1. Perumusan Masalah
a. Identitas kasus
Nama Lengkap :S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia :11 tahun 11 bulan
Anak Ke : 1 dari 2
Pendidikan : V SD
Agama : Islam
b. Ringkasan kasus
Subjek yang kini berada di kelas V SD merupakan salah satu siswa reguler di
SDN Ngagel I Surabaya. Subjek merupakan siswa di kelas yang memiliki kemampuan
akademik paling rendah dikelasnya. Hal tersebut dikarenakan subjek masih belum bisa
membaca dengan lancar. Guru mengatakan bahwa subjek selama ini dalam kegiatan
pembelajaran masih bergantung pada arahan guru.
Kemampuan membaca subjek setara dengan siswa kelas I SD. Untuk kemampuan
membaca, menurut guru subjek sudah bisa mengenal huruf dan membaca 1 sampai 3
suku kata. Untuk membaca satu kata sederhana kemampuan subjek sudah baik, namun
terkadang ada beberapa kata yang terdapat huruf matisubyek masih kesulitan untuk
membaca.Selain itu menurut guru, subjek dalam membaca termasuk membaca materi di
buku pelajaran masih cenderung mengeja, subjek juga sangat susah dalam memahami
isi suatu bacaan. Apabila subjek ditanya tentang bacaan yang baru subjek baca, maka
subjek tidak mampu menjawab dengan benar dan lancar. Subjek jugaseringkali jalan-
jalan di kelas, sehingga tugas yang diberikan guru seringkali tidak tuntas. Observasi
awal yang dilakukan oleh peneliti, subjek sudah mampu menyebutkan huruf A hingga Z
secara berurutan maupun acak. Saat membaca subjek cenderung menebak bunyi pada
suatu kata misalkan kata “saat” dibaca “sangat”, “ kado” dibaca “kardus”, Subjek masih
kesulitan membaca keti````` ``ka terdapat huruf konsonan bertemu vokal. Misalnya
kata “bergegas” dibaca “bergigas”, “besar” dibaca “bisar”.
Subjek yang saat ini berada di kelas V tidak di naikkan ke kelas VI berdasarkan
keputusan kepala sekolah karena mengetahui kesulitan membaca subjek. Guru dan
pihak sekolah merasa ada perbedaan kemampuan subjek dengan teman-teman lainnya
sejak subjek duduk dibangku 2 SD. Saat awal masuk di kelas 1 SD subjek sama sekali
tidak mengenal huruf. Subjek membutuhkan waktu satu tahun untuk mengenal huruf.
Di kelas 2 SD subjek kesulitan untuk membaca satu suku kata terdiri dari konsonan-
vokal.
Pada kemampuan akademik menurut guru subjek, subjek tergolong lambat
memahami materi pelajaran. Selain itu menurut guru kelas, subjek memiliki kesulitan
dalam hal memahami sebuah bacaankarena kemampuan pemahamannya yang kurang.
Pada anak-anak lain ketika guru menerangkan satu kali biasanya sudah paham, namun
pada subjek guru harus menerangkan secaraberulang agar dapat dipahami .Subjek juga
kurang dalam konsentrasi. Saat subjek diminta untuk menyelesaikan tugas,
membutuhkan waktu yang lama karena kosentrasinya mudah teralihkan. Misalkan
ketika diminta mengerjakan tugas, subjek menulis satu huruf kemudian menoleh ke
teman dan satu huruf menoleh lagi ke teman.
d. Tujuan Asessmen
Asesmen yang akan dilakukan terhadap subjek bertujuan untuk:tujuan pertama untuk
membantu guru agar memperoleh profil anak kesulitan belajar membaa diselesaikan
secara lengkap untuk menemukan jawaban mengapa anak itu mengalamai kesulitan
belajar, agar guru dapat memberilkan pelayan pedidikan sesuai dengan kemapuan
memperoleh data yang relevan dalam kodisi anak melakukan pelayan yang dibutuhkan
anak serta memonitor kemampuaa yang menemukan kondisi dan potesi perkembangan
menemukan kondisi akademikik dan kondisi non akademik.
e. Metode Asessmen dan Rasionale
Berdasarkan riwayat kasus, maka peneliti memilih metode asesmen sebagai berikut
Tabel 5.2Metode asessmen dan rasionale
Asessmen Rasionale
Non reference Untuk membandingkan pecapai siswa dengan teman
sebayanya sehinga dapat menghasilkan data yang dapat
menjadi perbandangan.
Wawancara Agar dapat tahu permasalahan apa yang dihadapi subjek.
Observasi Untuk memperoleh apa yang benar benar dilakukan oleh
subjek
Informal asessmen Melibatkan pengamatan dalam pebelajaran subjek dan
mengevaluasi data yang dapat dikumpulkan seperti melalui
ujian.
2. Hasil Asesmen
a. Informasi Latar Belakang Kasus
Riwayat Subjek dilahirkan secara normal dengan usia kandungan 9 bulan
Perkembangan lebih 7 hari. Subjek mengalami keterlambatan perkembangan
dan Kesehatan fisik, subjek baru bisa berdiri usia 2 tahun dan berjalan di usia
2,5tahun. Subjek dapat mendengar dan berbicara dengan jelas dan
tidak mengalami masalah dengan fisiknya.Untuk perkembangan
bicara tidak ada keterlambatan perkembangan. Subjek mulai
mengoceh saat usia 7 bulan, dan bisa memanggil ibu dengan kata
“mama” usia 14 bulan. Saat subjek berusia 3 tahun subjek pernah
megalami sakit muntaber hingga harus dirawat di rumah sakit
selama seminggu. Kemampuan motorik kasar dan halus
berkembang sesuai usianya. Saat mengandung subjek, ibu merasa
senang karena kehamilan tersebut adalah kehamilan yang
direncanakan.
Riwayat Ayahdan ibu subjek menikah pada tahun 2004, dan dua tahun
Keluarga dan setelah pernikahan ibu dikaruniai anak yaitu subjek. Sehari-
Tempat Tinggal harinya subjek tinggal bersama ayah, ibu, dan nenekdan adik.
Ayah subjek bekerja sebagai tukang las, sedangkan ibu dan nenek
mengasuh anak tetangga. S tinggal di rumah kavling berukuran
2x2 m dengan empat anggota keluarga lainnya. Di rumah tersebut
tidak terdapat kamar mandi, sehingga untuk keperluan bersih diri
biasanya keluarga menggunakan ponten umum.
Riwayat Subjek memulai jenjang pendidikan taman kanak-kanak pada usia
Pendidikan dan 5 tahun. Pada saat jenjang taman kanak-kanak TK A subjek tidak
Sekolah mengalami masalah apapun di sekolah, hanya saja saat di TK B
subjek sulit mengingat huruf dan belum bisa menulis. Subjek
melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah dasar pada usia 7
tahun, dan subjek baru mengenal huruf dan belajar menulis di
kelas tersebut. Guru subjek pernah mengatakan akan rencana guru
yang tidak menaikkan subjek saat kelas IV karena subjek yang
belum bisa membaca dengan lancar.
b. Pelaksanaan Asessmen
1. Bahasa dan Komunikasi
Sebelum proses asessmen berlangsung, subjek sering menanyakan
berapa lama waktu yang digunakan selama proses asesmen. Subjek juga
meminta pada peneliti agar memperpanjang proses asesmen, agar subjek
tidak perlu mengikuti pelajaran di sekolah. Saat ditanya peneliti tentang
alasan subjek tidak ingin mengikuti pelajaran disekolah dikarenakan subjek
merasa jenuh dikelas disebabkan juga karena subjek yang merasa belum bisa
membaca.
Sebelum proses asesmen, peneliti mengatakan pada subjek agar lebih
sering menggunakan bahasa indonesia dari pada bahasa jawa, hal tersebut
dikarenakan dalam kesehariannya subjek lebih terbiasa menggunakan bahasa
jawa. Subjek menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti setelah
peneliti menanyakan pertanyaan. Subjek juga berusaha menjawab semua
pertanyaan peneliti, ketika diberi motivasi oleh peneliti. Meskipun terkadang
subjek mengeluh tidak bisa menjawab pertanyaan peneliti.
Proses asessmen seperti wawancara kepada significant others subjek
seperti, ibu subjek dan eyang subjek berlangsung dengan baik.
2. Sikap terhadap Pelaksanaan Asessmen
Secara keseluruhan semua significant other menunjukkan sikap yang
kooperatif ketika penulis melakukan proses pengambilan data. Hal ini
memudahkan penulis mencari akar permasalahan yang dihadapi subjek.Sikap
yang ditunjukkan oleh subjek saat pelaksanaan asesmen tes formal adalah
cukup kooperatif namun subjek sering menyandarkan kepala diatas
meja.Pada subtes yang menuntut kemampuan membaca subjek, subtes
tersebut dibacakan oleh tester karena tujuan asesmen ini adalah untuk
mengetahui kapasitas kognitif subjek. Saat diminta memmbaca pada suatu
subjek, subjek hanya membaca satu kata dengan terbata-bata lalu subjek
mengatakan bahwa dirinya tidak bisa membaca
Guru kelas subjek, saat pertama bertemu subjek, subjek terlihat seperti
anak normal. Setelah guru memberikan materi, dan meminta subjek
mengerjakan penugasan barulah diketahui bahwa ada perbedaan subjek
dengan siswa lainnya.Menurut keterangan guru, untuk kemampuan akademik
subjek termasuk satu-satunya murid yang kurang dalam memahami pelajaran,
subjek diketahui belum lancar membaca sejak kelas 1 SD. Subjek saat diminta
membaca cenderung melakukan kesalahan membaca, dikerenakan subjek
belum mampu membaca pada kata yang terdapat huruf mati ditengah diawal
atau diakhir. Selain itu subjek saat ditanya guru tentang suatu bacaan juga
belum dapat memahami. Saat guru bertanya pada subjek tentang aktivitas
sehari-hari subjek, subjek menjawab menggunakan bahasa jawa. Hal tersebut
dikarenakan di rumah subjek sering menggunkan bahasa jawa saat berbicara
dengan teman disekolah atau berasa orang tua di rumah. Saat diminta untuk
menjawab pertanyaan guru dengan bahasa indonesia, subjek cenderung
kesulitan mencari kata-kata.
Subjek tetap dinaikkan ke jenjang kelas berikutnya karena kebijakan
kepala sekolah. Saat subjek di kelas 1, subjek baru belajar mengenal huruf,
dikelas 2 subjek belajar membunyikan kata yang sederhana. Saat ini subjek
dalam membaca sebuah kalimat cenderung tidak lancar. Subjek sudah bisa
mengenal huruf, membaca 1 sampai 3 suku kata. Untuk membaca satu kata
sederhana kemampuan subjek sudah baik. Namun terkadang ada beberapa
kata yang terdapat huruf mati, subyek masih kesulitan untuk membaca. Hal
tersebut menyebabkan subjek mengalami kesulitan dalam hal memahami
sebuah bacaan. Selain itu kemampuan subjek dalam pelajaran matematika
juga dibawah teman-temannya. Subjek seharusnya sudah hafal perkalian
bilangan 1-9, namun subjek hanya hafal perkalian 1-2.
Saat subjek diminta untuk menyelesaikan tugas, membutuhkan waktu
yang lama, selain itu subjek cenderung menyalin pekerjaan temannya. Ketika
mengerjakan tugas guru biasanya membantu membantu membacakan
pertanyaan, subjek terkadang bisa menjawab dan terkadang tidak. Ketika
dihadapkan pada bacaan paragraf pendek subjek terkadang mampu
menjawab, namun ketika dihadapkan pada peranyaan panjang subjek
cenderung kuwalahan dan diam. Ketika mengerjakan ulangan subjek sering
melihat jawaban teman.
Subjek memiliki hasil evaluasi materi dibawah rata-rata. Hal tersebut
dikarenakan kesulitan yang dialami subjek ketika membaca, memahami
pertanyaan, mengerjakan tugas, dan mengerjakan ulangan. Subjek ketika
dihadapkan pada tugas-tugas dan ujian, seringkali tidak mandiri ketika
mengerjakan tugas. Subjek sering menyalin hasil pekerjaan temannya. Selain
itu subjek juga mengalami kesulitan menulis ketika didekte oleh guru.
Guru tidak selalu dapat mendampingi subjek saat pembelajaran
dikarenakan satu kelas siswa berjumlah 38 siswa.Usaha yang dilakukan guru
untuk mambantu subjek dalam belajar dengan mendampingi, dan membantu
subjek memahami bacaan maupun soal. Hal-hal yang dapat menghambat
proses belajar subjek adalah subjek sering menolak membaca dengan
mengatakan bahwa bacaan terlalu sulit. Guru subjek menuturkan bahwa
kesulitan subjek dalam membaca dikarenakan kurangnya kepedulian keluarga
subjek dalam pendidikan atau belajar subjek dirumah. Selain itu ketika diberi
PR, ibu subjek sering mengerjakan PR subjek hingga menuliskan jawaban
PR. Setelah dikonfirmasi mengenai hal tersebut, karena ibu subjek tidak sabar
jika harus menjelaskan isi bacaan pada subjek. Sehingga tidak ada kegiatan
belajar dirumah yang berarti.
Dalam hal interaksi sosial, subjek mempunyai banyak teman karena
teman satu sekolah merupakan tetangga subjek juga. Selain itu subjek juga
akrab dengan teman kelas lain yang berada pada jenjang yang sama. Untuk
kemandirian subjek disekolah. Subjek sudah bisa ke toilet sendiri, membeli
makanan di kantin, bisa menyiapkan dan merapikan sendiri alat-tulis yang
diperlukan sebelum menulis. Subjek juga melakukan kegiatan membersihkan
kelas ketika subjek mendapat jadwal piket.
Menurut ibu subjek, subjek jarang belajar saat di rumah. Ketika ada
PR, Subjek biasanya mengatakan pada ibu secara mendadak saat malam hari
sebelum jam tidur. Selama ini yang mengerjakan PR subjek adalah ibu,
subjek hanya menyalin tulisan dari jawaban ibu.Untuk kemampuan membaca
subjek saat ini, menurut ibunya tidak ada peningkatan. Ibu subjek tidak
mengetahui dengan pasti penyebab subjek tidak bisa membaca. Ibu subjek
juga tidak pernah menggunakan metode khusus untuk membaca karena
keterbatasan pendidikan ibu yang hanya mengenyam pendidikan di kelas 3SD
dan ayah subjek yang hanya lulusan SMP.
Untuk kemampuan membaca subjek, ibu subjek tidak
mengetahuidengan jelas kemampuan membaca subjek bisa menguasai berapa
suku kata. Ibu subjek hanya menjelaskan jika subjek tidak lancar ketika
membaca kata yang terdapat “huruf paten”. Selain itu ibu subjek juga
kesulitan mengetahui kemampuan membaca subjek dikarenakan subjek yang
sering menolak ketika diminta membaca.
Saat diminta membaca bacaan berkaitan dengan PR subjek hanya diam
dan mengatakan bahwa subjek sudah membaca dalam hati. Saat terus diminta
ibunya untuk membaca secara lantang, subjek mengatakan bahwa subjek
tidak mau membaca secara lantang karena subjek mengatakan bacaan terlalu
sulit. Saat dimotivasi untuk membaca, subjek sering menangis dan pergi.
Untuk konsep uang, sebenarnya subjek sudah mengetahui macam-
macam nilai uang. Namun bila subjek ditanya tentang kembalian uang
misalnya sehabis belanja, subjek masih kesulitan jika ditanya tentang
kembalian uang jajan. Bila subjek mempunyai kembalian uang 6.000 rupiah,
maka subjek mengatakannya 5000 rupiah dan 1000 rupiah. Ibunya juga
mengatakan bahwa pemberian instruksi kepada subjek juga tidak bisa banyak,
harus satu per satu. Bila diberikan instruksi lebih dari 1, maka subjek tidak
melakukannya dan telihat kebingungan.
Hasil Observasi
1. Observasi Subjek
Dalam melakukan observasi, peneliti melakukan observasi saat pelajaran
berlangsung di dalam kelas dan pada saat subjek melakukan terapi edukatif di
ruang pintar sekolah.
Setting : Kelas VA
Hari/ tanggal : xxxx
Pukul : 10.00-12.00
Target Perilaku : kemampuan mengerjakan tugas
Hasil Observasi 1
Pada pelajaran tematik bahasa indonesia
Guru memberi tugas pada siswa untuk membaca dan menyelesaikan tugas yang
bertema tentang siklus air. S tidak membaca bacaan yang ditugaskan oleh guru.
Peneliti bertanya mengapa S tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru,
S menjawab bahwa ia tidak bisa mengerjakan tugas tersebut. S kemudian
menyalin jawaban teman sebangku ketika teman sudah menyelesaikan satu
nomer soal. S menyelesaikan semua soal dengan melihat dan menyalin jawaban
dari teman sebnagku subjek.
Pada pelajaran tematik matematika
Guru meminta siswa untuk mengerjakan soal penyajian data dalam bentuk tabel
dan diagram. Guru telah menjelaskan materi tersebut dalam pertemuan
sebelumnya. Guru meminta siswa mengerjakan dengan menuliskan soal data
tabel dan membuat diagram, S hanya menulis soal dan membuat tabel soal.
Ketika ditanya peneliti mengapa S tidak mengerjakan soal dengan membuat
diagram, S mengatakan pada peneliti bahwa ia tidak bisa mengerjakan tanpa
melihat contoh diagram pekerjaan teman. S juga mengatakan pada peneliti jika
dirinya bingung cara membuat jarak pada tiap angka. S kemudian menyalin satu
nomer pekerjaan teman yang duduk di depannya.
Guru menjelaskan pada siswa cara menghitung membuat diagramlingkaran, S
kemudian mengatakan pada peneliti bahwa ia tidak bisa mengerjakan soal
diagram lingkaran karena terlalu sulit.
Peneliti kemudian membantu S untuk menjelaskan rumus diagram lingkaran, S
lalu memasukkan angka yang terdapat pada tabel ke rumus. S kemudian
bertanya pada peneliti tentang hasil hitungan rumus yang sudah ditulis dan
mengatakan pada peneliti jika dirinya tidak bisa menghitung rumus karena
belum menguasai perkalian.
Setting : Kelas VA
Hari/ tanggal : Kamis/22 Maret 2018
Pukul : 10.30-11.30
Target Perilaku : Kemampuan matematika
Hasil Observasi 2
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kemampuan matematika S untuk
penjumlahan dan pengurangan S mampu mengerjakan jika hasilnya dibawah 20.
Peneliti memberikan masing-masing 10 soal untuk penjumlahan kurang dari 10
dan lebih dari 10, pengurangan kurang dari 10 dan lebih dari 10.
- Peneliti memberikan soal penjumlahan yang hasilnya kurang dari 10, S
mampu mengerjakan dengan benar 10 soal yang diberikan peneliti.
- Peneliti memberikan soal penjumlahan yang hasilnya lebih dari 10, S
mengerjakan dengan hasil 10 soal yang salah.
- Peneliti memberikan soal pengurangan yang hasilnya kurang dari 10, S
tidak mampu mengerjakan soal pengurangan dan mengatakan pada
peneliti jika dirinya tidak bisa mengerjakan soal pengurangan. Peneliti
kemudian mengajarkan pada S cara mengerjakan soal tersebut
menggunakan jari-jari tangan. S kemudian mau mencoba mengerjakan
dan mampu mengerjakan dengan benar 8 soal.
- Peneliti memberikan soal pengurangan yang hasilnya lebih dari 10, S
mengatakan pada peneliti jika soal tersebut terlalu sulit. Peneliti
mengatakan pada S untuk membantu S mengerjakan soal pengurangan
tetapi S menolak untuk mengerjakan dengan mengatakan dirinya tidak
bisa mengerjakan berkali-kali pada peneliti.
Peneliti juga memberikan soal perkalian 1 hingga 10
- Subjek mampu mengerjakan soal perkalian 1 dan 2Subjek bisa
mengerjakan soal perkalian bilangan apapun jika dikalikan 1 dan 10
- Pada perkalian 3, subjek hanya bisa mengerjakan soal perkalian (3x1,
3x2)
- Subjek tidak bisa mengerjakan soal perkalian 4-9
Setting : Kelas VA
Hari/ tanggal : Senin/27 Maret 2018
Pukul : 07.00-11.30
Target Perilaku : Perilaku subjek saat mengerjakan tugas
Hasil Observasi 3
Pelajaran agama (07.00-08.30)
Guru menjelaskan tentang asmaul husna dan menerangkan artinya. Guru
kemudian bertanya pada S apa arti “al-malik”, S menjawab Maha Pengasih.
Guru membetulkan jawaban S dan mengatakan pada S bahwa ia tidak
memperhatikan guru sehingga ia tidak bisa menjawab pertanyaan guru.
Setting : Kelas VA
Hari/ tanggal : Selasa /28 Maret 2018
Pukul : 07.30-08.30
Target Perilaku : Kemampuan membaca
Hasil Observasi 4
Observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, subjek sudah mampu
mengenali huruf A hingga Z secara acak dan membaca suku kata yang
terdiri dari huruf konsonan-vokal seperti “beli, bawa, bagi, suka, buku,
bayi”. Subjek sering melakukan kesalahan membaca kata yang terdiri dari
huruf konsonan-vokal dengan akhiran konsonan, kata yang terdiri dari huruf
konsonan-vokal disertai imbuhan, dan konsonan-vokal diftong ng, ny.
Bengkel bekel
Dirasakandirasaan
Membantumembatu
Bekerjabakerja
Perilaku subjek ketika membaca adalah sering mengeluh tidak mampu dan
lelah membaca, namun ketika diberi motivasi untuk membaca maka subjek
dapat menyelesaikan tugas membaca yang diberikan.
Setelah itu peneliti memberikan kalimat untuk diabaca. Subjek membaca
benar pada kalimat:
- Adik saya satu
- Kakak beli buku
Setelah itu peneliti memberikan daftar kata-kata yang terdiri dari 2 suku
kata tanpa akhiran. Dari 35 kata yang diberikan, subjek mampu membaca
benar 30 kata. Dengan demikian subjek mampu membaca benar kata yang
terdiri dari dua suku kata tanpa akhiran sebanyak 85%. Subjek membaca
benar pada kata:
Baca Cara
Buku Cari
Bola Caci
Bata Ceri
Buta Cili
Bisu Cina
Bucu Ciri
Biru Cuka
Bisa Cuci
Buka Dada
Bina Daku
Beku Dari
Baja Daki
Baju Kaya
Beri
Setelah itu peneliti memberikan daftar kata-kata yang terdiri dari 2 suku
kata dengan akhiran. Dari 20 kata yang diberikan, subjek mampu membaca
benar 9 kata. Dengan demikian subjek mampu membaca benar kata yang
terdiri dari dua suku kata dengan akhiran sebanyak 55%.
Subjek membaca benar pada kata:
Mudik Badan
Masuk Sopan
Musik Asin
gelas Bulan
Hujan
Setting : Kelas VA
Hari/ tanggal : xxxxxxxxxxxxxxx
Pukul : 07.30-08.30
Target Perilaku : Kemampuan membaca
Hasil Observasi 5
Peneliti memberikan kata yang terdapat huruf “ng” di tengah dan akhir.
Dari 12 kata yang diberikan, subjek mampu membaca benar 3 kata. Dengan
demikian subjek mampu membaca benar kata yang terdapat huruf ng
sebanyak 25%.
Kemudian Peneliti memberikan kata yang terdapat huruf “ny” di awal dan
akhir. Dari 5 kata yang diberikan, subjek mampu membaca benar 1 kata.
Dengan demikian subjek mampu membaca benar kata yang terdapat huruf
ng sebanyak 20%.
Subjek membaca benar pada kata:
Nyanyi
Hasil Observasi 6
Kata Dibaca
keragaman kerahaman
keanekaragaman keanggaman
flora faluran
fauna fanan
brazil barisan
selatan salahtan
reptil reptik
mamalia melalui
menyebabkan membakai
iklim kilim
bukti buti
kelembaban kelembama
proses peropisi
spesies sapie
penting peti
curah curang
hujan hutang
penyerbukan penembukan
sebagian sebagaimana
Peranan perana
zaire zafi
Kata Dibaca
tradisional teradisiona
terkenal teringgal
minang mingnang
kebudayaan kebudayan
melayu melalui
kalimantan kalimat
majapahit manjapanhit
sriwijaya siriwijaya
diajarkan dikajarkan
berbeda berbenda
terkenal teginal
barat barang
cimande cipading
Kata Dibaca
menonton menutup
aturan akoran
Ketika Ketikan
berhati-hati berhenti
dialiri diairi
listrik listis
membahayakan membayan
televisi telivisi
rekening tawuran
penjelasan penjelasnya
nasehat nasinya
menghampiri menghamrim
2. Tes CPM
Tabel5.3 Hasil Tes CPM
Anak Usia 11 Tahun 11 Bulan 9 Hari
Ab 7
Total 23
2. Tes Informal
Tes informal yang digunakan oleh peneliti yaitu menggunakan checklist untuk
mengetahui berbagai jenis kekeliruan membaca lisan (Abdurrahman, 2012).
Table 5.4 Tes Informal
No Jenis Kekeliruan Cek Keterangan
5 Tidak dapat melafalkan huruf √ Subjek bisa melafalkan huruf diftong “ng”,
diftong (ng, ny) tetapi belum bisa melafalkan diftong “ny”
No Jenis Kekeliruan Cek Keterangan
16 Pengucapan kata yang salah, - Diberi kalimat “saya mandi biar segar”
makna sama maka subjek membacanya “saya mem-
mandi biar segar”
18 Pengucapan kata dengan bantuan √ Saat subjek membaca kalimat “saya mandi
guru biar segar” dibantu guru saat mengatakan
man-di, karena subjek membaca “mem-
man-di”.
Subjek juga dibantu saat membaca “ayah
menulis surat” karena subjek membaca
“ayo mem-nulis surat”
Subjek juga dibantu saat membaca kata
“nanas” karena subjek membacanya
“nana”
membaca
Kesimpulan :
Dari tes informal yang diberikan kepada subjek dengan tujuan untuk
mengidentifikasi jenis kekeliruan dalam membaca adalah subjek masih terkesan
mengingat sebuah kata atau suku kata tanpa membaca huruf-huruf yang tersusun.
Seperti saat diberi suku kata “mengukus” maka subjek langsung mengucapkan
“membungkus”. Subjek juga masih melakukan kekeliruan membaca suku kata
vocal rangkap. Subjek juga masih mengalami kesulitan bila membaca gabungan
huruf diftong vocal seperti nya, ngu. Subjek juga masih melakukan kekeliruan
membaca suku kata vocal rangkap. Selain itu, bila subjek diberi kata dengan
gabungan vocal konsonan, subjek juga masih melakukan kesalahan seperti kata
“irna”, maka subjek membacanya “ira”. Untuk kalimat yang panjang, subjek juga
masih melakukan kesalahan seperti subjek mengganti kata dengan makna berbeda
(Diberi kalimat “saya mandi biar segar” maka subjek membacanya “saya mandi
bila segar”). Pengucapan kata yang salah, makna sama juga dilakukan oleh subjek
seperti kalimat “saya mandi biar segar” subjek membacanya “saya memmandi
biar segar”. Selama proses tes informal, terlihat subjek ragu-ragu dalam membaca
dan sedikit tersendat saat membaca kalimat. Saat proses tes informal juga dibantu
oleh pendamping saat mengucapkan sebuah kata seperti “mandi” karena subjek
membacanya “memmandi”.
Pada proses membaca subjek mengalami kesulitan untuk menggabungkan
bagian huruf menjadi kata yang disebut mengeja. Kesalahan mengeja yang
dilakukan subjek biasanya dilakukan setelah membaca satu suku pertama,
kesalahan dilakukan saat menggabungkan satu suku pertama dengan suku kata
kedua dan ketiga. Kata yang dibaca subjek cenderung terdapat penambahan huruf
atau ditebak dengan kata lain yang dianggap mirip oleh subjek. Sehingga kata
yang dibaca cenderung tidak bermakna atau bermakna lain.
2) Tinjauan Teori
Disleksia adalah suatu kondisi dimana individu menunjukkan kesulitan yang bermakna di area
berbahasa teramasuk mengeja, membaca, dan menulis. Kesulitan ini tidak sesuai dengan kemampuan
yang seharusnya merujuk kepada usia kronologis dan kemampuan intelegensinya yang (sedikitnya)
normal. banyak penelitian yang mengungkapkan berbagai teori penyebab terjadiya disleksia,
diantaranya adalah teori ‘phonological deficit’, teori ‘rapid auditory processing’, teori ‘visual
perceptual deficit’, teori ‘cerebellar deficit’ dan yang terakhir adalah teori ‘genetika’. Di usia dini,
tanda tanda disleksia tentu saja bukan dilihat dari kemampuan membacanya karena anak pra sekolah
kemampuan wicara yang sarat dengan artikulasi yang tidak tepat, misalnya kesulitan melafalkan
‘pemadam kebakaan’ menjadi ‘pedadam kebaran’, atau melafalkan ‘taksi’ menjadi ‘tasik’, atau
melafalkan ‘jendela’ menjadi ‘tembela’, dan sebagainya. Anak anak ini juga seringkali bercerita
menggunakan terminologi yang tidak tepat, misalnya ‘aku gak mau berenang di kolam yang itu,
sereeem...., kolamnya tebel’, tentu saja yang dimaksud dengan istilah ‘kolam tebal’ adalah ‘kolam
yang dalam’. Di usia sekolah, gejala disleksia mulai nampak sebagai kesulitan di area membaca,
menulis dan berhitung. Biasanya kemampuannya di bidang ini senantiasa ‘tertinggal’ dibandingkan
dengan teman sebayanya. Anak sulit mengenali bentuk huruf, nama huruf, bunyi huruf, kesulitan
membaca dan menuliskan kata-kata. Seringkali jika menulis banyak huruf huruf yang hilang atau
bahkan kehilangan beberapa kalimat saat menulis atau menyalin dari papan tulis ke bukunya. Anak
yang lebih besar lagi, bisa jadi sudah mampu baca tulis, namun membutuhkan usaha yang luar biasa
untuk mampu memahami kosa kata dan konten dari isi bacaan yang memang belum dituntut untuk
mampu baca. Maka di usia prasekolah gejala disleksia yang nampak adalah pada kemampuan
berbahasa lisan. Anak disleksia biasanya dilaporkan telat bicara dimana yang dimaksud adalah anak
dengan kemampuan memahami berbagai instruksi sesuai usianya, namun memiliki kosa kata yang
terbatas saat berbicara. Selain itu anak juga biasanya menampilkan dibacanya. Anak ini juga kesulitan
menjawab pertanyaan deskriptif secara tertulis sekalipun mampu menjawabnya dengan jauh lebih
mudah jika jawaban disampaikan secara lisan. Sebagian dari anak ini juga mengalami kesulitan dalam
berhitung, sulit memahami komputasi sederhana, apalagi soal cerita. Anak ini sulit melakukan
estimasi atas jawaban matematika yang sederhana, dan sulit memahami berbagai istilah dan lambang
operasional dalam matematika. Selain itu, anak juga nampak grasa grusu, sangat berantakan dalam
keseharian aktivitasnya, misalnya banyak buku yang ketinggalan, pr yang kelupaan, isi ransel yang
berjatuhan, pensil atau tempat makan yang selalu hilang, sulit menumpukan perhatian dalam rentang
waktu yang cukup sesuai usianya. Anak ini juga sulit untuk mengerjakan segala sesuatu dengan
urutan yang benar dan terstruktur, segala kegiatannya nampak rusuh dan juga tidak terampil dalam
melakukan berbagai kegiatan yang membutuhkan ketrampilan koordinasi motorik semisal menalikan
sepatu, membuka tutup tempat makanannya, mengganti baju seragam dengan baju olah raganya lalu
melipatnya dengan rapih, dan sebagainya. Hal lain yang perlu dicermati sebagai bagian dari gejala
disleksia nya adalah aspek perilakunya. Anak disleksia biasanya menunjukkan kesulitan untuk
berinteraksi sosial, anak ini cenderung janggal dalam pergaulan, tidak percaya diri untuk bergabung
dengan kegiatan permainan dengan sebayanya. Atau kejadian sebaliknya bisa terjadi. Anak ini justru
tampil seperti anak yang agresif, sulit diatur, hanya jalan-jalan saja di kelas, tidak pernah mengerjakan
tugas dari guru, provokator di kelas dan dijauhi teman temannya karena perilaku negatifnya ini.
Waspadalah karena perilaku negatif yang disebutkan tadi bisa jadi merupakan cara anak untuk
menghindar dari paparan terhadap tugas akademis yang dia tidak mampu mengatasinya.
Berbagai penelitian melaporkan bahwa faktor genetik berperan sangat signifikan pada kejadian
disleksia. Seorang ayah yang disleksia mempunyai potensi menurunkan disleksia nya sebesar 40%
kepada anak laki-lakinya. Orang tua yang penyandang disleksia, dilaporkan sekitar 50% anak-
anaknya juga menyandang disleksia, dan jika salah satu anak adalah penyandang disleksia dilaporkan
50% saudara kandungnya juga menyandang disleksia.
Secara umum pengelolaan disleksia meliputi remedasi dan akomodasi. Yang dimaksud remediasi
adalah mengulang bagian-bagian akademis yang menjadi kesulitannya namun dilakukan dengan
teknik yang tepat bagi anak disleksia, dan dilakukan oleh well-trained teacher yang mempunyai
kompetensi khusus di bidang disleksia. Proses remediasi dilakukan dengan materi yang diberikan
sedikit demi sedikit atau bertahap dan pastikan dimulai dari materi yang dia sudah kuasai dulu
sebelumnya sehingga anak mempunyai pengalaman berhasil. Proses remediasi yang berulang-ulang
ini seringkali dikenal sebagai istlah overlearning.
a. Psikodinamika (model interaksi menurut Marsella & Snyderdalam Sukadji, 2000)
B. KONDISI BIOLOGIS
Subjek mengalami keterlambatan perkembangan
A.LINGKUNGAN FISIK
Subjek memiliki luas rumah 22m dan kondisi
S fisik saat pertumbuhan dan saat subjek berumur 3
11 11bln
th tahun pernah mengalami muntaber.
ponten yang terpisah yang tidak menyatu
dengan rumah. Kelas VSD
C. KONDISI PSIKOLOGIS
F.PERILAKU
Subjek masuk dalam anak yang hiperaktif dalam bermain sehingga sangat susah untuk mendapatkan focus dalam
kelas sehingga cenderung berlari an dism keas yang mebuat subek krang memahasi sebuahbmateri yang telah
diberika ole gurunya.
d) A-posteori hypothesis (diagnosis akhir)
Berdasarkan ringkasan kasus diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
subjek mengalami disleksia diskalkulias digrafia namun dalam kasus subek ini lebih
menonok disleksia .
1. Intervensi
a. Intervensi pada subjek
1.Remedial
Merupakan usaha perbaikan yang dilakukan pada fungsi belajar yang terhambat.
Perbaikan pengajaran sebaiknya dilakukan secara individual dan mengandung makna
timbal balik, untuk siswa dan guru. Dalam program remedial (perbaikan belajar
mengajar) sebaiknya mengikuti prosedur sebagai berikut:
a)Analisis diagnosis.
b)Menentukan bidang yang perlu mendapatkan perbaikan.
c)Menyusun program perbaikan.
d)Melaksanakan program perbaikan.
e)Menilai perbaikan belajar-mengajar.
Biasanya program remedial dapat diberi sedini mungkin pada anak usia prasekolah,
yang dalam hal ini sedang mengalami proses perkembangan motorik dan perseptual.
2.Tutoring
Merupakan bantuan yang diberikan langsung pada bidang studi yang terhambat dari
siswayang sudah duduk dibangku sekolah. Cara ini lebih cepat karena tanpa melalui
perbaikan proses dasarnya terlebih dahulu, dengan tujuan mengejar ketinggalan di kelas.
Tapi sebaiknya intervensi yang paling ideal dan menyeluruh akan mencakup kedua
program (remedial dan tutoring).
3.Kompensasi
Diberikan bila hambatan yang dimiliki anak berdampak negatif dalam proses
pembentukan konsep dirinya. Dalam arti, mengingat usia, kegiatan yang dilakukan dan
derajat kesulitan yang dialami sedemikian rupa, sehingga diperlukan sesuatu
kompensasi untuk mengatasi kekurangannya dibidang/area tertentu.
Jadi membuat pola permasalahn dan metargetkan behavioral di membuat strategi berupa konsistensi kegiatan da aturan ang
telah disetujui.