17 May 2005
“Ibu... sempena Hari Guru ini Salina teringin benar membeli kerongsang untuk Ustazah
Hanizah. Ustazah Hanizah seorang guru yang baik bagi Salina... Salina sayang dengan
Ustazah Hanizah. Sebab itulah Salina ingin menghadiahkan Ustazah Hanizah
kerongsang ini sebagai tanda terima kasih Salina padanya. Boleh tak bu?” rengek
Salina kepada ibunya.
Hati ibu mana yang tidak tersentuh apabila melihat anak kesayangan merengek-rengek
manja sebegitu. Bukan sekali, tetapi sudah berkali-kali. Hati Puan Arliza akur juga
dengan rengekkan anaknya itu lalu memberikan kebenaran. Melihatkan Nur Salina,
anak kesayangannya gembira, sudah cukup melegakan hatinya.
Namun...
Lebih memilukan lagi apabila kejadian itu berlaku di depan mata ibunya sendiri, Arliza
Mohd. Sani, 37, yang mahu menghantarnya hingga ke seberang jalan tetapi mangsa
sendiri beria-ia melintas jalan bersama rakan-rakan lain...
Kisah menyayat hati ini sememangnya membuktikan bahawasanya nilai budi seorang
guru terhadap muridnya dibawa hingga ke akhir hayat. Bak pantun Melayu: “Pisang
emas dibawa belayar, masak sebiji di atas peti, hutang emas boleh dibayar, hutang
budi dibawa mati.”
Apa yang penulis ingin tonjolkan di sini adalah betapa ´akrabnya´ hubungan antara
pendidik dan anak didiknya oleh kerana ikatan dan jalinan mesra di sepanjang proses
pembelajaran berlangsung.
Seorang guru bukan saja berperanan sebagai pendidik di dalam kelas, tetapi juga
pembentuk sahsiah dan peribadi mulia pelajar. Mereka tidak ubah seperti seorang ibu
dan bapa kepada anak didik mereka kerana sepanjang masa berada di sekolah, murid-
murid sangat bergantung kepada perhatian seorang manusia bernama guru yang
sentiasa berada disebelahnya memberikan panduan dan tunjuk ajar.
Bak kata si bijak pandai, jasa guru umpama air mengalir dari anak sungai hingga ke
dasar lautan.
Guru merupakan ejen kepada keberkesanan pendidikan. Pendidik dari kacamata Islam
merupakan murabbi, muallim, muaddib, alim atau ulama. Mereka berfungsi bukan saja
untuk memberi kesedaran pada diri sendiri malah masyarakat jagat. Perpaduan kaum
juga dapat dicapai sekiranya guru menerapkan nilai–nilai murni seperti saling
menghormati antara satu sama lain tidak mengira bangsa dan agama.
Allah s.w.t berfirman yang bermaksud:
“Nescaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surah Al-Mujaadilah: 11)
Sebagai seorang pendidik, guru juga secara tidak langsung berperanan menentukan
hala tuju anak didiknya menerusi tunjuk ajar dan ilmu pengetahuan yang ditaburkan.
Sememangnya tidak dapat disangkal, seorang murid lebih senang menerima ilmu
menerusi tunjuk ajar seorang guru berbanding dengan orang lain, waima keluarganya
sendiri. Jika ditelusi, dalam membuat kerja-kerja sekolah yang diberikan, murid ini akan
berusaha menyiapkannya berdasarkan pemahaman yang dipelajari di sekolah. Jika
murid tersebut tidak dapat menyelesaikannya barulah mereka akan merujuknya pada
orang lain.
Hari Guru yang disambut setiap tahun merupakan ´hari keraian hubungan pendidik-
anak didik´ ini. Perhubungan ini bukanlah perhubungan yang ´biasa´ kerana ilmu yang
disampaikan dan dipelajari akan membentuk jambatan pertalian yang erat sepanjang
hayat.
“Guru Oh Guru”
Assalamualaikum....
Alhamdulillah, setinggi-tinggi kesyukuran dirafakkan ke hadrat Ilahi kerana masih lagi
mengurniakan nikmat yang agung sekali kepada kita iaitu nikmat iman dan Islam.
Mudah-mudahan nikmat ini berkekalan hingga ke akhir hayat. Ameen. Selawat dan
salam buat Junjungan Mulia Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , para sahabat
baginda, ahli keluarga serta pejuang yang yang istiqamah dalam menegakkan agama
Allah.
Insyaallah pada tahun ini kita masih lagi diberi kesempatan oleh Allah untuk sama-
sama menyambut dan meraikan Hari Keputeraan Junjungan Besar Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada 12 rabiulwal 1431 hijrah ini bersamaan 26 Februari
2010. Sesungguhnya rasul yang kita cintai dan kenali bersama ini merupakan qudwah
atau ikutan terbaik yang memiliki ciri-ciri terunggul lagi terpilih yang tidak ada cacat
celanya. Dalam kesempatan yang diberikan oleh Allah ini, saya ingin mengajak semua
saudara se-Islam yang bakal menjadi seorang pendidik ataupun telah menjadi pendidik
untuk sama-sama menghayati pendidikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagai agama yang ajarannya mencakup semua aspek kehidupan, Islam telah
mengatur bagaimana untuk melunaskan segala masalah berkaitan pendidikan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi teladan, apa dan bagaimana
untuk menjadi seorang muallim, murabbi atau pendidik yang baik. Hal ini kerana,
adalah menjadi satu kemestian seseorang pendidik ingin melihat didikan yang
dicurahkan membuahkan hasil terbaik untuk meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)
ِ َو َما َءا َتا ُك ُم الرَّ سُو ُل َف ُخ ُذوهُ َو َما َن َها ُك ْم َع ْن ُه َفا ْن َتهُوا َوا َّتقُوا هللاَ إِنَّ هللاَ َشدِي ُد ْال ِع َقا
ب
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
sangat keras hukuman-Nya.” (Al-Hasyr: 7)
Sebagai akhirnya, semoga dengan penulisan yang sedikit ini, dapat memberi manfaat
dan panduan buat kita terutamanya yang bakal menjadi pendidik kelak. Baginda
merupakan guru terulung yang tidak mampu ditandingi oleh sesiapapun. Insyaallah,
jadikanlah Junjungan Besar Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebaik-baik
ikutan dalam kehidupan kita di dunia ini. Untuk mengetahui dengan lebih lanjut tentang
metod-metod pengajaran nabi saw,bolehlah dapatkan buku Rasulullah Pendidik
Terulung di kedai-kedai buku sekarang.
Ayat di atas berkenaan dengan pembagian rampasan perang yang langsung dibagi oleh
Rasulullah SAW. akan tetapi potongan ayat tersebut tidaklah salah jika dianalogikan dengan
hal lain yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW. telah meninggalkan banyak
hal sebagai contoh baik yang dapat dilaksanakan oleh setiap pendidik. Dan juga firman
Allah dalam Q.S. Al-Ahzab; 21
)21(ُول هَّللا ِ أُسْ َوةٌ حَ سَ َن ٌة ِل َمنْ َكانَ َيرْ جُو هَّللا َ َو ْالي َْو َم اآْل خِرَ َو َذ َكرَ هَّللا َ َكثِيرً ا
ِ َل َق ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي رَ س
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah”.
Pada ayat di atas, Allah SWT. menegaskan kepada manusia bahwa manusia dapat
memperoleh teladan yang baik dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW adalah sosok manusia
yang kuat imannya, pemberani, penyabar, tabah menghadapi segala macam cobaan,
percaya dengan sepenuhnya kepada segala ketentuan-ketentuan Allah SWT. dan iapun
memiliki ahklak yang sangat mulia, jika manusia ingin bercita-cita ingin menjadi manusia
yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan
mengikuti Nabi Muhammad SAW. [11]
Dalam hal pendidikan Rasulullah SAW. telah memberikan banyak pelajaran bagi para
pendidik berkenaan dengan metode pendidikan, yang bisa di implementasikan oleh para
pendidik di lembaga formal (sekolah) maupun di rumah oleh orang tua yang memberikan
pendidikan pada anak-anaknya.
Seorang pendidik tidak dapat mendidik murid-muridnya dengan sifat utama kecuali apabila
ia memiliki sifat utama dan ia tidak dapat memperbaiki mereka kecualai apabila ia shalih,
karena murid-murid akan mengambil keteladan darinya lebih banyak dari pada mengambil
kata-katanya.[12] (Al-Hamd, 2002 :27)
Pada hakekatnya di lembaga pendidikan peserta didik haus akan suri tauladan, karena
sebagian besar hasil pembentukan kepribadian adalah keteladanan yang diamatinya dari
para pendidik. Di rumah, keteladanan akan diperoleh dari kedua orang tua dan dari orang-
orang dewasa yang ada dalam keluarga tersebut. Sebagai peserta didik, murid-murid
secara pasti meyakinkan semua yang dilihat dan didengarkannya dari cara-cara pendidiknya
adalah suatu kebenaran. Oleh sebab itu para pendidik hendaknya menampilkan akhlak
karimah sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ibnu Khaldun pernah mengutip amanah Umar bin Utbah yang disampaikan kepada guru
yang akan mendidik anak-anaknya sebagai berikut “ sebelum engkau mendidik dan
membina anak-anakku, hendaklah engkau terlbih dahulu membentuk dan membina dirimu
sendiri, karena anak-anakku tertuju dan tertambat kepamu. Seluruh perbuatanmu itulah
baik menurut pendangan mereka. Sedangkan apa yang engkau hentikan dan tinggalkan, itu
pulalah yang salah dan buruk di mata mereka” (Ihsan, 2003 :158)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapati prilaku anak-anak yang meniru prilaku orang lain
yang menjadi pujaannya, seperti meniru gaya pakaian, meniru gaya rambut, meniru gaya
bicara. Hal serupa juga terjadi di sekitar lembaga-lembaga pendidikan, seorang siswa yang
meniru guru yang ia senangi, seperti meniru cara menulis, cara duduk, cara berjalan, cara
membaca dan lain sebagainya. Semua ini membuktikan bahwa pada hakekatnya sifat
meniru prilaku orang lain merupakan fitrah manusia, terutama anak-anak. Sifat ini akan
sangat berbahaya jika peniruan dilakukan juga terhadap prilaku yang tidak baik.
Ada dua bentuk strategi keteladanan; pertama, yang disengaja dan dipolakan sehingga
sasaran dan perubahan prilaku dan pemikiran anak sudah direncanakan dan ditargetkan,
yaitu seorang guru sengaja memberikan contoh yang baik kepada muridnya supaya dapat
menirunya. Kedua, yang tidak disengaja, dalam hal ini guru tampil sebagai seorang figur
yang dapat memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari.(Syahidin, 1999
164)
Untuk dapat menjadikan “teladan” sebagai salah satu strategi, seorang guru dituntut untuk
mahir dibidangnya sekaligus harus mampu tampil sebagai figur yang baik. Bagaimana
mungkin seorang guru menggambar bisa mengajarkan cara menggambar yang baik jika ia
tidak mengusai tehnik-tehnik menggambar, seorang guru ngaji tidak akan dapat menyuruh
siswanya fasih membaca al-Quran jika dirinya tidak menguasai ilmu membaca al-Qur’an
dengan baik, guru matematika akan dapat memberi contoh cara menghitung yang baik jiak
iapun menguasai cara menghitung dengan baik, jangan harap seorang guru bahasa
Indonesia akan dapat mengajar membaca puisi dengan baik jika dirinya saja tidak mahir
dalam bidang ini, demikianlah seterusnya dengan disiplin ilmu yang lain.
Selain mahir dibidangnya, seorang guru tentu saja dituntut untuk menjadi figur yang baik,
prilaku seorang guru senantiasa menjadi sorotan masyarakat terutama para muridnya,
tidak sedikit murid yang mengagumi gurunya bukan hanya karena kepintaran dibidang
ilmunya, tetapi justru karena prilakunya yang baik, bersikap ramah, adil dan jujur kepada
murid-muridnya.
Hal lain yang dapat dilakukan oleh seorang guru agar dapat menjadi teladan yang baik
adalah dengan selalu mengadakan muhasabah pada diri sendiri, mengoreksi akan
kekurangan-kekurangan diri dan berusaha untuk memperbaikinya karena bagaimana
mungkin guru akan menjadi teladan sedangkan dirinya penuh dengan kekurangan,
bagaimana mungkin guru dapat menundukan kekurangan-kekurangan itu sedangkan
dirinya cenderung kepada akhlak yang tercela, bagaimana mungkin guru dapat menasehati
murid-muridnya sedangkan dirinya belum mencerminkan kesempurnaan akhlak.
(sumber : http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=6)
Oleh : Bunyamin
A. Pendahuluan
Dalam lintasan sejarah, guru senantiasa diceritakan sebagai orang yang memegang peranan
penting. Dalam sejarah Mesir Kuno guru-guru itu adalah para filosof yang menjadi penasihat raja. Kata-
kata guru menjadi pedoman dalam memimpin negara. Dalam zaman kegemilangan falsafah Yunani,
Socrates, Plato dan Aristoteles adalah guru-guru yang mempengaruhi perjalanan sejarah Yunani.
Aristoteles adalah guru daripada Iskandar Zulkarnain yang menjadi Kaisar Yuanani sampai meninggalnya
di benua Asia dalam usahanya hanya untuk meluaskan kekuasaannya, oleh karenanya Aristoteles
disebut oleh para filosof Arab sebagai guru pertama dan al-Farabi orang yang paling mengetahui filsafat
Aristoteles digelari dengan guru yang kedua.
Dalam konteks pendidikan Islam, guru dikenal dengan pendidik yang merupakan terjemahan
dari berbagai kata yakni murabbi, mu’allim dan mua’did Ketiga term itu, murabbi, mu’allim dan mua’did
mempunyai makna yang berbeda, sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam konteks tertentu
mempunyai kesamaan makna.
Kata murabbi misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah kepada
pemeliharaan , baik yang bersifat jasmani atau rohani, pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses
orang tua membesarkan anaknya, mereka tentunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar
anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta ahlak yang terpuji.
Sedangkan untuk istilah mu’allim, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang
lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan dari seseorang yang tahu kepada
seseorang yang tidak tahu. Adapaun istilah muaddib lebih luas dari istilah mua’llim dan lebih relevan
dengan konsep pendidikan Islam.
Dalam sejarah Islam, guru dan ulama itu selalu bergandengan, seorang ulama itu juga seorang
guru. Nabi sebagai penerima wahyu mengajarkan wahyu itu kepada para pengikutnya. Mula-mula di
rumahnya sendiri dan di rumah al-Arqam bin Arqam, dan setelah hijrah ke Madinah mengajarkan
wahyu-wahyu itu di masjid-masjid yang merupakan institusi sosial yang merangkum berbagai fungsi,
tempat ibadah, pendidikan, mahkamah, tempat latihan tentara dan lain-lain fungsi masjid tersebut.
B. Tugas Kerasulan
Keberadaan Nabi Muhammad SAW. sebagai seorang guru sekaligus materi pendidikannya yang
merupakan tugas kerasulan beliau sudah dirancang dan persiapkan oleh Allah SWT. seperti Firman Allah
dalam Q.S. al-Jumu’ah ; 2
Senada dengan ayat di atas adalah firman Allah SWT. dalam Q.S. Ali Imran ayat 164 :
ِيه ْم َرسُواًل ِمنْ أَ ْنفُسِ ِه ْم َي ْتلُو َع َلي ِْه ْم َءا َيا ِت ِه
ِ ثفَ ِين إِ ْذ َب َع
َ َل َق ْد َمنَّ هَّللا ُ َع َلى ْالم ُْؤ ِمن
ضاَل ٍل م ُِبين َ اب َو ْالح ِْك َم َة َوإِنْ َكا ُنوا ِمنْ َق ْب ُل َلفِي َ يه ْم َوي َُعلِّ ُم ُه ُم ْال ِك َت
ِ َوي َُز ِّك
“ Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di
antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-
ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan
sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang
nyata”.
Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW. diutus oleh Allah SWT. kepada
umatnya untuk menanamkan ilmu sekaligus mensucikan jiwa mereka. Mensucikan berarti
membersihkan dari sifat-sifat buruk yang merupakan kebiasaan sebagian besar masyarakat Makkah
pada masa itu, seperti syirik, dengki, takabur serta prilaku buruk lainnya seperti ,mabuk-mabukan,
merampas hak orang lain dan lain-lain. Nabi Muhammad SAW. membongkar pola pikir masyarakat
penyembah berhala hingga mereka menyadari akan kewajiban-kewajibannya menyembah Allah SWT.
sebagai pencipta, pengatur, pemelihara umat manusia. Pensucian jiwa dan penyadaran sikap bertauhid
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. dengan pengajaran dan pendidikan dengan mempertimbangkan
situasi dan kondisi masyarakat pada waktu itu.
Kedudukan Nabi Muhammad SAW. sebagai seorang pendidik (guru), beliau nyakatan sendiri
dengan sabdanya :
Dalam prespektif psikologi pendidikan, mengajar pada prinsipnya berarti proses perbuatan seseorang
(guru) yang membuat orang lain (siswa) belajar, dalam arti mengubah seluruh dimensi prilakunya.
Prilaku itu meliputi tingkah laku yang bersifat terbuka seperti keterampilan membaca (ranah karsa), juga
yang bersifat tertutup, seperti berfikir (ranah cipta) dan berperasaan (ranah rasa).
Sebagai seorang guru, Nabi Muhammad SAW. tidak hanya berorientasi kepada kecakapan-kecakapan
ranah cipta saja, tetapi juga mencakup dimensi ranah rasa dan karsa. Bahkan lebih dari itu Nabi
Muhammad SAW. sudah menunjukan kesempurnaan sebagai seorang pendidik sekaligus pengajar,
karena beliau dalam pelaksanaan pembelajarannya sudah mencakup semua aspek yang ditetapkan oleh
oleh para ahli pendidikan bahwa pendidikan harus bersifat kognitif (Rasulullah SAW. menularkan
pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain), bersifat psikomotorik (Rasulullah SAW. melatih
keterampilan jasmani kepada para sahabatnya), bersifat afektif (Rasulullah SAW. selalu menanamkan
nilai dan keyakinan kepada sahabatnya).
Nabi Muhammad SAW. adalah sesosok guru yang telah memenuhi semua sifat dan syarat seorang guru
yang telah ditetapkan oleh para ahli pendidikan. An-Nahlawi misalnya, menetapkan sepuluh sifat dan
syarat bagi seorang guru yaitu :
Pertama, harus memiliki sifat rabbani, artinya seorang guru harus mengaitkan dirinya kepada Tuhan
melalui ketaatan pada syariatnya.
Kedua, harus menyempurnakan sifat rabbaniahnya dengan keikhlasan, artinya aktivitas pendidikan tidak
hanya utntuk sekedar menambah wawasan melainkan lebih dari itu harus ditujukan untuk meraih
keridaan Allah SWT. serta mewujudkan kebenaran.
Keempat, harus memilki kejujuran, artinya yang diajarkan harus sesuai dengan yang
dilakukan. Kelima, harus berpengetahuan luas dibidangnya.
Keenam, harus cerdik dan trampil dalam menciptakan mertode pengajaran yang sesuai dengan
materi. Ketujuh, harus mampu bersikap tegas dan meletakan sesuatu sesuai dengan proporsinya.
Al-Qarashi, menetapkan sedikitnya 25 sifat dan tanggung jawab seorang guru, antara lain;
bahwa seorang guru harus mempersembahkan aktivitas kedisiplinan mereka hanya kepada Allah SWT.,
amal mereka harus ditujukan untuk perbaikan generasi muda kaum muslimin, harus memiliki keimanan
yang luar biasa kepada Allah SWT., harus menghindari pekerjaan yang hina, harus membersihkan tubuh
mereka serta melaksanakan kegiatan membersihkan diri mereka lainnya, harus sederhana dalam
pakaian, sederhana dalam makanan, sederhana tempat tinggal, harus mampu mengampuni dan
memaafkan kesalahan muridnya, harus menyadari tingkat pemahaman murid-muridnya, harus mampu
menyediakan waktu untuk muridnya.
Seorang guru yang baik (ideal) menurut al-Ghazali adalah guru yang memiliki sifat-sifat umum yaitu
cerdas dan sempurna akalnya, baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat
memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan ahklaknya yang baik ia dapat
menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, serta dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tuga
mengajar atau mendidik dan dapat mengarahkan murid-muridnya dengan baik.
Sedangkan sifatsifat khusus yang harus dimilki oleh seorang guru adalah,
pertama, memilki rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dalam melaksanakan praktek mengajar,
sehingga akan menimbulkan rasa tentram dan rasa percaya diri pada diri murid terhadap gurunya.
Kedua, Mengajar hendaknya didasarkan atas kewajiban bagi setiap orang yang berilmu, sehingga ketika
mengajar yang menjadi tujuan utamanya adalah ibadah kepada Allah SWT.
Ketiga, dapat berfungsi sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar dihadapan murid-
muridnya.
Keempat, dalam mengajar hendaknya seorang guru menggunakan cara-cara yang simpatik, halus dan
tidak menggunakan kekerasan, cacian, yang dapat menimbulkan prustasi bagi murid-muridnya.
Kelima, seorang guru yang baik harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik dihadapan murid-
muridnya, harus bersikap toleran dan menghargai keahlian orang lain.
Keenam, memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan
memperlakukan sesuai dengan tingkat perbedaan tersebut.
Ketujuh, guru dapat mehami bakat, tabi’at dan kejiwaan murid sesuai dengan tingkat perbedaan
usianya.
Kedelapan, seorang guru yang baik adalah guru yang dapat berpegang terhadap apa yang diucapkannya,
serta berupaya untuk dapat merealisasikan ucapannya dalam prilaku kesehariannya.
Al-Mawardi, memandang seorang guru yang baik adalah guru yang tawadhu (rendah hati), menjauhi
sikap ujub (besar kepala) dan memiliki rasa ikhlas. Selain itu, dalam melaksanakan tugasnya seorang
guru harus dilandasi dengan kecintaan terhadap tugasnya sebagai guru, kecintaan ini akan benar-benar
tumbuh dan berkembang apabila keagungan, keindahan dan kemuliaan tugas guru itu sendiri benar-
benar dapat dihayati.
Selanjutnya Al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik atas dasar motof ekonomi. Dalam
pandangannya bahwa mengajar dan mendidik merupakan aktivitas keilmuan, sementara ilmu itu sendiri
mempunyai nilai dan kedudukan yang tinggi, yang tidak dapat disejajarakan dengan materi. Tugas
mendidik dan mengajar dalam pandangan Al-mawardi adalah tugas luhur dan mulia, itulah sebabnya
dalam mendidik dan mengajar seseorang harus semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT. Apabila
dalam yang dituju dari tugas mengajar nya itu adalah materi, maka ia akan mengalami kegoncangan
ketika ia merasa bahwa kerja yang dipikulnya tidak seimbang dengan hasil yang diterimanya.
Tanggungjawab, sifat dan syarat seorang guru yang ditetapkan oleh beberapa ahli pendidikan
(khususnya pendidikan Islam), semuanya sudah ada dalam diri Nabi Muhammad SAW., bahkan lebih
sempurna dari apa yang ditetapkan oleh para ahli tersebut. Seperti halnya dalam materi dan tujuan
pendidikan Islam, sangat mungkin poin-poin yang ditetapkan oleh para ahli pendidikan yang
berhubungan dengan tanggungjawab, sifat dan syarat seorang gurupun merupakan hasil kajian terhadap
sosok Nabi Muhammad SAW. sebagai seorang guru yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT.
Dalam menyampaikan misi yang diembankan kepadanya, Nabi Muhammad SAW. benar-benar telah
tampil sebagai sosok guru yang sempurna, guru yang pantas menjadi tauladan para guru, tidak ada
perkataan beliau yang tidak sesuai dengan perbuatannya, Nabi Muhammad SAW. selalu memulai dari
diri sendiri, prilaku yang dia tampilkan mengandung materi ajar dengan sendirinya. Kesederhanaan ,
kejujuran, kecerdikan, kesabaran, keadilan dan kepekaan Nabi Muhammad SAW. terhadap para sahabat
adalah sifat-sfat beliau yang dengan sendirinya menjadi materi pembelajaran yang perlu ditauladani.
Kajian yang berakhir pada kesimpulan akan keberhasilan pendidikan dan pengajaran yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW. tidak saja dilakukan oleh umat Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-
orang yang beragama selain Islam, salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dr.
James E. Royster dari Island State University yang telah melakukan riset intensif tentang peran
Muhammad SAW. sebagai seorang guru teladan dan manusia ideal.
Royster membahas kesan-kesan kaum muslimin terhadap nabi mereka. Bagi Royster, Nabi
Muhammad SAW. telah mengajarkan kebenaran dengan ucapan dan mengamalkan kebenaran itu dalam
kehidupannya, salah satu kesimpulan Royster yang dikutip oleh Abdurrahman Mas’ud dari hasil
penelitiannya berjudul “Muhammad as. A Teacher and Exampler” ialah :
“ Muhammad a teacher, exampler and ideal man fulfills in Islam a role that can hardly be
overestimated. From him hundreds of milions of Moslem derive both meaning for personal existence and
means for character development and spiritual achivement. In terms of continuing influence on the list of
those who have shaped the world. Surely it would be markedly diferenct had he not been.
Salah satu kesimpulan Royster di atas menunjukan bahwa Nabi Muhammad SAW. tidak hanya
menjadi guru bagi generasi masanya saja, tetapi juga bagi seluruh kaum muslimin pada masa sekarang,
dengan kata lain sang guru itu adalah Nabi Muhammad SAW. dan murid-muridnya adalah seluruh kaum
muslimin di dunia Islam. Ketika itu Nabi Muhammad SAW. merupakan seorang guru yang aktual bagi
para sahabatnya, bagi kaum muslimin berikutnya Nabi Muhammad SAW. menjadi seorang imaginary
educator.
Sebagai utusan Allah SWT. segenap aktivitas yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. tentu
saja selalu berada dalam pengawasan sekaligus bimbingan Allah SWT., akan tetapi bukan berarti hal ini
menunjukan bahwa Nabi Muhammad SAW. sebagai orang yang pasif, karena Allah SWT. hanya
menunjukan hal-hal yang bersifat umum dan global, sedangkan pemaknaan dari perintah dan petunjuk
Allah SWT. tersebut membutuhkan kreativitas dan kecerdasan tertentu.
Nabi Muhammad SAW. tidak saja kreatif dan cerdas, akan tetapi sebagai utusan Allah SWT. ia
sangat sempurna membingkai kekreatifan dan kecerdasannya itu dengan sifat kejujuran, ketauladanan,
kehangatan, keramahan, kebijaksanaan , keadilan dan sifat-sifat baik lainnya serta ditopang oleh ghirah
perjuangan yang tak kunjung padam, sehingga tidak ada alasan untuk tidak mengatakan dan tidak
mengakui keagungan Nabi Muhammad SAW. sebagai sosok guru yang ideal.
Seyogianya, setiap guru (pendidik) dapat tampil seperti apa yang telah diteladankan oleh
Rasulullah SAW. Dalam proses pendidikan berarti setiap pendidik harus berusaha menjadi teladan
peserta didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan bukan sebaliknya. Meniru sikap Rasulullah SAW.
dalam setiap hal merupakan keharusan bagi segenap umatnya, termasuk bagi para pendidik atau guru,
jika meniru strategi yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. niscaya akan memperoleh keberhasilan
sesuai dengan yang diharapkan.
و َما َءا َتا ُك ُم الرَّ سُو ُل َف ُخ ُذوهُ َو َما َن َها ُك ْم َع ْن ُه َفا ْن َتهُوا....…
َ
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah…”
Ayat di atas berkenaan dengan pembagian rampasan perang yang langsung dibagi oleh
Rasulullah SAW. akan tetapi potongan ayat tersebut tidaklah salah jika dianalogikan dengan hal lain yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW. telah meninggalkan banyak hal sebagai contoh baik
yang dapat dilaksanakan oleh setiap pendidik.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Pada ayat di atas, Allah SWT. menegaskan kepada manusia bahwa manusia dapat memperoleh
teladan yang baik dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW adalah sosok manusia yang kuat imannya,
pemberani, penyabar, tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya dengan sepenuhnya kepada
segala ketentuan-ketentuan Allah SWT. dan iapun memiliki ahklak yang sangat mulia, jika manusia ingin
bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka
akan mencontoh dan mengikuti Nabi Muhammad SAW.
Dalam hal pendidikan Rasulullah SAW. telah memberikan banyak pelajaran bagi para pendidik
berkenaan dengan metode pendidikan, yang bisa di implementasikan oleh para pendidik di lembaga
formal (sekolah) maupun di rumah oleh orang tua yang memberikan pendidikan pada anak-anaknya.
Seorang pendidik tidak dapat mendidik murid-muridnya dengan sifat utama kecuali apabila ia memiliki
sifat utama dan ia tidak dapat memperbaiki mereka kecualai apabila ia shalih, karena murid-murid akan
mengambil keteladan darinya lebih banyak dari pada mengambil kata-katanya. (Al-Hamd, 2002 :27)
Pada hakekatnya di lembaga pendidikan peserta didik haus akan suri tauladan, karena sebagian besar
hasil pembentukan kepribadian adalah keteladanan yang diamatinya dari para pendidik. Di rumah,
keteladanan akan diperoleh dari kedua orang tua dan dari orang-orang dewasa yang ada dalam keluarga
tersebut. Sebagai peserta didik, murid-murid secara pasti meyakinkan semua yang dilihat dan
didengarkannya dari cara-cara pendidiknya adalah suatu kebenaran. Oleh sebab itu para pendidik
hendaknya menampilkan akhlak karimah sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ibnu Khaldun pernah mengutip amanah Umar bin Utbah yang disampaikan kepada guru yang akan
mendidik anak-anaknya sebagai berikut “ sebelum engkau mendidik dan membina anak-anakku,
hendaklah engkau terlbih dahulu membentuk dan membina dirimu sendiri, karena anak-anakku tertuju
dan tertambat kepamu. Seluruh perbuatanmu itulah baik menurut pendangan mereka. Sedangkan apa
yang engkau hentikan dan tinggalkan, itu pulalah yang salah dan buruk di mata mereka” (Ihsan, 2003 :
158)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapati prilaku anak-anak yang meniru prilaku orang lain yang menjadi
pujaannya, seperti meniru gaya pakaian, meniru gaya rambut, meniru gaya bicara. Hal serupa juga
terjadi di sekitar lembaga-lembaga pendidikan, seorang siswa yang meniru guru yang ia senangi, seperti
meniru cara menulis, cara duduk, cara berjalan, cara membaca dan lain sebagainya. Semua ini
membuktikan bahwa pada hakekatnya sifat meniru prilaku orang lain merupakan fitrah manusia,
terutama anak-anak. Sifat ini akan sangat berbahaya jika peniruan dilakukan juga terhadap prilaku yang
tidak baik.
Ada dua bentuk strategi keteladanan; pertama, yang disengaja dan dipolakan sehingga sasaran dan
perubahan prilaku dan pemikiran anak sudah direncanakan dan ditargetkan, yaitu seorang guru sengaja
memberikan contoh yang baik kepada muridnya supaya dapat menirunya. Kedua, yang tidak disengaja,
dalam hal ini guru tampil sebagai seorang figur yang dapat memberikan contoh yang baik dalam
kehidupan sehari-hari.(Syahidin, 1999 164)
Untuk dapat menjadikan “teladan” sebagai salah satu strategi, seorang guru dituntut untuk mahir
dibidangnya sekaligus harus mampu tampil sebagai figur yang baik. Bagaimana mungkin seorang guru
menggambar bisa mengajarkan cara menggambar yang baik jika ia tidak mengusai tehnik-tehnik
menggambar, seorang guru ngaji tidak akan dapat menyuruh siswanya fasih membaca al-Quran jika
dirinya tidak menguasai ilmu membaca al-Qur’an dengan baik, guru matematika akan dapat memberi
contoh cara menghitung yang baik jiak iapun menguasai cara menghitung dengan baik, jangan harap
seorang guru bahasa Indonesia akan dapat mengajar membaca puisi dengan baik jika dirinya saja tidak
mahir dalam bidang ini, demikianlah seterusnya dengan disiplin ilmu yang lain.
E. Penutup
Selain mahir dibidangnya, seorang guru tentu saja dituntut untuk menjadi figur yang baik, prilaku
seorang guru senantiasa menjadi sorotan masyarakat terutama para muridnya, tidak sedikit murid yang
mengagumi gurunya bukan hanya karena kepintaran dibidang ilmunya, tetapi justru karena prilakunya
yang baik, bersikap ramah, adil dan jujur kepada murid-muridnya.
Hal lain yang dapat dilakukan oleh seorang guru agar dapat menjadi teladan yang baik adalah dengan
selalu mengadakan muhasabah pada diri sendiri, mengoreksi akan kekurangan-kekurangan diri dan
berusaha untuk memperbaikinya karena bagaimana mungkin guru akan menjadi teladan sedangkan
dirinya penuh dengan kekurangan, bagaimana mungkin guru dapat menundukan kekurangan-
kekurangan itu sedangkan dirinya cenderung kepada akhlak yang tercela, bagaimana mungkin guru
dapat menasehati murid-muridnya sedangkan dirinya belum mencerminkan kesempurnaan akhlak.
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2001
An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (terj.), Gema Insani Press, Jakarta, 1996
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Sebuah Analisa Psikologi dan Pendidikan), Al-Husna, Jakarta,
1995
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT. Ramaja Rosdakarya, Bandung, 2001
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT. Ramaja Rosdakarya, Bandung, 2001,
hal.222
An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (terj.), Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hal.
170
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2001, hal.77-78
Ibid., hal. 50
Abdurrahman Mas’udi, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Gema Media, Yogyakarta, 2002, hal.66
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Ma’al Mu’alim (terj.), Darul Haq, Jakarta, 2002, hal.2
Pendidikan adalah cara bagaimana kita untuk mendidik jiwa,dengan pendidikanlah umat manusia dapat
melangsungkan kehidupan sejagat dengan harmoni dan jitu,so disini kita dapat melihat betapa pentingnya bidang
pendidikan, dengan sebab itulah penulis membuat satu lagi kategori dalam penulisannya didalam blog
ini,sesungguhnya tanpa kita sedari semenjak dari kecil lagi kita telah mengalami proses pendidikan tanpa kita sedari
sehinggalah kehari ini, tanpa berlingah lagi, mari kita telusuri permulaan perjalanan pendidikan Islam di zaman
Rasulullah saw:
1. PENDAHULUAN
Pendidikan Islam boleh diertikan sebagai proses mendidik dan melatih akliah, jasmaniah, dan ruhaniah manusia
berasaskan nilai-nilai Islamiah yang bersumberkan al-Qur’an dan sunnah Rasulullah s.a.w bagi melahirkan insan
yang bertakwa dan mengabdikan diri kepada Allah semata-mata. Pendidikan bermula ketika nabi Muhammad s.a.w
mendapat wahyu pertama. Menunjukkan wajibnya umat islam menuntut ilmu. Terdapat 1404 atau 25 peratus ayat al-
Quran tentang pendidikan.
2.1 SEJARAH.
Muhammad Rasulullah dipandang sukses dalam mendidik masyarakatnya menjadi masyarakat yang berbudi tinggi
dan akhlak mulia. Pada mulanya masyarakat Arab adalah masyarakat jahiliyah, sehingga perkataan primitif tidak
cukup untuk menggambarkannya, hingga datang Rasulullah yang membawa mereka untuk meninggalkan
kejahiliahan tersebut dan mencapai suatu bangsa yang berbudaya dan berkepribadian yang tinggi, bermoral serta
memberi pengetahuan. Al-Qur’an memberi petunjuk atau arah, jalan yang lurus mencapai kebahagiaan bagi
manusia, sebagaimana firman Allah :
Terjemahannya:
Dengan (Al-Quran) itu Allah menunjukkan jalan-jalan keselamatan serta kesejahteraan kepada sesiapa Yang
mengikut keredaanNya, dan (dengannya) Tuhan keluarkan mereka dari gelap-gelita (kufur) kepada cahaya (iman)
Yang terang-benderang, Dengan izinNya; dan (dengannya juga) Tuhan menunjukkan mereka ke jalan Yang lurus.
Pendidikan pada zaman Rasulullah saw memperlihatkan tahap-tahap kemajuan pemikiran yang mengubah sikap,
pandangan hidup dan perlakuan manusia. Pendidikn tersebut memperlihatkan satu garis pemisah antara natijah
pendidikan islam berteraskan tauhid dengan pendidikan jahiliyyah arab yang berasaskan pemikiran lojik dan
matlamat keduniaan semata-mata. Perkembangan pendidikan islam zaman Rasulullah memperlihatkan dua
peringkat iaitu peringkat makiyyah dan peringkat madaniyah.
Tahap rahsia berlaku pada peringkat awal Rasulullah SAW mengajar Al-Quran kepada kaum keluarganya. Hasil
daripada usahanya ini, khadijah bt khuwailid, Ali b Abi Talib dan Zaid b Harithah telah memeluk agama islam.
Seterusnya ramai kerabat Rasulullah dan para sahabat Rasulullah memeluk islam. Pertambahan penganut islam
telah mewujudkan satu bentuk pendidikan yang mula tesusun.
Pada zaman permulaan islam, pelajaran agama disampaikan di rumah-rumah. Rasulullah SAW menjadikan rumah
Al-Arqam b Abi Al-Arqam sebagai tempat belajar dan tempat pertemuan baginda dengan para sahabat dan
pengikutnya. Di rumah tersebut baginda menyampaikan dasar-dasar agama dan pengajian Al-Quran. Selain rumah
Al-Arqam, baginda menyampaikan pelajaran agama di rumahnya sendiri di Makkah, sebagai tempat kaum muslimin
berkumpul mempelajari akidah dan syariat islam. Rumah al-arqam dianggap sebagai pusat pendidikan islam yang
pertama dalam sejarah pendidikan islam. Nabi Muhammad s.a.w berhijrah pada tahun 622M. Setelah berhijrah
,Masjid Quba’ dan Nabawi didirikan dan berlaku perubahan dalam sistem pendidikan. Masjid menjadi sekolah
pertama didalam sejarah pendidikan islam.
Ayat ini memerintahkan Rasulullah SAW menyebarkan islam secara terang-terangan dan meninggalkan tahap
rahsia. Dengan perintah tersebut, pendidikan islam dilakukan secara umum kepada seluruh lapisan masyarakat.
Pendidikan islam bukan hanya tertumpu di rumah Al-Arqam b Abi Al-Arqam, tetapi meliputi ceruk rantau kota
Makkah, lorong-lorong, pasar, kawasan perumahan dan di sekitar Kaabah.
Oleh sebab kurikulum pendidikan pada tahap ini lebih tertumpu kepada pembentukan akidah tauhid, maka isi
pelajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW lebih mebumpu kepada menolak kepada adat istiadat,
kepercayaan, dan cara beribadat kaum jahiliyyah yang mensyirikkan Allah SWT.
Institusi pendidikan Rasulullah menjadi perhatian umum bukan sahaja di kalangan masyarakat arab tetapi luar
Makkah iaitu golongan yang ingin menunaikan haji. Pangaruh Rasulullah pada tersebut telah menggugat institusi
pendidikan arab jahiliyyah yang berteraskan syirik. Akibatnya, Rasulullah dan kaum kerabatnya telah diusir dari Kota
Makkah dan dipulaukan. Seterusnya perkembangan pendidikan Rasulullah terbantut selama 3 tahun.
Penghijrahan Rasulullah ke Madinah pada tahun 622 masehi, membawa perubahan dan pengertian yang besar
terhadap penyebaran dan kestabilan agama islam. Bagi tujuan tersebut masjid mula didirikan di Madinah seperti
masjid Quba dan Masjid Nabawi. Fungsi masjid menurut istilah islam adalah sebagai markas bagi segala aktiviti
agama dan masyarakat, khususnya dalam hal-hal yang yang berhubung dengan ibadat dan pendidikan. Rasulullah
SAW menjadikan masjid Nabawi sebagai tempat belajar mengenai urusan dunia dan agama disamping beribadat.
Situasi di masjid menjadikannya lebih bebas dan sesuai sebagai tempat belajar daripada di rumah kerana di masjid,
seseorang itu tidak perlu meminta kebenaran untuk memasukinya jika dibandingkan dengan rumah.
Setelah berhijrah ke Madinah struktur pengajian masih lagi berbentuk tidak formal. Amalan baginda yang berkesan
didalam bidang pendidikan ialah mukmin yang tahu membaca dan menulis mengajar orang tidak mengetahuinya.
Hanya pendakwah yang pandai membaca dan menulis sahaja dihantar ke daerah yang baru memeluk islam.
Contohnya, setelah Rasulullah menawan kembali kota Makkah, baginda menghantar Muaz bin Jabal ke Yaman.
Khalifah umar menhantar ‘abdullah bin mas’ud ke Kufah dan abu musa assya’ari ke Basrah.
Pendidikan pertama Rasulullah di madinah adalah memperkuatkan umat dan mengikis sisa-sisa permusuhan.
Konsep pendidikan di Madinah lebih tertumpu kepada ibadat dan syariat tanpa melupakan soal-soal lain. Semasa di
Madinah hal berkaitan ibadat ditingkatkan. Solat jumaat mula diwajibkan. Solat sunat hari raya aidilfitri dan aidil adha
didirikan. Diberi peringatan supaya menjaga waktu solat fardu. Pendidikan berpuasa bermula pada tahun 2 hijrah.
Begitu juga ibadat Haji pada 6 hijrah. Orang yang tahu menulis dan membaca disuruh menulis wahyu. Orang pandai
diminta mengajar orang tidak tahu.cth; tawanan perang badar. Umat islam digalakkan belajar bahasa asing.
Pendidikan wanita tidak juga diabaikan.pendidikan yang disampaikan bukan sahaja tentang agama malahan
keduniaan.
Bentuk pendidikan yang disampaikan ialah melalui usrah dan halaqah yang berlangsung sehingga selepas Perang
Badar. Kepesatan perkembangan islam pada masa itu menyebabkan lebih banyak sekolah didirikan. Dikatakan
terdapat Sembilan buah sekolah yang telah dibina pada zaman Rasulullah. Antara yang terpenting ialah Sekolah
Kaabah.
Setelah berlangsung Perang Badar pada 6 hijrah, masyarakat di Semenanjung Tanah Arab memberi perhatian besar
kepada pendidikan islam. Lebih ramai umat arab sama ada yang ada di bandar atau Arab Badwi datang ke Madinah
untuk berniaga dan mengenali agama islam. Sebahagian besar pendatang baru ini memeluk islam dan berhajat
menerima pendidikan islam terus daripada Rasulullah SAW.
2.3.1 struktur pendidikan.Semasa zaman Rasulullah struktur pendidikannya telah disusun oleh Rasulullah dalam
beberapa bentuk seperti:-
a) pendidikan umum
b) pendidikan khusus
c) pendidikan institusi(peringkat awal dan peringkat kedua)
a) pendidikan umum – dijalankan oleh Rasulullah dan para sahabatnya yang terpilih antaranya Abu Bakar as-Siddiq
dan Ali b Abi Talib. Perlaksanaannya dilakukan dengan menyampaikan pidato selepas solat fardhu atau selepas
solat jumaat. Selain itu , kurikulum pendidikan pada masa tersebut ialah bidang akidah, syariat, muamalat dan lain-
lain seperti menunggang kuda, berenang,bergusti dsb. Rasulullah juga melaksanakan qiamullail sehingga kaki
baginda bengkak. Perkembangan pendidikan umum pada zaman tersebut telah mendapat sambutan yang
menggalakkan. Contohnya Raja Yaman mahukan tenaga pengajar dihantar ke Yaman dan Rasulullah telah
menghantar Muaz b Jabal sebagai guru agama.
b) Pendidikan khusus – pengajaran yang tertentu yang diberikan oleh baginda kepada orang yang tertentu tanpa
mengira masa dan tempat seperti berbentuk teguran atau tunjuk ajar secara langsung.
c) Terdapat dua struktur iaitu peringkat awal(menulis dan membaca). Pada peringkat ini ia lebih menumpukan
kepada kanak-kanak. Antara tenaga pengajar pada zaman tersebut ialah Saad b Al-As dan juga kalangan ahli orang
tawanan perang Badar bagi menebus diri mereka dengan wang. Manakala peringkat kedua ialah pendidikan keatas
ahli suffah. Yang mana kebanyakan daripada mereka datang dari tempat yang jauh dan tiada tempat tinggal kecuali
di serambi masjid. Selain belajar ahli suffah tersbut juga membantu Rasulullah dan para sahabat seperti mengangkat
kayu api, barang-barang, air dan sebagainya dan mereka ini ditanggung oleh Baitul mal dan para sahabat Rasulullah
SAW.
2.3.2 Implikasi pendidikan peringkat madinah.Pendidikan pada peringkat madinah merupakan titik tolak kepada
kesinambungan pendidikan di zaman Khulafa’ Al-Rasyidin. Pengajian Al-Quran adalah pendidikan yang terpenting
dalam cirri-ciri penting yang terdapat dalam kandungan pengajaran dan pembelajaran. Pada peringkat ini juga gelah
melahirkan para penghufaz Al-Quran yang tidak berdalahan dengan bacaan Rasulullah antaranya Abu Bakar, Umar,
Uthman, Ali B Abi Talib, Talhah Dan Abi Ubaidah dan ramai lagi. Manakala penghufaz wanita ialah Aisyah Bt Abu
Bakar, Hafzah Bt Umar, Maslamah Dan Fatimah Bt Muhammad SAW
KESIMPULAN
Pendidikan di zaman Rasulullah adalah pendidikan yang paling cemerlang. Dalam banyak perkara Rasulullah
menggunakan Al-Quran sebagai sumber pendidikan yang utama dan hadis sebagai sumber pendidikan kedua.
Selain itu, Rasulullah telah memenfaatkan banyak perkara antaranya menggunakan khidmat tenaga pengajar
dikalangan tawanan perang Badar. Ini menunjukkan Rasullullah dalah contoh teladan yang dikagumi sepanjang
zaman tidak kira oleh pangkat, bangsa dan agama.
PENUTUP
Sistem pendidikan dizaman Rasulullah adalah yang paling sempurna. System pendidikannya menjadi model dan
ikutan sepanjang zaman. Hal ini kerana system tersebut masih diguna pakai sehingga ke hari ini dan bukti
menunjukkan tiada siapa yang dapat menandingi cara kepimpinan dan pengajaran Rasulullah. Pendidikan tersebut
yang bersumberkan wahyu (al-Quran) dan Hadis dapat melahirkan insan yang mampu mengimbangi dunia akhirat.
Baginda Rasulullah adalah pendidik terulung sepanjang zaman. Ianya terbukti dengan lahirnya insan –insan hebat
pada zaman baginda.
BIBLIOGRAFI
1. Ahmad Mohd Salleh. Pengajian Agama Islam & j-QAF. OXFORD FAJAR.
2. Prof. Dr. Hasan Langgulung. 1991. Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke 21.cet. 1. Shah Alam. HIZBI Sdn.
Bhd.
3. http://pedagogi-islam.blogspot.com/search/label/Falsafah%20Pendidikan%20Islam
4. forum.dudung.net/index.php?topic=5368.
http://luqmanal-jawa.blogspot.com/2009/12/pendidikan-islam-di-zaman-rasulullah.html