Anda di halaman 1dari 2

Akhir perjalanan Kusni Kasdut, si penjahat legendaris

Kusni kasdut. wordpress.com


Kisah petualangan penjahat legendaris Kusni Kasdut sudah banyak ditulis dalam
berbagai artikel. Penjahat yang juga mantan pejuang melawan penjajah Belanda
pada masa revolusi 1945 itu terlibat beberapa kali perampokan dan
pembunuhan di negeri ini, salah satunya merampok Museum Nasional dan
membunuh satu petugas pada 31 Mei 1961.
Kusni Kasdut bernama asli Waluyo. Dia lahir sebagai pemuda miskin, anak
seorang petani miskin di Blitar, Jawa Timur. Di masa revolusi kemerdekaan dia
tergabung tak resmi sebagai laskar rakyat yang bahu membahu bersama TNI
melawan penjajah Belanda.
Ketika revolusi berakhir, Kusni Kasdut justru dibuat bingung. Kekacauan
membuatnya bisa beristrikan seorang gadis Indonesia dari keluarga menengah,
Sri Sumarah Rahayu Edhiningsih. Seorang istri yang ia cintai, ia banggakan, dan
karena itu melahirkan tekad untuk menyenangkannya dengan kehidupan layak.
Sementara sejak lahir, Kusni senantiasa bergelut dengan kemiskinan.
Kusni terus mencari pekerjaan. Namun, entah karena dia berharap terlalu tinggi,
atau apa, yang ia terima tak lain serangkaian kegagalan. Berbekal pengalaman
semasa revolusi 1945, ia pun mencoba mendaftar masuk TNI. Sayang, ia kembali
ditolak.
Penyebab penolakan Kusni masuh TNI karena selain karena tak pernah terdaftar
dalam kesatuan pejuang, ia pun cacat fisik. Kaki kirinya sedikit timpang
terserempet tembakan yang dia peroleh semasa perang. Kusni Kasdut menjadi
orang terbuang meski bisa dibilang dia merupakan pejuang kemerdekaan.
Kusni Kasdut kemudian berteman dengan Bir Ali. Ali seorang laki-laki asal Cikini
kecil (sekarang wilayah sekitar Hotel Sofyan), mantan suami penyanyi Ellya
Khadam. Nama lengkapnya Muhammad Ali, dijuluki Bir Ali karena kesukaannya
menenggak bir sebelum melakukan aksi. Kelak, Muhammad Ali menjalani
hukuman mati pada 16 Februari 1980 karena membunuh Ali Badjened, seorang
Arab kaya raya, saat merampok rumahnya.

Saat Kusni masuk, geng itu sudah beranggotakan Ali, Usman, Mulyadi dan Abu
Bakar. Ketiganya memberikan posisi pemimpin karena melihat bakat memimpin
yang Kusni Kasdut miliki. Pelan tapi pasti, satu persatu kejahatan membuat Kusni
ketagihan.
Pengalaman tertangkap Belanda semasa revolusi membuat Kusni memandang
penjara sebagai lembaga tempat penyiksaan. Karena itu, untuk menghindari
penangkapan yang berujung penjara, dia rela membunuh korbannya bila dirasa
terpaksa. Kusni, kemudian seolah monster haus darah dalam setiap aksinya.
Berbekal sepucuk pistol, tahun 1960-an, Kusni bersama Bir Ali merampok dan
membunuh seorang Arab kaya raya bernama Ali Badjened. Ali Badjened
dirampok sore hari ketika baru saja keluar dari kediamannya di kawasan Awab
Alhajiri, Kebon Sirih. Dia meninggal saat itu juga akibat peluru yang ditembakkan
Ali dari atas jeep. Perampokan pada masa itu sangat menggegerkan.
Berselang satu tahun, pada 31 Mei 1961, Jakarta kembali gempar. Tak lain karena
Museum Nasional Jakarta (Gedung Gajah) dirampok gerombolan Kusni Kasdut.
Ibarat film, Kusni yang menggunakan jeep dan mengenakan seragam polisi,
menyandera pengunjung dan menembak mati seorang petugas museum. Dalam
aksi nekat itu ia membawa lari 11 butir permata koleksi museum. Segera Kusni
Kasdut jadi buronan terkenal.
Sekian tahun buron, Kusni Kasdut tertangkap ketika mencoba menggadaikan
permata hasil rampokannya di Semarang. Petugas pegadaian curiga karena
ukurannya yang tidak lazim. Akhirnya dia ditangkap, dijebloskan ke penjara dan
divonis mati atas rangkaian kejahatannya. Kusni Kasdut akhirnya dieksekusi mati
pada 16 Februari 1980 di sebuah daerah di Gresik, Jawa Timur.
Di hari-hari terakhir hidupnya, Kusni bertaubat dan menyesali kesalahankesalahan yang pernah ia lakukan. Itu karena perkenalannya di penjara dengan
seorang pemuka agama Katolik. Ia pun memutuskan menjadi pengikut setia, dan
dibaptis dengan nama Ignatius Kusni Kasdut.
Sebelum dieksekusi mati, beberapa hal yang diminta Kusni dipenuhi. Dia
menikmati sembilan jam terakhirnya di ruang kebaktian Katolik LP Kalisosok,
dikelilingi anggota keluarganya: Sunarti (istri keduanya), Ninik dan Bambang
(anak dari istri pertama), Edi (menantu, suami Ninik) dan dua cucunya, anak
Ninik. Kusni juga menikmati jamuan makan terakhir dengan lauk capcai, mie dan
ayam goreng.
Pada masanya, Kusni adalah penjahat spesialis barang antik. Kisahnya sebagai
sosok penjahat berdarah dingin ternyata tidak hanya dikenang oleh para korban
atau keluarga korban. Ia juga sempat dijuluki 'Robin Hood Indonesia', karena
ternyata hasil rampokannya sering di bagi-bagikan kepada kaum miskin.

Anda mungkin juga menyukai