PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Belakangan ini, banyak bermunculan produk-produk yang
mengandung unsur pornografi maupun pornoaksi seperti lukisan,
foto, film, tarian, dan bahkan lirik lagu. Semua itu menjadi
konsumsi publik, tayang di berbagai media cetak, ataupun media
elektronik. Beredar luas di dunia maya dan dapat diperoleh
dengan mudahnya oleh semua orang yang mengakses situs-situs
tertentu yang memang secara khusus menyediakannya.
Lalu munculah MUI dengan fatwanya yang mengharamkan
penayangan dan pengkonsumsian produk-produk pornografi
tersebut. Pihak seniman pun tidak ingin kalah, bangkit dengan
argumennya sendiri, bahwa itu adalah hasil karya seni mereka.
Publik pun dibuat bingung antara agama yang harus dipatuhi
dan seni yang dapat dinikmati. Opini publik pun muncul ke
tengah masyarakat. Biasanya akan terbentuk dua kubu besar,
yaitu golongan masyarakat yang pro terhadap MUI dan yang
kontra terhadap MUI. Dan tidak menutup kemungkinan akan
tercipta kubu ketiga yaitu golongan masyarakat yang tidak
memihak kemanapun.
Ironis sekali memang. Suatu tindakan atau benda berbau
pornografi dn pornoaksi dapat dikonsumsi secara luas dan tak
terbatas oleh publik dengan membawa-bawa label “seni”.
Padahal, seperti kita ketahui, yang menyaksikan siaran televisi
bukanlah orang dewasa saja, bahkan anak di bawah umurlah
yang menempati porsi terbesar sebagai penikmat siaran televisi.
Maka tidak heran kalau sekarang sering muncul pemberitaan di
media massa bahwa ditemukan bocah berumur 7 tahun
1
memperkosa gadis kecil tetangganya atau seorang kakek lanjut
usia tega menghamili cucu perempuannya. Jika begini, siapa
yang dapat dipersalahkan? Seniman, artis, pemilik stasiun
televisi, MUI, orang tua atau bahkan kita sendiri?
b. Tujuan Penulisan
Mendeskripsikan perbedaan antara seni dan pornografi.
Mengungkapkan dampak apa saja yang akan ditimbulkan jika
banyak produk pornografi dapat beredar luas di masyarakat
dengan mengatasnamakan “seni”.
Mencari cara untuk menanggulanginya.
Membentuk kesadaran di masyarakat bahwa pornografi
bukanlah suatu seni.
c. Metode Penulisan
Penyusunan makalah ini disusun dengan menggunakan
metode pengumpulan dan pemilihan referensi terkait dari media
cetak maupun media elektronik. Selain itu, penulis juga
berupaya untuk memasukkan beberapa pendapatnya mengenai
hal terkait ke dalam makalah ini.
2
BAB II
ISI
3
dengan karya seni yang menampilkan gambar-gambar yang
lainnya. Foto-foto yang eksplisit muncul tak lama setelah
ditemukannya fotografi. Karya-karya film yang paling tua
sekalipun sudah menampilkan gambar-gambar telanjang
maupun gambaran lainnya yang secara seksual bersifat eksplisit.
4
menampilkan perempuan yang telanjang atau setengah
telanjang perempuan, kadang-kadang seolah-olah sedang
melakukan masturbasi, meskipun alat kelamin mereka ataupun
bagian-bagiannya tidak benar-benar diperlihatkan. Namun pada
akhir 1960-an, majalah-majalah ini, yang pada masa itu juga
termasuk majalah Penthouse, mulai menampilkan gambar-
gambar yang lebih eksplisit, dan pada akhirnya pada 1990-an,
menampilkan penetrasi seksual, lesbianisme dan
homoseksualitas, seks kelompok, masturbasi, dan fetishes.
5
pembuatannya dan distribusinya yang biasanya sembunyi-
sembunyi, keterangan dari film-film seperti itu seringkali sulit
diperoleh.
Seni berasal dari kata “sani” yang berarti jiwa yang luhur
atau ketulusan jiwa. 4. Menurut Enslikopedia Indonesia, seni
adalah penciptaan segala hal atau benda yang karena
keindahannya orang senang melihatnya atau mendengarkannya.
6
Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, seni
adalah keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi
kehalusannya, keindahannya, dsb) seperti teri, lukis, ukir dan
sebagainya.
Berikut ini adalah pengertian seni menurut pandangan
beberapa tokoh.
1. Ki Hajar Dewantara
3. Drs. Sudarmadji
5. Eric Ariyanto
7
Seni adalah kegiatan rohani atau aktivitas batin yang
direfleksikan dalam bentuk karya yang dapat membangkitkan
perasaan orang lain yang melihat atau mendengarkannya.
c. Cabang Seni
8
yang tidak boleh diabaikan. Seni tari sendiri merupakan suatu
perwujudan segala tekanan emosi yang dituangkan dalam
bentuk gerak seluruh anggota tubuh secara teratur dan berirama
sesuai dengan musik pengiringnya.
3. Seni drama
4. Seni Rupa
d. Fungsi Seni
a. Kebutuhan Fisik
9
seni. Misalnya, model baju yang bernilai seni tinggi tentu
harganya jauh lebih mahal dibanding yang kurang berseni.
b. Kebutuhan Emosional
a. Di bidang agama
b. Di bidang pendidikan
10
baik. Selain itu seni juga mampu membantu dalam proses
belajar mengajar. Melalui gambar maka materi yang
diterangkan semakin jelas ataupun melalui lagu maka
bacaan yang dihapal semakin mudah diingat. Karena pada
dasarnya orang lebih mudah menghafal lagu dibandingkan
menghafal rumus. Benar atau tidak?
c. Di bidang komunikasi
d. Di bidang rekreasi
11
bentuk yang baru, yang unik dan orisinil. Karena sifatnya yang
bebas dan orisinal akhirnya posisi karya seni menjadi
individualistis.
12
atau etika-etika yang lain, namun sekarang mungkin
kesemuanya itu bisa jadi hanya sebagai aturan usang.
13
kamarnya dan kemudian beralih dengan menampilkan dirinya
sedang berhubungan seks dengan seorang laki-laki, melakukan
fellatio dan penetrasi anal.” (Robertson, hlm. 66)
14
majalah dan film-film porno bahkan lirik lagu salah satunya
adalah milik grup band Kungpaw Chicken, dan tentu saja masih
banyak lagi selain daripada yang telah disebutkan. Para seniman
penghasil karya seni tersebut berpendapat bahwa karyanya
bukanlah suatu bentuk pornografi atau pornoaksi, melainkan
merupakan suatu bentuk pengekspresian imajinasi mereka
dalam berkreatifitas.
15
bimbang antara seni dan pornografi/pornoaksi. Untuk mengatasi
masalah ini, maka perlu dibuat suatu batasan jelas antara seni
dan pornografi/pornoaksi itu sendiri. Batasan ini telah
dikemukakan oleh MUI melalui fatwa-fatwanya.
Dalam fatwanya tentang pornografi dan pornoaksi, MUI
memberikan definisi dan hukum yang jelas tentang kedua
bentuk kejahatan itu. MUI memutuskan :
Bahwa menggambarkan secara langsung atau tidak
langsung tingkah laku secara erotis, baik dengan lukisan,
gambar, tulisan, suara, reklame, iklan, maupun ucapan, baik
melalui media cetak maupun elektronik yang dapat
mengakibatkan nafsu birahi adalah haram.
Membiarkan aurat terbuka dan atau berpakaian ketat atau
tembus pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya,
baik untuk dicetak maupun divisualisasikan adalah haram.
Melakukan penggambilan gambar sebagaimana dimaksud
pada langkah 2 adalah haram.
Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di
hadapan orang, melakukan pengambilan gambar hubungan
seksual atau adegan seksual baik terhadap diri sendiri
ataupun orang lain dan melihat hubungan seksual atau
adegan seksual adalah haram.
Memperbanyak, mengedarkan, menjual, maupun membeli
dan melihat atau memperhatikan gambar orang, baik cetak
atau visual yang terbuka auratnya atau berpakaian ketat
tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu birahi,
atau gambar hubungan seksual adalah haram.
Berbuat intim atau berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki
dengan perempuan yang bukan mahramnya, dan perbuatan
sejenis lainnya yang mendekati dan atau mendorong
16
melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, adalah
haram.
Memperlihatkan aurat yakni bagian tubuh antara pusar
dan lutut bagi
laki-laki serta seluruh tubuh wanita kecuali muka, telapak
tangan dan telapak kaki adalah haram, kecuali dalam hal-hal
yang dibenarkan secara syar’i.
Memakai pakaian tembus pandang atau ketat yang dapat
memperlihatkan lekuk tubuh adalah haram.
Dari fatwa MUI ini, terlihat jelas batasan antara seni dan
pornografi. Tetapi karena Indonesia adalah negara hukum bukan
negara Islam, maka perlu dibentuk suatu hukum tertulis
mengenainya. Oleh karena itulah disusun suatu undang-undang
yaitu Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi.
17
Gubernur Bali Made Mangku Pastika bersama Ketua DPRD Bali
Ida Bagus Wesnawa dengan tegas menyatakan menolak
Undang-Undang Pornografi ini. Ketua DPRD Papua Barat Jimmya
Demianus Ijie mendesak Pemerintah untuk membatalkan
Undang-Undang Pornografi yang telah disahkan dalam rapat
paripurna DPR dan mengancam Papua Barat akan memisahkan
diri dari Indonesia. Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya menolak
pengesahan dan pemberlakuan UU Pornografi.
18
Dalam draf yang dikirimkan oleh DPR kepada Presiden
pada 24 Agustus 2007, RUU ini tinggal terdiri dari 10 bab dan 52
pasal. Judul RUU APP pun diubah sehingga menjadi RUU
Pornografi. Ketentuan mengenai pornoaksi dihapuskan. Pada
September 2008, Presiden menugaskan Menteri Agama, Menteri
Komunikasi dan Informatika, Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan untuk
membahas RUU ini bersama Panitia Khusus DPR. Dalam draf final
yang awalnya direncanakan akan disahkan pada 23 September
2008, RUU Pornografi tinggal terdiri dari 8 bab dan 44 pasal.
19
lainnya. Artinya, bagi seniman, dalam proses penciptaan karya
seni antara aspek hiburan dan kebermanfaatan harus
dipertimbangkan, dia hendaknya tidak menonjolkan aspek
hiburan ketimbang aspek kebermanfaatan, sehingga terjadi
keseimbangan antara segi menghibur dan bermanfaat pada
karya seni yang diciptanya.
g. Peran Masyarakat
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
20
lukis, ukir dan sebagainya. Sedangkan pornografi dan atau
pornoaksi adalah segala benda dan atau tingkah laku yang
dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi.
Suatu karya yang mengandung unsure pornografi dan
pornoaksi bukanlah merupakan suatu seni karena seni selain
menghibur juga harus bermanfaat. Untuk memberikan batasan
yang jelas antara keduanya maka dibentuk Undang-Undang Anti
Pornografi dan Pornoaksi.
b. Saran
21