Anda di halaman 1dari 8

Pengertian HOAX

Menurut KBBI, Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber.[3] Menurut
Silverman (2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan,
tetapi “dijual” sebagai kebenaran.[4] Menurut Werme (2016), mendefiniskan Fake news sebagai
berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda
politik tertentu. [5] Hoaks bukan sekadar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake
news juga tidak memiliki landasan faktual, tetapi disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta [6]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Meski baru mengambil peran utama dalam panggung diskusi publik Indonesia di beberapa dekade
terakhir ini, hoaks sebetulnya punya akar sejarah yang panjang.

Terdapat 2 versi terkait dengan sejarah hoaks. Pertama yang dicatat pada 1661. Kasus tersebut
adalah soal Drummer of Tedworth, yang berkisah soal John Mompesson -seorang tuan tanah- yang
dihantui oleh suara-suara drum setiap malam di rumahnya. Ia mendapat nasib tersebut setelah ia
menuntut William Drury - seorang drummer band gipsy- dan berhasil memenangkan perkara.
Mompesson menuduh Drury melakukan guna-guna terhadap rumahnya karena dendam akibat
kekalahannya di pengadilan. Singkat cerita, seorang penulis bernama Glanvill mendengar kisah
tersebut. Ia mendatangi rumah tersebut dan mengaku mendengar suara-suara yang sama. Ia
kemudian menceritakannya ke dalam tiga buku cerita yang diakunya berasal dari kisah nyata.
Kehebohan dan keseraman local horror story tersebut berhasil menaikkan penjualan buku Glancill.
Namun, pada buku ketiga Glanvill mengakui bahwa suara-suara tersebut hanyalah trik dan apa yang
ceritakan adalah bohong belaka.

Ada juga kisah soal Benjamin Franklin yang pada tahun 1745 lewat harian Pennsylvania Gazette
mengungkap adanya sebuah benda bernama “Batu China” yang dapat mengobati rabies, kanker, dan
penyakit-penyakit lainnya. Sayangnya, nama Benjamin Franklin saat itu membuat standar verifikasi
kedokteran tidak dilakukan sebagaimana standar semestinya.Meski begitu, ternyata batu yang
dimaksud hanyalah terbuat dari tanduk rusa biasa yang tak memiliki fungsi medis apapun. Hal
tersebut diketahui oleh salah seorang pembaca harian Pennsylvania Gazette yang membuktikan
tulisan Benjamin Franklin tersebut. Hoaks-hoaks senada beberapa kali terjadi sampai adanya Badan
Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada awal abad 20.

Meskipun demikian, kata hoaks sendiri baru mulai digunakan sekitar tahun 1808. Kata tersebut
dipercaya datang dari hocus yang berarti untuk mengelabui. Kata-kata hocus sendiri merupakan
penyingkatan dari hocus pocus, semacam mantra yang kerap digunakan dalam pertunjukan sulap
saat akan terjadi sebuah punch line dalam pertunjukan mereka di panggung.[7]

Kedua, catatan historis "Great Moon Hoax ”tahun 1835, di mana New York Sun menerbitkan
serangkaian artikel tentang penemuan kehidupan di bulan. Contoh yang lebih baru
adalah 2006 “Flemish Secession Hoax", di mana stasiun televisi publik Belgia melaporkan bahwa
Parlemen Flemish telah mendeklarasikan kemerdekaan dari Belgia, sebuah laporan bahwa yang
membuat sejumlah besar penonton menjadi salah paham[6].

Hingga kini, eksistensi hoaks terus meningkat. Dari kabar palsu seperti entitas raksasa seperti Loch
Ness, tembok China yang terlihat dari luar angkasa, hingga ribuan hoaks yang bertebaran di
pemilihan umum presiden Amerika Serikat pada tahun 2016. Semua hoaks tersebut punya tujuan
masing-masing, dari sesederhana publisitas diri hingga tujuan yang amat genting seperti politik
praktis sebuah negara adidaya.

Kemunculan internet semakin memperparah sirkulasi hoaks di dunia. Sama seperti meme,
keberadaannya sangat mudah menyebar lewat media-media sosial. Apalagi biasanya konten hoaks
memiliki isu yang tengah ramai di masyarakat dan menghebohkan, yang membuatnya sangat mudah
memancing orang membagikannya.

Menteri Komunikasi dan Informatika pernah mengungkapkan bahwa hoaks dan media sosial
seperti vicious circle, atau lingkaran setan. Dari situ langkah pencegahan mulai gencar dilakukan.
Termasuk oleh Facebook dan Twitter sebagai pemilik platform yang membuat tim khusus untuk
meminimalisasi keberadaannya. Ditambah lagi dengan kemunculan media abal-abal yang sama
sekali tak menerapkan standar jurnalisme. Peran media profesional yang seharusnya membawa
kecerahan dalam sebuah persoalan yang simpang siur di masyarakat semakin lama semakin
tergerus[7]

Jenis misinformasi dan disinformasi[sunting | sunting sumber]


 Satire atau Parodi, dibuat dengan tidak berniat untuk merugikan, tetapi berpotensi untuk
mengelabui.

 Konten yang Menyesatkan, di dalamnya biasanya ada penggunaan informasi yang sesat
untuk membingkai sebuah isu atau individu.

 Konten Tiruan, Ini adalah ketika sebuah sumber asli ditiru / diubah untuk mengaburkan fakta
sebenarnya.

 Konten Palsu, berupa konten baru yang 100% salah dan secara sengaja dibuat, didesain
untuk menipu serta merugikan.

 Keterkaitan yang Salah, Ini adalah ketika judul, gambar, atau keterangan tidak mendukung
konten atau tidak terakat antara satu dengan yang lainnya.

 Konten yang Salah, ketika konten yang asli dipadankan atau dikait-kaitkan dengan konteks
informasi yang salah.

 Konten yang Dimanipulasi, ketika informasi atau gambar yang asli sengaja dimanipulasi
untuk menipu.[8]

Jenis konten[sunting | sunting sumber]

 Agama, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan ajaran, sistem yang
mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang maha Kuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

 Politik, konten yang memuat segala hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara,
pembagian kekuasaan, berupa kebijakan atau cara-cara mempertahankan kekuasaan.

 Etnis, konten yang berkaitan dengan segala hal mengenai kelompok sosial dalam sistem
sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan,
adat, agama, suku, bahasa, budaya dan sebagainya.
 Kesehatan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan keadaan sehat jasmani
maupun rohani.

 Bisnis, konten yang memuat tentang segala usaha komersial.

 Penipuan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan upaya mengecoh yang
mengakibatkan kerugian di pihak yang dikecoh baik berupa uang atau data pribadi.

 Bencana alam, konten yang memuat hal-hal yang terkait kejadian alam yang memakan
korban

 Kriminalitas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan

 Lalu lintas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan lalu lintas, baik itu berupa
kebijakan atau insiden.

 Peristiwa ajaib, konten yang memuat kejadian yang tidak lazim dan mustahil.

 Lain-lain, konten lain yang tidak termasuk dalam kesepuluh kategori tersebut.

Alat[sunting | sunting sumber]

 Narasi, biasanya digunakan untuk menggambarkan runtutan peristiwa seperti seolah-olah


benar adanya. Narasi yang dibangun lebih kepada hal-hal yang bersifat membesar-
besaran,membanding-bandingkan, melebih-lebihkan hingga memprovokasi.

 Gambar atau foto, biasanya digunakan untuk menambah keyakinan pada pembaca akan
berita bohong yang dibuat. Biasanya gambar atau foto yang digunakan tidak ada keterkaitan
dengan peristiwa yang terjadi atau telah di edit sedemikian rupa.

 Video, biasanya digunakan untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi secara lebih nyata.
Biasanya video yang digunakan tidak ada keterkaitan dengan peristiwa yang terjadi hingga
telah di edit sedemikian rupa.

 Meme, biasanya digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan
kenyataannya, tetapi bersifat humor, lucu.

 Media massa, biasanya digunakan sebagai alat atau sarana untuk menyebarkan hoaks
kepada khalayak secara serantak.

Alasan hoaks tetap ada[sunting | sunting sumber]

Berbagai cara telah dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang peduli dengan
maraknya hoaks di kehidupan masyarakat. Pemerintah misalnya telah membuat pagar hukum
dengan menyetujui lahirnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektonik, memblokir situs-
situs yang menyebarkan hoaks, menangkap sindikat penyebar hoaks hingga membentuk lembaga
siberkreasi yang berfokus dalam menangani hoaks. Tidak hanya itu, masyarakat juga turut serta
dalam menekan peredaran hoaks dengan memberikan klarifikasi terhadap hoaks. Diantaranya
adalah Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) yang secara aktif dan peduli memberikan
klarifikasi akan hoaks hingga melakukan literasi media, baik dikalangan masyarakat hingga jurnalis.
Lantas muncul pertanyaan, sebenarya faktor apa saja yang mempengaruhi hoaks masih terus ada
dan berkembang. Berikut beberapa alasan hoaks tetap ada.

 Jurnalisme yang lemah, jurnalisme yang lemah membuat konten hoaks terus berkembang
karena tidak terbiasa dengan proses verifikasi, cek dan recheck. Peran media profesional
yang seharusnya membawa kecerahan dalam sebuah persoalan yang simpang siur di
masyarakat semakin lama semakin tergerus.

 Ekonomi, Faktor ekonomi yang lemah membuat peredaran hoak terus ada. Bagaimana tidak,
dengan memproduksi hoaks atau mengarang berita seseorang bisa mendapatkan
penghasilan yang dapat mendokrak ekonominya.

 Internet, kemunculan internet semakin memperparah sirkulasi hoaks di dunia. Sama


seperti meme, keberadaannya sangat mudah menyebar lewat media-media sosial. Apalagi
biasanya konten hoaks memiliki isu yang tengah ramai di masyarakat dan menghebohkan,
yang membuatnya sangat mudah memancing orang membagikannya.

 Munculnya media abal-abal, kemunculan media abal-abal sama sekali tak menerapkan
standar jurnalisme. Keadaan ini tentu semakin memperburuk kualitas informasi yang
tersebar di masyarakat.

 Pendidikan, rendahnya kualitas pendidikan membuat seseorang tidak bisa menyaring


informasi yang diterimanya apalagi mencoba untuk bertindak kritis dengan membandingkan
setiap informasi yang diterimannya dengan informasi yang ada di berbagai media
mainstream.

 Literasi media yang rendah, rendahnya literasi media membuat seseorang cenderung
mempercayai sebuah informasi yang diterima, didapatkannya tanpa melakukan verifikasi.
Rendahnya literasi media membuat seseorang cenderung untuk membagikan
setiap informasi yang dapatkannya kepada orang lain tanpa mengetahui kebenaran dari
sebuah informasi tersebut.

Produsen hoaks[sunting | sunting sumber]

Semua orang berpotensi sebagai pembuat hoaks. Hoaks terkait dengan apa saja yang tidak benar
adanya, tetapi dijual sebagai sebuah kebenaran dengan tujuan tertentu. Namun, ada beberapa kasus
yang menujukkan bahwa hoaks diproduksi oleh beberapa kalangan seperti Saracen dan Muslim
Cyber Army dengan motif tertentu. Saracen dan Muslim Cyber Army merupakan organisasi-
organisasi penyebar hoaks, ujaran kebencian atau hate speech dan SARA melalui media sosial.
Berdasarkan temuan polisi, anggota sindikat ini telah memiliki beragam konten ujaran kebencian
sesuai isu yang tengah berkembang. Mereka kemudian menawarkan produk itu dalam sebuah
proposal. Dalam satu proposal yang ditemukan, kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta
rupiah.[9]

Diketahui, Sindikat Saracen diketahui memiliki ribuan akun. Mereka juga berbagi tugas untuk
mengunggah konten pro dan kontra terhadap suatu isu. "Misalnya kurang lebih 2.000 akun itu dia
membuat meme menjelek-jelekkan Islam, ribuan lagi kurang lebih hampir 2.000 juga menjelek-
jelekkan Kristen. Itu yang kemudian tergantung pemesanan.
Terkait masalah pemesanan itu, polisi menemukan ada salah satu proposal yang menawarkan senilai
Rp 75 juta sampai Rp 100 juta. Meskipun demikian, polisi masih belum bisa memastikan harga pasti
per proposal. Apalagi polisi masih terus menggali siapa saja yang pernah membeli jasa Saracen untuk
menebar kebencian dan SARA.[10]

Dari pengungkapan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa hoaks dipesan oleh sekelompok
orang dengan beragam kepentingan didalamnya. Hoaks diproduksi oleh orang-orang yang tidak
bermoral dan beretikat buruk terhadap sesama.

Beberapa kasus[sunting | sunting sumber]

 Hoaks tentang Bendungan Bili-Bili di Kab. Gowa Retak [gambar hoaks], Faktanya bendungan
Bili-bili masih dalam keadaan aman dan terkendali setelah dilakukan pengecekan oleh pihak
Polsek Mamuju Gowa.

 Hoaks korban Musibah [gambar hoaks], Faktanya foto yang digunakan tersebut adalah foto
kejadian gempa tsunami aceh 26 Desember 2004 yang disebarluaskan kembali sebagai
dokumentasi korban gempa tsunami Palu.

 Hoaks Wali kota Palu Meninggal [gambar hoaks], Faktanya Wali kota Palu Hidayat tidak
meninggal dan kini turut melakukan tanggap daruraty gempabumi di Palu, Sulawesi Tengah.

 Hoaks Gempabumi Susulan [gambar hoaks], Faktanya tidak ada satu pun negara di dunia dan
iptek yang mampu memprediksi gempa secara pasti, konfirmasi dari Sutopo Purwo Nugroho
(Kepala Humas BNPB)

 Hoaks Gerak cepat relawan FPI evakuasi korban gempa Palu 7.7,Faktanya dalam gambar ini
adalah relawan FPI membantu korban longsor di desa Tegal Panjang, Sukabumi.

 Hoaks Mayat yang minta gempa [gambar hoaks], Faktanya gambar itu diambil dari kejadian
di Sungai Siak Pekanbaru, Riau

 Hoaks 2 Oktober Terjadi Gempabumi Lagi [gambar hoaks], Faktanya tidak ada satu pun
negara di dunia dan iptek yang mampu memprediksi gempa secara pasti, konfirmasi dari
Sutopo Purwo Nugroho (Kepala Humas BNPB)

 Hoaks penerbangan gratis dari Makasar menuju Palu gratis bagi keluarga korban, Faktanya
Pesawat Hercules TNI AU menuju ke Palu diutamakan membawa bantuan logistik,
paramedis, obat-obatan, makanan siap saji, dan alat berat. Pemberangkatan dari Palu
prioritas untuk mengangkut pengungsi diutamakan lansia, wanita dan anak-anak, serta
pasien ke Makasar.

 FPI Bantu Korban Bencana Alam Di Palu Duluan, faktanya (1) Foto pertama: Bantuan FPI di
Lombok, Agustus 2018.[11] Ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi
yang salah. (2) Foto kedua: FPI membantu korban penggusuran Pasar Ikan di Batang.[12] FPI
Sukabumi Bantu Evakuasi Korban Longsor Sukabumi. Dewan Perwakilan Wilayah (DPW)
Sukabumi diterjunkan untuk membantu korban bencana longsor di desa Tegal Panjang,
kecamatan Cireunghas, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Tahun 2015.[13]
Lihat pula[sunting | sunting sumber]

 Daftar pemberitaan palsu

 Teori konspirasi

 Barang palsu

 April Mop

 Pemalsuan

 Penipuan melalui surat

 Surat berantai

 Legenda urban

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ MacDougall, Curtis D. (1958). Hoaxes. Dover. hlm. 6. ISBN 0-486-20465-0.

2. ^ Brunvand, Jan H. (2001). Encyclopedia of Urban Legends. W. W. Norton &


Company. hlm. 194. ISBN 1-57607-076-X.

3. ^ Wijayanti, Sri. "Arti kata Hoax - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Online". www.kbbionline.com. Diakses tanggal 2018-07-08.

4. ^ Silverman, Craig. (2015).Journalism: A Tow/Knight Report."Lies, Damn Lies, and


Viral Content". Columbia Journalism Review (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2018-10-07.

5. ^ Ireton, C & Julie Posetti. 2018. Jurnalism, ‘Fake News’ & Disinformation: Handbook
for Jurnalism Education and Training. France:
UNESCOhttp://unesdoc.unesco.org/images/0026/002655/265552E.pdf

6. ^ a b Allcott, Hunt & Gentzkow, Matthew. (2017). Social Media and Fake News in the
2016 Election. Journal of Economic Perspectives Vol 31, No. 2, Spring 2017.

7. ^ a b "Sejarah Hoaks dan Andilnya dari Masa ke Masa". kumparan. Diakses


tanggal 2018-10-07.

8. ^ "Fake news. It's complicated". firstdraftnews.org (dalam bahasa Inggris). Diakses


tanggal 2018-11-09.

9. ^ Santoso, Audrey. "Polisi Sebut Saracen Tawarkan Proposal Jasa Kampanye


Politik". detiknews. Diakses tanggal 2018-11-13.

10. ^ Liputan6.com. "Kelompok Penyebar Hoax MCA dan Saracen, Serupa tapi Tak
Sama". liputan6.com. Diakses tanggal 2018-10-08.

11. ^ "Google". www.google.com. Diakses tanggal 2018-10-08.


12. ^ "FPI Terus Bantu Korban Penggusuran Di Pasar Ikan Dan Luar Batang - Berita
Persatuan". beritapersatuan.com. Diakses tanggal 2018-10-08.

13. ^ denmawil lpi kota sukabumi (2015-03-31), FPI Kota Sukabumi - evakuasi korban
longsor, diakses tanggal 2018-10-08

Anda mungkin juga menyukai