Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN HASIL ASESMEN

MATA KULIAH APLIKASI PSIKOLOGI


DALAM SEKOLAH

KELAS B – 2017
Syavira Putri Ranastry
(201710230311120)

Dosen Pengampu : Assoc. Prof. Dr. Iswinarti, M. Si.


Asisten : Rahmita Laily, S.Psi.

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2020
1. DATA SEKOLAH/TEMPAT PENDIDIKAN
Sekolah Dasar Negeri Sumbersari 1 Malang adalah sekolah dasar inklusi
yang beralamat di Jl. Bend. Sigura-gura 1/11, Kel. Sumbersari, Kec. Lowokwaru,
Malang, berdiri sejak tahun 1967. Dalam sekolah ini terdapat 7 ruang kelas, 1
laboratorium, 1 perpustakaan, 1 lapangan yang sangat luas, 1 mushola, 1 ruang guru
dan 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang sumber yang merupakan ruangan untuk guru
pendamping khusus dan tempat siswa berkebutuhan khusus untuk belajar, dan
terdapat beberapa ruang kamar mandi. Jumlah gedung di SDN Sumbersari 1 Malang
sebanyak 5 gedung yaitu perpustakaan, mushola, ruang guru & kepala sekolah,
ruang kelas beserta lab dan kamar mandi. SDN Sumbersari 1 Malang berbentuk
huruf “U” dengan 2 pagar sebagai pintu masuk dan keluar serta di tengahnya
terdapat lapangan upacara. Selain itu, di belakang gedung sekolah terdapat
lapangan. Di dalam sekolah ini sangat banyak pohon-pohon buah yang menjulang
tinggi sehingga suasana di sekolah terasa sejuk dan rindang. Warga dalam sekolah
ini berjumlah 219 orang yang terdiri dari 205 siswa yang 17 diantaranya adalah
siswa berkubutuhan khusus, 1 kepala sekolah, 7 guru, 2 guru mata pelajaran, 1
orang guru pendamping khusus, 1 TU/bagian administrasi, dan 2 tukang bersih-
bersih.
2. IDENTIFIKASI MASALAH
1.1 Jadwal Asesmen

No Tanggal Waktu Jenis Asesmen Subjek

7 Oktober 10.00 -
1. Wawancara Guru Pendamping Khusus
2020 10.30

15 Oktober 10.00 -
2. Observasi Subjek Dz
2020 10.45

24 Oktober 10.00 -
3. Wawancara Pseudo-teacher subjek
2020 12.00

29 Oktober 09.00 -
4. Observasi Subjek Dz
2020 11.30

29 Oktober 11.30 -
5. Wawancara Ibu subjek
2020 12.00

1.2 Penjabaran Hasil Asesmen


a. Deskripsi Subjek
Nama : MZDZR (yang selanjutnya akan disebut sebagai Subjek Dz).
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 17 Agustus 2012
Agama : Islam
Usia : 8 tahun
Kelas : 2 (dua)

Nama Ayah : EBW


Pekerjaan : Pegawai PLN
Nama Ibu : KH
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Nama Kakak 1 : ANPW (15 tahun – SMA kelas 1)
Nama Kakak 2 : MNAI (12 tahun – SD kelas 6)
b. Hasil Diagnosa
Oleh Dra. Josina Judiari, M.Si.
Consultant & Psychodiagnostic.
Jl. Bukit Hijau C55 Tlogomas Malang.
Tanggal tes : 28 Juli 2019.

Sesuai dengan surat diagnosa yang dimiliki sekolah ini, subjek Dz


didiagnosa mengalami hambatan perkembangan pada segi verbal dan
terindikasi hyperaktifitas. Kecerdasan umum subjek pada surat diagnose
diketahui mendapat skor 108 yang termasuk dalam kategori rata-rata atas.
Pada kecerdasan majemuk, subjek mendapat skor paling tinggi yaitu 50 pada
kecerdasan kinestetik-jasmani yang berhubungan dengan kemampuan dalam
menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan serta
terampil menggunakan tangan untuk menciptakan dan mengubah sesuatu.
Selanjutnya subjek mendapat skor 40 pada kecerdasan naturalis/cerdas alam
yang meliputi keahlian dalam mengenali dan mengkategorisasikan spesies
flora dan fauna, kepekaan pada fenomena alam lainnya seperti bentuk awan,
gunung, dan lain-lain, jika anak tinggal diperkotaan maka ia dapat
membedakan benda-benda tak hidup seperti mobil dan peka terhadap
kelestarian alam. Dan skor 30 pada kecerdasan visual spasial yang
merupakan kemampuan dalam mempersepsikan warna, garis, bentuk ruang,
dan hubungan antara unsur-unsur tersebut, kecerdasan ini juga meliputi
membayangkan, menuangkan ide secara tepat baik visual atau spasial seperti
menggambar.
Selanjutnya kecerdasan matematis dan bahasa secara urut mendapat
skor 5 dan 8, dimana kecerdasan tersebut berpengaruh pada kemampuan
menggunakan angka dengan baik dan kemampuan menggunakan kata-kata
secara efektif baik secara lisan maupun tulisan. Dan yang terakhir adalah
kecerdasan musical, subjek mendapat skor 10, dimana kecerdasan ini
berpengaruh pada kemampuan menangani bentuk-bentuk musical dengan
cara mempersepsi, membedakan, mengubah, dan mengekspresikan musik.
Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap irama, pola titik nada atau
melodi dan warna suara lagu.

c. Hasil Wawancara 1
Wawancara pertama kali dilakukan dengan guru pendamping khusus
di sekolah, beliau merupakan guru yang bertanggung jawab mengajar dan
mendampingi siswa berkubutuhan khusus yang salah satunya adalah Subjek
Dz. Dikatakan bahwa subjek Dz merupakan anak berkebutuhan khusus
berjenis kelamin laki-laki yang sedang duduk dibangku kelas 2, subjek
mengalami kesulitan dalam belajar dimana ia belum lancar membaca dan
sulit dalam memahami konteks dalam pelajarannya saat ini. Sehingga ia
membutuhkan perlakuan khusus dengan kurikulum yang berbeda dari teman-
temanya yang juga berada di bangku kelas 2. Berdasarkan keterangan dari
guru pendamping khusus, subjek Dz memiliki seorang pseudo-teacher yang
membantu subjek untuk belajar di rumah, dan biasanya beliau melakukan
video call dengan pseudo-teacher pada saat jadwal belajar subjek Dz untuk
menanyakan perkembangan subjek Dz selama belajar belajar di rumah.

d. Hasil Observasi 1
Pada observasi pertama yang dilakukan melalui video call bersama
dengan guru pendamping khusus (GPK), pseudo-teacher, dan subjek Dz
pada saat jadwal belajar subjek dengan pseudo-teacher terlihat bahwa subjek
Dz cadel pada huruf R. Selanjutnya saat subjek Dz diminta GPK untuk
membaca terlihat bahwa subjek masih belum lancar membaca, dimana ia
masih mengeja persuku kata dengan memanjangkan suku kata tersebut
(seperti naaa-daa/buu-kaa). Dan saat berbicara atau membaca subjek
cenderung berbicara dengan suara yang kecil dan pelan.

e. Hasil Wawancara 2
Wawancara kedua dilakukan bersama pseudo-teacher yang mengajar
subjek Dz selama belajar di rumah. Setelah dilakukan wawancara dengan
pseudo-teacher, diketahui bahwa saat ini motorik halus subjek mengalami
peningkatan (sudah bisa menggunting lurus), percaya diri subjek sudah lebih
meningkat dari sebelumnya. Untuk kemampuan dalam memahami sebauh
konteks kalimat masih jauh untuk mencapai target yang dibuat oleh pseudo-
teachernya. Subjek Dz sudah bisa penjumlahan dan pengurangan
menggunakan maskimal angka 5 (untuk penjumlahan) dan 10 (untuk
pengurangan).
Selanjutnya untuk membaca subjek semangat ketika moodnya bagus
dan begitu juga sebaliknya, ketika ia paham dan kenal dengan kata yang
sedang ia baca, ia akan langsung menunjuk benda yang sesuai dengan kata
yang ia baca, dan sekarang subjek sudah bisa membaca tulisan dengan huruf
mati “N” di akhir kata. Kemampuan menulis subjek menggunakan pensil
sudah lebih terlihat garisnya, subjek juga sudah mengenal warna-warna
benda yang sering ia lihat seperti awan/matahari. Ketika marah, subjek
cenderung menangis dan melempar barang yang ada di dekatnya, dan subjek
sering melamun sehingga untuk diajak berbicara subjek harus dipancing
terlebih dahulu (ditanyai duluan/ditepuk tangannya agar fokus kepada lawan
bicara).
Berdasarkan hasil wawancara dengan pseudo-teacher untuk saat ini
kemampuan yang perlu dan urgent ditingkatkan dalam diri subjek Dz adalah
kemampuan membaca, menulis, dan menghitung.

f. Hasil Observasi 2
Observasi kedua dilakukan di rumah subjek Dz bersama dengan guru
pendamping khusus pada saat subjek memiliki jadwal belajar bersama
pseudo-teacher. Diketahui bahwa jadwal belajar subjek bersama pseudo-
teacher adalah selama 2 jam. Terlihat pada saat belajar di 1 jam pertama,
subjek sering kali menggaruk-garuk mata dan bagian lain di wajahnya dan
kakinya, saat diberikan pertanyaan subjek cenderung lama untuk menjawab
dan sering kali meniru/membeo kata-kata yang diucapkan pseudo-
teachernya yang merupakan jawaban dari pertanyaan yang diberikan. Tidak
hanya saat video call saja tetapi pada saat di rumah juga subjek berbicara
dengan suara yang pelan.
Pada 1 jam terakhir waktu belajar, subjek terlihat semakin sering
menguap, melamun, dan tidak fokus pada kata-kata dan instruksi yang
diberikan oleh pseudo-teacher, dan pada saat itu, subjek juga sempat marah
dengan berteriak. Saat proses belajar subjek tidak berhenti memegang wajah
dan kakinya secara bergantian. Pseudo-teacher sering menepuk punggung
tangan (mengajak tos) dan/ kaki subjek Dz untuk membuat subjek kembali
fokus pada suaranya, karena sering kali subjek melamun dan melihat ke arah
lain dengan tatapan kosong.
Subjek sudah bisa memegang pensil dengan benar dan tulisannya
dapat terbaca dengan jelas. Untuk menulis tangan subjek masih kaku dan
masih meniru tulisan yang sudah ada di buku paket/yang dicontohkan oleh
pseudo-teachernya, jika ia menulis dengan tidak meniru tulisan yang ada,
terkadang masih ada kesalahan dalam menuliskan hurufnya entah itu terbalik
urutannya atau kurang hurufnya. Subjek sudah mengenal angka besar dan
angka kecil, tanda > <, dan mata uang (uang koin 100,200,500,1.000).
Subjek Dz juga sudah memahami jawaban untuk pertanyaan yang diawali
dengan kata Siapa? dan Berapa?.
Fokus subjek terlihat sangat baik saat ia menulis dengan meniru
tulisan yang sudah ada dan saat bermain puzzle, ia suka bermain puzzle saat
belajar dengan pseudo-teachernya yang merupakan salah satu mainan yang
disediakan oleh pseudo-teachernya agar subjek tidak jenuh terus-menerus
belajar. Saat sedang bermain puzzle subjek dapat menyelesaikannya dengan
cepat dan ketika ditanya mengenai warna dari gambar di puzzle, subjek
dapat menjawab dengan tepat.

g. Hasil Wawancara 3
Dari wawancara ketiga yang dilakukan dengan ibu subjek diketahui
bahwa keterlambatan bicara juga terjadi pada kakak pertama subjek Dz,
tetapi tidak separah subjek Dz karena selang beberapa waktu kakak subjek
dapat tumbuh dengan normal sesuai usianya. Ibu subjek berkata bahwa saat
bayi, subjek tumbuh layaknya anak-anak pada umumnya, tahap
perkembanganya normal. Saat PAUD diketahui oleh ibu subjek bahwa cara
subjek Dz berkomunikasi dengan teman-temannya dalah dengan memukul,
ia hanya berbicara dengan 1 atau 2 kata dan juga menangis. Selanjutnya pada
saat SD wali kelas subjek mengetahui bahwa terdapat hal yang menghambat
subjek Dz dalam belajar dan menyarankan orang tua subjek untuk
memeriksakannya ke Psikolog, barulah setelah itu diketahui bahwa subjek
mengalami keterlambatan bicara (speech delay), kurang konsentrasi, dan
hambatan pada perkembangan motoric halus. Berdasarkan keterangan ibu
subjek, subjek Dz tidak mengalami gangguan fisik seperti gangguan
pendengaran dan emosinya juga tergolong stabil.
Saat di rumah, subjek sering menonton kartun berbahasa Inggris dan
atau mengikuti kakak keduanya bermain di rumah. Selain bermain dengan
kakaknya, subjek Dz juga sering menonton kartun bahasa Inggris, ibunya
berkata bahwa akhir-akhir ini subjek lebih sering berbicara dengan bahasa
Inggris. Perkembangan verbal subjek berdasar keterangan ibu subjek saat ini
ia sudah bisa protes dan merespon saat diajak berbicara, tidak seperti dulu
ketika diajak berbicara hanya diam. Kegiatan subjek Dz saat tidak sekolah
adalah mengaji, subjek Dz sudah memasuki Iqra 4 di tempat mengajinya.
Selain itu, sebelum adanya corona, subjek mengikuti les renang dan
ekstrakulikuler karate di sekolah.
3. ANALISA MASALAH
a. Perkembangan bahasa
Bahasa merupakan suatu konsep yang lebih luas daripada kemampuan
berbicara. Bahasa merupakan suatu sistem simbolis, yang digunakan untuk
mewakili pikiran seseorang. Hal tersebut mengacu pada kosakata, tata bahasa,
dan kondisi sosial yang mengatur cara kita berkomunikasi melalui berbagai
sarana seperti berbicara, memberikan isyarat tubuh, dan menulis. Bahasa
memberikan arti bagi semua bunyi dari kemampuan bicara yang kita lakukan
(Anggraini, 2011).
Terdapat 5 aspek yang berpengaruh dalam perkembangan bahasa anak
menurut Otto, 2015 (dalam Wijayaningsih, 2019) yaitu :
- Fonetik, kemampuan anak dalam menyortir bunyi-bunyian yang
didengarkan.
- Semantic, kemampuan anak dalam memahami maksud dari bunyi yang
didengarkan.
- Sintaksis, kemampuan anak dalam memahami satu per satu kata terhadap
benda yang dilihat.
- Morfemik, anak memiliki kesadaran akan bahasa dan memahami kata jamak.
- Pragmatic, anak mulai mengekspresikan maksud komunikatif baik melalui
kata maupun ekspresi wajah.

Upaya-upaya yang perlu dilakukan agar dapat memperoleh sebuah


kemampuan berbicara yang baik anak harus memperoleh kemampuan bahasa
linguistik yang diperoleh melalui kelima aspek perkembangan bahasa. Anak
memperoleh bahasa lisan, tulis dan kemudian terus berkembangan semakin luas
hingga mampu memadukan bahasa lisan tulis sekaligus (Wijayaningsih, 2019).
Menurut Hartanto dkk, 2011 perkembangan bahasa merupakan salah satu
indikator perkembangan menyeluruh dari kemampuan kognitif anak yang
berhubungan dengan keberhasilan di sekolah. Keterlambatan perkembangan
pada awal kemampuan berbahasa dapat mempangaruhi berbagai fungsi sehari-
hari. Selain itu mempengaruhi kehidupan personal sosial, juga akan
menimbulkan kesulitan belajar, bahkan kemampuan dalam bekerja kelak
cenderung mengalami hambatan juga.
Dari penjelasan di atas dan dari hasil asesmen yang didapatkan, diketahui
bahwa Subjek Dz mengalami keterlambatan dalam perkembangan berbahasanya.
Terlihat bahwa subjek saat ini sudah bisa mengutarakan ide/isi pikirannya, tetapi
dengan suara yang pelan dan tidak terlalu jelas serta luwes, seringkali terdengar
ia berbicara (gibberish) dengan suara yang nggeremeng, meskipun begitu kata
yang ia ucapkan benar dan sesuai dengan situasi perasaannya. Hal tersebut
sesuai dengan yang dikatakan oleh Hartanto dkk, 2011 bahwa ucapan seorang
anak mungkin sedikit sulit untuk dimengerti, tetapi ia dapat menyusun kata-kata
dengan benaruntuk menyatakan keinginannya. Selain itu, subjek juga mengalami
kesulitan belajar karena ia saat ini baru saja bisa membaca kata dengan akhiran
huruf N, memahami pertanyaan Siapa? dan Berapa?, berhitung/mengenal angka
1-20, bisa mengerjakan soal penjumlahan dan pengurangan pada angka 5 & 10
saja dimana jika dibandingkan dengan teman sebayanya sudah bisa membaca
kalimat di buku dan memahami konteks dalam kalimat tersebut dengan mudah.
Alternatif intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan berbahasa subjek Dz antara lain : Membaca dongeng bergambar
bersama, dimana kegiatan ini bertujuan untuk anak dalam mempelajari bahasa
sebagai bahasa komunikasi untuk menuangkan ide-ide kreatif mereka (Sari,
2013).

b. Keterlambatan bicara/speech delay (hambatan perkembangan verbal)


Menurut Hurlock, 1978 (dalam Anggraini, 2011) bicara adalah bentuk
bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk
menyampaikan sesuatu. Karena bicara merupakan bentuk komunikasi yang
paling efektif, penggunaannya paling luas dan paling penting. Bicara merupakan
ketrampilan mental-motorik. Berbicara tidak hanya melibatkan koordinasi
kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai aspek
mental yakni kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan.
Meskipun demikian, tidak semua bunyi yang dibuat anak dapat dipandang
sebagai bicara. Sebelum anak cukup dapat mengendalikan mekanisme otot
syaraf untuk menimbulkan bunyi yang jelas, berbeda, dan terkendali, ungkapan
suaranya merupakan bunyi artikulasi. Lebih lanjut, sebelum mereka mampu
mengaitkan arti dengan bunyi yang terkendali itu, bukan masalah betulnya
ucapan yang mereka keluarkan, pembicaraan mereka hanya “membeo” karena
kekurangan unsur mental dari makna yang dimaksud. Menurut Hurlock, 1978
(dalam Angraini, 2011) terdapat dua kriteria yang dapat digunakan untuk
memutuskan apakah anak berbicara dalam artian yang benar atau hanya
“membeo” :
- Pertama adalah bahwasanya anak harus mengetahui arti kata yang
digunakannya dan mengkaitkannya dengan obyek yang diwakilinya. Sebagai
contoh, kata “bola” harus mengacu hanya pada bola, bukan pada mainan
umumnya.
- Kedua, ialah anak harus melafalkan kata-katanya sehingga orang lain
memahaminya dengan mudah. Kata-kata yang hanya dapat dipahami anak
karena sudah sering mendengarnya atau karena telah belajar memahaminya
dan menduga apa yang sedang dikatakan, tidaklah memenuhi kriteria
tersebut.

Hurlock, 1978 (dalam Anggraini, 2011) menjelaskan bahwa pola belajar


berbicara untuk semua anak umumnya sama. Meskipun demikian, laju
perkembangannya berbeda. Dari berbagai studi perkembangan pengendalian
motorik dan bicara telah terungkap bahwa pola perkembangan bicara hampir
sejalan dengan pola perkembangan motorik, juga sangat sejalan dengan pola
perkembangan mental. Teori dari Hurlock, 1978 ini sesuai dengan kondisi
subjek Dz saat ini, dimana kemampuan bicara subjek berjalan beriringan dengan
pola perkembangan motoriknya, terkhusus motoric halus dimana subjek saat ini
baru bisa menggunting lurus dengan diingatkan oleh pseuso-teachernya untuk
berhenti. Untuk motoric kasar subjek, berdasarkan keterangan pseudo-teacher ia
sudah bisa berdiri dengan satu kaki dan bertahan selama kurang lebih 15-30
detik, selain itu ia juga sudah bisa melompat, menuruni tangga dengan baik dan
berlari.

Keterlambatan bicara menurut Hurlock, 1978 (dalam Anggraini, 2011)


adalah ketika tingkat perkembangan bicara individu berada di bawah tingkat
kualitas perkembangan bicara anak seusianya yang dapat diketahui dari
ketetapan penggunaan kata. Apabila teman sebaya mereka berbicara dengan
menggunakan kata-kata, sedangkan si anak terus menggunakan isyarat dan gaya
bicara bayi, maka anak tersebut akan dianggap oleh orang lain terlalu muda
untuk diajak bermain. Kekurangan dorongan merupakan penyebab serius
keterlambatan bicara, terlihat apabila orang tua tidak hanya berbicara kepada
anak mereka, tetapi juga menggunakan variasi kata yang luas dapat membantu
kemampuan berbicara anak berkembang dengan cepat (Hurlock, 1978 dalam
Anggraini, 2011). Sesuai dengan teori ini, subjek Dz saat ini masih memiliki
kosa kata yang sedikit jika dibandingkan dengan teman sebayanya, dimana
terlihat saat observasi ketika subjek diajak berbicara dengan pseudo-teacher ia
cenderung menjawab dengan lama sampai pseudo-teacher harus bertanya
sampai 2/3 kali baru setelah itu subjek menjawab. Karena saat diajak bicara
subjek menjawab dengan lama dan kata-kata yang dikeluarkan hanya sedikit
(meskipun jawaban tersebut benar), berdasarkan keterangan dari pseudo-teacher
saat di sekolah subjek Dz cenderung bermain sendiri saat istirahat dan biasanya
ia hanya duduk di lapangan seorang diri dan diam, bahkan saat pelajaran
olahraga teman-teman kelasnya tidak ada yang mau menjadi/memasukkan
subjek dalam kelompok mereka.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cambell et al (dalam Angraini,


2011) faktor-faktor yang mempengaruhi individu mengalami keterlambatan
bicara adalah :

- Berjenis kelamin laki-laki.


- Keturunan dalam garis keluarga, orang tua dengan gangguan keterlambatan
bicara dan anak normal, tetapi lingkungan menganggap bahwa anak
memiliki gangguan tersebut dari orang tuanya sehingga lingkungan
mengurangi interaksi dengan anak tersebut dan menyebabkan anak
mengalami keterlambatan bicara.
- Rendahnya pendidikan ibu.

Dari beberapa faktor yang disebutkan di atas dikehui bahwa penyebab


keterlambatan bicara subjek Dz adalah adanya keturunan dari garis keluarga
yaitu kakak laki-laki pertamanya yang juga mengalami masalah serupa, selain
itu masalah keterlambatan bicara subjek Dz hanya disebabkan oleh adanya
hambatan perkembangan verbalnya, tidak ada gangguan pada otak dan organ
lainnya pada subjek.

Dalam Wijayaningsih, 2019 mengatakan bahwa keterlambatan berbicara


bukanlah suatu hal yang dapat dibiarkan begitu saja karena keadaan ini dapat
memiliki pengaruh terhadap kemampuan belajar anak sehingga dengan keadaan
sulit untuk berkomunikasi tidak jarang anak yang mengalami keterlambatan
berbicara memiliki masalah kesulitan belajar (learning disabilities). Hal ini
sesuai dengan kondisi subjek Dz saat ini, karena sedikitnya kosa kata yang ia
kenal dan pahami, ia mengalami kesulitan dalam memahami konteks dalam
kalimat di buku pelajaran sekolahnya, sehingga ia perlu bantuan pseudo-teacher
untuk memaparkan dengan bahasa yang subjek pahami agar ia dapat memahami
kalimat tersebut.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan bicara
pada anak antara lain (Habib & Laily, 2012) :
- Teknik modelling dalam bermain sambil belajar, bermain menggunakan
kata/kalimat dan saat subjek selesai membaca, intervensionis memberi
koreksi dan meminta subjek untuk mengulang dengan meniru intevensionis.
- Belajar dengan gerak lagu, intervensionis memutar CD lagu anak Indonesia
yang sederhana lalu mengajak subjek untuk menyanyi dan menari bersama.
- Flash card, intervensionis menunjukkan kartu bergambar pada subjek
dengan sambil menyembunyikan bunyinya, kemudian subjek bertugas untuk
menirukan bunyi dan melihat gambar pada flash card.
c. Gangguan konsentrasi
Konsentrasi belajar menurut Dimyati dan Mudjiono, 2009 (dalam Setiani
dkk, 2014) merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran, dima
pemusatan tersebut tertuju pada isi bahan belajar dan proses memperolehnya.
Gangguan konsentrasi belajar adalah kondisi dimana individu tidak
mampu memfokuskan dan menjaga pikiran terhadap apaun yang berhubungan
dengan objek pelajaran (Annisa dkk, 2019). Dari teori ini dapat diketahui bahwa
subjek Dz mengalami gangguan dalam pemusatan fokus/konsentrasi, terlihat
ketika sedang dalam proses belajar dengan pseudo-teacher, ia terlihat sering
melihat ke arah lain dengan tatapan kosong, tidak menjawab pertanyaan yang
diberikan pseudo-teacher dan menghiraukan ucapan yang dikatakn oleh pseudo-
teachernya, sehingga pseudo-teacher harus sering-sering menepuk tangan/kaki
subjek dan mengajak tos agar subjek dapat kembali fokus ke suara pseudo-
teacher dan konsentrasi pada pelajaran.
Menurut Hakim, 2003 (dalam Setiani dkk, 2014) sulitnya konsentrasi
dapat terjadi karena seseorang tidak menyukai pelajaran yang sedang ia pelajari
saat itu, peljaran dirasa sulit, merupakan pelajaran dari guru yang ia tidak sukai,
atau suasana tempat belajar yang digunakan tidak menyenangkan. Pada kasus
subjek Dz diketahui dari hasil asesmen bahwa ia kesulitan untuk konsentrasi saat
belajar karena ia terdiagnosa memiliki indikasi hyperaktif, yang dimana
meskipun ia bisa untuk tetap duduk tetapi tangan dan kakinya tidak bisa berhenti
bergerak, entah itu menggaruk atau hanya sekedar menyentuh kakinya.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas konsentrasi
belajar anak antara lain :
- Metode permainan sensorimotor yaitu permainan yang menggabungkan
antara koordinasi sensoris dan motoric seperti fungsi mata, telinga, dan otot-
otot, dalam permainan ini pandangan anak akan fokus pada media permainan
dan melaui permainan ini anak merasa senang bermain dan tidak menyadari
bahwa dalam permainan tersebut mereka belajar Sesutu, sehingga ia
cenderung aktif dan perhatiannya terpusat pada permainan. Permainan
sensorimotor dapat berupa permainan visual, taktil, vestibular, preprioseptif,
auditoris, dan kinestetik (Assjari & Sopariah, 2011 dalam Setyaningsih,
2017).
- Brain Gym merupakan kumpulan gerakan-gerakan sederhana yang bertujuan
menghubungkan atau menyatukan akal dan tubuh. Brain Gym ini dapat
memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak sehingga diharapkan dapat
memberi kebugaran pada otak yang ditandai dengan aliran darah menuju
otak lancar (Suratun & Sri, 2020). Gerakan dalam Brain Gym antara lain
adalah Hooks-up, gerakan silang, saklar otak, titik positif, Lazy 8, penguapan
berenergi dan pasang telinga (Nuryana & Setiyo, 2010).
4. KESIMPULAN
Subjek Dz didiagnosa mengalami hambatan perkembangan verbal,
keterlambatan bicara, dan indikasi hyperaktifitas, yang menyebabkan subjek
mengalami kesulitan dalam menyampaikan ide-idenya dan menjawab dengan cepat,
kesulitan untuk memahami sebuah konteks, dan kesulitan untuk konsentrasi.
Dari penjabaran permasalahan di atas intervensionis memutuskan untuk
membantu subjek Dz untuk meningkatkan kemampuan bahasa, bicara dan
konsentrasi subjek dengan mengkombinasikan metode intervensi seperti yang sudah
disebutkan di atas dan pemberlakuan reward punishment dengan metode token
ekonomi.
Daftar Pustaka

Anggraini W. 2011. Keterlambatan Bicara (Speech Delay) Pada Anak (Studi Kasus
Anak Usia 5 Tahun). Skripsi. Jurusan Psikologi, Universitas Negeri
Semarang.

Annisa RR, WD Pratisti, Z Uyun. 2019. Efektivitas Manajemen Kelas Untuk


Menurunkan Gangguan Konsentrasi Belajar Matematika Pada Siswa SD
Muhammadiyah 4 Kandangsapi Surakarta. Karya Publikasi. Universitas
Muhammdiyah Surakarta.

Habib Z & Laily H. 2012. Intervensi Psikologis Pada Pendidikan Anak Dengan
Keterlambatan Bicara. Madrasah, Vol. 5, No. 1.

Hartanto F, Hendriani Selina, Zuhriah H, & Saldi Fitra. 2011. Pengaruh Perkembangan
Bahasa Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia 1-3 Tahun. Sari
Pediatri, VOl. 12, No. 6.

Nuryana A & Setiyo P. 2010. Efektivitas Brain Gym Dalam Meningkatkan Konsentrasi
Belajar Pada Anak. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, Vol. 12,
No. 1, 88-99.

Sari H. Candra. 2013. Pengaruh Dongeng Terhadap Kemampuan Bicara Anak Autis
Disertai Gangguan Bahasa di SDLB Shanti Kosala Nganjuk. Jurnal
Pendidikan Khusus, Vol. 1, No. 1.

Setiani A. Cahya, Ninik Setyowani, & Kusnarto Kurniawan. 2014. Meningkatkan


Konsentrasi Belajar Melalui Layanan Bimbingan Kelompok. Indonesian
Journal Of Guidance And Counseling: Theory And Application 3, No. 1,
Hlm 37-42.

Setyaningsih I. 2017. Metode Permainan Sensorimotor Untuk Meningkatkan


Konsentrasi Belajar Anak Dengan Hambatan Kecerdasan Kategori Sedang.
Jurnal Widia Ortodidaktika, Vol. 6, No. 6.
Suratun & Sri T. 2020. Pengaruh Brain Gym Terhadap Konsentrasi Belajar Siswa.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, Vol. 5, No. 1.

Wijayaningsih L. 2018. Peran Pola Asuh Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemampuan
Bicara Anak Speech Delay (Studi Kasus Di Homeschooling Bawean Jawa
Tengah. XXXIV No. 2, Desember.

Anda mungkin juga menyukai