TENTANG
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 ayat
(2) Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
MEMUTUSKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
2. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
3. Pengusaha adalah :
a. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
b. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia dalam huruf a dan
huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia
4. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang memperkerjakan tenaga kerja
dengan tujuan mencari untuk atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara
5.
Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja
untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam
bentuk uang ditetapkan menurut suatu perjanjian, atau peraturan perundang-undangan
dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan tenaga
kerja, termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya.
6. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke
rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
7. Cacad adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara
langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan
untuk menjalankan pekerjaan.
10. Pegawai Pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri.
11. Badan Penyelenggara adalah badan hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan
program jaminan sosial tenaga kerja.
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
Usaha sosial dan usaha-usaha lain yang tidak berbentuk perusahaan diperlakukan sama
dengan perusahaan, apabila mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain
sebagaimana layaknya perusahaan mempekerjakan tenaga kerja.
BAB II
PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Pasal 3
(1) Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan
social tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme
asuransi.
(2) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan social tenaga kerja.
Pasal 4
(1) Program jaminan social tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib
dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam
hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(2) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di
luar hubungan kerja diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah.
Pasal 5
Kebijakan dan pengawasan umum program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Bagian Pertama
Ruang Lingkup
Pasal 6
(1) Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja;
b. Jaminan Kematian;
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
(2) Pengembangan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayau
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Jaminan Sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diperuntukkan bagi
tenaga kerja.
(2) Jaminan Sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf d berlaku pula
untuk keluarga tenaga kerja.
Bagian Kedua
Jaminan Kecelakaan Kerja
Pasal 8
(1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan Kecelakaan
Kerja.
Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) meliputi :
a. biaya pengangkutan;
b. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
c. biaya rehabilitasi;
d. santunan berupa uang yang meliputi :
1. santunan sementara tidak mampu bekerja;
2. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;
3. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;
4. santunan kematian.
Pasal 10
(1) Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja kepada
Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggaran dalam waktu tidak lebih
dari 2 kali 24 jam.
(2) Pengusaha wajib melaporkan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan
Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam setelah tenaga kerja yang
tertimpa kecelakaan oleh dokter yang merawatnya dinyatakan sembuh, cacad atau
meninggal dunia.
(3) Pengusaha wajib mengurus hak tenaga kerja yang tertmpa kecelakaan kerja kepada
Badan Penyelenggara sampai memperoleh hak-haknya.
(4) Tata cara dan bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
Daftar jenis penyakit yang timbul karena hubungan kerja serta perubahannya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Bagian Ketiga
Jaminan Kematian
Pasal 12
(1) Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak
atas Jaminan Kematian.
Urutan penerima yang diutamakan dalam pembayaran santunan kematian dan Jaminan
Kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 hurf d butir 4 dan Pasal 12 ialah :
a. janda atau duda;
b. anak;
c. orang tua;
d. cucu;
e. kakek atau nenek;
f. saudara kandung;
g. mertua.
Bagian Keempat
Jaminan Hari Tua
Pasal 14
(1) Jaminan Hari Tua dibayarkan secara sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan berkala,
kepada tenaga kerja karena :
a. telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau
b. cacad total tetap setelah ditetapkan oleh dokter.
(2) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada janda
atau duda atau anak yatim piatu.
Pasal 15
Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat dibayarkan sebelum
tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tehun, setelah mencapai masa
kepesertaan tertentu, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pasal 16
(1) Tenaga kerja, suami atau istri, dan anak berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan.
(2) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan meliputi :
a. rawat jalan tingkat pertama;
b. rawat jalan tingkat lanjutan;
c. rawat inap;
d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
e. penunjang diagnostik;
f. pelayanan khusus;
g. pelayanan gawat darurat.
BAB IV
KEPESERTAAN
Pasal 17
Pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga
kerja.
Pasal 18
(1) Pengusaha wajib memiliki daftar tenaga kerja beserta keluarganya, daftar upah beserta
perubahan-perubahan dan daftar kecelakaan kerja di perusahaan atau bagian
perusahaan yang berdiri sendiri.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha wajib
menyampaikan data ketenagakerjaan dan data perusahaan yangberhubungan dengan
penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan Penyelenggara.
(3) Apabila pengusaha dalam menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
terbukti tidak benar, sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak terdaftar
sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja, maka pengusaha wajib
memberikan hak-hak tenaga kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(4) Apabila pengusaha dalam menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
terbukti tidak benar, sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran jaminan kepada
tenaga kerja, maka pengusaha wajib memenuhi kekurangan jaminan tersebut.
(5) Apabila pengusaha dalam menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
terbukti tidak benar, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran jaminan, maka
pengusaha wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada Badan Penyelenggara.
(6) Bentuk daftar tenaga kerja, daftar upah, daftar kecelakaan kerja yang dimuat dalam
buku, dan tata cara penyampaian data ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 19
(1) Pentahapan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja
disebabkan adanya pentahapan kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka pengusaha wajib memberikan JaminanKecelakaan Kerja kepada tenaga kerjanya
sesuai dengan Undang-undang ini.
(3) Tata cara pelaksanaan hak tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.
BAB V
IURAN, BESARNYA JAMINAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 20
(1) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, iuran Jaminan Kematian, dan iuran Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan ditanggung oleh pengusaha.
(2) Iuran Jaminan Hari Tua ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Pasal 21
Besarnya iuran, tata cara, syarat pembayaran, besarnya denda, dan bentuk iuran
program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pengusaha wajib membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang menjadi
kewajiban tenaga kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja serta membayarkan
kepada Badan Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
(2) Dalam hal keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Pasal 24
(1) Perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja yang harus dibayarkan kepada
tenaga kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan menghitung kembali dan menetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Menteri menetapkan kecelakaan kerja, dan besarnya jaminan yang belum tercantum
dalam peraturan pelaksanaan Undang-undang ini.
(4) Perbedaan pendapat dan perhitungan besarnya jumlah Jaminan Kecelakaan Kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) penyelesaiannya ditetapkan oleh
Menteri.
BAB VI
BADAN PENYELENGGARA
Pasal 25
(1) Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja dialkukan oleh Badan
Penyelenggara.
(2) Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Badan Usaha Milik
Negara yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam
melaksanakan fungsi dan tugasnya mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam
rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta
keluarganya.
Pasal 26
Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), wajib membayar
jaminan sosial tenaga kerja dalam waktu tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
Pasal 27
Penempatan investasi dan pengelolaan dana program jaminan sosial tenaga kerja oleh
Badan Penyelenggara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 29
(1) Barang siapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1); Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5); Pasal 19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1); dan Pasal 26, diancam
dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-
tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Dalam hal pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk
kedua kalinya atau lebih setelah putusan akhir telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, maka pelanggaran tersebut dipidana kurungan selama-lamanya 8 (delapan)
bulan.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 30
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(1) dan ayat (2) terhadap pengusaha, tenaga kerja, dan Badan Penyelenggara yang tidak
memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dikenakan sanksi
administrasi, ganti rugi, atau denda yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 31
(1) Selain penyisik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia juga kepada pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya
meliputi ketenagakerjaan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76), Tambahan Lembaran tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 32
Kelebihan pembayaran jaminan yang telah diterima oleh yang berhak tidak dapat
diminta kembali.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
(1) Selama peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-undang ini
belum dikeluarkan, maka semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
program asuransi sosial tenaga kerja dan penyelenggaraannya yang ada pada waktu
Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-undang ini.
(3) Tenaga kerja yang telah menjadi tertanggung atau peserta dalam program asuransi
sosial tenaga kerja dan jaminan sosial tenaga kerja lainnya dengan berlakunya
Undang-undang ini tidak boleh dirugikan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951
tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3)
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 35
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
UU 3/1992, JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
_________________________________________________________________
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
2.Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik
di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna mengha silkan jasa atau
barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pasal 2
Pasal 3
(1)Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja *6298
diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang
pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mckanisme asuransi. (2)Setiap
tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 4
Pasal 5
BAB III
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
(4)Tata cara dan bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
(1)Tenaga kerja, suami atau isteri, dan anak berhak memperoleh Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan. (2)Jaminan Pemeliharaan Kesehatan meliputi:
a.rawat jalan tingkat pertama; b.rawat jalan tingkat lanjutan; c.rawat
inap; d.pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan; e.penunjang
diagnostik; f.pelayanan khusus; g.pelayanan gawat darurat.
BAB IV KEPESERTAAN
Pasal 17
Pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program jaminan
sosial tenaga kerja.
Pasal 18
Pasal 19
(1)Pentahapan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2)Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam program jaminan sosial
tenaga kerja disebabkan adanya pentahapan kepesertaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), maka pengusaha wajib memberikan Jaminan
Kecelakaan Kerja kepada tenaga kerjanya sesuai dengan Undang- undang
ini.
Pasal 20
(2)Iuran Jaminan Hari Tua ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
(3)Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam
melaksanakan fungsi dan tugasnya mengutamakan pelayanan kepada peserta
dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja
beserta keluarganya.
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 29
Pasal 30
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 31
c.meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja;
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Pada saat mulai berlakunya Undang- undang ini, maka Undang-undang Nomor
2 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Kecelakaan
Tahun 1947 Nomor 33 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 35
SOEHARTO
MOERDIONO
UMUM
Pasal 1
Pasal 3
Ayat (1)
Pasal 4
Ayat (1)
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (2)
Pasal 7
Pasal 8
Ayat (2)
Huruf a
Magang merupakan tenaga kerja yang secara nyata belum penuh menjadi
tenaga kerja atau karyawan suatu perusahaan, tetapi telah melakukan
pekerjaan di perusahaan. Demikian pula murid atau siswa yang melakukan
pekerjaan dalam rangka kerja praktek, berhak atas Jaminan Kecelakaan
Kerja apabila tertimpa kecelakaan kerja.
Huruf b
Pasal 9
Huruf d
Pasal 10
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan biaya pemakaman antara lain pembelian tanah, peti
mayat, kain kafan , transportasi, dan lain- lain yang bersangkutan
dengan tata cara pemakaman sesuai dengan adat- istiadat, agama dan
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta kondisi daerah
masing- masing *6311 tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (2)
Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, maka hak atas Jaminan Hari Tua
yang dibayarkan secara berkala, diberikan kepada janda atau duda, atau
anak yatim piatu. Apabila tenaga kerja meninggal dunia sebelum hak
Jaminan Hari Tua timbul, maka.hak atas Jaminan Hari Tua tersebut
diberikan kepada janda atau duda, atau anak yatim piatu secara
sekaligus atau berkala. Yang dimaksud dengan yatim piatu adalah anak
yatim atau anak piatu, yang ada pada saat janda atau duda meninggal
dunia masih menjadi tanggungan janda atau duda tersebut.
Pasal 15
Yang dimaksud dengan masa kepesertaan tertentu adalah jangka waktu
tenaga kerja telah mencapai masa kepesertaan sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun. Pembayaran Jaminan Hari Tua berdasarkan masa kepesertaan
tertentu dapat diberikan kepada tenaga kerja yang mengalami pemutusan
hubungan kerja.
Pasal 16
Ayat (1)
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat pertama adalah semua jenis
pemeliharaan kesehatan perorangan yang dilakukan di Pelaksana
Pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Huruf b
Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat lanjutan *6312 adalah semua
jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang merupakan rujukan
(lanjutan) dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan rawat jalan tingkat
pertama.
Huruf c
1. rumah sakit pemerintah pusat dan daerah; 2. rumah sakit swasta yang
ditunjuk.
Huruf d
Yang dimaksud dengan pemeriksaan kehamilan dan pertolonga n persalinan
adalah pertolongan persalinan normal, tidak normal dan/atau gugur
kandungan.
Huruf e
Huruf f
Huruf g
Yang dimaksud dengan keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan yang
memerlukan pemeriksaan medis segera, yang apabila tidak dilakukan akan
menyebabkan hal yang fatal bagi penderita.
*6313 Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Pasal 19
Ayat (1)
Ayat (2)
Pasal 20
Ayat (1)
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (2)
Dalam hal pengusaha yang telah mempunyai itikad baik untuk membayar
iuran dan mengumpulkan iuran tenaga kerjanya, tetapi ternyata
terlambat membayarkan kepada Badan Penyelenggara dari waktu yang
ditentukan, dapat diwajibkan membayar tambahan presentase pembayaran
yang diperhitungkan dengan keterlambatannya.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Dalam hal ketetapan Menteri belum ada, maka untuk mempercepat dan
memperlancar pemberian Jaminan Kecelakaan Kerja kepada tenaga kerja,
maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan menetapkan sementara kecelakaan
kerja, dan besarnya jaminan setelah memperoleh pertimbangan dokter
penasihat, sedangkan penetapan akhir oleh Menteri. Yang dimaksud
dengan dokter penasihat adalah dokter yang ditunjuk oleh Menteri
Kesehatan atas usul dan diangkat oleh Menteri untuk keperluan
pelaksanaan Undang-undang ini.
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 26
Yang dimaksud dengan tidak lebih dari 1 (satu) bulan adalah setelah
dipenuhinya syarat-syarat teknis dan administratif oleh pengusaha dan
atau tenaga kerja.
Pasal 27
Pasal 28
Upaya pengamanan kekayaan/asset Badan Penyelenggara dan investasinya
harus memenuhi syarat aman, memberikan hasil, memenuhi kewajiban
(likuid), dan diversifikasi dalam bentuk yang menguntungkan serta
mencegah risiko yang tidak diinginkan. Mengingat program jaminan
sosial tenaga kerja menyangkut kepentingan tenaga kerja yang sebagian
besar mereka yang berpenghasilan rendah, maka upaya pengamanan
kekayaan baik investasi, pengelolaan maupun penyimpanan ua ng harus
terjamin.
Pasal 29
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Ayat (1)
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGA
RAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
1. Badan Penyelenggaraan adalah badan hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan program
jaminan sosial tenaga kerja.
2. Peserta adalah Pengusaha dan tenaga kerja yang ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga
kerja.
3. Upah sebulan adalah upah yang sebenarnya diterima oleh tenaga kerja selama satu bulan yang
terakhir dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jika upah dibayarkan secara harian, maka upah sebulan sama dengan upah sehari dikalikan 30
(tiga puluh);
b. Jika upah dibayarkan secara borongan atau satuan, maka upah sebulan dihitung dari upah rata-
rata 3 (tiga) bulan terakhir;
c. Jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca yang upahnya didasarkan pada upah borongan,
maka upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.
4. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan adalah orang atau Badan yang ditunjuk oleh Badan
Penyelenggara untuk memberikan pelayanan kesehatan.
5. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.
BAB II
KEPESERTAAN
Bagian Pertama
Persyaratan Kepesertaan
Pasal 2
(1) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini,terdiri
dari :
A. Jaminan berupa uang yang meliputi :
1. Jaminan Kecelakaan kerja;
2. Jaminan kematian;
3. Jaminan Hari Tua;
B. Jaminan berupa pelayanan, yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(2) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaumana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara.
(3) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau
membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000; (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikut sertakan
tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang telah menyelenggarakan sendiri program
pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan
pemeliharaan Kesehatan Dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.
(5) Pengusaha dan tenaga kerja yang telah ikut program asuransi sosial tenaga kerja sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini, melanjutkan kepesertaannya dalam program jaminan sosial tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(6) Pengusaha yang telah ikut program jaminan sosial tenaga kerja tetap menjadi peserta meskipun tidak
memenuhi lagi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
Pasal 3
Kepesertaan tenaga kerja harian lepas, tenaga kerja borongan dan tenaga kerja kontrak dalam program
jaminan sosial tenaga kerja diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 4
Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja pengusaha wajib
memberikan Jaminan Kecelakaan Kerja kepada tenaga kerjanya sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Kedua
TATA CARA
Pendaftaran Kepesertaan
Pasal 5
(1) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) wajib mendaftarkan perusahaan dan tenaga
kerjanya sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja pada Badan penyelenggara dengan
mengisi formulir yang disediakan oleh Badan Penyelenggara.
(2) Pengusaha harus menyampaikan formulir jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) kepada Badan Penyelenggara selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
formulir dari Badan Penyelenggara.
(3) Bentuk formulir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 6
(1) Dalam waktu selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari sejak formulir pendaftaran dan pembayaran iuran
pertama diterima, Badan Penyelenggara menerbitkan dan menyampaikan kepada pengusaha:
a. Sertifikat kepesertaan untuk masing-masing perusahaan sebagai tanda kepesertaan
perusahaan;
b. Kartu peserta untuk masing-masing tenaga kerja sebagai tanda kepesertaan dalam program
jaminan sosial tenaga kerja;
c. Kartu Pemeliharaan Kesehatan untuk masing-masing tenaga kerja bagi yang mengikuti program
jaminan pemeliharaan kesehatan.
(2) Pengusaha menyampaikan kepada masing-masing tenaga kerja kartu peserta program jaminan sosial
tenaga kerja dalam waktu paling lambat 7(tujuh) hari sejak diterima dari Badan Penyelenggara.
(3) Kartu peserta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c berlaku sampai dengan
berakhirnya masa kepesertaan tenaga kerja yang bersangkutan dalam program jaminan sosial tenaga
kerja.
(4) Tenaga kerja yang pindah tempat kerja dan masih menjadi peserta program jaminan sosial tenaga
kerja harus memberitahukan kepesertaannya kepada pengusaha tempat kerja yang baru dengan
menunjukan kartu peserta.
(5) Bentuk sertifikat kepesertaan,kartu peserta dan kartu pemeliharaan kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Badan Penyelenggara.
Pasal 7
Kepesertaan perusahaan dan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja berlaku sejak
pendaftaran dan pembayaran iuran pertama dilakukan oleh pengusaha.
Pasal 8
(1) Pengusaha wajib melaporkan kepada Badan Penyelenggara apabila terjadi perubahan mengenai :
a. alamat perusahaan;
b. kepemilikan perusahaan;
BAB III
IURAN
Bagian Pertama
Besarnya Iuran
Pasal 9
(1) Besarnya iuran program jaminan sosial tenaga kerja adalah sebagai berikut :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja yang perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1,sebagai berikut :
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran Iuran
Pasal 10
(1) Penyetoran iuran yang dilakukan oleh pengusaha kepada Badan Penyelenggara,dilakukan setiap bulan
dan disetor secara lunas paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya dari bulan iuran yang
bersangkutan.
(2) Iuran Jaminan Hari Tua yang ditanggung tenaga kerja diperhitungkan langsung dari upah bulanan
tenaga kerja yang bersangkutan dan penyetorannya kepada Badan Penyelenggara dilakukan oleh
pengusaha.
(3) Keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),dikenakan denda
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.
(4) Pembayaran denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),dilakukan sekaligus bersama-sama dengan
penyetoran iuran bulan berikutnya.
(5) Iuran program jaminan sosial tenaga kerja dan denda yang belum dibayar lunas merupakan piutang
Badan Penyelenggara terhadap pengusaha yang bersangkutan
Pasal 11
(1) Badan Penyelenggara menghitung kelebihan atau kekurangan iuran program jaminan sosial tenga
kerja sesuai dengan upah tenaga kerja.
(2) Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Badan Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha yang bersangkutan
selambat-lambatnya 7(tujuh) hari sejak diterimanya iuran.
(3) Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),dapat
diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.
BAB IV
Bagian Pertama
Pasal 12
(1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja berupa
penggantian biayai yang meliputi :
a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke Rumah Sakit dan atau
kerumahnya,termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;
b. Biaya pemeriksaan,pengobatan, dan atau perawatan selama di Rumah Sakit,termasuk rawat
jalan;
c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau alat ganti (prothese) bagi tenaga kerja
yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja.
(2) Selain penggantian biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat(1),kepada tenaga kerja yang tertimpa
kecelakaan kerja diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi:
a. Santunan sementara tidak mampu bekerja;
b. Santunan cacat sebagai untuk selama-lamanya;
c. Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental,dan atau
d. Santunan kematian.
(3) Besarnya jaminan kecelakaan kerja adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 13
Untuk keperluan perhitungan pembayaran Santunan Jaminan Kecelakaan kerja bagi tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja:
a. Magang atau murid ataunarapidana dianggap menerima upah sebesar upah sebulan tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan yang sama pada perusahaan yang bersangkutan;
b. Perorangan yang memborong pekerjaan dianggap menerima upah sebesar upah tertinggi dari tenaga
kerja pelaksana yang bekerja pada perusahaan yang memborongkan pekerjaan.
Pasal 14
Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan b dibayar terlebih dahulu oleh
pengusaha.
Pasal 15
(1) Badan Penyelenggaraan berdasarkan surat keterangan dari Dokter Pemeriksa dan atau Dokter
Penasehat menetapkan dimaksud dalam pasal 12,paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya
pengajuan pembayaran jaminan.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dibayarkan kepada pengusaha.
(3) Santunan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan langsung kepada tenaga kerja.
(4) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia,pembayaran santunan kematian dibayarkan kepada yang
berhak sesuai urutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
Pasal 16
(1) Dalam rangka pembayaran santunan, penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Badan
Penyelenggara berdasarkan surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter Penasehat.
(2) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai akibat kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan.
(3) Dalam hal penetapan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) tidak dapat diterima oleh Badan Penyelenggara atau pengusaha atau tenaga kerja,maka
penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian perbedaan pendapat tentang penetapan
akibat kecelakaan kerja ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 17
(1) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai kecelakaan kerja atau bukan kecelakaan kerja,
Menteri dapat menetapkan dan mewajibkan pengusaha untuk memberikan Jaminan Kecelakaan Kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 18
(1) Pengusaha wajib memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi tenaga kerja yang
tertimpa kecelakaan.
(2) Pengusaha wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerjanya kepada Kantor
Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara setempat atau terdekat sebagai laporan
kecelakaan kerja tahap I, dalam waktu tidak lebih dari 2x24 (dua kali duapuluh empat ) jam terhitung
sejak terjadinya kecelakaan.
(3) Pengusaha wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja tahap II dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24
(dua kali dua puluh empat) jam setelah ada surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter
Penasahat yang menyatakan bahwa tenaga kerja tersebut :
d. Meninggal dunia.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sekaligus merupakan pengajuan pembayaran
Jaminan kecelakaan Kerja kepada Badan Penyelenggara dengan melampirkan :
b. surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter Penasehat yang menerangkan mengenai
tingkat kecacatan yang diderita tenaga kerja;
Pengusaha wajib melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x
24 jam setelah ada hasil diagnosis dari Dokter Pemeriksa.
Pasal 20
(1) Selama tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja masih belum mampu bekerja, pengusaha tetap
membayar upah tenaga kerja yang bersangkutan, sampai penetapan akibat kecelakaan kerja yang
dialami diterima semua pihak atau dilakukan oleh Menteri.
(2) Badan Penyelenggara mengganti santunan sementara tidak mampu bekerja kepada pengusaha
yang telah membayar upah tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Dalam hal santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara lebih besar dari yang dibayarkan
oleh pengusaha maka selisihnya dibayarkan langsung kepada tenaga kerja.
(4) Dalam hal penggantian santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara lebih kecil dari upah
yang telah dibayarkan oleh pengusaha, maka selisihnya tidak dimintakan pengembaliannya kepada
tenaga kerja.
Pasal 21
Dalam hal jumlah santunan kematian dari jaminan kecelakaan kerja lebih kecil dari Jaminan Kematian,
maka yang didapatkan keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja adalah
Jaminan Kematian.
Bagian Kedua
Jaminan Kematian
Pasal 22
(1) Jaminan kematian dibayar sekaligus kepada Janda atau Duda, atau Anak, dan meliputi:
(2) Dalam hal Janda atau Duda atau Anak tidak ada,maka Jaminan Kematian dibayar sekaligus
kepada keturunan sedarah yang ada dari tenaga kerja, menurut garis lurus kebawah dan garis
lurus keatas dihitung sampai derajat kedua.
(3) Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai keturunan sedarah sebagaimana dimaksud dalam ayat(2),
maka Jaminan Kematian dibayarkan sekaligus kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam
wasiatnya.
(4) Dalam hal tidak ada wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada pengusaha atau pihak lain guna
pengurusan pemakaman.
(5) Dalam hal magang atau murid, dan mereka yang memborong pekerjaan, serta narapidana
meninggal dunia bukan karena akibat kecelakaan kerja, maka keluarga yang ditinggalkan tidak berhak
atas Jaminan Kematian.
Pasal 23
(1) Pihak yang berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengajukan pembayaran Jaminan
kematian kepada Badan Penyelenggara dengan disertai bukti-bukti:
a. Kartu Peserta;
(2) Berdasarkan pengajuan pembayaran jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan
Penyelenggra membayarkan santunan kematian dan biaya pemakaman kepada yang berhak.
Bagian Ketiga
Pasal 24
(1) Besarnya Jaminan Hari Tua adalah keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta hasil
pengembangannya.
(2) Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun atau cacat
total untuk selama-lamanya, dan dapat dilakukan:
a. Secara sekaligus apabila jumlah seluruh Jaminan Hari Tua yang harus dibayar kurang dari
Rp.3.000.000,- atau
b. Secara berkala apabila seluruh jumlah Jaminan Hari Tua mencapai Rp.3.000.000,- atau
lebih, dan dilakukan paling lama 5(lima) tahun.
(3) Pembayaran Jaminan Hari Tua secara berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b
dilakukan atas pilihan tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 25
(1) Dalam hal tenaga kerja meninggalkan wilayah Indonesia untuk selama-lamanya, pembayaran
Jaminan Hari Tua dilakukan sekaligus.
(2) Tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua
kepada Badan Penyelenggara.
Pasal 26
(1) Pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sekaligus kepada Janda atau Duda dalam hal:
a. Tenaga kerja yang menerima pembayaran jaminan secara berkala meninggal dunia, sebesar
sisa Jaminan Hari Tua yang belum dibayarkan;
Pasal 27
(1) Tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun tetapi masih tetap bekerja, dapat memiluh untuk
menerima pembayaran jaminan hari tuanya pada saat berusia 55 tahun atau pada saat tenaga kerja
yang bersangkutan berhenti bekerja.
(2) Dalam hal tenaga kerja memilih untuk tidak menerima pembayaran Jaminan Hari Tua pada usia 55
tahun, maka pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti
bekerja.
(3) Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat(2), mengajukan pembayaran Jaminan
Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.
Pasal 28
Tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun dan tidak bekerja lagi mengajukan pembayaran Jaminan
Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.
Pasal 29
Tenaga kerja yang cacat total tetap untuk selama-lamanya sebelum mencapai usia 55 tahun berhak
mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.
Pasal 30
Badan Penyelenggara menetapkan besarnya Jaminan Hari Tua paling lambat 30 hari sebelum tenaga kerja
mencapai usia 55 tahun dan memberitahukan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 31
Berdasarkan pengajuan pembayaran sebagimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (3),
Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 dan Pasal 29 Badan Penyelenggara membayarkan secara sekaligus atau
berkala sesuai dengan ketentuan pasal 24.
Pasal 32
(1) Dalam hal tenaga kerja berhenti bekerja dari perusahaan sebelum mencapai usia 55 tahun dan
mempunyai masa kepesertaan serendah-rendahnya 5 tahun dapat menerima Jaminan Hari Tua secara
sekaligus.
(2) Pembayaran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan setelah
melewati masa tunggu 6 bulan terhitung sejak saat tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja.
(3) Dalam hal tenaga kerja dalam masa tunggu sebagaimana diamksud dalam ayat (2) bekerja
kembali, jumlah Jaminan Hari Tua yang menjadi haknya diperhitungkan dengan Jaminan Hari Tua
berikutnya.
Bagian Keempat
Pasal 33
(1) Jaminan Pemeliharaan Kesehatah diberikan kepada tenaga kerja atau suami atau istri yang sah
dan anak sebanyak-banyaknya 3 orang dari tenaga kerja.
(2) Tenaga kerja atau suami atau istri dan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak atas
pemeliharaan kesehatan yang sekurang-kurangnya sama dengan Paket Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Dasar yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara.
Pasal 34
(2) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat menyeluruh dan
meliputi pelayanan peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemulihan
kesehatan.
Pasal 35
(1) Badan penyelenggara menyelenggarakan Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar, yang
meliputi pelayanan:
c. rawat inap;
e. penunjang diagnostik;
f. pelayanan khusus;
g. gawat darurat;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan.
Pasal 36
Dalam menyelenggarakan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar, Badan Penyelenggara wajib:
b. memberikan keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket pemeliharaan kesehatan yang
diselenggarakan.
Pasal 37
(1) Pelaksanaan pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), dilakukan
oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan Badan
Penyelenggara.
(2) Badan Penyelenggara melakukan pembayaran kepada Pelaksana Pelayanan Kesehatan secara
praupaya dengan sistim kapitasi.
(3) Pemberian pelayanan oleh Pelaksana Pelayaran Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dilakukan sesuai dengan kebutuhan medis yang nyata dan standar pelayanan medis yang berlaku
dengan tetap memperhatikan mutu pelayanan.
Pasal 38
(1) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak dapat memilih Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang
ditunjuk oleh Badan Penyelenggara.
(2) Dalam hal tertentu yang ditetapkan oleh Menteri,tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak
dapat memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan diluar Pelaksana Pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Untuk memperoleh pelayanan pelayanan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak harus menunjukan kartu pemeliharaan
kesehatan.
Pasal 39
(1) Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama harus memberikan pelayanan sesuai standar
pelayanan rawat jalan tingkat pertama.
(2) Dalam hal diperlukan pemeriksaan tingkat lanjutan bagi tenaga kerja atau suami atau isteri atau
anak, Pelaksana pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama harus memberikan surat rujukan kepada
Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan yang ditunjuk.
Pasal 40
Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama atau Tingkat Lanjutan memberikan surat rujukan dalam
hal tenaga kerja atau suami atau anak memerlukan pelayanan penunjang diagnostik atau rawat inap.
Pasal 41
(1) Tenaga Kerja, suami atau isteri atau anak yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung
memperoleh pelayanan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau Rumah Sakit yang terdekat
dengan menunjukan kartu pemeliharaan kesehatan.
(2) Dalam hal pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerlukan rawat inap di
Rumah Sakit, dalam waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak mulai dirawat keluarga atau pihak lain
menyerahkan surat pernyataan dari Perusahaan kepada Rumah Sakit yang bersangkutan bahwa
tenaga kerja yang bersangkutan masih bekerja.
(3) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang memerlukan rawat inap sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dan memilih Rumah Sakit yang tidak ditunjuk, maka biayanya hanya ditanggung oleh
Badan penyelenggara paling lama 7 hari sesuai dengan standar biaya yang telah ditetapkan.
Pasal 42
(1) Tenaga kerja atau isteri tenaga kerja yang memerlukan pelayanan pemerikasaan kehamilan dan atau
persalinan, memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan dari Rumah Bersalin yang ditunjuk.
(2) Dalam hal menurut pemeriksaan akan terjadi persalinan dengan penyulit,maka tenaga kerja atau isteri
tenaga kerja dapat dirujuk ke Rumah Sakit.
Pasal 43
(1) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang mendapat resep obat, harus mengambil obat
tersebut pada apotik yang ditunjuk dengan menunjukan kartu pemeliharaan kesehatan.
(2) Apotik yang ditunjuk harus memberikan obat yang diperlukan tenaga kerja atau suami atau isteri atau
anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan standar obat yang berlaku.
(3) Dalam hal obat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diluar standar yang berlaku maka selisih biaya
obat tersebut ditanggung sendiri oleh tenaga kerja bersangkutan.
Pasal 44
Pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) huruf f hanya diberikan kepada tenaga
kerja, berupa:
a. kacamata, dengan mengajukan permintaan kepada Optik yang ditunjuk dan menunjukan resep
kacamata dari dokter spesialis mata yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan;
b. prothese mata, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit atau perusahaan alat-alat
kesehatan yang ditunjuk dan menunjukan surat pengantar dari dokter spesialis mata serta kartu
pemeliharaan kesehatan;
c. prothese gigi, dengan mengajukan permintaan kepada Balai Pengobatan gigi yang telah ditunjuk dan
menunjukkan resep dari dokter spesialis gigi yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan;
d. alat bantu dengar, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit atau perusahaan alat-alat
kesehatan yang ditunjuk dan menunjukan surat pengantar dari dokterspesialis THT yang ditunjuk serta
kartu pemeliharaan kesehtan;
e. prothese anggota gerak, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit Rehabilitasi atau
perusahaan alat-alat kesehatan yang ditunjuk dan menunjukan surat pengantar dari dokter spesialis
yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan.
Pasal 45
Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang memerlukan pelayanan rawat inap melebihi ketentuan
yang ditetapkan oleh Menteri, maka selisih biayanya menjadi tanggung jawab tenaga kerja yang
bersangkutan.
Pasal 46
(1) Dalam menjaga mutu pelayanan, Badan Penyelenggara melakukan pemantauan pemberian
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan dengan mengutamakan
kepentingan peserta.
BAB V
SANKSI
Pasal 47
Tanpa mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka:
a. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimna dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 4,
Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat(2), Pasal 8 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal
19 serta Pasal 20 ayat (1), dan telah diberikan peringatan tetapi tetap tidak melaksanakan
kewajibannya dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha.
b. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (3)
dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang
seharusnya dibayar.
c. Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dikenakan ganti rugi
sebesar 1% dari jumlah jaminan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, untuk setiap
hari keterlambatan dan dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 48
Tenaga kerja yang telah menjadi peserta Program Asuransi Tenaga Kerja berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 tahun 1977, tabungan hari tuanya, diperhitungkan dan dilanjutkan sebagai Jaminan
Hari Tua berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 49
(1) Dalam hal tenaga kerja telah mencapai usia 55 tahun tetapi tetap bekerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (2), maka kepesertaannya dalam program jaminan sosial tenaga kerja tetap
dilanjutkan.
(2) Pengusaha tetap membayar segala kewajiban yang berhubungan dengan kepesertaan tenaga kerja
dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 50
(1) Tenaga kerja yang berdasarkan keterangan dokter yang ditunjuk dinyatakan menderita penyakit yang
timbul karena hubungan kerja, berhak memperoleh Jaminan Kecelakaan kerja meskipun hubungan
kerja telah berakhir.
(2) Hak atas Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan apabila
penyakit tersebut timbul dalam jangka waktu paling lama 3 tahun terhitung sejak hubungan kerja
berakhir.
Pasal 51
Hak peserta program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, tidak
dapat dipindah tangankan, digadaikan, atau disita sebagai pelaksanaan putusan Pengadilan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
Sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (2) Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam
peraturan pemerintah ini diselenggrakan oleh Perusahaan Perseroan Asuransi Sosial Tenaga Kerja.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 33
tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 54
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1951
tentang Pernyataan Berlakunya Peraturan Kecelakaan Tahun 1947 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 55
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM
I. UMUM
Pembangunan nasional yang terus berlangsung selama ini telah memperluas kesempatan kerja dan
memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi tenaga kerja dan keluarganya.Namun
kemampuan bekerja dan penghasilan tersebut dapat berkurang atau hilang karena berbagai resiko yang
dialami tenaga kerja, yaitu kecelakaan, cacat, sakit, hari tua, dan meninggal dunia. Oleh karenannya untuk
menanggulangi risiko-risiko tersebut, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja mengatur pemberian jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua
dan jaminan kematian.
Jaminan sosial tenaga kerja yang menanggulangi risiko-risiko kerja sekaligus akan menciptakan
ketenangan kerja yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan produktivitas kerja. Ketenangan kerja
dapat tercipta karena jaminan sosial tenaga kerja mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam
menghadapi berbagai risiko sosial ekonomi tersebut. Selain itu, jaminan sosial tenga kerja yang
diselenggarakan dengan metode pendanaan akan memupuk dana yang akan menunjang pembiayaan
pembangunan nasional.
Agar kepersertaan dapat merata dan kemanfaatannya dinikmati secara luas, maka kepesertaan pengusaha
dan tenaga kerja dalam jaminan sosial tenaga kerja bersifat wajib. Namun karena luasnya kepesertaan
tersebut,maka pelaksanaannya dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan teknis, administratif dan
operasional baik dari Badan Penyelenggara maupun pengusaha dan tenaga kerja sendiri.
Pembiayaan jaminan sosial tenaga kerja ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja s esuai dengan
jumlah yang tidak memberatkan beban keungan kedua belah pihak.Pembiayaan Jaminan Kecelakaan Kerja
ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha, karena kecelakaan dan penyakit yang timbul dalam hubungan
kerja merupakan tanggung jawab penuh dari pemberi kerja. Pembiayaan Jaminan Kematian dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan juga menjadi tanggung jawab pengusaha yang harus bertanggung jawab atas
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Sedangkan pembiayaan Jaminan Hari Tua ditanggung
bersama oleh pengusaha dan tenaga kerja karena merupakan penghargaan dari pengusaha kepada tenaga
kerjanya yang telah bertahun-tahun bekerja di perusahaan dan sekaligus merupakan tanggung jawab
tenaga kerja untuk hari tuanya sendiri.
Kemanfaatan jaminan sosial tenaga kerja pada hakekatnya bersifat dasar untuk menjaga harkat dan
martabat tenaga kerja. Dengan kemanfaatan dasar tersebut, pembiayaannya dapat ditekan seminimal
mungkin sehingga dapat dijangkau oleh setiap pengusaha dan tenaga kerjanya. Pengusaha dan tenaga
kerja yang memiliki kemampuan keuangan yang lebih besar dapat meningkatkan kemanfaatan dasar
tersebut melalui berbagai cara lainnya.
Agar kepesertaan wajib dari jaminan sosial tenaga kerja dipatuhi oleh segenap pengusaha dan tenaga
kerja, maka Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah ini memberikan sanksi yang
tujuannya untuk mendidik yang bersangkutan dalam memenuhi kewajibannya. Sanksi tersebut merupakan
upaya terakhir, setelah upaya-upaya lain dilakukan, dalam rangka menegakan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
Untuk menjamin pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja sesuai maksud dan tujuannya, maka
penyelenggaraannya dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perusahaan Perseroan
dengan mengutamakan pelayanan kepada peserta.
Pasal 1
Angka 1
Yang dimaksud dengan Badan Hukum adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang ditunjuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pada dasarnya setiap tenaga kerja berhak mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja kepada
Badan Penyelenggara. namun mengingat kemampuan masyarakat pada umumnya dan
perusahaan pada khususnya dalam membiayai program dan administrasi, maka perusahaan yang
wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan Penyelenggara adalah
perusahaan yang mempekerjakan 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah
paling sedikit Rp.1.000.000,-(satu juta rupiah). Namun demikian bagi perusahaan yang belum wajib
mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan Penyelenggara, dapat mengikuti
program jaminan sosial tenga kerja kepada Badan Penyelenggara atas kemauan sendiri sukarela.
Ayat (4)
Ayat (5)
Peserta Asuransi Sosial Tenaga Kerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun1977
tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja yang telah menjadi peserta Asuransi Sosial Tenaga Kerja
pada Badan Penyelenggara tetap menjadi peserta program jaminan sosial tenaga kerja
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 3
Mengingat sifat kepesertaan tenaga kerja harian lepas,borongan dan kontrak mempunyai
karakteristik tersendiri, maka penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerjanya perlu
diatur dalam Peraturan menteri yang memuat hal-hal antara lain:
1. Persyaratan Kepesertaan;
2. Jenis program;
3. Besarnya iuran;
4. Besarnya jaminan;
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
1. Data perusahaan;
3. Daftar upah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dengan pindahnya tenaga kerja dari perusahaan yang satu ke perusahaan yang lain, tidak
berarti kepesertaannya pada program jaminan sosial tenaga kerja terputus. Pemberitahuan pindah
tempat kerja kepada Badan penyelenggara dimaksudkan agar tidak terjadi penerbitan dua kartu
peserta atau lebih untuk satu tenaga kerja.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jangka waktu paling lambat 7 hari tersebut dimaksudkan untuk melindungi hak tenaga kerja
atas jaminan sosial atau tidak langsung akan mempengaruhi manfaat yang akan diperoleh tenaga
kerja.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
cukup jelas.
Huruf b
cukup jelas
Huruf c
cukup jelas
Huruf d
Pembedaan besar iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi tenaga kerja yang sudah
berkeluarga dan yang belum berkeluarga dimaksudkan agar ada keseimbangan antara kewajiban
pengusaha dan pelayanan yang diberikan kepada tenaga kerja itu sendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Besarnya denda sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan BAB V.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Upah tenaga kerja yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan daftar upah yang
disampaikan oleh pengusaha kepada Badan Penyelenggara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b.
Yang dimaksud dengan tenaga kerja pelaksana,adalah tenaga kerja non manager.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Jangka waktu 1 bulan dihitung sejak dipenuhi syarat-syarat teknis dan administrasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penunjukan Pasal 22 dalam ketentuan ini, dimaksudkan hanya dalam rangka penerapan urutan
pihak yang berhak menerima santunan kematiaan dalam hal tenaga kerja meninggal dunia akibat
kecelakaan kerja.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Dokter Pemeriksa adalah dokter perusahaan atau dokter yang
ditunjuk oleh perusahaan atau dokter pemerintah yang memeriksa dan merawat tenaga
kerja.Yang dimaksud Dokter Penasehat adalah dokter yang ditunjuk oleh Menteri
Kesehatan atas usul Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 19
Yang dimaksud dengan penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit
yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Pasal 20
Ayat (1)
Ketentuan ini dimasudkan untuk tetap menjamin kelangsungan penghasilan tenaga kerja
yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini menegaskan bahwa pembayaran Jaminan Hari Tua secara sekaligus atau
berkala,sepenuhnya merupakan pilihan tenaga kerja yang bersangkutan dan bukan
ditetapkan oleh Badan Penyelenggara.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Ketentuan ini mencakup tenag kerja yang meninggal dunia meskipun belum berusia 55
tahun ataupun telah berusia 55 tahun tetapi belum menerima Jaminan Hari Tua.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Walaupun tenaga kerja yang bersangkutan belum mencapai usia 55 tahun, namun
mengingat tenaga kerja yang bersangkutan sudah cacat total tetap sehingga tidak
mungkin bekerja lagi,maka kepada tenaga kerja diberikan Jaminan Hari Tua.
Pasal 30
Ketentuan ini dimaksudkan agar Jaminan Hari Tua dapat dibayarkan kepada tenaga kerja tepat
pada waktunya. Selain itu, untuk memberikan kesempatan kepada tenaga kerja
untuk memilih cara pembayaran Jaminan Hari Tua baik secara berkala maupun
sekaligus.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Berdasarkan ketentuan ini,maka tenaga kerja yang belum mencapai usia 55 tahun tetapi
sudah mempunyai masa kepesertaan sekurang-kurangnya 5 tahun, dan tidak bekerja
lagi, berhak menerima Jaminan Hari Tua secara sekaligus dengan memperhatikan
masa tunggu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini.Masa kepesertaan dalam
ketentuan ini,mencakup masa kepesertaan aktif dan non aktif. Tenaga kerja mempunyai
kepesertaan aktif, apabila selama masa kepesertaannya iuran tetap dibayarkan.
Sedangkan kepesertaan non aktif, apabila iuran tidak lagi dibayarkan.
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Pemeliharaan kesehatan secara terstruktur yaitu pelayanan yang mengikuti pola dan
prinsip tertentu baik mengenai jenis maupun proses pembiayaannya. Terpadu dan
berkesinambungan berarti pelayanan bagi tenaga kerja,suami atau isteri dan anak
dijamin kelanjutannya sampai menuju suatu keadaan sehat.
Ayat (2)
Pasal 35
Ayat (1)
Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar yaitu pelayanan kesehatan yang minimal
diberikan oleh Badan Penyelenggara kepada tenaga kerja,suami atau isteri dan anak.
Apabila dipandang perlu, Badan Penyelenggara dapat menyelenggarakan Paket
Pemeliharaan Kesehatan Tambahan untuk tenaga kerja,suami atau isteri dan anak yang
telah mengikuti Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar. Jenis pelayanan
kesehatan dalam Paket Pemeliharaan Tambahan diberikan sesuai dengan kesepakatan
antara Badan Penyelenggara dengan peserta.
Huruf a
Yang dimaksud rawat jalan tingkat pertama adalah semua jenis pemeliharaan kesehatan
perorangan yang dilakukan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
Huruf b
Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat lanjutan adalah semua jenis pemeliharaan
kesehatan perorangan yang merupakan rujukan (lanjutan) dari Pelaksana Pelayanan
Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama.
Huruf c
Yang dimaksud dengan rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan Rumah Sakit di
mana penderita tinggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari Pelaksana
Pelayanan Pelayanan Kesehatan lain. Pelaksana Pelayanan Kesehatan Rawat Inap :
Huruf d
Huruf e
Yang dimaksud dengan penunjang diagnostikadalah semua pemeriksaan dalam rangka
menegakkan diagnosa yang dipandang perlu oleh Pelaksana Pengobatan Lanjutan dan
dilaksanakan di bagian diagnostik,rumah sakit atau di fasilitas khusus itu, meliputi :
1. Pemeriksaan labotarium ;
2. Pemeriksaan radiologi ;
3. Pemeriksaan penunjang diagnosa lain.
Huruf f
1. Kacamata ;
2. Prothese gigi;
3. Alat bantu dengan
4. Prothese anggota gerak ;
5. Prothese mata.
Huruf g
Yang dimaksud dengan keadaan gawat darurat suatu keadaan yang memerlukan
pemeriksaan medis segera,yang apabila tida dilakukan akan menyebabkan hal yang fatal bagi
penderita.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pihak lain,antara lain: teman sekerja,pihak perusahaan atau
orang lain yang mengurusnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud persalinan dengan penyulit adalah persalinan yang memerlukan khusus
yang tidak mungkin dilakukan Rumah Sakit Bersalin,antara lain: operasi,persalinan
dengan bantuan alat vacum dan pendarahan.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Selisih harga obat dibayarkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan kepada apotik dan
tidak dapat dimintakan penggantian kepada Badan Penyelenggara.
Pasal 44
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huerf e
Cukup jelas.
Pasal 45
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup kelas.
Pasal 47
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa karena ke[esertaan tenaga kerja dalam program
jaminan sosial tenaga kerja masih berlanjut, maka Pengusaha tetap membayar Iuran
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan, serta Jaminan Hari Tua yang menjadi kewajibannya.
Pasal 50
Ayat (1)
Mengingat penyakit yang timbul karena hubungan kerja tidak selalu dapat diketahui pada
saat tenaga kerja masih terkait dalam hubungan kerja,melainkan dapat saja baru timbul
setelah hubungan kerja berakhir maka tenaga kerja yang bersangkutan tetap harus
dijamin untuk mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN I
19. Peternakan
27. Pertenunan
28. Permadani
45.Remiling karet
46. Pabrik barang-barang dari karet (ban kendaraan luar dan dalam,mainan
anak-anak,dan lain-lain)
47. Perusahaan vulkanisir
50. Industri kimia pokok lainya (celupkan warna bahan sintetis,dan lain-lain)
81. Pabrik es
84. Pabrik gas,gas bumi,dan distribusi untuk rumah tangga dan pabrik-pabrik
5. Asam belerang
6. Pabrik pupuk
7. Pabrik kaleng
8. Perbaikan rumah,jalan-jalan,terus -terusan konstruksi berat,pipa
air,jembatan kereta api dan instalasi listrik
9. Pengangkutan barang-barang dan penumpang laut
ttd
SOEHARTO
LAMPIRAN II
A.Santunan.
1. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) 4 bulan pertama 100% X upah
sebulan,4 bulan kedua 75%X upah sebulan dan bulan seterusnya 50% X upah
sebulan.
2. Santunan Cacad :
1. Dokter;
2. Obat;
3. Operasi;
4. Rotgen,Labotarium;
6. Gigi;
7. Mata;
8. Jasa tabib/sinhse/tradisional yang telah mendapatkan ijin resmi dari instansi yang
berwenang. Seluruhnya biaya yang dikeluarkan untuk satu peristiwa kecelakaan untuk
satu peristiwa kecelakaan tersebut pada B1 sampai dengan B 8 dibayarkan maksimum
Rp.3.000.000,-
C. Biaya rehabilitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu (orthose)dan atau alat
pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang
ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Profesor Dokter Suharso Surakarta dan ditambah
40% dari harga tersebut.
D. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja Besarnya santunan dan biaya
pengobatan/perawatan sama dengan A dan B.
E. Ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan kerja ke Rumah Sakit
diberikan penggantian biaya sebagai berikut :
II. TABEL PERSENTASE SANTUNAN TUNJANGAN CACAD TETAP SEBAGIAN DAN CACAD-
CACAD LAINNYA.
MACAM CACAD TETAP SEBAGIAN % X UPAH
ttd
SOEHARTO
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 64 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993
TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Pasal 1
1. Ketentuan Pasal 22 ayat (1) diubah dan menambah 1 (satu) huruf yakni huruf c,
sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 22
(1) Jaminan kematian dibayar sekaligus kepada janda atau duda atau anak, yang
meliputi :
a. santunan kematian diberikan sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah)
b. santunan berkala sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) diberikan
selama 24 (dua puluh empat) bulan;
c. biaya pemakaman sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)
(2) Dalam hal janda atau duda atau anak tidak ada, maka jaminan kematian dibayar
sekaligus kepada keturunan sedarah yang ada dari tenaga kerja, menurut garis
lurus ke bawah dan garis lurus ke atas dihitung sampai derajat kedua
(3) Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai keturunan sedarah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), maka jaminan kematian dibayarkan sekaligus kepada
pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam wasiatnya.
(4) Dalam hal tidak ada wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada pengusaha
atau pihak lain guna pengurusan pemakaman.
(5) Dalam hal magang atau murid, dan mereka yang memborong pekerjaan, serta
narapidana meninggal dunia bukan karena akibat kecelakaan kerja, maka
keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas jaminan kematian.
2. Ketentuan pada Lampiran II Romawi I huruf A angka 2 butir b. b2, angka 3 butir b dan
c dan huruf B serta Romawi II diubah, sehingga Lampiran II berbunyi sebagai berikut :
LAMPIRAN II
Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk satu peristiwa kecelakaan tersebut pada
BI sampai dengan B8 dibayarkan maksimum Rp. 8.000.000,- (delapan juta
rupiah)
C. Biaya rehabilitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu (orthose) dan
atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan
patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Profesor Dokter Suharso
Surakarta dan ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut.
D. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja.
Besarnya santunan dan biaya pengobatan/perawatan sama dengan A dan B.
E. Ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan kerja ke
rumah sakit diberikan penggantian biaya sebagai berikut :
1. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai maksimum sebesar
Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah);
2. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimal sebesar Rp.
300.000,- (tiga ratus ribu rupiah);
3. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimal sebesar Rp.
400.000,- (empat ratus ribu rupiah);
Pasal II
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal : 22 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
Dr. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal : 22 Desember 2005
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993
TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
I. UMUM
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja merupakan program perlindungan dasar bagi
tenaga kerja dan keluarganya, oleh karena itu perlu selalu diupayakan peningkatan
jaminan sesuai perkembangan keadaan.
Tenaga kerja yang meninggal dunia atau mengalami cacat total atau cacat sebagian
mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya penghasilan yang sangat berpengaruh pada
kehidupan sosial ekonomi bagi tenaga kerja dan keluarganya. Sehubungan dengan hal itu
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memberikan
kepastian perlindungan melalui jaminan kematian dan cacat total atau cacat sebagian
sebagai upaya meringankan beban tenaga kerja dan atau keluarga dalam bentuk santunan
kematian, biaya pemakaman, santunan kematian karena kecelakaan kerja, santunan cacat
total dan cacat sebagian karena kecelakaan kerja.
Pasal I
Cukup jelas
Pasal II
Cukup jelas
TENTANG
M E M UT U S K A N :
Menetapkan :
PERTAMA : Perusahaan yang menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarganya dengan manfaat lebih
baik harus mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala
Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat dengan
tembusan disampaikan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja
dan kepada P.T. Jamsostek (Persero) setempat dengan
menggunakan bentuk permohonan sebagaimana contoh Lampiran I
Keputusan ini.
KEDUA : Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Amar
Pertama Kepala Wilayah Departemen Tenaga Kerja :
Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 20 Nopember 1998
Kepada Yth :
1. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi/Kabupaten dan Kota
2. Kepala Ka ntor Wilayah/Kepala Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero)
Di-
Seluruh Indonesia
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada kami tentang masa tunggu 6 (enam)
bulan pengambilan Jaminan Hri Tua, dimana ada beberapa pihak yang menghendaki agar masa tunggu
tersebut dihapuskan, dengan ini dapat kami jelaskan hal- hal sebagai berikut :
1. Program Jaminan Hari Tua pada hakekatnya ditujukan untuk memberikan kepastian jaminan bagi tenaga kerja
dan keluarganya mengenai keberlangsungan penerimaan penghasilan, sebagai pengganti penghasilan ya ng
hilang apabila tenaga kerja mencapai usia pensiun.
2. Dalam ketentuan pasal 15 Undang -Undang No. 3 Tahun 1992 jo. Pasal 32 PP No. 14 tahun 1993, diatur tentang
pengecualian pembayaran Jaminan Hari Tua yang dapat dilakukan sebelum tenaga kerja mencapai usia 55 (lima
puluh lima) tahun, apabila tenaga kerja tersebut mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tetapi telah
mempunyai masa kepesertaan serendah-rendahnya 5 (lima) tahun dan telah melewati masa tunggu 6 bulan
terhitung sejak saat tenaga kerja yang bersangkutan berhenti kerja.
Maksud dari masa tunggu ini adalah untuk memberi kesempatan kepada PT. Jamsostek untuk mempersiapkan
administrasinya dan kepada tenaga kerja, dimana apabila dalam masa tunggu tersebut yang bersangkutan
bekerja kembali, maka jamina n hari tua tersebut diteruskan kepesertaannya pada perusahaan baru, sesuai
hakekat dari program Jaminan Hari Tua itu sendiri untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja di masa
tuanya pada saat bersangkutan tidak mampu bekerja lagi karena faktor lanjut usia.
3. Oleh karena itu Surat Edaran Direksi PT. Jamsostek (Persero) No. 13/4061/0698 tanggal 12 Juni 1998 mengenai
penghapusan masa tunggu 6 (enam) bulan adalah bertentangan dengan ketentuan pasal 32 Peraturan
Pemerintah No. 14 tahun 1993, sehingga Surat Edaran tersebut batal demi hukum dan dianggap tidak pernah
ada.
Untuk itu diminta agar Saudara tetap berpedoman pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang no. 3
tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993.
Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Ttd.
Nomor KLUI
Wajib dilaporkan dalam 2 x 24 jam BENTUK
Nomor Kecelakaan
setelah terjadi kecelakaan K.K.3 Diterima tanggal
Nomor Agenda JAMSOSTEK *)
Jenis Usaha
No. KPJ :
2. Nama Tenaga Kerja
Laki-laiki
Tempat dan tanggal lahir Jenis Kelamin : Perempuan
Jenis Pekerjaan/jabatan
Unit/Bagian Perusahaan
4. a. Tempat kecelakaan
Jam :
b. Tanggal kecelakaan
*) F **)
5. a. Uraian kejadian kecelakaan :
1) Bagaimana terjadinya kecelakaan G **)
[ 214 ] J A M S O S T E K
SISTEM DAN PROSEDUR Formulir
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN DIREKSI NOMOR: KEP/289/112004 PELAYANAN TERPADU PROGRAM JAMSOSTEK
JAMSOSTEK
SURAT KETERANGAN DOKTER
MODUL: AKUNTANSI DAN KEUANGAN 3c
Nama :
Jabatan :
BENTUK (khusus untuk penyakit yang timbul
K.K.5 karena hubungan kerja)
menerangkan dengan sesungguhnya :
No. KPJ :
1. Nama Tenaga Kerja
Laki-laiki
Tempat dan tanggal lahir Jenis Kelamin : Perempuan
Jenis Pekerjaan/jabatan
Unit/Bagian Perusahaan
NPP :
2. Nama Perusahaan
Jenis Usaha
4. a. Resume
b. Diagnosis
Memerlukan prothese/orthese
7. Setelah sembuh ia dapat melakukan pekerjaan Biasa Ringan Tidak dapat bekerja sama sekali
Terhitung tanggal
Alamat
J A M S O S T E K [ 217 ]
SISTEM DAN PROSEDUR Formulir
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN DIREKSI NOMOR: KEP/289/112004 PELAYANAN TERPADU PROGRAM JAMSOSTEK
JAMSOSTEK
SURAT KETERANGAN DOKTER
MODUL: AKUNTANSI DAN KEUANGAN 3b
Nama :
Jabatan :
BENTUK (khusus untuk akibat kecelakaan kerja)
K.K.4
menerangkan dengan sesungguhnya :
Laki-laiki
Tempat dan tanggal lahir Jenis Kelamin : Perempuan
Jenis Pekerjaan/jabatan
Unit/Bagian Perusahaan
NPP :
2. Nama Perusahaan
Jenis Usaha
b. Diagnosis
8. Setelah sembuh ia dapat melakukan pekerjaan Biasa Ringan Tidak dapat bekerja sama sekali
Terhitung tanggal
Alamat
[ 216 ] J A M S O S T E K
KEPUTUSAN
NOMOR : KEP-67/MEN/IV/2004
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam
bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang
hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang
dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja,sakit,hamil,bersalin,hari tua
dan meninggal dunia.
2. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagimana dimaksud dalam huruf a dan b
yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Pasal 2
Pasal 3
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi
jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan
kesehatan.
Pasal 4
Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 5
Segala ketentuan bertentangan dengan Keputusan Menteri ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Ditetapkan di Jakarta
ttd
JACOB NUWAWEA
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : PER-24/MEN/VI/2006
TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
BAGI TENAGA KERJA YANG MELAKUKAN PEKERJAAN
DI LUAR HUBUNGAN KERJA
Menimbang : a. bahwa tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja
kemungkinan mengalami kecelakaan kerja, sakit, hamil. bersalin, hari
tua dan meninggal dunia sehingga perlu mendapatkan perlindungan
melalui program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
b. bahwa mengingat tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar
hubungan kerja mempunyai kekhususan tertentu maka program
perlindungan jaminan sosial tenaga kerja tersebut perlu diatrur
sendiri.
c. bahwa berdasarkan pertimbanganb pada huruf a dan huruf b perlu
ditetapkan Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja di
Luar Hubungan Kerja dengan Peraturan Menteri.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juni 2006.
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
ERMAN SUPARNO
LAMPIRAN
NOMOR : PER-24/MEN/VI/2006
TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
BAGI TENAGA KERJA YANG MELAKUKAN PEKERJAAN
DI LUAR HUBUNGAN KERJA
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 H menekankan bahwa setiap pekerja berhak
atas atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga kerja menekankan bahwa "Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan
jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat". Namun hingga saat ini
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial tersebut baru berlaku
efektif bagi tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja.
Orang yang berusaha sendiri atau tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar
hubungan kerja pada umumnya melakukan usaha-usaha pada ekonomi informal. Usaha
ekonomi informal selama ini dianggap telah berjasa sebagai katub pengaman, karena
mampu menyerap tenaga kerja yang tidak terserap oleh usaha-usaha ekonomi formal. Hal
ini disebabkan usaha- usaha ekonomi formal tersebut mudah dimasuki oleh tena ga kerja
karena pada umumnya tidak mensyaratkan tingkat pendidikan dan keterampilan tertentu.
Pada umumnya tenaga kerja pada usaha-usaha ekonomi informal tersebut belum
terjangkau oleh upaya- upaya pembinaan dan perlindungan tenaga kerja yang
berkesinambungan. Jaminan Sosial Tenaga Kerja sangat diperlukan oleh tenaga kerja
yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja yang pada umumnya berusaha pada
usaha- usaha ekonomi informal dengan ciri-ciri antara lain :
- berskala mikro dengan modal kecil;
- menggunakan teknologi sederhana/rendah;
- menghasilkan barang dan/atau jasa dengan kualitas relatif rendah;
- tempat usaha tidak tetap;
- mobilitas tenaga kerja sangat tinggi;
- kelangsungan usaha tidak terjamin;
- jam kerja tidak teratur;
- tingkat produktivitas dan penghasilan relatif rendah dan tidak tetap;
Selain tenaga kerja dengan ciri-ciri sebagaimana tersebut di atas juga termasuk tenaga
kerja di luar hubungan kerja yang profesional seperti dokter, pengacara artis, seniman dan
sebagainya perlu mendapatkan perlindungan jaminan sosial.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama dengan PT. Jamsotek (Persero)
telah melakukan pengkajian tentang kebutuhan akan jaminan sosial bagi para tenaga
kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja di beberapa Propinsi. Hasil
kajian tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya para tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan di luar hubungan kerja mempunyai minat yang besar untuk menjadi peserta
program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dalam rangka mengatasi resiko kecelakaan kerja,
sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Namun kemampuan untuk
membayar iuran terbatas karena penghasilan yang tidak teratur dan ada yang
penghasilannya tergantung pada musim. Oleh sebab itu tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan di luar hubungan kerja tidak mungkin diwajibkan untuk mengikuti seluruh
program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1992.
B. .Tujuan.
C. .Dasar Hukum
D. . Ruang Lingkup.
Ruang lingkup pedoman ini dibatasi hanya bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan
di luar hubungan kerja yaitu orang yang berusaha sendiri.
E.. Pengertian.
1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam
bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau
berkurang dan pelayanan sebagai sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami
oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil.bersalin, ha ri tua dan
meninggal dunia.
2. Tenaga Kerja yang Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja adalah setiap orang
yang bekerja atau berusaha atas resiko sendiri.
3. Peserta adalah tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja yang
telah membayar iuran.
4. Wadah adalah organ yang dibentuk oleh, dari dan untuk peserta dalam rangka
membantu
penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di
luar
hubungan kerja.
5. Penanggung Jawab Wadah adalah Pihak yang ditunjuk oleh peserta untuk mewakili
peserta dalam hal menyelesaikan hak dan kewajiban para peserta yang meliputi
pengumpulan iuran, penyetoran iuran dan pengurusan klaim.
6. Mitra Kerja adalah Wadah atau Institusi atau Organisasi yang telah melakukan Ikatan
Kerjasama (IKS) dengan PT.Jamsotek (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi tenaga kerja di Luar Hubungan Kerja.
7. Penghasilan adalah perolehan dari hasil usaha atau pekerjaan dalam proses produksi
barang dan jasa yang dinilai dalam bentuk uang.
8. Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan yang terjadi pada saat tenaga kerja melakukan
aktifitas sesuai dengan pekerjaannya.
9. Cacat adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara
langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan
untuk menjalankan pekerjaan.
10. Sakit adalah setiap gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksanaan,
pengobatan dan atau perawatan.
F. Sistematika Penulisan.
Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja
yang Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja terdiri dari 6 (enam) BAB, sebagai
berikut :
BAB I Pendahuluan, memuat latar belakang dan tujuan disusunnya Buku Pedoman,
Dasar Hukum, Ruang Lingkup,Pengertian dan Sistematika Penulisan
BAB II Pengorganisasian, memuat pembinaan yang dilakukan Instansi Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah (Propinsi, dan Kabupaten/ Kota), Badan
Penyelenggaraan dan Kelompok Peserta.
BAB III Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi
Tenaga Kerja yang Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja, memuat
Tujuan Program, Prinsip Penyelenggaraan, Jenis Program dan Mekanisme
Pelaksanaan.
BAB IV Pembinaan memuat sasaran yang akan dibina melalui sosialisasi, materi
sosialisasi yang akan diberikan dan metode sosialisasi untuk bimbingan
masyarakat.
BAB V Pengendalian memuat monitoring pelaporan dan evaluasi.
BAB VI Penutup
BAB II
PENGORGANISASIAN
Organisasi pembinaan penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga
kerja di luar hubungan kerja dilakukan melalui pembagian tugas dan tanggung jawab dari
masing- masing instansi terkait yang terdiri dari :
A . Instansi Pemerintah.
1. Instansi Pusat.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertugas menetapkan kebijakan, standar,
prosedur, pengendalian program,bimbingan teknis dan pembinaan bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja, yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal yang secara teknis menangani pembinaan Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
2. Instansi Propinsi.
Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Propinsi, bertanggung jawab
merumuskan kebijakan operasional di Propinsi melakukan pembinaan, pemantauan dan
evaluasi dalam lingkup Propinsi. Instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Propinsi menyampaikan laporan pelaksanaan program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja setiap 3 (tiga) bulan
sekali kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. cq. Direktorat Jenderal
yang secara teknis menangani pembinaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3. Instansi Kabupaten.
Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota bertanggung
jawab atas dilaksanakannya program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi tenaga kerja di
luar hubungan kerja dengan melakukan pembinaan dalam rangka perluasan kepesertaan
program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
B . Badan Penyelenggara.
Badan Penyelenggara program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja adalah PT. Jamsostek (Persero).
PENYELENGARAAN PROGRAM
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA BAGI TENAGA KERJA
YANG BEKERJA DI LUAR HUBUNGAN KERJA
A. Tujuan Program
1. Memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja di luar hubungan kerja
pada saat tenaga kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai
akibat terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua
dan
meninggal dunia.
B. Program.
Jenis Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja terdiri dari :
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK);
2. Jaminan Kematian (JK);
3. Jaminan Hari Tua (JHT);
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Tenaga Kerja di luar hubungan kerja dapat mengikuti seluruh program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja atau sebagian sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta.
C. Kepesertaan.
Setiap tenaga kerja di luar hubungan kerja yang berusia maksimal 55 tahun dapat
mengikuti program Jaminan Sosial Tenaga Kerja secara sukarela.
D. Iuran.
Iuran program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi tenaga kerja yang bekerja di luar
hubungan kerja ditetapkan berdasarkan nilai nominal tertentu. Niali nominal tertentu
tersebut sekurang-kurangnya setara dengan Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/ Kota
setempat.
Dasar perhitungan pembayaran iuran dari penghasilan sebulan tersebut di atas adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Pedoman ini.
Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh peserta.
Bagi peserta yang membayar iuran secara triwulan besarnya iuran adalah 3 (tiga) kali
iuran bulanan yang dibayarkan untuk 3 bulan kedepan. Pembayaran iuran 3 bulan
berikutnya paling lambat tanggal 10 bulan berjalan. Penanggung Jawab
Wadah/Kelompok diwajibkan menyetorkan dana iuran yang dikumpulkan dari peserta
kepada Badan Penyelenggara paling lambat tanggal 13 bulan berjalan.
Dalam hal peserta menunggak pembayaran iuran masih diberikan grace periode selama 1
(satu) bulan untuk mendapatkan hak jaminan program yang diikuti.
Peserta yang telah kehilangan hak untuk mendapatkan jaminan program dapat
memperoleh haknya kembali apabila peserta kembali membayar iuran termasuk
membayar satu bulan iuran yang tertunggak dalam masa grace periode.
3. Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor beserta hasil
pengembangannya.Dasar perhitungan pembayaran manfaat program JKK, JK dan JHT
adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Pedoman ini.
- Rawat jalan tingkat pertama meliputi : pemeriksaan dan pengobatan dokter umum dan
dokter gigi, pemeriksaan diberikan tindakan medis sederhana.
- Rawat jalan tingkat lanjutan berupa pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis.
- Rawat Inap;
- Pertolongan persalinan;
- Penunjang diagnostic berupa pemeriksaan laboratorium, radiologi, EEG, dsb.
- Pelayanan khusus berupa penggantian biaya prothese, orthose dan kacamata;
- Pelayanan gawat darurat;
Tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja
berupa penggantian biaya yang meliputi :
a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit dan
atau ke rumahnya termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;
b. Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan selama di rumah sakit; termasuk
rawat jalan;
c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau alat ganti (prothese) bagi tenaga
kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja;
Selain penggantian biaya kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja
diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi :
Berdasarkan surat keterangan dari dokter pemeriksaan dan atau dokter penasehat PT.
Jamsostek (Persero) menetapkan dan membayar semua biaya dan santunan paling lama 1
(satu) bulan sejak diterimanya pengajuan pembayaran jaminan. Dalam hal tenaga kerja
meninggal dunia, pembayaran santunan kematian dibayarkan kepada ahli warisnya.
Berdasarkan surat keterangan dari dokter pemeriksa dan atau dokter penasehat PT.
Jamsostek (Persero) menetapkan akibat kecelakaan kerja dan membayar santunan.
Peserta berhak atas manfaat program Jaminan Sosial Tenaga Kerja setelah membayar
iuran. Pembayaran iuran untuk bulan tertentu merupakan jaminan untuk mendapatkan
manfaat antara peserta mengalami risiko pada bulan berikutnya. Oleh sebab itu baik
peserta maupun Penanggung Jawab Wadah/Kelompok, wajib menyetorkan iuran secara
lunas kepada PT. Jamsostek (Persero) sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
BAB IV
PEMBINAAN
Untuk penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja secara efektif, efisien dan
berkesinambungan, maka perlu dilakukan pembinaan antara lain melalui sosialisasi.
Sosialisasi program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi tenaga kerja di luar hubungan
kerja
dilakukan terhadapsemua pemangku kepentingan (stakeholder) baik di Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan maupun Desa.
B. Materi
Materi Sosialisasi berkaitan dengan manfaat program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja, jenis program
ditawarkan, besarnya iuran, cara membayar iuran, serta hak dan kewajiban setelah
menjadi peserta
program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
C. Metode
Metode sosialisasi disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi serta kebiasaan masing-
masing daerah, misalnya penyuluhan melalui media elektronik, media cetak, atau tatap
muka dengan masyarakat/tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja.
BAB V
PENGENDALIAN
A. Monitoring
C. Evaluasi
BAB VI
PENUTUP
Penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja pada dasarnya merupakan salah satu
instrumen perlindungan dalam hal jaminan sosial dan peningkatan kesejahteraan.
Penyelengaaraan program Jamina Sosial Tenaga Kerja bagi tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan di luar hubungan kerja merupakan hal yang menjadi prioritas mengingat bahwa
tenaga kerja di luar hubungan kerja mendominasi angkatan kerja di Indonesia. Namun
demikian, efektifitas suatu rencana dan suatu program perlu didukung oleh hardware,
software dan brainware yang handal. Pedoman ini dimaksudkan sebagai salah satu
software dalam melaksanakan penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
ERMAN SUPARNO
TENTANG
Menimbang a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan
:
martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil dan makmur;
b. bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh
rakyat Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Sistem Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
Mengingat Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 H ayat (1), ayat (2), dan Ayat (3),
: dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
5. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir
miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan sosial.
7. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang
merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang
dikelola oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial untuk
pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional
penyelenggaraan program jaminan sosia l.
10. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta,
pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.
11. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji,
upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan
dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada
pekerja ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk
tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan
/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
BAB III
ASAS, TUJUAN, DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
BAB III
BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL
Pasal 5
BAB IV
DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL
Pasal 6
Untuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Undang-
Undang ini dibentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 7
Pasal 8
(3) Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari unsur
Pemerintah.
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
(1) Untuk pertama kali, Ketua dan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional
diusulkan oleh Menteri yang bidang tugasnya meliputi kesejahteraan
sosial.
BAB V
KEPESERTAAN DAN IURAN
Pasal 13
(2) Pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Presiden.
Pasal 14
(2) Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir
miskin dan orang tidak mampu.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
(3) Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai degan
perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhandasar hidup yang layak.
(4) Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak
mampu dibayar oleh Pemerintah.
(5) Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar
oleh Pemerintah untuk program jaminan kesehatan,
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PROGRAM JAMINAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Jenis Program Jaminan Sosial
Pasal 18
Bagian Kedua
Jaminan Kesehatan
Pasal 19
Pasal 20
(1) Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran
atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Pasal 21
(1) Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama 6 (enam) bulan
sejak seorang peserta mengalami pemutusan hubungan kerja.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 6 (enam) bulan
belum memperoleh pekerjaaan dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh
Pemerintah.
(3) Peserta yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, iurannya
dibayar oleh Pemerintah.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Pasal 22
(1) Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa
pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang
diperlukan.
Pasal 23
(2) Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama
dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(3) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang
memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta,
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan Kompensasi.
(4) Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas
pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 24
Pasal 25
Daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang
dijamin oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang- undangan.
Pasal 26
Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 27
(1) Besarnya jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan
berdasarkan persentase dari upah sampai batas tertentu, yang secara
bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.
(2) Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta yang tidak menerima
upah ditentukan berdasarkan nominal yang ditinjau secara berkala.
(4) Batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditinjau secara berkala.
(5) Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3), serta batas upah sebagaimana pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Presiden.
Pasal 28
(1) Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang dan
ingin mengikutsertakan anggota keluarga yang wajib membayar
tambahan iuran.
(2) Tambahan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Jaminan kecelakaan Kerja
Pasal 29
(2) Jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran.
Pasal 30
Peserta jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar
iuran.
Pasal 31
(1) Peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat
berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan
mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap
atau meninggal dunia.
(2) Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan
sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja
yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.
Pasal 32
(1) Manfaat jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (1) iberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta
yang memenuhi syarat dan menjalin kerja sama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
(2) Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diberkan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama
dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(3) Dalam hal kecelakaan kerja terjadi disuatu daerah yang belum tersedia
fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat, maka guna memenuhi
kebutuhan medis bagi peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
wajib memberikan kompensasi.
(4) Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas
perawatan di rumah sakit diberikan kelas standar.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya manfaat uang tunai, hak ahli waris,
kompensasi, dan pelayanan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan
Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
(1) Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar persentase
tertentu dari upah atau penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh
pemberi kerja.
(2) Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja untuk peserta yang tidak
menerima upah adalah jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala
oleh Pemerintah.
(3) Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bervariasi untuk
setiap kelompok pekerja sesuai dengan risiko lingkungan kerja.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Jaminan Hari Tua
Pasal 35
(1) Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial atau tabungan wajib.
(2) Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar
peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami
cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Pasal 36
Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah membayar iuran.
Pasal 37
(1) Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada
saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami
cacat total tetap.
(2) Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh
akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya.
(3) Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai
batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun.
(4) Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak
menerima manfaat jaminan hari tua.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
(1) Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta penerima upah ditetapkan
berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan tertentu yang
ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja
(2) Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta yang tidak menerima upah
ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan berdasarkan
jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Jaminan Pensiun
Pasal 39
(1) Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial atau tabungan wajib.
Pasal 40
Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran.
Pasal 41
(1) Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai yang diterima setiap bulan
sebagai :
a. Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai meninggal
dunia;
b. Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat
penyakit sampai meninggal dunia;
c. Pensiun janda/duda,diterima janda/duda ahli waris peserta sampai
meninggal dunia atau menikah lagi;
d. Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai 23 (dua
puluh tiga) tahun, bekerja, atau menikah; atau
e. Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai
batas waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
(2) Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran uang
pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iuran minimal 15
(lima belas) tahun, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-
undangan.
(3) Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai
usia pensiun sesuai formula yang ditetapkan.
(4) Apabila peserta meninggal dunia masa iur 15 (lima belas) tahun ahli
warisnya tetap berhak ,mendapatkan manfaat jaminan pensiun.
(5) Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum memenuhi masa iur (lima
belas) tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan seluruh akumulasi
iurannya ditambah hasil pengembangannya.
(6) Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak tersebut
menikah, bekerja tetap, atau mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun.
(7) Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta yang mengalami cacat
total tetap meskipun peserta tersebut belum memasuki usia pensiun.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Jaminan Kematian
Pasal 43
(1) Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial.
Pasal 44
Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran.
Pasal 45
(1) Manfaat jaminan kematian berupa uang tunai dibayarkan paling lambat 3
(tiga) hari kerja setelah klaim diterima dan disetujui Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
(3) Ketentuan mengenai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 46
(1) Iuran jaminan kematian ditanggung oleh pemberi kerja.
(2) Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta penerima upah ditentukan
berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan.
(3) Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta bukan penerima upah
ditentukan berdasarkan jumlah nominal tertentu dibayar oleh peserta.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL
Pasal 47
(1) Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan
aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil
yang memadai.
Pasal 48
Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin
terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
Pasal 49
(1) badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengelola pembukuan sesuai
dengan standar akuntasi yang berlaku.
(3) Pesera berhak setiap saat memperoleh infromasi tentang akumulasi iuran
dan hasil pengembangannya serta manfaat dari jenis program jaminan
hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Pasal 50
(1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membentuk cadangan teknis
sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku :
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor
36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan penyelenggara Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3468);
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
INDONESIA,
TTD
BAMBANG KESOWO
Lambock V. Nahattands
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
UMUM
Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa program
jaminan sosial. Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga
kerja swasta adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tenang Jaminan Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK), yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian.
Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program Dana Tabungan dan
Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor
26 Tahun1981 dan program Asuransi Kesehatan (ASKES) yang diselenggarakan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi
PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dana anggota keluarganya.
Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia
(POLRI), dan PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya telah
dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemrintah Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971.
Berbagai program tersebut diatas baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian
besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Disamping itu,
pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut mampu memberikan perlindungan
yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang
menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem Jaminan Nasional
yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang
dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang
lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.
Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua,
dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. Program-
program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini adalah
transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan
dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika
perkembagan jaminan sosial.
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap
orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pasal 4
Prinsip nirlaba dalam ketentuan ini adalah prinsip pengelolaan usaha yang
mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.
Prinsip keterbukaan dalam ketentuan ini adalah prinsip dalam ketentuan ini adalah
prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.
Prinsip kehati- hatian dalam ketentuan ini adalah prinsip pengelolaan dana secara
cermat, teliti, aman, dan tertib.
Prinsip akuntabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip pelaksanaan program dan
pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Prinsip portabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip memberikan jaminan yang
berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip kepesertaan wajib dalam ketentuan ini adalah prinsip yang mengharuskan
seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, ya ng dilaksanakan secara bertahap.
Prinsip dana amanat dalam ketentuan ini adalah bahwa iuran dan hasil
pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-
besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.
Prins ip hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial Nasional dalam ketentuan ini adalah
hasil dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta
jaminan sosial.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Kajian dan penelitian yang dilakukan dalam ketentuan ini antara lain
penyesuainan masa transisi, standar opersional dan prosedur Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial, besaran iuran dan manfaat, pentahapan kepesertaan dan perluasan
program, pemenuhan hak peserta, dan kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Huruf b
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pasal 8
Ayat (1)
Jumlah 15 (lima belas) orang anggota dalam ketentuan ini terdiri dari unsur
pemerintah 5 (lima) orang , unsur tokoh dan/ atau ahli 6 (enam) orang, unsur organisasi
pemberi kerja 2 (dua) orang, dan unsur organisasi pekerja 2 (dua) orang
Unsur ahli dalam ketentuan ini meliputi ahli di bidang asuransi, keuangan,
investasi, dan aktuaria.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Informasi yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup hak dan kewajiban
sebagai peserta, akun pribadi secara berkala minimal satu tahun sekali, dan
perkembangan program yang diikutinya.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud pembayaran iuran secara berkala dalam ketentuan ini adalah
pembayaran setiap bulan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Fakir miskin dan orang yang tidak mampu dalam ketentuan ini adalah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
a. kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang
tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah;
d. bersifat nirlaba.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Anggota keluarga adalah istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari
perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang lain dalam ketentuan ini
adalah anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.
Pasal 21
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud pelayanan kesehatan dalam pasal ini meliputi pelayanan dan
penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana, rawat jalan, rawat inap,
pelayanan gawat darurat dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci darah dan operasi
jantung. Pelayanan ersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standar, baik mutu
maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan
kepuasan peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta
yang dapat berubah dan kemampuan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Hal
ini diperlukan untuk kehati- hatian.
Ayat (2)
Jenis pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang membuka peluang moral
hazaard (sangat dipengaruhi selera dan perilaku peserta), misalnya pemakaian obat-obat
suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
medik.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kompensasi yang diberikan pada peserta dapat dalam bentuk uang tunai, sesuai
dengan hak pesera.
Ayat (4)
Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya (kelas standar),
dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau
membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 25
Penetapan daftar dan plafon harga dalam ketentuan ini dimaksudkan agar
mempertimbangkan perkembangan kebutuhan medik ketersediaaan, serta efektifitas dan
efisiensi obat atau bahan medis habis pakai.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengertian secara berkala dalam ketentuan ini adalah jangka waktu tertentu
untuk melakukan peninjauan atau perubahan sesuai dengan perkembangan kebutuhan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ayat (4)
Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari pada haknya (kelas
standar), dapat meningkatkan kelasnya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan,
atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Prinsip asuransi sosial dalam jaminan hari tua didasarkan pada mekanisme
asuransi dengan pembayaran iuran antara pekerja dan pemberi kerja.
Prinsip tabungan wajib dalam jaminan hari tua didasarkan pada pertimbangan
bahwa manfaat jaminan hari tua didasarkan pada pertimbanga n bahwa manfaat jaminan
hari tua berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembangannya.
Ayat (2)
Jaminan hari tua diterimakan kepada peserta yang belum memasuki usia
pensiun karena mengalami cacat total tetap sehingga tidak bisa lagi bekerja dan iurannya
berhenti.
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang akan diatur oleh Pemerintah adalah persentase iuran yang dibayar oleh
pekerja dan pemberi kerja.
Pasal 39
Ayat (1)
Ayat (2)
Derajat kehidupan yang layak yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah besaran
jaminan pensiun mampu memenuhi kebutuhan pokok pekerja dan keluarganya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan manfaat pasti adalah terdapat batas minimun dan
maksimum manfaat yang akan diterima peserta.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Huruf e
Manfaat orang tua adalah pemberian uang pensiun berkala kepada orang
tua sebagai ahli waris peserta lajang apabila seorang peserta meninggal dunia.
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Meskipun peserta belum memenuhi masa iur selama 15 (lima belas) tahun,
sesuai dengan prinsip asuransi sosial, ahli waris berhak menerima jaminan pensiun sesuai
dengan formula yang ditetapkan.
Ayat (5)
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Subsidi silang yang tidak diperkenankan dalam ketentuan ini misalnya dana
pensiun tidak dapat digunakan untuk membiayai jaminan kesehatan dan sebaliknya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENDAFTARAN KEPESERTAAN,
PEMBAYARAN IURAN, PEMBAYARAN SANTUNAN DAN PELAYANAN
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
(2) Pelaksana Pelayanan Kesehatan tingkat pertama adalah dokter umum, dokter gigi
Pusat Kesehatan Masyarakat atau pelayanan kesehatan lainnya yang ditunjuk oleh
Badan Penyelenggara.
(3) Pelaksana Pelayanan Kesehatan tingkat lanjutan adalah dokter spesialis dan rumah
sakit yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara.
(4) Tertanggung adalah tenaga kerja dan atau keluarga yang terdaftar dalam program
jaminan pemeliharaan kesehatan.
BAB II
PENDAFTARAN KEPESERTAAN
Pasal 2
(2) Setiap tenaga kerja yang telah menjadi peserta program jaminan sosial tenaga kerja
sebelum Peraturan Menteri ini berlaku yang akan diikutsertakan pada program
jaminan pemeliharaan kesehatan harus mengisi formulir Jamsostek 1a dan
menyerahkan kepada Badan Penyelenggara.
(4) Kepesertaan dalam program jaminan sosial tenaga kerja dimulai sejak tanggal 1
(satu), bulan sebagaimana dinyatakan pada formulir Jamsostek 1.
Pasal 3
(2) Badan Penyelenggara menerbitkan sertifikat kepesertaan, kartu peserta dan kartu
pemeliharaan kesehatan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak formulir pendaftaran
diterima secara lengkap dan iuran pertama dibayar.
(3) Bentuk sertifikat kepesertaan untuk pengusaha, kartu peserta untuk tenaga kerja dan
kartu pemeliharaan kesehatan untuk tertanggung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan oleh Badan Penyelenggara.
Pasal 4
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan pada bulan
terjadinya penambahan dan atau pengurangan tenaga kerja serta perubahan terhadap
identitas data tenaga kerja dan susunan keluarga yang harus sudah diterima oleh
Badan Penyelenggara paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi perubahan.
(3) Dalam hal perubahan identitas data tenaga kerja dan keluarganya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terlambat dilaporkan oleh pengusaha kepada Badan
Penyelenggara, apabila terjadi risiko yang dialami oleh tenaga kerja dan
keluarganya menjadi tanggung jawab pengusaha.
BAB III
PEMBAYARAN IURAN
Pasal 5
(1) Pengusaha wajib membayar iuran pertama kali secara lunas untuk bulan mulainya
menjadi peserta sebagaimana dinyatakan oleh pengusaha dalam formulir Jamsostek
1, pada bulan yang bersangkutan.
(2) Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan rincian
iuran untuk masing-masing tenaga kerja sesuai dengan program jaminan sosial
tenaga kerja sebagaimana tercantum dalam formulir Jamsostek 2a.
(3) Iuran setiap bulan wajib dibayar oleh pengusaha secara berurutan dihitung
berdasarkan upah bulan yang bersangkutan yang diterima oleh tenaga kerja dan
dibayarkan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya kepada Badan
Penyelenggara dengan melampirkan formulir Jamsostek 2 dan formulir Jamsostek
2a untuk bulan yang bersangkutan beserta data pendukungnya.
(4) Dalam hal tidak terdapat perubahan upah, jumlah tenaga kerja dan program jaminan
sosial tenaga kerja yang diikuti pembayaran iuran setiap bulan oleh perusahaan
kepada Badan Penyelenggara cukup dengan melampirkan formulir Jamsostek 2.
(5) Apabila pengusaha membayar iuran setiap bulan tidak berurutan, Badan
Penyelenggara memperhitungkan sebagian atau seluruh iuran bulan berikutnya
untuk melunasi kekurangan iuran bulan sebelumnya.
(6) Apabila pengusaha membayar iuran kurang dari yang sebenarnya maka Badan
Penyelenggara memperhitungkan sebagian atau seluruh iuran bulan berikutnya
untuk melunasi kekurangan iuran bulan sebelumnya.
(7) Apabila pengusaha karena sesuatu hal tidak dapat memenuhi kewajibannya
membayar iuran setiap bulan, tetap wajib menyampaikan formulir Jamsostek 2 dan
formulir Jamsostek 2a untuk bulan yang bersangkutan kepada Badan Penyelenggara
atau hanya menyampaikan formulir Jamsostek 2 apabila pada bulan yang
bersangkutan tidak terjadi perubahan upah, jumlah tenaga kerja dan program
jaminan sosial tenaga kerja yang diikuti.
(8) Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (3), dikenakan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
merupakan piutang Badan Penyelenggara terhadap pengusaha.
(9) Iuran yang diterima oleh Badan Penyelenggara diberikan bukti penerimaan
iuran yang bentuknya ditetapkan oleh Badan Penyelenggara.
Pasal 6
(4) Apabila terjadi kelebihan pembayaran iuran oleh pengusaha maka akan
diperhitungkan dengan iuran bulan berikutnya.
(5) Apabila iuran yang diterima oleh Badan Penyelenggara belum sama dengan jumlah
iuran yang tercantum pada formulir Jamsostek 2a untuk bulan yang bersangkutan,
maka iuran tersebut belum dapat dirinci kedalam akun individu Jaminan Hari Tua
masing-masing peserta dan program lainnya oleh Badan Penyelenggara.
Pasal 7
3. Badan Penyelenggara akan mengganti jaminan yang menjadi hak tenaga kerja
kepada pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) dan angka 2 (dua)
sesuai dengan ketentuan yang berlaku setelah pengusaha membayar seluruh
tunggakan iuran beserta dendanya.
4. Permintaan penggantian jaminan yang menjadi hak tenaga kerja oleh pengusaha
kepada Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) dan angka
2 (dua), tidak boleh melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan.
5. Badan Penyelenggara wajib membayar penggantian jaminan sebagaimana dimaksud
angka 4 (empat) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak dokumen pendukung
dinyatakan lengkap.
BAB IV
PELAPORAN PENGAJUAN DAN PEMBAYARAN JAMINAN KECELAKAAN
KERJA.
Pasal 8
(1) Pengusaha wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa tenaga
kerjanya kepada Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan dan
Badan Penyelenggara setempat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap I dalam
waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak
terjadinya kecelakaan dengan mengisi formulir Jamsostek 3, serta melampirkan foto
copy kartu peserta.
(2) Pengusaha wajib mengirimkan laporan kecelakaan kerja tahap II kepada Instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan Badan Penyelenggara
setempat dengan mengisi formulir Jamsostek 3a dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24
(dua kali dua puluh empat) jam setelah tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja
berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan:
a. keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir; atau
b. keadaan cacat sebagian untuk selama-lamanya; atau
c. keadaan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental; atau
d. meninggal dunia.
(3) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menggunakan
formulir Jamsostek 3b.
Pasal 9
(1) Pengusaha wajib melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam
waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam dengan mengisi
formulir Jamsostek 3 sejak menerima hasil diagnosis dari dokter pemeriksa.
(2) Dalam hal penyakit yang timbul karena hubungan kerja surat keterangan dokter
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunankan Formulir Jamsostek 3c.
Pasal 10
(2) Penyampaian Formulir Jamsostek 3a sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai
bukti-bukti :
a. Fotocopy kartu peserta ;
b. Surat Keterangan Dokter formulir Jamsostek 3b atau 3c ;
c. Kuitansi Biaya Pengobatan dan Pengangkutan ;
d. Dokumen pendukung lain yang diperlukan.
(3) Dalam hal bukti-bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak lengkap, maka
Badan Penyelenggara memberitahukan kepada Pengusaha selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sejak Laporan Kecelakan Kerja tahap II diterima.
Pasal 11
(3) Dalam hal Jaminan Kecelakaan Kerja dibayar terlebih dahulu oleh Pengusaha maka
Badan Penyelenggara membayar penggantian jaminan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) kepada Pengusaha sebesar perhitungan Badan Penyelenggara.
(4) Dalam hal perhitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) lebih besar dari
Jaminan Kecelakaan Kerja yang telah dibayarkan oleh Pengusaha, kelebihannya
diserahkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 12
(1) Dalam hal terjadi perbedaan penetapan mengenai Kecelakaan Kerja atau bukan
Kecelakaan Kerja, maka Pengusaha atau tenaga kerja/keluarga atau Badan
Penyelenggara mememinta Penetapan kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.
(3) Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) pegawai pengawas ketenagakerjaan membuat penetapan kecelakaan kerja atau
bukan kecelakaan kerja.
(4) Dalam hal penetapan pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak dapat diterima oleh
salah satu pihak maka pihak yang bersangkutan mengajukan kepada Menteri.
(5) Sambil menunggu penetapan Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (4),
maka pengusaha wajib membayar terlebih dahulu biaya pengangkutan, pengobatan
dan perawatan kepada tenaga kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
(6) Dalam hal menteri menetapkan kecelakaan kerja maka Badan Penyelenggara wajib
membayar Jaminan Kecelakaan Kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(7) Dalam hal Menteri menetapkan bukan kecelakaan kerja dan tenaga kerja yang
bersangkutan diikut sertakan dalam program JPK, maka biaya pengobatan dan
perawatan dapat dibebankan dalam program JPK sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 13.
(1) Dalam hal terjadi perbedaan besarnya santunan yang diterima oleh tenaga
kerja/keluarganya disebabkan adanya pelaporan yang tidak benar oleh pengusaha
kepada Badan Penyelenggara maka tenaga kerja yang bersangkutan meminta
perhitungan kembali kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan.
(2) Berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pegawai pengawas
ketenagakerjaan meminta pertimbangan dokter penasehat untuk menetapkan
presentase cacat.
(3) Dalam hal penetapan pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak dapat diterima oleh
salah satu pihak, maka pihak yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan
kepada menteri.
(4) Sambil menunggu penetapan menteri sebagaimana dimaksud ayat (3) dan tenaga
kerja dinyatakan sembuh oleh dokter yang merawat, Badan Penyelenggara
membayar biaya penggantian pengangkutan, pengobatan, perawatan dan santuan
sementara tidak mampu bekerja kepada pengusaha, sedangkan santuan cacat baru
dibayarkan setelah ada penetapan menteri.
(5) Apabila Menteri menetapkan presentase cacat sebagaimana dimaksud ayat (3),
maka Badan Penyelenggara menghitung dan membayarkan besarnya JKK kepada
yang berhak.
Pasal 14
(1) Dalam hal terjadi perbedaan besarnya santunan yang diterima oleh tenaga
kerja/keluarganya disebabkan adanya pelaporan yang tidak benar oleh pengusaha
kepada Badan Penyelenggara maka tenaga kerja yang bersangkutan meminta
perhitungan kembali kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan
(2) Berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pegawai pengawas
ketenagakerjaan menghitung kembali besarnya santunan berdasarkan upah satu
bulan terakhir sebelum terjadinya kecelakaan.
(3) Dalam hal besarnya santunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) lebih besar
daripada santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara, maka pengusaha
wajib membayar kekurangannya.
(5) Penetapan menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) merupakan keputusan
akhir dan wajib dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan.
BAB V
PENGAJUAN DAN PEMBAYARAN JAMINAN KEMATIAN.
Pasal 15
(1) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, pengusaha
atau keluarga tenaga kerja mengajukan permintaan pembayaran Jaminan Kematian
kepada Badan Penyelenggara dengan mengisi formulir Jamsostek 4. dengan
melampirkan :
a. Kartu peserta Jamsostek (KPJ) asli;
b.Surat keterangan kematian dari rumah sakit/kepolisian/kelurahan
c. Identitas keluarga yang masih berlaku (foto copy kartu tanda penduduk/Surat ijin
mengemudi dan kartu keluarga) yang masih berlaku.
(2) Berdasarkan pengajuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Badan
Penyelenggara membayar Jaminan Kematian dan santunan berkala kepada keluarga
tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 16
(1) Peserta program kematian masih berhak mendapat perlindungan Jaminan Kematian
selama 6 (enam) bulan sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja
(2) Keluarga dari peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan permintaan
pembayaran Jaminan Kematian kepada Badan Penyelenggara dengan melampirkan
:
a. Formulir Jamsostek 4;
b. Surat keterangan kematian dari rumah sakit/kepolisian/kelurahan;
c. Identitas keluarga yang masih berlaku (foto copy kartu tanda penduduk/Surat
ijin mengemudi dan kartu keluarga) yang masih berlaku.
BAB VI
PENGAJUAN DAN PEMBAYARAN JAMINAN HARI TUA
Pasal 17
(1) Tenaga kerja yang telah menerima pemberitahuan 30 (tiga puluh) hari sebelum usia
55 (lima puluh lima) tahun, maka tenaga kerja yang bersangkutan melalui
pengusaha mengajukan permintaan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada Badan
Penyelenggara dengan mengisi formulir Jamsostek 5 selambat-lambatnya 15 (lima
belas) hari setelah menerima pemberitahuan tersebut.
(3) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia dan masih berhak menerima Jaminan Hari
Tua secara berkala, maka keluarga tenaga kerja yang bersangkutan mengajukan
permintaan pembayaran sisa jaminannya kepada Badan Penyelenggara dengan
disertai surat kematian dan selanjutnya Badan Penyelenggara membayarkan secara
sekaligus kepada ahli waris tenaga kerja yang bersangkutan
Pasal 18
(1) Tenaga kerja yang berhenti bekerja dari perusahaan sebelum usia 55 (lima puluh
lima) tahun dan telah mempunyai masa kepesertaan aktif (membayar iuran )
maupun non aktif (tidak membayar iuran) sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun, dan
setelah melewati masa tunggu 6 (enam) bulan maka tenaga kerja dapat mengajukan
permintaan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara dengan
mengisi formulir Jamsostek 5 dengan melampirkan:
a. Kartu Peserta Jamsostek (KPJ) asli.
b. Surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau penetapan
pengadilan hubungan industrial;
c. Kartu Identitas (foto copy kartu tanda penduduk/Surat ijin mengemudi dan kartu
keluarga) yang masih berlaku.
Pasal 19
(1) Tenaga kerja yang meninggalkan wilayah Republik Indonesia untuk selama-
lamanya, dapat mengajukan permintaan pembayaran Jaminan Hari Tua dengan
menyerahkan kartu peserta dan mengisi formulir Jamsostek 5 disertai dengan bukti-
bukti:
a. Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia.
b.Foto copy pasport.
c. Foto copy Visa bagi tenaga kerja Warga Negara Indonesia.
(1) Tenaga Kerja yang menyandang cacat total tetap untuk selama-lamanya, berhak
mengajukan permintaan pembayaran Jaminan Hari Tua dengan mengisi formulir
Jamsostek 5, disertai bukti-bukti:
a. kartu peserta Jamsostek
b. surat keterangan dokter.
(2) Berdasarkan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan
Penyelenggara menghitung dan membayar Jaminan Hari Tua secara sekaligus atau
berkala kepada tenaga kerja sesuai pilihan tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 21
(1) Besarnya Jaminan Hari Tua adalah keseluruhan iuran Jaminan Hari Tua yang telah
disetorkan oleh pengusaha kepada Badan Penyelenggara beserta hasil
pengembangannya.
(2) Hasil pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Badan
Penyelenggara yang besarnya sesuai dengan hasil pengelolaan dan investasi dana
iuran Jaminan Hari Tua.
(3) Hasil pengembangan Jaminan Hari Tua untuk masing-masing tenaga kerja dihitung
sejak tanggal iuran dibayar lunas.
(4) Iuran dan hasil pengembangan akan dibukukan dalam akun individu masing-masing
tenaga kerja.
(5) Tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun maka tenaga
kerja yang bersangkutan melalui pegusaha mengajukan permintaan pembayaran
Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara dengan mengisi formulir Jamsostek
5
(6) Jaminan Hari Tua akan dibayar oleh Badan Penyelenggara sebesar sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4).
(7) Dalam hal terjadi kekurangan pembayaran Jaminan Hari Tua yang menjadi hak
tenaga kerja yang disebabkan pengusaha menunggak atau kurang membayar iuran
maka pengusaha wajib membayar kekurangan Jaminan Hari Tua yang menjadi hak
tenaga kerja
(8) Badan Penyelenggara membayar kekurangan Jaminan Hari Tua setelah pengusaha
melunasi kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(10) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia dan masih berhak menerima Jaminan Hari
Tua secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (9), maka keluarga tenaga
kerja yang bersangkutan mengajukan permintaan pembayaran sisa Jaminan Hari
Tuanya kepada Badan Penyelenggara dengan disertai surat kematian dan
selanjutnya Badan Penyelenggara membayarkan secara sekaligus kepada ahli waris
tenaga kerja yang bersangkutan.
BAB VII
PENGAJUAN DAN PELAYANAN JAMINAN
PEMELIHARAAN KESEHATAN.
Pasal 22
Pasal 23
(2) Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi pelayanan :
a. Rawat jalan tingkat pertama;
b.Rawat jalan tingkat lanjutan;
c. Rawat inap;
d.Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
e. Penunjang diagnostik
f. Pelayanan khusus;
g.Gawat darurat.
Pasal 24
(1) Pelayanan rawat jalan tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2) huruf a, meliputi :
a. Bimbingan dan konsultasi kesehatan;
b.Pemeriksaan kehamilan,nifas dan ibu menyusui;
c. Keluarga berencana;
d.Imunisasi bayi, anak dan ibu hamil;
e. Pemeriksaan dan pengobatan dokter umum;
f. Pemeriksaan dan pengobatan dokter gigi;
g.Pemeriksaan laboratorium sederhana;
h.Tindakan medis sederhana.
i. Pemberian obat-obatan sesuai dengan standard program JPK Jamsostek yang
berpedoman pada DOEN Plus.
j. Rujukan ke rawat tingkat lanjutan.
(2) Pelayanan rawat jalan tingkat pertama dilakukan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Tingkat pertama.
Pasal 25
(1) Pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2) huruf b, meliputi :
a. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis;
b.Pemeriksaan penunjang diagnostik lanjutan;
c. Pemberian obat-obatan sesuai dengan standard obat program JPK Jamsostek yang
berpedoman pada DOEN Plus
d.Tindakan khusus lainnya.
(2) Pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan dilakukan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Tingkat Lanjutan yang ditunjuk Badan Penyelenggara.
Pasal 26
(1) Pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) huruf c
meliputi:
a. Pemeriksaan dokter.
b.Tindakan medis
c. Penunjang diagnostik.
d.Pemberian obat-obatan DOEN Plus atau Generik.
e. Menginap dan makan.
(2) Pelayanan rawat inap dilakukan di semua rumah sakit
Pasal 27
(2) Pelayanan khusus dilakukan di optik, balai pengobatan, rumah sakit dan perusahaan
alat kesehatan yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara.
(3) Penggantian biaya pelayanan khusus diberikan kepada tenaga kerja sesuai standard
yang ditetapkan dan atas indikasi medis dengan pengaturan sebagai berikut :
a. Tenaga Kerja yang mendapat resep kacamata dari dokter spesialis mata dapat
memperoleh kacamata dioptik dengan ketentuan:
a.1. biaya untuk frame dan lensa sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
a.2. penggantian lensa dua tahun sekali sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu
rupiah).
a.3. penggantian frame tiga tahun sekali sebesar Rp. 120.000,- (seratus dua
puluh ribu rupiah).
b. Tenaga kerja yang memerlukan prothese mata dapat diberikan atas anjuran
dokter spesialis mata dan diambil di rumah sakit atau perusahaan alat-alat
kesehatan, dengan biaya penggatian maksimum Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu
rupiah).
c. Tenaga kerja yang memerlukan prothese gigi dapat diberikan dibalai
pengobatan gigi dengan maksimum biaya Rp. 408.000,- (empat ratus delapan
ribu rupiah) dan prothese gigi yang diberikan adalah jenis Removable dengan
bahan acrylic dengan ketentuan per rahang:
c.1. gigi pertama sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
c.2. gigi kedua dan seterusnya sebesar Rp. 8.000,- (delapan ribu rupiah)
(4) Tenaga kerja yang memerlukan prothese kaki dan prothese tangan dapat diberikan
atas anjuran dokter spesialis di rumah sakit, dengan pengaturan sebagai berikut:
a. prothese tangan dengan penggantian biaya maksimum Rp. 350.000,- (tiga ratus
lima puluh ribu rupiah)
b.prothese kaki dengan penggantian biaya maksimum Rp, 500.000,- (lima ratus ribu
rupiah).
c. Tenaga kerja yang memerlukan alat Bantu dengar atas anjuran dokter
spesialis di rumah sakit dapat diberikan biaya maksimum sebesar Rp.
300.000,- (tiga ratus ribu rupiah).
(5) Kerusakan atau kehilangan prothese dan orthese sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tidak mendapat penggantian dari Badan Penyelenggara.
Pasal 30
(1) Pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) huruf g,
meliputi:
a. Pemeriksaan dan pengobatan.
b.Tindakan medik
c. Pemberian obat-obatan sesuai dengan standar obat program JPK Jamsostek yang
berpedoman pada DOEN Plus atau Generik.
d.Rawat inap.
(2) Gawat Darurat yang memerlukan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
meliputi:
a. Kecelakaan dan ruda paksa bukan karena kecelakaan kerja.
b.Serangan jantung.
c. Serangan Asma berat.
d.Kejang.
e. Pendarahan berat.
f. Muntah berak disertai dehidrasi.
g.Kehilangan kesadaran (koma) termasuk epilepsy atau ayan
h.Keadaan gelisah pada penderita gangguan jiwa
i. Colic renal/colic abdomen atau kelahiran mendadak, pendarahan, ketuban pecah
dini.
(3) Pelayanan gawat darurat dilakukan di semua pelaksana pelayanan kesehatan
Pasal 31
(1) Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan harus melalui rujukan dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
(2) Pelaksana pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang tidak lengkap dapat
melakukan rujukan kepada pelaksana pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang
lebih lengkap.
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
(1) Dalam hal diperlukan rawat inap:
a. Tertanggung yang akan rawat inap harus membawa surat rujukan dari pelaksana
pelayanan kesehatan tingkat pertama atau surat rawat dari dokter poli rumah sakit
dan kartu pemeliharaan kesehatan.
b.Bagi tertanggung yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung ke
rumah sakit.
c. Dalam waktu 3 (tiga) hari sejak mulai dirawat tenaga kerja atau keluarganya harus
mengurus surat jaminan dari Badan Penyelenggara.
(2) Jumlah hari rawat inap maksimum 60 (enam puluh) hari termasuk perawatan
ICU/ICCU untuk setiap jenis penyakit dalam satu tahun.
(3) Jumlah hari perawatan ICU/ICCU sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
maksimum 20 (dua puluh) hari.
(4) Standard rawat inap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. Kelas dua pada Rumah Sakit Pemerintah.
b.Kelas tiga pada Rumah Sakit swasta
Pasal 35
(1) Pelayanan Persalinan diberikan oleh pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama
atau rumah bersalin dengan membawa kartu pemeliharaan kesehatan
(2) Dalam hal persalinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat ditangani
maka tenaga kerja/isteri dirujuk ke rumah sakit bersalin.
Pasal 36
Pasal 37
(1) Setiap peserta memilih pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang ada di
wilayah tempat tinggal atau tempat kerja.
(2) Bagi peserta dan atau keluarganya yang sedang bepergian dapat memperoleh
pelayanan kesehatan pada pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh Badan
Penyelenggara selain yang telah dipilih oleh peserta.
(3) Peserta dan keluarganya dapat dirujuk pada pelaksana pelayanan kesehatan
lanjutan/lengkap di daerah lain dalam hal dipandang perlu oleh dokter yang
merawat.
(4) Bagi peserta dan keluarga yang terpisah alamat domisilinya memperoleh pelayanan
kesehatan pada pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh Badan
Penyelenggara di masing-masing domisili sesuai dengan pilihannya.
(5) Biaya transportasi dan biaya akomodasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
menjadi beban peserta.
Pasal 38
Badan Penyelenggara menilai setiap pelaksana pelayanan kesehatan antara lain mengenai
kunjungan, pemakaian obat, rujukan penunjang diagnostik, lamanya perawatan dalam
rangka memenuhi efisiensi dan efektivitas pelaksana pelayanan kesehatan.
Pasal 39
Dalam pelaksanaan penilaian kerja sejawat dilakukan bersama-sama antara Badan
Penyelenggara dengan kantor wilayah Departemen Kesehatan setempat dan dokter ahli
atau direktur medik di rumah sakit, terutama bila terjadi keluhan pasien atas tindakan
dokter kepada pasien.
Pasal 40
(1) Tiap pelaksana pelayanan kesehatan mengadakan administrasi yang khusus dalam
penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan termasuk pembuatan
kartu pasien per keluarga (Family Folder) sesuai prinsip dokter keluarga
(2) Tiap pelaksana pelayanan kesehatan membuat laporan setiap bulan dan
menyerahkan kepada Badan Penyelenggara selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya.
Pasal 41
Hal-hal yang tidak ditanggung dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan oleh
Badan Penyelenggara:
a. Pelayanan:
a.1 Pelayanan kesehatan diluar pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
a.2 Penyakit atau cidera yang diakibatkan karena hubungan kerja dan karena
kesengajaan.
a.3 Penyakit yang diakibatkan oleh alkohol dan narkotik, penyakit kelamin dan
AIDS.
a.4 Perawatan kosmetik untuk kecantikan.
a.5 Pemeriksaan kesehatan umum/berkala.
a.6 Transplantasi organ tubuh termasuk sumsum tulang.
a.7 Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan kesuburan.
a.8 Penyakit kanker dan
a.9 Hemodialisa
b. Obat-obatan:
b.1 Obat-obatan kosmetik untuk kecantikan.
b.2. Semua obat/vitamin yang tidak ada kaitannya dengan penyakit.
b.3. Obat-obatan berupa makanan antara lain susu untuk bayi.
b.4. Obat-obat gosok seperti minyak kayu putih dan sejenisnya.
b.5. Obat-obatan untuk kesuburan dan.
b.6. Obat-obat kanker.
c. Alat-alat perawatan kesehatan antara lain termometer, dan eskap.
d. Pembiayaan :
d.1. Biaya pengangkutan untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan pengurusan
administrasi.
d.2. Biaya tindakan medik super spesialistik.
Pasal 42
(1) Pengusaha yang telah mengusahakan sendiri pelayanan kesehatan bagi tenaga
kerjanya, diwajibkan melaporkan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja
setempat dengan tembusan kepada Badan Penyelenggara setempat.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara triwulan yang
memuat:
a. Standar pelayanan yang diberikan.
b.Tertanggung yang mendapat pelayanan pemeliharaan kesehatan.
c. Jenis dan jumlah pelaksana pelayanan kesehatan.
d.Jumlah tenaga kerja dan keluarganya yang mendapat pelayanan pemeliharaan
kesehatan.
Pasal 43
Peningkatan manfaat jaminan dan perluasan cakupan layanan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 27, pasal 29 dan pasal 41, untuk selanjutnya ditetapkan oleh Menteri.
BAB VIII
BENTUK FORMULIR JAMSOSTEK
Pasal 44
BAB. IX
KETENTUAN LAIN
Pasal 45
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebanyak 3 (tiga)
kali dalam jangka waktu 70 (tujuh puluh) hari.
(3) Dalam hal jangka waktu 70 (tujuh puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
telah berakhir maka perhitungan jaminan tersebut dibatalkan.
(4) Dalam hal pengusaha, tenaga kerja atau ahli waris tenaga kerja mengajukan
permintaan pembayaran jaminan kembali setelah melewati jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka Badan Penyelenggara wajib menghitung
dan membayar jaminan sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Dengan ditetapkan Peraturan Menteri ini maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
Per-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran,
Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-236/MEN/2003 tentang Perubahan Atas Pasal
23, Pasal 25, Pasal 27 dan Pasal 43 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-
05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran,
Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, serta Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/MEN/I/2005 tentang Perubahan
Formulir Jamsostek 1, 1a, 1b, dan 2a pada Lampiran Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor PER-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan,
Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
sebagaimana diubah terakhir Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
KEP-03/MEN/2001, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 48
Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 19 – 6 – 2007
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76 TAHUN 2007
TENTANG
3. Peraturan . . .
-2-
MEMUTUSKAN:
Pasal I
Pasal 22 . . .
-3-
Pasal 22
LAMPIRAN II . . .
-4-
LAMPIRAN II
A. Santunan.
1. Santunan Sementara Tidak Mampu
Bekerja (STMB) 4 bulan pertama 100% x
upah sebulan, 4 bulan kedua 75% x upah
sebulan dan bulan seterusnya 50% x upah
sebulan.
2. Santunan cacat:
a. santunan cacat sebagian untuk
selama-lamanya dibayarkan secara
sekaligus (lumpsum) dengan besarnya
% sesuai tabel x 80 bulan upah.
b. santunan cacat total untuk selama-
lamanya dibayarkan secara sekaligus
(lumpsum) dan secara berkala dengan
besarnya santunan adalah:
b.1. santunan sekaligus sebesar 70%
x 80 bulan upah;
b.2. santunan berkala sebesar
Rp200.000,- (dua ratus ribu
rupiah) per bulan selama 24
(dua puluh empat) bulan.
c. Santunan cacat kekurangan fungsi
dibayarkan secara sekaligus (lumpsum)
dengan besarnya santunan adalah:
% berkurangnya fungsi x % sesuai
tabel x 80 bulan upah.
B. Pengobatan . . .
-5-
2. Bilamana . . .
-6-
• Ruas . . .
-7-
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 8 -
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
I. UMUM
Berdasarkan . . .
-2-
Pasal I
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TENTANG
Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksana pasal 27 ayat (2) dan (5) Undang-undang
no. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Menteri Tenaga Kerja
perlu menetapkan usia pensiun normal dan batas usia pensiun
maksimum bagi peserta peraturan dana pensiun;
b. bahwa penetapan usia pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a
merupakan upaya perlindungan terhadap tenaga kerja yang telah
mencapai pensiun normal dan maksimum.
Mengingat : 1 Undang-undang no. 3 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya
Undang-undang Pengawasan perburuhan Tahun 1948 No. 23 dari
Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
tahun 1951 No. 4).
2. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara tahun 1969 No.
55, Tambahan Lembaran Negara No. 2912);
3. Undang-undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun
(Lembaran Negara Tahun 1992 No. 37, Tambahan Lembaran
Negara No. 3477);
4. Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 1992 tentang dana Pensiun
Pemberi Kerja (Lembaran Negara Tahun 1992, No. 126,
Tambahan Lembaran negara No. 3507);
5. Keputusan Presiden Ri. No. 96/M tahun 1993 tentang
Pembentukan Kabinet Pembangunan VI.
MEMUTUSKAN:
Pasal 2
(1) Usia pensiun normal bagi peserta ditetapkan 55 (lima puluh lima) tahun
(2) Dalam hal pekerja tetap dipekerjakan oleh Pengusaha setelah mencapai usia 55
(lima puluh lima tahun), maka batas usia pensiun maksimum ditetapkan 60 (enam
puluh) tahun.
Pasal 3
Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini dikerjakan oleh Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan
Pasal 4
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
ttd
TENTANG
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja perlu diangkat
dokter penasehat yang dapat memberikan pertimbangan medis atas kasus
kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja;
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu menetapkan pengangkatan, pemberhentian, dan tata kerja dokter
penasehat dengan Peraturan Menteri;
MEMUTUSKAN :
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1.
BAB II
Pasal 2
Pasal 3.
Pasal 4.
BAB III
Pasal 5
Pasal 6
(1) Untuk dapat diangkat menjadi dokter penasehat pusat dan wilayah, harus
memenuhi persyaratan :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan paling rendah Penata
(III/c);
c. Berbadan sehat;
d. Dokter umum atau spesialis;
e. Memiliki surat tanda registrasi dokter yang masih belaku;
f. Tidak sedang bekerja sebagai dokter perusahaan; dan
g. Memiliki keahlian hyperkes atau kesehatan keja.
(2) Dokter penasehat yang telah pensiun dan Pegawai Negeri Sipil dapat
diangkat kembali sebagai dokter penasehat.
(3) Pengangkatan kembali dokter penasehat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kecuali ketentuan huruf b, usia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun,
dan pernah diangkat sebagai dokter penasehat.
(4) Dokter Penasehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diangkat untuk masa kerja paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali.
Pasal 7
(1) Usulan pengangkatan dokter penasehat pusat disampaikan oleh dokter yang
bersangkutan kepada menteri melalui dirjen.
(2) Usulan pengangkatan dokter penasehat wilayah disampaikan oleh instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota atau
provinsi kepada menteri melalui dirjen.
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
BAB IV
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
(1) Dokter penasehat setelah meneliti rekam medis, data kecelakaan kerja
lainnya dan/atau melakukan pemeriksaan ulang, memberikan pertimbangan
medis mengenai :
a. Diagnosis penyakit akibat kerja atau bukan;
b. Besarnya persentasi cacat akibat kecelakaan kerja dan/atau penyakit
akibat kerja yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter penasehat
pusat memberikan pertimbangan medis mengenai besarnya persentase
cacat akibat kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja yang tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Pertimbangan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai masukan
bagi pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam menetapkan besarnya
penyakit akibat kerja atau bukan serta besarnya jaminan kecelakaan kerja.
Pasal 18
BAB V
Pasal 19
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Ditetapkan di Jakarta.
Pada tanggal 6 November 2008.
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
Sunarno, SH,MH.
NIP. 730 001 630.
LAMPIRAN
TENTANG
Nomor :
Lampiran :
Perihal : Pertimbangan Medis Dokter Penasehat.
Dokter Penasehat
(………………….)
Ditetapkan di Jakarta.
Pada tanggal 6 November 2008.
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK NDONESIA
ttd
Sunarno, SH,MH
NIP. 730 001 630
KEPUTUSAN MENTERI
TENTANG
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka perlindungan bagi tenaga kerja peserta program jaminan sosial
tenaga kerja, perlu diangkat dokter penasehat untuk memberikan pertimbangan
medis penetapan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja;
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimkasud dalam huruf a perlu
diatur mengenai pengangkatan dokter penasehat yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4431);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3520),
sebagaimana telah beberapa kali diubah yang terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 76 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4789);
4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja;
5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2005 tentang Pembentukan Kabinet
Indonesia Bersatu, sebagaimana telah beberapa kali diubah yang terakhir dengan
Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007;
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor :PER-04/MEN/1993 tentang Jaminan
Kecelakaan Kerja;
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor :PER-12/MEN/2007
tentang Petunjuk Tehnis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran
Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor :PER-17/MEN/XI/2008 tentang Pengangkatan, Pemberhentian, dan Tata
Kerja Dokter Penasehat.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : Mengangkat Dokter Penasehat yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana telah
diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor :PER-17/MEN/XI/2008 tentang Pengangkatan, Pemberhentian, dan Tata Kerja
Dokter Penasehat, yang nama-nama dan wilayah kerjanya sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan Menteri ini.
KEDUA : Masa Kerja Dokter Penasehat sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU paling
lama 5 (lima) tahun.
KETIGA : Dokter Penasehat sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU melaksanakan tugas
sesuai dengan peraturan perundang-undangan..
KEEMPAT : Semua biaya yang timbul akibat dari ditetapkannya Keputusan Menteri ini dibebankan
pada anggaran PT. Jamsostek (Persero).
KELIMA : Dengan ditetapkanya Keputusan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Tansmigrasi Nomor KEP-204/MEN/2002 tentang pengangkatan Dokter Penasehat,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
KEENAM : Keputusan Menteri ini mula belaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta.
Pada tanggal 7 Nopember 2008
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
LAMPIRAN
NOMOR : KEP-227/MEN/XI/2008
TENTANG
PENGANGKATAN DOKTER PENASEHAT
15. Dr. Chairil Zaman, MSc. Prov. Sumatera Selatan. Dokter Penasehat
140099879.
Lahat, 29 Agustus 1952.
16. Dr. Hj. Rosdiana. Prov. Sumatera Selatan. Dokter Penasehat
140255159.
Palembang, 24 Agustus 1958.
17. Dr. Sri Rokhmani. Prov. DKI Jakarta Dokter Penasehat
160048955.
Karanganyar,26Oktober1968.
18. Dr.Hj. Sri Lestari,MS,Sp.OK. Kota Serang, Kab. Cilegon, Dokter Penasehat
14050490 Kab.Pandeglang, Kab. Lebak, Prov.
Purwokerto,13 Januari 1957. Banten.
19. Dr.Hj. Kenalin Intan Poppy Antika. Kab. Karawang. Prov. Jawa Barat. Dokter Penasehat
140224109.
Palembang, 3 November 1960.
20. Dr. Diah Wahyuni. Prov. Jawa Tengah. Dokter Penasehat
160048843.
Semarang, 15 Juni 1961.
21. Dr. Budiastuti Dwi Hapsari.M.Kes. Prov. Jawa Tengah. Dokter Penasehat
160048688.
Surakarta, 28 Juni 1967.
22. Dr. Tinon Martanita. Prov. Jawa Tengah. Dokter Penasehat
160048111.
Klaten, 23 Maret 1967.
23. Dr. Maria Paulina Inggrid Tanesha, Prov. Jawa Tengah. Dokter Penasehat
MBA
140166172.
Jakarta, 3 Desember 1953.
24. Dr. Ugik Setyo Darmoko. Prov. Jawa Timur. Dokter Penasehat
140366596.
Nganjuk, 5 Maret 1971.
25. Prof. Dr.Dr. Tjipto Suwandi, MOH, Prov. Jawa Timur. Dokter Penasehat
Sp.OK.
130517177.
Bojonegoro, 17 Nopember 1946.
26. Dr. Jauhari. M.S. Prov. Jawa Timur. Dokter Penasehat
140166037.
Kebumen, 30 April 1954.
27. Dr. H. Faisal Lubis,MPH. Kota Pontianak, Prov. Kalimantan Dokter Penasehat
140122622. Barat.
P.Sidempuan, 9 Agustus 1953.
28. Dr. Widi Rahardjo, M.Kes. Kota Pontianak, Prov. Kalimantan Dokter Penasehat
140219086. Barat.
Surakarta, 1 Juni 1962.
29. Dr. Manahan K. Pangaribuan. Prov. Kalimantan Selatan. Dokter Penasehat
M.Kes.
140081186.
Laguboti, 25 Sept 1948.
30. Dr. Murlin R. Simangunsong, Prov. Kalimantan Tengah. Dokter Penasehat
M.Kes.
140191208.
Tapanuli Utara, 8 Mei 1960.
31. Dr. Samsudin, M.Kes. Prov. Kalimantan Tengah. Dokter Penasehat
140328800.
Magelang, 21 Maret 1963.
37. Dr. Sinatra Gunawan. MK3,SP.Ok. Kota Samarinda, Kab. Kutai Dokter Penasehat
550017916. Kertanegara, Kab.KutaiBarat, Prov.
Jakarta, 16 Nop 1968. Kalimantan Timur.
38. Dr. Hj. Aminah AS Prov. Sulawesi Selatan. Dokter Penasehat
160048805.
Ujung Pandang, 5 Peb. 1965.
39. Dr. Hj. Andi Tjudai. Prov. Sulawesi Selatan. Dokter Penasehat
140344492.
Ujung Pandang, 20 Jan 1958.
40. Dr. Isharwati, M.Kes. Prov. Sulawesi Tengah. Dokter Penasehat
140203012.
Ponorogo, 20 Jan 1959.
41. Dr. Liem Lie Ping, M.Med (OM), Prov. Sulawesi Utara. Dokter Penasehat
SpOK.
140223715.
Jakarta, 10 Jan 1955.
42. Dr. H. Tryogo Suhadi. Prov. Gorontalo. Dokter Penasehat
140363072.
Manado, 10 April 1966.
Ditetapkan di Jakarta.
Pada tanggal 7 Nopember 2008.
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
1. Identitas Perusahaan
1. Nama Perusahaan :
2. Alamat Perusahaan :
3. Jenis Usaha :
4. Kepemilikan / Status : PMA / PMDN
5. Nomor Pendaftaran Perusahaan ( NPP)
Jamsostek : DD
6. Jumlah Tenaga Kerja + Keluarga : Orang
: Lajang : Orang
: Berkeluarga : Orang
: Suami : Orang
: Isteri : Orang
: Anak : Orang
_____________________
Jumlah : Orang
II. Penyelenggara
√
1. Mempunyai PPK Sendiri :
√
2. Bekerjasama dengan PPK lain :
√
3. Bekerjasama dengan Badan Penyeleng :
gara selain PT. Jamsostek
4. Bersama beberapa perusahaan menye : -
III. Kepesertaan
- Tenaga Kerja :
- Tenaga Kerja + Keluarga :
- Jumlah Anak yang ditanggung perusahaan
untuk setiap pekerja paling banyak 3 ( tiga )
orang
4. Persalinan : **)
- EKG
- EEG
- USG
- CT. Scanning
7. Pelayanan Khusus :
NIP :
Catatan :
Bersama ini kami sampaikan laporan penyelenggaraan pelayanan pemeliharaan kesehatan dengan manfaat
lebih baik dari Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar JAMSOSTEK , sebagai berikut :
I. Identitas Perusahaan
1. Nama Perusahaan :
2. Alamat Perusahaan :
3. Jenis Usaha :
4. Kepemilikan / Status : PMA / PMDN
5. Nomor Pendaftaran Perusahaan ( NPP)
Jamsostek : DD
6. Jumlah Tenaga Kerja + Keluarga : Orang
: Lajang : Orang
: Berkeluarga : Orang
: Suami : Orang
: Isteri : Orang
: Anak : Orang
_____________________
Jumlah : Orang
III. Kepesertaan *)
- Meliputi Pekerja & :
Keluarga Pekerja
c. Rawat Inap :
d. Penunjang Diagnostik :
e. Pertolongan Persalinan :
f. Pelayanan Khusus :
Pimpinan Perusahaan
(..........................................)
Tembusan :
1.Yth KaKACAB PT.JAMSOSTEK (Persero)
di BATAM
Catatan :
*) Beri tanda √ pada kotak isian
**) Jika ada perubahan harus dilampirkan dokumen pendukung perubahan
_____________________
Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993
Tentang : Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja
Menimbang:
Mengingat:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
Pasal 1
Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Pasal 2
Setiap tenaga kerja yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan
kerja berhak mendapat jaminan Kecelakaan Kerja baik pada saat masih
dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir.
Pasal 3
(1) Hak atas Jaminan Kecelakaan Kerja bagi tenaga kerja yang hubungan
kerjanya telah berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
diberikan, apabila menurut hasil diagnosis dokter yang merawat
penyakit tersebut diakibatkan oleh pekerjaan selama tenaga kerja
yang bersangkutan masih dalam hubungan kerja.
(2) Hak jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan, apabila penyakit tersebut timbul dalam waktu paling lama 3
(tiga) tahun terhitung sejak hubungan kerja tersebut berakhir.
Pasal 4
Pasal 5
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Pebruari 1993
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
ttd.
CATATAN
LAMPIRAN
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 1993 TANGGAL 27 Pebruari 1993
NO. PENYAKIT
-----------------------------------------------------------------
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena
atau homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat
lainnya.
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen
sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu
dari zat tersebut.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi
khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau radiasi
atau kelembaban udara tinggi.
31. Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
______________________________________
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER.25/MEN/XII/2008
TENTANG
1
4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit
Yang Timbul Karena Hubungan Kerja;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 2008
MENTERI PARAF TANGGAL
Sunarno, SH, MH
NIP. 730001630
2
3
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER. 25/MEN/XII/2008
TENTANG
I. BATASAN
Penyakit kulit akibat kerja, ialah setiap penyakit kulit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja yang berupa faktor risiko mekanik, fisik, kimia, biologik dan
psikologik.
Kelainan yang terjadi dapat berupa :
– Dermatitis kontak
– Dermatitis kontak foto
– Acne
– Infeksi kulit (bakteri, virus, jamur, infestasi parasit)
– Neoplasi kulit
– Kelainan pigmentasi kulit.
II. DIAGNOSIS
Setelah identifikasi dan assesment potensial hazards di tempat kerja, maka data
pemeriksaan penderita dapat dievaluasi kemungkinannya berupa penyakit akibat kerja.
A. Anamnesis.
1. Keluhan
3
B. Pemeriksaaan Fisik
1. Inspeksi
– Pemeriksaan seluruh badan termasuk lipatan kulit, misal lipat paha, celah
antar jari.
– Kondisi higiene umum
– Lokasi kelainan
2. Palpasi
C. Pemeriksaaan penunjang
1. Pemeriksaaan Laboratorium
1.1. Pemeriksaan hasil kerokan kulit dengan KOH 20% (pemeriksaan jamur).
2.1. Untuk perubahan warna kulit berupa hipo atau hiper pigmentasi tanpa
disertai radang.
3. Histopatologi.
Khususnya untuk neoplasma pada kulit.
4. Uji tempel.
4
BIDANG NEUROLOGI
I. BATASAN
Penyakit akibat kerja bidang neurologi adalah penyakit yang mengenai sistem syaraf
pusat dan perifer yang penyebabnya antara lain adalah trauma, gangguan vaskuler,
infeksi, degenerasi, keganasan, gangguan metabolisme, dan intoksikasi yang
bermanifestasi berupa keluhan-keluhan subjektif seperti nyeri, rasa berputar, kehilangan
keseimbangan, penglihatan kabur/double, gangguan kognitif (atensi, bahasa, kalkulasi,
memory) dan gangguan emosi. Dan keluhan objektif berupa gangguan fungsi sistem
motorik, sistem sensorik, sistem autonom.
II. DIAGNOSIS
1. Anamnesis.
2. Pemeriksaan fisik :
a. Umum
b. Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan neurologis harus meliputi riwayat pekerjaan dan medis yang akurat
mengenai fungsi saraf, hal-hal berikut perlu dievaluasi, status mental, saraf
kranial, sistem motorik dan sensorik, refleks, koordinasi, gaya berjalan dan
postur tubuh. Evaluasi sistem saraf otonom (refleks cahaya pupil dan fungsi
kelenjar lakrimal, ludah, dan pencernaan, kencing dan seksual) harus dilakukan.
Pemeriksaan refleks tendon dalam dan kekuatan otot di anjurkan diperiksa dan
evaluasi dengan teliti.
b. Uji neurofisiologis.
c. Elektroensefalografi.
Para pekerja yang berisiko tinggi terpapar zat neurotoksik hendaknya menjalani
pemeriksaan psikologis secara berkala untuk mencegah terjadinya kemunduran
fungsi yang irreversible pada sistem saraf yang lebih tinggi. Kalau mungkin,
hendaknya didapat suatu profil dasar sebelum paparan, guna rujukan untuk
5
pemeriksaan selanjutnya. Uji profil dasar dan pengendalian lebih lanjut
hendaknya meliputi :
A. Penilaian cacat factor motorik menggunakan metode Manual Muscle Test (MMT)
6
3 Dapat menggerakkan anggota badan 40%
tersebut pada seluruh “LGS” dengan faktor
gravitasi
4 Nilai 3+ melawan tahanan ringan 20%
5 Nilai 3+ melawan tahanan kuat/penuh 0%
D. Syaraf Kranial
- N.I. lihat bidang penyakit mata
- N. VIII, lihat bidang penyakit THT
- N, IX – X, lihat bidang penyakit orthopaedi.
0 = death
1 = vegetatif state (patients exhibits no obvious cortical functions)
2 = severe disability (concious but disable. Patients depends upon others for
daily support due to mental or physical disability or both)
3 = moderate disability (disable but independent. Patient is independent as far as
daily life is concerned. The disabilities found include. Varying degrees of
dysphasia, hemiparesis, or ataxia, as well as intelectual and memory deficits
and personal changes)
4 = Good recovery (resumption of normal activities even though there may be
minor neurological or psychological deficits)
Klasifikasi tingkat dan keparahan trauma medula spinalis ditegakkan pada saat 72
jam sampai 7 hari setelah trauma, kemudian penilaian kecacatan tetap fisik setelah
dilakukan neurorehabilitasi 6 bulan.
Impairment scale :
7
G. Penilaian gangguan fungsi Ischialgia dan Brachialgia.
Penilaian gangguan fungsi setelah program terapi selesai selama 6 bulan dengan
kemampuan daya kerja > 50 – 75% sesuai persentase santunan 40%.
Penilaian gangguan fungsi setelah program terapi selesai selama 6 bulan dengan
kemampuan daya kerja > 25 – 50% sesuai persentase santunan 20%.
I. Pekerja yang mengalami Stroke yang terjadi pada saat melaksanakan pekerjaan di
tempat kerja kemudian dibawa ke Rumah Sakit dan mengakibatkan kematian tidak
lebih dari 24 jam sejak terjadinya stroke dapat di kategorikan sebagai kecelakaan
kerja.
I. BATASAN
Penyakit akibat kerja dalam lingkup penyakit dalam adalah penyakit yang timbul akibat
pemaparan oleh faktor risiko di tempat kerja yang mengenai organ :
Kelainan yang terjadi dapat berupa kelainan akut, kelainan kronis dan penyakit keganasan.
Yang tersering terjadi adalah penyakit otot dan kerangka, penyakit infeksi dan penyakit
darah.
II. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
8
2. Pemeriksaan Fisik
Sama seperti penyakit pada umumnya disesuaikan dengan diagnosis yang ada.
3. Pemeriksaan Penunjang
B. Sistematika diagnostik dan penilaian tingkat cacat untuk kelainan setiap sistem adalah
sebagai berikut :
1. Penyakit jantung dan pembuluh darah akibat kerja
2. Penyakit ginjal dan saluran kemih akibat kerja
3. Penyakit saluran pencernaan dan penyakit hati akibat kerja
4. Penyakit endokrin akibat kerja
5. Penyakit darah dan sistem pembentuk darah akibat kerja
6. Penyakit otot dan kerangka akibat kerja
7. Penyakit insfeksi akibat kerja
9
c. Disritmia
1) Contoh penyebab :
- fluorocarbon
- chlorinated hydrocarbon
- nitrat
- semua faktor risiko penyebab iskemia
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- palpitasi
- sinkope
- EKG : disritmia atrium atau ventrikel yang patologis
3) Tingkat cacat yang menetap :
Disritmia yang menetap sesudah melalui pemeriksaan yang berulang
baik yang berhubungan iskemia maupun tidak.
d. Kardiomiopati
1) Contoh penyebab :
- cobalt
- antimon
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- sesak nafas
- tekanan darah yang rendah, tekanan nadi kecil
- gallop
- kardiomegali
3) Tingkat cacat menetap yang timbul adalah cacat menetap sedan.
e. Penyakit pembuluh darah perifer :
1) Contoh penyebab :
- karbon disulfida
- karbon monoksida
- metilin klorida
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- klaudikasio/ fenomena Raynaud
- faktor risiko penyakit pembuluh darah perifer lain harus disingkirkan
3) Tingkat cacat menetap yang timbul adalah cacat menetap sedang.
f. Cor pulmonale :
1) Contoh penyebab : debu fibrogenik
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- gagal jantung kanan
- insufisiensi pernapasan (lihat penyakit paru akibat kerja)
3) Tingkat cacat menetap sesuai dengan penilaian tingkat cacat bidang
paru :
- ringan : tanpa gejala atau dalam stadium kompensasi (sesuai
Class I NYHA)
- sedang : dengan gagal jantung ringan – sedang (sesuai Class II – III
NYHA)
- berat : dengan gagal jantung berat (sesuai Class IV NYHA)
10
b) Tak langsung :
- agen hemolitik misal arsen
- agen rabdomiolitik misal etilen-glikol
- pelarut hidrokarbon
- logam berat.
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- gejala timbul dalam waktu kurang dari 1 minggu
- gejala gastrointestinal misal mual, muntah
- kreatinin serum > 1,5 mg%
- asidosis metabolik
- hiperkalemi (K>5.5 meq/l)
- oliguri atau anuri
3) Tingkat cacat menetap penilaiannya dilakukan setelah fase akut diatasi.
11
3) Tingkat cacat menetap tergantung pada jenis keganasan dan stadium
pada waktu ditemukan
CATATAN :
RUMUS PERHITUNGAN TES KLIREN KREATININ (TKK) :
2) Pancreatitis akut
a) Contoh penyebab adalah metanol, seng, cobalt, merkuri klorid,
cadmium, cresol
b) Kriteria diagnostik :
- klinik
- panas
- nyeri epigastrium yang berat/hebat
- muntah
- nyeri tekan pada epigastrium bisa di seluruh abdomen
- laboratorium :
- lekositosis
- amilase meningkat
12
- lipase meningkat
- kalsium menurun
- gula darah meningkat
- ultrasonografi
3) Pankreatitis kronik
a) Contoh penyebab :
- sama dengan pankreatitis akut
- sebagai kelanjutan pankreatitis akut
b) Kriteria diagnostik
- klinik :
- nyeri epigastrium yang menjalar ke punggung
- rasa sakit hilang timbul
- sindrom malabsorbsi
- berat badan menurun
- diare kronik
- laboratorium : dalam keadaan eksaserbasi didapat kenaikan
kadar amilase
- ultrasonografi
4) Kanker esofagus
a) Contoh penyebab :
- asbestos
- akrilonitrile
b) Kriteria diagnostik :
- klinik : disfagia
- endoskopi
- biopsi
5) Kanker lambung
a) Contoh penyebab sama dengan kanker esofagus
b) Kriteria diagnostik :
- Klinik :
- Nyeri epigastrium
- Nausea
- Anoreksia
- Berat badan turun
- Anemia
- Foto lambung
- Gastroskopi
- Biopsi
13
6) Kanker kolon
a) Contoh penyebab :
- asbestos
- akrilonitrile
b) Kriteria diagnostik :
- klinik :
- perubahan pola defekasi
- diare atau obstipasi
- perdarahan per-anum
- mules
- feses berlendir
- berat badan turun
- foto kolon
- kolonoskopi
c) Tingkat cacat menetap dipandang tingkat berat.
b. Penyakit hati
1) Penyakit hepatitis akut
a) Contoh penyebab :
- Anorganik : bahan kimia anorganik misal tembaga, timah hitam,
fosfor, antimon, thallium, krom, brom, merkuri.
- Organik : bahan kimia organik misal senyawa hidrokarbon alifatik
dan aromatik dengan ikatan klor maupun lain (dinitro benzene,
hidrazin, eter, alkohol).
b) Kriteria diagnostik :
- klinik :
- riwayat adanya pemaparan dengan agen sebelum timbulnya
gejala
- rasa lemas, cepat lelah, mual, intoleransi lemak, urin warna air
teh/kopi
- ikterus, hepatomegali dan nyeri tekan
- singkirkan penyebab lain (alkohol, obat, infeksi)
- laboratorium :
- hiperbilirubinemia (libirubin D>1)
- SGOT dan SGPT ↑↑
SGOT < SGPT
- Fosfatase lindi dan GGT sedikit ↑
- HBs Ag negatif
IgM anti HAV negatif
IgM anti HCV negatif
14
4) Sirosis hati
a) Contoh penyebab :
- ikatan logam (arsenik)
- haloalkil (vinil klorida)
- hidrokarbon “chlorinated” (CCI4)
- aromatik “chlorinated” (PCB, benzen heksaklorida, dioksin,
pestisida).
b) Kriteria diagnostik :
- riwayat adanya penyakit yang disebut di atas (pernah alami
penyakit 1 s/d 3)
- tanda/ stigmata sirosis hati
- USG untuk usus yang stigmatanya minimal
c) Tingkat cacat menetap : berat
6) Angiosarkoma
a) Contoh penyebab :
- ikatan logam (arsenik)
- haloalkil (vinil klorida)
b) Kriteria diagnostik :
- riwayat adanya paparan dengan agen
- hepatomegali, nyeri spontan dan nyeri tekan
- asites
- gangguan faal hati
- lesi fokal (SOL) pada USG
c) Tingkat cacat menetap berat
- Berat :
- Kenaikan SGOT dan atau SGPT lebih dari 2 x normal tertinggi
15
8) Sklerosis hepatoportal.
a) Contoh penyebab :
- ikatan logam (arsenik, torium dioksida)
- haloalken (vinil klorida)
b) Kriteria diagnostik :
- adanya kontak dengan agen
- kelainan fisik tidak jelas, dapat timbul manifestasi hipertensi
portal (asistes, edema)
- kelainan histologik khas perlu untuk diagnosis pasti
- gangguan faal hati ringan, tidak khas
Sistem endokrin.
Masalah terpenting dalam sistem ini ditemukan pada fungsi gonad, yaitu
gangguan fungsi reproduksi.
a. Anemia hemolitik
1) Contoh penyebab :
- arsen
- stibine
- trinitrotoluen (TNT)
- naftalen
- timah hitam
- oksigen hiperbarik (lebih-lebih pada G6PD)
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- klinis
- kelelahan umum
16
- sakit kepala difus
- mata : - konjunctiva pucat
- sklera ikterik +/-
- laboratorium :
- Hb ↓
- Rt ↑
- SDM : - sferosit
- fragmented
- basophilic stippling (timah hitam dan arsen)
- Hein’bodies (naftalen dan TNT)
- Kimia darah : bilirubin indirek
- Urin : hemosiderin (+) ↑
3) Tingkat cacat menetap dinilai sesudah fase akut diatasi.
b. Anemia hipoplasia
1) Contoh penyebab : radiasi mengion, benzene, timah hitam
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- klinis :
Gejala umum :
- konstipasi, muntah
- lead line (pada gusi)
- neuritis perifer
- pucat
- hematologi :
- Hb
- SDM : - basophilic stippling
- normokrom, normositer
- Kimia darah : kadar timah dalam darah > 40 Ug/ dl
3) Tingkat cacat menetap : dinilai setelah fase akut diatasi
c. Methemoglobinemia
1) Contoh penyebab :
- aniline dyes
- aromatic amine
- senyawa nitro substituted benzene
- organic/inorganic nitrit/nitrat
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- klinis : sianosis
- laboratorium : - darah warna coklat
- methemoglobin ↑
3) Tingkat cacat menetap : dinilai sesudah fase akut diatasi
d. Trombositopenia
1) Disertai depresi sumsum tulang
a) Contoh penyebab :
- benzene
- pestisida
- radiasi mengion
- arsen
- TNT
b) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- klinis : - ptekia, purpura, ekimosis
- perdarahan mukosa
- laboratorium : trombosit ↓
- aspirasi sumsum tulang : hipoplasia
c) Tingkat cacat menetap dinilai sesudah pengobatan.
17
2) Dengan sumsum tulang normal
a) Contoh penyebab : oksigen hiperbarik (scuba divers)
b) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- klinis : seperti pada trombositopenia yang disertai depresi
sumsum tulang
- laboratorium : trombosit ↓
- aspirasi sumsum tulang: normal atau megakariosit ↑
c) Tingkat cacat menetap : dinilai sesudah pengobatan
e. Anemia aplasi
1) Contoh penyebab :
- benzene
- arsen
- pestisida
- TNT
- Radiasi
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- klinis :
- kelelahan umum
- pucat
- sering infeksi
- perdarahan mukosa
- ptekia, purpura, ekimosis
- laboratorium :
- HB ↓ , Rt ↑
- Lekosit ↓
- Trombosit ↓
- Aspirasi sumsum tulang : hypoplasia
3) Tingkat cacat menetap :
- ringan : HB : 10 – 12 gr%
L : 3.000 – 4.000
Tr : 80 – 140.000
- sedang : Hb : 7,5 – 9,9 gr%
L : 1500 – 2900
Tr : 30.000 – 79.000
- berat : Hb : < 7,49
L : < 1500
Tr : < 30.000
f. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
1) Contoh penyebab :
- benzene
- radiasi
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- klinis :
- pucat
- urin : coklat kehitam-hitaman
- sering nyeri pada abdomen
- laboratorium : Hb ↓
3) Tingkat cacat menetap :
- ringan : Hb : 10 – 12 gr%
- sedang : Hb : 7,5 – 9,9 gr%
- berat : Hb : < 7,4%
g. Leukemia akut
1) Contoh penyebab
- benzene
- etilen
18
- pestisida
- arsen
- TNT
- Radiasi
2) Kriteria diagnostik :
- ada kontak dengan agen
- klinis :
- kelelahan umum
- sering infeksi
- perdarahan mukosa
- pucat
- ptekia, purpura, ekimosis
- hepatosplenomegali
- laboratorium :
- HB
- Leukosit ↑
- Trombosit
- Sel blas (+)
- Aspirasi sumsum tulang : sel blas > 30%
3) Tingkat cacat menetap : dinilai sesudah pengobatan (sedang sampai
berat)
19
- laboratorium :
- Hb ↓
- Leukosit ↑
- Trombosit N / ↓
- Aspirasi sumsum tulang : sel blas (+)
3) Tingkat cacat menetap :
- ringan : - HB, 10 – 12 g%
- leukosit < 100.000
- trombosit normal
- sel blas 1 – 5%
a. Fenomena Raynaud :
- vibration white finger
- akroosteolisis
1) Contoh penyebab :
- trauma vibrasi
- vinil klorida
2) Kriteria diagnostik :
- pemaparan terhadap pekerjaan atau alat tersebut, beberapa bulan
hingga lebih dari 20 tahun
- gejala prodromal : parastesia, anestesia, ujung jari pucat
- radiologi : adanya ostreoporis falang distal/ perubahan-perubahan
kistik kecil
2) Kriteria diagnostik :
- karakteristik parastesia, nyeri, lemah pada jari-jari menurut distribusi
N. medianus distal
- gejala khas tadi memburuk malam hari ataupun sesudah fleksi yang
lama misal : pengemudi mobil
- hilangnya rasa raba permukaan tangan sebelah medial
- kelemahan tenar/atrofi
- kesemutan dari pergelangan ke bawah
20
- EMG, hubungan dengan kerja dinilai secara hati-hati, penggunaan
tangan, posisi tangan & sering atau beratnya kekuatan atau tekanan
pada pergelangan tangan atau vibrasi.
- Gejala berkurang sesudah istirahat kerja
3) Wrist drop
a) Contoh penyebab :
- N. radialis oleh tekanan langsung pada humerus posterior
- Mengangkat barang berat yang terus menerus atau menggunakan
ban kompresif yang dipakai terus menerus
b) Kriteria diagnostik :
- riwayat adanya paparan dengan agen
- kompresi plexus Brachialis dan arteri Brachialis
- insuffisiensi intermitten neurovasculer lengan.
5) Ischialgia
a) Contoh penyebab : kompresi eksternal saraf ischiadicus oleh karena
duduk yang lama atau duduk pada tempat yang sempit.
b) Kriteria diagnostik : gejala sama dengan akibat penyakit discus
intervertebrata lumbalis.
a) Contoh penyebab :
– Kompresi saraf sensoris
– Trauma pada pelvis oleh tempat duduk ataupun oleh sabuk yang
digunakan.
– Tarikan atau gerakan-gerakan tubuh maupun tungkai bawah
pada posisi tertentu yang berlebihan.
21
7) Foot Drop
2) Kriteria diagnostik :
Kelainan radiologi yang jelas disertai pemeriksaan fisik :
- Lokasi sesuai dengan pekerjaan (hanya beberapa sendi)
- Telah melakukannya sedikit-dikitnya 10 th dengan gerakan berulang
dari sendi yang terkena.
- Struktur kontra-lateral tidak kena kecuali pengunaan secara simetris.
e. Tendinitis
1) Contoh penyebab :
– Inflamasi bursa, tendo, ligamen ataupun jaringan sekitar sendi
lainnya
– Gerakan yang berulang atau trauma langsung.
2) Kriteria diagnostik :
– Nyeri setempat atau bengkak. Nyeri terutama pada gerakan tertentu
yang diberi perlawanan (tahanan) misal : epicondilitis di samping
nyeri setempat juga pronasi yang ditahan.
– Radiologi menyingkirkan kelainan pada sendi atau tulang
– Jelas pekerjaannya mengenai gerakan berulang atau keras pada
sendi tersebut.
– Perlu disingkirkan faktor bukan pekerjaan (Gout, RA, GO)
f. Kontraktur Dupuytren's
1) Contoh penyebab :
– Adanya proliferasi noduler jaringan fibrosa pada fascia palmaris
– disangka ada kaitannya dengan trauma pekerjaan yang berulang
– sekarang diragukan benar tidaknya pengaruh kerja dan trauma
2) Kriteria diagnostik :
– Gejala dan tanda jelas
– Menimbulkan fleksi jari-jari yang menetap dan progresif
– Singkirkan penyebab lain.
22
g. Nyeri pinggang bawah
1) Contoh penyebab :
– Sering menyebabkan cacat temporer
– Ada kaitannya kerja mengangkat ataupun mengerjakan & mengepak
barang
– Walaupun pekerjaan apapun sering menunjukkan hampir sama
terjadinya kelainan ini.
2) Kriteria diagnostik :
– Osteofit maupun penyempitan diskus (radiologi)
– Perlu disingkirkan adanya infeksi atau penyakit tulang, saraf,
vaskuler dan lain-lain.
– Kecenderungan eksaserbasi pada waktu bekerja.
1) Contoh penyebab :
– Penyelam atau pekerja di bawah air lainnya mempunyai risiko
meningkat terutama mengenai tulang panjang.
– Ada kaitannya dengan obstruksi vaskuler oleh gelembung nitrogen
atau oleh karena dekompresi yang terlalu cepat mengakibatkan
ischemia dan infark tulang.
2) Kriteria diagnostik :
– Radiografi dan/atau radionuklir
– Genu, coxae, bahu, dengan mulainya pelan-pelan berbulan-bulan
dan berulang-ulang.
i. Kelainan kolagen
1) Skleroderma
a) Contoh penyebab :
– Pelarut hidrokarbon aromatik
– Debu silikon
– Debu karbon (batu bara).
b) Kriteria diagnostik :
– Kecenderungan pada penderita pneumokoniosis dan silikosis
– Kriteria diagnostik sama dengan skleroderma sebab lain.
2) Akroosteolitis
a) Contoh penyebab : vinyl clorida monomer
b) Kriteria diagnostik :
– Kontak dengan vynil chlorida monomer
– Waktu laten kurang dari 2 tahun
– Hiperglobulinemia
– Tes fungsi hati terganggu
– Biopsi : - kulit
- pembuluh darah
j. Gout sekunder
1) Contoh penyebab :
– Timah hitam (Pb)
– Berilium
2) Kriteria diagnostik :
– Pemaparan sedikitnya 10 - 20 tahun
– Klinis sama seperti Gout Primer
– Gangguan fungsi organ (hati, ginjal, otak)
– Kadar Pb dalam darah tinggi.
23
k. Gangguan tulang metabolik
1) Fluorosis
a) Penyebab : fluor
b) Kriteria diagnostik :
– Kontak kronik (beberapa tahun) dengan fluorida pada tulang dan
jaringan
– Mobilitas tulang punggung berkurang
– Radiologis :
- bentuk tulang berubah, ligamen dan tendon mengalami
kalsifikasi
- osteosklerosis dan kalsifikasi pelvis dan ligamen spinal
– laboratorium :
- kadar fluor di urine 24 jam, > 1,5 Ng/dl kreatinin
- kadar fluor di darah
- biopsi tulang.
1) Akut difus
a) Contoh penyebab :
– Uap logam
– Pestisida
– Pelarut kimia
b) Kriteria diagnostik :
– Nyeri difus akut
– Myalgia difus
2) Kronik difus
a) Artralgia Pb
(1) Penyebab : timah hitam inorganik
(2) Kriteria diagnostik :
– Kontak kronik
– Myalgia difus kronik
– Terkena sendi besar
– Gejala tidak khas, ada gejala umum akibat keracunan Pb.
– Kadar timah hitam > 40 Ug/dl
b) Fluorosis sistemik
(1) Penyebab : fluor
(2) Kriteria diagnostik :
– Biopsi tulang
– Kadar fluor dalam darah.
24
Penyakit kelainan otot dan kerangka akibat kerja, penentuan tingkat cacat
menetap dengan menggunakan kriteria tingkat cacat pada orthopaedi.
GANGGUAN FUNGSI
2. Stabilitas sendi
a. Ringan : Sendi masih dapat digunakan dengan sedikit gangguan
b. Sedang : Sendi sukar digunakan/terbatas
c. Berat : Sendi sangat sukar digunakan/sangat terbatas
3. Deviasi/Malformasi
a. Ringan : Sedikit menimbulkan kesukaran
b. Sedang : Menyukarkan gerakan sendi
c. Berat : Sangat terbatas dalam gerakan sendi/tak dapat digunakan
- Bahu − Coxae
- Siku − Genu
- Pergelangan − Subtarsal
- MCP (Metacarpo Phalangeal) − Tarso - Metatarsal
- PIP (Proximal Inter Phalangeal) − MTP (Metatarso Phalangeal)
- DIP (Distal Inter Phalangeal)
a. Hepatitis B/C
1. Penyebab : virus hepatitis B/C
2. Kriteria diagnostik :
– Adanya riwayat kontak dengan cairan tubuh penderita (petugas kesehatan,
laboratorium, kebersihan), demam/sindroma flu (tak selalu), rasa kelemahan umum,
cepat lelah, mual, intoleransi lemak, urin berwarna coklat tua (teh), konjungtiva
ikterik, hepatomegali.
25
b. Tuberkulosis
1. Penyebab : Mycobacterium tuberculosis
2. Kriteria diagnostik :
– Ada kontak dengan droplet (petugas kesehatan, laboratorium), batuk-batuk, demam
tak tinggi, hemoptoe, berat badan↓.Paru: ronchi basah, efusi pleura, CNS :
meningitis dll.
– Laboratorium : ditemukan kuman Mycobacterium tubercolusis,
– Pemeriksaan Radiologis.
3. Tingkat kecacatan : dinilai setelah terapi.
BIDANG PSIKIATRI
I. BATASAN
Psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa adalah cabang dari ilmu kedokteran yang menangani
sebab-musabab (patogenesis), diagnosis, prevensi, terapi dan rehabilitasi gangguan
jiwa serta promosi kesehatan jiwa (Maramis, 1980). Psikiatri industri atau psikiatri
okupasional berkaitan dengan prevensi, diagnosis, terapi dan rehabilitasi di tempat kerja
Penyakit akibat kerja dan cacat akibat kecelakaan kerja di bidang psikiatri adalah
gangguan jiwa yang bersifat sementara maupun menetap, yang berhubungan dengan
pekerjaan.
B. Gangguan jiwa yang paling banyak terkait dengan kondisi kerja menurut ICD - 10
adalah :
1. Gangguan Neurotik
2. Gangguan Somatoform
3. Gangguan yang berkaitan dengan Stress
C. Gangguan jiwa yang kadang-kadang terkait dengan kondisi kerja menurut ICD - 10
adalah :
1. F00-F09 : 1. Gangguan Organik, termasuk Gangguan Mental
Simptomatik : Demensia dan Delirium
2. Anxietas, Depresi dan Gangguan Kepribadian Akibat Zat
Toksik.
2. F10-F19 : Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif.
3. F30-F39 : Gangguan Suasana Perasaan (Mood)
4. F50-F59 : Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan
Fisiologik dan Faktor Fisik : Disfungsi Seksual, Gangguan
Makan dan Tidur yang Berkaitan dengan pekerjaan.
26
D. Gangguan jiwa yang mengakibatkan cacat mental
1. Skizofrenia
2. Gangguan Paranoid
3. Psikosis Organik
II. DIAGNOSIS
Diagnosis psikiatri didasarkan atas gejala-gejala yang diperoleh atas dasar wawancara
psikiatrik dan pengamatan (observasi) klinik. Kemudian gejala-gejala tersebut disusun
menurut kriteria diagnostik yang sudah dibakukan dalam Pedoman Penggolongan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia.
Gangguan jiwa biasanya terjadi melalui suatu proses perjalanan penyakit yang panjang.
Gangguan ini dilandasi oleh faktor-faktor dasar (predisposing factors) dan dibangkitkan
oleh faktor pencetus (precipitating factor). Faktor dasar sudah ada sejak awal
perkembangan kepribadian seseorang. Individu tersebut telah memiliki kondisi-kondisi
tertentu yang diperolehnya melalui proses genetik (herediter, keturunan), atau kondisi
yang telah ada pada saat itu, yaitu proses konstitusional. Kondisi awal ini berkembang,
baik melalui proses maturasi (pematangan) akibat bertambahnya usia, maupun akibat
pengaruh lingkungan. Faktor herediter, organobiologik, konstitusional dan psikososial
dapat berkembang menjadi kekuatan dan kelemahan pada individu tersebut. Apabila
mendapat pencetus yang berat dan tepat (spesifik), jatuhlah orang tersebut dalam
keadaan terganggu jiwanya. Pencetus tersebut misalnya adalah stresor dalam
pekerjaan.
Kesulitan untuk menentukan adanya hubungan kausalistas antara gangguan jiwa dan
kondisi kerja adalah karena hakikat gangguan jiwa yang multi-kasual dan multifaktorial.
Lain halnya dengan gangguan mental organik seperti demensia, delirium dan epilepsi
yang dapat secara kausal dihubungkan dengan akibat kerja yang bersifat fisik seperti
cedera kepala dan intoksikasi otak.
Dalam psikiatri, penyebab umum gangguan jiwa terdiri dari faktor organobiologik
misalnya faktor hereditas dan lingkungan yang mempengaruhi tubuh, faktor psikologis
terutama dari pengalaman belajar dari lingkungan, terutama hubungan interpersonal,
dan faktor sosio-kultural yang dipengaruhi oleh masyarakat dan budaya yang ia hidup di
dalamnya. Manusia bereaksi secara holistik (keseluruhan) yaitu secara somato-
psikososial, sehingga yang sakit dan menderita adalah manusia seutuhnya.
Perlu ditentukan seberapa jauh hubungan antara akibat kerja sebagai kausa dan
gangguan jiwa sebagai akibatnya. Kadang-kadang faktor predisposisinya terlalu kuat,
misalnya Skizofrenia dan Psikosis Afektif yang bersifat endogen, artinya memang telah
terdapat kelainan neurotransmiter di dalam otak seperti dopamin dan serotonin.
Gangguan jiwa tersebut akan timbul walaupun faktor pencetusnya tidak spesifik,
misalnya setelah giginya dicabut, dimarahi oleh atasan atau tidak dinaikkan pangkatnya.
Dengan demikian keterkaitan dengan kondisi kerja sangat lemah. Berbeda dengan
gangguan jiwa yang dikelompokkan dalam Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform,
dan Gangguan yang Berhubungan dengan Stres (di tempat) kerja dapat lebih mudah
ditentukan.
Telah terbukti secara empiris bahwa untuk timbulnya gangguan jiwa kelompok ini
memerlukan waktu sedikitnya enam bulan. Misalnya seorang pekerja yang menderita
Fobia untuk naik helikopter ke lepas pantai. Depresi Reaktif setelah merasa
pekerjaannya tidak cocok dengan yang dijanjikan atau gangguan Stres Pasca-trauma
setelah mendapat kecelakaan kerja.
Gangguan jiwa atau kondisi kejiwaan yang dianggap khas akibat kerja ialah gangguan
jiwa ringan seperti anxietas dan depresi akibat stres yang tak dapat ditanggulangi,
gangguan psikosomatik, kecelakaan kerja, absenteisme, lesu kerja (burn-out), histeria
massal (mass hysteria atau behavioral contagion), writer's cramp dan sebagainya.
27
Ditentukan melalui pemeriksaan :
A. Anamnesis
1. Identitas : nama, umur, gender
2. Riwayat :
a. Perkembangan kepribadian
b. Pendidikan
c. Penyakit dalam keluarga
3. Riwayat penyakit :
a. Timbul mendadak atau pelan-pelan
b. Apakah pernah menderita gejala semacam ini sebelumnya
c. Adakah stresor psiko-sosial
4. Riwayat pekerjaan :
a. Hubungan dengan stres
b. Hubungan dengan kelainan organik pada susunan saraf-pusat akibat
pekerjaan (pada gangguan psikosis organik)
1. Penampilan umum :
a. Kesadaran
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor
c. Pembicaraan
d. Sikap
2. Keadaan afektif :
a. Perasaan dasar
b. Ekspresi afektif
c. Empati
3. Fungsi kognitif
a. Daya ingat
b. Daya konsentrasi
c. Orientasi
d. Kemampuan menolong diri sendiri
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan rontgen
3. Pemeriksaan psikologik, laporan social worker
1. Pasien telah bekerja selama minimal 6 (enam) bulan. Hal ini untuk menghindari
kemungkinan bahwa gangguan psikiatrik diakibatkan oleh stress atau kausa
sebelum bekerja.
28
2. Didapatkan faktor pencetus yang objektif pada tempat kerja yang dinyatakan
tidak hanya oleh pasien tersebut.
Penilaian tingkat cacat penyakit akibat kerja bidang psikiatrik diberikan apabila :
Menurut perjalanan penyakit, gangguan jiwa dapat menimbulkan cacat mental(mental
disability) misalnya pada gangguan mental organik, skizofrenia, neurosis berat,
gangguan kepribadian dan ketergantungan zat. Hal ini dapat ditentukan apabila
gangguan jiwa tersebut masih terdapat gejala sisa sehingga merupakan hendaya dalam
fungsi sosial dan pekerjaan.
American Medical Association pada tahun 1985 menerbitkan Guides to the Evaluation
of Permanent Impairment.
Sedangkan Pemerintah Federal Amerika Serikat (1980) mendefinisikan disabilitas
sebagai ketidakmampuan untuk berperan dalam setiap aktivitas substansial karena
sebab medik yang ditentukan oleh hendaya mental yang berlangsung terus menerus
lebih dari 12 bulan.
Pedoman yang diterbitkan oleh American Medical Association tersebut mempunyai lima
asas, yaitu :
1. Asas I :
Dalam menentukan hendaya yang diakibatkan oleh gangguan mental dan fisik,
kriteria empirik harus dilaksanakan secara tepat. Penilaian perlu diperhatikan tiga
faktor yaitu derajat hendaya, derajat disabilitas dan derajat kecacatannya.
Pada gangguan jiwa, hendaya dapat ditujukan sebagai kehilangan fungsi penting
yang disebabkan oleh gangguan mental organik, gangguan fungsi pikir atau
gangguan afektif.
Disabilitas merujuk pada taraf fungsi sosial dan pekerjaan yang telah diubah oleh
hendaya , misalnya seseorang dapat tidak mampu melaksanakan pekerjaan yang
normal karena pikiran yang menetap, atau tidak mampu berhubungan secara
produktif terhadap teman sekerjanya karena anxietas atau persepsi yang salah
terhadap tindakannya.
29
defisit yang khas seperti gangguan pikiran dengan interpretasi salah terhadap
realitas. Derajat kecacatan sosial atau pekerjaan sebagian ditentukan oleh reaksi
individu terhadap hendaya.
2. Asas II
Diagnosis adalah diantara faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menilai
parahnya dan lamanya hendaya, untuk kriteria diagnostik dan deskriptif, penilaian
harus menggunakan Diagnostic dan Statistical Manual of Mental Disorders dari
American Pshychiatric Association, Edisi ke empat (DSM-IV). Karena DSM-IV telah
diterbitkan pada tahun 1994, maka evaluasi multiaksialnya sudah berubah. Evaluasi
multiaksial tersebut juga sudah diresmikan oleh Depkes RI pada tahun 1995 melalui
buku Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(Suplemen PPDGJ-III), sebagai berikut :
Aksis I : Depresi
Aksis II : Gangguan kepribadian Organik
Aksis III : Post-contusio cerebri
Epilepsi
Aksis IV : Problem pekerjaan
Problem yang berkaitan dengan lingkungan sosial
Aksis V : Skala GAF (Global Assessment of Functioning Scale) = 41 - 50 :
Gejala berat, hendaya berat.
Dari semua aksis yang banyak terkait dengan cacat karena kecelakaan kerja
adalah aksis V, karena Aksis V digunakan untuk melaporkan penilaian klinik
terhadap taraf seseorang secara menyeluruh. Informasi ini berguna dalam
perencanaan terapi dan pengukuran hasilnya, memprediksi hasil terapi dan taraf
pemulihan, serta derajat kecacatan mentalnya. Pada kondisi tertentu, mungkin
bermanfaat untuk menilai disabilitas sosial dan okupasional.
3. Asas III
Dalam hal terdapat ketidaksamaan pada evaluasi terhadap sistem organ yang lain,
faktor-faktor yang berkaitan dengan situasi keluarga, pendidikan keuangan dan
sosial hendaknya diperhatikan, demikian pula taraf fungsi seseorang.
Evaluasi perlu dilakukan terhadap fungsi yang sekarang dan masa lampau, dan
potensi untuk fungsi yang akan datang. Hal ini meliputi perawatan diri, tanggung
jawab terhadap anggota keluarga yang lain dan rumah tangga, serta tanggung
jawab terhadap masyarakat.
Fungsi pekerjaan pasien yang sekarang harus ditentukan, ketrampilan apa yang
masih utuh, dan keterbatasan apa yang terjadi. Misalnya apakah orang tersebut
dapat bekerja kembali pada taraf yang lebih rendah daripada sebelum sakit.
30
Pemeriksaan status mental merupakan hal yang utama terhadap evaluasi
menyeluruh, atau membantu untuk menentukan derajat defisit yang mempengaruhi
cacat kerja dalam taraf berat, sedang atau tidak ada sama sekali. Penilaian juga
harus menentukan derajat dan kemungkinan lamanya hendaya, sebagian atau
seluruh, merupakan problem jangka pendek atau panjang, dan apakah akan makin
memburuk.
4. Asas IV
Karakter (kepribadian) dan sistem nilai dari seseorang merupakan faktor yang
penting dalam perjalanan gangguan jiwa fisik. Motivasi untuk sembuh merupakan
faktor utama untuk prognosisnya.
Untuk beberapa orang, motivasi yang kurang merupakan suatu penyebab utama
untuk berlanjutnya malfungsi. Kepribadian seseorang dapat pula merupakan faktor
dominan dalam memperoleh keuntungan pada rehabilitasi.
5. Asas V
Suatu tinjauan yang berkali-kali harus dilaksanakan terhadap metode terapi dan
rehabilitasi. Keputusan akhir belum boleh diambil hingga seluruh riwayat penyakit,
fase terapi dan rehabilitasi, status mental, fisik dan perilaku yang sekarang terus
diperhatikan.
Penilaian yang penting adalah terhadap derajat keterbatasan kerja yang diderita
oleh seseorang, yang dapat mulai dari minimal hingga menyeluruh. Rehabilitasi
merupakan hal yang mutlak untuk dilaksanakan dalam pengobatan pasien yang
telah sembuh dari fase akut pada gangguan jiwa, terutama gangguan jiwa yang
berat. Dengan upaya rehabilitasi yang tepat, jarang didapati hendaya total yang
permanen, kecuali pada pasien dengan penyakit organik. Terdapat berbagai
derajat hendaya, dan rehabilitasi total dapat dimungkinkan. Sebagai contoh
kedokteran fisik, tungkai yang diamputasi dapat diganti dengan tungkai palsu, yang
diharapkan dapat berjalan kembali walaupun tidak seperti semula.
Analog dengan kehilangan tungkai adalah kehilangan kemampuan sebagai akibat
dari gangguan jiwa. Hendaya yang tersisa dari gangguan jiwa berat, dapat seperti
hendaya berat sebagai akibat dari penyakit fisik atau kecelakaan. Hubungan antara
motivasi dan pemulihan memerlukan pengamatan pada orang-orang yang
menderita penyakit fisik dan gangguan jiwa, dan hal ini merupakan tugas dari
psikiatri rehabilitasi.
Dengan mempertimbangkan latar belakang seseorang dan kepribadian serta sistem
nilainya, taraf pendidikan dan sumber keuangan keluarga perlu diperhatikan.
Metode untuk penilaian hendaya psikiatrik dapat dilihat pada Tabel I, Tabel ini
digunakan apabila telah dilakukan keputusan klinik yang cermat, setelah semua
faktor diagnosis, klinik, terapi dan rehabilitasi telah dilaksanakan. Suatu contoh
kasus yang memberikan derajat menyeluruh dari seorang pasien setelah dievaluasi
menurut status mental seperti pada Tabel II.
31
Tabel I. Evaluasi Hendaya Psikiatrik
Derajat 1 2 3 4 5
Hendaya
2. Daya fikir Tak ada defisit Defisit ringan Defisit sedang Defisit sedang- Defisit berat
berat
3. Persepsi Tak ada defisit Defisit ringan Defisit sedang Defisit sedang- Defisit berat
berat
4. Daya nilai Tak ada defisit Defisit ringan Defisit sedang Defisit sedang- Defisit berat
berat
Kemampuan Mandiri Perlu sedikit Perlu bantuan Perlu bantuan Tidak dapat
bantuan teratur besar dibantu
Potensi Baik sekali Baik Baik untuk Kondisi statis Kondisi akan
pemulihan lebih buruk
parsial
Setatus Mental
1. Intelegensi Normal 1
Aktivitas Mandiri
kehidupan sehari- 1
hari
B. Terdapat cacat psikiatrik yang menyebabkan pekerja sama sekali tidak mampu bekerja.
32
BIDANG PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROK (THT)
I. BATASAN
Penyakit akibat kerja bidang Telinga, Hidung, dan Tenggorok adalah penyakit atau
kelainan pada telinga, hidung dan tenggorok akibat pemaparan faktor-faktor risiko di
tempat kerja
II. DIAGNOSIS
d. Riwayat pekerjaan :
1) Apakah pernah atau sedang bekerja di tempat yang bising, apakah
pernah ada ledakan keras dekat telinga ?
2) Apakah menggunakan alat pelindung telinga ? kalau ya jenis apa ?
3) Selama bekerja, apakah dilakukan pemeriksaan berkala, khususnya
pendengaran ?
4) Lama bekerja di tempat bising perhari kerja dan lamanya masa kerja
.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan pemeriksaan THT lengkap
b. Pemeriksaan telinga bagian luar yang mencakup :
– Liang telinga, apakah ada serumen, sekret, perdarahan
– Membran timpani, apakah ada tanda-tanda peradangan Otitis Media Akut
(OMA), Otitis Media Efusi (OME), Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).
c. Pemeriksaan keseimbangan dengan cara :
– Pemeriksaan keseimbangan sederhana seperti : Tes Romberg, Stepping,
Nudge, Past pointing dan tes tunjuk hidung.
– Tes posisi dan tes Perasat Hallpike
– Tes posturografi (keseimbangan postural)
– Tes kalori menggunakan elektro nistagmografi (ENG)
33
d. Pemeriksaan pendengaran untuk menentukan :
– Apakah ada kesulitan ?
– Apakah jenis kesulitan ?
Cara : - tes berbisik jarak 6 meter
- tes garpu tala
- tes audiometrik
e. Pemeriksaan laboratorium
f. Pemeriksaan audiometri, dengan persiapan optimal terhadap individu dan
tempat (16 – 36 jam bebas pajanan bising).
GANGGUAN KESEIMBANGAN
1. anamnesis :
Batasan :
Gangguan pada mukosa hidung yang dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan
tekanan udara serta polusi.
34
Rongga hidung merupakan lapisan pertama bagi udara yang diisap dari lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi mukosa hidung ialah suhu udara, kelembaban udara,
tekanan udara serta polusi. Polusi udara sering kali terjadi dan mempunyai dampak
negatif terhadap mukosa hidung, sehingga insidens rinosinusitis dan alergi
meningkat oleh pemaparan asap, seperti asap rokok. Selain itu akibat iritasi bahan
industri dapat menyebabkan penyakit kanker.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Pemeriksaan THT lengkap
c. Pemeriksaan hidung dan penciuman :
Rinoskopi anterior :
- Dilihat keadaan mukosa , konka : edema, hipertrofi, hiperemis atau livide
- Apakah ada polip atau sekret di meatus medius
- Kelainan sinus paranasal
d. Pemeriksaan penciuman secara subyektif
Kehilangan penciuman disebut anosmia
Pemeriksaan penciuman secara subyektif, dipakai 2 zat yaitu:
- amonia, selain merangsang alat penciuman, juga merangsang
N.Trigeminus
- Kopi, hanya merangsang alat penciuman, Cara pemeriksaan penderita
diminta untuk menyebutkan nama zat yang diciumkan pada penderita
dengan mata tertutup.
Perlu diingat adanya malingering
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Sekret hidung dan darah tepi , biasanya jumlah eosinofil meningkat dan
konsentrasi lgE total meningkat pada alergi.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan dengan alergen yang terdapat di tempat kerja (pabrik)
c. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan dengan posisi Waters dan lateral untuk melihat keadaan sinus
paranasal.
d. Pemeriksaan Histopatologik
e. Bila ditemukan jaringan yang mencurigakan pada mukosa hidung maka
dilakukan usapan mukosa hidung untuk pemeriksaan sitologi dan diambil
jaringan dengan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Hal ini dilakukan
pada industri seperti tempat produksi nikel, krom, pembuat sepatu dan
tukang kayu/mebel, karena berdasarkan kepustakaan, lingkungan tersebut
bersifat karsinogen. Bahan karsinogen dapat menyebabkan displasia epitel
mukosa hidung yang merupakan keadaan prekanker.
35
Diagnosis Rinitis Alergi akibat kerja :
C. TENGGOROK
1. Anamnesis
a. umur
b. Riwayat penyakit keluarga
c. Riwayat penyakit :
1) Apakah ada gangguan menelan ?
2) Apakah ada sakit tenggorok ?
3) Apakah ada suara parau ?
4) Apakah ada gangguan pernapasan ?
d. Riwayat pekerjaan :
1) Apakah ada trauma (mekanis, kimia) di daerah leher ?
2) Apakah bekerja di tempat kerja dengan risiko faktor kimia?
kalau ya : - apa saja
- sudah berapa lama
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan pemeriksaan THT lengkap
b. Pemeriksaan tenggorok secara khusus :
1) Inspeksi
Apakah ada tanda cidera
- Bengkak/kemerahan
- Perdarahan atau luka pada selaput lendir
2) Palpasi
Apakah ada krepitasi pada struktur laring dan trakea ?
3) Pemeriksaan laring tidak langsung dengan kaca tenggorok
3. Pemeriksaan penunjang
Radiologik : foto jaringan lunak leher
.
Cidera laring atau trakea dapat berupa cedera tumpul atau tajam akibat luka
sayat, luka tusuk dan luka tembak. Cedera tumpul pada daerah leher selain dapat
menghancurkan struktur laring juga dapat menyebabkan cedera pada jaringan lunak
seperti otot, saraf, pembuluh darah dll. Hal ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-
hari seperti leher terbentur alat-alat kerja. Cedera dapat ringan, hanya terdapat
edema atau laserasi mukosa saja. Pada cedera berat, tulang rawan laring dan
trakea hancur serta sebagian jaringan hilang. Selain itu dapat ditemukan luka
terbuka atau luka tertutup.
36
Boyes membagi cedera laring dan trakea berdasarkan beratnya kerusakan yang
timbul, dalam 3 golongan :
1. Cidera dengan kelainan mukosa saja, berupa edema, hematoma, emfisema
submukosa, luka tusuk atau sayat tanpa kerusakan tulang rawan.
2. Cidera yang mengakibatkan tulang rawan hancur.
3. Cidera yang mengakibatkan sebagian jaringan hilang.
Pembagian ini erat hubungannya dengan prognosis fungsi primer laring dan trakea,
yaitu sebagai saluran napas yang adekuat.
Penegakan Diagnosis
1. Gejala
Suara parau, rasa nyeri di daerah yang terkena cedera. Pada keadaan yang
berat terdapat sesak napas dan sianosis. Pada luka terbuka terdapat
perdarahan.
2. Pemeriksaan
2.1. Inspeksi : Melihat daerah yang terkena cedera, bengkak dan kemerahan,
perdarahan ringan atau berat.
2.2. Palpasi : Meraba struktur laring dan trakea, adakah krepitasi
2.3. Pemeriksaan laring tak langsung dengan kaca tenggorok. Kadang-kadang
sukar untuk menentukan kelainan.
2.4. Pemeriksaan laring langsung: dapat dilihat kelainan di laring berupa edema,
Hiperemis dan perdarahan.
2.5. Pemeriksaan Radiologik : foto jaringan lunak leher.
Prognosis :
1. Pada luka terbuka, dengan melakukan penjahitan luka akan dapat sembuh
sempurna.
2. Pada kerusakan tulang rawan serta mukosa laring dan trakea mungkin terdapat
gejala sisa :
2.1. Suara tetap parau
2.2. Tidak dapat bernafas melalui laring, sehingga harus dilakukan
trakeostomi permanen.
E. CIDERA KEPALA
Pemeriksaan
37
5.3. Pemeriksaan yang lebih canggih ialah dengan melakukan pemeriksaan
elektronistagmosgrafi (ENG).
6. Pemeriksaan gerak otot wajah, untuk memeriksa adanya kelumpuhan nervus
fasial perifer atau sentral. Penderita diminta untuk menutup mata,
mengernyitkan dahi, menggelembungkan pipi dan lain-lain. Dilihat apakah
simetris atau tidak.
F. OESOFAGITIS KOROSIF
Kecelakaan karena terminum zat korosif di suatu industri yang menggunakan zat
korosif besar kemungkinan terjadi.
Keluhan dan gejala yang timbul sebagai akibat tertelannya zat korosif tergantung
pada jenis zat korosif (basa kuat, asam kuat atau zat organik). Konsentrasi zat
korosif (zat dengan konsentrasi tinggi menyebabkan kerusakan yang lebih hebat),
volume yang tertelan, serta lama zat korosif melalui saluran cerna (kerusakan oleh
benda padat lebih berat dibandingkan dengan zat cair).
Diagnosis
1. Anamnesis : rasa terbakar di mulut dan tenggorok setelah meminum zat korosif.
Keluhan ini dapat lebih berat sampai sama sekali tidak dapat menelan.
2. Pemeriksaan fisik : dapat berbagai tingkat, dari keadaan umum masih baik,
sampai syok.
3. Pemeriksaan radiologik : dilakukan setelah seminggu kejadian, untuk melihat
apakah ada penyempitan esofagus.
4. Esofagoskopi : untuk diagnostik dan terapi dengan melakukan businasi pada
penyempitan esofagus.
Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif tergantung pada jenis
zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya kontak dengan
dinding esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau tidak. Bila
muntah, maka mukosa esofagus dua kali dikenai zat korosif, sehingga kerusakan
lebih berat.
Esofagitis korosif dibagi dalam 5 bentuk klinis berdasarkan beratnya luka bakar
yang ditemukan yaitu :
Berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif dibagi dalam
3 fase, yaitu; fase akut, fase laten (intermediate) dan fase kronik (obstruktif).
38
III. URAIAN CACAT DAN PENILAIAN TINGKAT CACAT
Tingkat cacat :
American Medical Association (AMA) Committee on Medical Rating of Physical
Imparment, menyatakan bahwa cacat total pendengaran, apabila ambang
dengar diatas 92 dB. Jadi ambang tertinggi ialah 93 dB dan batas terendah untuk
tuli ialah 25 dB.
c. Pada pekerja di atas usia 40 tahun, dikurangi 0,5 dB per tahun, tetapi tidak
melebihi 12,5 dB.
39
Contoh :
Telinga kanan : Telinga kiri :
- 500 Hz = 35 cB - 500 Hz = 40 dB
- 1000 Hz = 40 dB - 1000 Hz = 50 dB
- 2000 Hz = 45 dB - 2000 Hz = 50 dB
- 4000 Hz = 60 dB - 4000 Hz = 60 dB
180 dB 200 dB
40
Telinga kanan (lebih baik) = 25,75% x 5 = 128,75%
Telinga kiri (lebih buruk) = 35,25 % x 1 = 35,25 %
Jumlah : 128,75 % + 35,25 % = 164 %
Jumlah ini dibagi 6 : 164 % : 6 = 27,33%.
- Jadi nilai prosentase penurunan pendengaran binaural ialah 27,33% x
40% = 10,93 %.
Contoh : Pasien A.
Telinga kanan Telinga kiri
- 500 Hz = 15 dB - 500 Hz = 30 dB
- 1000 Hz = 25 dB - 1000 Hz = 45 dB
- 2000 Hz = 45 dB - 2000 Hz = 60 dB
- 4000 Hz = 55 dB - 4000 Hz = 85 dB
140 dB 220 dB
Pasien B.
Telinga kanan Telinga kiri
- 500 Hz = 80 dB - 500 Hz = 75 dB
- 1000 Hz = 90 dB - 1000 Hz = 80 dB
- 2000 Hz = 100 dB - 2000 Hz = 90 dB
- 4000 Hz = 100 dB - 4000 Hz = 95 dB
370 dB 340 dB
41
Tabel 1. Monaural Hearing Loss Impairment (%). *
42
Guides to the Evaluation of Permanent Impairment
Worse ear
100 0
105 0.3 1.9
110 0.6 2.2 3.8
115 0.9 2.5 4.1 5.6
120 1.3 2.8 4.4 5.9 7.5
125 1.6 3.1 4.7 6.3 7.8 9.4
130 1.9 3.4 5 6.6 8.1 9.7 11.3
135 2.2 3.8 5.3 6.9 8.4 10 11.6 13.1
140 2.5 4.1 5.6 7.2 8.8 10.3 11.9 13.4 15
145 2.8 4.4 5.9 7.5 9.1 10.6 12.2 13.8 15.3 16.9
150 3.1 4.7 6.3 7.8 9.4 10.9 12.5 14.1 15.6 17.2 18.6
155 3.4 5 6.6 8.1 9.7 11.3 12.8 14.4 15.9 17.5 19.1 20.6
160 3.8 5.3 6.9 8.4 10. 11.6 13.1 14.7 16.3 17.8 19.4 20.9 22.5
165 4.1 5.6 7.2 8.8 10.3 11.9 13.4 15 16.6 18.1 19.7 21.3 22.8 24.4
170 4.4 5.9 7.5 9.1 10.6 12.2 13.8 15.3 16.9 18.4 20 21.6 23.1 24.7 26.3
175 4.7 6.3 7.8 9.4 10.9 12.5 14.1 15.6 17.2 18.8 20.3 21.9 23.4 25 26.6 28.1
180 5 6.6 8.1 9.7 11.3 12.8 14.4 15.9 17.5 19.1 20.6 22.2 23.8 23.8 26.9 28.4 30
185 5.3 6.9 8.4 10 11.6 13.1 14.7 16.3 17.8 19.4 20.9 22.5 24.1 25.6 27.2 28.8 30.3 31.9
190 5.6 7.2 8.8 10.3 11.9 13.4 15 16.6 18.1 19.7 21.3 22.8 24.4 25.9 27.5 29.1 30.6 32.2 33.8
195 5.9 7.5 9.1 10.6 12.2 13.8 15.3 16.9 18.4 20 21.6 23.1 24.7 26.3 27.8 29.4 30.9 32.5 34.1 35.6
200 6.3 7.8 9.4 10.9 12.5 14.1 15.6 17.2 18.8 20.3 21.9 23.4 25 26.6 28.1 29.7 31.3 32.8 34.4 35.9 37.5
205 6.6 8.1 9.7 11.3 12.8 14.4 15.9 17.5 19.1 20.6 22.2 23.6 25.3 26.9 28.4 30 31.5 33.1 34.7 36.3 37.8 39.4
210 6.9 8.4 10 11.6 13.1 14.7 16.3 17.8 19.4 20.9 22.5 24.1 25.6 27.2 28.8 30.3 31.9 33.4 35 36.6 38.1 39.7 41.3
215 7.2 8.8 10.3 11.9 13.4 15 16.6 18.1 19.7 21.3 22.8 24.4 25.9 27.5 29.1 30.6 32.2 33.8 35.3 36.9 38.4 40 41.6 43.1
220 7.5 9.1 10.6 12.2 13.8 15.3 16.9 18.4 20 21.6 23.1 24.7 26.3 27.8 29.4 30.9 32.5 34.1 35.6 37.2 38.8 40.3 41.9 43.4 45
225 7.8 9.4 10.9 12.5 14.1 15.6 17.2 18.8 20.3 21.9 23.4 25 26.6 28.1 29.7 31.3 32.8 34.4 5.9 37.5 39.1 40.6 42.2 43.8 45.3 46.9
230 8.1 9.7 11.3 12.8 14.4 15.9 17.5 19.1 20.6 22.2 23.8 25.3 26.9 28.4 30 31.6 33.1 34.7 36.3 37.8 39.4 40.9 42.5 44.1 45.6 47.2 48.8
235 8.4 10 11.6 13.1 14.7 16.3 17.8 19.4 20.9 22.5 24.1 25.6 27.2 28.8 30.3 31.9 33.4 35 36.6 38.1 39.7 41.3 42.8 44.4 45.9 47.5 49.1
240 8.8 10.3 11.9 13.4 15 16.6 18.1 19.7 21.3 22.8 24.4 25.9 27.5 29.1 30.6 32.2 33.8 35.3 36.9 38.4 40 41.6 43.1 44.7 46.3 47.8 49.4
245 9.1 10.6 12.2 13.8 15.3 16.9 18.4 20 21.6 23.1 24.7 26.3 27.8 29.4 30.9 32.5 34.1 35.6 37.2 38.8 40.3 41.9 43.4 45 46.6 48.1 49.7
250 9.4 10.9 12.5 14.1 15.6 17.2 18.8 20.3 21.9 23.4 25 26.6 28.1 29.7 31.3 32.8 34.4 35.9 37.5 39.1 40.6 42.2 43.8 45.3 46.9 48.4 50
255 9.7 11.3 12.8 14.4 15.9 48.8 50.3
260 10 11.6 13.1 14.7 16.3 49.1 50.6
265 10.3 11.9 13.4 15 16.6 49.4 50.9
270 10.6 12.2 13.8 15.3 16.9 49.7 51.3
275 10.9 12.5 14.1 15.6 17.2
280
285
290
295
300
305
310
315
320
325
330
335
340
345
350
355
360
365
368
Catatan : Tuli saraf penilaiannya sama seperti pada tuli akibat bising. Tuli hantar dan
campuran : tambahnya nilai hantaran udara dan hantaran tulang pada 500,
100, 2000 dan 4000 Hz, kemudian dibagi 8 (delapan). Selanjutnya
perhitungannya sama dengan tuli akibat bising.
Penentuan ganti rugi mengacu lampiran Peraturan Pemerintah No.14 tahun 1993 yang
telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2005.
GANGGUAN KESEIMBANGAN
Evaluasi gangguan keseimbangan sebaiknya dilakukan bila kondisi tubuh telah stabil,
sehingga dapat dilakukan penilaian secara adekuat.
43
3. Persentase gangguan keseimbangan dari seluruh tubuh = 15 - 30 %, bila terdapat
gejala gangguan keseimbangan dengan adanya gejala klinis yang obyektif dan tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan, kecuali aktivitas ringan seperti
berjalan, pekerjaan rumah ringan dan menolong diri sendiri.
4. Persentase gangguan keseimbangan dari seluruh tubuh = 35 - 60%, bila terdapat
gangguan keseimbangan dengan adanya gejala klinis yang obyektif dan tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan, kecuali menolong diri sendiri.
5. Persentase gangguan keseimbangan dari seluruh tubuh = 65 - 95 %, bila terdapat
gejala gangguan keseimbangan dengan adanya gejala klinis yang obyektif, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan dan menjalani perawatan di
rumah.
Penentuan ganti rugi mengacu kepada lampiran Peraturan Pemerintah No.14 tahun
1993 yang disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2005. Ganti rugi
fungsi penciuman sama dengan 10% dari upah.
C. TENGGOROK
44
3. Tidak dapat bernafas melalui laring/trakea, sehingga bernafas melalui lubang
trakeostomi : 40%.
Presentase cacat akibat kerja atau kecelakaan diambil dari buku tentang perubahan
kemampuan daya kerja pekerja di Hongaria :
0 - 40% = sakit akibat kecelakaan
0 - 15% = sakit ringan, kesembuhan dalam waktu singkat dan setelah sembuh
dapat bekerja pada profesi semula.
15 - 40% = sakit berat, kesembuhan dalam waktu lama, setelah sembuh dapat
bekerja pada profesi semula.
40 - 90% = cacat
40 - 67% = cacat sementara akibat kecelakaan, diharapkan akan tetap bekerja
ringan pada profesi lain tanpa mengganggu kesehatannya.
67 - 90% = cacat tetap akibat kecelakaan, tidak dapat bekerja sama sekali, dan
karena itu mempunyai hak pensiun.
D. CIDERA KEPALA
Penilaian cacat :
1. Tuli saraf yang terjadi tidak dapat sembuh. Untuk penilaian cacatnya dihitung seperti
pada tuli akibat bising.
2. Kelainan alat keseimbangan dapat disembuhkan, tetapi pengobatannya lama.
3. Kelumpuhan saraf wajah yang letaknya perifer, bila sarafnya tidak terputus, dapat
disembuhkan dengan jalan operasi apabila dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 2
minggu.
E. ESOFAGITIS KOROSIF
Penilaian Cacat :
Sebagai komplikasi esofagitis korosif ialah terjadinya striktur esofagus. Hanya sebagian
kecil dari striktur esofagus yang dapat disembuhkan dengan businasi. Bila tidak
tertolong, maka dilakukan reseksi esofagus, serta mengganti esofagus dengan kolon,
atau dengan membuat gastrostomi untuk makan penderita. Pada keadaan ini tingkat
cacat 40%.
BIDANG ORTHOPAEDI
I. BATASAN
Orthopaedi adalah suatu spesialisasi yang mencakup investigasi, prevensi, restorasi
dan perkembangan dari bentuk dan fungsi ekstremitas, tulang belakang dan struktur
yang berkaitan secara medikamentosa, pembedahan dan dengan metoda fisik (AAOS
1960).
Sehingga dengan demikian yang dimaksud dengan penyakit orthopaedi adalah penyakit
yang mengenai sistem muskuloskeletal sehingga menimbulkan gangguan fungsi
pergerakan yang kemudian menimbulkan hambatan pada kegiatan si penderita.
Terdapat 3 stadia gangguan kegiatan penderita akibat dari suatu penyakit.
45
3. Stadia 'Handicapped' (tuna)
Stadia keadaan akhir dimana keadaan penyakit dan gejala sesudah menetap dan
disebut cacat menetap (tuna), baik sebagian maupun keseluruhan. Tindakan yang
diperlukan, tujuannya adalah membantu semaksimal mungkin agar si penderita
secara keseluruhan dapat mandiri (independent) dengan bantuan modalitas untuk
mengatasi kecacatan.
Penentuan tingkat kecacatan secara medis sangat penting karena konsekuensinya pada
bidang administrasi, finansial dan sosial dalam menentukan bahwa seseorang tidak lagi
dapat melakukan pekerjaan seperti semula. Karena itu perlu ada keseragaman dan
ketepatan dalam penentuan kecacatan secara medis.
II. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
1. Apa ada trauma ?
2. Apakah penderita tak dapat kerja sama sekali ?
3. Kidal atau kinan ?
4. Sudah berapa lama ?
5. Sudah dapat terapi ?
6. Sejak kapan dapat terapi ?
7. Masih perlu pengobatan rehabilitasi ?
8. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk kembali kerja ?
9. Keadaan tersebut sudah hasil maksimum/stabil (permanen)?
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
2. Pemeriksaan orthopaedik tentang anggota gerak atas, bawah dan tulang
belakang secara keseluruhan dengan dasar pemeriksaan :
– Look (inspeksi)
– Feel (palpasi)
– Move (gerakan aktif dan pasif)
Kelainan yang dapat ditemukan :
– Amputasi
– Kelainan sensorik dan motorik
– Kelainan tonus otot/lingkar (diameter)
– Ukuran panjang atau pendek
– Kekakuan atau kelainan sendi
– Stabilitas dan gerak lingkup sendi
– Kelainan lain seperti: sikatriks, trofi (pertumbuhan), deformitas.
– Kelemahan (manual Muscle Test)
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan rongent minimal dalam 3 proyeksi
Bila perlu dilakukan :
– Proyeksi khusus untuk daerah tertentu
– Tomografi
– Kontras (arthrografi, mielografi, arteriografi)
– CT scan/scintigrafi
– M.R.I (Magnetic Resonance Imaging) / N.M.R (Nuclear Magnetic
Resonance)
b. Ultrasonografi (U.S.G)
c. Pemeriksaan neurologik
Dengan pemeriksaan EMG (Elektromyography) untuk menyatakan apakah
gangguan fungsi akibat neurogical deficit, saraf perifer, neuro
muscularfunction atau otot.
46
C. Penyakit pada Ortopaedi
1. Trauma
Trauma pada muskuloskeletal dapat menimbulkan penyakit/kerusakan fungsi
akibat kecelakaan kerja :
a. kerusakan/perlukaan jaringan lunak
b. kerusakan tulang (patah/fraktur)
c. kerusakan persendian (merupakan kombinasi 1&2)
a. Jaringan lunak
- gangguan pada sirkulasi (peredaran darah) dan perdarahan
- gangguan pada persyarafan tepi (peripheral nerve)
- kerusakan pada otot dan jaringan komponen sendi (ligament serupa
sendi)
b. Tulang
- Patah tulang
- Patah tulang rawan
c. Sendi
- Cerai sendi/dislokasi
- Perdarahan sendi
- Kerusakan ligament dan simpai sendi (capsul) mengakibatkan:
ketidakstabilan (instability) dan kekakuan.
2. Penyakit Menahun
Beberapa macam penyakit pekerjaan dapat timbul akibat keadaan kerja antara
lain:
- Caisar`s disease : tekanan tinggi yang mendadak berkurang dapat
menimbulkan avasculair necrosis dari kaput femoris, menyebabkan
kerusakan tulang dan sakit di pinggul
- Postural/sikap posisi mengerjakan pekerjaan secara menahun yang dikenal
sebagai Low Back Pain (LBP) otot-otot menjadi fatigue menimbulkan
unstability dari tulang belakang sehingga timbul proses degenerasi yang
dapat menimbulkan keluhan sakit, pegal di daerah pinggang
- Pekerjaan kasar, yang harus mengangkat beban, dapat cedera pada diskus
yang dikenal sebagai HNP (Hernia Nucleus Pulposus)
Nilai :
– 0 : tidak ada gerakan otot kehilangan fungsi 100 %
– 1 : Ada gerakan otot, tanpa gerakan sendi kehilangan fungsi 80 %
– 2 : Dapat menggerakkan sendi pada seluruh lingkup gerak sendi, dan dapat
melawan gravitasi kehilangan fungsi 60%
– 4 : Nilai 3 ditambah dengan tahanan ringan kehilangan fungsi 20%
– 5 : Nilai 3 ditambah dengan tahanan penuh (normal kehilangan fungsi 0 %.
47
C. Kekakuan
Kehilangan fungsi dihitung dari perubahan derajat lingkup gerak sendi (LGS)/ range
of motion (ROM) dengan cara :
Contoh :
1) LGS awal 90 ’ (normal)
Setelah terjadi kekakuan 60o : kehilangan LGS 90o - 60o = 30o
Maka kehilangan fungsi menjadi 30/90 x 100% = 33,3%.
2) Bila suatu sendi terdapat gerakan yaitu fleksi, ekstensi dan abduksi :
Fleksi 175 90 85
Ekstensi 45 30 15
Abduksi 180 30 150
250
Maka kehilangan fungsi akibat kekakuan : x 100% = 62,5%
400
D. Perpendekan (discrepancy)
Cacat akibat perpendekan hanya berlaku untuk anggota gerak bawah (tungkai).
Setiap perpendekan 0,5 inchi (2,5 cm) salah satu tungkai, mengakibatkan
kehilangan fungsi sebesar 5% dari fungsi kedua tungkai dari pangkal paha ke
bawah.
E. Kasus khusus
2. Sendi lutut :
– Pasca minisektomi 5%
– Ruptur ligament krusiatum : 20 % - 30%
– Patelektomi 20%
– Gangguan gerak : 0 - 110 5%
0 - 80 15%
0 - 60 35%
15 - 90 40%
3. Pergelangan kaki/kaki
Impairment and loss physical handicap (diperhitungkan 80% dari anggota gerak
bawah)
48
Penilaian kecacatan juga ditentukan sisi mana yang terkena. Sisi yang bukan sisi
dominan maka nilai kecacatan dikurangi 5% bila penurunan fungsi sebesar 5% -
50% dan dikurangi 10% bila penurunan fungsi sebesar 51% - 100%.
d. Tidak sembuh.
1) Tidak sembuh setelah menjalani terapi maksimal selama 2 tahun karena
penyakit tersebut.
2) Selanjutnya pasien dapat ditentukan kecacatannya.
49
4. Apabila tenaga kerja dinyatakan sembuh akibat kecelakaan kerja/penyakit akibat
kerja oleh dokter pemeriksa maka selanjutnya diberikan surat keterangan
dengan mengisi formulir bentuk KK4 untuk kecelakaan kerja, KK5 untuk
penyakit akibat kerja dan ditulis bahwa penilaian kecacatan klinis dilakukan pada
hari/dan tanggal penilaian, serta apabila nilai kecacatan dimungkinkan dapat
berubah, pasien diberi formulir inform concern yang ditanda tangani oleh pasien.
Apabila kondisi tenaga kerja belum sembuh Badan Penyelenggara belum wajib
membayar santunan / Jaminan Kecelakaan Kerja.
6. Penyakit yang berkaitan dengan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah
tepi atau syaraf tepi dapat di kategorikan sebagai penyakit akibat kerja apabila
dapat dibuktikan faktor penyebabnya dalam pekerjaan atau lingkungan kerja.
I. BATASAN
Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit atau kelainan paru yang disebabkan oleh
pajanan faktor-faktor risiko di tempat kerja antara lain berupa : debu, gas dan uap.
A. Kelainan akut
1. Trauma inhalasi akut akibat gas iritan, fosgen, asap ; termasuk Reactive Airways
Dysfunction Syndrome (RADS)
2. Toxic Pneumonitis
3. Edema paru akut, misalnya akibat asap, nitrogen, SO2, fosgen
4. Bronkitis akut
5. Hipersensitiviti pneumonitis
B. Kelainan kronik
1. Pneumokoniosis
Misalnya akibat debu asbes (asbestosis), batubara (pneumoconiosis batubara),
silica (silicosis), beryllium (beriliosis) dan lain lain
2. Penyakit pleura (efusi pleura, mesotelioma, plak pleura)
Misalnya akibat pajanan debu asbes
3. Bronkitis kronik
Misalnya akibat pajanan debu tambang, tepung, talk, asap, gas
4. Asma kerja
Misalnya akibat :
• Isosianat ; Heksametilen diisosianat (HDI), toluene diisosianat (TDI)
• Tepung gandum
• Kolofoni pada proses solder elektronik
• Enzim, seperti alkalase, makstalase, lipase dan amilase
• Lateks
• Bulu binatang tertentu
• Dan lain-lain
5. Bisinosis
Timbul akibat pajanan debu kapas
6. Hipersensitiviti pneumonitis
Timbul akibat respons hiperimun terhadap antigen inhalasi antara lain berasal
dari mikroorganisme, binatang, tumbuhan dan zat kimia.
50
7. Kanker paru
Kanker paru akibat pajanan di tempat kerja dapat disebabkan antara lain oleh
arsen, asbes, krom, uranium, metal eter, nikel, cadmium.
8. Penyakit infeksi :
• Antraks
• Coccodiodomycosis
• Echinococcosis
• Psitacosis
• Tuberkulosis
II. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
1. Riwayat pekerjaan.
a. Pencatatan pekerjaan dan kegemaran/hobby yang terus menerus atau “part
time “ secara kronologis
b. Identifikasi bahan berbahaya di tempat kerja :
- bahan yang digunakan oleh pekerja
- bahan yang digunakan oleh pekerja pembantu.
c. Hubungan antara paparan dan gejala yang timbul :
- waktu antara mulai bekerja dan gejala pertama
- urutan-urutan dan perkembangan gejala
- hubungan antara gejala dengan tugas tertentu
- perubahan gejala dan waktu libur, jauh dari tempat kerja
2. Keluhan penyakit :
Ditanyakan tentang adanya keluhan penyakit berupa :
a. Batuk :
• sifat batuk (kering atau berdahak)
• waktu batuk (pagi/siang/malam/terus-terusan)
• frekuensi
• sejak kapan ?
- batuk selama 3(tiga) bulan, terjadi tiap-tiap tahun
- peningkatan batuk selama 3 minggu atau lebih, selama 3 tahun
terakhir
b. Dahak
• Warna
• Jumlah
• Konsistensi
• Waktu (pagi/siang/malam/terus-menerus)
• Sejak kapan ?
- batuk selama 3(tiga) bulan, terjadi tiap-tiap tahun
- peningkatan batuk selama 3 minggu atau lebih, selama 3 tahun
terakhir.
c. Sesak napas/Napas pendek
• Ditanyakan sesuai dengan kriteria sesak napas menurut American
Thoracic Society (ATS)
0 tidak ada Tidak ada sesak napas kecuali
exercise berat
1 ringan Rasa napas pendek bila berjalan
cepat mendatar atau mendaki
2 sedang Berjalan lebih lambat dibandingkan
orang lain sama umur karena sesak
atau harus berhenti untuk bernapas
saat berjalan mendatar
3 berat Berhenti untuk bernapas setelah
berjalan 100 meter/beberapa menit,
berjalan mendatar
4 Sangat berat Terlalu sesak untuk keluar rumah,
sesak saat mengenakan/
melepaskan pakaian
51
• Sejak 12 bulan terakhir pernah mengalami/tidak waktu terbangun dari tidur
malam
d. Nyeri dada
• Lokasi
• Waktu nyeri dada (inspirasi atau ekspirasi)
• Deskripsi nyeri dada
• Sejak 3 tahun terakhir pernah mengalami/tidak, yang lamanya 1 minggu
e. Mengi
• Waktu mengi (pagi/siang/malam) ; Inspirasi/ekspirasi
• Disertai napas pendek atau napas normal
• Sejak kapan?.
4. Riwayat kebiasaan
Ditanyakan kebiasaan merokok meliputi :
a. Jumlah rokok yang dihisap :
- 1 (satu) batang rokok perhari atau 1 batang rokok perbulan atau lebih dari
1 batang rokok
- jumlah batang rokok / tembakau perhari / perminggu.
b. Lama merokok :
Kurang dari 1 tahun / lebih dari 1 tahun.
c. Cara mengisap rokok :
- dangkal
- sedang
- dalam
d. Umur waktu mulai merokok dengan teratur.
e. Jenis rokok :
- buatan pabrik / buatan sendiri
- menggunakan filter / tidak
- rokok tipe kecil / sedang
- sering berganti-berganti rokok / kombinasi / tidak
- kretek / putih
f. Kontinuitas merokok :
- pernah mengalami / berhenti merokok / tidak, lamanya
- jumlah hari selama merokok (jumlah bulan / tahun )
g. Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam
tahun :
- Ringan : 1 – 200
- Sedang : 201 – 600
- Berat : >600
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan tanda vital
2. Pemeriksaan pulmonologik
a. Inspeksi
b. Palpasi
52
c. Perkusi
d. Auskultasi
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Rutin :
2. Khusus :
D. Penetapan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dalam bidang paru diperlukan data
pendukung berupa kondisi lingkungan kerja apakah terdapat faktor dan bahan-
bahan yang menimbulkan penyakit akibat kerja.
A. Uraian Cacat.
Restriksi Obstruksi
(KVP% atau (VEP1/KVP)% atau VEP1%
KVP/prediksi%) (VEP1/prediksi)
Normal >80% >75%
Ringan 60-79% 60-74%
Sedang 30-59% 30-59%
Berat <30% <30%
53
C. Penilaian Cacat.
Penilaian cacat pada penyakit paru akibat kerja didasarkan kepada hasil penentuan
pemeriksaan spirometri dan derajat sesak sebagai berikut:
0 > 2,5 L -
1 Ringan 1,6 – 2,5 L 25 %
2 Sedang 1,1 – 1,5 L 50 %
3 Berat 0,5 - 1 L 75 %
4 Sangat berat < 0,1 L 100 %
Penentuan ganti rugi didasarkan pada persentase cacat fungsi 100% sama
dengan 70%.
I. BATASAN
Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) bidang mata adalah penyakit atau
kelainan pada mata akibat pemaparan antara lain faktor-faktor risiko di tempat kerja yang
dapat menyebabkan gangguan fungsi penglihatan yang dapat mengurangi kemampuan
seseorang untuk melakukan pekerjaan dan menjalankan aktivitas normal.
Kelainan mata akibat kecelakaan kerja dan PAK yang terjadi dapat berupa:
1. Kelainan jaringan penunjang dan adneksa mata:
- Kelopak mata : laserasi atau ruptur kelopak mata akibat trauma
- Tulang orbita : fraktur dinding orbita akibat trauma
- Sistem air mata (lakrima): sumbatan sistem lakrima oleh trauma
- Konjungtiva : radang konjungtiva (konjungtivitis) akibat kontak iritan atau bahan
kimia, benda asing di konjungtiva
- Otot mata : kelumpuhan otot mata akibat trauma.
54
- Lensa : katarak traumatik, luksasi/subluksasi lensa
- Bilik mata depan : hifema akibat trauma
- Iris : iridodialisis, siklodialisis, ruptur iris akibat trauma, midriasis atau miosis
traumatik
- Badan kaca (vitreus) : perdarahan vitreus akibat trauma, benda asing dalam
vitreus, endoftalmitis pasca trauma
- Koroid : ruptur koroid akibat trauma
3. Kelainan saraf/jaras penglihatan
- Retina : edema makula, komosio retina, perdarahan retina dan/atau robekan
retina akibat trauma, retinopati toksik (terutama kloroquin), retinopati radiasi
(misalnya pada radioterapi), atau retinopati akibat cahaya (efek mekanik, termal
atau fotokimia, contohnya solar retinopathy pada pekerja las)
- Saraf optik : neuropati optik akibat kontak, inhalasi atau ingesti zat toksik atau
nutrisional (lihat tabel), neuropati optik akibat trauma, neuropati akibat radiasi (>
3000 rad), dan avulsi papil n.optik.
• Metanol
• Etilen glikol (antifreeze)
• Kloramfenikol
• Isoniazid
• Etambutol
• Digitalis
• Klorokuin
• Streptomisin
• Amiodaron
• Kuinin
• Vinkristin and metotreksat
• Sulfonamides
• Melatonin dengan Zoloft dalam diet protein tinggi
• Karbon monoksida
• Timah
• Merkuri
• Talium
• Malnutrisi dengan defisiensi vitamin B-1
• Anemia pernisiosa (fenomena malabsorpsi vitamin B-12)
• Arsenik pentavalen
• Nitrobenzol
• Karbon disulfida
• Disulfiram
- Korteks penglihatan : akibat trauma kepala atau intoksikasi, misalnya oleh metil
merkuri
II. DIAGNOSIS
Diagnosis gangguan mata akibat kerja harus dilaksanakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologis yang baik, serta pemeriksaan penunjang yang tepat.
55
A. Anamnesis:
1. Umur penderita
2. Jenis pekerjaan
3. Apa keluhan okular yang dirasakan pasien? Perlu dirinci: penglihatan buram, mata
merah, nyeri pada mata, keluar darah dari mata, melihat ganda/diplopia, floaters,
atau fotopsia, dll
4. Apakah terdapat trauma? Bila ya, kapan terjadinya trauma?
5. Bagaimana perjalanan penyakit (misalnya: akut atau kronik)?
6. Apakah terdapat risiko di lingkungan kerja? (termasuk: iritan/polutan, tidak adanya
sarana proteksi, dsb)
7. Berapa lama terpapar faktor risiko?
8. Dicari apakah terdapat penyakit sistemik, penyakit dalam keluarga atau riwayat
penyakit mata mata sebelumnya.
B. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
2. Pemeriksaan oftalmologis
a. Pemeriksaan tajam penglihatan, baik monokular maupun binokular
b. Pemeriksaan mata luar, meliputi pemeriksaan terhadap:
• kelopak mata
• konjungtiva
• sklera
• kornea
• bilik mata depan
• iris
• pupil
• lensa
Pemeriksaan menggunakan loupe dan senter atau biomikroskop slit lamp di
tingkat rujukan. Semua kelainan yang dicatat harus dideskripsikan secara
sistematis. Pada kasus trauma, jenis luka (tajam/tembus atau tumpul atau
trauma kimia) harus dideskripsikan.
c. Pemeriksaan refleks pupil. Dilakukan dengan menyinari mata dengan senter,
dicari kelainan pupil seperti anisokoria atau afferent pupillary defect.
d. Posisi (alignment) dan gerakan bola mata; dinilai secara binokular ke 8 arah
(cardinal gaze). Pada pemeriksaan posisi bola mata dicari tanda-tanda
strabismus (esotropia, eksotropia, dan hipertropia). Pada pemeriksaan gerakan
bola mata dicari tanda-tanda hambatan gerak.
e. Pemeriksaan lapang pandang. Cara paling sederhana yang dapat dilakukan di
layanan primer adalah tes Konfrontasi, namun pemeriksaan di tingkat rujukan
adalah dengan kampimetri Goldmann.
f. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop. Dilakukan penilaian terhadap bagian
dalam mata meliputi badan kaca, retina dan pupil saraf optik.
56
g. Pemeriksaan khusus, antara lain meliputi :
• Tonometri : mengukur tekanan intraokular (TIO). Nilai normal adalah 10-
21 mmHg; peningkatan TIO dapat ditemukan pada glaukoma.
• Penglihatan warna : menilai kemampuan melihat warna, mendeteksi buta
warna.
• Binokularitas : menilai kemampuan kedua mata saat melihat secara
bersamaan. Dinilai adakah penglihatan ganda, dan apakah kedua mata
melihat secara stereoskopis .
Berdasarkan Lampiran II, PP No.14 tahun 1993 dan Peraturan Pemerintah No. 64
Tahun 2005 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun
1993 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, paramater gangguan
mata akibat kerja adalah tajam penglihatan, lapang pandang, penglihatan warna dan
binokularitas. Pemeriksaan terhadap keempat parameter ini akan dibahas dalam uraian
di bawah.
57
2) Refraksi dengan set lensa dan bingkai coba (trial lens dan trial frame)
Lensa coba yang tersedia naik bertahap sebesar minimal 0.5 dioptri dimulai
dari lensa terkecil 0.5 dioptri. Kekuatan lensa silinder bertahap naik sebesar
minimal 0.5 dioptri dimulai dari lensa terkecil 0.5 dioptri dan tersedia
minimum sampai 3 dioptri.
Teknik pemeriksaan :
• Pemeriksaan dilakukan dalam jarak 6 meter
• Dipasang bingkai coba, mata yang tidak diperiksa ditutup dengan occluder
• Penderita diminta untuk membaca sampai baris terkecil yang masih dapat
dibaca olehnya.
• Hasil yang didapat merupakan tajam penglihatan sebelum koreksi.
• Apabila hasil tajam penglihatan yang didapat tidak mencapai penglihatan
normal (6/6), dilakukan koreksi kacamata.
• Dicoba dengan lensa negatif/positif terkecil dan bila tajam penglihatan
menjadi lebih baik ditambah kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat
membaca huruf pada baris terbawah.
• Apabila dengan penambahan lensa negatif/positif belum juga dapat
mencapai tajam penglihatan normal, dilakukan pemeriksaan melalui lubang
intip (pinhole). Apabila dengan teknik ini tidak terdapat kemajuan tajam
penglihatan, maka penglihatan tidak bisa diperbaiki lebih lanjut (kelainan
retina / saraf optik).
• Apabila terdapat kemajuan tajam penglihatan maka diperiksa kemungkinan
adanya astigmatisme.
• Dengan lensa negatif/positif yang memberi hasil terbaik pada masa
tersebut ditambahkan lensa positif yang cukup besar (kira-kira S+3 dioptri),
membuat kekaburan penglihatan, kemudian diminta untuk melihat kartu
kipas astigmat.
• Ditanyakan adanya garis pada kipas yang paling jelas terlihat (yang paling
hitam dan tajam gambarannya). Apabila belum terlihat perbedaan tebal
garis kipas astigmat, maka lensa S+3.0 dioptri diperlemah sedikit demi
sedikit, hingga penderita dapat menentukan perbedaan garis yang terjelas
dan terkabur.
• Lensa silinder negatif dipasang dengan sumbu sesuai dengan garis terkabur
pada kipas astigmat.
• Lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit hingga semua garis
terlihat sama tebalnya pada kipas astigmat tersebut.
• Pembacaan kartu Snellen dilanjutkan sampai baris terkecil, dengan
pengurangan lensa positif yang terpasang atau penambahan lensa negatif.
• Diperiksa mata sebelahnya, seperti di atas.
58
Penilaian :
• Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan dengan pembilang
merupakan jarak pemeriksaan (biasanya 6 meter) dan penyebut adalah
angka yang terkecil yang masih dapat dibaca.
• Contoh:
• Tajam penglihatan 6/12 berarti penderita tersebut hanya dapat membaca
dalam jarak 6 meter huruf/gambar yang seharusnya dapat dibaca oleh
orang normal pada jarak 12 meter.
• Tajam penglihatan normal adalah 6/6
• Hasil koreksi kacamata sesuai dengan ketentuan lensa negatif / positif,
dengan / tanpa lensa silinder negatif pada sumbu terpasang.
• Apabila penderita tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu Snellen,
maka dilakukan hitung jari (counting fingers=CF). Tajam penglihatan pada
tes hitung jari diberi simbol angka 1/60 hingga 5/60. Pembilang merupakan
jarak yang masih dapat dilihat oleh penderita dalam satuan meter.
• Apabila penderita tidak juga dapat menghitung jari, maka dilakukan tes
gerakan tangan (hand movement = HM). Tajam penglihatan pada tes ini
diberikan simbol angka 1/300.
• Apabila penderita hanya dapat membedakan gelap dan terang, tajam
penglihatannya diberikan simbol 1/∼ (light perception = LP). Ditentukan pula
kemampuan menentukan arah sumber cahaya (proyeksi baik atau salah)
• Bila sama sekali tidak dapat menerima langsung rangsang cahaya
dinyatakan tajam penglihatan nol (no light perception = NLP)
Teknik Pemeriksaan :
• Penderita diperiksa terlebih dahulu penglihatan jauhnya, kemudian diberikan
ukuran kacamata yang sesuai.
• Mata yang tidak diperiksa ditutup.
• Jarak baca 30-40 cm.
• Penderita diminta untuk membaca huruf terkecil yang masih bisa dibaca
pada kartu baca
59
Penilaian
Tajam penglihatan dekat normal adalah Jaeger 1
Kriteria klinik ini dapat dilihat kuantifikasinya secara fungsional sebagai Efisiensi
Penglihatan.
Dasar :
• Retina perifer mempunyai kemampuan melihat yang berbeda dengan retina
sentral
• Perimetri merupakan metode klinis untuk mengukur fungsi penglihatan di luar
daerah sentral (fovea).
• Perimetri mampu mendeteksi berbagai kelainan fungsi penglihatan akibat
kelainan saraf optik maupun retina.
Peralatan :
• Pada pelayanan mata tingkat primer dan sekunder, pemeriksaan dapat
dilakukan dengan cara sederhana, yaitu tes konfrontasi di mana tidak
diperlukan alat.
• Perimeter Goldmann tersedia di pelayanan mata tingkat rujukan/tersier
Tes Konfrontasi :
Dasar : membandingkan lapang pandang penderita dengan lapang pandang
pemeriksa. Pemeriksa harus mempunyai fungsi mata yang baik, sehingga lapang
pandangnya dianggap normal
Teknik pemeriksaan :
• Penderita dan pemeriksa berhadapan muka dengan jarak kira-kira 75 cm (dua
kali jarak baca).
• Mata kiri pemeriksa dan mata kanan penderita ditutup.
• Mata yang terbuka saling berpandangan; sebuah obyek (misalnya tangan
pemeriksa) pada jarak yang sama dari pemeriksa-penderita (bidang tengah)
digerakkan dari tidak terlihat ke arah tengah pada 8 meridian.
• Penderita diminta menyebutkan dengan segera, pada saat obyek (benda,
warna) terlihat.
• Dibandingkan luasnya lapang pandang antara pemeriksa dan penderita
• Cara lain adalah dengan menyuruh penderita menghitung jari pemeriksa pada
ke-empat kuadran yaitu superotemporal. Inferotemporal, superonasal dan
inferonasal.
• Pemeriksaan dilakukan pada mata sebelahnya
60
Penilaian
• Lapang pandang dianggap normal apabila sama luasnya dengan pemeriksa.
• Lapang pandang dianggap menyempit apabila lebih kecil dari lapang pandang
pemeriksa.
• Apabila penderita tidak dapat menghitung jumlah jari di salah satu kuadran atau
lebih, dianggap sebagai abnormal
Pada tingkat rujukan (pelayanan mata tingkat tersier) dilakukan pemeriksaan lapang
pandang dengan Perimeter Goldmann
Perimeter Goldmann :
Berupa mangkuk besar berwarna putih (kepala pasien dihadapkan pada alat
tersebut, dengan pemeriksa di balik mangkuk tersebut). Pencahayaan 10 apostilb,
diameter obyek target 64 mm, persegi (V), pencahayaan obyek 1000 apostilb (4) dan
warna obyek target putih.
Teknik pemeriksaan :
• Perlu diterangkan terlebih dahulu perlunya kerjasama pada pemeriksaan dan
perlunya fiksasi terus menerus, serta penderita diminta untuk bereaksi cepat
bila sudah melihat sinar yang datang dari arah pinggir.
• Penderita duduk di depan perimetri dengan dagu pada bantalan dagu, mata
sebelah ditutup.
• Mata yang terbuka diberi koreksi penglihatan jauh dan adisi penglihatan
dekatnya, lalu diminta berfiksasi pada target yang terletak 33 cm di depan
matanya.
• Obyek yang bercahaya digeser dari pinggir (tidak terlihat), ke arah sentral
(daerah terlihat) daerah fiksasi.
• Penderita diminta segera memberitahu bila melihat cahaya, dengan cara
memencet bel yang tersedia, kemudian dicatat pada kartu lapang pandang. Bila
ditemukan defek lapang pandang, pemeriksaan diulang
• Hal ini dilakukan pada 18-20 meridian
• Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan untuk mengetahui adanya diplopia
(diplopia chart)
Penilaian :
• Gambaran normal adalah apabila batas lapang pandang di daerah temporal
85o, daerah nasal 60 o, superior 45 o, dan inferior 65 o.
• Hasil pemeriksaan dengan ukuran obyek IV atau V dan pencahayaan obyek 4
pada alat perimetri.
• Hasil perhitungan dapat menyatakan hilangnya persentase lapang pandang
• Bentuk defek lapang pandang umumnya menunjukkan lokasi kelainan pada
jaras penglihatan.
• Contoh: neuropati optik akibat intoksikasi akan memberikan skotoma (defek
lapang pandang) sekosentral atau sentral
61
3. Pemeriksaan binokularitas
Penglihatan binokular terdiri atas beberapa gradasi yaitu :
a. Penglihatan serentak (simultaneous perception), yaitu keadaan di mana kedua
mata dapat melihat sekaligus.
b. Fusi, yaitu keadaan di mana kedua mata dapat bekerja sama
c. Stereopsis, yaitu kemampuan untuk membedakan ruang.
Dasar :
Melalui suatu filter berwarna hanya dapat dilihat benda dengan warna filternya.
Warna putih akan berubah oleh filter sesuai dengan warna filternya
Peralatan :
• Kacamata filter merah (pada mata kanan)
• Kotak hitam dengan 4 lubang (diameter 2-3 cm), susunan ketupat; 2 lubang
lateral atau horizontal berwarna hijau, lubang di atas berwarna merah dan
lubang bawah berwarna putih. Kotak berjarak 6 meter dari tempat pemeriksaan.
• Kotak hitam di atas dapat digantikan oleh slide Worth Four-Dot Test, yang
umumnya termasuk dalam proyektor Snellen yang dapat tersedia di pelayanan
mata tingkat primer, sekunder maupun tersier.
Teknik pemeriksaan :
• Penderita memakai kacamata koreksi diberikan sesuai kacamata dan diberi
kaca filter merah pada mata kanan dan filter hijau pada mata kiri.
• Penderita diperiksa pada jarak 6 meter dan 30 cm
• Kepala penderita harus dalam posisi tegak dan melihat lurus ke depan.
• Penderita diminta menerangkan apa yang dilihat dengan kedua mata, sewaktu
melihat ”Worth Four Dot”
Penilaian :
Bila terlihat :
• 4 sinar berarti ada fusi (melihat dengan 2 mata)
• 2 merah atau 3 hijau saja, berarti penderita hanya melihat dengan salah
satu matanya dan mata lain dalam keadaan tersupresi.
• Sumber cahaya putih kadang-kadang berwarna merah dan berganti menjadi
hijau, berarti pada setiap saat penderita hanya melihat dengan satu mata,
berganti-ganti.
• Bila terlihat 5 titik berarti terdapat diplopia.
62
Catatan :
• Penilaian ini hanya bermakna apabila tajam penglihatan mata terburuk minimal
6/18
• Penilaian ini harus ditunjang dengan pemeriksaan obyektif untuk menilai
adanya juling.
• Bila terdapat diplopia dianggap kehilangan satu mata dengan tajam
penglihatan terburuk.
• Dinilai adanya diplopia pada penglihatan jauh dan penglihatan dekat.
• Pemeriksaan ini hanya untuk posisi primer, keluhan pada posisi lain harus
diperiksa di tingkat rujukan.
4. Penglihatan Warna
Orang normal memiliki kemampuan untuk membedakan warna sinar yang masuk
berdasarkan fotoreseptor dan reaksi fotokimia retina yang berbeda. Warna dasar
yang terlihat adalah hitam-putih, hijau-merah dan kuning-biru.
Tes Ishihara :
Dasar : dipakai untuk mengenal adanya cacat warna merah-hijau
Teknik pemeriksaan :
• Pemeriksaan dilakukan dalam ruangan dengan pencahayaan yang cukup
• Penderita diminta melihat kartu dan menentukan gambar yang terlihat dalam
waktu tidak lebih dari 10 detik
Penilaian :
• Ditentukan ada atau tidaknya buta warna hijau merah. Orang normal dapat
mengenali warna gambar dalam waktu 3-10 detik, bila terdapat kelambatan atau
kesalahan dalam pengenalan gambar berarti terdapat kelainan penglihatan
warna.
• Dari aspek kompensasi cacat penglihatan penilaian ini hanya bermakna apabila
keadaan sebelumnya diketahui, tajam penglihatan 6/6 (dengan koreksi), dan
lapang pandang normal.
Perhitungan kecacatan dilakukan adalah setelah semua usaha medis yang optimal telah
dilakukan, berdasarkan tajam penglihatan dengan koreksi terbaik (baik dengan kacamata,
lensa kontak maupun lensa intraokular). Perhitungan kecacatan dilakukan dalam waktu 3
bulan setelah usaha medis optimal selesai dilakukan.
63
A. Tajam penglihatan
Pada pemeriksaan tajam penglihatan jauh dan dekat, dilakukan koreksi kacamata yang
terbaik.
Dilakukan konversi ke dalam nilai kehilangan penglihatan.
Efisiensi
Tajam Penglihatan Tajam Penglihatan % Kehilangan
6/6 100 0
6/7,5 95 5
6/12 85 15
6/15 75 25
6/24 60 40
6/30 50 50
6/48 30 70
6/60 20 80
3/60 10 90
1/60 5 95
Efisiensi
Tajam Penglihatan Tajam Penglihatan % Kehilangan
Jaeger 1 100 0
Jaeger 2 100 0
Jaeger 3 90 10
Jaeger 6 50 50
Jaeger 7 40 60
Jaeger 11 15 85
Jaeger 14 5 95
64
berarti orang ini mempunyai kehilangan tajam penglihatan sebesar :
= 40 % + 50 % = 45 %
B. Lapang Pandang
1. Lapang pandang dilakukan pemeriksaan lapang pandang dengan perimeter Goldman
2. Dihitung luasnya lapang pandang yang hilang
3. Dihitung luas pandang yang masih ada
C. Binokularitas
1. Dilakukan pemeriksaan ”Worth Four Dot” atau dengan perimeter Goldmann
2. Bila terdapat diplopia pada posisi utama dan konvergensi (penglihatan dekat) dianggap
telah kehilangan satu mata terburuk
3. Pada pemeriksaan dengan perimeter Goldman, diplopia pada daerah 20 derajat berarti
kehilangan penglihatan 100%.
D. Penglihatan warna
1. Hanya berlaku apabila keadaan penglihatan warna sebelumnya diketahui
2. Dilakukan pemeriksaan Ishihara
3. Dinilai ada tidaknya kehilangan penglihatan warna merah-hijau
4. Pada kehilangan penglihatan warna, dianggap kehilangan efisiensi penglihatan sebesar
10%
65
• Hasil yang didapat dikalikan dengan persentase kompensasi kecacatan dua mata
(Lampiran II, PP No.14 tahun 1993 dan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2005
tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993
tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja)
Bila Kehilangan efisiensi penglihatan hanya terjadi pada satu mata, maka penilaian
tingkat cacat didasarkan pada rumus efisiensi penglihatan satu mata.
I. BATASAN
Penyakit akibat kerja karena radiasi mengion ialah ganguan kesehatan yang disebabkan
pemaparan radiasi mengion ditempat kerja.
Kelainan yang terjadi dapat berupa :
A. Gangguan Stokastik
Perubahan biologis karena radiasi mengion yang menimbulkan perubahan sifat sel
kearah teratogenik dan karsiogenik, terjadi karena pemaparan dalam waktu yang
lama yang tidak tergantung pada Nilai yang Boleh Diterima, antara lain :
• Kanker:
- tulang
- paru
- thiroid
- payudara
• Leukemia.
II. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
1. Umur penderita
2. Riwayat penyakit Keluarga
3. Riwayat Penyakit :
a. Timbul gejala mendadak
b. Penyakit-penyakit yang pernah diderita sebelumnya.
4. Riwayat Pekerjaan :
a. Apakah pernah atau sedang bekerja di lingkungan radiasi mengion. Kalau ya,
sudah berapa lama ?
b. Apakah menggunakan alat pelindung diri? Terus menerus atau terputus-
putus. Kalau ya, jenis apa? Apakah selalu digunakan dengan baik?.
c. Selama bekerja, apakah dilakukan pemeriksaan kesehatan badan berkala?
Apakah selalu menggunakan alat pantau diri (misal: film badge).
d. Apakah pernah dinyatakan melebihi dosis nilai batas hasil pemantauan? Bila
ya, kapan?.
66
B. Pemeriksaan Fisik.
1. Diagnosis fisik secara umum
2. Pemeriksaan lokal sesuai dengan kelainan / penyakit.
C. Pemeriksaan Laboratorium.
1. Rutin :
- Hb
- Iekosit
- S.D.M.
- Hitung jenis
2. Khusus :
- morfologi lekosit
- hitung thrombosit
- hitung retikulosit
D. Pemeriksaan penunjang.
1. Patologi anatomi
2. Radiologi
Penentuan tingkat cacat penyakit akibat radiasi mengion didasarkan pada penilaian
tingkat cacat pada masing-masing sistem organ yang terkena.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 2008
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Sunarno, SH, MH
NIP. 730001630
Pembuat draft
67
68
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
MEMUTUSKAN :
BAB I
PENYELENGGARA
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
BAB III
PAKET PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
(1) Batas maksimal hari rawat inap harus lebih besar dari 60
(enam puluh) hari termasuk perawatan ICU/ICCU untuk
setiap jenis penyakit dalam satu tahun.
(2) Batas maksimal hari perawatan ICU/ICCU sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus lebih besar dari 20 (dua
puluh) hari.
(3) Standar rawat inap ditetapkan sebagai berikut :
a. Sekurang-kurangnya kelas dua pada rumah sakit
pemerintah atau
b. Sekurang-kurangnya kelas tiga pada rumah sakit
swasta.
Pasal 13
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Pasal 20
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 17 Februari 1998
ttd
TENTANG
Pasal 1
Pasal 32
Pasal II
Ditetapkan di Jakarta.
Pada tanggal 12 Januari 2009.
ttd
ttd
ANDI MATTALATTA.
ttd
Wisnu Setiawan.
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
I. UMUM.
Jaminan Hari Tua merupakan program jangka panjang yang dimaksudkan untuk
memberikan kepastian tersedianya sejumlah dana bagi tenaga kerja pada saat yang
bersangkutan tidak produktif lagi. Namun dalam beberapa kondisi tertentu, dana jaminan
hari tua yang sebagian dihimpun dari tenaga kerja sangat diperlukan juga untuk
menopang kehidupannya walaupun yang bersangkutan masih dalam usia produktif.