Anda di halaman 1dari 8

Laporan Kunjungan Observasi SLBN Gedangan |1

Laporan Kunjungan Observasi SLB Negeri Gedangan

Tempat kunjungan : SLB Negeri Gedangan, Sidoarjo


Waktu pelakasanaan : 30 April 2010

I. HASIL OBSERVASI
A. Siswa
Para siswa yang diajar dan dididik di SLB Negeri Gedangan
merupakan anak-anak dengan kebutuhan khusus. Siswa yang dididik
mulai dari TK, SD, SMP dan SMA. Jumlah siswa yang dididik di SLBN
Gedangan mulai dari SD sampai SMA sekitar 130 siswa. Anak
berkebutuhan khusus yang ada di SLBN Gedangan sangat beragam
dengan berbagai keunikan-keunikan tersendiri. Keberagaman anak
berkebutuhan khusus yang dididik di SLBN Gedangan antara lain:

1. Tipe A: Anak tunanetra

2. Tipe B: Anak tunarungu wicara

3. Tipe C: Anak tunagrahita

4. Tipe D: Anak tunadaksa

5. Tipe E: Anak tunalaras

Saat dilaksanakannya kunjungan siswa TK, SD, dan SMP kelas IX


tidak berada di tempat, jadi hanya ada siswa SMA kelas XI dan XII saja.
Siswa SMA kelas XI dan XII saat dilakukan kunjungan sedang
mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas masing-masing.

B. Pendidik

Psikologi 2007 Reguler


Laporan Kunjungan Observasi SLBN Gedangan |2

Para pendidik yang ada di SLBN Gedangan tidak terlalu banyak


jumlahnya. Sebagian pendidik yang mengajar di SLBN Gedangan ada
juga yang penyandang tunanetra, tunawicara dan tunadaksa.

C. Sarana dan Prasarana

Di SLBN Gedangan terdapat beberapa kelas yang digunakan dalam


proses belajar mengajar. Kondisi sarana dan prasarana yang tersedia di
SLBN Gedangan terbatas, namun dengan keterbatasan tersebut, SLBN
Gedangan mampu memajukan dan mendidik anak didiknya untuk maju.
Beberapa ruangan yang ada di SLBN Gedangan antara lain:

1. Aula utama

Gedung aula ini merupakan gedung serba guna yang ada di SLBN
Gedangan. Selain digunakan untuk acara-acara besar. Gedung ini
sering digunakan untuk pertunujukkan para siswa di SLBN Gedangan,
di aula tersebut disediakan semacam panggung permanen untuk siswa
menunjukkan kemampuan mereka dan bakat mereka.

Saat kunjungan para siswa memberikan persembahan berupa


kemapuan mereka dalam bernyanyi. Siswa yang menyanyi di atas
panggung adalah siswa yang menyandang tunanetra, tunadaksa, dan
tunagrahita. Saat pertunjukan para siswa yang sedang tampil di depan
aula terlihat sedih, kurang percaya diri, selalu melihat bawah, grogi
bahkan ada siswa yang sedikit emosi. Hal seperti ini adalah dinamika
psikologi yang terjadi pada para anak berkebutuhan khusus.

Psikologi 2007 Reguler


Laporan Kunjungan Observasi SLBN Gedangan |3

2. Ruang Guru dan staf sekolah

Ruang guru yang ada di SLBN Gedangan cukup besar dan memadai.

3. Ruang kelas sesuai tingkatan

Di SLBN Gedangan terdapat beberapa pembagian kelas berdasarkan


tingkatannya, untuk siswa TK, SD, SMP dan SMA. Untuk masing-
masing jenjang juga memiliki kelas yang berbeda sesuai dengan
materi pelajaran yang diberikan dan ketunaan yang disandangnya.

Beberapa kelas yang dikunjungi adalah ruang kelas SMP antara lain:

• Ruang 1: untuk tunanetra

Ada 2 siswa yang sedang belajar komputer dengan huruf


braile dengan guru yang juga tuna netra. Mereka hanya belajar
komputer secara teori, tidak menggunakan komputer yang
sebenarnya, karena keterbatasan sarana yang ada di SLBN
Gedangan.

Kedua siswa tersebut sedang membongkar tasnya untuk


mencari tugas saat guru mereka memerintahkan mengumpulkan
tugas. Dengan kesulitan yang luar biasa mulai dari meraba satu
per satu kertas-kertas yang ada di tas mereka. Isi tas mereka
hanya berisi kertas-kertas putih dengan huruf braile yang timbul.
Namun dengan susah payah mereka akhirnya menemukan tugas
yang diminta gurunya. Saat guru menerangkan pelajaran
komputer, guru tersebut juga meraba-raba kertas sambil
menjelaskan bacaan yang tertera pada kertas. Begitulah suasana

Psikologi 2007 Reguler


Laporan Kunjungan Observasi SLBN Gedangan |4

kelas ketika siswa penyandang tuna netra sedang belajar.


Memang sulit namun mereka tidak putus asa meskipun terlihat
mimik mereka yang mencerminkan kondidi psikologis mereka
yang nampak sedih dan kurang percaya diri. Hal ini ditunjukkan
ketika ditanya mereka menjawab namanya dengan pelan dan
terbatah, ditambah lagi mereka hanya menunduk ke bawah dan
meremas-remas tangan mereka.

• Ruang 2: untuk tunagrahita

Di ruangan ke dua ini ada seorang yang sedang menerangkan


5 siswa yang mengalami tunagrahita. Siswa yang ada di kelas ini
merupakan siswa yang memiliki IQ di bawah 70 dengan
kemampuan dan kelemahan yang berbeda-beda. Guru tersebut
mengajar sesuai dengan kemampuan dan kelemahan siswa yang
berbeda-beda. Apabila ada siswa yang lemah dalam berhitung
maka dia akan ditekankan dalam mengitung dengan lebih cepat.
Saat memasuki ruangan ini terlihat ada siswa yang sedang
ditunjuk maju dan sedang diledeki teman-temannya karena tidak
bisa menjawab pertanyaan guru. Hal seperti inilah yang
seharusnya menjadi perhatian dari sisi psikologisnya karena
dapat menurunkan kepercayaan diri siswa dan mengurangi
motivasi dalam berprestasi.

• Ruang 3: untuk tuna grahita dan down sindrom

Di ruang ke tiga ini ada 2 siswa yang sedang belajar pelajaran


IPS dengan seorang guru. Seorang siswa menderita sindrom
down dan yang satunya tunagrahita dengan IQ yang rendah
sekali. Siswa tersebut dengan perlahan mengikuti intruksi dari

Psikologi 2007 Reguler


Laporan Kunjungan Observasi SLBN Gedangan |5

pendidik untuk menyalin dan menjawab pertanyaan yang ada di


papan tulis. Mereka mampu menulis dan menjawab pertanyaan
dengan benar meskipun dibutuhkan waktu yang lama.

• Ruang 4: untuk tunawicara dan runggu

Di dalam ruangan ke lima ini ada ada 11 siswa dengan


tunarunggu-wicara yang diajar oleh guru yang juga mengalami
tunawicara dan ada guru yang mengalami hambatan dalam
berbicara. Di ruangan ini siswa diajarkan untuk membuat hasil
kerajinan seni mulai dari melukis di atas kanvas kain, merajut
dan menjahit. Berbagai macam barang telah dihasilkan mereka
dengan bimbingan para guru. Hasil karya mereka bagus-bagus.
Bahkan kita saja belum tentu bisa. Hasil karyanya seperti
selimut bantal, tas, tutup kulkas, lukisan yang bagus, dll dan
semuanya itu nantinya akan diperdagangkan yang akan
membawa keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa anak
dengan kebutuhan khusus pun dengan keterbatasannya masih
mampu menghasilkan karya yang bagus dan terus berusaha
untuk mengembangkan potensinya.

• Ruang 5: untuk tuna grahita

Di ruang ke lima ini terdapat anak-anak tunagrahita. Mereka


sedang belajar matematika tentang rumus-rumus debit dan
satuannya. Guru kelas berusaha menjelaskan dengan baik dan
perlahan untuk membuat siswa didiknya memahami pelajaran
tersebut. Para siswa memperhatikan guru saat menjelaskan
meskipun ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan
gurunya dan lebih sibuk bermain alat tulisnya.

Psikologi 2007 Reguler


Laporan Kunjungan Observasi SLBN Gedangan |6

• Ruang 6: untuk tunagrahita

Di ruangan ini terdapat siswa tunagrahita yang berumur 27


tahun, terlihat malu-mau, tidak PD namun berusaha mencari
perhatian pada para mahasiswa dan mengajak bercanda
mahasiswa. Terlihat dari perilakunya seperti anak usia 10 tahun
dengan usia 27 tahun.

• Ruang 7: untuk tunadaksa

Di ruangan ini terdapat siswa dengan kelainan fisik


tunadaksa, namun tidak ada aktivitas karena para siswanya
berada di luar kelas.

4. Ruang bina diri

Ruangan ini digunakan untuk melatih dan menerapi para siswa yang
berhubungan dengan kemampuan sehari-hari dan penyesuaian
lingkungan.

II. HASIL DISKUSI DAN TANYA JAWAB

1. Kenakalan-kenakalan siswa SMP dan SMA di SLBN Gedangan

Hampir sama dengan anak remaja pada umumnya siswa SMP dan
SMA di SLBN Gedangan juga ada beberapa siswa yang nakal. Nakal
dalam hal ini seperti merokok, pulang sekolah nongkrong dan tidak
langsung pulang, berkenalan dengan orang asing dan lawan jenis bahkan
sampai pergi bersama.

Psikologi 2007 Reguler


Laporan Kunjungan Observasi SLBN Gedangan |7

Untuk penanganan bagi para siswa yang mengalami kenakalan


remaja tetap diatasi seperti remaja pada umumnya namun mereka
memiliki kontrol diri yang kurang dibanding dengan siswa yang normal,
pihak SLBN Gedangan menerapkan sistem hukuman. Misal siswa yang
berbuat salah akan disuruh menulis satu buku penuh dengan kata yang
sama, kemudian ditandatangani oleh orang tua dan guru, hukuman lain
yang diterapkan adalah bersih-bersih dan tentu mereka juga diberikan
nasihat dan masukan akan bahaya dan dampak dari perbuatan yang
mereka lakukan. Untuk mencegah kenakalan remaja pihak sekolah juga
mengadakan kultum dan ceramah setelah sholat bersama agar mereka
lebih bisa memegang prinsip dan teguh hatinya dari pengaruh dunia luar.

2. Kelanjutan siswa setelah keluar dari SLBN Gedangan

Siswa yang telah lulus dari SMA SLBN Gedangan bisa meneruskan
untuk berkuliah, misal di Unesa, karena banyak juga lulusan sekolah ini
yang melanjutkan kuliah di Unesa terutama jurusan PLB. Namun tidak
semua siswa mampu melakukan hal tersebut karena ada beberapa yang
tidak bisa melanjutkan karena kondisi dan kemampuan mereka tidak
memungkinkan.

• Tunanetra bisa melanjutkan ke perguruan tinggi

• Tunawicara bisa bekerja di pabrik, misalnya pabrik rambut.

• Tunagrahita sampai saat ini belum ada follow up-nya. Dan untuk
anak tuna grahita setelah keluar dari SLB harus terus dipantau
perkembangannya.

• Tunadaksa bisa bekerja sebagai pekerja seni.

3. Alat peraga dan psikolog di SLBN Gedangan

Psikologi 2007 Reguler


Laporan Kunjungan Observasi SLBN Gedangan |8

Alat peraga yang ada di SLBN Gedangan tergolong kurang lengkap


untuk menunjang kemajuan siswa, karena keterbatasan biaya. Psikolog
belum ada di SLBN Gedangan dan yang berperan memantau
perkembangan sisi psikologis siswa adalah guru kelas. Guru kelas juga
melihat secara intensif perkembangan siswa.

Psikologi 2007 Reguler

Anda mungkin juga menyukai