MENGGARAP
LAHAN
DA’WAH
PELAJAR
DAFTAR ISI
DA’WAH AMMAH
DA’WAH KHASH
PERNIK
Bergaul dengan Remaja
Da’wah Pelajar di Rimba Harakah
Membeningkan Hati Membangun Generasi (Penutup)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin.
Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas hidayah, taufiq,
karunia, dan kenikmatan-kenikmatan yang berlimpah, yang tiada sesuatu makhluk pun
mampu memberinya. Juga kenikmatan atas ketentraman hati dan balasan-balasan
kenikmatan pahala dan surga kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa
memperjuangkan dan meninggikan kalimat-Nya. Shalawat dan salam terhatur pada
junjungan mulia Rasulullah Muhammad Saw, keluarga, sahabat, dan pengikut-
pengikutnya yang setia pada kebenaran dan perjuangan Islam hingga akhir zaman.
Amin.
Pemuda memiliki potensi yang luar biasa sebagai penerus generasi yang akan
menghasung perbaikan di bumi Allah. Maka, tidak berlebihan jika Allah memberikan
penghargaan atas kehadirannya. Tidak berlebihan juga jika Rasulullah Saw senantiasa
menyeru para pemuda dan membina mereka dengan sungguh-sungguh hingga
terbangun sebuah generasi pemuda yang tangguh.
Allah Swt berfirman,
“Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya.
Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan
Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS Al Kahfi 13)
Salah satu bagian dari pemuda yang menjadi harapan umat itu adalah para
pemuda yang saat ini tengah duduk di bangku sekolah. Mereka adalah para pelajar
yang memiliki berbagai karakteristik yang menonjol. Mereka dinamis, kreatif, agresif,
spontan, heroik, enerjik, militan, memiliki rasa ingin tahu, mudah meniru, memiliki
tingkat emosi yang labil, dan umumnya belum memiliki kematangan jiwa. Berbagai
kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya menjadi bagian dari objek dakwah yang
akan menggema suaranya, dan menjadi kekasih-kekasih Allah yang akan meninggikan
kalimat-Nya. Namun, kelebihan dan kekurangannya bisa saja menjelma menjadi hantu-
hantu dunia yang akan memprakarsai kerusakan, jika ia tidak tergarap dengan benar.
Berangkat dari kemungkinan-kemungkinan itulah dakwah pelajar menjadi
bagian lahan dakwah yang harus disentuh. Dakwah pelajar bukan lahan dakwah yang
pantas dinomorduakan karena kestrategisannya dalam pembinaan umat. Penggarapan
dakwah pelajar menjadi prioritas yang harus diperhatikan dalam agenda dakwah.
Kesuksesan penggarapan dakwah pelajar tidak pernah lepas dari penguasaan
berbagai hal yang diperlukan dan dijumpai dalam perjalanannya. Untuk memenuhi
kebutuhan itulah, saya mencoba mengungkap pengalaman lapangan selama saya
berkecimpung di dakwah pelajar selama ini. Dengan berbagai keterbatasan kemampuan
saya, akhirnya tersusunlah buku ini. Saya berharap buku ini bisa menjadi pegangan
untuk penggarapan lahan dakwah pelajar yang dapat diterapkan di berbagai sekolah
dengan berbagai kondisi yang ada.
Pengalaman menjadi bekal penyusunan buku ini. Karena itu, kekayaan
pengalaman akan menjadi kunci sempurnanya buku ini. Dan semoga ini bukan karya
terakhir dari dakwah pelajar. Ada banyak konsep yang harus digali dan terus digali
yang akan menjaga keaktualan perjalanan dakwah pelajar dan produktivitasnya.
Karena itu, masukan yang konstruktif sangat kami harapkan demi memperbesar nilai
kemanfaatan dan kebarakahan buku ini.
Pengalaman itu saya gali dengan bimbingan, dukungan, dan kebersamaan
teman-teman yang Insya Allah dimuliakan Allah Swt. Buah pikiran dari pengalaman itu
tidak hanya saya petik dengan kerja dan kepala saya sendiri. Untuk itu, ucapan
jazakumullahu khairan jaza saya berikan kepada saudara-saudara saya yang tak sengaja
banyak mengajari saya berdakwah pelajar. Mereka adalah Yus Yudhyantoro (entah
sekarang ada di mana), Mohammad Rosyidi, Yuliawanto, dan Toto Wardoyo. Juga
untuk dua sahabat saya yang ‘menyerah’ di tengah jalan, Setiya dan Shiddiq Ahmadi.
“Jazakumullah buat diskusi, masukannya yang seabrek, dan bantuan-bantuan referensinya.”
Juga untuk dua saudara saya yang saat ini tengah sibuk berbagi dengan si kecil,
Mbak Sri Suparni dan Mbak Estuning, “Insya Allah, merekalah buah hati yang mencintai
dan dicintai Allah.” Kenangan yang teramat manis juga saya sampaikan kepada teman-
teman sejawat yang sangat saya cintai, Rahmawati Retno Wulan, Evi Anna Meirahati,
Mbak Izzatushshalihah, Mbak Ning Suryani, Hajar Ratnaningtyas, dan Vera Kusuma
Dewi, “Kadang saya takut berpisah dengan kalian.”
Juga untuk adik-adik yang saat ini tengah berjuang, Siska, Ari P., Haryati, Wuri,
Hasmi, Dini, Luqman, Ananto, Nanang, Faris, dan semuanya yang tidak cukup saya
baris satu-satu di sini, “Ingat, jalan ini masih panjang. Selamat berjuang!”
Kesempurnaan hanya milik Allah. Kepada-Nya saya senantiasa mengharap
balasan yang tiada balasan yang lebih sempurna kecuali dengan balasan-Nya. Kepada-
Nya juga saya senantiasa mengharap ampunan atas kekhilafan dan kesalahan dalam
menyusun buku ini. Astaghfirullahal’adzim.
Wallahu alam bish shawab.
Dua,
LAHAN
DA’WAH PELAJAR
Menjadi Prioritas
Sebagai suatu kewajiban bagi setiap muslim, da’wah tidak memandang status,
baik status pelakunya maupun status objek da’wahnya. Kewajiban da’wah ini harus
diemban oleh semua manusia dari berbagai kalangan –kalangan atas atau kalangan
bawah- dan dari berbagai profesi –akademik, kedokteran, tukang becak, seniman, dan
sebagainya.
Allah Swt selalu mengingatkan dengan firman-Nya,
“Katakanlah, “Inilah jalan (agama)ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-
orang yang musyrik.” (QS. Yusuf 108)
Tanpa memandang status dan profesi, setiap muslim yang mengaku mengikuti
Allah dan Rasul-Nya, maka ia berkewajiban melewati jalan itu, yaitu jalan untuk
mengajak manusia dalam kebaikan dan kebenaran Allah.
Selain kepada pelakunya, da’wah juga tidak membeda-bedakan objek da’wah.
Rasulullah Saw berda’wah kepada para pembesar dan bangsawan Quraisy, rakyat
miskin, orang buta, orang tua, anak kecil, juga para pemuda. Semuanya mempunyai
hak yang sama untuk mendapatkan seruan da’wah.
Selain memenuhi hak setiap orang, Rasulullah Saw kadang memprioritaskan
objek da’wah karena beberapa potensi dan alasan strategis. Salah satu objek da’wah
yang dibidik Rasulullah Saw dalam da’wah karena kestrategisannya ini adalah para
remaja. Remaja memiliki banyak potensi yang akan berkembang dengan optimal jika
digarap dengan baik.
Hal ini bisa dilihat dari kesaksian Rasulullah Saw atas mereka dengan katanya,
“Saya wasiatkan para pemuda kepadamu dengan baik, sebab mereka berhati halus. Ketika Allah
mengutus diriku untuk menyampaikan agama yang bijaksana ini, maka kaum mudalah yang
pertama-tama menyambut saya, sedang kaum tua menentangnya.”
Dengan mengikuti tahap kematangannya, pada masa remaja ini kondisi fikriyah,
ruhiyah, dan jasadiyah lebih mudah terbentuk. Kesegaran otaknya lebih memudahkan
mereka memahami Islam, menyerap informasi da’wah, dan menanamkannya menjadi
keyakinan di dalam jiwa. Kebersihan hati dan kepolosannya memudahkan mereka
untuk menanamkan Allah di dalam hatinya. Kekuatan fisiknya memudahkan mereka
untuk mewujudkan sebuah perubahan dengan manuver dan aktivitas da’wahnya.
Begitu Rasulullah Saw telah menggarap lahan da’wah ini sehingga mereka
tampil sebagai pendukung risalah Islam dan penyebarannya. Pada masa ini, komunitas
para pemuda itu bisa ditemui di bangku sekolah. Merekalah para pelajar yang memiliki
potensi dan kesempatan untuk mengembangkan diri.
Masa sekolah, terutama sekolah menengah, adalah masa yang paling berkesan
bagi remaja. Di sekolah mereka melewatkan pematangan dan perkembangan dirinya
bersama teman-teman sebayanya (peer group). Mereka akan melewatkan masa suka
dukanya di sekolah, mendapatkan persahabatan yang tulus dengan kelompoknya, dan
menterjemahkan keinginan dirinya bersama kelompoknya itu. Karena itulah, masa
sekolah dapat menjadi masa yang sangat efektif untuk memulai pembinaan ini. Yaitu,
dengan membersamainya melalui aktivitas da’wah pelajar.
Menata Orientasi
Sebagaimana da’wah pada umumnya, da’wah pelajar berorientasi pada
terbentuknya sosok pelajar yang berkepribadian Islam yang terpancar dari akhlaqnya
yang bersih. Hal ini terwujud melalui pembentukan aqidah yang bersih juga.
Penekanan atas pengenalannya pada Allah dan Rasul-Nya serta Islam itu sendiri
diharapkan menjadi pedoman dalam setiap langkahnya. Ia bukan pelajar yang tidak
memiliki orientasi, tetapi ia menjadi pelajar yang mampu menjiwakan pengabdiannya
pada Allah dalam setiap aktivitasnya. Ia berakhlaq islami di dalam maupun di luar
kelas, bahkan di luar sekolah pun.
Dengan orientasi ini, da’wah pelajar mengharapkan terbentuknya sosok pelajar
yang mampu memberi contoh dengan amal nyata. Ia tidak akan terbentuk sebagai
seorang pelajar yang hanya mampu menguasai berbagai teori dari pelajaran-
pelajarannya di sekolah, tetapi ia juga mampu menerapkan dan memaknainya sebagai
sebuah kebesaran Allah. Tidak hanya berhenti sampai di sini, penerapan ilmu yang
diperolehnya selalu diberikannya untuk kemaslahatan umat dalam lingkup yang lebih
luas dan dalam jangka waktu yang lebih panjang sampai ia memasuki dunia baru di
luar sekolahnya.
Bukan hanya membentuk kepribadian, da’wah pelajar juga berorientasi pada
terbentuknya generasi pendukung nilai-nilai kebenaran. Oleh karena itu, penekanan
atas nilai tanggung jawab terhadap umat selalu menjadi bagian pendidikannya. Da’wah
pelajar bukan hanya berorientasi pada pembentukan kepribadian, tetapi pada
penyiapan pelajar untuk menjadi pelaku da’wah di sekolahnya. Perubahan-perubahan
yang bergulir untuk islamisasi sekolah menjadi tanggung jawab yang dibebankan
untuknya. Dalam jangka panjang, objek da’wah ini akan dipersiapkan menjadi
pemegang estafet da’wah selanjutnya di masyarakat.
Sebagai pemegang estafet da’wah, para pelajar datang bukan tanpa modal atau
perbekalan. Kompetensi-kompetensi –imani, ilmiy, fanni jasadi, dan sya’bi- yang
ditekankan dalam da’wah pelajar menjadi ajang persiapan terbentuknya generasi yang
memiliki berbagai keahlian. Dengan bekal-bekal inilah, diharapkan lahir generasi da’i
yang memiliki berbagai kafaah (keahlian) yang memadai untuk mengelola da’wah
pelajar dan da’wah dalam lingkungan yang lebih luas pada tahap berikutnya.
Da’wah pelajar juga menjadi ajang yang tepat untuk menumbuhkan bakat
kepemimpinan dari objek da’wahnya. Pemberdayaan secara dini dalam da’wah bagi
objek pelajar akan menjadikannya sebagai sosok yang memiliki banyak pengalaman.
Mereka belajar dari pengalaman dan membaca zaman dengan pengalamannya serta
berbuat dengan pengalamannya.
Generasi produk da’wah pelajar yang seperti inilah yang mampu menghadapi
masa depan dengan berbagai tantangannya. Bagaimanapun, ia adalah aset yang sangat
berharga yang akan mengharumkan peradaban. Generasi yang demikian mampu
menjadi batu bata yang baik dalam bangunan peradaban Islam di masa mendatang.
Da’wah pelajar tidak hanya berorientasi pada terbentuknya individu pelajar yang
memiliki berbagai kelebihan dengan kualitas keislamannya. Dalam wilayah yang lebih
luas, da’wah pelajar juga berorientasi pada terbentuknya atmosfer kehidupan pelajar
yang islami baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat pelajar umumnya. Da’wah
pelajar diharapkan mampu mengubah kultur jahiliyah yang menjadi sentral masalah
para remaja. Sebut saja di sini free seks, narkoba, tawuran pelajar, VCD porno,
pergaulan bebas, dan sebagainya. Permasalahan-permasalahan ini tidak dipungkiri
menjadi suatu masalah besar dalam sekolah. Melalui da’wah pelajar inilah, kultur
jahiliyah itu akan tereduksi menjadi kultur yang islami sehingga akan terbentuk
lingkungan yang nyaman, yang sangat mendukung optimalisasi potensi para pelajar.
4. Kompetensi Sya’bi-Siyasi
Kompetensi fanniyah (ketrampilan) mempunyai kaitan yang erat dengan kafaah
ilmiy
? Kompetensi sya’bi-siyasi. Sarana : LSM, ormas, fasilitas dan kerjasama
antarlembaga alumni. Program : pembentukan ormas pelajar (oposisi moral ideologis),
kegiatan sosial, LSM (advokasi moral, edukasi, dan charity).
Dalam kompetensi imani semata. Da’wah pelajar juga memperhatikan keahlian-
keahlian lain yang mendukung terciptanya sistem hidup yang islami. Semangat dan
bekal-bekal untuk peningkatan akademik dalam kompetensi ilmiy pun menjadi bagian
dari orientasi da’wah pelajar ini. Demikian juga dengan bekal-bekal kepemimpinan dan
kemampuan managerial sebagai kompetensi fanni jasadi. Kepekaan sosial yang terasah
sebagai bekal terbentuknya sense of da’wah sebagai kompetensi sya’bi siyasi.
Bekal imani diperoleh melalui berbagai sarana penanaman nilai Islam sebagai
pedoman hidupnya. Bekal ini dimulai dengan penanaman aqidah yang bersih. Ia
mengenal Allah dan Rasul-Nya dengan benar sehingga ia mengetahui arti hidup yang
sebenarnya dan mengetahui apa-apa yang harus dikerjakan dan dijauhi dalam
kehidupan itu. Ia juga mengetahui kewajiban berbagi menebarkan kebenaran dengan
sesama melalui kewajiban amar ma’ruf nahi munkar Ia juga memiliki ilmu yang
memadai untuk melaksanakan kewajiban itu, terutama dalam lingkungan sekolah. Di
sinilah keahlian berda’wah (kafaah da’wiyah) itu mulai terbangun.
Tercapainya kualitas para pelajar muslim yang kuat di bidang akademis, life
skill, bahasa asing, kepemimpinan, manajemen dan lainnya sehingga mampu meraih
pendidikan tinggi yang berkualitas dan berdaya saing global.Bekal keilmuan bagi
pelajar diperoleh melalui berbagai memiliki ilmu yang memadai untuk afaah da’wiyah,
ilmiyah, fanniyah, dan sya’biyah yang memadai untuk mengelola da’wah pelajar
maupun da’wah dalam lingkungan yang lebih luas.
Pengantar
Da’wah Ammah dan Khashah
Istilah dakwah ammah dan dakwah khashah memang baru muncul pada masa-masa terakhir ini
(istilah kontemporer). Namun sebenarnya Rasulullah SAW (sebagai qudwah hasanah dalam segala
hal) telah memberikan isyarat dalam hal ini. (Baca lagi Manhaj Haraki~belum sempet)
Selain melakukan dakwah umum dengan mengundang dan mengumpulkan kaum Quraisy di bukit
Shafa, beliau SAW juga melakukan pembinaan kepada orang-orang pilihan di rumah Al Arqam bin
abi Al Arqam. Baik dakwah ammah maupun dakwah khashahah, keduanya dilakukan secara
proporsional yang satu sama lain saling mendukung. Hanya saja masing-masing memiliki orientasi,
metode, sasaran, yang berbeda.
Dakwah ammah lebih ditujukan untuk memperbaiki opini publik tentang Islam dan dakwahnya.
Sementara dakwah khashah lebih menekankan pada pembentukan kader-kader dakwah yang siap
menjadi pelaku dakwah pada setiap masanya. Sehingga sasaran dakwah ammah adalah seluruh lapisan
masyarakat, tanpa pemilihan. Sementara dakwah khashah diperuntukkan untuk objek dakwah yang
terpilih, yang siap menanggung amanah dakwah. Yang diharapkan setelah dakwah ammah adalah
masyarakat umum (publik) mempunyai pandangan yang benar tentang Islam.
Sementara dakwah khashah ditujukan untuk membentuk kader-kader dakwah. Sehingga sasaran
dakwah khashahpun lebih mengedepankan objek yang terpilih. Yang siap melakukan pembinaan diri
dan siap berbuat untuk mendakwahkan Islam.
Bukan eksklusif
Logisnya kan begitu, sesuai orientasi masing-masing
…..
‘pabila kita dapat memahami
matahari menemani
ke dalam kehangatan indah sang rembulan
bersenandung menyinar membuka seisi dunia
tanpa lelah setia tanpa terpaksa
Sasaran
Semua, semakin luas semakin baik
Bentuk
Berbagai media dapat dipilih untuk melakukan syiar dakwah ammah
Dakwah ammah
Pengertian
Proses penyebaran fikrah Islamiyah dalam rangka menarik simpati, menumbuhkan cinta dan meraih
dukungan dari medan dakwah sekolah, untuk kemudian ditindaklanjuti dengan da’wah khasshah.
Membentuk opini publik
Membentuk ikatan massa
Objek
Dakwah ammah ditujukan untuk seluruh objek dakwah sekolah.
Pelaku
Melibatkan banyak pihak
Metode
Kiat
Sarana
Pelaku
Guru
Siswa
Masyarakat, alumni
Bentuk Kegiatan
1. Ceramah Umum
2. Bulettin
3. Kajian Kelas
4. Kelomok Belajar
5. Majalah Dinding
6. Mentoring
7. Nasyid
8. Olah Raga
9. Pemutaran VCD Islam
10. Rihlah/rekreasi
11. Shalat Jum’at
12. Tahajjud Call
13. Try Out UMPTN
14. Shalat Dhuha
15. Shalat Dzuhur
16. Silaturrahmi
17. Kunjungan pondok pesantren
18.
19.
20.
Empat,
DA’WAH
KHASHAH
Sedang pertimbangan lainnya adalah fakta bahwa ada banyak tipe manusia
(objek dakwah), dan tidak semuanya bersedia untuk terlibat jauh dalam
gerakan dakwah. Abbas Asisi dalam bukunya Athariq ila Al qulub
mengklasifikasikan objek dakwah dalam tiga tipe. Mereka yang berakhlaq
islami, berakhlaq Asasi dan berakhlaq jahili.
Tentu dakwah khashah akan memberikan prioritas pada para pelajar yang
memiliki akhlaq Islami.
Syarat
ada kesiapan
tidak ada paksaan
potensi kader
Model Pendekatan
Pengenalan karakter dan posisi pelajar tersebut akan menentukan model
pendekatan yang tepat untuk mereka. Dari pendekatan inilah komunikasi awal antara
da’I dan objek da’wahnya akan berlangsung.
Pelajar dengan kondisi fisik, mental, dan sosialnya yang masih labil, sangat
membutuhkan teman untuk sharing atau berbagi cerita. Pada umumnya, pelajar
memiliki kebiasaan cur-hat. Mereka akan memperoleh rasa aman dan tenang dengan
menceritakan masalah dan keadaan dirinya kepada orang yang dipercayanya, yang
mau mengerti dan menerimanya. Bahkan, terbawa oleh perasaan egoismenya, pelajar
sering mendominankan kepentingan untuk didengar daripada mendengar. Karakter ini
memungkinkan para pelaku da’wah pelajar memanfaatkan metode da’wah fardhiyyah
kepada objek da’wahnya.
Metode da’wah fardhiyyah ini menjadi dasar penerapan model pendekatan
untuk pelajar. Model pendekatan untuk pelajar sendiri secara sederhana dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan potensi dan pendekatan problem.
Karakter yang khas dan unik pada pelajar dapat dilihat dari semangatnya yang
tinggi dan penuh gejolak serta segudang potensi yang dimilikinya. Semangat dan
potensi ini menjadi perpaduan yang unik bagi objek da’wah pelajar yang akan
berestafet menjadi penggerak da’wah dan pembangun peradaban di masa mendatang.
Potensi yang dimilikinya –akademik, olah raga, karya ilmiah, dan sebagainya- akan
optimal pengembangannya jika dilakukan dengan semangat yang tinggi itu sehingga
menjadi prestasi yang gemilang.
Berbagai potensi yang dimiliki pelajar tersebut memungkinkan para da’I
mengadakan pendekatan melalui sarana-sarana seperti kelompok belajar, klub-klub
olah raga, kelompok ilmiah remaja, Pramuka, OSIS, dan berbagai kegiatan
ekstrakurikuler lainnya. Bukan semata menjadi sarana pendekatan, berbagai potensi
tersebut menjadi harta yang mahal bagi tumbuhnya peradaban Islam.
Namun, di balik segudang potensi itu, pelajar sebagai bagian dari remaja juga
memiliki segudang problematika yang menuntut penyelesaian bijaksana. Problematika
pelajar ini bisa datang dari dirinya, keluarganya, ataupun lingkungannya. Problematika
pelajar pun menjadi bagian dari pendekatan ini, di samping pendekatan potensi.
Pendekatan problem ini mengedepankan penyelesaian permasalahan pelajar, misalnya
melalui lembaga konsultasi problem remaja.
Kedua pendekatan ini –potensi dan problem- memiliki beberpa keunggulan dan
kelemahan yang saling menutup. Pendekatan potensi akan memunculkan produk yang
memiliki keunggulan atau prestasi di bidang tertentu sesuai dengan potensi yang
dikembangkannya. Namun, kelalaian atas problematika pelajar pun menjadi masalah
baru dalam kelahiran produk tersebut. Problematika-problematika pelajar yang tidak
terungkap dan terpecahkan akan menjadi bom waktu yang akan menghambat
potensinya di masa mendatang.
Begitu juga, pembinaan dengan pendekatan problem pun memiliki keunggulan,
yaitu pada sisi jangkauan yang lebih luas dan kemampuan menterapi problematika
remaja. Namun, pada umumnya pendekatan yang hanya mengedepankan prolem akan
berhenti jika problem dimiliki pelajar tersebut telah terselesaikan. Seringkali
pengembangan potensi pada pelajar yang seperti ini terlalaikan.
Kedua pendekatan itu saling melengkapi. Oleh karena itu, kedua pendekatan ini
harus dilakukan secara serempak, seimbang, dan proporsional sesuai dengan kondisi
objeknya.
Membangun Kepercayaan
Membicarakan objek da’wah pelajar tidak bisa dilepaskan dari membicarakan
remaja. Karena, pelajar yang menjadi objek da’wah sekolah itu adalah para remaja
seperti para remaja yang lain. Hanya satu pembeda, remaja lain tidak selalu duduk di
bangku sekolah, sedangkan pelajar adalah para remaja yang tengah duduk di bangku
sekolah.
Dalam rentang perkembangan manusia, masa remaja dianggap sebagai masa
yang paling sulit, baik bagi remaja sendiri, orang tua, maupun lingkungannya.
Mengapa demikian? Jawaban pertama dan paling jelas adalah karena masa ini --
khususnya pada masa awal remaja-- adalah masa perubahan, baik perubahan fisik,
perubahan seksual, perubahan psikologis, maupun perubahan tuntutan peran.
Kesulitan bagi remaja muncul pada saat ia masih mencari jati diri. Bagi orang tua
dan lingkungan –termasuk para pelaku da’wah pelajar-, kesulitan muncul pada saat ia
harus memilih perlakuan yang tepat untuk mereka. Perlakuan yang salah pada remaja
akan melahirkan permasalahan baru yang akan berakhir pada remaja juga.
Pada masa perubahan ini, lingkungan harus sadar bahwa remaja telah
meninggalkan masa kanak-kanaknya. Perlakuan pada masa remaja ini pun harus
berubah. Teguran-teguran dan peringatan-peringatan yang diberikan bukan menjadi
sarana mendekte. Penambahan kadar nilai kepercayaan dan tanggung jawab lambat
laun harus diberikan kepada mereka. Inilah salah satu masalah yang muncul atas
perlakuan lingkungan terhadap remaja. Dalam kehidupan, ternyata kepercayaan ini
tidak selalu utuh diberikan kepada remaja.
Namun perlu diingat bahwa kepercayaan yang diberikan kepada remaja bukan
dalam rangka meraih peluang kebebasan. Pemberian kepercayaan pada remaja tentu
saja juga harus diikuti dengan kewajiban bertanggung jawab. Kepercayaan tanpa
tanggung jawab akan mudah disalahgunakan. Sebaliknya, tuntutan tanggung jawab
membuat remaja akan lebih hati-hati dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Pemberian kepercayaan ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Sejarah
mencatat nama agung Usamah bin Zaid. Ia-lah seorang sahabat Rasulullah saw. yang
dalam usia yang relatif muda sudah terlibat dalam ajang jihad.
Suatu hari Rasulullah saw. hendak berangkat ke medan jihad. Usamah kecil –
saat itu usianya belum genap sepuluh tahun—datang kepada Rasulullah saw. dan
berkata, “Izinkan saya ikut bersamamu, ya Rasulullah!” Rasulullah saw. menolaknya
dan mengatakan bahwa ia belum mendapat kewajiban berjihad. Usamah kecewa sekali
dengan jawaban Rasulullah saw. itu. Ia pulang dan menangis, tetapi ia pantang
menyerah. Datanglah ia kembali kepada Rasulullah saw. untuk meminta izin ikut
dalam jihad itu. Rasulullah saw. kembali menolaknya. Ia pulang dan menangis sedih.
Ia masih tidak menyerah. Datanglah ia kepada Rasulullah saw. untuk ketiga
kalinya. Kali ini Rasulullah saw. mengizinkannya tetapi ia hanya diberi tugas
mengurusi para korban perang yang terluka. Berkembang hati Usamah mendengar izin
dari Rasulullah saw. itu. Bergegas ia pulang dan mempersiapkan bekal untuk mengikuti
Rasulullah saw. menuju medan jihad.
Inilah sebuah pelajaran kepercayaan yang sangat berharga dari Rasulullah.
Melihat kesungguhan di hati Usamah kecil, beliau tidak berat hati memberikan
kepercayaan kepadanya, meskipun dengan porsi yang ringan: merawat orang terluka.
Tugas yang diberikan Rasulullah saw. pun tugas yang terjangkau oleh kemampuannya.
Rasulullah saw. tidak memberikan tugas yang muluk-muluk. Tapi, itulah penghargaan
yang tepat buat Usamah.
Kepercayaan yang terlampau berat untuk remaja bukan langkah yang bijaksana,
meskipun menghambat kepercayaan untuk mereka juga bukan langkah yang tepat.
Kepercayaan kepada remaja harus dibangun dengan melihat kondisinya sehingga
proporsional dengan kemampuan dirinya. Dukungan dari lingkungan akan
memberikan rasa percaya diri kepada remaja. Sebaliknya, tidak adanya kepercayaan
pada remaja dapat mengakibatkan munculnya krisis identitas. Begitu juga, kepercayaan
yang diberikan akan mengembangkan konsep diri yang menyenangkan bagi remaja. Ia
memiliki gambaran yang utuh tentang dirinya. Ia mampu menangkap potensi dan
kekuatan yang dimilikinya, juga daya dukung dan penghalang kelemahan dirinya
sehingga ia mampu membawa diri dengan baik.
Kesempatan yang diberikan lingkungan juga akan mengoptimalkan kiprahnya di
masyarakat. Dengan kiprahnya itulah ia dapat membuktikan keberadaan dirinya di
lingkungannya. Maka, tidak bijaksana lingkungan menuntut perannya sementara
mereka tidak pernah diberi kesempatan berkiprah. Lingkungan yang lebih banyak
menuntut daripada mempercayai seperti ini akan membuat remaja mendapat beban
yang berat dan tidak membuatnya bergerak untuk memenuhi tuntutan itu.
Begitu juga dengan lingkungan yang lebih banyak mendekte daripada
mengarahkan. Remaja akan terhambat kreativitas akal dan amalnya. Dan akan lebih
parah kemudian jika terjadi kesalahan, ia akan mudah mengkambinghitamkan
lingkungan. Lingkungan yang mendektenyalah yang salah. Sebaliknya, remaja yang
diberi kepercayaan untuk mengolah dirinya maka ia pun akan lebih bebas
mencurahkan kreativitasnya. Ia akan lebih percaya diri. ia juga pandai merencanakan
langkah dan aktivitasnya. Ia tidak takut salah karena kesalahan-kesalahan yang telah ia
lakukan akan dijadikan pelajaran hidup yang sangat berharga.
Penelitian yang dilakukan C. Kagitcibasi –seorang psikolog kebangsaan Turki--
dapat sedikit membantu memahami kesalahan ini. Dalam penelitiannya yang
melibatkan 20.403 orang tua dari seluruh dunia, ternyata didapatkan hasil bahwa ibu-
ibu dari suku Jawa dan Sunda sangat mengharapkan anaknya mengikuti keinginannya
(Jawa 88%, Sunda 81%). Begitu juga dengan para bapak (Jawa 85%, Sunda 76%).
Berbeda dengan orang tua dari Korea, Singapura, dan Amerika (ibu Korea 62%, ibu
Singapura 60%, ibu Amerika 51% serta bapak Korea 68%, bapak Singapura 69%, bapak
Amerika 43%).
Terlepas dari baik tidaknya remaja dalam ketergantungan orang tuanya, karena
kita juga tidak bisa mengatakan remaja yang lepas dari ketergantungan orang tua akan
lebih baik dibanding remaja yang berada dalam ketergantungan pada orang tua, tetapi
sebuah hasil penelitian mengatakan bahwa remaja yang berprestasi tinggi justru
mendapat latihan untuk mandiri dan mengurus dirinya sejak kecil.
Meskipun penelitian itu menekankan pada perlakuan subjek orang tua, tetapi
tetaplah dapat menjadi gambaran bagi para aktivis da’wah pelajar. Apalagi pada posisi
aktivis da’wah pelajar sebagai murobbi yang harus mendidik objek da’wahnya. Hasil
didikannya sangat terkait erat dengan perlakuan dan cara mendidik yang diberikannya
kepada objek da’wah, para pelajar itu.
Tidak jauh berbeda juga dengan lingkungan yang lebih banyak menakut-nakuti
daripada memberi tantangan. Ketakutan-ketakutan yang ditanamkan dibenaknya akan
menjadi momok atau hantu sebelum ia melangkah. Kepesimisan-kepesimisan yang
ditanamkan di benaknya juga akan membuatnya ragu-ragu. Lain jika tantangan dengan
kepercayaan yang disodorkan pada mereka. Mereka akan tumbuh dengan optimisme
yang besar bahwa mereka mampu menjadi manusia dewasa yang mampu berkiprah di
lingkungannya.
Remaja juga cenderung menempatkan dirinya sesuai citra yang diberikan
lingkungannya. Bagaimana lingkungan memandang dirinya, itulah yang akan
membentuk dirinya. Citra “manja” pada remaja, akan membuat remaja menjadi manja.
Citra “seperti anak kecil” pada remaja juga akan membuat remaja bersikap seperti anak
kecil. Sebaliknya, kepercayaan bahwa “kamu bisa” pada remaja, Insya Allah juga akan
membuat remaja mewujudkan tuntutan itu.
Dalam da’wah pelajar, pemberian kepercayaan ini akan berpengaruh pada
kemandirian objek da’wahnya. Objek da’wah yang lebih sering ditakut-takuti, lebih
sering dimaklumi –meskipun salah- tanpa pembenaran letak kesalahannya, lebih sering
dituntun tanpa memberi kesempatan untuk bergerak sendiri, dan lebih sering didengar
tanpa memberi kesempatan untuk mendengar, akan cenderung manja. Kemandirian
mereka tidak terasah. Generasi pemberani dan pantang menyerah yang dicita-citakan
pun kandas. Ingat, bahwa membina objek da’wah ini bukan hanya dalam rangka
memperbaiki kepribadiannya (sahsiyah) saja. Lebih dari itu, membina objek da’wah juga
dalam rangka mempersiapkan mereka menjadi pelaku da’wah yang kreatif, pemberani,
dan militan, dengan segala potensi dan kemampuannya.
Begitu. Para aktivis da’wah pelajar yang mempunyai kepercayaan pada
kemampuan dan kesungguhan membina objek da’wahnya akan menggerakkan objek
da’wahnya itu untuk mengolah dirinya dengan perilaku yang matang, mandiri, dan
bertanggung jawab. Insya Allah.
Allah swt. berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang mu’min, yang bersikap
kasar terhadap orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan
orang-orang yang mencela. Itulah karunia Allah, diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al Maidah 54)
Wallahu alam bish-shawab.
Memahami Perbedaan
Seorang aktivis da’wah pelajar yang bergerak di sekolah dituntut untuk
memahami kondisi objek da’wahnya, termasuk di dalamnya memahami berbagai
model pemikiran yang berkembang di sekitarnya. Selain itu, ia juga dituntut untuk
memahami latar belakang keragaman gerakan tersebut. Dengan pemahaman ini,
seorang aktivis da’wah pelajar diharapkan mampu bersikap bijak menghadapi objek
da’wahnya, seperti apa pun keadaannya.
Pemahaman terhadap gerakan dapat dimulai dari pemahaman latar belakang
munculnya berbagai gerakan tersebut. Beragamnya gerakan dalam rimba harakah
muncul setelah runtuhnya kekhilafahan sebagai sendi pengikat persatuan umat.
Keruntuhan ini menyebabkan tokoh-tokoh yang peduli dengan nasib umat berupaya
menghimpun diri untuk melakukan gerakan penyelamatan umat.
Perbedaan pensikapan dan cara pandang dalam menyelamatkan umat telah
melahirkan berbagai gerakan yang berbeda tersebut. Ada gerakan yang berbeda secara
substansial atau dalam masalah ‘ushul (akar/mendasar), yaitu masalah aqidah yang
menyimpang dari Al Qur’an dan sunnah. Perbedaan seperti ini jelas tidak bisa ditolerir.
Ada pula gerakan yang berbeda dalam cara pandang dan prioritas amal.
Menurut Syaikh Yusuf Qardhawi, perbedaan sebenarnya tidak menjadi masalah
sepanjang perbedaan itu hanya variasi yang akan mendukung kesuksesan pembinaan
umat, dan bukan perbedaan yang kontradiktif. Yang tidak diinginkan adalah ketika
perbedaan-perbedaan itu menimbulkan berbagai friksi di lapangan, bahkan
berbenturan satu dengan lainnya sehingga kontraproduktif bagi pembinaan umat.
Islam menghargai perbedaan pendapat. Perbedaan yang berdampak pada model
aktivitas da’wah juga dihargai oleh Islam. Namun, perlu diingat bahwa da’wah Islam
mengedepankan substansi perbaikan umat. Islam mengharamkan perpecahan yang
akan melemahkan kekuatannya karena perbedaan tersebut. Kewajiban persatuan
dengan pesan Allah “wa’tashiimu bihablillahi jami’a” tetap menjadi prioritas utama.
Dalam perbedaan tersebut, tekad yang satu harus selalu dijaga, yaitu
menyatukan seluruh perhatian, pikiran, dan potensi agar kerja da’wah lebih bermanfaat
dan menghasilkan sesuatu yang besar. Pekerjaan ini jauh lebih besar dari hanya sekedar
saling bertentangan dan saling menonjolkan perbedaan. Pemahaman yang seperti inilah
yang harus dipegang oleh para pelaku da’wah dan harus ditanamkan pada obek
da’wahnya.
Mengasah Hati
Hati merupakan perangkat dak’ah. Salah satu faktor internal (dahiliy) kegagalan
dakwah adalah jauhnya hati sang dai dari Allah. Hati yang kesat, kotor, hitam, sakit,
jauh dari Allah tidak akan bersinar. Maka, bagaimana mungkin sang dai mampu
menyinarkan Islam sedang hatinya padam dari sinar tersebut? Sebagaimana Rasulullah
SAW memberi isyarat dengan hidup dan mati, maka bagaimana mungkin yang mati
akan menghidupkan sedang yang hidup saja belum tentu mampu menghidupkan.
Rasulullah SAW bersabda,
“Perumpamaan orang yang selalu berdzikir (mengingat) Allah dengan orang-
orang yang tidak mengingat-Nya adalah seperti yang hidup dan yang mati. (HR
Bukhari)
Maka, mengasah hati menjadi kewajiban bagi seorang dai, yaitu dengan
tazkiyatunnafs (pembersihan jiwa). Tazkiyatunnafs ini merupakan asas dasar
pembentukan kader (rijal) yang dalam geraknya senantiasa berorientasi meraih ridha
Allah. Dan Allah memberi pelajaran tentang ini dengan turunnya surat Al Muzammil
pada awal periode Mekkah. Hal ini memberi isyarat persiapan tarbiyah ruhiyah bagi
generasi muslim setelah pengokohan aqidah. Dan seperti itu juga Nabi SAW dan para
pengikutnya menanamkan kekuatan dakwah pada kedekatannya pada Allah SWT.
Itulah salah satu rahasia keberhasilan dakwah beliau.
Interaksi jiwa dan perasaan yang kuat kepada Allah akan memunculkan
kepekaan mad’u terhadap sosok dai. Wajah yang bersinar dan keteduhan akan
memancar karena kekuatan cinta-Nya pada Allah sehingga membuat mad’u jatuh cinta
dan ingin berdekatan terus dengan sang dai. Ia akan mencari sang dai yang bisa
meneduhkan dan melembutkan hatinya. Dan ia akan mengejar sang dai yang akan
meruntuhkan kesombongannya karena sang dai selalu mengajaknya berlari mengejar
Allah yang Maha Besar.
Seperti kata Hasan Al Bana, “Dari seorang mujahid, Anda dapat membaca pada
raut wajah dan kilauan matanya, dan mendengar dari gerakan lidahnya semua yang
bergelora di dalam hatinya, kesengsaraan yang ada di dalam hati, semua tujuannya
benar dan bersungguh-sungguh pelaksanaannya, cita-citanya tinggi dan sasarannya
jauh untuk memenuhi jiwanya.”
Bagaimana mad’u tidak luluh jika wajah dan mata sang dai selalu bercerita
tentang cintanya kepada Allah dan kerendahannya di depan Sang Penguasa?
Bagaimana mad’u tidak luluh jika gerakan lidah sang da’i selalu bertutur tentang
kebenaran. Tiada yang dapat menandingi kharisma seorang dai yang seperti ini, kecuali
orang-orang yang thaat dan takut kepada Allah.
Wallaahu alam bish shawab.