Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan, tentunya harus
disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan terhindar dari masuknya senyawa
beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir dalam tubuh, maka harus segera
dikeluarkan.
Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat
terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh terhadap penyakit juga
prima. Pada bayi yang baru lahir, pembentukan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna
dan memerlukan ASI yang membawa sistem kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu daya
tahan tubuh bayi. Semakin dewasa, sistem kekebalan tubuh terbentuk sempurna. Namun,
pada orang lanjut usia, sistem kekebalan tubuhnya secara alami menurun. Itulah sebabnya
timbul penyakit degeneratif atau penyakit penuaan.
Pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan serba cepat dan instan. Hal ini
berdampak juga pada pola makan. Sarapan di dalam kendaraan, makan siang serba tergesa,
dan malam karena kelelahan tidak ada nafsu makan. Belum lagi kualitas makanan yang
dikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga, dan stres. Apabila terus berlanjut, daya tahan
tubuh akan menurun, lesu, cepat lelah, dan mudah terserang penyakit. Karena itu, banyak
orang yang masih muda mengidap penyakit degeneratif.
Kondisi stres dan pola hidup modern sarat polusi, diet tidak seimbang, dan kelelahan
menurunkan daya tahan tubuh sehingga memerlukan kecukupan antibodi. Gejala menurunnya
daya tahan tubuh sering kali terabaikan sehingga timbul berbagai penyakit infeksi, penuaan
dini pada usia produktif.
Sejak dasawarsa 1960 perhatian terhadap teknik imunisasi makin meningkat. Dewasa
ini, imunisasi telah menjadi amat terkenal sebagai metoda pilihan untuk penentuan analit
secara kuantitatif. Imunisasi telah masuk ke dalam banyak cabang dan disiplin dari penelitian
ilmiah terutama yang berkaitan dengan subyek biologis.

Imunologi adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan respon organisme
terhadap penolakan antigen, pengenalan diri sendiri dan bukan dirinya,serta semua efek
biologis, serologis dan kimia, fisika fenomena imun.
1.2 Rumusan masalah
a.

Bagaimana sejarah imunologi?

b.

Apa pengertian imunologi?

c.

Apa fungsi sistem imun?

d.

Bagaimana respon imun?

e.

Apa saja jenis-jenis imun?

f.

Apa yang dimaksud dengan antigen dan antibody?

g.

Apa yang dimaksud sistem komplemen?

h.

Apa saja sel-sel sistem imun?

i.

Bagaimana reaksi hipersensitivitas?


1.3 Tujuan
1.

Untuk mengetahui bagaimana sejarah imunologi

2.

Untuk mengetahui pengertian imunologi

3.

Untuk mengetahui fungsi sistem imun

4.

Untuk mengetahui bagaimana respon imun

5.

Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis imun

6.

Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan antigen dan antibody

7.

Untuk mengetahui apa yang dimaksud sistem komplemen

8.

Untuk mengetahui apa saja sel-sel sistem imun

9.

Untuk mengetahui bagaimana reaksi hipersensitivitas

BAB 2
ISI
2.1

Sejarah Imunologi
Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons
tubuh, terutama respons kekebalan, terhadap penyakit infeksi. Pada tahun 1546, Girolamo
Fracastoro mengajukan teori kontagion yang menyatakan bahwa pada penyakit infeksi
terdapat suatu zat yang dapat memindahkan penyakit tersebut dari satu individu ke individu
lain, tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata dan pada waktu
itu belum dapat diidentifikasi.
EDWAR JENNER
Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari infeksi
variola secara alamiah, bila ia telah terpajan sebelumnya dengan cacar sapi (cow pox). Sejak
saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar walaupun pada waktu itu belum diketahui bagaimana
mekanisme yang sebenarnya terjadi. Memang imunologi tidak akan maju bila tidak diiringi
dengan kemajuan dalam bidang teknologi, terutama teknologi kedokteran. Dengan
ditemukannya mikroskop maka kemajuan dalam bidang mikrobiologi meningkat dan mulai
dapat ditelusuri penyebab penyakit infeksi. Penelitian ilmiah mengenai imunologi baru
dimulai setelah Louis Pasteur pada tahun 1880 menemukan penyebab penyakit infeksi dan
dapat membiak mikroorganisme serta menetapkan teori kuman (germ theory) penyakit.
Penemuan ini kemudian dilanjutkan dengan diperolehnya vaksin rabies pada manusia tahun
1885. Hasil karya Pasteur ini kemudian merupakan dasar perkembangan vaksin selanjutnya
yang merupakan pencapaian gemilang di bidang imunologi yang memberi dampak positif
pada penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak.
ROBERT KOCH
Pada tahun 1880, Robert Koch menemukan kuman penyebab penyakit tuberkulosis. Dalam
rangka mencari vaksin terhadap tuberkulosis ini, ia mengamati adanya reaksi tuberkulin
(1891) yang merupakan reaksi hipersensitivitas lambat pada kulit terhadap kuman
tuberkulosis. Reaksi tuberkulin ini kemudian oleh Mantoux (1908) dipakai untuk
mendiagnosis penyakit tuberkulosis pada anak. Imunologi mulai dipakai untuk menegakkan
diagnosis penyakit pada anak. Vaksin terhadap tuberkulosis ditemukan pada tahun 1921 oleh
Calmette dan Guerin yang dikenal dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin).
3

Kemudian diketahui bahwa tidak hanya mikroorganisme hidup yang dapat menimbulkan
kekebalan, bahan yang tidak hidup pun dapat menginduksi kekebalan.
ALEXANDER YERSIN DAN ROUX
Setelah Roux dan Yersin menemukan toksin difteri pada tahun 1885, Von Behring dan
Kitasato menemukan antitoksin difteri pada

binatang (1890). Sejak itu dimulailah

pengobatan dengan serum kebal yang diperoleh dari kuda dan imunologi diterapkan dalam
pengobatan penyakit infeksi pada anak. Pengobatan dengan serum kebal ini di kemudian hari
berkembang menjadi pengobatan dengan imunoglobulin spesifik atau globulin gama yang
diperoleh dari manusia.
2.2 PENGERTIAN
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel
tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme
akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi
patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
2.3

FUNGSI SISTEM IMUN


Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit dengan menghancurkan dan
menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta
tumor) yang masuk ke dalam tubuh, Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak
untuk perbaikan jaringan, Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal. Dan Sasaran
utama yaitu bakteri patogen dan virus. Leukosit merupakan sel imun utama (disamping sel
plasma, makrofag, dan sel mast).

2.4

RESPONS IMUN
Tahap :
Deteksi dan mengenali benda asing, Komunikasi dengan sel lain untuk berespons,
Rekruitmen bantuan dan koordinasi respons dan estruksi atau supresi penginvasi

2.5. JENIS-JENIS SISTEM IMUN


1. Sistem imun non spesifik ,natural atau sudah ada dalam tubuh (pembawaan )
Merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam melawan mikroorganisme. Disebut
nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
Terdiri dari:
a)

Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir , silia saluran pernafasan, batuk, bersin akan mencegah masuknya

berbagai kuman patogen kedalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan
selaput lendir yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan resiko infeksi.
b)

Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, kel kulit, telinga,

spermin dalam semen, mengandung bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh secara
biokimiawi. asam HCL dalam cairan lambung , lisozim dalam keringat, ludah , air mata dan
air susu dapat melindungi tubuh terhadap berbagai kuman gram positif

dengan

menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung laktoferin dan asam
neuraminik yang mempunyai sifat antibacterial terhadap E. coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif dan
hal tersebut diperkuat oleh komplemen. Laktoferin dan transferin dalam serum dapat
mengikat zan besi yang dibutuhkan untuk kehidupan kuman pseudomonas.
c)

Pertahanan humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan tubuh secara humoral.

Bahan-bahan tersebut adalah:


Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruktif bakteri dan parasit karena:

Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri

Merupakan faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat bakteri

Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri memudahkan


makrofag untuk mengenal dan memfagositosis (opsonisasi).

Interferon
Adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel manusia yang
mengandung nukleus dan dilepaskan sebagai respons terhadap infeksi virus. Interveron
mempunyai sifat anti virus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus
sehingga menjadi resisten terhadap virus. Disamping itu, interveron juga dapat mengaktifkan
5

Natural Killer cell (sel NK). Sel yang diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan
perubahan pada permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK yang kemudian
membunuhnya. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah.
C-Reactive Protein (CRP)
Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen. CRP
dibentuk oleh badan pada saat infeksi. CRP merupakan protein yang kadarnya cepat
meningkat (100 x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut.
CRP berperanan pada imunitas non spesifik, karena dengan bantuan Ca ++ dapat
mengikat berbagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur.
d)

Pertahanan seluler
Fagosit/makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun non spesifik seluller.

Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis tetapi sel utama yang
berperaan dalam pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear (monosit dan makrofag)
serta sel polimorfonuklear seperti neutrofil.
Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun
spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingakt sebagai berikut:
Kemotaksis, menangkap, memakan (fagosistosis), membunuh dan mencerna.
Kemotaksis adalah gerakan fagosit ketempat infekis sebagai respon terhadap berbagai factor
sperti produk bakteri dan factor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Antibody
seperti pada halnya dengan komplemen C3b dapat meningkatkan fagosistosis (opsonisasi).
Antigen yang diikat antibody akan lebih mudah dikenal oleh fagosit untuk kemudian
dihancurkan. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc dari
immunoglobulin pada permukaan fagosit.
Natural Killer cell (sel NK)
Sel NK adalah sel limfoid yang ditemukan dalam sirkulasi dan tidak mempunyai cirri sel
limfoid dari siitem imun spesifik, maka karenan itu disebut sel non B non T (sel NBNT) atau
sel poplasi ketiga.
Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma dan interveron
meempunyai pengaruh dalam mempercepat pematangan dan efeksitolitik sel NK.
2. Sistem imun spesifik atau adaptasi
6

Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing. Benda asing yang pertama kali
muncul dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitiasi sel-sel imun tersebut.
Bila sel imun tersebut berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing
yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian akan dihancurkan olehnya. Oleh karena
sistem tersebut hanya mengahancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka
sistem itu disebut spesifik.sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan
benda asing yang berbahaya, tetapi umumnya terjalin kerjasama yang baik antara antibodi,
komplemen , fagosit dan antara sel T makrofag.
Sistem imun spesifik ada 2 yaitu;
a)

Sistem imun spesifik humoral


Yang berperanan dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B. sel B

tersebut berasal dari sel asal multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing maka sel
tersebut akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat menbentuk zat
anti atau antibody. Antibody yang dilepas dapat ditemukan didalam serum. Funsi utama
antibody ini ialah untuk pertahanan tehadap infeksi virus, bakteri (ekstraseluler), dan dapat
menetralkan toksinnya.
b)

Sistem imun spesifik selular


Yang berperanan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T. sel

tersebut juga berasal dari sel asal yang sama dari sel B. factor timus yang disebut timosin
dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon asli dan dapat memberikan
pengaruhnya terhadap diferensiasi sel T diperifer. Berbeda dengan sel B , sel T terdiri atas
beberapa sel subset yang mempunyai fungsi berlainan. Fungsi utama sel imun spesifik adalah
untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan
keganasan.
Imunitas spesifik dapat terjadi sebagai berikut:
Alamiah

Pasif
Imunitas alamiah pasif ialah pemindahan antibody atau sel darah putih yang

disensitisasi dari badan seorang yang imun ke orang lain yang imun, misalnya melalui
plasenta dan kolostrum dari ibu ke anak.

Aktif

Imunitas alamiah katif dapat terjadi bila suatu mikoorgansme secara alamiah masuk
kedalam tubuh dan menimbulkan pembentukan antibody atau sel yang tersensitisasi.
Buatan

Pasif
Imunitas buatan pasif dilakukan dengan memberikan serum, antibody, antitoksin

misalnya pada tetanus, difteri, gangrengas, gigitan ular dan difesiensi imun atau pemberian
sel yang sudah disensitisasi pada tuberkolosis dan hepar.

Aktif
Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan dengan vaksinasi melalui pemberian toksoid

tetanus, antigen mikro organism baik yang mati maupun yang hidup.
2.6 ANTIGEN DAN ANTIBODI
1. Antigen
a) Pengertian
Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari limfosit
pada manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri, fungi,
protozoa dan cacing parasit. Molekul antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat asing
seperti serbuk sari dan jaringan yang dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis
antigen yang berlainan dan melakukan aktivitas pertahanan yang berbeda namun saling
melengkapi (Baratawidjaja 1991: 13; Campbell,dkk 2000: 77).
b)

Letak Antigen
Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem

kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat dikatakan
antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi
antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul
Iainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersifat
antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker,
dan racun.
c)

Karakteristik

Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun adalah sebagai
berikut:

Asing (berbeda dari self )

Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai self tidak bersifat imunogenik, jadi untuk
menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal sebagai nonself.

Ukuran molekul

Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein berukuran besar. Molekul
dengan berat molekul kurang dari 10.000 kurang bersifat imunogenik dan yang berukuran
sangat kecil seperti asam amino tidak bersifat imunogenik.

Kompleksitas kimiawi dan struktural


Jumah tertentu kompleksitas kimiawi sangat diperlukan, misalnya homopolimer asam

amino kurang bersifat munogenik dibandingkan dengan heteropolimer yang mengandung dua
atau tiga asam amino yang berbeda.

Determinan antigenic (epitop)


Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat dikat antibody disebut dengan

determinan antigenic atau epitop. Antigen dapat mempunyai satu atau lebih determinan.
Suatu determinan mempunyai ukuran lima asam amino atau gula.

Tatanan genetic penjamu

Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara berbeda terhadap
antigen yang sama karena perbedaan komposisi gen respon imun.

Dosis, cara dan waktu pemberian antigen

Respon imun tergantung kepada banyaknya natigen yang diberikan, maka respon imun
tersebut dapat dioptmalkan dengan cara menentukan dosis antigen dengan cermat (termasuk
jumlah dosis), cara pemberian dan waktu pemberian (termasuk interval diantara dosis yang
diberikan)
d)

Pembagian Antigen

Secara fungsional

Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa).


Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil.

Pembagian antigen menurut epitop


9

Unideterminan, univalent yaitu hanya satu jenis determinan atau epitop pada satu
molekul.

Unideterminan, multivalent yaitu hanya satu determinan tetapi dua atau lebih determian
tersebut ditemukan pada satu molekul.
Multideterminan, univalent yaitu banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu
dari setiap macamnya (kebanyakan protein).
Multideterminan, multivalent yaitu banyak macam determinan dan banyak dari setiap
macam pada satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara
kimiawi). (Baratawidjaja 1991: 14)

Pembagian antigen menurut spesifisitas

Heteroantigen, yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesies yang berbeda.
Xenoantigen yaitu antigen yang hanya dimiliki spesies tertentu.
Alloantigen (isoantigen) yaitu antigen yang spesifik untuk individu dalam satu spesies.
Antigen organ spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh organ yang sama dari spesies yang
berbeda.
Autoantigen, yaitu antigen yang dimiliki oleh alat tubuh sendiri (Baratawidjaja 1991: 1415; Sell

: 910).
Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T

T dependent yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B untuk dapat
menimbulkan respons antibodi. Sebagai contoh adalah antigen protein.
T independent yaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel Tuntuk
membentuk antibodi. Antigen tersebut berupa molekul besar polimerik yang dipecah di
dalam badan secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan, dan
flagelin polimerik bakteri.(Baratawidjaja 1991: 15).

Pembagian antigen menurut sifat kimiawi

Hidrat arang (polisakarida)


Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein dapat menimbulkan respon imun
terutama pembentukan antibodi. Respon imun yang ditimbulkan golongan darah ABO,
mempunyai sifat antigen dan spesifisitas imun yang berasal dari polisakarida pada permukaan
sel darah merah.
Lipid

10

Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein carrier.
Lipid dianggap sebagai hapten, sebagai contoh adalah sphingolipid.
Asam nukleat
Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein carrier.
DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respon imun terhadap DNA
terjadi pada penderita dengan SLE.
Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umunya multideterminan univalent.
(Baratawidjaja 1991: 15)
e)

Reaksi Antigen dan Antibodi


Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa
masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada
protein tubuh kita yang dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari
barier respon non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk
dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan antibodi.
Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan
molekul immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada membran plasma untuk
berfungsi sebagai reseptor antigen. Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan
menyisipkan dalam membrannya molekul immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan
spesifik untuk antigen itu. Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk
antigen yang sama. Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang sama memicu respon imun
sekunder yang segera terjadi dan meningkatkan titer antibodi yang beredar sebanyak 10
sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat molekul antigen yang memungkinkannya bereaksi
dengan antibodi disebut antigenisitas. Kesanggupan molekul antigen untuk menginduksi
respon imun disebut imunogenitas.
Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi, kategori tersebut antara lain:

Primer

Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibodi pada
situs identik yang kecil, bernama epitop.

Sekunder

Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:


11

Netralisasi
Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan effect
yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody mencegah zat
kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.
Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak cocok
berikatan bersama-sama membentuk gumpalan
Presipitasi
Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak
dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.
Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor
fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen
tersebut.
Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen
oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K
mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum dapat dihancurkan melalui proses
lisis membran plasmanya.

Tersier

Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigenantibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya.
2. Antibodi
a) Pengertian
Antibodi adalah protein immunoglobulin yang disekresi oleh sel B yang teraktifasi
oleh antigen. Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk
melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B,
sekelompok prajurit pejuang dalam sistem kekebalan. Antibodi akan menghancurkan musuhmusuh penyerbu.
b)

Fungsi

Untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen.

Membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.


12

c)

Sifat Antibodi
Antibodi mempunyai sifat yang sangat luar biasa, karena untuk membuat antibodi

spesifik untuk masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa, dan pantas
dicermati. Proses ini dapat terwujud hanya jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya dengan
baik. Dan, di alam ini terdapat jutaan musuh (antigen). Dia mengetahui polanya berdasarkan
perasaan. Sulit bagi seseorang untuk mengingat pola kunci, walau cuma satu, Akan tetapi,
satu sel B yang sedemikian kecil untuk dapat dilihat oleh mata, menyimpan jutaan bit
informasi dalam memorinya, dan dengan sadar menggunakannya dalam kombinasi yang
tepat.
d)

Proses Pembentukan Antibodi


Antibodi terbentuk secara alami di dalam tubuh manusia dimana substansi tersebut

diwariskan dari ibu ke janinnya melalui inntraplasenta. Antibody yang dihasilkan pada bayi
yang baru lahir titier masih sangat rendah, dan nanti antibody tersebut berkembang seiring
perkembangan seseorang.

Pembentukan antibody karena keterpaparan dengan antigen yang menghasilkan reaksi

imunitas, dimana prosesnya adalah:


Misalnya bakteri salmonella. Saat antigen (bakteri salmonella) masuk ke dalam tubuh, maka
tubuh akan meresponnya karena itu dianggab sebagai benda asing. karena bakteri ini sifatnya
interseluler maka dia tidak sanggup untuk di hancurkan dalam makrofag karena bakteri ini
juga memproduksi toksinsebagai pertahanan tubuh. Oleh karena itu makrofag juga
memproduksi APC yang berfungsi mempresentasikan antigen terhadap limfosit.agar respon
imun berlangsung dengan baik.Ada dua limfosit yaitu limfosit B dan limfosit T.
e)

Klasifikasi Antibodi
IgG (Imuno globulin G)
IgG merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa

hari, ia memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG
beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka
mengikuti aliran darah, langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi.

13

Mereka mempunyai efek kuat anti-bakteri dan penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh
terhadap bakteri dan virus, serta menetralkan asam yang terkandung dalam racun.
Selain itu, IgG mampu menyelip di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta musuh
mikroorganis yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit. Karena kemampuannya serta ukurannya
yang kecil, mereka dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan

infeksi.

Jika

antibodi

tidak

diciptakan

dengan

karakteristik

yang

memungkinkan mereka untuk masuk ke dalam plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan
terlindungi melawan mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian sebelum lahir. Karena
itu, antibodi sang ibu akan melindungi embrio dari musuh sampai anak itu lahir.

IgA (Imuno globulin A)


Antibodi ini terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen seperti air
mata, air liur, ASI, darah, kantong-kantong udara, lendir, getah lambung, dan sekresi usus.
Kepekaan daerah tersebut berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus
yang lebih menyukai media lembap seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu sama lain.
Mereka mendiami bagian tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba. Mereka menjaga
daerah itu dalam pengawasannya layaknya tentara andal yang ditempatkan untuk melindungi
daerah kritis.
Antibodi ini melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam kandungan. Setelah
kelahiran, mereka tidak akan meninggalkan sang bayi, melainkan tetap melindunginya.
Setiap bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat
dalam organisme bayi yang baru lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan
melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga
akan hilang setelah mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi telah berumur
beberapa minggu.

IgM (Imuno globulin M)


Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat

organisme tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama yang
dihasilkan tubuh untuk melawan musuh. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada
umur kehamilan enam bulan. Jika musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman
penyakit, produksi IgM janin akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah
terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah.

14

IgD (Imuno globulin D): IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada

permukaan sel B. Mereka tidak mampu untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan


menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka membantu sel T menangkap antigen.

IgE (Imuno globulin E)

IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini bertanggung jawab
untuk memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya untuk berperang. Antibodi ini
kadang juga menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh
orang yang sedang mengalami alergi.
2.7 SISTEM KOMPLEMEN
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks
protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen beredar di
sirkulasi darah dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur
yang tidak tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi
sistem komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi
biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen. Aktivasi sistem komplemen
tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan
bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila
aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan berlangsung
terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan penyakit.
Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan juga oleh
sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l juga dapat di
sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit
mononuklear terutama akan disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi. Sebagian dari
komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf C: Clq, Clr, CIs, C2, C3, C4, C5,
C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan penemuan unit tersebut, bukan menurut
cara kerjanya
1.

Aktivasi Komplemen

a)

Aktivasi komplemen jalur klasik


Aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau disebut pula jalur intrinsik, dibagi

menjadi 3 tahap.
15

Regulasi jalur klasik, terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor dan

penghambatan C3 konvertase.

Aktivitas C1 inhibitor

Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1 INH). Sebagian besar C1 dalam
peredaran darah terikat pada C1 INH. Ikatan antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi
akan melepaskan C1 dari hambatan C1 INH.

Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh beberapa

regulator.
b)

Aktivasi komplemen jalur alternatif


Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga

reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak memerlukan
antibodi IgG dan IgM. Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus
menerus dalam jumlah yang sedikit baik melalui reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa
enzim proteolitik yang terdapat sedikit di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi
frclgmen C3a dan C3b. Fragmen C3b bersama dengan ion Mg++ dan faktor B membentuk
C3bB. Fragmen C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang aktif (C3 konvertase)
(Lihat Gambar 5-2). Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam jumlah kecil
sehingga tidak terjadi aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b dapat diinaktivasi oleh
faktor H dan faktor I menjadi iC3b, dan selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang sudah
tidak aktif ini dapat dilarutkan dalam plasma (lihat Gambar 5-3 ) . Tetapi bila pada suatu saat
ada bahan atau zat yang dapat mengikat dan melindurlgi C3b dan menstabilkan C3bBb
sehingga jumlahnya menjadi banyak, maka C3b yang terbentuk dari pemecahan C3 menjadi
banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat
berupa mikroorganisme, polisakarida (endotoksin, zimosan), dan bisa ular. Aktivasi
komplemen melalui cara ini dinamakan aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang tidak dapat
mengaktivasi jalur klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat mengaktifkan komplemen
melalui jalur alternatif. Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel
pada sel sasaran. Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut, maka
aktivasi jalur alternatif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb akan lebih diaktifkan, untuk
selanjutnya akan mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar dan akan menghasilkan C3a dan
C3b dalam jumlah yang besar pula. Pada reaksi awal ini suatu protein lain, properdin dapat
16

ikut beraksi menstabilkan C3Bb; oleh karena itu seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur
properdin. Juga oleh proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran oleh
faktor H dan faktor I. Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah
lingkaran aktivasi C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada
permukaan membran sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada
permukaan membran sel dan selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan dipecah
menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur altematif (kompleks
serangan membran).
2.

Efek Biologik Komplemen


Fungsi sistem komplemen pada pertahanan tubuh dapat dibagi dalam dua golongan

besar, 1) lisis sel sasaran oleh kompleks serangan membran, dan 2) sifat biologik aktif
fragmen yang terbentuk selama aktivasi.
a)

Sitolisis
Pada aktivasi sitolisis ini (kompleks serangan membran) yang berfungsi adalah C5-

C9. Mekanisme ini sangat penting bagi pertahanan tubuh melawan mikrooorganisme. Proses
lisis ini dapat melalui jalur alternatif maupun jalur klasik.
b)

Sifat biologik aktif

Opsonisasi dan peningkatan fungsi fagositosis


Fagositosis yang diperkuat oleh proses opsonisasi C3b dan iC3b mungkin merupakan
mekanisme pertahanan utama terhadap infeksi bakteri dan jamur secara sistemik Fagositosis
ini juga lebih meningkat bilamana bakteri disamping berikatan dengan komplemen juga
berikatan dengan antibodi IgG atau IgM. Melekatnya antibodi dan fragmen komplemen pada
reseptor spesifik yang terdapat pada sel fagosit tidak hanya menyebabkan opsonisasi, tetapi
juga memacu untuk terjadinya fagositosis.
Anafilaksis dan kemotaksis
C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat memacu sel mast dan sel
basofil untuk melepaskan mediator kimia yang dapat meningkatkan permeabilitas dan
kontraksi otot polos vaskular. Reseptor C3a dan C4a terdapat pada permukaan sel mast, sel
basofil, otot polos dan limfosit. Reseptor C5a terdapat pada permukaan sel mast, basofil,
netrofil, monosit, makrofag, dan sel endotelium.

17

Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada otot polos menyebabkan kontraksi
otot polos tersebut. Untuk mekanisme ini C5a adalah yang paling poten dan C4a adalah yang
paling lemah.
C5a juga mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh C3a dan C4a; oleh karena C5a
juga mempunyai reseptor yang spesifik pada permukaan sel-sel fagosit maka C5a dapat
menarik sel-sel fagosit tersebut bergerak ke tempat mikroorganisme, benda asing atau
jaringan yang rusak; proses ini disebut kemotaksis. Juga setelah melekat C5a dapat
merangsang metabolisme oksidatif dari sel fagosit tersebut sehingga dapat meningkatkan
daya untuk memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut
Proses peradangan
Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas mengakibatkan terkumpulnya selsel dan serum protein yang diperlukan untuk terjadinya proses dalam rangka memusnahkan
mikroorganisme atau benda asing tersebut; proses ini disebut peradangan.
Pelarutan dan eliminasi kompleks imun
Kompleks imun dalam jumlah kecil selalu terbentuk dalam sirkulasi, dan dapat
meningkat secara dramatis bilamana terdapat peningkatan antigen. Kompleks imun ini
bilamana berlebihan dapat membahayakan oleh karena dapat mengendap pada dinding
pembuluh darah, mengaktivasi komplemen dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Pembentukan kompleks imun bilamana berlebihan, tidak hanya membutuhkan Fab dari
imunoglobulin tetapi juga interaksi dengan Fc. Oleh karena itu pengikatan komplemen pada
Fc immunoglobulin suatu kompleks imun dapat membuat ikatan antigen-antibodi yang sudah
terbentuk menjadi lemah.
Untuk menetralkan terbentuknya kompleks imun yang berlebihan ini, sistem
komplemen dapat meningkatkan fungsi fagosit. Fungsi ini terutama oleh reseptor yang
terdapat pada permukaan eritrosit. Kompleks imun yang beredar mengaktifkan komplemen
dan mengaktifkan fragmen C3b yang menempel pada antigen. Kompleks tersebut akan
berikatan dengan reseptor pada permukaan eritrosit. Pada waktu sirkulasi eritrosit melewati
hati dan limpa, maka sel fagosit dalam limpa dan hati (sel Kupffer) dapat membersihkan
kompleks imun yang terdapat pada permukaan sel eritrosit tersebut.
3.

Regulasi
Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama, yaitu
18

a)

komponen komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk yang tidak

stabil sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya akan rusak,
b)

adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase inhibitor, faktor I dan

faktor H,
c)

pada permukaan membran sel terdapat protein yang dapat merusak fragmen komplemen

yang melekat.
Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui
aktivitas C1 inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
Regulasi jalur alternatif
Jalur altematif juga di regulasi pada berbagai fase oleh beberapa protein dalam
sirkulasi maupun yang terdapat pada permukaan membran. Faktor H berkompetisi dengan
faktor B dan Bb untuk berikatan dengan C3b. Juga CR1 dan DAF dapat berikatan dengan
C3b sehingga berkompetisi dengan faktor B. Dengan adanya hambatan ini maka
pembentukan C3 konvertase juga dapat dihambat. Faktor I, menghambat pembentukan
C3bBb; dalam fungsinya ini faktor I dibantu oleh kofaktor H, CR1 dan MCP. Faktor I
memecah C3b dan yang tertinggal melekat pada permukaan sel adalah inaktif C3b (iC3b),
yang tidak dapat membentuk C3 konvertase, selanjutnya iC3b dipecah menjadi C3dg dan
terakhir menjadi C3d.
2.8 SEL-SEL SISTEM IMUN
1. Sel-Sel Sistem Imun Nonspesifik
Sel sistem imun non spesifik bereaksi tanpa memandang apakah agen pencetus pernah
atau belum pernah dijumpai. Reaksinya pun tidak perlu diaktivasi terlebih dahulu seperti
pada sistem imun spesifik. Lebih jauh lagi respon imun non spesifik merupakan lini pertama
pertahanan terhadap berbagai faktor yang mengancam. Sel-sel yang berperan dalamnsistem
imun nonspesifik adalah sel fagosit, sel nol, dan sel mediator.
a)

Sel Fagosit
Sel fagosit terbagi dua jenis, yaitu fagosit mononuclear dan fagosit polimorfonuklear.

Fagosit mononuclear terdiri dari sel monosit dan sel makrofag, sedangkan fagosit
polimorfonuclear terdiri dari neutrofil dan eusinofil.

19

Sel Monosit dan Sel Makrofag


Persentase sel monosit dalam sel darah putih berkisar 5 %. Monosit bersirkulasi
dalam darah hanya selama beberapa jam, kemudian bermigrasi ke dalam jaringan, dan
berkembang menjadi makrofaga (macrophage) besar (pemangsa besar). Makrofaga jaringan,
yang merupakan sel-sel fagositik terbesar, adalah fagosit yang sangat efektif dan berumur
panjang. Sel-sel ini menjulurkan kaki semu (psedopodia) yang panjang yang dapat menempel
ke polisakarida pada permukaan mikroba dan menelan mikroba itu, sebelum kemudian
dirusak oleh enzim-enzim di dalam lisosom makrofaga itu.
Beberapa makrofaga bermigrasi ke seluruh tubuh, sementara yang lain tetap tinggal
secara permanen dalam jaringan tertentu: dalam paru-paru (makrofaga alveoli), hati (sel-sel
Kupffer), ginjal (sel-sel mesangial), otak (sel-sel mikroglia), jaringan ikat (histiosit), dan pada
limpa, nodus limfa, serta jaringan limfatik. Mikroorganisme, fragmen mikroba, dan molekul
asing yang memasuki darah menghadapi makrofaga ketika mereka terjerat dalam bangun
limpa yang mirip dengan jarring, sementara yang berada dalam cairan jaringan mengalir ke
dalam limfa dan disaring melalui nodus limfa.
Namun, beberapa mikroba telah mengevolusikan mekanisme untuk menghindari
perusakan oleh sel fagositik. Beberapa bakteri mempunyai kapsul bagian luar yang tidak
dapat ditempeli makrofaga. Contoh bakteri tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis, yang
bersifat resisten terhadap perusakan oleh lisosom dan bahkan dapat bereproduksi di dalam
makrofaga.
Sel Neutrofil
Neutrofil merupakan sel fagosit yang berasal dari sel bakal myeloid dalam sumsum
tulang. Jumlahnya sekitar 60-70% dari semua sel darah putih (leukosit). Neutrofil adalah
fagosit pertama yang tiba, diikuti oleh monosit darah, yang berkembang menjadi makrofaga
besar dan aktif. Sel-sel yang dirusak oleh mikroba yang menyerang membebaskan sinyal
kimiawi yang menarik neutrofil dari darah untuk datang. Neutrofil itu akan memasuki
jaringan yang terinfeksi, lalu menelan dan merusak mikroba yang ada disana. (Migrasi
menuju sumber zat kimia yang mengundang ini disebut kemotaksis). Di dalam neutrofil
terdapat enzim lisozim dan laktoferin untuk menghancurkan bakteri atau benda asing lainnya
yang telah difagositosis. Setelah memfagositosis 5-20 bakteri, neutrofil mati dengan
melepaskan zat-zat limfokin yang mengaktifasi makrofag. Biasanya, neutrofil hanya berada
dalam sirkulasi kurang dari 48 jam karena neutrofil cenderung merusak diri sendiri ketika
mereka merusak penyerang asing.
20

Sel Eusinofil
Sama seperti sel fagosit lainnya, sel eosinofil berasal dari sel bakal myeloid. Ukuran
sel ini sedikit lebih besar daripada neutrofil dan berfungsi juga sebagai fagosit. Eosinofil
berjumlah 2-5% dari sel darah putih. Peningkatan eosinofil di sirkulasi darah dikaitkan
dengan keadaan-keadaan alergi dan infeksi parasit internal (contoh, cacing darah atau
Schistosoma mansoni). Walaupun kebanyakan parasit terlalu besar untuk dapat difagositosis
oleh eosinofil atau oleh sel fagositik lain, namun eosinofil dapat melekatkan diri pada parasit
melalui molekul permukaan khusus, dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh
banyak parasit. Selain itu, eosinofil juga memiliki kecenderungan khusus untuk berkumpul
dalam jaringan yang memiliki reaksi alergi. Kecendrungan ini disebabkan oleh faktor
kemotaktik yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil yang menyebabkan eosinofil
bermigrasi kearah jaringan yang meradang. Sel fagosit terutama makrofag dan neutrofil;
memiliki peran besar dalam proses peradangan. Untuk melaksanakan fungsi tersebut sel
fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik lainnya.
b)

Sel Nol
Sel Natural Killer (Sel NK) merupakan golongan limfosit tapi tidak mengandung

petanda seperti pada permukaan sel B dan sel T. Oleh karena itu disebut sel nol. Sel ini
beredar dalam pembuluh darah sebagai limfosit besar yang khusus, memiliki granular
spesifik yang memiliki kemampuan mengenal dan membunuh sel abnormal, seperi sel tumor
dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel NK berperan penting dalam imunitas nonspesifik pada
patogen intraseluler. Sel jenis khusus mirip limfosit yang diproduksi di dalam sumsum tulang
ini juga tersedia di limpa, nodus limfa, dan timus dan merupakan 10 % 20 % bagian dari
limfosit perifer. Bentuknya lebih besar dari limfosit B dan limfosit T.

c)

Sel Mediator
Sel yang termasuk sel mediator adalah sel basofil, sel mast, dan trombosit. Sel

tersebut disebut sebagai mediator dikarenakan melepaskan berbagai mediator yang berperan
dalam sistem imun.
Sel basofil dan sel mast
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya dan diduga juga dapat
berfungsi sebagai fagosit. Sel basofil secara struktural dan fungsional mirip dengan sel mast,
21

yang tidak pernah beredar dalam darah tapi tersebar di jaringan ikat di seluruh tubuh.
Awalnya sel basofil dianggap berubah menjadi sel mast dengan bermigrasi dari sistem
sirkulasi, tapi para peneliti membuktikan bahwa basofil berasal dari sumsum tulang
sedangkan sel mast berasal dari sel prekursor yang terletak di jaringan ikat. Ada dua macam
sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Yang pertama ditemukan di
sekitar pembuluh darah dan mengandung sejumlah heparin dan histamine. Sel mast yang
kedua ditemukan di slauran cerna dan napas. Proliferasinya dipacu IL-3 dan IL-4 dan
ditingkatkan pada infeksi parasit. Baik sel basofil maupun sel mast memiliki reseptor untuk
IgE dan karenanya dapat diaktifkan oleh alergen spesifik yang berkaitan dengan antibodi IgE.
Kemudian bila terdapat alergen spesifik berikutnya yang bereaksi dengan antibodi, maka
perlekatan keduanya menyebabkan sel mast atau basofil rupture dan melepaskan banyak
sekali histamin, bradikinin, serotonin, heparin, substansi anafilaksis yang bereaksi lambat,
dan sejumlah enzim lisosomal. Bahan-bahan inilah yang menyebabkan manifestasi alergi.
Selain itu keduanya pun dapat membentuk dan menyimpan heparin dan histamin.
Trombosit
Trombosit adalah fragmen sel yang berasal dari megakariosit besar di sumsum tulang
belakang. Trombosit berperan dalam pembatasan daerah yang meradang, dimana apabila
terpajan ke tromboplastin jaringan di jaringan yang cedera maka fibrinogen, yang telah
diaktifkan melalui proses berjenjang yang melibatkan pengaktifan suksesif faktor-faktor
pembekuan, diubah menjadi fibrin. Fibrin inilah yang membentuk bekuan cairan
interstitiumdi ruang-ruang di sekitar bakteri dan sel yang rusak.
2. Sel-sel Sistem Imun Spesifik
a) Sel T
Karakteristik Sel T

Sel T tidak mengeluarkan antibodi. Sel sel ini harus berkontak langsung dengan

sasaran suatu proses yang dikenal sebagai immunitas yang diperantarai oleh sel (cellmediated immunity, imunitas seluler).

Bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membran plasmanya, setiap Sel T

memiliki protein-protein reseptor unik.

Sel T diaktifkan oleh antigen asing apabila antigen tersebut disajikan di permukaan

suatu sel yang juga membawa penanda identitas individu yang bersangkutan, yaitu, baik
22

antigen asing maupun antigen diri harus terdapat di permukaan sel sebelum sel T dapat
mengikuti keduanya.

Tidak semua turunan sel T yang teraktivasi menjadi sel T efektor. Sebagian kecil tetap

dorman, berfungsi sebagai cadangan sel T pengingat yang siap merespon secara lebih cepat
dan kuat apabila antigen asing tersebut muncul kembali di sel tubuh.

Selama pematangan di timus, sel T mengenal antigen asing dalam kombinasi dengan

antigen jaringan individu itu sendiri, suatu pelajaran yang diwariskan ke semua turunan sel T
berikutnya

Diperlukan waktu beberapa hari setelah pajanan antigen tertentu sebelum sel T

teraktivasi besiap untuk melancarkan serangan imun seluler.


Subpopulasi sel T
Ketika sel T terpajan ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel dari sel klon sel T
komplementer berproliferisai dan berdiferensiasi selama beberapa hari, menghasilkan
sejumlah besar sel T teraktivasi yang melaksanakan berbagai respons imunitas seluler.
Terdapat tiga subpopulasi sel T, tergantung pada peran mereka setelah diaktifkan oleh
antigen.

Sel Tc (cytotocic)
Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing, misalnya sel

tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.

Sel Th (helper)
Berperan menolong sel B dalam memproduksi antibodi, memperkuat aktivitas sel T

sitotoksik dan sel T penekan (supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag.

Sel Ts (supperssor)
Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik dan

penolong. Sebagian besar dati milyaran Sel T diperkirakan tergolong dalam subpopulasi
penolong dan penekan, yang tidak secara langsung ikut serta dalam destruksi patogen secara
imunologik. Kedua subpopulasi tersebut disebut sel T regulatorik, karena mereka
memodulasi aktivitas sel B dan Sel T sitotoksik serta aktivitas mereka sendiri dan aktivitas
makrofag.

Sel Tdh (delayed hypersensitivity)


23

Merupakan sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya
ketempat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Dalam fungsinya, sel Tdh sebenarnya
menyerupai sel Th.

Limfokin
Dalam biakan sel limfosit T dapat ditemukan berbagai bahan yang mempunyai efek

biologic. Bahan-bahan tersebut disebut limfokin dan dilepas sel T yang disensitisasi.
Beberapa jenis limfokin yaitu: interleukin, interferon, factor supresor, factor penolong , dan
sebagainya.
b) Sel B
Sel B merupakan 5-15 % dari jumlah seluruh limfosit dalam sirkulasi. Fungsi
utamanya ialah memproduksi antibodi. Sel B ditandai dengan adanya immunoglobulin yang
dibentuk didalam sel dan kemudian dilepas, tetapi sebagian menempel pada permukaan sel
yang selanjutnya berfungsi sebagai reseptor antigen. Kebanyakan sel perifer mengandung
IgM dan IgD dan hanya beberapa sel yang mengandung IgG, IgA, dan IgE, pada
permukaannya. Sel B dengan IgA banyak ditemukan dalam usus. Antibody permukaan
tersebut dapat ditemukan dengan teknik imunofluoresen.

24

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel
dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem
ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker
dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi
tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan
demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan
pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

25

Daftar Pustaka
1. Garna Baratawidjaja Karnen dan Rengganis Iris. 2009. Imunologi Dasar edisi VIII.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Ernets, Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
3. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994. Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara.

26

Anda mungkin juga menyukai