Prabu Sanghyang Cipta Permana Dewa memiliki tiga anak kembar yaitu
Sanghyang Bleg Tambleg Rajagulingan, Sanghyang Pamonggang Sangrumanghyang
dan Sanghyang Ratu Permana Dewi. Di antara ketiga anak raja tsb memiliki karakter
berbeda. Sanghyang Ratu Permana Dewi memiliki karakter lembut dan
mengembangkan kerahayuan/kedamaian sewaktu memimpin.
Gelar Panjalu untuk Sanghyang Ratu Permana Dewi, yang dimasukan dalam
nama kerajaannya, karena kecintaan rakyatnya atas kepemimpinan sang ratu.
Selama kepemimpinannya telah mewariskan sejumlah falsafah hidup, yang dipegang
warga Panjalu hingga sekarang.
Raja ini memiliki enam orang anak yaitu Prabu Sanghyang Lembu Sampulur
II, Prabu Sanghyang Borosngora, Sanghyang Panji Barani, Mamprang Kancana Artas
Wayang, Ratu Punut Agung dan terakhir Angga Runting. Putri kedua terakhir ini,
kabarnya menikah dengan Prabu Siliwangi.
Meski sedih karena tugas ini terlalu berat dan nyaris mustahil, Borosngora
menyanggupi permintaan ayahandanya. Ia kemudian menjelajah nusantara untuk
mencari guru yang lebih luhur ilmunya dari dia, yaitu bila sudah bisa memberikan
ilmu membawa air di dalam wadah yang bolong tanpa menumpahkan airnya.
Rute perjalanan Borosngora ini pernah diteliti oleh para ahli sejarah dan
berdasarkan penelitian tersebut, ia memang pergi ke Padang Arafah di Arab Saudi.
Konon di sana, Borosngora bertemu dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang
merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW yang juga berstatus menantu sekaligus
sepupu Nabi. Dalam pertemuan itu, Prabu Borosngora menyampaikan keinginannya
untuk mencari guru yang punya ilmu tinggi.
Orang yang mengaku sebagai salah seorang sahabat Nabi itu mendekati
Borosngora. Sambil membaca ’Bismillah’, hanya dengan satu tangan, ia dengan
mudah mencabut tongkatnya. Melihat pemandangan diluar dugaannya, Borosngora
kaget, bahkan memutuskan untuk berguru. Borosngora pun kemudian dibawa ke
Makkah dan menjadi seorang muslim.
Dengan enteng Ali meminta agar Borosngora mengambil air zamzam sambil
melafalkan doa. Atas izin ALLAH SWT, air tersebut tidak tumpah dan Borosngora bisa
membawa air zamzam itu hingga tiba di Panjalu. Ali juga memberikan cenderamata
berupa pedang dan jubah bagi Borosngora dengan amanat agar Borosngora
menyiarkan agama Islam di Panjalu.
Karena kekagumannya atas salah seorang sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib
itulah, maka kemudian tatkala kembali ke Pulau Jawa beliau menggunakan nama
Sayyid Ali bin Muhammad.
Setiba di Panjalu, ayah Borosngora sudah tidak lagi menjadi raja tapi sudah
menjadi begawan, sementara kedudukan raja diberikan kepada kakak Borosngora,
yaitu Prabu Sanghyang Lembu Sampulur II. Ayah Borosngora yang memang
menunggu-nunggu kehadiran anaknya ketika melihat anaknya sudah pulang dengan
membawa air di dalam canting yang bolong tanpa menumpahkan airnya sedikit pun,
kemudian mengatakan pada Borosngora untuk membuat danau di daerah Legok
Jambu.
Hingga kini, pakaian Borosngora (yang juga dikenal oleh anak keturunannya
dengan sebutan Kyai Haji Penghulu Gusti) yang merupakan hadiah dari Ali bin Abi
Thalib masih tersimpan di Bumi Alit, begitu juga dengan pedang berukuran panjang
berbentuk lengkung dan berlafal Arab yang artinya pedang milik Ali. Namun, saat ini
tulisan di atas pedang sudah hilang karena tiap tahun pedang tersebut diasah,
dicuci, dan dibersihkan melalui satu tradisi yang bernama Nyangku.