PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak manusia dilahirkan di bumi, dia sudah dikelilingi dan diliputi oleh
kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai tertentu. Sejak bayi kita sudah mendengar,
tidak boleh ini, tidak boleh itu. Ada kalanya larangan-larangan ini didasarkan kepada
kenyataan yang ada, misalnya karena nyata-nyata membahayakan si-anak, tetapi kerap
kali juga larangan-larangan ini didasarkan kepada anggapan dan kepercayaan tertentu.
Memang salah satu kebudayaan adalah kepercayaan-kepercayaan, anggapan-anggapan
atau prinsip-prinsip tertentu. Di samping itu masih ada unsur lain, yaitu norma-norma.
Anggapan-anggapan dan kepercayaan meliputi keadaan-keadaan, tetapi norma
meliputi perbuatan.Antara kedua unsur tersebut terdapat jalinan yang sangat erat.
Kepercayaan merupakan anggapan tentang suatu keadaan. Dari kepercayaan ini
kemudian timbul norma-norma mengenai perbuatan. Ada orang yang mengatakan
bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, karsa dan rasa manusia. Dengan demikian,
setiap hal yang pernah dikerjakan dan atau ditangani oleh manusia adalah
kebudayaan. Budaya PopulerMendefinisikan budaya dan populer, yang pada
dasarnya adalah konsep yang masih diperdebatkan, sangat rumit. Definisi itu bersaing
dengan berbagai definisi budaya populer itu sendiri.
Budaya Populer selalu berubah dan muncul secara unik di berbagai tempat dan
waktu. Budaya pop membentuk arus dan pusaran, dan mewakili suatu perspektif
interdependent-mutual yang kompleks dan nilai-nilai yang memengaruhi masyarakat
dan lembaga-lembaganya dengan berbagai cara. Misalnya, beberapa arus budaya pop
mungkin muncul dari (atau menyeleweng menjadi) suatu subkultur, yang
melambangkan perspektif yang kemiripannya dengan budaya pop mainstream begitu
sedikit. Berbagai hal yang berhubungan dengan budaya pop sangat khas menarik
spektrum yang lebih luas dalam masyarakat.
Kebudayaan popular berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat
dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu seperti mega bintang,
kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan sebagainya. Menurut
Ben Agger Sebuah budaya yang akan masuk dunia hiburan maka budaya itu
umumnya menempatkan unsure popular sebagai unsure utamanya. Budaya itu akan
memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai penyebaran
pengaruh di masyarakat (dalam Burhan Bungin,2009:100).
Kebudayaan Populer mulai masuk ke Indonesia dan tentunya mempengaruhi
budaya di Indonesia itu sendiri, termasuk novel Novel adalah karangan prosa yang
panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Penulis novel
disebut novelis.
Genre novel digambarkan memiliki "sejarah yang berkelanjutan dan
komprehensif selama sekitar dua ribu tahun". Pandangan ini melihat novel berawal
dari Yunani dan Romawi Klasik, abad pertengahan, awal roman modern, dan tradisi
novella. Novella adalah suatu istilah dalam bahasa Italia untuk menggambarkan cerita
singkat, yang dijadikan istilah dalam bahasa Inggris saat ini sejak abad ke-18. Ian
Watt, sejarawan sastra Inggris, menuliskan dalam bukunya The Rise of The Novel
(1957) bahwa novel pertama muncul pada awal abad ke-18.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah di paparkan di atas, maka rumusan
masalah yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut.
1. Jelaskan definisi budaya popular!
2. Bagaimana
perkembangan
budaya
populer
saat
ini,
khususnya
BAB II
ISI
yang dihadapi adalah bagaimana caranya menjaga ekslusivitas budaya tinggi. Secara
harfiah, sangat sulit mengesampingkan ekslusivitas audiens suatu budaya tinggi
(Storey, 2003: 11).
Ketiga, mendefinisikan budaya pop sebagai budaya massa.Definisi tersebut
sangat tergantung pada definisi sebelumnya. Mereka menyatakan budaya pop adalah
budaya massa dengan tujuan menegaskan bahwa budaya massa secara komersial
tidak bisa diharapkan.
Dalam beberapa kritik budaya
budaya massa,
budaya massa bukan hanya sebagai budaya terapan untuk kaum miskin, tetapi juga
bisa diidentifikasi sebagai budaya yang diimpor dari Amerika:jika kita hendak
menemukan budaya dalam bentuk modernnya..., lihatlah kota-kota besar Amerika
terutama New
York (Malthy, 1989; 11). Pernyataan bahwa budaya pop merupakan budaya massa
Amerika, mempunyai sejarah yang panjang dalam pemetaan teoretis budaya pop.
Budaya massa ala Amerika ini seringkali muncul dalam istilah Amerikanisasi.
Pengkajian dalam hal ini termasuk merosotnya budaya Eropa Barat di bawah
hegemonisasi budaya Amerika. Ada dua hal yang bisa kita katakan tentang
kepercayaan diri Amerika dan budaya pop. Pertama, seperti diungkapkan oleh
Andrew Ross budaya pop secara sosial dan kelembagaan telah berpusat di Amerika
dengan jangka waktu yang lebih lama dan lebih signifikan dibanding di Eropa.
Kedua, pengaruh budaya Amerika di seluruh dunia sudah tidak diragukan lagi, tetapi
pengaruh itu sangat kontradiktif. Yang benar adalah pada tahun 1950-an oleh pemuda
Eropa Barat (khususnya Inggris), budaya Amerika dimenjaadi sarana liberalisasi
menentang ketentuan kaku aturan kehidupan ala budaya Eropa Barat. Hal lain yang
cukup jelas adalah bahwa ketakutan terhadap Amerikanisasi sangat erat kaitannya
dengan ketidakpercayaan dalam munculnya berbagai bentuk budaya pop.
Definisi keempat, menyatakan bahwa budaya pop adalah budaya yang berasal
dari rakyat. Ia mengangkat masalah ini melalui pendekatan yang beranggaapan
bahwa budaya pop adalah sessuatu yang diterapkan pada rakyat dari atas. Budaya
pop adalah budaya otentik rakyat. Budaya pop seperti halnya budaya daerah
merupakan dari rakyat untuk rakyat. Definisi pop dalam hal ini seringkali dikaitkaitkan dengan konsep romantisme budaya kelas buruh yang kemudian ditafsirkan
sebagai sumber utama protes simbolik dalam kapitalisme kontemporer (Benet, 1982;
27).
secara murahan dalam film-film dengan tujuan untuk menghibur. Bahkan bisnis
yang berbau pornografi merupakan sebuah bisnis yang mendapatkan penghasilan
yang besar. Diperkirakan sekitar 12, 7 milyar dolar Amerika dihasilkan oleh
industri hiburan dewasa yang berbau pornografi (termasuk di dalamnya majalah
playboy, penthouse, mainan seks (sex toy), dan industri pornografi di internet).
Banyak industri yang menjadikan seks sebagai obat mujarab bagi sukses industri
mereka, misalnya: majalah bisnis atau majalah popular yang gambar sampulnya
adalah wanita telanjang, sebuah pameran mobil mewah yang pemandunya adalah
seorang promo-girl yang seksi, sebuah iklan kopi yang presenternya seorang
model-girl yang aduhai. Hal-hal ini merupakan salah satu strategi visual yang
sering digunakan untuk memberikan provokasi dan efek-efek psikologis yang
instan, yang biasanya berkaitan dengan gejolak hasrat dan libido.
5) Materialisme
Budaya populer semakin mendorong paham materialisme yang sudah
banyak dipegang oleh orang-orang modern sehingga manusia semakin memuja
kekayaan materi, dan segala sesuatu diukur berdasarkan hal itu. Budaya populer
atau budaya McWorld sebenarnya menawarkan budaya pemujaan uang, hal ini
dapat kita lihat dengan larisnya buku-buku self-help yang membahas mengenai
bagaimana menjadi orang sukses dan kaya.
6) Popularitas
Budaya populer mempengaruhi banyak orang dari setiap sub-budaya,
tanpa dibatasi latar belakang etnik, keagamaan, status sosial, usia, tingkat
pendidikan, dan sebagainya. Budaya populer mempengaruhi hampir semua orang,
khususnya orang-orang muda dan remaja, hampir di semua bagian dunia,
khususnya di negara-negara yang berkembang dan negara-negara maju.
7) Kontemporer
Budaya populer merupakan sebuah kebudayaan yang menawarkan nilainilai yang bersifat sementara, kontemporer, tidak stabil, yang terus berubah dan
berganti (sesuai tuntutan pasar dan arus zaman). Hal ini dapat dilihat dari lagulagu pop yang beredar, termasuk lagu-lagu pop rohani yang terus berubah dan
berganti.
8) Hibrid
Misalnya,
komputer
membutuhkan
perangkat
lunak,
yang
menjaga
keyakinan
yang
dianutnya.
Seperti
yang
dikatakan Teew
yaitu perkembangan karya sastra selalu berada dalam ketegangan antara konvensi dan
pembaharuan, antara keterikatan pada genre, konvensi, dan kebebasan mencipta.
Hal ini juga merujuk pada karya sastra yang adiluhung dan juga jenis karya
sastra popular, yang bisa dibilang karya sastra tersebut tidak bersinergi melainkan
berlawanan arus. Karya sastra adiluhung merupakan karya sastra yang mengutamakan
kualitas, nilai-nilai dan nilai-nilai kesastraan yang tinggi dan berujung pada
penghargaan sedangkan karya sastra popular sebaliknya yang mengutamakan selera
penerbit dan berujung pada hasil yang bisa dinilai dengan uang.
Namun sebenarnya dalam perkembangannya tidak lagi dinilai apakah sastra
populer ini lebih rendah daripada karya sastra adiluhung, bukan mana yang lebih
bagus atau mana yang lebih jelek. Karena dengan penilaian yang demikian akan
menciptakan kelas secara vertikal terhadap karya sastra.
Para mahir pun banyak yang mencoba menggali dan coba menemukan ruang
lingkup dari keduanya, hubungannya, karakteristinya contoh karyanya dan
perkembangan-perkembangan lainya.
sosial-budaya
yang
kian
meresap
dalam
setiap
Dalam hal ini, sastra adalah suatu produk sosial yang bisa dijadikan
pengacuan terhadap fenomena lingkungan-sosial yang terjadi dalam
kebudayaan anak-anak di era sekarang.
Karya sastra termasuk novel dapat dipandang sebagai sebuah bentuk
dokumentasi sosial suatu masyarakat, jika dikaitkan kefiksiannya dengan
realita kehidupan. Oleh karena itu, ada sebuah pernyataan yang mungkin bisa
kita rujuk untuk menunjukkan kaitan sastra dengan hal di atas dari Ratna
(2009: 9), bahwa sampai saat ini, penelitian sosiologi sastra lebih banyak
memberikan perhatian pada sastra nasional, sastra modern, khususnya novel.
Menurut Barker istilah representasi dalam kajian budaya merupakan
bagian yang terpusat. Istilah ini berarti tentang bagaimana dunia
dikonstruksikan dan disajikan secara sosial kepada dan oleh diri kita.
Representasi kultural dan makna, menurutnya memiliki sifat material.
Diantaranya ada dalam setiap tulisan-tulisan, gambaran-gambaran, dan bukubuku yang diproduksi maupun dipahami dalam konteks sosial yang spesifik
(Barker, 2005: 10).
Jadi, apapun yang diketahui oleh kita tentang dunia dapat
memperlihatkan suatu representasi dunia itu sendiri yang bermakna dalam
bentuk tulisan. Jika, kita memandang itu dalam sebuah karya sastra sebagai
seni yang menggunakan medium bahasa (tulis).
Istilah budaya populer telah digunakan dalam beberapa cara. Sebagai
contoh, budaya populer bisa mengacu pada yang tersisa di luar apa yang
telah ditentukan sebagai kanon budaya tinggi, atau pada budaya yang
diproduksi secara massal dalam industri kebudayaan (Barker, 2005: 6263).
Budaya populer adalah budaya yang diproduksi secara komersial dan
tampaknya tidak ada alasan untuk mengatakan hal ini akan berubah untuk
masamasa yang akan datang. Budaya populer dipandang sebagai maknamakna dan praktik-praktik hasil produksi khalayak populer pada momen
konsumsi, dan kajian atas budaya populer menjadi terpusat pada bagaimana ia
digunakan (Barker, 2005: 63).
berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang berarti sebuah kisah,
sepotong berita.Novel lebih pannjang setidaknya 40.000 kata dan lebih
kompleks dari cerpen dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan
metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang
tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan
menitikberatkan pada kehidupan yang aneh dari naratif tersebut.
Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi roman. Sebuah
roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita
saat
pada
zamannya
dan
dianggap
sebagai
kebudayaan
banyak
menjerumuskan
pengarangnya
untuk
mengobral hibura murahan, cenderung rendah dan mengabaikan normanorma kesusilaan. Novel yang mengeksploitasi pornografi misalnya,
termasuk kedalam jenis novel populer yang buruk yang menampilkan
hiburan dan selera rendah.
a. Ciri-ciri yang terdapat dalam novel populer antara lain :
1. Bentuk covernya yang sering menonjilkan warna cerah,
ilustrasi agak r ramai.
2. Dari segi penokohan menampilkan tokoh yang tidak jelas identitas
masih bersekolah.
4. Dari segi latar tempat dan peristiwa, cenderung menampilkan latar
Masih
berhubungan
denagan
plot
cerita,
fiksi
populer
DAFTAR PUSTAKA
Bernet, Tony (1982) Popular Culture: Defining Our Terms, dalam Popular Culture:
Themes and Issues I, Milton Keynes: Open University Press.
Bourdieu, Pierre (1984) Distintion: A Social Critique of the Judgment of Taste,
terjemahan Richard Nice, Cambridge, MA: Harvard University Press.
Fiske, John (1989) Understanding Popular Culture, London: Unwin Hyman.
Gramsci, Antonio (1971) Selections from Prison Notebooks, disunting dan
diterjemahkan oleh Quintin Hoare dan Geoffrey Nowell-Smith, London:
Lawrence & Wishart.
Maltby, Richard (1989) Introduction dalam Dreams for Sale: Popular Culture in the
20th Century, disunting oleh Richard Malthy, London: Routledge.
Ross, Andrew, (1989) No Respect: Intelectuals and Popular Culture, London:
Routledge.
Williams, Raymond, (1983) Keyword, London: Fontana.
Website:
http://derrymayendra.blogspot.co.id/2011/10/budaya-populer.html
https://sosiologibudaya.wordpress.com/2013/04/25/budaya-populer-2/
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_populer
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKE
wiSwIKXheLQAhWIK48KHWFgDOMQFggpMAI&url=https%3A%2F
%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki
%2FNovel&usg=AFQjCNH1E9eyTfAlr1FZkztHWcKm7LH-ww
http://mistamiroh.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-novel-populer.html