Anda di halaman 1dari 7

2.1.

Pengertian Manajemen Laba


Manajemen laba sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja dalam batas
prinsip akuntansi yang berterima umum baik didalam maupun diluar batas General
Accepted Accounting Principle (GAAP). Menurut Schipper (1989) Manajemen laba adalah
campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan
untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi. Selain itu dikemukakan juga oleh
Healy & Wahlen (1999) bahwa Manajemen laba terjadi apabila manajer menggunakan
penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan
keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan
atau mempengaruhi akibat-akibat perjanjian yang mempunyai kaitan dengan angka-angka
yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
2.2. Teori Keagenan (Agency Theory)
Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori agensi. Sebagai agen, manajer
secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik
(principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak.
Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana
masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran
yang dikehendaki Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik
(pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi
perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan
informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena
kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya. Ketidakseimbangan
penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri
informasi (information asymmetry). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik
(principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen
laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham)
mengenai kinerja ekonomi perusahaan menunjukkan adanya hubungan positif antara
asimetri informasi dengan manajemen laba
2.3. Sasaran Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) terdapat unsur-unsur laporan keuangan yang dapat dijadikan
sasaran untuk dilakukan manajemen laba yaitu :

1.

Kebijakan Akuntansi.

Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan
oleh suatu perusahaan, yaitu antara menerapkan akuntansi lebih awal dari waktu yang
ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
1. Pendapatan.
Dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan.
1.

Biaya.

Menganggap sebagai beban/ biaya atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi
atas suatu biaya (amortize or capitalize of investment).
2.4. Alasan Dilakukan Manajemen Laba
Alasan dilakukan manajemen laba karena:
1. Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap
manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau
prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba
dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan
diterima oleh manajer.
2. Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan
yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang
pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinyadengan membuat
kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian
akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negoisasi atau
penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan.
3. Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya.

1.5.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba

Berdasarkan yang dilakukan olehWatts dan Zimmerman (1986) secara empiris


membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi.
Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat
digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk
tindakan agent tersebut adalah manajemen laba. Faktor-faktor yang diajukan oleh Watt dan
Zimmerman adalah:

1. Hipotesis Bonus Plan.


Perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang
akan meningkatkan income saat ini.
1. Debt To Equity Hypothesis.
Bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer
perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatakan
pendapatan atau laba.
1. Political Cost Hypothesis
Bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar
masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan.
2.5. Terjadinya Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) manajemen laba dapat dilakukan oleh manajer dengan caracara sebagai berikut:
1. Manajer dapat menentukan kapan waktu akan melakukan manajemen laba
melalui kebijakannya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang
dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi
merupakan wewenang dari para manajer.
2. Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib
diterapkan oleh suatu perusahaan. Yaitu antara menerapkan lebih awal atau
menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
3. Upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu
dari sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan
akuntansi yang ada (GAAP).

1.6.

Motivasi Manajemen Laba

Beberapa motivasi terjadinya manajemen laba yaitu:


1. Motivasi Program Bonus (Bonus Plan Motivations).
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak
secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat
ini.

1. Motivasi politik (Political Motivations)


Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan
publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan
publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan yang lebih ketat.
1. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivations)
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai
metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
1. Motivasi perubahan CEO (Changes of CEO Motivations)
CEO (Chief Executive Officer) yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan
pendapatan untuk menaikkan bonus mereka, dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka
akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5.Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer
perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka
dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
6.Motivasi perjanjian utang (Debt Covenants Motivations)
Perjanjian utang timbul karena adanya kontrak jangka panjang yang dilakukan oleh
manajemen laba. pelanggaran terhadap hal tersebut akan mengakibatkan biaya yang tinggi
terhadap perusahaan, oleh karena itu manajer berusaha untuk menghindari terjadinya
pelanggaran terhadap covenant.

Healy dan Wahlen (1999) membagi motivasi earnings management menjadi tiga, yaitu:
a. Capital Market
Penggunaan secara luas informasi akuntansi oleh investor dan analis keuangan untuk
membantu menilai saham dapat menciptakan insentif bagi manajemen untuk memanipulasi
laba dalam usaha mempengaruhi harga saham.
b.

Constructing Motivations

Healy dan Wahlen (1999) dalam Qomariyah (2006) membaginya menjadi dua,
yaitu: lending constract dan management compensation constract. Esensi penjelasan Healy
dan Wahlen (1999) sama dengan uraian Scott (2000) di atas, dimana penjelasan lending
constract motivatons sama dengan other constractual motivations dan management
compensations, constract motivationssama dengan bonus scheme motivations.
c.

Regulatory Motivations

Terdapat tiga bentuk dalam motivasi ini, yaitu:


1)

Industry Regulations Motivations

Industri-industri diatur dengan derajat pengaturan berbeda di masing-masing industri,


beberapa diantaranya seperti industri perbankan dan asuransi menghadapi pemantauan
yang lebih ketat oleh pihak regulator termasuk data-data akuntansi. Peraturan perbankan
mengharuskan bank mencapai Cumulative Abnormal Return (CAR) tertentu, sedangkan
peraturan asuransi menghasilkan perusahaan asuransi memenuhi syarat-syarat kesehatan
keuangan minimum. Peraturan seperti ini menciptakan insentif bagi manajemen untuk
mengatur laporan keuangan dan neraca sesuai dengan kepentingan pihak regulator.
2)

Anti-trust and Other Regulations

Perusahaan yang berbeda di dalam penyelidikan pelanggaran anti-trust atau menghadapi


konsekuensi politik yang tidak menguntungkan memiliki insentif untuk mengatur labanya
agar tampak kurang menguntungkan. Manajemen yang memiliki subsidi dan proteksi
pemerintah juga memilki insentif yang sama.
3)

Tax Planning Purposes

Healy dan Wahlen (1999) tidak menjelaskan bagian ini, karena menurutnya earnings
management untuk tujuan perencanaan pajak merupakan bagian tugas (dominant)
otorisasi pajak yang memiliki insentif yang sama.
1.7.

Teknik Manajemen Laba


Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk melakukan manajemen laba pada laporan

keuangan yaitu:

1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi


Cara ini merupakan cara manajer untuk mempengaruhi laba melalui judgement
terhadap estimasi akuntansi antara lain: estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi
kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya
garansi, dan lain-lain.
1. Mengubah metode akuntansi
Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi,
contoh: mengubah metoda depresiasi aktiva tetap, dari metoda depresiasi angka tahun ke
metoda depresiasi garis lurus.
1. Menggeser perioda biaya atau pendapatan
Beberapa orang menyebutkan rekayasa jenis ini sebagai manipulasi keputusan
operasional. Contoh: rekayasa perioda biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat
atau menundapengeluaran untuk penelitian sampai perioda akuntansi berikutnya,
mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai perioda akuntansi berikutnya,
mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai, dan lain-lain.

1.8.

Model-model Manajemen Laba

Ada beberapa bentuk manajemen laba yaitu:


1. Taking a bath
Dalam bentuk jika manajemen harus melaporkan kerugian, maka manajemen
akan melaporkan dalam jumlah besar. Dengan tindakan ini manajemen berharap dapat
meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan kerugian piutang perusahaan dapat
dilimpahkan ke manajemen lama, jika terjadi pergantian manajer.
1. Income Minimization (menurunkan laba)
Dalam bentuk ini manajer akan menurunkan laba untuk tujuan tertentu, misalnya:
untuk tujuan penghematan kewajiban pajak yang harus dibayar perusahaan kepada
pemerintah. Karena semakin rendah laba yang dilaporkan perusahaan semakin rendah pula
pajak yang harus dibayarkan.
1. Income Maximization (meningkatkan laba)

Dalam bentuk ini manajer akan berusaha menaikkan laba untuk tujuan tertentu,
misalnya: menjelang IPO manajer akan meningkatkan laba dengan harapan mendapatkan
reaksi yang positif dari pasar.
1. Income Smoothing (perataan laba)
Income smoothing dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan, dengan
tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena umumnya investor menyukai
laba yang relatif stabil.
Manajemen laba mempunyai dampak pada kebermanfaatan informasi laba dalam
pengambilan keputusan. Perusahaan yang menggunakan kebijakan akuntansi agresif
(positive discretionary accruals) mempunyai biaya modal lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang menerapkan kebijakan akuntansi konservatif (negative discretionary
accruals).

Manajemen laba dapat sinkron dengan kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan
keputusan tetapi dapat juga tidak. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai alternatif solusi atas
masalah yang timbul akibat manajemen laba yang dapat tidak sesuai dengan
kebermanfaatan laba dalam pengambilan keputusan, dan solusi tersebut tidak menimbulkan
masalah baru.
Salah satu alternatif adalah pemberlakuan standar akuntansi yang lebih ketat tetapi masih
memberi peluang bagi manajemen dalam melakukan pemilihan kebijakan akuntansi dalam
batas wajar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk mengkomunikasikan
informasi privat yang dapat meningkatkan keinformasian laba, atau untuk tujuan efficient
contracting berbasis laba. Standar akuntansi yang lebih ketat dapat meningkatkan kualitas
laba, tetapi perlu diperhatikan bahwa standar akuntansi yang lebih atau terlalu ketat dapat
meningkatkan manajemen laba total (manajemen laba akuntansi dan manajemen laba real)
serta meningkatkan biaya manajemen laba.

Anda mungkin juga menyukai