TEKNIK PRESENTASI
BAHAYA MENONTON PORNOGRAFI
Disusun Oleh :
Kelompok 4
1. Ruli Rizki Ariyanto (19071019)
2. Rubi Hefianto (19071092)
3. Pradita Indah Azzahra (19071090)
4. Rudi Haryanto (19071093)
Pietro Aretino, seorang penulis Italia yang diakui sebagai pendiri pornografi modern,
membantu menegosiasikan pembebasan Raimondi. Revolusi Perancis memainkan peran
utama dalam perkembangan pornografi. Penggunaannya sebagai alat politik meningkat
secara substansial menjelang revolusi. Banyak karya satir menggunakan pornografi
untuk mengejek para pemimpin politik. Pornografi hanya tersedia untuk kelas elit dan
distributornya tidak dituntut oleh pihak berwenang, kecuali materi tersebut ke semua
orang. Baca juga: Pria Ini Gugat Orangtuanya karena Telah Membuang Koleksi
Pornografi Miliknya Di Eropa, ketika media cetak menjadi lebih terjangkau, erotika
dipasarkan ke massa dan tindakan hukum diambil untuk menghentikan distribusinya.
Terlepas dari upaya pihak berwenang, industri ini berkembang di pusat kota besar,
seperti New York dan London, Inggris. Pertumbuhan fotografi pada 1820-an mengubah
medium pornografi, karena seperti cetakan, foto memudahkan untuk didistribusikan
secara massal. Selain fotografi, percetakan halftone dan film memulai debutnya sebagai
media pornografi pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Le Coucher de la Mariee
atau Bedtime for the Bride, secara luas dianggap sebagai "film biru" pertama yang dirilis
di Perancis pada 1908. Film El Satario asal Argentina dibuat antara 1907 dan 1912, juga
dianggap film biru generasi awal.
Pada 1970, pornografi mulai muncul sebagai konten industri film biru, yang awalnya
adalah produk industri rumahan "bawah tanah". Kemudian, berkembang menjadi bisnis
terbuka dan agresif bernilai miliar dollar AS per tahun, demikian yang disebut Time.
Di Amerika Serikat, industri ini berkembang dari yang bernilai 1 miliar dollar AS (Rp
14,5 triliun) menjadi 10-12 miliar dollar AS (Rp 145 triliun - Rp 174 triliun) per tahun,
dan internet telah mempermudah pembuatan dan akases ke materi pornografi ini. Pada
saat itu, terjadi revolusi seksual yang menantang perspektif tradisional tentang cinta dan
seks. Di saat yang bersamaan, terjadi peningkatan permintaan konten pornografi
sekaligus muncul kekhawatiran terhadap dampak moralitas. "Arus seksulitas" dalam
pornografi menjadi perdebatan dari Gedung Capitol hingga ruang keluarga kota kecil.
Baca juga: Gara-gara Kodok Beracun, Bintang Porno Spanyol Didakwa Melakukan
Pembunuhan Pejabat terpilih dan warga negara tidak hanya memperdebatkan apa yang
harus dilakukan tentang pornografi, tetapi juga bagaimana mendefinisikannya dalam
posisi pertama. Namun, dari sudut pandang bisnis, tidak pernah ada pertanyaan tentang
nilai pornografi. Terpenting adalah overhead rendah dan potensi keuntungan melonjak.
Satu film biru menghabiskan biaya 125.000 dollar AS dan diharapkan menghasilkan
lebih dari 10 juta dollar AS (sekitar 61,5 juta dollar AS hari ini atau Rp 892 miliar).
Inovasi teknologi selalu menjadi hal penting dalam cara orang mengekspresikan diri dan
berkomunikasi, termasuk isu pornografi. Pornografi sebagai alat politik dan sumber
hiburan telah berkembang dalam berbagai media, mulai ukiran, cetakan, film, dan
internet di era modern kini. Semua orang dari orang Yunani Kuno era sejarah hingga
geek masa kini menikmati pornografi dalam bentuk yang "menggairahkan" masing-
masing.
4. Industry pornografi
semenjak ditulis di babad klasik seperti Kamasutra, dijual sebagai majalah dewasa
Playboy dan Hustler, keberadaan erotisisme dalam bentuk pornografi sudah berkembang
pesat serta menjadi bagian dari kebudayaan manusia.
Dirinya menyelinap di segala lini, segala umur, segala profesi, dan segala-segala lainnya.
Meski dilarang di sejumlah tempat dan cuma bisa diakses secara sembunyi-sembunyi,
pada dasarnya pornografi adalah industri, serupa musik atau film, yang melibatkan
perputaran uang yang besar, dengan para pelaku yang punya motif bisnis yang sama
yaitu mengeruk keuntungan.
Karena motif tersebut pula ada banyak pihak yang mengesampingkan pertimbangan
politik, moral, atau ideologis agar industri lendir tersebut bisa berkembang.
Dalam artikelnya yang dimuat di laman Stanford University, Frederick S. Lane, penulis
Obscene Profits: The Enterpreneurs of Pornography in the Cyber Age (2000), menyebut
empat faktor yang membikin industri pornografi sukses besar.
Mengacu kepada empat hal itulah yang membuat banyak pihak meyakini uang mengalir
deras di pusaran industri pornografi. Tapi, berapa yang sebenarnya dihasilkan? Ada
banyak riset yang berusaha menjawabnya.
Menurut studi lawas Forrester Research (1998), misalnya, menyebut industri pornografi
bernilai sebesar USD 10 miliar. Sementara Adult Video News (2009) mengatakan
sebanyak lebih dari USD 4 miliar berputar dalam industri ini. Lalu, catatan dari US
News & World Report (2007) menegaskan industri porno memiliki valuasi senilai USD
8 miliar.
Bahkan di Jepang, industri porno sendiri punya estimasi pendapatan sekitar USD 4,4
miliar, dengan jumlah produksi sebanyak 20 ribu judul tiap tahunnya. Laporan Forbes
(2001) merinci dengan jelas berapa pendapatan industri porno.
Menurut mereka, uang yang berputar dalam industri porno kurang dari USD 3,9 miliar,
angka tersebut didapat dari penjualan dan penyewaan video porno (USD 500 juta-USD
1,8 miliar), internet (USD 1 miliar), biaya per tayang (USD 128 juta), hingga publikasi
di media dan majalah (USD 1 miliar).
Lambat laun, prediksi angkanya kian besar. Tahun kemarin, sebagaimana diwartakan
The Guardian, industri porno punya perkiraan pendapatan sebesar USD 15 miliar,
melampaui Netflix yang hanya mampu senilai USD 11,7 miliar dan Hollywood USD
11,1 miliar.
1. Kecanduan
Berbagai konten pornografi yang muncul melalui iklan, media sosial, games, film,
video klip, ataupun tontonan di atas awalnya akan membangkitkan rasa penasaran
terlebih dahulu pada anak, bahkan saat tidak sengaja melihat sekalipun. Rasa
penasaran inilah yang menjadi dorongan anak-anak untuk melihat lebih banyak
konten pornografi lainnya.
Selain itu, kecanduan ini dipicu oleh pengeluaran hormon dopamin pada otak
sehingga akan menimbulkan perasaan bahagia ketika menonton konten pornografi.
Bila tidak segera dicegah, bukan tidak mungkin kecanduan terhadap konten
pornografi dapat terjadi pada anak.
2. Merusak otak
Pornografi dapat merusak otak anak, tepatnya pada salah satu bagian otak depan
yang disebut Pre Frontal Cortex (PFC). Hal ini disebabkan karena bagian PFC yang
ada di otak anak belum matang dengan sempurna. Jika bagian otak ini rusak, maka
dapat mengakibatkan konsentrasi menurun, sulit memahami benar dan salah, sulit
berpikir kritis, sulit menahan diri, sulit menunda kepuasan, dan sulit merencanakan
masa depan.
Dampak lain yang dirasakan anak setelah melihat pornografi adalah keinginan untuk
mencoba dan meniru. Ini berkaitan dengan terpengaruhnya mirror neuron. Mirror
neuron adalah sel-sel otak yang mampu membuat anak seperti merasakan atau
mengalami apa yang ditontonnya, termasuk pornografi. Hal ini dapat mendorong
anak untuk mencoba dan meniru apa yang dilihatnya.
Jika tidak diawasi, anak-anak yang terpapar pornografi ini bisa saja mencoba
melakukan tindakan seksual untuk mengatasi rasa penasarannya. Apalagi jika
mereka sudah remaja, jika tidak diberikan pendidikan dan pemahaman seksual yang
baik, keinginan melakukan tindakan-tindakan seksual sulit dicegah.
Dilihat dampak sosialnya, dapat disebutkan beberapa contoh, misalnya meningkatnya tindak
kriminal di bidang seksual, baik kuantitas maupun jenisnya. Misalnya sekarang kekerasan
sodomi mulai menonjol dalam masyarakat, atau semakin meningkatnya kekerasan seksual
dalam rumah tangga.
Contoh lain ialah eksploitasi seksual untuk kepentingan ekonomi yang semakin marak dan
cenderung dianggap sebagai bisnis yang paling menguntungkan.
Sebagai contoh, orang yang kecanduan pornografi sering kali kesulitan untuk menghentikan
kebiasaannya dalam menonton video porno, layaknya pecandu narkoba yang sulit berhenti
mengonsumsi narkoba. Selain itu, tidak jarang kecanduan pornografi juga berdampak buruk
pada kualitas hidup seseorang.
Pada kasus kecanduan pornografi, semakin sering seseorang menonton video porno, semakin
banyak pula stimulasi seksual yang dibutuhkan otak untuk terangsang. Akibatnya, otak akan
“meminta” video porno untuk mendapatkan lebih banyak stimulasi seksual.
Kondisi yang memengaruhi otak
Beberapa kondisi yang mengubah kerja otak, misalnya epilepsi atau demensia, dapat
menyebabkan kerusakan pada bagian otak yang dapat memengaruhi perilaku seksual
seseorang.
Kecanduan pornografi dapat terjadi pada siapa saja, baik wanita dan pria. Orang-orang yang
sudah memiliki kecanduan terhadap hal lain juga akan lebih rentan mengalami kecanduan
pornografi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kemudahan akses konten pornografi saat ini.
Selain itu, risiko terjadinya kecanduan pornografi juga lebih tinggi pada orang yang memiliki
gangguan kesehatan mental, misalnya depresi, konflik keluarga, atau pengalaman dilecehkan
secara seksual.
Pikiran selalu menjurus ke arah pornografi, walau sedang tidak menonton video
porno.
Tak tahan untuk menonton video porno di mana pun berada, termasuk di tempat
umum seperti sekolah atau kantor.
Terus menonton video porno, walau mengetahui bahaya yang mungkin timbul.
Merasa tidak puas saat berhubungan seks dengan pasangan jika tidak sambil
menonton video porno.
Merasa kesal ketika diminta untuk mengurangi atau berhenti menonton video porno.
Sudah mencoba berhenti menonton video porno, tetapi tak kunjung berhasil. Menggunakan
pornografi sebagai cara untuk mengatasi stres, kesepian, atau kesedihan.
Skala kecanduannya meningkat, misalnya muncul keinginan untuk mempraktikkan secara
langsung apa yang ditonton.
Selain itu, tidak jarang kecanduan pornografi disertai dengan gangguan psikologis lain,
seperti kecemasan berlebih, tanda-tanda depresi, atau gangguan obsesif-kompulsif. Oleh
karena itu, ada baiknya Anda segera berkonsultasi dengan psikolog.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2226/1/YUSWANDI-
FDK.pdf
https://edukasi.kompas.com/read/2010/05/11/14052424/wikipedia-kesandung-gambar-
porno
https://dpk.bantenprov.go.id/Layanan/topic/361