Anda di halaman 1dari 9

Identifikasi Permasalahan yang Terjadi di Kawasan Amerika Selatan

Sebagai satu kawasan di Benua Amerika, negara-negara Amerika Selatan


memiliki karakteristik negara berkembang serta tumbuh dengan berbagai macam
polemik. Polemik tersebut timbul karena faktor sejarah, perkembangan sosial-
masyarakat (intrik budaya) serta karena adanya campur tangan negara-negara lain.
Adapun Negara yang berada di wilayah ini antara lain:
1. Republik Kolombia
2. Republik Bolivar Venezuela
3. Republik Guyana
4. Republik Suriname
5. Republik Ecuador
6. Republik Federatif Brazil
7. Republik Oriental Uruguay
8. Republik Paraguay
9. Republik Argentina
10. Republik Chile
11. Republik Bolivia
12. Republik Peru
Polemik atau permasalahan yang terjadi di kawasan ini kemudian
diidentifikasi sebagai berikut:
A. Masalah Etnis
Masalah etnis yang terjadi di kawasan Amerika Selatan tidak terlepas dari
faktor sejarah (historical view). Seperti yang kita ketahui bahwa negara-negara di
kawasan Amerika Selatan hampir semuanya merupakan negara Latin yang
dahulunya dijajah oleh Spanyol, Portugis dan Prancis yang berkulit putih yang
kemudian mendirikan koloninya di kawasan ini. Keberadaan koloni pendatang ini
akhirnya menggeser eksistensi dan keberadaan etnis asli benua Amerika yakni
Indian dalam bentuk diskriminasi. Diskriminasi atas etnis Indian sangat jelas
terlihat pada negara-negara seperti Argentina, Bolivia, Peru, dan Paraguay
utamanya pada masa-masa awal kemerdekaannya.

Studi Kawasan Amerika Page 1


1. Argentina
Argentina merupakan negara yang sedang gencar menyikapi masalah
diskriminasi atas etnis, ras maupun imigran atau pendatang. Secara historical Para
pendiri bangsa ini memang bertujuan untuk membuat Argentina menjadi bangsa
kulit putih melalui berbagai kebijakan yang bertujuan untuk menghilangkan
populasi etnis minoritas, sekaligus mendorong imigrasi Eropa. Saat ini jumlah
penduduk asli, suku Indian berjumlah sekitar 700.000, dan biasanya ditemukan di
daerah utara, barat laut dan selatan. Jumlah ini hanya sekitar 1-4% dari total
penduduk Argentina. Sebagai kaum etnis minoritas yang sekaligus merupakan
penduduk asli wilayah Argentina, etnis Indian kemudiaan diupayakan hak-haknya
melalui pembaharuan konstitusi Argentina yang dilakukan pada tanggal 24
Agustus 1994 mengenai penghapusan diskriminasi ras. Namun dalam praktiknya
Konstitusi 1853 yang sebagian besar masih berlaku hingga saat ini, dan preferensi
untuk imigrasi Eropa tetap eksplisit. Etnis Indian jarang berpartisipasi dalam
pengelolaan sumber daya alam mereka. Selain itu, mereka juga menghadapi
marginalisasi sosial, misalnya, melalui idiom seperti "hablo como un Indio”
("Aku berbicara seperti orang Indian") yang digunakan ketika seseorang
melakukan sesuatu yang dianggap bodoh.
2. Bolivia
Berbeda dengan jumlah etnis Indian di Argentina, di Bolivia ternyata etnis
Indian merupakan etnis mayoritas. Jumlah mereka mencapai sekitar 55% dari
jumlah penduduk Bolivia. Hanya saja masalah diskriminasi dan keterbelakangan
tetap saja mereka alami. Etnis Indian di Bolivia merupakan etnis yang paling
miskin. Padahal Bolivia merupakan negara yang sangat kaya akan sumber daya
mineral utamanya minyak. Masalah kemiskinan yang dialami oleh etnis Indian di
Bolivia tidak lepas dari faktor sejarah. Di awal kemerdekaan negara ini,
pemerintahan dipegang oleh koloni penjajah yang merupakan keturunan Spanyol.
Yang secara pandangan sosial memang telah mendiskriditkan kaum pribumi atau
etnis asli. Sehingga masalah kesejahteraan hidup yang berasal dari kekayaan alam
yang seharusnya mereka rasakan tidak pernah diberikan oleh pemerintah.
Diskriminasi atas etnis Indian berlaku hingga terpilihnya Presiden Evo
Morales yang merupakan etnis Indian yang kemudian berusaha memberikan

Studi Kawasan Amerika Page 2


otonomi khusus kepada masyarakat Indian. Konstitusi baru ini didukung sebagian
besar warga Indian yang relatif lebih miskin, tetapi mencapai 85 persen dari total
9,2 juta warga Bolivia. Namun, warga keturunan kulit putih yang merupakan
kelas menengah dan atas yang mendiami dataran rendah di Bolivia timur
menolaknya. Isu otonomi ini menjadi hambatan utama perdebatan soal konstitusi
baru di parlemen. Parlemen akhirnya mencapai kesepakatan diumumkan bahwa
Morales telah menyatakan siap hanya berpartisipasi dalam satu pemilihan ulang
untuk masa jabatan tahun 2009-2014.

B. Masalah Ideologi-Politik
Negara-negara di kawasan Amerika Selatan merupakan negara dengan
tingkat stabilitas politik yang cukup rendah. Sekalipun harus disadari bahwa
sebagian negara yang pada awal kemerdekaan telah disuntik dengan sistem
demokrasi dan liberalisme ekonomi ala Amerika Serikat dan Eropa perlahan-lahan
bangkit dan menoleh ke “kiri”. Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya pemimpin
petani sosialis Evo Morales sebagai presiden Bolivia, Michelle Bachelet, seorang
perempuan dari Partai Sosialis, sebagai presiden Chile, Rafael Correa, seorang
intelektual kiri sebagai presiden Ekuador maka hampir semua negara di Amerika
Latin yang berada di kawasan Amerika Selatan saat ini memiliki pemerintahan
bergaris “Kiri.” Ketidakstabilan politik dan perubahan garis ideologi secara rinci
ditemui pada negara-negara berikut:
1. Bolivia
Sejak Bolivia merdeka pada tahun 1825, telah terjadi 193 kudeta sampai
tahun 1981 yang mengakibatkan kondisi politik tidak stabil dan mengakibatkan
tidak efektifnya pemerintahan. Kudeta yang terjadi di Bolivia membuktikan
adanya hubungan yang kurang baik antara pemerintahan sipil dan militer.
Ketidakpuasan atas kinerja pemerintah yang berkuasa seringkali menjadi alasan
pihak oposisi yang meng-kudeta pemerintah yang sah.
Kudeta memang telah menjadi ciri khas negara ini, tidak hanya yang
terjadi akibat ketidakharmonisan hubungan sipil dan militer tetapi juga yang
terjadi akibat diskriminasi etnis asli Indian oleh kaum kulit putih yang duduk di
Pemerintahan. Sejak dilantiknya Juan Evo Morales yang merupakan orang asli

Studi Kawasan Amerika Page 3


Indian yang sekaligus “Gerakan menuju Sosialisme (Movimiento al Socialismo –
MAS), sebagai presiden Bolivia pada 22 Januari 2006. Upaya pemberian otonomi
khusus bagi etnis Indian menjadi perang damai bagi beliau. Bahkan sebelumnya
diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah memicu gerakan etnis Indian untuk
mengambil peran besar dalam proses-proses politik di Bolivia, dan bahkan
sebagai catatan sejak tahun 2003, mereka berhasil menurunkan dua presiden
Bolivia, Gonzalo Sanchez de Lozada dan Carlos Mesa, yang dianggap tidak pro-
masyarakat asli.
2. Venezuela
Bergerak ke “kiri”menjadi paham yang dipegang oleh negara ini sejak
Hugo Chavez menjadi presiden. Hugo Chavez seakan mengikuti langkah Fidel
Castro membangun blok oposisi terhadap Washington yang selalu
mempromosikan kebijakan “pasar bebas,” atau tepatnya, neoliberalisme, dalam
dua dekade belakangan ini. Untuk mempertahankan upaya perbaikan dan
pembangunan negaranya di bawah ideologi Sosialis, Hugo Chaves
mengembangkan paham neo-nasionalis yang membuat pemerintah berkeinginan
untuk mempertahankan kekuasaannya. Masa jabatan presiden yang hanya dua
periode dianggap tidak cukup dan dibuatlah amandemen undang-undang yang
membolehkan presiden menjabat seumur hidup. Hal ini mengakibatkan lahirnya
pemerintahan otoriter di bawah kendali pemerintah.
3. Chili dan Suriname
Tidak berbeda jauh dengan Bolivia, Chile juga merupakan negara dengan
sejumlah catatan kudeta atas pemerintahan yang sah. Salah satu kudeta yang
terjadi di Chile adalah kudeta militer yang dilakukan oleh Jenderal Augusto
Pinochet pada tahun 1973 terhadap Presiden Salvador Allende.
Suriname juga merupakan negara yang sering mendapat guncangan
kudeta. Dimulai pada 25 Februari 1980, yakni tepat 5 tahun setelah kemerdekan
Suriname. Sekitar 35.000 penduduk Bushnegro dan 6.500 Amerindian di daerah-
daerah pedalaman menjadi penentang penguasa militer yang kemudian
berdemonstrasi ke jalan. Sebagai tindakan memberantas pemberontakan, pada
tanggal 8 Desember 1982 pihak militer membunuh 15 tokoh demonstran.

Studi Kawasan Amerika Page 4


Akibatnya, bantuan pembangunan Belanda kepada Suriname dihentikan, sehingga
kondisi perekonomian negara menjadi semakin buruk.
Puncak konflik bersenjata ketika tahun 1986, pihak militer harus
berhadapan dengan pemberontak Bushnegro yang telah bersatu dan menamakan
dirinya Jungle Commando. Tahun itu pula, kelompok Amerindian juga
meningkatkan aksinya. Kemelut ini mengakibatkan sekitar 7.000 orang
Bushnegro melarikan diri ke Cayenne (Guiana Perancis) untuk meminta suaka
politik kepada pemerintah setempat.
Kudeta selanjutnya pada bulan Desember 1990 militer melakukan kudeta
tidak berdarah yang dikenal dengan “kudeta telepon”. Kemudian pihak militer
membentuk Pemerintahan Sementara dengan tugas dengan salah satu tugas
mempersiapkan pemilu yang demokratis. Pada bulan Mei 1991, diselenggarakan
pemilu dan dimenangkan golongan sipil. Ketidakstabilan politik ini terjadi terus
menerus mengakibatkan merosotnya kondisi ekonomi dan sosial Suriname akibat
kemelut politik berkepanjangan. Jatuh bangunnya pemerintahan terjadi hingga
pemilu tanggal 25 Mei 2005 yang dikenal dengan kualisi “New Front” yang
menggandeng 2 koalisi politik, yakni A-Combinatie dan Democratische Actie 91,
sehingga terbentuk New Front plus. Presiden Venetiaan terpilih untuk ketiga
kalinya menjadi Presiden Suriname, dengan Wakil Presiden Ramdien Sardjoe dari
VHP. Sementera itu, Paul Salam Somohardjo, ketua PL, terpilih sebagai Ketua
Parlemen.
4. Guyana
Forbes Burnham memerintah Guyana dengan cara otokratis, awalnya ia
hanya seorang perdana menteri namun setelah diberlakukannya konstitusi pada
tahun 1980, ia beralih menjadi presiden. Selama pemerintahannya, banyak terjadi
kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu-pemilu di Guyana. HAM dan
kebebasan sipil ditekan, bahkan sempat terjadi dua kali pembunuhan yang berlatar
belakang politik terhadap pendeta/wartawan Bernard Darke bulan Juli 1979, dan
sejarawan/Ketua Partai WPA Walter Rodney bulan Juni 1980. Orang-orangnya
Presiden Burnham diyakini berada di belakang peristiwa tersebut. Tidak hanya itu
negara ini bahkan menjadi pusat perhatian dunia pada tahun 1978 akibat peristiwa

Studi Kawasan Amerika Page 5


bunuh diri massal yang dilakukan oleh ketua sekte Jim Jones bersama sekitar 900
pengikutnya di kawasan Jonestown, Guyana.

C. Ekonomi-Perdagangan
Sekitar 50% Narkoba yang beredar di dunia merupakan produksi dari
kawasan Amerika Selatan dimana 1/3nya diproduksi oleh Bolivia, Peru,
Kolombia dan beberapa negara Latin lainhya. Sedangkan negara seperti Paraguay,
Bolivia dan Kolombia merupakan negara penghasil sekaligus pelaku bisnis illegal
nasrkotika terbesar di Amerika Selatan. Kondisi geografis yang tandus
mengakibatkan wilayah negara-negara ini tidak dapat ditanami tanaman produktif,
dan ternyata sangat cocok sebagai daerah budidaya tanaman Narkoba seperti
Ganja dan Kokain. Perdagangan Narkoba ternyata tidak hanya pada golongan sipil
tetapi disinyalir telah menjadi bisnis para pejabat negara. Parahnya lagi jaringan
perdagangan internasional narkoba ini bahkan memiliki alat-alat persenjataan
canggih yang tidak dapat ditandingi oleh pemerintah setempat sehingga sangat
sulit untuk diberantas.
1. Kolombia
Kolombia adalah pemasok kokain utama dunia. Salah satu gembong
penyelundupan Narkoba dunia asal Kolombia adalah Daniel Rendon yang dituduh
menyelundupkan ratusan ton kokain dari satu kawasan di pantai Karibia yang
tahun 1990an. Kompleksnya sindikat perdagangan Narkoba mengakibatkan
jaringan ini sulit diberantas, bahkan malah menimbulkan konflik antar negara.
Bahkan Sebelum penangkapannya,
Kecanggihan serta jaringan yang kuat juga menambah beban pemerintah
Kolombia dalam memberantas jaringan perdagangan narkoba kelas dunia di
negaranya. Kelompok-kelompok bersenjata ilegal sangat erat terlibat dalam
perdagangan narkoba di Kolombia dan menggunakan keuntungan untuk
membiayai kegiatan mereka. Sebagian besar kokain asal Kolombia diselundupkan
ke Eropa melalui Afrika Barat, Amerika Serikat lewat Meksiko yang
mengakibatkan peningkatan besar kekerasan berkaitan dengan narkoba.
Karenanya Amerika Serikat menjadi pemberi dana utama dalam program anti-
narkoba Kolombia “Plan Colombia” yang dimulai tahun 2000. Pada tahun-tahun

Studi Kawasan Amerika Page 6


awal penerapannya, PBB melaporkan pengurangan jumlah tanaman koka. Namun
pada tahun 2007 perkebunan koka naik 27 persen.
2. Guyana
Pada tahun 2000 potensi perekonomian Guyana terpuruk akibat sengketa
perbatasannya dengan Venezuela dan Suriname. Presiden Venuzuela Hugo
Chaves mengulangi tuntutan Venezuela yang pernah dilakukan pada abad 19 atas
separuh wilayah Guyana bagian barat, yang kaya dengan kandungan minyak
buminya. Sedangkan Suriname mengusir kilang minyak CGX Kanda yang telah
menandatangani kontrak dengan Guyana di kawasan yang dipersengketakan.

D. Keamanan
1. Kolombia
Kondisi internal Kolombia sangat rentan akibat adanya konflik intensif
sekalipun dengan skala kecil baik itu dengan pemberontak/gerilyawan FARC,
paramiliter AUC, sindikat perdagangan narkoba, serta tindak korupsi yang terjadi
di berbagai wilayah di Kolombia. Konflik antara pemerintah dengan gerilyawan
Pasukan Militer Revolusioner Kolombia (FARC) dan Pasukan Liberal Nasional
dimulai sekitar tahun 1964-1966. Presiden Andrés Pastrana dan FARC sempat
bernegosiasi untuk mendapatkan solusi mengatasi konflik yang sempat memanas
antara 1998 dan 2002 tapi gagal.
Keberadaan sindikat narkoba di Kolombia secara tidak langsung
mengancam keamanan negara ini, karena sindikat perdagangan narkoba tidak
hanya bekerja sendiri tetapi juga melibatkan kaum militant dan kelompok
bersenjata dalam mengamankan aktivitas illegal mereka. Sebagaimana yang
dilakukan oleh gembong Narkoba Daniel Rendon yang memanfaatkan Pasukan
Militer Revolusioner Kolombia (FARC) yang beraliran “kiri” untuk
mengamankan dirinya dari sergapan polisi setempat. Sehingga konflik yang
terjadi di negara ini semakin kompleks karena saling terkait satu sama lain.
2. Peru
Peru juga mengalami konflik internal yakni adanya pemberontakan
Movimiento Revolucionario Tupac Amaru (MRTA) yakni kelompok revolusioner
yang aktif hingga tahun 1997 di bawah pimpinan Victor Polay Campos dan

Studi Kawasan Amerika Page 7


geriliyawan Maois Shining Path sejak 1980 sampai sekarang yang ingin
menjadikan Peru sebagai negara komunis. MRTA dianggap sebagai kelompok
teroris oleh pemerintah Peru bahkan oleh Departemen luar negeri AS dan
Parlemen Eropa.

E. Hubungan Luar Negeri


1. Chile
Hubungan antara Chile dan Peru menegang. Hubungan yang sedari awal
telah meruncing akibat perbatasan. Perus mengklaim untuk memiliki teritori yang
lebih luas lagi di perbatasan laut kini semakin tajam akibat adanya tindakan
spyonase. Seorang angkatan udara Peru diduga menjadi mata-mata Chile. Sudah
dua pekan militer tersebut meringkuk di penjara menanti proses pengadilan
dengan dakwaan pengkhianat. Chile menyangkal kegiatan mata-mata itu. Kendati
demikian bagi presiden Garcia hal tersebut sudah cukup untuk membatalkan
pertemuan dengan presiden Chile, Michelle Bachelet pada Forum APEC yang
beranggotakan 21 negara.
2. Suriname
Suriname benar-benar memperlihatkan rasa solidaritasnya dalam
menjunjung tinggi prinsip kerjasama antar negara-negara anggota kawasan
Karibia CARICOM (Caribbean Community and Common Market) dengan tidak
mengkhianati kesepakatan yang telah diambil pada KTT ke-24 CARICOM Juli
2003 di Montego Bay, Jamaica, mengenai komitmen posisi negara-negara Karibia
menghadapi sanksi pembekuan bantuan kerjasama militer dengan AS untuk
mendukung Rome Statute pembentukan ICC (International Criminal Court).
Dalam hal ini, Suriname menolak bujukan AS untuk menandatangani perjanjian
bilateral terpisah dengan maksud menjamin kekebalan para penjahat perang AS
dari jeratan hukum ICC. Dampaknya, Suriname tidak keberatan menerima resiko
sanksi tidak cairnya bantuan kerjasama militer AS utamanya dalam menghadapi
konflik perbatasan dengan Guyana.
3. Guyana
Sebagai salah satu pemrakarsa pembentukan CARICOM, Guyana
mengorbankan komitmen dan solidaritas masyarakat Karibia dengan menerapkan

Studi Kawasan Amerika Page 8


politik ganda dalam rangka memperoleh dukungan negara-negara Persemakmuran
di bidang pertahanan dan keamanan dan untuk mendapatkan bantuan kerjasama
militer dari AS sebagai mitra yang paling berperan.
Hal ini terbukti dari sikap Guyana yang menyimpang dari kesepakatan
KTT CARICOM tahun 2004 menyangkut komitmen posisi negara-negara Karibia
untuk mendukung Rome Statute tentang pembentukan ICC (International Criminal
Court). Dimana Guyana atas permintaan AS, tidak meratifikasi Rome Statute ICC
dan bahkan sebaliknya menandatangani kesepakatan dengan AS, yaitu untuk
menjamin kekebalan para penjahat perang AS dari jeratan hukum ICC.
Sikap Guyana dikarenakan desakan kepentingan nasionalnya dalam
menghadapi sengketa perbatasan dengan Suriname yang memanas sejak bulan
Februari 2004. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin berlanjutnya bantuan
kerjasama militer AS untuk menjaga wilayah territorial Guyana, yakni Tigri dan
Corentijn River yang dikleim Guyana dan Suriname sebagai miliknya. Selain itu,
peningkatan kemampuan pertahanan dan keamanan nasional Guyana untuk
mencegah dijadikannya Guyana sebagai sasaran atau pusat gerakan terorisme
internasional, dan/atau jaringan perdagangan narkoba internasional.

Studi Kawasan Amerika Page 9

Anda mungkin juga menyukai