Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak manusia dilahirkan di bumi, dia sudah dikelilingi dan diliputi oleh
kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai tertentu. Sejak bayi kita sudah mendengar,
tidak boleh ini, tidak boleh itu. Ada kalanya larangan-larangan ini didasarkan kepada
kenyataan yang ada, misalnya karena nyata-nyata membahayakan si-anak, tetapi kerap
kali juga larangan-larangan ini didasarkan kepada anggapan dan kepercayaan tertentu.
Memang salah satu kebudayaan adalah kepercayaan-kepercayaan, anggapan-anggapan
atau prinsip-prinsip tertentu. Di samping itu masih ada unsur lain, yaitu norma-norma.
Anggapan-anggapan dan kepercayaan meliputi keadaan-keadaan, tetapi norma
meliputi perbuatan.Antara kedua unsur tersebut terdapat jalinan yang sangat erat.
Kepercayaan merupakan anggapan tentang suatu keadaan. Dari kepercayaan ini
kemudian timbul norma-norma mengenai perbuatan. Ada orang yang mengatakan
bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, karsa dan rasa manusia. Dengan demikian,
setiap hal yang pernah dikerjakan dan atau ditangani oleh manusia adalah
kebudayaan. Budaya PopulerMendefinisikan budaya dan populer, yang pada
dasarnya adalah konsep yang masih diperdebatkan, sangat rumit. Definisi itu bersaing
dengan berbagai definisi budaya populer itu sendiri.
Budaya Populer selalu berubah dan muncul secara unik di berbagai tempat dan
waktu. Budaya pop membentuk arus dan pusaran, dan mewakili suatu perspektif
interdependent-mutual yang kompleks dan nilai-nilai yang memengaruhi masyarakat
dan lembaga-lembaganya dengan berbagai cara. Misalnya, beberapa arus budaya pop
mungkin muncul dari (atau menyeleweng menjadi) suatu subkultur, yang
melambangkan perspektif yang kemiripannya dengan budaya pop mainstream begitu
sedikit. Berbagai hal yang berhubungan dengan budaya pop sangat khas menarik
spektrum yang lebih luas dalam masyarakat.
Kebudayaan popular berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat
dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu seperti mega bintang,
kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan sebagainya. Menurut
Ben Agger Sebuah budaya yang akan masuk dunia hiburan maka budaya itu

umumnya menempatkan unsure popular sebagai unsure utamanya. Budaya itu akan
memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai penyebaran
pengaruh di masyarakat (dalam Burhan Bungin,2009:100).
Kebudayaan Populer mulai masuk ke Indonesia dan tentunya mempengaruhi
budaya di Indonesia itu sendiri, termasuk novel Novel adalah karangan prosa yang
panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Penulis novel
disebut novelis.
Genre novel digambarkan memiliki "sejarah yang berkelanjutan dan
komprehensif selama sekitar dua ribu tahun". Pandangan ini melihat novel berawal
dari Yunani dan Romawi Klasik, abad pertengahan, awal roman modern, dan tradisi
novella. Novella adalah suatu istilah dalam bahasa Italia untuk menggambarkan cerita
singkat, yang dijadikan istilah dalam bahasa Inggris saat ini sejak abad ke-18. Ian
Watt, sejarawan sastra Inggris, menuliskan dalam bukunya The Rise of The Novel
(1957) bahwa novel pertama muncul pada awal abad ke-18.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah di paparkan di atas, maka rumusan
masalah yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut.
1. Jelaskan definisi budaya popular!
2. Bagaimana

perkembangan

budaya

populer

saat

ini,

khususnya

perkembangan dalam bidang bacaan?


3. Bagaimana antusiasme citizen terhadap budaya populer, khususnya dalam
bidang bacaan?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Menjelaskan definisi budaya popular.


2. Menjelaskan kondisi perkembangan budaya populer dalam bidang bacaan.
3. Mendeskripsikan antusiasme citizen terhadap budaya populer dalam
bidang bacaan.
D. Manfaat
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka
manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Secara teoritis, makalah ini berguna sebagai pengetahuan dalam bidang
Studi Masyarakat Indonesia.
2. Secara praktis, makalah ini berguna sebagai bahan bacaan mengenai
kebudayaan populer, khususnya di bidang bahan bacaan.

BAB II
ISI

A. Definisi Kebudayaan Populer


Untuk membahas pengertian budaya populer ada baiknya kita pahami dulu
tentang kata budaya, dan selanjutnya tentang pop. Selanjutnya untuk
mendefinisikan budaya pop kita perlu mengkombinasikan dua istilah yaitu budaya
dan populer.
Pertama, budaya dapat digunakan untuk mengacu pada suatu proses
umumperkembangan intelektual, spiritual, dan estetis (Williams, 1983: 90). Mungkin
rumusan ini merupakan rumusan budaya yang paling mudah dipahami, misalnya; kita
bisa bisa berbicara tentang perkembangan budaya Eropa Barat dengan merujuk pada
faktor-faktor intelektual, spiritual, estetis para filsuf besar, seniman, dan penyairpenyair besar.
Kedua, budaya berarti pandangan hidup tertentu dari masyarakat , periode,
atau kelompok tertentu (Williams, 1983: 90). Jika kita membahas perkembangan
budaya Eropa Barat dengan menggunakan definisi ini, berarti kita tidak melulu
memikirkan faktor intelektual dan estetisnya saja, tetapi juga perkembangan sastra,
hiburan, olah raga, dan upacara ritus religiusnya.
Ketiga, selain itu Williams juga mengatakan bahwa budaya-pun bisa merujuk
pada karya dan praktik-praktik intelektual, terutama aktivitas artistik (Williams,
1983: 90). Dengan kata lain, teks-teks dan praktik-praktik itu diandaikan memiliki
fungsi utama untuk menunjukkan, menandakan (to signify), memproduksi, atau
kadang menjadi peristiwa yang menciptakan makna tentu. Budaya dalam definisi
ketiga ini sinonim dengan apa yang disebut kaum strukturalis dan postrukturalis
sebagai parktik-praktik penandaan (signifying practices). Dengan menggunakan
definisi ini kita mungkin bisa memikirkan beberapa contoh budaya pop. Sebut saja
misalnya; puisi, novel, balet, opera, dan lukisan.
Dengan demikian jika berbicara tentang budaya pop, berarti menggabungkan
makna budaya yang kedua dengan makna ketiga di atas. Makna keduapandangan

hidup tertentumemungkinkan kita untuk berbicara tentang praktik-parktik, seperti


liburan ke pantai, perayaan Hari Lebaran, dan aktivitas pemuda subkultur sebagai
contoh-contoh budayanya. Semua ahal ini biasanya disebut sebagai budaya-budaya
yang hidup (lived cultures) atau bisa disebut sebagai praktik-praktik budaya. Makna
ketigapraktik kebermaknaanmemungkinkan kita membahas tentang opera sabun,
musik pop dan komik sebagai contoh budaya pop. Budaya ini biasanya disebut
sebagai teks-teks budaya. Namun ada juga yang memakai definisi pertama Williams
untuk budaya pop.
Sedangkan kata pop diambil dari kata populer. Terhadap istilah ini
Williams memberikan empat makna yakni: (1) banyak disukai orang; (2) jenis kerja
rendahan; (3) karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang; (4) budaya yang
memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri (Williams, 1983: 237). Kemudian
untuk mendefinisikan budaya pop kita perlu mengkombinasikan dua istilah yaitu
budaya dan populer.
Ada satu titik awal (pertama) yang menyatakan bahwa budaya pop itu
memang budaya yang menyenangkan atau banyak disukai orang. Kita bisa melihatnya
lakunya album pertama-nya Peterpan. Kita juga bisa meneliti konser, pesta olahraga,
festival. Kita bisa melihat kesukaan audiens terhadap program TV melalui riset pasar.
Dari pengamatan terhadap berbagai hal tersebut akan memberikan banyak informasi
bagi kita.
Kedua, untuk mendefinisikan budaya pop adalah dengan mempertimbangkan
budaya tertinggal (rendah) Budaya pop menurut definisi ini merupakan kategori
residual untuk mengakomodasi praktik budaya yang tidak memenuhi persyaratan
budaya tinggi.
Dengan kata lain budaya pop didefinisikkan sebagai budaya substandar. Yang diuji
oleh budaya pop meliputi seperangkat pertimbangan nilai teks atau praktik budayanya.
Sebagai contoh, kita bisa berpegang pada kompleksitas formal sebuah budaya pop.
Kita juga bisa mempertimbangkan kebermanfaatan moralnya sebagai metode untuk
menerapkan pertimbangan nilai tersebut. Kritik budaya yang lain bisa juga
menyatakan bahawa pada akhirnya semuanya akan dimasukkan ke dalam tinjauan
kritis terhadap teks atau praktiknya. Namun untuk menentukan kebermanfaatan
sesuatu cara budaya tidak semudah yang dipikirkan orang. Salah satu kesulitan besar

yang dihadapi adalah bagaimana caranya menjaga ekslusivitas budaya tinggi. Secara
harfiah, sangat sulit mengesampingkan ekslusivitas audiens suatu budaya tinggi
(Storey, 2003: 11).
Ketiga, mendefinisikan budaya pop sebagai budaya massa.Definisi tersebut
sangat tergantung pada definisi sebelumnya. Mereka menyatakan budaya pop adalah
budaya massa dengan tujuan menegaskan bahwa budaya massa secara komersial
tidak bisa diharapkan.
Dalam beberapa kritik budaya

yang ada dalam parigma

budaya massa,

budaya massa bukan hanya sebagai budaya terapan untuk kaum miskin, tetapi juga
bisa diidentifikasi sebagai budaya yang diimpor dari Amerika:jika kita hendak
menemukan budaya dalam bentuk modernnya..., lihatlah kota-kota besar Amerika
terutama New
York (Malthy, 1989; 11). Pernyataan bahwa budaya pop merupakan budaya massa
Amerika, mempunyai sejarah yang panjang dalam pemetaan teoretis budaya pop.
Budaya massa ala Amerika ini seringkali muncul dalam istilah Amerikanisasi.
Pengkajian dalam hal ini termasuk merosotnya budaya Eropa Barat di bawah
hegemonisasi budaya Amerika. Ada dua hal yang bisa kita katakan tentang
kepercayaan diri Amerika dan budaya pop. Pertama, seperti diungkapkan oleh
Andrew Ross budaya pop secara sosial dan kelembagaan telah berpusat di Amerika
dengan jangka waktu yang lebih lama dan lebih signifikan dibanding di Eropa.
Kedua, pengaruh budaya Amerika di seluruh dunia sudah tidak diragukan lagi, tetapi
pengaruh itu sangat kontradiktif. Yang benar adalah pada tahun 1950-an oleh pemuda
Eropa Barat (khususnya Inggris), budaya Amerika dimenjaadi sarana liberalisasi
menentang ketentuan kaku aturan kehidupan ala budaya Eropa Barat. Hal lain yang
cukup jelas adalah bahwa ketakutan terhadap Amerikanisasi sangat erat kaitannya
dengan ketidakpercayaan dalam munculnya berbagai bentuk budaya pop.

Definisi keempat, menyatakan bahwa budaya pop adalah budaya yang berasal
dari rakyat. Ia mengangkat masalah ini melalui pendekatan yang beranggaapan
bahwa budaya pop adalah sessuatu yang diterapkan pada rakyat dari atas. Budaya
pop adalah budaya otentik rakyat. Budaya pop seperti halnya budaya daerah

merupakan dari rakyat untuk rakyat. Definisi pop dalam hal ini seringkali dikaitkaitkan dengan konsep romantisme budaya kelas buruh yang kemudian ditafsirkan
sebagai sumber utama protes simbolik dalam kapitalisme kontemporer (Benet, 1982;
27).

B. Karakteristik Budaya Populer


1) Relativisme
Budaya populer merelatifkan segala sesuatu sehingga tidak ada yang mutlak
benar maupun mutlak salah, termasuk juga tidak ada batasan apapun yang mutlak,
misalnya: batasan antara budaya tinggi dan budaya rendah (tidak ada standar
mutlak dalam bidang seni dan moralitas.).
2) Pragmatisme
Budaya populer menerima apa saja yang bermanfaat tanpa memperdulikan
benar atau salah hal yang diterima tersebut. Semua hal diukur dari hasilnya atau
manfaatnya, bukan dari benar atau salahnya. Hal ini sesuai dengan dampak
budaya populer yang mendorong orang-orang untuk malas berpikir kritis sebagai
akibat dari dampak budaya hiburan yang ditawarkannya. Kita dapat melihat
kecenderungan ini dari semakin banyaknya diterbitkan buku-buku yang bersifat
pragmatis praktis (buku-buku mengenai how to atau buku-buku self-help) atau
majalah-majalah yang berisi tips-tips praktis mengenai berbagai hal praktis.
3) Sekulerisme
Budaya populer mendorong penyebarluasan sekularisme sehingga agama
tidak lagi begitu dipentingkan karena agama tidak relevan dan tidak menjawab
kebutuhan hidup manusia pada masa ini. Hal yang terutama adalah hidup hanya
untuk saat ini (here and now), tanpa harus memikirkan masa lalu dan masa depan.
4) Hedonisme
Budaya populer lebih banyak berfokus kepada emosi dan pemuasannya
daripada intelek. Yang harus menjadi tujuan hidup adalah bersenang-senang dan
menikmati hidup, sehingga memuaskan segala keinginan hati dan hawa nafsu. Hal
seperti ini menyebabkan munculnya budaya hasrat yang mengikis budaya malu.
Para artis dengan mudah mempertontonkan auratnya sebagai bahan tontonan. Seks
yang kudus dan hanya boleh dilakukan dalam konteks pernikahan dipertontonkan

secara murahan dalam film-film dengan tujuan untuk menghibur. Bahkan bisnis
yang berbau pornografi merupakan sebuah bisnis yang mendapatkan penghasilan
yang besar. Diperkirakan sekitar 12, 7 milyar dolar Amerika dihasilkan oleh
industri hiburan dewasa yang berbau pornografi (termasuk di dalamnya majalah
playboy, penthouse, mainan seks (sex toy), dan industri pornografi di internet).
Banyak industri yang menjadikan seks sebagai obat mujarab bagi sukses industri
mereka, misalnya: majalah bisnis atau majalah popular yang gambar sampulnya
adalah wanita telanjang, sebuah pameran mobil mewah yang pemandunya adalah
seorang promo-girl yang seksi, sebuah iklan kopi yang presenternya seorang
model-girl yang aduhai. Hal-hal ini merupakan salah satu strategi visual yang
sering digunakan untuk memberikan provokasi dan efek-efek psikologis yang
instan, yang biasanya berkaitan dengan gejolak hasrat dan libido.
5) Materialisme
Budaya populer semakin mendorong paham materialisme yang sudah
banyak dipegang oleh orang-orang modern sehingga manusia semakin memuja
kekayaan materi, dan segala sesuatu diukur berdasarkan hal itu. Budaya populer
atau budaya McWorld sebenarnya menawarkan budaya pemujaan uang, hal ini
dapat kita lihat dengan larisnya buku-buku self-help yang membahas mengenai
bagaimana menjadi orang sukses dan kaya.
6) Popularitas
Budaya populer mempengaruhi banyak orang dari setiap sub-budaya,
tanpa dibatasi latar belakang etnik, keagamaan, status sosial, usia, tingkat
pendidikan, dan sebagainya. Budaya populer mempengaruhi hampir semua orang,
khususnya orang-orang muda dan remaja, hampir di semua bagian dunia,
khususnya di negara-negara yang berkembang dan negara-negara maju.
7) Kontemporer
Budaya populer merupakan sebuah kebudayaan yang menawarkan nilainilai yang bersifat sementara, kontemporer, tidak stabil, yang terus berubah dan
berganti (sesuai tuntutan pasar dan arus zaman). Hal ini dapat dilihat dari lagulagu pop yang beredar, termasuk lagu-lagu pop rohani yang terus berubah dan
berganti.
8) Hibrid

Sesuai dengan tujuan teknologi, yaitu mempermudah hidup, muncullah


sifat hibrid, yang memadukan semua kemudahan yang ada dalam sebuah produk,
misalnya: telepon seluler yang sekaligus berfungsi sebagai media internet, alarm,
jam, kalkulator, video, dan kamera; demikian juga ada restoran yang sekaligus
menjadi tempat baca dan perpustakaan bahkan outlet pakaian.
9) Penyeragaman Rasa
Hampir di setiap tempat di seluruh penjuru dunia, monokultur Amerika
terlihat semakin mendominasi. Budaya tunggal semakin berkembang, keragaman
bergeser ke keseragaman. Penyeragaman rasa ini baik mencakup konsumsi
barang-barang fiskal, non-fiskal sampai dengan ilmu pengetahuan. Keseragaman
ini dapat dilihat dari contoh seperti: makanan cepat saji (fast food), minuman
ringan (soft drink), dan celana jeans yang dapat ditemukan di negera manapun.
Keseragaman ini juga dapat dilihat dari hilangnya oleh-oleh khas dari suatu
daerah, misalnya: empek-empek Palembang dapat ditemukan di daerah lain selain
Palembang seperti Jakarta, Medan dan Lampung.
10) Budaya Hiburan
Budaya hiburan merupakan ciri yang utama dari budaya populer di mana
segala sesuatu harus bersifat menghibur. Pendidikan harus menghibur supaya
tidak membosankan, maka muncullah edutainment. Olah raga harus menghibur,
maka muncullah sportainment. Informasi dan berita juga harus menghibur, maka
muncullah infotainment. Bahkan muncul juga religiotainment, agama sebagai
sebuah hiburan, akibat perkawinan agama dan budaya populer. Hal ini dapat
dilihat sangat jelas khususnya ketika mendekati hari-hari raya keagamaan tertentu.
Bahkan kotbah dan ibadah harus menghibur jemaat supaya jemaat merasa betah.
Bisnis hiburan merupakan bisnis yang menjanjikan pada masa seperti saat ini. Hal
ini dapat dilihat dari contoh taman hiburan Disney di seluruh dunia yang
memperoleh pendapatan 3,3 milyar dolar AS, sementara pendapatan Disney per
tahun adalah 7,5 milyat dolar AS, dengan pendapatan dari film 3,1 milyar dolar
AS dan produk-produk konsumennya (dihubungkan dengan taman hiburan dan
film) memperoleh pendapatan 1,1 milyar dolar AS.
11) Budaya Konsumerisme
Budaya populer juga berkaitan erat dengan budaya konsumerisme, yaitu
sebuah masyarakat yang senantiasa merasa kurang dan tidak puas secara terus

menerus, sebuah masyarakat konsumtif dan konsumeris, yang membeli bukan


berdasarkan kebutuhan, namun keinginan, bahkan gengsi. Semua yang kita miliki
hanya membuat kita semakin banyak membutuhkan, dan semakin banyak yang
kita miliki semakin banyak kebutuhan kita untuk melindungi apa yang sudah kita
miliki.

Misalnya,

komputer

membutuhkan

perangkat

lunak,

yang

membutuhkan kapasitas memori yang lebih besar, yang membutuhkan flash


disk dan hal-hal lain yang tidak berhenti berkembang.

C. Perkembangan Budaya Populer Dalam Bacaan


Perkembangan dunia modern (globalisasi) telah mengubah segala lapisan
untuk turut serta terbawa arus modernisasi. Budaya populer yang tadinya belum
merambah dunia sastra dan bacaan kini telah menjamahnya hingga munculah sastra
popular yang tidak lain memiliki batasan suatu karya sastra yang mamiliki sifat
budaya popular yaitu hasil budaya dalam bentuk tulisan (sastra) yang sedang popular
dimasyarakat, tersebar dimayarakat, dan hasil karyanya (baik cerpen, puisi dan karya
lain yang termasuk karya sastra) mengabaikan nilai-nilai keseriusan, intelektualitas,
penghargaan terhadap waktu dan originalitas.
Karya sastra pun terus berkembang, yang tadinya hasil karya satra terikat
dengan aturan (sistemis) kinipun menjadi tanpa aturan sehingga kedua kubu ini terus
saling

menjaga

keyakinan

yang

dianutnya.

Seperti

yang

dikatakan Teew

yaitu perkembangan karya sastra selalu berada dalam ketegangan antara konvensi dan
pembaharuan, antara keterikatan pada genre, konvensi, dan kebebasan mencipta.
Hal ini juga merujuk pada karya sastra yang adiluhung dan juga jenis karya
sastra popular, yang bisa dibilang karya sastra tersebut tidak bersinergi melainkan
berlawanan arus. Karya sastra adiluhung merupakan karya sastra yang mengutamakan
kualitas, nilai-nilai dan nilai-nilai kesastraan yang tinggi dan berujung pada
penghargaan sedangkan karya sastra popular sebaliknya yang mengutamakan selera
penerbit dan berujung pada hasil yang bisa dinilai dengan uang.
Namun sebenarnya dalam perkembangannya tidak lagi dinilai apakah sastra
populer ini lebih rendah daripada karya sastra adiluhung, bukan mana yang lebih
bagus atau mana yang lebih jelek. Karena dengan penilaian yang demikian akan
menciptakan kelas secara vertikal terhadap karya sastra.
Para mahir pun banyak yang mencoba menggali dan coba menemukan ruang
lingkup dari keduanya, hubungannya, karakteristinya contoh karyanya dan
perkembangan-perkembangan lainya.

Selanjutnya tentang sastra popular, menurut Nurgiyantoro sastra populer


adalah sastra yang populer pada masanya dan banyak pembacanya, khususnya
pembaca di kalangan remaja, menurutnya juga (2007:18) sastra popular adalah
perekam kehidupan, dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam
serba kemungkinan. Ia menunjukan kembali rekaman kehidupan itu dengan harapan
pembaca akan mengenal kembali pengalaman-pengalaman sehingga merasa terhibur
karena salah seorang telah mencurahkan pengalamanya itu. Sastra popular akan setia
mencurahkan kembali emosi-emosi asli oleh karena itu menurut kayam (dalam
Nurgiyantoro 2007:18) sastra popular yang baik banyak mengundang pembaca unutuk
mengidentifikasi dirinya.
Dengan demikian Sastra populer tidak menampilkan permasalahn hidup secara
intens, sebab jika demikian, sastra populer akan menjadi berat dan berubah menjadi
sastra serius (Nurgiyantoro, 1981), namun yang perlu dipahami lebih dalam
bahwasastra populer bukan berarti semata-mata karya yang populer atau terkenal,
namun istilah tersebut adalah terjemahan dari popular literature sebagai pembeda dari
high literature atau sastra adiluhung.
Lalu bagaimanakah hubungan antara keduanya. Hubungan antara budaya
populer dengan sastra populer yaitu ketika budaya populer disandingkan dengan teks
sastra akan menciptakan suatu karya sastra popular atau ketika sastra bertemu dengan
budaya populer maka akan melahirkan sastra popular. Maka sudah dipastikan
keduanya saling mempengaruhi dan melakukan timbal balik.
Selanjutnya yaitu tentang karakteristik sastra. Karakteristik sastra populer
merupakan suatu ciri khusus yang dapat membedakan antara karya sastra populer
dengan adiluhung, yang tentu dapat diidentifikasi dengan melihat secara structural
yaitu yang berkaitan dengan Intrinsiknya, seperti tema, penokohan, amanat dsb
maupun visualnya (gambar sampul dsb). Untuk lebih lengkapnya yaitu sebagai
berikut:
1. bentuk sampulnya sering menonjolkan warna cerah, ilustrasi agak
ramai, gambar wanita dengan tetesan air mata atau gambar pemuda
yang sedang memeluk kekasihnya
2. dari segi penokohan, novel populer umumnya menampilkan tokohtokoh yang tidak jelas identitas tradisi-kulturalnya

3. tema yang diangkat umumnya menyangkut percintaan para remaja


yang masih bersekolah atau mahasiswa
4. tokoh-tokoh stereotipe. Ibu tiri: kejam
5. konflik yang muncul berkisar pada status sosial, perebutan pacar
atau persoalan-persoalan remeh-temeh disekitar usia pubertas
6. latar tempat dan latar peristiwa, cenderung menampilkan latar
kontemporer dengan berbagai peristiwa yang actual
7. makna dan amanat yang ditampilkannya bersifat tunggal
Akhir cerita tidaklah terlalu sulit untuk ditebak, karena memang sengaja dibuat
demikian dan satu lagi yang dapat penulis temukan yaitu bahasa yang digunakan
biasanya tidak sesuai penulisan baku (EYD).
D. Pengaruh Budaya Populer dalam Bacaan
Perkembangan sastra sudah menunjukkan taraf peningkatan yang lebih
baik. Beberapa media mulai memberikan ruang-ruang khusus bagi penulis
dalam berkarya serta menyalurkan kreativitas seni. Gambaran karya sastra
mereka teridentifikasi saat ini dalam bentuk rubrik khusus pada sebuah media
cetak setiap minggunya. Pada ruang khusus seperti itu, kita dapat melihat
karya-karya sastra (dalam bentuk cerpen atau puisi) tersebut. Atau, kita juga
bisa melihatnya dalam bentuk novel. Semua itu dapat mengindikasikan
bagaimana produktivitas dan kuantitas para penulisnya.
Lingkungan

sosial-budaya

yang

kian

meresap

dalam

setiap

karangannya terkadang mengandung unsur-unsur yang memperlihatkan tren


atau sebuah produk budaya dari luar (asing) dengan mengesampingkan budaya
lokal, gaya hidup, dan karakteristik anak serta moral bangsa sendiri. Atau,
mungkin mengandung apa yang kita namakan dengan budaya populer.
Kemungkinan saja hal itu bisa tercermin dari karya sastra, maupun sikap dan
perhatian para penulisnya dalam melihat karakter anak-anak masa kini dengan
lingkungannya.
Istilah budaya populer muncul dengan kajiannya dalam beberapa
literatur pada ilmu budaya dan sosial. Ternyata, pengaruh tersebut bisa

tercermin dalam sebuah karya sastra. Sastra sebagaimana yang dipaparkan


Nurgiyantoro (2005: 3), yaitu sebagai gambaran dunia (dalam kata), hadir
pertama-tama kepada pembaca hakikatnya untuk menghibur, memberikan
hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan cerita yang menarik,
mengajak pembaca memanjakan fantasinya, membawa pembaca ke suatu alur
kehidupan yang penuh suspense, daya yang menarik hati pembaca untuk ingin
tahu dan merasa terikat karenanya, mempermainkan emosi pembaca
sehingga ikut larut ke dalam arus cerita. Hal ini pula, tidak terkecuali pada
sastra anak saat ini. Penulis memandang bahwa budaya populer di sini
merupakan pergerakan budaya dari waktu ke waktu dalam masyarakat industri
(kapitalis) yang ditandai oleh pemakaian komoditas secara populer, yang
datang dari periklanan, industri hiburan, media, dan ikon sebuah gaya dan
yang diarahkan kepada masyarakat. Pengertian penulis tentang beberapa
definisi budaya populer yang ada lebih cenderung mengacu kepada pengertian
yang menjelaskan bahwa budaya pop itu memang budaya yang
menyenangkan atau banyak disukai orang. Karya sastra saat ini di tengah
perkembangan dan perpaduan budaya (khususnya budaya asing dan yang
populer) serta nilai yang ada di era globalisasi ini mungkin dapat diamati
apakah ada pengaruhnya pula terhadap perkembangan anak dalam karya
sastranya di tanah air kita ini.
Jika, menurut Rosalind Engle (dalam Tarigan, 1995: 56) bahwa
kesiapan imaji berawal pada kelahiran dan mencakup semua aksi dan interaksi
antara anak-anak dan anggota masyarakat/lingkungan mereka. Sastra
memberi/menjadi suatu pengaruh dalam kehidupan sang anak sebaik orang tua
atau anak-anak lainnya ingin berbagi rasa mengenai hal tersebut dan sang anak
memberi respons atau menanggapinya. Pernyataan itu dapat mengindikasikan
bahwa masyarakat dan lingkungannya mempunyai pengaruh terhadap
kepengarangan dan kepenulisan dalam berkarya (bersastra).
Untuk mengkaji sesuatu terkait perkembangan aspek budaya
(populer/pop) dan karakteristik sastra zaman sekarang. Kajian aspek budaya
yang penulis maksudkan di sini nantinya mengarah pada sisi budaya populer
(ataupun biasa disebut budaya pop saja) yang terepresentasikan dalam
karya sastra.

Dalam hal ini, sastra adalah suatu produk sosial yang bisa dijadikan
pengacuan terhadap fenomena lingkungan-sosial yang terjadi dalam
kebudayaan anak-anak di era sekarang.
Karya sastra termasuk novel dapat dipandang sebagai sebuah bentuk
dokumentasi sosial suatu masyarakat, jika dikaitkan kefiksiannya dengan
realita kehidupan. Oleh karena itu, ada sebuah pernyataan yang mungkin bisa
kita rujuk untuk menunjukkan kaitan sastra dengan hal di atas dari Ratna
(2009: 9), bahwa sampai saat ini, penelitian sosiologi sastra lebih banyak
memberikan perhatian pada sastra nasional, sastra modern, khususnya novel.
Menurut Barker istilah representasi dalam kajian budaya merupakan
bagian yang terpusat. Istilah ini berarti tentang bagaimana dunia
dikonstruksikan dan disajikan secara sosial kepada dan oleh diri kita.
Representasi kultural dan makna, menurutnya memiliki sifat material.
Diantaranya ada dalam setiap tulisan-tulisan, gambaran-gambaran, dan bukubuku yang diproduksi maupun dipahami dalam konteks sosial yang spesifik
(Barker, 2005: 10).
Jadi, apapun yang diketahui oleh kita tentang dunia dapat
memperlihatkan suatu representasi dunia itu sendiri yang bermakna dalam
bentuk tulisan. Jika, kita memandang itu dalam sebuah karya sastra sebagai
seni yang menggunakan medium bahasa (tulis).
Istilah budaya populer telah digunakan dalam beberapa cara. Sebagai
contoh, budaya populer bisa mengacu pada yang tersisa di luar apa yang
telah ditentukan sebagai kanon budaya tinggi, atau pada budaya yang
diproduksi secara massal dalam industri kebudayaan (Barker, 2005: 6263).
Budaya populer adalah budaya yang diproduksi secara komersial dan
tampaknya tidak ada alasan untuk mengatakan hal ini akan berubah untuk
masamasa yang akan datang. Budaya populer dipandang sebagai maknamakna dan praktik-praktik hasil produksi khalayak populer pada momen
konsumsi, dan kajian atas budaya populer menjadi terpusat pada bagaimana ia
digunakan (Barker, 2005: 63).

Istilah budaya populer ini kemungkinan pula muncul dan memiliki


relasi dengan sebuah ideologi, kapitalisme, serta budaya massa di zaman
sekarang. Piliang (2008: 29) menjelaskan, bahwa ada relasi yang tidak dapat
dipisahkan antara perkembangan industrialisasi (kapitalisme) dan apa yang
disebut sebagai budaya massa.
Budaya massa adalah sebuah budaya yang berkembang seiring
perkembangan industrialisasi. Sebagai bentuk produksi massa, budaya massa
diproduksi untuk massa yang luas, berbeda dengan budaya elite (elite
culture) yang hanya dikonsumsi elite kebudayaan tertentu. Meskipun begitu
banyak beberapa pengertian untuk mengarahkan dalam memahami budaya
populer ini (mendefinisikan budaya populer) penulis menyimpulkan bahwa
budaya populer merupakan pergerakan budaya dari waktu ke waktu dalam
perkembangan dan kemajuan masyarakat industri (kapitalis) yang ditandai
oleh pemakaian komoditas secara populer (yang datang dari periklanan,
industri hiburan, media, dan ikon sebuah gaya dan yang diarahkan kepada
masyarakat) dengan pemaknaan yang khas dalam kehidupan saat ini.
Suatu budaya itu menyangkut segala produk-produknya dan itu hasil
kebudayaan manusianya. Bentuk-bentuk budaya pop itu ternyata bisa kita
kenali melalui produk teknologinya, bahasa (tindak tutur), gaya/perilaku
tokoh, dsb.
E. Kebudayaan Populer Dalam Bacaan Novel
Novel adalah sebuah karya karya fiksi yang tertulis dan naratif dan
biasanya dalam bentuk cerita.

Penulis novel disebut novelis. Kata novel

berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang berarti sebuah kisah,
sepotong berita.Novel lebih pannjang setidaknya 40.000 kata dan lebih
kompleks dari cerpen dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan
metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang
tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan
menitikberatkan pada kehidupan yang aneh dari naratif tersebut.
Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi roman. Sebuah
roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita

juga lebih banyak. Dalam karya sastra Indonesia, novel berdasarkan


karakternya dibedakan menjadi dua, yaitu novel serius dan novel populer,.
Novel populer dikatakan populer karena novel tersebut diminati banyak
orang

saat

pada

zamannya

dan

dianggap

sebagai

kebudayaan

bersama.Novel serius dinilai memiliki unsur sastra yang kompleks dan


lebih berkarakter. Namun keduanya memiliki ciri khas masing-masing
yang tak bisa disamakan.
Novel populer ada yang disajikan secara baik, ada pula yang disajikan
tidak dan ada novel populer yang bagus, adapula yang buruk.Meskipun
demikian para pakar kebudayaan populeer (popular culture),movel populer
dan semua karya kebudayaan populer, berangkat dan berawal dari nilai
komersial. Tujuan utamanya adalah menghasilkan sesuatu yang bersifat
materi. Mengingat tujuan utamanya komersial, maka karya-karya popiler
ditunjukkan untuk berbagai lapisan masyarakat. Untuk itu unsur hiburan
menduduki tempat sasaran yang sangat penting.
Akibat unsur hiburan lebih ditonjolkan, maka unsur lainnya sering
diabaikan. Akhirnya

banyak

menjerumuskan

pengarangnya

untuk

mengobral hibura murahan, cenderung rendah dan mengabaikan normanorma kesusilaan. Novel yang mengeksploitasi pornografi misalnya,
termasuk kedalam jenis novel populer yang buruk yang menampilkan
hiburan dan selera rendah.
a. Ciri-ciri yang terdapat dalam novel populer antara lain :
1. Bentuk covernya yang sering menonjilkan warna cerah,
ilustrasi agak r ramai.
2. Dari segi penokohan menampilkan tokoh yang tidak jelas identitas

tradisi-kulturalnya.Bisa dilihat dari namanya, contohnya Frans, Boy


dan Andrew.Latarnya biasanya ditandai dengan latar perkotaan.
3. Tema yang diangat biasanya menyangkut kisah percintaan remaja yang

masih bersekolah.
4. Dari segi latar tempat dan peristiwa, cenderung menampilkan latar

kontemporer dengan berbagai peristiwa yang aktual.

5. Tampilnya tokoh-tokoh yang stereotip

b. Bentuk Novel Populer


1. Fiksi populer mengutamakan plot certita dan kurang menggarap
unsur-unsur lain fiksi. Unsur plot ini menekankan banyaknya
ketegangan atau suspense yang memancing keingintahuan pembaca
terhadap jalannya cerita. Fiksi diakhiri dengan akhir bahagia
(happy ending) karena akan memberikan kegembiraan pada
pembaca. Dalam fiksi ada tiga kemungkinan mengakhiri cerita,
yakni tokoh berhasil mengakhiri masalah, tokoh gagal mengatasi
masalah dan tokoh dibiarkan tidak menyelesaikan masalah atau
kofliknya.
2.

Masih

berhubungan

denagan

plot

cerita,

fiksi

populer

mendasarkan diri pada pola-pola cerita tertentu. Terdapat banyak


tipe fiksi populer yang masing-masing telah memiliki pola jalan
cerita sendiri. Dalam hal ini dikenal pola cerita detektif, pola cerita
spionase, pola cerita roman percintaan, pola cerita misteri, pola
cerita western, pola cerita silat, pola cerita mistik dan horor dan
lain-lain. Setiap cerita populer yang baru tinggal mengikuti pola
yang sudah ada, hanya jalan ceritanya berbeda. Inilah sebabnya
pembaca sulit mengingat-ingat secara lengkap setiap fiksi populer
yang pernah dibaca, karena semua hampir serupa.
3. Tema dalam fiksi populer tidak dipentingkan, sehingga hal inilah
yang menyebabkab mengapa fiksi populer jauh drai masalah
kehidupan dan seolah tak peduli terhadap masalah kehidupan.
4.

Karakter dalam fiksi populer bersifat stereotip, yakni mewakili


gambaran masyarakatumum tentang seseorang pelaku , misalnya
tukang becak selali miskin dan kurang terpelajar, sopir truk sebagai
orang brutal dan kurang ajar dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Bernet, Tony (1982) Popular Culture: Defining Our Terms, dalam Popular Culture:
Themes and Issues I, Milton Keynes: Open University Press.
Bourdieu, Pierre (1984) Distintion: A Social Critique of the Judgment of Taste,
terjemahan Richard Nice, Cambridge, MA: Harvard University Press.
Fiske, John (1989) Understanding Popular Culture, London: Unwin Hyman.
Gramsci, Antonio (1971) Selections from Prison Notebooks, disunting dan
diterjemahkan oleh Quintin Hoare dan Geoffrey Nowell-Smith, London:
Lawrence & Wishart.
Maltby, Richard (1989) Introduction dalam Dreams for Sale: Popular Culture in the
20th Century, disunting oleh Richard Malthy, London: Routledge.
Ross, Andrew, (1989) No Respect: Intelectuals and Popular Culture, London:
Routledge.
Williams, Raymond, (1983) Keyword, London: Fontana.

Website:
http://derrymayendra.blogspot.co.id/2011/10/budaya-populer.html
https://sosiologibudaya.wordpress.com/2013/04/25/budaya-populer-2/
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_populer

https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKE
wiSwIKXheLQAhWIK48KHWFgDOMQFggpMAI&url=https%3A%2F
%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki
%2FNovel&usg=AFQjCNH1E9eyTfAlr1FZkztHWcKm7LH-ww
http://mistamiroh.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-novel-populer.html

Anda mungkin juga menyukai