Anda di halaman 1dari 67

EDITORIAL

SUSUNAN REDAKSI

EDITORIAL

Jurnal Warta Bhakti Husada Mulia


Madiun

Assalamualaikum, Wr Wb
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat
Alloh SWT cita-cita untuk menerbitkan
sebuah jurnal kebidanan terwujud. Jurnal ini
merupakan wujud sumbangsih kami untuk
selalu memperbaharui ilmu pengetahuan.
Tahap akhir dari suatu proses penelitian
adalah mempublikasikan hasil penelitian
kepada masyarakat ilmiah dalam media jurnal.
Hasil penelitian yang tidak dipublikasikan
akan menjadi sampah, publish or perish.
Harapan redaksi jurnal Warta Bhakti
Husada Mulia bisa memperkaya kasanah
pengetahuan para pembaca sesuai dengan
kompetensi masing-masing.
Terakhir saran, masukan dan kritik sangat
redaksi harapkan demi peningkatan kualitas
Jurnal Warta Bhakti Husada Mulia. Mudahmudahan bermanfaat dan selamat membaca.
Wassalamualaikum Wr Wb

PENANGGUNG JAWAB :
Ketua Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
PENYUNTING AHLI :
Cholik Harun, S.Kep.,Ners., M.Kes
KETUA PENYUNTING :
Asasih Villa Sari, S.SiT
SEKRETARIS PENYUNTING :
Muhamad Afif, SIP
SIDANG PENYUNTING :
Riska Ratnawati, SKM., M.Kes
Retno Widiarini, SKM., M.Kes
Hariyadi, S.Kp., M.Pd
Rheny Widi Wardani, S.ST., M.Kes
BENDAHARA :
Sri Manunggal, SE
TATA USAHA :
Yuniar Sulistyani, S.Kom
SIRKULASI :
Irma Rizkiana

Terbit satu kali setahun, berisi artikel ilmiah yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian ilmu bidang
kebidanan dan kesehatan.
Jurnal Warta Bhakti Husada Mulia menerima sumbangan tulisan artikel ilmiah yang belum pernah
diterbitkan dalam media lain. Petunjuk naskah selengkapnya tercantum dalam petunjuk penulisan.
Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting keseragaman format, tata cara, istilah dan lain-lain.

Wbhm, Vol 1, No 1, 1 Maret 2014

ISSN 2339-2045

Warta Bhakti Husada Mulia


DAFTAR ISI
Hasil Penelitian

Halaman

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Dengan Usia Menopause di


Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol Magetan.................................................................. 1
Hubungan Perkawinan Usia Muda Dengan Kejadian Kanker Serviks .......................... 11
Hubungan Plasenta Previa Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Di Ruang Bersalin RSUD Dr. Soeroto Ngawi............................................................... 22
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Persepsi Remaja Tentang Seks
Bebas di SMAN 1 Nglames Kecamatan Nglames Kabupaten Madiun ......................... 30
Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu Terhadap Ketrampilan Pijat Bayi di Desa Geger
Kecamatan Geger Madiun ............................................................................................. 38
Hubungan Preeklampsia Terhadap Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di
RSUD Kota Madiun ....................................................................................................... 49
Hubungan Sanitasi Rumah Terhadap Suspek Penderita TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun............................ 57

ii

HUBUNGAN PEMAKAIAN KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN USIA MENOPAUSE


DI DUSUN ALASTUWO KECAMATAN PONCOL MAGETAN
ABSTRAK
Asasih Villa Sari S,SiT., Dewi Lestari

Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi.
Usia menopause tidaklah samaantara satu dengan yang lainnya. Menopause yang datangnya lebih
awal menyebabkan wanita cepat tua dan tidak mencapai usia harapan hidup, tetapi menopause yang
lambat juga dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Usia menopause dipengaruhi oleh beberapa
faktor salah satunya pemakaian kontrasepsi hormonal. Adapun penilitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia menopause.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analiti korelatif dengan
menggunakan pendekatan retrospektif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh wanita yang sudah
mengalami berhenti haid sekurang-kurangnya 1 tahun yaitu sejumlah 117 wanita menopause dan
sampelnya 91 wanita menopause diambil dengn menggunakan teknik purposive sampling. Dalam
penelitian ini variabel bebas adalah pemakaian kontrasepsi hormonal sedangkan variabel terikatnya
adalah usia menopause. Pengumpulan data menggunakan wawabcara terpimpin ddengan panduan
kuesioner. Teknik analisa data menggunakan uji statistik Chi Square dengan taraf signifikasi 5%.
Hasil penelitian terhadap 91 responden, menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak
pernah memakai kontrasepsi hormonal sebanyak 52,75% dan sebagian kecil responden pernah
memakai kontrasepsi hormonal sebanyak 47,25%. Sedangkan sebagian besar usia menopause
responden yaitu 51-55 tahun sebanyak 40,66% dan sebagian kecil usia menopause responden yaitu 4650 tahun sebanyak 29,67%.
Hasil tersebut kemudian diuji dengan uji statistik Chi Square dengan taraf signifikasi 5% dan
derajat kebebasan 2 didapatkan X2 hitung 8,306 dan X2 tabel 5,591. X2 hitung > X2 tabel sehingga Ho
ditolakdan H1 diterima.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan anatara pemakaian kontrasepsi hormonal
dengan usia menopause, oleh karena itu maka perlu disarankan kepada wanita menopause untuk
mengikuti posyandu lansia untuk menambah pengetahuan tentang menopause.
Kata kunci : Kontrasepsi hormonal, usia menopause

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...

PENDAHULUAN
Menopause dikenal sebagai berhentinya
menstruasi yang disebabkan oleh hilangnya
aktifitas folikel ovarium. Menopause alamiah
terjadi pada akhir periode menstruasi dan
sekurang-kurangnya selama 12 bulan tidak
mengalami menstruasi (amenorea), dan bukan
disebabkan oleh hal yang patologis. Hal ini
disebabkan karena pembentukan hormon
estrogen dan progesteron dari ovarium wanita
berkurang, ovarium berhenti melepaskan sel
telur sehingga aktivitas menstruasi berkurang
dan akhirnya berhenti sama sekali. Penurunan
kadar estrogen tersebut sering menimbulkan
gejala yang sangat mengganggu aktivitas
kehidupan para wanita, diantaranya hot
flushes (rasa panas dari dada hingga wajah),
night sweat (berkeringat dimalam hari),
dryness
vaginal
(kekeringan
vagina),
penurunan daya ingat, insomnia (susah tidur),
depresi (rasa cemas), fatigue (mudah lelah),
penurunan libido, dyspareunia (rasa sakit
ketika berhubungan seksual) dan incontinence
urinary (beser). (Atikah, 2010)
Data Riskesdas, umur harapan hidup
wanita lebih panjang dibanding umur harapan
hidup laki-laki. Pada tahun 1995 umur
harapan hidup wanita adalah 66 tahun
sedangkan umur harapan hidup laki-laki 62,9
tahun. Sedangkan pada tahun 2005 umur
harapan hidup wanita 68,2 tahun dan umur
harapan hidup laki-laki 64,3 tahun. Pada tahun
2010 usia harapan hidup wanita mencapai 70
tahun. (Siti Mulyani, 2013)
Menopause yang datangnya lebih awal
menyebabkan seorang wanita akan menjadi
lebih tua, sehingga kemungkinan besar wanita
tersebut tidak akan mencapai usia harapan
hidup wanita pada umumnya. Hal ini
disebabkan karena tubuh wanita mempunyai
persediaan sel telur atau ovum dengan jumlah

yang berbeda-beda dan tentunya terbatas.


Masa menopause itu terjadi ketika ovarium
atau indung telur telah kehabisan sel telur atau
ovum, hal ini menyebabkan produksi hormon
dalam tubuh terganggu yaitu berhentinya
produksi hormon estrogen dan progesteron.
Perubahan fungsi hormon dalam tubuh akan
menyebabkan terjadinya penurunan fungsi
tubuh dan gejala-gejala menopause akan
mulai timbul dan terasa meskipun menstruasi
masih datang. Saat itu akan mulai terlihat
adanya perubahan pada haid yang mungkin
menjadi lebih lama atau lebih singkat dan
untuk jumlah darah menstruasi yang
dikeluarkan menjadi tidak konsisten yaitu
relatif menjadi lebih banyak dari sebelumnya.
Seperti yang dilansir Siti Mulyani dalam
bukunya
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi usia menopause adalah
pemakaian kontrasepsi. Kontrasepsi dalam hal
ini yaitu kontrasepsi hormonal. Hal ini
dikarenakan cara kerja kontrasepsi hormonal
yang menekan kerja ovarium atau indung
telur. Menurut Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2012 sebanyak
62% wanita kawin usia 15-49 tahun menjadi
akseptor KB, sebagian besar di antaranya
menggunakan metode kontrasepsi modern
(58%) dan 4% menggunakan metode
kontrasepsi tradisional. Di antara cara KB
modern yang dipakai, suntik KB merupakan
alat kontrasepsi terbanyak digunakan oleh
wanita berstatus kawin (32%), diikuti oleh pil
KB, hampir 14%, sedangkan pemakaian KB
susuk atau implant adalah 3,3%. Dengan
demikian pemakaian KB hormonal di
Indonesia tahun 2012 adalah 47-48%. (BPS,
2012) Sementara itu di Kabupaten Magetan
dengan jumlah pasangan usia subur yang
mencapai 138.608 peserta KB aktif pada

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...

tahun 2012 adalah sebesar 100.541 atau


72,54% dari PUS.
Berikut ini data pemakai KB aktif
Kabupaten Magetan per metode tahun 2013
Tabel 1.1 Peserta KB aktif Kabupaten
Magetan per metode tahun
2012
No.
1
2
3
4
5
6
7

Metode
IUD
MOP
MOW
IMPLANT
SUNTIK
PIL
KONDOM

Jumlah
26.754 orang
300 orang
7.712 orang
5.837 orang
52.837 orang
5.314 orang
1.787orang

wanita tersebut didapatkan 4 orang (40%)


mengalami
menopause
pada
fase
premenopause (<45 tahun), kemudian 3 orang
(30%) mengalami menopause pada fase pasca
menopause (>55 tahun), dan 3 orang lainnya
(30%) pada usia 47-53 tahun. Dari 10 wanita
tersebut 6 orang diantaranya pernah
menggunakan KB hormonal.
Berdasarkan uraian dan permasalahan
diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan pemakaian KB
hormonal dengan usia menopause.

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa


pemakai KB Hormonal di Kabupaten
Magetan adalah 63.988 atau 63,64% dari
semua KB aktif. (Dinkes, 2012).
Semua masalah menopause dapat dicegah
dan diatasi dengan berfikir positif bahwa
menopause merupakan proses alamiah yang
harus diterima sebagai alur perjalanan hidup
manusia, melakukan kegiatan seperti olah
raga teratur, mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung vitamin dan kalsium,
mengurangi konsumsi teh, lemak, soda dan
alkohol, menghindari rokok, menggunakan
bahan makanan yang mengandung isoflavon
seperti kedelai, tahu, tempe dan kecap.
Melakukan
pemeriksaan
ginekologi,
laboratorium (gula darah dan kolesterol),
kesehatan umum, papsmear dan perabaan
payudara secara rutin.(Atikah, 2010). Selain
itu menganjurkan wanita menopause untuk
mengikuti posyandu lansia, ceramah atau
seminar tentang menopause.
Dari survey pendahuluan yang dilakukan
di Dusun Alastuwo Kecamatan Poncol
Kabupaten Magetan, 10 orang yang sudah
mengalami menopause menunjukkan usia
menopause mereka tidak sama. Dari 10

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...

METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah metode yang
dipakai sebagai dasar pengembangan metode
ilmiah yang selanjutnya akan menghasilkan
ilmu. (Notoatmodjo, 2012)
Pada bab ini akan disajikan tentang jenis
dan rancangan penelitian, kerangka kerja,
definisi operasional veriabel, populasi dan
sampel penelitian, pengumpulan dan analisa
data, etika penelitian, dan keterbatasan
penelitian.
Rancangan adalah suatu pola atau
petunjuk secara
umum yang dapat
diaplikasikan pada beberapa penelitian.
Rancangan penelitian adalah sesuatu yang
sangat
penting
dalam
penelitian,
memungkinkan
pengontrolan
maksimal
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
akurasi suatu hasil. Istilah rancangan
penelitian digunakan dalam dua hal; pertama,
rancangan penelitian merupakan suatu
strategis penelitian dalam mengidentifikasi
permasalahan sebelum perencanaan akhir
pengumpulan data; dan kedua, rancangan
penelitian
digunakan
untuk
mengidentifikasikan struktur penelitian yang
akan dilaksanakan. (Nursalam, 2011).

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian pada penelitian ini adalah
analitik korelatif. Survey analatik adalah
survey atau penelitian yang mencoba
menggali bagaimana dan mengapa fenomena
kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan
analisis dinamika korelasi antara fenomena
atau antara faktor resiko dengan faktor efek.
Dalam penelitian (survey) analitik, analisis
korelasi dapat diketahui seberapa jauh
kontribusi faktor resiko tertentu terhadap
adanya suatu kejadian tertentu. (Notoatmodjo,
2012)
Penelitian
korelasional
mengkaji
hubungan antara variabel. Peneliti dapat
mencari, menjelaskan suatu hubungan,
memperkirakan, dan menguji berdasarkan
teori yang ada. (Nursalam, 2011)
Menurut Nurul Zuriah (2009), penelitian
korelasional adalah penelitian yang akan
melihat hubungan antara variabel atau
beberapa variabel. Pada penelitian ini
menganalisa hubungan antara pemakaian KB
hormonal dengan usia kejadian menopause.
3.2 Cara Pendekatan
Penelitian dengan metode analitik korelasi
ini
akan
menggunakan
pendekatan
retrospektif. Pada penelitian ini dimulai dari
pengumpulan data tentang usia kejadian
menopause, kemudian dari kejadian tersebut
ditanyakan tentang riwayat pemakaian
kontrasepsi hormonal pada masa yang lalu.
Rancangan penelitian kasus kontrol pada
penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Pemakaian kontrasepsi
hormonal (pil, implan,
suntik)

Usia
menopause

3.3 Kerangka Kerja


Kerangka operasional (kerangka kerja)
adalah langkah-langkah dalam aktivitas
ilmiah, mulai dari penetapan populasi, sampel,
dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal
dilakukan penelitian. (Nursalam, 2011).
Kerangka kerja dalam penelitian ini
adalah:
Populasi :
Semua wanita menopause di Dusun Alastuwo
Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan sebanyak
117 orang

Sampel :
Sebagian wanita menopause di Dusun Alastuwo
Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan sebanyak
91 orang

Tehnik sampling :
Purposive Sampling

Jenis Penelitian :
Analitik Korelatif

Design Penelitin :
Retrospective

Pengumpulan Data :
Wawancara terpimpin

Pengolahan Data :
Editing, Coding, Scoring,
Tabulating

Analisa Data :
CHI square

Penarikan Kesimpulan

Gambar 3.2 : Kerangka Kerja Penelitian

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...

Tabel 3.1 : Definisi Operasional


Definisi
Operasi
Parameter
Skala
onal
Independen / Kegiatan - Pernah
Nomibebas :
ibu
memakai
nal
Pemakaian
memakai
kontrasepsi
kontrasepsi kontrasepsi hormonal
hormonal
hormonal - Tidak
dimasa
pernah pakai
lampau.
kontrasepsi
hormonal
Variabel

Dependen /
terikat :
Usia
menopause

Usia ibu - Menopuse


saat
pada usia
mengalami 41-45 tahun
berhenti - Menopause
haid /
pada usia
menstruasi 46-50 tahun
dihitung - Menopause
dalam
pada usia
tahun.
51-55 tahun

Nominal

Alat
Ukur

Kriteria/Sk
oring

Kuesio
ner

1 = Pernah
memakai
kontrasepsi
hormonal
2 = Tidak
pernah
pakai
kontrasepsi
hormonal

Kuesio
ner

1=
menopause
pada usia
41-45 tahun
2=
menopause
pada usia
46-50 tahun
3=
menopause
pada usia
51-55 tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini akan menyajikan hasil
penelitian dan pembahasan mengenai
hubungan pemakaian kontrasepsi hormonal
dengan usia menopause di Dusun Alastuwo
Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret
April 2014.
Penelitian ini dilakukan pada ibu yang
sudah menopause di Dusun Alastuwo
Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan
dengan responden sebanyak 91 orang. Teknik
pengambilan data menggunakan wawancara
terpimpin dengan panduan kuesioner. Hasil
penelitian disajikan dalam bentuk narasi dan
tabel distribusi frekuensi, yang selanjutnya
dilakukan analisa data menggunakan uji
statistik Chi Squaredengan taraf signifikasi
5%.
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dusun
Alastuwo Desa Alastuwo Kecamatan Poncol
Kabupaten Magetan, yang terdiri dari 4 RT
yaitu mulai dari RT 1 saampai RT 4. Jumlah
penduduk dusun Alastuwo yaitu 612 orang

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...

dengan jumlah wanita yang menopause


sebesar 117 orang.
4.1.1 Data Umum
a. Karakteristik ibu menopause berdasarkan
pendidikan
Tabel 4.1 Distribusi
frekuensi
ibu
menopause berdasarkan tingkat
pendidikan di Dusun Alastuwo
Kecamatan Poncol Kabupaten
Magetan tahun 2014.
No.
1
2
3
4

Pendidikan
SD
SMP
SMA
Perguruan
Tinggi
Total

Frekuensi
50
36
5
0

%
54,95 %
39,56 %
5,49 %
0%

91

100 %

Berdasarkan pada tabel distribusi


frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan,
sebagian besar tingkat pendidikan ibu
menopause adalah SD (54,95%) dan sebagian
kecil tingkat pendidikan responden adalah
tidak tamat PT (0%).
b. Karakteristik ibu menopause berdasarkan
pekerjaan
Tabel 4.2 Distribusi
frekuensi
ibu
menopause
berdasarkan
pekerjaan di Dusun Alastuwo
Kecamatan Poncol Kabupaten
Magetan tahun 2014
No

Frekuensi

Tani

Pekerjaan

52

57,14%

Swasta

17

18,68 %

Wiraswasta

12

13,19 %

IRT

8,79 %

PNS

1,10 %

Pensiunan

1,10%

Total

91

100 %

Berdasarkan pada tabel distribusi


frekuensi berdasarkan jenis pekerjaan,
sebagian besar ibu menopause adalah bekerja

sebagai tani (57,14%) dan sebagian kecil


bekerja sebagai PNS (1,10%).
c. Karakteristik ibu menopause berdasarkan
jumlah anak
Tabel 4.3 Distribusi
frekuensi
ibu
menopause berdasarkan jumlah
anak
di
Dusun
Alastuwo
Kecamatan Poncol Kabupaten
Magetan tahun 2014.
No
1
2
3
4
5
6

Jumlah
Anak
0
1
2
3
4
5
Total

Frekuensi

6
12
24
31
16
2
91

6,59 %
13,19 %
26,37 %
34,07 %
17,58 %
2,19 %
100 %

Berdasarkan pada tabel distribusi


frekuensi berdasrkan jumlah anak, sebagian
besar ibu menopause memiliki anak 3
(34,07%) dan sebagian kecil memiliki anak
lebih dari 5 (2,19%).
4.1.2 Data Khusus
a. Pemakaian kontrasepsi hormonal

Pemakaian
Pernah memakai
Tidak pernah
memakai
Total

Frekuensi
43
48

%
47, 25 %
52,75 %

91

100%

Berdasarkan hasil tabulasi yang di


peroleh, sebagian besar ibu menopause tidak
pernah memakai kontrasepsi hormonal
(52,75%), dan sebagian kecil pernah
menggunakan
kontrasepsi
hormonal
(47,25%)dari jumlah responden sebanyak 91
orang.

Tabel 4.5 Tabulasi pemakaian kontrasepsi


hormonal di Dusun Alastuwo
Kecamatan Poncol Kabupaten
Magetan tahun 2014
No
1
2
3

Usia Menopause
41-45 tahun
46-50 tahun
51-55 tahun
Total

Frekuesi
29
27
35
91

%
31,87 %
29,67 %
38,46%
100 %

Berdasarkan hasil tabulasi yang diperoleh,


sebagian besar ibu menopause mengalami
menopause pada fase pasca menopuse atau
pada usia 51-55 tahun yaitu sebanyak 35
orang (38,46%). Dan sebagian kecil
mengalami
menopause
pada
fase
perimenopause yaitu sebanyak 27 orang
(29,67%).
c. Hubungan
pemakaian
kontrasepsi
hormonal dengan usia menopause
Tabel 4.6 Tabulasi
silang
hubungan
pemakaian kontrasepsi hormonal
dengan usia menopause di Dusun
Alastuwo Kecamatan Poncol
Kabupaten Magetan tahun 2014
No

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pemakaian


kontrasepsi hormonal di Dusun
Alastuwo Kecamatan Poncol
Kabupaten Magetan tahun 2014
No
1
2

b. Tabulasi usia menopause

1
2

Usia Menopause
Pemakaian
kontrasepsi
41-45
46-50
51-55
Jml %
hormonal
F
%
f
%
f
%
Pernah
9 20,93 11 25,58 23 53,49 43 100
memakai
Tidak
20 41,67 16 33,33 12
25
48 100
pernah
memakai
X2 tabel = 5,591
X2 hitung =
KK = 0,657
8,306

Berdasarkan
hasil
tabulasi
silang
hubungan pemakain kontrasepsi hormonal
dengan usia menopause terdapat 23 orang
(25,7%) responden pernah menggunakan
kontrasepsi hormonal dan menopause pada
fase pascamenopause (51-55 tahun) dan 12
orang (13,17%) tidak pernah menggunakan
kontrasepsi hormonal menopause pada fase
pascamenopause.

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...

4.1.3 Hasil Uji Statistik


Berdasarkan pada penghitungan uji
statistik Chi Square secara manual dengan
taraf kesalahan = 0.05 df=2 dan harga X2
tabel 5,591 diperoleh hasil X2 hitung sebesar
8,306. Sehingga X2 hitung > X2 tabel yang
berarti H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada
hubungan antara pemakaian kontrasepsi
hormonal dengan usia menopause. KK =
0,657 menunjukkan keeratan hubungan dalam
tingkat kuat.
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisa hubungan
pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia
menopause di Dusun Alastuwo Kecamatan
Poncol Kabupaten Magetan tahun 2014 kan
dibahas sesuai dengan tujuan peelitian sebagai
berikut :
4.2.1 Pemakaian Kontrasepsi Hormonal
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
4.4 menunjukkan 47,25% (42 orang) pernah
menggunakan kontrasepsi hormonal dan
52,75% (48 orang) tidak pernah menggunakan
kontrasepsi hormonal baik itu pil, suntik,
ataupun implan.
Menurut Hartanto (2005) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan
alat kontrasepsi, diantaranya : a) umur : umur
berperan dalam pola pelayanan kontrasepsi
kepada masyarakat yang berkaitan dengan
memperhatikan kurun reroduksi sehat. b)
Jumlah anak, ini akan memepengaruhi cocok
tidaknya suatu metode secara medis. Misalnya
ibu yang sudah mempunyai 4 orang anak
tidak cocok menggunakan kontrasepsi yang
reversibel seperti suntik atau pil. Ibu ini lebih
cocok menggunakan kontrasepsi MOW. c)
Pendidikan yang sangat menentukan dalam
pola pengambilan keputusan. d) Pengetahuan :
jumlah alat kontrasepsi yang tersedia sangat

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...

beragam dengan segala kelebihan dan


kekurangannya.
Sedangkan menurut Glasier dan Gebbie
(2005) ada beberapa faktor lain yang
mempengaruhi dalam memilih metode
kontrasepsi diantaranya : a) Kunjungan
berkala ke klinik : wanita yang tinggal
ditempat terpencil atau mereka yang sering
bepergian mungkin memilih metode yang
tidak mengharuskan mereka berkonsultasi
secara teratur dengan petugas kesehatan. b)
peran petugas : pada beberapa metode,
petugas hanya memiliki peran satu kali, pada
metode yang lain petugas perlu bertemu
langsung dengan pemakai selama beberapa
kali setiap tahun seperti KB suntik. c) rencana
untuk kesuburan di masa mendatang : perlu
ditentukan apakah dan kapan pemakai
memiliki rencana
untuk hamil di masa
mendatang. d) biaya : mencakup biaya metode
itu sendiri, waktu yang dikorbankan wanita
dan petugas, serta biaya tak langsung termsuk
ongkos berkunjung ke klinik.
Berdasarkan tabel 4.1 sebagian besar ibu
hanya tamat SD, sehingga ibu memiliki
pengetahuan yang sedikit dan kemampuan
berfikir yang terbatas sehingga kurang
mengetahui dan tidak terlalu memperhatikan
alat-alat kontrasepsi serta kelebihan dan
kekurangannya. Selain itu pendidikan
seseorang akan mempengaruhi seseorang
dalam pengambilan keputusan memilih
kontrasepsii. Banyaknya efek samping dari
kontrasepsi hormonal bisa menyebabkan ibu
lebih memilih kontrasepsi non hormonal atau
justru memilih tidak ber KB.
4.2.2 Usia Menopause
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
4.5 menunjukkan 31,87% (29 orang)
mengalami
menopause
pada
fase
premenopause, 29,67% (27 orang) mengalami

menopause pada fase perimenopause, dan


38,46% (35 orang) mengalami menopause pda
fase pascamenopause. Dari hasil tersebut
dapat diketahui rata-rata usia menopause
responden yaitu 48,59341 tahun.
Hal ini sesuai dengan pendapat Varney
(2007) bahwa rentang usia menopause pada
sebagian besar wanita usia antara 48-55 tahun.
Cepat atau lambatnya datangnya menopause
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Siti Mulyani (2010) beberapa
faktor yang mempengaruhi usia menopuse
adalah faktor psikis, kecemasan, usia
menarche, usia melahirkan, dan status gizi.
Di Dusun Alastuwo hampir semua
responden telah berpendidikan meskipun
hanya tamat SD, sehingga pengetahuan
mereka tentang pentingnya makanan bergizi
cukup baik dan juga tempat tinggal responden
yang di pedesaan membuat mereka banyak
mengkonsumsi sayur. Hal inilah yang
menyebabkan menopause datang pada usia
normal atau bahkan lambat. Menopause
adalah sesuatu yang normal dan alami bagi
seluruh wanita di dunia, dengan menerima
tahapan ini dengan wajar dan ikhlas maka
kecemasan ibu akan jauh berkurang dan tubuh
tetap sehat.
4.2.3 Hubungan pemakaian kontrasepsi
hormonal dengan usia menopause
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar ibu menopause yang pernah
menggunakan
kontrasepsi
hormonal
megalami menopause pada usia 51-55 tahun
yaitu sebanyak 25,27% (23 orang). Yang
mengalami menopause pada usia 46-50 tahun
sebanyak 12,09% (11 orang), dan yang
mengalami menopause pada usia 41-45 tahun
sebanyak 9,98% (9 orang). Kemudian
responden yang sama sekali tidak pernah
menggunakan
kontrasepsi
hormonal

mayoritas mengalami menopause pada usia


41-45 tahun yaitu sebanyak 21,99% (20
orang). Yang mengalami menopause pada
usia 46-50 tahun sebanyak 17,58% (16 orang),
dan yang mengalami menopause pada usia 5155 tahun sebanyak 13,17% (12 orang).
Siti Mulyani (2010) menjelaskan bahwa
wanita yang menggunakan alat kontrasepsi
hormonal akan lebih lama atau tua memasuki
masa menopause, hal ini dikarenakan cara
kerja kontrasepsi yang menekan kerja
ovarium atau indung telur.
Hormon seks apapun dapat menekan
produksi gonadotropin pada kelenjar hipofisis
(khusunya yang ditujukan untuk kontrasepsi,
yakni hormon pemicu folikel / FSH dan
hormon luteinizing /LH. Penekanan produksi
hormon ini terjadi bila hormon seks
menghasilkan umpan balik negatif pada
hipotalamus, yang kemudian menghambat
sekresi faktor pelepas hipotalamus, yang pada
gilirannya menekan FSH dan LH. (Varney,
2007)
Sebagian besar alasan ibu saat ibu
menggunakan kontrasepsi hormonal adalah
praktis, proses pemakaian yang simpel, dan
karena fasilitas kesehatan yang ditempuh
untuk mendapatkan kontrasepsi hormonal
tidak terlalu jauh. Sedangkan sebagian besar
alasan ibu yang menggunakan kontrasepsi non
hormonal seperti IUD dan kontap adalah
karena ibu tidak mau pergi ke tempat
pelayanan kesehatan secara berkala dan atau
tidak ingin mempunyai anak lagi sehubungan
dengan usia mereka.
Dalam penelitian ini kemudian dibuktikan
apakah ada hubungan antara pemakaian
kontrasepsi hormonal dengan usia menopause
dengan menggunakan uji statistik chi square
dengan taraf signifikasi 5%. Hasil perhitungan
secara manual dengan taraf kesalahan = 0.05

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...

df=2 dan harga X2 tabel 5,591 diperoleh hasil


X2 hitung sebesar 8,306. Sehingga X2 hitung >
X2 tabel yang berarti H0 ditolak dan H1
diterima artinya ada hubungan antara
pemakaian kontrasepsi hormonal dengan usia
menopause. KK = 0,657 menunjukkan
keeratan hubungan dalam tingkat kuat.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian pada 91 ibu
menopause di Dusun Alastuwo Kecamatan
Poncol Kabupaten Magetan dan pembahasan
yang telah disusun dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebagian besar ibu tidak pernah
menggunakan kontrasepsi hormonal yaitu
48 orang (52,75%).
2. Sebagian
responden
mengalami
menopause pada usia 51-55 tahun yaitu
37 orang (40,66%).
3. Ada
hubungan
antara
pemakaian
kontrasepsi hormonal dengan usia
menopause di Dusun Alatuwo Kecamatan
Poncol Kabupaten Magetan.
5.1. Saran
5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya
Mengingat keterbatasan peneliti dalam
meneliti hubungan pemakaian kontrasepsi
hormonal dengan usia meopause masih jauh
dari sempurna, maka diperlukan penelitian
yang lebih lanjut dengan melengkapi datadata yang lebih spesifik dan mengambil
sampel yang lebih banyak.
5.2.2 Bagi ibu menopause
Diharapkan bagi wanita premenopause
dan menopause untuk mengikuti kegiatan
posyandu lansia atau mengikuti penyuluhan
tentang
menopause
untuk
menambah
pengetahuan mereka tentang menopause.
Sehingga mereka mengerti dan tidak cemas

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...

dalam menghadapi perubahan-perubahan


dalam masa menopause.
5.2.3 Bagi Profesi Bidan
Bidan memingkatkan upaya dengan
memberikan informasi dan penyuluhan
menopause dan perubahan-perubahan apa saja
yang terjadi sehingga wanita yang mengalami
menopause tidak terlalu
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. (2006). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta
Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI). Tersedia dalam http://bps.go.id
[Diakses 12 Oktober 2013]
Baziad, Ali. (2003), Menopause dan
Andropause. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
BKKBN. 2010. Cara-cara Kontrasepsi yang
Di Gunakan Dewasa ini. Tersedia dalam
http://www.bkkbn-jatim.go.id [Di akses
25 Januari 2014]
Dinas kesehatan (Dinkes). 2012. Profil
Kesehatan Jawa Timur . Tersedia dalam
http://dinkes.jatimprov.go.id [Diakses 12
Oktober 2013]
Glasier, A dan Ailsa Gebbie. 2005. Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi.
Edisi 4. Jakarta : EGC
Mansur, Herawati. 2009. Psikologi ibu dan
Anak Untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba
Medika
Manuaba, I Bagus Gde. 2010. Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Mulyani, Siti. 2013. Menopause. Jakarta :
Nuha Medika
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian
Untuk Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitisn Ilmu Keperawatan.
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Prawirohardjo,
Sarwono.
2009.
Ilmu
Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Proverawati, Atikah. 2010. Menopause dan


Sindrome Premenopause. Jogjakarta :
Nuha Medika
Purwandari, A. 2011. Ilmu Kesehatan
Masyarakat Dalam Konteks Kebidanan.
Jakarta : EGC
Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung : Alvabeta
.
2012.
Statistika
Untuk
Penelitian. Bandung : Alvabeta
Suryoprajogo, N. 2009. Cara Indah
Menghadapi Menopause. Jogjakarta :
Locus
Syaifudin, Abdul B. 2010. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan.. Edisi 4. Jakarta : EGC
Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Penelitian
Sosial dan Pendidikan. Jakarta :Bumi
Aksara

10

Hubungan Pemakaian Kontrasepsi...

HUBUNGAN PERKAWINAN USIA MUDA DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS


ABSTRAK
Venti Irmayanti, Eny Qurniyawati

Kasus perkawinan usia muda atau pernikahan dini masih marak di zaman sekarang terutama
pada kalangan remaja, hal ini dikarenakan antara lain pergaulan bebas pada remaja masa kini yang
cenderung dapat berakibat kehamilan di luar nikah. Perkawinan usia muda tidak hanya berdampak
pada segi mental,ekonomi dan lingkungan, tetapi perkawinan usia muda juga berdampak pada segi
kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang
melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak serta
berpengaruh terhadap kejadian kanker serviks. Tujuan penelitian ini untuk menegtahui hubungan
perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks.
Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan case control. Populasi dan
sampel yang digunakan adalah responden yang menderita kanker serviks dan yang tidak menderita
kanker serviks di Poli Kandungan RSUD Kota Madiun sebanyak 44 responden dan tehnik sampling
menggunakan total sampling.
Hasil penelitian didapatkan responden yang terkena kanker serviks yang menikah pertama kali
usia <19 tahun ada 9 responden (41%), yang menderita kanker serviks menikah >19 tahun ada 13
responden (59%), responden yang tidak terkena kanker serviks yang menikah pertama kali usia <19
tahun ada 5 responden (23%), dan 17 responden yang tidak kanker serviks (77%) menikah pertama
kali usia > 19 tahun, dari hasil uji statistik Chi-Square, maka ternyata x2hitung sebesar 0,943, taraf
signifikan 5 % dimana harga x2tabel adalah 3,841 maka ternyata x2hitung lebih kecil dari x2tabel. Karena
x2hitung lebih kecil dari x2tabel (0,943 < 3,841), maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan
perkawinan usia muda dengan kejadian kanker serviks.
Analisa data dalam penelitian ini adalah analisa bevariate dengan uji statistik Chi-Square.
Penyajian data dalam tabel menggunakan distribusi frekuensi.
Kesimpulan pada penelitian ini bahwa tidak ada hubungan perkawinan usia muda dengan
kejadian kanker serviks. Diharapkan pada tenaga kesehatan terutama bidan agar tetap melaksanakan
program preventif untuk menghindari resiko terkena kanker serviks.
Kata kunci : perkawinan usia muda, kanker serviks

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

11

PENDAHULUAN
Kasus perkawinan usia muda atau
pernikahan dini masih marak di zaman
sekarang terutama pada kalangan remaja. Hal
ini dikarenakan antara lain pergaulan bebas
pada remaja masa kini yang cenderung dapat
berakibat kehamilan di luar nikah, dan
menurut Ahmad (2009) dalam penjelasannya
di artikel pengadilan Agama Negeri Bantul
masih ada juga pemahaman tentang
perjodohan yang biasanya dilakukan setelah
anak perempuan berusia 12 tahun dan sudah
mengalami masa menstruasi dan hal ini jauh
di bawah batas usia minimum sebuah
pernikahan yang diamanatkan UndangUndang .
Perkawinan usia muda tidak hanya
berdampak pada segi mental, ekonomi dan
lingkungan, tetapi perkawinan usia muda juga
berdampak pada segi kesehatan menurut
Widyastuti (2009) pasangan usia muda dapat
berpengaruh pada tingginya angka kematian
ibu yang melahirkan, kematian bayi serta
berpengaruh
pada
rendahnya
derajat
kesehatan ibu dan anak serta berpengaruh
terhadap kejadian kanker serviks, bahwa
penderita kanker serviks menikah pertama
kali antara umur 15-19 tahun. Beberapa
sarjana melihat adanya hubungan erat antara
kanker serviks dengan perkawinan usia muda.
Kanker Serviks atau kanker leher rahim
merupakan jenis penyakit kanker paling
umum kedua di seluruh dunia yang biasa
diderita wanita diatas umur 15 tahun dan
merupakan salah satu penyebab kematian
wanita yang berhubungan dengan kanker.
Semua wanita berisiko terkena serangan
kanker serviks dalam hidupnya tanpa
memandang usia atau akibat gaya hidupnya.
WHO memperkirakan kematian kanker
serviks akan meningkat sampai 25% setiap

12

tahunnya, pada tahun 2005 terdapat lebih dari


500.000 (Novel, 2005). Di Indonesia sendiri
menurut data 11 Patologi Anatomi tahun
2005, kanker serviks menjadi penyebab
nomor satu keganasan yang paling banyak
menyerang
wanita,
Data
Departemen
Kesehatan 2001 menunjukkan, kasus baru
kanker serviks mencapai 2.429 kasus. Angka
itu diperkirakan terus meningkat setiap
tahunnya. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo,
dalam siaran persnya di Surabaya, 2009
menyebutkan jumlah kasus kanker serviks di
daerah itu mencapai 1.879 kasus. Angka ini
mendudukkan Jatim sebagai peringkat
pertama kasus kanker serviks tingkat nasional.
Rumah Sakit Daerah Kota Madiun pada tahun
2009 terdapat 24 wanita yang dicurigai
terkena kanker serviks. Pada tahun 2010
mengalami peningkatan menjadi 38 wanita
yang dicurigai terkena kanker serviks.
Angka kejadian dan tingkat kematian
perempuan akibat kanker serviks cukup tinggi
dan diperkirakan akan terus meningkat,
sedangkan angka statistik perkawinan usia
muda menurut artikle kesehatan SCBS FM
(2009) dengan pengantin berumur di bawah
16 tahun, secara nasional mencapai lebih dari
seperempat. Bahkan di beberapa daerah
sepertiga dari pernikahan yang terjadi,
tepatnya di Jawa Timur 39,43%; Kalimantan
Selatan 35,48%; Jambi 30,63%; Jawa Barat
36%. Pada beberapa daerah pedesaan,
pernikahan seringkali dilakukan segera setelah
anak perempuan mendapat haid pertama. Data
Depkes Provinsi Jatim 2009 yaitu yang paling
banyak terjadi pernikahan pada umur 19-24
tahun, sebesar 41,33% kemudian presentasi
cukup banyak terjadi pula pada umur yang
relatif remaja umur 16-18 tahun sebesar
33,41%, sedangkan yang masih umur 10-15

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

tahun sebesar 13,40% dan yang lebih dari


umur 25 tahun sebesar 11,68%.
Tabel 1.1 Jumlah pernikahan menurut usia
yang dibawah 19 tahun di
kecamatan Manguharjo kota
Madiun tahun 2008 sampai
dengan tahun 2010
No
Tahun
Jumlah pernikahan
1
2008
L : 9 orang; P : 65 orang
2
2009
L : 15 orang; P : 75 orang
3
2010
L : 14 orang; P : 77 orang
Sumber data: Kantor Urusan Agama Kecamatan
Manguharjo Kota Madiun Tahun 2008-2010

Tabel di atas menunjukkan adanya


jumlah perkawinan usia muda dibawah 19
tahun yang terus meningkat dari tahun ke
tahun di kecamatan Manguharjo kota Madiun.
Terutama pada perempuan yang mempunyai
angka kejadian paling banyak daripada lakilaki, hal ini sangat dikhawatirkan perempuan
yang menikah usia muda semakin rentan
terhadap
penyakit
kanker
serviks.
Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah
Sakit Daerah Kota Madiun kepada 10 orang
yang ducurigai dan sudah terkena kanker
serviks ,telah diketahui data usia perkawinan
yaitu menikah pada usia 19 tahun
ditemukan 70% dan usia 20 tahun 30%.
Menurut
Fakultas
Kedokteran
Universitas Hasanudin (2010) dari artikel
kesehatannya tentang faktor resiko kanker
serviks sebab langsung dari kanker serviks
belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya
mempunyai hubungan erat dengan sejumlah
faktor ekstrinsik, diantaranya yang penting,
jarang ditemukan pada perawan, insidensi
lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada
tidak kawin, Menikah atau memulai aktivitas
seksual pada usia muda (kurang dari 18
tahun).
Terutama pada gadis yang koitus
pertama dialami pada usia sangat muda (<16
tahun), insidensi meningkat dengan tingginya

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau


dekat, mereka dari golongan soial ekonomi
rendah (hygiene seksual yang jelek, aktifitas
seksual yang sering berganti-ganti pasangan,
jarang dijumpai pada masyarakat yang
suaminya disunat, sering ditemukan pada
wanita yang mengalami infeksi virus HPV
(Human Papilloma Virus) tipe 16 atau 18,
dan akhirnya kebiasaan merokok (
Prawirohardjo, 2007).
Kanker serviks disebabkan oleh infeksi
yang
terus
menerus
dari
human
papillomavirus (HPV) tipe onkogenik (yang
berpotensi menyebabkan kanker). Dari
anamnesa didapatkan keluhan metroragi,
keputihan warna putuh yang berbau dan tidak
gatal, perdarahan pascakoitus, perdarahan
spontan, dan bau busuk yang khas. Dapat juga
ditemukan gejala karena metastasis seperti
obstruksi total vesika urinaria. Pada yang
lanjut ditemukan keluhan cepat lelah,
kehilangan berat badan, dan anemia. Pada
pemeriksaan fisik serviks dapat teraba
membesar, ireguler, teraba lunak. Bila tumor
tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada
portio atau sudah sampai vagina. Diagnosa
harus sudah disampaikan pada pemeriksaan
histolik dan jaringan yang diperoleh dari
biopsy (Mansjoer, 2000).
Kanker serviks ditemukan dalam tahap
pra kanker, maka masih terdapat potensi
untuk kesembuhan. Tes yang bisa dilakukan
untuk mengetahui kemungkinan kanker
serviks adalah dengan melakukan tes Pap
Smear, tes HPV-DNA, Kolposkopi, dan tes
IVA, dan juga terdapat vaksin yang
menargetkan HPV 16 dan HPV 18 yang
mampu mencegah 70% kanker serviks.
Sehubungan pernikahan dini merupakan salah
satu faktor yang dapat menyebabkan penyakit
kanker serviks. Berdasarkan latar belakang di

13

atas peneliti tertarik melakukan penelitian


mengenai hubungan perkawinan usia muda
dengan kejadian kanker serviks.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian jenis
penelitian yang digunakan adalah analitik
korelasi yaitu penelitian yang mengkaji
hubungan antar variabel dengan cara mencari,
menjelaskan hubungan, memperkirakan dan
menguji teori yang ada (Nursalam, 2008).
Desain
penelitian
ini
menggunakan
pendekatan retrospektif yaitu jenis penelitian
yang berusaha melihat kebelakang (Backword
Looking), artinya pengumpulan data dimulai
dari efek atau akibat yang telah terjadi.
Kemudian dari efek tersebut ditelusuri ke
belakang tentang penyebabnya atau variabelvariabel yang mempengaruhi akibat tersebut
(Notoatmodjo, 2010).
Variabel
adalah
perilaku
atau
karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dll)
(Nursalam, 2003). Variabel independen
(variabel bebas) dalam penelitian ini adalah
perkawinan usia muda. Sedangkan varibel
dependen (variabel terikat) dalam penelitian
ini adalah kanker serviks.
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional
No

Variabel

Pengertian

Variabel
independen:
Perkawin
an usia
muda

Variabel
dependent:
Kanker
serviks

Perkawin
an yang
dilakukan
saat usia
masih
muda
yaitu < 19
tahun
Kanker
yang
terjadi
pada
mulut
leher
rahim
wanita

14

Skala
Pengukuran
WawanNominal
cara

Parameter Alat ukur


Usia saat
kawin
yang
dilihat
dari akta
nikah atau
buku
nikah
Positif
menderita
kanker
serviks
dengan
bukti hasil
pemeriksaan yang
menyatakan
terdiagnosa kanker
serviks

Rekam
Medik

Nominal

Kriteria
2= kawin
usia muda
<19 tahun
1= kawin
pada usia
> 19
tahun
2= positif
menderita
kanker
serviks
1= negatif
menderita
kanker
serviks

Populasi adalah wilayah generalisasi


yang terdiri atas obyek/ subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulannya
(Sugiyono, 2005). Secara singkat dijelaskan
oleh Arikunto (2006), populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien yang
memeriksakan dirinya seperti mengikuti
deteksi dini kanker serviks dan yang periksa
hamil ada keluhan tentang gangguan
reproduksi di poli kandungan RSUD Kota
Madiun pada Bulan Februari-Maret tahun
2010 yang sejumlah 60 orang
Sampel
adalah
bagian
populasi
terjangkau yang dapat digunakan sebagai
subyek
penelitian
melalui
sampling
(Nursalam, 2003). Sedangkan pendapat yang
lain mengatakan sampel adalah sebagian atau
wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto,
2006). Pada penelitian ini jumlah sampel
ditentukan dengan menggunakan rumus
Solvin sebagai berikut (Nursalam,2003),
sebagai berikut:
n=

N
1 ( Ne 2 )

Keterangan:
n = jumlah sampel yang dibutuhkan
N = jumlah populasi
e = standart error (5%)
Perhitungan:
n=

60
1 (60 x 0,05 2 )

52,17 ( 52 )

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

Populasi berdasarkan kriteria restriksi


yaitu karakteristik umum subyek penelitian
dari suatu populasi target dan terjangkau yang
akan diteliti (Nursalam, 2003). Kriteria inklusi
dari penelitian ini antara lain, pasien RSUD
Kota Madiun yang periksa di poli kandungan
baik yang kanker serviks dan tidak kanker
serviks Bulan Februari Maret tahun 2010 dan
bersedia menjadi responden. Sedangkan
kriteria eksklusi adalah menghilangkan/
mengeluarkan subyek yang tidak memenuhi
kriteria inklusi dari studi (Nursalam, 2003).
Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu,
responden tidak dirumah saat penelitian,
responden tidak memiliki akte nikah atau
buku nikah, responden tiba-tiba menolak
untuk diteliti.
Teknik sampling merupakan cara-cara
yang ditempuh dalam pengambilan sampel,
agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian
(Nursalam, 2003). Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah total
sampling, sejumlah 44 orang peserta.
Pengumpulan data adalah suatu proses
pendekatan kepada subyek dan proses
pengumpulan karakteristik subyek yang
diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,
2003). Sebelum dilakukan penelitian, peneliti
meminta rekomendasi dari Direktur Akademi
Kebidanan Bhakti Husada Mulia Madiun,
kemudian mengajukan permohonan ijin ke
Bankesbanglinmas kota Madiun, setelah
meminta izin kepada Kepala Direktur Rumah
Sakit Kota Madiun. Setelah peneliti mendapat
ijin, peneliti melakukan pengumpulan data
dengan melihat catatan rekam medik dan
mendatangi rumah responden.
Langkah-langkah pengambilan datanya
sebagai berikut: 1) Datang Ke RSUD Kota
Madiun, 2) Mengumpulkan data kanker

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

serviks dengan melihat catatan rekam medik,


3) Peneliti datang ke rumah responden untuk
mencari data usia perkawinan reponden, 4)
Melakukan pendekatan pada responden untuk
mendapat persetujuan sebagai responden
penelitian, 5) Memberikan penjelasan kepada
responden tentang maksud dan tujuan peneliti,
6) Mengumpulkan data yang diperlukan dari
reponden.
Penelitian pada bulan Juni s/d Agustus
2011.dilakukan di rumah sakit dan di rumah
masing masing pasien penderita kanker
serviks tahun 2010 dari pasien rawat jalan poli
kandungan RSUD Kota Madiun.
Pengolahan data dilakukan dengan
editing yaitu untuk memudahkan pengecekan
data yang telah terkumpul. Setelah itu ditabulating adalah penyusunan data dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi (Nazir,
2005). Pada penelitian ini data yang ada
kemudian ditabulasi dan dikelompokkan
sesuai dengan sub variabel yang diteliti.
Hubungan perkawinan usia muda diketahui
dengan memberikan nilai untuk masingmasing butir, kemudian mencari rata-rata nilai
butir.
Langkah
selanjutnya
adalah
mengklasifikasikan atau mengkategorikan
nilai butir-butir yang langsung menunjukkan
kedudukan peringkat butir yang bersangkutan.
Caranya adalah membandingkan nilai-nilai
setiap butir dengan rata-rata nilai semua butir
sebagai pembatas. Sedangkan untuk variabel
kanker serviks langsung diberikan kode 1 dan
2. Kode 1 menunjukkan lanler serviks negatif
sedangkan kode
2 menunjukkan kanker
serviks positif.
1) Variabel perkawinan usia muda: jika nilai
berada di atas rata-rata menunjukkan
kategori Ya, jika nilai rata-rata dan lebih
rendah dari rata-rata menunjukkan kategori
Tidak

15

2) Variabel kanker serviks: jika responden


positif menderita kanker serviks.
Untuk
menganalisa
hubungan
perkawinan usia muda dengan kejadian
kanker serviks, peneliti menggunakan rumus
chi kuadrat (x2). Cara menguji x2 yaitu:
Langkah pertama yaitu membuat hipotesis
berupa kalimat. Hipotesis dari penelitian ini
yaitu perkawinan usia muda berhubungan
dengan kejadian kanker serviks. Menetapkan
taraf signifikansi () yaitu 0,05. Menghitung
nilai x2. Membuat kaidah keputusan yaitu jika
x2htung x2tabel, maka H0 ditolak artinya
signifikan.
Mencari
x2tabel
dengan
2
menggunakan tabel x kemudian membuat
perbandingan antara x2hitung dengan x2tabel,
sehingga dapat ditetapkan kesimpulan:
1) Jika x2hitung x2tabel maka H0 ditolak dan H1
diterima artinya ada hubungan perkawinan
usia muda dengan kejadian kanker serviks.
2) Jika x2hitung x2tabel maka H0 diterima dan
H1 ditolak artinya tidak ada hubungan
perkawinan usia muda dengan kejadian
kanker serviks.
Rumus yang digunakan untuk menghitung x2
yaitu:

x2

( f 0 fe )
fe

Keterangan:
x2 = nilai chi kuadrat
f0 = frekuensi yang diobservasi
(frekuensi empiris)
fe = frekuensi yang diharapkan
(frekuensi teoritis)
Rumus mencari frekuensi teoritis (fe)

fe

16

Keterangan:
fe = frekuensi yang diharapkan
(frekuensi teoritis)
fk = jumlah frekuensi pada kolom
fb = jumlah frekuensi pada baris
T = jumlah keseluruhan baris atau
kolom
Rumus mencari x2tabel

Dk ( k 1)(b 1)
k = jumlah kolom
b = jumlah baris
Setelah ditemukan hubungan antara
kedua variabel, langkah selanjutnya yaitu
mencari derajat/keeratan hubungan (korelasi).
Korelasi dapat juga untuk mengetahui arah
hubungan dari dua variabel. Koefisien
korelasi dapat diperoleh dari formula berikut:

x2
x2 n

Hubungan dua variabel dapat bernilai


positif maupun negatif. Hubungan yang
positif terjadi bila kenaikan satu variabel
diikuti kenaikan variabel yang lain.
Sedangkan hubungan yang negatif dapat
terjadi bila kenaikan satu variabel diikuti
penurunan variabel yang lain (Riyanto, 2009).
Menurut Colton (dikutip dalam Riyanto,
2009), kekuatan hubungan dua variabel secara
kualitatif dapat dibagi dalam empat area,
yaitu:
Tabel 3.2 Kekuatan Hubungan Dua Variabel
Korelasi (C)
0,00 0,25
0,26 0,50
0,51 0,75
0,76 1

Tingkat Hubungan
Tidak ada hubungan/hubungan
lemah
Hubungan sedang
Hubungan kuat
Hubungan sangat kuat/sempurna

( fk ) x( fb)

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Data umum yang diidentifikasi dari
responden dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan
Umur

berpendidikan perguruan tinggi yaitu 3 (tiga)


(7%) responden.
3. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan
Pekerjaan

Gambar 4.3 Distribusi Subyek Penelitian


Berdasarkan Pekerjaan responden
yang periksa di Poli Kandungan
di RSUD Kota Madiun Bulan
Februari-Maret Tahun 2010
Gambar 4.1 Distribusi Subyek Penelitian
Berdasarkan Umur responden
periksa di Poli Kandungan di
RSUD Kota Madiun Bulan
Februari-Maret Tahun 2010
Berdasarkan
gambar
4.1
dapat
diinterpretasikan bahwa sebagian besar
responden mempunyai usia diantara 41-60
tahun yaitu 28 responden (64%), dan paling
sedikit mempunyai usia diantara 21-40 tahun
yaitu 7 responden (16%).
2. Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan
Tingkat Pendidikan

Gambar 4.2 Distribusi Subyek Penelitian


Berdasarkan
Pendidikan
Responden periksa di Poli
Kandungan di RSUD Kota
Madiun Bulan Februari-Maret
Tahun 2010
Berdasarkan
gambar
4.2
dapat
diinterpretasikan bahwa sebagian besar data
responden berpendidikan SD yaitu 15 (34%)
responden, dan paling sedikit data responden

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

Berdasarkan
gambar
4.3
dapat
diinterpretasikan bahwa dari 44 data
responden sebagian besar bekerja sebagai ibu
rumah tangga sebanyak 28 orang (64%) dan
sebagian kecil bekerja sebagai petani yaitu 2
orang (4%).
Data khusus yang diidentifikasi dari
responden dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Distribusi frekuensi yang menderita kanker
serviks dan tidak kanker serviks
Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Subyek
Penelitian Berdasarkan Jumlah
Responden yang menderita
Kanker Serviks dan yang tidak
menderita Kanker Serviks di
RSUD Kota Madiun tahun
2010
No
1.
2.

Kanker
Serviks
positif
negatif
Jumlah

Frekuensi
22
22
44

Prosentase
(%)
50
50
100

Sumber : Data Rekam Medis RSUD Kota Madiun


Bulan Februari-Maret tahun 2010

Berdasarkan
tabel
4.1
dapat
diinterpretasikan bahwa penderita kanker
serviks ada 22 orang ( 50% ) dan yang tidak

17

kanker serviks 22 orang ( 50%) di Poli


Kandungan RSUD Kota Madiun tahun 2010.
2. Distribusi frekuensi berdasarkan usia
responden saat pertama menikah
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Subyek
Penelitian Berdasarkan Usia
responden saat pertama menikah
yang periksa di Poli Kandungan di
RSUD Kota Madiun Bulan FebruariMaret Tahun 2010
No
1.
2.

Usia Saat
Pertama
Menikah
< 19 tahun
> 19 tahun
Jumlah

Frekuensi

Prosentase
(%)

14
30
22

32
68
100

Berdasarkan
tabel
4.2
dapat
diinterpretasikan bahwa sebagian besar
responden menikah pertama kali usia > 19
tahun yaitu 30 responden (68%) dan 14
responden (32%) menikah pertama kali usia <
19 tahun.
3. Hubungan Perkawinan Usia Muda dengan
Kejadian Kanker Serviks di RSUD Kota
Madiun tahun 2010
Tabel 4.3 Hubungan Perkawinan Usia
Muda dengan Kejadian Kanker
Serviks di RSUD Kota Madiun

Usia
Kanker serviks
Jumlah Prosentase
Perkawinan (+) % (-) %
<19 tahun
9 41 5 23
14
32
>19 tahun
13 59 17 77
30
68
Jumlah
22 22 22 22
44
100
Chi Square x2hitung = 0,943
DK = 1
x2tabel = ,841

Berdasarkan tabel 4.3 di atas


diinterpretasikan dari 44 data responden yang
terkena kanker serviks yang menikah pertama
kali usia <19 tahun ada 9 responden (41%),
yang menderita kanker serviks menikah >19
tahun ada 13 responden (59%), responden
yang tidak terkena kanker serviks yang
menikah pertama kali usia <19 tahun ada 5
responden (23%), dan 17 responden yang

18

tidak kanker serviks (77%) menikah pertama


kali usia > 19 tahun.
Untuk mengetahui adanya hubungan
antara kedua variabel di atas dapat dilihat dari
data x2tabel. Pada Penelitian ini peneliti
menggunakan taraf signifikan 5% dimana
harga x2tabel adalah 3,841 karena hasil x2hitung
adalah 0.943 , maka dapat disimpulkan bahwa
x2hitung x2tabel maka H0 diterima artinya tidak
ada hubungan perkawinan usia muda dengan
kejadian kanker serviks.
PEMBAHASAN
Menurut Rasjidi (2010) faktor-faktor
yang menyebabkan kanker serviks antara lain
faktor etiologi, faktor reproduksi dan seksual,
usia, pendidikan, dan sosial ekonomi.
Menurut teori Sukaca (2009) bahwa semakin
muda wanita melakukan hubungan seksual
maka semakin besar risiko terkena kanker
leher rahim. Wanita yang melakukan
hubungan seks pertama sekali pada usia
kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali
lebih besar daripada wanita yang berhubungan
seksual pertama sekali pada usia lebih dari 20
tahun. Sesuai teori Widyastuti (2009) yaitu
dalam kenyataannya perkawinan usia muda
mempunyai
beberapa
resiko.
Selain
kurangnya kesiapan mental juga mempunyai
resiko lebih besar mengalami perubahan sel
sel mulut rahim. Hal ini karena pada saat usia
muda, sel-sel rahim masih belum matang. Selsel tersebut rentan terhadap zat-zat kimia yang
dibawa oleh sperma dan segala macam
perubahannya. Jika belum matang ,jika ada
rangsangan sel yang tumbuh tidak seimbang
dengan sel mati, dengan begitu maka
kelebihan sel ini bisa berubah menjadi sel
kanker.

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

Berdasarkan tabel 4.3 di atas


diinterpretasikan dari 44 data responden yang
terkena kanker serviks yang menikah pertama
kali usia <19 tahun ada 9 responden (41%),
yang menderita kanker serviks menikah >19
tahun ada 13 responden (59%), responden
yang tidak terkena kanker serviks yang
menikah pertama kali usia <19 tahun ada 5
responden (23%), dan 17 responden yang
tidak kanker serviks (77%) menikah pertama
kali usia > 19 tahun.
Berdasarkan data di atas bahwa x2hitung
x2tabel, maka H0 diterima artinya tidak ada
hubungan perkawinan usia muda dengan
kejadian kanker serviks. Hal ini dikarenakan
ada beberapa faktor lain yang lebih berperan
dalam kejadian penyakit kanker serviks ini.
Terutama dari faktor etiologi yang perlu
mendapat perhatian adalah infeksi Human
Paviloma Virus (HPV). HPV tipe, 16, 18, 31,
33, 35, 45, 51, 52, 56, dan 58 sering
ditemukan pada kanker dan lesi prakanker.
HPV adalah DNA virus yang menimbulkan
proliferasi pada permukaan epidermal dan
mukosa. Infeksi virus papillomasering
terdapat pada wanita yang masih melakukan
aktivitas seksual.
Perjalanan transmisi virusnya sendiri
dapat melalui rute seksual yaitu melalui
kontak genital yang meliputi hubungan seks
baik itu genital-genital, manual-genital,
maupun oral-genital. Selain itu,, juga
transmisinya dapat melalui rute nonseksual
yaitu meliputi ekstragenital dan vertikal
melalui transmisi dari ibu ke anak saat proses
persalinan yang menyebabkan kondisi
respirasi
papilpmatosis
pada
bayi
(Rasjidi,2010). Seluruh penderita kanker

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

serviks dalam penelitian ini terinfeksi oleh


Human Paviloma Virus (HPV).
Dilihat dari faktor umur, berdasarkan
hasil penelitian pada berdasarkan gambar 4.1
dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar
responden mempunyai usia diantara 41-60
tahun yaitu 28 responden (64%), dan paling
sedikit mempunyai usia diantara 21-40 tahun
yaitu 7 responden (7%). Penderita kanker
serviks sejumlah 22 orang sebagian besar
terserang kanker serviks pada usia > 35 tahun
yaitu ada 20 orang, hal ini sesuai dengan yang
disebutkan oleh Dr. Rasjidi (2010) dimana
disebutkan usia yang bimodal terkena kanker
serviks dengan puncak pada kelompok usia
35-60 tahun.
Faktor lain yang mempengaruhi kanker
serviks adalah
pendidikan, dari hasil
penelitian pada gambar 4.2 menunjukkan
bahwa sebagian besar data responden
berpendidikan SD yaitu 15 responden (34%),
dan
paling
sedikit
data
responden
berpendidikan perguruan tinggi yaitu 3
responden (7%).
Menurut Kuncoroningrat yang dikutip
oleh Nursalam dan Siti Pariani (2001)
semakin tinggi pendidikan semakin mudah
menerima informasi, sehingga semakin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki begitu
pula sebaliknya. Semakin rendah tingkat
pendidikan maka akan sulit mencerna pesan
yang disampaikan. Faktor pendidikan
mempengaruhi pola hidup seseorang, tingkat
pendidikan yang lebih tinggi diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
para wanita tentang kanker serviks dan
masalah reproduksi lainnya (Rasjidi,2010).
Faktor pendidikan ikut mempengaruhi dalam

19

pengetahuan wanita tentang penyakit terutama


tentang kesehatan reproduksinya.
Faktor lain yang mempengaruhi kanker
serviks adalah faktor sosio ekonomi.
Berdasarkan
gambar
4.3
dapat
diinterpretasikan bahwa dari 44 data
responden sebagian besar bekerja sebagai ibu
rumah tangga sebanyak 28 orang (64%) dan
sebagian kecil bekerja sebagai petani yaitu 2
orang (4%). Berdasarkan hasil yang diperoleh
mereka yang terkena kanker serviks tergolong
dari sosial ekonomi yang rendah. Menurut
Rasjidi (2010) wanita di kelas sosio ekonomi
yang paling rendah memiliki faktor risiko
lima kali lebih besar daripada faktor risiko
pada wanita di kelas yang paling tinggi.
Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh
hubungan seksual dan akses ke sistem
pelayanan kesehatan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Jumlah penderita kanker serviks di RSUD
Kota Madiun tahun 2010 sebanyak 22
orang.
2. Sebagian besar penderita kanker serviks
menikah pada usia > 19 tahun yaitu ada 13
orang, sedangkan yang menikah usia < 19
tahun yaitu ada 9 orang.
3. Setelah dilakukan perhitungan dengan
tabel silang menggunakan uji chi kuadrat
diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada
hubungan perkawinan usia muda dengan
kejadian kanker serviks.
Saran

1. Tenaga

kesehatan di RSUD Kota


Madiun/wilayah kerja
Meningkatkan program preventif untuk
menghindari resiko terkena kanken
serviks.

20

2. Institusi

pendidikan STIKES Bhakti


Husada Mulia Madiun
Sebagai
wacana
untuk
menambah
pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa
kebidanan tentang penyakit kanker serviks.

3. Bagi wanita
Kita harus mengetahui tentang jenis-jenis
permasalahan dalam reproduksi wanita,
dalam penelitian diketahui bahwa tidak ada
hubungan perkawinan usia muda dengan
kejadian kanker serviks tetapi kita harus
tetap waspada dan mencegah penyakit
tersebut, maka
kita harus dapat
menerapkan kapan usia yang baik untuk
menikah yaitu usia yang sudah produktif
bagi wanita sehingga dapat menghindari
resiko kanker serviks.

4. Bagi peneliti lain


Peneliti lain dapat menggunakan penelitian
ini sebagai bahan pemikiran atau meneliti
menggunakan variabel yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. (2009). Pernikahan Dini Masalah
Kita Bersama. http://pa-bantul.net.
Diakses 29 Maret 2011
Anonim. (2009). Remaja Indonesia Masih
Sangat Membutuhkan
Informasi
Kesehatan
Reproduksi.
http//:www.SCBSFM.com. Diakses 27
Maret 2011
Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan
Indonesia
2009.
http//:www.depkes.go.id.. Diakses 27
Maret 2011
Ilmi, Irfan. (2011). Kanker Leher Rahim Jatim
Tertinggi
Nasional
http://www.antarajatim.com. Diakses
27 Maret 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin.
(2010).
Artikel
Kesehatan.
http//:www.FKUNHAS.com. Diakses
27 Maret 2011
Lusiana, Elvi. (2011). 100+ Kesalahan dalam
Pernikahan. Jakarta: Qultum Media

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta:


Ghalia Indonesia
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta
Novel, Sinta.S . (2010). Kanker Serviks dan
Infeksi
Human
Pappilomavirus
(HPV). Jakarta Selatan: Javamedia
Network
Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan
Metodologi Penelitian Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Prawirohardjo. (2007). Ilmu Kandungan.
Jakarta: YBP-SP
Subekti. (2003). KUUHP. Pradnya Paramita :
Jakarta
Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian,
Cetakan
keduabelas
Bandung:
Alfabeta
Syarifudin, Amir. (2006). Hukum Perkawinan
Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada
Media
Rasjidi. (2010). 100 Question & Answer
Kanker Pada Wanita. Jakarta: Elex
Media Komputindo
Widyastuti,
Yani.
(2009).
Kesehatan
Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya

Hubungan Perkawinan Usia Muda...

21

HUBUNGAN PLASENTA PREVIA DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR


RENDAH (BBLR) DI RUANG BERSALIN RSUD Dr. SOEROTO NGAWI
ABSTRAK
Lucia Ani Kristanti, Kinandan Putri Agustin

Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) salah satunya dipengaruhi oleh plasenta previa.
Sebagai perdarahan yang dapat berakibat anemia pada ibu akan menyebabkan gangguan ke plasenta
yang mengakibatkan suplai nutrisi dan O2 ke janin terhambat sehingga pertumbuhan bayi juga
terhambat, sehingga beresiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan plasenta previa dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR). Penelitian ini
dilaksanakan di RSUD Dr. Soeroto Ngawi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey
analitik korelatif dengan desain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua ibu bersalin dan
bayi yang dilahirkan di ruang bersalin RSUD Dr. Soeroto Ngawi pada bulan Maret April 2013.
Populasi sebanyak 100 orang dan sampel diambil dengan teknik simple random sampling sebanyak 80
orang. Variabel bebas penelitian ini adalah plasenta previa dan variabel terikat adalah berat badan lahir
rendah (BBLR). Analisis menggunakan uji statistik chi-square dengan taraf signifikasi 0,05.
Hubungan plasenta previa dengan kejadian BBLR mempunyai hasil 2 = 4,3 dan 2 = 3,841 sehingga 2
2. Hal ini menun jukkan bahwa ada hubungan plasenta previa dengan kejadian berat badan lahir
rendah (BBLR). Kesimpulan penelitian ini: ada hubungan antara plasenta previa dengan kejadian berat
badan lahir rendah (BBLR). Diharapkan ibu dapat meningkatkan pengetahuan tentang upaya
mengatasi plasenta previa melalui pendidikan kesehatan dan meningkatkan pelaksanaan strategi
program ANC (Ante Natal Care) serta pemeriksaan kehamilan secara teratur agar plasenta previa
dapat dideteksi secara dini, sehingga akibat plasenta previa yaitu BBLR dapat berkurang.
Kata Kunci : Plasenta Previa, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

22

Hubungan Plasenta Previa...

PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu
negara. Bila AKI masih tinggi berarti
pelayanan kesehatan ibu belum baik.
Sebaliknya bila AKI rendah berarti pelayanan
kesehatan ibu sudah baik. Penyebab langsung
angka kematian ibu antara lain perdarahan
(plasenta previa dan solusio plasenta),
eklampsia, partus lama, infeksi dan
komplikasi aborsi . Profil Kesehatan Jawa
Timur menyebutkan penyebab AKI terbesar
adalah perdarahan (plasenta previa dan
solusio plasenta) sebesar 26,96% (Dinkes
Jatim, 2010). Plasenta previa merupakan
perdarahan yang berbahaya karena terjadi
secara cepat dan dalam jumlah banyak. Selain
itu juga dapat beresiko pada janin salah
satunya yaitu bayi lahir dengan BBLR
(Sastrawinata, 2005).
Prevalensi bayi berat lahir rendah
(BBLR) menurut WHO diperkirakan 15%
dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan
33%-38% dan lebih sering terjadi di negaranegara berkembang atau sosio-ekonomi
rendah. Secara statistik menunjukkan 90%
kejadian BBLR didapatkan di negara
berkembang. Angka kejadian di Indonesia
sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain yaitu berkisar antara 9% - 30%
(Depkes RI, 2011). Berat badan lahir rendah
(kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu
faktor utama yang amat berpengaruh terhadap
kematian bayi. Berdasarkan profil kabupaten /
kota tahun 2010 diketahui jumlah bayi BBLR
di Jawa Timur mencapai 16.565 bayi dari
591.746 bayi lahir hidup (2,79 %), 6.829
diantaranya disebabkan oleh perdarahan
(plasenta previa dan solusio plasenta) (1,15%)
dan 9736 karena sebab lain (1,64%) (Dinkes
Jatim, 2010).

Hubungan Plasenta Previa...

Kejadian Berat Badan Lahir Rendah


(BBLR) salah satunya dipengaruhi oleh
plasenta previa. Sebagai perdarahan yang
berlangsung secara cepat dan dalam jumlah
banyak akan menyebabkan gangguan ke
plasenta yang mengakibatkan suplai nutrisi
dan O2 ke janin terhambat sehingga
pertumbuhan
bayi
juga
terhambat
(Prawirohardjo, 2009).
Masalah masalah yang timbul akibat
berat badan lahir rendah diantaranya
hipotermi, sindrom gawat napas, hipoglikemi,
perdarahan
intrakranial
dan
hiperbilirubinemia (Surasmi et al.2003).
Selain itu, alat tubuh bayi BBLR belum
berfungsi optimal sehingga ia mengalami
kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya.
Dalam hubungan ini sebagian besar kematian
perinatal terjadi pada bayi-bayi BBLR
(Prawirohardjo, 2009).
Salah satu upaya menurunkan terjadinya
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah
dengan menghindari kehamilan pada ibu
terlalu muda (kurang dari 17 tahun),
menghindari jarak kehamilan terlalu dekat,
menggunakan kesempatan periksa hamil dan
memperoleh pelayanan antenatal yang baik,
meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara
berkala minimal 4 kali selama kurun
kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan
muda karena dengan diagnosa awal dan terapi
yang tepat dapat mencegah resiko besar
terhadap ibu maupun bayi, tidak merokok dan
mengkonsumsi obat terlarang, menghindari
kerja berat dan perlu cukup istirahat
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
Dari data sekunder yang didapat di
Bagian Rekam Medik RSUD Dr. Soeroto
Ngawi, terdapat 45 kasus plasenta previa dari
894 kelahiran hidup (5%) di tahun 2011.
Sedangkan jumlah kasus bayi yang lahir

23

dengan BBLR adalah sejumlah 76 kasus dari


894 kelahiran hidup (8,5%). Berdasarkan
uraian dalam latar belakang di atas, maka
penulis tertarik untuk mengambil judul
Hubungan plasenta previa dengan kejadian
BBLR di RSUD Dr. Soeroto Ngawi .
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
jenis
penelitian analitik yaitu jenis penelitian yang
difokuskan untuk mengkaji perbandingan dua
variabel pada kelompok subyek tanpa adanya
perlakuan/rekayasa dari peneliti (Nursalam,
2003). Rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cross sectional. Desain
cross sectional adalah suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika kolerasi zntara faktor
faktor resiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada satu saat (point time
appoarch). Artinya, tiap subjek penelitian
hanya diobservasi sekali saja (Notoatmodjo,
2010).
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan plasenta previa dengan
kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR).
Penelitian ini dilakukan di ruang bersalin
RSUD Dr. Soeroto Ngawi. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua ibu bersalin dan
bayi yang dilahirkan di ruang bersalin RSUD
Dr. Soeroto Ngawi yaitu rata-rata 100
orang/bulan. Sampel pada penelitian ini
adalah sebagian ibu bersalin dan bayi yang
dilahirkan di ruang bersalin RSUD Dr.
Soeroto Ngawi pada bulan Maret - April 2013
yaitu 80 orang, yang dipilih secara simple
random sampling.
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah plasenta previa. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kejadian bayi berat lahir
rendah (BBLR). Data dikumpulkan dengan
melihat data rekam medik.

24

HASIL PENELITIAN
Hasil pengumpulan data menunjukkan
bahwa:
1. Data Umum
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin
Berdasarkan Umur di Ruang
Bersalin RSUD dr. Soeroto Ngawi
Bulan Maret - April 2013
Umur
17-20 tahun
21-24 tahun
25-28 tahun
29-32 tahun
33-36 tahun
37-40 tahun
41-44 tahun
Jumlah

Frekuensi (f)
8
11
15
19
13
10
4
80

Persentase (%)
10
13,75
18,75
23,75
16,25
12,5
5
100

Dari tabel 4.1 tersebut dapat dilihat


bahwa sebagian besar umur ibu bersalin
adalah 29-32 tahun sebanyak 19 orang
(23,75%) dan sebagian kecil umur 41-44
tahun sebanyak 4 orang (5%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin
Berdasarkan
Pendidikan
Terakhir di Ruang Bersalin
RSUD dr. Soeroto Ngawi Bulan
Maret April 2013
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Jumlah

Frekuensi
(f)
7
34
36
3
80

Persentase
(%)
8,75
42,5
45
3,75
100

Dari tabel 4.2 tersebut dapat dilihat


bahwa sebagian besar pendidikan terakhir ibu
bersalin adalah SMA sebanyak 36 orang
(45%) dan sebagian kecil pendidikan terakhir
responden adalah perguruan tinggi sebanyak 3
orang (3,75%).

Hubungan Plasenta Previa...

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin


Berdasarkan Jenis Pekerjaan di
Ruang Bersalin RSUD Dr.
Soeroto Ngawi Bulan MaretApril 2013
Pekerjaan
IRT
Tani
Swasta
PNS
Jumlah

Frekuensi
(f)
37
6
35
2
80

Persentase
(%)
46,25
7,5
43,75
2,5
100

Dari tabel 4.3 tersebut dapat dilihat


bahwa sebagian besar pendidikan ibu bersalin
adalah IRT sebanyak 37 orang (46,25%) dan
sebagian kecil pekerjaan responden adalah
PNS sebanyak 2 orang (2,5%).
2. Data khusus
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Plasenta
Previa di Ruang Bersalin RSUD
dr. Soeroto Ngawi Bulan MaretApril 2013
Plasenta
previa
Plasenta
previa (+)
Plasenta
previa (-)
Jumlah

Jumlah
Frekuensi (f)
Persentase (%)
34
42,5
46

57,5

80

100

Dari data tabel 4.4 tersebut dapat dilihat


bahwa sebagian besar ibu bersalin di RSUD
dr. Soeroto Ngawi adalah ibu bersalin tidak
plasenta previa sebanyak 46 orang (57,5%),
dan ibu bersalin dengan plasenta previa
sebanyak 34 orang (42,5%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kejadian
BBLR pada Bayi Baru Lahir di
Ruang Bersalin RSUD dr.
Soeroto Ngawi Bulan MaretApril 2013
BBLR

BBLR (+)
BBLR (-)
Jumlah

Jumlah
Frekuensi (f)
Persentase (%)
41
51,25
39
48,75
80
100

Dari data tabel 4.5 tersebut dapat dilihat


bahwa dari 80 bayi yang dilahirkan di RSUD

Hubungan Plasenta Previa...

dr. Soeroto Ngawi sebanyak 41orang


(51,25%) bayi yang dilahirkan mengalami
BBLR.
Tabel 4.6 Tabulasi
Silang
Hubungan
Antara Plasenta Previa Dengan
Kejadian BBLR di Ruang
Bersalin RSUD dr. Soeroto Ngawi
Bulan Maret-April 2013
Plasenta
previa
Plasenta
previa (+)
Plasenta
previa (-)
Jumlah

BBLR
BBLR (+)
BBLR (-)
22 (27,5%) 12 (15%)

Jumlah

34
(42,5%)
19 (23,75%)
27
46
(33,75%)
(57,5%)
41 (51,25%)
39
80
(48,75%
(100%)
Xhitung= 4,3
RP = 2,75
C= 0,22

Dari tabel 4.6 tersebut dapat dilihat


bahwa sebagian besar ibu bersalin dengan
plasenta previa melahirkan bayi BBLR
sebanyak 22 orang (27,5%) sedangkan
sebagian besar ibu bersalin tidak plasenta
previa melahirkan bayi tidak BBLR sebanyak
27 orang (33,75%).
Hasil dari perhitungan statistic Uji Chi
Square diperoleh X hitung > X tabel
sehingga H1 diterima, artinya ada hubungan
plasenta previa dengan kejadian BBLR di
RSUD dr. Soeroto Ngawi. Dari tabel 4.6
tersebut dapat diketahui Nilai RP = 2,75, hal
ini menunjukkan bahwa bayi yang dilahirkan
dari ibu hamil plasenta previa beresiko 3 kali
lebih besar mengalami BBLR dibandingkan
ibu hamil normal. Hasil data tabel coeficien
contingency yaitu (0,22), artinya keeratan
hubungan plasenta previa dengan kejadian
BBLR masuk dalam kategori rendah.
PEMBAHASAN
1. Plasenta Previa
Berdasarkan tabel 4.4 ditemukan bahwa
ibu bersalin di RSUD dr. Soeroto Ngawi yang
mengalami plasenta previa sebanyak 34 orang

25

(42,5%) dan ibu bersalin yang tidak


mengalami plasenta previa sebanyak 46 orang
(57,5%).
Hasil tabulasi antara umur ibu dengan
plasenta previa menunjukkan bahwa sebagian
besar ibu bersalin berumur 29-32 tahun
sebanyak 13 orang (38,2%). Sesuai dengan
teori Sastrawinata (2005), bahwa angka
kejadian plasenta previa adalah pada usia
lanjut. Namun hasil penelitian ini sedikit
berbeda bahwa di umur antara 29-32 tahun
banyak ibu bersalin dengan plasenta previa.
Hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor
lain yang mempengaruhi terjadinya plasenta
previa, sehingga tidak hanya faktor umur ibu.
Hasil tabulasi antara paritas ibu dengan
plasenta previa menunjukkan bahwa sebagian
besar ibu bersalin adalah multipara sebanyak
26 orang (76,5%). Sesuai dengan teori
Sastrawinata (2005), bahwa kejadian plasenta
previa ditemukan pada multipara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin
dengan plasenta previa (76,5) dari multipara.
Menurut Sastrawinata 2005, plasenta previa
meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan
yang endometriumnya kurang baik, misalnya
karena atrofi endometrium atau kurang
baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini
ditemukan pada multipara, terutama jika jarak
antara kehamilannya pendek, mioma uteri,
kuretase yang berulang, umur lanjut, bekas
seksio sesarea, perubahan inflamasi atau
atrofi.
Berdasarkan data yang diperoleh pada
penelitian ini tampak bahwa ibu bersalin
multipara masih cenderung lebih banyak
mengalami plasenta previa dibandingkan
dengan ibu bersalin primipara. Hal ini
disebabkan karena pada ibu bersalin multipara
dengan meningkatnya usia dan paritas terjadi
penurunan fungsi organ khususnya organ

26

reproduksi, salah satunya atrofi endometrium


yang banyak ditemukan pada multipara,
mioma uteri, kuretase yang berulang, umur
lanjut dan bekas seksio sesaria.
2. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR)
Berdasarkan data tabel 4.5 ditemukan
bahwa dari 80 bayi yang dilahirkan di RSUD
dr. Soeroto Ngawi sebanyak 41 orang
(51,25%) bayi yang dilahirkan mengalami
BBLR dan sebanyak 39 orang (48,75%) tidak
mengalami BBLR.
Hasil tabulasi antara umur ibu dengan
kejadian bayi BBLR menunjukkan bahwa
sebagian besar bayi BBLR dari ibu dengan
umur 29-32 tahun sebanyak 10 orang (24,3%).
Sesuai dengan teori Proverawati (2010),
bahwa angka kejadian prematuritas tertinggi
adalah kehamilan pada usia < 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun. Namun hasil penelitian ini
sedikit berbeda bahwa di umur antara 29-32
tahun banyak melahirkan bayi BBLR. Hal ini
dimungkinkan karena berbagai faktor lain
yang mempengaruhi terjadinya BBLR,
sehingga tidak hanya faktor umur ibu. Hasil
tabulasi antara kehamilan dengan kejadian
berat
badan
lahir
rendah
(BBLR)
menunjukkan bahwa dari 41 bayi BBLR
sebanyak 22 orang (53,7%) dari ibu bersalin
dengan plasenta previa, 7 orang (17%) dari
ibu bersalin dengan postdate dan 12 orang
(29,3%)
dari
ibu
bersalin
dengan
preeklampsia.
Berdasarkan data yang diperoleh pada
penelitian ini tampak bahwa ibu bersalin
dengan plasenta previa masih cenderung lebih
banyak melahirkan bayi dengan BBLR. Hal
ini disebabkan karena pada ibu bersalin
plasenta previa dengan terjadinya perdarahan
yang dapat berakibat anemia pada ibu akan
menyebabkan gangguan ke plasenta yang

Hubungan Plasenta Previa...

mengakibatkan suplai nutrisi dan O2 ke janin


terhambat sehingga pertumbuhan bayi juga
terhambat, sehingga beresiko bayi lahir
dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Hasil penelitian nenunjukkan 7 orang (17%)
mengalami BBLR karena kehamilan postdate.
Hal ini disebabkan karena adanya insufisiensi
plasenta dan pengangkutan bahan dengan
berat molekul tinggi seperti asam amino,
lemak dan gama globulin mengalami
gangguan sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin intrauterine.
Sedangkan 12 orang (29,3%) mengalami
BBLR karena preeklampsia, hal ini
disebabkan
karena
terjadinya
spasme
pembuluh darah arteriole menuju jaringan
maka tekanan darah akan naik dan lumen
arteriole menyempit, dengan menyempitnya
lumen arteriole menimbulkan gangguan
peredaran darah retroplasenter sehingga suplai
darah menjadi kecil dan transfer gizi ke janin
menurun.
Kondisi
ini
menyebabkan
lambatnya pertumbuhan janin sehingga berat
bayi lahir menjadi rendah.
3. Hubungan plasenta previa dengan
kejadian BBLR
Berdasarkan tabel 4.6 ditemukan bahwa
ibu bersalin dengan plasenta previa yang
melahirkan bayi BBLR sebanyak 22 orang
(27,5%). Hal ini disebabkan karena pada ibu
bersalin plasenta previa dengan terjadinya
perdarahan yang dapat berakibat anemia pada
ibu akan menyebabkan gangguan ke plasenta
yang mengakibatkan suplai nutrisi dan O2 ke
janin terhambat sehingga pertumbuhan bayi
juga terhambat, sehingga beresiko bayi lahir
dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Ibu
bersalin dengan plasenta previa yang
melahirkan bayi tidak BBLR sebanyak 12
orang (15%). Hal ini disebabkan karena
selama hamil ibu bersalin dengan plasenta

Hubungan Plasenta Previa...

previa melakukan istirahat total sehingga


perdarahan dapat dicegah dan resiko bayi lahir
dengan BBLR dapat dicegah. Sedangkan ibu
bersalin tidak plasenta previa yang melahirkan
bayi BBLR sebanyak 19 orang (23,75%).
Hasil penelitian nenunjukkan 7 orang (17%)
mengalami BBLR karena kehamilan postdate.
Hal ini disebabkan karena adanya insufisiensi
plasenta dan pengangkutan bahan dengan
berat molekul tinggi seperti asam amino,
lemak dan gama globulin mengalami
gangguan sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin intrauterine.
Sedangkan 12 orang (29,3%) mengalami
BBLR karena preeklampsia, hal ini
disebabkan
karena
terjadinya
spasme
pembuluh darah arteriole menuju jaringan
maka tekanan darah akan naik dan lumen
arteriole menyempit, dengan menyempitnya
lumen arteriole menimbulkan gangguan
peredaran darah retroplasenter sehingga suplai
darah menjadi kecil dan transfer gizi ke janin
menurun.
Kondisi
ini
menyebabkan
lambatnya pertumbuhan janin sehingga berat
bayi lahir menjadi rendah.
Hasil dari perhitungan statistik Uji Chi
Square diperoleh X hitung > X tabel
sehingga H1 diterima. Hasil menunjukkan ada
hubungan plasenta previa dengan kejadian
BBLR di ruang bersalin RSUD dr. Soeroto
Ngawi. Hasil data tabel coeficien contingency
yaitu (0,22), artinya keeratan hubungan
plasenta previa dengan kejadian BBLR masuk
dalam kategori rendah.
Sedangkan dari perhitungan rasio
prevalensi (RP) menyatakan ibu hamil dengan
plasenta
previa
dapat
mempengaruhi
terjadinya BBLR 3 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu hamil normal. Teori
menurut Proverawati (2010) bahwa faktor
penyebab terjadinya BBLR adalah plasenta

27

previa terbukti pada penelitian ini. Jadi


plasenta previa masih menjadi faktor risiko
terpenting terjadinya BBLR. Keadaan ini
dapat dipengaruhi oleh terjadinya perdarahan
pada ibu sehingga ibu mengalami anemia dan
menyebabkan gangguan ke plasenta sehingga
suplai nutrisi dan O2 ke janin terhambat
sehingga dapat menyebabkan BBLR. Hal ini
disebabkan karena dengan kurangnya suplai
nutrisi dan O2 ke janin maka sistem
metabolisme pada janin mengalami gangguan
dan tidak bekerja secara optimal yang
menyebabkan kebutuhan nutrisi dan O2 janin
tidak terpenuhi. Oleh karena itu pertumbuhan
janin terhambat dan mengalami berat badan
lahir rendah (BBLR).

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan yang dapat ditarik dari
hasil penelitian ini sebagai berikut:
1) Sebagian besar umur ibu bersalin di
RSUD dr. Soeroto Ngawi adalah 29-32
tahun yaitu sebanyak 19 orang (23,75%);
2) Sebagian besar pendidikan terakhir ibu
bersalin di RSUD dr. Soeroto Ngawi
adalah SMA yaitu sebanyak 36 orang
(45%);
3) Sebagian besar pekerjaan ibu bersalin di
RSUD dr. Soeroto Ngawi adalah IRT
yaitu sebanyak 37 orang (46,25%);
4) Ibu bersalin di RSUD dr. Soeroto Ngawi
yang mengalami plasenta previa sebanyak
34 orang (42,5%) dan
5) Bayi yang dilahirkan mengalami BBLR
sebanyak 41 orang (51,25%). Hasil dari
perhitungan statistik Uji Chi Square
dengan taraf signifikansi 0,05. Didapatkan
X hitung 4,3 dan X tabel 3,841. Hal ini
menunjukkan X hitung > X tabel,
artinya ada hubungan antara plasenta

28

previa dengan kejadian berat badan lahir


rendah (BBLR) di RSUD dr. Soeroto
Ngawi. Hasil dari perhitungan rasio
prevalensi (RP) menyatakan ibu hamil
dengan
plasenta
previa
dapat
mempengaruhi terjadinya BBLR 3 kali
lebih besar dibandingkan dengan ibu
hamil normal.
Berdasarkan hasil dan kesimpulan
penelitian dapat dibuat saran sebagai berikut:
1) Bagi Penelitian Selanjutnya diharapkan
dapat menjadi sumber informasi tentang
hubungan plasenta previa dengan kejadian
berat badan lahir rendah (BBLR), dan
dapat digunakan sebagai bahan kajian yang
dapat berguna di masa mendatang;
2) Bagi masyarakat diharapkan khususnya
Ibu hamil untuk menjaga jarak kelahiran
dan meningkatkan pemeriksaan kehamilan
secara
teratur
guna
meningkatkan
pengetahuan tentang upaya pencegahan
BBLR;
3) Bagi RSUD dr. Soeroto Ngawi diharapkan
dapat digunakan sebagai sumber data
untuk melihat permasalahan di masyarakat,
sehingga tenaga kesehatan khususnya
bidan mampu meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu hamil dengan mencegah
agar ibu hamil tidak plasenta previa
sehingga dapat mencegah BBLR dan
4) Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia
Madiun diharapkan dapat digunakan
sebagai
sumber
referensi,
sumber
informasi untuk penelitian berikutnya, dan
sebagai bahan bacaan di perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian.
Jakarta : Rineka Cipta
Budiarto, E. (2002). Biostatistika untuk
Kedokterandan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : EGC

Hubungan Plasenta Previa...

Depkes RI (2011). Pelatihan Manajemen Bayi


Berat Lahir Rendah Untuk Bidan dan
Perawat. [internet]. Tersedia dalam
http://www.kesehatananak.depkes.go.id
[diakses 25 November 2012]
Dinkes Jatim. (2010). Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Timur. [internet]
Tersedia
dalam
http://dinkes.jatimprov.go.id [diakses
25 November 2012]
Llewellyn-Jones.
(2002).
Dasar-dasar
Obstetri dan Ginekologi. Jakarta :
Hipokrates
Nirwana, A. (2011). Kapita Selekta
Kehamilan. Yogyakarta : NuhaMedika
Notoadmodjo,
S.
(2010).Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta
:
RinekaCipta
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Jakarta
:
Salemba
Medika
_________. (2011). Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan.
Jakarta:
Salemba
Medika
Prawirohardjo, S. (2008). Ilmu Kandungan,
Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
_________. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
Proverawati & Ismawati. (2010). BBLR (Berat
Badan Lahir Rendah). Yogyakarta :
NuhaMedika
Saryono. (2008). Metodologi Penelitian
Kesehatan Penuntun Praktis Bagi
Pemula. Yogyakarta : Mitra Cendikia
Press
Sastrawinata, S. (2005). Obstetri Patologi.
Jakarta : EGC.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan
Kualitatif, dan R&D.
Bandung :
CV. Alfabeta
Surasmi et al. (2003). Perawatan Bayi Risiko
Tinggi. Jakarta : EGC
Wawan, A dan Dewi, M. (2010).
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia.
Yogyakarta:
Nuha
Medika.

Hubungan Plasenta Previa...

29

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PERSEPSI REMAJA


TENTANG SEKS BEBAS DI SMAN 1 NGLAMES KECAMATAN NGLAMES
KABUPATEN MADIUN
ABSTRAK
Mertisa Dwi, Dewanti Retno
Seks bebas pada remaja merupakan suatu bentuk perilaku hubungan seks yang dilakukan
secara bebas di luar nikah yang merupakan bentuk penyimpangan dari kode etik dan moral. Hasil
survey komnas perlindungan anak (2010) di 12 kota besar di Indonesia sebanyak 21,2 % remaja
pernah melakukan aborsi, 93,7% pernah berciuman dan 62,7% remaja SMP tidak perawan.Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan persepsi siswa kelas X di SMAN 1 Nglames tentang
seks bebas antara siswa yang diberi penyuluhan dan tidak diberi penyuluhan.
Metode penelitian ini adalah analitik, populai berjumlah 246 siswa. Jumlah sample 152 siswa
yang diambil dengan tehnik simple random sampling dan proposional random dengan metode static
group comparison. Variable independen adalah penyuluhan kesehatan, sedangkan variable
dependennya adalah persepsi. Alat ukur kuisioner, pengolahan data menggunakan uji statistis chisquare.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (57,14%) siswa yang tidak diberi
penyuluhan mempunyai persepsi negatif dan sebagian besar (49,33%) siswa yang diberi penyuluhan
mempunyai persepsi positif
Uji hipotesa chi square di dapatkan x2 hitung = 0,55 dan x2 tabel = 3,84 maka H0 diterima yang
berarti tidak terdapat hubungan antara perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap persepsi remaja
tentang seks bebas.
Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara perbedaan penyuluhan
kesehatan terhadap persepsi remaja tentang seks bebas di SMAN 1 Nglames kec Nglames Kab
Madiun. Saran dari peneliti untuk remaja diharapkan remaja untuk dapat mengerti dampak-dampak
dari seks bebas dan mau merubah perilaku pergaulan mereka dalam sehari-hari agar tidak tidak
terjerumus ke hal-hal yang negatif.
Kata kunci : Penyuluhan Kesehatan, Persepsi Seks Bebas, Remaja

30

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seks bebas merupakan hubungan yang
dilakukan oleh laki- laki dan perempuan tanpa
adanya ikatan perkawinan. Perilaku seks
bebas juga dapat terjadi jika remaja kurang
mempunyai pemikiran yang matang untuk
berbuat sesuatu ditambah lagi karena
dorongan dari teman sebaya.
Menurut hasil statistik dalam kasus
HIV/AIDS Indonesia Ditjen PP dan PL
kepmenkes RI (2013) untuk wilayah Jawa
Timur sendiri penderita HIV/AIDS mencapai
18,41% yang rata-rata didominasi rata-rata
umur 20-29 tahun. Sedangkan untuk masalah
remaja di kabupaten madiun sendiri oleh
Yayasan Bambu Nusantara Cabang Madiun,
yaitu organisasi yang konsen masalah
HIV/Aids (2008), menyebutkan kasus Infeksi
Seksual Menular (IMS) yang beresiko tertular
HIV/Aids menurut kategori pendidikan
sampai akhir Oktober 2007 didominasi pelajar
SMA/SMK sebanyak 51 %, pelajar SMP
sebesar 26%, mahasiswa sebesar 12% dan
SD/MI sebesar 11% .
Berdasarkan studi pendahuluan jumlah
SMA/SMK di kabupaten Madiun seluruhnya
adalah 29 sekolah, dengan jumlah siswa dan
siswi yang bervariasi dari 1.422 siswa/siswi
sampai dengan 144 siwa/siswi. SMAN 1
Nglames termasuk sekolah dengan jumlah
siswa/ siswi banyak yaitu 775 siswa yang
terdiri dari kelas X yang berjumlah 284 siswa,
kelas XI berjumlah 253 siswa dan kelas XII
berjumlah 238 siswa yang kesemua tersebut
terdiri dari 9 kelas mulai dari A I (Diknas,
2012). Dan dari hasil wawancara intrapersonal
dengan beberapa siswa dan siswi SMAN 1
Nglames didapat data bahwa sepanjang tahun
2012 terdapat 5 kasus aborsi yang dilakukan

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...

oleh siswi di SMA tersebut serta 4 orang siswi


yang hamil di luar nikah.
Dr. Boyke Dian Nugraha (2010),
pakar seks dan spesialis Obstetri dan
Ginekologi menyatakan bahwa penyebabnya
antara lain maraknya pengedaran gambar dan
VCD porno, kurangnya pemahaman akan
nilai-nilai agama, keliru dalam memaknai
cinta, minimnya pengetahuan remaja tentang
seksualitas serta belum adanya pendidikan
seks secara reguler hingga formal di sekolahsekolah. Itulah sebabnya informasi tentang
makna hakiki cinta dan adanya kurikulum
kesehatan reproduksi di sekolah mutlak di
perlukan.
Peran yang dapat dilakukan bidan
adalah mendengar keluhan remaja yang
bermasalah,
dengan
tetap
menjaga
kerahasiaan
kliennya;
membangun
komunikasi dengan remaja; ikut serta dalam
kelompok remaja; melakukan penyuluhanpenyuluhan pada remaja berkaitan dengan
kesehatan reproduksi serta
memberikan
informasi yang selengkap-lengkapnya pada
remaja sesuai dengan kebutuhannya (Jurnal
bidan, 2012)
Berdasarkan uraian di atas maka
peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh
penyuluhan kesehatan terhadap presepsi
remaja tentang seks bebas dan dampaknya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas dapat
dirumuskan permasalahannya sebagai berikut
Apakah ada pengaruh penyuluhan kesehatan
terhadap persepsi remaja tentang seks bebas di
SMAN 1 Nglames kec. Nglames kab.
Madiun ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui
pengaruh
penyuluhan
kesehatan terhadap persepsi remaja
31

tentang seks bebas di SMAN 1 Nglames


kec. Nglames kab. Madiun.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi persepsi remaja
tentang seks bebas pada siswa yang
diberi penyuluhan di SMAN 2.1.2
1
Nglames kec. Nglames kab. Madiun.
b. Mengidentifikasi persepsi remaja
tentang seks bebas yang tidak diberi
penyuluhan di SMAN 1 Nglames kec.
Nglames kab. Madiun.
c. Menganalisa pengaruh penyuluhan
kesehatan terhadap presepsi remaja
tentang seks bebas di SMAN 1
Nglames kec. Nglames Kab. Madiun
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi peneliti
Menambah
pengetahuan
dan
pengalaman untuk penerapan ilmu yang
didapat selama kuliah dalam rangka
penyuluhan kesehatan terhadap pemahaman
remaja tentang seks bebas beserta dampaknya.
a. Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
2.2.2
menjadi kepustakaan yang berguna untuk

kesehatan. Merupakan suatu kegiatan untuk


membantu
individu,
kelompok,
atau
masyarakat dalam meningkatkan kemampuan
perilakunya, untuk mencapai kesehatan secara
optimal (Yani W.dkk, 2010)
Tujuan penyuluhan kesehatan
a. Mengubah sikap dan perilaku individu,
keluarga, kelompok, masyarakat dibidang
kesehatan sebagai suatu yang bernilai di
masyarakat (Taufan Nugroho & Ari
setiawan, 2010)
b. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu
yang bernilai di masyarakat. Oleh sebab
itu, pendidik kesehatan bertanggung jawab
mengarahkan cara-cara hidup sehat
menjadi kebiasaan hidup masyarakat
sehari-hari (Heri D.J Maulana, 2009).

mahasiswa yang lain terutama pada materi


seks bebas pada remaja.
b. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan
memberikan pengetahuan pada siswa tentang
perilaku seks bebas yang berbahaya bagi
kehidupan mereka dan akan berdampak pada
masa depan mereka selanjutnya.

2.2 KONSEP DASAR PERSEPSI


2.2.1 Pengertian
Persepsi merupakan daya pengenal
barang, kualitas atau hubungan dan perbedaan
antara hal ini melalui proses mengamati,
mengetahui, atau mengartikan setelah panca
indranya mendapat rangsang. Marasmis 1999
dalam Sunaryo (2004).
Berikut ada dua macam presepsi :
a. External perfection, yaitu persepsi yang
terjadi karena adanya rangsangan yang
datang dari luar diri individu.
b. Self-perfection, yaitu presepsi yang terjadi
karena adanya rangsangan yang berasal
dari dalam individu. Dalam hal ini yang
jadi obyek adalah diri sendiri (Sunaryo,
2004)

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP
PENYULUHAN
KESEHATAN
2.1.1 Pengertian
Pendidikan kesehatan adalah suatu
penerapan konsep pendidikan di dalam bidang

2.3 KONSEP SEKS BEBAS


2.3.1 Pengertian
Hubungan seks adalah perilaku yang
dilakukan sepasang individu karena adanya
dorongan seksual dalam bentuk penetrasi
penis kedalam vagina (Poltekes Depkes
Jakarta, 2010).

32

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...

2.3.2 Faktor penyebab seks bebas


Adapun
berbagai
penelitian
mengungkapkan
faktor-faktor
yang
menyebabkan terjadinya perilaku seks bebas :
a) Usia
b) Usia yang muda saat berhubungan seksual
pertama
c) Usia saat menstruasi pertama
d) Agama
e) Pacar
f) Kencan lebih awal
g) Pengalaman pacaran/kencan
h) Orang tua
i) Teman sebaya
j) Kebebasan
k) Penyebaran informasi melalui media
massa
2.4 KERANGKA KONSEP
Kerangka konseptual adalah abstraksi
dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan
dan membentuk suatu teori yang menjelaskan
keterkaitan antar variabel yang diteliti
maupun tdak diteliti (Nursalam, 2008).
Faktor
penyuluhan
kesehatan :
1. Tingkat
pendidikan
2. Tingkat sosial
ekonomi
3. Adat istiadat
4. Kepercayaan
masyarakat

Faktor yang
mempengaruhi
presepsi:
1. Faktor
fungsional
2. Faktor
struktural
3. Faktor
situasional
4. Faktor
personal

Persepsi remaja
yang diberi
penyuluhan
tentang:
Definisi seks beas,
faktor penyebab
seks bebas,
dampak seks
bebas, penyakitpenyakit yang
dapat ditularkan
melalui seks bebas

Persepsi remaja
yang tidak diberi
penyuluhan
tentang :
Definisi seks
beas, faktor
penyebab seks
bebas, dampak
seks bebas,
penyakitpenyakit yang
dapat ditularkan
melalui seks
bebas

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...

Perbedaan
persepsi remaja
antara yang
diberi
penyuluhan dan
tidak diberi
penyuluhan

METODE PENELITIAN
3.1 JENIS
DAN
RANCANGAN
PENELITIAN
Desain penelitian adalah semua proses
yang diperlukan dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian (M. Nasir, 2009).
Rancangan
penelitian
diartikan
sebagai strategi mengatur latar penelitian agar
peneliti memperoleh data yang valid sesuai
dengan karakteristik variable dan tujuan
penelitian (Notoatmodjo, 2010). Dalam
penelitian ini rancangan penelitian yang
digunakan adalah static group comparison.
Rancangan static group comparison yaitu
rancangan
praekstraperimental
dengan
menambah kelompok kontrol, dengan cara
setelah perlakuan dilakukan pengamatan pada
kelompok perlakuan dan pada kelompok
kontrol dilakukan pengamatan saja (A. Aziz
Alimul, 2012). Berikut bagan rancangan
penelitan yang akan digunakan :
3.2 POPULASI
Populasi dalam penelitian ini adalah
sebagian siswa putra dan putri di SMAN 1
Nglames sejumlah 246 orang.
3.3 SAMPLE DAN KRITERIA SAMPLE
1. Sample
Sample adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2011). Sample yang baik
adalah sample yang mewakili populasi atau
yang
representative
artinya
yang
menggambarkan keadaan populasi atau yang
mencerminkan populasi secara maksimal.
3.4 VARIABLE PENELITIAN
Variable adalah objek penelitian, yaitu
apa yang menjadi titik penelitian (Arikunto,
2010). Dalam penelitian ini terdapat 2
variable yaitu :

33

1. Variable Independen
Variable bebas adalah merupakan
variable yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variable dependennya adalah penyuluhan
kesehatan.
2. Variable Dependen
Dalam penelitian ini variable
dependennya adalah persepsi remaja tentang
seks bebas.
3.7 DEVINISI OPERASIONAL
Definisi
operasional
adalah
mendefinisikan variable secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati,
memungkinkan peneliti untuk melakukan
obsesrvasi atau pengukuran secara cermat
terhadap suatu obyek atau fenomena (Hidayat,
2009).
Tabel 3.7.1 Definisi operasional pengaruh
penyuluhan
kesehatan
terhadap
presepsi
remaja
tentang seks bebas.
Variable
Independen :
Penyuluhan
kesehatan
terhadap
remaja

Definisi
Operasional
Penyuluhan
kesehatan pada1.
remaja adalah
pemberian
2.
pendidikan
kesehatan yang3.
bertujuan untuk
mengubah pola4.
pikir
dan
perilaku remaja
tentang
seks
bebas
1.
2.
3.
4.

Dependen:
Persepsi
remaja
tentang seks
bebas

34

Persepsi
seks
bebas
pada
remaja adalah
proses
pengorganisasia
n,
menginterpresta 1.
sian
remaja
terhadap
2.
rangsangan
yang diterima
oleh
individu3.
tentang
seks
bebas
4.

Parameter
Isi penyuluhan : Definisi
seksbebas
Faktor penyebabseks bebas
Dampak
seks
bebas
Penyakit-penyakit
yang
dapat
ditularkan
oleh
seks bebas
Tidak dilakukan
penyuluhan :
Definisi
seks
bebas
Faktor penyebab
seks bebas
Dampak
seks
bebas
Penyakit-penyakit
yang
dapat
ditularkan
oleh
seks bebas
Meliputi hal-hal
yang
berkaitan
dengan
persepsi
remaja
tentang
seks bebas antara
lain :
Persepsi tentang
definisi seks bebas
Persepsi tentang
faktor-faktor
penyebabnya
Persepsi tentang
dampak yang akan
ditimbulkan
Persepsi tentang
penyakit apa saja
yang
dapat
ditimbulkan dari
seks bebas

Media/ alat
ukur
Leafet
Power
point:
untuk ceramah
Proyektor

Skala
Nominal

Scoring
1
:
Dilakukan
penyuluhan
0 : Tidak
dilakukan
penyuluhan

3.8 TEKNIK
DAN
INSTRUMEN
PENGUMPULAN DATA
1. Teknik pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data adalah
suatuproses pendekatan kepada subyek yang
diperlukan dalam suatu penelitian. Langkahlangakah dalam pengumpulan data tergantung
dari desain penelitian (Nursalam, 2005).
2. Instrumen pengumpulan data
Pada
suatau
penelitian,
dalam
mengumpulkan fakta/kenyataan hidup (data)
diperlukan adanya alat dan cara pengumpulan
data yang baik sehingga data yang
dikumpulkan merupakan data yang valid dan
akurat. Dalam penelitian ini instrumen yang
digunakan adalah kuesioner.
Kuesioner sebagai daftar pertanyaan
digunakan untuk megetahui pengaruh
penyuluhan kesehatan terhadap persepsi
remaja tentang seks bebas.
3.9 TEKNIK PENGOLAHAN DATA
DAN ANALISIS DATA
1. Analisa data
a. Analisis Univariat
Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dari tiap
variable, belum melihat adanya hubungan.

a) Untuk

mengukur
data
umum
(karakteristik) digunakan rumus :
P = F

Kuesioner

Nominal

Pernytaan
positif :
SS : 4
S :3
TS : 2
STS : 1
Pernytaan
negatif :
SS : 1
S :2
TS : 3
STS : 4
Kriteria
presepsi:
persepsi
positif T
MT
Persepsi
negatif T<
MT

X 100%

Keterangan :
P = presentase
F
= frekuensi jawaban benar responden
N = skor maksimal

b) Dalam mengukur persepsi remaja


tentang seks bebas dalam satu kategori
soal pada kuesioner dipergunakan
skala likert yang terdiri dari 4 pilihan

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...

jawaban. Jawaban diberi skor dengan


ketentuan sebagai berikut :
SS = sangat setuju dengan skor 4
S
= setuju dengan skor 3
TS = tidak setuju dengan skor 2
STS = sangat tidak setuju dengan skor 1
Skala pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode pengembangan skala likert adalah
skor T, yaitu :
T = 50 + 10 [x-x]
S

Keterangan :
T = stadarisasi dari x
X = skor responden
x = nilai rata-rata kelompok
s = standar deviasi / simpang baku
kelompok
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat yang dilakukan terhadap
dua variable yang diduga berhubungan
atau berkolereasi, yaitu melihat hubungan
variable bebas dengan variable terikat.
Dengan menggunakan rumus Chi-square :

X2 = (0 - h)2
h
keterangan :
X2 = signifikansi frekuensi nilai observasi
0 = nilai observasi (pengamatan ) yang
diperoleh dari sample
h = nilai harapan yang diperoleh secara
4.2
teoritis
Untuk mengetahui eratnya hubungan antara 2
variable tersebut dapat dicari dengan
menggunakn koefisien Kontingensi (c)
C=

N x

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...

Keterangan :
C = koefisien Kontingensi
X2 = Chi Square
N = jumlah data
Makin besar harga C berarti hubungan antara
dua variable makin erat, harga C berkisar
antara 0 -1,00
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1
Pengaruh
penyuluhan
kesehatan terhadap persepsi remaja
tentang seks bebas di SMAN 1 Nglames kec
Nglames kab Madiun pada bulan Januari
2014
Persepsi

No

Penyuluhan

Diberi
penyuluhan
Tidak diberi
penyuluhan
Jumlah

Positif

Neg
atif

Jumlah

F
37

%
49,33

F
38

50,67

% F
75

%
100

33

42,86

44

57,14

77

100

70

82

152

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari uji


statistik untuk
penyuluhan kesehatan
terhadap persepsi remaja tentang seks bebas
dengan menggunakan korelasi chi square
diperoleh x2 hitung
= 0,55 dengan
menggunakan level signifikasi (a) 0,05, x2
tabel = 3,84 maka H0 diterima. Hal ini berarti
bahwa tidak terdapat hubungan antara
perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap
persepsi remaja tentang seks bebas.
PEMBAHASAN
4.2.1 Pengaruh
penyuluhan
kesehatan
terhadap persepsi remaja tentang seks
bebas
Penelitian di lakukan di SMAN 1
Nglames kec Nglames kab Madiun,
menunjukkan hasil berdasarkan rumus
perhitungan chi-square dengan () 0,05
didapatkan x2 hitung x2 tabel atau 0,55

35

3,84. Sehingga dapat disimpulkan bahwa


tidak terdapat hubungan antara perbedaan
penyuluhan kesehatan terhadap persepsi
remaja tentang seks bebas.
Tidak adanya hubungan pada
5.2
penelitian ini juga disebabkan oleh tidak
adanya alat bantu peraga. Teori dari Prof.DR.
Soekidjo N. (2007) yang menerangkan bahwa
dalam penyuluhan diperlukan alat bantu
peraga. Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat
yang digunakan oleh penyuluh dalam
menyampaikan informasi. Alat bantu ini
sering disebut alat peraga karena berfungsi
untuk membantu dan meragakan sesuatu
dalam proses penyuluhan. Dengan kata lain,
alat peraga ini dimaksudkan untuk
mengerahkan indera sebanyak mungkin
kepada suatu objek sehingga mempermudah
persepsi.
Menurut peneliti, penyebab penelitian
ini tidak terdapat hubungan, kemungkinan
karena
kurang efektifnya
penyuluhan
kesehatan yag diberikan,selain itu penyuluhan
kesehatan ini hanya menggunakan metode
ceramah jadi kurang menarik minat siswa
untuk memahami penyuluhan kesehatan ini,
juga keterbatasan waktu menjadi penyebab
kurang efektifnya penyuluhan yang diberikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas kesimpulan
dari hasil penelitian dan saran-saran yang
berguna bagi pihak yang berkepentingan.
5.1

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data
penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Persepsi remaja pada kelompok yang
diberi penyuluhan sebagian besar 38 siswa
(50,67%) memiliki persepsi negatif
tentang seks bebas.
36

2. Persepsi remaja pada kelompok yang tidak


diberi penyuluhan 44 siswa (57,14%)
memiliki persepsi negatif tentang seks
bebas.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan maka saran-saran yang perlu
disampaikan :
1. Bagi peneliti
Untuk
menyempurnakan
penelitian
dengan keterbatasan penelitian ini, maka
untuk peneliti selanjutnya diharapkan
dapat menciptakan metode penyuluhan
yang lebih menyenangkan dan efektif lagi
agar
penyuluhan
kesehatan
yang
disampaikan dapat berguna untuk remaja
khususnya mengenai masalah seks bebas.
2. Bagi Orang Tua dan Guru
Diharapkan untuk lebih memperhatikan
dan mendidik anak remajanya agar tidak
terjerumus
dalam
kegiatan-kegiatan
negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Resiko Aborsi.(2008) Tersedia Dalam http ://
www.aborsi.org/resiko.htm
2008.
diakses 12 September 2013
Penyebab Perilaku Seks Bebas.(2012)
Tersedia
Dalam
http
:
//
www.psychologymania.com/2012/06/p
enyebab-perilaku-seks-bebas-html.
Diakses pada hari kamis 12 September
Amy G. Miron & Charles D. Miron. (2006).
Bicara Soal Cinta, Pacaran, dan Seks
Kepada Remaja. Erlangga.
Ari Setiawan & Nugroho Taufan. (2010)
Kesehatan Wanita Gender dan
Permasalahannya. Yogyakarta : Nuha
Medika
Aziz Alimul Hidayat. (2012). Metode
Penelitian Kebidanan dan Teknik
Analisis Data. Jakarta : Salemba
Medika.

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...

Depkes Jakarta. (2010). Kesehatan Remaja


Problem dan Solusinya. Jakarta :
Salemba Medika.
Eko suryani & Ircham M. (2009) Pendidikan
Kesehatan Bagian Dari Promosi
Kesehatan. Yogyakarta : Fitramaya.
Heri D.J. Maulana, S.Sos, M.Kes. (2009)
Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
Manuaba, I. (2010). Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta :
EGC
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan
Teori dan Aplikasi . Jakarta : Rineka
Cipta.
.(2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
. (2007). Promosi Kesehatan &
Ilmu Perilaku. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Nursalam, Pariani. (2008). Konsep dan
Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
. (2005). Konsep Dan Penerapan
Metodelogi
Penelitian
dalam
Keperawatan. Ed 1. Jakarta : Salemba
Medika.
Sugiyono. (2010). Statistik Untuk Penelitian.
Ed XVI. Bandung : Alfabeta
Sunaryo. (2004).
Psikologi Untuk
Keperawatan. Ed I. Jakarta : EGC
Syamsu
Yusuf.
(2011)
Psikologi
Perkembangan Anak & Remaja. Ed 12.
PT Remaja Rosdakarya.
Widiastuti,
dkk.
(2010)
Kesehatan
Reproduksi. Jogjakarta : Fitramaya
Prof. Drs. Onong Uchjana E., M.A. (2009)
Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan...

37

PENGARUH PENYULUHAN PADA IBU TERHADAP KETRAMPILAN PIJAT


BAYI DI DESA GEGER KECAMATAN GEGER MADIUN
ABSTRAK
Rheny Widi Wardhani, S. ST. M. Kes

Pijat bayi merupakan salah satu kebudayaan tradisional yang paling tua di Indonesia bahkan di
dunia dan dikembangkan kembali dengan sentuhan ilmu kesehatan dan tinjauan ilmiah yang
bersumber dari penelitian-penelitian para ahli neonatologi, syaraf, dan psikologi anak. Pijat bayi dapat
digolongkan sebagai aplikasi sentuhan karena pijat bayi mengandung unsur sentuhan berupa kasih
sayang, perhatian, suara atau bicara, pandangan mata, gerakan dan pijatan. Stimulasi ini akan
merangsang perkembangan struktur maupun fungsi dari sel-sel otak. Masih banyak orang tua yang
belum mengerti tentang pijat bayi, terutama mengenai perkembangan terakhirnya. Sebagian dari
mereka beranggapan bahwa pijat bayi dilakukan hanya pada bayi yang sakit serta dilakukan oleh
dukun atau tenaga medis yang menguasai pijat bayi. Tujuan umum dari penlitian ini untuk mengetahui
pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap ketrampilan pijat bayi di Desa Geger Kecamatan
Geger Madiun.
Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperimen (eksperimen semu) dengan
rancangan penelitian menggunakan Statis Group Comparison. Populasinya adalah Semua ibu bayi
yang melakukan kunjungan posyandu di Desa Krompol Bringin Ngawi. Jumlah sampel 40 ibu yang
mempunyai bayi berusia 1-12 bulan. Teknik sampling adalah Accidental Sampling. Variabel
independen adalah penyuluhan pijat bayi pada ibu dan variabel dependen adalah ketrampilan pijat
bayi. Analisa data menggunakan tabulasi silang.
Dari hasil penelitian responden yang mendapatkan penyuluhan pijat bayi didapatkan hasil nilai
posttest ketrampilan pijat bayinya lebih baik dibandingkan dengan responden yang tidak mendapatkan
penyuluhan pijat bayi. Hal ini berarti ada pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap
ketrampilan pijat bayi di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun
Kesimpulan penelitian ini yaitu ada pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap
ketrampilan pijat bayi di Desa Geger Kecamatan Geger Madiun. Peran bidan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan mengenai pijat bayi yang dilakukan ibu bayi sendiri sehingga ibu
bayi mengetahui pentingnya manfaat pijat bayi bila dilakukan ibu bayi sendiri tanpa pergi ke dukun
bayi atau pelayanan pijat bayi lainnya.
Kata Kunci : penyuluhan, ibu, ketrampilan pijat bayi

38

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

PENDAHULUAN
Masa neonatal merupakan periode
tersingkat dari semua periode perkembangan.
Pada masa ini terjadi penyesuaian yang
radikal. Selain itu masa ini merupakan
pendahuluan dari perkembangan selanjutnya
dan merupakan masa yang berbahaya karena
sulitnya penyesuaian diri pada lingkungan
baru. Penyesuaian diri dengan lingkungan luar
setelah terjadi kelahiran dapat mengakibatkan
berkurangnya berat badan dan kematian bayi
(Amirudin, 2007).
Sejak dilahirkan, bayi memiliki tiga
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh orang
tua, yaitu kebutuhan fisik-biologis yang
berguna untuk pertumbuhan otak, sistim
sensorik, serta motorik. Kebutuhan emosi
kasih sayang untuk kecerdasan emosi,
interpersonal dan intrapersonalnya, serta
kebutuhan stimulasi untuk merangsang semua
kerja sistim sensorik dan motoriknya
(Maharani, 2009). Stimulasi merupakan hal
yang penting dalam tumbuh kembang anak
(Ngastiyah, 2005). Stimulus dari luar juga
berperan bagi pertumbuhan fisik dan
perkembangan emosional anak (Wibowo,
2008).
Menurut Maharani (2009) pijat bayi
dapat digolongkan sebagai aplikasi stimulasi
sentuhan pada bayi. Menurut Soedjatmiko
(2006) pijat bayi dapat digolongkan sebagai
aplikasi sentuhan karena pijat bayi
mengandung unsur sentuhan berupa kasih
sayang, perhatian, suara atau bicara,
pandangan
mata,gerakan
dan
pijatan.
Stimulasi ini akan merangsang perkembangan
struktur maupun fungsi dari sel-sel otak.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007
tentang Standart Profesi Bidan menyebutkan
bahwa bidan mempunyai kewenangan untuk

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

melaksanakan pemantauan dan menstimulasi


tumbuh kembang bayi dan anak. Salah satu
bentuk stimulasi tumbuh kembang yang
selama ini dilakukan oleh masyarakat adalah
dengan melakukan pijat bayi.
Pijat bayi merupakan salah satu
kebudayaan tradisional yang paling tua di
Indonesia bahkan di dunia dan digali kembali
dengan sentuhan ilmu kesehatan dan tinjauan
ilmiah yang bersumber dari penelitianpenelitian para ahli neonatologi, syaraf, dan
psikologi anak (Subakti & Anggraini, 2008).
Di negara Cina dan Yunani bahkan ditemukan
bukti telah adanya pijat sebagai media terapi
kesehatan sejak ribuan tahun yang lalu.
Sedangkan di Indonesia, hampir seluruh
daerah di Indonesia mempunyai kebiasaan
memijatkan bayinya sejak bayi lahir hingga
masa kanak-kanak. Pelaku utama pijat bayi
tradisional ini adalah dukun bayi yang
mendapatkan ketrampilannya secara turun
temurun. Di Australia membuktikan bahwa
bayi yang dipijat oleh orang tuanya akan
mempunyai kecenderungan peningkatan berat
badan, hubungan tingkat emosional, dan
sosial yang lebih baik (Roesli, 2001).
Pijat bayi di Indonesia pelaksanaan di
masyarakat desa masih dipegang oleh dukun
bayi. Jarang sekali orang tua khususnya ibu
memijat bayinya sendiri. Selama ini pemijatan
tidak hanya dilakukan bila bayi sehat, tetapi
juga saat bayi sakit atau rewel (Sari, 2004).
Meskipun pijat bayi mempunyai banyak
manfaat yang besar bagi bayi, namun
kenyataanya perilaku ibu memijat bayinya
sendiri sangat kurang. Dengan alasan bayi
tidak boleh dipijat, badanya masih lemah,
takut salah memijat, dan kurangnya pelatihan
pijat bayi (Nestle, 2005).
Sayangnya, masih banyak orang tua
yang belum mengerti tentang pijat bayi,

39

terutama
mengenai
perkembangan
terakhirnya.
Sebagian
dari
mereka
beranggapan bahwa pijat bayi dilakukan
hanya pada bayi yang sakit serta dilakukan
oleh dukun atau tenaga medis yang menguasai
pijat bayi. Hal ini tidak sepenuhnya salah,
melalui teknik tertentu, pijat bayi diyakini
mampu mengatasi kolik sementara, sembelit
dan bayi rewel. Namun, manfaat utama dari
pijat bayi adalah membantu mengoptimalkan
tumbuh kembang bayi.
Penelitian yang dilakukan oleh
Procianoy (2010) meneliti 73 bayi baru lahir
dimana 35 bayi menerima pemijatan secara
teratur dan 38 bayi sebagai kontrol, dan
diikuti selama dua than. Bayi dalam kelompok
yang mendapat intervensi pijat secara teratur
menunjukkan Psychomotor Development
Index dan Mental Development Index
yang lebih tinggi.
Dari hasil survei pra pendahuluan
bulan
November-Desember
dalam
melaksanakan upaya penyuluhan di Desa
Geger Kecamatan Geger Madiun, di dapatkan
dari data BPS Mahmudah dari 15 ibu hanya 5
ibu yang memijatkan bayinya kefasilitas
pelayanan kesehatan dan 10 ibu yang
memijatkan bayinya ke dukun.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
ketrampilan pijat bayi yang dilakukan oleh ibu
yaitu dengan memberikan pelayanan yang
efektif serta penyuluhan cara melakukan pijat
bayi yang benar agar ibu mengerti bahwa pijat
bayi bisa dilakukan oleh ibu bayi bukan hanya
dukun.

40

METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian dan Rancangan
Penelitian
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan
adalah Quasi Eksperimen (eksperimen semu),
quasi eksperimen termasuk penelitian
eksperimen yaitu suatu penelitian dengan
melakukan kegiatan percobaan, dimana
rancangan penelitian untuk membandingkan
dengan cara memberikan perlakuan kepada
kelompok eksperimen kemudian hasil (akibat)
dari intervensi tersebut dibandingkan dengan
kelompok yang tidak dikenakan perlakuan
(kelompok kontrol) (Notoatmodjo, 2010).
Subyek
G-E
G-K

Pretest
O
O

Perlakuan
I
-

Posttest
O1-E
O1-K

Keterangan:
G-E
: Group Eksperimen
G-K
: Group Kontrol
O
: Observasi
pada
group
eksperimen (pretest)
I
: Intervensi (Perlakuan)
O1- (E+K) : Observasi pada group
eksperimen dan group kontrol
(posttest)
(Nursalam, 2009)
2. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah Statis Group Comparison, dimana
kelompok eksperimen menerima perlakuan
yang diikuti dengan observasi. Hasil observasi
ini kemudian dibandingkan dengan hasil
observasi pada kelompok kontrol, yang tidak
menerima intervensi (Notoatmodjo, 2010).

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

Tabel 3.1: Definisi Pengaruh Penyuluhan


Pijat
Bayi
Pada
Ibu
Terhadap
Ketrampilan Pijat Bayi Di Desa Geger
Kecamatan Geger Madiun
Variabel
Penelitian
Variabel
Independen
Penyuluhan
Pijat Bayi
Pada Ibu

Variabel
Dependent
Ketrampilan
Pijat Bayi

Definisi
Operasional
Penambahan
pengetahuan
dan
kemampuan
seseorang
melalui teknik
praktik belajar

Kemampuan
melaksanakan
ketrampilan
pijat bayi
dengan
menggunakan
anggota badan
atau peralatan
kerja yang
tersedia

Indikator
Ibu yang
mempunyai
bayi usia 112 bulan
yang
melakukan
kunjungan
posyandu
dan dalam
keadaan
sehat
jasmani dan
rohani
Tindakan
ibu
melakukan
ketrampilan
pijat bayi

Instrume
nt
Leaflet

Skala

Skor

Tingkat Pendidikan

Lebmar

Ordinal

Katego
ri baik

HASIL PENELITIAN DAN


PEMBAHASAN
Dari pengumpulan data yang telah
dilakukan diperoleh karakteristik umur
responden seperti tercantum pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Berdasarkan Umur Di Desa Desa Geger
Kecamatan Geger Madiun Pada Tanggal 6
Pebruari 2014 24 Maret 2013.
Umur

Tabel 4.2 Karakteristik


Responden
Berdasarkan
Tingkat
Pedidikan Di Desa Geger
Kecamatan Geger Madiun
Pada Tanggal 6 Pebruari 2014
24 Maret 2014

Frekuensi

Presentase (%)

<20 tahun

12.5

20-35 tahun

21

52.5

>35 tahun

14

35

Jumlah

40

100

1. Tingkat pendidikan
Dari pengumpulan data yang telah
dilakukan diperoleh karakteristik tingkat
pendidikan responden seperti tercantum pada
tabel dibawah ini.

Frekuensi

SD
SMP
SMA
Diploma/Sarjana
Jumlah

3
9
25
3
40

Presentase
(%)
7,5
22,5
62,5
7,5
100

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel


4.2 didapatkan bahwa sebagian besar (62,5%)
sebanyak 25 responden memiliki tingkat
pendidikan SMA. Sedangkan (22,5%)
sebanyak 9 responden memiliki tingkat
pendidikan SMP, dan sebagian kecil (7,5%)
sebanyak 3 responden memiliki tingkat
pendidikan Diploma/Sarjana dan (7,5%)
sebanyak 3 responden memiliki tingkat
pendidikan SD
2. Pekerjaan
Dari pengumpulan data yang telah
dilakukan diperoleh karakteristik pekerjaan
responden seperti tercantum pada tabel
dibawah ini.
Tabel

4.3 Karakteristik Responden


Berdasarkan Pekerjaan Di Desa
Geger Kecamatan Geger Madiun
Pada Tanggal 6 Pebruari 2014
24 Maret 2014
Jenis Pekerjaan Frekuensi Presentase (%)
IRT
22
55
Tani
1
2,5
Swasta
15
37,5
Wiraswasta
2
5
Jumlah
40
100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel


4.3 didapatkan bahwa sebagian besar (55%)
sebanyak 22 responden jenis pekerjaannya

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

41

adalah ibu rumah tangga (IRT). Sedangkan


(37,5%) sebanyak 15 responden jenis
pekerjaannya adalah Swasta, dan sebagian
kecil (5%) sebanyak 2 responden jenis
pekerjaannya adalah Wiraswasta dan (2,5%)
sebanyak 1 responden jenis pekerjaannya tani.
3. Jumlah anak
Dari pengumpulan data yang telah
dilakukan diperoleh karakteristik jumlah anak
responden seperti tercantum pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.4 Karakteristik Responden
Berdasarkan Jumlah Anak Di
Desa Geger Kecamatan Geger
Madiun Pada Tanggal 6
Pebruari 2014 24 Maret 2014
Jumlah anak
1
2
3
Jumlah

Frekuensi
20
17
3
40

Presentase (%)
50
42,5
7,5
100

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel


4.4 didapatkan bahwa sebagian besar (50%)
sebanyak 20 responden memiliki jumlah anak
1. Sedangkan (42,5%) sebanyak 17 responden
memiliki jumlah anak 2, dan sebagian kecil
(7,5%) sebanyak 3 responden memiliki
jumlah anak3.
4. Umur bayi
Dari pengumpulan data yang telah
dilakukan diperoleh karakteristik umur bayi
responden seperti tercantum pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.5 Karakteristik Responden
Berdasarkan Umur Bayi Di Desa
Geger Kecamatan Geger Madiun
Pada Tanggal 6 Pebruari 2014
24 Maret 2014
Umur bayi

Frekuensi

Presentase (%)

1-4 bulan

12

30

5-8 bulan

12

30

9-12 bulan

16

40

Jumlah

40

100

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel


4.5 didapatkan bahwa sebagian besar (40%)
sebanyak 16 umur bayi responden berumur 912 bulan. Sedangkan (30%) sebanyak 12
umur bayi responden berumur 5-8, dan (30%)
sebanyak 12 umur bayi responden berumur 14 bulan.
Data Khusus
a. Distrisbusi frekuensi mengenai pretest
penilaian ketrampilan pijat bayi pada
Group Experiment sebelum diberi
penyuluhan pijat bayi.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pretest Hasil
Penilaian Pijat Bayi Sebe-lum
Diberi Penyuluhan Pijat Bayi Di
Desa Geger Kecamatan Geger
Madiun Pada Tanggal 6 27
Pebruari 2014
Ketrampilan
pijat bayi

Penyuluhan

Baik
F

Cukup
F

Kurang
F

Jumlah
F

Sebelum diberi 5 25
8 40
7 35
20 100
Penyuluhan
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penilaian Ketrampilan
Pijat Bayi

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel


4.6 diatas tampak bahwa sebelum diberikan
penyuluhan ketrampilan pijat bayi (25%)
sebanyak 5 responden melakukan ketrampilan
pijat bayi dengan hasil baik. Sedangkan (40%)
sebanyak 8 responden melakukan ketrampilan
pijat bayi dengan hasil cukup, dan (35%)
sebanyak 7 responden melakukan ketrampilan
pijat bayi dengan hasil kurang.
5. Distribusi frekuensi mengenai posttest
penilaian ketrampilan pijat bayi pada
Group
Experiment
setelah
diberi
penyuluhan.

Sumber : Data Primer

42

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Posttest


Hasil Penilaian Pijat Bayi Sesudah Diberi
Penyuluhan Ketrampilan Pijat Bayi
Tanggal 3 24 Maret
Ketrampilan
pijat bayi
Penyuluhan

Baik

Cukup

f %

f %

Kurang Jumlah
f %

Sesudah diberi 15 75 3 15 2 10 20 100


Penyuluhan
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penilaian
Ketrampilan Pijat Bayi

Berdasarkan hasil penelitian pada


tabel 4.7 diatas tampak bahwa setelah
diberikan penyuluhan ketrampilan pijat bayi
sebagian besar (75%) sebanyak 15 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil baik. Sedangkan (15%) sebanyak 3
responden melakukan ketrampilan pijat bayi
dengan hasil cukup, dan (10%) sebanyak 2
responden melakukan ketrampilan pijat bayi
dengan hasil kurang.
6. Distribusi Frekuensi mengenai pretest
penilaian ketrampilan pijat bayi pada
Group Kontrol.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Pretest
Ketrampilan Pjat Bayi Group
Kontrol Di Desa Geger
Kecamatan Geger Madiun
Tanggal 3-24 Maret
Ketrampilan
pijat bayi
Penyuluhan

Baik

Cukup

f %

f %

Kurang Jumlah
f %

Tidak diberi 6 30 6 30 8 40 20 100


Penyuluhan
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penilaian
Ketrampilan Pijat Bayi

Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.8


diatas tampak bahwa pretest ketrampilan pijat
bayi (30%) sebanyak 6 responden melakukan
ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik,

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

sedangkan (30%) sebanyak 6 responden


melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil cukup, dan (40%) sebanyak 8 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil kurang.
7. Distribusi Frekuensi mengenai posttest
penilaian ketrampilan pijat bayi pada
Group Kontrol.
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Posttest
Ketrampilan Pjat Bayi Pada
Group Kontrol Di Desa Geger
Kecamatan Geger Madiun
Tanggal 3-24 Maret 2014
Ketrampilan
pijat bayi
Penyuluhan

Baik

Cukup

f %

f %

Kurang Jumlah
f %

Tidak diberi
5 25 7 35 8 40 20 100
Penyuluhan
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penilaian
Ketrampilan Pijat Bayi

Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.9


diatas tampak bahwa posttest ketrampilan
pijat bayi (25%) sebanyak 5 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil baik, sedangkan (35%) sebanyak 7
responden melakukan ketrampilan pijat bayi
dengan hasil cukup, dan (40%) sebanyak 8
responden melakukan ketrampilan pijat bayi
dengan hasil cukup.
8. Pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu
terhadap ketrampilan pijat bayi.
Tabel 4.10 Tabulasi Silang Pengaruh
Penyuluhan Pijat Bayi Pada Ibu
Terhadap Ketrampilan Pijat
Bayi Di Desa Geger
Ketrampilan
pijat bayi
Penyuluhan
Diberi
Penyuluhan
Tidak diberi
Penyuluhan

Baik

Cukup

f %

f %

Kurang Jumlah
f %

15 75

15

10

20 100

35

40

20 100

25

43

Berdasarkan hasil penelitian tabel


4.10 tabulasi silang diatas tampak sebagian
besar (75%) sebanyak 15 responden yang
diberikan penyuluhan pijat bayi melakukan
ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik,
sedangkan (15%) sebanyak 3 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil cukup, dan (10%) sebanyak 2 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil kurang. Sedangkan yang tidak diberi
penyuluhan sebanyak 5 responden (25%)
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil baik, seda dan hasilnya 50% lebih baik
ketrampilan pijat bayi dilakukan oleh ibu yang
menerima penyuluhan pijat bayi.
4. 2 Pembahasan
1. Ketrampilan Pijat Bayi Sebelum Diberi
Penyuluhan Pijat Bayi Pada Group
Eksperimen Di Desa Geger Kecamatan
Geger Madiun
Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel 4.6 diatas tampak bahwa sebelum
diberikan penyuluhan ketrampilan pijat bayi
(25%) sebanyak 5 responden melakukan
ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik.
Sedangkan (40%) sebanyak 8 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil cukup, dan (35%) sebanyak 7 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil kurang dan sebagian kecil (7,5%)
sebanyak 3 responden berpendidikan SD dan
(7,5%) sebanyak 3 responden berpendidikan
Diploma/Sarjana.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa bertambahnya umur seseorang dapat
berpengaruh pada pertambahan pengetahuan
yang
diperolenya
serta
menambah
ketrampilannya dalam melakukan suatu
tindakan.
Umur
merupakan
penentu
kematangan seorang ibu semakin tua umur ibu
maka semakin banyak pula pengalaman yang

44

diperoleh sehingga dengan usia tersebut ibu


dapat memahami pesan-pesan kesehatan yang
diberikan. Dan semakin tinggi pendidikan dan
usia dewasa seseorang atau suatu masyarakat,
maka semakin mudah dalam menyerap dan
memahami pesan kesehatan khususnya dalam
ketrampilan pijat bayi sehingga ibu dapat
melakukan pemijatan dengan benar.
Sebagai tenaga kesehatan khususnya
bidan
dalam
menyikapi
pentingnya
ketrampilan pijat bayi yang dilakukan oleh ibu
bayi sendiri, kita harus berusaha untuk
meningkatkan ketrampilan/kemampuan ibu
bayi untuk melakukan pemijatan sendiri tanpa
pergi ke dukun bayi maupun ke layanan
pemijatan lainnya. Salah satu cara untuk
meningkatkan ketrampilan pijat bayi yaitu
dengan menggunakan penyuluhan sebagai
salah satu metode tersampaikannya informasi.
Hal ini dikarenakan penyuluhan merupakan
salah satu cara pendekatan pada masyarakat
yang baik dan efektif dalam rangka
memberikan atau menyampaikan pesan
pesan atau informasi-informasi kesehatan
dengan tujuan untuk mengubah perilaku
dengan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan masyarakat yang menjadi target
atau sasaran penyuluhan.
Dari hasil penelitian responden
sesudah diberikan penyuluhan mendapatkan
peningkatan lebih baik yaitu dari 5 responden
mendapatkan hasil baik menjadi 15 responden
dengan hasil baik, dari hasik nilai cukup 8
responden mengalami penurunan menjadi 3
responden yang mendapat hasil cukup, dan
hasil kurang juga mengalami penuruan yaitu
dari 7 responden yang mendapatkan hasil
kurang menjadi 2 responden dengan hasil
kurang dari disini dapat disimpulkan bahwa
penyuluhan pijat bayi berpengaruh dalam
peningkatan ketrampilan pijat bayi ibu dan

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

menurunkan kurangnya ketrampilan pijat bayi


pada responden.
Sepanjang pengamatan yang telah
dilakukan pijat bayi belum dilakukan baik di
pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit,
Rumah Bersalin, BPM, maupun orang tua
bayi yang melakukan pijat bayi sendiri. Ini
terbukti dengan salah satu hasil penelitian
yang penulis teliti bahwa perbandingan hasil
group yang diberi penyuluhan dan tidak diberi
penyuluhan berbanding 3:1 dengan hasil 15
responden mendapatkan hasil baik sesudah
mendapatkan penyuluhan ketrampilan pijat
bayi dan 5 responden dengan hasil baik yang
tidak diberikan penyuluhan. Meskipun pijat
bayi mempunyai banyak manfaat yang besar
bagi bayi, namun kenyataanya perilaku ibu
memijat bayinya sendiri sangat kurang,
dengan alasan bayi tidak boleh dipijat,
badanya masih lemah, takut salah memijat,
dan kurangnya informasi serta penyuluhan
tentang pijat bayi.
2. Ketrampilan Pijat Bayi Pada Tahap Pretest
Dan Posttest Pada Group Kontrol Di Desa
Geger Kecamatan Geger Madiun
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.8
diatas tampak bahwa pretest ketrampilan pijat
bayi (30%) sebanyak 6 responden melakukan
ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik,
sedangkan (30%) sebanyak 6 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil cukup, dan (40%) sebanyak 8 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil kurang.
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.9
diatas tampak bahwa posttest ketrampilan
pijat bayi (25%) sebanyak 5 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil baik, sedangkan (35%) sebanyak 7
responden melakukan ketrampilan pijat bayi
dengan hasil cukup, dan (40%) sebanyak 8

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

responden melakukan ketrampilan pijat bayi


dengan hasil cukup.
Dari frekuensi hasil pretest dan
posttest group kontrol diatas dapat simpulkan
bahwa jumlah reponden yang melakukan
ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik
menurun, dari 6 responden menjadi 5
responden, dan peningkatan hasil pada nilai
cukup meningkat 1 responden, hasil ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kurangnya pengalaman melakukan pijat bayi
sendiri,
kurangnya
ketranpilan,
tidak
diberikannnya penyuluhan maupun konseling
kepada para responden.
Hasil penelitian dan pernyataan diatas
didukung dengan pendapat Azwar (2008)
bahwa pembentukan sikap dan ketrampilan
terutama
terjadi
karena
adanya
pendidikan/pelatihan,
adanya
Pengaruh
Penyuluhan Pijat Bayi Pada Ibu Terhadap
Ketrampilan Pijat Bayi Di Desa Geger
Kecamatan Geger Madiun
Berdasarkan hasil penelitian tabel
4.10 tabulasi silang diatas tampak sebagian
besar (75%) sebanyak 15 responden yang
diberikan penyuluhan pijat bayi melakukan
ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik,
sedangkan (15%) sebanyak 3 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil cukup, dan (10%) sebanyak 2 responden
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil kurang. Sedangkan yang tidak diberi
penyuluhan sebanyak 5 responden (25%)
melakukan ketrampilan pijat bayi dengan
hasil baik, seda dan hasilnya 50% lebih baik
ketrampilan pijat bayi dilakukan oleh ibu yang
menerima penyuluhan pijat bayi.
Hasil pada penelitian ini 20 responden
yang mendapatkan penyuluhan pijat bayi
(Group Experimen) sebanyak 15 responden
nilai ketrampilan pijat bayinya baik, sebanyak

45

3 responden nilai ketrampilan pijat bayinya


cukup, dan sebanyak 2 responden nilai
ketrampilan pijat bayinya kurang. Sedangkan
hasil pada penelitian 20 responden yang tidak
mendapatkan penyuluhan (Group Kontrol)
(25%) sebanyak 5 responden nilai ketrampilan
pijat bayinya baik, (35%) sebanyak 7
responden niali ketrampilan pijat bayinya
cukup, dan (40%) sebanyak 8 responden nilai
ketrampilan pijat bayinya kurang. Hal ini
menunjukkan bahwa sebelum diberikan
penyuluhan pada group experiment para
responden mempunyai ketrampilan pijat bayi
yang kurang dan pada group experiment
ysesudah
diberikan
penyuluhan
para
responden mendapatkan ketrampilan pijat
bayinya lebih baik dan jumlah responden yang
melakukan dengan nilai baik lebih banyak
dibandingkan dengan responden yang tidak
mendapakan penyuluhan.
Ini terbukti dengan salah satu hasil
penelitian yang penulis teliti bahwa
perbandingan hasil group yang diberi
penyuluhan dan tidak diberi penyuluhan
berbanding 3:1 dengan hasil 15 responden
mendapatkan hasil baik sesudah mendapatkan
penyuluhan ketrampilan pijat bayi dan 5
responden dengan hasil baik yang tidak
diberikan penyuluhan. Serta fakta yang dapat
dilihat bahwa pada group experiment sesudah
diberikan penyuluhan mengalami peningkatan
hasil ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik
sebnayak 3 x lipat yaitu dari 5 responden
menjadi 15 responden, sedangkan group
kontrol yang tidak diberikan penyuluhan
mendapatkan penurunan hasil pretest dan
posttest 1 responden yaitu hasil prestest ada 6
responden yang mendapatkan hasil baik dan
hasil sesudah posttet turun menjadi 5
responden yang mendapatkan hasil baik.

46

Ibu yang mendapat penyuluhan


tentang pijat bayi mempunyai ketrampilan,
pengetahuan yang lebih baik, dan para
responden ini merasa memiliki ikatan
emosional yang lebih baik dengan bayi
mereka serta beberapa ibu menyatakan bahwa
bayi yang menerima pijatan dari ibu mereka
juga cenderung lebih sedikit menangis, lebih
aktif, dan pemenuhan asupan ASI/susu
formula lebih meningkat.
Pernyataan peneliti diatas di dukung
oleh Penelitian yang di lakukan oleh Dasuki
(2000)
berjudul
pijat
bayi
untuk
meningkatkan asupan ASI bayi umur 4 bulan,
didapatkan hasil bahwa ada pengaruh pijat
bayi terhadap asupan ASI yang signifikan,
yaitu asupan ASI bayi yang dipijat lebih besar
dari pada bayi yang tidak dipijat. Dewasa ini
penelitian di Australia membuktikan bahwa
bayi yang dipijat oleh orangtuanya akan
mempunyai kecenderungan peningkatan berat
badan, hubungan tingkat emosional, dan
sosial yang lebih baik (Roesli, 2001).
Sedangkan menurut Kutner (2008)
dan Beider (2007) bahwa bayi yang menerima
pijat secara teratur juga mendapat tidur lebih
baik, mengurangi masalah kembung perut
atau kolik, dan memiliki kesadaran tubuh
yang lebih baik serta pencernaan lebih teratur
Studi lain menunjukkan bahwa pijat memiliki
efek menguntungkan pada rasa sakit langsung
dan suasana hati di antara pasien dengan
kanker tingkat lanjut.
Pembahasan yang telah dikemukakan
diatas dapat memberikan gambaran kepada
kita seorang bidan dan petugas kesehatan
bahwa pijat bayi sangatlah penting dilakukan
oleh ibu bayi sendiri, serta pencapaian
ketrampilan pijat bayi yang baik dapat diasah
bila ibu bayi mendapatkan pelayanan
kesehatan salah satunya penyuluhan tentang

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

pijat bayi. Pijat bayi mempunyai manfaat


yang begitu banyak dan bermanfaat untuk
bayi maupun ibu/orang tua bayi itu sendiri.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan disajikan
kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
tentang Pengaruh Penyuluhan Pijat Bayi
Pada Ibu Terhadap Ketrampilan Pijat Bayi Di
Desa Geger Kecamatan Geger Madiun.
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ketrampilan pijat
bayi mulai tanggal 6 pebruari 2013 sampai 24
maret 2013 dari 40 responden yang
mempunyai bayi usia 1-12 bulan dan
pembahasan yang telah dilakukan maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut
1. Pretest ketrampilan pijat bayi berdasarkan
pengaruh penyuluhan pijat bayi pada ibu
terhadap ketrampilan pijat bayi pada
group
experiment
sebelum diberi
penyuluhan sebagian besar (25%)
sebanyak
5
responden
memiliki
ketrampilan baik, dan pada group kontrol
yang tidak diberi penyuluhan sebagian
besar (30%) sebanyak 6 responden
memiliki ketrampilan baik.
2. Posttest
ketrampilan
pijat
bayi
berdasarkan pengaruh penyuluhan pijat
bayi pada ibu terhadap ketrampilan pijat
bayi pada group experimen setelah diberi
penyuluhan sebagian besar (75%)
sebanyak
15
responden
memiliki
ketrampilan pijat bayi baik, dan pada
group kontrol yang tidak diberi
penyuluhan sebagian besar (25%)
sebanyak
5
responden
memiliki
ketrampilan pijat bayi baik.
3. Perbandingan hasil penilaian ketrampilan
pijat bayi hasilnya lebih baik dilakukan
oleh group experiment yang mendapatkan

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

penyuluhan ketrampilan pijat bayi dari


pada group kontrol yang tidak
mendapatkan penyuluhan ketrampilan
pijat bayi dan kesimpulan penelitian ini
ada pengaruh penyuluhan pijat bayi pada
ibu terhadap ketrampilan pijat bayi.
5.2 Saran
Setelah dilakukan penelitian pengaruh
penyuluhan pijat bayi pada ibu terhadap
ketrampilan pijat bayi di desa krompol bringin
ngawi dan dengan hasil serta keterbatasan
yang dimiliki peneliti, maka peneliti
mengajukan saran sebagai berikut
1. Bagi Ibu Bayi
Bagi ibu bayi yang mempunyai bayi uasi
1-12 bulan hendaknya memijat bayinya
sendiri sesuai anjuran dan pengetahuan
yang telah diberikan oleh tenaga
kesehatan khususnya bidan dengan
mengikuti petunjuk yang telah diberikan
dan dengan tidak mengacuhkan apa yang
telah diberikan petugas serta lebih
kooperatif karena penting untuk kondisi
kesehatan bayi ibu dan mengingat
pentingnya stimulasi pijatan untuk
perkembangan dan pertumbuhan bayi.
2. Untuk Peneliti Selanjutnya
Diharapkan
penelitian
ini
dapat
diguanakan sebagi data awal untuk
melakukan penelitian selanjutnya serta
referensi karya tulis ilmiah yang
berhubungan dengan pijat bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2009). Manajemen Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta
Astuti, Puji (2012). Pengaruh Keteraturan
Pijat Bayi Terhadap Lama Jam Tidur
Pada Bayi Usia 1-12 Bulan Di Dusun
Poncol Kabupaten Magetan. Karya
Tulis Ilmiah. STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun

47

Budiarto, E. (2001). Biostatistika Untuk


Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC
Dasuki,
2010.
Data
Pijat
Bayi.
http//www.google.com
Dewi, Marisa. 2009. Gambaran Pelaksanaan
Pijat Bayi Oleh Dukun Bayi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kasihan 1. Karya Tulis
Ilmiah. UMY.
Dewi, S. (2012). Pijat Dan Asupan Gizi Tepat
Untuk Meningkatkan Tumbuh Kembang
Anak. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Harun, C (2012). Step By Step Menyusun
Proposal Dan Laporan Penelitian.
Ponorogo: STIKES Bhakti Husada Mulia
Madiun.
Hidayat, A. (2010). Metode Penelitian
Kebidanan Dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
_______.
(2003).
Metode
Penelitian
Kebidanan Dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Maharani, Sabrina, (2009). Pijat Dan Senam
Sehat Untuk Bayi. Jogjakarta: Kata Hati.
Munajaya, A. A. Gde, Manajemen Kesehatan
Edisi 2, Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
2004
Notoatmodjo,
S.
(2010).
Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta
_______. (2003). Pendidikan Dan Perilaku
Kesehatan. Cetakan Kedua. Rineka
Cipta. Jakarta
Nova Kurnia, S. (2009). Menghindari
Gangguan Saat Melahirkan &
Panduan Bayi. Yogyakarta: Panji
Pustaka
Nur, Fausi. (2012) Tentang Hubungan
Persepsi Dengan Prilaku Ibu Terhadap
Pijat Bayi Di Desa Kwangsen Jiwan
Madiun. Karya Tulis Ilmiah. STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun
Nursalam, (2003). Konsep Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan Edisi Kedua. Jakarta:
Salemba Medika
Purnamasari, D. (2011). Panduan Pijat
Praktis Balita Anda Agar Cerdas Dan
Sehat. Yogyakarta. Pustaka Solomon
Riksani, R. (2012). Cara Mudah & Aman
Pijat Bayi. Jakarta: Dunia Sehat

48

Saryono, A (2010). Metodologi Penelitian


Kebidanan DIII, DIV, S1, Dan S2.
Yogyakarta: Nuha Medika
Sugiyono. (2006). Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: CV. Alfabet
Roesli, U. (2008). Pedoman Pijat Bayi
Prematur & Bayi Usia 0-3 Bulan.
Jakarta: Trubus Agriwidya
http://proposal.unimus.ac.id/files/disk1/1
02/jtptunimus-gdl-leilanisya-50853-bab2.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/
105/jtptunimus-gdl-leilanisya5085-3 bab2.pdf
http://proposal-skripsi-kesehatanmasyarakat.com/2011/10/pijat-bayi-html

Pengaruh Penyuluhan Pada Ibu

HUBUNGAN PREEKLAMPSIA TERHADAP KEJADIAN ASFIKSIA


PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD KOTA MADIUN
ABSTRAK
Sunarsih
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur
setelah lahir. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia pada BBL salah satunya
adalah faktor preeklampsia pada ibu hamil. Ibu hamil yang preeklampsia dapat menyebabkan hipoksia
janin dalam uterus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan preeklampsia terhadap
kejadia asfiksia pada BBL.
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan retrospektif. Populasi
dalam penelitian ini adalah bayi yang dilahirkan sebanyak 65 bayi. Tehnik pengambilan sampel
dengan tehnik purposive sampling yaitu sebanyak 56 bayi di RSUD Kota Madiun. Untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel tersebut dengan menggunakan chi square dengan 0,05 df=1.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 16 responden yang mengalami preeklampsia yang
bayinya mengalami asfiksia sebanyak 9 bayi (56,25%) dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 7
bayi (43,75%). Sedangkan dari 40 responden yang tidak mengalami preeklampsia yang bayinya
mengalami asfiksia sebanyak 19 bayi (47,5%) dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 21 bayi
(52,5%). Dari hasil uji statistik diperoleh X hitung sebesar 0,0362 lebih kecil dari X tabel sebesar
3,841 dengan 0,05 df=1.
Berdasarkan poladata yang diperoleh peneliti maka peneliti menyimpulkan bahwa ada
hubungan antara preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada BBL, walaupun secara statistik tidak
bermakna. Saran dari penelitian ini ialah pemberian pendidikan kesehatan untuk ibu hamil serta peran
bidan pada saat ante natal care perlu ditingkatkan agar komplikasi apapun dapat dicegah dan dideteksi
lebih dini.

Kata kunci : preeklampsia, kejadian asfiksia

Hubungan Preeklampsia Terhadap...

49

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Preeklampsia ialah hipertensi yang
timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
proteinuria. Preeklampsia merupakan salah
satu penyebab mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Sedangkan asfiksia ialah keadaan
dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir.
(Saifuddin, 2009).
Menurut WHO di seluruh dunia
terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa
pertahun salah satunya adalah preeklampsia,
angka kejadian preeklampsia diperkirakan
sekitar 65.000 wanita (12%) dan merupakan
penyebab
utama
kematian
maternal.
Berdasarkan menurut Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2011
kejadian preeklampsia di Indonesia sebesar
23% dan merupakan salah satu penyebab
kematian terbesar maternal kedua setelah
perdarahan. Sedangkan prosentase penyebab
kematian ibu di jawa timur tahun 2011 karena
preeklampsia mencapai 27,7%. (DINKES
JATIM, 2011). Sedangkan angka kematian
bayi menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira
3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir
mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini
kemudian meninggal. Di Indonesia, dari
seluruh kematian bayi, sebanyak 57%
meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1
bulan). Penyebab kematian BBL di Indonesia
diantaranya asfiksia (27%), BBLR (29%).
(Asuhan
Persalinan
Normal,
2008).
Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2009,
menyebutkan data kematian bayi di Jawa
Timur disebabkan oleh asfiksi neonatorum
23,13%, prematur 21,3%, BBLR 16,4%,
infeksi 9,2%, kelainan kongenetal 4,6%.
Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD
Kota Madiun didapatkan data mulai dari bulan

50

Januari September 2013 terdapat 72 ibu


preeklampsia dari 582 ibu bersalin (12,4%).
Sedangkan jumlah kasus bayi yang
mengalami asfiksia neonatorum adalah
sejumlah 197 kasus dari 582 persalinan
(33,8%).
Berbagai upaya yang aman dan efektif
untuk mencegah dan mengatasi penyebab
utama kejadian preeklampsia serta mencegah
kejadian asfiksia pada bayi adalah pelayanan
antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan
normal atau dasar dan pelayanan kesehatan
neonatal oleh tenaga profesional.
Berdasarkan uraian dalam latar
belakang masalah di atas, maka penulis
tertarik untuk mengambil judul Hubungan
preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada
BBL di RSUD Kota Madiun.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar
belakang diatas maka permasalahan penelitian
adalah Adakah hubungan antara preeklampsia
terhadap kejadian asfiksia pada bayi baru lahir
khususnya di RSUD Kota Madiun.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk
mengetahui
hubungan
preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada
bayi baru lahir di RSUD Kota Madiun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi
kejadian
preeklampsia di RSUD Kota
Madiun.
1.3.2.2 Mengidentifikasi
kejadian
asfiksia pada bayi baru lahir di
RSUD Kota Madiun.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan antara
kejadian preeklampsia terhadap
kejadian asfiksia pada bayi baru
lahir di RSUD Kota Madiun.

Hubungan Preeklampsia Terhadap...

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi institusi STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun.
Menambah bahan kepustakaan dan
menambah
informasi
mengenai
hubungan
preeklampsia
terhadap
asfiksia pada bayi baru lahir.
1.4.2 Bagi peneliti.
Dapat menambah hal-hal apa saja yang
diteliti sehingga digunakan sebagai
referensi untuk penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Preeklampsia
2.1.1 Pengertian Preeklampsia
Preeklampsia merupakan kesatuan
penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan. Definisi preeklampsia adalah
hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. Gejala
ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila
terjadi penyakit trofoblastik ( Wibowo dan
Rachimhadi, 2006).
Preeklampsia merupakan suatu sindrom
spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi
pada organ-organ akibat vasospasme dan
aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda
yang penting dari preeklampsia (William,
2005). Menurut Cunningham, F.Gery (2006),
preeklampsia
adalah keadaan dimana
hipertensi disertai proteinuria, edema atau
keduanya,yang terjadi akibat kehamilan
setelah minggu ke-20, atau kadang-kadang
timbul lebih awal bila terdapat perubahan
hidatidiformis yang luas pada vili khorialis.
Preeklampsia merupakan penyulit
kehamilan yang ditimbulkan oleh kehamilan
itu sendiri. Preeklampsia yang masih ringan
hanya menunjukkan gejala hipertensi yaitu
adanya kenaikan tekanan darah diastolik >90-

Hubungan Preeklampsia Terhadap...

110 mmHg dalam 2 pengukuran berjarak 1


jam pada kehamilan >20 minggu. Dengan
disertai proteinuria 1+. Preeklampsia berat
dapat diketahui dengan adanya kenaikan
tekanan
darah
diastolik
>110mmHg,
proteinuria 2+, oliguria, hiperefleksia,
gangguan penglihatan dan nyeri epigastrium.
(Salmah, 2006)
2.1.2 Etiologi Preeklampsia
Penyebab
preeklampsia
sampai
sekarang belum diketahui secara pasti.
Banyak teori yang menerangkan namun
belum dapat memberi jawaban yang
memuaskan. Teori yang dewasa ini banyak
dikemukakan adalah iskemia plasenta. Namun
teori ini tidak dapat menerangkan semua hal
yang berkaitan dengan kondisi ini. Hal ini
disebabkan karena banyaknya faktor yang
menyebabkan
terjadinya
preeklampsia
(Wibowo dan Rachimhadi, 2006).
Etiologi penyakit ini sampai saat ini
belum diketahui dengan pasti. Banyak teoriteori dikemukakan para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu
disebut penyakit teori. Namun belum ada
yang memberikan jawaban yang memuaskan.
Teori yang sekarang ini dipakai sebagai
penyebab preeklampsia adalah teori iskemia
plasenta. Namun teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan
dengan penyakit ini. Rupanya tidak hanya
satu faktor yang menyebabkan preeklampsia.
Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering
kali sukar ditentukan mana yang sebab dan
mana yang akibat (Winkjosastro, 2007).
2.2 KONSEP ASFIKSIA NEONATORUM
2.2.1 Definisi
Asfiksi neonatorum ialah keadaan
dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal
ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam

51

uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan


faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
(Wiknjosastro, 2007).
Akibat-akibat asfiksi akan bertambah
buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang
akan dikerjakan pada bayi yang bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul. Untuk
mendapatkan hasil yang
memuaskan,
beberapa
faktor
perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi bayi
dengan asfiksia. Faktor-faktor tersebut ialah:
1) etiologi dan faktor predisposisi; 2)
gangguan homeostatis; 3) diagnosis asfiksia
bayi; dan 4) resusitasi. ( Wiknjosastro, 2007)

Hipotesis
H1: Ada hubungan preeklampsia terhadap
kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di
RSUD Kota Madiun.

1.3 Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai
sebagai landasan berfikir dalam kegiatan ilmu
(Nursalam, 2007).

3.2 Identifikasi Variabel Penelitian


Variabel adalah ukuran atau ciri yang
dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok
yang berbeda dengan yang dimiliki oleh
kelompok lain (Saryono, 2008).
Variabel bebas (independent) adalah
variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel terikat, jadi variabel
bebas adalah variabel yang mempengaruhi
(Sugiyono, 2012). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah kejadian preeklampsia.
Variabel terikat (dependent) adalah
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas
(Sugiyono, 2012). Variabel terikat pada
penelitian ini adalah kejadian asfiksia pada
BBL.

Faktor ibu :
1. Preeklampsi
2. aPerdaraham

Faktor yang
mempengaruhi
asfiksia :
Faktor janin :
1. Gangguan
aliran darah
2. Depresi
pernapasan
3. Perdarahan
intrakranial
4. Prematur
5. Mekoneum
6. Kelainan tali
pusat

abnormal

3. Partus lama
atau macet
4. Demam
selama
persalinan
5. Kehamilan
post matur

BBL dengan
asfiksia

Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan


preeklampsia dengan kejadian asfiksia

52

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Desain penelitian adalah suatu strategi
untuk mencapai tujuan penelitian yang telah
ditetapkan dan berperan sebagai pedoman
atau penuntun peneliti pada seluruh proses
peneliti (Nursalam, 2008). Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian analitik,
penelitian analitik yaitu penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo,
2010).

3.4 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah definisi
berdasarkan karakteristik yang diamati dari
sesuatu yang didefinisikan tersebut. Variabel
yang telah didefinisikan perlu dijelaskan
secara operasional, sebab setiap istilah

Hubungan Preeklampsia Terhadap...

(variabel) dapat diartikan secara berbeda-beda


oleh orang lain (Nursalam, 2011).
Tabel 3.1 Definisi operasional kejadian
preeklampsia dengan kejadian asfiksia pada
BBL di RSUD Kota Madiun.
Variabel
Variabel
independet:
kejadian
preeklampsia

Variabel
dependent:
kejadian
asfiksia
pada BBL

Definisi
operasional
Hipertensi
disertai
proteinuri
a dan
edema
setelah
usia
kehamilan
20
minggu.
Hasil
penilaian
pada bayi
baru lahir
berdasark
an nilai
APGAR

Parameter

Alat ukur

Skala

Kode

Tekanan
darah
140/90
mmHg,
proteinuria +,
terlihat edema
pada wajah,
jari tangan,
dan kaki

Lembar
isian
dengan
data
sekunder

nominal

1 ibu
preeklam
psia/ekla
msi
0 ibu
tidak
preeklam
p-sia

APGAR < 7
asfiksia, 7
tidak asfiksia

Lembar
isian
dengan
data
sekunder

nominal

1 bayi
asfiksia
0 bayi
tidak
asfiksia

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua bayi yang dilahirkan di RSUD Kota
Madiun rata-rata sebanyak 65 bayi/bulan.
3.5.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah sebagian
bayi yang dilahirkan di RSUD Kota Madiun
pada bulan Januari Maret 2014 sebanyak 56
orang
3.5.3 Sampling
Dalam penelitian ini menggunakan jenis
nonprobability sampling dengan teknik
purposive sampling yaitu suatu teknik
penetapan sampel dengan yang dikehendaki
peneliti. (Notoatmodjo, 2010)
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
pengumpulan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya baik (cermat, penelitian
ini digunakan data yang diperoleh dari rekam
medik di RSUD Kota Madiun.

Hubungan Preeklampsia Terhadap...

3.7 Waktu dan tempat penelitian


3.7.1 Waktu penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada
bulan September - Maret 2014.
3.7.2 Tempat penelitian
Tempat penelitian yang digunakan
adalah RSUD Kota Madiun.
3.8.3 Rencana analisa data
3.8.3.1 Analisa Univariat
Analisa univariat ini digunakan untuk
menjelaskan
atau
mendiskripsikan
karakteristik setiap variabel hasil penelitian,
penyajiannya dalam bentuk distribusi
frekuensi dan presentase dari tiap variabel.
Untuk
variabel
preeklampsia
dengan
mengklasifikasikan data ibu yang mengalami
preeklampsia bayi yang dilahirkan mengalami
asfiksia. Sedangkan untuk data bayi asfiksia
dengan mengklasifikasikan dari data bayi
asfiksia dengan menggunakan lembar
observasi.
Adapun rumusnya sebagai berikut :

3.8.3.2 Analisis bivariat


Analisa bivariat digunakan untuk
melihat hubungan antara variabel bebas
(kejadian preeklampsia) dengan variabel
terikat (asfiksia pada BBL). Uji hipotesis pada
penelitian ini menggunakan Chi-square.
Untuk
memenuhi
hubungan
preeklampsia dengan kejadian asfiksia pada
BBL maka digunakan uji Chi Square dengan
taraf signifikansi 0,05 dengan langkahlangkah sebagai berikut :
1. Membuat tabel kontingensi
2. Mencari frekuensi harapan (fh) masingmasing sel dengan rumus :

53

3. Menentukan derajat kebebasan untuk Chi


Square
Dk = (R-1) (C-1)
4. Mencari

dengan rumus

5. Menentukan taraf signifikansi


Suatu
hubungan
signifikan bila

melebihi angka yang terdapat dalam tabel.


Dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan tingkat kesalahan 5% atau
signifikansi 0,05.
hitung >

Ho diterima bila nilai

tabel.

hitung

tabel.
6. Menentukan koefisien kontingensi
Setelah dilakukan adanya hubungan
antara kedua variabel maka perlu
diketahui bagaimana keeratan hubungan
kedua variabel tersebut,
yaitu dengan rumus :

Keterangan :
KK : koefisien kontingensi
chi kuadrat
: jumlah yang diobservasi (Budiarto,
2002)
7. Menurut
Sugiyono
(2012)
untuk
memberikan
interpretasi
koefisien
korelasi antara dua variabel, maka
digunakan pedoman sebagai berikut:
Korelasi (C)
0,00-0,199
0,20-0,399
0,40-0.599
0,60-0,799
0,80-1,000

54

Tingkat hubungan
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat kuat

Preeklampsia

dikatakan

adalah sama atau

Ho ditolak bila nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN


4..1 Hubungan preeklampsia terhadap
kejadian asfiksia pada
BBL
Tabel 4..1 Tabulasi silang hubungan
preeklampsia terhadap kejadian asfiksia pada
bayi baru lahir di RSUD Kota Madiun

Asfiksia
Tidak
asfiksia
Jumlah

F
9
7

%
16
12,5

16

28,6

Tdk
preeklampsia
F
%
19
34
21
37,5
40

71,4

Jumlah
F
28
28

%
50
50

56

100

Data diambil Januari maret 2014, di ruang


Perinatologi RSUD Kota Madiun
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa
dari 28 bayi yang mengalami asfiksia yang
dilahirkan oleh ibu yang mengalami
preeklampsia sebanyak 9 bayi (16%) dan yang
dilahirkan oleh ibu yang tidak mengalami
preeklampsia sebanyak 19 bayi (34%).
Sedangkan dari 28 bayi yang tidak mengalami
asfiksia yang dilahirkan oleh ibu yang
mengalami preeklampsia sebanyak 7 bayi
(12,5%) dan yang dilahirkan oleh ibu yang
tidak mengalami preeklampsia sebanyak 21
bayi (37,5%).
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa
hasil uji chi square didapat x hitung sebesar
0,0362 dengan 0,05 dan df = 1 dan x tabel
3,841 maka x hitung < x tabel sehingga H
diterima

ditolak

artinya

tidak

ada

hubungan antara preeklampsia dengan


kejadian asfiksia di RSUD Kota Madiun.
4.2 Hubungan Preeklampsia dengan Kejadian
Asfiksia di RSUD Kota Madiun.
Dari data tabel 4.5 dapat diketahui
bahwa dari 28 bayi yang mengalami asfiksia
yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami
preeklampsia sebanyak 9 bayi (16%) dan yang
dilahirkan oleh ibu yang tidak mengalami

Hubungan Preeklampsia Terhadap...

preeklampsia sebanyak 19 bayi (34%).


Sedangkan dari 28 bayi yang tidak mengalami
asfiksia yang dilahirkan oleh ibu yang
mengalami preeklampsia sebanyak 7 bayi
(12,5%) dan yang dilahirkan oleh ibu yang
tidak mengalami preeklampsia sebanyak 21
bayi (37,5%).
Pada preeklampsia akan terjadi spasmus
arteriola spiralis desidua yang mengakibatkan
menurunnya aliran darah ke plasenta sehingga
terjadi gangguan fungsi plasenta. Pada
hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin
terganggu, pada hipertensi yang lebih pendek
bisa terjadi gawat janin karena kekurangan
oksigenasi, yang akan menyebabkan bayi lahir
dengan asfiksia. (Winkjosastro, 2007).
Asfiksia adalah penyebab utama kematian dan
morbiditas neonatus.
Adapun
faktor
yang
dapat
mengakibatkan asfiksia pertama keadaan ibu
seperti
preeklampsia
dan
eklamsia,
perdarahan, partus lama atau macet. Kedua
keadaan tali pusat seperti lilitan tali pusat, tali
pusat pendek. Ketiga keadaan bayi seperti
bayi prematur, persalinan sulit, air ketuban
bercampur mekonium (Winkjosastro, 2008).
Berdasarkan teori dan fakta serta hasil
dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti,
peneliti menyimpulkan bahwa hasil tidak ada
hubungan antara preeklampsia terhadap
kejadian asfiksia pada BBL merupakan
kesimpulan
sementara
karena
hanya
ditemukan 16 responden bayi yang dilahirkan
oleh ibu dengan preeklampsia dalam waktu 3
bulan.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dengan sampel 56 responden dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :

Hubungan Preeklampsia Terhadap...

5.1.1 Jumlah ibu yang melahirkan di RSUD


Kota Madiun ibu dengan preeklampsia
sebanyak 16 orang (28,6%).
5.1.2 Jumlah bayi asfiksia dari ibu dengan
preeklampsia di RSUD Kota Madiun
sebanyak 9 bayi (56,25%).
5.1.3 Ibu dengan preeklmapsia cenderung
melahirkan bayi asfiksia, walaupun
secara statistik tidak bermakna.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi RSUD Kota Madiun
Diharapkan
dapat
memberikan
informasi kontribusi pada tempat penelitian
sehingga bidan dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan seperti resusitasi
penatalaksanaan
bayi
asfiksia
dapat
diterapkan dengan baik sesuai dengan teori
yang telah dipelajari.
5.2.2 Bagi
Institusi
Pendidikan
DIII
Kebidanan
Diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi institusi khususnya STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun sebagai masukan dan
menambah referensi tentang preeklampsia
dengan kejadian asfiksia.
.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Eko. 2002. Metodologi Penelitian
Kedokteran.
Jakarta
:
Sebuah
Pengantar.
Cunningham F.G., 2006. Obstetri William.
Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Bagus. Gde., 2010. Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan, Jakarta : EGC.
Mitayani. 2010. Mengenal Bayi Baru Lahir
dan Penatalaksanaanya. Padang :
Praninta Offset.
Notoadmojo.2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam.
2008.
Pendidikan
Dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

55

. 2007. Konsep dan Penerapan


Teknologi Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan.
Jakarta:
Salemba
Medika.
Saifuddin A.B., 2009.Buku Acuan Nasional
Pealayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Santjaka,
Aris.2011.
Statistik
Untuk
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Saryono.2008.Metodologi
Penelitian
Kesehatan Penuntun Praktis Bagi
Penulis. Yogyakarta:Mitra Cendekia
Press.
Sugiyono.
2012.
Metode
Penelitian
Pendidikan Kuantitatif Dan Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan.
Jakarta: EGC Sugiyono. 2010. Metode
Penelitian
Pendidikan.
Bandung:
Alfabeta.
Winkjosastro
H.
2007.
Ilmu
Kandungan.Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka.
. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka.

56

Hubungan Preeklampsia Terhadap...

HUBUNGAN SANITASI RUMAH TERHADAP SUSPEK PENDERITA TB PARU


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT
KECAMATAN JIWAN KABUPATEN MADIUN
TAHUN 2013

ABSTRAK

Retno Widiarini, S.KM., M.Kes.


Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usahausaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi tidak hanya mencakup sanitasi dasar seperti
jamban, penyediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, dan saluran air limbah saja, namun juga
meliputi ventilasi, kelembaban udara, kepadatan hunian. Sanitasi juga memungkinkan resiko
terjadinya penyebaran penyakit, salah satunya penyakit Tuberculosis Paru. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji hubungan sanitasi rumah terhadap suspek penderita TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun tahun 2013.
Metode penelitian ini menggunakan metode kasus kontrol, dari populasi semua suspek penderita TB
paru yang tercatat di Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun dalam bulan
Januari sampai dengan bulan Mei 2013 sebanyak 41 pasang, dan jumlah sampel sebanyak 37 pasang
responden. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Adapun uji yang
digunakan adalah chi square pada =0,05 dilanjutkan dengan menghitung odds ratio.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37 responden suspek TB Paru yaitu terdapat 29 responden
(78,4%) dengan sanitasi rumah yang tidak memenuhi standar serta 8 responden (21,6%) dengan
sanitasi rumah yang memenuhi standar.
Penelitian ini menunjukkan ada hubungan sanitasi rumah terhadap suspek penderita TB Paru di
wilayah kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun. Disarankan perlu adanya
penelitian lebih lanjut dengan variabel yang berbeda dan menggunakan sampel yang lebih banyak dan
penyuluhan untuk peningkatan pengetahuan masyarakat tentang sanitasi rumah khususnya suspek
penderita TB Paru.
Kata Kunci : Sanitasi Rumah, Suspek Tuberculosis Paru

Hubungan Sanitasi Rumah....

57

PENDAHULUAN
Perserikatan Bangsa - Bangsa telah
menetapkan 2008 sebagai Tahun sanitasi
Internasional. PBB menganggap sanitasi vital
untuk kesehatan, berpengaruh pada aspek
ekonomi karena sanitasi yang lebih baik
berdampak
positif
pada
pengurangan
kemiskinan, sanitasi berkontribusi positif pada
pembangunan sosial, mengurangi penyakit,
meningkatkan gizi anak, serta meningkatkan
produktifitas kerja orang dewasa.
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan
penyakit yang menitikberatkan kegiatannya
kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan
hidup manusia. Sanitasi tidak hanya
mencakup sanitasi dasar seperti jamban,
penyediaan air bersih, tempat pembuangan
sampah, dan saluran air limbah saja, namun
juga meliputi ventilasi, kelembaban udara,
kepadatan hunian dll. Dengan terjaganya
kondisi sanitasi terutama dirumah kita maka
kemungkinan resiko terjadinya penyebaran
penyakit dapat dicegah.
Pengaruh lingkungan terhadap status
kesehatan manusia telah diakui seluruh ahli
kesehatan yang menyatakan bahwa sehat dan
sakit berkenaan dengan interaksi timbal balik
antara tiga komponen yaitu lingkungan
(environment), penjamu (host), bibit penyakit
(agent). Hal ini sesuai dengan teori John
Gordon yang menyatakan bahwa derajat
kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor
tersebut.
Penyakit TB disebabkan oleh kuman /
bakteri mycobacterium tuberculosis. Kuman
ini pada umumnya menyerang paru - paru dan
sebagian lagi dapat menyerang diluar paru paru seperti kelenjar getah bening, kulit, usus
/ saluran pencernaan, selaput otak, dan
sebagainya. Menurut data yang diperoleh dari
WHO penyakit TB merupakan salah satu

58

masalah yang besar bagi negara berkembang


termasuk Indonesia, karena diperkirakan 95%
penderita TB berada dinegara berkembang,
dan 75% dari penderita TB tersebut adalah
kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Madiun angka kejadian suspek
tuberkulosis meningkat, tercatat dari tahun
2011 mencapai 563 suspek penderita TB paru
dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan
23,6% menjadi 912 suspek TB paru.
Di
wilayah
kerja
Puskesmas
Klagenserut, saat ini jumlah suspek penderita
TB paru yang menjalani program pengobatan
tiap tahun cenderung meningkat sebesar 20%
yaitu tahun 2011 tercatat 56 suspek penderita
TB paru, tahun 2012 menjadi 84 suspek
penderita TB paru dan pada bulan Januari
sampai dengan bulan Mei 2013 tercatat 41
suspek penderita TB. Sehingga dari data
tersebut maka masalah dalam penelitian ini
adalah meningkatnya suspek penderita TB
paru di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut
Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun.
Setelah melakukan pengamatan sanitasi
rumah di wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten
Madiun sebagian rumah tersebut kurang
memenuhi syarat kesehatan antara lain
ventilasi yang kurang, tidak ada genteng kaca,
dimungkinkan kondisi rumah pencahayaan
kurang dan lembab.
Tujuan penelitian ini adalah Menguji
hubungan sanitasi rumah terhadap suspek
penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten
Madiun bulan Juni tahun 2013.
Adapun manfaat dari penelitian ini
diantaranya Sebagai sumber informasi
tambahan bagi
puskesmas
khususnya
Puskesmas
Klagenserut,
juga

Hubungan Sanitasi Rumah....

memprioritaskan sanitasi rumah suspek


penderita TB Paru menjadi upaya preventif
untuk menangani penyebaran penyakit TB
Paru di masyarakat serta dapat dijadikan
sebagai
referensi
untuk
melengkapi
kepustakaan yang berkenaan dengan suspek
penyakit TB paru oleh mahasiswa program
studi kesehatan masyarakat.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan
adalah case control. Populasi dalam penelitian
ini adalah semua suspek penderita TB Paru
beserta pasien penderita batuk yang tercatat di
Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan
Kabupaten Madiun pada bulan Januari sampai
dengan bulan Mei 2013. Sampel untuk
masing-masing kelompok kasus dan kontrol
sebanyak 37 orang.
Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah simple random sampling
(pengambian sampel secara random / acak).
Adapun instrumen penelitian yang
digunakan diantaranya:
1. Luxmeter
2. Hygrometer
3. Rollmeter
4. Check list
Kerangka Kerja Penelitian
Populasi:
Populasi kasus + populasi kontrol : suspek + yang bukan
suspek penderita TB paru yang tercatat di Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun pada
bulan Januari Mei 2013

Teknik sampling:
Simple random sampling

Sampel:
sampel kasus dan sampel kontrol masing-masing 37
orang suspek/bukan suspek yang tercatat di Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun pada
bulan Januari Mei 2013

Variabel Penelitian
1) Variabel Terikat (Dependen Variable)
Yaitu variabel yang terpengaruh akibat
dari variabel bebas yang ada dalam
penelitian.
Variabel
terikat
dalam
penelitian ini adalah suspek penderita TB
paru.
2) Variabel Bebas (Independen Variable)
Yaitu variabel yang mempengaruhi
variabel lain dan menjadi sebab munculnya
variabel lain. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah sanitasi rumah dalam
hal ini pencahayaan alami, kelembaban,
ventilasi dan kepadatan hunian.
Definisi Operasional

1. Suspek penderita TB paru,


Definisi : Setiap orang yang datang ke
UPK dengan gejala batuk lebih dari 2
minggu, batuk bercampur darah, sesak
napas dan berat badan menurun menjadi
semakin kurus.
Alat ukur : Hasil Pemeriksaan Puskesmas
Skor : 0 = Suspek TB Paru, 1 = Tidak
suspek TB Paru

2. Sanitasi rumah,
Definisi : Usaha kesehatan masyarakat
yang menitikberatkan pada penguasaan
terhadap berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan antara
lain pencahayaan alami, kelembaban,
ventilasi dan kepadatan hunian
Alat ukur : Check list
Skor : 0 = TMS <50%, 1 = MS 50%
a. Pencahayaan alami,
Definisi : Penerangan rumah secara alami
oleh sinar matahari untuk mengurangi
kelembaban
Alat ukur : Luxmeter
Skor : 0 = TMS <60 atau >120 lux dan 1 =
MS 60 lux - 120 lux

Pengumpulan data :
Pengukuran, check list

Hubungan Sanitasi Rumah....

59

b. Kelembaban,
Definisi : Kandungan uap air yang dapat
dipengaruhi oleh sirkulasi udara dalam
rumah dan pencahayaan yang masuk
dalam rumah.
Alat ukur : Hygrometer
Skor : 0 = TMS <40% atau >60% dan 1 =
MS 40% - 60%
c. Ventilasi,
Definisi : Lubang angin untuk proses
pergantian udara segar ke dalam dan
mengeluarkan udara kotor dari suatu
ruangan tertutup secara alamiah/buatan
Alat ukur : Rollmeter
Skor : 0 = TMS <15% dari luas lantai dan
1 = MS 15% dari luas lantai
d. Kepadatan hunian,
Definisi : Jumlah orang atau anggota
keluarga yang mendiami atau menghuni
sebuah rumah, tidak termasuk kamar
mandi dan jamban (water closed)
berdasarkan luas lantai dibagi dengan
jumlah penghuni
Alat ukur : Check list
Skor : 0 = TMS Luas lantai <9m2 per satu
orang penghuni dan 1 = MS Luas lantai
9m2 per satu orang penghuni
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran
Umum
Puskesmas
Klagenserut
Kecamatan
Jiwan
Kabupaten Madiun
Puskesmas Klagenserut terletak di
Desa Klagenserut RT 08 RW 03
Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun, luas
wilayah adalah 1665,9 Ha dengan jumlah
penduduk 24.294 jiwa yang terdiri dari 7
Desa, Desa Bibrik, Desa Ngetrep, Desa
Bedoho, Desa Teguhan, Desa Grobogan,
Desa Klagenserut dan Desa Wayut.
Sumber
Daya
Manusia
Puskesmas Klagenserut sejumlah 25 orang.

60

Batas - batas wilayah kerja


Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan
Kabupaten Madiun sebagai berikut:
1) Sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Sawahan
2) Sebelah timur berbatasan dengan Kota
Madiun
3) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Jiwan Kecamatan Jiwan kecamatan
4) Sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Magetan
Puskesmas Klagenserut mempunyai
1 Gedung Puskesmas Induk dengan
fasilitas pelayanan : Pelayanan Registrasi,
Pelayanan BP, Pelayanan KIA & KB,
Pelayanan Gigi, Pelayanan Imunisasi,
Pelayanan
Laboratorium,
Pelayanan
farmasi. Selain puskesmas induk terdapat 1
puskesmas pembantu yaitu Puskesmas
pembantu Teguhan dan terdapat 5 Polindes
dan 7 Poskesdes.
2. Hasil Penelitian
a) Pencahayaan alami
Tabel Distribusi Responden Suspek
Penderita TB Paru terhadap Pencahayaan
Alami di Wilayah Kerja Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten
Madiun tahun 2013
No.
1.
2.

Pencahayaan Alami
Memenuhi Standar
Tidak Memenuhi
Standar
Jumlah

f
8
29

%
21,6
78,4

37

100

Pencahayaan alami rumah dari 37


responden suspek penderita TB yaitu tidak
memenuhi standar sebesar 78,4% dan
pencahayaan alami yang memenuhi
standar
sebesar
21,6%.
. Hasil uji statistik
chi-square nilai x2 hitung > nilai x2 tabel

Hubungan Sanitasi Rumah....

(15,806 > 3,841) maka Ho ditolak, jadi


dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
pencahayaan alami terhadap suspek
penderita TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan
Kabupaten Madiun tahun 2013.
b) Kelembaban
Tabel Distribusi Responden Suspek TB
Paru terhadap Kelembaban di Wilayah
Kerja Puskesmas Klagenserut Kecamatan
Jiwan Kabupaten Madiun Tahun 2013
No.
1.
2.

Kelembaban
Memenuhi Standar
Tidak Memenuhi
Standar
Jumlah

f
8
29

%
21,6
78,4

37

100

Kelembaban
rumah
dari
37
responden suspek TB Paru yaitu yang tidak
memenuhi standar sebesar 78,4% dan
kelembaban yang memenuhi standar
sebesar

21,6%.

Hasil uji statistik chi-square nilai x2 hitung


> nilai x2 tabel (14,095 > 3,841) maka Ho
ditolak, jadi dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan kelembaban terhadap suspek
penderita TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan
Kabupaten Madiun tahun 2013.
c) Ventilasi
Tabel Distribusi Responden Suspek
Penderita TB Paru terhadap Ventilasi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut
Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun
Tahun 2013
No.
1.
2.

Ventilasi
Memenuhi
Standar
Tidak Memenuhi
Standar
Jumlah

Hubungan Sanitasi Rumah....

f
9

%
24,3

28

75,7

37

100

Ventilasi rumah dari 37 responden


suspek penderita TB Paru yaitu yang tidak
memenuhi standar sebesar 75,7% dan
ventilasi yang memenuhi standar sebesar
24,3%.

. Hasil uji
2

statistik chi-square nilai x hitung > nilai


x2 tabel (17,526 > 3,841) maka Ho ditolak,
jadi dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan ventilasi terhadap suspek
penderita TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan
Kabupaten Madiun tahun 2013.
d) Kepadatan hunian
Tabel Distribusi Responden Suspek
Penderita TB Paru terhadap Kepadatan
Hunian di Wilayah Kerja Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten
Madiun Tahun 2013
No.
1.
2.

Kepadatan
Hunian
Memenuhi
Standar
Tidak Memenuhi
Standar
Jumlah

26

70,3

11

29,7

37

100

Kepadatan hunian dari 37 responden


suspek penderita TB Paru yaitu yang tidak
memenuhi standar sebesar 29,7% dan
kepadatan hunian yang memenuhi standar
yaitu
sebesar
70,3%.
. Hasil uji statistik
2

chi-square nilai x hitung < nilai x2 tabel


(0.066 < 3,841) maka Ho diterima, jadi
dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan kepadatan hunian terhadap
suspek penderita TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan
Kabupaten Madiun tahun 2013.

61

3. Pembahasan
a) Sanitasi Rumah
Sanitasi
rumah
yang
tidak
memenuhi standar sebesar 78,4% dan
sanitasi rumah yang memenuhi standar
yaitu sebesar 21,6%.
Sesuai dengan Arifin (2009),
sanitasi adalah suatu usaha pencegahan
penyakit
yang
menitikberatkan
kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan
lingkungan hidup manusia. Sanitasi tidak
hanya mencakup sanitasi dasar seperti
jamban, penyediaan air bersih, tempat
pembuangan sampah, dan saluran air
limbah saja, namun juga meliputi ventilasi,
kelembaban udara, kepadatan hunian dll.
Dengan terjaganya kondisi sanitasi
terutama dirumah kita maka kemungkinan
resiko terjadinya penyebaran penyakit
dapat dicegah.
Sesuai Kepmenkes (1999), untuk
mendapatkan
sanitasi
rumah
yang
memenuhi standar antara lain dengan :
1) Pencahayaan alami yang memenuhi
standar 60 120 lux dengan cara
pemasangan genteng kaca, letak jendela
yang tidak terhalang oleh bangunan atau
pepohonan agar sinar matahari lebih lama
menyinari lantai.
2) Agar rumah selalu tetap pada
kelembaban optimum yang memenuhi
standar 40 60% dan kelembaban
berkaitan dengan ventiasi maka untuk itu
harus memperhatikan letak dan luas
ventilasi.
3) Luas ventilasi 15%, selain luas,
ventilasi tersebut selalu dibuka pada pagi
hari agar sinar matahari masuk untuk

62

mengurangi kelembaban didalam ruangan


atau rumah tersebut.
4) Untuk kenyamanan penghuni, setiap
rumah hendaknya tersedianya kamar tidur
dengan
ketentuan
bahwa
setiap
penambahan satu kamar tidur, rumah
tersebut
diperkenankan
menambah
penghuni sebanyak dua orang.
b) Suspek Penderita TB Paru
Suspek penderita TB Paru yang
tercatat di wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten
Madiun bulan Januari sampai dengan
bulan Mei 2013 sebanyak 37 orang.
Menurut Depkes (2007), Suspek TB
adalah seseorang dengan gejala atau tandatanda TB, dengan gejala utama batuk
berdahak 2 minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah
(haemoptysis), sesak napas, nyeri dada,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat
malam tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan.
c) Hubungan Sanitasi Rumah terhadap
Ssuspek Penderita TB Paru di wilayah
kerja
Puskesmas
Klagenserut
Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun
Dari 37 responden suspek penderita
TB Paru, sanitasi rumah yang tidak
memenuhi standar sebesar 29 responden
(78,4%) dan sanitasi rumah yang
memenuhi standar 8 responden (21,6%).
Selanjutnya dilakukan uji statistik Chi
square dengan hasil nilai x2 hitung > nilai
x2 tabel (15,806 > 3,841). Maka Ho
ditolak, dapat disimpulkan ada hubungan
sanitasi rumah terhadap suspek penderita
TB Paru di wilayah kerja Puskesmas

Hubungan Sanitasi Rumah....

Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten


Madiun.
Dampak rumah tidak sehat atau
sanitasi rumah tidak standar dapat
mempengaruhi
peningkatan
kejadian
suspek TB Paru.
Syarat rumah sehat menurut WHO
dan Kepmenkes (1999), antara lain :
a. Pencahayaan alami, pencahayaan dalam
ruang rumah diusahakan agar sesuai
dengan kebutuhan untuk melihat benda
sekitar dan membaca berdasarkan
persyaratan minimal 60 Lux.
b. Kelembaban, kelembaban dianggap
baik jika memenuhi 40 - 60% dan
buruk jika <40% atau > 60%.
c. Ventilasi, luas lubang ventilasi tetap,
luasnya sekurang - kurangnya 15%
sampai 20% dari luas lantai yang
terdapat di dalam ruangan rumah.
Udara yang masuk harus udara bersih.
Aliran udara jangan sampai terhalang
oleh barang - barang besar (lemari,
dinding sekat, dan lain - lain).
d. Kepadatan hunian, tiap - tiap anggota
keluarga tidak terganggu, tersedianya
jumlah ruangan kediaman yang cukup
yakni 9m2/penghuni atau setiap
penambahan satu kamar tidur, rumah
tersebut diperkenankan menambah
penghuni sebanyak dua orang.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan sanitasi
rumah terhadap suspek penderita TB di
wilayah kerja Puskesmas Klagenserut
Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun, yaitu
dari 37 responden suspek penderita TB Paru
terdapat 29 responden (78,4%) dengan
sanitasi rumah tidak memenuhi standar dan 8

Hubungan Sanitasi Rumah....

responden (21,6%) dengan sanitasi rumah


memenuhi standar.
SARAN
Masyarakat diharapkan :
1. Memasang atau menambah genteng kaca
agar cahaya matahari menyinari ruangan
sehingga ruangan terang dan kelembaban
berkurang,
2. Membuat sebanyak mungkin bukaan, bisa
berupa ventilasi dan ventilasi tersebut
dibuka agar sirkulasi udara baik, membuat
suasana ruang menjadi lebih nyaman
3. Kepadatan hunian disesuaikan antara luas
rumah dan jumlah penghuni, bisa juga
dengan penambahan kamar agar seimbang
antara jumlah penghuni dan jumlah kamar.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M., (2009) Sanitasi Lingkungan.
Jakarta, EGC.
Budiharto., (2009) Perilaku Kesehatan.
Jakarta, EGC.
Depkes RI., (2002) Pedoman Nasional
Penanggulangan
Tuberkulosis.
Jakarta, Depkes.
Depkes RI., (2004) Keputusan Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
128/MENKES/SK/II/2004
tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta.
Depkes RI., (2007) Pedoman Nasional
Penanggulangan
Tuberkulosis.
Jakarta, Depkes.
Ditjen PPM & PL.. (2004) Kajian Riset
Operasional
Intensifikasi
Pemberantasan Penyakit Menular
Tahun 1998 / 1999 - 2003. Jakarta,
Depkes RI.
Gunawan, Rudi., (2009) Rencana Rumah
Sehat. Yogyakarta, Kanisius.
Herdin, S., (2005) Ilmu Penyakit Dalam
Cetakan
2.
Jakarta,PT.
Asdi
Mahasatya.

63

Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia
No.
829/Menkes/
SK/VII/1999. Ketentuan Persyaratan
Kesehatan Rumah Tingga
KepMenKes RI No. 1405/Menkes/Sk/Xi/
2002. Pedoman Penyehatan Udara
Dalam Ruang Rumah
Krieger, J.,Higgins, D.L., (2008) Housing and
Health. Time Again for Public Health
action.
(online)
(rudimole.blogspot.com/2011/06/proposalkeperawatan.html, diakses 12 Mei
2013 jam: 15.00 WIB)
Lubis, Pandapotan., (2000) Perumahan Sehat.
Jakarta, Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Depkes RI.
Murti, Bhisma., (2006) Desain dan Ukuran
Sampel untuk Penelitian Kuantitatif
dan Kualitatif di Bidang Kesehatan.
Yogyakarta, Gadjah Mada University.
Notoatmodjo,
Sukidjo.,
(2003)
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat
PrinsipPrinsip Dasar Cetakan Kedua.
Jakarta, Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Sukidjo., (2003) Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta,
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Sukidjo., (2005) Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Sukidjo., (2007) Kesehatan
Masyarakat. Yogyakarta, Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Sukidjo., (2010) Metodologi
Penelitian Kesehatan Edisi Revisi.
Jakarta, Rineka Cipta.
Nursalam., (2008) Konsep dan Perawatan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan, Pedoman Skripsi Tesis,
dan Instrumen Keperawatan. Jakarta,
Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia., (2006)
Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta, Citra Grafika.
PerMenKes RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011
tentang Pedoman Penyehatan Udara
Dalam Ruang Rumah
Sugiana, Dadang., (2008) Populasi dan
Teknik
Sampling.
Bandung,
Universitas Padjadjaran.

64

WHO., (2002) Tuberculosis Epidemiologi and


Control Edisi 1. New Delhi.
WHO., (2008) The Global Burden of
Diseases. Geneva.

Hubungan Sanitasi Rumah....

Anda mungkin juga menyukai