Anda di halaman 1dari 4

ISSN No.

1978-3787

Media Bina Ilmiah 31

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI 12 JAM DENGAN GAWAT JANIN DI RUANG


BERSALIN RSUP NTB TAHUN 2012
Oleh:
Sudarmi
Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
Abstrak: Berdasarkan laporan pada register Ruang Bersalin jumlah ibu bersalin selama periode

tahun 2012 sebanyak 2391 orang. Berdasarkan laporan obstetrik Rekam Medis RSUP NTB
disebutkan jumlah kasus ketuban pecah dini pada tahun 2012 sebanyak 282 kasus dan angka
kejadian gawat janin sebanyak 71 kasus. Sedangkan pada periode bulan Januari sampai Desember
2012 pada register persalinan di VK Teratai RSUP NTB angka kejadian ketuban pecah dini
sebanyak 452 kasus, sedangakan kasus KPD 12 jam sebanyak 351 kasus dan angka kejadian
gawat janin sebanyak 89 kasus. Metode penelitian ini bersifat Observasional Analitik dengan
rancangan Crossectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin dengan ketuban
pecah dini di RSUP NTB periode bulan Januari sampai Desember 2012 yaitu sebanyak 260 Orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu dengan Ketuban
Pecah Dini yang melahirkan bayi hidup di Ruang Bersalin RSUP NTB tahun 2012 sebanyak 260
orang. Dari hasil analisi statistic dengan uji Chi Square diperoleh nilai X2 = 2, 556 dan p = 0,110
dengan menggunakan = 0,05 dengan demikian p > dan X2 hitung < X2 tabel yang besarnya
3,481 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara kebuan pecah dini 12 jam dengan kejadian gawat janin.
Kata Kunci : KPD 12 Jam, Gawat Janin
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan
bahwa secara nasional Angka Kematian Bayi (AKB)
di Indonesia adalah 34 per 1000 kelahiran hidup.
Jika dibandingkan dengan AKB tahun 2003 sebesar
35 per 1000 kelahiran hidup, AKB tersebut sudah
menurun namun masih jauh dari target Millennium
Development Goals (MDGs) 2015 yaitu 23/1000
kelahiran hidup sehingga memerlukan upaya keras
dari semua komponen untuk mencapai target
tersebut. Sedangkan di provinsi NTB Angka
Kematian Bayi tahun 2007 mncapai 71 per 1000
kelahiran hidup (Erlisnawati, 2011).
Menurut data Dikes Provinsi NTB, angka
kematian bayi di NTB pada tahun 2012 tercatat 1058
kasus. Angka komplikasi neonatal yang yang
tercatat pada laporan Dikes provinsi sangat tinggi
mencapai 8880 kasus (54,05%). BBLR menduduki
peringkat pertama penyumbang angka kematian bayi
yaitu 501 kasus (47,35%), diikuti kasus asfiksia 212
kasus (20,03%), cacat bawaan sebanyak 112 kasus
(10,58%), infeksi 56 kasus (5.29%) dan penyebab
lainnya 177 kasus (16,72%) (DIKES NTB, 2012).
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah
satu komplikasi kehamilan yang paling sering
ditemui. Insiden ketuban pecah dini adalah 2,7%
sampai 17%, bergantung pada lama periode fase
laten yang digunakan untuk menegakkan diagnosis

KPD. Angka kejadian kasus KPD terjadi lebih tinggi


pada
wanita dengan serviks inkompeten,
polihidramnion, malpresentasi janin, janin kembar
atau adanya infeksi pada serviks atau vagina
(Varney, 2008).
Komplikasi tidak langsung yang ditimbulkan
oleh ketuban pecah dini pada janin yaitu terjadinya
gawat janin yang diakibatkan oleh hipoksia sampai
asfiksia dari oligohidramnion yang menekan tali
pusat dan prematuritas. Sekitar 8-10% wanita hamil
akan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan
aterm, sedangkan 1% terjadi pada kehamilan
preterm (Saifuddin, 2008).
Berdasarkan laporan pada register Ruang
Bersalin jumlah ibu bersalin selama periode tahun
2012 sebanyak 2391 orang. Berdasarkan laporan
obstetrik Rekam Medis RSUP NTB disebutkan
jumlah kasus ketuban pecah dini pada tahun 2012
sebanyak 282 kasus dan angka kejadian gawat janin
sebanyak 71 kasus. Sedangkan pada periode bulan
Januari sampai Desember 2012 pada register
persalinan di VK Teratai RSUP NTB angka kejadian
ketuban pecah dini sebanyak 452 kasus, sedangakan
kasus KPD 12 jam sebanyak 351 kasus dan angka
kejadian gawat janin sebanyak 89 kasus.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti
tertarik untuk meneliti Hubungan Ketuban Pecah
Dini 12 Jam dengan Gawat Janin.

_______________________________________
http://www.lpsdimataram.com

Volume 7, No. 5 Oktober 2013

32 Media Bina Ilmiah

ISSN No. 1978-3787

METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
rancangan
penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
crosss sectional yaitu baik data yang mengenai ibu
bersalin dengan ketuban pecah dini maupun data
gawat janin diambil pada saat bersamaan dengan
mencatat data register dan rekam medic pasien yang
dirawat di Ruang Bersalin RSUP NTB perioden
bulan Januari sampai Desember 2012.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu
bersalin dengan ketuban pecah dini di RSUP NTB
periode bulan Januari sampai Desember 2012 yaitu
sebanyak 260 Orang dengan kriteria inklusi Ibu
bersalin dengan KPD, tunggal dan aterm.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data
dari register persalinan di Ruang bersalin di RSUP
NTB dan rekam medis di Instalasi Rakam Medis
(RM) RSUP NTB mengenai ibu bersalin dengan
ketuban pecah dini.
Data yang didapatkan dilakukan analisis dari
analisis univariat dengan tabulasi distribusi frekuensi
dan selanjutnya dilakukan analisis bivariat dengan
tabulasi silang antara variable bebas dan terikat.
Teknik analisis menggunakan uji Chi Square
kemudian dilanjutkan dengan Fisher Exact test
sebagai faktor korelasi apabila uji Chi Square tidak
memenuhi syarat (ada nilai sel yang kosong atau
nilai harapan < 5).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a.

Ketuban Pecah Dini


Distribusi jumlah sampel berdasarkan kasus
KPD di Ruang Bersalin RSUP NTB tahun 2012
dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan
Angka Kejadian KPD di Ruang Bersalin
RSUP NTB Tahun 2012
No
1.
2.

KPD
KPD 12 jam
KPD < 12 jam
Total

n
122
58
180

%
67,8
32,2
100

Tabel diatas dapat terlihat bahwa sampel


terbanyak adalah KPD 12 jam sebanyak 122
sampel (67,8%) dan 58 sampel (32,2%) dengan KPD
< 12 jam.
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah
satu komplikasi kehamilan yang paling sering
ditemui. Insiden ketuban pecah dini adalah 2,7%
sampai 17%, bergantung pada lama periode fase
laten yang digunakan untuk menegakkan diagnosis
KPD. Angka kejadian kasus KPD terjadi lebih tinggi
pada
wanita dengan serviks inkompeten,
polihidramnion, malpresentasi janin, janin kembar
_______________________________________________
Volume 7, No. 5, Oktober 2013

atau adanya infeksi pada serviks atau vagina


(Varney, 2008).
Cox dkk (1988) melaporkan hasil penelitian
pada 298 kehamilan, wanita melahirkan setelah
pecah ketuban spontan pada usia gestasi antara 24
sampai 34 minggu, meskipun kejadian ini hanya
ditemukan 1,7 %. Ketuban pecah dini merupakan
penyebab kematian perinatal dengan angka
presentasi 20 % yang berkaitan dengan komplikasi
obstetric seperti kehamilan multijanin, presentasi
bokong, korioamnionitis, dan gawat janin
intrapartum (Cunningham, 2006).
Komplikasi tidak langsung yang ditimbulkan
oleh ketuban pecah dini pada janin yaitu terjadinya
gawat janin yang diakibatkan oleh hipoksia sampai
asfiksia dari oligohidramnion yang menekan tali
pusat dan prematuritas. Sekitar 8-10% wanita hamil
akan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan
aterm, sedangkan 1% terjadi pada kehamilan
preterm (Saifuddin, 2008).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko
kejadian ketuban pecah dini meliputi infeksi, serviks
inkompeten, hamil ganda, trauma, kelainan letak,
social ekonomi rendah, golongan darah, panggul
sempit, multigravida, defisiensi zat gizi, serviks
pendek, riwayat persalinan preterm dan perokok
(Mualalah, 2011).
b.

Gawat Janin
Distribusi jumlah sampel berdasarkan kasus
gawat janin di Ruang Bersalin RSUP NTB tahun
2012 dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan
Kasus
Gawat Janin Diruang Bersalin
RSUP NTB tahun 2012
Status Janin
n
Gawat Janin
15
Tidak Gawat Janin
165
Total
180
Sumber: Rekam Medik RSUP NTB
No
1.
2.

%
8,3
91,7
100

Tabel diatas dapat terlihat bahwa sampel


terbanyak adalah tidak gawat janin sebanyak 165
sampel (91,7%) dan 21 sampel (8,3%) dengan gawat
janin.
Gangguan kesehatan janin dicerminkan dari
DJJ yang kurang dari 120x/menit dan diatas
180x/menit. Dikatakan gawat janin apabila denyut
jantung janin kurang dari 100x/menit atau lebih dari
180x/menit (Asuhan Persalinan Normal, 2008).
Prolaps tali pusat merupakan komplikasi yang
disebabkan oleh ketuban pecah dini yang
mengakibatkan hipoksia janin hingga gawat janin.
(Varney, 2008)
Cairan amnion yang berwarna hijau kental
menunjukkan bahwa air ketuban berjumlah sedikit.
http://www.lpsdimataram.com

ISSN No. 1978-3787


Intervensi tidak perlu dilakukan apabila cairan
amnion kehijauan tanpa tanda-tanda gawat janin
lainnya atau pada akhir persalinan sungsang
(Saifuddin, 2008).
Kegawatan janin selama persalinan dapat
dideteksi dengan pemanatuan frekuensi detak
jantung janin secara terus menerus berguna untuk
mencegah terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir
(Nelson, 2000).
c.

Analisis hubungan ketuban pecah dini


dengan kejadian gawat janin di ruang
bersalin RSUP NTB tahun 2012

Hubungan ketuban pecah dini 12 jam dengan


kejadian gawat janin di Ruang Bersalin RSUP NTB
tahun 2012 dapat dilihat pada table 4.3 dibawah ini:
Tabel 3. Distribusi Kejadian KPD 12 Jam dengan
Gawat janin di Ruang Bersalin Di RSUP
NTB Tahun 2012

Tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 122


sampel (67,8%) dengan KPD sampel 12 jam,
terdapat 112 sampel (62,2%) dengan gawat janin
dan 10 sampel (5,6%) dengan tidak gawat janin.
Dari hasil analisi statistic dengan uji Chi Square
diperoleh nilai X2 = 0,000 dan p = 1,000 dengan
menggunakan = 0,05 dengan demikian p >
sehingga H0 diterima dan Ha ditolak. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara kebuan pecah dini 12 jam dengan
kejadian gawat janin.
Ketuban pecah dini lebih dari 12 jam ternyata
berkaitan dengan komplikasi obstetric lain yang
mempengaruhi hasil perinatal, antara lain kehamilan
multi janin, presentasi bokong, korioamnionitis dan
gawat janin intrapartum secara tidak langsung. Dari
data sampel yang dikumpulkan, terdapat beberapa
komplikasi yang muncul dikarenakan ketuban pecah
dalam waktu yang cukup lama, seperti febris yang
menunjukkan gejala infeksi, oligohiramnion dan
gawat janin meskipun dalam angka yang sangat
kecil 5 sampel (33,3%.).
Jika ketuban pecah terjadi pada saat kehamilan
sudah mencapai cukup bulan, persalinan spontan
dapat diantisipasi pada 86% ibu dalam waktu 24 jam
dan 90% dalam waktu 72 jam. Pada ibu bersalin
dengan ketuban pecah dini harus diberikan pilihan
penatalaksanaan baik secara pasif ataupun aktif.
Pemberian iduksi oksitosin drip atau persalinan
perabdominal (Seksio sesaria)
( Myles, 2011).
Dari 180 kasus ketuban pecah dini yang dijadikan

Media Bina Ilmiah 33


sampel 131 sampel dilakukan induksi persalinan
dengan menggunakan oksitosin drip baik pada
ketuban pecah dini kurang ataupun ketuban pecah
dini 12 jam dengan memperhatikan kondisi ibu
dan janinnya. Kemudian 49 sampel tidak dilakukan
induksi dengan oksitosin drip.
Rekomendasi
nasional
telah
membuat
standarisasi pemberian oksitosin (RCOG 2001a),
oksitosin digunakan secara intravena dilarutkan
dalam larutan isotonic seperti pada persalinan
normal. Penggunaan dekstrosa yang digunakan
dalam pemberian oksitosin drip dalam jangka waktu
yang lama dapat menfubah keseimbangan elektrolit
karena adanya efek antidiuretik. Oleh sebab itu
pemantauan terhadap tetesan infuse, kontraksi uterus
dan denyut jantung janin harus dipantau dengan
ketat dan kontinu (Myles, 2011). Dari 131 sampel
(72,8%) kasus KPD yang dilakukan induksi
oksitosin sebanyak 123 sampel (74,5%) tidak
mengalami gawat janin, sedangkan 8 sampel
(53,3%) diantaranya mengalami gawat janin.
Shields dan Schifrin (1988) dalam buku
Cuningham, 2006 melaporkan pola frekuensi denyut
jantung janin normal yang tanpa disertai variasi
irama denyut jantung janin serta terdapat deselerasi
variabel ringan pada janin. Temuan lain pola
perubahan denyut jantung janin yang memicu antara
lain posmaturitas, pencemaran air ketuban dengan
mekonium disertai dengan pertumbuhan janin
terhambat, dan berkurangnya cairan ketuban.
(Cuningham, 2006)

PENUTUP
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting
yang berkaitan dengan komplikasi, meliputi
kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas,
kompresi tali pusat, khorioamnionitis, abruptio
plasenta, sampai kematian janin yang meningkatkan
mortalitas dan morbiditas perinatal. Pasien yang
mengalami ketuban pecah dini 50%-75% akan
mengalami persalinan secara spontan dalam waktu
48 jam, 33% akan mengalami sindrom gawat napas,
32%-76% mengalami kompresi tali pusat, 13%-60%
mengalami khorioamnionitis, 4%-12% mengalami
abruption plasenta, dan 1%-2% kemungkinan
mengalami kematian janin. Semakin lama KPD,
semakin besar kemungkinan komplikasi yang
terjadi, sehingga meningkatkan risiko asfiksia.
(Wiradharma, 2013)

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Gary. 2006. Obstetri Williams Edisi
21 vol 1. Jakarta: EGC

_______________________________________
http://www.lpsdimataram.com

Volume 7, No. 5 Oktober 2013

34 Media Bina Ilmiah


Dinas Kesehatan Provinsi NTB. 2012. KIA Dinas
Kesehatan NTB . Mataram Dinas
Kesehatan NTB
Doddy dkk. 2008. Standar Pelayanan Medik SMF
Obstetri dan Ginekologi. Mataram: RSUP
NTB

ISSN No. 1978-3787


Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.
Jakarta: EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan.
Jakarta: YBPSP
Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: YBPSP

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu Kebidanan,


Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta: EGC
Myles. 2011. Buku Ajar Bidan Edisi 14. Jakarta:
EGC
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI-YBPSP
Sastroasmoro, sudigno. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT Asdi Mahayasa

_______________________________________________
Volume 7, No. 5, Oktober 2013

http://www.lpsdimataram.com

Anda mungkin juga menyukai