ABSTRAK
Trauma merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Neglected fracture adalah fraktur dengan atau tanpa
dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani tidak semestinya, sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan penanganan atau kondisi
yang lebih buruk, bahkan kecacatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui spektrum penderita neglected fracture di RSUD dr.
Abdoer Rahem pada periode 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2013. Jenis penelitian ini observasional deskriptif. Semua penderita
neglected fracture yang dioperasi di ruang OK Bedah Pusat RSUD dr. Abdoer Rahem dijadikan sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jumlah penderita neglected fracture di RSUD dr. Abdoer Rahem sebanyak 26 orang. Dominasi penderita laki-laki, usia produktif, status
ekonomi rendah dilihat dari kelas pelayanan II dan III, lokasi fraktur di femur, dan komplikasi malunion serta nonunion.
Kata kunci: Neglected fracture, studi deskriptif observasional, kelas pelayanan, lokasi fraktur, komplikasi
ABSTRACT
Trauma is the primary cause of death and disability in the world. Neglected fracture is a case of fracture which may, or may not be
accompanied by dislocation which is not treated or treated poorly that eventually leads to a late management or worse condition, or
even a disability. This is an observational descriptive research to determine the spectrum of neglected fracture cases in RSUD dr. Abdoer
Rahem between 1 January 2012 to 31 December 2013. All neglected fracture cases operated in RSUD dr. Abdoer Rahem were included as
samples. There were 26 neglected fracture cases in the RSUD dr. Abdoer Rahem between 1 January 2012 to 31 December 2013, mostly male, in
productive age, low-economical status indicated from the service-class of II and III, most cases involve femur with malunion and nonunion as
the most common complication. Adhinanda Gema Wahyudiputra, Haris Dwi Khoirur, Rizki Adrian Hakim, M Rosyid Narendra. Spectrum
of Neglected Fracture Cases in RSUD dr. Abdoer Rahem, Januari 2012 - Desember 2013.
Keywords: Neglected fracture, descriptive observational research, service-class, fracture location, complication
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trauma merupakan penyebab utama
kematian dan kecacatan di dunia. Tingkat
kematian (mortality rate) kasus trauma lebih
tinggi pada negara-negara berpenghasilan
menengah ke bawah, hal ini berhubungan
dengan penggunaan transportasi bermotor,
kurang maksimalnya pembangunan jalan,
dan sistem penanganan trauma yang
terbatas. Secara statistik, lebih banyak yang
berakhir dengan kecacatan baik sementara
maupun permanen. Statistik gabungan
kasus trauma akibat jatuh dan kecelakaan
lalu lintas, mendapatkan angka antara
Alamat korespondensi
email: adhinandagemamd@gmail.com
97
HASIL PENELITIAN
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi
adalah fraktur dengan atau tanpa dislokasi
yang tidak ditangani atau ditangani tidak
semestinya, sehingga menghasilkan keadaan
keterlambatan penanganan atau kondisi
lebih buruk, bahkan kecacatan.2 Pasien-pasien
trauma patah tulang di Indonesia kebanyakan
masih memercayakan pengobatannya pada
pengobatan patah tulang tradisional, karena
dianggap lebih terjangkau dalam hal biaya
dan jarak, dan menghindari tindakan bedah
yang invasif.7 Pasien sering datang ke dokter
bedah tulang setelah gagal di pengobatan
patah tulang tradisional dengan keadaan
patah tulang yang mengalami komplikasi.
Pada penelitian di RSCM dan RS Fatmawati,
Jakarta, Februari April 1975, neglected fracture
adalah penanganan patah tulang pada
ekstremitas (anggota gerak) yang salah oleh
bone setter (dukun patah tulang).2 Lebih dari
50% komplikasi pada pengobatan fraktur oleh
traditional bone setter (pengobat patah tulang
tradisional) adalah malunion, 25% nonunion,
sisanya delayed union, gangren, kekakuan
sendi, Volksmans ischaemic contracture, dan
tetanus. Hanya satu di antara 36 orang (2,8%)
yang tidak memiliki keluhan dan puas dengan
pengobatan patah tulang tradisional.8 Hasil
pengobatan patah tulang tradisional sering
kali buruk, bahkan disertai kecacatan.9
Gambaran Pasien
Dari 26 penderita neglected fracture, 20
orang (76,92%) laki-laki dan 6 orang (23,08%)
perempuan. Sebanyak 1 orang (3,85%) berusia
kurang dari 24 tahun, 24 orang (92,5%) berusia
dewasa atau produktif, dan 1 orang (3,85%)
lanjut usia. Umur rata-rata penderita neglected
fracture adalah 36,38 tahun. Sebanyak 10
Tabel 1. Karakteristik Pasien Neglected Fracture di RSUD
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode observasional deskriptif untuk mengetahui
spektrum penderita neglected fracture di
RSUD dr. Abdoer Rahem. Populasi penelitian
ini adalah semua (total sampling) penderita
neglected fracture periode Januari 2012Desember 2013 yang dioperasi di ruang
Bedah Pusat RSU dr. Abdoer Rahem dan
memiliki rekam medis yang tercatat di dalam
sistem informasi manajemen RSUD dr. Abdoer
Rahem, Situbondo, dengan jenis fraktur, jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, komplikasi,
dan status ekonomi yang dilihat dari kelas
pelayanan.
Desember 2013
Frekuensi
absolut
(orang)
Proporsi
Jumlah penderita
Tahun 2012
Tahun 2013
11
15
42,31 %
57,69 %
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
20
6
76,92%
23,08%
Usia
0-14 tahun
15-64 tahun
65 tahun
1
24
1
3,85%
92,5 %
3,85%
Kelas Pelayanan
I
II
III
10
1
15
38,46%
3, 85%
57, 69%
Variabel
98
Frekuensi
absolut
(orang)
Proporsi
Humerus
11,53 %
Radius
7,69%
Ulna
3,85%
7,69%
38,46%
Femur
10
Tibia
7,69%
19,23%
Digiti IV dan V
manus
3,85%
Variabel
HASIL
Berdasarkan data terdapat 26 pasien neglected
fracture, terdiri dari 11 kasus (42,31%) pada
tahun 2012 dan 15 kasus (57,69%) pada
tahun 2013.
Penelitian ini dilakukan mengingat di Indonesia data neglected fracture yang datang ke
rumah sakit masih sedikit.
Komplikasi Fraktur
Nonunion
Malunion
Infeksi
Frekuensi
absolut
(orang)
Proporsi
12
12
2
46,155%
46,155%
7,69%
Pada penelitian ini terdapat dominasi penderita berusia 15-64 tahun atau usia produktif
(92,5 %). Pada penelitian Aries, dkk. (2007)
prevalensi penderita neglected fracture
terbesar pada umur di atas 40 tahun, yaitu
sebesar 53,33%.10 Dominasi penderita berusia
15-64 tahun ini sesuai data Riskesdas (2007),
yaitu 28,2%.4 Hal ini dapat disebabkan karena
HASIL PENELITIAN
usia 15-64 tahun merupakan usia produktif,
sebagian besar bekerja dan memiliki mobilitas
tinggi, sehingga meningkatkan risiko trauma.
Kebanyakan penderita dirawat di kelas
pelayanan III (57,69%) diasumsikan dengan
status ekonomi lebih rendah. Pasien dengan
status ekonomi rendah cenderung memilih
atau menggunakan terapi yang mudah
dicapai, murah, dan tidak invasif, yaitu
ke dukun patah tulang.6 Green (1999)
menyatakan bahwa pengobatan dengan
biaya tinggi, keterjangkauan fasilitas, dan
ahli yang terbatas tetap menjadi penghalang utama pasien dengan status ekonomi
rendah untuk berobat ke rumah sakit.14
Angka neglected fracture yang cukup tinggi
pada penderita kelas pelayanan I dapat
disebabkan karena kultur masyarakat yang
lebih memercayakan pengobatan patah
tulang pada dukun patah tulang. Penelitian
Nwachukwu (2011) menyatakan bahwa
alasan pasien lebih memilih berobat ke
dukun patah tulang karena lebih familiar
daripada pengobatan dokter bedah tulang.
Bahkan, banyak yang menyarankan untuk
tidak berobat ke dokter bedah tulang karena
kebanyakan pasien kembali dalam keadaan
kehilangan anggota tubuh atau terpasang
logam dalam tubuhnya.15
Sebanyak 18 orang (69,23%) pada penelitian
ini mengalami fraktur ekstremitas bawah,
di mana jumlah terbesar yaitu 10 orang
menderita neglected fracture di femur. Hal ini
sesuai penelitian Aries, dkk. (2007) dengan
persentase terbesar neglected fracture di
femur, yaitu 33,33%.10 Hal ini dapat terjadi
karena efek disabilitas fraktur femur yang
besar sehingga mendorong pasien yang
DAFTAR PUSTAKA
1.
Jain AK, Kumar S. Neglected musculosceletal injury. Ch.1: Neglected Musculoskeletal InjuriesMagnitude of Problem. Jaypee digital. 2011.
2.
Kawiyana KS, Reksoprodjo S. Neglected fracture in Cipto Mangunkusumo and Fatmawati hospital Jakarta. Maj. Orthopaedi Indon. 1985; 11(2):20-8.
3.
4.
World Health Organization. Global health observatory data repository: Mortality road traffic death 2007 [Internet]. 2011 [cited 2012 Jan 30]. Available from: www.who.int.en.
5.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. 2008 Desember.
6.
Handayani L, Suparto H, Suprapto A. Traditional system of medicine in Indonesia. In: Chaudhury RR, Rafei UM, eds. Traditional Medicine in Asia. WHO; 2001. p. 47-68.
7.
Notosiswoyo M. Research on traditional bone healing in Cimande. Jakarta: Center of Noninfectious Research and Development, National Institute of Health Research and Development,
8.
OlaOlorun DA, Oladiran IO, Adeniran A. Complication of fracture treatment by traditional bonesetter in southwest Nigeria. Farm Pract. 2001 (Dec);18(6):635-7.
9.
Dada AA, Yinusa W, dan Giwa SO. 2011. Review of the practice of traditional bone setting in Nigeria. Afr Health Sci. 2011 Juni;11(2):262-5.
10. Aries MJ, Joosten H, Wegdam HJ, van der Geest S. Fracture treatment by bonesetters in central Ghana: Patients explain their choices and experiences. Trop.Med. Internat. Health
2007;12(4):564-74.
11. Eze KC. 2012. Complication and co-morbidities in radiograph of patients in traditional bone setters homes in Ogwa, Edo State, Nigeria : A community-based study. Eur J Radiol. 2012
Sep;81(9):2323-8.
99
HASIL PENELITIAN
12. Moesbar N. Pengendara dan penumpang sepeda motor terbanyak mendapat patah tulang pada kecelakaan lalu lintas. Pidato Pengukuhan Guru besar USU. Medan: Universitas Sumatera
Utara; 2007.
13. Donaldson LJ, Cook A, Thomson RG. Incidence of fractures in geographically- defined population. J Epid Commun Health 1990;44:241-5.
14. Green S. Orthopaedic surgeons: Inheritors of tradition. Clinical Orthopaedics and Related Research 1999;363: 258-63.
15. Nwachukwu BU, Okwesili IC, Harris MB, Katz JN. Traditional bonesetters and contemporary orthopaedic fracture care in a developing nation: Historical aspects, contemporary status and
future directions. The Open Orthopaedic J. 2011; 5:20-6.
16. Sanders DW, Mackleod M, Charyk-Stewart T, Lydestad J, Domonkos A, Ttieszer C. Functional outcome and persistent disability after isolated fracture of the femur. Can J Surg.
2008(Oct);51(5):366-70.
17. Onuminya JE. The role of the traditional bonesetter in primary fracture care in Nigeria. S.Afr Med J. 2004(Aug);.94(8):652-8.
100