tangki septic dan sistem peresapan di halaman rumahnya, untuk
limbah black water (limbah dari WC)-nya. Sedangkan untuk limbah domestik selain yang
dari water closed, umumnya dibuang langsung ke saluran drainase yang ada di depan
rumah. Namun sebagian masyarakat juga masih melakukan pembuangan air limbah
langsung ke badan air seperti sungai dan pantai, terutama bagi masyarakat yang berada
di sekitar kawasan tersebut.
Kemudian, untuk mengatasi limbah perkotaan non domestic, Pemerintah Kota
Banda Aceh mempunyai sebuah Instalasi pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang dikelola
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banda Aceh, IPLT tersebut berlokasi di
Gampong Jawa (lihat Gambar 2.24). Pada saat terjadi tsunami IPLT tersebut
mengalami kerusakan yang cukup parah, dan telah diberikan bantuan dari pihak donor
untuk merehabilitasi kembali.

GAMBAR 2.24
IPLT DI GAMPONG JAWA YANG DIREHABILITASI PADA
DESEMBER 2005

Laporan Akhir
II - 42
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.7.3 PERSAMPAHAN

Pada saat sebelum terjadinya tsunami, timbulan sampah Kota Banda Aceh
adalah sekitar sebesar 600m3 perhari, dengan tingkat pelayanan 65%. Dengan sistem
pewadahan di rumah, pengumpulan menuju container sebanyak 53 unit yang tersebar di
seluruh kota dan pembuangan akhir dengan sistem open dumping di Gampong Jawa.
Armada truk sampah yang dimiliki adalah 29 unit yang beroperasi setiap hari,
mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara berupa container ke tempat
pembuangan akhir (TPA) Gampong Jawa. Komposisi sampah perkotaan Banda Aceh
dijelaskan pada Tabel 2.18 di bawah ini.
TABEL 2.18
KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN JENISNYA

No. Jenis Sampah Prosentase


1. Organik 70,64 %
2. Kertas 5,21 %
3. Kaca 1,36 %
4. Plastik 9,04 %
5. Logam 1,75 %
6. Kayu 5,80 %
7. Kain 4,13 %
8. Karet 1,52 %
9. Lain-lain 0,55 %
Jumlah 100,00 %
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Penanganan sampah pasca tsunami secara khusus ditujukan pada sampah


dampak bencana, yaitu sampah tsunami yang ditempatkan di lokasi-lokasi sementara
pembuangan sampah tsunami pada masa tanggap darurat. Total volume sampah
tsunami seluruhnya dari lokasi-lokasi tersebut sebanyak 267.666 m3. Sampah tsunami
yang telah terangkat ke TPA (periode 17 Oktober 2005 – 31 Mei 2006), adalah sebanyak
136.463 m3. Penanganan lainnya terhadap dampak bencana tsunami adalah demolisasi
bangunan, yaitu penghancuran bangunan yang sudah rusak, membersihkan dari puing-
puing bangunan, dan pemanfaatan kembali materialnya, seperti pembuatan jalan-jalan
darurat di wilayah bencana.
Kedua pekerjaan tersebut dilakukan melalui paket bantuan dari UNDP, yaitu
Tsunami Recovery Waste Management Programme (TRWMP) selama periode 17
Oktober 2005 – 31 Mei 2006.

Laporan Akhir
II - 43
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tugas lainnya DKP Kota Banda Aceh pada masa pasca tsunami, adalah
pemeliharaan dan perawatan sanitasi di barak-barak pengungsi melalui program
bantuan dari Unicef, yang disebut Temporary Living Camp Sanitation (TLCS). Jumlah
barak pengungsi seluruhnya yang menjadi pelayanan DKP Kota Banda Aceh, adalah
sebanyak 80 lokasi, yang tersebar dalam wilayah Kota Banda Aceh sebanyak 11 lokasi,
dan yang terdapat dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar sebanyak 69 lokasi.
Sistem pengelolaan persampahan yang saat ini dilaksanakan di Kota Banda
Aceh, meliputi kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan
sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah dan pembuangan akhir sampah.
Rute operasional truck angkutan sampah dan lokasi kontainer DKP dapat di lihat pada
Gambar 2.25

GAMBAR 2.25
RUTE OPERASIONAL TRUK ANGKUTAN SAMPAH DAN LOKASI KONTAINER DKP KOTA
BANDA ACEH
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan, (lampiran 4)

Laporan Akhir
II - 44
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Armada angkutan yang dimiliki Dinas Kebersihan dan Pertamanan sampai


dengan 02 Pebruari 2006 sebanyak 63 unit ditambah peralatan berat sebanyak 15 unit,
sehingga jumlah seluruhnya sebanyak 78 unit kini disimpan di poll kendaraan ukuran
4.140 m2, yang terletak di Jalan Pocut Baren, Banda Aceh. Contoh gambar peralatan
berat yang dimiliki oleh DKP (Gambar 2.26).

GAMBAR 2.26
PERALATAN BERAT YANG DIMILIKI DKP KOTA BANDA ACEH

TPA/Landfill sebagai tempat proses pengelolaan dan pembuangan akhir sampah


terletak di Desa Gampong Jawa yang berjarak ± 3 km dari pusat kota. Hingga saat ini
landfill Gampong Jawa telah memiliki lahan seluas ± 21 ha, yang telah difungsikan
sebagai landfill seluas ± 12 ha, dan yang belum difungsikan seluas ± 9 ha.
Beberapa alternatif pengembangan LPA dan IPLT baru yang dipilih adalah di
Koeta Teu, Kleumbang, Gapang atau Taleue Seuke. Pengelolaan sampah Kota Banda
Aceh perlu diintegrasikan dengan Kabupaten Aceh Besar, dimana lokasi alternative LPA
tersebut berada.

2.7.4 DRAINASE

Sistem drainase perkotaan Kota Banda Aceh dibawah kendali Dinas Pekerjaan
Umum (DPU). Luas area sistem drainase meliputi 35 km2 dan dibagi dalam 3 zona dan
17 sub-area. Kondisi topografi yang relatif datar, menurunnya daya tampung saluran
dan adanya pengaruh aliran balik dari pasang air laut menyebabkan tidak
memungkinkan untuk mengalirkan air dari semua area secara gravitasi dan harus

Laporan Akhir
II - 45
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

dibantu dengan pompa pada setiap outlet jaringannya. Infrastruktur jaringan drainase
belum lengkap dan tidak befungsi dengan baik menyebabkan terjadinya genangan bila
turun hujan lebat.
Bencana Tsunami menyebabkan rusaknya jaringan drainase lebih dari 90%,
tanggul dan dinding penahan banjir di sungai. Selain rusak saluran drainase juga terisi
oleh Lumpur dan kotoran. Kerusakan tersebut diantaranya dua saluran drainase di desa
Gampong Pie, peningkatan genangan air akibat pasang air laut yang semula hanya 10
cm menjadi 30-40 cm. Kerusakan juga terjadi pada saluran drainase di Iskandar Muda,
saluran primer Meuraxa dan pintu air di Kuren Gulamus. Kerusakan lainnya adalah
stasium pompa dan pintu air di Sungai Titi Panjang, rusaknya tanggul Krueng Doy.
Kondisi saluran drainase dan pintu air sebelum dan setelah bencana Tsunami disajikan
dalam Tabel 2.19 berikut.
TABEL 2.19
KONDISI SALURAN DAN PINTU AIR SEBELUM
DAN SETELAH BENCANA TSUNAMI

Structures Description Unit Zone I Zone II Zone III Total


Drainage area Ha 957 992 1.550 3.499
Number of sub- Nos. 6 5 6 17
zones
Existing Nos. 4 1 3 8
Pumping
Damaged Nos. 4 0 3 7
stations
Damage ratio % 100 0 100 88
Existing m 22.735 12.937 15.690 51.362
Primary
Damaged m 6.177 3.490 1.927 11.594
drains
Damage ratio % 27 27 12 23
Existing Nos. 25 30 43 98
Water gates Damaged Nos. 15 7 8 30
Damage ratio Nos. 60 23 19 31
Source : Dept. Of Public Works (DPU)

2.7.5 TELEKOMUNIKASI

Sarana telekomunikasi yang berupa telepon, telegram, faximile, dan berbagai


produk telekomunikasi lainnya seperti GSM, CDMA operator Satelindo, Telkomsel, telah
merambah seluruh kecamatan di kota Banda Aceh. Berdasarkan data dari BPS 2004 dan
2005, dapat diketahui banyaknya fasilitas telepon yang diklasifikasikan dalam kategori
fasilitas untuk perumahan, bisnis, sosial, telepon umum, wartel dan kiospon. Dari data

Laporan Akhir
II - 46
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

tersebut dapat diketahui perbedaan kondisi penyediaan fasilitas telekomunikasi pada


saat sebelum dan sesudah terjadinya bencana tsunami (lihat tabel 2.20).
TABEL 2.20
BANYAKNYA FASILITAS TELEPON DI KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2004-2005

Banyaknya
No. Fasilitas Telepon
2004 2005
1 Perumahan/Residensial 17.423 SST 11.257 SST
2 Bisnis 2.673 SST 252 SST
3 Sosial 121 SST 81 SST
4 Telepon Umum 222 Buah -
5 Wartel 437 SST 374 SST
6 Kiospon 39 SST -
Total 20.915 14.494
Sumber: BPS, 2004-2005

Dari kategori perumahan penurunan mencapai 35% dari kondisi sebelum


tsunami, untuk bisnis mengalami penurunan 90,6%, sosial sebesar 33%, wartel sebesar
14,4 %, sedangkan untuk penyediaan telepon umum dan kiospon penurunan mencapai
100% pada kondisi pasca tsunami.
Normalisasi telepon, listrik dan penyaluran (bahan bakar minyak) BBM terus
diefektifkan. Status recovery layanan telekomunikasi di NAD sampai tanggal 12 Januari
2005, sudah mencapai 68% dari saat bencana terjadi serta dengan 84% area dari 44
STO yang ada di seluruh NAD sudah beroperasi normal. Meliputi 93% seluruh nomor
pelanggan di datel NAD dengan jumlah total 98.866 STT.

2.7.6 KELISTRIKAN

Perbaikan instalasi listrik terus dilakukan untuk menormalkan penerangan, agar


dapat bekerja pada malam hari untuk melakukan pembersihan serta kebutuhan
penerangan pada instalasi Rumah Sakit. Guna mendukung upaya ini berbagai peralat
PLN dari Jakarta yang telah diberangkatkan dari Jakarta pada tanggal 15 Januari 2006
dengan Kapal Tomini serta telah dilakukan pemasangan dan penggantian tiang listrik
yang rusak di daerah Kajhu, Ulee Lheue dan Braden. (lihat Tabel 2.21)

Laporan Akhir
II - 47
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.21
KONDISI JARINGAN LISTRIK DI KOTA BANDA ACEH

KOTA KONDISI KELISTRIKAN


Banda ƒ Kondisi kelistrikan kota Banda Aceh 95% beban Puncak 25MW telah
Aceh tersambung 32.000 pelanggan Dari 34.000 pelanggan yang kondisinya
memungkinkan disambung (pelanggan sebelum bencana 74.000)
• Jaringan listrik menuju malahayati sepanjang 20 Km rusak total, maka
pemenuhan kebutuhan listrik untuk pelabuhan Malahayati
menggunakan genset
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2005

Untuk daerah kawasan yang terkena bencana tidak bisa dilayani sampai
perbaikan rekonstruksi secara menyeluruh. Namun untuk kawasan yang tidak terkena
dampak sudah terlayani dengan baik. Berikut kondisi listrik di Kota Banda Aceh.

2.8 KARAKTERISTIK DAN ANALISIS FASILITAS KOTA

2.8.1 FASILITAS PENDIDIKAN

Fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh telah memadai, diantaranya telah


tersedia dengan lengkap jenis fasilitas pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi. Berikut data jumlah Fasilitas Pendidikan di Kota Banda Aceh pada
Tahun 2004-2005 di rinci berdasarkan kecamatan. Lebih jelas lihat Tabel 2.22.
Dari tabel di atas, dapat diketahui jumlah fasilitas pendidikan tidak berubah
untuk fasilitas SD, SLTP, SLTA dan kejuruan. Perubahan hanya terjadi pada fasilitas TK
yang mengalami peningkatan dari kondisi sebelum dan sesudah tsunami. Selain itu,
jumlah sekolah luar biasa di Kota Banda Aceh hanya 1 buah yang terletak di Kecamatan
Baiturrahman. Sedangkan Pondok Pasantren ada 9 buah yang terletak di Kecamatan
Jaya Baru 3 buah, Kecamatan Meuraxa 1 buah, Kecamatan Kuta Alam 4 buah dan
Kecamatan Baiturrahman 1 buah.

Laporan Akhir
II - 48
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.22
JUMLAH TK, SD, SLTP, SLTA, DAN KEJURUAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2004-2005

TK SD SLTP SLTA SMK


KEC.
2004 2005 2004 2005 2004 2005 2004 2005 2004 2005
Baiturrahman 9 10 24 24 5 5 4 4 2 2
Kuta Alam 20 18 22 22 9 9 13 13 5 5
Meuraxa 6 3 19 19 3 3 5 5 - -
Syiah Kuala 8 9 14 14 2 2 1 1 - -
Lueng Bata 4 4 5 5 1 1 1 1 - -
Kuta Raja 4 5 13 13 3 3 1 1 - -
Banda Raya 5 6 6 6 2 2 2 3 - -
Jaya Baru 6 7 10 10 2 2 1 - - -
Ulee Kareng 4 6 6 6 1 1 0 - - -
TOTAL 66 68 119 119 28 28 28 28 7 7
Sumber : BPS, 2004-2005

Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan


kebutuhan fasilitas pendidikan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel
2.23
TABEL 2.23
PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

LUAS LUAS
STANDAR STANDAR KEBUTU KEBUTU
KEBUTUH KEBUTUH
JENIS PENDUDUK LUAS HAN HAN
NO AN AN
FASILITAS PENDUKUNG LAHAN TAHUN TAHUN
TAHUN TAHUN
(Jiwa) (m2) 2011 2016
2011 (m2) 2016 (m2)
1 TK 1000 1200 234 281033 269 323033
2 SD 1600 3600 146 526937 168 605687
3 SLTP 4800 2700 49 131734 56 151422
4 SLTA 4800 2700 49 131734 56 151422
Sumber: Hasil Analisis

2.8.2 FASILITAS KESEHATAN

Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kota Banda Aceh diketegorikan dalam 9


bentuk yaitu berupa puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, poliklinik
desa, posyandu, Rumah bersalin, Rumah sakit umum, Rumah sakit jiwa, Rumah sakit
ibu dan anak. Berdasarkan data dari BPS tahun 2004 dan 2005 (lihat tabel 2.24) maka
dapat diketahui kondisi sebelum dan sesudah tsunami.

Laporan Akhir
II - 49
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 2.24
JUMLAH SARANA KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2004-2005

Jenis Sarana Jumlah


No.
Kesehatan 2004 2005
1. Puskesmas 9 6
2. Puskesmas Pembantu 33 9
3. Puskesmas Keliling 8 12
4. Poliklinik Desa 8 14
5. Posyandu 105 80
6. Rumah Bersalin 12 12
7. Rumah sakit umum 7 8
8. Rumah sakit jiwa 1 1
9. Rumah sakit ibu dan anak 0 1
Jumlah 183 143
Sumber: BPS 2004-2005

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penyediaan fasilitas


kesehatan mengalami penurunan mencapai 21,8% dari kondisi sebelum tsunami.
Penurunan terbesar terjadi terutama pada penyediaan puskesmas pembantu dengan
penurunan mencapai 72,7% pada pasca tsunami.
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan
kebutuhan fasilitas kesehatan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel
2.25
TABEL2.25
PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

STANDAR STANDAR LUAS


KEBUTUHAN LUAS
JENIS PENDUDUK LUAS KEBUTUHAN KEBUTUHAN
NO TAHUN KEBUTUHAN
FASILITAS PENDUKUNG LAHAN TAHUN 2011 TAHUN
2016 TAHUN 2016
(Jiwa) (m2) 2011 (m2)
1 Puskesmas 120000 2400 2 4684 2 5384
2 Puskesmas 30000 1200 8 9368 9 10768
Pembantu
3 BKIA dan RS 10000 1600 23 37471 27 43071
Bersalin
4 Balai 3000 300 78 23419 90 26919
Pengobatan
5 Apotek 10000 350 23 8197 27 9422
6 Praktek Dokter 5000 100 47 4684 54 5384
7 Posyandu 2500 100 94 9368 108 10768
Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir
II - 50
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.8.3 FASILITAS PERIBADATAN

Di daerah Kota Banda Aceh, hampir merata desa memiliki Masjid dan Musholla,
karena mayoritas penduduk di Kota Banda Aceh adalah beragama Islam. Hanya di
Kecamatan Kuta Alam terdapat tempat ibadah umat Kristen, Hindu dan Budha. (Lihat
Tabel 2.26).
TABEL 2.26
JUMLAH FASILITAS PERIBADATAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003

Surau / Gereja
Kecamatan Masjid Gereja Pura Vihara Kelenteng
langgar katolik
Meuraxa 10 29 0 0 0 0 0
Banda Raya 6 23 0 0 0 0 0
Baiturrahman 17 21 0 0 0 0 0
Lueng Bata 2 10 0 0 0 0 0
Kuta Alam 23 27 3 2 0 4 1
Kutaraja 6 9 0 0 1 0 0
Syiah Kuala 11 18 0 0 0 0 0
Ulee Kareng 7 6 0 0 0 0 0
Jaya Baru 7 20 0 0 0 0 0
JUMLAH 89 163 3 2 1 4 1
Sumber : Podes Kota Banda Aceh,Tahun 2003

Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan


kebutuhan fasilitas peribadatan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel
2.27
TABEL 2.27
PROYEKSI KEBUTUHAN FAS ILITAS PERIBADATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

STANDAR STANDAR
LUAS LUAS
JENIS PENDUDUK LUAS KEBUTUHAN KEBUTUHAN
NO KEBUTUHAN KEBUTUHAN
FASILITAS PENDUKUNG LAHAN TAHUN 2011 TAHUN 2016
TAHUN 2011 TAHUN 2016
(Jiwa) (m2)
1 Masjid Skala 120000 4000 2 7806 2 8973
Kecamatan
2 Masjid Skala 30000 1750 8 13661 9 15703
Lingkungan
Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir
II - 51
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.8.4 PERKANTORAN DAN PELAYANAN UMUM

Untuk kebutuhan sarana perkantoran dan Pelayanan Umum berdasarkan wilayah


yang terkena dampak maka Kantor Kecamatan diperlukan di 6 kecamatan yang terkena
dampak kecuali Kecamatan Baiturrahman, Sedangkan Kantor Desa/Kelurahan diperlukan
antara lain di daerah berikut:
1. Kecamatan Meuraxa, meliputi: Kel. Ulee Lheule, Kel. Deah Glumpang, Kel. Deah
Teungoh, Kel. Deah Baro, Kel. Lambung, Kel. Gampong Pie, Kel. Gampong Blang,
Kel. Lamjabat, Kel. Asoenanggro, Kel. Surien, Kel. Gampong Baro, Kel. Pungee
Ujong, Kel. Pungee Jurong, Kel. Lampaseh Kota, Kel. Lampaseh Aceh.
2. Kecamatan Kuta Raja, meliputi: Kel. Gampong pande, Kel. Gampong Jawa, Kel.
Merduati, Kel. Keudah, Kel. Lampaseh Kota, Kel. Kampung Baru.
3. Kecamatan Jaya Baru, meliputi: Kel. Ulee Pata, Kel. Lampoh Daya, Kel. Bitai, Kel.
Lam jamee, Kel. Emperom.
4. Kecamatan Kuta Alam, meliputi: Kel. Lampulo, Kel. Lamdingin, Kel. Bandar Baru.
5. Kecamatan Syiah Kuala, meliputi: Kel. Dayah Raya, Kel. Alue, Naga, Kel. Tibang, dan
Kel. Jeulingke.
6. Kecamatan Baiturrahman, meliputi: Kel. Sukaramai

Untuk kantor Pos Hansip di 6 kecamatan tidak diperlukan, hanya diperlukan pos
pengamanan untuk para pengungsi 1 unit di masing-masing kecamatan. Sedangkan
untuk Kantor Pos Pembantu diperlukan di pusat Kota Banda Aceh di perlukan di
Kecamatan Kuta Alam 1 unit, Baiturrahman 1 unit, Jaya Baru 1 unit dan Syiah Kuala 1
unit. Serta sarana PLN, PDAM, Telkom, dan Polsek diperlukan 1 unit di masing-masing
wilayah yang terkena dampak untuk melayani masyarakat yang sedang membangun
kembali wilayahnya yang terkena tsunami.

2.9 HARAPAN DAN ASPIRASI STAKEHOLDERS

Sebelumnya merencanakan wilayah yang terkena dampak bencana, harapan


masyarakat pada para stakeholder perlu melakukan beberapa pertimbangan terhadap
perencanaan wilayah Provinsi Banda Aceh, khususnya Kota Banda Aceh. Diantaranya:

Laporan Akhir
II - 52
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2.9.1 PERTIMBANGAN SOSIAL-BUDAYA

Masyarakat Banda Aceh pada umumnya terdiri dari pedagang, nelayan dan
petani dan sangat kuat ibadatnya dengan nilai budaya yang islami. Pembangunan
kedepan harus memperhatikan nilai budaya dan islami yang hidup dalam masyarakat,
dengan demikian Rencana Tata Ruang didasarkan pada nilai-nilai ini. Untuk Land Mark
kota yang berfokus pada mesjid Baiturahman dan menjadi dasar dari Urban Design kota
– kota. Disamping itu situs-situs budaya harus juga diperhatikan agar perkembangan
Banda Aceh kedepan tidak mencabut msyarakat Aceh dari akar budaya dan nilai
Islamnya. Kehidupan nelayan disepanjang pantai perlu diberi ruang dan teknologi agar
kehidupannya lebih baik lagi.

2.9.2 PERTIMBANGAN EKONOMI

Ekonomi Banda Aceh didukung oleh sektor jasa, perikanan, pertanian serta
wisata. Penataan kembali kota harus di upayakan untuk memperkuat sektor ini sehingga
semakin modern dan dapat meningkatkan kesempatan kerja. Untuk nelayan dan petani
perlu diperhatikan dengan sarana TPI dan infrastruktur pendukungnya. Dibidang wisata,
kiranya Tsunami dapat diambil hikmah untuk sektor wisata mengingat kejadian tanggal
26 Desember 2004 yang lalu adalah suatu kejadian besar di dunia.
Ekonomi kota berbasis pada kelautan wisata dan jasa, diharapkan pembangunan
prasarana dapat mendukung transformasi sektor Basik ini menjadi semakin modern
sehingga secara terus menerus dapat meningkatkan nilai tambah dan penyerapan
terhadap angkatan kerja.

2.9.3 PERTIMBANGAN INFRASTRUKTUR

Pertimbangan infrastruktur perlu diarahkan untuk meningkatkan pelayanan


sosial-ekonomi kota. Disamping itu juga untuk meningkatkan keamanan kawasan kota;
yaitu mengatasi banjir dan juga perlu ditata agar dapat juga melindungi kota dari
kemungkinan serangan tsunami dimasa yang akan datang.
Dari berbagai diskusi dengan stakeholder dikawasan perkotaan Banda Aceh dan
sekitarnya bebarapa keinginan pengembangan kota kedepan dapat disimpulkan sebagai
berikut :

Laporan Akhir
II - 53
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. Pengembangan kota dilakukan dengan penanganan kawasan bersyarat antara lain


dilakukan dengan pengaman (Buffer Zone) dan peringatan dini bencana Tsunami
dan bila diperlukan dan diinginkan dapat melakukan “relokasi” ke kawasan yang
lebih aman, dengan dukungan infrastruktur penghubung yang memadai dan baik.
2. Pengembangan Kota didasarkan pada nilai budaya dan Islami yang berkembang di
masyarakat Aceh
3. Pengembangan Kota harus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
melindungi hak masyarakat akan tanahnya.
4. Pengembangan kota harus dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan ekonomi
kotanya.
5. Pengembangan kota harus dapat melindungi bahaya kota dari bahaya bencana
(gempa bumi, tsunami, banjir dan longsor).
6. Pengembangan kota harus dapat menjaga dan meningkatkan kelestarian lingkungan
kota.
7. Pengembangan infrastruktur harus dapat meningkatkan pelayanan kota.
8. Sebagian penduduk memilih ingin bermukim kembali, dengan syarat pengamanan
(Buffer Zone) dan peringatan dini bencana tsunami.
9. Sebagian lainnya ingin pindah ke kawasan yang lebih aman, dengan dukungan
infrastruktur penghubung yang memadai dan baik.
10. Pusat - pusat pelayanan fasilitas sosial dan utilitas harus berada di lokasi yang aman.
11. Kegiatan usaha dan pasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat berjalan
kembali normal.
12. Identitas kota dan masyarakat (yang bersifat religius dan budaya) tetap
dipertahankan.
13. Pembangunan kota dan kawasan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hak
kepemilikan tanah dan property.
14. Menerapkan pembangunan kota yang menganut prinsip-prinsip manajemen Disaster
yang berbasis tata ruang

Laporan Akhir
II - 54
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BAB
III

RENCANA TATA RUANG


KOTA BANDA ACEH

3.1 KEDUDUKAN KOTA BANDA ACEH DALAM KONSTELASI REGIONAL

Rencana tata ruang merupakan upaya untuk mengintegrasikan berbagai macam


sumber daya di suatu wilayah/kota ke dalam suatu deliniasi wilayah perencanaan. Artinya
komponen-komponen tata ruang di dalam wilayah perencanaan harus terintegrasi, di
samping itu, wilayah perencanaan juga harus terintegrasi dengan rencana yang hirarkinya
lebih tinggi. Dalam perencanaan Kota Banda Aceh, selain harus memperhatikan
komponen-komponen tata ruang yang ada di wilayahnya, juga harus memperhatikan
peranannya dalam lingkup yang lebih luas. Dengan demikian perencanaannya akan dapat
menciptakan kesinergian dengan rencana-rencana spasial lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, langkah awal dalam perencanaan Kota Banda
Aceh adalah perlunya menetapkan Peran, Fungsi, dan Kedudukan Kota Banda Aceh dalam
konstelasi regional, sehingga dalam pelaksanaannya di masa mendatang dapat bersinergi
dengan wilayah-wilayah sekitarnya. Penetapan ini mempertimbangkan potensi dan
permasalahan yang dimiliki Kota Banda Aceh dan arahan-arahan penataan ruang yang
hirarkinya lebih tinggi serta rekomendasi dari rencana-rencana serupa yang telah disusun
sebelumnya. Berdasarkan pertimbangan di atas, Peran Kedudukan dan Fungsi Kota Banda
Aceh ditetapkan sebagai berikut.

Laporan Akhir
III - 1
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. Peranan:
ƒ Sebagai Kota hirarki I di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah
pengembangan Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, dan Kota Sabang
ƒ Sebagai ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam
2. Fungsi:
ƒ Salah satu pintu gerbang Indonesia Bagian Barat yang mengemban fungsi sebagai
pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa wilayah hiterland-nya
ƒ Pusat pemerintahan dan perkantoran untuk skala kota dan regional
ƒ Pusat perdagangan dan jasa untuk skala kota dan regional
ƒ Pusat kegiatan industri kecil
ƒ Pusat permukiman, fasilitas umum, dan sosial skala kota dan regional
ƒ Pusat kegiatan keagamaan (Islamic Center)
3. Kedudukan:
ƒ Dalam lingkup nasional, kedudukan Kota Banda Aceh merupakan salah satu Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) Orde II, yang diharapkan sebagai Counter Magnet bagi
Kota Medan
ƒ Kota Banda Aceh juga ditetapkan sebagai bagian dari kebijakan Indonesia-
Malaysia-Thailand Growth Triangle

3.2 SKENARIO PERKEMBANGAN KOTA

Untuk Rencana ke depannya, Skenario yang digunakan adalah dengan


menerapkan model pengembangan kota Dual Center With Multi Recidential Area. Model
pengembangan ini merupakan konsep pengembangan kota yang memiliki dua pusat kota
untuk mendorong perkembangan kota dan didukung oleh permukiman dengan kegiatan
ekonomi di dalamnya. Pusat kota yang ditetapkan adalah pusat kota lama dan pusat kota
baru. Pusat kota lama berpusat di Peunayong yang berorientasi pada Masjid Baiturrahman
dengan kegiatan yang sudah berkembang pesat baik sebelum dan sesudah Tsunami.
Sedangkan pusat kota baru berada di Batoh (Kec. Lueng Bata) dan Lampeuneurut
(Kabupaten Aceh Besar), pusat pengembangan ini diarahkan sebagai pusat pemerintahan
Propinsi NAD dan sebagai daerah evakuasi atau zona penyelamatan bila terjadi bencana.

Laporan Akhir
III - 2
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Untuk terlaksananya model pengembangan kota tersebut diperlukan beberapa


tahapan skenario pengembangan yang tepat. Pada Gambar 3.1 di bawah ini akan
dijelaskan tahapan pengembangan wilayah Banda Aceh.

Tahap I Tahap Rehabilitasi Pasca Bencana Tsunami:


- Rehabilitasi pada kawasan konservasi, yaitu pada kawasan pesisir dengan
membangun Coastal Forest (hutan Mangrove) sebagai zona perlindungan
Rehabilitasi dan pantai. Serta pembangunan hutan kota yang berfungsi sebagai daerah
pengendalian resapan air.
pembangunan di - Rehabilitasi permukiman sesuai dengan zoning regulation yang ditentukan
Utara Banda pada kawasan yang terkena dampak tsunami.
Aceh - Perbaikan Infrastruktur yang belum diperbaiki, serta usaha peningkatan
dalam rangka pengembangan kota yang merujuk pada konsep mitigasi
bencana.
- Pengendalian kegiatan pada zona-zona yang ditentukan terutama pada
Coastal Zone dan Eco Zone.

Tahap Pengendalian Pusat Kota lama dengan konsep perkembangan yang


Tahap II terbatas:
- Optimalisasi kegiatan di pusat kota Lama yaitu pada kawasan Peunayong
dan Kampung Baru yang berorientasi pada Masjid Baiturrahman. Serta
Revitalisasi dan pengendalian intensitas bangunan dan penataan lingkungan agar tidak
pengembangan terjadi kemunduran fungsi (degradasi lingkungan).
terbatas pada - Peningkatan peran masing-masing sub zona sesuai dengan fungsi yang
Pusat Kota Lama ditentukan dalam rencana struktur kota.
- Rehabilitasi kawasan konservasi terutama pada kawasan DAS Krueng
Aceh dan taman kota yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
- Peningkatan aksesibiltas melalui pembangunan lingkar utara, lingkar
selatan dan lingkar dalam yang terintegrasi.

Tahap pengembangan Pusat Kota Baru dengan konsep pengembangan


Tahap III wilayah yang terintegrasi
- Pengembangan fungsi melalui kegiatan yang telah ditentukan pada masing-
masing zona dan sub-sub zona. Pengembangan diarahakan ke Selatan
Pengembangan Banda Aceh hingga perbatasan Aceh Besar (Lampeuneurut dan Lambaro).
kota diarahkan - Sinkronisasi kebijakan dan rencana pengembangan wilayah antara Kota
pada Selatan Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dalam pengelolaan pusat Kota
Kota Banda Baru yang ada di Lampeuneurut serta pengembangan agropolitan pada
Aceh Lambaro.

GAMBAR 3.1
TAHAPAN PENGEMBANGAN KOTA BANDA ACEH

Laporan Akhir
III - 3
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.3 RENCANA STRUKTUR PEMANFAATAN RUANG

Rencana struktur pemanfaatan ruang merupakan kerangka dasar spasial yang


akan digunakan untuk menyusun arahan rencana pemanfaatan ruang di Kota Banda
Aceh. Penjabaran rencana struktur pemanfaatan ruang meliputi arahan rencana
pengembangan dan distribusi penduduk, rencana struktur ruang kota, rencana kawasan
strategis kota, dan rencana sistem pusat pelayanan.
Rencana struktur pemanfaatan ruang yang direkomendasikan dalam rencana ini
mengikuti rencana struktur pemanfaatan ruang yang telah direncanakan oleh Dirjen
Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum yang dituangkan ke dalam dokumen
Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kota Banda Aceh. Dokumen tersebut
dijadikan acuan karena substansi yang dikandungnya lebih diterima oleh stakeholders
dibandingkan dengan dokumen-dokumen perencanaan lainnya untuk Kota Banda Aceh.
Pada akhirnya, arahan yang telah direncanakan pada dokumen Rencana Struktur dan Pola
Pemanfaatan Ruang Kota Banda Aceh akan dijadikan dasar dalam merumuskan rencana
tata ruang dan pengembangan fasilitas dan utilitas dalam Revisi RTRW Kota Banda Aceh
ini.

3.3.1 RENCANA STRUKTUR RUANG KOTA

Dalam pengembangan ke depannya, Kota Banda Aceh direncanakan untuk dibagi


menjadi empat zona yang disesuaikan dengan model pengembangan kota yang
digunakan, pertumbuhan penduduk, ketersediaan sumber daya lahan dan antisipasi
terhadap potensi bencana. Berdasarkan Revisi RTRW Aceh 2010, Kota Banda Aceh dibagi
dalam 4 BWK (Bagian Wilayah Kota), yaitu terdiri dari BWK Barat, BWK Pusat (Utara),
BWK Selatan, BWK Timur. Untuk revisi RTRW tahun 2016, pembagian 4 BWk ini tetap
digunakan, hanya ada penyesuaian batas mengunakan unit administrasi kecamatan. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2 Peta Rencana Struktur Ruang.
Selanjutnya masing-masing BWK diarahkan memiliki pusat sebagai orientasi
pengembangan (lebih jelas lihat sistem pusat pelayanan). Penjelasan mengenai arahan
fungsi masing-masing BWK dapat dilihat pada bagian berikut di bawah ini:

Laporan Akhir
III - 4
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

: gambar 3.2
PETA RENCANA STRUKTUR RUANG

Laporan Akhir
III - 5
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. BWK Barat Kota


BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Meuraxa dan Jaya Baru, merupakan
pengembangan wilayah kota ke arah bagian Barat. BWK ini difungsikan sebagai pusat
kegiatan pelabuhan dan wisata, yang didukung kegiatan perdagangan dan jasa,
kawasan permukiman, dan sebagainya. Pusat BWK Barat ditetapkan di Lamteumen
(barat). Untuk lebih jelas arahan kesesuaian fungsi berdasarkan zona di BWK Barat
Kota dapat di lihat pada Tabel 3.1.

2. BWK Pusat Kota Lama/Utara


BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Baiturrahman, Kuta Alam dan Kuta Raja,
berfungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan regional dan pemerintahan. Fungsi ini
didukung oleh kegiatan jasa komersial, perbankan, perkantoran, pelayanan umum dan
sosial, kawasan permukiman perkotaan, industri kecil/kerajinan, pusat kebudayaan
dan Islamic Center. BWK ini juga berfungsi sebagai pusat pelayanan tujuan wisata
budaya dan agama bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Banda Aceh.Pusat BWK
Utara ditetapkan di Kawasan Pasar Aceh dan Peunayong. Untuk lebih jelas arahan
kesesuaian fungsi berdasarkan zona di dalam BWK Utara dapat di lihat pada Tabel
3.2.

3. BWK Selatan Kota


BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Banda Raya dan Lueng Bata, merupakan
pengembangan wilayah kota ke arah bagian Selatan, yang berfungsi sebagai pusat
kegiatan olah raga (sport centre), terminal AKAP dan AKDP, perdagangan dan jasa
serta pergudangan. Pusat BWK Selatan ditetapkan di Koridor Batoh (Kec. Lueng Bata)
– Lampeuneureut (Kab. Aceh Besar). Untuk lebih jelas arahan kesesuaian fungsi
berdasarkan zona di dalam BWK Selatan Kota dapat di lihat pada Tabel 3.3.

4. BWK Timur Kota


BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Syiah Kuala dan Ulee Kareng, merupakan
pengembangan wilayah kota ke bagian Timur, yang berfungsi sebagai pusat
pelayanan sosial kota seperti halnya pendidikan, kesehatan dan kegiatan lain yang
komplementer dengan kedua kegiatan tersebut. Pusat BWK Timur ditetapkan di Ulee

Laporan Akhir
III - 6
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Kareng. Untuk lebih jelas, arahan kesesuaian fungsi berdasarkan zona di dalam BWK
Timur Kota dapat di lihat pada Tabel 3.4

Kemudian pada Gambar 3.3 Peta Arahan Fungsi Zona Per BWK dan Tabel
3.1 – 3.4 dapat dilihat penjelasan fungsi zona berdasarkan karakter zona kesesuaian
pengembangan fisik. Dan ketentuan zonasi lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 1
dan 2.

Laporan Akhir
III - 7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Gambar3.3
PETA ARAHAN FUNGSI BERDASARKAN ZONA FISIK PERBWK

Laporan Akhir
III - 8
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. BWK Barat Kota Banda Aceh


TABEL 3.1
Pembagian Zona Pada BWK Barat Kota Banda Aceh

No. Kode Fungsi Wilayah


Zona
BWK
1. Sebagai daerah perlindungan pantai yang berupa Hutan
P1
Mangrove (Hutan Lindung) dan juga kawasan Perikanan
(Pesisir)
Tangkap/ Perikanan Samudera
2. • Kawasan konservasi yang berupa Zona hijau/pond
serta dapat menjadi daerah wisata. Selain itu juga
diarahkan menjadi zona budidaya tambak.
A.1
• Pada zona ini diarahkan untuk kawasan permukiman
terbatas, yang berarti bahwa tidak ada pengembangan
permukiman baru.
3. • Sebagai kawasan Pelabuhan Penyeberangan
Penumpang.
A.2 • Terdapat Landmark/Monumen Tsunami yang diarahkan
sebagai kawasan wisata bersejarah serta sebagai
kawasan wisata bahari.
4. • Zona tambak
A.3 • Kawasan konservasi, berupa zona hijau dan wisata
• Permukiman terbatas
5. • Perkantoran, berupa pelayanan umum dan perkantoran
swasta
• Mix-use
A.4
• Permukiman kepadatan sedang dan tinggi
• Kawasan Mix-use yaitu berupa kawasan campuran
komersial dan fasum.
6. • Kawasan permukiman dengan kepadatan sedang
• Zona perdagangan dan jasa yang menyebar secara
A.5 linier mengikuti pola jalan.
• Terminal kota
• Terdapat kawasan wisata Monumen PLTD Apung.
7. • Kawasan permukiman dengan kepadatan sedang
A.6 • Zona perdagangan dan jasa yang menyebar secara
linier mengikuti pola jalan.
Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir
III - 9
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

2. BWK Utara Kota Banda Aceh


TABEL 3.2
Pembagian Zona Pada BWK Utara Kota Banda Aceh

Kode Zona
No. Fungsi Wilayah
BWK
1. Sebagai daerah perlindungan pantai yang berupa
P.2 Hutan Mangrove (Hutan Lindung) dan juga kawasan
Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
2. • Sebagai tempat pembuangan akhir sampah (TPA),
dan instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) di
B.1 Gampong Jawa.
• Sebagai zona konservasi berupa hutan
mangrove/pond.
3. • Zona Perikanan samudera didukung fasilitas
B.2 perikanan.
• Tempat Pelelangan Ikan
4. • Zona hijau yang berupa pond dan wisata
• Permukiman terbatas yang diarahkan untuk tidak
B.3
mengalami pengembangan lagi.
• Cold Strorage
5. Kawasan campuran komersial fasum dan hunian
B.4
komersial.
6. • Zona Tambak
• Zona hijau yang menjadi buffer/penyangga antara
B.5 zona tambak dan permukiman.
• Zona perkantoran yang memiliki pola perkembangan
linier/ di sepanjang jalan.
7. • Wisata Budaya
B.6
• Zona Perkantoran dan Perdagangan dan jasa.
8. • Pusat Keagamaan dan Kebudayaan
B.7 • Pusat pelayanan umum dan Pemerintahan
• Perdagangan dan Jasa
9. • Kawasan perdagangan dan jasa Kota lama.
B.8 • Kawasan campuran hunian komersial
• Kawasan campuran komersial dan Fasilitas umum.
10. B.9 • Kawasan Permukiman Kepadatan Tinggi
11. • Kawasan Permukiman Kepadatan Tinggi
B.10
• Kawasan Campuran Komersial
Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir
III - 10
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3. BWK Selatan Kota Banda Aceh


TABEL 3.3
Pembagian Zona Pada BWK Selatan Kota Banda Aceh

Kode Zona
No. Fungsi Wilayah
BWK
1. C.1 Kawasan Permukiman kepadatan tinggi.

2. • Kawasan Permukiman kepadatan tinggi


C.2
• Kawasan campuran komersial dan fasum
3. • Kawasan Permukiman kepadatan tinggi
C.3 • Kawasan campuran komersial dan fasum
• Pertanian
4. • Kawasan Mix-Use yaitu berupa campuran
C.4 komersial dan fasum
• Permukiman kepadatan tinggi
Sumber: Hasil Analisis

4. BWK Timur Kota Banda Aceh


TABEL 3.4
Pembagian Zona Pada BWK Timur Kota Banda Aceh

Kode Zona
No. Fungsi Wilayah
BWK
Sebagai daerah perlindungan pantai yang
berupa Hutan Mangrove (Hutan Lindung)
1. P.3
dan juga kawasan Perikanan Tangkap/
Perikanan Samudera
• Perikanan Budidaya/tambak
• Zona Konservasi
2. D.1
• Permukiman terbatas, diarahkan untuk
tidak mengalami pengembangan.
• Perikanan Budidaya/tambak
• Zona Konservasi
3. D.2 • Permukiman terbatas, diarahkan untuk
tidak mengalami pengembangan.
• Kawasan Campuran komersial (mix-use).
• Kawasan Permukiman kepadatan tinggi
4. D.3 • Kawasan perkantoran dan kawasan
campuran komersial
• Kawasan Permukiman kepadatan tinggi
5. D.4
• Kawasan Campuran Komersial
6. D.5 Kawasan Permukiman kepadatan tinggi

7. D.6 Kawasan Perdagangan dan Jasa

8. D.7 Kawasan Pendidikan tinggi

Sumber: Hasil Analisis

Untuk penjelasan mengenai Zoning Regulation dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

Laporan Akhir
III - 11
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.3.2 ARAHAN PENGEMBANGAN DAN DISTRIBUSI PENDUDUK

Penduduk adalah komponen terpenting dalam penataan ruang. Hal ini karena
tujuan akhir dari kegiatan penataan ruang adalah mewujudkan kesejahteraan penduduk
dengan cara mengalokasikan berbagai sumber daya secara optimal. Untuk itu dalam
proses penataan ruang diperlukan upaya pendistribusian penduduk sesuai dengan daya
dukung lingkungannya sehingga memperoleh manfaat yang optimal dari sumber daya
yang didistribuskan serta terciptanya kemudahan dalam pelayanan sarana dan prasarana
kota.
Rencana distribusi penduduk ini dilakukan atas pertimbangan kondisi jumlah
penduduk sebelum tsunami, proyeksi pertumbuhan penduduk, daya dukung lingkungan,
arahan rencana kegiatan dan tingkat kerentanan terhadap bencana. Distribusi penduduk
ini dilakukan berdasarkan katagori wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi,
sedang, dan rendah. Adapun ukuran dari masing-masing kepadatan tersebut adalah :
ƒ Kepadatan penduduk rendah dengan rentang antara 1 - 25 jiwa/ha
ƒ Kepadatan penduduk sedang dengan rentang antara 26 – 50 jiwa/ha
ƒ Kepadatan penduduk tinggi dengan rentang antara 51-100 jiwa/ha
Rentang ini disesuaikan dengan karakteristik untuk kota menengah seperti Kota
Banda Aceh ini. Berdasarkan analisa telah didapatkan jumlah penduduk untuk tahun
Rencana 2016 adalah sejumlah 276.194 jiwa. Adapun rencana distribusi penduduk di Kota
Banda Aceh ditetapkan sebagai berikut (lihat Tabel 3.5).
TABEL 3.5
RENCANA DISTRIBUSI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH TAHUN 2016

ARAHAN
JUMLAH ARAHAN KEPADATAN
No. BWK
PENDUDUK SUB PUSAT BWK
(Jiwa)
1 BWK BARAT 63.909 1. Ulee Lheue : Kepadatan Rendah
2. Jaya Baru : Kepadatan Sedang
3. Lamteumen : Kepadatan Tingggi
2 BWK UTARA (PUSAT 58.049 1. Lampulo : Kepadatan Rendah
KOTA LAMA) 2. Peunayong/ :Kepadatan Tinggi
Kampung Baru
3 BWK SELATAN 104.787 1. Neusu : Kepadatan Tinggi
2. Batoh/Lamdom:Kepadatan Tinggi
4 BWK TIMUR 49.449 1. Jeulingke : Kepadatan Sedang
2. Ulee Kareng:Kepadatan Tinggi
Total Proyeksi 276.194

Laporan Akhir
III - 12
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.3.3 RENCANA SISTEM PUSAT PELAYANAN

Rencana sistem pusat pelayanan dimaksudkan untuk memperjelas hirarki kota


sesuai dengan struktur kota yang ditetapkan sehingga diperoleh suatu sistem
pemanfaatan ruang yang optimal untuk setiap bagian kota. Dalam realitanya,
pengembangan sistem pusat pelayanan akan mempermudah masyarakat kota untuk
mendapatkan pelayanan sarana dan prasarana perkotaan. Pembagian sistem pusat
pelayanan dilakukan atas dasar pertimbangan sebagai berikut:
ƒ Rencana struktur kota yang telah ditetapkan
ƒ Jangkauan pelayanan secara fungsional
ƒ Aksesibilitas suatu kawasan
ƒ Kelengkapan dan pemusatan sarana dan prasaran
ƒ Efisiensi pemanfaatan lahan
ƒ Batas-batas fisik yang tegas, seperti sungai, jalan, bukit, jalur hijau dan lain-lain

Lihat kembali Gambar 3.2, Arahan rencana sistem pusat pelayanan di Kota
Banda Aceh dijelaskan pada Tabel 3.6 berikut ini:
TABEL 3.6
RENCANA SISTEM PUSAT PELAYANAN

PUSAT/SUBPUSAT
NO FUNGSI SKALA PELAYANAN
PELAYANAN
1 PEUNAYONG / ƒ Pusat pemerintahan Kota ƒ Regional & Kota
KAMPUNG BARU Banda Aceh
ƒ Perdagangan dan Jasa
ƒ Perkantoran
2 ULEE LHEUE ƒ Pelabuhan penumpang & ƒ Regional & Kota
barang dan penumpang
ƒ Tsunami Park
ƒ Pariwisata Pantai
ƒ Hutan Kota dan
konservasi (hutan
mangrove)

3 LAMTEUMEN ƒ Perkantoran ƒ Kota dan lokal


ƒ Perdagangan dan Jasa
ƒ Permukiman
4 BATOH/LAMDOM ƒ Pusat pemerintahan ƒ Regional
provinsi NAD yang baru
ƒ Pusat perdagangan dan ƒ Regional & Kota
jasa
Laporan Akhir
III - 13
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

PUSAT/SUBPUSAT
NO FUNGSI SKALA PELAYANAN
PELAYANAN
ƒ permukiman
5 ULEE KARENG ƒ Perdagangan dan jasa ƒ Kota dan lokal
ƒ permukiman
6 LAMPULO ƒ Pelabuhan ikan ƒ Regional & Kota
ƒ Galangan kapal
ƒ Industri pengolahan ikan
ƒ Perumahan nelayan
7 JEULINGKE ƒ Pusat Pemerintahan Prop ƒ Regional
NAD & Perkantoran ƒ Kota dan Lokal
Propinsi NAD (eksisting)
ƒ Perdagangan dan jasa
ƒ Permukiman
8 NEUSU ƒ Perdagangan dan jasa ƒ Kota dan lokal
ƒ permukiman
9 KOPELMA ƒ Pendidikan ƒ Regional
ƒ Perdagangan dan jasa ƒ Kota dan lokal
Sumber : Hasil Analisis

3.4 RENCANA POLA PEMANFAATAN RUANG

Rencana pola pemanfaatan ruang adalah pengalokasian aktifitas ke dalam suatu


ruang berdasarkan struktur pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan sebelumnya.
Secara umum, pola pemanfaatan ruang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kawasan
lindung dan kawasan budidaya. Di samping itu, dalam pemanfaatan ruang ini juga
diarahkan pengalokasian kawasan-kawasan strategis.
Penetapan pola pemanfaatan ruang di Kota Banda Aceh didasarkan atas
pertimbangan sebagai berikut:
- Keadaan pola pemanfaatan ruang sebelum tsunami
- Kecenderungan perkembangan yang terjadi pasca tsunami
- Optimasi dan efisiensi pemanfaatan ruang
- Kelestarian lingkungan
- Mitigasi terhadap bencana

Untuk lebih jelasnya mengenai rencana penggunaan lahan pada tahun 2016 dapat
dilihat pada Tabel 3.7

Laporan Akhir
III - 14
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 3.7
RENCANA PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 2016
No Pemanfaatan Ruang Luas (HA) %
I Kawasan Terbangun 4563,71 74,377
Permukiman 2787,874 45,435
- Permukiman 2293,053 37,371
1
- Permukiman Terbatas 428,680 6,986
- Permukiman Khusus Nelayan 66,141 1,078
2 Kawasan Perdagangan dan Jasa 188,422 3,071
3 Perkantoran 117,453 1,914
Kawasan Campuran 543,482 8,857
- Kawasan Campuran Hunian & Komersial 100,744 1,642
4
- Kawasan Campuran Komersial & FU 383,597 6,252
- Kawasan Komersial & FU 59,141 0,964
Fasilitas 205,016 3,341
- Fasilitas Kesehatan 9,888 0,161
5 - Fasilitas Pendidikan 184,379 3,005
- Fasilitas Peribadatan 10,255 0,167
- Fasilitas Umum 0,494 0,008
Transportasi 657,886 10,722
- Terminal 10,431 0,170
6
- Pelabuhan Ferri 33,041 0,538
- Jalan 614,414 10,013
Kawasan Industri 7,725 0,126
- Cold Storage 0,944 0,015
7
- TPI 5,106 0,083
- Rumah Potong Hewan 1,675 0,027
Utilitas 24,241 0,395
8 - IPLT 22,762 0,371
- TPA 1,479 0,024
Wisata & Hiburan 31,610 0,515
- Pasar Seni 10,655 0,174
9
- Kawasan Wisata PLTD Apung 18,162 0,296
- Tsunami Heritage 2,792 0,046
II Ruang Terbuka 1572,19 25,623
1 Kawasan Hutan Kota 212,686 3,466
2 Zona Hijau dan Wisata 190,955 3,112
3 Zona Perikanan Samudera 121,351 1,978
4 Zona Tambak Ikan 552,359 9,002
Ruang Terbuka Hijau 109,006 1,777
- Taman Kota 31,036 0,506
5
- Jalur Hijau 60,614 0,988
- Lapangan Olah Raga 17,356 0,283
6 Kuburan 11,060 0,180
7 Sungai 224,970 3,666
8 Air 149,804 2,441
Total 6.135,90 100,000
Sumber : Rencana Konsultan, 2006

Laporan Akhir
III - 15
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.4.1 PENETAPAN KAWASAN LINDUNG

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama


melindungi kelestarian lingkungan hidup, baik itu berupa sumber daya alam maupun
sumber daya buatan. Kawasan lindung diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
1. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya
2. Kawasan perlindungan setempat
3. Kawasan cagar budaya
Berdasarkan pengertian di atas, penetapan kawasan lindung di Kota Banda Aceh
diarahkan sebagai berikut:
ƒ Kawasan lindung yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya meliputi:
- Kawasan hutan bakau yang berfungsi sebagai kawasan penyangga bagi daerah
sekitarnya untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta
memelihara kesuburan tanah. Di samping itu, kawasan ini juga memiliki fungsi
untuk meminimalkan potensi bahaya tsunami bagi daerah sekitarnya. Kawasan
hutan bakau diarahkan pada kawasan pesisir utara Kota Banda Aceh
Lokasi yang termasuk dalam kategori ini adalah Hutan Kota (hutan magrove dll) yang
berfungsi sebagai jalur penyangga antara kawasan permukiman dan zona perikanan.
Area ini mulai dari Deah Glumpang di Kecamatan Meuraxa memanjang hingga
Jeulingke di Kecamatan Syiah Kuala.

- Kawasan resapan air yang merupakan kawasan yang berfungsi meresapkan air
hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna
sebagai sumber air.

ƒ Kawasan perlindungan setempat yang meliputi :


- Kawasan sempadan pantai, yang berfungsi melindungi wilayah pantai dari
kegiatan yang menggangu kelestarian pantai. Kawasan ini terletak di sepanjang
tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal
100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Kawasan sempadan pantai
ditetapkan di sepanjang pantai yang ada, kecuali daerah pantai yang digunakan
untuk kepentingan umum, seperti pelabuhan/dermaga, wisata, dan permukiman
nelayan yang sudah ada, serta pertambakan yang telah mendapatkan ijin dari
pemerintah.

Laporan Akhir
III - 16
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

- Kawasan sempadan sungai, berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan


manusia yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air sungai. Kawasan
sempadan sungai ditetapkan pada jalur tepian sungai dengan lebar dari aliran
tengah berkisar 8 – 50 m tergantung kondisi sungainya dan wilayah lintasannya.
Sungai dengan tanggul ditetapkan jalur kiri dan kanan tepian sungai dengan lebar
15 m, sedangkan untuk sungai tidak bertanggul ditetapkan jalur kiri dan kanan
tepian sungai dengan lebar 30 m.
Untuk Kota Banda Aceh, kawasan ini diarahkan di sepanjang Sungai Krueng Aceh,
Sungai Krueng Doy, Sungai Krueng Neng, Sungai Krueng Titi Panjang, Krueng
Lueng Paga, Sungai Krueng Daroy, dan Kanal banjir.
Lebih jelas dapat dilihat Gambar 3.4.

Laporan Akhir
III - 17
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.4 PETA RENCANA KAWASAN LINDUNG DAN RUANG


TERBUKA HIJAU

Laporan Akhir
III - 18
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

ƒ Kawasan cagar budaya meliputi:


Kawasan cagar budaya adalah ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs
purbakala, dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang bermanfaat tinggi
untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Kawasan cagar budaya ini dapat meliputi
lingkungan non bangunan, lingkungan bangunan non gedung dan halamannya, serta
kebun raya yang mempunyai umur lebih dari 50 tahun. Berdasarkan ketentuan di
atas, kawasan cagar budaya di Kota Banda Aceh di antaranya yang sudah ada di
Masjid Raya Baiturrahman, Komplek Museum Aceh, Gunongan, Taman Putroe Phang,
Pendopo, Kerkhoff, makam Syiah Kuala, makam Sultan Iskandar muda, dan Makam
Kandang XII. Sedangkan cagar rencana ada di kawasan Tsunami Heritage Ulee Lheue
dan kawasan PLTD Apung. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Laporan Akhir
III - 19
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.5 PETA RENCANA CAGAR BUDAYA

Laporan Akhir
III - 20
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.4.2 RENCANA KAWASAN BUDIDAYA

Kawasan budidaya adalah ruang yang dapat dimanfaatkan untuk mewadahi


berbagai aktifitas yang dilakukan manusia. Rencana kawasan budidaya diarahkan di luar
kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung. Klasifikasi peruntukan Kawasan
budidaya di Kota Banda Aceh meliputi kawasan permukiman, kawasan perumahan dan
perumahan nelayan, kawasan campuran, kawasan pariwisata, kawasan perkantoran,
kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perikanan tambak dan perikanan tangkap,
Kawasan industri kecil, Kawasan Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga, serta kawasan
pelabuhan. Rencana kawasan budidaya di Kota Banda Aceh diarahkan sebagai berikut
(lihat Tabel 3.8).
TABEL 3.8
RENCANA KAWASAN BUDIDAYA

NO PERUNTUKAN KARAKTERISTIK ARAHAN


1 Permukiman ƒ Kawasan yang memiliki kegiatan ƒ Permukiman diarahkan di sekitar
utama bukan sebagai pertanian ibukota kecamatan, BWK bagian
dengan susunan fungsi kawasan barat, selatan, dan timur
sebagai tempat perumahan ƒ Pengembangan kawasan
perkotaan, koleksi dan distribusi permukiman ke arah utara
pelayanan jasa pemerintahan, dibatasi karena kawasan tersebut
pelayanan kegiatan sosial, serta diarahkan untuk konservasi,
kegiatan ekonomi. perikanan, pelabuhan, dan
ƒ Khusus untuk peruntukan perumahan, wisata
klasifikasi perumahan di Kota Banda
Aceh adalah:
o Kapling Besar dengan luas 500 m2
atau lebih.
o Kapling Sedang dengan luas 200 -
500 m2
o Kapling kecil dengan luas ≤ 200
m2
2 Perumahan ƒ Perumahan terbatas adalah ƒ Peruntukan ini diarahkan di
terbatas dan perumahan yang dibangun dengan kawasan yang rentan terhadap
perumahan ketentuan-ketentuan atau persyaratan tsunami, yaitu di kawasan pesisir
nelayan teknis bangunan/konstruksi tahan utara Kota Banda Aceh
gempa, sehingga perumahan yang
dibangun tahan terhadap bencana
sepeti gempa dan tsunami.
Perumahan ini juga ditata dengan
baik dengan dilengkapi dengan jalur-
jalur penyelamatan dari bencana.
Perumahan seperti ini harus dibatasi
pertumbuhannya dan hanya
diperuntukkan untuk penduduk yang
benar-benar tinggal dan bermata
pencaharian di pantai seperti nelayan.
3 Kawasan ƒ Kawasan yang diisi oleh berbagai jenis ƒ Peruntukkan ini diarahkan di
Laporan Akhir
III - 21
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

NO PERUNTUKAN KARAKTERISTIK ARAHAN


Campuran kegiatan seperti perdagangan dan BWK bagian utara, timur, dan
jasa, perkantoran, perumahan, selatan. Secara spesifik kegiatan
fasilitas umum dan sosial. ini dialokasikan di Jl Pocut Baren,
Jl Iskandar, Muda hingga Ulee
Iheue, Jl Rama Setia, Jl T
Iskandar, Sebelah utara Jl Twk
Hayim Banta Muda, Jl tgk Hasan
Krueng Kalee menuju Lampulo,
Jl Sultan Alaidin Johansyah,
Persimpangan Jl Syah Kuala
dengan Jl Pocut Baren hingga
Lamdingin, sebagian Jl Tbk
Imam Leung Bata, Jl Cut Nyak
Dhien, Jl Soekarno-Hatta, Jl
Teuku Umar, Jl Tengku Abdul
Rahman, dan Jl Wedana. Jl. Tgk
CikDipinrang,Jl. Nyak Makam, Jl.
St Malikul Saleh, Jl. Sudirman, Jl.
Hasan Saldi, Jl. Mohamad Tahir,
Jl. Tgk Diblang, Jl. Lingkar
kampus, Jl. Tembus Batoh-Simp
Surabaya, Jl. Tembus Lamduk-
Pango, Keuramat, Peuniti dan
Keudah.
4 Kawasan Wisata ƒ Kawasan wisata ini dapat berupa ƒ Wisata alam diarahkan pada
wisata alam (pantai) dan wisata kawasan pantai mulai dari Jaya
budaya dan religius Baru sampai Alue Naga.
Kawasan ini juga didukung oleh
hutan mangrove dan hutan
wisata
ƒ Wisata budaya diarahkan di
kawasan Mesjid Raya
Baiturrahman, Komplek museum
Aceh, Gunongan, Taman Putroe
Phang, Pendopo, Kerkhoff,
Makam Syah Kuala, Makam
Sultan Iskandar Muda, dan
Makam Kandang XII
ƒ Kawasan wisata tsunami
(tsunami herritage) diarahkan di
kawasan Ulee Iheue
5 Kawasan ƒ Kawasan perkantoran meliputi ƒ Kawasan Perkantoran
Perkantoran kegiatan-kegiatan perkantoran baik pemerintahan dialokasikan di
skala lokal, kota, dan regional BWK bagian Pusat/Utara dan
mengingat Kota Banda Aceh Selatan
merupakan ibu kota Propinsi NAD
ƒ Kawasan perkantoran juga meliputi
perkantoran-perkantoran swasta,
seperti bank, jasa konsultan, pos, dll

Laporan Akhir
III - 22
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

NO PERUNTUKAN KARAKTERISTIK ARAHAN


6 Kawasan ƒ Kawasan perdagangan dan jasa adalah ƒ Kawasan Perdagangan dan jasa
Perdagangan kawasan yang menaungi berbagai untuk skala regional diarahkan di
dan jasa kegiatan perdagangan, jasa komersial, BWK Selatan , sedangkan untuk
dan jasa perkantoran skala pelayanan kota dan lokal
diarahkan di BWK Utara dan
Timur

7 Kawasan ƒ Kawasan perikanan adalah kawasan ƒ Kawasan perikanan ini diarahkan


Perikanan yang diperuntukkan bagi budidaya di BWK bagian Utara khususnya
perikanan, baik berupa di Lampulo
pertambakan/kolam maupun perairan
darat lainnya.
ƒ Kawasan perikanan dibedakan
menjadi kawasan perikanan tambak
dan perikanan tangkap

8 Kawasan ƒ Kawasan industri kecil bersifat home ƒ Kawasan industri kecil ini
Industri Kecil industry yang kegiatannya menyatu diarahkan di BWK bagian utara
dengan permukiman penduduk

9 Kawasan ƒ Kawasan Pelabuhan di Kota Banda ƒ Kawasan pelabuhan barang


Pelabuhan Aceh dibedakan menjadi dua, yaitu diarahkan di BWK bagian utara
kawasan pelabuhan barang dan khususnya Malahayati (Kab. Aceh
penumpang internasional serta Besar) dan penumpang diarahkan
kawasan pelabuhan ikan di BWK bagian Barat khususnya
di Ulee Iheue
ƒ Kawasan pelabuhan ikan
diarahkan di Lampulo yang
terletak di BWK bagian utara
10 Ruang Terbuka ƒ Kawasan Ruang Terbuka Hijau dan ƒ Kawasan Ruang Terbuka Hijau
Hijau dan Olahraga meliputi kawasan yang berfungsi sebagai
Olahraga konservasi, taman kota, dan sarana konservasi diarahkan di BWK
olahraga Bagian Utara dan Barat
ƒ Taman Kota diarahkan di BWK
bagian Utara, Timur, Selatan, dan
Barat

Secara umum Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar
3.6

Laporan Akhir
III - 23
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.6 RENCANA PEMANFAATAN RUANG TAHUN 2016

Laporan Akhir
III - 24
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.5 RENCANA PENETAPAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG

Rencana intensitas pemanfaatan ruang meliputi kepadatan bangunan, Koefisien


Lantai bangunan, Ketinggian Bangunan, dan Garis Sempadan Bangunan.

3.5.1 RENCANA KEPADATAN BANGUNAN

Kepadatan bangunan diwujudkan dalam konsep Koefisien Dasar Bangunan (KDB)


dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Pada bagian ini akan dibahas tentang Koefisien
Dasar Bangunan yang memiliki pengertian sebagai angka perbandingan antara luas dasar
bangunan dengan luas lahan dimana bangunan yang bersangkutan dibangun. Besarnya
koefisien dasar bangunan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain kepadatan
penduduk, ketersediaan lahan, peruntukan lahan, jenis penggunaan bangunan dan
beberapa faktor lainnya.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka arahan KDB di Kota Banda Aceh
ditetapkan pada Tabel 3.9 berikut.
TABEL 3.9
RENCANA KEPADATAN BANGUNAN

ARAHAN KDB
NO PERUNTUKAN KLASIFIKASI
MAKSIMUM
1 Permukiman ƒ Rumah Kapling Besar ƒ 40%
ƒ Rumah Kapling Sedang ƒ 50%
ƒ Rumah Kapling Kecil ƒ 60%
2 Perumahan ƒ 15 – 20 %
terbatas dan
perumahan nelayan

3 Kawasan Campuran ƒ Fasilitas Umum ƒ 50%


ƒ Fasilitas Sosial ƒ 50%
4 Kawasan Wisata ƒ Rekreasi Luar Ruangan ƒ 10%
ƒ Rekreasi Dalam Ruangan ƒ 30%
5 Kawasan ƒ 60%
Perkantoran
6 Kawasan Pusat ƒ Perdagangan ƒ 60%
Perdagangan dan ƒ Jasa ƒ 70%
jasa

7 Kawasan Pusat ƒ Kawasan campuran perumahan ƒ 70%


Perdagangan dan komersial

Laporan Akhir
III - 25
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

ARAHAN KDB
NO PERUNTUKAN KLASIFIKASI
MAKSIMUM
8 Kawasan Perikanan ƒ 50%

9 Kawasan Industri ƒ 60%


Kecil
10 Kawasan ƒ Pelabuhan penyebrangan ƒ 10%
Pelabuhan ƒ Pelabuhan Ikan ƒ 20%
11 Ruang Terbuka ƒ Taman Kota ƒ 0%
Hijau dan Olahraga ƒ Kawasan Konservasi ƒ 0%
ƒ Sarana olahraga dan Fasilitas ƒ 10 – 15 %
umum

3.5.2 KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan angka perbandingan antara luas


seluruh lantai bangunan dengan luas lahan atau luas kapling dimana bangunan tersebut
berada. Konsep koefisien lantai bangunan memiliki kaitan dengan koefisien dasar
bangunan dan ketinggian bangunan. Penetapan KLB dilakukan dengan pertimbangan:
ƒ Pencahayaan dan ventilasi alami sebagai salah satu upaya menciptakan lingkungan
yang sehat dan nyaman.
ƒ Pembentukan skyline bangunan yang harmonis dan sekuential.
ƒ Pembentukan landmark sebagai pembentuk identitas dan titik orientasi terhadap
lingkungannya.
ƒ Pembentukan karakter yang berbeda antara berbagai kegiatan fungsional yang
berlainan.
ƒ Pembentukan ruang dan jarak yang mempunyai skala harmonis antara bangunan
dengan ruang luarnya, agar tercipta komposisi ruang yang masih berskala manusia.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas, Rencana KLB di Kota Banda
Aceh ditetapkan pada Tabel 3.10 berikut.

Laporan Akhir
III - 26
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 3.10
RENCANA KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN

ARAHAN KLB
NO PERUNTUKAN KLASIFIKASI
MAKSIMUM
1 Permukiman ƒ Rumah Kapling Besar ƒ 1,8
ƒ Rumah Kapling Sedang ƒ 1,0
ƒ Rumah Kapling Kecil ƒ 1,2
2 Perumahan ƒ 0,4
terbatas dan
perumahan
nelayan
3 Kawasan ƒ Fasilitas Umum ƒ 2,0
Campuran ƒ Fasilitas Sosial ƒ 2,0
4 Kawasan Wisata ƒ Rekreasi Luar Ruangan ƒ 0,2
ƒ Rekreasi Dalam Ruangan ƒ 0,9
5 Kawasan ƒ 2,0
Perkantoran
6 Kawasan ƒ Perdagangan ƒ 2,4
Perdagangan ƒ Jasa ƒ 2,4
dan jasa
7 Kawasan ƒ 1
Perikanan
8 Kawasan ƒ 1,2
Industri Kecil
9 Kawasan ƒ Pelabuhan penyebrangan ƒ 0,2
Pelabuhan ƒ Pelabuhan Ikan ƒ 0,4
10 Ruang Terbuka ƒ Taman Kota ƒ -
Hijau dan ƒ Kawasan Konservasi ƒ -
Olahraga ƒ Sarana olahraga ƒ 0,3

Untuk penjelasan mengenai ketentuan KDB dan KLB yang lebih detail dapat dilihat pada
lampiran 3.

3.5.3 KETINGGIAN BANGUNAN

Ketinggian bangunan memiliki pengertian jumlah lantai maksimum yang


diperbolehkan dalam suatu kawasan. Kriteria penetapan ketinggian bangunan memiliki
keterkaitan dengan penetapan KDB dan KLB. Arahan ketinggian bangunan di Kota Banda
Aceh diperlihatkan pada Tabel 3.11 berikut.

Laporan Akhir
III - 27
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 3.11
RENCANA KETINGGIAN BANGUNAN

JUMLAH
NO PERUNTUKAN KLASIFIKASI LANTAI
MAKSIMUM
1 Permukiman ƒ Rumah Kapling Besar ƒ 3
ƒ Rumah Kapling Sedang ƒ 2
ƒ Rumah Kapling Kecil ƒ 2
2 Perumahan terbatas ƒ 2
dan perumahan nelayan
3 Kawasan Campuran ƒ Fasilitas Umum ƒ 4
ƒ Fasilitas Sosial ƒ 4
4 Kawasan Wisata ƒ Rekreasi Luar Ruangan ƒ 2
ƒ Rekreasi Dalam Ruangan ƒ 3
5 Kawasan Perkantoran ƒ 4
6 Kawasan Perdagangan ƒ Perdagangan ƒ 4
dan jasa ƒ Jasa ƒ 2
7 Kawasan Perikanan ƒ 2
8 Kawasan Industri Kecil ƒ 2
9 Kawasan Pelabuhan ƒ Pelabuhan penyebrangan ƒ 2
ƒ Pelabuhan Ikan ƒ 2
10 Ruang Terbuka Hijau ƒ Taman Kota ƒ -
dan Olahraga ƒ Kawasan Konservasi ƒ -
ƒ Sarana olahraga ƒ 2
Keterangan : 1. Ketinggian bangunan tidak boleh melebihi kaki kubah Mesjid Raya Baiturrahman pada
kawasan mesjid tersebut.
2. Ketinggian diluar kawasan sekitar Mesjid Raya Baiturrahman tidak dibatasi
ketinggiannya, dan harus menyesuaikan dengan kondisi geologi dan tanah setempat.

3.5.4 GARIS SEMPADAN BANGUNAN

Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah jarak antara batas luar daerah milik jalan
(Damija) dengan dinding luar bangunan persil. Penetapan garis sempadan bangunan di
wilayah perencanaan mempertimbangkan fungsi jaringan jalan, dan fungsi kegiatannya.
Pengaturan GSB di Kota Banda Aceh diarahkan pada Tabel 3.12 berikut.

Laporan Akhir
III - 28
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 3.12
RENCANA KETINGGIAN BANGUNAN

GSB GSB
GSB SAMPING
NO PERUNTUKAN KLASIFIKASI DEPAN BELAKANG
(MIN)
(MIN) (MIN)
1 Permukiman ƒ Rumah Kapling Besar ƒ R ƒ 2x3m ƒ 3m
ƒ Rumah Kapling Sedang ƒ R ƒ 2m ƒ 3m
ƒ Rumah Kapling Kecil ƒ R ƒ 0 ƒ 2m
2 Perumahan ƒ R ƒ 0 ƒ 2m
terbatas dan
perumahan
nelayan
3 Kawasan ƒ Fasilitas Umum ƒ R ƒ 2m ƒ 2m
Campuran ƒ Fasilitas Sosial ƒ R ƒ 2m ƒ 2m
4 Kawasan ƒ Rekreasi Luar Ruangan ƒ R ƒ 2 x 10 m ƒ 10 m
Wisata ƒ Rekreasi Dalam Ruangan ƒ R ƒ 2x5m ƒ 5m
5 Kawasan ƒ R ƒ 2m ƒ 2m
Perkantoran
6 Kawasan ƒ Perdagangan ƒ R ƒ 0 ƒ 0
Perdagangan ƒ Jasa ƒ R ƒ 0 ƒ 2m
dan jasa
7 Kawasan ƒ R ƒ 2x4m ƒ 4m
Perikanan
8 Kawasan ƒ R ƒ 2m ƒ 2m
Industri Kecil
9 Kawasan ƒ Pelabuhan penyebrangan ƒ R ƒ 2 x 10 m ƒ 10 m
Pelabuhan ƒ Pelabuhan Ikan ƒ R ƒ 2x5m ƒ 5m
10 Ruang Terbuka ƒ Taman Kota ƒ - ƒ - ƒ -
Hijau dan ƒ Kawasan Konservasi ƒ - ƒ - ƒ -
Olahraga ƒ Sarana olahraga ƒ R ƒ - ƒ -
Ket: R = ½ dari Rumija, bila jalan lebih lebar dari 8 m maka GSB depan minimum adalah ½ Rumija + 1
GSB terkecil sebesar 4 m, kecuali jalan buntu atau jalan setapak ditetapkan 2 m.

3.6 RENCANA SISTEM TRANSPORTASI

3.6.1 SISTEM PERANGKUTAN JALAN RAYA

ƒ Jaringan Jalan
Guna mempermudah akses pengembangan wilayah utara maka perlu
pembangunan jalan lingkar di sisi utara yang berfungsi sebagai jalan arteri primerr. Trase
jalan tersebut melewati daerah-daerah antara lain Simpang Lamteumen-Lamjame Uleu
Pata-Ulee Lheue-Gampong Jawa-Deah Raya-Tibang-Krueng Cut tembus ke Krueng Raya.

Laporan Akhir
III - 29
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Usulan tambahan untuk memperpanjang Jalan Syiah Kuala sampai dengan Jalan
Soekarno Hatta. Perpanjangan Jalan Syiah Kuala sampai dengan Jalan Soekarno Hatta
saat ini sedang dalam pengerjaan.
Selain Jalan Lingkar Utara, pengembangan jalan lingkar luar sisi Selatan juga
diperlukan untuk mengantisipasi pengembangan wilayah sisi Selatan serta untuk
mempermudah akses ke Pelabuhan di daerah Ulee Lheue. Jaringan jalan Lingkar Selatan
dimulai dari Ulee Lheue, Jl. Lhoknga, Jl. Tgk Abd. Rahman Meunasah Meucab, Jl.
Soekarno Hatta, ke Lampeuneurut Kecamatan Ingin Jaya (Kabupaten Aceh Besar).
Disamping lingkar luar perlu dikembangkan juga Jalan Poros Barat-Timur untuk
mengantisipasi pengembangan wilayah terutama keberadaan rencana terminal terpadu di
wilayah Batoh/Lamdom. Jalan poros tersebut berawal dari Jl. Soekarno Hatta di daerah
Lam Ara melewati Jl. Wedana, Jl. Tgk. Dilhong, Cot Mesjid, Pango Raya, Pango Deah,
melintas Jl. Tengku Yusuf sampai persimpangan Ceurih menerus ke Jl. Mesjid Toha dan
terhubung ke jalan lingkar Selatan di Kecamatan Kuta Baru Kabupaten Aceh Besar. Peta
rencana jaringan jalan dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Laporan Akhir
III - 30
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

PETA JARINGAN JALAN . GAMBAR 3.7

Laporan Akhir
III - 31
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Jalan lingkar dan poros merupakan jalan tipe 4/2 D (4 lajur 2 arah dengan median), lebar
Right of Way (ROW) atau ruang milik jalan (Rumija) adalah 40 m. Potongan melintang
jalan lingkar dan poros tersebut adalah sebagai berikut: (lihat Gambar 3.8)

GAMBAR 3.8
TIPIKAL POTONGAN MELINTANG JALAN POROS DAN LINGKAR KOTA BANDA ACEH

Laporan Akhir
III - 32
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Rencana ruas jalan lingkar Utara antara Ulee Lheu dan Krueng Raya, sebagian
rencana ruasnya saat ini merupakan daerah pasang surut dan berbatasan langsung
dengan laut. Oleh karena itu maka sebagian ruasnya akan dibangun diatas timbunan.
Timbunan ini juga akan difungsikan sebagai tanggul laut (breakwater). Tipikal konstruksi
jalan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.9

ROW=4-6 m

Cubes 17.5 t H=2-3 m


+ 0.00 m LWS Laut p=2800 kg/m3 Darat
1-6 ton 1:1.5
1:1.5
300-1000 kg
1:1.5
1:1.5
Grave

Dasar Laut

GAMBAR 3.9
JALAN DI ATAS TANGGUL LAUT

Untuk dimensi masing-masing lapisan (primary, secondary dan core layer) dari
tanggul laut (breakwater) disesuaikan dengan tinggi gelombang rencana. Badan jalan
diletakkan di atas lapisan primer dengan diberi lapisan antara berupa geotekstile dan
kemudian di atasnya diurug dengan lapisan pondasi jalan (sub base dan base course) dan
selanjutnya lapisan permukaan berupa aspal hotmix (AC MS 800-1000 kg)

ƒ Fasilitas penunjang
o Terminal Penumpang
Fasilitas penunjang dalam sistem transportasi yang perlu dikembangkan untuk
Kota Banda Aceh adalah pembangunan Terminal Penumpang Tipe A yang
berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan penumpang antar kota antar
propinsi, angkutan antar kota dalam propinsi. Terminal tersebut berada di daerah
Lamdom dengan luas 3 ha. Keberadaan terminal ini harus didukung oleh jalan
arteri yaitu Jalan Poros Utara Selatan (terusan dari Jalan Syah Kuala sampai Jl.
Soekarno Hatta) dan Jalan Poros Barat Timur (Lam Ara sampai Jl. Mesjid Toha).
Laporan Akhir
III - 33
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Dengan dibangunnya Terminal Penumpang Tipe A untuk bus antar kota yang
baru, maka terminal bus antar kota yang lama di Setui akan beralih fungsi dan
berubah menjadi Terminal Penumpang Tipe B yang semula melayani bus antar
kota menjadi angkutan antar kota jarak dekat (L300). Luasan untuk Terminal Tipe
B ini adalah 2 Ha yang terletak di Setui.

Sedangkan untuk terminal angkutan perkotaan (Terminal Tipe C), tetap


menggunakan terminal yang lama yakni di Keudah, namun terlebih dahulu harus
direnovasi, karena sampai saat ini kondisinya masih memprihatinkan akibat
bencana tsunami.

o Terminal Barang
Pembangunan terminal barang akan terpadu dengan terminal penumpang yaitu
terminal Tipe A di daerah Lamdom. Dimana keberadaannya harus didukung oleh
Jalan Poros Utara Selatan dan Barat Timur.

ƒ Perangkutan umum
Dalam dokumen hasil studi Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kota
Banda Aceh oleh Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum dan Urgent
Plan JICA tidak menyebutkan mengenai perubahan jaringan pelayanan angkutan
umum perkotaan, demikian juga dalam dokumen hasil studi Revisi RTRW Kota Banda
Aceh 2001/2010 menyebutkan tidak ada perubahan terhadap jaringan pelayanan
angkutan umum perkotaan di Kota Banda Aceh.

3.6.2 SISTEM PERANGKUTAN LAUT

ƒ Klasifikasi pelabuhan
Pengembangan pelabuhan di pelabuhan lama kawasan Ulee Lheue adalah untuk
pelabuhan skala internasional sebagai pelabuhan pengumpan primer dan berfungsi
untuk pelabuhan umum melayani penumpang antar pulau dan Negara (propinsi,
kabupaten atau kota).

Laporan Akhir
III - 34
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

ƒ Fasilitas pokok dan penunjang


Fasilitas pokok yang harus ada dari pelabuhan penumpang umum diantaranya adalah
: alur pelayaran, kolam labuh, dermaga, gudang, terminal penumpang, terminal ro-ro
dan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
Sedangkan fasilitas penunjangnya terdiri dari kawasan perkantoran, fasilitas air
bersih, listrik dan telekomunikasi fasilitas umum lainnya.

ƒ Jalur pelayaran
Pelabuhan ini diperuntukkan terutama untuk kapal-kapal penumpang dari dank e
pelabuhan Sabang, Medan dan propinsi lainnya. Dan juga sebagai pengumpan ke dan
dari daerah sekitar Banda Aceh.

3.6.3 SISTEM PERANGKUTAN PENYEBERANGAN

ƒ Klasifikasi pelabuhan
Pengembangan pelabuhan untuk penyeberangan menjadi satu dengan
pengembangan pelabuhan umum penumpang di daerah Ulee Lheue. Pelabuhan
melayani khususnya untuk kapal jenis ro ro.

ƒ Fasilitas penunjang
Sama seperti pelabuhan umum maka fasilitas pokok untuk pelabuhan penyeberangan
ro ro adalah alur, kolam pelabuhan, dermaga khusus ro-ro, terminal penumpang.
Sedangkan untuk fasilitas penunjang berupa kantor, utilitas dan fasilitas umum
lainnya. Bentuk layout untuk pelabuhan penyeberangan ini berupa wharf yang
menyatu dengan daratan.

ƒ Jalur pelayaran
Pelabuhan ini diperuntukkan terutama untuk kapal-kapal jenis ro-ro yang penumpang
dan barang dari daerah sekitar Banda Aceh menuju Pulau We, Pulau Nasi atau pulau-
pulau lain di sekitar Banda Aceh.

Laporan Akhir
III - 35
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.7 RENCANA SISTEM UTILITAS

3.7.1 RENCANA SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH

Kebutuhan air Kota Banda Aceh diperkirakan akan meningkat dari 414 liter/detik
pada tahun 2006 sampai menjadi 704 liter/detik pada tahun 2016. Cakupan pelayanan
direncanakan telah mencapai 85% dari seluruh penduduk Kota Banda Aceh, baik yang
dipenuhi melalui sambungan rumah maupun hidran umum. Secara lebih rinci proyeksi
kebutuhan air disajikan pada Tabel .3.13

TABEL 3.13
PROYEKSI KEBUTUHAN AIR KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

Deskripsi Unit 2006 2011 2016


Populasi Orang 206.194 241.194 276.194
Persentase Pelayanan % 60 80 85
Total Orang 123.716 192.955 234.765
Populasi
SR Orang 111.354 173.660 211.288
Terlayani
HU Orang 12.372 19.296 23.476
SR SR / 5 orang 22.269 34.732 42.258
Sambungan HU / 100
HU orang 124 193 235
SR m3/hari 16.702 26.049 31.693
Kebutuhan HU m3/hari 495 772 939
Bersih ND m3/hari 3.340 5.210 6.339
Jumlah m3/hari 20.537 32.031 38.971
Persentase % 45 30 30
Kebocoran
Jumlah m3/hari 9.242 9.609 11.691
Kebutuhan Air Total m3/hari 29.779 41.640 50.663
Kebutuhan Produksi Air m3/hari 35.734 49.968 60.796
Kebutuhan Produksi Air liter/detik 414 579 704
Sumber: Hasil Analisis
Keterangan:
SR : Sambungan Rumah
HU : Hidran Umum
ND : Non Domestik

Untuk memenuhi kebutuhan air baku, Kota Banda Aceh mempunyai potensi
sumber air yang dapat dipergunakan, yaitu Sungai Krueng Aceh yang mempunyai debit
minimal 10,38 m3/detik atau hampir mencapai 900 m3/ hari pada musim kemarau
panjang. Terdapat dua unit Instalasi Pengolahan Air Minum yang sampai saat ini

Laporan Akhir
III - 36
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

beroperasi di Kota Banda Aceh, yaitu IPA Lambaro dengan kapasitas terpasang 435
liter/detik dan IPA Siron berkapasitas 20 liter/detik. Lokasi intake kedua IPA tersebut
adalah di Sungai Krueng Aceh.
PDAM Tirta Daroy diharapkan telah mampu merehabilitasi dan membangun
kembali seluruh sarana dan prasarana sistem penyediaan air bersih, berupa instalasi
pengolahan, sistem distribusi dan sarana penunjangnya sampai dengan tahun 2009.
Target pelayananan terhadap pelanggan PDAM Tirta Daroy sampai dengan tahun 2016
minimal mencapai 85 %.
Rencana pengembangan Instalasi Pengolahan Air Minum berupa peningkatan
kapasitas produksi pada masing-masing Instalasi Pengolahan Air Minum dan sarana
penunjangnya. Kekurangan produksi air bersih akan mulai terjadi pada tahun 2009,
sehingga direncanakan peningkatan Instalasi Pengolahan Air Lambaro sebesar 100
liter/detik pada tahun 2009 dan pada tahun 2012 ditingkatkan menjadi 200 liter/detik.
Sungai Kreung Aceh sebagai sumber air baku yang potensial bagi penyediaan air
bersih Kota Banda Aceh, sehingga keberadaannya perlu dijaga dengan baik, karena air
permukaan sangat rawan terhadap pengaruh pencemaran. Upaya-upaya untuk tetap
menjaga kuantitas air dan kualitas air yang baik harus dilaksanakan dengan strategi yang
jelas dan program kegiatan yang baik, antara lain dengan:
ƒ Menjaga kualitas air baku agar tetap memenuhi daya dukungnya dengan melakukan
monitoring secara rutin,
ƒ Menindak tegas tanpa ada tawar menawar pada semua industri dan atau lainnya
yang membuang limbah cairnya ke badan air sehingga kualitas mengalami
penurunan,
ƒ Melakukan pengamanan terhadap kawasan daerah pengaliran sungai, agar tetap
menjadi daerah tangkapan air yang baik bagi Sungai Krueng Aceh.
Berikut ini adalah peta rencana Jaringan air bersih yang akan dijelaskan pada
Gambar 3.10 di bawah ini.

Laporan Akhir
III - 37
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.10 PETA RENCANA JARINGAN AIR BERSIH ? ADA YA

Laporan Akhir
III - 38
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.7.2 RENCANA SISTEM PEMBUANGAN SAMPAH


Pengelolaan sampah di kawasan perencanaan, yang sebagian besar direncanakan
merupakan kawasan permukiman mengacu pada Tata Cara Pengelolaan Sampah di
permukiman (SNI 19-3242-1994), Tata Cara Teknik Pengelolaan Sampah Perkotaan (SNI
19-2454-2002) terutama mengenai persyaratan hukum dan persyaratan teknis
operasionalnya.
Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Banda Aceh sebagai tempat proses
pengelolaan dan pembuangan akhir sampah terletak di Desa Gampong Jawa yang
berjarak ± 3 km dari pusat kota. Hingga saat ini landfill Gampong Jawa telah memiliki
lahan seluas ± 21 ha, yang telah difungsikan sebagai landfill seluas ± 12 ha, dan yang
belum difungsikan seluas ± 9 ha.
Denah Lokasi Pembuangan Akhir Sampah dan IPLT Gampong Jawa yang ada
pada saat ini dan rencana LPA dan IPLT baru, dapat pada Gambar 3.11 berikut ini.

GAMBAR 3.11
DENAH LOKASI PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DAN IPLT GAMPONG JAWA
SERTA RENCANA LPA DAN IPLT BARU

Laporan Akhir
III - 39
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Timbulan sampah yang akan dihasilkan di Kota Banda Aceh berasal dari kawasan
perumahan (domestik), industri, kawasan komersil, wisata dan fasilitas umum lainnya.
Timbulan sampah yang dikelola adalah timbulan sampah non B-3 (Bahan Beracun dan
Beracun/Hazardous Waste). Laju timbulan sampah adalah adalah 2,5 L/orang/hari, sesuai
dengan SNI 19-3983-1995, sehingga pada akhir tahun perencanaan mencapai 690
m3/hari. Proyeksi timbulan sampah yang dihasilkan Kota Banda Aceh disajikan pada tabel
3.14
TABEL 3.14
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

Deskripsi Unit 2006 2011 2016


Populasi Orang 206.194 241.194 276.194
Timbulan Sampah L/orang/hari 2,5 2,5 2,5
Total Sampah L/hari 515.485 602.985 690.485
Total Sampah m3/hari 515 603 690
Sumber : Hasil Analisis

Pola penanganan sampah yang dikembangkan untuk Kota Banda Aceh harus
mampu menstimulasi dan secara konkrit melibatkan dunia usaha maupun peran serta
masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa pengelolaan
sampah yang direncanakan lebih menekankan pada pengurangan (reduce) volume
sampah yang dihasilkan dan yang dibuang ke TPA. Bentuk pengelolaan seperti ini
memerlukan peran serta dari semua pihak baik pemerintah melalui instansi atau dinas
terkait maupun masyarakat.
Dokumen Urgent Rehabilitation and Reconstruction Plan for Banda Aceh City JICA
dan Rencana Tata Ruang Wilayah Metropolitan Banda Aceh JICA (Additional Study),
menjelaskan lokasi LPA Gampong Jawa hanya akan berumur 2 tahun, sehingga
diperlukan alternative pencarian lokasi LPA baru. Dari hasil kesepakatan antar
Pemerintah Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Provinsi NAD alternative lokasi
LPA Baru adalah di Montasik, Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar.

Laporan Akhir
III - 40
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.7.3. RENCANA SISTEM DRAINASE

Sungai Krueng Aceh yang mengalir melalui Kota Banda Aceh dengan beberapa
anak sungainya seperti Krueng Daroy, krueng Doy dan Krueng Neng merupakan saluran
drainase alam yang menjadi outlet dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga
aliran air hujan yang mengalir disaluran-saluran drainase sangat dipengaruhi oleh
permukaan air di sungai tersebut. Padahal permukaan air sungai dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, oleh sebab itu aliran air hujan tidak dapat selalu dialirkan secara gravitasi.
Untuk keperluan manejemen jaringan drainase Kota Banda Aceh, maka sistem Drainase
Kota Banda Aceh dibagi menjadi 7 zona sebagai berikut :

Zone 1, dibatasi oleh Kr. Neng dan Kr Doy


Zone 2, dibatasi oleh Kr. Aceh dan Kr. Doy
Zone 3, dibatasi oleh Kr. Aceh
Zone 4, dibatasi oleh Kr. Daroy dan Kr. Lhueng Paga
Zone 5, dibatasi oleh Kr. Titi Panjang dan Kr. Cut
Zone 6, dibatasi oleh Kr. Lhueng Paga dan Kr. Tanjung
Zone 7, dibatasi oleh Kr. Aceh dan Kr. Cut

Untuk lebih jelas dalam pembagian zona drainase dapat di lihat pada Gambar 3.12.

Berdasarkan kondisi fisik Kota Banda Aceh, prinsip dasar dalam penyusunan
Rencana drainase Kota Banda Aceh adalah :
a. Pembagian sistem yang jelas dan keseragaman penamaan sistem, saluran dan
bangunan-bangunan drainase lainnya (nomenklatur)
b. Sungai-sungai besar sebagai saluran primer menggunakan alur pematusan alami,
sedangkan saluran sekunder dan tersier mengikuti pola tata ruang dan jaringan jalan
c. Perhitungan debit aliran didasarkan pada rencana penggunaan lahan di masa yang
akan datang
d. Perlu ditetapkan batasan tinggi genangan yang dapat diterima dalam perencanaan,
baik untuk pemukiman, jalan, area industri/bisnis maupun area yang penting lainnya.
Hal ini sangat penting mengingat bahwa penanganan drainase sangat sulit untuk
membebaskan area dari genangan sehingga harus ada batasan tinggi genangan yang
masih bisa ditolerir.

Laporan Akhir
III - 41
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.12
PEMBAGIAN ZONA DRAINASE KOTA BANDA ACEH

Laporan Akhir
III - 42
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

e. Air hujan secepatnya dialirkan badan air terdekat untuk memperpendek panjang
saluran
f. Saluran maupun infrastruktur drinase lainnya direncanakan secara ekonomis dalam
pembangunan, operasional dan pemeliharaannya
g. Flood Canal di bagian selatan Kota Banda Aceh digunakan untuk membagi debit
volume banjir dan melindungi Kota Banda Aceh dari meluapnya debit banjir dari lahan
yang lebih tinggi .
h. Saluran drainase perkotaan harus difungsikan sebagai saluran kolektor dan long
storage
i. Optimalisasi dan normalisasi sungai yang ada untuk meningkatkan daya tampung dan
kemampuan alirnya.
j. Membangun retarding basin dan retarding pond yang dilengkapi dengan pompa air
untuk mengurangi debit limpasan yang langsung mengalir ke sungai/saluran.
k. Meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah untuk mengurangi volume
limpasan permukaan.
l. Dalam sistem drainase yang merupakan kombinasi dari saluran drainase, retarding
pond dan retarding basin, tidak hanya besarnya debit yang dihitung tetapi juga
volume air yang dapat dialirkan (dipompa) dan yang harus ditahan (storage).
Sehingga dalam analisa tidak cukup hanya dihitung debit banjir puncak tetapi juga
waktu konsentrasi atau dengan kata lain perlu dihitung hidrograf banjir rencana.
m. Perlunya tinjauan aspek kelembagaan dalam operasional dan pemeliharaan.
Sedangkan kriteria perencanaan dalam pengembangan sistem drainase adalah
sebagai berikut :
a. Hujan dengan ketentuan sebagai berikut :
ƒ Perkiraan hujan rencana dilakukan dengan analisa frekuwensi terhadap data curah
hujan harian maksimum tahunan dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya
10 tahun
ƒ Analisa frekuensi terhadap curah hujan menggunakan metode probabilitas
distribusi normal, distribusi log normal, Pearson Type III, Log Pearson Type III
dan Gumbel. Perhitungan didasarkan pada ketentuan standar kala ulang yang
disepakati
ƒ Pengecekan data hujan menggunakan metoda ekurva masa ganda, Chi Square
atau Smirnov-Kolmogorov

Laporan Akhir
III - 43
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

b. Debit Banjir di hitung dengan ketentuan sebagai berikut :


ƒ Debit Banjir rencana dihitung dengan metode Rational
ƒ Koefisien Run off dihitung berdasarkan jenis tata guna lahan daerah aliran
ƒ Waktu konsentrasi adalah jumlah waktu pengaliran permukaan dan waktu
drainase
c. Periode ulang
Periode ulang perencanaan drainase harus memenuhi ketentuan dapat di lihat pada
Tabel 3.15 berikut :

TABEL 3.15
PERIODE ULANG SALURAN DRAINASE

Tipologi Kota Luas Daerah tangkapan Air (Ha)


< 10 10 - 100 101 - 500 > 500
Kota Metropolitan 2 Tahun 2-5 tahun 5-10 tahun 10-25 tahun
Kota Besar 2 Tahun 2-5 tahun 2-5 tahun 5-20 tahun
Kota Sedang 2 Tahun 2-5 tahun 2-5 tahun 5-10 tahun
Kota Kecil 2 Tahun 2 Tahun 2 Tahun 2-5 tahun

d. Perhitungan hidrolika untuk perencanaan saluran drainase :


ƒ Kapasitas saluran dihitung dengan Persamaan Manning atau persamaan lain yang
sesuai
ƒ Saluran drainase yang terpengaruh aliran balik (backwater) perlu
memperhitungkan pengaruh aliran balik tersebut yang dapat dihitung dengan
Direct Step Method
ƒ Kecepatan maksimum saluran tanah 0.7 m/dt, saluran pasangan batu kali 2 m/dt
dan saluran beton 3 m/dt atau sesuai dengan aturan lain yang berlaku dan kondisi
di lapangan

3.7.4. RENCANA PENANGANAN BENCANA BANJIR

Beberapa konsep untuk mengatasi permasalahan banjir dan genangan di kota


Banda Aceh yang harus dilaksanakan secara terintegrasi, efektif dan efisien, yaitu :
1. Flood Canal di bagian selatan Kota Banda Aceh digunakan untuk membagi debit
volume banjir dan melindungi Kota Banda Aceh dari meluapnya debit banjir dari lahan
yang lebih tinggi .
2. Saluran drainase perkotaan harus difungsikan sebagai saluran kolektor dan long
storage,
Laporan Akhir
III - 44
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3. Optimalisasi dan normalisasi sungai seperti dalam rencana sistem drainase.


4. Membangun retarding basin dan retarding pond yang dilengkapi dengan pompa air.
5. Meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah untuk mengurangi volume
limpasan permukaan.

Pembangunan flood canal di bagian selatan kota untuk mengalirkan langsung air
dari sungai yang ada dalam kota yang biasanya menyebabkan terjadi genangan. (lihat
Tabel 3.16)
TABEL 3.16
RENCANA FLOOD CANAL

Lebar Debit Aliran (m3/dt)


Panjang
Lebar tanggul
No Sungai Sungai
dasar (m) kiri dan 5 10
(km)
kanan (m) tahunan tahunan
1 Kr. Titi Paya - Kr. Kon Keumeh 20 5 3.895 117.5 148.64
Kr. Kon Keumeh - Kr. Lueng
2 Paga 20 5 3.27 123.4 175.44
3 Kr. Lueng Paga - Kr. Daroy 33 5 2.444 187.82 269.05
4 Kr. Daroy - Tunnel width 50 m 50 5 1.116 278.31 411.74
5 Tiga Tunnel 10 - 8.00 - -
6 Outlet Tunnel - width 58 m 10 - 58 5 3.498 337.807 485.31
Sumber : JICA Study

Selain normalisasi pada Flood Canal, pada beberapa penampang sungai yang
mengalir dalam kota juga perlu dilakukan normalisasi dengan dimensi seperti pada Tabel
3.17 berikut.
TABEL 3.17
NORMALISASI SUNGAI DALAM KOTA

Lebar Panjang
Kemiringan Kapasitas Debit Periode
No Sungai dasar Sungai
Tanggul (m3/dt) ulang
(m) (km)
dari 10 menjadi
1 Kr. Daroy 20 0.5 3.05 102 25 tahun
5 0.98
dari 2 menjadi
2 Kr. Neng 7 0.5 1.6 5 tahun
47.33
11 11
Kr. Lhueng Paga dari 12 menjadi
3 (upstream) 10 0.5 3.62 111.43 25 tahun
Sumber : JICA Studi

Laporan Akhir
III - 45
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Sedangkan saluran primer dalam kota direncanakan berdasarkan debit yang


dihitung dari tata guna lahan rencana dalam RTRW ini. Dimensi saluran primer hasil
perencanaan dapat dilihat pada Tabel 3.18 berikut.

TABEL 3.18
DEBIT DAN DIMENSI SALURAN PRIMER.

Miring
Nama Luas Koef. Kekasaran Kedalaman Lebar Tinggi
Debit dasar Kecepatan
Saluran DAS aliran saluran air dasar Jagaan
rencana

Ha M3/dt m m m m/dt
1.1 58.00 0.700 1.70 0.0003 0.025 1.28 2.60 0.25 0.51
1.2 53.00 0.700 0.36 0.0003 0.025 0.72 1.50 0.20 0.34
1.3 65.50 0.778 1.68 0.0003 0.025 1.28 2.60 0.25 0.51
1.4 29.50 0.732 0.61 0.0003 0.025 0.88 1.80 0.20 0.39
2.1 130.00 0.780 2.41 0.0003 0.025 1.46 3.00 0.25 0.55
3.1 41.00 0.780 0.88 0.0003 0.025 1.00 2.10 0.20 0.42
3.2 75.50 0.793 3.88 0.0003 0.025 1.75 3.60 0.25 0.62
3.3 223.00 0.794 9.92 0.0003 0.025 1.50 8.00 0.30 0.73
3.4 58.00 0.684 1.78 0.0003 0.025 1.31 2.70 0.25 0.50
4.1 47.00 0.730 2.64 0.0003 0.025 1.51 3.10 0.25 0.56
4.2 39.50 0.800 2.18 0.0003 0.025 1.41 2.90 0.25 0.53
4.3 29.00 0.800 1.30 0.0003 0.025 1.16 2.40 0.20 0.47
4.4 44.00 0.800 2.31 0.0003 0.025 1.44 2.90 0.25 0.55
5.1 77.50 0.715 3.48 0.0003 0.025 1.68 3.40 0.25 0.61
5.2 30.00 0.792 1.57 0.0003 0.025 1.24 2.50 0.25 0.50
5.3 56.00 0.792 0.79 0.0003 0.025 0.96 2.00 0.20 0.41
5.4 50.50 0.792 0.37 0.0003 0.025 0.72 1.50 0.20 0.34
5.5 110.00 0.792 3.14 0.0003 0.025 1.62 3.30 0.25 0.59
6.1 40.50 0.792 7.27 0.0003 0.025 1.50 6.00 0.30 0.69
6.2 125.50 0.792 2.53 0.0003 0.025 1.49 3.00 0.25 0.57
6.3 57.00 0.762 1.46 0.0003 0.025 1.21 2.50 0.20 0.48
6.4 75.00 0.727 2.23 0.0003 0.025 1.42 2.90 0.25 0.54
7.1 65.00 0.740 1.56 0.0003 0.025 1.24 2.50 0.25 0.50
8.1 90.00 0.740 2.11 0.0003 0.025 1.39 2.80 0.25 0.54
9.1 127.00 0.795 2.11 0.0003 0.025 1.39 2.80 0.25 0.54
9.2 45.00 0.795 1.89 0.0003 0.025 1.34 2.70 0.25 0.52
9.3 60.00 0.797 1.45 0.0003 0.025 1.21 2.50 0.20 0.48
9.4 53.00 0.700 1.37 0.0003 0.025 1.18 2.40 0.20 0.48
9.5 19.00 0.800 0.94 0.0003 0.025 1.03 2.10 0.20 0.44
9.6 50.00 0.686 1.50 0.0003 0.025 1.23 2.50 0.25 0.49
10.1 41.00 0.800 1.81 0.0003 0.025 1.31 2.70 0.25 0.51
11 54.00 0.800 1.30 0.0003 0.025 1.16 2.40 0.20 0.47
11.1 34.00 0.789 2.29 0.0003 0.025 1.44 2.90 0.25 0.55
11.2 335.00 0.789 9.95 0.0003 0.025 1.50 6.00 0.30 0.69
11.3 19.00 0.789 1.08 0.0003 0.025 1.08 2.20 0.20 0.45

Laporan Akhir
III - 46
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Miring
Nama Luas Koef. Kekasaran Kedalaman Lebar Tinggi
Debit dasar Kecepatan
Saluran DAS aliran saluran air dasar Jagaan
rencana

Ha M3/dt m m m m/dt
12 58.00 0.789 3.62 0.0003 0.025 1.71 3.50 0.25 0.61
12.1 150.00 0.794 0.92 0.0003 0.025 1.02 2.10 0.20 0.43
12.2 24.00 0.763 2.38 0.0003 0.025 1.46 3.00 0.25 0.54
12.3 38.50 0.763 2.91 0.0003 0.025 1.57 3.20 0.25 0.58
12.4 33.00 0.794 2.49 0.0003 0.025 1.48 3.00 0.25 0.56
13.1 45.00 0.794 3.77 0.0003 0.025 1.73 3.50 0.25 0.62
13.2 16.00 0.758 1.50 0.0003 0.025 1.22 2.50 0.20 0.49
13.3 26.50 0.799 0.27 0.0003 0.025 0.64 1.30 0.20 0.32
13.4 28.50 0.530 0.70 0.0003 0.025 0.92 1.90 0.20 0.40
13.5 43.00 0.800 0.83 0.0003 0.025 0.98 2.00 0.20 0.42
13.6 50.00 0.796 3.87 0.0003 0.025 1.75 3.50 0.25 0.63
14.1 45.50 0.775 4.86 0.0003 0.025 1.90 3.90 0.25 0.65
15.1 45.00 0.683 2.46 0.0003 0.025 1.48 3.00 0.25 0.56
15.2 27.00 0.683 1.13 0.0003 0.025 1.10 2.30 0.20 0.45
15.3 85.00 0.561 2.12 0.0003 0.025 1.39 2.80 0.25 0.54
16.1 180.00 0.543 4.63 0.0003 0.025 1.87 3.80 0.25 0.65
17.1 41.50 0.543 0.91 0.0003 0.025 1.01 2.10 0.20 0.43
17.2 20.50 0.543 1.11 0.0003 0.025 1.09 2.20 0.20 0.46

Sumber : JiCA Studi dan Hasil analisa

Selain Saluran air, dalam sistem drainase kota Banda Aceh juga diperlukan kolam
penampungan pintu air dan pompa mengingat kota Banda Aceh memiliki topografi yang
relative datar sehingga tidak memungkinkan semua air dapat dialirkan secara gravitasi.

Jumlah dan lokasi retarding pond, pintu air dan pompa dalam sistem drainase
Kota banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 3.19 berikut :

TABEL 3.19
JUMLAH DAN LOKASI RETARDING POND, PINTU AIR DAN POMPA

Pintu Air Pompa


Retarding
No Lokasi Kapasitas
Pond (Ha) Jumlah Lebar (m) Jumlah
(m3/dt)
1 Outlet Zone 1 8.5 8 1.5 2 4
Ujung Kr. Neng 2 1.5 1 1
Outfall di Ulee Lheu 2 1.5 1 1
2 Outlet Zone 2
Outlet 1 2 1.5 1 1
Outlet 2 2 1.5 1 1
Outlet 3 2 1.5 1 1

Laporan Akhir
III - 47
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Pintu Air Pompa


Retarding
No Lokasi Kapasitas
Pond (Ha) Jumlah Lebar (m) Jumlah
(m3/dt)
Outlet 4 1.5 2 1.5 1 1
3 Outlet Zone 3
Outlet 1 2 1.5 1 1
Outlet 2 2 1.5 1 1
Outlet 3 1.5 2 1.5 1 1
4 Outlet Zone 4
Outlet (long storage) 2 1.5 1 0.6
5 Outlet Zone 5
Outlet Kr. Titi Panjang 4.5 10 1.5 2 4

Peta rencana jaringan saluran primer, retarding pond, pintu air dan pompa dapat
dilihat pada Gambar 3.13.

Disamping rencana sistem drainase, juga penting untuk dilakukan usaha


mengurangi volume limpasan permukaan, konservasi air tanah dan proteksi daerah
bantaran sungai.

Garis sempadan sungai dan sempadan pantai

Garis sempadan sungai untuk flood way dan kr. Aceh idealnya direncanakan 30
meter kekiri dan ke kanan seperti pada gambar dibawah ini. Namun sempadan sungai
juga dapat ditetapkan dengan disesuaikan pada kondisi lapangan mengingat sebagian
merupakan daerah yang telah terbangun. Manajemen konservasi dapat dilakukan dengan
cara:

GSS GSS
Sungai
10 – 20 m 10 – 20 m
10 m 10 m
Sumber: Additional Study Team, 2006

Laporan Akhir
III - 48
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

PETA RENCANA JARINGAN SALURAN PRIMER.

GAMBAR. 3.13

Laporan Akhir
III - 49
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Garis sempadan sungai untuk Titi Panjang, Lueng Paga, Daroy, Doy and Neng
Rivers (sebagai drainase utama) adalah minimum 15 m ke kiri dan ke kanan seperti pada
gambar dibawah.

Garis sempadan pantai direncanakan proporsi pada bentuk dan kondisnya (dari
garis pantai terluar ke
GSStidal dyke atau coastal road) GSS
Sungai
4m 4–6m 4–6m 4m
Sumber: Additional Study Team, 2006

Tanggul Tanggul Air Pasang

Bakau

Laut Tambak Ikan


Jalan

GSB

30 m 5 – 10 m

Garis Sempadan Pantai

Untuk menanggulangi bencana yang disebabkan oleh banjir dapat pula dilakukan
dengan cara mengurangi limpasan permukaan sekaligus sebagai konservasi air tanah dan
melindungi daerah aliran sungai. Untuk mengurangi limpasan permukaan dapat dilakukan
sebagai berikut :
• Membangun sumur resapan di area pemukiman untuk meresapkan air hujan ke tanah
• Melindungi dan meningkatkan fungsi hutan sebagai sarana penyimpan air
• Menjaga kolam-kolam penampungan dan rawa sebagai penyangga air dan sumber air
sungai
• Membangun Check Dam di hulu untuk menghambat aliran sediment ke hilir
• Konservasi tumbuhan pada daerah aliran sungai sebagai daerah peresapan air
Laporan Akhir
III - 50
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Selain perlindungan terhadap bencana banjir, perlindungan terhadap bencana


tsunami dapat dilakukan dengan Perlindungan Pantai. Bangunan pantai adalah suatu
bangunan yang dipergunakan dalam upaya perlindungan pantai atau bangunan sebagai
infrastruktur pemanfaatan pantai. Bangunan perlindungan pantai dipergunakan untuk
melindungi pantai dari gaya dinamis yang ditimbulkan oleh gelombang dan arus pantai,
bangunan tersebut seperti break water, submersible breakwater, jetty, groin, rivetment
dan lain-lain. Sedangkan bangunan sebagai infrastruktur pemanfaatan pantai adalah
bangunan yang didirikan di pantai dalam rangka pendayagunaan potensi maupun ruang
pantai. Sebagai contoh adalah fasilitas pelabuhan, fasilitas wisata pantai, kerambah ikan
dan sebagainya. Berikut ini diberikan beberapa contoh bangunan perlindungan pantai dan
fungsinya.
1. Groin
Groin adalah bangunan yang dipasang tegak lurus garis pantai, bangunan ini
bertujuan menangkap sedimen akibat transport sedimen sejajar pantai, dalam
kapasitas dan elevasi tertentu dengan maksud pengendalian garis pantai. Biasanya
groin ini dibangun secara seri, sehingga setelah dalam siklus waktu tertentu terisi
sedimen sebagaimana yang dikehendaki. Berikut ini ditunjukkan pada Gambar sketsa
groin.

2. Breakwater groins
Breakwater dibangun untuk melindungi
gempuran gelombang, dengan harapan
pada daerah yang dilindungi terjadi
breakwater
gelombang yang relatif kecil. Bangunan
ini biasa untuk melindungi infrastruktur
pantai seperti pelabuhan, tempat rekreasi
dan lain-lain. detached breakwater

3. Detected breakwater
Bangunan ini tujuannya sama dengan
breakwater, namun bangunan ini Gambar Sket Groin, Breakwater dan
detected breakwater
konstruksinya dipasang sejajar dengan

Laporan Akhir
III - 51
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

pantai, akibat dari kondisi ini, di belakang detected breakwater akan terjadi sirkulasi
arus dari kiri dan kanan dan dengan kecepatan rendah akan terbentuk sedimentasi
yang disebut tombolo. (lihat Gambar 3.14)

Ombak
Pemecah Air Jarak

Tombolo
Tonjolan

Garis Pantai
Source : USACE, Coastal Engineering Technical Note, CETN III-48
GAMBAR 3.14
SKETSA DETECTED BREAKWATER

4. Dinding Penahan Gelombang (Sea Wall)


Seawall adalah struktur yang dibangun sejajar garis pantai. Bangunan ini dibangun
dengan tujuan untuk melindungi pantai dari erosi dan melindungi bangunan
dibelakangnya. Seawall umumnya dibangun dari tumpukan batu, beton maupun
bonjong batu. Permukaan seawall berbentuk vertical, melengkung, miring landai
ataupun terjal. (lihat Gambar 3.15)

Ombak Pemantul

Beton

Lempengan Baja

Source : JICA Study Team


GAMBAR 3.15
SKETSA DINDING PENAHAN GELOMBANG

Laporan Akhir
III - 52
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

5. Embankment
Embankment memegang peranan untuk mencegah air setelah melewati breakwater .
Keberadaan embankment cukup penting karena breakwater tidak dapat mencegah air
secara keseluruhan sehingga embankment dapat membantu menghentikan rambatan
gelombang kearah daratan. (lihat Gambar 3.16)

GAMBAR 3.16
SKEMATIS EMBANKMENT

6. Coastal Forest
Seawall dan breakwater adalah struktur buatan untuk melawan gelombang/tsunami.
Namun perlu dicatat bahwa pembangunan dan pemeliharaan struktur tersebut
memerlukan biaya cukup tinggi dan dapat merubah kondisi lingkungan di sepanjang
pantai.
Tanaman pantai seperti bakau, pohon sagu, dan pohon kelapa memiliki kemampuan
alamiah untuk mereduksi gelombang tsunami dan juga merupakan solusi dari
kelemahan penggunaan struktur buatan. (lihat Gambar 3.17)

Palem /

Dinding Pemecah
Bakau Tambak

GAMBAR 3.17
SKEMATIS COASTAL FOREST

Laporan Akhir
III - 53
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

7. Pintu Laut (Tidal Gate )


Pintu laut dapat digunakan untuk mencegah masuknya gelombang tsunami berskala
kecil dan menengah ke dalam sungai agar tidak menimbulkan kerusakan sepanjang
sungai. Pintu laut ini dapat dibangun di muara kr. Aceh dan Floodway canal.
Pembangunan pintu laut memerlukan biaya sangat besar sehingga tidak menjadi
prioritas utama kecuali tata guna lahan di sepanjang sungai telah dikembangkan.
(lihat Gambar 3.18)

Jembatan Kontrol

Laut
Sungai

GAMBAR 3.18
TIDAL GATE

3.7.5 RENCANA SISTEM PENYEDIAAN KELISTRIKAN

Berdasarkan standar Departemen PU tahun 1987 dan hasil proyeksi penduduk


yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dirumuskan kebutuhan sistem kelistrikan di Kota
Banda Aceh. Perhitungan kebutuhan listrik ini masih bersifat agregat (dalam lingkup
kota). Perhitungan tidak dilakukan dalam lingkup kecamatan karena wilayah pelayanan
jaringan listrik tidak selalu mengikuti areal administrasi. Adapun kebutuhan listrik di Kota
Banda Aceh diperlihatkan pada Tabel 3.20 berikut ini.

Laporan Akhir
III - 54
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 3.20
PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016

KEBUTUHAN KEBUTUHAN
STANDAR PENDUDUK
NO JENIS FASILITAS TAHUN 2011 TAHUN 2016
PENDUKUNG
(kva) (kva)

1 Listrik Rumah Tangga 900 kva / kk 43.414.920 49.714.920


2 Fasilitas Umum dan 250% kebutuhan RT (KK) 108.537.300 124.287.300
Fasilitas Sosial
3 Penerangan Jalan 15% kebutuhan RT (KK) 6.512.238 7.457.238
Sumber: Hasil Analisis
Dari hasil perhitungan, pada tahun 2011 kebutuhan listrik rumah tangga di Kota
Banda Aceh sekitar 43,41 juta kva. Angka ini bertambah menjadi 49,71 juta pada tahun
2016. Kebutuhan listrik untuk fasilitas umum dan sosial di Banda Aceh pada tahun 2011
sebesar 108,54 juta kva, sedangkan tahun 2016 meningkat menjadi 124,29 juta kva.
Sementara itu untuk penerangan jalan kebutuhan listrik yang diperlukan adalah sebesar
6,51 juta kva pada tahun 2011 serta sebesar 7,46 juta kva pada tahun 2016.

3.7.6 RENCANA SISTEM PENYEDIAAN TELEKOMUNIKASI

Kebutuhan terhadap sistem jaringan listrik juga didasarkan pada standar


Departemen PU tahun 1987 dan hasil proyeksi penduduk yang telah dilakukan
sebelumnya. Perhitungan kebutuhan listrik ini juga dilakukan secara agregat dalam skala
kota (lihat Tabel 3.21 berikut).

TABEL 3.21
PROYEKSI KEBUTUHAN JARINGAN TELPON KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

STANDAR KEBUTUHAN KEBUTUHAN


NO JENIS FASILITAS PENDUDUK TAHUN TAHUN
PENDUKUNG 2011 2016
1 Kebutuhan Rumah Tangga 4 per 100 penduduk 9.647 11.047
2 Kebutuhan Fasilitas Umum 3% dari kebutuhan 289 331
Rumah Tangga
3 Telepon Umum 1 per 2500 penduduk 96 110
Sumber: Hasil Analisis

Laporan Akhir
III - 55
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Hingga tahun 2011 jumlah sambungan satuan telpon (SST) yang dibutuhkan
untuk rumah tangga mencapai 9,6 ribu SST, sedangkan pada tahun 2016 dibutuhkan
11,05 ribu SST. Kebutuhan lain yang relatif besar adalah untuk kebutuhan fasilitas umum
dan sosial yang mencapai 289 SST pada tahun 2011 dan 331 SST tahun 2016, sementara
itu kebutuhan yang relatif kecil adalah telepon umum yang hanya mencapai 96 SST pada
tahun 2011 dan 110 SST pada tahun 2016.

3.8 RENCANA SISTEM FASILITAS

Seperti halnya analisis terhadap utilitas kota, perhitungan kebutuhan fasilitas kota
juga dilakukan dengan menggunakan standar dari Departemen PU tahun 1997. Angka
yang dihasilkan juga masih aggregat untuk skala kota. Pendistribusian fasilitas ini
nantinya akan dilakukan tidak berdasarkan lingkup administrasi, tetapi disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakatnya dan tujuan perencanaan yang diinginkan pada suatu
kawasan.

3.8.1. RENCANA PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

Analisis penyediaan fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh dilakukan dengan


pertimbangan bahwa fasilitas pendidikan yang ada sebelumnya telah rusak akibat
bencana tsunami sehingga dibutuhkan pembangunan baru. Angka kebutuhan yang
dihasilkan pada tahun 2011 dan 2016 adalah kebutuhan aggregat yang harus disediakan.
Secara lebih rinci kebutuhan fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh dipaparkan
pada Tabel 3.22 berikut ini.
TABEL 3.22
PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

STANDAR STANDAR LUAS LUAS


KEBUTUHAN KEBUTUHAN
JENIS PENDUDUK LUAS KEBUTUHAN KEBUTUHAN
NO TAHUN 2011 TAHUN 2016
FASILITAS PENDUKUNG LAHAN TAHUN 2011 TAHUN 2016
(unit) (unit)
(Jiwa) (m2) (m2) (m2)

1 TK 1.000 1.200 241 2892.00 276 331.200


2 SD 1.600 3.600 150 540.000 172 619.200
3 SLTP 4.800 2.700 50 135.000 57 153.900
4 SLTA 4.800 2.700 50 135.000 57 153.900
Sumber: Hasil Analisis
Laporan Akhir
III - 56
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.8.2. RENCANA PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN

Penyediaan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh juga dilakukan dengan


pertimbangan bahwa fasilitas yang ada sebelumnya telah rusak akibat bencana tsunami.
Kebutuhan fasilitas yang dihasilkan merupakan kebutuhan agregat untuk Kota Banda
Aceh. Secara lebih rinci, kebutuhan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh diperlihatkan
pada Tabel 3.23 berikut ini.
TABEL3.23
PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

STANDAR STANDAR LUAS LUAS


KEBUTUHAN
JENIS PENDUDUK LUAS KEBUTUHAN KEBUTUHAN KEBUTUHAN
NO TAHUN
FASILITAS PENDUKUNG LAHAN TAHUN 2011 TAHUN 2016 TAHUN 2016
2011
(Jiwa) (m2) (m2) (m2)
1 Puskesmas 120.000 2.400 2 4.800 2 4.800
2 Puskesmas 30.000 1.200 8 9.600 9 10.800
Pembantu
3 BKIA dan RS 10.000 1.600 24 38.400 27 43.200
Bersalin
4 Balai Pengobatan 3.000 300 80 24.000 92 27.600
5 Apotek 10.000 350 24 8.400 27 9.450
6 Praktek Dokter 5.000 100 48 4.800 55 5.500
7 Posyandu 2.500 100 96 9.600 110 11.000
Sumber: Hasil Analisis

3.8.3. RENCANA PENYEDIAAN FASILITAS PERIBADATAN

Penyediaan fasilitas peribadatan di Kota Banda Aceh dilakukan dengan


pertimbangan bahwa fasilitas yang ada sebelumnya telah rusak akibat bencana tsunami.
Kebutuhan fasilitas yang dihasilkan merupakan kebutuhan aggregate untuk Kota Banda
Aceh. Secara lebih rinci, kebutuhan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh diperlihatkan
pada Tabel 3.24 berikut ini.
TABEL 3. 24
PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PERIBADATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016

STANDAR STANDAR LUAS LUAS


JENIS PENDUDUK LUAS KEBUTUHAN KEBUTUHAN KEBUTUHAN KEBUTUHAN
NO
FASILITAS PENDUKUNG LAHAN TAHUN 2011 TAHUN 2011 TAHUN 2016 TAHUN 2016
(Jiwa) (m2) (m2) (m2)
1 Masjid Skala 120.000 4.000 2 8.000 2 8.000
Kecamatan
2 Masjid Skala 30.000 .1750 8 14.000 9 15.750
Lingkungan
Sumber: Hasil Analisis
Laporan Akhir
III - 57
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3.8.4. RENCANA FASILITAS JALUR DARURAT DAN EVAKUASI TSUNAMI

Pengembangan fasilitas untuk kondisi darurat untuk mengurangi dampak tsunami


dapat dikembangkan beberapa cara :

a. Membuat Jaringan Jalur Darurat (Emergency Road)

Jaringan jalan emergensi ini bermanfaat baik untuk kegiatan pelarian dari bencana
dalam waktu pendek. Juga jalur ini berguna untuk pertolongan pertama dan evakuasi
korban.

b. Fasilitas Emergensi Publik untuk persiapan Bencana

Fasilitas ini dibutuhkan untuk penyelamatan masyarakat atau dibutuhkan oleh


masyarakat untuk melakukan aktivitas pengumpulan dan pertolongan seperti
Bangunan Penyelamat (escape building), Ruang Terbuka (open space), dll.

Lebih jelas lihat peta Gambar 3.19

Laporan Akhir
III - 58
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

GAMBAR 3.19

PETA JALAN PELARIAN DARURAT DAN EVAKUASI

(tadinya 3.19 dan 3.20, tapi sekarang digabung jadi 1 peta)

Laporan Akhir
III - 59
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

BAB
IV

RENCANA IMPLEMENTASI

4.1 KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG KOTA BANDA ACEH

4.1.1 PENDAHULUAN

Dalam kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia hampir


selalu bersentuhan dengan pemanfaatan ruang. Karena banyak ragam dalam kegiatan
manusia, seperti kegiatan penyediaan perumahan, pertanian, industri, perdagangan serta
beragam kegiatan lainnya, maka sangat besar timbulnya potensi konflik diantara
bermacam-macam kepentingan dan fungsi dalam pemanfaatan ruang.
Besarnya potensi konflik dalam pemanfaatan ruang inilah memunculkan
kebutuhan untuk melakukan usaha-usaha penataan ruang. Secara sederhana penataan
ruang dapat diartikan sebagai upaya untuk mengatur pemanfaatan ruang sedemikian
rupa sehingga terjadi keseimbangan dan keadilan dalam penggunaan sumberdaya yang
disebut ruang tersebut. Keseimbangan dan keadilan yang dimaksud misalnya
keseimbangan dan keadilan dalam penggunaan luas lahan untuk pertanian, kehutanan,
perdagangan, industri dan kepentingan serta fungsi lainnya.
Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang
Penataan Ruang, yang dimaksud ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya,
sedang tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak direncanakan. Untuk mendapatkan keseimbangan
lingkungan, berdasarkan fungsinya maka dalam penataan ruang dikenal adanya 2 (dua)
jenis kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya, dimana kawasan lindung

Laporan Akhir
IV - 1
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, sedang kawasan
budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan
atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
Dilihat dari perspektif fungsi-fungsi manajemen, maka penataan ruang akan
merupakan sebuah siklus proses yang saling berhubungan yaitu perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, dimana penataan ruang
tersebut berdasar wilayah administratif akan terdiri penataan ruang nasional, penataan
ruang provinsi dan penataan ruang kabupaten/kota.

4.1.2 REFERENSI PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN


PENATAAN RUANG

Berkaitan dengan kegiatan penataan ruang, baik pada tataran perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang maupun pada tataran pengendalian pemanfaatan ruang,
beberapa peraturan dan perundang-undangan yang dapat dipakai sebagai rujukan
diantaranya adalah :
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanan Pembangunan
Nasional
4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran serta
Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah
6. Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 Tanggal 12 Agustus 2002,
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang

4.1.3 AZAS-AZAS DAN TUJUAN PENATAAN RUANG

Seperti dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang


Penataan Ruang pasal 2 (dua) , maka proses penataan ruang berazaskan :

Laporan Akhir
IV - 2
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

1. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara :


• Terpadu
• Berdayaguna dan berhasilguna
• Serasi, selaras dan seimbang
• Berkelanjutan
Azas ini memberikan landasan bahwa dalam penataan ruang semua kepentingan
harus dijamin untuk diakomodasikan, apakah itu kepentingan masyarakat,
pemerintah maupun kepentingan swasta atau dunia usaha baik usaha skala besar,
menengah maupun yang berskala kecil atau golongan ekonomi lemah. Sedangkan
dilihat dari perspektif kemanfaatannya, penataan ruang harus berangkat dari
pemikiran untuk menghindari sedapat mungkin kemudaratan dalam pemanfaatan
ruang, mengingat sifat ketersediaan sumberdaya ruang yang terbatas artinya tidak
dapat ditambahkan dari yang tersedia dialam ini, oleh karenanya pemanfaatan
ruang harus diorientasikan pada dayaguna dan hasilguna bagi kesejahteraan
manusia secara agregat, luas dan menyeluruh tanpa mengorbankan kepentingan
yang bersifat privat, sehingga penataan ruang dapat mewujudkan kualitas ruang
sesuai potensi dan fungsi ruang yang tersedia.

Isu keselarasan, keserasian dan keseimbangan merupakan isu yang penting dalam
penataan ruang, terutama yang berkaitan dengan struktur dan pola pemanfaatan
ruang, persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan antar sektor dan
wilayah. Ketidakseimbangan dalam pertumbuhan pembangunan baik secara
spasial maupun secara sosial dan ekonomi akan menjadi problem yang serius
dalam pembangunan. Kemampuan daya dukung dan kelestarian sumberdaya alam
harus juga menjadi perhatian penting dalam penataan ruang mengingat kita
sedang terus mendorong konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), suatu model pembangunan yang memperhatikan kepentingan
generasi di masa yang akan datang.

2. Keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum


Azas ini mengisyaratkan pentingnya keterlibatan semua unsur pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam penataan ruang, baik pada fase perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang maupun pada fase pengendalian pemanfaatan ruang. Semua
anggota pemangku kepentingan mempunyai akses yang sama dalam memperoleh

Laporan Akhir
IV - 3
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

informasi serta mempunyai kedudukan yang setara dalam proses penataan ruang
meskipun tentunya terdapat fungsi-fungsi yang berbeda. Sekalipun penataan ruang
merupakan domain publik, hal ini tidak mengabaikan rasa keadilan dan perlindungan
hukum bagi setiap warga dalam menjalankan hak dan kewajibannya berkaitan dengan
penataan ruang sehingga didorong untuk mencapai win-win solution.

Apabila azas-azas dalam penataan ruang dapat dioperasikan dalam menjadi landasan
bagi pemanfaatan ruang, maka diharapkan tercapainya tujuan dari penataan ruang,
antara lain :
1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya
3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
• Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera
• Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia
• Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara
berdayaguna, berhasil guna, dan tepatguna untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia
• Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi
dampak negatif terhadap lingkungan
• Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan

4.1.4 KERANGKA KONSEPTUAL HUBUNGAN RENCANA TATA RUANG


DENGAN RENCANA PEMBANGUNAN

Rancangan sistem perencanaan pembangunan di daerah acapkali disusun dengan


cara menyederhanakan masalah, dimana rancangan sistem perencanaan tersebut
berupaya untuk menghindari penjelasan mengenai komplikasi hubungan diantara
beragam jenis dokumen perencanaan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dalam perencanaan pembangunan di daerah, baik hubungan yang bersifat vertikal
maupun yang bersifat horisontal. Realita selama ini menunjukkan bahwa terdapat
dikotomi antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan di daerah,
sehingga sulit ditelusuri hubungan antara perencanaan tata ruang di satu sisi dengan
Laporan Akhir
IV - 4
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

perencanaan pembangunan daerah di sisi yang lain. Tidak meleburnya perencanaan tata
ruang menjadi bagian integral dari perencanaan pembangunan di daerah menjadikan
implementasi perencanaan tata ruang di daerah tidak dapat berjalan secara efektif,
demikian juga dengan efektifitas pengendaliannya.
Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi
waktunya berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dapat dibagi menjadi perencanaan jangka panjang,
jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini
kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu apa yang disebut
sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya. Sementara itu tentang perencanaan keruangan di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang,
dimana dengan Undang-Undang ini secara hirarki Pemerintahan, Perencanaan Tata Ruang
dibagi menjadi Rencana Tata Ruang Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota yang
membagi ruang dalam kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Meskipun seringkali dinyatakan bahwa perencanaan tata ruang merupakan matra
keruangan dari perencanaan pembangunan, namun demikian didalam praktiknya sering
ditemui potensi jarak/gap bahkan potensi distorsi antara perencanaan keruangan dan
perencanaan pembangunan. Fakta mengenai hal ini seringkali ditemui pada saat diskusi
pembahasan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah, dimana pembahasan tentang hubungan antara rencana pembangunan dan
rencana tata ruang tidak dapat dijelaskan dengan memuaskan. Ketidakjelasan ini
mengakibatkan sulitnya memberikan jawaban atas pertanyaan seberapa jauh rencana
tata ruang dapat dioperasionalisasikan. Tulisan ini dimaksudkan untuk menggugah
kembali perbincangan mengenai bagaimana rencana tata ruang dapat
dioperasionalisasikan ditengah-tengah beragam perencanaan pembangunan yang ada di
daerah.

Laporan Akhir
IV - 5
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Beberapa Pandangan tentang Posisi Penataan Ruang


Anggapan masyarakat tentang fungsi penataan ruang yang diharapkan dapat
menyelesaikan segala persoalan pembangunan di daerah, telah memberikan beban moral
yang berat bagi para kaum perencana. Masalah-masalah sosial dan ekonomi di daerah,
seringkali dihubungkan dengan penataan ruang dalam melihat timbulnya masalah
maupun dalam mencari jawaban atas permasalahan tersebut. Alisjahbana dalam
tulisannya berjudul Mendulang Uang dengan Tata Ruang mengungkapkan :
“Pertumbuhan ekonomi kota pada akhirnya ikut menggerakkan pertumbuhan kebutuhan
barang dan jasa sebagai ikutannya. Dari sini dilema itu dimulai. Pada satu sisi, perubahan
itu mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial yang membutuhkan ruang.
Sementara pada sisi lain, sumberdaya dan ruang kota yang tersedia jumlahnya terbatas.
Dihimpit oleh permintaan yang terus berkembang itu, pertumbuhan kota perlu ditunjang
dengan perencanaan dan pengelolaan tata ruang yang mampu mengoptimalkan ruang
yang terbatas dan tidak bisa ditambah. Terlebih, mengingat pertumbuhan investasi pada
akhirnya menuntut peningkatan kuantitas dan kualitas ruang pula. Tetapi sayangnya,
sampai sejauh ini persepsi tata ruang yang diadopsi oleh pengelola kota belum banyak
mengakomodasi kepentingan masyarakat dan swasta. Paradigma yang berkembang
belum melihat keterkaitan antara tata ruang dengan pendanaan, baik dari pemerintah
maupun investasi swasta dan swadaya masyarakat bagi pembangunan kota. Lebih jauh
lagi, pola perencanaan tata ruang belum mampu memberikan dorongan dan kemudahan
bagi pengelola kota untuk menjabarkan tata ruang ke dalam program jangka menengah.
Padahal “rencana tata ruang kota” adalah pijakan bagi “dimensi spasial” dari pilar
pembangunan kota dan menjadi salah satu perangkat kebijakan jangka menengah dan
panjang yang menentukan arah dan skenario pembangunan kota pembangunan kota
yang dirangkai dengan pembangunan regional maupun nasional. Dengan demikian, tata
ruang juga diharapkan mampu menjelaskan prosedur pemberian izin investasi agar
sejalan dengan rencana tata ruang yang disusun. Namun sejauh ini rencana tata ruang
masih seperti sebuah perangkat yang tidak terkait langsung dengan rencana investasi
kota. Kalaupun ada, kekuatannya tak seberapa dan seringkali menyerah pada program
jangka pendek, apalagi jika ada kepentingan tertentu didalamnya. Setali tiga uang dengan
evaluasi tata ruang, yang lebih sebagai bahan justifikasi berbagai macam “kebijakan”
pada periode tertentu sebelumnya .”

Laporan Akhir
IV - 6
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Tulisan tersebut diatas mengisyaratkan beberapa pandangan tentang penataan ruang


antara lain sebagai berikut :

• Rencana tata ruang merupakan dimensi spasial pembangunan wilayah .


• Bahwa terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi didaerah dengan
penataan ruang.
• Penataan ruang yang berkualitas akan dapat mendorong rencana investasi didaerah.
• Pertumbuhan wilayah perlu ditunjang oleh pengelolaan tata ruang untuk
mengoptimasikan volume ruang yang terbatas.
• Masih didapati adanya kenyataan bahwa penataan ruang masih belum dapat
mengakomodasi rencana pembangunan dan pendanaan oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat.
• Belum jelasnya hubungan antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan
pembangunan mengakibatkan permasalahan yang cukup serius dalam implementasi
rencana tata ruang serta skenario pengembangan wilayah.
• Pengendalian tata ruang cenderung lemah yang diindikasikan dengan menangnya
kepentingan-kepentingan jangka pendek yang oportunistik dan bertentangan dengan
kaidah-kaidah penataan ruang.

Persepsi tentang penataan ruang yang dipenuhi dengan harapan-harapan yang


cukup besar terhadap perannya untuk menjadi inspirator utama pembangunan didaerah
ternyata belum dapat berjalan seperti diharapkan disebabkan terutama karena belum
“meleburnya” penataan ruang sebagai bagian integral dari perencanaan pembangunan di
daerah. Penataan ruang di satu sisi berjalan dengan format dan kaidah-kaidahnya sendiri
dan di sisi yang lain, perencanaan pembangunan berjalan dengan tata cara dan norma-
normanya sendiri.

Menanggapi hubungan antara rencana tata ruang dengan berbagai macam


perencanaan pembangunan, Achmad Djunaedi dalam tulisannya berjudul Alternatif
Model Penerapan Strategis dalam Penataan Ruang Kota di Indonesia, mengusulkan dua
alternatif model yaitu, model pertama perencanaan strategis pembangunan daerah
berjalan seiring secara kohesif dengan perencanaan strategis tata ruang wilayah, dan
model kedua rencana strategis menjadi payung bagi rencana pembangunan daerah dan
rencana tata ruang wilayah. Kedua model tersebut tampak pada diagram dibawah ini
pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

Laporan Akhir
IV - 7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Gambar 4.1 :

Gambar 4.2

Laporan Akhir
IV - 8
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Pada usulan alternatif model pertama, Djunaidi berusaha untuk “mereduksi”


potensi gap antara perencanaan pembangunan dengan perencanaan tata ruang wilayah
dengan cara menggunakan analisis SWOT yang sama bagi kedua perencanaan tersebut
dimana proses analisis SWOT ini dianggotai baik oleh perencana tata ruang maupun
perencana pembangunan, proses selanjutnya adalah langkah untuk “mengkohesikan”
antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan. Intinya model ini
mengusulkan agar terjadi proses saling memberikan masukan diantara kedua jenis
perencanaan tersebut mulai dari rencana berstrata strategis sampai yang berstrata
operasional baik kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun
yang dilaksanakan oleh swasta dan masyarakat.

Pada usulan alternatif model kedua, Djunaidi berusaha untuk lebih mempertegas
upaya “menghilangkan” gap antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Penyusunan rencana tata ruang dan rencana pembangunan dimulai dengan terlebih
dahulu menyusun Rencana Strategis yang bersifat umum, tidak hanya dengan analisis
SWOT seperti pada model pertama.
2. Rencana Strategis Dinas/Departemen/Sektoral di “dialogkan” dengan Rencana
Strategis Tata Ruang Wilayah. Dengan “mendialogkan” kedua jenis perencanaan
strategis tersebut diharapkan terjadi saling koreksi diantara kedua perencanaan
tersebut, sehingga potensi gap dan distorsi diantara keduanya diharapkan dapat
“dihilangkan” demikian keselarasan kedua jenis perencanaan tersebut dapat dicapai.
3. Rencana Strategis Dinas/Departemen/Sektoral selanjutnya diterjemahkan dalam
Program Pembangunan Daerah demikian juga Rencana Strategis Tata Ruang Wilayah
diterjemahkan dalam Rencana Strategis Pengembangan Bagian Wilayah/Kawasan dan
Program Pengembangan Bagian Wilayah/Kawasan.
4. Pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah, Swasta dan Masyarakat merujuk kepada
berbagai perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan diatas.

Dua alternatif model tersebut diatas telah berusaha untuk memposisikan dimana
perencanaan tata ruang wilayah berada diantara tuntutan-tuntutan pembangunan baik
dibidang ekonomi maupun dibidang sosial serta bidang-bidang lainnya.

Laporan Akhir
IV - 9
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Perencanaan Pembangunan di Daerah


Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan
Jangka Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun, perencanaan ini berisi
tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah. Perencanaan ini kemudian dijabarkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima)
tahun, memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, program SKPD dan lintas SKPD, program kewilayahan disertai dengan rencana-
rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Selanjutnya RPJM Daerah dijabarkan dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut
sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka
ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.

Beberapa hal yang perlu menjadi catatan dalam perencanaan pembangunan


didaerah ini diantaranya adalah bahwa RPJP Daerah berdurasi waktu 20 (duapuluh)
tahun, tentu ini berdurasi waktu lebih panjang dari RTRW Propinsi yang 15 (lima belas)
tahun dan RTRW Kabupaten/Kota yang berdurasi waktu 10 (sepuluh) tahun, degan
demikian menjadi logis jika dilihat durasinya, RTRW Daerah “mengacu” kepada RPJP
Daerah. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana “teknik” untuk mengoperasikan
kata “mengacu” tersebut sedemikian rupa sehingga terjadi keselarasan atau tidak terjadi
distorsi antara RPJP Daerah dengan RTRW Daerah, sehingga RPJP Daerah dapat
bermetamorfosa dalam matra keruangan dalam 10 (sepuluh) tahun mendatang dalam
bentuk RTRW Daerah. Harapan akan peluang semacam ini menjadi semakin lebih besar
jika RPJP Daerah memuat substansi sektoral sekaligus juga implikasi keruangannya dan
dalam potongan-potongan skenario 5 (lima) tahunan.

RPJM Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima) tahunan dimana penyusunannya


mengacu pada RPJP Daerah dan RPJM Nasional. Diantara RPJP Daerah dan RPJM Daerah
terdapat perencanaan RTRW yang berdurasi waktu 10 (sepuluh) tahun, lebih panjang dari
RPJM Daerah, karenanya menjadi masuk akal jika RPJM Daerah “mengacu” kepada RTRW
Daerah, apalagi jika didalam RTRW Daerah memuat skenario potongan 5 (lima) tahunan.
Permasalahannya adalah dalam banyak kasus, RPJM Daerah tidak mengungkapkan
implikasi keruangan dari program-program pembangunannya, hal mana disebabkan

Laporan Akhir
IV - 10
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

karena tidak diungkapkannya lokasi kegiatan dari program-program pembangunannya.


Keadaan ini menjadikan RPJM Daerah lemah dan tidak berdaya sebagai instrumen
strategis dalam operasionalisasi perencanaan tata ruang di daerah. Faktor strategis lain
yang dapat dianggap sebagai unsur lemah RPJM Daerah sebagai instrumen
operasionalisasi rencana tata ruang adalah bahwa pelaku pemanfaat ruang adalah semua
stakeholder, yaitu pemerintah daerah, pemerintah pusat, swasta, dan masyarakat,
sementara RPJM Daerah hanya memuat program dan kegiatan Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) dan Lintas Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Lintas SKPD). Oleh
karenanya RPJM Daerah jika format muatannya seperti itu, maka lebih cocok disebut
sebagai Rencana Kegiatan 5 Tahun Pemerintah Daerah dan bukan perencanaan
pembangunan di daerah karena tidak mengintegrasikan kegiatan pembangunan seluruh
stakeholdernya.

Jika RPJM Daerah bersifat indikatif maka Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) yang berdurasi tahunan relatif lebih bersifat definitif karena keterlaksanaannya
akan didukung dengan ketersediaan anggaran yang disebut sebagai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan demikian secara teoritis seharusnya
RKPD akan menjadi instrumen yang lebih nyata dalam operasionalisasi rencana tata ruang
khususnya dari sektor pemerintah daerah. Namun dalam kenyataannya RKPD ini lemah
fungsinya sebagai instrumen operasionalisasi rencana tata ruang baik RTRW apalagi
RDTRK/RBWK karena karena penyusunannya tidak diorientasikan kepada kedua
perencanaan tata ruang tersebut dan tidak dimilikinya Program Distrik Multi Sektor.

Bagian lain yang tidak kalah pentingnya dalam mengoperasikan perencanaan


pembangunan dan perencanaan keruangan adalah perencanaan keuangan dan
perencanaan kelembagaan.

Usulan Alternatif Hubungan Rencana Tata Ruang dengan Rencana


Pembangunan
Selama ini dikalangan masyarakat berkembang pandangan tentang hubungan
antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan sebagai dua hal yang terpisah,
walaupun di beberapa pembahasan ada upaya untuk “mendekatkan” keduanya. Dalam
bahasa masyarakat yang lebih sederhana seringkali diungkapkan sebagai “rencana tata
ruang berjalan sendiri dan rencana pembangunan juga berjalan sendiri, masing-masing
berjalan sendiri-sendiri”. Memang dasar hukum dari kedua jenis perencanaan tersebut

Laporan Akhir
IV - 11
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

disusun secara terpisah yaitu Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan
Ruang dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Draft RUU perubahan UU Penataan Ruang dalam penjelasannya
juga mengusulkan upaya mendekatkan kedua jenis perencanaan tersebut dengan
menyebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah harus mengacu kepada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang, namun hal ini dapat menimbulkan tafsir bawa
perencanaan tersebut bersifat “sequensial” yaitu penyusunan RPJP dahulu baru
peyusunan RTRW padahal keduanya adalah sama-sama perencanaan jangka panjang.
Dalam pemahaman yang lain bila konsep seperti dilaksanakan, hal itu akan dapat
mematikan konsep untuk “mendialogkan” kedua perencanaan tersebut.

Implikasi praktis yang nyata dalam perencanaan pembangunan didaerah seperti


telah disampaikan dalam bagian Pendahuluan adalah bahwa baik dalam pembahasan
penyusunan draft RPJP-Daerah maupun draft RPJM-Daerah tidak dapat dijelaskan sampai
sejauh mana kedua perencanaan pembangunan tersebut telah “didialogkan”, karena tidak
adanya pemahaman konseptual mengenai pentingnya hal tersebut, disamping secara
teknis tidak adanya tekanan metodologis untuk melakukannya. Karenanya perencanaan
pembangunan terutama pada RPJM-Daerah yang pada intinya merupakan pernyataan
perencanaan sektoral tidak mengungkapkan lokasi kegiatan yang direncanakannya dan
akibatnya perencanaan pembangunan seperti itu tidak dapat mengungkapkan implikasi
spasialnya.

Untuk menghindari beberapa kelemahan hubungan antar jenis perencanaan


tersebut diatas disampaikan beberapa hal :

1. Jika kita simak lebih mendalam mengenai isi apa yang disebut selama ini sebagai
“Rencana Pembangunan” esensinya adalah “perencanaan pembangunan berbagai
sektor pembangunan” atau lazim disebut sebagai perencanaan sektoral.
2. Langkah pelaksanaan kegiatan pembangunan sektoral harus dipandang sebagai
bagian dari program-program untuk mengimplementasikan rencana tata ruang,
sehingga rencana tata ruang dapat mengarahkan dan menunjukkan implikasi
keruangan dari perencanaan sektoral.
3. Untuk mengkorelasikan semua perencanaan didaerah, perlu dipikirkan untuk
memberi arti “Rencana Pembangunan” sebagai integrasi perencanaan spasial,
perencanaan sektoral serta perencanaan pendukung sebagai penjamin

Laporan Akhir
IV - 12
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

terlaksananya kedua perencanaan tersebut yaitu perencanaan finansial dan


perencanaan institusional.
4. Dengan integrasi seluruh perencanaan di daerah menjadi “Rencana Pembangunan”
maka akan ada keharusan secara metodologis untuk “mendialogkan” (dalam posisi
kesetaraan) diantara perencanaan spasial, perencanaan sektoral, perencanaan
finansial dan perencanaan institusiaonal, sehingga akan terjadi dinamisasi dan
harmonisasi diantara berbagai perencanaan tersebut.
5. Untuk mendukung keterlaksanaan pada point 4 tersebut diatas, penyusunan
“Perencanaan Pembangunan” maka diusulkan hanya ada satu “tim penyusun
perencanaan pembangunan” untuk mendukung interkorelasi semua perencanaan.
6. Kedepan perlu dipertimbangkan kemungkinan integrasi dari Undang-Undang
Penataan Ruang dan Undang-Undang Perencanaan Pembangunan.

Secara sederhana hubungan dan content dasar dari “Perencanaan Pembangunan”


dapat digambarkan dalam matrix dibawah ini .

4.1.5 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Dimensi Waktu
Materi Perencanaan Terintegrasi
Perencanaan

Jangka Panjang

Jangka
Perencanaan Perencanaan Perencanaan Perencanaan
Menengah
Spasial Sektoral Finansial Institusional

Jangka
Pendek

Laporan Akhir
IV - 13
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Bila disimak secara mendalam, tujuan yang hendak dicapai dalam penataan ruang
adalah kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan ruang yang berkualitas, yaitu
pemanfaatan ruang yang selaras, serasi dan seimbang diantara keseluruhan kepentingan,
baik kepentingan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup manusia maupun
kepentingan kelestarian lingkungan yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup
generasi dimasa yang akan datang. Dengan demikian bila ditanya untuk siapa penataan
ruang perlu dilakukan, maka tentu tidak lain dan tidak bukan jawabnya adalah untuk para
pemangku kepentingan atau stakeholder ruang tersebut dimana para anggotanya adalah
masyarakat secara umum, kalangan dunia usaha dan pemerintah.
Apabila dapat difahami bahwa penataan ruang ditujukan bagi kemanfaatan para
pemangku kepentingan atau stakeholder, maka menjadi strategis keterlibatan secara
egaliter para pemangku kepentingan dalam proses penataan ruang, baik pada proses
perencanaan, pemanfaatan maupun pada proses pengendalian, agar tercapai
pemanfaatan ruang yang berkualitas sehingga penataan ruang mampu memberikan
kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan manusia dan lingkungannya.
Terdapat beberapa peraturan dan perundang-undangan yang dapat dipakai
sebagai rujukan atau pedoman bagaimana peran serta masyarakat dapat dilaksanakan
dalam penataan ruang, yaitu UU No. 24 Tahun 1992 Tentang ”Penataan Ruang”,
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang ”Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang”,
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1998 Tentang ”Tata Cara Peran
Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah”.
UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan ruang menyatakan dengan tegas
tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang. Dalam pasal 5 ayat 1
Undang-Undang ini dinyatakan bahwa “Setiap orang berkewajiban berperan dalam
memelihara kualitas ruang”, sedang ayat 2 menyatakan “ Setiap orang berkewajiban
menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sementara pasal 4 ayat 2 Undang-
Undang tersebut menyatakan “Setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata
ruang, berperan serta dalam penyusunan tata ruang, memperoleh penggantian yang
layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan
yang sesuai tata ruang”. Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang ini mempertegas peran serta
masyarakat dalam penataan ruang, seperti dinyatakan sebagai berikut : “Penataan ruang
dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta masyarakat”.
Laporan Akhir
IV - 14
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Dari pasal 4 ayat 2, pasal 5 ayat 1 dan 2 serta pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun
1992 tersebut dapat dipahami beberapa hal tentang hak, kewajiban dan peran serta
masyarakat dalam penataan ruang sebagai berikut :
1. Pada setiap fase penataan ruang, yaitu pada fase perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang setiap orang sebagai
anggota masyarakat berhak untuk terlibat secara langsung dan aktif untuk
mengambil peran sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya.
2. Lebih dari sekedar memiliki hak untuk ikut terlibat dalam penataan ruang, bahkan
setiap orang diwajibkan berperan serta dalam memelihara kualitas ruang, seperti
diamanatkan ayat 1 pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992.
3. Setiap orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak berupa akses untuk
mendapatkan informasi yang seluas-luasnya tentang rencana tata ruang, hal ini
penting karena dengan keterbukaan tentang rencana tata ruang, diharapkan dapat
mengurangi pelanggaran tata ruang. Untuk mengoperasikan kebijakan ini tentu
diperlukan dukungan perangkat sistem informasi ketataruangan yang handal,
sehingga setiap orang dapat mengaksesnya dengan cepat, mudah, murah dan
akurat.
4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dengan dalih kepentingan pembangunan sekalipun
tidak boleh merugikan setiap orang yang “property” nya terkena dampak
pembangunan, namun sebaliknya setiap anggota masyarakat harus mendapat “ganti
untung” dari dampak pembangunan tersebut.

Bagaimana bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan,


diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang. Pasal 15 peraturan pemerintah ini menyebutkan beberapa bentuk peran serta
masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota sebagai
berikut :
1. Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan
dicapai.
2. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan, termasuk bantuan
untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk perencanaan tata ruang
kawasan.

Laporan Akhir
IV - 15
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

3. Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang wilayah


kabupaten/kota.
4. Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan
strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
5. Pengajuan keberatan terhadap rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota.
6. Kerjasama dalam penelitian
7. Bantuan tenaga ahli

Tentang peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah


kabupaten/kota, pasal 16 peraturan ini menyebutkan beberapa bentuk, yaitu :
1. Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang-
undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku.
2. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan pola
pemanfaatan di kawasan perkotaan dan perdesaan.
3. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan.
4. Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya untuk
tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas
5. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang
wilayah Kabupaten / Kota.
6. Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang.
7. Kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan

Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah


kabupaten dan kota, didalam pasal 17 peraturan ini, menyebutkan beberapa bentuk yang
dapat dilaksanakan, yaitu :
1. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota, termasuk
pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang.
2. Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan
ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

Laporan Akhir
IV - 16
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan


Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang,
lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 Tentang
Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah,
dimana didalam peraturan ini dijelaskan bahwa proses perencanaan tata ruang meliputi
2(dua) langkah utama, yaitu langkah pertama adalah penyusunan rencana tata ruang dan
dilanjutkan dengan langkah kedua yaitu penetapan rencana tata ruang.
Proses penyusunan rencana tata ruang mencakup tiga langkah penting yaitu
pertama penentuan arah pengembangan, kedua pengidentifikasian potensi dan masalah
dan yang ketiga yaitu perumusan perencanaan tata ruang. Penentuan arah
pengembangan merupakan kegiatan untuk menentukan arah pengembangan yang
hendak dicapai oleh sebuah wilayah kabupaten atau kota ditinjau dari segi ekonomi,
sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi pertahanan dan
keamanan. Pengidentifikasian potensi dan masalah adalah kegiatan yang dimaksudkan
untuk mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah
atau kawasan yang direncanakan tata ruangnya, sedang perumusan perencanaan tata
ruang adalah proses untuk merumuskan Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW
Kabupaten/Kota, Rencana Detail Tata Ruang , dan Rencana Teknik Ruang.
Mengenai bentuk peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang
Kabupaten/Kota pada prinsipnya Permendagri No. 9 Tahun 1998 seperti dinyatakan dalam
pasal 6 ayat 1 dan 2 pada prinsipnya sama dengan yang dinyatakan dalam PP Nomor 69
Tahun 1996 pasal 16 tersebut diatas. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata
ruang dalam bentuk saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau
masukan dilakukan secara lisan atau tertulis kepada Bupati/Walikota. Sementara pada
fase proses penetapan RTRW Kabupaten/Kota peran serta masyarakat dalam bentuk
saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dilakukan secara
lisan atau tertulis kepada DPRD Kabupaten/Kota.
Beberapa pernyataan penting dalam Permendagri Nomor 9 Tahun 1998 yang perlu
dicatat antara lain :
• Pasal 13 ayat 2, dalam persiapan penyusunan atau penyempurnaan RTRW
Kabupaten/Kota, RDTR, Rencana Teknik Ruang, Bupati/Walikota wajib
mengumumkannya kepada masyarakat.

Laporan Akhir
IV - 17
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

• Pasal 13 ayat 4, pengumuman tentang kegiatan penyusunan atau penyempurnaan


rencana tata ruang dilakukan setidaknya selama 7 (tujuh) hari melalui media cetak,
media elektronik, serta forum pertemuan.
• Pasal 13 ayat 5, forum pertemuan diadakan sampai tingkat Kecamatan untuk
penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota.
• Pasal 16 ayat 3 dan Pasal 22 ayat 5 , pada tahap penentuan arah pengembangan dan
identifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah Kabupaten/Kota peran serta
masyarakat dalam bentuk pemberian masukan disampaikan kepada Bupati/Walikota
melalui Bapekab/Bapeko.
• Pasal 16 ayat 6 dan Pasal 22 ayat 5, pemberian masukan oleh masyarakat pada tahap
penentuan arah pengembangan dan identifikasi potensi dan masalah pembangunan
wilayah Kabupaten/Kota, dilaksanakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
setelah diumumkan.
• Pasal 16 ayat 7 dan Pasal 22 ayat 6, pemberian masukan oleh masyarakat, dapat
dilakukan secara tertulis yang tembusannya disampaikan kepada Ketua DPRD
Kabupaten/Kota, atau secara lisan yang dicatat dan dituangkan dalam berita acara
yang dibuat oleh Bapekab/Bapeko.
• Pasal 17 ayat 1 dan Pasal 23 ayat 1, untuk menerima saran, pertimbangan, pendapat,
tanggapan, keberatan, atau masukan dari masyarakat, informasi tentang arah
pengembangan serta identifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah
Kabupaten/Kota, dibahas dalam forum pertemuan yang lebih luas dengan melibatkan
para pakar dan tokoh masyarakat bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD
Kabupaten/Kota dan instansi terkait.
• Pasal 32 dan 33, proses perumusan perencanaan tata ruang dilakukan dengan
melibatkan peran serta masyarakat melalui pemberian masukan yang dilaksanakan
melalui lokakarya atau sarasehan dengan melibatkan para pakar, tokoh masyarakat,
bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD dan instansi terkait di daerah, untuk
selanjutnya hasilnya akan dirumuskan dalam rancangan rencana tata ruang seperti
RTRW Kabupaten/Kota.
• Pasal 34 dan 35, Rancangan RTRW Kabupaten/Kota yang telah disiapkan oleh
Bapekab/Bapeko diumumkan kepada masyarakat secara luas setidaknya selama 7
(tujuh) hari melalui media cetak atau media elektronik serta melalui forum pertemuan.
Pengajuan keberatan disampaikan masyarakat maksimum selama 30 (tiga puluh) hari

Laporan Akhir
IV - 18
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

sejak diumumkan, kepada Bupati/Walikota melalui Bapekab/Bapeko secara tertulis


dengan tembusan kepada Ketua DPRD Kabupaten/Kota atau secara lisan yang dicatat
dan dituangkan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Bapekab/Bapeko. Semua
masukan dibahas dalam forum pertemuan dengan melibatkan pakar dan tokoh
masyarakat bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD Kabupaten/Kota,
Bapekab/Bapeko, Instansi Terkait. Hasil pembahasan pada forum pertemuan ini
ditindak lanjuti Bapekab/Bapeko untuk penyempurnaan Rancangan RTRW
Kabupaten/Kota.
• Pasal 47, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah dan Dokumen
RTRW Kabupaten/Kota beserta Berita Acara Peran Serta Masyarakat dalam Proses
Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota dan disampaikan kepada DPRD Kabupaten/Kota.

Peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan tata ruang, khususnya yang
berkaitan dengan penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota, berdasar
Permendagri Nomor 9 tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam
Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah, secara sederhana dapat digambarkan dalam
diagram skematik sebagai berikut :

Proses Perencanaan Tata Ruang dan Peran Serta Masyarakat

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4


Persiapan Penentuan arah Perumusan Rencana : Penetapan Rencana
- Pengumuman pengembangan termasuk - Penyusunan rencana - Penyampaian
rencana penyusunan identifikasi potensi dan masalah berdasarkan “Masukan rancangan dan berita
Rencana Tata Ruang : Publik” dan dinas sektoral acara
- Penyampaian masukan melalui lokakarya intern - Penetapan rencana
Pengumuman lewat : tata ruang
- Media massa, TV, Masukan publik secara : - Pengumuman rancangan
Radio, Surat Kabar, - Lisan lewat media massa
dll - Tertulis Forum pertemuan (7 hari) Sidang DPRD
- Forum pertemuan - Forum pertemuan
- Penyampaian keberatan

Bupati/
Walikota Masukan publik secara :
- Lisan
DPRD
- Tertulis
Bapekab/ - Forum pertemuan
Bapeko Peraturan
Daerah (PERDA)
Jangka waktu : 30 hari
Jangka waktu : - Penyempurnaan
7 hari Rancangan
Jangka waktu : 30 hari
Sumber : Warta Kebijakan

Laporan Akhir
IV - 19
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang


Dalam Perencanaan Tata Dalam Pengendalian
Dalam Pemanfaatan Ruang
Ruang Pemanfaatan Ruang

Pemberian masukan untuk Pemanfaatan ruang daratan dan Pengawasan terhadap


menentukan arah ruang udara pemanfaatan ruang
pengembangan wilayah

Indentifikasi potensi dan Bantuan pemikiran dan pertimbangan Bantuan pemikiran atau
masalah pembangunan berkenaan dengan bentuk dan pola pertimbangan untuk penertiban
termasuk bantuan untuk pemanfaatan pedesaan dan kegiatan pemanfaatan ruang
memperjelas hak atas ruang perkotaan dan peningkatan kualitas
pemanfaatan ruang

Pemberian masukan dalam Penyelenggaraan kegiatan


merumuskan perencanaan tata pembangunan berdasarkan tata
ruang ruang yang telah ditetapkan

Pemberian informasi, saran, Pengaturan pemanfaatan tanah, air,


pertimbangan atau pendapat udara dan sumber daya alam untuk
dalam penyusunan strategi tercapainya pemanfaatan ruang yang
pelaksanaan pemanfaatan berkualitas
ruang

Pengajuan keberatan terhadap Perubahan atau konversi


rancangan rencana tata ruang pemanfaatan ruang sesuai Rencana
Tata Ruang

Kerjasama penelitian dan Kegiatan menjaga, memelihara dan


pengembangan meningkatkan kelestarian lingkungan

Bantuan tenaga ahli


Sumber : Warta Kebijakan

4.1.6 KELEMBAGAAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KOTA BANDA


ACEH

Seiring dengan adanya trend untuk mendorong terjadinya proses demokratisasi


dalam berbagai macam keputusan tentang kebijakan publik, maka semakin besar tekanan
untuk meyakinkan bahwa penataan ruang adalah bagian dari domain publik, oleh
karenanya dipandang menjadi sangat strategis keterlibatan masyarakat dan seluruh
anggota stakeholder lainnya termasuk pemerintah dan dunia usaha atau sektor swasta
dalam proses penataan ruang. Selama ini memang dirasakan pemerintah yang paling
mendominasi proses penataan ruang, yang kemudian didapati berbagai kelemahan dan
kekurangan yang diwujudkan dalam bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang dilihat

Laporan Akhir
IV - 20
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

dari rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Para pihak termasuk anggota masyarakat
dan dunia usaha sebagai bagian dari stakeholder atas lahan yang ruangnya ditata selama
ini tidak banyak dilibatkan, padahal merekalah yang memiliki property right atas lahan
tersebut sehingga semestinya development right mereka juga diperhatikan dan dihargai
dengan cara melibatkan mereka secara aktif dan egaliter dalam proses penataan ruang.
Di kota Banda Aceh, anggota stakeholder dalam penataan ruang disamping unsur
Pemerintah Kota seperti Badan Perencana Kota (Bapeko), Dinas Tata Kota, Bagian-bagian
pada Sekretariat Kota, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pasar, Dinas Prasarana
Jalan dan Sumber Daya Air, Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Dinas
Perhubungan serta Dinas-dinas teknis kota lainnya, juga organisasi-organisasi non
pemerintah seperti organisasi masyarakat (Ormas), organisasi sosial-politik (Parpol),
lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi profesi, organisasi dunia usaha,
perguruan tinggi, lembaga penelitian, ulama, cendekiawan, mukim, tengku, lembaga adat
serta organisasi dan lembaga kemasyarakatan lainnya. Secara lebih rinci anggota
stakeholder perencanaan tata ruang (RTRW) Kota Banda Aceh tampak dalam tabel
sebagai berikut dibawah ini :

TABEL 4.1
DAFTAR STAKEHOLDER
REVISI RTRW KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2006

PEMERINTAH

1). Bapeko (Badan Perencanaan Kota)


2). Kantor Kecamatan
3). Administrator pelabuhan
4). Dinas PU
5). Bapeprop (Badan Perencanaan Propinsi)
6). Semua Kecamatan
7). Bapekab (Badan Perencanaan Kabupaten)
8). Kimpraswil
9). Sekretariat Daerah
10). Dinas Pasar
11). Dinas Tata Kota dan Pemukiman
12). Dinas Kebersihan dan Pertamanan
13). Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan
14). Dinas Prasarana jalan dan Sumber Daya Air
15). Dinas Perhubungan
Laporan Akhir
IV - 21
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

NON PEMERINTAH

1). Mukim
2). Ulama/Tengku/Tuku
3). Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU)
4). Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA)
5). Jaringan Kerja Masyarakat Adat (JKMA)
6). Bakti Sosial Pembangunan Desa (UKM-BSPD)
7). Lembaga Pusat Penelitian Ilmu Budaya
8). Forum LSM Aceh
9). Walhi
10). Pusat Studi HAM
11). Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI)
12). Organisasi Keagamaan
13). Organisasi Sosial
14). Prganisasi Kepemudaan
15). Forsikal (Forum Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup)
16). Partai Politik PKS, PPP, Golkar, PAN dan Demokrat)
17). Dr. Nazamuddin (Akademisi)
18). Syarifah Rahmatillah (Ketua Mispi)
19). Adli Abdullah (Akademisi)
20). Dr. Raja Masbar (Akademisi)
21). Ir. Imran A. Rahman M.Eng (Akademisi)
22). Ir. Ismail Yusuf. M.Eng (Akademisi)
23). LSM : FORSIKAL (Forum Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup)
24). LSM : KKTGA (Kelompok Kerja Transformasi Gender)
25). LSM : LPLH (Lembaga Pembelajaran Lingkungan Hidup)
26). LSM : LPSELH (Lembaga Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Hidup)
27). LSM : CCDE (Pusat Pengembangan Masyarakat dan Pendidikan)YAM (Yayasan Abdi Masyarakat)
28). LSM : YBA (Community for Farmers and Environment Development)
29). LSM : YPSI (Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia
30). LSM : SAHARA (Yayasan Suara Hati Rakyat)
31). LSM : FA (Yayasan Flower Aceh)
32). LSM : YASMA (Yayasan Karya Bersama)
33). LSM : PASE (Yayasan Pagar Alam Indonesia)
34). LSM : YAB (Yayasan Anak Bangsa)
35). LSM : YRBI (Yayasan Rumpun Bambu Indonesia
36). LSM : YAPDA (Yayasan Putra Dewantara): Empowering Circle for Society Movement
37). Masyarakat (mukim, LSM)
38). Pelaku ekonomi (KADIN, REI, kelompok pengusaha retail, dll)
39). Pelabuhan
40). Apindo
41). Masyarakat Nelayan

Laporan Akhir
IV - 22
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

PENGGUNA

1). Pelaku ekonomi (KADIN, REI, kelompok pengusaha retail, dll)


2). Pengelola prasarana (pelabuhan penyeberangan, pelabuhan perikanan,
terminal
3). Investor
4). PDAM
5). PLN
6). Telkom
7). Dinas Kebersihan/TPA
8). Pemkot/Dinas sektoral
9). TNI
10). Polri
11). Asosiasi PKL
12). REI
13). Apindo
14). Organda
15). Masyarakat (mukim, LSM)
16). Kelompok profesional
17). Akademisi/pengamat

Agar proses partisipasi masyarakat dalam penyempurnaan Rencana Tata Ruang


Wilayah Kota Banda Aceh tahun 2006 dapat berjalan dengan efektif, pada tahap awal
diusulkan dibahas 8 (delapan) issue strategis Kota Banda Aceh. Issue-issue strategis
tersebut pada dasarnya merupakan beberapa permasalahan kunci yang akan memberi
pengaruh penting bagi RTRW Kota Banda Aceh. Kedelapan usulan issue strategis tersebut
akan dibahas dalam forum konsultasi publik dimana dalam forum tersebut dibentuk
kelompok-kelompok kerja yang kelompok kerja tersebut merupakan Focus Group
Discussion (FGD). Issue-issue strategis yang diusulkan tersebut adalah :
1. Zoning umum kota dengan wawasan bencana
2. Pembatasan pemanfaatan ruang kawasan pantai
3. Pembatasan intensitas pemanfaatan ruang kawasan pusat kota lama
4. Rencana pengembangan kota kearah selatan
5. Rencana pembangunan pusat pelayanan sekunder (sub city centre)
6. Rencana pengembangan jalan utama kota
7. Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk sampah
8. Pembatasan pemanfaatan lahan sebagai solusi untuk menangani banjir

Laporan Akhir
IV - 23
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Organisasi pembahasan issue-issue strategis digambarkan sebagai berikut :

SOSIALISASI
KONSEP RTRW JICA DAN PU

ZONING PEMBATASAN PEMBATASAN RENCANA REN-BANG RENCANA PEMBATASA


UMUM KOTA PEMANFAAT- INTENSITAS PENGEMBAN PUSAT PENGEMBAN LOKASI N
DENGAN AN RUANG PEMANFAAT- GAN KOTA KE PELAYANAN GAN JALAN TPA PEMANFAAT
WAWASAN KAWASAN AN ARAH SEKUNDER UTAMA KOTA AN LAHAN
BENCANA PANTAI RUANG SELATAN (SUB CITY SBG SOLUSI
KAWASAN CENTRE) UTK
PUSAT KOTA MENANGANI
LAMA BANJIR

FGD FGD FGD FGD FGD FGD FGD FGD


I II III IV V VI VII VIII

Masukan, Saran, Kritik, Usulan Perbaikan Konsep


RTRW Jica dan PU

REKONFIRMASI/SOSI
ALISASI RTRW KOTA
REVISI RTRW JICA DAN BANDA ACEH HASIL
PU REVISI

QONUN

QONUN

Laporan Akhir
IV - 24
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Model partisipasi masyarakat dalam perencanaan sektor publik dari waktu kewaktu
terus mengalami perkembangan kualitas yang positif. Kalau pada mulanya model
partisipasi masyarakat ini hanya sampai pada tingkatan “sosialisasi” yang diartikan
sebagai perencanaan yang telah disusun oleh pemerintah sekedar hanya diinformasikan
kepada masyarakat, pada tingkatan ini masyarakat tidak secara aktif terlibat, masyarakat
terlibat pada posisi sangat pasif, hanya menerima saja perencanaan yang sudah jadi
untuk “dipaksakan” pelaksanaannya. Pada fase yang lebih maju masyarakat diundang
pada proses awal perencanaan, diminta masukan dan kritiknya, masukan dan kritik
tersebut ditampung oleh pemerintah dan kemudian hasil analisis yang berupa rencana
disampaikan kepada masyarakat untuk diimplementasikan, tetapi pada fase ini tidak ada
penjelasan tentang hasil masukan dan kritik yang telah disampaikan masyarakat mana
yang diterima, mana yang ditolak, dan mengapa masukan dan kritik tersebut diterima
atau ditolak. Pada fase yang lebih maju lagi partisipasi masyarakat perencanaan sektor
publik, khususnya pada perencanaan tata ruang, para anggota stakeholder yang
seharusnya lebih dominan dalam proses perencanaan tata ruang, sedang unsur
pemerintah sebagai bagian stakeholder lebih banyak pada posisi sebagai pihak yang
memfasilitasi proses perencanaan yang dimotori oleh masyarakat dan anggota
stakeholder lainnya. Apabila aktor utama dalam proses perencanaan tata ruang adalah
masyarakat dan anggota stakeholder lainnya, maka segala konflik-konflik kepentingan
dalam penataan ruang akan menjadi agenda pembahasan yang penting dalam proses
perencanaan tata ruang untuk dicarikan kesepakatan solusinya dengan tetap
memperhatikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip ketataruangan yang telah diterima secara
umum, dan jika ini dapat dilaksanakan maka kita sedang mengimplementasikan konsep
“consensus planning” yang diberi arti oleh Johan Woltjer sebagai “Consensus planning
is proposed here not only to include process-related quality demands such as
transparency and legitimacy, but also specifically to include, and not reject, substantive
values and expert knowledge in planning”.
Untuk mengoperasikan konsep participatory planning atau consensus planning
dalam mendorong peran serta masyarakat pada proses revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah kota Banda Aceh, dimulai dengan membahas beberapa issue strategis akan
dibahas dalam forum dialog publik, dimana para anggota stakakeholder membahas dan
menyepakati setiap permasalahan pada setiap issue strategis dalam kelompok kerja
focus group discussion (FGD).

Laporan Akhir
IV - 25
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

4.1.7 IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Dalam rangka pengaturan dan penataan tata ruang perkotaan yang serasi,
seimbang dan berdaya guna, pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
orang perorang atau badan untuk mendirikan, memperluas dan merehab/memperbaiki
bangunannya tetapi harus disesuaikan dengan perencanaan tata ruang kota, disamping
itu tidak boleh mengesampingkan faktor keselamatan dan keamanan pengguna
bangunan. Karena pengguna itulah yang akan menempati dan mempergunakan
bangunan tersebut.
Dengan memperhatikan keamanan dan keselamatan maka pengguna akan merasa
tenang dan nyaman menempati bangunan. Tentunya bangunan tersebut harus sesuai
dengan rencana tata ruang kota serta memenuhi persyaratan teknis, sehingga akan
memudahkan pengaturan dan penambahan sarana dan prasarana dalam menunjang
kegiatan masyarakat maupun pengguna bangunan, dengan harapan terciptanya pola
lingkungan yang nyaman, serasi serta aman bagi penghuninya.
Didalam pendirian bangunan untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya
pemerintah telah menetapkan syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau
badan ketika hendak mendirikan sebuah bangunan.

Adapun syarat-syarat izin mendirikan bangunan adalah sebagai berikut :


a. Syarat Administratif
1. Surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon di atas materai Rp. 6000,-
dan diketahui Lurah/Geuchik setempat dimana lokasi bangunan akan dirikan.
2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon
3. Surat Rekomendasi dari Camat setempat di mana lokasi bangunan akan didirikan.
4. Fotocopy Sertifikat dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang
dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan (BPN) Kota Banda Aceh.
5. Dilampirkan surat bukti atas hak tanah lainnya yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang, dan pemohon terlebih dahulu harus mendaftarkan tanahnya pada
kantor Pertanahan Kota Banda Aceh untuk diterbitkan SKPT.
6. Fotocopy Surat Tanda Lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir.
7. Surat Pernyataan Pemohon bahwa tanah tidak dalam sengketa yang diketahui
oleh Lurah/Geuchik setempat (khusus bagi tanah yang belum bersertifikat atau
telah berakhir haknya)

Laporan Akhir
IV - 26
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

8. Surat Perjanjian atau Surat Kuasa yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
untuk itu (bila pemohon bukan pemilik tanah)
9. Surat Pernyataan Pelepasan Hak dari Pemilik Tanah terhadap tanah yang
termasuk dalam bagian Garis Sempadan Bangunan (GSB)/Rencana Perluasan
Jalan, khusus untuk bangunan dengan fungsi Usaha.
10. Fotocopy IMB lama beserta lampirannya (khusus untuk Rehabilitasi/
Renovasi/Penambahan bangunan).
b. Syarat Teknis
1. Advice Planning/Keterangan Rencana Peruntukan yang diterbitkan oleh Dinas Tata
Kota dan Permukiman Kota Banda Aceh.
2. Gambar Rencana Bangunan (Site Plan dan Sistem Jaringan Drainase untuk
pengolahan air limbah, Denah, Tampak, Potongan) dan Spesifikasi Teknis yang
dibuat oleh perencana/konsultan
3. Perhitungan Struktur Konstruksi dan Gambar Detail

Adapun prosedur proses perizinan pendirian bangunan ada tahapan-tahapan yang


harus dipatuhi oleh orang atau badan. Prosedur proses perizinan adalah sebagai berikut:
1. Pemohon mengajukan surat permohonan kepada Bagian Tata Usaha dengan
melampirkan fotocopy KTP dan Sertifikat Tanah
2. Bagian Tata Usaha membuat agenda pendaftaran kemudian diajukan ke Kepala Dinas
3. Kepala dinas membuat disposisi kemudian diserahkan ke Subdin Tata Ruang/Tata
Kota untuk diperiksa kelengkapan surat permohonan.
4. Subdin Tata Ruang/Tata Kota melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dari surat
permohonan bila belum lengkap dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi dan bila
sudah lengkap dilanjutkan dengan melakukan pengukuran atas lahan yang akan
dibangun
5. Dibuatkan Advice Planning/Surat Keterangan Rencana Peruntukan kemudian
diserahkan kepada pemohon
6. Pemohon berkonsultasi dengan Perencana/Konsultan untuk pembuatan gambar
Bangunan dan Persyaratan Teknis Lainya setelah sesuai
7. Kemudian mengajukan permohonan tentang Izin Mendirikan Bangunan ke Bagian
Tata Usaha untuk membuat agenda/pendaftaran
8. Bagian Tata Usaha mengajukan ke Kepala Dinas untuk disposisi

Laporan Akhir
IV - 27
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

9. Kemudian diserahkan ke Subdin Tata Ruang / Tata Kota dan Subdin Perizinan
Bangunan untuk pembuatan peta situasi bangunan dan pemeriksaan kelengkapan
permohonan.
10. Diserahkan ke bagian Administrasi untuk kelengkapan Administrasi
11. Setelah Administrasi lengkap dilakukan penelitian teknis dan penetapan biaya retribusi
12. Pemohon menyetorkan retribusi ke Bendaharawan kemudian disetorkan ke kas
Daerah
13. Setelah itu dibuatkan penyiapan SIMB
14. Walikota memberi persetujuan dan menandatangani SIMB
15. SIMB di serahkan ke Dinas Tata Kota dan Permukiman untuk regristasi dan
penyerahan SIMB ke Pemohon

Laporan Akhir
IV - 28
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Bagan Alir Prosedur Izin Mendirikan Bangunan


A PEMOHON
D BAGIAN TATA
Permohonan Advice Planning
V (Melampirkan Fotocopy KTP Agenda Pendaftaran
I dan Sertifikat tanah)
C
E SUBDIN
TATA RUANG/TATA
KEPALA DINAS
P Pemeriksaan Kelengkapan Diposisi
Pemohonan
L
A
N Pengukuran Situasi
Lapangan
N
I
Advice Planning (Surat
N Keterangan Rencana
G Peruntukan)
PERENCANA /
KONSULTAN
Pemohon Pembuatan Gambar
Bangunan dan Persyaratan
I
Z PERMOHONAN BAGIAN TATA USAHA
IZIN MENDIRIKAN
I BANGUNAN (IMB) Agenda Pendaftaran
N

M KEPALA DINAS
E SUBDIN PERIZINAN Disposisi
BANGUNAN
N
D Pemeriksaan Kelengkapan
SUBDIN TATA
Permohonan
I RUANG/ TATA KOTA
R Pembuatan Peta Situasi
I Penelitian Administrasi Bangunan
K
A Penelitian Teknis
N
PEMOHON
B Penetapan Biaya Retribusi
A Penyetoran Retribusi
N Penyiapan SIMB
G BENDAHARAWAN
U Penerimaan Retribusi
N WALIKOTA Penyetoran ke Kas Daerah
A Persetujuan /
N penandatanganan SIMB

(IMB) DINAS TATA KOTA


DAN PERUKIMAN PEMOHON
Regristrasi dan
Penyerahan SIMB

Laporan Akhir
IV - 29
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 4.2
DASAR PEMBEBANAN BIAYA IMB

Jenis Bangunan Bangunan semi


No Fungsi Bangunan
Bangunan Permanen Permanen

1 Hunian Rumah Tinggal Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Rumah Tinggal Deret Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Rumah Susun Apartemen Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Rumah Tinggal Villa Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

2 Usaha Perkantoran Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Perdagangan Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Perhotelahan Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Industri Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Bioskop Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Pariwisata dan Rekreasi Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Laporan Akhir
IV - 30
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Jenis Bangunan Bangunan semi


No Fungsi Bangunan
Bangunan Permanen Permanen

Terminal Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Penyimpanan Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Jenis Bangunan Bangunan semi


No Fungsi Bangunan
Bangunan Permanen Permanen

3 Sosial & Pendidikan Lantai 1 Lantai 1


Budaya Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Pelayanan Kesehatan Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Olah Raga Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Kebudayaan Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Pelayanan Umum Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Panti Asuhan Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

4 Keagamaan Tempat Ibadah Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Laporan Akhir
IV - 31
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Jenis Bangunan Bangunan semi


No Fungsi Bangunan
Bangunan Permanen Permanen

Pesantren Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Sejenisnya Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

5 Khusus Reaktor Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Menara Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Tower Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Tugu Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Militer Lantai 1 Lantai 1


Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

Sejenisnya yang diputuskan Lantai 1 Lantai 1


oleh Menteri Terkait Lantai 2 Lantai 2
Lantai 3 Lantai 3
Lantai 4 Keatas Lantai 4 Keatas

6 Pagar Melindungi Tanah Per M Per M

Sejenis Per M Per M

4.1.8 IZIN GANGGUAN

Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah No


20 Tahun 1997 bahwa tempat usaha pada lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya,
kerugian dan gangguan perlu mendapatkan izin gangguan dari walikotamadya. Pemberian

Laporan Akhir
IV - 32
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

izin diberikan kepada orang atau badan yang akan mendirikan sebuah usaha dalam
memanfaatkan tata ruang dan penggunaan sumber daya alam dalam rangka untuk
menjaga kelestarian lingkungan.
Setiap usaha mendirikan bangunan/usaha perlu adanya izin gangguan dengan
tujuan untuk menata lokasi tata ruang agar tercipta lingkungan yang tertib, aman dan
nyaman.
Untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya pemerintah telah menetapkan
syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau badan ketika hendak mengajukan
izin gangguan. Pengurusan Izin Gangguan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Surat permohonan yang ditandatangani permohon diatas materei Rp. 6000 diketahui
Lurah/Geuchik setempat dimana lokasi didirikan bangunan.
2. Photo copy KTP yang masih berlaku
3. Retribusi sampah dari Dispenda
4. Retribusi Kartu Tabung Racun Api
5. Rekomendasi dari Camat
6. Photo Copy Akte Perusahaan
7. Status tempat usaha
8. Bukti Lunas PBB
9. Fotocopy SITU (Surat Izin Tempat Usaha)
10. Izin HO (Izin Gangguan) dari Bagian Hukum
11. Rekomendasi Dinas Informasi & Komunikasi
12. Rekomendasi Dinas Kesehatan/Kartu Kier Kesehatan
13. Rekomendasi dari Polres
14. Rekomendasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
15. Rekomendasi dari Dinas Peternakan
16. Rekomendasi dari Dinas Industri dan Perdagangan
17. Rekomendasi dari Dinas LLAJ
18. Rekomendasi dari Majelis Permusyawaratan Ulama
19. Rekomendasi dari Bapelda

Prosedur proses perizinan gangguan melalui tahapan-tahapan yang harus dipatuhi


oleh orang atau badan untuk mempercepat prosesnya dan demi kelancarannya, tahapan
dalam pengurusan Ijin Gangguan tampak dalam diagram dibawah ini :

Laporan Akhir
IV - 33
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Bagan Alir Proses Izin Gangguan

Surat Permohonan

Bagian Umum

Asisten I

1. Foto Copy KTP


Bagian Hukum 2. Status tempat usaha
3. Akta pendirian dari Notaris
4. Rekomendasi dari Camat
5. Gambar Situasi /sket Lokasi Usaha
Syarat-syarat 6. Tanda Lunas Retribusi Sampah
7. Kartu Pemadam Kebakaran
8. Tanda Lunas PBB
9. Rekomendasi dari instansi yang
berkaitan dengan jenis usaha

Bagian hukum
Peninjauan Lapangan Bagian Ekonomi
Bagian Paperda
Dinas Tata Kota
Pemadam

Berita Acara Diterima/ditolak


Peninjauan

Diterima

Pengumuman 30 hari
sejak ditanda tangani

Rekomendasi Lurah Keberatan dari Ditindaklanjuti ke


“Tergantung Pemohon” masyarakat Walikota

Retribusi HO
pada Bank

Paraf :
SK Walikota 1. Kabag Hukum
2. Asisten tata praja
3. Sekda

Laporan Akhir
IV - 34
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Pengklasifikasian biaya pembebanan izin gangguan berdasarkan pembebanannya


adalah sebagai berikut :

a. Obyek pembebanan perusahaan industri

No Jenis Usaha
1 Elektro motor, tenaga uap air, uap gas, uap bertekanan tinggi

2 Membuat, mengerjakan dan menyimpan mesin dan bahan peledak lainnya,


termasuk tempat menyimpan petasan

3 Membuat ramuan kimia, termasuk pabrik korek api


4 Memperoleh, mengerjakan dan menyimpan bahan-bahan astiri (Vluchting) atau
mudah menguap
5 Penyulingan kering dari bahan tumbuh-tumbuhan dan hewani, termasuk pabrik gas

6 Mengerjakan lemak-lemak dan damar


7 Menyimpan dan mengerjakan sampah
8 Tempat pengeringan gandum/kecambah, pabrik bir, tempat pembuatan minuman
keras dengan pemanasan, tempat penyulingan spritus dan cuka, perusahaan
pemurnian, pabrik tepung, perusahaan roti, pabrik strup buah-buahan
9 Tempat pembantaian, tempat pengulitan, perusahaan pengubahan jerohan, tempat
penjemuran, tempat pengasapan bahan-bahan hewani, tempat penyamakan kulit
10 Pabrik porselin, pabrik pecah belah, tempat pembuatan batu merah, genteng, ubin,
dan tegel, tempat pembakaran gamping, gipsa dan pembasahaan

11 Tempat pencairan logam, tempat pengecoran logam, tempat pertukangan besi,


tempat penempahan logam, tempat pemipihan logam, tempat pertukangan
kuningan dan kaleng, tempat pembuatan ketel
12 Tempat penggilingan tras, penggergajian kayu, pabrik minyak

13 Galangan kapal kayu, tempat pembuatan barang dari batu dan penggergajian batu,
tempat pembuatan gilingan dan kereta, tempat pembuatan tong, tempat
pertukangan kayu
14 Pabrik tapioka
15 Pabrik untuk mengerjakan karet, getah perca, bahan-bahan yang mengandung zat
karet
16 Perusahaan kawasan industri

Laporan Akhir
IV - 35
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

b. Obyek pembebanan bukan perusahaan industri

No Jenis usaha
1 Tempat persewaan kendaraan, perusahaan susu
2 Tempat penembakan
3 Gudang penggantungan tembakau
4 Gudang kapuk, perusahaan batik
5 Warung dalam bangunan tetap, tempat usaha lain yang dapat menimbulkan
bahaya atau gangguan
6 Usaha rekreasi dan hiburan umum seperti :
Taman gelanggang renang, pemandian alam, padang golf, kolam pancing,
gelanggang permainan ketangkasan, gelanggang bowling dan bilyard, klub
malam, diskotik, panti pijat, panti mandi uap, bioskop, pusat pasar seni, dunia
fantasi theater atau panggung terbuka dan tertutup, taman satwa pentas
pertunjukan satwa, usaha fasilitas wisata tirta, usaha sarana fasilitas olah
raga, balai pertemuan, barber shop, salon kecantikan, pusat kecantikan, pusat
kesegaran jasmani, fitnes center
7 Rumah makan, restoran, bar
8 Hotel berbintang, hotel melati, penginapan remaja
9 Tempat penyelenggaraan musik hidup, tempat penyelenggaraan musik
tradisional atau sejenisnya
10 Ruang/gedung/tempat penyimpanan/penimbunan barang-barang dagangan

11 Perusahaan konveksi dengan menggunakan 5 mesin atau lebih


12 Perusahaan percetakan yang tidak menggunakan mesin penggerak

13 Pengelolaan gedung-gedung perkantoran/pertokoan, pusat perbelanjaan


(plaza)
14 Apotik
15 Klinik spesialis/rumah sakit bersalin/rumah sakit
16 Perusahaan studio rekaman
17 Penjualan minyak pelumas eceran termasuk service ganti penjualan minyak
pelumas
18 Tempat penyimpanan/garasi/pool kendaraan angkutan barang maupun orang

19 Tempat penyimpanan/pool kontainer


20 Tempat penyimpanan dan penjualan bahan-bahan kimia
21 Tempat penyimpanan dan penjualan karbit

Laporan Akhir
IV - 36
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No Jenis usaha
22 Tempat penyimpanan dan penjualan eceran minyak tanah, minyak solar,
premium, residu, spritus, alkohol, gas elpiji dan sebagainya
23 Bengkel sepeda dan sepeda motor
24 Bengkel perbaikan mesin
25 Perbaikan / service accu dan dinamo
26 Tempat penampungan dan penjualan kertas-kertas bekas, besi bekas, kayu
bekas, plastik bekas, dan barang-barang bekas lainnya.
27 Tempat peternakan unggas, sapi, sapi perah, dan sejenisnya
28 Pengepakan barang-barang dagangan, sortasi perusahaan ekspedisi

29 Warung nasi, mie, bakso, sate dan sejenisnya termasuk warung es/ice cream

30 Ruang pamer kendaraan bermotor (show room)


31 Tempat pencucian kendaraan bermotor (sepeda motor, mobil dll)
32 Tempat penyimpanan/mengolah/mengerjakan barang-barang hasil laut, hasil
bumi dan hasil hutan
33 Tempat pembuatan makanan dan minuman
34 Tempat penjualan barang dagangan dan usaha lainnya

4.1.9 IZIN TEMPAT USAHA

Tempat usaha adalah tempat yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha
secara teratur dan terus menerus dalam rangka memperoleh keuntungan. Karena usaha
yang berjalan secara terus-menerus inilah maka perlu adanya izin tempat usaha agar
sesuai dengan perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pemberian izin usaha dimaksudkan untuk mengatur, mengawasi dan
mengendalikan serta menata kegiatan usaha agar sesuai dengan peruntukan kawasan
dan zona yang diatur dalam Rencana Tata Ruang.
Dengan adanya izin usaha bertujuan untuk mengatur tata tertib juga untuk
mengatur pelaksanaan usaha itu sendiri agar tertib dan aman sehingga tidak
mengganggu kelestarian lingkungan. Dalam melakukan aktifitas usaha bagi orang
perorang atau badan agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota
Untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya pemerintah telah menetapkan
syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau badan ketika hendak mengajukan
izin tempat usaha.
Laporan Akhir
IV - 37
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Adapun syarat-syarat mendirikan izin tempat usaha adalah sebagai berikut :


1. Surat permohonan bermaterai Rp. 6000
2. Foto Copy KTP
3. Pas Foto
4. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tahun Berjalan
5. Akte Pendirian Perusahaan/Perubahannya (Berbadan Hukum)
6. Status Tempat Usaha
7. Rekomendasi dari Dinas Tata Kota dan Pemukiman Kota
8. Rekomendasi dari Camat

Berikut ini syarat-syarat sesuai dengan kegiatan bidang usaha :

No Nama Usaha Syarat


1 Restoran, rumah makan, 1. Melampirkan Kartu Kir rekomendasi dari Dinas
katering dan kedai kopi Kesehatan, dan
2. Izin gangguan (HO)
2 Rumah kecantikan, 1. Rekomendari dari Polisi Resort
Wisma pangkas 2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan
Ulama
3. Kartu Kir dari Dinas Kesehatan
4. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan
5. Izin Gangguan (HO)
3 Video game, Play station 1. Rekomendari dari Polisi Resort
2. Rekomendasi dari Dinas Pendidikan
3. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan
4. Izin Gangguan (HO)
4 Rental, Jual VCD 1. Rekomendari dari Polisi Resort
2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan
Ulama
3. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan
4. Izin Gangguan (HO)
5 Rumah Bilyard 1. Rekomendari dari Polisi Resort
2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan
Ulama
3. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan
4. Izin Gangguan (HO)
6 Warnet dan Internet 1. Rekomendari dari Polisi Resort
2. Rekomendasi dari Dinas Informasi dan
Komunikasi

Laporan Akhir
IV - 38
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No Nama Usaha Syarat


3. Izin Gangguan (HO)
7 Depot obat 1. Rekomendari dari Dinas Kesehatan
2. Pas Foto 3 x 4 sebanyak 4 lembar
3. Surat izin kerja asisten apoteker
4. Surat pernyataan asisten apoteker
5. Izin Gangguan (HO)
8 Apotik 1. Izin apotik dari Dinas Kesehatan Provinsi
2. Izin Gangguan (HO)
9 Rumah sakit, 1. Izin pendirian dari Dinas Kesehatan Provinsi
rumah bersalin, 2. Izin Gangguan (HO)
Klinik
10 Industri, Pabrik makanan 1. Rekomendari dari Dinas Perindustrian dan
atau minuman perdagangan
2. Kartu Kir dan Rekomendasi dari Dinas
Kesehatan
3. Izin Gangguan (HO)
11 Koperasi 1. Melampirkan Akte Pendirian / Akte Perubahan
12 Bengkel, Doorsmer, 1. Melampirkan izin gangguan (HO)
Ruang penyimpanan,
Pergudagangan,
Penimbunan minyak Oli,
gas/elpiji
Percetakan
13 Mobil 1. Melampirkan rekomendasi dari Dinas
barang/penumpang Perhubungan
14 Usaha Burung Walet 1. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan
2. Rekomendasi dari Bapelda
3. Izin Gangguan (HO)
15 Perhotelan, Losmen, 1. Rekomendasri dari Majlis Permusyawaratan
Penginapan, Wisma Ulama
2. Pajak hotel dan restoran tahun berjalan
3. Izin gangguan (HO)
4. Surat Pernyataan Pimpinan Perusahaan

Pengklasifikasian biaya pembebanan tempat usaha berdasarkan pembebanannya


adalah sebagai berikut :

Laporan Akhir
IV - 39
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No Klasifikasi Jenis Usaha


1 Peralatan kantor dan Sekolah 1. Jual buku, majalah, koran
2. Jual ATK, alat-alat sekolah, foto copy
2 Penjahit dan konveksi 1. Jual kain / pakaian
2. Jual sepatu
3. Penjahit pakaian / taylor
3 Assesoris 1. Jual kaca mata
2. Jual jam
3. Jual kaca
4. Jual keramik dan sejenisnya
5. Jual barang antik
6. Jual mainan anak-anak
7. Jual mas dan perak
8. Jual souvenir
4 Kebutuhan rumah tangga / 1. Jual perabotan kayu
kantor 2. Jual perabot aluminium
3. Jual beli barang bekas
4. Jual kelontong, rempah-rempah
5. Jual barang elektronik
6. Jual alat-alat olah raga
7. Jual alat-alat musik
8. Photo studio
9. Doby
5 Kesehatan 1. Depot obat
2. Apotik
3. Praktek dokter
4. Klinik
5. Rumah Sakit
6. Tukang Gigi
7. Jual alat-alat kesehatan
8. Fitness center
6 Telkom dan Publikasi 1. Wartel
2. Kios phon
3. Warnet
4. Jaringan Telekomunikasi
5. Pemancar TV
6. Pemancar radio
7. Jual alat-alat komunikasi/HP
8. Entertaintments
9. Periklanan
7 Rental 1. Alat-alat musik
2. Perlengkapan pesta

Laporan Akhir
IV - 40
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No Klasifikasi Jenis Usaha


3. Komputer, VCD, play station, Video game
4. Mobil dan
5. Kendaraan bermotor
8 Pertambangan dan Energi 1. SPBU
2. Jual gas elpiji
3. Jual minyak Oli
4. Penimbunan Minyak dan sejenis
9 Dealer, distributor dan 1. Dealer mobil
perbengkelan 2. Dealer kendaraan bermotor
3. Jual sepeda
4. Jual suku cadang kendaraan
5. Bengkel mobil
6. Bengkel kendaraan bermotor
7. Bengkel las dan cat
8. Bengkel sepeda
9. Doorsmer
10. Distributor
10 Rumah kecantikan 1. Salon wanita
2. Wisma pangkas pria
3. Jual alat-alat kecantikan
11 Makan dan minuman 1. Restoran
2. Catering
3. Rumah makan
4. Kedai kopi
12 Pertanian dan peternakan 1. Jual bunga/bibit tanaman
2. Jual pupuk/obat-obatan tanaman
3. Jual ikan hias/burung
4. Jual makanan ternak/ikan
5. Jual daging
6. Penangkapan udang
7. Hitchery/pembibitan Udang, ikan
8. Usaha burung walet
13 Biro/jasa umum 1. Jasa konstruksi, leveransiter, export - import
2. Percetakan, penerbitan
3. Jasa konsultasi
4. Konsultan hukum, pengacara, notaris
5. Jasa pengadaan tenaga kerja
6. Jasa pendidikan/kursus
7. Akuntan publik
8. Biro perjalanan
9. Biro pengurusan surat-surat dan cargo

Laporan Akhir
IV - 41
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

No Klasifikasi Jenis Usaha


10. Penukaran valas, pegadaian
11. Asuransi
12. Koperasi
14 Bidang kepariwisataan 1. Perhotelan berbintang
2. Hotel melati
3. Wisma/penginapan/losmen
4. Pengelolaan fasilitas wisata
5. Meseum
6. Kebun binatang
7. Bioskop
8. Tempat hiburan anak-anak
9. Rumah bilyard
15 Perbankan 1. Jasa perbankan
16 Market/Maal 1. Mall
2. Super market
3. Mini market
17 Gudang 1. Ruang penyimpanan
2. Pergudangan
18 Reperasi 1. Alat-alat elektronik
2. Alat-alat mekanikal
3. Alat-alat manual
19 Industri 1. Pembuatan sepatu/sol
2. Pembuatan tempe/tahu
3. Pengolahan air mineral
4. Bahan bangunan
5. Makanan/minuman
6. Obat-obatan
7. Panglong kayu/kayu olahan
8. Tekstil
20 Transportasi 1. Angkutan barang
2. Angkutan penumpang

4.1.10 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Pelaksanaan kegiatan pembangunan ditingkat pusat dan daerah baik yang


dilaksanakan pemerintah maupun yang dilaksanakan oleh masyarakat seharusnya
bersesuaian atau tidak bertentangan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan,
begitu diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan
Ruang. Didalam realita kehidupan sehari-hari sering didapati kenyataan terjadi
Laporan Akhir
IV - 42
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

pelanggaran kegiatan pembangunan yang dilaksanakan dengan cara melanggar rencana


tata ruang yang telah ditetapkan sebagai produk hukum.
Pelanggaran terhadap rencana tata ruang dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya dapat disebabkan karena faktor-faktor teknik, administrasi, politis dan
ekonomi terutama karena kuatnya tekanan pasar, disamping dapat juga karena proses
perencanaan tata ruangnya tidak memperhatikan kecenderungan kebutuhan
perkembangan faktor-faktor tersebut diatas terutama faktor ekonomi. Oleh karena itu
dibutuhkan sebuah model kelembagaan dan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang
yang dapat mengakomodasikan rencana tata ruang disatu sisi dengan dinamika
kebutuhan pemanfaatan ruang disisi yang lain secara harmonis.
Tujuan utama pengendalian pemanfaatan ruang dengan demikian adalah untuk
menjamin pelaksanaan pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kunci utama keberhasilan pengendalian
pemanfaatan ruang adalah kualitas rencana tata ruang yang telah ditetapkan, yaitu
rencana tata ruang yang disamping memenuhi norma dan kaidah penataan ruang juga
rencana tata ruang tersebut harus difahami dan di terima (accept) oleh masyarakat dan
semua anggota stakeholder lainnya, dengan demikian proses perencanan tata ruang
adalah awal dari keberhasilan pengendalian pemanfaatan ruang.
Disamping tersedianya rencana tata ruang yang memadai kualitasnya, faktor lain
yang dapat menunjang keberhasilan pengendalian pemanfaatan ruang adalah tersedianya
perangkat-perangkat pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri dari perangkat
kelembagaan, perangkat kebijakan dan perangkat aktifitas. Perangkat kelembagaan dapat
berupa prinsip-prinsip dalam pengendalian pemanfaatan ruang yang tentunya akan
menjadi sistem nilai atau roh yang menggerakkan dan memberi inspirasi bagi praktek-
praktek pengendalian pemanfaatan ruang. Perangkat kelembagaan yang lain adalah
organisasi pengendalian pemanfaatan ruang lengkap dengan struktur organisasi dan job
description nya serta segala uraian tentang prosedur-prosedur yang berkaitan dengan
kegiatan teknis organisasi pengendalian pemanfaatan ruang.

Laporan Akhir
IV - 43
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

KERANGKA
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

REVISED PERENCANAAN
PLAN TATA RUANG

CORRECTIVE PEMANFAATAN
ACTION RUANG

PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG

KELEMBAGAAN KEBIJAKAN AKTIVITAS

PRINSIP-
PERIZINAN
PRINSIP

ORGANISASI INSENTIF PENGAWASAN

JOB DISKRIPSI DISINSENTIF PENERTIBAN

SIS DUR

Perangkat kebijakan juga dapat memberi kontribusi pada upaya pengendalian


pemanfaatan ruang, yaitu yang dapat berupa insentif dan disinsentif. Dengan kebijakan
pemberian insentif dimaksudkan adalah untuk memberikan kemudahan serta fasilitas
lainnya agar masyarakat dan anggota stakeholder yang lain tertarik untuk melaksanakan
pembangunan sesuai rencana tata ruang yang telah ditetapkan karena mendapatkan
keuntungan dengan adanya kebijakan insentif tadi. Sebaliknya kebijakan disinsentif
dimaksudkan agar masyarakat dan anggota stakeholder lainnya yang mencoba untuk
“memaksa” melanggar rencana tata ruang akan mendapatkan kerugian, kesulitan
ataupun kemudaratan yang lain dalam pembangunan yang dilaksanakannya, dengan
demikian diharapkan kebijakan disinsentif ini akan dapat menekan kuantitas dan kualitas

Laporan Akhir
IV - 44
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

kegiatan pembangunan dengan cara melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
Perangkat lainnya dalam pengendalian pemanfaatan ruang adalah aktifitas yang
lebih bersifat teknis, yaitu perangkat-perangkat perizinan, pengawasan dan penertiban.
Dengan perizinan diharapkan ada control terhadap rencana pembangunan yang akan
dilaksanakan oleh masyarakat karena mereka akan membangun sesuai ketentuan-
ketentuan yang sudah termaktub didalam klausula-klausula izin yang diberikan oleh
lembaga yang berwenang, sementara perizinan yang diberikan diharapkan untuk
menggunakan rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagai acuan atau rujukan,
dengan demikian diharapkan setiap aktifitas pembangunan yang berizin tidak melanggar
rencana tata ruang. Perangkat pengawasan merupakan aktifitas yang bersifat reguler,
dan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh lembaga pengendalian pemanfaatan ruang.
Perangkat ini secara sistematis akan mendeteksi perubahan pemanfaatan ruang melalui
laporan baik dari instansi yang bersifat sektoral maupun instansi yang bersifat
kewilayahan. Selain melalui laporan, kegiatan pengawasan juga akan secara aktif
melakukan kegiatan pemantauan (monitoring) langsung dilapangan. Hasil-hasil data dan
informasi yang didapat baik melalui proses pelaporan ataupun proses pemantauan
langsung dilapangan digunakan untuk melakukan evaluasi terjadinya pelanggaran atau
penyimpangan terhadap pelaksanaan pembangunan yang terjadi dilapangan. Hasil
evaluasi ini akan berupa analisis terhadap penyebab pelanggaran, luasnya atau kuantitas
serta kualitas pelanggaran, serta coverage akibat pelanggaran tersebut terhadap rencana
tata ruang yang telah ditetapkan, sehingga rekomendasi dari hasil evaluasi ini akan
dapat berupa rekomendasi penyempurnaan terhadap rencana tata ruang, serta upaya-
upaya penertiban pelaksanaan pemanfaatan ruang.

Organisasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Pengendalian pemanfaatan ruang sebagai bagian dari proses penataan ruang
selama ini lebih banyak didominasi oleh pemerintah. Pengendalian pemanfaatan ruang
secara makro di daerah dilaksanakan oleh Bapekab/Bapeko melalui proses pelaporan,
pemantauan dan evaluasi. Sementara proses pengendalian pemanfaatan ruang secara
lebih mikro dan teknis pada umumnya dilaksanakan oleh Dinas Tata Kota terutama
melalui proses perizinan, pengawasan dan penertiban. Semua masukan proses
pengendalian pemanfaatan ruang selain melalui proses pemantauan langsung dilapangan,
pada umumnya diperoleh dari instansi kewilayahan seperti Kantor Kelurahan, Kantor Desa
Laporan Akhir
IV - 45
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

dan Kantor Kecamatan. Karena pusat-pusat kegiatan pengendalian berada pada lapisan
kedua atau ketiga dari struktur organisasi pemerintahan daerah, maka independensi
kegiatan pengendalian ini tentu sulit dilaksanakan untuk menghadapi tekanan politis oleh
kekuasaan diatasnya.
Keterlibatan masyarakat dan anggota stakeholder lainnya dalam penataan ruang
terutama pengendalian pemanfaatan ruang, dirasakan masih terlalu rendah kalau tidak
boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Kedepan perlu dipertimbangkan untuk
mengembangkan sebuah model organisasi pengendalian pemanfaatan ruang yang
menghadirkan keterlibatan masyarakat dan anggota stakeholder lainnya secara lebih
intensif untuk mengakomodasi sikap, pikiran dan pendapat mereka, sehingga proses
pemanfaatan ruang dapat berjalan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan sebagai bagian dari upaya mencapai kesejahteraan masyarakat.

4.2 INDIKASI PROGRAM

Indikasi program ini adalah penjabaran dari rencana tata ruang yang telah
dirumuskan pada bab sebelumnya. Program-program ini disusun untuk jangka waktu 10
tahun, yiatu tahun 2007 – 2016. Dalam pelaksanaannya program-program tersebut
dijabarkan ke dalam dua tahap, yiatu tahap I untuk jangka waktu lima tahun pertama
(2007 – 2011) dan tahap II untuk jangka waktu lima tahun ke dua (2012 – 2016), dimana
pentahapannya program didasarkan atas skenario pengembangan Kota Banda Aceh.
Adapun substansi program yang didasarkan atas skenario pengembangan Kota Banda
Aceh adalah:
ƒ Indikasi program tahap I meliputi:
o rehabilitasi dan pengendalian pembangunan di Utara Banda Aceh
o revitalisasi dan pengembangan terbatas pada pusat kota lama
ƒ Indikasi program tahap II meliputi pengembangan kota ke bagian selatan Banda Aceh
Selanjutnya, program-program yang telah dirumuskan dikelompokkan ke dalam
berbagai bidang pembangunan, sehingga nantinya akan memudahkan dalam
pengimplementasiannya oleh dinas atau badan terkait. Karena masih merupakan indikasi,
maka program-proram ini masih bersifat makro dan perlu dijabarkan lagi ke dalam
kegiatan-kegiatan yang lebih detail lagi untuk implementasinya. Adapun rumusan indikasi
program pengembangan Kota Banda Aceh tahun 2007- 2017 dijelaskan pada Tabel 4.1
berikut ini.

Laporan Akhir
IV - 46
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

TABEL 4.3
INDIKASI PROGRAM PENGEMBANGAN
KOTA BANDA ACEH TAHUN 2007 – 2016

Jangka Waktu
Lembaga
No. Indikasi Program 2007 - 2012 - Pelaksana
2011 2016
A. Bidang Hukum dan Kelembagaan:
1. Penyusunan Qonun Rencana Tata Ruang
ƒ Bidang
Wilayah Kota Banda Aceh 2007 – 2017
Hukum
2. Penyusunan Regulasi zoning Kota Banda
Pemerintah Kota
Aceh
Banda Aceh
3. Peningkatan kuantitas dan kualitas staf
ƒ Bappeko
pemerintah di bidang penataan ruang
B. Bidang Lingkungan Hidup:
1. Rehabilitasi kawasan pesisir
ƒ Bappeko
2. Pengembangan kawasan hutan bakau
ƒ Dinas
3. Pengembangan hutan kota Lingkungan
4. Pengembangan kegiatan wisata terbatas di Hidup
kawasan konservasi
Bidang Tata Ruang dan Perumahan
C.
Permukiman:
1. Rehabilitasi permukiman di daerah yang
ƒ Bappeko
dilanda tsunami
ƒ Dinas PU
2. Rehabilitasi dan pengendalian
ƒ Dinas Tata Kota
pengembangan pusat kota lama
ƒ Dinas
3. Pengembangan pusat permukiman baru di
Permukiman
bagian selatan kota
4. Mengkoordinasi pengembangan Kota ƒ Bappeko
Banda Aceh dengan Kabupaten Aceh ƒ Bappeda Kab
Besar Aceh Besar
d. Bidang Transportasi
1. Pembangunan jalan Lingkar Utara
2. Pengembangan jalan lingkar luar sisi
Selatan • Bappeko
3. Pengembangan Jalan Poros Barat-Timur • Dinas Prasarana jalan
dan Sumber Daya Air
4. Pengembangan escape dan relief road
• Dinas PU
5. Pembangunan Terminal Penumpang Tipe
A
6. Rehabilitasi dan Pengembangan terminal-
terminal lama
• Dinas Perhubungan
7. Rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan • Administrator
pelabuhan
e. Bidang Prasarana Kota
1. Rehabilitasi seluruh sarana dan prasarana
sistem penyediaan air bersih • PDAM Tirta Daroy
2. Peningkatan pelayanan air bersih • Dinas Prasarana jalan
dan Sumber Daya Air

Laporan Akhir
IV - 47
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016

Jangka Waktu
Lembaga
No. Indikasi Program 2007 - 2012 - Pelaksana
2011 2016
3. Pengembangan Instalasi Pengolahan Air
Minum
4. Peningkatan pelayanan Instalasi
Pengolahan Air Lambaro
5. Rehabilitasi dan pemeliharaan TPA
ƒ Bappeko
(Tempat Pembuangan Akhir) Sampah
ƒ Dinas PU
lama ƒ Dinas Kebersihan
6 Pengembangan TPA Baru
7. Rehabilitasi jaringan drainase yang telah
ada
• Bapeko (Badan
8. Pengembangan sistem drainase baru
Perencanaan Kota
9. Pengembangan Flood Canal di bagian • Dinas Prasarana jalan
selatan kota dan Sumber Daya Air
• Dinas PU
10. Optimalisasi dan Normalisasi sungai
11. Membangun retarding basin dan retarding
pond
12. Rehabilitasi dan peningkatkan pelayanan
PLN Kota Banda Aceh
Listrik
13. Rehabilitas dan Peningkatkan pelayanan
PT. TELKOM
telekomunikasi
f. Bidang Fasilitas Kota
1. Pengembangan kuantitas dan kualitas
fasilitas pendidikan • Bapeko
2. Pengembangan kuantitas dan kualitas • Dinas Pendidikan
fasilitas kesehatan • Dinas Kesehatan
• Dinas Sosial
3. Pengembangan kuantitas dan kualitas
fasilitas peribadatan

Laporan Akhir
IV - 48
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN ZONING REGULATION
1. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Barat

TABEL :1.1
UNIT ZONING REGULATION :P.1 (PESISIR BANDA ACEH BARAT)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE
ZONA : A / PESISIR (COASTAL ZONE)
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
- Ruang Hijau RH Hutan Mangrove (Hutan Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan - -
- Perikanan dan Lindung) banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis
Tangkap IT pantai.
Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia
100% populasi mangrove minimal 72 m.
Perikanan Tangkap/ Perikanan Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai - -
Samudera Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.

:1.2
TABEL
UNIT ZONING REGULATION : A.1 (KAWASAN KONSERVASI MEURAXA BARAT)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE
ZONA : B / ECO-ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Ruang RT Konservasi: 40% Di daerah genangan sekitar muara sungai Krueng Nieng mulai dari
Terbuka - Zona hijau/pond sepanjang Jl. Lok Nga, hingga ke selatan pada Jalan Lingkar Utara,
0% -
- Wisata berupa pond dan taman sebagai daerah resapan air di sekitarnya,
sehingga juga berfungsi sebagai pariwisata.
Perumahan PT Perumahan dengan tingkat 30% Di sekitar Jl. Iskandar Muda dan bagian barat Jl. Lok Nga (pertemuan
Terbatas kepadatan rendah, kategori dengan Jl. Tgk. Abd. Rahman Meunasah Meucab), kelurahan Lamjene.
30 – 40% 0,6-0,8
rumah sederhana dan sangat
sederhana
Pertambakan IB Zona tambak 20% Di daerah muara Krueng Nieng berbatasan dengan kawasan Zona
hijau, berupa kawasan tambak budidaya. 0% -
TABEL :1.3
UNIT ZONING REGULATION : A.2 (KAWASAN PELABUHAN ULEE LHEUE)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE
ZONA : B / ECO-ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI RUANG
DIPERBOLEHKAN
KDB KLB
Pelabuhan PL Pelabuhan Penyeberangan 100% Di kelurahan Ulee Lheue.:
Barang dan Penumpang serta - Pelabuhan Ferry 10% 0,2
fasilitas penunjangnya - Pelabuhan Samudera 20% 0,8
- Pergudangan 30% 0,3
Tsunami TH - Landmark/Monumen Tsunami 10% Di daerah genangan sekitar muara sungai Krueng Nieng mulai dari
Heritage dan - Kawasan Wisata sepanjang jalan Lok Nga, hingga ke selatan pada Jalan Lingkar Utara,
10% 0,2
Wisata berupa Landmark/Monumen Tsunami.

TABEL :1.4
UNIT ZONING REGULATION : A.3 (KAWASAN PENGEMBANGAN MEURAXA UTARA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE
ZONA : B / ECO-ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Ruang RT Konservasi dan Pariwisata 20% Merupakan barier/pembatas antara zona tambak dan permukiman
Terbuka - Zona hijau/Pond terbatas, berada di antara jalan Rama setia dan Jl. Iskandar Muda 0% -
- Wisata

Perikanan IB Zona Perikanan Tambak 20% Di dataran yang tergenang antara Jl. Rama Setia dan Jl. Lingkar Utara
0% -
Budidaya serta dibatasi zona hijau di sebelah selatan.
Permukiman PT Permukiman dengan tingkat 20% Di sepanjang sisi Timur Jl. Iskandar Muda dan di sepanjang Jalan Rama
Terbatas kepadatan rendah Setia 30 – 40% 0,6-0,8
TABEL :1.4
UNIT ZONING REGULATION : A.3 (KAWASAN PENGEMBANGAN MEURAXA UTARA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE
ZONA : B / ECO-ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Zona Perairan RT Konservasi 40% Di sekitar daerah tergenang pada kelurahan Gampong Jawa, Gampong
- Hutan Mangrove Pande dan Deah Teungoh 0% -
- Pond
TABEL :1.5
UNIT ZONING REGULATION : A.4 (SUB PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN JAYA BARU)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JAYA BARU
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: 5% Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien di sekitar pertemuan dengan
- Pelayanan Umum Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dan Jl. Soekarno Hatta di 30 – 50% 0,8 – 2,4
- Perkantoran Swasta sebelah Barat
Perkantoran Pemerintahan 5% Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien yang dibatasi Sungai Krueng
35 – 40% 0,8 – 1,4
Nieng di sebelah Timur.
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 10% Di sepanjang Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab: Di sepanjang sisi
- Pelayanan Umum Jl. Jenderal Sudirman dan Jl. Soekarno - Hatta
30 – 60% 0,3 – 2,4
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat 70 % Di sisi Barat Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab hingga Sungai
kepadatan sedang. Krueng Nieng dengan tingkat kepadatan sedang, di Kawasan antara jl.
- Perumahan dengan tingkat Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dengan Sungai Krueng Nieng.
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
40 – 50% 0,8 – 1,0
sampai dengan rumah sangat
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun

Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 5% Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Nieng dan Krueng Daroy dengan
0% -
lebar 10 – 50 m
Pelayanan Kota PK - Sarana Pendidikan 5% Di antara Jl. Cut Nyak Dhien dan Jl. Nasruddin Daud, Di sepanjang sisi
- Fasilitas Peribadatan Jl. Teuku Umar 30 – 40% 1,2 -0,8

Perdagangan PJ Pertokoan 15% Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar


60% 1,8
Jasa
TABEL :1.6
UNIT ZONING REGULATION : A.5 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS JAYA BARU TIMUR)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JAYA BARU
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran Swasta 2% Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien yang dibatasi Sungai Krueng
Nieng di sisi Barat dan Jl. Jendral Sudirman di sisi Timur. 30 – 50% 1 – 2,4

Perdagangan PJ Pertokoan 5% Berada di sepanjang jalan Teuku Umar yang dibatasi anatara Jl.
Jasa Jenderal Sudirman dan sungai Krueng Doy. Dan juga berada di
60% 1,8
sepanjang Jl. Iskandar Muda sisi timur yang dibatasi antara jalan
lingkar utara dan sungai krueng Doy
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 5% Di sepanjang Jl. Surien yang berada di antara Jl. Pemancar dan Jl. H.
- Fasum dan Fasos Abu Bakar, serta pada Jl Surien yang berbatasan dengan Jl. Iskandar 30 – 60% 0,3 – 2,4
Muda.
Permukiman PT Perumahan dengan tingkat Pada daerah Punge Ujong yang berada diantara jalan lingkar utara dan
Terbatas kepadatan rendah 10 % Jl. Iskandar Muda, dibatasi Jl. Pendidikan pada sisi selatan. 30 – 40% 0,6-0,8

Permukiman P Perumahan dengan tingkat Dibatasi sungai Krueng Nieng pada sisi Barat, Jl. Teuku Umar pasa sisi
kepadatan sedang 60% selatan, Sungai Krueng Doy dan Jl. Iskandar Muda di sisi Timur serta 40 – 50% 0,8 – 1,0
jalan lingkar utara pada sisi Utara.
Tsunami TH - Landmark 3% Berupa Monument PLTD Apung, yang diarahkan untuk kegiatan wisata
Heritage dan - Wisata bersejarah bersejarah. 10% 0,2
Wisata
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Krueng Doy dengan lebar 10 – 50 m.
0% -
Pelayanan Kota PK Sarana Pelayanan Kota Berupa terminal kelas B yang melayani antar kota dalam propinsi.
10% 0,2
Transportasi Berada di Jl Teuku Umar.
Sarana Pendidikan 5% Di sepanjang Jl. Surien yang berada di antara Jl. Pemancar dan Jl. H.
Abu Bakar 30 – 40% 1,2 -0,8
TABEL : 1.7
UNIT ZONING REGULATION : A.6 (KAWASAN PERMUKIMAN MEURAXA TIMUR)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JAYA BARU
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perdagangan PJ Pertokoan 10% Di sepanjang Jl. Iskandar Muda bagian Utara yang berbatasan dengan
Jasa Jl. Lingkar Utara dan di Jl. Habib Abdurrahman yang berada di sisi 60% 1,8
Barat Krueng Doy.
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 5% Berada di sepanjang Jl.Habib Abdurrahman dibatasi oleh jalan lingkar
- Pelayanan Umum utara dan sungai krueng Doy
30 – 60% 0,3 – 2,4
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
PermukimanTe PT Perumahan dengan tingkat 20 % Pada wilayah Lampaseh Aceh yaitu di sisi selatan jalan lingkar Utara
rbatas kepadatan rendah dan diantara Jl. Iskandar Muda dan Jl.Habib Abdurrahman. 30 – 40% 0,6-0,8

Permukiman P Perumahan dengan tingkat 50% Pada wilayah Punge Jurong yang dibatasi sungai Krueng Doy pada sisi
kepadatan sedang selatan dab berada diantara Jl. Iskandar Muda dan Jl.Habib 40 – 50% 0,8 – 1,0
Abdurrahman.
Ruang RT Konservasi: 5% Di sebelah utara berbatasan dengan jalur lingkar utara
Terbuka - Zona hijau/pond 0% -
- Wisata
Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Krueng Doy berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50
m dan Hutan Kota yang merupakan buffer antara kawasan 0% -
permukiman dan tambak yang berada di Deah Baro
2. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Utara

TABEL : 2.1
UNIT ZONING REGULATION : P.2 (PESISIR BANDA ACEH UTARA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMPULO
ZONA : A / PESISIR (COASTAL ZONE)
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
- Ruang Hijau RH Hutan Mangrove (Hutan Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan - -
- Perikanan dan Lindung) banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis
Tangkap IT pantai.
100% Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia
populasi mangrove minimal 72 m.
Perikanan Tangkap/ Perikanan Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai - -
Samudera Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.

TABEL :2.2
UNIT ZONING REGULATION : B.1 (TPA DAN IPLT GAMPONG JAWA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE
ZONA : B / ECO-ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI RUANG
DIPERBOLEHKAN
KDB KLB
Pelayanan PK - TPA 10% Di Gampong Jawa, yaitu di sisi Barat Krueng Aceh. 5% 0,05
Kota - IPLT 30% Di Gampong Jawa, yaitu di sisi Barat Krueng Aceh. 60% 0,6
Zona Perairan RT Konservasi 60% Di sekitar daerah tergenang pada kelurahan Gampong Jawa, Gampong
- Hutan Mangrove Pande dan Deah Teungoh 0% -
- Pond
TABEL : 2.3
UNIT ZONING REGULATION : B.2 (KAWASAN PERIKANAN LAMPULO)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMPULO
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perikanan IT - Fasilitas Perikanan 20% Industri Pengolahan hasil Perikanan yang berbatasan dengan zona
50% 1,0
Tangkap/samu dan perairan selat Malaka.
dera IB - Zona Perikanan Samudera 40% Di kawasan yang terletak di sekitar Jalur Lingkar Utara, Krueng Aceh,
dan Jl. Syiah Kuala ke arah Utara hingga bertemu dengan kawasan 50% 1,0
fasilitas perikanan
- Pelabuhan Ikan 5% Pelabuhan Ikan juga berfungsi sebagai tempat pelelangan ikan di sisi
50% 1,0
Timur Sungai Krueng Aceh di kelurahan Lampulo
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 3% Di sepanjang sisi Barat Jl. Syiah Kuala. Dan sepanjang sisi Timur
- Fasum dan Fasos Krueng Aceh pada Jl. Sisingamangaraja yang dibatasi Tempat 30 – 60% 0,3 – 2,4
Pelelangan ikan di sisi Utara dan Jl.Kenari Lampulo.
Permukiman PT Perumahan Nelayan 30% Perumahan Nelayan dikembangkan pada kawasan yang terletak antara
Terbatas Jl. Kenari Lampulo dan Jl. Bampulo SP. Gano 30 – 40% 0,6-0,8

Zona wisata TH - Wisata bersejarah 2% Pada kawasan Lamdingin, berupa kawasan peringatan Tsunami (kapal
di atas rumah) 10% 0,2
TABEL : 2.4
UNIT ZONING REGULATION : B.3 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS KUTARAJA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : PEUNAYONG
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Ruang Terbuka RT Konservasi 30 % Dibatasi Jalur Lingkar Utara pada sisi Utara dan Jl Pintu Air sampai
- Zona hijuau dengan Jl. KR.Gedong pada sisi Selatan. Dan pada sisi timur dibatasi
0% -
- Pond Krueng Aceh.
- wisata
Sempadan sungai (Konservasi) 10 % Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
lebar 10 – 50 m dan di sepanjang ruas Jl. Lingkar Utara sebagai buffer 0% -
untuk kawasan permukiman yang berada di sekitarnya.
Zona Wisata 5% Berbatasan dengan Zona hijau terletak di Jl. KR. Gedong 10% 0,2
Perikanan IB/ Cold Storage 2% Berada di sisi Barat Krueng Aceh berbatasan langsung dengan Zona
50% 1,0
IT hijau di sisi utara.
Perdagangan Jasa PJ - Perdagangan Ritel/Eceran 10% Di sepanjang Jl. Habib Abdurrahman dibatasi Krueng Doy di sisi Barat
- Jasa Komersial dan Jl. Prof A Madjid Ibrahim I. Dan di sepanjang Jl. Persatuan yang
60% 1,8
dibatasi Jl. Prof A Madjid Ibrahim II di sisi Selatan dan Jl Perdamaian di
sisi Utara
Mix Use MU --- Perdagangan-jasa 5% Di sepanjang Jl. Jl. Prof A Madjid Ibrahim I, dibatasi Jl.Iskandar Muda
--- Pelayanan Umum pada sisi Selatan dan Jl. Perintis di sisi Utara
--- Perkantoran Swasta 30 – 60% 0,3 – 2,4
--- Fasum dan Fasos
Kawasan campuran komersial 15% Dibatasi Jl.Habib Abdurrahman di sisi Selatan, Krueng Doy di sisi Barat,
dan hunian Jl. Tentara Pelajar di sisi Barat, dan Jl. Pintu Air sampai dengan Jl. 30 – 60% 0,3 – 2,4
T.Muda di sisi Utara.
Permukiman PT Perumahan dengan tingkat 20% Kawasan permukiman dengan kepadatan rendah tidak diarahkan di
Terbatas kepadatan rendah. jalan-jalan ujtama, melainkan dikembangkan di jalan-jalan lingkungan
dan di bagian Utara yang berbatasan dengan Jl. Lingkar Utara di batasi 30 – 40% 0,6-0,8
buffer zone yang berupa taman kota sebagai daerah konservasi
sekaligus mitigasi bencana.
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan 3% Di sisi Barat sepanjang Jl. Prof A Madjid Ibrahim I pada ruas yang
30 – 40% 0,8 – 1,2
berada di bagian Utara Jl. Perintis.
TABEL : 2.5
UNIT ZONING REGULATION : B.4 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS KAMPUNG MULIA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : PEUNAYONG
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Mix Use MU - Perdagangan-jasa Di sepanjang Jl. Pocut Baren dibatasi Jl. Panglima Polim pada sisi Barat
- Pelayanan Umum dan Jl. Syiah Kuala pada sisi Timur. Di sepanjang Jl. TGK. Hasyim Banta
- Perkantoran Swasta Muda, sepanjang Jl. T.Blang, sepanjang Jl. Syiah Kuala yang dibatasi Jl.
10% 30 – 60% 0,3 – 2,4
- Fasum dan Fasos Pocut Baren di sisi Selatan dan Jl. Kenari Lampulo di sisi Utara. Serta
sepanjang Jl. TGK Hasan Krueng Kalee yang berbatasan langsung
dengan Krueng Aceh di sisi Barat sampai dengan Jl. Sisingamangaraja.
Kawasan Campuran hunian Pada kawasan hunian yang dibatasi Jl. T.Blang di sisi Utara, Jl. TGK
komersial 20% Hasan Krueng Kalee di sisi Barat, Jl. TGK Hasyim Banta Muda di sisi 30 – 60% 0,3 – 2,4
Timur, dan Jl. Pocut Baren di sisi Selatan.
Perdagangan PJ - Perdagangan Ritel/Eceran Di sisi Selatan sepanjang Jl. Mayjend T Hamzah Bendahara, di kawasan
Jasa - Perdagangan Besar 5% antara Sungai Krueng Aceh dan Jl. Panglima Polim, di sepanjang Jl. 60% 1,8
- Jasa Komersial Darma dan Jl. TH GLP Tengku Hasan Dek.
Permukiman P Perumahan dengan tingkat Pada kawasan Kampung Mulia yang dibatasi oleh Jl. Syiah Kuala di sisi
kepadatan sedang. 30% Timur, Jl. T.Blang di sisi Utara, Jl. Pocut Baren di sisi Selatan dan Jl. 40 – 50% 0,8 – 1,0
TGK Hasyim Banta Muda di sisi Timur.
Perumahan PT Perumahan dengan tingkat Di kawasan yang dibatasi Jl. T.Blang di sisi Selatan, Jl. Kenari Lampulo
Terbatas kepadatan rendah 30% di sisi Utara, Jl. Syiah Kuala di sisi Timur dan Jl. Sisingamangaraja di 30 – 40% 0,6-0,8
sisi Barat.
Pelayanan PK Fasilitas Pendidikan Pada Jl. TGK Hasan Krueng Kalee berbatasan dengan zona
2% 30 – 40% 0,8 – 1,2
Kota perdagangan dan jasa.
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
3% lebar 10 – 50 m, sedangkan pariwisata air dilakukan di sepanjang aliran 0% -
Sungai Krueng Aceh.
TABEL : 2.6
UNIT ZONING REGULATION : B.5 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS BANDAR BARU)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMPULO
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Pertambakan IB Zona tambak Pada wilayah di sebelah Utara jalan lingkar Utara yang dibatasi dengan
Jl. Syiah Kuala di sisi Barat, Krueng Titi Panyang di sisi Timur dan sisi 0% -
Utara.
Perkantoran K Perkantoran: 5% Di sepanjang Jl. Mohammad Daud Beureuh.
- Pelayanan Umum 30 – 50% 1 – 2,4
- Perkantoran Swasta
Perdagangan PJ - Perdagangan Ritel/Eceran 3% Di sekitar pertemuan antara Jl. Syiah Kuala dan Jl. Mohammad Daud
60% 1,8
Jasa - Jasa Komersial Beureuh.
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 7% Di sisi Timur Jl. Syiah Kuala yang berada pada ruas Utara Jl. LR.
- Pelayanan Umum Arwana
30 – 60% 0,3 – 2,4
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Permukiman PT Perumahan dengan tingkat 10% Dibatasi Zona hijau di sisi Utara, Jl. Mujahidin di sisi Selatan dan Jl.
30 – 40% 0,6-0,8
Terbatas kepadatan rendah Syiah Kuala di sisi Barat.
Permukiman P Permukiman dengan Kepadatan 305 Di wilayah yang dibatasi Jl. Mohammad Daud Beureueh di sisi Selatan,
sedang Jl Mujahidin-Jl. LR Taqwa di sisi Utara, dan Jl. Syiah Kuala di sisi Barat
40 – 50% 0,8 – 1,0
serta berbatasn dengan Taman hiburan di Kelurahan Bandar Baru di
sisi Timur.
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan 3% Di sisi Barat Jl Kartika pada ruas yang berpotongan dengan JL.
30 – 40% 0,8 – 1,2
Mohammad Daud Beureuh di sisi Selatan.
Perikanan IB Kawasan Perikanan Tambak 20% Di sisi Selatan Jl. Lingkar Utara.
0% -
Budidaya
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Titi Panyang dengan lebar 10 –
0% -
50m
Zona hijau 7% Di sisi Utara kawasan permukiman sebagai buffer yang membatasi
0% -
dengan kawasan perikanan tambak.
Taman Hiburan 5% Di sisi Barat Sungai Krueng Titi Panyang yang berpotongan dengan Jl.
Mohammad Daud Beureuh. 20% 0,2
TABEL : 2.7
UNIT ZONING REGULATION : B.6 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS BAITURRAHMAN BARAT)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : PEUNAYONG
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: 5% Di sekitar Jl. Iskandar Muda dan di selatan Jl. Teuku Umar
- Pelayanan Umum 30 – 50% 1 – 2,4
- Perkantoran Swasta
Perdagangan PJ Pertokoan 10% Di sepanjang Jalan Teuku Umar
60% 1,8
Jasa
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 5% Di sepanjang Jl. Sultan Alaidin Johansyah dibatasi Krueng Daroy di sisi
- Pelayanan Umum Selatan
30 – 60% 0,3 – 2,4
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Permukiman P Perumahan dengan tingkat 60 % Di kawasan segitiga antara Sungai Krueng Doy, Krueng Daroy, dan Jl.
kepadatan sedang, kategori Iskandar Muda. Dan kawasan Sukaramai yang dibatasi oleh Krueng Doy
rumah sangat sederhana di sisi Barat, dan Jl. Teuku Umar di sisi Timur. Permukiman juga
40 – 50% 0,8 – 1,0
sampai dengan rumah sangat terdapat di kawasan pertemuan Jl. Teuku Umar dan Jl. Sultan Alaidin
besar dengan fasilitas Johansyah.
penunjang.
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 5% Di sepanjang DAS Krueng Doy dan Krueng Daroy berupa jalur hijau
dengan lebar 10 – 50 m. 0% -

Taman Kota dan 5% Di kawasan Sukaramai pada Jl. Iskandar Muda 10% 0,2
wisata budaya 10% Di kawasan Sukaramai pada Jl. Teuku Umar bagian Utara. 10% 0,2
TABEL : 2.8
UNIT ZONING REGULATION : B.7 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN BAITURRAHMAN)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : PEUNAYONG
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: Pada kawasan yang dibatasi Jl.TGK Abu Lamu di sisi Barat, Jl. Kandang
- Pelayanan Umum dan Pusat di sisi Timur dan pertemuan antara Jl. Iskandar Muda dan Teuku Umar
Pemerintahan pada sisi Selatan. Serta pada kawasan yang dibatasi Jl. Cemara, Jl. TGK
20% 30 – 50% 1 – 2,4
- Perkantoran Swasta Syiah Muda Wali, Jl. Imam Bonjol dan Jl. Prof. Madjid Ibrahim II. Dan
juga terdapat di sepanjang Jl. Cut Mutia yang merupakan kantor polda
NAD.
Perdagangan PJ - Perdagangan Ritel/Eceran Tersebar pada kawasan pusat kota Lama mengelilingi Masjid
Jasa - Perdagangan Besar Baiturrahman. Kawasan ini dibatasi Jl. Prof. A.Madjid Ibrahim I di sisi
- Jasa Komersial Barat, Jl. Diponegoro di sisi Utara, Jl. Sultan Alaidin di sisi Timur dan Jl.
40% 60% 1,8
Mohammad Jam di sisi Selatan. Selain itu juga terdapat pada kawasan
Utara Jl. Diponegoro, dengan batas Utara Jl. WR.Supratman, Batas
Barat Jl. Cut Mutia dan Batas Timur Jl. Tentara Pelajar.
Pelayanan Kota PK - Fasilitas Sosial (Pusat Masjid Raya Baiturrahman, terletak di Jl. Mohammad Jam
Keagamaan dan Kebudayaan) 10% 30 – 60% 0,3 – 2,4

- Terminal Kota Pada perempatan Jl. WR.Supratman dan Jl. Cut Mutia.
5% 10% 0,2
Mix Use MU - Perdagangan-jasa Di sepanjang Jl. Sultan Alaidin yang dibatasi sampai dengan pertemuan
- Pelayanan Umum Jl. Mohammad Jam dan Jl. Tengku Cik Ditiro.
5% 30 – 60% 0,3 – 2,4
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 5% Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Aceh dengan lebar 10 – 50 m 0% -
Taman Kota Di kawasan antara Jl. Tgk Abu Lamu dan Jl. Tgk Abdullah Luong
Rimba, dan di antara Jl. Prof A Madjid Ibrahim dan Jl. Iskandar Muda,
10% 0% -
serta di sisi utara Masjid Raya Baiturrahman di sepanjang Jl. Tgk Cik
Pantekulu
Wisata Budaya Di sepanjang Jalan Sultan Alaidin yang berhadapan dengan Kantor
5% 10% 0,2
Walikota dan dibatasi Krueng Aceh di sisi Selatan.
TABEL : 2.9
UNIT ZONING REGULATION : B.8 (KAWASAN PERDAGANGAN JASA PEUNAYONG)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMPULO
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: 5% Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di Jl. Tengku Cik Ditiro sisi Selatan
- Pelayanan Umum yang dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan sampai dengan Jl. Belibis. Di
- Perkantoran Swasta sepanjang Jl. Suleman Daud yang dibatasi Jl. Sentosa di sisi Barat dan
Jl. Taman Makam Pahlawan di sisi Timur.
Pada Bagian Utara Krueng Aceh: di Jl. Mohammad Daud Beureueh sisi 30 – 50% 1 – 2,4
Selatan yang dibatasi dari Jl. Perkasa Alam di sisi Timur sampai
pertemuan dengan Jl. Panglima Polim di sisi Barat. Juga di Jl. Sri
sepanjang Ratu Safiatuddin yang berbatasan dengan Krueng Aceh di
sisi Selatan.
Perdagangan PJ - Perdagangan Ritel/Eceran 5% Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di sepanjang Jl. Tengku Cik Ditiro
Jasa - Jasa Komersial sisi Selatan yang dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan di sisi Timur dan
Krueng Daroy di sisi Barat.
Pada bagian Utara Krueng Aceh: berada di kawasan Peunayong yang
60% 1,8
dibatasi Krueng Aceh di sisi Barat dan sepanjang Jl. Panglima Polim di
sisi Timur, dan Jl. TGK.Muhammad Dausyah di sisi Utara. Dan di
wilayah yang dibatasi Jl. H. Dirmutala di sisi selatan dan Jl. Mayjen T.
Hamzah Bendahara di sisi Utara.
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 25% Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di sepanjang Jl. Tengku Cik Ditiro
- Pelayanan Umum sisi Utara, yang dibatasi Krueng Daroy di sebelah Barat, dan Krueng
- Perkantoran Swasta Lueng Paga pada sisi Timur. Dan di sepanjang Jl. Taman Makam
- Fasum dan Fasos Pahlawan, yang berada di sisi Utara dan Selatan taman Makam
Pahlawan.
Pada bagian Utara Krueng Aceh: di Jl. Mohammad Daud Beureueh sisi
30 – 60% 0,3 – 2,4
Utara yang dibatasi Jl. Panglima Polim di sisi Barat dan Jl. Syiah Kuala
di sisi Timur. Di sepanjang Jl. Syiah Kuala dari Jl. Mohammad Daud
Beureueh di sisi Selatan dan Jl. Pocut Baren di sisi Utara. Sepanjang Jl.
Pocut Baren dan sepanjang Jl.Darma sampai pertemuan dengan Jl.
Pocut Baren.
TABEL : 2.9
UNIT ZONING REGULATION : B.8 (KAWASAN PERDAGANGAN JASA PEUNAYONG)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMPULO
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
- Kawasan campuran hunian Pada sisi Selatan Krueng Aceh: dibatasi Jl. Elang pada sisi selatan dan
komersial zona perdagangan dan jasa di Jl. Tengku Cik Ditiro pada sisi Utara.
Pada sisi timur dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan. Di sisi Barat
dibatasi Krueng Daroy sampai pertemuan Jl. Jl. Nyak Adam Kamil V.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Pada sisi Utara Krueng Aceh; kawasan ini berada pada kawasan yang
dibatasi Jl. Syiah Kuala, Pocut Baren, Jl. Mohammad Daud Beureueh
dan Zona perdagangan dan Jasa di Jl. Panglima Polim.

Permukiman P Perumahan dengan tingkat 40% Pada sisi Selatan Krueng Aceh: berada di wilayah Ateuk Pahlawan yang
kepadatan sedang dibatasi Krueng Lueng Paga di sisi Barat dan Jl. Taman Makam
Pahlawan di sisi Timur, di sisi Utara dibatasi zona perkantoran di Jl.
Tengku Cik Ditiro, dan di sisi Selatan dibatasi Jl. Elang. 40 – 50% 0,8 – 1,0
Pada sisi Utara Krueng Aceh: di sepanjang Krueng Aceh sebelah Utara
yang dibatasi Jl. TH.GLP.Payong Tengku Hasan Dek di sisi Timur dan
Zona pendidikan pada sisi Barat.
Pelayanan PK Fasilitas pendidikan 5% Dibatasi Krueng Aceh di sisi Selatan dan Jl. Mayjen T Hamzah
30 – 40% 0,8 – 1,2
Kota Bendahara.
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 20% Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
lebar 10 – 50 m dan di sepanjang ruas Jl. Lingkar Utara sebagai buffer 0% -
untuk kawasan permukiman yang berada di sekitarnya.
TABEL :2.10
UNIT ZONING REGULATION : B.9 (KAWASAN PENGEMBANGAN NEUSU)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : NEUSU
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Pelayanan PK - Fasilitas Umum 5% Dikembangkan di sekitar kawasan permukiman.
30 – 40% 0,8 – 1,2
Kota - Fasilitas Sosial
Perdagangan PJ Pertokoan 5% Berada di sepanjang Jl. Hasan Saleh yang dibatasi Jl. Nyak Adam Kamil
Jasa II, sampai Jl. Sultan Alaidin Johan Syah dan sepanjang Jl. Sultan Alaidin 60% 1,8
Johan Syah.
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 10% Di sekitar pertemuan antara Jl. Nyak Adam Kamil II dan Jl. Taman
- Pelayanan Umum dan Makam Pahlawan dan di sisi Barat Jl. Sultan Malikul Saleh. Serta di
Perkantoran Swasta sepanjang Jl. TGK Dilhong II. 30 – 60% 0,3 – 2,4
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat 70 % Dibatasi Jl. Sultan Alaidin Johan Syah dan Krueng Daroy di sisi Barat
kepadatan tinggi, kategori dan sisi Utara. Dan dibatasi Krueng Lueng Paga pada sisi timur serta Jl.
rumah sangat sederhana TGK Dilhong II pada sisi Selatan.
sampai dengan rumah sangat 20 – 60% 0,7 – 1,2
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun
Perkantoran K Perkantoran: 5% Di sepanjang Jl. Nyak Adam Kamil II sampai dengan pertemuan
- Pelayanan umum dengan Jl. Hasan Saleh pada sebelah Barat dan berbatasan dengan 30 – 50% 1 – 2,4
- Perkantoran swasta zona mix-use pada sebelah Timur.
Ruang RT Sempadan sungai (Konservasi) 5% Di sepanjang DAS Krueng Daroy, Krueng Lueng Paga dan Krueng Aceh
Terbuka berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m 0% -
TABEL : 2.11
UNIT ZONING REGULATION : B.10 (KAWASAN PERMUKIMAN SYIAH KUALA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE KARENG
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: 5% Di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief dan di sisi Barat Jl. Tgk Nyak Makam:
35 – 40% 0,8 – 1,4
- Pelayanan Umum - Pelayanan umum dan Pemerintahan
- Perkantoran Swasta - Perkantoran swasta 30 – 50% 1,0 – 2,4
Perdagangan PJ - Perdagangan Ritel/Eceran 10% Di sepanjang Jl. Laksamana Malayahati dan di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak
dan jasa - Perdagangan Besar Arief 30 – 60% 0,3 – 1,8
- Jasa Komersial
Mix Use MU - Perdagangan Ritel/Eceran 10% Di sepanjang Jl. Tgk Chik Dipineung dan di bagian Timur Jl. Prada
- Perdagangan Besar Utama yang berbatasan dengan Jl. Laksamana Malayahati.
- Jasa Komersial
- Perkantoran
- Sarana Pelayanan Kota : 30 – 60% 0,3 – 2,4
Fasilitas Umum, Fasilitas
Sosial, Institusi dan
Transportasi
- Industri
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat 65% Di kawasan yang dibatasi oleh Jl. Laksamana Malayahati, Jl. Tgk Nyak
kepadatan tinggi, kategori Makam, Jl. Tgk Nyak Arief, dan Jl. Tgk Chik Dipineung
rumah sangat sederhana
20 – 60% 0,7 – 1,2
sampai dengan rumah sedang
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
Ruang RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
0% -
Terbuka lebar 10 – 50m
3. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Selatan
TABEL : 3.1
UNIT ZONING REGULATION : C.1 (KAWASAN PERMUKIMAN BANDA RAYA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : NEUSU
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH SELATAN
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Pelayanan PK Fasilitas Pendidikan 5% Diarahkan dikembangkan di sekitar kawasan permukiman.
30 – 40% 0,8 – 1,2
Kota
Perdagangan PJ Pertokoan 5% Di sekitar perempatan Jl. Sultan Malikul Saleh, Jl. Residen Danubroto,
Jasa Jl. Hasan Saleh dan Jl. Sultan Aladin Johan Syah, serta di sisi Selatan Jl. 60% 1,8
Cut Nyak Dhien.
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 10% Di sepanjang Jl. Soekarno Hatta, Jl. Sultan Malikul Saleh, dan Jl. Sultan
- Pelayanan Umum Aladin Johan Syah
30 – 60% 0,3 – 2,4
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat 70 % Di sisi Utara Jl Wedana hingga sungai Krueng Daroy dan Krueng Doy.
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sangat 20 – 60% 0,7 – 1,2
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun
Ruang RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Krueng Daroy dan Krueng Doy berupa jalur hijau
0% -
Terbuka dengan lebar 10 – 50m.
TABEL :3.2
UNIT ZONING REGULATION : C.2 (KAWASAN PERMUKIMAN LUENG BATA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LUENG BATA
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH SELATAN
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perdagangan PJ Pertokoan 10% Di sepanjang Jl. Tgk Mum Lueng Bata
60% 1,8
Jasa
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 20% Di sisi Utara Jl. Amd Manunggal XLI, sepanjang jalur Poros Utara –
- Pelayanan Umum Selatan, Jl. Angsa, dan Jl. Ke Kampus Muhamadiyah
- Perkantoran Swasta 30 – 60% 0,3 – 2,4
- Fasum dan Fasos
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat 50 % Dikembangkan di sepanjang Jalur Poros Utara – Selatan.
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sangat 20 – 60% 0,7 – 1,2
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun
Perkantoran K Perkantoran: 5% Di sepanjang Jl. Lueng Bata – Lhamdom
- Pelayanan umum 30 – 50% 1 – 2,4
- Perkantoran swasta
Ruang RT Sempadan sungai (Konservasi) 15% Di sepanjang DAS Krueng Lueng Paga berupa jalur hijau dengan lebar
0% -
Terbuka 10 – 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata.
TABEL :3.3
UNIT ZONING REGULATION : C.3 (KAWASAN PUSAT PENGEMBANGAN KOTA BARU)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMDOM
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH SELATAN
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 20% Pada Jl. Poros Utara – Selatan, yaitu di sepanjang Koridor yang
- Pelayanan Umum menghubungkan antara Lamdhom dan Lampeuneurut, sepanjang Jl.
30 – 60% 0,3 – 2,4
- Perkantoran Swasta AMD Manunggal Ali, dan Jl. Ke Kampus Muhamadiyah.
- Fasum dan Fasos
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat 20 % Dibatasi oleh sebelah barat dibatasi sungai Krueng Lueng Paga, sebelah
kepadatan tinggi, kategori Utara dibatasi Jl. AMD Manunggal Ali dan di sisi Selatan dibatasi oleh
rumah sangat sederhana batas administratif Kota Banda Aceh.
sampai dengan rumah sangat 20 – 60% 0,7 – 1,2
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun
Pertanian T Pertanian 40% Kawasan pertanian di kembangakan di daerah Selatan, yaitu di luar 0% -
Administratif Kota Banda Aceh.
Ruang RT Sempadan sungai (Konservasi) 5% Di sepanjang DAS Krueng Lueng Paga berupa jalur hijau dengan lebar
0% -
Terbuka 10 – 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata.
Stadion Olahraga 15% Di kawasan antara Jl. Tgk Dilhong II dan sungai Krueng Lueng Paga
10% 0,2
TABEL : 3.4
UNIT ZONING REGULATION : C.4 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN BANDA ACEH BARAT)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : KEUTAPANG
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH SELATAN
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: 5% Di sisi Selatan Jl. Cut Nyak Dien
- Pelayanan Umum 30 – 50% 1 – 2,4
- Perkantoran Swasta
Perdagangan PJ Pertokoan 15% Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar
60% 1,8
Jasa
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 20% Di sepanjang sisi Jl. Jenderal Sudirman dan Jl. Soekarno – Hatta.
- Pelayanan Umum
30 – 60% 0,3 – 2,4
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat 40 % Di kawasan antara Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dengan
kepadatan tinggi, kategori Sungai Krueng Nieng.
rumah sangat sederhana
sampai dengan rumah sangat 40 – 50% 0,8 – 1,0
besar dengan fasilitas
penunjang.
- Rumah susun
Pelayanan PK Fasilitas Peribadatan 5% Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar
40% 0,8
Kota
Ruang RT Sempadan sungai (Konservasi) 15% Di sepanjang DAS Krueng Daroy berupa jalur hijau dengan lebar 10 –
0% -
Terbuka 50m.
4. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Timur
TABEL : 4.1
UNIT ZONING REGULATION : P.3 (PESISIR BANDA ACEH TIMUR)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JEULINGKE
ZONA : A / PESISIR (COASTAL ZONE)
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
- Ruang Hijau RH Hutan Mangrove (Hutan Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan - -
- Perikanan dan Lindung) banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis
Tangkap IT pantai.
100% Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia
populasi mangrove minimal 72 m.
Perikanan Tangkap/ Perikanan Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai - -
Samudera Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.
TABEL : 4.2
UNIT ZONING REGULATION : D.1 (KAWASAN KONSERVASI ALUE NAGA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JEULINGKE
ZONA : B / ECO-ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Permukiman PT Perumahan khusus Nelayan 10% Di sekitar Alue Naga dan sisi Timur Banjir Kanal.
Terbatas dengan tingkat kepadatan
rendah, kategori rumah 30 – 40% 0,6-0,8
sederhana dan sangat
sederhana
Perikanan IB Kawasan Perikanan Tambak 30% Di sisi Utara Jalan Lingkar Utara.
0% -
Budidaya
Ruang RT - Hutan Mangrove (Konservasi) 50% Di sepanjang pesisir pantai Utara Kota Banda Aceh
Terbuka - Sempadan Sungai (greenbelt) 10% Di sekitar muara Krueng Aceh dan Banjir Kanal, berupa kolam pancing 0% -
- ponds dan taman untuk daerah resapan
TABEL : 4.3
UNIT ZONING REGULATION : D.2 (SUB PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN JEULINGKE)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JEULINGKE
ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 10% Di sisi Utara sepanjang Jl. Tengku Nyak Arief .
- Pelayanan Umum dan Kantor
Pemerintahan 30 – 60% 0,3 – 2,4
- Perkantoran Swasta
- Fasum dan Fasos
Permukiman PT Perumahan dengan tingkat 20% Di kelurahan Jeulingke, tepatnya di sisi Utara Jl. Tengku Nyak Arief .
30 – 40% 0,6-0,8
Terbatas kepadatan rendah
Permukiman P Perumahan dengan tingkat 30% Berbatasan dengan zona mix-use di sepanjang sisi Utara Jl. Tengku
20 – 60% 0,7 – 1,2
kepadatan sedang Nyak Arief.
Perikanan IB Kawasan Perikanan Tambak 30% Di sekitar Jl. Lingkar Utara.yang merupakan daerah genangan sekaligus
0% -
Budidaya DAS Krueng titi Panyang.
Ruang RT - Sempadan sungai 10% Di sisi Utara kawasan permukiman sebagai buffer yang membatasi
Terbuka (Konservasi) dengan kawasan perikanan tambak serta di sepanjang DAS Krueng Titi
0% -
- Sabuk hijau (greenbelt) Panyang berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m.
- Taman Kota
TABEL : 4.4
UNIT ZONING REGULATION : D.3 (KAWASAN PERMUKIMAN SYIAH KUALA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE KARENG
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: 5% Di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief dan di sisi Barat Jl. Tgk Nyak Makam:
35 – 40% 0,8 – 1,4
- Pelayanan Umum - Pelayanan umum dan Pemerintahan
- Perkantoran Swasta - Perkantoran swasta 30 – 50% 1,0 – 2,4
Perdagangan PJ - Perdagangan Ritel/Eceran 10% Di sepanjang Jl. Laksamana Malayahati dan di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak
dan jasa - Perdagangan Besar Arief 30 – 60% 0,3 – 1,8
- Jasa Komersial
Mix Use MU - Perdagangan Ritel/Eceran 10% Di sepanjang Jl. Tgk Chik Dipineung dan di bagian Timur Jl. Prada
- Perdagangan Besar Utama yang berbatasan dengan Jl. Laksamana Malayahati.
- Jasa Komersial
- Perkantoran
- Sarana Pelayanan Kota : 30 – 60% 0,3 – 2,4
Fasilitas Umum, Fasilitas
Sosial, Institusi dan
Transportasi
- Industri
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat 65% Di kawasan yang dibatasi oleh Jl. Laksamana Malayahati, Jl. Tgk Nyak
kepadatan tinggi, kategori Makam, Jl. Tgk Nyak Arief, dan Jl. Tgk Chik Dipineung
rumah sangat sederhana
20 – 60% 0,7 – 1,2
sampai dengan rumah sedang
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
Ruang RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
0% -
Terbuka lebar 10 – 50m
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan 5% Berada di pertemuan Jl. Tgk. Chik Dipineung dan Jl.TGK Nyak Makam.
30 – 40% 0,8 – 1,2
TABEL : 4.5
UNIT ZONING REGULATION : D.4 (KAWASAN PERMUKIMAN ULEE KARENG UTARA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE KARENG
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 20% Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl.
- Pelayanan Umum Peutamerehom dan sepanjang Jl. P.Nyak Makam pada sisi timur, serta
- Perkantoran Swasta sepanjang Jl. TGK.Chik Dipineung sampai dengan pertemuan dengan 30 – 60% 0,3 – 2,4
- Fasum dan Fasos Jl. Ulee Kareng Prada.
- Industri
Permukiman P Perumahan dengan tingkat 70% Tersebar di Kecamatan Ulee Kareng pada Kelurahan Pango Raya,
kepadatan tinggi, kategori Pango Deah, Ilie, dan Lamteh. Dibatasi oleh Jl. P Nyak Makam di
rumah sangat sederhana sebelah Barat hingga Jl. Ulee Kareng Prada, serta Jl. Tgk Chik
20 – 60% 0,7 – 1,2
sampai dengan rumah sedang Dipineung di sebelah Utara dan Jl. Tengku Yusuf pada sebelah Selatan.
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
Perkantoran K Perkantoran: 5% Di sepanjang sisi Timur Jl. P.Nyak Makam.
- Pelayanan Umum 35 – 40% 0,8 – 1,4
- Perkantoran Swasta
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan 5% Berada di pertemuan Jl. Tgk. Chik Dipineung dan Jl.TGK Nyak Makam.
30 – 40% 0,8 – 1,2
TABEL : 4.6
UNIT ZONING REGULATION : D.5 (KAWASAN PERMUKIMAN ULEE KARENG SELATAN)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE KARENG
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Mix Use MU Perdagangan-jasa 10% Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl.
- Pelayanan Umum Tengku Yusuf. Dan rencana jalan lingkar dalam terusan dari Jl. P. Nyak
- Perkantoran Swasta Makan ke arah selatan hingga berpotongan dengan Krueng Aceh. 30 – 60% 0,3 – 2,4
- Fasum dan Fasos
- Industri
Permukiman P Perumahan dengan tingkat 70% Berada di kawasan yang berbatasan dengan Krueng Aceh di sisi Barat,
kepadatan tinggi, kategori sampai batas administrasi Banda Aceh di sisi Timur.
rumah sangat sederhana
20 – 60% 0,7 – 1,2
sampai dengan rumah sedang
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
Perdagangan PJ Perdagangan Ritel dan Grosir 5% Berada di Ujung Jl. Tengku Iskandar pada pertemuan dengan Jl. TH
Jasa Jasa Pelayanan GLP Payong Tengku Hasan dek. 35 – 40% 0,8 – 1,4
Hotel dan Restoran
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan 3% Berbatasan dengan Krueng Aceh pada sisi Selatan pada Jl. Padat Karya
Pango. 30 – 40% 0,8 – 1,2

Ruang RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 –
Terbuka 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata. Serta daerah resapan air
0% -
pada Meander (belokan Krueng Aceh) yang juga dapat dimanfaatkan
sebagai hutan kota.
Zona Wisata 2% Berada pada wilayah Ilie, Ulee kareng 10% 0,2
TABEL : 4.7
UNIT ZONING REGULATION : D.6 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN ULEE KARENG)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE KARENG
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Perdagangan PJ - Perdagangan Ritel dan Grosir 40% Di sepanjang simpang tujuh yaitu di Jl. Tengku Iskandar, Jl. Ulee
Jasa - Jasa Pelayanan Kareng Prada, Jl. Lamgapang, Jl. Lamreung, dan Jalan Mesjid Toha. 30 – 60% 0,3 – 1,8
- Hotel dan Restoran
Mix Use MU - Perdagangan-jasa 5% Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl.
- Pelayanan Umum Tengku Nyak Makam. Dan sebagian Jl. Tengku Nyak Makam di sisi
- Perkantoran Swasta Selatan. 30 – 60% 0,3 – 2,4
- Fasum dan Fasos
- Industri
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat 55% Tersebar di Kecamatan Ulee Kareng pada Kelurahan Ie Masen Ulee
kepadatan tinggi, kategori Kareng, Kelurahan Ceurih, dan sebagaian dari kelurahan Lam
rumah sangat sederhana Geulumpang yang dibatasi Jl.Tengku Musa sampai dengan pertemuan
20 – 60% 0,7 – 1,2
sampai dengan rumah sedang dengan Jl. Tengku Yusuf pada sebelah Barat dan dibatasi dengan
dengan fasilitas penunjang. Krueng Cut di Sebelat Utara, Timur dan Selatan.
- Rumah susun
TABEL : 4.8
UNIT ZONING REGULATION : D.7 (KAWASAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA)
SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : KOPELMA
ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE
WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
INTENSITAS
KEGIATAN YANG PEMANFAATAN
FUNGSI PROPORSI LOKASI
DIPERBOLEHKAN RUANG
KDB KLB
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan Tinggi 40% Kampus Universitas Syiah Kuala. 30 – 40% 0,8 – 1,2
Perdagangan PJ - Perdagangan Ritel/Eceran 5% Di sepanjang Jl. Utama sampai dengan pertemuan dengan Jl. Kuto
dan jasa - Perdagangan Besar Inong Bale, dan sepanjang Jl. Kuto Inong Bale. 30 – 60% 0,3 – 1,8
- Jasa Komersial
Mix Use MU - Perdagangan Ritel/Eceran 5% Di sepanjang Jalan yang membatasi wilayah Kampus Universitas Syiah
- Perdagangan Besar Kuala di bagian Utara.
- Jasa Komersial
- Perkantoran
- Sarana Pelayanan Kota : 30 – 60% 0,3 – 2,4
Fasilitas Umum dan Fasilitas
sosial, Institusi dan
Transportasi
- Industri
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat 40% Di bagian Utara dan Barat Kampus Universitas Syiah Kuala.
kepadatan tinggi, kategori
rumah sangat sederhana
20 – 60% 0,7 – 1,2
sampai dengan rumah sedang
dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
Ruang RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan
0% -
Terbuka lebar 10 – 50m
LAMPIRAN 2
MATRIKS PERATURAN PENGGUNAAN UNTUK
KAWASAN PERMUKIMAN

PT : PERUMAHAN TERBATAS IT : PERIKANAN TANGKAP


P : PERUMAHAN IB : PERIKANAN BUDIDAYA
PK : PELAYANAN KOTA T : PERTANIAN
RT : RUANG TERBUKA PL : PELABUHAN (KAWASAN KHUSUS)
PJ : PERDAGANGAN DAN JASA AG : AGROPOLITAN (KAWASAN KHUSUS)
MU : MIX USE TH : TSUNAMI HERITAGE (KAWASAN KHUSUS)
K : PERKANTORAN

KETERANGAN :
I : Penggunaan atau kategori penggunaan diijinkan sesuai dengan haknya, yang berarti bahwa tidak akan ada pembatasan atau
peninjauan atau tindakan lain dari Pemerintah Kota sebagai persyaratan memperolah ijin penggunaan selain memproses IMB.
B : Penggunaan memerlukan Ijin Penggunaan Bersyarat. Ijin Penggunaan bersyarat diperlukan untuk penggunaan yang memiliki
potensi dampak penting terhadap lingkungan sekitarnya atau yang lebih luas. Oleh karena itu permohonan perlu dilengkapi AMDAL,
RKL, RPL..
- : Penggunaan atau kategori penggunaan tidak diijinkan

FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
I PERUMAHAN
1 Akomodasi Hunian Bersama - B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Kesesuaian dengan kebutuhan
(rumah petak) - Rasio MCK terhadap jumlah penghuni
2 Rumah Susun - I _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ -
3 Rumah Tunggal B I _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ B - Rumah tunggal untuk Wilayah PT
(Permukiman Terbatas) adalah tipe
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
rumah sedang, sederhana dan sangat
sederhana
- Rumah tunggal untuk Wilayah AG
(Agropolitan) adalah tipe rumah
perdesaan
4 Rumah Dinas, Wisma Tamu - I _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ -
5 Asrama Mahasiswa dan Pelajar - B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Rasio KM/WC terhadap jumlah
penghuni.
- Rasio tempat parkir terhadap jumlah
penghuni.
6 Tempat kos, sebagai - B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap total luas lantai
penggunaan pelengkap penggunaan utama (maks. 20%, dan
tidak lebih dari 120 m2).
7 Rumah kos yang berdiri sendiri - B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi MCK terhadap jumlah penghuni
- Rasio tempat parkir terhadap jumlah
penghuni.
- Ketertiban dan keamanan lingkungan
8 Rumah Usaha, sebagai B B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap total luas lantai
penggunaan pelengkap penggunaan rumah tinggal (maks. 20%
(praktek dokter individu, dari total luas lantai).
bidan, pengobatan alternatif, - Ketertiban dan keamanan lingkungan
warung, persewaan, dll.)
II PERDAGANGAN RITEL/ECERAN
1 Departemen Store _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ -
2 Toko -
ƒ Bahan Bangunan dan Alat _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Tersedia tempat parkir dan bongkar
Pertukangan muat barang.
ƒ Alat Rumah _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Tersedia fasilitas parkir dan bongkar
Tangga/Furniture muat barang.
ƒ Hewan Peliharaan dan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan fasilitas penunjang.
Perlengkapannya - Jaminan keamanan.
ƒ Pakaian dan _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai
Kelengkapannya (butik) bangunan usaha
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
ƒ Peracangan _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
3 Pusat Perbelanjaan/Shopping _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Sesuai arahan Rencana Tata Ruang
Center/Mall - Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang.
4 Kios, Warung B B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
5 Pasar _ _ _ _ B B _ _ B _ _ _ B - Sesuai arahan Rencana Tata Ruang
- Ketersediaan sarana pengelolaan
limbah.
- Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang.
6 Restoran _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai
bangunan usaha.
- Ketersediaan sarana pengelolaan
limbah.
8 PKL B B B _ B B B _ _ _ _ _ B - Batasan lokasi berjualan (di dalam
daerah sempadan bangunan)
- Batasan jenis dagangan dan waktu
berjualan
9 Galeri _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Disesuaikan dengan kebutuhan
setempat
- Ketersediaan fasilitas pendukung.
- Ketersediaan tempat parkir dan bongkar
muat barang.
- Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
10 Ruang Pamer dan Tempat _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Boleh dilengkapi bengkel perawatan
Penjualan Kendaraan Bermotor (bukan bengkel perbaikan).
Tertutup (dealer, showroom) - Tersedia tempat parkir dan bongkar
11 Ruang Pamer dan Tempat _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ muat barang.
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
Penjualan Kendaraan Bermotor
Terbuka
12 Ruang Pamer dan Tempat _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Tersedia tempat parkir dan
Penjualan Alat-alat Berat bongkarmuat barang.
13 Tempat Penjualan Peralatan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ B
dan Pasokan Pertanian
14 Tempat Penjualan Suku _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Disesuaikan kebutuhan setempat.
Cadang - Tersedia tempat parkir dan bongkar
15 Tempat Penjualan Barang _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ muat barang.
Bekas (besi, bekas bangunan)
III PERDAGANGAN BESAR/GROSIR
1 Pasar Grosir, Pasar Induk _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ B - Sesuai arahan Rencana Tata Ruang
2 Pertokoan Grosir _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang.
3 Tempat Pelelangan Ikan _ _ _ _ _ _ _ B B _ _ _ _
IV JASA KOMERSIAL
1 Trade Centre _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Sesuai arahan Rencana Tata Ruang
- Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang.
2 Lembaga Keuangan (bank, _ _ _ _ B B B _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas lahan.
asuransi, leasing, bursa - Tersedia lahan parkir (proporsi terhadap
saham, sekuritas, money total luas lantai bangunan).
changer) - Jaminan Keamanan.
3 Jasa Pelayanan Penginapan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas lahan.
(hotel, losmen, penginapan, - Tersedia lahan parkir (proporsi terhadap
cottage, homestay) total luas lantai bangunan).
- Privacy terjamin.
4 Jasa Hiburan dan Pertunjukkan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas lahan.
(bioskop, drive-in, sandiwara) - Tersedia tempat parkir
- Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.
5 Jasa Reparasi dan Perawatan _ B _ _ I I _ _ _ _ _ _ _ - Dalam bentuk rumah usaha khusus
(arloji, elektronika, sepeda) untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
persyaratan rumah usaha.
6 Jasa Pengiriman/Ekspedisi _ _ _ I I _ _ _ _ _ _ _ -
7 Jasa Usaha Makanan dan _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap total luas penggunaan
Minuman (catering) utama.
- Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
- Pengendalian pencemaran lingkungan
(limbah padat dan cair)
8 Jasa Pemakaman dan _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Disesuaikan kebutuhan komunitas
Penitipan Jenazah setempat.
- Jaminan Keamanan
9 Studio Radio dan Televisi _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas lahan.
- Tersedia tempat parki
- Persetujuan komunitas setempat.
10 Jasa Personal (salon _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap luas penggunaan
kecantikan, pangkas rambut, utama.
laundry, rias pengantin, - Rasio tempat parkir terhadap luas
penjahit, studio foto, wartel, penggunaan tempat usaha
warnet, rental komputer, - Dalam bentuk rumah usaha khusus
persewaan video, persewaan untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
majalah) persyaratan rumah usaha.
11 Jasa Pelayanan Bisnis (foto _ B _ _ B B B _ _ _ _ _ _
kopi, pengurusan surat-surat
dan dokumen, biro perjalanan)
12 Perkantoran Bisnis dan _ _ _ _ I I I _ _ _ _ _ _ -
Profesional (notaris,
pengacara, akuntan,
konsultan, kontraktor, kantor
lembaga profesi)
13 Taman Hiburan dan Teater _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas lahan.
Terbuka - Tersedia tempat parkir
- Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
14 Penitipan Hewan Peliharaan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.
- Jaminan keamanan.
15 Fasilitas Penitipan Anak _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap luas penggunaan
utama
- Daya tampung (kapasitas)
- Kelengkapan fasilitas
16 Pameran di Ruang Terbuka _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Bersifat temporer
(produk unggulan, bunga) - Luas lahan memenuhi
17 Studio Ketrampilan (non _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Luas lahan memenuhi
fasilitas pendidikan) - Tersedia tempat parkir
18 Panti Pijat _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Persetujuan komunitas setempat.
- Tersedia tempat parkir.
19 Klub Malam, Bar, Karaoke, _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Persetujuan komunitas setempat.
Cafe - Tersedia tempat parkir.
20 Fasilitas Rekreasi Privat dan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Tersedia fasilitas pendukung.
Kebugaran (club house, fitness - Tersedia tempat parkir.
centre)
21 Fasilitas Daur Ulang - Persetujuan komunitas setempat.
ƒ Pengumpul kecil/besar _ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Tersedia tempat parkir.
- Pengendalian pencemaran lingkungan
ƒ Pengolahan hasil daur _ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ (limbah padat)
ulang
ƒ Pengkomposan dari _ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
bahan-bahan hijau dan
organik
ƒ Tempat pengumpulan _ B _ _ _ B _ _ _ _ _ _ _
puing-puing bangunan
ƒ Pengolahan buangan _ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
komersial dan pabrik
22 Klinik dan Rumah Sakit hewan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimum luas lahan.
- Keamanan warga sekitar
- Pencemaran lingkungan
23 Tempat Persewaan Kendaraan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimum luas lahan.
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
- Tersedia tempat parkir
24 Bengkel Mobil _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Pengendalian pencemaran dan
kebisingan
25 Bengkel Sepeda Motor _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Pengendalian pencemaran dan
kebisingan
- Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
26 SPBU _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimum luas lahan.
- Persetujuan komunitas setempat
- Keamanan terhadap kebakaran dan
bahaya ledakan
- Sirkulasi kendaraan dalam tapak tidak
mengganggu lalu-lintas sekitar.
V PERKANTORAN
1 Perkantoran Pemerintah _ B B _ _ I I _ _ _ _ _ _ - Kesesuaian jenis kantor dengan
(eksekutif,legislatif, yudikatif) karakter zona setempat.
- Batasan minimum luas lahan
- Rasio tempat parkir terhadap luas lantai.
2 Perkantoran Organisasi Sosial- _ B _ _ _ I I _ _ _ _ _ _ - Khusus untuk wilayah P (Permukiman)
Politik-Kemasyarakatan, harus memperhatikan proporsi terhadap
Kantor Yayasan, LSM luas penggunaan rumah tinggal (maks.
20%)
- Keamanan dan ketertiban lingkungan.
- Persetujuan komunitas setempat.
3 Kantor Perwakilan Negara _ _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ - Keamanan dan ketertiban lingkungan.
Asing - Persetujuan komunitas setempat.
- Tersedia fasilitas yang memadai.
VI PENGGUNAAN SARANA PELAYANAN KOTA
1 Sarana Pendidikan
ƒ Taman Kanak-kanak dan _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas kapling
Playgroup - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai
ƒ SD sampai SMU dan MI _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Ketertiban dan keamanan lokasi
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
sampai MA
ƒ Sekolah Tinggi/Universitas _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
ƒ Sekolah Kejuruan _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
ƒ Pendidikan Kedinasan _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
ƒ Tempat Kursus (bahasa, _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap luas penggunaan
kecantikan, musik, tari, rumah tinggal maks. 20% bila di wilayah
desain, akuntansi, permukiman (P)
komputer, mengetik, - Rasio tempat parkir terhadap luas
menjahit, memasak, penggunaan tempat usaha
mengemudi, montir) - Persetujuan tetangga sekitar.
ƒ Sekolah Luar Biasa _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Kelengkapan fasilitas pendukung.
- Ketertiban dan keamanan lokasi
ƒ Pondok Pesantren _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas kapling
- Kelengkapan fasilitas pendukung
- Persetujuan komunitas setempat
2 Sarana Kesehatan
ƒ Rumah Sakit _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas kapling.
- Ketersediaan fasilitas pengelolaan
limbah
- Rasio tempat parkir terhadap luas
penggunaan utama.
ƒ Fasilitas Kesehatan _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan fasilitas pengelolaan
Lingkungan (Puskesmas, limbah
BKIA, Poliklinik, Klinik) - Tidak menimbulkan konflik pemanfaatan
kegiatan.
ƒ Tempat Praktek Medis _ B I _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Rasio tempat parkir terhadap luas
Rawat Luar (tempat penggunaan tempat usaha.
praktek bersama) - Persetujuan tetangga sekitar.
- Ketertiban dan keamanan lingkungan.
ƒ Apotik _ B I _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap luas lantai
penggunaan utama (maks. 20% dari
total luas lantai).
- Rasio tempat parkir terhadap luas
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
pengunaan tempat usaha.
- Ketersediaan fasilitas pengelolaan
limbah.
ƒ Laboratorium Diagnostik _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan fasilitas pengelolaan
limbah.
3 Sarana Peribadatan _ I I _ _ I _ _ _ _ _ _ _ - Kelengkapan fasilitas pendukung
- Persetujuan komunitas sekitar.
4 Sarana Sosial - Batasan minimal luas kapling
ƒ Panti Wredha _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Kelengkapan fasilitas pendukung
- Persetujuan komunitas sekitar
ƒ Panti Asuhan _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Ketertiban dan keamanan lingkungan
ƒ Panti Perawatan Narkoba _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
ƒ Pondok Sosial _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
5 Balai Pertemuan Warga _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan pengguna (hanya untuk
komunitas setempat)
6 Museum _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan lahan
- Kelengkapan fasilitas pendukung
- Ketersediaan tempat parkir
7 Sarana Keamanan dan - Ketersediaan lahan
Keselamatan - Kelengkapan fasilitas pendukung
ƒ Kantor Polisi, Koramil _ _ I _ _ B I _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan tempat parkir
ƒ Pos Pemadam Kebakaran _ _ I _ B B I _ _ _ _ _ _
ƒ Pos Keamanan _ B I _ _ B I _ _ _ _ _ _
Lingkungan
ƒ Lembaga _ _ I _ B B _ _ _ _ _ _ _
Pemasyarakatan
8 Sarana Olah Raga dan - Ketersediaan lahan
Pertemuan - Kelengkapan fasilitas pendukung
ƒ Stadion dan Sarana Olah _ B I _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan tempat parkir
raga Tertutup
ƒ Gedung Pertemuan, _ _ I _ B B _ _ _ _ _ _ _
Convention Hall
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
VII PENGGUNAAN SARANA PELAYANAN KOTA/ INSTITUSI
1 Antena Komunikasi - Keamanan terhadap bangunan dan
ƒ Fasilitas Telekomunikasi _ _ B _ B B _ _ _ _ _ _ _ lingkungan sekitar
Minor
ƒ Fasilitas Telekomunikasi _ _ B _ B B _ _ _ _ _ _ _
Major
ƒ Antena Satelit _ _ B _ B B _ _ _ _ _ _ _
2 Fasilitas Gardu induk listrik _ _ B _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Keamanan terhadap bangunan dan
lingkungan sekitar
5 Krematorium _ _ B _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.
- Jaminan keamanan.
6 Transmisi Induk, Relay, _ B B _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas kapling
Distribusi Komunikasi (Stasiun - Ketersediaan fasilitas penunjang
Telepon Otomat) - Keamanan terhadap bangunan dan
7 Instalasi Pengolahan dan _ B B _ _ B _ _ _ _ _ _ _ lingkungan sekitar
Penyimpanan Air Bersih - Disesuaikan kebutuhan komunitas
(penjernihan air, tandon air, setempat.
menara air)
8 Instalasi Pengolahan Air _ _ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Kesesuaian dengan kebutuhan setempat
Limbah/Limbah Tinja (perumahan : TPS dan depo sampah)
9 Instalasi dan Tempat _ B B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Persetujuan komunitas setempat.
Pembuangan Sampah (TPS - Pengendalian pencemaran lingkungan
dan depo sampah) TPS, sekitar
incerinator)
10 Tempat Pembuangan Sampah _ _ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Akhir
VII SARANA PELAYANAN KOTA TRANSPORTASI
1 Terminal Kargo _ _ B _ _ B _ _ _ _ _ I _ - Disesuaikan kebutuhan komunitas
2 Terminal Penumpang, Shelter, _ B B _ B B B _ _ _ _ I _ setempat.
Halte - Batasan minimal luas kapling
- Ketersediaan fasilitas penunjang
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
3 Stasiun Kereta Api
5 Pelabuhan Laut, Terminal Peti _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ I _ _
kemas
6 Pelabuhan Penyeberangan _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ I _ _
7 Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG)
VIII INDUSTRI
1 Industri kecil/rumah tangga _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Industri Non Polutan
2 Industri Percetakan dan Surat _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas kapling
Kabar - Ketersediaan fasilitas penunjang
3 Industri Perikanan _ _ _ _ _ _ _ B B _ _ _ _ - Keamanan terhadap bangunan dan
(Pengolahan ikan, lingkungan sekitar
pengalengan, dll) - Persetujuan komunitas setempat
- Pengendalian pencemaran lingkungan
4 Pengolahan Hasil Pertanian _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ B
sekitar
(Agroindustri)
IX PERGUDANGAN
1 Gudang Tertutup/Terbuka _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ B _ - Disesuaikan kebutuhan komunitas
2 Fasilitas Pindahan dan _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ B _ setempat
Penitipan Barang (Moving and - Batasan minimal luas kapling
Storage) - Ketersediaan fasilitas penunjang
3 Gudang Terbuka Sementara di B B B _ B B B _ _ _ _ B B - Batasan waktu (hanya diijinkan selama
Luar Lokasi Pembangunan pembangunan proyek)
Proyek
X RUANG TERBUKA HIJAU
1 Hijau Lindung _
ƒ Hutan Kota I I I I I I I I I I I I I
ƒ Hutan Bakau I I I I I I I I I I I I I
2 Hijau Binaan
ƒ Taman Kota I I I I I I I _ _ I I I I _
ƒ Rekreasi Kota (Kebun _ _ B B B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan luas lahan minimum
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
Binatang, Taman Ria, - Disesuaikan kebutuhan setempat
Taman Remaja) - Persetujuan komunitas setempat
ƒ Pemakaman I I I B B B _ _ _ _ _ _ B
ƒ Bumi Perkemahan _ _ B B B B _ _ _ _ _ _ B
ƒ Sabuk Hijau I I I I I I I I I I I I I _
3 Hijau Tata Air _
ƒ Tepi Sungai dan Saluran I I I I I I I I I I I I I
(sempadan sungai)
1. Tepi Waduk (sempadan I I I I I I I I I I I I I
waduk)
2. Tepi Laut (sempadan I I I I I I I I I I I I I
pantai)
4 Hijau Utilitas
▪ Jalur Hijau SUTT B B B B B B B B B B B B B - Batasan ruang bebas SUTT
▪ Jalur Hijau Pengaman B B B B B B B B B B B B B - Batasan ruang bebas jaringan pipa gas
Jaringan Pipa Gas
5 Hijau Prasarana Jalan dan B B B B B B B B B B B B B - Batasan Rumija, Rumaja, Ruwasja,
Kereta Api (median, pulau GSB, dan Garis Sempadan Kereta Api
jalan, interchange jalan tol,
sempadan kereta api)
6 Hijau Olah-raga
▪ Lapangan Olah-raga B B B B B B _ _ _ _ _ _ _ - Kesesuaian dengan kebutuhan setempat
Terbuka (sepak bola,
basket, voli)
▪ Lapangan Golf, Driving _ _ B B B B _ _ _ _ _ _ - Kesesuaian dengan kebutuhan
Range setempat
7 Tempat Terbuka Penjualan B B B B B B _ _ _ B _ _ B - Batasan lokasi
Tanaman dan Bunga - Ketersediaan tempat parkir
- Ketertiban dan keamanan lokasi
- Pelestarian lingkungan
8 Tempat Pemeliharaan/Istal _ _ B B B B _ _ _ B _ _ B - Kesesuaian dengan kebutuhan
Kuda Pacu setempat
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
9 Tempat Pembenihan B B B B B B _ _ _ B _ _ B - Dalam bentuk rumah usaha khusus
Holtikultura dan Rumah Kaca untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
persyaratan rumah usaha.
- Ketertiban dan keamanan lingkungan
XI PERTAMBAKAN
1 Tambak Budidaya
▪ Tambak Produksi _ _ _ _ _ _ _ _ I _ _ _ _ -
▪ Tempat Pembibitan dan _ _ _ _ _ _ _ _ I _ _ _ _ -
Fasilitas Aquaculture
2 Tambak/Kolam Rekreasi - Disesuaikan kebutuhan setempat
(ekowisata) - Pengendalian pencemaran lingkungan
ƒ Kolam Pancing _ _ B B B B _ _ B B _ _ B (limbah padat dan cair)
ƒ Restoran Apung _ _ B B B B _ _ B B _ _ B - Pelestarian lingkungan

ƒ Rekreasi Perahu _ _ B B B B _ _ B B _ _ B
XII PERAIRAN
1 Telaga, ponds B B B B B B B B B B B B B - Kesesuaian dengan kebutuhan
- Ketersediaan tanah
- Batasan sempadan telaga
2 Saluran drainase B B B B B B B B B B B B B - Kesesuaian dengan kebutuhan
- Batasan sempadan saluran
XIII TATA INFORMASI (SIGN)
1 Tata Informasi Proyek B B B _ B B B _ _ B _ B _ Batasan penataan signage
2 Tata Informasi Komunitas B B B _ B B B _ _ B _ B _
(penunjuk lokasi, penunjuk
arah, papan informasi)
3 Tata Informasi Komersial B B B _ B B B _ _ B _ B _
(reklame)
LAMPIRAN 3
KETENTUAN KDB DAN KLB

FASILITAS KESEHATAN
Peruntukkan KDB KLB
Fasilitas Kesehatan Lingkungan (Puskesmas, BP, BKIA, 50% 1
Posyandu, Poliklinik, dsb.)
Luas tanah minimum 300m2
Praktek Dokter bersama 40% 0,8
Luas tanah minimum 300m2
Apotik/ Laboraturium Klinis 50% 0,5
2
Luas tanah minimum 200m
Rumah Sakit kelas D 35% 0,7
2
Luas tanah minimum 5000m
Rumah Sakit kelas C 40% 0,4
Luas tanah minimum 10.000m2 35% 0,7
30% 0,9
Rumah Sakit kelas B 40% 0,8
Luas tanah minimum 45.000m2 35% 1,4
30% 1,8
Rumah Sakit kelas A 40% 0,8
Luas tanah minimum 70.000m2 35% 1,4
30% 1,8

FASILITAS PENDIDIKAN
Peruntukkan KDB KLB
Pendidikan Pra Sekolah (playgroup)
Luas tanah minimum 250m2 35% 0,35
Pendidikan Dasar dan Menengah 40% 0,8
Luas tanah minimum 10.000m2 30% 1,2
Pendidikan Tinggi
Luas tanah minimum 50.000m2 40% 1,6
Pendidikan Luar Sekolah (Ruko atau Rukan) 40% 0,8
Luas tanah minimum 500m2 30% 1,2
Pondok Pesantren
Luas tanah minimum 50.000m2 40% 1,6

FASILITAS PERIBADATAN
Peruntukkan KDB KLB
Mesjid
Luas tanah minimum 1.000m2 40% 0,8
Gereja
Luas tanah minimum 1.000m2 40% 0,8
Vihara
Luas tanah minimum 1.000m2 40% 0,8
RUANG TERBUKA
Peruntukkan KDB KLB
Taman Kota 0% -
Lapangan Olahraga 10% 0,2
Kolam Renang 20% 0,2
Taman Pemakaman Umum 5% 0,05
Tempat Pembuangan Akhir Sampah 5% 0,05
Tempat Pembuangan Sampah Sementara 60% 0,6
Instalasi Pengolahan Tinja dan/ Air Limbah 60% 0,6
Instalasi Pengolahan Air Bersih 60% 0,6
Tempat Pemotongan Hewan 50% 1,2
Hutan Kota 0% -
Kegiatan Pertanian 0% -

INDUSTRI
Peruntukkan KDB KLB
Industri Rumah
Luas tanah minimum 1.000m2 60% 1,2
Industri Pengolahan Ikan
Luas tanah minimum 10.000m2 50% 1,0
Galangan Kapal Kayu
Luas tanah minimum 10.000m2 50% 1,0
Pembangkit Listrik
Luas tanah minimum 10.000m2 50% 1,0

JASA PELAYANAN
Peruntukkan KDB KLB
Salon/tukang cukur/tukang jahit
Luas tanah minimum 100m2 60% 1,2
Layanan Dokumen/Warnet/Wartel
Luas tanah minimum 100m2 60% 1,2
Bengkel Sepeda Motor
Luas tanah minimum 100m2 60% 1,2
Bengkel Mobil
Luas tanah minimum 1000m2 60% 1,2
Bengkel Mesin/Listrik umum
Luas tanah minimum 1000m2 50% 1,0

HOTEL DAN RUMAH MAKAN


Peruntukkan KDB KLB
Penginapan/losmen/hotel melati
Luas tanah minimum 1.000m2 60% 1,2
Hotel Berbintang 40% 1,6
Luas tanah minimum 5.000m2 30% 2,4
Warung Nasi/Warung Kopi
Luas tanah minimum 100m2 50% 0,5
Rumah Makan/Restoran/Cafe
Luas tanah minimum 500m2 40% 0,8
PERDAGANGAN
Peruntukkan KDB KLB
Warung/Toko Eceran Kecil
Luas tanah minimum 100m2 70% 0,7
Pertokoan
Luas tanah minimum 100m2 60% 1,8
Pusat Perbelanjaan/Shopping Center/Mall 70% 2,8
Luas tanah minimum 10.000m2 60% 4,8
Pasar Tradisional/Pasar Hewan/Pasar Ikan
Luas tanah minimum 10.000m2 50% 1,0
Depo Bahan Bangunan
Luas tanah minimum 2.500m2 40% 0,4
SPBU
Luas tanah minimum 5.000m2 30% 0,3

PERKANTORAN
Peruntukkan KDB KLB
Perkantoran/Layanan Masyarakat dengan gedung tersendiri 40% 0,8
Luas tanah minimum 750m2 35% 1,4
Perkantoran/Layanan Masyarakat pada ruko/rukan
Luas lantai dasar minimum 150m2 60% 1,8
Perkantoran bukan layanan masyarakat dengan gedung sendiri 50% 1,0
Luas tanah minimum 1.000m2 40% 1,6
30% 2,4
Perkantoran bukan layanan masyarakat pada ruko/rukan
Luas tanah minimum 100m2 60% 2,4

FASILITAS KOMUNIKASI DAN ENERGI


Peruntukkan KDB KLB
Stasiun Siaran Radio
Luas tanah minimum 500m2 50% 1,0
Stasiun Siaran TV
Luas lahan minimum 25.000m2 50% 2,0
Stasiun Relay TV
Luas tanah minimum 1.000m2 40% 0,8
Antena Pemancar Telepon/Seluler
Luas tanah minimum 100m2 40% 0,4
Stasiun Telepon Otomat Radio
Luas tanah minimum 50m2 40% 0,4
Gardu Listrik
Luas tanah minimum 50m2 40% 0,4
Gardu Transformasi Tegangan Listrik
Luas tanah minimum 10.000m2 50% 1,0
PERUMAHAN
Peruntukkan KDB KLB
Rumah ukuran sangat besar (kapling >600m2) 40% 1,2
Rumah ukuran besar (kapling 301 m2 s/d 600 m2) 40% 0,8
2 2
Rumah ukuran sedang (kapling 201m s/d 300m ) 50% 1,0
Rumah ukuran kecil (kapling 101m2 s/d 200m2) 50% 1,0
Rumah ukuran sangat kecil (kapling s/d 100m2) 60% 1,2
Rumah susun ukuran besar (hunian > 70m2)
Luas tanah minimum 10.000m2 20% 0,8
Rumah susun ukuran kecil (hunian s/d 70m2)
Luas tanah minimum 5000m2 20% 0,8
Rumah perdesaan ukuran besar (kapling >1000m2) 30% 0,6
Rumah perdesaan ukuran sedang (kapling 601 s/d 1000m2) 30% 0,6
Rumah perdesaan ukuran kecil (kapling s/d 600m2) 40% 0,8

Rekreasi dan Wisata


Peruntukkan KDB KLB
Hiburan dalam ruangan yang ada dalam bangunan bersama Mengikuti ketentuan
kegiatan lain (di dalam pusat perbelanjaan, mall, dsb) bangunan dimana
Luas lantai minimum 1000m2 kegiatan tersebut
berada
Hiburan dalam ruangan yang ada dalam suatu bangunan
tersendiri
Luas minimum 6000m2 30% 0.9
Rekreasi luar ruangan
Luas tanah minimum 50.000m2 10% 0,2

Fasilitas Transportasi
Peruntukkan KDB KLB
Terminal Bis AKAP 10% 0.2
Terminal Angkutan Kota 10% 0.2
Pelabuhan Ferry 10% 0.2
Pelabuhan Ikan 20% 0,4
Pelabuhan Samudera 20% 0,8
Depo Bahan Bakar Minyak 40% 0,8

Anda mungkin juga menyukai