Anda di halaman 1dari 9

A r s i t e k t u r T r a d i s i o n a l

P r o v i n s i B a n g k a B e l i t u n g
R u m a h

P a n g g u n g

Secara umum arsitektur di Kepulauan Bangka Belitung berciri Arsitektur


Melayu seperti yangditemukan di daerah-daerah sepanjang pesisir Sumatera
dan Malaka.Di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu Arsitektur Melayu Awal, Melayu
Bubung Panjang dan MelayuBubung Limas. Rumah Melayu
Awal berupa rumah panggung kayu dengan material seperti kayu,bambu,
rotan, akar pohon, daun-daun atau alang-alang yang tumbuh dan mudah
diperoleh disekitar pemukiman. Bangunan Melayu Awal ini beratap tinggi
di mana sebagian atapnya miring,memiliki beranda di muka, serta bukaan
banyak yang berfungsi sebagai fentilasi. Rumah Melayu awal terdiri atas
rumah ibu dan rumah dapur yang berdiri di atas tiang rumah yang ditanam
dalamtanah.B e r k a i t a n d e n g a n t i a n g , m a s ya r a k a t K e p u l a u a n B a n g k a
Belitung mengenal falsafah 9 tiang.Bangunan didirikan di atas 9 b
uah tiang, dengan tiang utama berada di tengah
d a n d i d i r i k a n pertama kali. Atap ditutup dengan daun rumbia. Dindingnya
biasanya dibuat dari pelepah/kulit kayuatau buluh (bambu). Rumah Melayu Bubung
Panjang biasanya karena ada penambahan bangunandi sisi bangunan yang ada
sebelumnya, sedangkan Bubung Limas karena pengaruh dari
Palembang.Sebagian dari atap sisi bangunan dengan
arsitektur ini terpancung. Selain pengaruh arsitekturMelayu ditemukan pula
pengaruh arsitektur non-Melayu seperti terlihat dari bentuk Rumah Panjangyang
pada umumnya didiami oleh warga keturunan Tionghoa. Pengaruh non-

Melayu lain datangdari arsitektur kolonial, terutama tampak pada tangga batu
dengan bentuk lengkung.Rumah panggung, rumah limas dan rumah rakit
merupakan rumah tradisional Bangka Belitung. Hampir sama dengan propinsi
lain yang ada di Pulau Sumatera model arsitektur rumah adat BangkaBelitung berciri
arsitektur Melayu.Terdapat tiga macam ciri arsitektur rumah adat yaitu
arsitektur Melayu awal, Melayu BubungPanjang dan Melayu Bubung Limas.
Arsitektur rumah Melayu Awal berujud rumah panggung kayudimana hampir semua
bahan material yang di pakai untuk rumah ini berupa kayu, bambu, rotan,akar
pohon, daun-daun atau alang-alang yang banyak tumbuh
dan sangat mudah diperoleh disekitar pemukiman.Arsitektur rumah
Melayu Awal ini biasanya beratap tinggi dan sebagian atapnya miring.
Saat
pembangunan rumah yang berkaitan dengan tiang, masyarakat Ke
p u l a u a n B a n g k a B e l i t u n g mengenal falsafah 9 tiang, dimana bangunan
rumah yang didirikan memiliki 9 buah tiang. Tiang utama tempatnya di tengah
dan didirikan pertama kali. Kemuduan atap rumah ditutup dengan
daunr u m b i a . S e m e n t a r a b a g i a n d i n d i n g n y a b i a s a n ya d i b u a t d a r i b a
h a n p e l e p a h / k u l i t k a y u a t a u menggunakan buluh (bambu).

Provinsi yang terdiri atas dua pulau utama ini memang menjadi latar pengambilan
adegan demi adegan dalam Laskar Pelangi. Pesona alam mistis dan nyaris tak
tersentuh membuat Bangka Belitung mendapat julukan baru: Surga Tersembunyi.
Babel atau Bangka Belitung memang diberkahi banyak hal memikat. Sebut saja
pantai dengan bebatuan vulkaniknya, pulau-pulau kecil nan menawan serta
kekayaan etnis yang menjadi kekayaan tersendiri dan tak boleh dilewatkan.
Keberagaman etnis ini mengantarkan Bangka Belitung sebagai wilayah dengan
budaya yang kental. Warisan leluhur dalam lingkup budaya terlihat jelas dari rumah
adat Bangka Belitung itu sendiri.

Eropa-Arab-Cina
Secara umum, rumah adat Bangka Belitung terkenal dengan gaya Melayu Bangkanya. Konon, arsitektur rumah ini sudah ada sejak abad ke 15 silam dan pada
perjalanannya mendapat banyak pengaruh dari kebudayaan Arab, Eropa bahkan
Cina. Uniknya, meski digempur banyak kebudayaan dari berbagai sisi, karakter
rumah adat Bangka Belitung justru muncul menjadi karakter bangunan baru yang
menarik untuk disimak.
Jika diperhatikan secara seksama, rumah adat Bangka Belitung masih mewarisi
gaya arsitektur Melayu Awal, Melayu Bubungan Limas dan juga rumah Melayu
Bubung Panjang. Rumah Melayu Awal berupa rumah panggung dengan bahan
utama kayu, rotan, bambu, daun-daun, akar pohon dan atau juga alang-alang.
Rumah Melayu Awal ini menyumbang atap yang tinggi dan sedikit miring pada
bangunan Bangka Belitung. Selain itu, ia juga dipermanis dengan beranda yang ada
di depan rumah juga jendela atau bukaan yang banyak. Adapun bagian dalam
rumah terdiri atas rumah induk atau ibu dan juga rumah dapur.
Adapun pada bagian tiangnya, rumah adat Bangka Belitung dipengaruhi oleh
falsafah 9 tiang. Bangunan tradisional hampir selalu dijumpai berdiri dengan 9 tiang.
Tiang utama bangunan terletak persis di bagian tengah rumah. Sementara itu bagian
dinding lazim terbuat dari pelepah kayu, kadang juga buluh atau bambu. Uniknya,
dinding ini sama sekali tidak dipermanis dengan cat dan semacamnya. Jadi, jika
Anda menjumpai rumah adat Bangka Belitung terlihat lusuh, justru di situlah
karakternya melekat!
Jika dicermati, rumah adat Bangka Belitung juga mengadopsi rumah Melayu
Bubung Panjang. Hal ini terlihat dari penambahan bangunan di sisi badan rumah
utama. Penambahan sisi rumah ini konon merupakan hasil akulturasi kebudayaan
non-Melayu seperti Tionghoa. Adapun pengaruh Eropa atau kolonial terlihat pada
tangga rumah yang diletakkan pada batu dan bentuknya dibikin melengkung. Selain
dipengaruhi oleh rumah Melayu Awal, rumah Bubung Limas dan rumah Bubung
Panjang, konon rumah adat Bangka Belitung ini juga mengadopsi gaya rumah
Rumah Rakit. Hanya saja pengaruhnya tak sekuat rumah khas Melayu lainnya.
Jika Anda berkunjung ke Bangka Belitung, tak ada salahnya menyempatkan diri
untuk menyambangi rumah adat di provinsi muda yang satu ini. Selain memperkaya
khazanah keilmuan Anda, wisata rumah adat ini juga akan menambah inspirasi.
Terutama jika Anda penggemar arsitektur tua di nusantara.
Kehidupan masa kini Belitong adalah bagian dari masa lalunya, sejarah telah
mengantarkannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kebudayaan yang

lebih luas. Kebudayaan masa lalunya; adanya kerajaan yang berdaulat, oleh raja
yang memimpin rakyatnya dengan arif dan bijak selama turun-temurun.
Itu memaknai bahwa sistim kepemimpinannya memakai garis-garis haluan hukum
yang adil hingga kemudian tatanan kebudayaan dan peradaban itu dirusak oleh
penjajah Belanda yang ingin menguasai kekayaan timahnya. Peradaban Melayu
Belitong yang tercermin dalam peninggalan sejarah serta yang tertanam dalam
pemikiran dan kesahajaan masyarakatnya; bahasa, rumah, matapencaharian,
pemeliharaan hutan, tradisi ritual, kerukunan, dan lain sebagainya merupakan
cermin dari sejarah masa lalunya yang arif.
Pengetahuan ini tentu belum menjadi milik umum Bebarapa bagian tulisan yang
diturunkan lewat media ini adalah substansi dari sejarah yang pernah ada dan kini
masih tersimpan dalam ingatan para sepuh dan manuskrif yang pernah ditulis pada
tahun 1937 oleh pendahulu mereka yaitu K.A. Haji Abdul Hamid, karenanya Penulis
amat berterima kasih sedalamnya kepada seluruh keluarga besar Kerukunan
Keluarga Cakraningrat, serta ketua Sepuh Adat Keluarga Besar Cakraninggrat,
Datuk Mpu K.A. Idris Alie.
Rumah adat merupakan identifikasi mutlak sebagai sebuah perwujudan identitas
budaya dan kebudayaan sebuah bangsa; etnik yang menempati sebuah kawasan
yang mempunyai garis tegas tentang perangkat adat untuk mengatur wilayah
adatnya. Maka rumah adat bukan hanya sebagai perangkat pemersatu; tempat
bertemu, membahas segala persoalan yang menyangkut tentang kehidupan baca
berkebudayaan; norma, hukum, ekonomi, politik, kesenian, bahkan adat istiadat atau
tradisi keseharian, bahkan menyangkut hal yang bersipat insidentil seremonial.
Tetapi lebih daripada semua itu, ia sebagai tempat sublimasi bagi generasi muda;
pada masa lampau semua tentang pengajaran agama di ajarkan di sana. Rumah
adat seperti yang diidentifikasikan tersebut sudah pernah ada di wilayah adat
Belitong. Rumah adat tersebut dibangun oleh para kepala adat wilayah Belitong
yaitu para Depati yang memerintah pada tiap-tiap zamannya.
Seperti kita ketahui bahwa pemerintahan yang pertama di Belitong ada di kawasan
Balok (Belantu) yang di kenal dengan Kerajaan Balok Lamak, pemerintahan di
kawasan itu di perintah oleh Kiai Mas'ud atau dikenal juga dengan sebutan Kiai
Gegedeh Ya'kob yang merupakan keturunan langsung Bupati Mataram pertama
(Kiai Gede Pamanahan 1546-1582) yaitu Kiai Mas'ud atau sebagai Depati
Cakraningrat I (pertama) dan kemudian menurunkan trah sampai kepada Depati
cakraningrat ke IX (Depati yang memerintah di Kota Tanjung Pandan mulai dari
Depati Rahad sebagai Depati Cakraningrat ke VIII hingga Depati Endek sebagai
Depati terakhir atau ke X) Rumah adat tersebut selalu dibangun tidak jauh dari
rumah tinggal Depati yang memerintah pada masanya.

Karenanya di masa-masa terakhir pemerintahan para depati Cakraninggrat atau


sebelum peran Depati selaku pimpinan yang berperan secara adat "dilenyapkan"
oleh pemerintah Kolonial Belanda, rumah adat yang terakhir tersebut ada di jantung
kota Tanjung Pandan berdiri di dekat mesjid Jami' Kota Tanjung Pandan dengan
sebutan Rumah Gede.
Rumah Gede tersebut setelah ketiadaan pemerintahan Depati (pemerintahan yang
diatur secara adat menurut aturan kerajaan yang turun temurun) Maka pemerintah
Belanda mengangkat orang yang dianggap bisa diarahkan dan dikendalikan oleh
Penguasa Belanda (sejak pemerintahan Depati K.A. Rahad, Trah keluarga Kerajaan
sempat dipinggirkan oleh Belanda dengan politik adu domba yang dikenal dengan
sebutan Devide Et Invera dan Depati K.A. Rahad tidak mendapat mengakuan oleh
Belanda.
Pada tahun 1826 belanda menempatkan Pangeran Syarif Hasyim dari Palembang.
Pemberontakan meletus dan Pangeran Syarif Hasyim meningal dunia, kemudian
tahun 1837 Belitung di pimpin oleh Mas Agus Asik dari Pulau Lepar sampai tahun
1838 dan kemudian kekuasaan diserahkan kembali kepada Depati Rahad dan ia
baru dilantik dengan gelar Cakraninggrat ke VIII pada 1juli 1838 hingga meninggal
dunia tahun 1854.kedian digantikan oleh adiknya K.A. Mohamad Saleh Untuk
mengurangi pengaruh Depati terhadap rakyatnya, pada tahun 1873 pangkat Depati
dihapus oleh Belanda.
Sedang pada tahun 1879 hingga tahun 1890, pangkat Depati diadakan kembali oleh
Belanda dan Belanda mengangkat K.A. Endek yaitu keponakan yang juga menantu
dari K.A. Mohamad Saleh dengan gelarDepati Cakraningrat ke X. gelar ini tidak
diakui oleh rakyat karena pemberian Belanda) Rumah Adat Masa Lalu Pada masa
kolonial Belanda, peran rumah adat di Belitong menjadi kurang berfungsi karena
campur tangan Belanda dalam menentukan kebijakan Depati selaku pemegang
keputusan adat terhadap rakyatnya bahkan Belanda serlalu campur tangan dalam
menentukan Kekuasaan Depati; hingga keputusan depati selalu tidak dibahas diamdiam tidak di rumah adat. (Perlu ditegaskan hukum adat, adalah hukum yang juga
mencakup hal ihkwal keseharian, seperti tradisi perniagaan, pertanian, mengolah
hasil alam; hutan dan pertambangan timah) sudah dikacaukan oleh Belanda karena
Belanda menginginkan keuntungan secara ekonomi.
Sedang perihal adat yang menyangkut tradisi ritual seperti memang tidak dicampuri
oleh Belanda, seperti adat perkawinan dan perayaannya atau begawai, adat
selamatan anak yang lahir, adat selamatan kampong, adat selamatan tahun. Rumah
adat atau Rumah Gede tersebut sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya
karena Belanda telah mengintervensi segala kebijakan Depati yang di akui oleh
rakyatnya dengan berpegang pada adat, yaitu hukum tradisi sejak kerajaan pertama
didirikan.Tetapi rumah adat yang ada di kota Tanjung Pandan tetap berdiri hingga
akhir tahun 1950.

Fungsi rumah adat atau rumah gede tersebut setelah era kemerdekaan hanya
dimanfaatkan sebagai tempat mengaji atau belajar membaca alquran oleh
masyarakat setempat. Kemudian musnah dikarenakan tidak adanya lagi perhatian,
baik dari pihak pemerintah maupun pihak keluarga Depati. Fungsi esensial rumah
adat di zaman Belanda sudah ditiadakan, seiring dengan peran Depati yang sudah
dipinggirkan oleh Belanda.
Tetapi rumah adat sebagai alat pemersatu tempat para tetua bermusayawarah dan
mufakat, tempat kesenian digelar, tempat bermacam tradisi adat digelar, tentu tidak
terkikis habis dalam pikiran tiap anak negeri Belitong. Karena itu sebagai anak
negeri yang merdeka dari kungkungan penjajah, anak negeri yang mau membangun
dan memfungsikan Rumah Adat itu kembali guna disesuaikan dengan kebutuhan
masa kini, perlu kita dukung dengan sepenuh hati. karena ia tidak hanya sebagai
simbol sebuah eksistensi sebuah negeri yang beradat tapi lebih dari itu, sebagai
barometer kedepan; bahwa spirit anak negeri tidak semata dibangun dengan materi
sebagaimana yang di anut oleh paham hedonisme masa kini.
Fungsi rumah adat Belitong untuk masa kini tentunya disesuaikan dengan
kebutuhan kebudayaan saat ini. antara lain tidak hanya sebagai simbolisasi
kenegerian (bahwa wilayah Belitong adalah wilayah adat yang otonom, pernah ada
kerajaan dan pemerintahan yang pada masanya ada hukum adat yang mengatur
segala norma kehidupan atau penghidupan masyarakatnya) tetapi juga rumah adat
tersebut akan berfungsi sebagai objek studi, wisata, rumah pergelaran kesenian,
pergelaran adat tradisi, bahkan sebagai rumah duta di mana para sesepuh adat;
pemimpin negeri, penghulu adat, pemangku adat dari luar wilayah adat dapat saling
bersitalurahim dengan takzim.
Sebagai objek studi dan wisata, tentu kita akan mendapat gambaran yang realistis
tentang sejarah yang pernah ada, sementara yang sudah tertanam di dalam
pemikiran sebagian masyarakat bahwa sejarah Belitong hanya ada tergolek pada
benda-benda sejarah di museum kota Tanjung Pandan dan museum Badau. Tentu
itu hanya sebagian kecil dari pernak-pernik sejarah. Bagaimana sejarah lainnya,
seperti tradisi pemerintahannya dari masa ke masa, tradisi keseniannya, tradisi adat
istiadat lainnya.
Replikasi dan pergelaran yang menyangkut hal ikhwal kebudayaan tersebut bisa di
gelar di rumah adat tersebut. Spirit Rumah Adat Membangun rumah adat yang
refresentatif tentulah tidak semudah membalikkan telapak tangan meski pemerintah
memberikan dukungan penuh karena rumah adat erat kaitannya dengan masa lalu
yang sudah menjadi sejarah, bukan saja sejarah adatnya tapi juga peran dari para
keluarga depati selaku pewaris pelaksana adat sebagaimana yang telah diturunkan
oleh para nenek moyang terdahulu.

Dan tak kalah pentingnya adalah bahwa masyarakat mesti menerima ini sebagai
sebuah kekayaan negeri, sebuah eksotisme yang tak dimiliki wilayah lain; bahwa
Belitong merupakan sebuah wilayah yang bersatu secara adat; bahasa melayu
Belitong yang sampai kini tetap terjaga di hampir setiap sudut manapun di wilayah
Belitong, kerukunan masyarakat, kemufakatan antarwilayah, masyarakat yang
rendah hati, kearifan lokal terhadap lingkungan alam. (Pembabatan hutanoleh
pengusaha adalah cerita lain yang tak terpungkiri) sebagai rakyat asli akan berpikir
seribu kali untuk menghianati kearifan lokal, kecuali ia betul-betul penghianat dan tak
tahu adat!
Eksotisme yang telah tumbuh secara adat turun temurun; tradisi lokal begalor,
bertani, melaut, berburu, bebanjor, nirok, nanggok, dan mengekploitasi hasil hutan,
setidaknya kini masih ada dalam sisa ingatan orang-orang Belitong moderen tetapi
masih dilakukan sebagian masyarakat di desa-desa tradisional Belitong.Kearifan
lokal, eksotisme adat, bahasa melayu Belitong; adalah spirit yang terbangun
sejak kerajaan dengan pemimpinnya yang bijak. Ketentraman Belitong akan
selalu terjaga jika tidak dirusak oleh orang-orang yang tahu adat Belitong.
Perlu dicatat kerendahhatian Masyarakat Belitong terhadap siapa pun, orang
manapun. adalah cerminan dari turunan terdahulu. (sejarah mengingatkan;
masuknya Kiai Mas'ud atau Kiai Gegedeh Ya'kob dari Kerajaan Mataram abad ke 15
dan kemudian menaklukan kerajaan kecil yang masih menganut hindu di Belitong)
bukan semata ia haus kekuasaan tapi lebih dikarenakan ia hanya ingin hidup
tentram bersama rakyatnya! Akar ketentraman adalah kearifan.
Karenanya selama pemerintahan turunan Cakraningrat di Belitong tidak pernah
terjadi pertumpahan darah karena perebutan kekuasaan dan penghianatan. Kecuali
adanya hegemoni dari pihak luar sekitar tahun 1755 (masuknya Tengku Akil dari
kerajaan Siak untuk menguasai Belitong dan kemudian membunuh Raja K.A.
Mohamad Hatam atau Cakraninggrat ke VII yang berkedudukan di Hulu Sungai
Cerucuk) hingga kemudian anaknya K.A Rahad meski membuat pertahanan di
muara Suangai Cerucuk dan mendirikan kerajaan baru yang kini menjadi kota
TanjungPandan.
Sebuah rumah adat mesti memiliki aura atau ruh yang menjaga keagungan dan
keanggunannya baik secara fungsional maupun visional. Dalam hal ini tentu tidak
akan dibangun hanya semata berdasarkan pada keinginan atau pemenuhan pada
infrastruktur yang lazim sebagaimana kita membangun kebutuhan sarana publik
karena ia memiliki semacan aura yang tegas!.Pada masa dulu munculnya aura ini
karena ada wibawa raja dan kesetiaan rakyatnya. Maka sebuah rumah adat masa
dulu sebagai sebuah rumah dimiliki secara komunal untuk kepentingan bersama
dibawah aturan adat dan wibawa raja hingga rumah tersebut menjadi terjaga dan
terpelihara.

Namun ketika kini akan diwujudkan dalam masa yang berbeda tetapi aura dan ruh
yang akan tertanam teentu akan menjadi berbeda namun tingkat kecerdasan
masyarakatlah yang akan mendukung aura tersebut bahwa mereka adalah pewaris
dan pemelihara kekayaan eksotis tersebut. Hal itu tentu mesti memperhatikan spirit
yang pernah ada bahkan hingga kini spirit itu masih tersimpan sebagai pusaka adat;
baik itu yang bersipat pemikiran (keturunan dari pelaksana atau pemangku adat),
materi (benda-benda pusaka), atau aturan adat (baik tertulis maupun lisan yang
diwariskan secara turun temurun baik di masyarakat maupun di keluarga depati)
Bentuk Fisik dan fungsi Rumah Adat Bentuk fisik rumah adat Belitong sangat
sederhana, merupakan rumah Panggong; rumah yang ditopang tiang dengan bahan
kayu pilihan terbaik. Kesemua bahan bangunan terbuat dari kayu sampai ke atapnya
yang disebut dengan atap sirap bangunan terbagi menjadi tiga bagian; ruang
teras, ruang tengah atau utama, ruang penyangga, dan ruang belakang.Ruang
teras merupakan ruang publik; seperti layaknya ruang santai jadi hal-hal yang tidak
begitu penting bisa dibicarakan di sini, bahkan ketika para petinggi kerajaan
menonton pertunjukan di halaman Rumah Gede akan selalu duduk di sini.
Ruang utama adalah ruang besar yang bisa menampung banyak orang, tidak
memilikisekat atau kamar, tetapi ada partisi artistic sebagai sekat sementara
berguna untuk bersalin pakaian dan lain-lain.ruang utama ruang yang selalu terjaga.
Ruang perantara selalu ada tangga di sisi kiri dan kanannya, dan ada air wudhu
yang di tempatkan di dalam tempayan atau guci. Ruang ini bukan hanya sebagai
penghubung antara ruang belakang dan ruang utama, tapi dipakai juga sebagai
pintu darurat jika para tamu mau ke toilet karena secara adat kesopanan tidak
diperkenankan melewati pintu depan. Pintu depan atau utama hanya boleh dipakai
untuk datang dan pulang.
Dan ruang penyangga juga berfungsi sebagai ruang pengatur atau pengarah
acara; antara keperluan para majelis yang sedang bermusyawarah di ruang utama
dengan keperluan seperti pengaturan konsumsi di ruang belakang, karena makanan
para majelis mesti aman dari berbagai ancaman dan keamanan. Ruang belakang
merupakan tempat menyimpan semua perkakas keperluan rumah adat dan
kepentingan majelis; misalnya rehal untuk meletakkan alquran, tikar untuk
sholat,dan lain-lain,bahkan peralatan makan-minum, peralatan sirih pinang, Dan
yang terakhir tentu saja toilet yang terletak terpisah dari bangunan utama, ia ada di
belakangbangunan utama.
Halaman rumah adat relative lebih luas, selalu dipakai sebagai ruang pertunjukan,
tempodulu pertunjukan yang digelar antara lain seperti pencaksilat, beripat rutan,
beregong,becampak, musik gambus, tari-tarian, dan lain sebagainya.

Sumber :

http://www.portalkbr.com/galerifoto/lifestyle/2345919_4478.html
http://www.cakrabuanatour.com/2014/01/rumah-adat-belitung.html
http://www.tamadunbangkabelitung.com/78-slideshow/122-rumah-tradisionalbangka-belitung

Anda mungkin juga menyukai