Anda di halaman 1dari 3

Makanan khas yogya

Yogya merupakan salah satu kota tujuan wisata di Indonesia. Berbagai unsur budaya, ilmu
pengetahuan dan hal-hal menarik berada di sana. Dan perkembangannya pun semakin pesat. Dari
yogya sendiri terdapat hal-hal yang memang atau berasal dari kota pelajar tersebut.Kuliner atau
masakan salah satunya,Di yogya makanan khas dapat ditemukan di mana-mana. Selain hanya
sekedar beroleh-oleh, masakan tersebut dapat disantap.Dari rasa dapat dipastikan sangat enak dan
membuat penasaran. Dari pilihan pun cukup beragam, tergantung denagn selera konsumen. Gudeg
salah satunya.

Gudeg, makanan khas jogja ini adalah salah satu makanan khas yang diminati oleh beberapa orang,
rasanya yang khas dan manis membuat orang mudah ingat dengan makanan yang satu ini,

Cara pembuatan

gudeg adalah buah nangka muda (gori) direbus di atas tungku sekitar 100 derajat celcius selama 24
jam untuk menguapkan kuahnya. Sebagai lauk pelengkap, daging ayam kampung dan telur bebek
dipindang yang kemudian direbus. Sedangkan rasa pedas merupakan paduan sayur tempe dan
sambal krecek.

Gori atau nangka muda, adalah bahan baku utama gudeg yang lebih umum dikenal. Sebab di masa
lalu, bahan baku ini sangat mudah diperoleh di kebun-kebun milik masyarakat Jogyakarta, dulu
orang Jogya hanya mengenal satu jenis gudeg, yakni gudeg basah. Gudeg kering dikenal setelahnya,
sekitar 57-an tahun dari saat sekarang ini. Hal ini setelah orang-orang dari luar Jogja mulai
membawanya sebagai oleh-oleh. Keuntungannya, gudeg pun tumbuh sebagai home industry
makanan tradisional di Jogja.

Gudeg itu ada 3 macam.


1. Gudeg Kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh kental, jauh lebih kental daripada santan
pada masakan padang.
2. Gudeg Basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh encer.
3. Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna putih.

Sejarah gudeg di yogyakarta

Sumber informasi didapatkan dari hasil obrolan dengan Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kota
Yogya, serta berbagai sumber lainnya. Semoga dapat bermanfaat. Gudeg bagi sebagian orang asli
Yogyakarta, yang lahir sebelum era kemerdekaan, seperti Mbah Pawiro Wiyono (75 tahun), petani
buta huruf warga Desa Tlogoadi Kecamatan Mlati merupakan lauk pauk yang sudah dikenalnya sejak
kecil. Nasi gudeg, demikian ia menyebut makanan tradisional masyarakat Yogyakarta yang terus
eksis hingga sekarang. Mbah Pawiro menyebut gudeg sebagai makanan dari gori (nangka muda)
yang rasanya manis tapi gurih, karena tambahan bumbu arehnya (santan kental) dan ampas minyak
kelapa (klendo) yang lezat. Ditambah lauk pauk lainnya seperti tahu, sambal krecek dan daging
ayam. Artinya, lelaki tua ini hanya mengenal gudeg basah. Kalau begitu, kapan orang Yogya
mengenal gudeg kering yang relatif lebih awet dan tahan lama? Saat menelusuri ke beberapa
sumber, sampai ke Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kota Yogya. Di sana ada jawaban yang dapat
saya temukan. Lewat Pak Herman, Kasi Pemasaran di instansi tersebut, yang ternyata cukup kaya
wawasan dan pengalaman soal makanan tradisional di Yogya. Gudeg, menurut hasil obrolan saya
dengannya, bukan berasal dari dalam lingkungan Kraton Yogyakarta. Namun merupakan makanan
tradisional masyarakat. Gori atau nangka muda, adalah bahan baku utama gudeg yang lebih umum
dikenal. Sebab di masa lalu, bahan baku ini sangat mudah diperoleh di kebun-kebun milik
masyarakat Yogyakarta. “Walaupun ada pula bahan lainnya seperti manggar (pondoh kelapa),
karena dulu batang pohon kelapa kerap dijadikan bahan bangunan dan jumlahnya banyak, tidak
seperti sekarang. Selain itu ada pula gudeg dari rebung (anakan pohon bambu), tapi yang ini
sekarang amat langka dibuat gudeg,” sebut Herman. Menurut Herman pula, di jaman dulu orang
Yogya hanya mengenal satu jenis gudeg, yakni gudeg basah. Gudeg kering dikenal setelahnya, sekitar
57-an tahun dari saat sekarang ini. Hal ini setelah orang-orang dari luar Yogya mulai membawanya
sebagai oleh-oleh. Keuntungannya, gudeg pun tumbuh sebagai home industry makanan tradisional
di Yogya. Lalu berdasarkan literatur sejarah Mataram Islam yang ditulis oleh Haji de Graf, masakan
gudeg bahkan tidak dikenal. Di bagian ketika Ki Ageng Pemanahan melakukan bedhol desa atas titah
Sultan Hadiwijaya dari wilayah Surakarta ke Alas Mentaok, masuk ke daerah Kotagede, yang dikenal
sebagai ibukota Mataram lama. Sebelum masuk ke Kotagede, rombongan Ki Ageng Pemanahan
dijemput di Ki Gede Karanglo pinggir Sungai Opak. (Jangan bayangkan kondisi sungai ini di zaman
dulu dengan sekarang). Rombongan tamu terhormat diminta menyeberang sekalian berbasuh di
sungai itu, yang diyakini akan segera membuang lelah dan penat. Seusai menyeberang dan
berbasuh, rombongan itu diterima di kediaman Ki Gede Karanglo, dijamu dedhaharan (suguhan nasi
dengan lauk pauknya). Haji de Graf amat detail dan ‘cantik’ melukiskan apa saja yang disuguhkan
kepada Ki Ageng Pemanahan dan rombongannya, yakni sayur pecel, peyek atau rempeyek kacang
dan sayur kenikir. Tentunya hal ini pun menimbulkan pertanyaan dan misteri yang pantas diungkap
lebih jauh. Mengapa sejarah sayur pecel di Yogya justru hilang. Justru yang dikenal malahan Madiun,
yang lalu dijuluki ‘Kota Pecel’. Bahkan sekarang orang lebih mengenal Yogya sebagai Kota Gudeg.
Padahal, karena ada sumber literaturnya, seharusnya orang Yogya dapat mengklaim daerahnya
sebagai asal sayur pecel. Kembali lagi ke soal gudeg, ketika kami membahas kemungkinan makanan
ini merupakan bekal berperang bagi pasukan Sultan Agung saat menyerbu Batavia, ternyata juga
tidak tepat dianggap demikian. Apalagi tak ditemukan adanya literatur yang menyebutkan hal ini.
Seperti disebut di bagian awal, di masa lalu orang Yogya belum mengenal gudeg kering yang biasa
ditaruh di besek atau kendil, serta awet dibawa ke luar kota. “Pada penyerbuan pertama ke Batavia
di tahun 1726-1728, pasukan Sultan Agung kalah. Setelah dibahas bersama para penasihat dan
panglima perangnya, kekalahan pasukannya karena banyak yang mati dan lelah akibat kelaparan.
Kesimpulannya, pasukan mereka butuh beras untuk tetap kuat sampai ke Batavia,” ujar Herman
ketika menceritakan kembali penyerbuan itu, berdasarkan literatur yang dibacanya. Lalu akhirnya
pada penyerbuan pasukan Sultan Agung yang kedua kalinya, dibuatlah daerah-daerah logistik di
kawasan Pantura. Dari sinilah muncul wilayah yang disebut Batang, Brebes, Bumiayu dan lainnya,
yang menjadi lumbung beras bagi pasukannya. “Soal lauk pauknya apa, ya apa yang dapat dimasak di
daerah logistik tersebut. Tidak harus gudeg, apalagi belum ada gudeg kering. Selain itu berdasarkan
informasi dari abdi dalem Kraton Yogyakarta yang sudah sepuh, menu gudeg tidak berasal dari
dalam istana. Tidak seperti stup jagung, yang memang dari istana karena menjadi klangenan salah
satu sultan,” lanjut Herman. Tentu saja penuturan ini bukanlah sebuah akhir dari suatu diskusi
tentang sejarah gudeg. Sebab siapa tahu, ada yang dapat menjelaskan lebih baik lagi. Misalnya,
mengapa di dekat lingkungan Kraton Yogyakarta (kawasan Beteng di Jl Wijilan) ada banyak penjual
gudeg? Apa kaitannya dengan kraton?

Asal nama gudeg


Inilah kisahnya.. Di sebuah sudut kota jogja pada jaman penjajahan Inggris tinggalah seorang warga
negara Inggris yang tinggal di Indonesia (maaf saya lupa namanya tapi dalam majalah yang saya baca
ada namanya) dan memiliki istri seorang perempuan jawa (saya juga lupa namanya maaf), Warga
negara Inggris tersebut memanggil istrinya dengan sebutan “dek” karena memang panggilan “dek”
sudah menjadi tradisi di jawa biasanya untuk memanggil istri yang notabene sebagai ibu rumah
tangga.. Pada suatu hari ketika sang suami sedang pergi bekerja sang istri bingung ingin memasak
apa akhirnya dia teringat resep turun temurun keluarganya yang menggunakan bahan dari nangka
muda tersebut..

Akhirnya mulai lah dia memasak, karena mungkin sudah sangat lapar sesampainya dirumah sang
suami langsung menuju ke meja makan dan makan dengan lahapnya masakan yang dimasakkan
istrinya tadi selesai makan sang suami berkata agak keras “good dek..” “it’s good dek” dengan
ekspresi senang.. Sang istri terkejut dan mulai menceritakan ke tetangga dan teman-temannya kalau
sang suami senang sekali dimasakkan resep turun temurun itu dan setiap kali selesai makan-
makanan itu dia selalu bilang “good dek” dan dari situlah makanan itu mulai disebut GUDEG sebagai
metomorfosis dari kata “good dek”

http://jogjaku.wordpress.com/

http://jogjalive.blogspot.com/

http://www.anneahira.com/wisata-kuliner-di-yogya.htm

okezone.com

"http://id.wikipedia.org/wiki/Gudeg"

http://bankresep.wordpress.com/

http://resepmasakan-oke.blogspot.com/2009/07/gudeg-jogja.html

http://www.sahabatjogja.com/

http://uniqpost.com/6398/asal-usul-nama-makanan-gudeg/

http://uniqpost.com/6398/asal-usul-nama-makanan-gudeg/

bab 2

"http://id.wikipedia.org/wiki/Makanan"

Anda mungkin juga menyukai