Anda di halaman 1dari 81

TKS62121 DINAMIKA

Sesi 1 : Pendahuluan

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Dr. AZ

Deskripsi Singkat Mata Kuliah


Pada mata kuliah ini akan dipelajari tentang struktur yang
mengalami pembebanan secara dinamis dan mengaplikasikan
pada bangunan. Materi dibagi menjadi dua bagian untuk dipelajari
dan dipahami oleh mahasiswa.
Bagian pertama adalah menyusun persamaan gerak satu derajat
kebebasan (SDoF), dengan menggunan hukum Newton, prinsip
d’Alembert, dan asas Displasemen Virtual, baik untuk Model
Parameter Terkumpul (MPT - lumped mass) maupun Model
Menerus (MM - continuous mass). Selanjutnya menghitung
respon struktur untuk getaran bebas maupun getaran paksa suatu
sistem Derajat Kebebasan Tunggal.

1
Deskripsi (lanjutan)
Bagian kedua adalah belajar tentang cara menurunkan persamaan
gerak sistem menerus struktur sederhana yang mengalami
deformasi aksial dan lentur. Materi selanjutnya tentang penurunan
persamaan gerak untuk sistem dengan derajat kebebasan jamak
(MDoF), dalam hal ini akan dibahas sistem dengan dua derajat
kebebasan (2 DoF) sebagai kasus dasar dari sistem dengan derajat
kebebasan jamak. Selain itu, persamaan Lagrange juga digunakan
untuk menurunkan persamaan gerak bidang pada model menerus
dengan asumsi moda.

Tujuan Spesifik Mata Kuliah


Mahasiswa diharapkan dapat mengenali dan menjelaskan
berbagai macam karakteristik beban dinamis dan pengaruhnya
pada struktur, memformulasikan permasalahan dinamik sistem
Satu Derajat Kebebasan/SDK (SDoF = Single Degree of
Freedom) dan system Berderajat Kebebasan Jamak (MDoF =
Multi Degree of Freedom), tanpa atau dengan redaman, getaran
bebas, getaran paksa dan memperoleh solusinya secara analitis
maupun numeris, menghitung respons struktur akibat beban
harmonis, beban impuls, beban irregular, dan base motion.

2
CPMK (Capaian Pembelajaran
Mata Kuliah)
▪ Dapat melakukan pembuatan model analitis sistem dengan
struktur yang relevan dengan teknik kelautan, baik model
parameter terkumpul (MPT) maupun model menerus (MM)
secara benar
▪ Dapat membuat model matematis sistem dengan SDK dengan
menggunakan Hukum Newton II untuk MPT dan asas
Displasemen Virtual baik untuk MPT maupun MM.
▪ Dapat menghitung properti dinamis sistem SDK (dalam hal ini
frekuensi natural, periode natural dan faktor redaman).
▪ Dapat menghitung respon sistem SDK terhadap beban dinamis
yang berupa beban harmonik, beban dalam bentuk khusus dan
beban umum.

CPMK (lanjutan)
▪ Mampu mengungkapkan ide atau gagasan mereka secara lisan
dan tertulis.
▪ Dapat membuat model analitis (analytical modeling) secara
benar.
▪ Dapat membuat model matematis (mathematical modeling) dan
menghitung penurunan persamaan gerak secara benar.
▪ Memahami karakteristik dinamik struktur/sistem dengan dapat
menghitung frekuensi natural dan moda bentuk (mode shape)
sistem tak teredam dengan 2 DoF.
▪ Dapat menghitung respons sistem 2 DoF tak teredam akibat
eksitasi harmonis dengan Metode Superposisi Moda.

3
Pokok Bahasan Mata Kuliah
▪ Konsep Penyelidikan Dinamis : pengertian dan lingkup
penyelidikan dinamis, faktor pertimbangan untuk menentukan
penyelidikan dinamis, analisa statis vs analisa dinamis, tahapan
penyelidikan dinamis, pemodelan struktur, dan uji laboratorium.
▪ Model Matematis Sistem SDoF : elemen Model Parameter
Terkumpul, penerapan Hukum Newton, prinsip d’Alembert,
penerapan Prinsip Displasemen Virtual pada Model Parameter
Terkumpul dan pada Model Menerus (metode pola asumsi).
▪ Getaran Bebas Sistem SDoF : sistem getaran bebas, sistem
getaran bebas teredam, penentuan frekuensi natural dan faktor
redaman secara eksperimental.

Pokok Bahasan (lanjutan)


▪ Respons Sistem SDoF terhadap Eksitasi Harmonis : sistem
getaran paksa tak teredam, sistem getaran paksa teredam,
respons frekuensi kompleks, transmisibilitas, gaya dan gerakan
alas, instrumen pengukur getaran, penentuan frekuensi natural
dan faktor redaman dengan menggunakan data respons
frekuensi, redaman viskos ekivalen, redaman struktur.
▪ Respons Sistem SDoF terhadap Eksitasi Khusus : respons
sistem teredam viskos terhadap Ideal Step Input, respons sistem
tak teredam terhadap rectangular pulse dan ramp loadings,
repons sistem tak teredam terhadap impuls durasi pendek.
▪ Respons Sistem SDoF terhadap Eksitasi Umum : metode
Integral Duhamel, respons spektra.

4
Pokok Bahasan (lanjutan)
▪ Model Matematis Sistem Menerus : penerapan Hukum
Newton, deformasi aksial dan getaran melintang balok elastic
linier (Bernoulli-Euler).
▪ Getaran Bebas Sistem Menerus : getaran aksial, getaran
melintang balok elastic linier (Bernoulli-Euler).
▪ Model Matematis Sistem Derajat Kebebasan Jamak :
penerapan Hukum Newton pada Model Parameter Terkumpul,
Persamaan Lagrange, penerapan Persamaan Lagrange pada
Model Parameter Terkumpul, dan pada Model Menerus:
(Metode Pola Asumsi), koordinat terkekang dan faktor pengali
Lagrange
▪ Respons Getaran Sistem Dua Derajat Kebebasan Tak
Teredam : getaran bebas, sistem dengan moda benda kaku,
respons terhadap eksitasi harmonis (Metode Superposisi Moda).

Komponen Evaluasi Mata Kuliah


Evaluasi mata kuliah mencakup beberapa komponen penilaian
yaitu :
1. Tugas Mandiri (TM)
2. Tugas Kelompok (TK)
3. Kuis (K)
4.Ujian Tengah Semester (UTS)
5. Ujian Akhir Semester (UAS)
Persentase dari komponen-komponen tersebut tergantung pada
kebijaksanaan dosen pengampu mata kuliah.

5
Pustaka
1. Paz, M. & Leigh, W., 2004, Structural Dynamics – Theory and
Computation, 5th ed., Kluwer Academic Publishers Group,
Netherland.
2. Pustaka lain yang berhubungan dengan Dinamika Struktur.
3. http://zacoeb.lecture.ub.ac.id/category/kuliah/drg/

TKS62121 DINAMIKA
Sesi 2 : Konsep Analisis

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Dr. AZ

6
Pendahuluan
Dinamik dapat didefinisikan sebagai variasi atau perubahan terhadap waktu dalam
konteks gaya yang bekerja (excitation) pada struktur. Beban dinamik dapat berupa
variasi besarannya (magnitude), arahnya (direction) atau posisinya (point of
application) berubah terhadap waktu (change with time). Demikian juga respons
struktur (lendutan dan tegangan) yang dihasilkan terhadap beban dinamik juga
mengalami perubahan terhadap waktu atau bersifat dinamik.

Gambar 1. Contoh Respons Gempa

Statis vs Dinamis
Sebagai ilustrasi perbedaan beban statis dan dinamis ditunjukkan
pada Gambar 2 untuk balok kantilever dengan 2 (dua) jenis
pembebanan. Gambar 2.a menunjukan balok kantilever dengan
beban statis yang responnya dipengaruhi oleh beban P,
sedangkan Gambar 2.b menunjukan balok kantilever dengan
beban dinamis atau beban yang bervariasi terhadap waktu P(t).

Gambar 2. Beban Statis vs Dinamis

14

7
Statis vs Dinamis (lanjutan)
Lendutan (deflection) dan tegangan internal (internal stress) dalam kasus beban statis
hanya ditimbulkan langsung oleh beban P, sedangkan dalam kasus beban dinamis,
percepatan yang dialami oleh balok akibat P(t) menimbulkan gaya inersia yang
terdistribusi pada seluruh bagian balok. Gaya inersia yang ditimbulkan oleh massa
balok ketika mengalami percepatan akan mempengaruhi nilai lendutan dan tegangan
pada balok. Jika pengaruh gaya inersia yang terjadi sangat signifikan, maka perlu
dilakukan analisa dinamis. Sebagai ilustrasi perbedaan respons suatu struktur balok
sederhana ditunjukkan pada Gambar 3 untuk beban statis (Gambar 3.a) dan dinamis
(Gambar 3.a).

Statis vs Dinamis (lanjutan)

Gambar 3. Respons Statis vs Dinamis

8
ProsedurAnalisis
Secara umum prosedur yang paling utama dalam sebuah analisis dinamik adalah
pemodelan matematis. Untuk prosedur lengkap dalam analisis dinamik ditunjukkan
pada Gambar 4.

Gambar 4. Prosedur Analisis Dinamik

ProsedurAnalisis (lanjutan)
Model analitis untuk balok kantilever seperti pada Gambar 5, terbagi dalam 2 (dua)
kategori dasar, yaitu : model diskrit (discrete parameter model) dan model
berkesinambungan (continues model) yang mempunyai jumlah derajat kebebasan
(number of DOF) tak berhingga. Namun dengan proses idealisasi, sebuah model
matematis dapat mereduksi jumlah derajat kebebasan menjadi suatu jumlah diskrit.
Model analitis terdiri dari :
▪ Asumsi sederhana yang dibuat untuk menyederhanakan suatu sistem.
▪ Gambar dari model analitis tersebut.
▪ Daftar parameter desain.

9
ProsedurAnalisis (lanjutan)
Model berkesinambungan (continues model) pada Gambar 5.a untuk balok kantilever
menunjukan jumlah derajat kebebasan tak berhingga, model diskrit pada Gambar 5.b
dan model massa terkelompok (lumped mass model) pada Gambar 5.c dengan massa
terbagi rata dari sistem dianggap sebagai massa titik atau partikel.

Gambar 5. Model Analitis Balok Kantilever

Derajat Kebebasan
Derajat Kebebasan atau DOF (Degree of Freedom) merupakan derajat independensi
yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu sistem pada setiap saat. Jika sebuah
struktur dibebani secara bolak balik atau dinamis seperti pada Gambar 6.a, maka
respons yang akan terjadi seperti pada Gambar 6.b.

20
Gambar 6. Model dan Respons Struktur

10
Derajat Kebebasan (lanjutan)
Gambar 7 menunjukkan beberapa model struktur dengan derajat kebebasan tunggal,
SDOF (Single Degree of Freedom) dan derajat kebebasan banyak, MDOF (Multi
Degree of Freedom).

21
Gambar 7. Model Struktur, SDOF dan MDOF

Derajat Kebebasan (lanjutan)

22
Gambar 7. (lanjutan)

11
TKS62121 DINAMIKA
Sesi 3 : SDOF - Pemodelan

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Dr. AZ

Parameter
Komponen-komponen yang merupakan pemodelan himpunan parameter dari sebuah
struktur adalah sesuatu yang menghubungkan gaya dengan perpindahan, kecepatan, dan
percepatan. Komponen yang menghubungkan gaya dengan perpindahan disebut pegas.
Gambar 1 menunjukkan idealisasi pegas tak bermassa dan plot gaya dari pegas
terhadap regangan. Gaya pegas selalu bekerja sepanjang garis hubung kedua ujung
pegas.

Gambar 1. Gaya-deformasi pada pegas

12
Parameter (lanjutan)
Hubungan linier antara gaya dan regangan dinyatakan seperti Pers. 1 :
𝒇𝒔 = 𝒌 𝒆 (1)
dengan k adalah konstanta pegas. Satuan besaran k adalah lb/in atau N/m, sedangkan
energi tegangan dinyatakan seperti Pers. 2.
𝟏
𝑽= 𝒌 𝒆𝟐 (2)
𝟐
Dengan V adalah energi tegangan yang dinyatakan sebagai area di bawah kurva fs
terhadap e.

Parameter (lanjutan)
Model analitis yang paling umum dari redaman dalam analisis dinamik struktur adalah
model tahanan dashpot seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Model Tahanan Dashpot

13
Parameter (lanjutan)
Gaya redaman, fD dapat dinyatakan seperti Pers. 3, yang merupakan fungsi linear dari
kecepatan relatif antara dua ujung dashpot.
𝒇𝑫 = 𝒄 𝒖𝟐 − 𝒖𝟏 (3)
Konstanta c disebut koefisien viskositas redaman dan satuan besarannya adalah lb/in/s
atau N/m/detik.
Untuk menyatakan persamaan gerak dari partikel dapat menggunakan hukum kedua
dari Newton (Pers. 4) :
σ𝑭 = 𝒎 𝒂 (4)
dengan m adalah massa dan a adalah percepatan relatif dari suatu bidang referensi
inersia. Satuan besaran massa adalah lb.s/in atau N.detik/m.

Parameter (lanjutan)
Dalam permasalahan dinamika sering diperkenalkan gaya inersia, f1 seperti Pers. 5
yang sangat berguna untuk mengetahui respons struktur dengan lebih baik.
𝒇𝟏 = −𝒎 𝒂 (5)
Pers. 4 dan 5 dapat ditulis ulang sebagai persamaan dinamik yang semisal menjadi
seperti Pers. 6, dengan resultan gaya inersia yang ditambahkan pada resultan gaya lain
yang bekerja pada partikel.
σ 𝑭′ = 𝒇𝟏 + σ 𝑭 = 𝟎 (6)

14
Pemodelan Matematis
Model matematis dalam analisa dinamika struktur mempunyai
beberapa elemen sebagai berikut:
▪ Massa, m menyatakan massa dan sifat inersia dari struktur
▪ Pegas, k menyatakan gaya balik elastis dan kapasitas energi
potensial dari struktur
▪ Redaman, c menyatakan sifat geseran dan kehilangan energi
dari struktur
▪ Gaya pengaruh, F(t) menyatakan gaya luar yang bekerja pada
sistem struktur sebagai fungsi dari waktu.
Namun dalam pembahasan dinamika struktur dengan analisa
sederhana pada sistem berderajat kebebasan tunggal (SDOF),
redaman c dapat diabaikan. Gambar 3 menunjukkan beberapa
contoh model matematis pada struktur..

Pemodelan Matematis (lanjutan)

Gambar 3. Model Matematis SDOF

15
Pemodelan Matematis (lanjutan)
Pada model matematis (Gambar 3), massa m dihambat oleh pegas k dan bergerak
menurut garis lurus sepanjang satu sumber koordinat. Karakteristik mekanis pegas
dinyatakan sebagai gaya Fs pada ujung pegas dan hasil perpindahan y seperti
ditunjukkan pada Gambar 4 (a), sedangkan 3 (tiga) jenis pegas ditunjukan secara
grafis pada Gambar 4 (b).

Gambar 4. Hubungan gaya dan perpindahan pada pegas

Pemodelan Matematis (lanjutan)


Pada Gambar 4, lengkungan pada pegas kuat (hard spring)
menggambarkan sifat dimana gaya harus memberikan pengaruh
lebih besar untuk suatu perpindahan yang diisyaratkan seiring
dengan terdeformasinya pegas. Karakteristik garis lurus pada
pegas linier (linear spring) menggambarkan deformasi yang
selaras dengan gaya. Konstanta keselarasan antara gaya dan
perpindahan dari pegas linier disebut konstanta pegas, k (spring
constant). Pada pegas lemah (soft spring), pertambahan gaya
untuk memperbesar perpindahan cenderung mengecil pada saat
deformasi pegas menjadi makin besar.

16
Pemodelan Matematis (lanjutan)
Jika suatu pegas terpasang secara paralel (Gambar 5.a) atau seri
(Gambar 5.b), maka diperlukan penentuan konstanta pegas
ekivalen dari sistem tersebut.

Gambar 5. Kombinasi Pegas

Pemodelan Matematis (lanjutan)


Untuk n pegas yang dipasang paralel, konstanta pegas ekivalen
(Pers. 7),
𝑲𝒆 = σ𝒏𝒊−𝟏 𝒌𝒊 (7)
sedangkan untuk n pegas yang terpasang seri (Pers. 8).
𝟏 𝟏
= σ𝒏𝒊−𝟏 (8)
𝑲𝒆 𝑲𝒊

17
Free Body Diagram
Salah satu aspek penting dalam analisis dinamis adalah menggambar sebuah diagram
benda besas (free body diagram) dari sistem yang memungkinkan penulisan besaran
matematik dari sistem tersebut. Free Body Diagram (FBD) adalah suatu sketsa dari
benda yang dipisahkan dari benda lainnya, dimana semua gaya luar pada benda terlihat
jelas seperti contoh untuk sistem SDOF yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. FBD dari sistem SDOF

Free Body Diagram (lanjutan)


Dari Gambar 6, menunjukan bahwa massa m yang dipindahkan
dengan adanya gaya luar sebesar P(t), dan memberikan gaya
pegas sebesar fs = k y serta gaya inersia I.

18
TKS62121 DINAMIKA
Sesi 4 : SDOF – Persamaan Gerak

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Dr. AZ

Pendahuluan
Persamaan gerak (equation of motion) dari beberapa model parameter massa terkumpul
(lumped mass) akan diturunkan dengan menggunakan hukum Newton atau yang
ekivalen (prinsip d’Alembert). Hal ini juga berlaku sebagai review materi dinamika
dan memperkenalkan prosedur yang digunakan dalam menentukan model matematis
dari sistem SDOF.

19
Hukum Newton II
Gerak pada sebuah system ditentukan oleh perpindahan atau kecepatan massa m pada
saat waktu t (untuk kondisi awal, t = 0). Hubungan antara perpindahan dan waktu
diberikan oleh hukum Newton II seperti Pers. 1, dengan F adalah resultan gaya yang
bekerja pada partikel massa (m) dan a adalah resultan percepatan.
σ 𝑭 = 𝒎𝒂 (1)
Pers. 1 merupakan persamaan vektor yang dapat ditulis dalam bentuk ekivalen dalam
besaran komponen menurut sumbu koordinatnya seperti Pers. 2.
σ 𝑭𝒙 = 𝒎𝒂𝒙 ; σ 𝑭𝒚 = 𝒎𝒂𝒚 ; σ 𝑭𝒛 = 𝒎𝒂𝒛 (2)

Hukum Newton II (lanjutan)


Untuk ilustrasi bisa dilihat pada Gambar 1, dimana hukum Newton II digunakan untuk
menurunkan persamaan gerak dari sistem pegas sederhana dan dashpot (c). Asumsikan
hanya ada gerakan vertikal dan pegas linier dengan konstanta k (gesekan udara, massa
pegas, dan redaman dalam pegas diabaikan), p(t) adalah gaya yang bekerja pada massa
(m) dari luar.

Gambar 1. Sistem pegas sederhana

20
Hukum Newton II (lanjutan)
1. Tentukan bidang referensi dan koordinat perpindahan seperti Gambar 2.
2. Pilih sumbu x sebagai lintasan garis gerak.
3. Tentukan titik referensi awal (misal x = 0) pada lokasi pegas tidak teregang
dengan u adalah perpindahan pada arah x.

Gambar 2. Bidang referensi dan koordinat perpindahan

Hukum Newton II (lanjutan)


Diagram free body dari partikel seperti Gambar 3.

Gambar 3. Diagram free body

Pers. 3 ditulis menggunakan prinsip hukum Newton II.


+↓ σ 𝑭𝒙 = 𝒎𝒖ሷ (3)
(Catatan : tanda + menunjukkan u adalah positif untuk arah ke bawah)

21
Hukum Newton II (lanjutan)
Dari Gambar 3, tentukan gaya-gaya pada bagian kiri Pers. 3 :
𝒑 𝒕 − 𝒇𝑺 − 𝒇𝑫 + 𝑾 = 𝒎𝒖ሷ (4)
Hubungan gaya dengan sistem variabel gerak :
Gaya pegas, 𝒇𝑺 = 𝒌𝒆 = 𝒌𝒖 (5)
Gaya redam, 𝒇𝑫 = 𝒄𝒆ሶ = 𝒄𝒖ሶ (6)
Dari Pers. 4, 5, dan 6 dibuat menjadi seperti Pers. 7.
𝒎𝒖ሷ + 𝒄𝒖ሶ + 𝒌𝒖 = 𝑾 + 𝒑(𝒕) (7)
Catatan : Pers. 7 adalah PDB orde dua, linier, non homogen dengan koefisien
konstan.
Pers. 7 dapat disederhanakan dengan pertimbangan bahwa perpindahan statis dari W
dinyatakan sebagai perpindahan massa terukur berhubungan dengan kondisi seimbang
statis sebagai ur seperti Pers. 8.

Hukum Newton II (lanjutan)


𝒖 = 𝒖𝒓 + 𝒖𝒔𝒕 (8)
dengan ust adalah konstan, sehingga Pers. 7 dapat ditulis seperti Pers. 9.
𝒎𝒖ሷ 𝒓 + 𝒄𝒖ሶ 𝒓 + 𝒌𝒖𝒓 = 𝒑(𝒕) (9)
Pers. 9 adalah persamaan dasar dinamika struktur dan teori getaran linier, akan tetapi
diperlukan waktu yang lama untuk menentukan solusi dan aplikasinya, baik pada
system SDOF ataupun MDOF. Pada contoh Gambar 1, hukum Newton II
diaplikasikan langsung, sehingga tidak ada gaya inersia yang ditunjukkan pada diagram
free body (Gambar 3).

22
Prinsip d’Alembert
Prinsip d’Alembert menyatakan bahwa sebuah sistem (contoh Gambar 4.a) dapat
dibuat dalam keadaan keseimbangan dinamis dengan menambahkan sebuah gaya fiktif
pada gaya-gaya luar yang disebut sebagai gaya inersia.

Gambar 4. Sistem SDOF

Prinsip d’Alembert (lanjutan)


Pada Gambar 4.b, diagram free body memperlihatkan bahwa
jumlah gaya-gaya pada arah horisontal (H = 0 → fs + I = 0)
memberikan persamaan gerak seperti Pers. 10.
𝒎𝒚ሷ + 𝒌𝒚 = 𝟎 (10)
dengan :
y = simpangan (in)
𝒅𝟐 𝒚
𝒚ሷ = percepatan = 𝒅𝒕𝟐
𝒘 lb
m = massa = 𝒈 inൗ → g = 386 inൗsec2
sec2
lb
k = kekakuan elemen in

23
Prinsip d’Alembert (lanjutan)
Gambar 5 menujukkan kondisi dari suatu sistem pegas pada saat sebelum dibebani
(5.a), saat kondisi statis (5.b) dan pada saat kondisi dinamis (5.c).

Gambar 5. Sistem pegas dengan berbagai kondisi

Prinsip d’Alembert (lanjutan)


Kondisi statis (Gambar 5.b) :
V = 0
fs – w = 0
w = fs
w = kyo

Kondisi dinamis (Gambar 5.c) :


V = 0
fs + I = w
fs = k(y0 + y)
I = m𝒚ሷ
w = ky0
k(y0 + y) + m𝒚ሷ = ky0
ky0 + ky + m𝒚ሷ = ky0 → 𝒌𝒚 + 𝒎𝒚ሷ = 𝟎 (identik Pers. 10)

24
Prinsip d’Alembert (lanjutan)
Untuk menunjukkan kegunaan gaya inersia (I) dan juga mengilustrasikan fungsi utama
eksitasi terdukung atau gerakan dasar, seperti struktur gedung yang akan mengalaminya
selama gempa bumi, dapat dilihat pada contoh Gambar 6.

Gambar 6. Aplikasi prinsip d’Alembert

Prinsip d’Alembert (lanjutan)


Dari Gambar 6 dibuat diagram free body dari
massa termasuk gaya inersia bersama dengan gaya
sesungguhnya.

Persamaan kesetimbangan dinamis :


+ σ 𝑭′𝒙 = 𝟎 (11)
Dari diagram free body diperoleh :
𝒑 − 𝒇𝑺 − 𝒇𝑫 − 𝒎𝒖ሷ = 𝟎 (12)
Penyederhanaan hubungan gaya dengan variabel gerak :
𝒎𝒖ሷ + 𝒄 𝒖ሶ − 𝒛ሶ + 𝒌 𝒖 − 𝒛 = 𝟎 (13)

25
Prinsip d’Alembert (lanjutan)
Mengingat gaya pegas (fS) dan gaya redaman (fD) yang terhubung dengan massa (m)
mempunyai hubungan dengan gerak yang terjadi, maka Pers. 13 dapat ditulis ulang
menjadi Pers. 14 dengan semua nilai yang diketahui di bagian kanan persamaan.
𝒎𝒖ሷ + 𝒄𝒖ሶ + 𝒌𝒖 = 𝒄𝒛ሶ + 𝒌𝒛 + 𝒑 (14)
Pers. (14) adalah persamaan gerak dari perpindahan aktual massa yang berada dalam
garis kerja inersia untuk u(t).
𝒘=𝒖−𝒛 (15)
Dengan mengalikan 𝒎𝒛ሷ pada Pers. 13 dan menggunakan Pers. 15, dapat diperoleh
Pers. 16.
𝒎𝒘ሷ + 𝒄𝒘ሶ + 𝒌𝒘 = 𝒑 − 𝒎𝒛ሷ (16)

TKS62007 DINAMIKA
Sesi 5 : SDOF – Getaran Bebas

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Dr. AZ

26
Pendahuluan
Jika pada suatu sistim “tidak ada beban luar” yang bekerja, maka sistim akan bergerak
bebas (free vibration) mengikuti Pers. 1.
𝒎𝒚ሷ + 𝒄𝒚ሶ + 𝒌𝒚 = 𝟎 (1)
Secara matematis Pers. 1 disebut sebagai “persamaan diferensial linier homogen”
dengan kontanta massa (m), redaman (c) dan kekakuan (k) yang sudah diketahui
terlebih dahulu.
Ada 2 (dua) kemungkinan kondisi getaran bebas :
1. Getaran bebas tanpa redaman (free vibration without damping), dimana nilai c = 0.
2. Getaran bebas dengan redaman (free vibration with damping), dimana nilai c  0.

Getaranbebastanparedaman
Untuk kondisi getaran bebas tanpa redaman (nilai c = 0), maka Pers. 1 berubah menjadi
seperti Pers. 2.
𝒎𝒚ሷ + 𝒌𝒚 = 𝟎 (2)
Secara matematis, solusi Pers. 2 adalah seperti Pers. 3.
𝒚 𝒕 = 𝑨 𝐜𝐨𝐬 𝝎𝒕 + 𝑩 𝐬𝐢𝐧 𝝎𝒕 (3)
𝒌
dengan : 𝝎 =
𝒎

 disebut sebagai frekwensi sudut sistim (circular/angular frequency


system) dengan satuan rad/det.

27
Getaranbebastanparedaman (lanjutan)
Konstanta A dan B pada Pers. 3 diperoleh dari kondisi awal getaran sistim, jika pada
saat kondisi awal 𝒕 = 𝟎 :
1. Sudah ada simpangan sistim, sebesar 𝒚(𝟎), dan
2. Ada kecepatan awal sistim, sebesar 𝒚ሶ 𝟎 ,
maka diperoleh :

𝒚(𝟎)
𝑨 = 𝒚(𝟎) dan 𝑩= (3)
𝝎

Sehingga diperoleh solusi persamaan getaran bebas sistim seperti Pers. 4.



𝒚(𝟎)
𝒚 𝒕 = 𝒚 𝟎 𝐜𝐨𝐬 𝝎𝒕 + 𝐬𝐢𝐧 𝝎𝒕 (4)
𝝎

y(t) merupakan simpangan sistim pada saat t, dengan kata lain simpangan sistim
merupakan fungsi dari variabel waktu t.

Getaranbebastanparedaman (lanjutan)
Pers. 4 dapat juga ditulis dalam bentuk seperti Pers. 5.
𝒚 𝒕 = 𝑪 𝐬𝐢𝐧 𝝎𝒕 + 𝜶 (5)
C merupakan amplitudo getaran bebas tanpa redaman, dengan :

𝒚(𝟎) 𝟐
𝑪= 𝒚 𝟎 𝟐 + (6)
𝝎
dan
𝒚 𝟎 𝝎
𝜶 = 𝐚𝐫𝐜𝐭𝐚𝐧 ሶ
(7)
𝒚(𝟎)

𝒚(𝟎)
Gambar 1 menunjukkan hubungan antara amplitudo C dengan y(0) dengan .
𝝎

28
Getaranbebastanparedaman (lanjutan)

Gambar 1. Ilustrasi C, pada getaran bebas tanpa redaman

Getaranbebastanparedaman (lanjutan)
perioda getar adalah waktu yang dibutuhkan sistim untuk melakukan 1 siklus gerakan
adalah :
𝟐𝝅
𝑻= (8)
𝝎
dengan  = frekuensi sudut sistim
sedangkan frekuensi natural sistim (natural frequency) adalah :
𝟏
𝒇= (9)
𝑻
Dari Pers. 8 dan 9, terlihat bahwa perioda Getar (T), Frekuensi Sudut () dan
Frekuensi Natural (f) mempunyai nilai yang tetap untuk suatu sistim, sehingga ketiga
konstanta ini dapat digolongkan juga sebagai Nilai Karakteristik sistim.

29
Getaranbebasdenganredaman
Seperti Pers. 1, bentuk persamaan gerak dengan redaman adalah :
𝒎𝒚ሷ + 𝒄𝒚ሶ + 𝒌𝒚 = 𝟎 (1)
Jika solusi Pers. 1 adalah berupa persamaan eksponensial :
𝒚 = 𝒛 𝒆𝒔𝒕 dengan t = waktu (10)
Substitusi bentuk turunan pertama dan kedua fungsi y(t) ke dalam Pers. 1, diperoleh :
𝒄 𝒌
𝒔𝟐 + 𝒔+ 𝒛 𝒆𝒔𝒕 = 𝟎 (11)
𝒎 𝒎
Nilai eksponensial e  0, untuk berapapun nilai s dan t, sedangkan z juga  0, karena
merupakan amplitude simpangan. Sehingga yang mungkin = 0 dari Pers. 11 adalah :
𝒄 𝒌
𝒔𝟐 + 𝒔+ =𝟎 (12)
𝒎 𝒎

Getaranbebasdenganredaman (lanjutan)
Akar-akar dari Pers. 12 adalah :
𝒄 𝒄 𝟐
𝒔𝟏,𝟐 = − ± − 𝝎𝟐 (13)
𝟐𝒎 𝟐𝒎
dengan :
𝒌
𝝎𝟐 = (14)
𝒎
sehingga solusi Pers. 1 menjadi :
𝒚 = 𝒛𝟏 𝒆𝒔𝟏𝒕 + 𝒛𝟐 𝒆𝒔𝟐𝒕 (15)

30
Getaranbebasdenganredaman (lanjutan)
𝒄 𝟐
Pada Pers. 13, ada 3 kemungkinan kondisi nilai − 𝝎𝟐 (suku di bawah tanda
𝟐𝒎
akar) yaitu :
𝒄 𝟐
1. Jika − 𝝎𝟐 = 𝟎, maka redaman yang ada pada sistim disebut redaman kritis
𝟐𝒎
(Critical Damped).
𝒄 𝟐
2. Jika − 𝝎𝟐 < 𝟎, maka redaman yang ada pada sistim disebut redaman lemah
𝟐𝒎
(Under Damped).
𝒄 𝟐
3. Jika − 𝝎𝟐 > 𝟎, maka redaman yang ada pada sistim disebut redaman kuat
𝟐𝒎
(Over Damped).

Redamankritis
Redaman kritis (critical damped) ditandai dengan nilai suku di bawah tanda akar pada
Pers. 13 sama dengan nol. Pada kondisi ini redaman struktur, c = ccr , sehingga :
𝒄𝒄𝒓 𝟐 𝒄𝒄𝒓 𝟐
− 𝝎𝟐 = 𝟎 atau − 𝝎𝟐 = 𝟎 (16)
𝟐𝒎 𝟐𝒎

𝒌
karena 𝝎 = , maka nilai ccr dapat juga ditulis dalam bentuk :
𝒎

𝒌 𝒌𝒎𝟐
𝒄𝒄𝒓 = 𝟐𝒎 =𝟐 = 𝟐 𝒌𝒎 (17)
𝒎 𝒎

31
Redamankritis (lanjutan)
Solusi persamaan gerak bebas :
𝒎𝒚ሷ + 𝒄𝒚ሶ + 𝒌𝒚 = 𝟎 (1)
Untuk sistim yang mempunyai redaman kritis :
𝒚 𝒕 = 𝒚𝟎 𝒆𝒔𝒕 + 𝒚 𝟎 𝒔 − 𝒚(𝟎)
ሶ 𝒕 𝒆𝒔𝒕 (18)
dengan :
𝒄𝒄𝒓
𝒔= (19)
𝟐𝒎
▪ y(t) merupakan simpangan sistim pada saat t atau simpangan sistim merupakan
fungsi dari variabel waktu t.
▪ y(0) merupakan simpangan awal sistim pada saat t = 0.
▪ ሶ
𝒚(0) merupakan kecepatan awal sistim pada saat t = 0.

Redamanlemah
Redaman lemah (under damped) jika :
𝒄 𝟐 𝒄 𝟐
− 𝝎𝟐 < 𝟎 atau − 𝝎𝟐 < 𝟎 (20)
𝟐𝒎 𝟐𝒎
atau
𝒄 < 𝟐𝒎 𝝎 (21)
Karena suku di bawah tanda akar pada Pers. 20 < 0 artinya suku tersebut merupakan
bilangan imajiner, maka Pers. 13 dapat ditulis dalam bentuk :
𝒄 𝒄 𝟐
𝒔𝟏,𝟐 = − ±𝒊 − 𝝎𝟐
𝟐𝒎 𝟐𝒎
𝝎𝒅
𝒄
𝒔𝟏,𝟐 = − ± 𝒊𝝎𝒅 (22)
𝟐𝒎

32
Redamanlemah (lanjutan)
dengan :
𝒄 𝟐 𝒄 𝟐 𝒄 𝟐
𝝎𝒅 = 𝝎𝟐 − = 𝝎𝟐 − 𝝎𝟐 − =𝝎 𝟏−
𝟐𝒎 𝟐𝒎𝝎 𝟐𝒎𝝎
atau
𝝎𝒅 = 𝝎 𝟏 − 𝝃𝟐 (23)
dan
𝒄 𝒄
𝝃= = → damping ratio (%) (24)
𝟐𝒎𝝎 𝒄𝒄𝒓

Redamanlemah (lanjutan)
Solusi persamaan gerak bebas :
𝒎𝒚ሷ + 𝒄𝒚ሶ + 𝒌𝒚 = 𝟎 (1)
Untuk sistim yang mempunyai redaman lemah :
𝒚ሶ 𝟎 +𝒚(𝟎)𝝃𝝎
𝒚 𝒕 = 𝒆−𝝃𝝎𝒕 𝒚 𝟎 𝐜𝐨𝐬 𝝎𝒅 𝒕 + 𝐬𝐢𝐧 𝝎𝒅 𝒕 (25)
𝝎𝒅
Seperti pada sistim tanpa redaman :
𝒚ሶ 𝟎 𝝃𝝎𝟐
𝑪= 𝒚(𝟎)𝟐 +
𝝎𝒅

Jika diilustrasikan seperti Gambar 2, maka persamaan simpangan gerak bebas sistim
dengan redaman lemah dapat juga ditulis seperti Pers. 26.
𝒚 𝒕 = 𝑪𝒆−𝝃𝝎𝒕 𝒔𝒊𝒏 𝝎𝒅 𝒕 + 𝜶 (26)

33
Redamanlemah (lanjutan)

Gambar 2. Ilustrasi C, pada getaran bebas dengan redaman

Redamanlemah (lanjutan)
dengan :
𝝎𝒅 𝒚(𝟎)
𝐭𝐚𝐧 𝜶 =
𝒚ሶ 𝟎 +𝒚(𝟎)𝝃𝝎
atau
𝒚 𝒕 = 𝑪𝒆−𝝃𝝎𝒕 𝐜𝐨𝐬 𝝎𝒅 𝒕 − 𝜷 (27)
dan
𝒚ሶ 𝟎 +𝒚(𝟎)𝝃𝝎
𝐭𝐚𝐧 𝜷 =
𝝎𝒅 𝒚(𝟎)
Jika T merupakan perioda getar struktur tanpa redamam :
𝟐𝝅
𝑻=
𝝎
maka perioda getar struktur dengan redaman :
𝟐𝝅 𝟐𝝅 𝑻
𝑻𝑫 = = = (28)
𝝎𝑫 𝝎 𝟏−𝝃𝟐 𝟏−𝝃𝟐

34
Redamankuat
Kondisi redaman kuat merupakan kebalikan dari redaman lemah, yaitu :
𝒄
𝒄 > 𝟐𝒎 𝝎 atau >𝝎 (29)
𝟐𝒎
Sehingga akar-akar persamaan karakteristiknya bernilai positif :
𝒄 𝒄 𝟐
𝒔𝟏,𝟐 = − ± − 𝝎𝟐 (30)
𝟐𝒎 𝟐𝒎

Redamankuat (lanjutan)
Solusi persamaan gerak bebas :
𝒎𝒚ሷ + 𝒄𝒚ሶ + 𝒌𝒚 = 𝟎 (1)
Untuk sistim yang mempunyai redaman kuat :

𝒚 𝟎 𝒔𝟐 −𝒚(𝟎) ሶ
𝒚 𝟎 𝒔𝟏 −𝒚(𝟎)
𝒚 𝒕 = 𝒆𝒔𝟏𝒕 + 𝒆𝒔𝟐𝒕 (31)
𝒔𝟐 −𝒔𝟏 𝒔𝟏 −𝒔𝟐

dengan :
𝒄 𝒄 𝟐
𝒔𝟏 = − + − 𝝎𝟐 dan
𝟐𝒎 𝟐𝒎

𝒄 𝒄 𝟐
𝒔𝟐 = − − − 𝝎𝟐
𝟐𝒎 𝟐𝒎

35
Penutup
Getaran bebas dengan berbagai kondisi nilai redaman ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Ilustrasi pada getaran bebas dengan variasi nilai redaman

TKS62007 DINAMIKA
Sesi 6 : SDOF – Getaran Paksa

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Dr. AZ

36
Pendahuluan
Persamaan gerak getaran paksa merupakan PD Non Homogen :
𝒎𝒖ሷ + 𝒄𝒖ሶ + 𝒌𝒖 = 𝑭(𝒕)
Solusi dari persamaan di atas merupakan gabungan antara solusi PD Non Homogen
(solusi umum untuk getaran bebas) dengan solusi partikular (solusi khusus untuk
getaran paksa, 𝑭 𝒕 ≠ 𝟎).
𝒖 𝒕 = 𝒖𝒉 𝒕 + 𝒖𝒑 𝒕

Beban Konstan
Untuk sistim tak terendam :
▪ Beban konstan : 𝑭 𝒕 = 𝑭
▪ Persamaan gerak : 𝒎𝒖ሷ + 𝒌𝒖 = 𝑭
𝑭
▪ Solusi partikular : 𝒖𝒑 =
𝒌
𝑭
▪ Respons sistim : 𝒖 = 𝑨 cos 𝝎𝒕 + 𝑩 sin 𝝎𝒕 +
𝒌
𝑭
▪ Untuk kondisi awal diam : 𝒖 = 𝟏 − cos 𝝎𝒕
𝒌
▪ Sebagai ilustrasi bisa dilihat pada Gambar 1, yang menunjukkan simpangan
maksimum untuk kasus ini mencapai 2 kali simpangan statik (garis putus-putus) dan
respons dinamik mencerminkan efek tumbukan (impact) dimana gaya tiba-tiba
bekerja pada sistim saat t = 0.

37
Beban Konstan (lanjutan)

Gambar 1. Respons sistim tak terendam

Beban Konstan (lanjutan)


Untuk sistim terendam :
▪ Beban konstan : 𝑭 𝒕 = 𝑭
▪ Persamaan gerak : 𝒎𝒖ሷ + 𝒄𝒖ሶ + 𝒌𝒖 = 𝑭
𝑭
▪ Solusi partikular : 𝒖𝒑 =
𝒌
▪ Respons sistim :
𝑭
𝒖 = 𝒆−𝝇𝝎𝒕 𝑨 cos 𝝎𝐷 𝒕 + 𝑩 sin 𝝎𝐷 𝒕 +
𝒌
▪ Untuk kondisi awal diam :
𝑭 𝝇
𝒖= 𝟏 − 𝒆−𝝃𝝎𝒕 cos 𝝎𝐷 𝒕 + sin 𝝎𝐷 𝒕
𝒌 𝟏−𝝇𝟐

▪ Sebagai ilustrasi bisa dilihat pada Gambar 2, yang menunjukkan simpangan


maksimum untuk kasus ini dengan variasi nilai redaman.

38
Beban Konstan (lanjutan)

Gambar 2. Respons sistim terendam

Beban Konstan (lanjutan)


Contoh 1 :
Suatu sistim SDOF tanpa redaman diketahui mempunyai nilai m = 150 kg dan k = 20
kN/m dikenai beban konstan F = 5 kN selama t = 0,5 detik (asumsi struktur dalam
kondisi diam sebelum dikenai beban). Tentukan simpangan struktur pada saat t = 0,2
detik dan pada saat t = 0,7 detik!

Solusi 1 :
✓ Ilustrasi beban :

39
Beban Konstan (lanjutan)
𝑘 20000
✓ Frekuensi alami : 𝜔 = = = 11,55 rad/detik
𝑚 150
𝐹 5
✓ Simpangan statik : 𝑢𝑠𝑡 = = = 0,25 m
𝑘 20
✓ Saat 𝟎 ≤ 𝒕 ≤ 𝟎, 𝟓 𝐝𝐞𝐭𝐢𝐤, sistim mengalami getaran paksa akibat beban konstan : 𝑢 =
0,25 1 − cos 11,55𝑡
✓ Saat 𝒕 ≤ 𝟎, 𝟓 𝐝𝐞𝐭𝐢𝐤 :
𝑢 0,2 = 0,25 1 − cos 11,55 0,2 = 0,418 m
✓ Pada 𝒕 ≥ 𝟎, 𝟓 𝐝𝐞𝐭𝐢𝐤 , sistim mengalami getaran bebas dengan kondisi awal saat t =
0,5 :
𝑢ሶ 0,5
𝑢 = 𝑢 0,5 cos 𝜔 𝑡 − 0,5 + 𝜔 𝑡 − 0,5
𝜔

Beban Konstan (lanjutan)


✓ Nilai perpindahan dan kecepatan saat t = 0,5 detik diperoleh dari respons sebelumnya
:
𝑢 0,5 = 0,25 1 − cos 11,55 0,5 = 0,0318 m
𝑢ሶ 0,5 = 0,25 11,55 sin 11,55 0,5 = −1,408 m/detik
✓ Saat 𝒕 ≤ 𝟎, 𝟕 𝐝𝐞𝐭𝐢𝐤 :
−1,408
𝑢 0,7 = 0,0318 cos 11,55 0,7 − 0,5 + sin 11,55 0,7 − 0,5
11,55
= −, 01116 m
✓ Sebagai ilustrasi respons sistim tak terendam ( = 0%) bisa dilihat pada Gambar 3,
sedangkan Gambar 4 untuk respons kedua sistim untuk menunjukkan pengaruh
penggunaan nilai redaman,  = 5%.

40
Beban Konstan (lanjutan)

Gambar 3. Respons contoh sistim tak terendam – beban konstan

Beban Konstan (lanjutan)

Gambar 4. Respons contoh pengaruh redaman

41
Beban Meningkat Linier
Untuk sistim tak terendam :
𝒕
▪ Beban : 𝑭 𝒕 = 𝑭
𝒕𝒓
▪ Respons tak terendam akibat beban konstan :
𝑭 𝒕
𝒖 = 𝑨 cos 𝝎𝒕 + 𝑩 sin 𝝎𝒕 +
𝒌 𝒕𝒓
▪ Untuk kondisi awal diam :
𝑭 𝒕 𝟏
𝒖= − sin 𝝎𝒕
𝒌 𝒕𝒓 𝝎𝒕𝒓

▪ Sebagai ilustrasi bisa dilihat pada Gambar 5 untuk beban yang meningkat linier
selama tr = 10 detik.

Beban Meningkat Linier (lanjutan)

Gambar 5. Respons sistim tak terendam

42
Beban Meningkat Linier (lanjutan)
Contoh 2 :
Gambarkan respons sistim SDOF tanpa redaman dengan parameter dinamik (kekakuan,
k = 1 lb/in, dan periode alami, T = 4 detik) akibat beban yang meningkat linier dari
0 dan 2 lb selama 10 detik, kemudian bernilai konstan sebesar 2 lb (asumsi kondisi
awal diam).

Solusi 2 :
✓ Ilustrasi beban :

Beban Meningkat Linier (lanjutan)


2𝜋 2𝜋
✓ Frekuensi alami : 𝜔 = = = 1,57 rad/detik
𝑇 4
𝐹
✓ Simpangan statik : 𝑢𝑠𝑡 = = 2 in.
𝑘
✓ Saat 𝟎 ≤ 𝒕 ≤ 𝟏𝟎 𝐝𝐞𝐭𝐢𝐤, sistim mengalami getaran paksa akibat beban meningkat
linier :
𝑡 1
𝑢=2 − sin 1,57𝑡
10 1,57 10
= 0,2𝑡 − 0,0636 sin(1,57𝑡)
𝑢(10) = 0,2(10) − 0,0636 sin 15,7 = 2 in.
𝑢ሶ (10) = 0,2 − 0,1 cos 15,7 = 0,3 in./detik

43
Beban Meningkat Linier (lanjutan)
✓ Untuk 𝒕 ≥ 𝟏𝟎 𝐝𝐞𝐭𝐢𝐤, sistim mengalami getaran paksa akibat beban konstan dengan
kondisi awal dari persamaan sebelumnya :
𝑢 = 𝐴 cos(1,57𝑡) + 𝐵 sin(1,57𝑡) + 2
𝑢 10 = 2 ⟹ 𝐴 = 0
0,3
𝑢ሶ 10 = 0,3 ⟹ 𝐵 = − = −0,191
1,57
∴ 𝑢 = −0,191 sin(1,57𝑡) + 2
✓ Sebagai ilustrasi respons sistim tak terendam dengan beban meningkat linier bisa
dilihat pada Gambar 6.

Beban Meningkat Linier (lanjutan)

Gambar 6. Respons contoh sistim tak terendam – beban meningkat linier

44
TKS62007 DINAMIKA
Sesi 7 : SDOF – Beban Harmonik

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Dr. AZ

Beban Harmonik,   
Sistim Tak Teredam
▪ Beban : 𝐹 𝑡 = 𝐹 sin Ω𝑡
▪ Solusi umum :
𝐹 1
𝑢 = 𝐴 cos 𝜔𝑡 + 𝐵 sin 𝜔𝑡 + sin Ω𝑡
𝑘 1−𝛽 2
Ω
dengan : 𝛽 =
𝜔
▪ Untuk kondisi awal diam :
𝐹 1
𝑢= sin Ω𝑡 − 𝛽 sin 𝜔𝑡
𝑘 1−𝛽2

45
Beban Harmonik,    (lanjutan)
Sistim Tak Teredam

𝐹 𝑡 = 𝐹 sin Ω𝑡
Ω
= 0.2
𝜔
𝑥0 = 0
𝐹
𝑣0 = 𝜔
𝑘

Beban Harmonik,    (lanjutan)


Sistim Tak Teredam
▪ Respons terdiri atas 2 komponen getaran yang frekuensinya berbeda :
✓ Getaran transient, dengan frekuensi ω (frekuensi alami struktur).
✓ Getaran steady-state, dengan frekuensi Ω (frekuensi beban).

▪ Getaran steady-state disebabkan oleh beban harmonik, sedangkan getaran transient


tergantung pada kondisi awal. Getaran transient tetap ada meskipun kondisi awal
struktur diam.

46
Beban Harmonik,    (lanjutan)
Sistim Tak Teredam
Contoh 1
Suatu struktur SDOF tanpa redaman diketahui memiliki massa, m = 150 kg
dan kekakuan, k = 20 kN/m. Dalam kondisi awal diam, struktur tersebut
dikenakan beban harmonic F = 5 sin 6t kN. Tentukan respons perpindahan
struktur tersebut dan gambarkan riwayat waktunya.
Penyelesaian
𝑘 20000
Frekuensi alami : 𝜔= = = 11.55 rad/detik
𝑚 150
Frekuensi beban : Ω = 6 rad/detik
Ω 6
Rasio frekuensi : 𝛽 = = = 0.52
𝜔 11.55
Respons tak teredam akibat beban harmonik, kondisi awal diam :
𝐹 1
𝑢= 2 sin Ω𝑡 − 𝛽 sin 𝜔𝑡
𝑘 1−𝛽
5 1
= sin 6𝑡 − 0.52 sin 11.55𝑡
20 1−(0,52)2
= 0.34 sin 6𝑡 − 0.18 sin 11.55𝑡

Beban Harmonik,    (lanjutan)


Sistim Tak Teredam
Contoh 1

47
Beban Harmonik,  = 
Sistim Tak Teredam
▪ Beban : 𝐹 𝑡 = 𝐹 sin 𝜔𝑡
▪ Respons untu kondisi awal 𝑢0 dan 𝑣0 :
𝑣0 𝐹
𝑢 = 𝑢0 cos 𝜔𝑡 + sin 𝜔𝑡 + 𝑡 cos 𝜔𝑡
𝜔 2𝑚𝜔

▪ Amplitudo respons
meningkat dengan
bertambahnya waktu
getaran.
▪ Kondisi ini disebut
resonansi.

Beban Harmonik,  =  (lanjutan)


Sistim Teredam
▪ Solusi umum :
𝑢 = 𝑒 −𝜉𝜔𝑡 𝐴 cos 𝜔𝐷 𝑡 + 𝐵 s𝑖𝑛 𝜔𝐷 𝑡 + 𝐶 cos Ω𝑡 + 𝐷 sin Ω𝑡

dengan : transient steady-state


𝐹 2𝜉𝛽 𝐹 1−𝛽 2
𝐶=− dan 𝐷 =
𝑘 1−𝛽2 2 + 2𝜉𝛽 2 𝑘 1−𝛽2 2+ 2𝜉𝛽 2
▪ Respons steady-state untuk kasus ini dapat dituliskan dalam bentuk :
𝐹 1
𝑢= sin Ω𝑡 − 𝜙
𝑘 1−𝛽2 2 + 2𝜉𝛽 2

dengan :
2𝜉𝛽
𝜙 = tan−1
1−𝛽 2

48
Beban Harmonik,  =  (lanjutan)
Sistim Teredam
▪ Terdapat 3 komponen pada respons steady-state akibat beban harmonik ini :
1. simpangan statik, ust = F/k.
2. suatu faktor yang merupakan fungsi dari ζ dan β.
3. komponen sinusoidal yang bernilai antara nilai –1 dan 1.

▪ Faktor tersebut dinamakan


Dynamic Amplification Factor :
1
𝐷𝐴𝐹 =
1−𝛽2 2 + 2𝜉𝛽2 2

Beban Harmonik,  =  (lanjutan)


Sistim Teredam
▪ Jika hanya respons steady-state yang diperhitungkan :
𝐹 1
𝑢max = = 𝑢st 𝐷
𝑘 1−𝛽2 2 + 2𝜉𝛽 2

Contoh 2
Ulangi problem pada Contoh 1, jika struktur dianggap memiliki rasio redaman
5%. Tentukan simpangan maksimum untuk masing-masing getaran transient,
steady-state dan total.
Penyelesaian
Parameter dinamik yang telah dihitung pada Contoh 1 :
𝜔 = 11.55 rad/detik, Ω = 6 rad/detik, 𝛽 = 0.52
𝐹
𝑢𝑠𝑡 = = 0.25 m
𝑘
Frekuensi getaran teredam : 𝜔𝐷 = 𝜔 1 − 𝜉 2 = 11.53 rad/detik
Respons akibat beban harmonik :
𝑢 = 𝑒 −𝜉𝜔𝑡 𝐴 cos 𝜔𝐷 𝑡 + 𝐵 s𝑖𝑛 𝜔𝐷 𝑡 + 𝐶 cos Ω𝑡 + 𝐷 sin Ω𝑡

49
Beban Harmonik,  =  (lanjutan)
Sistim Teredam
Contoh 2
Untuk kondisi awal diam :
𝑢0 = 0 ⟶ 𝐴 = −𝐶
𝑣0 = 0 ⟶ −𝜉𝜔𝐴 + 𝜔𝐷 𝐵 + Ω𝐷 = 0
𝜉𝜔𝐴−+Ω𝐷
𝐵=
𝜔𝐷
Respons maksimum steady-state :
𝐹 1
𝑢max = 2 2 2
= 𝑢st 𝐷
𝑘 1−𝛽 + 2𝜉𝛽
1
= 0.25
1−0.522 2 + 2(0.05)(0.52 )2
= 0.25 1.37 = 0.34 m
Hasil akhir :
utr-max = 0.16 m
uss-max = 0.34 m
umax = 0.42 m

Beban Harmonik,  =  (lanjutan)


Sistim Teredam
Contoh 2

50
TKS62007 DINAMIKA
Sesi 8 : SDOF – Beban Impuls

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Dr. AZ

Beban Impuls Satuan


▪ Impuls satuan (fungsi Dirac delta) :
0 untuk 𝑡 ≠ 𝜏
𝛿 𝑡−𝜏 =ቊ
∞ untuk 𝑡 = 𝜏

‫׬‬−∞ 𝛿 𝑡 𝑑𝑡 = 1

‫׬‬−∞ 𝑓 𝑡 𝛿 𝑡 − 𝜏 𝑑𝑡 = 𝑓 𝜏
▪ Solusi persamaan gerak :
𝑚𝑢ሷ + 𝑐 𝑢ሶ + 𝑘𝑢 = 𝛿(𝑡)
adalah sama dengan respons getaran bebas akibat simpangan awal nol dan
kecepatan awal 1/m.
1
𝑢 𝑡 = 𝑒 −𝜉𝜔𝑡 sin 𝜔𝐷 𝑡 =ℎ 𝑡
𝑚𝜔𝐷
▪ Respons ini disebut fungsi respons impuls (IRF - Impulse Response Function).

51
Beban Impuls Satuan (lanjutan)
Jika impuls bekerja pada waktu 𝑡 = 𝜏 :
𝑢 𝑡 =ℎ 𝑡−𝜏
1
𝑢 𝑡 = 𝑒 −𝜉𝜔 𝑡−𝜏 sin 𝜔𝐷 𝑡 − 𝜏 𝑡≥𝜏
𝑚𝜔𝐷

Beban Sembarang
▪ Memanfaatkan hasil respons akibat beban impuls satuan, respons akibat beban F(t)
sembarang dengan kondisi awal diam dapat dituliskan sebagai berikut :

1 𝑡
𝑢 𝑡 = ‫𝐹 ׬‬ 𝜏 𝑒 −𝜉𝜔 𝑡−𝜏 sin 𝜔𝐷 𝑡 − 𝜏 𝑑𝜏
𝑚𝜔𝐷 0

▪ Bentuk persamaan di atas disebut juga dengan integral Duhamel.

52
Beban Sembarang (lanjutan)
▪ Integral Duhamel* yang diturunkan dari fungsi respons impuls mengambil asumsi
kondisi awal diam.
▪ Untuk kondisi awal yang lebih umum dapat ditambahkan respons getaran bebas pada
integral Duhamel tersebut :
1 𝑡
𝑢 𝑡 = ‫𝐹 ׬‬ 𝜏 𝑒 −𝜉𝜔 𝑡−𝜏 sin 𝜔𝐷 𝑡 − 𝜏 𝑑𝜏
𝑚𝜔𝐷 0
𝑣0 +𝜉𝜔𝑢0
+ 𝑒 −𝜉𝜔𝑡 𝑢0 cos 𝜔𝐷 𝑡 + sin 𝜔𝐷 𝑡
𝜔𝐷

*) Untuk menambah pengetahuan tentang aplikasi Integral Duhamel bisa


dipelajari dari 2 artikel jurnal dengan judul :
1. Respons Struktur SDOF akibat Beban Sinusoidal dengan Metode
Integral Duhamel.
2. Respons Struktur Sistem SDOF akibat Beban Dinamis dengan Pola
Pembebanan Segitiga.

Respons akibat Gerakan Tanah


▪ Model mekanik sistem dinamik yang dikenai gerakan tanah (misalnya akibat gempa)
:

𝑢ሷ g = percepatan tanah

▪ Free-body diagram :

▪ Persamaan gerak : 𝑚 𝑢ሷ + 𝑢ሷ g + 𝑐 𝑢ሶ + 𝑘𝑢 = 0
atau
𝑚𝑢ሷ + 𝑐 𝑢ሶ + 𝑘𝑢 = −𝑚𝑢ሷ g

53
Respons akibat Gerakan Tanah (lanjutan)
▪ Gaya efektif akibat percepatan tanah :
𝐹eff = −𝑚𝑢ሷ g
▪ Jika perpindahan u dianggap absolut :

▪ Free-body diagram :

▪ Persamaan gerak :
𝑚𝑢ሷ + 𝑐 𝑢ሶ + 𝑘𝑢 = 𝑐𝑢ሶ g + 𝑘𝑢g

Gaya pada Pondasi


▪ Gaya yang ditransmisikan ke pondasi adalah gaya pegas dan redaman :
𝑓𝑇 = 𝑓𝑆 + 𝑓𝐷 = 𝑘𝑢 + 𝑐𝑢ሶ
▪ Untuk kondisi steady-state akibat beban harmonik :
𝐹
𝑓𝑇 = 𝐷 𝑘 sin Ω𝑡 − 𝜙 + 𝑐Ω cos Ω𝑡 − 𝜙
𝑘
▪ Transmisibilitas, 𝑻𝒓 : rasio antara gaya maksimum yang ditransmisikan ke pondasi
terhadap amplitudo beban harmonik.
𝑓𝑇 max 2
𝑇𝑟 = = 𝐷 1 + 2𝜉𝛽
𝐹
0.5
1+ 2𝜉𝛽 2
=
1−𝛽2 2 + 2𝜉𝛽 2

54
Gaya pada Pondasi (lanjutan)
Contoh
Sebuah mesin dengan massa 1750 kg terletak di tengah bentang balok
sederhana seperti tergambar. Sebuah piston yang bergerak bolak-balik di
dalam mesin tersebut menghasilkan gaya vertikal harmonik dengan amplitudo
30 kN dan frekuensi 60 rad/detik.
Abaikan massa balok, anggap rasio
redaman sebesar 10%, dan tinjau
hanya respons steady-state. Tentukan
amplitudo simpangan yang dialami
mesin tersebut, serta besarnya gaya
yang ditransmisikan ke tumpuan.
Penyelesaian
Kekakuan, frekuensi alami, dan rasio frekuensi :
48𝐸𝐼 48 200×106 50×10−6
𝑘= = = 17778 kN/m
𝐿3 3 3
𝑘 17778
𝜔= = = 100.8 rad/detik
𝑚 1.75
60
𝛽= = 0.595
100.8

Gaya pada Pondasi (lanjutan)


Amplitudo simpangan :
𝐹 30 1
𝑢max = 𝐷 =
𝑘 17778 2 2+ 2
1− 0.595 2 0.1 0.595

= 0.00169 1.523 = 0.00257 m = 2.57 mm


Gaya di tumpuan :
2
𝑇𝑟 = 1+ 2 0.1 0.595 1.523 = 1.534
𝑓𝑇 max = 30 1.534 = 46.02 kN

55
Transmisibilitas dari Gerakan Tanah ke Struktur
▪ Akibat gerakan tanah harmonik 𝑢g = 𝑈 sin Ω𝑡, persamaan gerak menjadi :
𝑚 𝑢ሷ + 𝑐 𝑢ሶ + 𝑘𝑢 = 𝑐𝑈Ω cos Ω𝑡 + 𝑘𝑈 sin Ω𝑡
= 𝑈𝑘 1 + 2𝜉𝛽 2 sin Ω𝑡 + 𝛼
▪ Respons steady-state :
𝑢 = 𝑈 1 + 2𝜉𝛽 2 𝐷 sin Ω𝑡 + 𝛼 − 𝜙
▪ Transmisibilitas :
0.5
𝑢max 1+ 2𝜉𝛽 2
𝑇𝑟 = =
𝑈 1−𝛽2 2+ 2𝜉𝛽 2

TKS62007 DINAMIKA
Sesi 9 : MDOF – Persamaan Gerak

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Dr. AZ

56
Persamaan Gerak
Persamaan gerak untuk struktur berderajat kebebasan banyak
dapat ditulis dalam bentuk Pers. 1.
𝑀 𝑛×𝑛 𝑌ሷ 𝑛×1 + 𝐶 𝑛×𝑛 𝑌ሶ 𝑛×1 + 𝐾 𝑛×𝑛 𝑌 𝑛×1 = 𝑃 𝑡 𝑛×1 (1)
dengan :
▪ n : jumlah derajat kebebasan struktur, DoF (Degree of
Freedom) → secara umum, n sama dengan jumlah tingkat
struktur.
▪ [M], [C] dan [K] : merupakan matriks massa (Pers. 2),
redaman (Pers. 3) dan kekakuan struktur (Pers. 4).
Matriks massa :
𝑚1 0 ⋯ 0
0 𝑚2 ⋯ 0
𝑀 =
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
(2)
0 0 ⋮ 𝑚𝑛

Persamaan Gerak (lanjutan)


Matriks redaman :
𝑐1 + 𝑐2 −𝑐2 ⋯ 0
−𝑐2 𝑐2 + 𝑐3 ⋯ 0
𝐶 = ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ (3)
0 0 ⋯ −𝑐𝑛
0 0 −𝑐𝑛 𝑐𝑛
Matriks kekakuan :
𝑘1 + 𝑘2 −𝑘2 ⋯ 0
−𝑘2 𝑘2 + 𝑘3 ⋯ 0
𝐾 = ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ (4)
0 0 ⋯ −𝑘𝑛
0 0 −𝑘𝑛 𝑘𝑛

57
Persamaan Gerak (lanjutan)
▪ 𝑌ሷ , 𝑌ሶ dan 𝑌 : merupakan vektor percepatan (Pers. 5),
kecepatan (Pers. 6) dan simpangan (Pers. 7).
Vektor percepatan :
𝑦ሷ1
𝑦ሷ2
𝑌ሷ = (5)

𝑦𝑛ሷ
Vektor kecepatan :
𝑦ሶ1
𝑦 ሶ
𝑌ሶ = 2 (6)

𝑦ሶ𝑛
Vektor simpangan
𝑦1
𝑦2
𝑌ሷ = ⋮ (7)
𝑦𝑛

Persamaan Gerak (lanjutan)


▪ 𝑃 𝑡 : merupakan vektor beban struktur (Pers. 8).
Vektor percepatan :
𝑃 𝑡 1
𝑃 𝑡 2
𝑃 𝑡 = (8)

𝑃 𝑡 𝑛

58
Karakteristik Struktur
Massa struktur [M] dapat dimodelkan dengan 2 (dua) cara :
1. Massa terkelompok (Lumped Mass), massa struktur dianggap
terpusat/terkelompok pada suatu titik tertentu atau beberapa
titik tertentu.
2. Massa Terdistribusi (Consistent Mass), cara ini lebih
mendekati kondisi sesungguhnya.
Pada struktur yang massanya terdistribusi dan mendapat beban
dinamik terdistribusi pula sepanjang massa tersebut, maka
penggunaan prinsip massa terdistribusi diperlukan (misalnya
analisis cerobong).
Pada struktur berlantai banyak, dimana massa struktur umumnya
terkonsentrasi pada masing-masing lantai/tingkat, maka
penggunaan prinsip massa terkelompok cukup memberikan hasil
yang baik.

Karakteristik Struktur (lanjutan)


Kekakuan kolom [K] dengan asumsi “lantai kaku”, dimana
kekakuan ini sama dengan pada sistim SDOF.
Redaman Struktur [C], redaman merupakan peristiwa
penyerapan energi oleh struktur akibat :
▪ Gerakan antar molekul di dalam material.
▪ Gesekan alat penyambung maupun sistim dukungan.
▪ Gesekan dengan udara.
▪ Respon inelastik.

59
Karakteristik Struktur (lanjutan)
Redaman akan mengurangi respon/simpangan struktur, ada 2
(dua) macam sistim redaman :
1. Redaman klasik (classical damping), redaman pada sistim
struktur yang mempunyai bahan struktur yang sama.
2. Redaman non klasik (non classical damping), redaman pada
sistim struktur yang mempunyai bahan yang berbeda.
Seperti pada struktur SDOF, maka besaran yang digunakan untuk
menyatakan kemampuan struktur menyerap energi adalah rasio
redaman (ξ = damping ratio).

Karakteristik Struktur (lanjutan)


Tabel 1. Nilai rasio redaman untuk berbagai macam material
Level Tegangan Rasio Redaman
No. Jenis dan Kondisi Struktur
(stress level) (damping ratio)
1. Tegangan elastik atau ▪ Struktur baja las, beton prestress, 2–3%
tegangan kurang dari ½ beton biasa retak rambut.
tegangan leleh. ▪ Beton biasa retak minor. 3–5%
▪ Struktur baja sambungan baut/keling, 5–7%
struktur kayu dengan sambungan
baut/paku.
2. Tegangan sedikit di ▪ Struktur baja las, beton prestress 5–7%
bawah leleh atau pada tanpa loss of prestress secara total.
saat leleh. ▪ Beton prestress dengan tegangan 7 – 10 %
lanjut, beton biasa.
▪ Struktur baja dengan sambungan 10 – 15 %
baut/keling, struktur kayu dengan
sambungan baut.
▪ Struktur kayu dengan sambungan 15 – 20 %
paku.
Sumber : Newmark & Hall (1982)

60
Nilai Karakteristik
Eigenvalue Problem
Pada struktur SDOF, jika nilai rasio redaman (ξ) cukup kecil,
maka nilai redaman struktrur dengan redaman ωd hampir sama
dengan nilai redaman struktur tanpa redaman ω. Kondisi ini
diadopsi pada struktur MDOF (Pers. 1), sehingga untuk
menyelesaikan persamaan getaran bebasnya dianggap [C] = 0
seperti Pers. 9.
𝑀 𝑛×𝑛 𝑌ሷ 𝑛×1 + 𝐾 𝑛×𝑛 𝑌 𝑛×1 = 𝑃 𝑡 𝑛×1 (9)
Seperti pada struktur SDOF, penyelesaian Pers. 9 dilakukan
dalam fungsi harmonik (jika simpangan struktur sebagai
penyelesaian seperti pada Pers. 10).
𝑌𝑛×1 = 𝜙 𝑖−𝑛×1 sin 𝜔𝑡 , sehingga

𝑌𝑛×1 = 𝜔 𝜙 𝑖−𝑛×1 cos 𝜔𝑡 (10)

𝑌𝑛×1 2
= −𝜔 𝜙 𝑖−𝑛×1 sin 𝜔𝑡

Nilai Karakteristik (lanjutan)


dengan :
▪ {}i : suatu ordinat massa pada mode (ragam getar) yang ke i.
▪ Mode : jenis/pola/ragam getaran/goyangan suatu struktur
bangunan (hanya tergantung pada massa dan kekakuan
tingkat).
▪ Jumlah mode suatu struktur MDOF (berderajat kebebasan
banyak) dapat dihubungkan dengan jumlah massa struktur, dan
jumlah massa struktur berhubungan dengan jumlah tingkat.
Substitusi Pers. 10 ke dalam Pers. 9, diperoleh :
−𝜔2 𝑀 𝑛×𝑛 𝜙 𝑖−𝑛×1 sin 𝜔𝑡 + 𝐾 𝑛×𝑛 𝜙 𝑖−𝑛×1 sin 𝜔𝑡 = 0 atau
2
𝐾 𝑛×𝑛 − 𝜔 𝑀 𝑛×𝑛 𝜙 𝑖−𝑛×1 = 0 (11)
Pers. 11 adalah persamaan yang sangat penting dalam
permasalahan dinamik dan biasa disebut dengan Eigenvalue
problem yang merupakan penyelesaian persamaan simultan.

61
Nilai Karakteristik (lanjutan)
Salah satu cara untuk menyelesaikan persamaan tersebut adalah
dengan “dalil Cramer” yang menyatakan bahwa persamaan
simultan homogen akan ada nilainya apabila determinan dari
matriks yang merupakan koefisien dari vektor {}i adalah nol,
sehingga :
𝐾 𝑛×𝑛 − 𝜔2 𝑀 𝑛×𝑛 = 0 (12)
Frekuensi Sudut dan Ragam Getar
Frekuensi sudut diperoleh dari
penyelesaian Pers. 12, sebagai contoh
struktur pada Gambar 1 dengan
jumlah DOF nya adalah 2, sehingga
matriks massa dan kekakuannya
berukuran 2G2. Dari penyelesaian
Pers. 12 diperoleh 2 buah frekuensi
sudut yakni : ω1 dan ω2. Gambar 1. Struktur 2 DOF

Nilai Karakteristik (lanjutan)


Kemudian dengan memasukkan masing-masing frekuensi sudut
yang telah diperoleh tersebut ke dalam Pers. 11.
𝐾 2×2 − 𝜔2 𝑀 2×2 𝜙 𝑖−2×1 = 0
diperoleh pola getar (normal modes) ragam ke 1 ({}1) dan pola
getar ragam ke 2 ({}2) seperti Pers. 13.
𝜙 𝜙
𝜙 1 = 11 dan 𝜙 2 = 12 (13)
𝜙21 𝜙22
Hasil penyelesaian persamaan simultan seperti Pers. 11 tidak
akan memberikan suatu nilai yang pasti/tertentu, akan tetapi nilai-
nilai tersebut hanya sebanding antara satu dengan yang lainnya.
Pada umumnya diambil nilai 11 = 1, untuk ragam ke 1, sehingga
nilai 21 merupakan nilai relatif terhadap nilai 11. Begitu juga
pada ragam ke 2, diambil nilai 12 = 1, dan nilai 22 merupakan
nilai relatif terhadap nilai 12.

62
Contoh Kasus
Diketahui : Struktur 2 lantai dengan m1 = 2, m2 = 1, k1 = k2 = 1.
Ditanya : frekuensi getar alami struktur dan pola normal (ragam getar)
struktur?
Jawab :
Persamaan eigen struktur :
𝑘1 + 𝑘2 −𝑘2 𝑚 0 𝜙 0
− 𝜔2 1 . 1 = (14)
−𝑘2 𝑘2 0 𝑚2 𝜙2 0
Substitusi data struktur 2 lantai ke Pers. 14, maka diperoleh :
2 −1 2 0 𝜙 0
− 𝜔2 . 1 = (15)
−1 1 0 1 𝜙2 0
Frekuensi getar alami struktur diperoleh dari peyelesaian determinan Pers. 12,
untuk contoh kasus ini :
2 −1 2 0
− 𝜔2 = 0 atau
−1 1 0 1
2 − 2𝜔2 −1
=0 (16)
−1 1 − 𝜔2

Contoh Kasus (lanjutan)


Dari Pers. 16 dapat diperoleh :
2 − 2𝜔2 . 1 − 𝜔2 − 1 = 0 (17)
Penyelesaian perkalian Pers. 17 akan menghasilkan persamaan polinom :
2 − 2𝜔2 − 2𝜔2 + 2𝜔4 − 1 = 0 atau
4 2
2𝜔 − 4𝜔 + 1 = 0 (18)
Pers. 18 dapat diselesaikan dengan menggunakan rumus ABC,
2 4± 42 −4.2.1 4±2,83
𝜔1,2 = =
2.2 4
sehingga :
4+2,83
𝜔12 = = 1,71 → 𝜔1 = 1,31 rad/det2
4
4−2,83
𝜔22 = = 0,29 → 𝜔2 = 0,54 rad/det2
4

63
Contoh Kasus (lanjutan)
Ragam Getar Struktur :
Ragam getar struktur ke 1 diperoleh dari substitusi nilai ω1 = 1,31 rad/det2 ke
Pers. 15, kemudian 1 dan 2 disesuaikan untuk ragam 1, sehingga menjadi 11
dan 21, maka diperoleh :
2 − 2. 1,312 −1 𝜙11 0
. =
−1 1− 1,312 𝜙21 0
−1,43 −1 𝜙 0
. 11 =
−1 −0,72 𝜙21 0
Analog ragam getar struktur ke 2 untuk nilai ω2 = 0,54 rad/det2 :
2 − 2. 0,542 −1 𝜙12 0
. =
−1 1− 0,542 𝜙22 0
1,42 −1 𝜙 0
. 12 =
−1 0,71 𝜙22 0

Hubungan Orthogonal
Untuk struktur yang mempunyai :
▪ Matriks massa berbentuk diagonal : yakni hanya ada nilai
unsur diagonalnya saja, sedangkan unsur lainnya = 0.
▪ Matriks kekakuan merupakan matriks simetris, sehingga :
[K]T = [K]
▪ Redaman merupakan redaman klasik.
maka berlaku
▪ Hubungan orthogonal massa :
𝜙 𝑇𝑖 𝑀 𝜙 𝑗 = 0 dimana i K j
▪ Hubungan orthogonal kekakuan :
𝜙 𝑇𝑖 𝐾 𝜙 𝑗 = 0 dimana i K j
▪ Hubungan orthogonal redaman :
𝜙 𝑇𝑖 𝐶 𝜙 𝑗 = 0 dimana i K j

64
TKS62007 DINAMIKA
Sesi 10 : MDOF – Konsep Perpindahan

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Dr. AZ

Pendahuluan
Gaya dan perpindahan yang terdapat dalam suatu struktur dapat dihubungkan satu sama
lain dengan menggunakan baik koefisien fleksibilitas ataupun koefisien kekakuan.
Analisis struktur pada umumnya dilakukan dengan menghitung koefisien fleksibilitas
daripada koefisien kekakuan.

65
Matriks Fleksibilitas
Balok sederhana yang terdapat pada Gambar 1 menunjukkan adanya gaya luar berupa
beban terpusat F2 di tengah bentang balok. Dengan adanya gaya luar berupa F2 pada
titik 2, maka terjadi defleksi di 3 titik, yaitu titik 1, 2 dan 3 yang disimbolkan dengan
x1, x2 dan x3.

Gambar 1. Balok sederhana

Matriks Fleksibilitas (lanjutan)


Dari Gambar 1, defleksi yang terjadi pada titik-titik tersebut dapat dihitung dengan
Pers. 1.
𝐱𝟏 = 𝐚𝟏𝟐 𝐅𝟐
𝐱𝟐 = 𝐚𝟐𝟐 𝐅𝟐 (1) 𝐱𝟑 = 𝐚𝟑𝟐 𝐅𝟐
dengan a12, a22, a32 merupakan notasi dari koefisien fleksibilitas. Jika terdapat 2 gaya
luar lain berupa F1 pada titik 1 dan F3 pada titik 3, maka persamaan defleksi dapat
disusun seperti Pers. 2.
𝐱𝟏 = 𝐚𝟏𝟏 𝐅𝟏 + 𝐚𝟏𝟐 𝐅𝟐 + 𝐚𝟏𝟑 𝐅𝟑
𝐱𝟐 = 𝐚𝟐𝟏 𝐅𝟏 + 𝐚𝟐𝟐 𝐅𝟐 + 𝐚𝟐𝟑 𝐅𝟑 (2) 𝐱𝟑 = 𝐚𝟑𝟏 𝐅𝟏 +
𝐚𝟑𝟐 𝐅𝟐 + 𝐚𝟑𝟑 𝐅𝟑

66
Matriks Fleksibilitas (lanjutan)
Jika Pers. 2 ditulis dalam bentuk matriks :
𝐱𝟏 𝐚𝟏𝟏 𝐚𝟏𝟐 𝐚𝟏𝟑 𝐅𝟏
𝐱𝟐 = 𝐚𝟐𝟏 𝐚𝟐𝟐 𝐚𝟐𝟑 𝐅𝟐 (3)
𝐱𝟑 𝐚𝟑𝟏 𝐚𝟑𝟐 𝐚𝟑𝟑 𝐅𝟑
atau secara umum dapat ditulis seperti Pers. 4.
𝐱 = 𝐚 𝐅 (4)
dengan catatan, besar nilai aij = aji

Matriks Kekakuan
Untuk menentukan hubungan antara besar gaya yang diterima oleh struktur dengan
deformasinya dapat dilakukan dengan menggunakan matriks kekakuan. Dengan
bantuan Gambar 2, balok dianggap memiliki momen sebesar M1 terjadi pada titik 1
yang berhubungan dengan rotasi θ1 (Gambar 2.a), maka dapat disusun Pers. 5.

Gambar 2. Balok yang mengalami rotasi akibat momen

67
Matriks Kekakuan (lanjutan)
𝐌𝟏 = 𝐤 𝟏𝟏 𝛉𝟏 (5)
dengan k11 adalah kekakuan pada titik 1 dari balok pada Gambar 2.a. Jika balok
dianggap dapat berotasi pada titik 2 seperti yang terjadi pada titik 1, maka besar M1
dapat dihitung dengan Pers. 6.
𝐌𝟏 = 𝐤 𝟏𝟏 𝛉𝟏 + 𝐤 𝟏𝟐 𝛉𝟐 (6)
Momen M2 pada titik 2 dengan cara yang sama dapat dihitung dengan Pers. 7.
𝐌𝟐 = 𝐤 𝟐𝟏 𝛉𝟏 + 𝐤 𝟐𝟐 𝛉𝟐 (7)

Matriks Kekakuan (lanjutan)


Pers. 6 dan 7 dapat ditulis dalam bentuk matriks :
𝐌𝟏 𝐤 𝐤 𝟏𝟐 𝛉𝟏
= 𝟏𝟏 (8)
𝐌𝟐 𝐤 𝟐𝟏 𝐤 𝟐𝟐 𝛉𝟐
atau secara umum dapat ditulis seperti Pers. 9.
𝐅 = 𝐤 𝐱 (9)
dengan :
{F} = matriks gaya
[k] = matriks kekakuan
{x} = matriks perpindahan
Jika matriks [k] diinverskan, maka akan didapat Pers. 10 untuk menghitung matriks
perpindahan {x}.
𝐱 = 𝐤 −𝟏 𝐅 (10)

68
Matriks Kekakuan (lanjutan)
Seperti halnya dengan matriks fleksibilitas, matriks kekakuan juga simetris terhadap
diagonal utama, sehingga nilai aij = aji. Secara umum kekakuan dapat didefinisikan
sebagai besar gaya yang dibutuhkan (atau momen) untuk menghasilkan 1 satuan
perpindahan (atau rotasi) pada suatu titik sambung (joint) dalam struktur.

Contoh Soal 1
Susunlah matriks fleksibilitas untuk portal 3 lantai seperti pada Gambar 3.a dengan
asumsi tinggi antar lantai adalah L, besar kekakuan adalah EI dan elemen horisontal
dianggap sangat kaku (rigid).

Gambar 3. (a) Portal 3 derajat kebebasan; (b) Perhitungan matriks fleksibilitas


kolom pertama; (c) Perhitungan matriks fleksibilitas kolom kedua;
(d) Perhitungan matriks fleksibilitas kolom ketiga

69
Contoh Soal 1 (lanjutan)
Untuk memperoleh matriks fleksibilitas pada kolom pertama, diasumsikan terdapat
gaya horisontal sebesar 1 satuan pada lantai 1 seperti Gambar 3.b, translasi arah
horisontal pada lantai 1 dapat dihitung sebagai :
𝐋𝟑
𝐚𝟏𝟏 = 𝐚𝟐𝟏 = 𝐚𝟑𝟏 =
𝟐𝟒𝐄𝐈
Dengan cara yang sama, kolom kedua juga diberi gaya sebesar 1 satuan seperti pada
Gambar 3.c, maka :
𝐋𝟑
𝐚𝟏𝟐 =
𝟐𝟒𝐄𝐈
𝐋𝟑 𝐋𝟑 𝐋𝟑
𝐚𝟐𝟐 = + =
𝟐𝟒𝐄𝐈 𝟐𝟒𝐄𝐈 𝟏𝟐𝐄𝐈
𝐋𝟑
𝐚𝟑𝟐 =
𝟏𝟐𝐄𝐈

Contoh Soal 1 (lanjutan)


Matriks fleksibilitas kolom ketiga ditentukan dengan mengaplikasikan gaya sebesar 1
satuan pada lantai teratas dari portal seperti Gambar 3.d, sehingga :
𝐋𝟑
𝐚𝟏𝟑 =
𝟐𝟒𝐄𝐈
𝐋𝟑 𝐋𝟑 𝐋𝟑
𝐚𝟐𝟑 = + =
𝟐𝟒𝐄𝐈 𝟐𝟒𝐄𝐈 𝟏𝟐𝐄𝐈
𝐋𝟑 𝐋𝟑 𝐋𝟑 𝐋𝟑
𝐚𝟑𝟐 = + + =
𝟐𝟒𝐄𝐈 𝟐𝟒𝐄𝐈 𝟐𝟒𝐄𝐈 𝟖𝐄𝐈
Maka dapat disusun matriks fleksibilitas [a] seperti berikut :
𝐋𝟑 𝐋𝟑 𝐋𝟑
𝟐𝟒 𝟐𝟒 𝟐𝟒
𝟏 𝐋𝟑 𝐋𝟑 𝐋𝟑
𝐚 =
𝐄𝐈 𝟐𝟒 𝟐𝟒 𝟐𝟒
𝐋𝟑 𝐋𝟑 𝐋𝟑
𝟐𝟒 𝟐𝟒 𝟐𝟒

70
Contoh Soal 2
Susunlah matriks kekakuan dari kolom yang terdapat pada sistim seperti pada Gambar
4.a.

Gambar 4. (a) Sistim 4 derajat kebebasan; (b) Perhitungan koefisien kekakuan


kolom

Contoh Soal 2 (lanjutan)


Sistim yang terdapat pada Gambar 4.a memiliki 4 derajat kebebasan (DOF), maka
matriks kekakuan akan memiliki dimensi 4 × 4. Untuk memperoleh nilai kekakuan
pada kolom pertama, massa m1 diberikan perpindahan sebesar 1 satuan dan massa
lainnya dianggap tidak mengalami perpindahan, sehingga x1 = 1 dan x2 = x3 = x4 = 0
seperti pada Gambar 4.b, maka :
𝐤 𝟏𝟏 = 𝐤 𝟏 + 𝐤 𝟐
𝐤 𝟐𝟏 = −𝐤 𝟐
𝐤 𝟑𝟏 = 𝟎
𝐤 𝟒𝟏 = 𝟎

71
Contoh Soal 2 (lanjutan)
Matriks kekakuan kolom kedua diperoleh dengan menetapkan nilai x2 = 1 dan x1 = x3 =
x4 = 0, sehingga :
𝐤 𝟏𝟐 = −𝐤 𝟐
𝐤 𝟐𝟐 = 𝐤 𝟐 + 𝐤 𝟑
𝐤 𝟑𝟐 = −𝐤 𝟑
𝐤 𝟒𝟐 = 𝟎
Perlakuan yang sama dilakuan terhadap kolom ketiga, yaitu menetapkan nilai x3 = 1
dan x1 = x2 = x4 = 0, sehingga :
𝐤 𝟏𝟑 = 𝟎
𝐤 𝟐𝟑 = −𝐤 𝟑
𝐤 𝟑𝟑 = 𝐤 𝟑 + 𝐤 𝟒
𝐤 𝟒𝟑 = −𝐤 𝟒

Contoh Soal 2 (lanjutan)


Begitu juga perlakuan terhadap kolom keempat, yaitu menetapkan nilai x4 = 1 dan x1 =
x2 = x3 = 0, sehingga :
𝐤 𝟏𝟒 = 𝟎
𝐤 𝟐𝟒 = 𝟎
𝐤 𝟑𝟒 = −𝐤 𝟒
𝐤 𝟒𝟒 = 𝐤 𝟒 + 𝐤 𝟓
Dari seluruh persamaan tersebut dapat dibentuk matriks kekakuan sistim [k] menjadi :
𝐤 𝟏 + 𝐤 𝟐 −𝐤 𝟐 𝟎 𝟎
−𝐤 𝟐 𝐤 𝟐 + 𝐤 𝟑 −𝐤 𝟑 𝟎
𝐤 =
𝟎 −𝐤 𝟑 𝐤 𝟑 + 𝐤 𝟒 −𝐤 𝟒
𝟎 𝟎 −𝐤 𝟒 𝐤 𝟒 + 𝐤 𝟓

72
Penutup
▪ Gaya dan perpindahan yang terdapat dalam suatu struktur dapat dihubungkan satu
sama lain dengan menggunakan koefisien fleksibilitas ataupun koefisien kekakuan.
▪ Defleksi yang ditimbulkan dengan metode fleksibilitas merupakan perkalian gaya
dengan koefisien fleksibilitas.
▪ Kekakuan merupakan besarnya gaya yang dibutuhkan (atau momen) untuk
menghasilkan 1 satuan perpindahan (atau rotasi) pada suatu titik sambung (joint)
dalam struktur.

TKS62007 DINAMIKA
Sesi 11 : MDOF – Modal Analysis

Program Studi Sarjana


Departemen Teknik Sipil Pengampu :
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Dr. AZ

73
Sistim MDOF (lanjutan)
Pada kondisi nyata di lapangan, sulit menemukan struktur yang hanya memiliki satu
derajat kebebasan (SDOF) atau pendekatan yang dilakukan dengan sistim ini akan
mempunyai nilai keandalan yang kurang memenuhi persyaratan.
Untuk itu perlu dilakukan pendekatan sistim struktur yang lebih baik dengan
menggunakan MDOF, sebagai contoh suatu struktur balok di atas tumpuan sederhana
(simple beam) seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Balok di atas tumpuan sederhana dengan beban merata P (x, t)

Sistim MDOF (lanjutan)


Pendekatan MDOF (diskritisasi) dan akibat dari beban yang bekerja P (x, t) akan
muncul respons struktur berupa perpindahan (displacement), v seperti pada Gambar 2.
Pendekatan ini dapat menggambarkan respons struktur yang lebih teliti daripada SDOF
dan tentunya semakin banyak derajat kebebasan yang ditinjau, hasil yang diperoleh
akan lebih akurat.

Gambar 2. Respons struktur v (x, t)

74
Persamaan Gerak MDOF
Pembentukan EoM (Equation of Motion) atau persamaan gerak pada sistim MDOF dari
Gambar 2, terlihat untuk setiap nodal (i) mempunyai 3 derajat kebebasan yaitu :
1. Perpindahan longitudinal, u1
2. Perpindahan lateral, u2
3. Perpindahan rotasional, u3
Selanjutnya pada tiap nodal (i) terdapat 4 tipe gaya yang bekerja yaitu :
1. Gaya luar, Pi (t)
2. Gaya pegas, f Si
3. Gaya redaman, f Di
4. Gaya inersia, f Ii

Persamaan Gerak MDOF (lanjutan)


Pada nodal (i) akan selalu berlaku persamaan keseimbangan (equilibrium) :
𝑓𝑆𝑖 + 𝑓𝐷𝑖 + 𝑓𝐼𝑖 = 𝑃𝑖 (𝑡) (1)
Pers. 1 dapat ditulis dalam bentuk matriks :
𝑓𝑆𝑖 + 𝑓𝐷𝑖 + 𝑓𝐼𝑖 = 𝑃𝑖 (𝑡) (2)
Suku dari Pers. 2 masing-masing adalah :
Suku 1, 𝑓𝑆𝑖 (koefisien pengaruh kekakuan)
𝑓𝑆𝑖 = 𝑘𝑖1 . 𝑢1 + 𝑘𝑖2 . 𝑢2 + 𝑘𝑖3 . 𝑢3 + ⋯ + 𝑘𝑖𝑛 . 𝑢𝑛 (3)
atau dalam bentuk matriks dapat ditulis :
𝑓𝑆 = 𝑘 . 𝑢 (4)
dengan 𝑘 = matriks kekakuan

75
Persamaan Gerak MDOF (lanjutan)
Suku 2, 𝑓𝐷𝑖 (koefisien pengaruh redaman)
𝑓𝐷𝑖 = 𝑐𝑖1 . 𝑢ሶ 1 + 𝑐𝑖2 . 𝑢ሶ 2 + 𝑐𝑖3 . 𝑢ሶ 3 + ⋯ + 𝑐𝑖𝑛 . 𝑢ሶ 𝑛 (5)
atau dalam bentuk matriks dapat ditulis :
𝑓𝐷 = 𝑐 . 𝑢ሶ (6)
dengan 𝑐 = matriks redaman
Suku 3, 𝑓𝐼𝑖 (koefisien pengaruh massa)
𝑓𝐼𝑖 = 𝑚𝑖1 . 𝑢ሷ 1 + 𝑚𝑖2 . 𝑢ሷ 2 + 𝑚𝑖3 . 𝑢ሷ 3 + ⋯ + 𝑚𝑖𝑛 . 𝑢ሷ 𝑛 (7)
atau dalam bentuk matriks dapat ditulis :
𝑓𝐼 = 𝑚 . 𝑢ሷ (8)
dengan 𝑚 = matriks massa, yang berupa matriks diagonal
Sehingga keseimbangan total adalah :
𝑚 𝑢ሷ + 𝑐 𝑢ሶ + 𝑘 𝑢 = 𝑃 𝑡 (9)
Pers. 9 merupakan persamaan gerak pada sistim MDOF.

Solusi EoM MDOF (lanjutan)


Respons struktur sistim MDOF dipengaruhi oleh beberapa faktor dasar yaitu :
- Waktu getar (T) atau frekuensi ()
- Geser dasar atau base shear (V)
Frekuensi dapat dihitung nilainya dari persamaan gerak bebas tanpa redaman
(undamped free vibration) seperti Pers. 10.
𝑚 𝑢ሷ + 𝑘 𝑢 = 0 (10)
Solusi dari Pers. 10 adalah :
𝑢 = 𝐴𝑖 sin 𝜔𝑡 + 𝜃 = 0 (11)
𝑢ሷ = −𝜔2 𝐴𝑖 sin 𝜔𝑡 + 𝜃 = −𝜔2 𝑢 (12)
dengan : 𝐴𝑖 = amplitudo akibat getaran
𝜃 = sudut phase

76
Solusi EoM MDOF (lanjutan)
Sedangkan nilai 𝐴𝑖 adalah :
𝐴1𝑖
𝐴𝑖 = ⋮ , sehingga untuk 𝜔1 adalah :
𝐴𝑛𝑖
𝐴11
𝐴1 = ⋮ (13)
𝐴𝑛1
Subtitusi Pers. 12 ke Pers. 10 :
−𝜔2 𝑚 𝐴𝑖 sin 𝜔𝑡 + 𝜃 + 𝑚 𝐴𝑖 sin 𝜔𝑡 + 𝜃 = 0
−𝜔2 𝑚 + 𝑘 𝑢 = 0 (14)

Solusi EoM MDOF (lanjutan)


Pers. 14, dalam hal ini harga 𝑢 ≠ 0, maka syarat ada jawab (non trivial) adalah
determinian :
𝑘 − 𝜔2 𝑚 = 0 (15)
Pers. 15 akan menghasilkan n persamaan polinomial yang akan memberikan harga-
harga karakteristik dari 𝜔2 yang disebut nilai eigen. Nilai eigen (eigen value) yang
merupakan frekuensi alami masing-masing ragam getar (shape mode).
Bentuk getaran yang mempunyai nilai frekuensi terendah disebut mode I, berikutnya
mode II, mode III dan seterusnya. Untuk suatu nilai , Pers. 14 berubah menjadi :
𝑘 − 𝜔𝑖 2 𝑚 𝐴𝑖 sin 𝜔𝑖 𝑡 = 0 (16)
dengan nilai {Ai} seperti pada Pers. 13.

77
Solusi EoM MDOF (lanjutan)
Nilai {Ai} tidak dapat ditentukan, kecuali kondisi awal diketahui (initial value problem)
yang dapat berupa analisis ragam (modal analysis). Biasanya {Ai} ditulis dalam bentuk
:
𝐴𝑖 = 𝜙 𝑖 𝑌 𝑖 (17)
dengan :
𝜙𝑖 = ragam getar/eigen vector/shape mode
𝑌𝑖 = besaran skalar

Sifat Orthogonal
Pada gerak bebas dari sistim linier elastis, maka ragam getar 𝜙 𝑖 mempunyai sifat
khusus disebut hubungan orthogonalitas yang sangat berguna untuk menyelesaikan
masalah MDOF.
Dari Pers. 10, 𝑚 𝑢ሷ + 𝑘 𝑢 = 0 dan memenuhi subtitusi Pers. 18 :
𝑢 = 𝐴𝑖 sin 𝜔 𝑡 (18)
dapat diperoleh Pers. 19.
𝜔𝑖 2 𝑚 𝑢 = 𝑘 𝑢 (19)
dengan suku ruas kiri merupakan gaya inersia {f I} dan suku ruas kanan merupakan
gaya pegas {f S}.

78
Sifat Orthogonal (lanjutan)
Dari Pers. 19 dapat disimpulkan bahwa persamaan getaran bebas tanpa redaman
merupakan persamaan pembebanan statik dan nilai u pada Pers. 18 dapat dihitung dari
nilai f I dan f S.
Untuk 2 ragam yang berbeda akan terjadi 2 macam bentuk perpindahan akibat dua
sistem pembebanan yang berbeda. Namun karena strukturnya sama, maka berlaku
hukum timbal balik (resiproque law) atau lebih dikenal dengan hukum Maxwell-Betti
yang mengatakan :
“Pada sebuah struktur yang dibebani oleh dua sistim pembebanan dimana terjadi dua
jenis perpindahan, maka kerja yang dilakukan sistim pembebanan pertama sepanjang
perpindahan akibat sistim pembebanan kedua, akan sama dengan kerja akibat sistim
pembebanan kedua yang bergerak sepanjang perpindahan akibat sistim pembebanan
pertama”.

Sifat Orthogonal (lanjutan)


Dengan menerapkan hukum timbal-balik tersebut, berikut ini ditinjau dua sistim
pembebanan yaitu :
Sistim I pada ragam ke m
Gaya = f I1m ; f I2m ; f I3m
Perpindahan = u1m ; u2m ; u3m

Gambar 3. Sistim pembebanan I

79
Sifat Orthogonal (lanjutan)
Sistim II pada ragam ke n
Gaya = f I1n ; f I2n ; f I3n
Perpindahan = u1n ; u2n ; u3n

Gambar 4. Sistim pembebanan II

Sifat Orthogonal (lanjutan)


Hukum Maxwell-Betti :
𝑇 𝑢 = 𝑓 𝐼𝑇 𝑢
𝑓 𝐼𝑚 (20)
𝑚 𝑛 𝑛
Subtitusi Pers. 19 ke Pers. 20 :
𝜔𝑚2 𝑢𝑚𝑇 𝑚 𝑢𝑛 = 𝜔𝑛2 𝑢𝑛𝑇 𝑚 𝑢𝑚 (21)
Karena sifat orthogonal un = 0 dan m  n tidak dihasilkan respon pada mode ke-n,
sehingga untuk m = n, Pers. 21 menjadi :
𝜔𝑚2 − 𝜔𝑛2 𝑢𝑚𝑇 𝑚 𝑢𝑛 = 0 (22)
Untuk m  n, maka 𝜔𝑚2 − 𝜔𝑛2 ≠ 0, sehingga diperoleh Pers. 23.
𝑢𝑚𝑇 𝑚 𝑢𝑛 = 0 (23)
yang artinya untuk 2 ragam yang berbeda, maka perkalian antara 2 eigen vector pada
ragam-ragam tersebut adalah sama dengan nol terhadap massa (sifat orthogonal I
terhadap massa).

80
Sifat Orthogonal (lanjutan)
Selanjutnya dari Pers. 19 pada mode ke-n :
𝐾 𝑢𝑛 = 𝜔𝑛2 𝑚 𝑢𝑛 (24)
Perkalian dengan 𝑢𝑚 𝑇 pada kedua ruas akan diperoleh :
𝑢𝑚 𝑇 𝐾 𝑢𝑛 = 𝜔𝑛2 𝑢𝑚 𝑇 𝑚 𝑢𝑛 (25)
Menurut Pers. 23, nilai 𝑢𝑚 𝑇 𝐾 𝑢𝑛 = 0, sehingga Pers. 25 menjadi :
𝑢𝑚 𝑇 𝐾 𝑢𝑛 = 0 (26)
yang artinya untuk 2 ragam yang berbeda, maka perkalian antara 2 eigen vector pada
ragam-ragam tersebut adalah sama dengan nol terhadap kekakuan (sifat orthogonal II
terhadap kekakuan).

Terima Kasih Atas Perhatiannya, Sukses Buat Studinya,


Tetap Semangat, Bahagia dan Salam Sehat Selalu!

81

Anda mungkin juga menyukai