Anda di halaman 1dari 2

Kontroversi Wikileaks

oleh Teguh Wahyu Utomo

WikiLeaks kembali membuat gonjang-ganjing. Kali ini, produknya membuat Istana Negara di Jakarta
kalang kabut. Sebelumnya, situs-web ini juga pernah mengguncang Gedung Putih, Tokyo, hingga
Timur Tengah. Pendeknya, siapa saja bisa diguncang bocoran informasi yang dimuat Wikileaks.
Pemerintah Indonesia mengambil tindakan segera saat WikiLeaks membocorkan apa yang disebut
sebagai abuse of power (penyalah-gunaan kekuasaan) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Bocoran itu mengungkap rincian surat kawat rahasia diplomatik Amerika Serikat. Lalu, isinya
dibeberkan koran Australia, The Age dan The Sydney Morning Herald –yang sejak awal tidak terlalu
bersahabat dengan pemerintah Indonesia
Bocoran itu menuding; Presiden SBY secara personal mempengaruhi jaksa dan hakim untuk
melindungi tokoh politik korup, menggunakan intelijen untuk memata-matai pesaing politik, hingga
membiarkan istrinya memperkaya diri. Tentu saja, tudingan ini dibantah keras Menlu Marty
Natalegawa. Bahkan, Marty juga sudah memanggil Dubes Amerika Serikat Scot Marciel untuk
meminta penjelasan sekaligus meyampaikan protes terkait bocoran pesan-pesan rahasia itu.
Pertanyaannya; ada apa dengan WikiLeaks? Mengapa dia bisa membuat gempar? Apa dampak
kontroversinya?
WikiLeaks adalah organisasi internasional tanpa bentuk yang awalnya berbasis di Swedia. Misinya;
membawa kebenaran pada dunia dengan cara menerbitkan kisah-kisah berdasar fakta tanpa perlu
terancam rasa takut atau teriming-iming imbalan. Maka, organisasi ini mempublikaskan kiriman artikel
atau bocoran dokumen sensitif dari pejabat pemerintah atau organisasi lainnya. Anonimitas sumber
beritanya dijamin, sehingga orang merasa aman memberikan bocoran. Untuk menghindari sensor,
WikiLeaks merilis bocoran dokumen itu dalam tiga yurisdiksi; Amerika Serikat, Jerman dan Inggris
Raya.
Situs-web ini didirikan Julian Assange yang menyabut dirinya sebagai aktivis informasi dengan tujuan
utama membuat informasi bisa masuk domain publik. Ia mengaku punya sejumlah kecil staf yang
bekerja sangat keras, dibantu sekitar 800 pekerja paro waktu, dan ada ribuan pendukung dari berbagai
penjuru dunia. Tak heran, lewat jaringan pendukung ini, WikiLeaks sejak 2007 sudah bisa mem-post
ribuan dokumen ke internet.
Dalam situsnya, WikiLeaks juga menyatakan, minat utamanya adalah mengekspos rezim-rezim opresif
di Asia, bekas blok Soviet, kawasan Afrika Sub-Sahara, dan Timur Tengah. Selain itu, WikiLeaks juga
ingin membantu penduduk dari kawasan tersebut yang ingin mengungkap perilaku tak-etis dalam
pemerintah mereka dan lembaga-lembaga di sana.
Pada saat yang sama, WikiLeaks juga pernah mengungkap rahasia militer dan agenda pemerintah
Amerika Serikat dalam perang di Irak dan Afghanistan. Organisasi ini pada 2007 juga menyebarkan
video 'collateral murder' di Baghdad saat tentara menggunakan helikopter untuk membantai tersangka
teroris (yang ternyata dua wartawan) tanpa mengikuti prosedur standar. Di sini, WikiLeaks benar-benar
positif bagi kebebasan dan demokrasi karena menunjukkan data kuat tentang ketidak-beresan.
Dari titik ideal ini, WikiLeaks jelas berfungsi sangat penting. Argumennya tentang transparansi pasti
bisa diterima banyak pihak. Situs-web ini bisa menjadi hal yang positif bagi kebebasan dan demokrasi.
Bagi kaum yang mengidealkan kebebasan berbicara, WikiLeaks bisa menjadi andalannya. Mereka bisa
bicara apa saja, sebanyak-banyaknya, sampai kehabisan suara.
Di sisi lain, muncul pertanyaan soal etika dan tanggung-jawab. Apakah etis jika mempublikasikan
informasi tanpa konfirmasi kebenarannya? Apakah etis mempublikasikan informasi yang masih belum
matang atau masih setengah-setengah. Bagaimana pertanggung-jawabannya jika akhirnya informasi itu
terbukti keliru dan menyebabkan hal-hal yang meresahkan masyarakat banyak?
Dalam kode etik jurnalistik di berbagai negara, ada batasan-batasan tertentu bagi informasi untuk bisa
diangkat menjadi berita. Boleh dikata hampir semua sepakat bahwa informasi yang masih mentah harus
diperkaya dan diolah lebih dulu sehingga betul-betul matang dan layak dikonsumsi publik. Informasi
yang matang ini lah yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam kasus WikiLeaks, boleh dikata informasi yang didapatkan dan dipublikasikan sering kali betul-
betul mentah. WikiLeaks sekadar mempublikasikan informasi apa adanya dari sumber anonimnya
(misalnya sebagian besar bocoran surat-surat kawat diplomatik Amerika Serikat). Informasinya kadang
cukup menyengat, namun kadang tidak berguna sama sekali.
Konon, WikiLeaks telah merilis lebih dari 75.000 bocoran dokumen dari Korps Marinir dan Angkatan
Darat Amerika Serikat yang meronce enam tahun berbagai peristiwa di Afghanistan. Namun, sejak
kasus Collateral Murder, pemerintah Amerika Serikat mulai serius menyelidiki pembocornya. Yang
sudah ditangkap antara lain anggota dinas intelijen Prajurit Bradley Manning dan mantan hacker
bernama Adrian Lano.
Dalam pemeriksaan, Manning mengaku membocorkan 260.000 surat kabel rahasia pemerintah
Amerika Serikat pada Wikileaks. Andai pengakuan ini benar, coba bayangkan risiko bocornnya sekian
banyak informasi rahasia pada publik. Pihak yang tiba-tiba mendapat informasi ini tentu terjebak ke
dalam Ethical Conundrum alias teka-teki etis. Bagaimana kalau informasi mentah itu tidak mendukung
transparansi namun justru menimbulkan kegerahan? Bagaimana jika informasi mentah bisa memicu
peperangan? Namun, WikiLeaks tampaknya tidak terlalu mempedulikan itu.
Dalam kasus Presiden SBY, Wikileaks mendapat bocoran surat-surat rahasia diplomatik antara Jakarta
dengan Washington DC, lalu bocorannya dikutip The Age dan The Sydney Morning Herald saat Wapres
Boediono berkunjung ke Australia. Namun, Dubes Dubes Scot Marciel segera memberi penjelasan
bahwa sangat mungkin dokumen diplomatik itu masih mentah dan setengah-setengah.
WikiLeaks mencerminkan absolute power of social media. Siapa saja bisa menggunakan media
(terutama Internet) untuk kepentingan apa saja. Siapa saja bisa terpukul atau terangkat oleh isi
beritanya. Dampak yang terjadi bisa apa saja, termasuk memanasnya suhu politik, tergulingnya
pemerintahan, hingga pecahnya perang.

Anda mungkin juga menyukai