Anda di halaman 1dari 8

PARAMETER POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBONs

(PAHs) DALAM STANDARDISASI PRODUK PANGAN

Oleh
Titin Mahardini, Renawati I., dan Aan Yulistia*)

Abstrak
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) merupakan kelompok senyawa yang memiliki berat
molekul besar, berbentuk datar, dan memiliki struktur dengan banyak cincin aromatik. Senyawa
ini banyak terdapat di alam sebagai polutan hasil pembakaran bahan-bahan organik, baik dalam
bentuk partikel padat ataupun gas. Beberapa jenis senyawa PAHs bersifat karsinogenik. Salah
satu jenis senyawa PAHs yang digunakan sebagai indikator tingkat keamanan PAHs adalah
Benzo(a)pyrene (BaP) karena diidentifikasi sebagai senyawa yang paling tinggi tingkat
karsinogenitasnya. Karena sifatnya yang karsinogenik tersebut, beberapa negara seperti Jerman
sudah menetapkan batas maksimum BaP sebesar 1 ppb pada produknya. Karena Indonesia
memiliki beberapa produk yang diproses dengan pembakaran, kandungan PAHs harus dijadikan
syarat mutu pada standar produk pangan.

Kata kunci: polycyclic aromatic hydrocarbons, PAHs, benzo(a)pyrene, karsinogenik

I. PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini timbul isu tentang adanya cemaran senyawa hidrokarbon aromatik
polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbons-PAHs) di dalam minyak kelapa. Bahkan
terjadi kasus minyak sawit tercemar solar, kandungan PAHs inilah yang dijadikan alasan
utama penolakan minyak sawit Indonesia. Hasil analisis yang dilakukan pihak Belanda
menunjukkan bahwa dengan tingkat cemaran solar sebesar 1,7%, kandungan senyawa
PAH benzo(a)pyrene BaP sebesar 3 ppb. Keberadaan senyawa hidrokarbon aromatik
polisiklik (PAH) dalam minyak kelapa diduga berasal dari bahan baku yang digunakan
ataupun muncul pada waktu proses pengolahan.
Hal tersebut dianggap dapat menurunkan kualitas produk yang dicemarinya karena
sifatnya yang karsinogenik. Walaupun saat ini cemaran PAHs dalam minyak kelapa baru
diberlakukan beberapa negara maju, dampak kemungkinan diberlakukannya persyaratan
tersebut pada negara-negara lain terutama negara pengekspor minyak goreng seperti
Indonesia juga dapat terjadi. Negara Jerman misalnya, menetapkan kandungan cemaran
benzo(a)pyrene-BaP maksimal 1 μg/kg atau 1 ppb. Senyawa benzo(a)pyrene dipakai
sebagai indikator tingkat pencemaran PAH, karena dianggap sebagai senyawa yang
tingkat karsinogenitasnya tinggi diantara senyawa-senyawa PAH lainnya. Oleh karena

*)
Balai Besar Industri Agro Deprin, Bogor
itu, untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu ditambahkannya perameter PAHs
dalam standardisasi produk pangan.
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) merupakan kelompok senyawa yang
memiliki berat molekul besar, berbentuk datar, dan memiliki struktur dengan banyak
cincin aromatik. Senyawa ini banyak terdapat di alam sebagai polutan hasil pembakaran
bahan-bahan organik, baik dalam bentuk partikel padat ataupun gas. Hingga saat ini
terdapat lebih dari 100 jenis PAH yang telah diidentifikasi, baik yang berbentuk jarum,
piringan, kristal, lembaran atau prisma, serta dari tidak berwarna, berwarna kuning pucat,
hingga kuning keemasan. Sifat kelarutan setiap jenis senyawa PAH juga bervariasi,
namun sebagian besar senyawa PAH bersifat kurang larut dalam etanol dan larut atau
sedikit larut dalam asam asetat, benzena, dan aseton. Beberapa senyawa PAH bersifat
larut dalam minyak mineral dan minyak nabati, namun jenis PAH ini tidak larut dalam
dietil eter, petroleum eter, dan air (Anonim, 1998).
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) merupakan senyawa kimia yang terdiri
dari cincin aromatik dan tidak mengandung heteroatom atau carry substituents. Senyawa
ini dapat ditunjuk sebagai polutan. Beberapa senyawa PAH diketahui atau diduga bersifat
karsinogenik. PAH dibentuk dari hasil pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar
yang mengandung karbon seperti kayu, batu-bara, diesel, fat, atau tembakau (Wikipedia,
2007).
Ilustrasi tipe Polycyclic Aromatic Hidrocarbons (PAHs) dapat digambarkan pada
gambar 1 berikut ini:

Gambar 1 Ilustrasi Tipe Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs)


Senyawa PAHs dapat memiliki beberapa cincin aromatik mulai dari empat, lima,
enam ataupun tujuh cincin, tetapi yang paling banyak dengan lima atau enam cincin.
PAHs dengan enam cincin aromatik disebut alternant PAH. Alternant PAH tertentu
disebut ”benzoid” PAHs, nama ini berasal dari benzena, aromatik hidrokarbon dengan
tunggal, enam cincin. Antar cincin benzena dihubungkan dengan ikatan karbon-karbon
(wikipedia, 2007).
Struktur molekul beberapa senyawa PAH ditampilkan pada gambar 2 berikut
ini:

Benzo(a)pyrene Benzo(ghi) Fluoranthene Dibenzo(a,h)anthracene

Phenanthrene Dibenzo(aj)antrachene Anthracene


Gambar 2 Struktur Molekul Kimia Beberapa Senyawa PAHs

II. SIFAT KARSINOGENIK PAHs

Banyak senyawa-senyawa aromatik, termasuk PAHs, yang bersifat karsinogenik. Hal ini
berdasarkan sifatnya yang hidrofobik (tidak suka akan air), dan tidak memiliki gugus
metil atau gugus reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi senyawa yang lebih polar.
Akibatnya senyawa PAH sangat sulit diekskresi dari dalam tubuh dan biasanya
terakumulasi pada jaringan hati, ginjal, maupun adiposa atau lemak tubuh. Dengan
struktur molekul yang menyerupai basa nukleat (adenosin, timin, guanin, dan sitosin),
molekul PAH dapat dengan mudah menyisipkan diri pada untaian DNA. Akibatnya
fungsi DNA akan terganggu dan apabila kerusakan ini tidak dapat diperbaiki dalam sel,
maka akan menimbulkan penyakit kanker (Elisabeth, dkk., 2000). Sifat Karsinogenis
tersebut dapat diilustrasikan pada gambar 3 berikut ini:
Gambar 3 Ilustrasi Sifat Karsinogenik Senyawa PAHs
Diantara banyak jenis senyawa PAHs, ada 15 jenis yang diketahui bersifat
karsinogenik (penyebab kanker). Salah satunya, benzo(a)pyrene, telah diidentifikasi
sebagai senyawa PAHs yang memiliki sifat karsinogenik tinggi, karena dapat membentuk
kompleks dengan DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada gen. Pada tabel
1 berikut ini tertera jenis-jenis senyawa PAH yang bersifat karsinogenik dan masing-
masing nilai faktor potensi relatifnya dapat menyebabkan penyakit kanker dengan
benzo(a) pyrene yang digunakan sebagai acuan (Elisabeth, dkk., 2000).
Tabel 1 Senyawa PAH yang Bersifat Karsinogenik dan Faktor Potensi Relatif
Karsinigenitasnya (Elisabeth, dkk., 2000).
Klasifikasi sifat
No Jenis Senyawa karsinogenitasnya Faktor potensi relatif
USEPA 1) IARC 2)
1 Benzo(a)anthracene B2 2A 0,1
2 Benzo(b)fluoranthene B2 2B 0,1
3 Benzo(j) fluoranthene NA 2B NA
4 Benzo(k) fluoranthene B2 2B 0,01
5 Benzo(a)pyrene B2 2A 1
6 Dibenzo(a,h)acridine D 3 NA
7 Dibenzo(a,j)acridine D 3 NA
8 Dibenzo(a,h)anthracene B2 NA 1
9 7H-Dibenzo(c,g)carbazole D 3 NA
10 Dibenzo(a,e)pyrene D 3 NA
11 Dibenzo(a,h)pyrene D 3 NA
12 Dibenzo(a,i)pyrene D 3 NA
13 Dibenzo(a,l)pyrene D 3 NA
14 Indeno(1,2,3-cd)pyrene B2 2B 0,1
15 5-Methylchrysene B2 3 NA
Keterangan: 1)US Enviromental Protection agency
2)
International Agency for Research on Cancer
B2 dan 2A : Karsinogenik bagi manusia (terbukti secara in vivo)
2B : Dapat bersifat karsinogenik bagi manusia (non genotoxic carcinogen
atau
mekanismenya belum jelas)
D dan 3 : Belum diklasifikasikan
NA : Data tidak tersedia

Sifat karsinogenitas PAHs hingga saat ini baru terbukti secara ilmiah pada hewan-
hewan percobaan. Namun studi epidemiologi menunjukkan bahwa resiko penyakit
kanker paru-paru, lambung dan kulit cukup tinggi pada masyarakat yang tinggal di
daerah yang udaranya mengandung PAHs tinggi. Secara in vivo, benzo(a)pyrene telah
terbukti dapat menyebabkan tumor pada setiap model hewan percobaan, baik melalui
jalur makanan, pernapasan, maupun kontak pada permukaan kulit. Inisiasi proses
karsinogenik dari benzo(a) pyrene bahkan dapat terjadi pada bagian jaringan yang jauh
dari titik asal paparannya. Pada tikus percobaan, konsumsi benzo(a)pyrene dengan dosis
120 ppm/kg berat badan (BB)/hari dapat menyebabkan kematian dengan lama konsumsi
kurang dari 14 hari. Lebih lanjut, konsumsi benzo(a)pyrene sebesar 10 ppm/kg BB/hari
akan menyebabkan gangguan sistem reproduksi pada induk hewan dan gangguan
pertumbuhan pada anak yang dilahirkan. Karena itulah benzo(a)pyrene dikategorikan
sebagai senyawa genotic carcinogen, dan digunakan sebagai senyawa acuan dalam
menentukan faktor potensi relatif senyawa-senyawa PAH lainnya sebagai penyebab
kanker. Di dalam tubuh, benzo(a)pyrene juga dapat berinterasi dengan hemoglobin (Hb),
yang merupakan protein pengangkut oksigen pada sel darah merah. Karena itu
keberadaan benzo(a)pyrene dalam tubuh dapat dideteksi melalui darah atau urin. Namun
hasil deteksi ini tidak dapat menggambarkan atau memprediksi sampai seberapa jauh
tingkat konsumsi atau kontaminasi benzo(a)pyrene pada seorang individu (Elisabeth,
dkk., 2000).

III. KONTAMINASI DAN TINGKAT KEAMANAN PAHs

Senyawa PAHs banyak terdapat pada asap kendaraan bermotor, asap pabrik, asap rokok,
asap pembakaran arang, asap hasil kebakaran hutan, asap minyak goreng, aspal
petroleum, beberapa pelarut komersial, creosote (bahan pengawet kayu), dan juga hasil
pirolisis karbohidrat, asam amino, serta asam lemak. PAHs yang terdapat pada makanan
terjadi akibat adanya proses pengolahan (teknologi) yang menggunakan suhu tinggi
seperti pemanggangan dan penggorengan, maupun akibat kontaminasi atau polusi dari
udara.
Di udara molekul-molekul PAHs akan bergabung dengan partikel debu dan masuk
ke dalam air, tanah maupun tanaman untuk kemudian berinteraksi dengan manusia.
ATSDR (Agency for Toxic Subtances and Disease Registry) mendeteksi adanya
benzo(a)pyrene pada buah-buahan, sayuran, daging, minuman dan tembakau yang
beredar di pasaran. Namun yang pasti, pembentukan benzo(a)pyrene pada makanan
sangat tergantung dari metode pemasakan yang digunakan.
Telah terbukti bahwa kandungan senyawa PAHs karsinogenik pada makanan yang
dipanggang cukup tinggi, terutama pada produk hasil pemanggangan dengan kayu atau
arang. Pada daging
panggang (babi dan sapi) terkandung benzo(a)pyrene sebesar 1,4-4,5 ppb, sate kambing
23 ppb, ikan asap Jepang 37 ppm, dan pada minyak goreng bekas 1,4-4,5 ppb. Proses
pemanggangan dengan oven menghasilkan produk olahan dengan kandungan senyawa
PAHs yang terendah, sedangkan pemasakan dengan microwave tidak menghasilkan
senyawa PAHs yang karsinogenik (Elisabeth, dkk., 2000).
Hingga saat ini belum ada informasi ilmiah tentang batasan tingkat kontaminasi
senyawa PAHs atau benzo(a)pyrene yang membahayakan manusia (Elisabeth, dkk.,
2000) Anjuran batas kandungan PAHs oleh The Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) membatasi 0,2 milligrams PAHs per kubik meter udara (0,2
mg/m3). OSHA permissible Exposure Limit (PEL) 5 mg/m3 PAHs untuk mineral oil.
Sedangkan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
menganjurkan jumlah PAH maksimal 0,1 mg/m3 udara untuk daerah tempat kerja dengan
waktu kerja 10 jam/hari dan 40 jam/minggu (Edsell, 1986) Agency for Toxic Subtances
and Disease Registry (ATSDR) merekomendasikan nilai MRL (Minimal Risk Level)
benzo(a)pyrene pada manusia sebesar 0,01 ppm/kg BB/hari (ATSDR,1995) Sedangkan
beberapa Negara telah membatasi jumlah benzo(a) pyrene minimal sebasar 1 ppb untuk
bahan pangan yang dipanggang dan diasap (Elisabeth, dkk., 2000).

IV. METODE UJI PAHs

Analisis PAHs pada umumnya terdiri dari ekstraksi, purifikasi dan determinasi contoh.
Masalah dalam menganalisis PAHs yaitu batas kandungannya yang sangat kecil (μg/kg
atau ppb) sehingga diperlukan alat determinasi yang sensitif serta masalah dalam
purifikasi contoh karena PAHs terikat dalam matriks contoh. Sejak tahun 1970-an telah
dilakukan banyak penelitian mengenai metode uji PAHs baik menggunakan Gas
Chromatography (GC) maupun High performance Liquid Chromatography (HPLC).
Metode ini hingga saat ini berkembang dengan dipadukannya alat kromatrografi
tersebut dengan Mass Spectoscopy (MS). Di Indonesia, hingga saat ini masing jarang
penelitian mengenai metode uji PAHs. Pada Tahun 1997 Balai Besar Industri Agro
melalui National Resources Intitute, Inggris-Institute for Research and Development of
Agrobased Industry, Indonesia (NRI-IRDABI’s project) melakukan penelitian kandungan
PAHs pada kopra, minyak kelapa dan produk turunan kelapa lainnya dengan
menggunakan teknik HPLC. PAHs diisolasi dengan menggunakan silika cartridge,
individual PAH dipisahkan dan ditentukan dengan reverse phase HPLC menggunakan
detektor fluorescence. Saat ini Balai Besar Industri Agro juga sedang melaksanakan
penelitian dan pengembangan implementasi metode uji PAHs dengan menggunakan
teknik HPLC pada produk minyak, margarin dan asap cair (Iskandar, 1997).
Persyaratan Kandungan Pahs Pada Produk Pangan:
Perlu pembahasan mengenai persyaratan mutu PAHs pada produk pangan khususnya
produk asap, ikan asap, daging asap dan lain sebagainya serta produk minyak dan
margarin.

V. KESIMPULAN

Senyawa PAHs dihasilkan dari proses pembakaran bahan-bahan organik yang tidak
sempurna. Keberadaan PAHs diduga berasal dari bahan baku yang digunakan ataupun
muncul pada waktu proses pengolahan. Beberapa senyawa PAHs telah terbukti bersifat
karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker pada manusia sehingga keberadaannya
perlu dibatasi pada produk pangan. Beberapa negara maju sudah menetapkan batas
maksimal PAHs dalam produk tertentu. Dengan demikian parameter PAHs perlu
dimasukkan dalam standardisasi produk pangan.

DAFTAR PUSTAKA

1) Anonim, 1998, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons, US Dept of Health and Human


Services, Public Health Services. http//ntp-server.niehs.nih.gov/htdocs/PAHs-
15html.
2) Anonim, 1990, Agency for Toxic Subtances and Desease Registry (ATSDR). US
Dept. Of Health and Human Services.
http://www.atsdr.edr.gov/ToxProfiles/phs8805.html.
3) Agency for Toxic Subtances and Desease Regstry (ATSDR), 1995, Toxicological
Profile for Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs). Atlanta, GA: U.S.
Departement of Health and Human Services, Public Health Services.
4) Edsell. RD., 1986, Benzo(a)pyrene Regulated with Coal Tar PitchVolatiles.
Occupational Safety and Health Administration (ASHA), US Dept. Of labor
http://www.osha-sle.gov/Osh.Doc/Interp_data/119860407.html.
5) Elisabeth, dkk., 2000, Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) : Kaitannya
dengan minyak sawit dan kesehatan, dalam warta PPKS (Pusat Penelitian Kelapa
Sawit), Medan.
6) Iskandar, R., 1997, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons Content of Indonesian
Coconut Oil Products, Univercity of Greenwich, Inggris.
7) Lee, H.K., 2004, Modern Techniques For The Analysis of Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons, in Handbook of Analytical Separation, Vol.3, Elsevier Science.
http://books.google.co.id/books?id=Development+of+PAH+Analysis&pg.
8) Tamakawa et al., 1996, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons, in Handbook of Food
Analysis, Volume 2, Marcel Dekker, Inc., New York.
9) Wathen, S.P, 1998. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons and Cancer.
http://main.chem.ohiou.edu/%7Echem301/wathen/pahhtml.
10) Wikipedia, 2007, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons. http://en.wikipedia.org/wiki/
Polycyclic_aromatic_hydrocarbon.

Anda mungkin juga menyukai