Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan usia harapan hidup penduduk merupakan salah satu
indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Namun demikian, kondisi
tersebut akan diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk lanjut usia atau
lansia dengan berbagai permasalahannya (Kemenkokesra, 2012).
World Health Organization (WHO) mencatat bahwa terdapat 600 juta
jiwa lansia pada tahun 2012 di seluruh dunia. WHO juga mencatat terdapat
142 juta jiwa lansia di wilayah regional Asia Tenggara. Sedangkan menurut
Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat jumlah lansia Indonesia mencapai
jumlah 28 juta jiwa pada tahun 2012 dari yang hanya 19 juta jiwa pada tahun
2006. Hasil rekapitulasi data dinas kesehatan Jawa tengah mencatat 3 juta
jiwa lansia terdapat di Jawa tengah. Angka ini menunjukkan peningkatan
jumlah lansia sebesar 22,5% dari 2.323.541 pada tahun 2010. Secara
kuantitatif parameter tersebut lebih tinggi dari ukuran nasional (Depkes, 2012
; BPS, 2012).
Gangguan tidur merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering
dihadapi oleh lansia. Kondisi ini membutuhkan perhatian yang serius.
Buruknya kualitas tidur lansia disebabkan oleh meningkatnya latensi tidur,
berkurangnya efisiensi tidur dan terbangun lebih awal karena proses penuaan.
Proses penuaan tersebut menyebabkan penurunan fungsi neurontransmiter

yang ditandai dengan menurunnya distribusi norepinefrin. Hal itu


menyebabkan perubahan irama sirkadian, dimana terjadi perubahan tidur
lansia pada fase NREM 3 dan 4. Sehingga lansia hampir tidak memiliki fase
4 atau tidur dalam (Stanley, 2006 ; Khasanah dan Hidayati, 2012).
Lansia membutuhkan kualitas tidur yang baik untuk meningkatkan
kesehatan dan memulihkan kondisi dari sakit. Kualitas tidur yang buruk dapat
menyebabkan gangguan-gangguan antara lain, seperti : kecenderungan lebih
rentan terhadap penyakit, pelupa, konfusi, disorientasi serta menurunnya
kemampuan berkonsentrasi dan membuat keputusan. Selain itu kemandirian
lansia juga berkurang yang ditandai dengan menurunnya partisipasi dalam
aktivitas harian. Hal ini tentu berdampak buruk terhadap kualitas hidup
lansia. Oleh karena itu masalah kualitas tidur pada lansia harus segera
ditangani (Potter & Perry, 2006; Stanley, 2006; Olivera, 2010).
Metode penatalaksanaan yang bertujuan meningkatkan kualitas tidur
pada lansia pada umumnya terbagi atas terapi farmakologis dan non
farmakologis. Terapi farmakologis memiliki efek yang cepat. Namun
demikian, penggunaan obat-obatan ini menimbulkan dampak jangka panjang
yang berbahaya bagi kesehatan lansia. Hal ini ditunjukkan dari hasil
penelitian bahwa terjadi peningkatan angka mortalitas pada lansia yang
menggunakan obat tidur. Penggunaan obat tidur secara terus menerus pada
lansia menimbulkan efek toksisitas yang tinggi. Toksisitas ini meningkat
karena adanya penurunan aliran darah dan motilitas gastrointestinal.
Penurunan fungsi ginjal pada lansia yang diperburuk dengan konsumsi obat-

obatan secara terus menerus akan menyebabkan gagal ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya peningkatan angka mortalitas pada lansia. Dengan
demikian diperlukan terapi non farmakologis yang efektif dan aman untuk
meningkatkan kualitas tidur lansia (Stanley, 2006).
Prinsip penatalaksanaan non farmakologis untuk mengatasi gangguan
tidur adalah peningkatan kenyamanan dan penurunan kecemasan (Potter &
Perry, 2006). Salah satu terapi non farmakologi yang berpotensi memperbaiki
kualitas tidur lansia adalah terapi suara dengan Murottal Al Quran. Terapi
murottal Al Quran dengan tempo yang lambat serta harmonis dapat
menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami
(serotonin). Mekanisme ini dapat meningkatkan perasaan rileks, mengurangi
perasaan takut, cemas, dan tegang, serta memperbaiki sistem kimia tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah, memperlambat pernafasan, detak
jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak (Heru, 2008). Oleh karena
inilah terapi murottal Al Quran memiliki potensi untuk meningkatkan
kualitas tidur.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Unit
Rehabilitasi Sosial Dewanata Kesugihan Cilacap pada bulan april 2013,
terdapat 90 lansia yang dirawat di sana. Wawancara dengan 20 lansia terdapat
10 diantaranya mengalami gangguan tidur. Lansia mengeluh sulit untuk
tertidur pada malam hari, sering terbangun malam hari, merasa tidak puas
dengan tidurnya dan rata-rata mereka tidur hanya 4-5 jam perhari. Padahal
menurut Stanley (2006), seorang lansia membutuhkan waktu tidur minimal

sekitar 6 jam perhari, berarti dalam hal ini lansia memiliki kualitas tidur yang
buruk. Selain itu penggunaan terapi alternatif non farmakologis juga belum
diterapkan di Unit Rehabilitasi Sosial. Berdasarkan hal tersebut di atas
peneliti tertarik untuk meneliti pangaruh terapi Murottal Al Quran terhadap
kualitas tidur lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap.

B. Rumusan Masalah
Peningkatan jumlah lansia di satu sisi menunjukkan membaiknya
pembangunan negara tetapi di sisi lain diikuti dengan munculnya berbagai
permasalahan pada lansia. Kualitas tidur yang buruk merupakan salah satu
masalah kesehatan yang sering dihadapi oleh lansia. Penatalaksanaan kualitas
tidur yang buruk masih mengacu pada terapi farmakologis yang memiliki
efek samping bagi kesehatan lansia. Dengan demikian dibutuhkan terapi
alternatif yang efektif dan aman. Terapi suara Murottal Al Quran merupakan
salah satu terapi non farmakologi yang berpotensi memperbaiki kualitas tidur
pada lansia. Berdasarkan uraian di atas maka rumusan penelitian ini adalah :
Bagaimanakah pengaruh terapi Murottal Al Quran terhadap kualitas tidur
lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh
terapi murottal Al Quran terhadap peningkatan kualitas tidur lansia

2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi karakteristik (jenis kelamin, umur, pendidikan, dan
kualitas tidur)

responden di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata

Cilacap.
b. Mengidentifikasi perbedaan kualitas tidur sebelum dan sesudah
pengamatan pada kelompok kontrol.
c. Mengidentifikasi perbedaan kualitas tidur sebelum dan sesudah
intervensi pada kelompok perlakuan.
d. Mengidentifikasi perbedaan peningkatan kualitas tidur antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan
atau memantapkan pemberian intervensi keperawatan yaitu terapi
Murottal Al Quran terhadap kualitas tidur lansia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Sebagai dasar pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai faktor
yang berpengaruh terhadap pengaruh pemberian terapi murottal Al
Quran terhadap peningkatan kualitas tidur pada lansia melalui

penggalian faktor yang lebih luas jangkauan populasi yang lebih


besar dan pendekatan metodologi yang lebih akurat.
b. Bagi Unit Rehabilitasi Sosial
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan pemberian terapi Murottal
Al Quran di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap.
c. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat mejadi terapi alternatif untuk penanganan
masalah tidur pada lansia di masyarakat.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan penelitian
yang serupa atau sama dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu
tentang pengaruh terapi murottal Al Quran terhadap kulaitas tidur lansia di
Unit Rehabilitasi Sosial Cilacap. Penelitian lain yang berkaitan dengan terapi
murottal Al Quran dan kualitas tidur yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Eskandari Siswatinah (2012), dengan
judul Pengaruh Terapi Murottal Al Quran Terhadap Kecemasan
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Dilakukan Tindakan Hemodialisa di
RSUD Kraton Kabupaten di Pekalongan. Penelitian ini menggunakan
metode quasi experiment. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30
pasien gagal ginjal kronik yang dibagi tanpa acak ke dalam dua
kelompok. Hasil penelitian ini terdapat pengaruh pemberian terapi
murottal Al Quran terhadap kecemasan (p=0,001). Jadi disimpulkan

bahwa terapi murrotal Al Quran dapat dipertimbangkan untuk penurun


tingkat kecemasan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan
adalah pada variabel

bebas,

yaitu terapi

murottal. Sedangkan

perbedaannya adalah pada variabel terikat yaitu kualitas tidur dan


kecemasan.
2. Penelitian dengan judul Role of Quran recitation in mental health of
the elderly oleh Sooki, Sharifi dan Tagharobi (2011) yang dilakukan di
Rumah Perawatan Golabchi Iran. Metode penelitian ini menggunakan
desain cross sectional, dengan jumlah responden sebanyak 56 lansia
yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Responden di uji dengan
kuisioner berisi 28 artikel formulir dari kuisioner standar kesehatan jiwa.
Setelah dihitung secara statistik dengan analisa Chi-square dan uji
multivariat regresi linear disimpulkan bahwa 41,1% lansia memiliki
kesehatan mental yang lemah. Status kesehatan mental menunjukan
hubungan yang bermakna dengan persetujuan untuk tinggal dipanti dan
membaca Al-Quran ketika dipanti. 55,4% menunjukan nilai yang
bervariasi dari kesehatan mental lansia (p<0,001 ; F=1,16) dijelaskan
dengan tiga variabel yaitu, aktivitas religi dip anti, pendidikan, dan
persetujuan awal untuk tinggal dipanti.
Persamaan dengan penelitian ini adalah responden sama-sama
lansia. Perbedaannya adalah pada variabel terikat penelitian dan desain
penelitian. Variabel terikatnya kesehatan mental sedangkan peneliti

menggunakan kualitas tidur. Sedangkan desain penelitian adalah cross


sectional dan peneliti menggunakan desain quasi eksperimen.
3. Penelitian oleh Khasanah dan Hidayati (2012), dengan judul Kualitas
Tidur Lansia Balai Rehabilitasi Sosial Mandiri Semarang. Penelitian ini
bertujuan untuk meneliti kualitas tidur pada 97 lansia di Balai
rehabilitasi. Kualitas tidur lansia di ukur dengan Pittsburg Sleep Quality
Index (PSQI) dengan metode cross sectional. Hasil dari penelitian ini
adalah 29 (29,9%) lansia memiliki kualitas tidur yang baik sedangkan 68
(70,1%) memiliki kualitas tidur yang buruk. Kesimpulannya adalah
sebagian besar lansia di Balai Rehabilitsi Mandiri Semarang memiliki
kualitas tidur yang buruk.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah pada
variabel bebasnya yaitu kualitas tidur lansia dan instrumen penelitiannya
menggunakan PSQI. Sedangkan perbedaannya adalah pada metode
penelitiannya yaitu cross sectional dan quasi eksperimen.
4. Buysse et al.,(1988) dengan judul The Pitsburg Sleep Quality Index: A
New Intrument For Psychiatric Practice and Research. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji validitas PSQI. PSQI terdiri dari dari 19
pertanyaan yang berada dalam 7 komponen. Selama 1 bulan PSQI
diujikan pada 52 pasien sehat, 54 pasien depresi / kurang tidur dan 62
pasien gangguan tidur. Hasil penelitian adalah PSQI memiliki nilai
sensitivitas 89,6% dan spesifitas 86,5% , dengan nilai kappa=0,75 dan

p<0,001. Hal ini menunjukan PSQI dapat digunakan untuk praktek klinik
dan untuk aktivitas penelitian.
Persamaan penelitian ini adalah pada instrumen penelitian yaitu
sama-sama menggunakan PSQI. Sedangkan perbedaanya penelitian di
atas menguji validitas PSQI sedangkan peneliti melakukan uji pengaruh
terapi murottal Al Quran terhadap kualitas tidur lansia.

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Lanjut Usia
a.

Pengertian Lansia
Lanjut usia (lansia) adalah setiap warga negara Indonesia pria
atau wanita yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik potensial
maupun tidak potensial (UU no.13 1998). Sedangkan menurut
Stanley (2007) seseorang memasuki usia lanjut ketika berusia 60
atau 65 tahun. Lansia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup
(Darmojo, 2004). Sehingga dapat disimpulkan bahwa lansia
merupakan seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas yang
disertai dengan menurunnya kemampuan akal dan fisik.

b. Klasifikasi Lansia
WHO mengklasifikasikan lansia menjadi beberapa, yaitu :
lansia usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly)
60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, dan lansia sangat tua (very
old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008). Klasifikasi lansia menurut
Maryam (2003), antara lain pralansia (prasenilis), lansia, lansia
risiko tinggi, lansia potensial, lansia tidak potensial.

11

c. Teori Penuaan
Penuaan merupakan proses yang normal, dengan perubahan
fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan akan terjadi pada
semua orang pada saat mereka mencapai tahap usia dan
perkembangan tertentu (Stanley, 2007).
Menurut Donion dalam Stanley (2007), teori-teori yang
menjelaskan tentang terjadinya penuaan secara umum dibagi menjadi
2 (dua) bagian umum, yaitu : teori biologi dan psikososial.
1) Teori Biologi
Teori biologi menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk
perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan
kematian. Perubahan dalam tubuh terutama perubahan secara
molekuler dan seluler dalam sistem organ utama, kemampuan
untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Teori
biologis juga menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan
dengan cara berbeda dari waktu ke waktu dan faktor apa yang
mempengaruhi umur panjang, perlawanan terhadap organisme,
dan kematian atau perubahan seluler. Teori biologi terdiri atas :
teori genetika, teori wear and tear, riwayat lingkungan, teori
imunitas, dan teori neuroendokrin.

12

(a) Teori Genetika


Penuaan merupakan suatu proses perubahan struktur
sel dan jaringan yang secara tidak sadar diwariskan dari
waktu ke waktu. Teori genetika terdiri dari teori asam
deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan,
mutasi somatik, dan teori glikogen. Proses replikasi pada
tingkatan seluler menjadi tidak teratur karena adanya
informasi yang tidak sesuai dari inti sel. Molekul DNA
menjadi saling bersilangan (crosslink) dengan unsur lain
sehingga

mengubah

informasi

genetik.

Hal

tersebut

menyebabkan terjadinya kesalahan tingkat seluler yang


mengakibatkan sistem dan organ tubuh tidak berfungsi.
(b) Teori wear and tear
Teori wear and tear (dipakai dan rusak) menjelaskan
bahwa penumpukan sampah metabolik atau zat nutrisi dapat
merusak sintesis DNA sehingga mengakibatkan terjadinya
kesalahan tingkat seluler dan akhirnya organ tubuh tidak
berfungsi dengan baik. Radikal bebas adalah contoh sampah
metabolisme yang akan menyebabkan kerusakan. Radikal
bebas dapat berupa atom atau molekul dengan suatu elektron
yang tidak berpasangan hasil dari metabolisme. Hal ini
menyebabkan radikal bebas sangat reaktif. Pada keadaan
normal radikal bebas aka dihancurkan dengan cepat oleh

13

enzim pelindung tetapi beberapa radikal bebas dapat lolos


dari proses perusakan tersebut dan akhirnya menumpuk di
dalam

struktur

bioligis.

Hingga

akhirnya

hal

ini

menyebabkan kerusakan.
(c) Riwayat Lingkungan
Dalam

teori

ini

terdapat

faktor-faktor

yang

mempengaruhi penuaan, antara lain zat karsinogen dari


industri, cahaya matahari, trauma, dan infeksi. Faktor-faktor
tersebut tidak menjadi faktor utama dalam penuaan tetapi
merupakan faktor yang mempercepat penuaan.
(d) Teori Imunitas
Teori ini menjelaskan bahwa pada usia lanjut terjadi
penurunan sistem imun seseorang. Seiring bertambahnya usia
maka fungsi endokrin juga menurun sehingga sering muncul
penyakit autoimun seperti arthritis rheumatoid dan alergi
terhadap makanan dan faktor lingkungan lainnya.
(e) Teori Neuroendokrin
Teori ini menitikberatkan pada kelainan sekresi
hormon yang dipengaruhi oleh sistem saraf. Salah satu area
neurologi yang mengalami gangguan akibat penuaan adalah
waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses
dan bereaksi terhadap perintah. Hal ini diinterpretasikan

14

dengan adanya tindakan melawan, ketulian dan kurangnya


pengetahuan.
2) Teori Psikososial
Dalam teori ini terdapat beberapa teori antara lain : teori
kepribadian, teori tugas perkembangan, teori disengagement, teori
aktivitas, dan teori kontinuitas.
(a) Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah aspek yang berkembang
pesat pada tahun akhir perkembangannya. Penuaan juga
berpengaruh pada kepribadian lansia tersebut.
(b) Teori Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan
yang harus dipenuhi oleh seseorang sebagai tahap-tahap
spesifik dalam kehidupannya. Pencapaian dan kepuasan yang
pernah dicapai akan mempengaruhi perasaan lansia.
(c) Teori Disengagement
Teori

Disengagement

(pemutusan

hubungan)

menjelaskan bahwa lansi akan mengalami suatu tahapan


menarik diri dari kegiatan bermasyarakat dan tanggung
jawabnya. Lansia akan merasa bahagia apabila perannya
dalam masyarakat telah berkurang dan tanggung jawabnya
sudah dilanjutkan oleh generasi muda. Namun bagi banyak

15

individu

pengurangan

peran

dalam

masyarakat

tidak

diinginkan.
(d) Teori Aktivitas
Teori

ini

merupakan

teori

lawan

dari

teori

disengagement, menurut teori ini untuk menuju lansia yang


sukses diperlukan aktivitas yang terus berlanjut. Selain itu,
aktivitas juga sangat penting untuk mencegah kehilangan dan
pemeliharaan kesehatan sepanjang kehidupan manusia.
(e) Teori Kontinuitas
Teori ini juga dikenal sebagai teori perkembangan.
Teori ini menjelaskan tentang dampak dari kepribadian pada
kebutuhan untuk tetap melakukan aktivitas atau memisahkan
diri agar mencapai kebahagiaan dimasa tua.
2. Tidur
a. Definisi Tidur
Tidur adalah keadaan perilaku ritmik dan siklik yang terjadi
dalam lima tahap [empat tahap non-rapid eye movement (NREM) dan
satu tahap rapid eye movement (REM)]. Istirahat dan tidur merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting dan harus terpenuhi.
Tidur yang normal melibatkan 2 fase yaitu gerakan bola mata cepat
atau rapid eye movement (REM) dan gerakan bola mata lambat atau
non-rapid eye movement (NREM). Selama tahap NREM seseorang
mengalami 4 tahapan siklus tidur. Tahap 1 dan 2 merupakan

16

karakteristik tidur dangkal dan seseorang lebih mudah terbangun.


Tahap 3 dan 4 merupakan tidur dalam (Stanley, 2006 ; Potter & Perry,
2006).
b. Fisiologi Tidur
Tidur merupakan irama biologis yang kompleks. Apabila jam
biologis seseorang sama dengan pola terjaga dan tidur, orang tersebut
berada dalam sinkronisasi sirkadian. Hal ini berarti seseorang terjaga
ketika fungsi fisiologis dan psikologisnya paling aktif dan tertidur
ketika fungsi fisiologis dan psikolgisnya paling tidak aktif. Perubahan
irama sirkadian seeorang berubah sesuai pola kebiasaan yang terjadi
lebih dari 5 kali berturut-turut. Irama sirkadian ini dimulai saat minggu
ketiga kehidupan seseorang (Kozier et al., 2011; Potter & Perry, 2006).
Tahapan tidur pada manusia melalui dua tahap yaitu tidur
NREM (Non Rapid Eye Movement) dan REM (Rapid Eye Movement).
Tidur NREM terbagi atas empat tahap, antara lain :
1) Tahap I
Tidur sangat ringan dimana individu merasa mengantuk dan rileks,
bola mata bergerak-gerak dari satu sisi ke sisi lain. Tidur ini
berlangsung beberapa menit dan pada tahap ini individu mudah
sekali untuk terbangun.

17

2) Tahap II
Tahap ini individu tertidur ringan dan diikuti dengan penurunan
proses tubuh. Tidur ini berlangsung antara 10-15 menit dan
merupakan 40-45% dari total tidur.
3) Tahap III
Tahap ini frekuensi jantung dan proses tubuh menurun. Individu
sulit untuk bangun dan kehilangan refleknya.
4) Tahap IV.
Tahap terakhir tidur NREM, dimana disebut sebagai tidur dalam.
Tubuh menjadi sangat rileks dan sering terjadi mimpi serta
dengkuran.
Tahap tidur yang kedua merupakan tidur REM (Rapid Eye
Movement) biasanya kembali setiap 90 menit dan berlangsung sekitar
5 sampai 10 menit. Selama tidur REM otak menjadi sangat aktif dan
metabolism otak meningkat 20%. Pada fase ini individu bisa sangat
sulit dibangunkan dan dapat terbangun secara spontan (Kozier et al.,
2011).
Siklus tidur individu melalui tahapan NREM dan REM. Siklus
tidur komplit biasanya berlangsung 1,5 jam. Dalam siklus tidur
pertama seseorang melalui tiga tahap tidur NREM pertama dengan
total waktu 20 sampai 30 menit. Kemudian tidur memasuki tahap IV
NREM dengan waktu 39 menit. Setelah itu tidur kembali ke tahap III
dan II selama 20 menit. Kemudian individu masuk ke siklus tidur

18

REM pertama selama 10 menit. Dan akhirnya kembali ke tahap I tidur


NREM (Kozier et al.,2011).
c. Pola dan Kebutuhan Tidur Lansia
Kebutuhan tidur lansia adalah sekitar 6 jam setiap malam.
Sekitar 20% sampai 25% tidur berupa tidur REM. Tidur tahap ke IV
menurun dan pada beberapa keadaan tidak terjadi tahap IV. Banyak
lansia terbangun di malam hari dan seringkali mereka memerlukan
waktu yang lama untuk dapat kembali tidur (Kozier et al., 2011).
Menurut Stanley dalam Khasanah (2012), perubahan tidur
normal pada lansia adalah terdapat penurunan pada NREM 3 dan 4,
dimana lansia hampir tidak memiliki tahap 4 atau tidur dalam.
Perubahan pola tidur lansia disebabkan oleh perubahan sistem
neurologis yang secara fisiologis akan mengalami penurunan jumlah
dan ukuran neuron pada sistem saraf pusat. Hal ini mengakibatkan
fungsi neurontransmiter pada sistem fisiologi neurologi menurun,
sehingga distribusi norepinefrin yang merupakan zat yang merangsang
tidur juga menurun. Lansia yang mengalami hal tersebut akan
mengalami gangguan tidur. Menurut Oliveira (2010), perubahan tidur
yang mempengaruhi kualitas tidur dan berhubungan dengan proses
penuaan antara lain peningkatkan latensi tidur, penurunan efisiensi
tidur, bangun lebih awal, mengurangi tahapan tidur nyenyak dan
gangguan irama sirkardian, peningkatan tidur siang. Selain itu, jumlah

19

waktu yang diperlukan untuk tidur lebih dalam menurun. Lansia juga
merasa sulit untuk tertidur dan tetap tidur.
d. Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang dijalani
seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika
terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi
tidur, latensi tidur, serta aspek subjektif seperti tidur dalam dan
istirahat (Khasanah & Hidayati, 2012).
Menurut Hidayat dalam Khasanah & Hidayati (2012), kualitas
tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukan tanda-tanda
kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya.
Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibedakan menjadi tanda fisik dan
tanda psikologis.
Tanda tanda fisik akibat kekurangan tidur antara lain :
ekspresi wajah (area gelap disekitar mata, bengkak di kelopak mata,
konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang
berlebihan, tidak mampu berkonsentrasi, terlihat tanda tanda
keletihan. Sedangkan tanda tanda psikologis antara lain : menarik
diri, apatis, merasa tidak enak badan, malas, daya ingat menurun,
bingung, halusinasi, ilusi penglihatan dan kemampuan mengambil
keputusan menurun.

20

Kualitas tidur dapat diukur menggunakan Pittsburg Quality of


Sleep Index (PSQI). Alat ini merupakan alat untuk menilai kualitas
tidur. Alat ini terdiri dari 19 poin pertanyaan yang berada di dalam 7
kompenen nilai dan 5 pertanyaan untuk teman sekamar. 19 pertanyaan
itu mengkaji secara luas faktor yang berhubungan dengan tidur seperti
durasi tidur, latensi tidur, dan masalah tidur. Setiap komponen skor
memiliki rentang nilai 0-3. Ketujuh komponen dijumlahkan sehingga
terdapat skor 0-21, dimana skor lebih tinggi dari 5 menandakan
kualitas tidur yang buruk (Buysse et al., 1988).
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur
Menurut Kozier et al.,(2011), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
tidur antara lain: sakit, lingkungan, letih, gaya hidup, stres emosional,
stimulan dan alkohol, diet, merokok, motivasi, dan obat-obatan.
1) Sakit
Keadaan sakit pada individu membuat terjadinya masalah tidur.
Orang yang sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak
serta irama tidur dan bangun juga terganggu. Misal pada pasien
dengan gangguan pernafasan maka ia akan pola nafasnya yang
pendek, dangkal dan lainnya membuat sulit tidur.
2) Lingkungan
Lingkungan
Misalnya

dapat
suara

mempercepat
kebisingan

dan

memperlambat

tidur.

dapat

menggangu

tidur.

Ketidaknyamanan akan suhu lingkungan juga mempengaruhi tidur.

21

Selain itu intensitas cahaya juga berpengaruh, misal individu yang


terbiasa tidur gelap tentu akan terganggu saat cahaya terang.
3) Letih
Tingkat keletihan individu juga mempengaruhi pola tidur
seseorang. Orang dengan letih sedang akan mengalami tidur yang
lebih tenang. Semakin letih seseorang semakin pendek waktu tidur
REM pertamanya.
4) Gaya hidup
Seseorang yang jam kerjanya berganti-ganti dan bergeser tentu
akan mempengaruhi pola tidur seseorang. Sehingga individu perlu
untuk mengatur waktu yang tepat untuk tidur.
5) Stres emosional
Ansietas dan depresi seringkali mengganggu tidur. Seseorang yang
pikirannya penuh dengan masalah tentu lebih sulit untuk relaks dan
mengakibatkan sulit untuk tidur. Ansietas menyebabkan stimulasi
saraf simpatis sehingga produksi norepinefrin meningkat dan ini
berdampak pada kurangnya tidur tahap IV NREM dan REM.
6) Stimulan dan alkohol
Minuman yang mengandung kafein akan menstimulasi saraf pusat
sehingga mempengaruhi tidur. Orang yang meminum minuman
beralkohol akan sulit untuk memiliki tidur REM. Dan seseorang
yang telah toleran terhadap hal itu akan cenderung tidak mampu
tidur dengan baik.

22

7) Diet
Konsumsi makanan atau minuman yang mengandung L-Triptofan
seperti keju dan susu akan menginduksi tidur. Namun kandungan
kefein dalam kopi dapat menghambat untuk tidur.
8) Merokok
Nikotin memberi efek stimulan terhadap tubuh. Orang yang
merokok akan cenderung lebih sulit untuk tertidur dan akan lebih
sering terbangun.
9) Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga seringkali dapat mengatasi rasa letih
seseorang. Sedangkan orang yang tidak termotivasi untuk terjaga
karena bosan akan lebih cepat tertidur.
10) Obat-obatan
Beberpa obat mempengaruhi kualitas tidur. Antara lain obat
penyekat beta menyebabkan insomnia dan mimpi buruk.
Amfetamin dan antidepresan menyebabkan penurunan tidur REM
secara tidak normal. Seseorang yang putus obat dari setiap obatobatan ini lebih banyak tidur REM dibandingkan biasanya.
3. Terapi Murottal Al Quran
a. Definisi terapi murottal Al Quran
Al Quran adalah kalam Allah SWT yang merupakan mujizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Al Quran adalah
kitab suci yang diyakini kebenarannya, dan dijadikan salah satu syarat

23

keimanan bagi setiap muslim. Dalam sejarah turunnya Al Quran


Ayat suci Al Quran diturunkan di kota Makkah dan di kota Madinah
Munawarah (Siswantinah, 2011).
Terapi dengan menggunakan lantunan murottal Al Quran
(selanjutnya disebut Terapi murottal Al Quran), ternyata sudah
memasyarakat di kalangan tertentu pemeluk agama Islam. Tujuan
mereka bukan sebagai terapi suara, tapi untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan (Allah SWT). Hal ini mendatangkan gagasan untuk
mengetahui tanggapan otak ketika mendengarkan lantunan murottal
Al Quran. Tidak saja melihat respon secara umum, tapi juga dengan
lebih detail, seperti melihat daerah korteks otak manakah yang
memberikan respon relaksasi setiap 10 detik sejak diberikan stimulasi
(Siswantinah, 2011).
b. Efek murottal Al Quran terhadap respon tubuh
Dengan tempo yang lambat serta harmonis lantunan Al Quran
dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon
endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan
perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem
kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat
pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak.
Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat
baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih
dalam dan metabolisme yang lebih baik (Heru, 2008).

24

Murottal Al Quran mampu memacu sistem saraf parasimpatis


yang mempunyai efek berlawanan dengan sistem saraf simpatis.
Sehingga terjadi keseimbangan pada kedua sistem saraf autonom
tersebut. Hal inilah yang menjadi prinsip dasar dari timbulnya respon
relaksasi, yakni terjadi keseimbangan antara sistem saraf simpatis dan
sistem saraf parasimpatis (Asty, 2009).
Menurut Mardiyono (2011), efek dari murottal dan zikir
antara lain dapat menurunkan kecemasan sebelum operasi. Selain itu
juga memberikan efek relaks pada tubuh (ketenangan, kedamaian, dan
konsentrasi).
Pengaruh terapi pembacaan Al Quran berupa, adanya
perubahan-perubahan arus listrik di otot, perubahan sirkulasi darah,
perubahan detak jantung, dan kadar darah pada kulit. Perubahan
tersebut menunjukan adanya relaksasi atau penurunan ketegangan
saraf yang mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah dan
perfusi darah dalam kulit, diiringi dengan penurunan frekuensi detak
jantung (Faradisi, 2009).
Berdasarkan perubahan irama sirkadian yang akan berubah
pada saat terjadi tiga sampai lima kali perubahan irama sirkadian
maka pemberian terapi murottal Al Quran akan diberikan selama 7
hari. Terapi juga akan dilakukan pada sore hari sebelum tidur karena
berdasarkan teori gaya hidup merupakan faktor yang mempengaruhi
tidur seseorang. Berdasarkan data di atas pemberian terapi murottal Al

25

Quran memiliki potensi untuk membantu meningkatkan kualitas


tidur lansia.

26

B. KERANGKA TEORI
Berdasarkan tinjauan pustaka dari kozier (2011), Potter & Perry
(2006), Stanley (2006) dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai
berikut :
Terapi
Murottal
Al Quran

Lansia

Ada penurunan fungsi


neurontransmitter
sehingga distribusi
norepinefrine menurun

Irama sirkadian berubah


sehingga latensi tidur
meningkat dan mudah
terbangun di malam
hari.

Irama yang harmonis


dan tempo yang lambat
dapat mengaktifkan
hormon hormon
endorfin. Sehingga
terjadi respon relaksasi

Pola Istirahat dan


Tidur berubah. Lansia
sulit memasuki tahap
4 fase NREM

Faktor-faktor
yang
mempengaruhi tidur :
1.
2.
3.
4.
5.

Sakit
Lingkungan
Letih
Gaya hidup
Stres
emosional
6. Stimulan dan
alkohol
7. Diet
8. Merokok
9. Motivasi
10. Obat-obatan
Gambar 2.1 Kerangka Teori

Kualitas
Tidur

27

C. KERANGKA KONSEP
Berdasarkan kerangka teori penelitian maka dapat digambarkan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Terikat
Kualitas Tidur
Variabel Bebas

Lansia :

Terapi Murrotal
Al Quran

(Durasi, latensi,
aspek subjektif)

Skor : 0-21

Variabel Confounding
1. Gaya hidup
2. Motivasi

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

: tidak diteliti

: diteliti

28

D. HIPOTESIS
Hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara atau jawaban
sementara dari suatu penelitian (Notoatmodjo, 2005). Hipotesis dari
penelitian ini adalah :
Ha : Ada pengaruh Terapi Murottal Al Quran terhadap kualitas tidur lansia.

29

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental dengan
rancangan penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest with control
group design. Quasi eksperiment merupakan penelitian eksperimen semu,
karena syarat-syarat sebagai penelitian eksperimen tidak cukup memadai
yaitu pengontrolan sempurna pada variabel pengganggu (Notoatmodjo,
2005).
A1

O1>

(X) >

O2
A3

O3>

(-)

>

O4

A2
(X) : Kelompok perlakuan dengan terapi murottal Al Quran durasi 15
menit 1X sehari
(-) : Kelompok kontrol tanpa Perlakuan Terapi Murottal Al Quran

30

O1: observasi dan pengukuran terhadap kualitas tidur pada lansia


sebelum pemberian terapi murottal Al Quran pada kelompok
perlakuan.
O2: observasi dan pengukuran terhadap kualitas tidur pada lansia
setelah pemberian terapi murottal Al Quran selama 7 hari pada
kelompok perlakuan.
O3: observasi dan pengukuran terhadap kualitas tidur sebelum
pemberian terapi murottal Al Quran pada kelompok kontrol.
O4 = observasi dan pengukuran terhadap kualitas tidur setelah 7 hari
pada kelompok kontrol.
A1 = Perbedaan skor kualitas tidur sebelum dan sesudah pemberian
terapi murottal Al Quran selama 7 hari pada kelompok Perlakuan.
A2 = Perbedaan skor kualitas tidur sebelum dan sesudah tanpa
pemberian terapi murottal Al Quran selama 7 hari pada kelompok
Kontrol.
A3= Perbedaan kualitas tidur antara kelompok perlakuan dan
kelompok control.
2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni 2013 di Unit
Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap. Lokasi ini dipilih karena beberapa
pertimbangan, antara lain : sampel mengumpul menjadi satu dalam
wisma-wisma sehingga mempermudah jalannya penelitian. Selain itu
banyak lansia yang mengalami gangguan tidur. Serta dibandingkan

31

dengan panti lain jumlah lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata


lebih banyak dan mencukupi untuk penelitian.

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1.

Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2005). Menurut Nursalam (2003) populasi adalah
setiap objek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Populasi
dalam penelitian ini adalah lansia yang berusia 60 tahun keatas di Unit
Rehabilitasi Dewanata Cilacap. Jumlah populasi dalam penelitian ini
adalah 90 lansia.

2.

Sampel
Sampel penelitian menurut Notoatmodjo (2005) adalah objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sedangkan
menurut

Nursalam

(2003)

sampling

adalah

cara

atau

metode

pengambilan sampel untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling


yang akan digunakan adalah simple random sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan cara acak sederhana, yaitu semua individu
berpeluang untuk diambil sebagai sampel. sampel dipilih secara acak
dengan sistem undian. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini
adalah :

32

a) Kriteria inklusi:
(1) Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap.
(2) Responden dengan usia 60-80 tahun.
(3) Responden yang bersedia menjadi responden
(4) Responden yang beragama islam.
b) Kriteria eksklusi:
(1) Responden yang mengalami gangguan mental.
(2) Responden yang mengalami gangguan pendengaran
(3) Responden yang merokok.
(4) Responden yang menggunakan obat tidur.
Adapun besar sampel dalam penelitian ini adalah :
*

Keterangan :
n = Besar sampel minimal
Z = deviat baku normal untuk
Z = deviat baku normal untuk
Sd = standar deviasi
d = selisih antara dua kelompok yang bermakna
Dari rumus tersebut maka perhitungan sampel dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
(
[

]
)

33

n = (6,18)2
n = 38,19 = 38 subjek
Berdasarkan penghitungan rumus jumlah sampel yang akan
diteliti adalah 38 orang. Akan tetapi pada saat melakukan penelitian
peneliti dapat mengumpulkan responden sebanyak 40 responden. Jumlah
ini akan terbagi menjadi dua, yaitu 20 sampel kelompok perlakuan dan
20 sampel kelompok kontrol.

C. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas
(independent) dan variabel terikat (dependent).
1. Variabel bebas (independent)
Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah terapi murotal Al Quran.
2. Variabel terikat (dependent)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini
adalah kualitas tidur lansia.

34

D. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No

Variabel

Definisi Operasional

Instrumen

Terapi
murottal
Al Quran

Recorder
ayat-ayat AlQuran
Actif speaker
Sound level
meter
Timer
Laptop

Kualitas
tidur

Terapi yang diberikan


kepada lansia dengan
cara
memperdengarkan
ayat-ayat suci AlQuran secara intensif,
menggunakan active
speaker dengan jarak
50 cm, kekuatan bunyi
65 dB dan selama 7
hari
berturut-turut.
Pada penelitian ini
responden
dibagi
menjadi 2 kelompok
yaitu:
1. Kelompok A = 1X
sehari @15 menit
Kelompok B = kontrol
Nilai dari lamanya
tidur, latensi tidur,
kepuasan tidur dan
perasaan tidur dalam

Kuisioner
PSQI

Hasil
Ukur
-

0,1,2,3,
4,5,6,7,
8,9,10,
11,12,1
3,14,15
,16,17,
18,19,2
0,21

Skala
-

Rasio

E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik sehingga lebih mudah diolah (Saryono, 2008). Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan lembar
kuisioner Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI). Alat ini merupakan alat
untuk menilai kualitas tidur. Alat ini terdiri dari 19 poin pertanyaan pribadi

35

yang berada di dalam 7 komponen nilai dan 5 pertanyaan untuk teman


sekamar. 19 pertanyaan itu mengkaji secara luas faktor yang berhubungan
dengan tidur seperti durasi tidur, latensi tidur, dan masalah tidur. Setiap
komponen skor memiliki rentang nilai 0-3. Ketujuh komponen dijumlahkan
sehingga terdapat skor 0-21, dimana skor lebih tinggi menandakan kualitas
tidur semakin buruk (Buysse et al., 1988). Sedangkan instrument untuk terapi
murottal Al Quran adalah laptop dengan merek Axioo dan speaker Simbada.
Kekuatan suara 65 desibel sesuai dengan peneliti sebelumnya.

F. Validitas Dan Reliabilitas


1.

Validitas
Validitas menyatakan apa yang seharusnya diukur. Sebuah
instrumen dikatakan valid jika instrumen itu mampu mengukur apa saja
yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi tertentu. Dengan
kata lain secara sederhana dapat dikatakan bahwa sebuah instrumen
dianggap valid jika instrumen itu benar-benar dapat dijadikan alat untuk
mengukur apa yang akan diukur (Notoatmojo,2005)
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan alat yang sudah valid dan sudah di uji validitasnya.
Hal ini berdasarkan penelitian dari Buysse (1988), dalam penelitian
tersebut PSQI diujikan selama 18 bulan kepada 52 orang sehat dan 54
pasien depresi dan 62 pasien gangguan tidur. PSQI teruji valid dengan
sensitivitas 89,6% dan spesifitas 86,5% ( kappa = 0,75, p < 0,001).

36

2. Reliabilitas
Realiabitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap
asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2002).
Alat pengukur yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
kuisioner PSQI. Kuisioner ini sudah digunakan oleh peneliti sebelumnya
sehingga tidak perlu dilakukan uji reabilitas. Hal ini berdasarkan
penelitian Buysse (1988) dan Rakhmawati (2012) bahwa PSQI reliabel
untuk digunakan.

G. Teknik Pengumpulan Data


Beberapa hal yang perlu dipersiapkan peneliti sebelum penelitian yaitu
mempersiapkan prosedur-prosedur pengumpulan data. Adapun langkahlangkahnya sebagai berikut:
1.

Prosedur Pengumpulan Data


a. Tahap Persiapan
(1) Mengajukan surat permohonan penelitian kepada Ketua Jurusan
Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman.
(2) Mengurus perijinan studi pendahuluan di dinas kesehatan
kabupaten Cilacap.

37

(3) Mengambilan data tentang kejadian lansia di Unit Rehabilitasi


Sosial Dewanata Cilacap.
(4) Konsultasi dengan pembimbing.
b. Tahap Pelaksanaan
(1) Mengurus perijinan pelaksanaan penelitian di Dinas Sosial Jawa
Tegah di Semarang.
(2) Menentukan sampel penelitian.
(3) Meminta

responden

menandatangani

lembar

persetujuan

(informed concent).
(4) Mengumpulkan data sekunder yaitu data umum lansia.
(5) Melakukan pre test untuk kualitas tidur lansia.
(6) Melaksanakan terapi murrotal al Quran selama tujuh hari.
(7) Mengumpulkan data primer yaitu melakukan pengukuran
melalui kuesioner yang ada setelah tujuh hari terapi.
(8) Tindak lanjut dari pengumpulan data baik sekunder maupun
primer adalah melakukan pengecekan data apakah data sudah
sesuai.
(9) Data

yang

sudah

lengkap

kemudian

menggunakan komputer.
(10) Menganalisis data yang telah diolah.
(11) Membuat laporan penelitian.

diolah

dengan

38

Ujian proposal dilakukan sebelum peneliti melakukan penelitian.


Dalam penelitian peneliti akan mengumpulkan data, mengolah data, dan
menganalisis data kemudian menyajikan data dalam seminar hasil.

H. Pengolahan Dan Analisa Data


1.

Pengolahan Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul kemudian diperlukan
pengolahan data dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a) Edit data
Edit data yaitu memeriksa data yang telah dikumpul melalui
kuesioner dan lembar hasil pemeriksaan. Hal ini diperlukan di
lapangan untuk meneliti kembali apakah isian dalam lembar
pertanyaan sudah cukup baik untuk diproses dan dilaksanakan di
lapangan, sehingga bila terdapat kekurangan segera dilengkapi.
b) Pengkodean
Masing-masing variabel penelitian diberi kode berupa angka yang
selanjutnya

dimasukkan

dalam

lembaran

tabel

kerja

untuk

memudahkan entri di komputer.


c) Tabulasi
Tabulasi merupakan kegiatan meringkas jawaban dari kuesioner
menjadi satu tabel induk yang memuat semua jawaban responden.
Jawaban responden akan dikumpulkan dalam bentuk kode-kode yang
disepakati untuk memudahkan pengolahan data selanjutnya.

39

d) Aplikasi data / pengujian data


Menggunakan uji statistik yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan bantuan komputer.
(Saryono, 2011)
2. Analisa Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan analisa data dengan
perhitungan statistik dengan cara:
a) Analisa Univariat
Analisa univariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap
tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini
hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel
(Notoatmodjo, 2005). Tujuan dari analisis ini adalah untuk
menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti Data
ditampilkan dalam proporsi atau persentase dan tabel yaitu
karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan kualitas tidur.
b) Analisa Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap
dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo,
2002). Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji t tidak
berpasangan. Uji t berpasangan . (Santjaka, 2008). Uji t
berpasangan untuk melihat perbedaan skor kualitas tidur sebelum dan
sesudah terapi murrotal Al Qran. Sedangkan uji t tidak berpasangan

40

untuk melihat perbedaan selisih skor kualitas tidur kelompok terapi


dan kelompok kontrol.
Rumus uji t adalah:
(1) Uji t berpasangan

(2) Uji t tidak berpasangan

apabila data tidak terdistribusi normal maka uji bivariat yang


digunakan dalam penelitian ini adalah uji non parametrik yaitu uji
Wilcoxon dan uji Mann-Whitney. Uji Wilcoxon digunakan untuk melihat
perbedaan skor kualitas tidur sebelum dan sesudah terapi murottal Al
Quran. Sedangkan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan selisih
skor kualitas tidur pada kelompok terapi dan kelompok kontrol.
Rumus uji Wilcoxon :

Rumus uji Mann-Whitney :

41

I. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian ini menurut Notoatmodjo (2002) adalah :
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden, dengan bentuk lembar persetujuan. Lembar persetujuan
diberikan sebelum penelitian kepada responden yang akan diteliti.
Lembar ini dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian,
sehingga subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila subjek
menolak, maka peneliti tidak boleh memaksa dan harus tetap
menghormati hak-hak subjek
2. Anonimity
Anonimity digunakan untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan
kode pengganti nama responden.
3. Confidentiality
Informasi yang telah dikumpulkan dari responden akan dijamin
kerahasiaanya oleh peneliti, dan hanya akan digunakan untuk
pengembangan ilmu.

4. Prinsip keadilan
Subyek penelitian ini diperlakukan secara adil baik sebelum, selama
maupun sesudah keikutsertaannya dalam penelitian. Kelompok yang
tidak mendapatkan perlakuan pemberian terapi murrotal Al Quran saat

42

penelitian, akan diberikan terapi murrotal Al Quran setelah pengukuran


posttest.

43

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap
selama 14 hari yaitu pada tanggal 20 juni hingga 3 juli 2013. Jumlah
responden yang bersedia mengikuti penelitian adalah 40 responden. Hal ini
sesuai yang diharapkan peneliti. 20 responden masuk kedalam kelompok
intervensi yang diberi terapi murottal Al Quran selama 7 hari berturut
turut. Sedangkan 20 responden lainnya masuk dalam kelompok kontrol yang
hanya diamati. Adapun hasil penelitian ini adalah :
1.

Karakteristik responden di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap


Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan
kualitas tidur (n=40)
Karakteristik
Intervensi
Kontrol
homogenitas
a. Usia (tahun)
f
Persentase (%)
f
Persentase (%)
60 - 74
10
50
10
50
p =1,000
75 - 90
10
50
10
50
b. Jenis kelamin
Laki - laki
9
45
9
45
p=0,333
perempuan
11
55
11
55
c. Kualitas tidur
Baik
Buruk

5
15

25
75

9
11

45
55

p= 0,032

Berdasarkan tabel 4.1 Usia responden memiliki distribusi yang


sama pada kedua kelompok. Hal ini ditunjukkan dengan homogenitas
usia pada kedua kelompok menunjukkan data yang homogen (p = 1,000
> = 0,05). Rata rata responden pada kelompok intervensi berusia

44

73,55 tahun, dimana usia termuda adalah 64 dan usia tertua adalah 80
tahun.
Pada kelompok intervensi dan kontrol memiliki distribusi jenis
kelamin yang sama. Homogentias jenis kelamin menunjukkan p value =
0,333 (p value < 0,05). Hal ini berarti jenis kelamin responden homogen.
Pada penelitian ini jumlah responden perempuan lebih banyak daripada
laki laki.
Berdasarkan tabel 4.1 kualitas tidur awal kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sebelum diberikan terapi murottal Al Quran memiliki
data yang tidak homogen. Hal ini ditunjukkan dengan p value = 0,032.
Pada penelitian ini rata rata kualitas tidur kelompok kontrol lebih baik
dibandingkan kelompok intervensi.
2. Perbedaan kualitas tidur sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
intervensi.
Tabel 4.2 kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi
Hasil pengukuran
MinMean SD
t
df
p value
max
Pretest intervensi
7,450 3,000
3-13
5,403 19 0,000
Posttest intervensi 5,605 2,303
2-11
Pretest kontrol
6,001 1,947
3-11
1,831 19 0,083
Posttest kontrol
5,852 1,899
3-11

Berdasarkan tabel 4.2 terdapat perbedaan kualitas tidur pada


kelompok intervensi sebelum dan sesudah perlakuan. Nilai t hitung =
5,403 sedangkan nilai t tabel = 2,093(t hitung > t tabel). Mean skor
kualitas tidur sebelum terapi 7,45 menjadi 5,60 atau memiliki selisih
mean 1,85. Dari uji t test juga menunjukkan p value 0,000 atau p value <

45

0,05. Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna antara kualitas tidur
sebelum dan sesudah pemberian terapi murottal Al Quran, yaitu menjadi
semakin baik.
3. Kualitas tidur sebelum dan sesudah pengamatan pada kelompok kontrol.
Berdasarkan tabel 4.2 nilai t hitung = 1,831 (t hitung < t tabel),
selain itu tidak terdapat perubahan mean yang signifikan (0,15) yaitu dari
6,00 menjadi 5,85. Dari uji statistik t test menunjukkan p value 0,083
yang berarti p value > 0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kualitas tidur sebelum dan sesudah pengamatan pada
kelompok kontrol.
4. Perbedaan peningkatan kualitas tidur antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol
Tabel 4.3 perbedaan peningkatan kualitas tidur antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
Kelompok
n
Mean SD
Perbedaan
p value
rerata
Intervensi
20
1,845 1,531
1,700
0,000
Kontrol
20
0,149 0,366
Berdasarkan tabel 4.3 perbedaan rerata 1,700 dan uji t tidak
berpasangan menunjukkan p value 0,000 (p value < 0,05). Hal ini
berarti ada perbedaan peningkatan kualitas tidur yang bermakna antara
kelompok intervensi dan kontrol.

46

B. Pembahasan
1.

Karakteristik responden
a.

Usia
Berdasarkan tabel 4.1 terdapat homogenitas antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Hal ini terlihat dari prosentase
yang sama pada kedua kelompok. Hal ini tentu akan meminimalkan
terjadinya bias pada penelitian.
Seseorang akan mengalami penurunan fungsi organ ketika
memasuki usia tua. Hal mengakibatkan lansia lebih rentan terhadap
penyakit seperti nyeri sendi, osteoporosis, Parkinson dan lainnya.
Padahal kualitas tidur berkaitan dengan penyakit dan kesehatan yang
buruk. Sehingga usia memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur
seseorang. Hal ini didukung penelitian Khasanah dan Hidayati
(2012) yang meyatakan bahwa usia 70 74 tahun cenderung
memiliki kualitas tidur yang buruk berkaitan dengan penurunan
fungsi fungsi fisiologis (Kozier,.et al, 2011; Oliveira, 2010). Selain
itu menurut Stanley (2006), proses patologis terkait usia dapat
menyebabkan perubahan pola tidur. Kualitas tidur yang buruk
menyerang 50% orang yang berusia 65 tahun atau lebih.

b.

Jenis kelamin
Perempuan cenderung memiliki kualitas tidur buruk karena
terjadi

penurunan

hormon

estrogen

dan

progesteron

yang

mempunyai reseptor di hipotalamus. Hal ini mempunyai pengaruh

47

langsung terhadap irama sirkadian dan pola tidur. Kondisi psikologis


seperti meningkatnya kecemasan, gelisah, dan emosi sering tidak
terkontrol pada perempuan akibat penurunan estrogen yang
menyebabkan gangguan tidur.
Hasil ini di dukung oleh penelitian Kimura (2005) dan
penelitian Khasanah & Hidayati (2012). Khasanah & Hidayati
mencatat bahwa 52 perempuan memiliki kualitas tidur yang buruk
dan 17 perempuan memiliki kualitas tidur baik. Sedangkan untuk
laki laki tercatat 16 laki laki memiliki kualitas tidur buruk dan 12
lainnya memiliki kualitas tidur baik. Hal ini berarti jumlah
perempuan yang memiliki kualitas tidur buruk lebih banyak dari laki
laki. Namun demikian, jenis kelamin kedua kelompok sudah
homogen sehingga dapat meminimalisir adanya bias pada penelitian.
c. Kualitas tidur
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi rata
rata skor kualitas tidur lebih tinggi diandingkan dengan rata rata
skor kualitas tidur kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan pada
awalnya rata rata kualitas tidur kelompok kontrol lebih baik
dibandingkan kelompok intervensi. Hal ini tentu menjadi landasan
yang kuat untuk mengetahui pengaruh terapi murottal Al Quran
padan kualitas tidur lansia. Secara keseluruhan kualitas tidur lansia
buruk. Kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

48

lingkungan, penyakit fisik, kelelahan, gaya hidup, stres emosional,


diet, merokok dan medikasi (Khasanah & Hidayati, 2012).
Hal ini sesuai kenyataan di Unit Rehabilitasi Dewanata Cilacap
bahwa lansia sering mengeluh kualitas tidurnya kurang, kurang segar
saat bangun tidur, dan letih. Hal ini diakibatkan lansia sering
terbangun di malam hari untuk ke kamar mandi, merasa susah untuk
langsung tertidur dan faktor lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitan
Khasanah (2012) dan Oliveira (2010) yang menunjukkan hasil lansia
yang berada di fasilitas perawatan jangka panjang cenderung
memiliki kualitas tidur yang buruk.
2. Perbedaan kualitas tidur sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
intervensi
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh terapi murottal Al
Quran terhadap kualitas tidur lansia yang bermakna pada kelompok
intervensi. Hal ini terlihat pada saat penelitian, dimana lansia yang telah
mendapatkan perlakuan merasa mengantuk hingga tertidur. Adanya
pengaruh terapi murottal Al Quran terhadap kualitas tidur lansia
dipengaruhi oleh kelebihan terapi murottal Al Quran dengan tempo
yang lambat serta harmonis lantunan Al Quran dapat menurunkan
hormon-hormon

stres,

mengaktifkan

hormon

endorfin

alami,

meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut,


cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak

49

jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak (Faradisi, 2009;


Heru, 2008; Mardiyono, 2011). Hal inilah yang akan memperbaiki irama
sirkadian lansia sehingga kualitas tidurnya membaik.
Mendengarkan murottal Al Quran terdapat juga faktor keyakinan,
yaitu agama Islam. Umat Islam mempercayai bahwa Al Quran adalah
kitab suci yang mengandung firman-firman Nya dan merupakan
pedoman hidup manusia. Sehingga dengan mendengarkannya akan
membawa subjek merasa lebih dekat dengan Tuhan serta menuntun
subjek untuk mengingat dan menyerahkan segala permasalahan yang
dimiliki kepada Tuhan, hal ini akan menambah keadaan rileks. Faktor
keyakinan yang dimiliki seseorang mampu membawa pada keadaan yang
sehat dan sejahtera. Menurut Benson dalam Faradisi (2009) seseorang
yang mempunyai keyakinan mendalam terhadap sesuatu akan lebih
mudah mendapatkan respon relaksasi. Respon relaksasi ini dapat timbul
karena terdapat suatu hubungan antara pikiran dengan tubuh (mind-body
conection). Sehingga mendengar bacaan Al Quran dapat disebut juga
sebagai suatu relaksasi religius (Faradisi, 2009).
3. Perbedaan kualitas tidur sebelum dan sesudah pengamatan pada
kelompok kontrol
Pada tabel 4.2 hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan
kualitas tidur yang signifikan sebelum dan sesudah pengamatan pada
kelompok kontrol. Hal ini karena pada kelompok kontrol tidak diberikan
intervensi apapun selama pengamatan. Padahal kualitas yang buruk

50

memerlukan suatu penatalaksanaan agar membaik. Hal ini tentu sejalan


dengan penelitian Roccichelli, Stanford, Vandewaa (2010) yang
menyebutkan bahwa masalah kualitas tidur yang buruk memerlukan
suatu penatalaksanaan. Selain itu Golman (2007) berpendapat bahwa
gangguan tidur dapat ditangani baik secara medis ataupun non medis.
Dalam penelitian ini tentu tidak adanya perlakuan terapi murottal Al
Quran yang menyebabkan kualitas tidur responden cenderung tetap.
Penelitian ini juga seiring dengan penelitian Eskandari (2012)
dimana pada kelompok kontrol tidak terdapat perubahan fisiologis yang
bermakna (p value 0,0001). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
tidak ada perbedaan kualitas tidur sebelum dan sesudah yang bermakna
pada kelompok kontrol.
4. Perbedaan peningkatan kualitas tidur antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa ada pernedaan yang
bermakna dari peningkatan kualitas tidur antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Hal ini memperkuat hipotesis alternatif yang
menyatakan bahwa ada pengaruh terapi murottal Al Quran terhadap
kualitas tidur lansia. Perbedaan ini terjadi karena pada kelompok
intervensi terjadi penurunan skor kualitas tidur atau perbaikan kualitas
tidur. Sedangkan pada kelompok kontrol terjadi penurunan rata rata
skor kualitas tidur Namun hal ini menunjukkan tidak terjadi penurunan
skor kualitas tidur yang signifikan.

51

Berdasarkan prisip kerjanya terapi murottal Al Quran merupakan


salah satu jenis terapi suara. Efek yang ditimbulkan dari terapi suara
yaitu berupa efek psikologis dan efek neurologis. Lantunan irama
tersebut memperbaiki fisiologis saraf saraf sehingga perbaikan
mekanisme tubuh lansia terjadi (Asrin, Mardiyono, dan Saryono, 2007).
Perbaikan kualitas tidur ini juga disebabkan karena adanya
peningkatan kerja saraf parasimpatis. Hal ini sejalan dengan penelitian
oleh Faradisi (2009) menunjukkan bahwa murottal Al Quran mampu
memacu sistem saraf parasimpatis yang mempunyai efek berlawanan
dengan sistem saraf simpatis. Sehingga terjadi keseimbangan pada kedua
sistem saraf autonom tersebut. Hal inilah yang menjadi prinsip dasar dari
timbulnya respon relaksasi, yakni terjadi keseimbangan antara sistem
saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis.
Efek dari murottal dan zikir antara lain dapat menurunkan
kecemasan. Selain itu juga memberikan efek relaks pada tubuh
(ketenangan, kedamaian, dan konsentrasi). Sedangkan suara murottal Al
Quran merupakan terapi alternatif yang mampu menurunkan stres dan
meningkatkan kenyamanan. Hal ini disebabkan oleh lantunan melodi
murottal Al Quran membuat efek stimulasi hormon hormon pada
tubuh Selain itu murottal Al Quran membuat pendengarmya menjadi
lebih dekat dengan Tuhan. Seseorang yang lebih dekat dengan Tuhan
akan lebih mudah mendapatkan ketenangan dan relaksasi. Sehingga
mendengarkan murottal Al Quran dapat menstimulus efek relaksasi dan

52

meningkatkan

ketenangan

(Eskandari,

2012;

Mardiyono,

2011;

Sooki.,Shafii.,Tagharobi, 2011).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi
murottal Al Quran terhadap kualitas tidur lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Dewanata Cilacap. Dan terapi murottal Al Quran merupakan
salah satu terapi non medis yang dapat memperbaiki kualitas tidur lansia.

C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang peneliti rasakan adalah bias peneliti.
Dimana dari segi pengumpulan data, peneliti yang mengambil data. Namun
demikian peneliti berusaha meminimalisir dengan mempersilahkan responden
mengisi kuisioner PSQI sendiri.

53

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.

Hasil penelitian ini mengidentifikasi karakteristik usia responden


kelompok intervensi dan kontrol homogeny, yaitu berusia 60 - 74 tahun
dan 75 - 90 tahun. Jenis kelamin responden kelompok intervensi dan
kontrol juga homogen. Sedangkan rata rata kualitas tidur awal
responden kelompok kontrol lebih baik dibandingkan kelompok
intervensi.

2. Ada perbedaan yang bermakna kualitas tidur sebelum dan sesudah terapi
murrotal Al Quran.
3. Tidak ada perbedaan yang bermakna kualitas tidur sebelum dan sesudah
pengamatan pada kelompok kontrol.
4. Ada perbedaan yang bermakna peningkatan kualitas tidur antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

54

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diberikan
saran sebagai berikut :
1.

Bagi masyarakat
Masyarakat dapat mengaplikasikan terapi murrotal Al Quran
untuk meningkatkan kualitas tidur lansia. Karena selain tidak
menimbulkan efek samping terapi ini juga ekonomis dan berkhasiat.

2.

Bagi Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap


Terapi murrotal Al Quran dapat dimasukkan ke dalam program
unit rehabilitasi sebagai sebagai salah satu cara yang dapat diterapkan
dalam meningkatkan kualitas tidur lansia. Pemberian terapi
dilakukan pada saat jam menjelang tidur.

3.

Bagi Penelitian
Dapat dilakukan penelitian lanjutan dari penelitian ini, meliputi:
a. Pemberian terapi murrotal Al Quran langsung di tempat tidur.
b. Penelitian dengan doubleblind design.

dapat

55

Anda mungkin juga menyukai