Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Dewasa ini persaingan teknologi semakin luas dan penuh dengan kendala dan juga

penuh dengan resiko, hal ini disebabkan karena dalam berbagai segi bidang berkembang dengan pesat. Oleh karena itu diperlukan berbagai macam usaha untuk mengatasi kendala atau resiko yang ada dalam lingkungan organisasi, terutama organisasi lembaga pendidikan. Maka untuk mengatasi itu dibutuhkan informasi yang relevan dan akurat. Dalam hal ini informasi merupakan suatu faktor utama dalam mencapai tujuan dari segala usaha di dalam lingkungan organisasi, baik organisasi seperti perusahaan maupun organisasi lembaga pendidikan. Informasi adalah data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti dan bermanfaat bagi manusia. Data adalah aliran fakta-fakta mentah yang menunjukkan peristiwa yang terjadi dalam organisasi dan lingkungan fisik sebelum diorganisir dan ditata menjadi suatu bentuk yang bisa dipahami dan digunakan (Husein dan Wibowo 2006: 5) Data atau Informasi sangat diperlukan oleh pihak manajemen dalam upaya untuk mengambil keputusan, keputusan merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu organisasi. Sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya bagi pihak pengambil keputusan merupakan hal terpenting untuk dapat menentukan dan membuat keputusankeputusan strategis terhadap langkah apa yang akan ditempuh oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuan. Dalam mengambil keputusan diperlukan suatu analisa berdasarkan informasi yang dimiliki oleh pengambil keputusan. Pengambilan keputusan informasi sangat penting karena merupakan substitusi dari kendala atau resiko yang melingkupi proses pengambilan keputusan. Maka informasi merupakan suatu faktor pendukung dalam proses pengambilan keputusan, supaya menghasilkan keputusan yang baik dan benar atau dalam arti menghasilkan keputusan yang efektif dan efisien. Pengambilan keputusan yang tepat dan bijaksana adalah bagaimana para pengambil keputusan secara cermat menetapkan kebijakan strategi yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Strategi ini adalah telaah kepada alternatif pilihan peluang yang tersedia untuk membuat keputusan yang tepat dari hasil informasi yang diperoleh oleh pengambil keputusan. Sistem informasi merupakan bagian dari suatu informasi, dan organisasi selalu membutuhkan sistem-sistem informasi untuk mengumpulkan data, mengolah dan menyimpan 1

data serta menyalurkan suatu informasi. Dengan informasi-informasi tersebut berarti telah membantu suatu pimpinan dalam pengambilan keputusan yang benar untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu masalah atau aktivitas di dalam organisasi. Sistem informasi adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan yang berfungsi mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi untuk mendukung pembuatan keputusan dan pengawasan dalam organisasi. Selain mendukung pembuatan keputusan, koordinasi dan pengawasan, sistem informasi dapat membantu manajer dalam menganalisa masalah, membuat masalah kompleks. Sistem informasi ini terdiri dari informasi tentang orang, tempat dan sesuatu dalam organisasi atau lingkungan yang melingkupinya (Husein dan Wibowo, 2006: 5) Dalam sistem informasi terutama dalam hubungannya dengan pengambilan keputusan, terdapat apa yang disebut sebagai nilai informasi. Nilai informasi adalah perubahan dalam perilaku keputusan yang nilai perubahan dalam perilaku keputusan yang disebabkan oleh informasi, dikurangi biaya informasi tersebut. Dalam mendukung dalam pengambilan keputusan diperlukan analisis yang cermat tentang biaya dan nilai atau manfaat dari anya suatu informasi. Dengan mencermati biaya manfaat dari suatu informasi akan membantu pengambil keputusan untuk membuat keputusan yang tepat dalam mencapai tujuan organisasi termasuk dalam organisasi lembaga pendidikan. Namun demikian masih banyak organisasi lembaga pendidikan yang tidak memperhatikan informasi dengan tepat, tidak memperhatikan manfaat atau biaya dari adanya suatu informasi, sehingga banyak keputusan yang diambil tidak banyak memberikan kemanfaatan bagi organisasi lembaga pendidikan. Pada akhirnya hal ini menyebabkan organisasi lembaga pendidikan mengalami kemunduran. B. Fokus Bahasan Dalam tugas ini yang menjadi fokus bahasan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pentingnya suatu informasi bagi organisasi lembaga pendidikan? 2. Bagaimana nilai informasi dalam organisasi lembaga pendidikan? 3. Bagaimana pengambilan keputusan dalam pendidikan?

BAB II PEMBAHASAN

A.

Informasi Terdapat perbedaan tentang pengertian informasi dalam percakapan sehari-hari

dengan yang digunakan pada sistem informasi manajemen. Pada sistem informasi, istilah informasi mempunyai karakter tersendiri, diantaranya memiliki nilai dalam prosses pengambilan keputusan. Sehubungan dengan itu informasi dapat diartikan sebagai data mentah, data tersusun, atau kapasitas sebuah saluran komunikasi. Atau Informasi sendiri mengandung suatu arti yaitu data yang telah diolah ke dalam suatu bentuk yang lebih memiliki arti dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Data sendiri merupakan fakta-fakta yang mewakili suatu keadaan, kondisi, atau peristiwa yang terjadi atau ada di dalam atau di lingkungan fisik organisasi. Data tidak dapat langsung digunakan untuk pengambilan keputusan, melainkan harus diolah lebih dahulu agar dapat dipahami, lalu dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan. Selain itu informasi dapat memperkaya penyajian, atau mempunyai nilai kejutan, yaitu mengungkapkan sesuatu yang penerimanya tidak tahu atau tidak menyangka sebelumnya. Informasi dapat mengurangi ketidakpastian, karena informasi dapat mengubah kemungkinan-kemungkinan hasil yang diharapkan melalui sebuah keputusan. Berdasarkan pada hal-hal tersebut di atas, maka informasi dalam SIM dapat didefinisikan sebagai berikut: Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya, dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau yang akan datang. Suatu informasi bisa merupakan bahan jadi bagi pengambil keputusan pada tahapan tertentu, tetapi bisa pula merupakan bahan mentah bagi pengambil keputusan untuk tahapan berikutnya. Pengolahan data menjadi informasi dapat dianalogikan seperti pengolahan bahan baku menjadi barang jadi, yang memperlihatkan konsep bahwa informasi bagi seseorang mungkin dipandang sebagai data mentah bagi orang lain. Informasi berguna untuk semua macam dan kegiatan dalam organisas. Informasi dalam SIM memiliki ciri-ciri: benar, baru, memiliki nilai tambah, korektif dan penegas. Informasi berguna apabila informasi itu dapat digunakan sebagai bahan untuk mempermudah pengambilan keputusan. Persyaratan untuk mengambil keputusan dengan teknik ilmiah adalah tersedianya informasi yang dibutuhkan sebagai alat pembantu dalam proses pengambilan keputusan. Peranan informasi adalah bahwa informasi merupakan alat penunjang untuk mempermudah pengambilan keputusan. 3

. Informasi yang tepat, cepat dan akurat akan menjadikan suatu organisasi menjadi berkembang dengan pesat. Semakin besar suatu organisasi maka semakin komplekslah pengelolaan sistem informasi, karena data yang diolah menjadi semakin banyak dan bervariasi. Akibat bila kurang mendapatkan informasi, dalam waktu tertentu perusahaan akan mengalami ketidakmampuan mengontrol sumber daya, sehingga dalam mengambil keputusan-keputusan strategis sangat terganggu yang pada akhirnya akan mengalami kekalahan dalam bersaing dengan lingkungan pesaingnya. Rochaety dkk (2005: 156) mengungkapkan bahwa sifat-sifat informasi antara lain akurat artinya informasi harus mencerminkan atau sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; up to date artinya informasi tersebut harus tepat waktu; komprehensif artinya informasi harus dapat mewakili; relevan artinya informasi harus ada hubungannya dengan masalah yang akan diselesaikan; memiliki kesalahan baku kecil artinya informasi itu memiliki tingkat kesalahan yang kecil Informasi merupakan kebutuhan utama manajemen dalam rangka melaksanakan fungsi-fungsi yang dikumpulkan kepadanya. Tidak disangkal lagi bahwa keberhasilan manajemen sangat dipengaruhi dan bergantung pada ketepatan informasi yang disajikan dalam bentuk laporan, dimana laporan tersebut harus memberi manfaat seoptimal mungkin dan tidak menyesatkan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Manajemen di dalam organisasi apapun takterkecuali organisasi lembaga pendidikan membutuhkan banyak informasi agar dapat bekerja secara efisien dan efektif. Informasi yang banyak tersebut tidak mungkin seluruhnya dapat ditampung oleh manajemen. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat mendukung kebutuhan manajemen dalam mengelola suatu organisasi. Dengan adanya sistem informasi yang baik diharapkan tidak adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam organisasi. Selain itu suatu sistem yang baik juga akan mendorong produktivitas yang tinggi dan memberikan kontribusi atas tercapainya tujuan organisasi. Peningkatan kualitas dan kuantitas dari informasi berpengaruh positif terhadap prestasi kerja tetapi yang lebih penting lagi adalah peningkatan kualitasnya atau peningkatan mutunya. Yang mengganggu mutu informasi adalah adanya bias atau kesalahan, sepanjang bias itu tidak seberapa menyimpang, penerima atau pemakai informasi bisa menyesuaikannya. Tapi yang lebih sulit lagi adalah mendeteksi adanya bias tadi dan seberapa menyimpang biasnya. Bias atau kesalahan informasi diantaranya disebabkan oleh kesalahan dalam metode pengukuran, tidak mengikuti prosedur, data yang hilang, penggunaan file, dan lain-lain. Hal lain yang mengganggu mutu informasi adalah usia informasi. Oleh karena itu perlu dipelajari

tentang usia informasi dalam hal usia informasi minimal, usia informasi rata-rata, usia informasi maksimal, baik untuk informasi kondisi, maupun untuk informasi operasi. Untuk mengurangi bias atau kesalahan tersebut perlu dilakukan penanggulangan terhadap kesalahan. Kesalahan ditanggulangi dengan cara pengendalian intern, petunjukpetunjuk bagi penerima supaya dapat melakukan penyesuaian. Adapun kualitas atau mutu informasi dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini: Dimensi kualitas Akurasi Integritas Konsistensi Kelengkapan Validitas Ketepatan waktu Kemudahan akses Penjelasan Apakah data mempresentasikan kenyataan? Apakah struktur data dan hubungan antar keadaan dan atributnya konsisten? Apakah elemen-elemen datanya terdefinisi secara konsisten? Apakah semua data yang penting tersedia? Apakah nilai data ada dalam kisaran yang telah ditentukan? Apakah data tersedia ketika diperlukan Apakah data tersebut dapat diakses, komprehensif, dan dapat digunakan? Apabila keluaran dari sistem informasi tidak memenuhi kriteria kualitas ini, maka proses pengambilan keputusan yang tepat akan sulit dilakukan. Berdasarkan paparan tersebut, nampak bahwa informasi mempunyai arti yang sangat penting bagi organisasi takterkecuali organisasi lembaga pendidikan. Organisasi tersebut membutuhkan informasi yang tepat, baik, dan akurat dalam mendukung setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin dalam hal ini adalah kepala sekolah. Dengan didukung informasi tersebut pengambilan keputusan dapat memberikan hasil yang efektif dan efisien bagi tercapainya tujuan organisasi. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa informasi merupakan data atau fakta-fakta yang telah diproses sedemikian rupa, yang dijadikan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan. B. Nilai Informasi Menurut Husein dan Wibowo (2006: 19) bahwa Informasi diartikan sebagai data (umumnya data yang diproses) yang bermanfaat bagi pembuat keputusan. Nilai sebuah informasi adalah manfaat bersih yang diperoleh dalam suatu keputusan (manfaat total dikurangi dengan biaya total) jika didukung oleh informasi yang baik. Begitu sebaliknya sedikit manfaat bersih akan diperoleh dalam situasi keputusan yang sama tanpa informasi yang cukup.

Dalam praktiknya sangat sulit untuk menghitung nilai informasi. Biasanya suatu organisasi jarang mengetahui biaya ataupun manfaat yang diperoleh sebelum suatu keputusan dibuat. Dalam hal ini nilai informasi terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang berwujud dan tidak berwujud. Bagian yang berwujud (tangible part) dapat dihitung karena menggunakan pengalaman historis dan terkaan secara ilmiah. Bagian yang tidak dapat dihitung adalah tidak menggunakan estimasi. Sulit untuk mengestimasi nilai dari keputusan yang telah dibuat, karena manajer memiliki informasi yang lebih baik atau untuk mengestimasi nilai goodwill pelanggan yang telah diperbaiki karena adanya sistem baru. Secara historis, bagian yang bisa dihitung dari nilai informasi telah digunakan untuk menyesuaikan berbagai sistem pemrosesan transaksi. Begitu teknologi informasi berpindah ke bidang yang baru, maka teknologi informasi tersebut makin dibutuhkan oleh organisasi sehingga aplikasi baru didasarkan pada bagian yang berwujud dan tidak dari nilai informasi. Nilai informasi adalah perubahan dalam perilaku keputusan yang nilai perubahan dalam perilaku keputusan yang disebabkan oleh informasi, dikurangi biaya informasi tersebut. Dengan kata lain adalah bahwa dengan dihadapkan dengan beberapa kemungkinan keputusan akan memilih salah satu berdasarkan informasi yang dimiliki. Bila informasi baru menyebabkan diambilnya keputusan berbeda, maka nilai informasi baru adalah perbedaan nilai antara hasil keputusan lama dengan keputusan baru dikurangi biaya untuk memperoleh informasi. Nilai informasi adalah nilai perubahan dalam perilaku keputusan karena informasi (dikurangi biaya informasi). Aspek menarik dalam konsep ini adalah bahwa informasi hanya bernilai bagi mereka yang memiliki latar belakang pengetahuan untuk menggunakannya dalam sebuah keputusan. Orang yang paling cakap biasanya menggunakan informasi secara paling efektif tetapi mungkin membutuhkan lebih sedikit informasi. karena pengalaman (kerangka acuan) telah mengurangi ketidakpastian dibandingkan dengan pengambil keputusan yang kurang berpengalaman. Selanjutnya dalam nilai informasi ada suatu nilai informasi yang tepat, nilai informasi yang tepat adalah nilai informasi memungkinkan pengambil keputusan untuk memilih keputusan optimal dalam setiap kasus dan bukan keputusan yang secara pukul rata akan menjadi optimal dan untuk nienghindari peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat menyebabkan kerugian. Tetapi informasi yang tepat mungkin tidak tersedia. Taksiran awal mengenai hasil dapat dipengaruhi oleh informasi tambahan sekalipun informasi tersebut tidak menjanjikan kepastian. Informasi yang tepat pada dasarnya adalah informasi yang diperoleh dari pemercontohan. Ia tidak tepat karena memberikan suatu taksiran bukan pada angka yang pasti. 6

Nilai informasi yang tepat dapat digambarkan sebagai berikut. Misalnya ada alternatif keputusan yaitu A, B, dan C. Pengambil keputusan berdasarkan pengetahuan sebelumnya (yang tidak tepat), menduga bahwa hasil dari memilih A adalah 20, B adalah 30 dan C adalah 15. Karena itu pengambil keputusan memilih B. Informasi yang tepat kemudian disediakan dan menunjukan bahwa hasil C adalah 30 dan B hanya 22. Informasi ini menyebabkan pengambil keputusan memilih C dan bukan B. dan meningkatkan hasil dari 22 menjadi 30. maka nilai informasi yang tepat adalah 8. Nilai infomasi yang tepat dihitung sebagai selisih antara kebijakan optimal tanpa informasi yang tepat dan kebijakan optimal dengan informasi yang tepat. Nilai informasi yang tepat dalam contoh ini hanya melibatkan satu keadaan sifat, sehingga bila sebuah alternatif dipilih, maka pilihanya adalah yang memberikan hasil tertinggi. Satu-satunya ketidakpastian adalah nilai setiap hasil. Sedangkan yang melibatkan lebih dari satu keadaan sifat adalah selisih antara nilai maksimum yang diharapkan tanpa informasi tambahan dan nilai maksimum yang diharapkan dengan informasi tambahan. Nilai informasi yang tepat juga dapat didefinisikan sebagai nilai yang diharapkan dari peluang kerugian. Dengan perkataan lain, ada suatu perbedaan antara kebijakan ramalantepat optimal dan strategi-strategi lain untuk sesuatu peritiwa. Selisihnya adalah peluang kerugian akibat tidak mengambil keputusan optimal. Nilai yang diharap dalam suatu strategi adalah selisih antara perangkat optimal keputusan dalam kepastian dan peluang kerugian yang diharapkan. Sedangkan peluang kerugian adalah selisih antara keputusan terbaik dan keputusan yang sedang dinilai. Informasi tidak mempunyai nilai kecuali bila ia menyebabkan suatu perubahan dalam keputusan. Misalnya bila kita menganggap bahwa keputusan adalah melanjutkan produk baru selama ada laba. maka informasi yang tepat bahwa penjualan nyata misalnya adalah 38.000 tidak mempunyai nilai informasi karena ia tidak mengubah keputusan tersebut. Informasi yang tepat memiliki nilai bila menyatakan bahwa penjualan menunjukkan kecilnya probabilitas (perkiraan terbaik pada awal proses pengambilan keputusan tetapi diadakan modifikasi berdasarkan informasi yang lebih banyak) penjualan dalam kategori rugi. Tetapi inilah yang akan dicegah oleh informasi yang tepat. Karena itu, nilai infomasi yang tepat dalam keadaan ini adalah nilai kerugian potensial yang diharapkan bila diambil keputusan yang keliru (yaitu penjualan ternyata di bawah titik impas, dan karena itu keputusan melanjutkan adalah salah). Ada suatu kecenderungan untuk selalu mencari informasi lebih banyak. Ancangan teori keputusan memusatkan perhatian bukan hanya pada nilai informasi dalam sebuah keputusan, tetapi juga pada kenyataan bahwa biaya memperoleh lebih banyak informasi 7

mungkin tidak layak. Pemahaman atas ancangan teori keputusan pada nilai informasi akan membantu perancangan sistem informasi untuk berpegang pada konsep biaya nilai sebagai pertimbangan dalam merancang. Perancang sistem informasi keputusan akan menghadapi situasi di mana keputusan harus dikembangkan. Analisis biaya dan nilai dapat digunakan untuk memutuskan bagaimana menyusun dan memakai data yang ada, untuk memperoleh data lebih banyak, untuk memakai data lebih sedikit dan sebagainya. Metode biaya dan nilai informasi juga dapat ditanamkan ke dalam model-model keputusan. Ancangan tersebut dapat dikembangkan sampai pada kasuskasus di mana hanya informasi yang tidak tepat dapat diperoleh. Berdasarkan paparan tersebut bahwa organisasi lembaga pendidikan harus memperhatikan nilai informasi yang ada, terutama dalam pengambilan keputusan organisasi. Organisasi pendidikan yang memperhatikan nilai informasi akan dapat mengurangi biaya yang berasal dari adanya suatu informasi. Dalam arti bahwa dengan memperhitungkan berbagai informasi yang ada meskipun informasi tersebut sedikit tetapi dapat memberikan hasil terutama dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara optimal dan efisien, sehingga hal ini dapat memberikan kemanfaatan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi lembaga pendidikan. D. Pengambilan Keputusan Dalam Pendidikan Shull dalam Rochaety dkk (151: 2005) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses kesadaran manusia terhadap fenomena individual maupun sosial berdasarkan kejadian factual dan nilai pemikiran, yang mencakup aktivitas perilaku pemilihan satu atau beberapa alternatif sebagai jalan keluar untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Selanjutnya Shull juga mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses kesadaran manusia terhadap fenomena individual maupun sosial berdasarkan kejadian factual dan nilai pemikiran, yang mencakup aktivitas perilaku pemilihan satu atau beberapa alternatif sebagai jalan keluar untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Sedangkan menurut Iqbal (2002: 10) bahwa pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Intisari pengambilan keputusan yaitu perumusan beberapa alternatif tindakan dalam menggarap situasi yang dihadapi serta menetapkan pilihan yang tepat antara beberapa alternatif yang tersedia setelah diadakan evaluasi mengenai efektivitas alternatif tersebut untuk mencapai tujuan para pengambil keputusan. Pada hakekatnya kegiatan pembuatan keputusan di latarbelakangi oleh adanya suatu masalah atau problem dalam usaha mencapai suatu tujuan tertentu. Pembuatan keputusan ini 8

bertujuan mengatasi atau memecahkan masalah yang bersangkutan sehingga usaha pencapaian tujuan yang dimaksud dapat dilaksanakan secara baik dan efektif. Selain itu pembuatan keputusan dipandang sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu masalah yang terjadi. Adapun masalah atau problem menurut Sutabri (133: 2005) dapat di bagi : a. masalah korektif adalah masalah yang timbul karena adanya penyimpangan dari apa yang direncanakan. Masalah ini banyak terjadi dalam kegiatan pelaksanaan suatu rencana sehingga pembuatan keputusan dilakukan untuk memperbaiki atau meluruskan penyimpangan yang terjadi atau memperbaiki atau meluruskan penyimpangan yang terjadi atau memerbaiki rencana rencana bila rencana tersebut keliru. b. c. masalah progresif adalah suatu masalah yang terjadi akibat adanya keinginan untuk memperbaiki atau meningkatkan suatu prestasi hasil masa lalu masalah kreatif adalah masalah yang muncul karena adanya keinginan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru Selanjutnya Sutabri (133: 2005) juga mengungkapkan bahwa efisiensi dan efektivitas suatu organisasi biasanya dapat diduga dari jenis atau macam masalah yang sering dihadapi. Sebuah organisasi yang terlalu sering menghadapi masalah korektif, menggambarkan cara kerja yang kurang efisien dan kurang efektif. Dilain pihak organisasi yang sering progresif dan kreatif menggambarkan bahwa organisasi relatif sukses dan inovatif. Dalam usaha memecahkan suatu masalah, pemecah masalah mungkin membuat banyak keputusan. Keputusan merupakan rangkaian tindakan yang perlu diikuti dalam memecahkan masalah untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif, atau untuk memanfaatkan kesempatan. Kondisi ini menjadi tidak mudah dengan semakin rumitnya aktivitas dan keterbatasan sumber daya yang tersedia. Apalagi informasi yang dibutuhkan tidak berasal langsung dari sumbernya. Untuk itu manajemen lembaga pendidikan sebagai pengguna informasi membutuhkan suatu sistem pendukung (support systems) yang mampu meningkatkan pengambilan keputusannya, terutama untuk kondisi yang tidak terstruktur. Ada dua alasan penting mengapa manajemen lembaga pendidikan membutuhkan sistem pendukung yang mampu untuk meningkatkan pengambilan keputusannya yaitu: a. Keputusan untuk membangun sistem informasi yang dapat memenuhi kebutuhan manajemen tingkat atas. Dengan hanya mengandalkan sistem informasi manajemen tanpa bantuan sistem pendukungnya, sulit bagi manajemen terutama di tingkat atas untuk mengambil keputusan yang strategis. Hal ini disebabkan karena umumnya

pengambilan keputusan yang strategis tersebut lebih bersifat kebijakan dengan dampak luas dan/atau pada situasi yang tidak terstruktur. b. Kebutuhan untuk menciptakan pelaporan dan proses pengambilan keputusan yang memiliki arti (makna). Manajemen di sini di dorong untuk bagaimana mengembangkan pelaporan yang lebih baik lagi untuk pengukuran kinerja aktivitas yang dilaksanakannya dan menginformasikan berbagai tipe pengambilan keputusan yang baru. Dengan bantuan sistem pendukung yang disiapkan, maka hal ini akan lebih memungkinkan manajemen untuk mendapatkan pelaporan dan proses pengambilan keputusan yang lebih baik lagi. Selanjutnya menurut Laudon dan Laudon (2008:148) dalam setiap organisasi terdapat beberapa tingkatan. Setiap tingkatan mempunyai kebutuhan informasi yang berbeda untuk membantu mengambil keputusan dan tanggung jawab atas jenis-jenis keputusan yang berbeda. Keputusan di klasifikasikan menjadi: a. Keputusan tidak terstruktur (unstructured decision) adalah keputusan yang pengambil keputusannya harus memberikan penilaian, evaluasi, dan pengertian untuk memecahkan masalahnya. Setiap keputusan ini adalah baru, penting, dan tidak rutin, dan tidak ada pengertian yang dipahami benar atau prosedur yang disetujui bersama dalam pengambilannya. b. Keputusan terstruktur (structured decision) sebaliknya, sifatnya berulang dan rutin, dan melibatkan prosedur yang jelas dalam menanganinya, sehingga tidak perlu diperlakukan seakan-akan masih baru. Banyak keputusan memiliki elemen-elemen dari kedua jenis keputusan ini. c. Keputusan semi terstruktur (semistructured decision) yaitu yang hanya sebagian masalahnya mempunyai jawaban yang jelas tersedia dengan prosedur yang disetujui bersama. Adapun tingkatan pengambilan keputusan yang ada dalam suatu organisasi menurut Husein dan Wibowo (2006: 70) adalah sebagai berikut a. pengambilan keputusan strategik menentukan objektif, resources dan kebijakan organisasi. Masalah utama dalam pengambilan keputusan pada level ini adalah prediksi untuk yang akan datang pada organisasi dan lingkungannya serta menemukan karakteristik organisasi terhadap lingkungannya. Proses ini biasanya melibatkan kelompok kecil dari manajer level atas yang biasaya berkaitan dengan masalah yang kompleks dan bersifat non rutin. b. pengambilan keputusan untuk pengendalian manajemen concern dengan bagaimana efisiensi dan keefektifan penggunaan sumber daya (resources) dan seberapa bagus 10

kinerja operasi pada tiap-tiap unit. Pengendalian manajemen memerlukan interaksi yang sangat dekat dengan mereka yang melakukan tugas organisasi. c. pengambilan keputusan tingkat knowledge, berkaitan dengan evaluasi ide-ide baru untuk produk dan jasa, cara-cara untuk mengkomunikasikan pengetahuan baru dan cara-cara mendistribusikan informasi keseluruh organisasi. d. pengambilan keputusan untuk operasional kontrol, menentukan bagaimana membuat tugas-tugas spesifik sebagai upaya pelaksanaan keputusan strategik dan manejemen tingkat menengah. Selain itu pengambilan keputusan pada tingkat ini menentukan unit mana dalam organisasi yang akan mengerjakan tugas-tugas, menetapkan kriteria untuk menyelesaikan dan penggunaan resources serta evaluasi output yang semua itu memerlukan operasional kontrol. Pembuatan keputusan mencakup beberapa aktivitas yang berbeda dan terjadi pada saat yang berbeda. Pembuatan keputusan harus menangkap dan memahami masalahnya. Setelah masalah diketahui solusi harus didesain dan kemudian pilihan harus dibuat solusi yang bersifat khusus untuk selanjutnya diimplementasikan. Simon dalam Husein dan Wibowo (2006: 71) menggambarkan empat tahap dalam pengambilan keputusan yaitu: a. intelegensi (intelegence) yaitu menyelidiki lingkungan bagi kondisi dalam mengambil keputusan, ata mentah diperoleh, diproses, diperiksa untuk pertunjukan yang dapat mengidentifikasikan masalah. b. rancangan (design) yaitu menemukan dan mengembangkan dan menganalisis kegiatan yang mungkin dilakukan. Hal ini mencakup proses memahami tidaknya dilaksanakan. c. d. pilihan (choice) yaitu memilih suatu cara kegiatan khusus dari cara-cara yang telah diperoleh suatu pilihan diambil dan dilaksanakan. implementasi (implementation) yaitu pelaksanaan tindakan setelah memperoleh pilihan atas berbagai alternatif kegiatan yang telah ditentukan. intelegensi (intelegence) Semua tahapan ini dapat dipergunakan oleh pimpinan lembaga pendidikan dalam atau penulusuran lingkup masalah mengambil keputusan sehingga menghasilkan keputusan yang lebih terarah. Model langkahlangkah pengambilan keputusan dapat diilustrasikan dengan gambar berikut: rancangan (design) atau merancang penyelesaian masalah pilihan (choice) atau pemilihan tindakan 11 implementasi (implementation) atau pelaksanaan tindakan masalah, membangkitkan cara pemecahan, dan menguji pemecahan untuk mengetahui mungkin

Gambar

tersebut

menggambarkan

bahwa langkah

pertama

dalam

proses

pengambilan keputusan adalah merumuskan masalah yang dihadapi berkaitan dengan fenomena tertentu yang dihadapi. Langkah selanjutnya menetapkan masalah yang dihadapi untuk kemudian disederhanakan dan merumuskan kriteria yang memungkinkan akan menjadi salah satu pilihan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Identifikasi terhadap alternatif yang akan menjadi salah satu pendukung proses pengambilan keputusan merupakan tahap berikutnya. Dari rumusan kriteria yang dibandingkan, identifikasi alternatif yang akan dipilih menjadi salah satu pendukung pengambilan keputusan. Ada sebuah alternatif pilihan terbaik yang akan ditetapkan oleh pengambil keputusan. Disamping mungkin terjadi alternatif yang tidak mendukung proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu akan memungkinkan jika dicari alternatif lain untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih tepat. Dalam proses pengambilan keputusan pemimpin lembaga pendidikan dihadapkan pada langkah-langkah yang harus ditempuh seperti terdapat dalam diagram diatas. Akan tetapi dari beberapa langkah tersebut pengambilan keputusan juga dimungkinkan dilakukan di luar langkah tersebut. Hal ini tergantung kepada jenis problem yang dihadapi oleh masing-masing pimpinan lembaga pendidikan sebagai pengambil keputusan di samping keterampilan maupun pengetahuan yang dimiliki oleh pengambil keputusan. Kinerja yang efektif dari dari aktivitas sebuah lembaga pendidikan ditentukan oleh mutu dalam pengambilan keputusan karena pengambilan keputusan adalah bagian integral dari peranan pimpinan lembaga pendidikan. Sebuah pengambilan keputusan dikatakan efektif jika keputusan yang diambil dilakukan dengan benar dan dapat bermanfaat bagi pencapaian tujuan organisasi. Beberapa pihak bahkan menyatakan bahwa pengambilan keputusan adalah inti dari peranan pimpinan lembaga pendidikan. Keputusan yang harus diambil dalam hal prioritas, 12

biaya, waktu dan lainnya dilimpahkan serta dipecahkan dalam setiap tahap operasional lembaga pendidikan. Pimpinan lembaga pendidikan diberi wewenang dan tanggung jawab atas hasil keputusan yang diambil. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pimpinan akan berpengaruh besar terhadap kelangsungan organisasi lembaga pendidikan atau sekolah, oleh karena itu hal ini akan memiliki dampak terhadap perilaku maupun sikap bawahan. Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu memilih alternatif-alternatif keputusan yang tepat sehingga tujuan organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerja pendidikannya dapat tercapai secara optimal. Menurut Ibnu (1995: 13) unsur-unsur dalam pengambilan keputusan yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut: a. b. tujuan dari pengambilan keputusan, yaitu mengetahui terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai dari pengambilan keputusan tersebut. identifikasi alternatif-alternatif keputusan untuk memecahkan masalah dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, perlu dibuat daftar jenis-jenis tindakan yang memungkinkan untuk diadakan pemilihan. c. d. perhitungan mengenai faktor-faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya atau diluar jangkauan manusia (uncontrollable events). sarana atau alat untuk mengevaluasi atau mengukur hasil dari suatu pengambilan keputusan. Unsur-unsur pengambilan keputusan yang dapat dipergunakan oleh kepala sekolah terlebih dahulu harus dapat mengkaji dan mempertimbangkan mengenai tujuan pengambilan keputusan, identifikasi masalah, faktor-faktor intern maupun ekstern sekolah serta sarana pengambil keputusan. Pengambilan keputusan menurut Terry dalam Iqbal (2002: 16) didasarkan pada lima hal yaitu: a. intuisi. Pengambilan keputusan berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan. Kabaikannya antara lain: waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif pendek; untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya; kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat berperan dan perlu dimanfaatkan dengan baik. Sedangkan kelemahannya antara lain: keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik; sulit mencari alat pembandingnya sehingga sulit diukur

13

kebenaran dan keabsahannya; dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan seringkali diabaikan. b. pengalaman. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat dari pengetahuan praktis karena berdasarkan pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu serta dapat memperhitungkan untung ruginya dan baik buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman seseorang dapat menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja sudah menemukan cara penyelesaiannya. c. fakta. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada. d. wewenang. Pengambil keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahannya atau orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya antara lain: kebanyakan penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakah penerima tersebut secara sukarela ataukah secara terpaksa; keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama; memiliki otentisitas (otentik). Kelemahannya antara lain: dapat menimbulkan sifat rutinitas; mangasosiasikan dengan praktik diktatorial; sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan. e. rasional. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan secara rasional ini terdapat beberapa hal sebagai berikut: kejelasan masalah, tidak ada keraguan dan kekaburan masalah; orientasi tujuan dan kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai; pengetahuan alternatif, seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya; preferensi yang jelas, alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria; hasil maksimal, pemilihan alternatif terbaik didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal, pengambilan keputusan secara rasional berlaku sepenuhnya dalam keadaan ideal. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan menurut Rochaety dkk (155: 2005) adalah sebagai berikut:

14

a.

posisi atau kedudukan. Posisi atau kedudukan dapat dilihat dalam hal : letak posisi, apakah sebagai pembuat keputusan, penentu keputusan, ataukah staf; tingkatkan posisi apakah sebagai strategi, policy, peraturan, organisasional, operasional, atau teknis.

b.

masalah. Adalah apa yang menjadi penghalang untuk tercapainya tujuan yang merupakan penyimpangan dari apa yang diharapkan, direncanakan, dikehendaki, atau harus diselesaikan. Masalah dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: masalah terstruktur (well structured problems) yaitu masalah yang logis, dikenal, dan mudah diidentifikasi; masalah tidak terstruktur (well structured problems) yaitu masalah yang masih baru, tidak biasa, dan informasinya tidak lengkap. Masalah diatas dapat dibagi menjadi: masalah rutin yaitu masalah yang sifatnya sudah tetap, selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari; masalah insidentiil yaitu masalah yang sifatnya tidak tetap, tidak selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari.

c.

situasi adalah keseluruhan faktor dalam keadaan yang berkaitan satu sama lain, dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita beserta apa yang hendak kita perbuat. Faktor-faktor itu dibedakan atas: faktor-faktor yang konstan yaitu faktor-faktor yang sifatnya tidak berubah-ubah atau tetap keadaannya; faktor-faktor yang tidak konstan yaitu faktor-faktor yang sifatnya selalu berbuah-ubah atau tidak tetap keadaannya.

d. e.

kondisi adalah keseluruhan faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gerak, daya berbuat atau kemampuan kita. tujuan. Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan) tujuan organisasi, maupun tujuan usaha pada umumnya telah tertentu atau ditentukan. Tujuan yang telah ditentukan dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan antara atau objektif. Pada prinsipnya seorang pemimpin lembaga pendidikan selalu mencari perilaku

yang rasional dalam bertindak, namun karena pimpinan tersebut memiliki keterbatasan dalam kapasitas kognitifnya, informasi, dan nilai-nilainya, harus dicari informasi terhadap alternatif yang mungkin diambil serta konsekuensi yang menyertai serta alternatif. Alternatif yang telah diambil kemudian dievaluasi agar hasil yang telah dicapai berdasarkan pilihan atau tujuan dapat diketahui. Proses ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam mencapai pilihan alternatif yang rasional. Kelengkapan keputusan yang rasional akan memerlukan informasi yang lengkap dengan mengandalkan kapabilitas organisasi pendidikan untuk dikumpulkan dan diproses secara tepat. Keterbatasan organisasi pendidikan biasanya diatasi dengan cara mendesain dan

15

mengimplementasikan aturan dan rutinitas dengan menyederhanakan dan menuntut pilihan perilaku yang rasional. Pengumpulan informasi dan persyaratan proses informasi terjadi melalui kapabilitas masing-masing lembaga pendidikan atau individu pimpinan lembaga pendidikan tersebut. Serta tergantung keadaan tingkat ambiguitas tujuan atau konflik tujuan maupun tingkat ketidakpastian teknis. Oleh karena itu lembaga pendidikan dapat mengatasinya dengan mengadopsi salah satu model dari model pengambilan keputusan berikut ini. a. rational model: model ini digunakan jika tingkat ambiguitas atau konfliksitas sasaran maupun tingkat ketidakpastian teknis rendah. Pilihan dipermudah oleh kinerja program dan standar operasional yang disusun menurut aturan keputusan serta rutinitas yang telah dipelajari oleh sebuah organisasi atau lembaga pendidikan. b. political model: ketika tujuan diperebutkan berbagai kelompok kepentingan dan kepastian teknis tinggi dalam kelompok, keputusan dari tindakan merupakan hasil tawar menawar antara pemain yang mengejar kepentingan mereka dan memanipulasi instruumen pengaruh yang tersedia. c. anarchy model: dipergunakan jika tingkat ambiguitas atau konfliksitas sasaran maupun tingkat ketidakpastian teknis tinggi. Keputusan terjadi melalui peluang dan waktu ketika ada masalah, partisipan, dan pilihan tepat serta ketika solusi dilekatkan terhadap persoalan dan persoalan dipilih oleh partisipan yang memiliki waktu dan energi untuk melakukan hal tersebut. d. process model: digunakan jika tingkat ambiguitas atau konfliksitas sasaran rendah sedangkan ketidakpastian teknisnya tinggi. Ketika tujuan dan sasaran bersifat strategis dan jelas, tetapi metode teknis untuk mencapainya tidak pasti, pengambilan keputusan menjadi proses dinamis yang ditandai dengan banyak interupsi dan iterasi. Sebelum mengambil keputusan, pengambil keputusan terlebih dahulu harus menentukan langkah model agar proses pengambilan keputusan sesuai dengan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Robbin memberikan petunjuk langkah-langkah model pengambilan keputusan yaitu: a. b. Kejelasan masalah. Masalah harus jelas dan tidak mendua. Pengambilan keputusan diasumsikan memiliki informasi lengkap sehubungan dengan situasi keputusan. pilihan-pilihan diketahui. Diasumsikan bahwa pengambilan keputusan dapat mengidentifikasikan semua kriteria yang relevan dan dapat mendaftarkan semua alternatif yang dapat dilihat. Lagi pula pengambil keputusan sadar akan semua konsekuensi yang mungkin dari setiap alternatif.

16

c. d. e.

pilihan yang jelas.rasional mengasumsikan bahwa kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan dan ditimbang untuk mencerminkan arti pentingnnya. pilihan yang konstan. Diasumsikan bahwa kriteria keputusan yang spesifik itu konstan dan bahwa beban yang ditugaskan kepada mereka stabil sepanjang waktu tidak ada batasan waktu atau biaya. Pengambilan keputusan rasional dapat memperoleh infomrasi lengkap tentang kriteria dan alternatif karena diasumsikan bahwa tidak ada pembatasan waktu dan biaya.

f.

pelunasan maksimum. Pengambilan keputusan rasional akan memilih alternatif yang menghasilkan nilai yang dirasakan paling tinggi. Keputusan yang akan diambil sebagai pemecahan masalah yang dihadapi lembaga

pendidikan akan didasarkan atas sistem informasi fungsional manajemen pendidikan. Menurut Raymond dalam Rochaety dkk (2005: 168) bahwa setiap organisasi termasuk lembaga pendidikan untuk mempertahankan eksistensinya harus berpegang pada keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang matang, keputusan yang dianggap layak untuk dilaksanakan adalah keputusan yang didasarkan atas sistem informasi yang akurat. Sistem informasi fungsional manajemen pendidikan diilustrasikan dalam gambar berikut ini:

Sistem Informasi Manajemen Pendidikan

SIM Keuangan

SIM Operasi

SIM SDM

SIM Pemasaran

17

Gambar diatas menunjukkan bahwa integrasi dari setiap fungsional manajemen pendidikan akan menghasilkan sistem informasi manajemen pendidikan yang akurat sebagai subsistem pendukung keputusan bidang pendidikan. Misalnya keputusan manajemen keuangan (biaya pendidikan), keputusan manajemen operasi pendidikan, keputusan manajemen sumber daya manusia pendidikan(tenaga kependidikan maupun pendidik) dan keputusan tentang publikasi (pemasaran jasa) pendidikan. Hal ini sangat diperlukan untuk menetapkan keputusan yang diambil sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam manejemen pendidikan. Disamping subsistem informasi manajemen, terdapat subsistem lainnya dalam proses pengambilan keputusan yaitu sistem informasi akuntansi, sistem pendukung keputusan, fakta (fenomena) di lapangan, dan pengetahuan yang harus dimiliki oleh pengambil keputusan. Adapun sistem informasi fungsional manajemen pendidikan dapat dijelaskan berikut ini: 1. Sistem Informasi Manajemen Keuangan Dalam Pendidikan Sistem inforasi manajemen keuangan digunakan untuk membantu proses pengolahan data keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan berdasarkan sistem pencatatan yang disebut akuntansi. Akuntansi menyajikan laporan keuangan yang dibutuhkan oleh manajer keuangan dalam bentuk neraca, laporan rugi laba, serta laporan perubahan modal. Oleh karena itu sistem informasi manajemen keuangan sering disebut dengan sistem informasi akuntansi. Semua kegiatan dalam lembaga pendidikan yang menyangkut kegiatan operasi, keuangan, sumber daya manusia dan pemasaran jasa pendidikan membutuhkan biaya yang cukup memadai. Untuk mendukung semua kegiatan tersebut harus didasarkan pada anggaran yang telah ditetapkan sesuai dengan prosedur maupun sistem pendidikan yang ada. Di Indonesia dukungan sistem informasi keuangan bidang pendidikan sangat sulit, mengingat sistem pendidikan di negara ini dilakukan oleh dua pelaku pendidikan yaitu pemerintah yang menyelenggarakan lembaga pendidikan negeri dan lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh swasta. Dari kedua penyeleggaraan pendidikan tersebut standar nominal biaya pendidikan tidak bisa dilakukan secara jelas. Masyarakat hanya bisa menggambarkan biaya pendidikan murah dan mahal padahal penilaian murah (terjangkau) atau mahalnya biaya pendidikan harus didasarkan pada standar nominal biaya yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dalam menghadapi permasalahan kebijakan biaya pendidikan akan digambarkan model sistem informasi keuangan jasa pendidikan sebagai berikut:

18

INFORMASI Subsistem Input Subsistem Output

Sistem Informasi Akuntansi Sumber internal Subsistem Pemeriksaan internal

Subsistem Ramalan Keuangan

D A T A B KEUANGAN A S E

Subsistem Pembiayaan

Pengguna Jasa

Sumber Lingkungan Subsistem Penyelidikan Keuangan Subsistem Pengendalian

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa kebutuhan akan sistem informasi keuangan berawal dari subsistem unput yang meliputi sistem informasi akuntansi, subsistem pemeriksaan internal, dan subsistem penyelidikan keuangan. Ketiga unsur tersebut berperan sebagai database yang berasal dari sumber internal organisasi pendidikan dan sumber lingkungan. Kemudian database diolah dan menjadi subsistem output untuk dapat memperkirakan berapa besarnya anggaran pendidikan yang akan dialokasikan, berapa biaya yang harus dikeluarkan dan bagaimana pola pengendalian biaya yang telah dikeluarkan. Tahapan subsistem input, database, subsistem output. Hal ini merupakan bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan keuangan atau biaya pendidikan. Model yang dikemukakan tersebut diharapkan menjadi sistem pendukung keputusan bidang keuangan sehingga dalam anggaran biaya pendidikan, alokasi biaya pendidikan akan tepat sasaran dan dalam proses pengendalian mudah dilakukan. 2. sistem Informasi Manajemen Operasi Dalam Pendidikan Menurut Lovelock dalam Rochaety (2005:172) bahwa pendidikan merupakan jenis jasa yang diciptakan oleh penyedia jasa untuk disampaikan secara langsung pada pola pikir seseorang. Dari ungkapan tersebut dapat diuraikan bahwa jasa penddikan disajikan untuk mengisi pola pikir seseorang. Oleh karena itu operasi jasa pendidikan lebih menekankan pada bagaimana menyajikan jasa pendidikan agar dapat diterima dengan mudah oleh konsumen 19

atau pengguna jasa pendidikan. Proses operasi jasa digambarkan dalam diagram input-proses (transformasi)-output berikut ini: INPUT Kurikulum Tenaga kependidikan Perlengkapan Siswa/mahasiswa Guru/dosen Buku ajar PROSES TRANSFORMASI MANAJEMEN OPERASI OUTPUT LULUSAN

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses transformasi jasa pendidikan dari penyedia jasa pendidikan berawal dari input atau masukan berupa kurikulum, tenaga kependidikan, perlengkapan, siswa, pendidik, buku ajar yang disediakan. Selanjutnya proses transformasi dari pendidik kepada siswa yang didukung oleh input lainnya seperti kurikulum, tenaga kependidikan, dan perlengkapan untuk proses pembelajaran. Semua input diproses dan terjadi transformasi dari pendidik kepada siswa yang akan menghasilkan output berupa lulusan. Proses transformasi disebut juga dengan manajemen operasi jasa karena dalam tahap ini terjadi proses penyajian jasa pendidikan kemudian ditransformasikan dari pendidik kepada siswa berupa pola pikir (mind). Operasi jasa pendidikan akan melibatkan dua kelompok manusia yang menyajikan jasa pendidikan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk kelompk penyaji jasa pertama yang tidak langsung bertemu dengan siswa atau pengguna jasa pendidikan dikenal dengan back office yang terlibat dalam hal ini adalah tenaga administrasi, keamanan sekolah atau petugas kebersihan sekolah, mereka pelaku utama operasi pendidikan. Adapun kelompok penyaji jasa yang langsung bertemu dengan siswa adalah pendidik atau dikenal dengan front office, memiliki peran ganda yaitu sebagai penyaji jasa sekaligus penyampai jasa pendidikan. Kedua penyaji jasa pendidikan tersebut masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama karena peran yang dituntut bagaimana menyajikan jasa pendidikan yang berkualitas dan bisa memenuhi harapan siswa khususnya dan pengguna jasa pendidikan pada umumnya. Untuk memperlancar kegiatan operasi jasa pendidikan serta agar dapat menyajikan jasa pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, dibutuhkan sistem informasi operasi jasa pendidikan sebagai sistem pendukung keputusan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan model sistem operasi jasa pendidikan seperti gambar berikut ini: 20

INFORMASI Subsistem Input Subsistem Output Subsistem Operasi

Sistem Informasi Akuntansi Sumber internal Subsistem Infrastruktur Jasa

Subsistem Kualitas Layanan

Pengguna Jasa

Sumber Lingkungan Subsistem Penyelidikan Operasi Subsistem Biaya

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa suatu sistem informasi operasi jasa pendidikan berawal dari subsistem input yang terdiri dari sumber internal dan sumber lingkungan berupa sistem informasi akuntansi, subsistem infrastruktur untuk menyajikan jasa pendidikan dan subsistem penyelidikan operasi berupa fenomena yang aktual di lapangan. Dari sumber internal dan lingkungan dibuat database sebagai dasar pengambilan keputusan yang diwujudkan dalam subsistem output operasi dibantu petugas operasi back office maupun front office yang menghasilkan kualitas layanan yang diintegrasikan dengan biaya operasi yang sesuai dengan keinginan penggunanya. 3. Sistem Informasi Manejemen Pemasaran Jasa Pendidikan Menurut Kotler dalam Rochaety dkk (2005:176) sistem informasi pemasaran merupakan perpaduan antara manusia, peralatan dan prosedur untuk mengumpulkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mendistribusikan informasi yang sesuai kebutuhan, tepat waktu, dan akurat bagi pembuat keputusan pemasaran. Dari pengertian sistem informasi pemasaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi pemasaran sangat diperlukan bagi pengambil kebijakan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan. Demikian halnya dengan jasa pendidikan, sistem informasi pemasaran sangat diperlukan untuk mengumpulkan, menganalisis, maupun mengevaluasi jasa pendidikan yang ditawarkan kepada konsumen. Kebutuhan sistem informasi pemasaran jasa

D A O T P A E B R A A S S E I
21

pendidikan diperlukan untuk memperbaiki sistem maupun kualitas jasa pendidikan yang ditawarkan agar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen jasa pendidikan Sistem informasi pemasaran bermanfaat untuk mengatur arus informasi pemasaran jasa pendidikan karena tingkat persaingan jasa pendidikan saat ini sangat ketat seperti halnya persaingan di dunia bisnis. Terjadinya persaingan yang sangat ketat antar jasa pendidikan merupakan dampak dari banyaknya jasa pendidikan yang ditawarkan oleh penyedia jasa. Untuk menganalisis perkembangan pemasaran jasa pendidikan, para pengambil kebijakan bidang pendidikan memerlukan informasi mengenai perkembangan maupun lingkungan pemasaran jasa pendidikan agar situasi persaingan jasa pendidikan dapat dianalisis lebih awal. Di bawah ini diilustrasikan model sistem informasi pemasaran jasa pendidikan seperti yang dikembangkan oleh Raymond dalam Rochaety dkk (2005:175). Subsistem Input Sistem Informasi Akuntansi Sumber internal Subsistem Riset Pemasaran Sumber Lingkungan Subsistem Penyelidikan Pemasaran Subsistem output Kinerja Pendidikan Tempat & Waktu Belajar Promosi & Edukasi Biaya Pendidikan Produktivitas & Kualitas Manusia Proses Jasa Pendidikan Keamanan & Kenyamanan Dapat di jelaskan bahwa sistem informasi pemasaran jasa pendidikan menyediakan informasi tentang jasa pendidikan yang ditawarkan oleh berbagai lembaga pendidikan yang ada. Model sistem informasi pemasaran dimulai dari tahap subsistem input jasa pendidikan yang bersumber dari internal maupun lingkungan jasa pendidikan, dilengkapi hasil penelitian dan penyelidikan pemasaran yang diperoleh di lapangan. Dari subsistem input diproses menjadi basis data untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Tersedianya basis data akan dijadikan sebagai dasar output subsitem yang menyajikan delapan elemen bauran 22 INFORMASI

Pengguna Jasa

D A T JA A B S A A S E P E P N E D M IA D S IA K R A A N N

pemasaran jasa pendidikan, kemudian dari seluruh bauran pemasaran jasa pendidikan dapat dijadikan sistem pendukung keputusan bagi penggunanya. 4. Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Pendidikan Efektifitas kegiatan sumber daya manusia bidang pendidikan akan sangat tergantung kepada kualitas informasi yang digunakan untuk menyusun berbagai program kegiatan tersebut. Kemampuan lembaga pendidikan dalam memperoleh, menyimpan, memelihara, dan menggunakan informasi sumber daya manusia. Banyak lembaga pendidikan telah menyadari pentingnya pemenuhan kebutuhan informasi sumber daya manusia. Lembaga pendidikan tersebut mengembangkan sistem informasi sumber daya manusia dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas serta mendukung program sumber daya manusia. Dalam hal ini akan diperkenankan konsep dasar sistem informasi sumber daya manusia bidang pendidikan serta langkah pengembangannya. Rochaety dkk (2005:175) menngungkapkan bahwa sistem informasi sumber daya manusia pendidikan merupakan sebuah prosedur sistematis pengumpulan, penyimpanan, pemeliharaan, validasi, serta pengambilan kembali data sumber daya manusia yang dibutuhkan lembaga pendidikan dalam melaksanakan kegiatan fungsi SDM dan karakteristik satua kerja. SIM pendidikan digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan yang berkaitan dengan SDM pendidikan. SIM pendidikan diharapkan juga akan memenuhi kebutuhan informasi tentang berakhirnya masa kerja (pensiun). Jika keadaan ini dukung dengan data yang akurat, selama melaksanakan tugasnya seorang pendidik akan benar-benar mempersiapkan masa pensiun dengan penuh kesiapan mental. Oleh karena itu SIM pendidikan diharapkan dapat memberikan informasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan untuk menyediakan data kepegawaian bidang pendidikan secara tepat dan akurat. Pada dasarnya komponen dasar model SIM sumber daya manusia pendidikan sama dengan konsep SIM secara umum. Pertama fungsi subsistem input mencakup tiga komponen dasar yaitu sistem informasi akuntasi, sistem penelitian sumber daya manusia, subsistem penyelidikan sumber daya manusia. Ketiga komponen tersebut berasal dari sumber internal maupun lingkungan organisasi pendidikan. Kedua dta base sumber daya manusia untuk menentukan subsistem output. Ketiga subsistem output dengan komponen subsistem perencanaan SDM, rekrutmen, penempatan, pengembangan, sistem kompensasi, dan subsistem pola pemberhentian. Seluruh informasi yang telah diolah akan dijadikan dasar pengambilan keputusan para pengambil kebijakan bidang pendidikan. Konsep penting dalam pengembangan SIM pendidikan merupakan pembentukan pusat informasi sumber daya manusia. Apabla salah satu konsep ini terabaikan, sistem yang sedang dibangun tidak akan 23

memenuhi tujua yang telah ditetapkan sebelumnya. Keseluruhan komponen sistem dan subsitem informasi sumber daya manusa diilustrasikan dalam model berikut ini. Subsistem Input Sistem Informasi Akuntansi Sumber internal Subsistem Penelitian SDM Subsistem Output Perencanaan SDM Rekrutmen SDM Penempatan SDM INFORMASI

Pengembangan SDM Sistem Kompensasi Program Pemberhentian

Pengguna Jasa

Sumber Lingkungan Subsistem Penyelidikan SDM

Dari uraian sistem informasi fungsionl manajemen pendidikan, menurut Lovelock dalam Rochaety dkk (2005: 178) tiga fungsi manajemen merupakan peran sentral dalam melayani konsumen (pengguna jasa pendidikan). Ketiga fungsi sentral manajemen tersebut dimainkan oleh manajemen operasi, manajemen SDM, dan manajemen pemasaran. Fungsi manajemen tersebut langsung berhadapan dengan pengguna jasa pendidikan (konsumen). Keterkaitan antara ketiga fungsi manajemen tersebut dalam pendidikan diilustrasikan dalam diagram berikut ini.

Manajemen Operasi

Konsume n

I S K D A M N

D A T P A E B N A D IS E D

Manajemen Pemasaran

Manajemen SDM

24

Gambar tersebut menjelaskan betapa pentingnya ketiga dimensi manajemen yang harus diimplementasikan dalam sebuah organisasi. Dalam ha ini lembaga pendidikan menuntut pengelolaan yang sama. Pengelolaan ini menyangkut pengadaan sumber daya manusia bidang pendidikan baik untuk tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan yang harus sesuai dengan kompetensi yang ditbutuhkan oleh lembaga pendidikan. Manajemen operasi yang mengatur operasional lembaga pendidikan dan proses pembelajaran sangat erat kaitannya dengan pengadaan sumber daya manusia. Hal ini disebabkan operasional lembaga pendidikan tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang handal akan menghadapi kendala, baik kendala kompetensi, keterampilan, maupun kualitas layanan yang diberikan kepada siswa/mahasiswa (masyarakat) sebagai konsumen lembaga pendidikan. Manajemen pemasaran jasa lembaga pendidikan dengan sendirinya akan menyesuaikan dengan sistem sumber daya manusia maupun operasional lembaga pendidikan yang ada. Kalaupun penerapan strategi pemasaran sangat baik tetapi pola kerja sumber daya manusia dan operasional lembaga pendidikan tidak berkualitas, hal itu berpengaruh besar terhadap citra konsumen (masyarakat) pengguna jasa pendidikan. Dengan mengaplikasikan dimensi manajemen tersebut, maka lembaga pendidikan yang ada di indonesia akan memiliki keunggulan bersaing dan mampu memenuhi tuntutan dunia usaha dan sejajar dengan lembaga pendidikan di luar negeri. Dari keseluruhan uraian sistem informasi manajemen pendidikan yang perlu menjadi bahan pemikiran adalah bagaimana menciptakan sistem informasi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan bidang pendidikan agar pemecahan masalah yang dihadapi manajemen pendidikan dapat diselesaikan secara tepat. Disamping itu sisitem informasi manajemen pendidikan sangat diperlukan sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan bidang pendidikan. Dengan demikian dalam menetapkan kebijakan memiliki nilai tambah yang sangat berharga bagi pengembangan dunia pendidikan umumnya. Selain itu tidak ada pihak yang merasa dikorbankan terutama masyarakat sebagai konsumen yang mendambakan iklim pendidikan lebih mempunyai arti untuk pertumbuhan sumber daya manusia di masa mendatang.

25

BAB III KESIMPULAN

1.

Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya, dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau yang akan datang. Informasi mempunyai arti yang sangat penting bagi suatu organisasi. Organisasi lembaga pendidikan membutuhkan informasi yang tepat, baik, dan akurat dalam mendukung setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin. Dengan didukung informasi tersebut pengambilan keputusan dapat memberikan hasil yang efektif dan efisien bagi tercapainya tujuan organisasi.

2.

Nilai informasi adalah nilai perubahan dalam perilaku keputusan karena informasi (dikurangi biaya informasi) atau Nilai sebuah informasi adalah manfaat bersih yang diperoleh dalam suatu keputusan (manfaat total dikurangi dengan biaya total) jika didukung oleh informasi yang baik. Nilai informasi yang tepat adalah nilai yang diharapkan dari peluang kerugian. Informasi tidak mempunyai nilai bila tidak menyebabkan suatu perubahan dalam keputusan. Dalam organisasi pendidikan nilai informasi sangat penting dalam memperhitungkan setiap keputusan yang diambil dalam mencapai tujuan.

3.

Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pimpinan akan berpengaruh besar terhadap kelangsungan organisasi lembaga pendidikan atau sekolah. Keputusan yang akan diambil sebagai pemecahan masalah yang dihadapi lembaga pendidikan akan didasarkan atas sistem informasi fungsional manajemen pendidikan. sistem informasi fungsional manajemen pendidikan dibagi menjadi sistem informasi manajemen keuangan (biaya pendidikan), sistem informasi manajemen operasi pendidikan, sistem informasi manajemen sumber daya manusia pendidikan(tenaga kependidikan maupun pendidik), dan sistem informasi manajemen pemasaran jasa pendidikan. integrasi dari setiap fungsional manajemen pendidikan akan menghasilkan sistem informasi manajemen pendidikan yang akurat sebagai subsistem pendukung keputusan bidang pendidikan.

26

DAFTAR PUSTAKA

Husein, Muhammad dan Wibowo, Amin. 2006. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Ibnu, Syamsi. 1995. Pengambilan Keputusan Dan Sistem Informasi. Jakarta. PT Bumi Aksara Iqbal, M Hasan. 2002. Pokok Materi Pengambilan Keputusan. Jakarta: Ghalia Indonesia Laudon, Kenneth C. Laudon, Jane P. 2008. Management Information Systems Managing The Digital Firm; Sistem Informasi Manajemen Mengelola Perusahaan Digital. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat Rochaety, Eti. Rahayuningsih, Pontjorini. Yanti, Prima Gusti. 2005. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara Siagian, sondang P. 2000. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta; PT Bumi Aksara Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Andi http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_sistem_informasi/bab11-nilai_informas i_bagi_pengambil_keputusan.pdf di unduh pada tanggal 17 Mei 2011

27

Anda mungkin juga menyukai