Anda di halaman 1dari 12

STATIK - DINAMIK

Posted by Purbo on 30 March 2012


Kalau melihat judul tulisan ini pasti langsung kebayang 9 cewek cantik girlband asal Korea
(atau mungkin malah bingung sama sekali?). Buat yang bingung, silakan nge-google dulu.
Buat yang nggak bingung, yes! Anda ketipu Lho???
SNSD di tulisan ini adalah singkatan dari Siap Nganalisis Statik-Dinamik, sebuah
kepanjangan yang kelihatan (agak) dipaksakan, karena memang penulis (agak) paksakan,
supaya pembaca juga (agak) terpaksa melihat tulisan ini hehehe Jadi, tulisan ini sebenarnya
adalah tentang SAP2000 .
Sesuai singkatan pada judul, di sini dibahas sekilas tentang analisis statik dan dinamik,
aplikasinya untuk analisis beban gempa. Kalau menilik SNI Gempa 2002 (mau yang terbaru
belum keluar juga sih yang resmi, baru grafiknya doank), paling tidak ada 3 tipe analisis
untuk beban gempa: statik ekuivalen, dinamik response spectrum, dan dinamik riwayat
waktu. Metode statik ekuivalen dapat diterapkan pada struktur gedung beraturan (dari sisi
denah, elevasi, dll.) secara 2D atau 3D, sedangkan untuk gedung yang tidak mau diatur eh
yang tidak beraturan dipakai analisis dinamik 3D.
Cerita akan dimulai dulu dari analisis riwayat waktu (isitlah kerennya time history). Sesuai
namanya, pembebanan pada metode ini berupa rekaman nilai pada tiap interval waktu
tertentu. Untuk gempa, maka rekaman ini bisa berupa akselerogram gempa, yang merupakan
hasil pencatatan riwayat gerakan tanah selama gempa tertentu berlangsung. Untuk keperluan
analisis nilai tersebut biasanya berupa nilai percepatan tanah (dalam satuan gravitasi bumi).

[ vibrationdata.com ]
Dalam analisis ini, maka pembebanannya adalah berupa rekaman akselerogram yang
dimasukkan sebagai input. Jadi asal ada rekaman gempa ya tinggal diinput saja. Kelihatannya
memang sederhana dan singkat, lagipula bebannya bisa lebih mendekati kenyataan (karena
memakai rekaman gempa sebenarnya). Namun sebenarnya tidaklah demikian. Masalah
pertama, terkait dengan rekaman akselerogram, perlu diingat bahwa hasil pencatatan

percepatan tanah adalah relatif untuk situs/lokasi yang tercatat tersebut, misal El Centro
(Amerika), Kobe (Jepang), dst. Hasil pencatatan mencerminkan atau tergantung pula dari
situasi tanah dasar/batuan di lokasi gempa, yang akan menghasilkan respon yang bisa
berbeda jika tanah dasar di lokasi bangunan tidak sama karakteristiknya. Kalau ada hasil
rekaman gempa yang berada di daerah sekitar lokasi bangunan yang dianalisis memang akan
lebih baik digunakan sebagai input. Cuma kalau di negeri kita ini memang masih susah sih,
dipasangi alat ini-itu eh besoknya mungkin sudah berubah bentuk, dan seterusnya dan
seterusnya Kalau syarat dari SNI Gempa 2002 sendiri minimum dipakai 4 akselerogram
gempa, dengan salah satunya mengacu dari rekaman gempa El Centro.

Faktorlain, walaupun untuk rekaman gempa yang sama, mungkin saja ada beberapa macam
tipe format data rekaman. Misal ada yang datanya dalam bentuk interval detik/waktu tertentu
sehingga nilai data adalah langsung nilai percepatannya saja, ada juga yang berupa pasangan
data waktu dan nilai percepatan, dst. Jadi saat input data ke program harus dipahami format
yang dipakai oleh sang sumber data (termasuk pemakaian pemisah desimal dengan titik atau
koma, juga satuan yang dipakai misal m/detik^2, mm/detik^2, dst.). Perlu diperhatikan pula,
masalah massa bangunan, yang juga mesti diinput atau diset secara tepat, karena akan
berpengaruh ke besar beban gempanya. Oh ya, jangan lupa juga faktor pengalinya, yaitu
faktor pengali untuk satuan percepatan gravitasi (g), dan faktor pengali untuk menskalakan
percepatan puncak akselerogram asli ke percepatan gempa sesuai lokasi bangunan, termasuk
pula nilai faktor keutamaan gedung dan reduksi gempa (Ao.I/R). Dalam SAP2000,
akselerogram gempa diinput lewat function, yang kemudian diberikan faktor pengali yang
sesuai dalam analysis case.
Nah, berikutnya beranjak ke analisis metode ragam spektrum respons. Metode ini adalah
turunan dari metode riwayat waktu yang memakai rekaman akselerogram gempa yang
diuraikan sebelumnya. Sesuai namanya, metode ini adalah plot grafik nilai tanggapan

(respon) struktur maksimum seperti lendutan, kecepatan dan percepatan terhadap fungsi
beban tertentu (dalam hal ini adalah beban percepatan tanah akibat gempa). Contoh bentuk
grafik spektrum respons seperti terlihat di bawah.

Absis (sumbu mendatar) bisa memuat nilai frekuensi atau periode struktur, dan ordinat
(sumbu vertikal) memuat nilai respons maksimum, dalam hal ini adalah percepatan (dalam
satuan gravitasi). Perlu dicermati dalam grafik tersebut, bahwa nilai periode atau waktu pada
sumbu mendatar bukanlah interval waktu biasa, melainkan berupa waktu getar alami
struktur. Sehingga pada sumbu vertikal juga otomatis yang dimaksud adalah percepatan
yang terjadi pada strukturnya, bukan percepatan tanah. Bandingkan dengan metode
riwayat waktu, sumbu mendatar adalah waktu rekaman dan vertikal berupa percepatan
tanahnya. Dalam SNI Gempa 2002 sudah tersedia grafik ini, menyesuaikan dengan Wilayah
Gempa dan jenis tanah di lokasi bangunan. Cara membacanya dengan melihat pada absis
berdasar nilai waktu getar alami struktur, lalu dipotongkan ke atas pada grafik (sesuai jenis
tanah) dan dilihat nilai percepatan pada ordinat di sebelah kiri.
Kalau dalam analisis response spectrum ini, hal lain yang perlu diperhatikan antara lain
adalah analisis modal, penentuan massa struktur, dan faktor pengalinya. Analisis modal
akan berguna untuk menentukan waktu getar alami fundamental (T1) struktur gedung. Massa
struktur, sama seperti pada analisis riwayat waktu, berpengaruh pada besar beban (ingat
rumus sederhana F = m x a). Faktor pengali yang dipakai sesuai SNI Gempa 2002 mencakup
nilai faktor keutamaan dan faktor reduksi gempa (I/R) serta pengali gravitasi bumi (g). Dalam
SAP2000, sama seperti analisis riwayat waktu, grafik spektrum respons diinput lewat
function, yang kemudian diberikan faktor pengali yang sesuai dalam analysis case.
Terakhir, analisis statik ekuivalen. Dalam metode ini, gaya gempa dianggap sebagai beban
luar yang bekerja pada struktur atas gedung. Kalau pada metode riwayat waktu beban
dikerjakan pada tumpuan atau tanah dasar, maka pada metode ini gedungnya dianggap
dipukul langsung oleh gaya ekuivalensi percepatan tanah akibat gempa.

Input gaya pukulnya berdasar gaya geser dasar total akibat gempa (V), yaitu dengan rumus
tersohor C.I.W/R. Nilai C adalah percepatan (bisa dibaca dari grafik respons spektrum,
dengan nilai waktu getar alami T diambil berdasar rumus perkiraan). Nilai I dan R adalah
faktor keutamaan dan reduksi gempa, sedangkan W adalah berat total struktur, termasuk
beban hidup efektif. Gaya geser dasar ini selanjutnya disebar ke tiap lantai gedung sesuai
dengan proporsi tinggi lantai dan berat lantai yang bersangkutan sebagai beban titik, tanpa
perlu repot embel-embel faktor pengali lain lagi, cuma repot menghitung berat per
lantainya
Gampangnya, kalau metode dinamik (terutama time history) gedungnya yang diam tanahnya
yang bergoyang (getaran tanah), sedangkan pada analisis statik ekuivalen kebalikannya,
tanah/tumpuan diam gedungnya yang digoyang. Hasilnya sama, semua jadi goyang njoget ala
SNI Gempa 2002, hanya saja memang akan terdapat perbedaan antara keduanya. Guna
mengantisipasi hal tersebut, dalam peraturan itu juga terdapat ketentuan untuk mengontrol
gaya geser dasar akibat metode dinamik yang minimal harus sebesar 80% dari gaya geser
dasar statik, yang bilamana belum terpenuhi maka perlu ditambahkan faktor pengali lagi
untuk memperbesar.
Jika ingin tahu lebih lanjut mengenai penerapan analisis beban gempa dalam SAP2000, mulai
dari statik sampai dinamik, simak saja terus blog ini untuk info buku baru yang akan
terbit

UTF versus Mesh


Posted by Purbo on 25 November 2010

Eh, ini bukan liputan hasil pertandingan lho UTF itu maksudnya Uniform To Frame, dan
Mesh itu maksudnya pias.
Setelah agak lama vakum karena beberapa kali harus keluar kota untuk urusan pekerjaan, dan
sempat dag-dig-dug akibat status Merapi, ditambah lagi memang baru males menulis, kini
tiba saatnya membahas tentang SAP2000 lagi Jika menyimak judulnya (penjelasan di
bawah judul maksudnya), tulisan kali ini memang berkaitan terutama dengan pemakaian
elemen shell untuk pemodelan pelat pada bangunan gedung. Di antara (atau malah semua?)
para pembaca tentunya ada yang mengenal metode pelimpahan beban pelat lantai ke balokbalok gedung dengan pembebanan segitiga dan trapesium. Dalam metode tersebut, pelat tidak
dimodelkan sebagai elemen namun hanya sebagai beban (termasuk berat finishing lantai dan
beban hidup), sehingga model struktur gedung hanya mencakup elemen balok dan kolom
saja. Hal ini terkait terutama karena keterbatasan metode perhitungan klasik struktur frame.
Nah, seiring dengan berkembangnya jaman, dan mulai hadirnya program semacam SAP2000,
kini tersedia pula metode alternatif: pelat dapat langsung ikut dimodelkan sebagai elemen
dalam model struktur. Tulisan ini akan mencoba membandingkan kedua metode tersebut,
dengan kaitannya terhadap pemodelan pembebanan uniform dan uniform to frame, serta
pengaruh mesh. Uniform? Uniform to frame? Mesh? Nggak gatal tapi jadi garuk-garuk
kepala? Ikutin aja ceritanya, nanti juga manggut-manggut kok akhirnya

Langsung saja, di sini akan dibandingkan 5 macam model struktur gedung sederhana 2 lantai
dengan tinjauan beban gravitasi. Seperti yang disebutkan sebelumnya, dibuat model struktur
frame dengan pelat sebagai beban saja, dan model dengan pelat sudah ikut disertakan sebagai
elemen. Pada model dengan pemodelan elemen pelat, ditinjau pengaruh pembebanan tipe
uniform dan uniform to frame. Termasuk pula adalah tinjauan terhadap pengaruh meshing
alias pembagian pias-pias pada elemen pelat. Sebagai rekapitulasinya, model tinjauan kita
adalah sbb. :
1. Frame tanpa pelat, beban segitiga/trapesium
2. Frame dengan pelat, beban uniform to frame, tanpa mesh pelat
3. Frame dengan pelat, beban uniform to frame, dengan mesh pelat
4. Frame dengan pelat, beban uniform, tanpa mesh pelat
5. Frame dengan pelat, beban uniform, dengan mesh pelat

Pada model 2 s/d 5, beban pada pelat berupa beban luasan yang langsung diberikan pada
pelatnya (ndak perlu dihitung dulu seperti pada model 1). Ada dua pilihan yang bisa dipakai,
yaitu beban uniform dan beban uniform to frame, semua berupa beban per luasan (misal
dalam kN/m2). Bedanya? Beban uniform diaplikasikan pada pelatnya saja, sedangkan pada
uniform to frame beban luasan juga akan ditransfer secara otomatis oleh program menjadi
beban segitiga dan trapesium ke balok-balok di sekitarnya. Lantas kenapa tidak langsung
pakai uniform to frame saja, kan sudah jelas to? Beban uniform juga bisa dipakai kok, tapi
ada syaratnya Apa itu? Sabar donk, nanti juga dijelaskan kok. Kalau dijelasin sekarang
habis lah bahan tulisan saya hehehe Satu lagi, warna teks untuk kedua jenis beban tersebut
nanti akan dibedakan supaya yang membaca tidak mudah bingung dan tersesat (tulisan beban
uniform dengan warna merah dan uniform to frame warna biru).
Oh ya, sebelum kelupaan mesh yang dipakai di sini adalah dengan automatic area mesh.
Mau dengan divide area juga boleh sih, sama saja kok. Bedanya hanya di modelnya saja,
dengan divide area model akan dibagi dalam pias-pias secara fisik sedangkan dengan
automatic mesh hanya dalam analisisnya saja program akan melakukan pembagian pias
secara otomatis. Biar lebih jelas, misal satu panel pelat dibagi menjadi 10 x 10 pias lewat
divide area, maka akan didapatkan 100 elemen pelat untuk panel tersebut. Dengan automatic
mesh, panel tetap akan menjadi 1 elemen, namun dalam analisisnya akan dihitung sebagai
100 pias/elemen. Jika ingin melakukan perubahan jumlah/ukuran pias, maka metode dengan
divide area harus membuat panel/elemen baru lalu dibagi, sedangkan pada automatic mesh
tinggal mengganti inputnya saja. Selain itu, mesh yang dimaksud di sini adalah mesh yang
lebih detail/halus pada panel pelat antara balok-balok, jadi bukan hanya mesh pada lokasi
baloknya saja.

Beban-beban yang ditinjau pada model struktur adalah beban mati (berat sendiri) dan beban
hidup (penggunaan lantai gedung). Tentu saja ini adalah penyederhanaan saja agar mudah
penyajian dan pemahamannya, misal beban mati bisa ditambahkan pula beban finishing
keramik dll. Beban hidup pada model adalah sebesar 2,5 kN/m2 untuk pelat lantai 2 dan 1
kN/m2 untuk pelat lantai dak/atap. Monitoring dilakukan terhadap respon nilai maksimum
lendutan serta momen lentur pada balok lantai 2 portal tengah untuk portal arah-X, dengan
acuan model frame tanpa pelat (sebagai beban saja, Model no.1). Setelah melalui proses
analisis yang cepat (ya iyalah coba kalau model 50 lantai dengan denah tak beraturan)
maka sim salabim berikut rekap hasilnya, untuk tinjauan beban hidup saja (nomor urut
mengacu juga pada nomor model) :

Lendutan lantai 2 portal tengah arah X

1. 0,0611 mm
2. 0,0619 mm
3. 0,0617 mm

4. 0,0574 mm
5. 0,0658 mm

Momen negatif/positif balok lantai 2 portal tengah arah X

1. 9,077/5,485 kNm
2. 8,912/5,437 kNm
3. 7,274/3,975 kNm
4. 0,221/0,223 kNm
5. 8,342/4,733 kNm

Pembandingan akan dilakukan per kelompok tipe portal, yaitu model 2 & 3 (beban uniform
to frame) dan model 4 & 5 (beban uniform), dengan acuan ke model 1 (portal tanpa model
pelat). Untuk model beban uniform to frame (2 & 3), baik respon lendutan dan momen lentur
maksimum tampak mendekati respon model 1. Sedangkan pada model 4 & 5, ada perbedaan
mencolok, yaitu pada model 4. Hasil lendutan mungkin masih memenuhi, tapi momennya
jadi kacau, baik dari segi nominal nilainya maupun bentuk diagram momen Ada apanya
yah
Coba ingat kembali, model 4 adalah model dengan beban uniform tanpa meshing. Pada beban
uniform beban luasan akan langsung disalurkan hanya pada tepi-tepi (nodal ujung) elemen
pelat saja. Oleh karena itu, respon lendutan memang masih memenuhi karena titik tinjauan
adalah pada joint/pertemuan balok-kolom yang juga terdapat nodal ujung elemen pelat,
sehingga beban uniform masih bisa masuk dalam perhitungan. Namun untuk respon momen
lentur, di mana titik tinjauan adalah pada elemen batang, maka beban uniform tidak
terlimpahkan ke balok karena ujung-ujung pelat hanya ada pada pertemuan/joint balok-kolom

saja. Nah, perhatikan tuh model 5, sama-sama dengan beban uniform namun hasil lendutan
dan momen bisa mendekati acuan model 1. Apa resepnya? Mesh. Ingat perbedaan model 4
dan 5 hanyalah pada meshing, dengan model 4 tidak dilakukan pembagian pias. Akibat
adanya meshing pada model 5, maka beban uniform juga akan tersalukan ke balok karena
pada elemen balok juga akan terbebani dari ujung-ujung masing-masing pias elemen pelat.
Sedangkan pada model 4 beban hanya akan tersalurkan langsung ke kolom saja.

Terus, model beban uniform to frame, yang tanpa mesh dan dengan mesh (model 2 & 3) kok
kayaknya nggak jauh beda ya kalo gitu, pake yang tanpa mesh aja, biar lebih praktis dan
cepat, ya kan ? Eit! Nanti dulu, jangan keburu syukuran Harap diingat juga, model-model
peragawati tadi eh salah model-model struktur kita tadi baru sebatas tinjauan beban hidup
saja lho, untuk keperluan tinjauan beban uniform vs uniform to frame. Nah, sekarang coba
kita lihat apa jadinya bila kita bandingkan model 1, 2 dan 3 untuk pengaruh beban mati.
Berikut hasil liputan eh hitungan nilai momen maksimum akibat berat sendiri pelat dan balok
serta kolom (tinjauan masih pada balok lantai 2 portal tengah arah X dengan format momen
negatif/positif, nomor urut masih mengacu nomor model) :

1. 13,321/7,764 kNm
2. 2,791/1,521 kNm
3. 11,891/6,484 kNm

Wah, lagi-lagi model tanpa mesh elemen pelat (model 2) bermasalah Siapa ni biang
keroknya, hayo ngaku Coba kita cermati jenis bebannya: pada bahasan sebelumnya, beban
hidup berupa beban luasan uniform to frame, sedangkan di sini beban mati berasal dari berat
sendiri elemen pelatnya (bukan berupa beban uniform to frame) sehingga sifatnya cenderung
sama seperti beban uniform. Jadi ya tetap perlu meshing juga kan. Hasil momen pada
model 2 terakhir tadi juga akan mendekati dengan model 1 yang dihilangkan limpahan beban
pelatnya (hanya ada berat sendiri balok), yaitu sebesar : 3,043/1,522 kNm, sehingga tampak
bahwa beban mati hanya langsung tersalurkan ke joint/kolom.

Sebenarnya ada alternatif lain untuk beban berat sendiri pelat (dan finishing) dihitung
tersendiri dan dijadikan beban uniform to frame, sedangkan berat sendiri elemen pelat di-nolkan lewat modifier di area section-nya, yang menghasilkan momen: 13,096/7,712 kNm
(tanpa memakai mesh pelat). Namun, akan muncul masalah lain, jika ingin mencari nilai
lendutan pelat (bukan lendutan balok/joint) misal di tengah-tengah bentang pelat, karena
deformasi pelat akan menjadi satu kesatuan blok. Bandingkan kedua gambar di bawah ini,
bentuk lendutan portal dengan mesh pelat dan tanpa mesh.

Berhubung sudah menjelang akhir tulisan ini (karena sudah mulai capek mikir dan
nulisnya), akan penulis rangkumkan kesimpulan celotehan panjang lebar di atas dalam
butir-butir berikut :

Pada elemen pelat lantai gedung, dapat diterapkan baik beban uniform
maupun uniform to frame.
Diperlukan meshing pada elemen pelat lantai, terutama pada beban
uniform, dan untuk beban uniform to frame guna mengakomodasi transfer
beban berat sendiri pelat.
Alternatif lain untuk masalah beban mati pelat tanpa memakai meshing
adalah dengan menjadikan berat sendiri pelat sebagai beban uniform to
frame dan me-non aktif-kan berat sendiri pelat. Namun harap
diperhatikan, metode ini tidak bisa mengakomodasi keperluan lendutan
pada elemen pelat. Jadi, tetap direkomendasikan untuk menggunakan
meshing.

Kok jadi seperti skripsi saja ya pakai kesimpulan segala Jadi, demikian tadi kesimpulan
dari hasil penyelidikan penulis. Harap dicatat juga, hasil di atas adalah masih sebatas
pengaruh beban gravitasi dengan model portal sederhana. Mau pakai cara yang mana,
terserah pada user, yang jelas masing-masing metode ada ketentuan dan konsekuensinya
sendiri, tinggal dicermati saja biar tidak kesasar. Sesuaikan antara keperluan dengan
modelnya: kalau tinjauan meliputi respon pada batang/frame dan pelat (misal gaya batang
model frame atau lendutan pelat, dll.) maka akan dibutuhkan meshing yang lebih detail pada
panel pelatnya, sedangkan tinjauan lainnya (misal hanya untuk reaksi, gaya batang

pada truss, dll.) bisa cukup menggunakan mesh pada posisi baloknya (tanpa mesh pada panel
pelat).
Nah, biar tambah penasaran (sekalian ngetes pemahamannya): kalo dilihat di Example
Problems SAP2000 (tahu di mana mencarinya kan dari menu Help), di Problem A
(Concrete Wall & Steel Frame) ada contoh pemberian automatic mesh untuk area (shear
wall/dinding geser); sedangkan di Problem C (Truss Frame) dan Problem Z (Response
Spectrum Analysis) pelatnya tidak diberi mesh (hanya pembagian pada lokasi balok atau
titik/joint utama saja).

Anda mungkin juga menyukai