Saat Kusni masuk, geng itu sudah beranggotakan Ali, Usman, Mulyadi dan Abu
Bakar. Ketiganya memberikan posisi pemimpin karena melihat bakat memimpin
yang Kusni Kasdut miliki. Pelan tapi pasti, satu persatu kejahatan membuat Kusni
ketagihan.
Pengalaman tertangkap Belanda semasa revolusi membuat Kusni memandang
penjara sebagai lembaga tempat penyiksaan. Karena itu, untuk menghindari
penangkapan yang berujung penjara, dia rela membunuh korbannya bila dirasa
terpaksa. Kusni, kemudian seolah monster haus darah dalam setiap aksinya.
Berbekal sepucuk pistol, tahun 1960-an, Kusni bersama Bir Ali merampok dan
membunuh seorang Arab kaya raya bernama Ali Badjened. Ali Badjened
dirampok sore hari ketika baru saja keluar dari kediamannya di kawasan Awab
Alhajiri, Kebon Sirih. Dia meninggal saat itu juga akibat peluru yang ditembakkan
Ali dari atas jeep. Perampokan pada masa itu sangat menggegerkan.
Berselang satu tahun, pada 31 Mei 1961, Jakarta kembali gempar. Tak lain karena
Museum Nasional Jakarta (Gedung Gajah) dirampok gerombolan Kusni Kasdut.
Ibarat film, Kusni yang menggunakan jeep dan mengenakan seragam polisi,
menyandera pengunjung dan menembak mati seorang petugas museum. Dalam
aksi nekat itu ia membawa lari 11 butir permata koleksi museum. Segera Kusni
Kasdut jadi buronan terkenal.
Sekian tahun buron, Kusni Kasdut tertangkap ketika mencoba menggadaikan
permata hasil rampokannya di Semarang. Petugas pegadaian curiga karena
ukurannya yang tidak lazim. Akhirnya dia ditangkap, dijebloskan ke penjara dan
divonis mati atas rangkaian kejahatannya. Kusni Kasdut akhirnya dieksekusi mati
pada 16 Februari 1980 di sebuah daerah di Gresik, Jawa Timur.
Di hari-hari terakhir hidupnya, Kusni bertaubat dan menyesali kesalahankesalahan yang pernah ia lakukan. Itu karena perkenalannya di penjara dengan
seorang pemuka agama Katolik. Ia pun memutuskan menjadi pengikut setia, dan
dibaptis dengan nama Ignatius Kusni Kasdut.
Sebelum dieksekusi mati, beberapa hal yang diminta Kusni dipenuhi. Dia
menikmati sembilan jam terakhirnya di ruang kebaktian Katolik LP Kalisosok,
dikelilingi anggota keluarganya: Sunarti (istri keduanya), Ninik dan Bambang
(anak dari istri pertama), Edi (menantu, suami Ninik) dan dua cucunya, anak
Ninik. Kusni juga menikmati jamuan makan terakhir dengan lauk capcai, mie dan
ayam goreng.
Pada masanya, Kusni adalah penjahat spesialis barang antik. Kisahnya sebagai
sosok penjahat berdarah dingin ternyata tidak hanya dikenang oleh para korban
atau keluarga korban. Ia juga sempat dijuluki 'Robin Hood Indonesia', karena
ternyata hasil rampokannya sering di bagi-bagikan kepada kaum miskin.