)
SEBAGAI BAHAN ANTI JAMUR
Deny Kurniawan
ABSTRAK
Kulit laban (Vitex pubescens Vahl.) merupakan salah satu kayu dengan keawetan
tinggi dan potensial digunakan sebagai bahan anti jamur. Untuk meningkatkan
pemanfaatannya, perlu diketahui aktifitas anti jamur ekstrak kulit laban terhadap
beberapa jenis jamur kontaminan makanan dan jamur pathogen terhadap manusia serta
melakukan kajian fitokimia berbasis pengujian biologis (bioassay-guided phytochemical
analysis) terhadap fraksi aktif anti jamur. Hasil penelitian kelarutan zat ekstraktif kulit
laban pada pelarut metanol sebesar 6,03%, berdasarkan fraksinasi cair-cair diperoleh
fraksi terlarut n-heksana sebesar 0,27%, dietil eter sebesar 0,39% dan etil asetat sebesar
0,47%. Pengujian fitokimia warna menunjukkan pada fraksi n-heksana terkandung
senyawa steroid, flavonoid dan karbohidrat. Fraksi dietil eter terkandung senyawa steroid,
flavonoid dan karbohidrat. Fraksi etil asetat terkandung senyawa triterpenoid, flavonoid
dan karbohidrat. Hasil uji KLT terdapat senyawa golongan stilben, golongan amina,
golongan kuinon, aldehida keton dan flavonoid. Hasil uji air-borne menunjukkan bahwa
fraksi aktif sebagai bahan anti jamur adalah fraksi n-heksana, dietil eter dan etil asetat.
Pada pengujian menggunakan jamur Aspergillus niger tidak menunjukkan penghambatan
sedangkan pengujian menggunakan jamur Candida albicans pada metode KLT, fraksi n-
heksana menunjukkan adanya penghambatan.
Kata Kunci: Kulit laban (Vitex pubescens Vahl.), anti jamur, fitokimia, fraksinasi, KLT
PENDAHULUAN
Ekstraksi
Ektraksi dingin dengan menggunakan Maserasi dan ekstraksi panas
dengan soxhlet untuk mengeluarkan ekstrak dari kulit Laban. Pelarut yang
digunakan adalah metanol. Isolasi dan identifikasi senyawa kimia aktif dari
tumbuhan dilakukan dengan metode ekstraksi yang didasarkan pada perbedaan
polaritas pelarut-pelarut organik. Ekstraksi pendahuluan menggunakan metanol,
dilanjutkan dengan penyaringan untuk memisahkan ekstrak dengan bahan
tumbuhan yang dilakukan dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 1.
Hasil ekstraksi kemudian dipekatkan dengan evaporator pada suhu 30°C – 40°C
(Harborne, 1987). Perhitungan kadar ekstraktif dengan rumus (TAPPI T 207 om-
88).
Fraksinasi
Proses partisi terhadap ekstrak kasar yakni ekstrak kasar yang telah bebas
alkohol ditambahkan campuran heksana, metanol dan air dengan perbandingan 1 :
1 : 1 (v/v). Fraksi padat dari masing-masing pelarut dipersiapkan untuk analisis
selanjutnya. Skema fraksinasi melalui partisi cair-cair di sajikan pada Gambar 1.
Serbuk kayu
Ekstraksi metanol
Ekstrak metanol
Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia dilakukan dengan 2 metode, yaitu reaksi warna dan
analisis kromatografi lapis tipis (KLT). Pada uji warna, masing-masing fraksi
ekstrak dan fraksi terlarut (ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi eter, dan
fraksi etil asetat) direaksikan dengan pereaksi Dragendorf, Liebermann-Burchard,
Molisch untuk mengidentifikasi adanya kandungan alkaloid, steroid, triterpenoid
dan karbohidrat. Pada analisis kromatografi lapis tipis, sedikit bagian dari masing-
masing fraksi terlarut dilarutkan dalam sejumlah kecil aseton sebagai contoh uji.
Masing-masing contoh uji diteteskan pada pelat KLT dan dikembangkan dengan
sistem pelarut yang sesuai. Secara detil metode analisis KLT disajikan sebagai
berikut:
a) Kromatografi lapis tipis asam karboksilat: ekstrak yang telah
dikembangkan pada pelat KLT, dicelupkan dalam larutan 0,1 gr bromkresol
hijau, 50 ml etanol dan 5 ml NaOH 0,1 M. Apabila terlihat noda berwarna
kuning setelah pencelupan menunjukkan adanya senyawa Asam karboksilat.
b) Kromatografi lapis tipis aldehida keton: ekstrak yang telah dikembangkan
pada pelat KLT, disemprot dengan larutan 0,4 gr 2,4-dinitrofenil hidrazine
dalam 100 ml HCl 2 N dan 1 ml etanol. Noda yang berwarna kuning-merah
setelah penyemprotan merupakan senyawa Aldehid keton.
Pengujian anti jamur
Metode air-borne
Pengujian awal untuk mengetahui penghambatan pertumbuhan jamur
dilakukan dengan menggunakan metode air-borne dengan teknik media agar.
PDA yang steril (20 ml) dan 2 g serbuk kulit serta ekstrak kulit masing-masing
fraksi (metanol, n-heksana, dietil eter, etil asetat dan residu) setara dengan 2 g
serbuk yang telah dilarutkan dalam aseton 0,5-1 ml, dicampur dalam petri dish
berdiameter 90 mm. Kontrol hanya menggunakan aseton. Kemudian media
diletakkan terbuka selama 1 jam agar terkontaminasi oleh jamur dari udara,
kemudian diinkubasi pada inkubator dengan suhu 27oC selama 7 hari. Fraksi aktif
anti jamur ditunjukkan dengan melihat intensitas penghambatan jamur
dibandingkan dengan kontrol.
Analisis Fitokimia
Uji Warna
Hasil uji fitokimia warna dapat dilihat dalam Tabel 1 sebagai berikut:
Aldehid/keton
A B C D
Keterangan: A = Hasil sinar UV pendek
B = Hasil sinar UV panjang
C = Hasil pengujian KLT asam karboksilat alami
D = Hasil pengujian KLT aldehid/keton
Pada fraksi dietil eter digunakan eluen diklorometan : etanol (10 : 1). Hasil
pengujian KLT fraksi dietil eter dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 3.
Aldehid/keton
A B C D
Keterangan: A = Hasil sinar UV pendek
B = Hasil sinar UV panjang
C = Hasil pengujian KLT asam karboksilat alami
D = Hasil pengujian KLT aldehid/keton
Aldehid/keton
A B C D
Keterangan: A = Hasil sinar UV pendek
B = Hasil sinar UV panjang
C = Hasil pengujian KLT asam karboksilat alami
D = Hasil pengujian KLT aldehid/keton
Pengujian KLT dilakukan pada fraksi aktif bahan anti jamur yaitu pada
fraksi n-heksana, dietil eter dan etil asetat. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui adanya kandungan asam karboksilat, aldehide dan/atau keton.
Analisis pengujian kromatografi lapis tipis bertujuan untuk mengetahui
jumlah senyawa kimia dan jenisnya, sehingga dapat memperkuat hasil dari uji
fitokimia. Pada pengujian kromatografi lapis tipis didapatkan hasil kenampakan di
bawah sinar UV panjang (long wave) yang kemudian dapat mengindikasikan
bahwa terdapat beberapa senyawa kimia aktif dari ekstrak kulit laban sebagai
bahan anti jamur alami. Pada fraksi n-heksana diperoleh warna biru muda, merah,
dan kuning. Pada fraksi dietil eter diperoleh warna merah muda dan biru muda.
Sedangkan pada fraksi etil asetat diperoleh warna kuning, merah muda dan biru
muda.
Pada setiap fraksi ditemukan warna biru muda pada kenampakan dengan
menggunakan sinar ultra violet. Warna ini mengindikasikan adanya senyawa dari
golongan stilben dan golongan flavonoid. Hal ini dipertegas oleh Rowe (1989)
bahwa stilben tersebar luas di seluruh tumbuhan dan biasanya bersamaan dengan
flavonoid yang berhubungan dengan biogenetik tumbuhan. Menurut Harborne
(1987) dengan sinar UV stilben berfluoresensi lembayung kuat yang berubah
menjadi biru bila diuapi amonia. Serapan maksimumnya kira-kira 300 nm, dan
dapat dipisahkan dengan kromatografi kertas (KKt) atau kromatografi lapis tipis
(KLT). Pada kromatogram KLT, apabila dilihat dengan sinar tampak tidak
ditemukan adanya warna, sedangkan jika dilihat menggunakan sinar ultraviolet
berwarna biru lemah dan disemprot menggunakan amonia berwarna biru kuat, hal
ini menurut Harborne (1987) menunjukkan adanya komponen yang digolongkan
sebagai senyawa 5-desoksiisoflavon dan 7,8-dihidroksi flavanon.
Warna merah muda yang diperoleh pada fraksi n-heksana, dietil eter dan
etil asetat mengindikasikan adanya senyawa golongan amina. Golongan amina
diperoleh dari hasil dekarbonisasi asam amino yang terjadi pada tumbuhan.
Harborne (1987) menjelaskan bahwa golongan amina dapat dideteksi berdasarkan
warna merah lembayung yang terjadi dengan menggunakan ninhidrin pada plat
kromatografi lapis tipis.
Warna kuning diperoleh dari hasil kromatografi lapis tipis pada fraksi n-
heksana dan etil asetat, mengindikasikan adanya senyawa golongan kuinon.
Menurut Harborne (1987) kuinon tersebar luas dalam tumbuhan dan strukturnya
beragam, sering terdapat pada bagian kulit, akar dan daun. Hidrokuinon mungkin
terlihat pada pemeriksaan kromatografi kertas berupa pigmen berwarna kuning
atau jingga serta menunjukkan warna pudar pada penyinaran dengan UV dan
mungkin tidak bereaksi bila diuapi amonia.
Pengujian asam karboksilat dengan perendaman dalam larutan bromkresol
hijau menunjukkan adanya asam karboksilat alami hanya pada fraksi n-heksana.
Ini dimungkinkan asam karboksilat pada kulit laban tidak terlarut dalam fraksi
dietil eter dan etil asetat. Asam karboksilat adalah asam organik yang merupakan
cairan tanpa warna yang larut dalam air atau zat padat dengan titik leleh yang
nisbi rendah dan apabila terdapat dalam jumlah yang banyak, asam tersebut
mudah dikenal berdasarkan rasanya dalam larutan dan berdasarkan pH rendah
yang ditunjukkan ekstrak air tumbuhan kasar (Harborne, 1987).
Pada pengujian aldehida/keton dengan penyemprotan 2,4-dinitrofenil
hidrazin menunjukkan adanya senyawa aldehid/keton pada semua fraksi. Ikatan
aldehida keton banyak ditemukan pada fraksi n-heksana, pada fraksi dietil eter
dan etil asetat ditemukan dalam jumlah sedikit. Aldehida dan keton dalam
tumbuhan bermanfaat untuk menahan serangan dari mikroorganisme perusak.
Hasil pengujian anti jamur dengan metode air-borne dapat dilihat pada
Tabel 3berikut.
Keterangan :
A = Kontrol
B = Fraksi n-Heksana
C = Fraksi Dietil eter
D = Fraksi Etil asetat
A B C D
Gambar 5. Pengamatan Aktifitas Penghambatan Ekstrak Kulit Laban pada
Gelombang Panjang Sinar UV
Keterangan :
A = Kontrol
B = Fraksi n-Heksana
C = Fraksi Dietil eter
D = Fraksi Etil asetat
A B C D
Dengan adanya hal ini diduga bahwa pada fraksi n-heksana banyak
terdapat kandungan kuinon, aldehid dan keton yang ditunjukkan pada analisis
kromatografi lapis tipisnya. Menurut Cowan (1999) bahwa hipericin,
anthrakuinon dari Hypericum perforatum bermanfaat sebagai anti depresi serta
anti mikroba. Aldehid dan keton dalam tumbuhan bermanfaat untuk menahan
serangan dari mikroorganisme perusak kayu.
SIMPULAN
Anonim. 1994. Plant Resources of South East Asia. Jilid I. Prosea Foundation.
Bogor.
Aureli, P., Constantini, A., Zolea, S. 1992. Antimicrobial activity of some Plant
essential oils against Listeria monocytogenes. Journal of Food
Protection 55: 344-384.
Dorly. 2005. Makalah Pribadi Pengantar Falsafah Sains (PPS 702). Sekolah
Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Semester Ganjil Tahun Ajaran
2004/2005.
Gundidza, M., Deans, S.G., Kennedy, A.I., Waterman, P.G., Gray, A.I. 1993. The
essential oils from Heteropyxis natalensis Haru: Its antimicrobial
activities and phytoconstituents. J. Sci. Food Agric. 63: 361-364.
Mackay-Wiggan, J., B.E. Elewski, R.K. Scher. 2002. The Diagnosis and
Treatment of Nail Disorders: Systematic Antifungal Therapy.
Dermatologic Therapy, 15: 78-88
Zeng, X., Fang, Z., Wu, Y., Zhang, H., 1996. Chemical constituents of the fruits
of Vitex trifolia L. Chung Kuo Chung Yao Tsa Chih 21 (3), 167–168.