Anda di halaman 1dari 6

FITNAH SYUBHAT DAN SEBAB-

SEBABNYA
2008-04-26 00:00:00
Oleh: Al-Ustadz Fariq Bin Gasim Anuz

Dan Imam Az-Zuhri berkata, "Saya masuk menemui Anas bin Malik di Damaskus yang
sedang dalam keadaan menangis, maka aku tanyakan kepadanya, "Apa yang menyebabkan
engkau menangis?" Maka ia menjawab, "Aku tidak mengetahui sesuatu pun dari apa-apa
yang aku ketahui, kecuali shalat ini, dan shalat pun sekarang telah disia-siakan". Disebutkan
oleh Al-Bukhari no. 530.[2]

Dan ini adalah fitnah yang terbesar di mana Abdullah bin Mas'ud adhiallahu 'anhu berbicara
mengenainya, "Bagaimana keadaan kalian pabila fitnah menyelimuti kalian,orang-orang
dewasa menjadi tua di dalamnya, anak-anak kecil tumbuh dewasa di dalamnya pula, bid'ah
telah memasyarakat, mereka telah menjadikannya sebagai sunnah, pabila (bid'ah) itu dirubah,
maka dikatakannya 'sunnah (Rasullah shalallahu 'alaihi wasallam) telah dirubah' atau 'ini
adalah perbuatan mungkar'."[3]

Dan hal ini merupakan sebagian bukti yang menunjukkan bahwa suatu amalan jika dilakukan
bertentangan dengan As Sunnah maka janganlah dianggap, dan janganlah ditoleh karena
amalan yang bertentangan dengan As Sunnah tersebut telah dilakukan sejak zaman Abu
Darda dan Anas."[4]

Imam Syathibi rahimahullah (wafat tahun 790 H) berkata :


"Dan pada waktu itu saya telah tampil di masyarakat dengan berkhutbah, menjadi imam dan
yang semisalnya, maka ketika saya menginginkan istiqamah di jalan yang lurus, saya
dapatkan diri saya asing di tengah masyarakat pada waktu itu, dikarenakan gerak langkah
mereka banyak dilandasi oleh adat istiadat [5] dan tata cara mereka telah dimasuki bid`ah-
bid`ah dan tambahan-tambahan (dalam dien ini ), di mana di zaman dahulu hal ini bukan
merupakan barang yang aneh,lebih-lebih di zaman sekarang ini!!" [6] sampai beliau berkata,
"Maka ada dua pertimbangan, yaitu pertimbangan pertama mengikuti As Sunnah dengan
syarat menyalahi kebiasaan masyarakat, maka haruslah menerima resiko yang biasa diterima
oleh orang-orang yang menyalahi adat, terlebih lagi jika masyarakat mengakui bahwa
kebiasaan mereka itu satu-satunya sunnah, tetapi meskipun memikul beban yang berat
terdapat pahala yang besar padanya dan pertimbangan kedua mengikuti mereka dengan syarat
menyalahi As Sunnah dan As Salafus Shaleh, maka kalau begitu saya menjadi orang-orang
yang sesat - saya berlindung kepada Allah dari hal yang demikian - hanya saja saya sesuai
dengan kebiasaan masyarakat, dan saya dianggap sebagai pendukung, bukan
sebagai oposan.

Maka saya berpendapat bahwa binasa dalam mengikuti As Sunnah itulah sukses namanya,
sedangkan manusia tidaklah dapat menguntungkanku sedikitpun di sisi Allah, maka
keputusan itu saya terapkan meskipun secara bertahap dalam beberapa perkara, maka
kiamatlah menimpa saya, bertubi-tubi celaan datang kepada saya, caci makian dialamatkan
kepada saya bagaikan anak panah, saya dicap sebagai ahli bid`ah dan orang sesat, dan
kedudukan saya diturunkan sejajar dengan orang tolol dan bodoh."[7] Sekarang ini pun kita
hidup di zaman fitnah, fitnah syubhat dan syahwat.
Al Imam Ibnu Qayim Al Jauziyyah rahimahullah berkata dalam bukunya Ighatsatul
Lahafan[8] :
"Fitnah itu dua macam: fitnah syubhat dan fitnah syahwat. Fitnah syubhat lebih besar
bahayanya dari yang kedua. Maka fitnah syubhat ini terjadi disebabkan lemahnya bashirah
dan sedikitnya ilmu."[9]

Apalagi kalau dibarengi rusaknya niat, dan berperannya hawa nafsu maka akan timbul fitnah
yang lebih besar dan musibah yang lebih berat, maka katakanlah sekehendakmu mengenai
kesesatan yang ditimbulkan buruknya niat, pengendalinya hawa nafsu bukannya hidayah,
disertai bashirahnya yang lemah dan sedikit ilmunya mengenai apa-apa yang Allah utus
RasulNya dengannya, maka dia itu termasuk orang-orang yang Allah sebut mengenai mereka
:

"Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa
nafsu mereka." [An-Najm : 23]

Sampai beliau berkata,


"Fitnah syubhat ini, nanti ujungnya sampai kepada kekufuran dan kemunafikan, dan ini
merupakan fitnahnya orang-orang munafik dan fitnahnya ahli bid'ah menurut tingkatan
kebid'ahan mereka masing- masing, semuanya berbuat bid'ah disebabkan syubhat-syubhat
yang meracuni mereka sehingga menjadi kabur tidak dapat membedakan mana yang haq dan
mana yang batil, mana yang petunjuk dan mana yang sesat." [10]

Sampai beliau berkata.


"Fitnah syubhat ini kadang timbul disebabkan pemahaman yang rusak, atau nukilan yang
dusta, atau dari kebenaran yang tegak, tetapi tidak nampak oleh orang tersebut sehingga ia
belum mencapainya, dan kadang dari tujuan yang buruk dan mengikuti hawa nafsu maka
syubhat tersebut dari kebutaan dalam bashirah dan kerusakan dalam hal keinginan."[11]

Dalam halaman lain, beliau berkata .


"Dan pokok dari segala fitnah hanya terjadi dengan jalan mengutamakan ra'yu (pikiran) atas
syariat, dan mengutamakan hawa nafsu dari pada mengikuti akal sehat. Maka yang pertama
merupakan pokok fitnah syubhat, dan yang kedua pokok fitnah syahwat."[12]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyyah rahimahullah berkata.


"Sedangkan ahli bid'ah, mereka itu ahli hawa dan syubhat, mereka mengikuti hawa nafunya
dalam hal yang mereka sukai dan yang mereka benci, mereka memutuskan perkara dengan
dzan (persangkaan) dan syubhat-syubhat, maka sesungguhnya mereka itu mengikuti
persangkaan dan hawa nafsu, padahal telah datang kepada mereka petunjuk dari Rabb
mereka.

Setiap kelompok dari mereka telah membuat fondasi bagi dirinya fondasi dien yang ia buat
sendiri, bisa dengan ra'yunya dan qiyas (analogi)-nya yang ia namakan menggunakan akal,
atau bisa juga menggunakan perasaannya dan hawa nafsunya yang ia namakan "wangsit" atau
dengan cara memalingkan arti dari Al-Qur'an dan merubah kata- kata dari tempat semestinya
dalam Al-Qur'an, dan ia berkata: sesungguhnya ia mengikuti Al-Qur'an, seperti kaum
Khawarij, atau dengan mengaku menggunakan dalil hadits padahal hadits tersebut dustaatau
dhaif sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Syi'ah rafidhah dalam membawakan nash, dan
kebanyakan dari orang-orang yang membuat diennya dengan ra'yunya atau perasaannya
berhujjah dengan Al-Qur'an di mana ia mengartikan tidak sesuai dengan makna yang
sebenarnya, ia menggunakan Al-Qur'an sebagai kedok dan kamuflase belaka, sesungguhnya
yang dijadikan asas untuk berpijak adalah ra'yunya."[13]

Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu ketika memberi nasehat kepada Kumail bin Ziyad
dengan nasehat yang panjang, di awalnya mengenai macam-macam manusia yang terbagi
menjadi tiga kelompok: Ulama rabbani, penuntut ilmu yang menuju jalan keselamatan, dan
orang yang hina dan rendah, mereka tidak belajar, lalai terhadap diri mereka sendiri.
Kemudian setelah itu beliau menjelaskan tentang keutamaan ilmu dibandingkan harta, lalu
menjelaskan macam-macam orang yang memiliki ilmu, tetapi mereka itu orang-orang yang
tercela, di antaranya adalah orang-orang yang tunduk kepada ahli kebenaran tetapi ia tidak
memiliki bashirah, sedikit saja syubhat datang kepada dia langsung membekas di hatinya,
tidak memiliki filter untuk menyaring kebenaran, ia merupakan fitnah bagi orang yang
terfitnah disebabkan dia. Setelah selesai menceritakan mereka, lalu beliau menjelaskan
tentang hilangnya ilmu dengan meninggalnya ulama, namun meskipun demikian ulama yang
haq tetap saja ada meskipun sedikit jumlahnya. Setelah itu menyebutkan pujian kepada
mereka.[14]
Al Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah dalam syarah wasiat Ali bin Abi Tholib
radhiallahu 'anhu ketika sedang menjelaskan tipe yang kedua dari orang-orang yang memiliki
ilmu, yaitu orang-orang yang tunduk kepada ahli kebenaran tetapi ia tidak memiliki bashirah,
sedikit saja syubhat datang kepada dia langsung membekas dihatinya, bingung dalam mencari
kebenaran, beliau berkata dalam bukunya Miftah Daaris Sa'adah juz pertama :

"Ia orang yang tunduk kepada ahli kebenaran, tetapi dadanya belum lapang dalam
menerimanya, begitu pula hatinya belum tentram, bahkan dia itu lemah bashirah dalam
menilai kebenaran, hanya saja dia itu tunduk dan patuh kepada ahli kebenaran.

Ini adalah keadaan pengikut kebenaran dari kalangan muqalliddin, dan mereka ini-meskipun
meniti di atas jalan keselamatan-tetapi mereka bukan dari juru da'wah bagi dien ini, mereka
itu hanya menambah jumlah tentara, mereka bukan komandannya atau tokohnya."[15]

Di halaman yang lain, beliau berkata: [16].


"(Sedikit saja syubhat datang kepada dia, langsung membekas di hatinya). Hal ini disebabkan
sedikit ilmunya dan kelemahan bashirahnya sehingga ketika syubhat yang paling kecil pun
masuk kedalam hatinya langsung saja membekas berupa keraguan dan kebimbangan, berbeda
dengan orang yang kokoh ilmunya, meskipun syubhat-syubhat sebesar gelombang di lautan
menerpanya ia tetap kokoh (bagaikan batu karang) tidak berubah keyakinannya, dan tidak
terbersit keraguan sedikit pun, karena telah kokoh ilmu yang ia miliki. Maka syubhat-syubhat
tersebut tidak dapat menggoncangkannya, bahkan apabila syubhat datang kepadanya
langsung saja para pe
Oleh Muslim Atsari Rabu, 27 April 2011 14:33

Syaithan merupakan musuh nyata manusia. Dia selalu


berusaha menjerumuskan manusia kedalam jurang kekafiran, kesesatan dan kemaksiatan. Di
dalam menjalankan aksinya itu syaithan memiliki dua senjata ampuh yang telah banyak
memakan korban. Dua senjata itu adalah syubhat dan syahwat. Dua penyakit yang menyerang
hati manusia dan merusakkan perilakunya.

Syubhat artinya samar, kabur, atau tidak jelas. Penyakit syubhat yang menimpa hati
seseorang akan merusakkan ilmu dan keyakinannya. Sehingga jadilah “perkara ma’ruf
menjadi samar dengan kemungkaran, maka orang tersebut tidak mengenal yang ma’ruf dan
tidak mengingkari kemungkaran. Bahkan kemungkinan penyakit ini menguasainya sampai
dia menyakini yang ma’ruf sebagai kemungkaran, yang mungkar sebagai yang ma’ruf, yang
sunnah sebagai bid’ah, yang bid’ah sebagai sunnah, al-haq sebagai kebatilan, dan yang batil
sebagai al-haq”. (Tazkiyatun Nufus, hal: 31, DR. Ahmad Farid)
Penyakit syubhat ini misalnya: keraguan, kemunafikan, bid’ah, kekafiran, dan kesesatan
lainnya.

Syahwat artinya selera, nafsu, keinginan, atau kecintaan. Sedangkan fitnah syahwat (penyakit
mengikuti syahwat) maksudnya adalah mengikuti apa-apa yang disenangi oleh hati/nafsu
yang keluar dari batasan syari’at. Fitnah syahwat ini akan menyebabkan kerusakan niat,
kehendak, dan perbuatan orang yang tertimpa penyakit ini. Penyakit syahwat ini misalnya:
rakus terhadap harta, tamak terhadap kekuasaan, ingin populer, mencari pujian, suka perkara-
perkara keji, zina, dan berbagai kemaksiatan lainnya.

KEKHAWATIRAN RASULULLAH TERHADAP PENYAKIT SYUBHAT DAN


SYAHWAT
Rasulullah sholallohu'alaihi wasallam telah mengkhawatirkan fitnah (kesesatan) syahwat dan
fitnah syubhat terhadap umatnya. Beliau sholallohu'alaihi wasallam bersabda:
َ ُ ‫عل َيك‬ َ َ‫ن أ‬ ْ َ ‫قَر أ‬
‫ما‬َ َ ‫م الدّن َْيا ك‬ُ ُ ‫عل َي ْك‬َ ‫ط‬ َ ‫س‬ َ ْ ‫ن ت ُب‬
ْ ‫مأ‬ ْ ْ َ ‫شى‬ َ ‫خ‬ ْ ِ ‫ول َك‬
َ ‫م‬ْ ُ ‫عل َي ْك‬ َ ‫شى‬ َ ‫خ‬ َ ْ ‫ه َل ال‬
ْ ‫ف‬ ِ ّ ‫والل‬ َ
َ ‫ف‬
َ َ َ َ َ
‫م‬ْ ‫ه‬ُ ْ ‫هلك َت‬ َ َ‫م ك‬
ْ ‫ما أ‬ ْ ُ ‫هل ِك َك‬
ْ ُ ‫وت‬
َ ‫ها‬ َ ‫سو‬ُ ‫ف‬ َ َ ‫ها ك‬
َ ‫ما ت ََنا‬ َ ‫سو‬ ُ ‫ف‬َ ‫فت ََنا‬
َ ‫م‬ ْ ُ ‫قب ْلك‬ َ ‫ن‬
َ ‫كا‬َ ‫ن‬ ْ ‫م‬َ ‫على‬ َ ‫ت‬ْ ‫سط‬ ِ ُ‫ب‬

Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kamu. Tetapi aku khawatir atas
kamu jika dunia dihamparkan atas kamu sebagaimana telah dihamparkan atas orang-orang
sebelum kamu, kemudian kamu akan saling berlomba (meraih dunia) sebagaimana mereka
saling berlomba (meraih dunia), kemudian dunia itu akan membinasakan kamu, sebagaimana
telah membinasakan mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan lainnya dari Amr bin Auf
Al-Anshari)

Dalam hadits lain beliau bersabda:


‫ن‬ ِ ْ ‫ت ال‬
ِ َ ‫فت‬ ِ ‫ضّل‬
ِ ‫م‬
ُ ‫و‬ ْ ُ ‫جك‬
َ ‫م‬ ُ ‫و‬
ِ ‫فُرو‬ َ ‫م‬ ُ ُ ‫في ب‬
ْ ُ ‫طون ِك‬ ِ ‫ي‬ َ ْ ‫ت ال‬
ّ ‫غ‬ ِ ‫وا‬
َ ‫ه‬
َ ‫ش‬ ْ ُ ‫عل َي ْك‬
َ ‫م‬ َ ‫شى‬ ْ َ ‫ما أ‬
َ ‫خ‬ ّ ‫م‬
ِ ‫ن‬
ّ ِ‫إ‬

Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kamu adalah syahwat mengikuti nafsu pada
perut kamu dan pada kemaluan kamu serta fitnah-fitnah yang menyesatkan. (HR. Ahmad dari
Abu Barzah Al-Aslami. Dishahihkan oleh Syeikh Badrul Badr di dalam ta’liq Kasyful
Kurbah, hal: 21)

Syahwat mengikuti nafsu perut dan kemaluan adalah fitnah syahwat, sedangkan fitnah-fitnah
yang menyesatkan adalah fitnah syubhat.
Kedua fitnah ini sesungguhnya juga telah menimpa orang-orang zaman dahulu dan telah
membinasakan mereka. Allah berfirman;
َ ً ‫قوةً وأ َك ْث َر أ َموال‬ َ َ ‫كاُنوا أ‬
‫م‬
ْ ‫ه‬ ِ َ ‫خل‬
ِ ‫ق‬ َ ِ ‫عوا ب‬ ُ َ ‫مت‬ ْ َ ‫ست‬ْ ‫فا‬ َ ‫دا‬ ً َ ‫ول‬ ْ ‫وأ‬َ َ ْ َ َ ّ ُ ‫م‬ ْ ُ ‫منك‬ ِ ّ‫شد‬ َ ‫م‬ ْ ُ ‫قب ْل ِك‬َ ‫من‬ ِ ‫ن‬ َ ‫ذي‬ ِ ّ ‫كال‬
َ
‫ذي‬ ِ ّ ‫كال‬
َ ‫م‬ ْ ُ ‫ضت‬ ْ ‫خ‬ ُ ‫و‬ َ ‫م‬ْ ‫ه‬ ِ َ ‫خل‬
ِ ‫ق‬ َ ِ ‫كم ب‬ ُ ِ ‫قب ْل‬َ ‫من‬ ِ ‫ن‬ َ ‫ذي‬ِ ّ ‫ع ال‬ َ َ ‫مت‬ ْ َ ‫ست‬ ْ ‫ما ا‬ َ َ‫م ك‬ ْ ُ ‫قك‬
ِ َ ‫خل‬َ ِ ‫عُتم ب‬ ْ َ ‫مت‬
ْ َ ‫ست‬
ْ ‫فا‬ َ
‫ن‬ ْ َ َ ُ َ ْ ُ َ َ َ َ َ
َ ‫سُرو‬ ِ ‫خا‬ َ ‫م ال‬ ُ ‫ه‬ ُ ‫ولئ ِك‬ ْ ‫وأ‬ َ ‫ة‬ ِ ‫خَر‬ ِ ‫وال‬ َ ‫في الدّن َْيا‬ ِ ‫م‬ ْ ‫ه‬ ُ ‫مال‬ َ ‫ع‬
ْ ‫تأ‬ ْ ‫حب ِط‬ َ ‫ولئ ِك‬ ْ ‫ضوا أ‬ ُ ‫خا‬ َ

(Keadaan kamu hai orang-oang munafik dan musyirikin adalah) seperti keadaan orang-orang
sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta benda dan anak-
anaknya daripada kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah
nikmati bagianmu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagian mereka, dan
kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka
itu, amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang
merugi. (QS. 9:69)

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: “Allah menggabungkan antara


“menikmati bagian” dengan “mempercakapkan (hal yang batil)”, karena kerusakan agama itu
kemungkinan: terjadi pada keyakinan yang batil dan mempercakapkannya (hal yang batil)
atau terjadi pada amalan yang menyelisihi i’tiqad yang haq.

Yang pertama adalah bid’ah-bid’ah dan semacamnya. Yang kedua adalah amalan-amalan
yang fasiq. Yang pertama dari sisi syubhat-syubhat. Yang kedua dari sisi syahwat-syahwat.

Oleh karena itulah Salafush Shalih dahulu menyatakan: “Waspadalah kamu dari dua jenis
manusia: Pengikut hawa-nafsu yang telah disesatkan oleh hawa-nafsunya (inilah fitnah
syubhat-pen), pemburu dunia yang telah dibutakan oleh dunianya (ini fitnah syahwat-pen)”.

Mereka juga menyatakan: “Waspadailah kesesatan orang ‘alim (ahli ilmu) yang durhaka
(karena terkena fitnah syahwat-pen), dan kesesatan ‘abid (ahli ibadah) yang bodoh (karena
terkena fitnah syubhat-pen), karena kesesatan keduanya itu merupakan kesesatan tiap-tiap
orang yang tersesat.”

Maka yang itu (orang ‘alim yang durhaka) menyerupai (orang-orang Yahudi) yang dimurkai,
orang-orang yang mengetahui al-haq, tetapi tidak mengikutinya. Sedangkan yang ini (‘abid
yang bodoh) menyerupai (orang-orang Nashara) yang sesat, orang-orang yang beramal tanpa
ilmu.” (Iqtidha’ Shirathil Mustaqim, hal: 55, tahqiq Syeikh Khalid Abdul Lathif As-Sab’
Al-‘Alami)

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah juga berkata: “Firman Allah


Subhaanahuwata'aala : “kamu telah nikmati bagianmu” mengisyaratkan pada mengikuti
hawa-nafsu syahwat, ini merupakan penyakit para pelaku maksiat. Dan firman Allah: “Dan
kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya”
mengisyaratkan pada mengikuti syubhat-syubhat, ini merupakan penyakit para pelaku bid’ah,
pengikut hawa-nafsu, dan perdebatan-perdebatan. Dan sangat sering keduanya (penyakit itu)
berkumpul. Maka jarang engkau dapati orang yang aqidahnya ada kerusakan, kecuali hal itu
nampak pada lahiriyahnya.” (Iqtidha’ Shirathil Mustaqim, hal: 55)

BENTENG FITNAH SYUBHAT DAN SYAHWAT


Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata: “Asal seluruh fitnah (kesesatan) hanyalah dari
sebab: mendahulukan fikiran terhadap syara’ (agama) dan mendahulukan hawa-nafsu
terhadap akal.Yang pertama adalah asal fitnah syubhat, yang kedua adalah asal fitnah
syahwat. Fitnah syubhat ditolak dengan keyakinan, adapun fitnah syahwat ditolak dengan
kesabaran. Oleh karena itulah Alloh menjadikan kepemimpinan agama tergantung dengan
dua perkara ini. Allah Subhaanahuwata'aala berfirman:

َ َ
‫ن‬
َ ‫قُنو‬ َ ‫و‬
ِ ‫كاُنوا ب َِئاَيات َِنا ُيو‬ َ ‫صب َُروا‬ ّ َ ‫رَنا ل‬
َ ‫ما‬ ِ ‫م‬
ْ ‫ن ب ِأ‬
َ ‫دو‬
ُ ‫ه‬
ْ َ‫ة ي‬
ً ‫م‬
ّ ِ ‫م أئ‬
ْ ‫ه‬ ِ ‫عل َْنا‬
ُ ْ ‫من‬ َ ‫ج‬
َ ‫و‬
َ

Dan Kami jadikan di antara mereka (Bani Israil) itu pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat
Kami. (QS. 32:24)

Ini menunjukkan bahwa dengan kesabaran dan keyakinan akan dapat diraih kepemimpinan
dalam agama.
Alloh Subhaanahuwata'aala juga menggabungkan dua hal itu di dalam firmanNya:

‫ر‬
ِ ْ ‫صب‬
ّ ‫وا ِبال‬
ْ ‫ص‬
َ ‫وا‬
َ َ ‫وت‬
َ ‫ق‬ َ ْ ‫وا ِبال‬
ّ ‫ح‬ ْ ‫ص‬
َ ‫وا‬
َ َ ‫وت‬
َ

Dan mereka saling menasehati supaya mentaati kebenaran, dan saling menasihati supaya
menetapi kesabaran. (QS. 103:3)

Maka mereka saling menasehati supaya mentaati kebenaran yang menolak syubhat-syubhat,
dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran yang menghentikan syahwat-syahwat.
Alloh Subhaanahuwata'aala juga menggabungkan antara keduanya di dalam firmanNya:
َ ُ
‫ر‬ َ ْ ‫وا ْلب‬
ِ ‫صا‬ ِ ْ ‫وِلى ا ْل َي‬
َ ‫دي‬ ْ ‫بأ‬ ُ ‫ع‬
َ ‫قو‬ ْ َ ‫وي‬
َ َ‫حاق‬
َ ‫س‬
ْ ِ ‫وإ‬
َ ‫م‬
َ ‫هي‬ ِ ‫واذْك ُْر‬
ِ ‫عَبادََنآ إ ِب َْرا‬ َ

Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-
perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. (QS. 38:45)

Maka dengan kesempurnaan akal dan kesabaran, fitnah syahwat akan ditolak. Dan dengan
kesempurnaan ilmu dan keyakinan, fitnah syubhat akan ditolak. Wallahul Musta’an. [Kitab:
Mawaridul Amaan, hal: 414-415]

Maka hendaklah setiap kita berusaha meraih ilmu yang haq dan bersabar di atasnya, sehingga
selamat dari penyakit syubhat dan syahwat.

Anda mungkin juga menyukai