Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI FISIKA LABORATORIUM

PERLAKUAN PANAS PADA LOGAM ALUMINIUM DENGAN


UJI KEKERASAN
(MICROHARDNESS VICKERS)

Disusun Oleh:

Eta Wahana P 1107100025

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2009
ABSTRACK

On the experiment at hot treatment hardness test (Vickers). The target is


comparison of influence of refrigeration speed to microstructure from aluminum.
On the experiment this method used by method Vickers, method which is result of
footstep or secondhand in the form of square. Way of job from this experiment is
perception, denoting, warm-up, refrigeration, final perception and amputation.
Result from this experiment is refrigeration speed influence the hardness of
substance and its microstructure
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masing-masing bahan memilki kekerasan bahan yang berbeda-beda.
Aluminium yang termasuk dalam sistem periodik bernomor atom 13 ini memiliki
fase solid. Dengan titik leleh 660,320C, aluminium sendiri memiliki mikrostruktur
yang berbeda dengan bahan yang lainnya. Mikrostruktur suatu bahan jika
dipanaskan akan berbeda dengan mikrosruktur pada saat dingin (suhu ruang).
Maka untuk pembuktian bahwa struktur atau mikrostruktur suatu bahan
khususnya aluminium dilakukanlah percobaan mengenai perlakuan panas pada
suatu bahan.

1.2 Tujuan
Percobaan mengenai perlakuan panas pada bahan/ mikrostuktur/uji
kekerasan, bertujuan untuk perbandingan pengaruh kecepatan pendiginan
terhadap mikrostruktur dari alumnium.

1.3 Batasan Masalah


Dalam percobaan ini dibatasi pada uji kekerasan dengan metode aging
untuk mengetahui mikrostruktur suatu aluminium setelah mengalami perlakuan
panas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aluminium
Aluminium adalah ialah unsur kimia. Lambang aluminium Al dan nomor
atommnya 13. Aluminium merupakan konduktor listrik dan panas yang baik.
(http://org.wikipedia.id/aluminium/)
Sifat-sifat penting yang dimiliki aluminium sehingga banyak digunakan
sebagai material teknik:
- Berat jenisnya ringan (hanya 2,7 gr/ cm³, sedangkan besi ± 8,1 gr/ cm³).
- Tahan korosi
- Penghantar listrik dan panas yang baik.
- Mudah di fabrikasi (di bentuk)
- Kekuatannya rendah tetapi pemaduan (alloying) kekuatannya bisa ditingkatkan
- Aluminium akan rusak olek kapur, gips, adukan semen dan beton.
Sifat bahan korosi dari aluminium diperoleh karena terbentuknya lapisan
aluminium oksida (Al2O3) pada permukaan aluminium. Lapisan ini membuat Al
tahan korosi tetapi sekaligus sukar dilas, karena perbedaan melting point (titik
lebur). Aluminium umumnya melebur pada temperatur ± 6000C dan aluminium
oksida melebur pada temperatur 2000C. Kekuatan dan kekerasan aluminium tidak
begitu tinggi dengan pemaduan dan heat treatment dapat ditingkatkan kekuatan
dan kekerasannya. Aluminium komersil selalu mengandung ketidak murnian ±
0,8% biasanya berupa besi, silicon, tembaga dan magnesium. Paduan aluminium
dapat dibagi menjadi 2 kelompok:
1.Aluminium wronglt alloy (lembaran)
2.Aluminium costing alloy (batang cor)
(Suhariyani,http://gabunganteknik.wordpress.com/)
2.2 Proses Aging
Untuk meningkatkan sifat mekanis dari suatu bahan, maka bahan perlu
diberi perlakuan panas setelah bahan tersebut dicor. Secara prinsip ada dua proses
untuk meningkatkan kekuatan tarik dan kekerasan suatu bahan, yaitu dengan
pengerjaan dingin dan heat treatment. Proses heat treatment yang penting untuk
paduan logam non-ferro adalah pengerasan aging.
Pada proses aging, pada suhu rendah akan terjadi pengerasan lambat, hal
ini disebabkan proses difusi yang lambat. Pada suhu tertinggi aging akan
menyebabkan cepat terjadinya presipitasi, tetapi juga diikuti pelunakan karena
suhu yang tinggi, sehingga hasil akhirnya kekerasan menjadi rendah. Pada suhu
optimum (pertengahan), kekerasan maksimum terjadi dalam waktu yang cukup
panjang.
Pada beberapa jenis paduan logam kekerasan masih dapat ditingkatkan
dengan perlakuan panas. Kekuatan yang diharapkan dapat dihasilkan pada tahap
perlakuan panas yang cocok. Reaksi pengerasan utama ada dua macam yaitu
presipitasi larutan lewat jenuh dan dikomposisi eutektoid. Pengerasan paduan
aluminium lebih tepat menggunakan cara presipitasi lewat jenuh. Pengerasan
presipitasi akan terjadi batas kelarutan padat menurun dengan menurunnya suhu.
Pada temperatur tinggi paduan berupa larutan padat yang homogen, bila
didinginkan pelan-pelan akan terbentuk fase kedua yang terpisah. Pendinginan
secara lebih cepat mencegah pemisahan fase kedua tersebut sehingga paduan
berada pada keadaan lewat jenuh yang tidak stabil. Setelah didiamkan beberapa
waktu yang cukup lama pada suhu kamar fase kedua berpresipitasi, peristiwa ini
disebut aging alami. Aging yang dilakukan diatas suhu kamar disebut aging
buatan. Proses presipitasi diawali dengan proses nukleasi. Inti presipitasi tumbuh
dengan laju yang dikendalikan oleh suhu aging. Presipitasi akan lama bila suhu
aging rendah, tetapi menghasilkan presipitat yang lebih halus. Bila presipitasi
terlalu lama akan menghasilkan presipitat yang kasar. Peningkatan Kekuatan
paduan yang berarti terjadi bila presipitat terdispersi merata di dalam butir-butir
logam paduan dengan dimensi tertentu.
Pada proses aging terjadi perubahan struktur presipitat, bahkan terjadi
presipitat transisi sebelum terjadi presipitat keseimbangan. Suhu aging yang tinggi
menyebabkan fase yang dihasilkan lebih stabil dengan stabilitas.
Gambar 2.1 Diagram fase parsial untuk paduan Al-Cu dimensi yang baik.
Paduan yang sering adalah paduan Al-Cu karena pada proses aging terjadi
beberapa kali perubahan struktur presipitatnya. Untuk mendapatkan sifat yang
lebih baik atau lebih keras pada paduan aluminium-tembaga dan sejenisnya, maka
diperlukan dua perlakuan. Seperti yang dibahas pada gambar 2.1. Pertama, paduan
harus dipanaskan sampai di A diatas garis kelarutan CD sehingga komponen-
komponen larut membentuk larutan padat. Paduan dipanaskan beberapa lama
sehingga terbentuk paduan yang homogen, kemudian didinginkan dengan cepat
sampai suhu ruang. Paduan masih berupa larutan padat lewat jenuh, suatu keadaan
yang tidak stabil, Al2Cu akan mulai menguap bila dibiarkan pada suhu ruang.
Proses ini disebut proses pengerasan ilmiah (natural aging). Partikel yang
mengendap dari larutan padat terbentuk pada batas butir dan bidang geser
menghasilkan rintangan atau hambatan sehingga pergeseran atau slip antar kristal
berkurang.
Kekerasan akibat ini tergantung pada bentuk dan ukuran partikel diiringi
meningkatnya kerapuhan dan berkurangnya kekuatan. Proses pengerasan endapan
dapat ditunda dengan penyimpanan di ruang dingin. Pengerasan aging buatan
(artificial aging) agak berbeda. Disini paduan dipanaskan pada suhu tertentu
sehingga proses pengendapan dipercepat. Makin tinggi suhu, makin cepat proses
pengendapan dan kekerasan bertambah. Akhirnya keadaan seimbang akan
tercapai yang mengakibatkan berkurangnya kekuatan. Hal ini disebabkan karena
partikel endapan terlalu kasar. Proses ini dikenal dengan nama lewat sepuh (over
aging) harus dihindarkan. (B.H. Amstead, 1997:157)
Berbagai paduan dapat mengalami pengerasan aging, satu persyaratan
yang harus dipenuhi ialah bahwa daya larut harus berkurang dengan menurunnya
suhu sehingga dapat terbentuk larutan padat lewat jenuh. Paduan aluminium,
tembaga, nikel dan magnesium dapat dikeraskan melalui proses pengendapan.
Sebuah analisis dilakukan oleh Belov.dkk (1996) pada data-data referensinya
mengemukakan bahwa ada empat fase pokok pada struktur semua paduan silumin
yang diamati pada keadaaan coran:
a. Al larutan padat yang memuat silicon, magnesium (Mg), dan tembaga (Cu).
b. Fase silicon (Si)
c. Fase besi yaitu fase b(FeSiAl5) dan p(FeMg3Si6Al80), bila ada mangan
a[(FeMn)4Si3Al13], bila ada nikel T(FeNiAl9), bila ada berium Fe2Be2Al4 atau (Fe,
Si, Be, Al).
d. Fase yang memuat Cu dan Mg: M (Mg2Si), (CuAl2),W(Cu2Mg8Si6Al5).
Fase yang berperan dalam proses pengerasan kelompok yang pertama.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sifat mekanis paduan silumin AK7 dapat
diubah dan dapat mengubah konsentrasi Mg dan Cu serta dengan perlakuan panas
yang bertujuan untuk mengoptimalkan distribusi Mg dan Cu pada fase a-Al dan
fase lainnya. Dengan perlakuan panas yang cepat, daerah kandungan Mg dan Cu
dapat diperluas tanpa mengurangi sifat mekanik yang berarti, yaitu sekitar 0,3%
Mg dan kandungan sampai dengan 0,2%. Menurut Skvortsov (1996), efek
penambahan unsur paduan, heat treatment dan deformasi pada struktur dan sifat
paduan Zn-Al, menunjukkan bahwa paduan tujuan aging dapat dibedakan
tergantung pada komposisi paduan: dekomposisi monotectoid fase a untuk
menaikkan kapasitas redaman dan keuletan stabilitas ukuran penambahan
kekuatan dengan pengerasan disperse.
Proses aging yang maksimum pada Al-Mg 10%, menunjukkan bahwa
aging duplek 850C/10 jam + 15000C/ 3 jam menghasilkan sifat kekuatan yang
tinggi. Jadi aging paduan Al-Mg 10% dua tahap pada suhu yang sama mempunyai
karakteristik sifat mekanik yang sama dengan aging satu tahap dengan waktu
aging yang lama. Pengerasan maksimum dan kekuatan maksimum terjadi bila
paduan aluminium di aging dengan suhu aging rata-rata antara 1200C dan 2200C,
dengan laju aging sebesar 3000C tiap jam, serta dengan variasi penahanan aging
dari 4 jam sampai 24 jam. (T.V. Rajan, 1997:331). Atas dasar ini maka penelitian
ini menggunakan laju pemanasan 3000C/ jam dan penahanan suhu aging 1500C
dan 2200C selama waktu 45 menit, 120 menit, 240 menit, 420 menit dan 540
menit.
(http://detil-pakar.asp/)
2.3 Struktur Mikro
Struktur mikro adalah bahan dalam orde kecil (mikro). Adapun manfaat
dari pengamatan struktur mikro sendiri adalah:
a. Untuk mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat
pada bahan.
b. Untuk memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui .
Ada beberapa alat yang digunakan untuk mengamati struktur mikro ini, yaitu:
mikroskop cahaya, mikroskop elektron, mikroskop field-on, mikroskop field
emission, dan mikroskop sinar-X
Hasil dari pengamatan struktur mikro ini akan diperlihatkan berbagai fase
untuk diidentifikasi. Penyebaran dan bentuk fase dapat dipelajari dan jika sifat-
sifatnya diketahui dapat digunakan untuk mengetahui informasi-informasi tentang
sifat-sifat spesimen.
Namun pada saat ini akan dilakukan pengamatan struktur mikro pada
suatu spesimen, maka perlu dilakukan penyiapan spesimen yang meliputi:
1. Pemilihan sampel
2. Penggerindaan dan pengamplasan.
3. Pemolesan mekanis.
4. Pemolesan elektrolis dan kimia.
5. Pengetsaan, yaitu dengan mencelupkan spesimen ke dalam larutan Etsa.
Pada pengamatan struktur mikro umumnya yang diamati adalah ukuran
butiran, bentuk butiran dan larutan padat yang terbentuk, semakin halus dan kecil
bentuk butiran, kekuatan mekanis akan bertambah baik.
Larutan padat yang tersebar merata, maka kekuatan tariknya akan
bertambah baik pula. Menurut Raghavan(1983:241) aluminium alloy 355-F
strukturnya terdiri dari larutan padat Si yang berwarna kelabu, larutan padat Fe
yang berwarna terang dan larutan padat Mg yang berwarna hitam. Pengukuran
besarnya butir dilakukan dengan cara menghitung jumlah butir pada suatu garis,
lingkaran atau daerah tertentu.
(http://detil-pakar.asp/)
2.4 Uji Kekerasan
Kekerasan sangat ditentukan oleh jumlah relatif martesit dalam struktur
mikro dan juga ditentukan oleh kekerasan martesite. Hardenability adalah
kemampuan baja untuk dikeraskan dengan membentuk martesite. Metode
pengujian hardenability adalah Jominy dan Grossman.
(http://www.wordpres.itc.ac.id/metalurgi .lab/)
Proses perlakuan panas untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan aus atau
ketangguhan dengan kombinasi kekerasan. Kekerasan sangat tergantung dari :
- Temperatur pemanasan ( Austenitizing Temperature)
- Lama pada temperatur tersebut (Holding Time)
- Laju pendinginan (Cooling Rate)
- Komposisi kimia (%C and Alloying)
- Kondisi permukaan (Surface Condition)
- Ukuran dan berat kerja (Size and Mass)
Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk
menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya
pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :
1. Brinnel (HB / BHN).
2. Rockwell (HR / RHN).
3. Vickers (HV / VHN).
4. Micro Hardnes.
Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :
a. Permukaan material.
b. Jenis dan dimensi material.
c. Jenis data yang diinginkan.
d. Ketersedian alat uji.
(Okasatria Novyanto, http://okasatria.blogspot.com)
2.5 Metode Uji Brinnell
Kekerasan logam dapat didefinisikan sebagai ketahanan logam terhadap
indentasi. Nilai kekerasan berkaitan dengan kekuatan luluh logam karena selama
identasi logam mengalami deformasi plastis. Luluh merupakan proses slip, luncur
atau kembaran. Pada proses slip, struktur kisi antara daerah slip dan daerah tanpa
slip terdislokasi. Batas antara daerah slip dan daerah tanpa slip disebut garis
lokasi.
Kekuatan paduan dengan pengerasan penuaan terutama ditentukan oleh
interaksi dislokasi yang bergerak melintasi presipitat. Pada paduan pengerasan
presipitasi yang nenghalangi pergerakan dislokasi adalah regangan sekitar
presipitat, presipitat itu sendiri atau keduanya. Ada tiga penyebab kekerasan
yaitu:
- pengerasan regangan koheren,
- pengerasan kimia,
- pengerasan disperse.
Kontribusi masing-masing bergantung pada sistem paduan, tetapi terdapat dispersi
kritis yang mengakibatkan penguatan maksimal. Kekerasan dapat diketahui secara
kuatitatif, artinya yang dapat diukur besarnya yaitu dengan menggunakan metode
Brinell, Rockwell, Vickers dan sebagainya.
Uji kekerasan dengan menggunakan cara Brinell dilakukan dengan
penekanan sebuah bola (bola Brinell) yang terbuat dari baja chrom yang telah
disepuh ke permukaan benda uji tanpa sentakan. Tekanan yang digunakan berupa
gaya tekan statis. Permukaan yang diuji harus bersih dan rata.
Gambar 2.2 Prinsip uji kekerasan Brinell
Uji kekerasan didasarkan pada penekanan (indentation) suatu penetrator
yang tidak terdeformasi ke permukaan benda uji yang akan diketahui
kekerasannya sehingga terjadi suatu bekas (lekuk) yang akan dijadikan sebagai
dasar penelitian. Penekanan dilakukan sampai melebihi batas elastis (kenyal)
benda uji. Bila logam yang diuji mempunyai kekerasan yang semakin tinggi,
maka bekas penekanan pada permukaan benda uji kan semakin kecil untuk beban
tekan yang sama.
Setelah gaya tekan ditiadakan dan bola Brinell dikeluarkan dari bekas
lekukan) yang terjadi, maka diameter paling atas dari lekukan tadi diukur secara
teliti untuk kemudian dipakai sebagai dasar pehitungan kekerasan logam uji.
Kekerasan ini disebut “Kekerasan Brinell” yang disingkat dengan HB atau BHN
(Brinell Hardness Number).
(Yuwono, Dr. Ir. Akhmad Herman, M.Phil.Eng; 2009)

2.6 Metode Vickers


Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan
sudut 136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.3. Prinsip pengujian adalah sama
dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar
berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur
jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan
oleh:

dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.
Gambar 2.3. Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers
(Yuwono, Dr. Ir. Akhmad Herman, M.Phil.Eng; 2009)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Peralatan dan bahan


Peralatan dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
1. Aluminium dengan panjang 5 cm
2. Gergaji logam
3. Kikir
4. Kertas gosok (amplas) 180, 240, 400, 800, dan 1200
5. Kantong plastik berisi air
6. Microhardness tester
7. Mikroskop Optik
8. Furnace (tungku)
9. Cairan alumina sebagai pemoles,
10. Penjepit
11. Kamera Digital

3.2 Skema kerja

Alat uji Uji struktur FURNACE


aluminium
kekerasan mikro 400 C

Uji struktur Potong 3


Amplas dan poles Aging Quenching
mikro bagian

Uji kekerasan
3.3 Cara kerja
1. Aluminium yang silinder diratakan salah satu permukaannya
menggunakan kikir untuk uji kekerasan.
2. Aluminium diuji kekerasan menggunakan alat uji kekerasan.
3. Aluminium diamati dengan menggunakan mikroskop dan difoto dengan
perbesaran 450x dan diperoleh gambar struktur awal aluminium tersebut.
4. Heat treatment untuk aluminium dibagi menjadi tiga yakni solution heat
treatment, proses quenching dan terakhir proses aging. pertama dilakukan
proses solution heat treatment pada furnace dengan suhu 400 C selama
60 menit.
5. Air di masukkan dalam kantong plastik, setelah 60 menit aluminium di
keluarkan dari dalam furnace.
6. Setelah itu diangkat menggunakan penjepit dan dilakukan proses
quenching pendinginan mendadak dengan menggunakan air yang dikemas
dalam kantong plastik.
7. Dan proses selanjutnya aging dengan waktu penahan 1 jam selama 3 jam,
selanjutnya spesimen di beri kode sesuai dengan lama waktu proses aging
yang telah dilakukan.
8. Setelah aluminium ditandai diuji lagi kekerasan tiap bagiannya dengan uji
kekerasan microharness tester.
9. Aluminium di potong menjadi tiga bagian, setelah itu di amplas bagian
alasnya dan di poles dengan pemoles yang menggunakan cairan alumina,
dan diberi etsa (HCl).
10. Setelah dipoles aluminium tersebut diamati menggunakan mikroskop
cahaya, dan didapatkan gambar struktur tiga bagian aluminium yang
berbeda.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa data
4.1.1 Tabel awal pengamatan untuk uji kekerasan
D1 90.0 m
D2 90.1 m
Test load 300 gt
Duell time 6s
HV 68.8 kg/mm2

Tabel uji kekerasan setelah pemanasan 400 C selama 60 menit


4.1.2 Tabel uji kekerasan untuk titik bagian bawah (dingin)
D1 114.1 m
D2 115.6 m
Test load 300 gt
Duell time 6s
HV 42.2 kg/mm2

4.1.3 Tabel uji kekerasan untuk titik bagian tengah (panas sedang)
D1 113.0 m
D2 122.4 m
Test load 300 gt
Duell time 6s
HV 40.2 kg/mm2

4.1.4 Tabel uji kekerasan untuk titik bagian atas (panas)


D1 128.4 m
D2 123.2 m
Test load 300 gt
Duell time 6s
HV 35.2 kg/mm2

4.2 Gambar Percobaan


Gambar mikrostruktur aluminium ini di ambil melalui mikroskop perbesaran
450 kali dengan menggunakan kamera digital.
4.1 Gambar awal aluminium sebelum di berikan perlakuan panas

4.2 Gambar bagian bawah aluminium setelah diberikan perlakuan panas dan
pendinginan.

4.3 Gambar bagian tengah aluminium setelah diberikan perlakuan panas dan
pendinginan.

4.4 Gambar bagian atas aluminium setelah diberikan perlakuan panas dan
pendinginan.
4.3 Grafik
Berikut ini adalah grafik uji kekerasan aluminium dengan pengaruhnya
terhadap kecepatan pendinginan.

grafik uji kekerasan aluminium

44

42
40
kg/mm2

38 grafik uji kekerasan


36 aluminium

34
32

30
bawah tengah atas
bagian bahan aluminium

Grafik 4.1 Grafik uji kekerasan

4.4 Pembahasan
Percobaan ini berjudul perlakuan panas pada logam aluminium dengan uji
kekerasan (microhardiness Vickers). Praktikum ini memiliki tujuan untuk
membandingkan pengaruh kecepatan pendinginan terhadap mikrostruktur dari
aluminium. Dalam percobaan ini juga di batasi dalam proses aging. Bahan yang di
gunakan dalam percobaan ini berupa aluminium (Al).
Proses dari percobaan praktikum ini adalah aluminium yang berbentuk
slinder, salah satu sisinya di ratakan dengan kikir. Setelah itu aluminium yang
dikikir tadi di uji kekerasannya dengan alat uji kekerasan. Setelah di uji kekerasan
aluminium tersebut di amati di mikroskop hingga 450 kali perbesaran, gambar
4.1. Proses berikutnya aluminium di furnace pada suhu 4000C selama satu jam
atau 60 menit. Selama menunggu kita menyiapkan air yang dimasukkan ke dalam
kantung plastik. 60 menit kemudian aluminium yang di furnace di keluarkan dan
di dinginkan dengan air yang ada di kantung plastik secara perlahan. Proses
selanjutnya adalah proses aging 1 jam selama 3 jam. Kemudian aluminium di beri
kode yang sesuai dengan lama waktu proses agingnya. Aluminium di uji
kekerasannya dengan alat uji kekerasan dan kemudian aluminium di potong
menjadi 3 bagian. Setelah di potong aluminium di amplas, di poles dengan cairan
alumina. Setelah melalui proses tersebut aluminium di amati dengan mikroskop
dan di dapatkan gambar mikrostrukturnya sesuai dengan gambar 4.2; 4.3; 4.4.
Percobaan pada bahan aluminium ini digunakan metode Vickers. Metode
Vickers adalah metode penekanan tanpa melakukan sentakan atau gerakan
tambahan, jejak yang dihasilkan berupa bujur sangkar berdiagonal. Panjang
diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Hasil dari
percobaan yang telah dilakukan di dapatkan hasil sebagai berikut; besarnya HV
pada aluminium bagian atas yaitu 35,2 kg/mm², besarnya HV pada aluminium
bagian bawah yaitu 42,2 kg/mm², besarnya HV pada aluminium bagian tengah
yaitu 40,2 kg/mm². Grafik yang di dapatkan linier menurun dari bawah, tengah,
dan atas. Karena pendinginannya dari yang dingin, panas sedang, dan panas. Dari
praktikum ini di dapatkan bahwa kecepatan pendinginan mempengaruhi
kekerasan suatu bahan dan mikrostrukturnya.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan mengenai perlakuan panas pada


bahan/mikrostuktur/uji kekerasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
- Semakin besar nilai HV, maka semakin keras sifat bahan tersebut.
- Kecepatan pendinginan mempengaruhi kekerasan suatu bahan dan
mikrostrukturnya.
- Besar nilai HV di tiap bagian dari aluminium yang telah mendapatkan
perlakuan panas:
a. Besarnya HV pada aluminium bagian atas yaitu 35,2 kg/mm².
b. Besarnya HV pada aluminium bagian bawah yaitu 42,2 kg/mm².
c. Besarnya HV pada aluminium bagian tengah yaitu 40,2 kg/mm².
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal, 2001, “FISIKA LOGAM ”, Yanasika FMIPA ITS : Surabaya

http://org.wikipedia.id/aluminium/

http://www.wordpress.com/

http://www.wordpres.itc.ac.id/metalurgi.lab/

Okasatria Novyanto,http://okasatria.blogspot.com
Suhariyani,http://gabunganteknik.wordpress.com/

Yuwono, Dr. Ir. Akhmad Herman, M.Phil.Eng; 2009, “Buku Panduan Praktikum
Karakterisasi Material 1 Pengujian Merusak (Destructive Testing)”, Dept
Metalurgi dan Material Fak. Teknik Universitas Indonesia: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai