Anda di halaman 1dari 23

Osama bin Laden Seorang Ayah yang Keras

Pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden merupakan seorang ayah yang keras. Dia melarang mainan dan peralatan elektronik modern digunakan di rumahnya. Osama juga terkenal sangat disiplin terhadap anak-anaknya. Hal itu diungkap dalam buku Growing up Bin Laden karya Jane Sasson yang akan diluncurkan akhir bulan ini, seperti dilansir AFP, Jumat (16/10/2009). Dalam buku tersebut, istri pertama Osama, Najwa, dan anak keempatnya, Omar, memberikan pandangan sekilas mengenai kehidupan pribadi pria yang diyakini sebagai dalang peristiwa 11 September di Amerika Serikat ini. "Ayah tidak akan mengizinkan ibu untuk menyalakan pendingin ruangan yang ada di apartemen. Begitu juga dengan lemari es yang ada di dapur, tidak akan dizinkan untuk digunakan," ujar Omar. Sementara Najwa memaparkan transformasi perjalanan hidup Osama dari seorang pengantin baru yang alim menjadi seorang pemimpin radikal Islam yang mendunia. Osama memulai dari perjalanan dengan keluarganya yang hijrah dari Arab Saudi ke Pakistan, Sudan, Afghanistan, dan termasuk juga ke Amerika Serikat. Sesaat setelah Revolusi Islam Iran tahun 1979, Osama dan istrinya mengunjungi Indianapolis dan Los Angeles untuk bertemu mentornya, seorang tokoh Islam Palestina Abdullah Azzam. "Kami hanya di sana selama 2 minggu, dan selama seminggu penuh Osama pergi ke Los Angeles untuk bertemu dengan beberapa orang di kota itu," ujar Najwa. Kemudian, Osama berpergian ke Pakistan dan Afghanistan untuk melawan pendudukan Soviet.

Sekembalinya ke Arab Saudi, dia menjadi pahlawan, namun di rumah dia meningkatkan kedisiplinan pada anaknya. Osama menghukum anak-anaknya, yang lebih dari 12 orang, bila melakukan pelanggaran. Dia bahkan memaksa anaknya untuk memanjat gunung tanpa air minum sama sekali. Namun di samping itu, Osama yang lancar berbahasa Inggris ini juga seorang pecinta bunga dan menyukai mobil-mobil sport. Osama kerapkali membeli beberapa mobil mewah untuk melampiaskan kesenangannya pada mobil sport, termasuk sebuah mobil Mercedes emas miliknya. Bahkan dia pernah membeli sebuah speed boat. "Tidak ada kepuasan lagi selain seharian mengendarai mobilnya di gurun, di mana dia bisa meninggalkan mobilnya begitu saja dan berjalan-jalan di gurun," cerita Najwa. Dengan diterbitkannya buku ini, tidak diragukan lagi pihak AS akan mempelajarinya secara teliti. Isi buku ini bisa digunakan sebagai petunjuk baru dalam mengungkap kebiasaan dan keberadaan Osama.

Peringatan Putra Osama: Pengikut Ayah Banyak yang Lebih Jahat!

Putra Osama Bin Laden, Omar Bin Laden, memperingatkan jika ayahnya tewas terbunuh, maka pengganti pemimpin Al Qaeda kemungkinan akan jauh lebih jahat. Menurut Omar, ayahnya adalah yang paling baik di antara anggota Al Qaeda. "Dari apa yang saya tahu tentang ayah saya dan orang di sekitarnya, saya yakin ayah adalah yang

paling baik, karena yang lain banyak (tak terhitung) yang lebih jahat," kata Omar bin Laden dalam wawancara dengan ABC News, seperti dikutip dari AFP, Kamis (12/2/2010). "Mentalitas mereka ingin membuat lebih banyak kekerasan, untuk menciptakan lebih banyak masalah," imbuh Omar. Omar, yang menulis buku tentang pengalamannya 'Growing Up Bin Laden', mengatakan dia dan saudarnya laki-laki berpisah dengan Osama ketika ayahnya mendorong mereka menjadi pembom bunuh diri. "Kami sangat syok. Mengapa ayah kami mengatakan hal seperti ini kepada kami? Setelah kami pergi, kami hanya bisa memperbincangkannya, dan berkata ini tidak akan pernah terjadi. Ini bukan jalan kami," katanya. Osama, yang tak kedengaran kabarnya setelah mendalangi penyerangan 11 September di AS, belakangan memecah kesunyian lewat pesan suara yang memuji Umar Farouk Abdulmutallab. Farouk adalah orang nigeria yang dituduh dalam usaha peledakan pesawat Northwest Airlines di AS pada Hari Natal tahun lalu. Dalam wawancara, Omar bin Laden mengkritik pesan ayahnya tersebut. "Menyerang orang yang damai adalah tidak adil, tidak dapat diterima. Jika kamu mempunyai problem dengan tentara atau pemerintah, kamu seharusnya memerangi mereka. Ini adalah yang saya temukan dan tidak bisa saya terima dari jalan ayah saya," jelas Omar. "Ayah saya seharusnya mengirimkan surat kepada orang-orang seperti ini, untuk setidaknya mereka tidak menyerang penduduk sipil," kata Omar. Ditanya apakah ada sesuatu hal yang ayahnya suka tentang AS, Omar menjawab, "Senjatanya, tidak ada yang lain."

Osama Diperkirakan Punya 12-24 Anak

Meski jenazah Osama bin Laden telah dibuang ke laut, namun kehidupan pribadinya tetap menarik diikuti. Apalagi kisah-kisah pribadinya itu tidak banyak terungkap. Misalnya saja jumlah istri dan anaknya. Media Inggris, Daily Mail, edisi Rabu (4/5/2011) menduga Osama adalah ayah 12 hingga 24 anak. Tidak dijelaskan apakah anak-anak itu termasuk 4 anak Osama yang diamankan otoritas Pakistan setelah penggeberekan pada Senin (2/5) dinihari lalu. Anak-anak itu berusia hingga 12 tahun, satu di antaranya bernama Sofia. Selain mereka, otoritas Pakistan juga mengamankan dua perempuan, diduga istri Osama. Kedua perempuan itu, menurut saksi mata, satu berbahasa Arab, satu berbahasa Urdu. Sebuah dokumen yang diklaim sebagai surat wasiat Osama dimuat sejumlah media Timur Tengah. Wasiat itu diberi tanda 'pribadi dan rahasia' dan dibuat tanggal 14 Desember 2001, tiga bulan setelah serangan 9/11. Dalam wasiat yang keotentikannya diperdebatkan itu, Osama meminta maaf pada anak-anaknya karena mengabaikan mereka untuk berjihad. Osama juga berpesan agar anak-anaknya tidak mengikuti jejaknya bergabung dengan Al Qaeda. Isi wasiat itu bertolak belakang dengan pengakuan salah seorang anak Osama, Omar, pada koran Guardian pada 2009. "Dia tidak pernah memintaku bergabung dengan Al Qaeda, namun dia mengatakan saya adalah anak yang dipilih untuk melaksanakan pekerjaan itu," kata Omar yang juga penulis buku

Growing Up Bin Laden ini. Anak Osama lainnya, Saad, terbunuh pada 2009 dalam sebuah serangan pesawat, diduga menjadi orang dekat Osama dan berjuang bersamanya di Pakistan. Anak lainnya, Khalid (versi lain menyebut Hamza), tewas bersama Osama dalam penyergapan pasukan komando khusus US Navy Seal 2 Mei 2011. Rohan Gunaratna, penulis Inside Al Qaeda yang juga direktur International Centre for Political Violence and Terrorism Research, yakin dokumen tersebut asli. "Saya tidak ragu dokumen ini real," katanya kepada ABC News. "Meskipun puritan, bin Laden memiliki gaya manajemen yang agak modern," ujarnya. "Dia tidak ingin mereka (anak-anak Osama) mewarisi apa yang dia bangun karena mereka adalah anak-anaknya. Dia ingin mereka membangun dari bawah ke atas," imbuhnya. Namun Michael Scheuer, seorang veteran agen CIA, yang pernah memimpin operasi pencarian Osama, berpendapat surat wasiat itu palsu. "Tidak ada di dalamnya yang menyerupai pola pikir bin Laden. Semua struktur bahasanya salah," ujarnya.

Osama Berwasiat Istri-istrinya Tidak Menikah Lagi

Pemimpin Al Qaeda Osama Bin Laden ternyata sudah jauh-jauh hari membuat wasiat. Osama berpesan agar istri-istrinya tidak menikah lagi dan anaknya tidak masuk Al Qaeda. Sebuah surat kabar Kuwait, Al-Anbaa, menulis surat wasiat itu diberi tanda 'pribadi dan rahasia' dan dibuat tanggal 14 Desember 2001, tiga bulan setelah serangan 9/11. Surat wasiat itu memiliki empat halaman dengan tulisan arab yang diketik melalui komputer. Surat itu ditandatangani sendiri oleh Osama dengan identitas 'Saudara mu Abu Abdullah

Muhammad Osama Bin Laden'. Osama juga menyebutkan dirinya memperkirakan akan dibunuh oleh pengikutnya sendiri yang berkhianat. Seperti dikutip dari guardian.co.uk, Selasa (5/5/2011), Al-Anbaa tidak mengungkapkan bagaimana surat waisat itu diperoleh dan membuktikan keasliannya. Buronan paling dicari AS, Osama bin Laden ditembak mati oleh pasukan elite khusus AS, SEAL Team 6, di kota Abbottabad, Pakistan, Senin (2/5/2011) dini hari waktu setempat. Jasad gembong teroris itu lalu dibuang ke laut dalam waktu 24 jam setelah dipastikan tewas.

Osama Muda di Mata Istri Pertama: Lembut, Berkarakter Kuat dan Tegas

Lembut, berkarakter kuat, dan tegas. Kesan itulah yang terdapat pada diri Osama bin Laden muda di mata istri pertamanya Najwa Ghaneem, anak kedua dari 7 bersaudara dari keluarga asal Yaman yang tinggal di Latakia, Suriah. Dalam buku 'Growing Up bin Laden' yang ditulis oleh Najwa, putra keempatnya, Omar bin Laden dan Jean Sasson, penulis terkenal New York Times, Najwa yang merupakan sepupu Osama mengungkapkan kesan-kesan pada mantan suaminya saat tumbuh besar bersama. Ayah Najwa memiliki saudara perempuan yang biasa dipanggil bibi Allia oleh Najwa dan saudara-saudaranya. Allia kemudian menikah dengan Mohammed bin Laden, kontraktor kaya di Arab Saudi yang memiliki hubungan pertemanan erat dengan Raja Abdul Azis al Saud. Tak pelak, Mohammed pun menjadi orang terkaya di negara yang dipenuhi dengan orang-orang kaya.

"Pernikahan itu singkat saja, dan bibiku hanya punya seorang anak dengan Mohammed bin Laden, anak lelaki bernama Osama," tulis Najwa mengenai orang tua Osama. Osama lahir di Arab Saudi pada tahun 1957. Sedangkan Najwa, lahir di Latakia, Suriah pada tahun 1958. Usai bercerai dengan Mohammed bin Laden, Allia menikah lagi dengan Mohammad al-Attas, warga Arab Saudi yang bekerja pada suami pertama Allia, dan dikaruniai 4 anak, 3 lelaki dan 1 perempuan. Allia digambarkan Najwa suka berpakaian modis kendati menutupi lengan dan kakinya ketika berkunjung ke rumah keluarga Najwa di Latakia, Suriah. Allia juga berkerudung menutup rambutnya, namun menutup wajahnya saat di Arab Saudi. "Bibi Allia lebih terkenal karena kebaikannya daripada gaya berpakaian dan kharismanya. Kapan pun dia mendengar kerabat yang kesusahan, dia akan dengan diam-diam memberikan bantuan untuk kelangsungan hidup mereka," tulis Najwa. Sebagai saudara sepupu, putra-putri keluarga ayah Najwa dan keluarga Allia tumbuh bersama. Allia beserta keluarganya sering berkunjung ke rumah Najwa, sekedar makan bersama, dengan obrolan ringan dan gelak tawa. Najwa saat remaja adalah gadis yang lincah, bahkan cenderung pemberontak pada ibunya, seorang ibu rumah tangga muslim yang konservatif, yang selalu menutup rambut dari leher hingga mata kaki. "Aku memberontak pada terhadap pakaian tradisional semacam itu. Aku menolak permintaannya untuk berpakaian sederhana, aku bahkan menolak menutup rambutku. Aku mengenakan pakaian yang indah berwarna-warni yang tak terlalu kuno," tulisnya. Saat musim panas, Najwa menolak memakai baju yang menutupi lengan atau rok terulur sampai mata kakinya. Hobi Najwa, selain membaca, juga gemar bermain tenis, naik sepeda dan melukis di atas kanvas. "Aku akan berdebat dengan ibuku jika dia mengkritisi gaya berpakaianku yang modern. Kini aku merasa membuatnya gusar waktu itu," tulis Najwa. Saat bertumbuh remaja, Osama, tentu saja merupakan bagian dari keluarga dan hidup Najwa. Di mata Najwa, sepupunya yang berusia setahun lebih tua itu serius dan berhati-hati. "Begitu menginjak usia tujuh atau delapan tahun, ingatanku mulai jelas. Osama sering tampak jauh lebih tua dari usianya yang hanya setahun dariku, mungkin dia adalah anak yang serius serta hati-hati," jelas Najwa. Osama, kendati dinilai misterius, semua sepupunya menyukainya. Karakternya pendiam dan

lembut. "Aku bisa berkata bahwa dia pemuda yang percaya diri tapi tak arogan. Dia lembut tapi tak lemah. Dia serius tapi tak bengis. Yang pasti dia sangat berbeda dengan saudara-saudaraku yang sangat ramai, yang selalu menggodaku dengan berbagai hal," imbuhnya. Najwa mengenang tak pernah mengenal seorang anak seperti Osama yang begitu serius dan lembut. "Meskipun sikapnya sangat tenang, tak ada yang pernah menganggap Osama lemah, karena karakternya kuat dan tegas," jelas Najwa. Karakter Osama yang kuat dan tegas ini, tampak saat Osama bermain dengan kakak Najwa, Naji. Seperti kebanyakan remaja pada umumnya, Naji dan Osama berjalan menyusuri kota kuno sekaligus ibukota Suriah, Damaskus, hingga lapar dan dahaga. Osama, Naji dan teman-temannya berteduh di bawah pohon apel. Tergiur oleh buah apel, Naji dan teman-temannya memanjat pohon dan Osama disuruh menjaga di bawah. Singkat cerita, ulah mereka sebagai maling apel ketahuan. Osama, Naji dan temantemannya kabur dengan berlari. Segerombol pria terus mengejar dan siap menyabet dengan ikat pinggang mereka. Osama tertangkap, berhadapan dengan pria penjaga terbesar yang kemudian menggigit lengan Osama dengan kuat hingga membekas hingga dewasa. Osama menarik gigi pria itu dari lengannya, mendorongnya dan berteriak, "Sebaiknya kalian melepaskanku. Aku tamu di negara kalian. Aku tak akan membiarkan kalian memukuliku!" "Kau kami lepaskan hanya karena kau di tanah kami," jawab pria penjaga itu. Najwa juga mengenang peristiwa yang paling membuat Osama sedih. Kematian ayah kandungnya, Mohammed bin Laden pada 3 September 1967 dalam kecelakaan pesawat kecil. Saat itu Mohammed berusia 61 tahun. "Sepupuku baru berusia 10 tahun tapi dia sangat mencintai dan menghormati ayahnya. Osama memang selalu berhati-hati dalam tindakan maupun perkataan. Tapi kematian ayahnya begitu mengguncangnya hingga dia semakin menarik diri. Selama bertahun-tahun jarang dia membicarakan kecelakaan tragis itu," tulis Najwa.

Kala Osama Jatuh Cinta: Lebih Pemalu dari Perempuan Bercadar

Najwa Ghaneem, sepupu dan istri pertama Osama bin Laden, menghabiskan masa anak-anak hingga remaja bersama Osama. Benih-benih cinta tumbuh di antara mereka. Najwa yang suka penampilan, kelembutan dan karakter kuat Osama sempat dibikin gregetan dengan sifat Osama. "Aku tak yakin apa yang terjadi, tapi aku tahu bahwa aku dan Osama memiliki hubungan istimewa. Walaupun tak pernah mengatakan apa pun, mata cokelatnya akan bersinar senang setiap kali aku memasuki ruangan. Aku bergetar dengan sukacita saat aku menyadari perhatian intensnya," tulis Najwa dalam buku 'Growing Up bin Laden' halaman 16. Buku 'Growing Up Bin Laden', yang memotret sisi manusiawi dan pribadi Osama ini ditulis oleh Najwa bersama putra keempatnya, Omar bin Laden, dan Jean Sasson, penulis terkenal New York Times. Buku ini diterbitkan pada 2009 oleh St Martin's Press New York. Di Indonesia, buku ini bertebal 543 halaman yang diterbitkan Literati pada April 2010. Dari cara Osama memandangnya, Najwa mengerti dan yakin Osama menyukainya. Dan dalam budaya di tempat Najwa tinggal, Latakia, Suriah, menikah muda adalah hal yang lazim. Gejolak hati Najwa remaja menariknya untuk berpikir menikah dengan Osama. Namun saat-saat pendekatan ini, Osama dinilai Najwa terlalu pemalu dan santun. Padahal, Najwa ingin Osama mendekati orang tuanya untuk membicarakan pernikahan. Tak pelak, sifat Osama ini membuat Najwa gusar dan gregetan. "Tapi, Osama tetap bersikeras dengan sikap santunnya! Bahkan, ketika dia punya kesempatan berbincang-bincang denganku, dia terlihat sulit mengekspresikan dirinya. Aku ingat menatapnya lembut, mulai berpikir bahwa sepupuku ini lebih pemalu daripada 'perawan di balik cadar'," tulis Najwa di halaman 20. Akhirnya, keberanian Osama yang diharapkan Najwa muncul juga. Saat itu Najwa berusia 14 tahun, dan Osama, 15 tahun. Ibu Osama yang juga bibi Najwa, Allia, senang dengan rencana

pertunangan itu karena akan membuat kedua keluarga semakin dekat. Namun, ibu Najwa sempat membujuk agar Najwa tak menikah dengan sepupunya itu. Bukan karena tak suka dengan Osama, melainkan karena tak ingin Najwa pindah begitu jauh, dari Suriah ke Arab Saudi. "Najwa, tolong jangan menyetujui pernikahan ini. Aku ingin kamu tinggal di dekatku, Nak. Jika kamu pergi ke Arab Saudi, pertemuan kita akan sejarang perhiasan yang mahal," kata ibu Najwa. Najwa pun menatap ibunya sejenak. Najwa, gadis yang selalu teguh kala memutuskan sesuatu itu akhirnya menjawab,"Ini hidupku, Ibu. Aku yang memutuskan. Aku mencintainya. Aku akan menikah dengannya" Dan, Najwa dan Osama pun menikah pada tahun 1974, Najwa berusia 15 menjelang 16 tahun dan Osama berusia 17 tahun. Mengenakan gaun pengantin putih dan rambut indah tertata rapi, Najwa ingin tampil secantik mungkin di hadapan pasangan hidupnya. Najwa sadar, pria yang dicintainya itu memiliki keyakinan konservatif. Maka, pernikahan pun sederhana saja. Para tamu yang lelaki dan perempuan ditempatkan di tempat terpisah. Hidangan berlimpah dengan menu Suriah pun disajikan: daging panggang, gandum giling dengan daging merpati, daun pohon anggur dan kibbe. "Semua yang meriah dilarang. Tak ada musisi yang memainkan alat musik atau menyanyikan lagu. Mereka yang gemar menari diinstruksikan untuk tetap diam. Gelak tawa dan gurau canda tidak dianjurkan. Kegiatan malam itu hanya terbatas dengan basa-basi," kenang Najwa. Kendati demikian, Najwa bahagia. Dari ekspresi manis wajah Osama, Najwa tahu, Osama senang dan puas dengan pilihannya. "Malam itu berlangsung bagaikan mimpi: aku adalah wanita yang menikah dengan lelaki yang kucintai," kata Najwa.

Osama Semula Simpati pada Muslim Afghan yang Diinvasi Soviet

Bagaimana pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden yang alim bisa menjadi sangat radikal? Semula, perjuangan Osama dimulai dari simpatinya pada muslim Afghanistan yang diinvasi Uni Soviet pada Desember 1979. Perubahan Osama dari muslim yang sangat alim hingga menjadi sangat radikal ini diceritakan dalam buku 'Growing Up Bin Laden', selain juga memotret sisi pribadi dan manusiawi Osama. Buku ini ditulis oleh istri pertama Osama, Najwa Ghanem, bersama putra keempatnya, Omar bin Laden, dan Jean Sasson, penulis terkenal New York Times, diterbitkan pada 2009 oleh St Martin's Press New York. Di Indonesia, buku setebal 543 halaman ini diterbitkan Literati pada April 2010. "Satu kejadian yang signifikan berdampak buruk bagi keluargaku sendiri, termasuk kehidupan anak-anakku yang telah lahir dan belum dilahirkan. Pada Desember 1979, Uni Soviet menginvasi Afghanistan, memulai pendudukan yang kejam terhadap saudara-saudara muslim kami," tulis Najwa di halaman 44. Banyak penduduk Arab Saudi dan negara muslim saat itu prihatin dan gelisah. Osama, digambarkan Najwa, terus menerus gelisah dan mencari berita baik dari muslim dan dari media internasional. Najwa, yang saat itu sudah 5 tahun menikah dengan Osama dan menjadi ibu dari 3 anak Osama, tak tahu apa yang terjadi di luar sana. Najwa pun memberanikan diri bertanya ke Osama. "Osama hanya berkata bahwa kejahatan besar sedang mengambil alih tanah Muslim. Dia lebih marah dari yang pernah kulihat jika menyangkut cerita tentang wanita Muslimah dan anak-anak tak bersalah dipenjarakan dan disiksa sampai mati," tulisnya. Osama pun segera terjun di garis depan, semula hanya mengumpulkan sumbangan-sumbangan dari warga Arab Saudi dan keluarga bin Laden untuk mendukung perjuangan suku-suku di Afghanistan.

"Tak lama kemudian, perang di Afghanistan mulai mengambil alih kehidupan suamiku," tulisnya.

Osama, Al Qaeda dan Perseteruan Dua Tokoh yang Menentukan

Pimpinan Al Qaeda Osama bin Laden terlecut semangat jihadnya saat ada invasi Uni Soviet ke Afghanistan pada tahun 1979. Nah, bagaimana dia mendirikan Al Qaeda hingga menghadapi perseteruan dua tokohnya, Abdullah Azzam dan Dr Ayman al-Zawahiri yang menentukan arah Al Qaeda selanjutnya? Penulis Jean Sasson memberikan catatannya dalam buku 'Growing Up Bin Laden'. Buku ini ditulis oleh istri pertama Osama, Najwa Ghanem, bersama putra keempatnya, Omar bin Laden, dan Jean Sasson, penulis terkenal New York Times, diterbitkan pada 2009 oleh St Martin's Press New York. Di Indonesia, buku setebal 543 halaman ini diterbitkan Literati pada April 2010. Saat Osama menikah pada 1974, dia masih duduk di sekolah percontohan Al Thager dan melanjutkan ke Universitas King Abdul Azis pada 1976, mengambil ekonomi dan manajemen. Namun menurut Najwa, kuliah Osama tak pernah selesai. Selama masa pendidikan formal Osama, umat Muslim di Timur Tengah mengalami kebangkitan Islam yang disebut Salwa, bermula dari perang Israel dengan Mesir, Yordania dan Suriah pada 1967. Negara Timur Tengah mengalami kekalahan. Ribuan pemuda Arab mempertanyakan pemimpin mereka dan menuntut perubahan.

Semangat Osama untuk jihad, atau perang suci telah terbentuk. Pada awal tahun 1979, Osama ditemani Najwa, pergi ke Indiana, AS, dan bertemu salah satu mentornya, Abdullah Azzam. Azzam, pria kelahiran Hartiyeh, Palestina, tahun 1941, saat Palestina dijajah Inggris. Azzam belajar di Khadori College, bekerja sebagai guru di Yordania, mengambil BA bidang syariah di Damaskus, Suriah. Saat Israel menduduki Tepi Barat setelah memenangkan perang 6 hari, Azzam lari ke Yordania dan bergabung dengan Persaudaraan Muslim Palestina. "Abdullah Azzam berkeras bahwa peta Timur Tengah yang dibuat Inggris Raya dan Prancis setelah Perang Dunia I harus ditulis kembali oleh bangsa Arab," tulis Sasson di halaman 48. Saat gerilyawan Muslim meluncurkan jihad melawan Rusia, mereka didukung AS, Inggris Raya dan negara muslim lain. "Terpikat dengan pesan politik Abdullah Azzam, Osama siap secara mental untuk merespons invasi Soviet di Afghanistan," jelas Sasson pada halaman 49. Saat itu Osama meninggalkan bangku kuliah dan menghabiskan waktunya bekerja atas nama pejuang perlawanan Afghan, Mujahiddin. Azzam menjadi partner Osama. Dari tahun 1980-1985, ada 9 serangan besar Rusia yang mengakibatkan pertarungan hebat. Pada 1985, Azzam dan Osama mendirikan Kantor Layanan, yang menerima sukarelawan Muslim, melakukan pelatihan dan menjadi satuan pejuang di Afghanistan. Osama tak hanya mengumpulkan uang dan mengatur logistik, tapi juga mendirikan kamp pelatihan, membangun jalan dan membentuk satuan perlawanan, dan terjun dalam pertempuran. Osama bertemu kelompok jihad utama Mesir yang berpandangan sama, membangun kembali dunia Muslim setelah Soviet dikalahkan. Mereka adalah: Mohammed Atef, Dr Ayman alZawahiri, Abu Ubaidah al-Banshiri, Abdullah Ahmed Abdullah, dan Omar Abdel Rahman, kiai buta Mesir. Pada April 1988, 9 tahun 4 bulan setelah serangan Soviet di Afghanistan, perwakilan Afghanistan, Uni Soviet, AS dan Pakistan bertemu. Mereka sepakat meneken kesepakatan: Rusia menarik pasukan dari Afghanistan, Afghanistan dan Pakistan tak saling campur tangan urusan politik dan militer, AS mengakhiri dukungan pada kelompok anti-Soviet di Afghan. Azzam menjadikan kasus itu menjadi dasar yang lebih luas, bahwa umat Muslim bisa mewujudkan dunia Islam yang sempurna. Dengan kesepakatan penuh, Osama menyerukan rapat perencanaan yang akan dinamai Al Qaeda-al-Askariya, atau 'pusat militer' yang kemudian dikenal dengan Al Qaeda saja, yang berarti 'pusat' atau 'fondasi'. Rapat pertama, di rumah Osama, di Peshawar, Pakistan. Dalam perjalanan Osama memimpin Al Qaeda, ketegangan terlihat di antara pengikutnya, yang paling kasat mata, antara Azzam dan al-Zawahiri. Keduanya berebut dukungan dan dana dari Osama. Azzam tidak mendukung aksi kekerasan kepada sesama muslim, sementara Zawahiri sebaliknya. Pasca penarikan pasukan Soviet sepenuhnya 15 Februari 1989, Al Qaeda mengklaim

kemenangan terbesar dan berusaha menjadikan gerakan global sejak saat itu. Ada beberapa percobaan pembunuhan pada Azzam, hingga pada 24 November 1989, Azzam (49) dan dua anak lelakinya terbunuh dalam ledakan ranjau darat saat karavan motor membawa mereka ke masjid di Peshawar untuk salat. Tak ada pihak yang bertanggung jawab, spekulasi merebak, namun diyakini, Zawahiri menjadi dalang pembunuhan tersebut. Azzam lah yang diyakini menjadi satu-satunya orang yang bisa mencegah Osama melakukan serangan-serangan terhadap penguasa Arab Saudi dan AS di masa mendatang. "Osama segera kembali ke Jeddah, sebagai pria yang visi politik, relijius, dan militannya telah sepenuhnya bangkit. Sejak saat itu, dia terus mendorong pertumbuhan Al Qaeda dan aktif mengadakan pertemuan dengan warga Arab lain yang mempunyai pandangan sama," tulis Sasson di halaman 132.

Geram pada Saddam, Osama Akhirnya Tinggalkan Arab Saudi

Ini cerita lain mengapa pimpinan Al Qaeda Osama bin Laden hengkang dari Arab Saudi, kampung halamannya. Semuanya berawal dari kegeramannya kepada pemimpin Irak saat itu, Saddam Hussein. Putra keempat Osama, Omar bin Laden, menceritakan dalam buku 'Growing Up Bin Laden' alasan mengapa ayahnya sampai meninggalkan Arab Saudi dan hengkang ke Sudan pada tahun 1991. Omar menulis buku ini bersama ibunya yang juga istri pertama Osama, Najwa Ghanem, serta penulis New York Times, Jean Sasson.

Usai mengklaim kemenangan di Afghanistan sekitar tahun 1988 dan pasukan Rusia ditarik dari Afghanistan pada akhir 1989, Osama memantau kondisi Timur Tengah, yaitu perang Irak dan Iran. Omar mengatakan ayahnya tak pernah menjadi pendukung Saddam karena kekuasaan diktator sekulernya di tanah Muslim. Osama bahkan sering mengejek Saddam sebagai 'bukan orang mukmin'. "Ayahku juga mengkritik karakter agresif Saddam dengan mengatakan, 'Pemimpin angkatan senjata yang begitu besar tak akan pernah berhenti perang'" tulis Omar di halaman 134 dari 543 halaman buku yang di-Indonesia-kan oleh penerbit Literati pada April 2010 ini. Omar menggambarkan ayahnya cemas dengan Saddam yang terjerat utang karena perang dan tergoda oleh kekayaan negara tetangganya. Osama mulai mengatakan pemikiran pribadinya mengenai kemungkinan perilaku Saddam. Masjid dan kaset-kaset pun menjadi medianya. Apa yang dilakukan Osama ini menimbulkan ketidaksenangan di Kerajaan Arab Saudi. Dan apa yang dikhawatirkan Osama menjadi kenyataan. Pada Februari 1990, Saddam bangkrut dan menuntut Kuwait dan Arab Saudi melupakan pinjaman US$ 40 miliar yang dipinjamkan kepadanya untuk memerangi Khomeini dan Iran. Kuwait dan Arab Saudi menolak, Saddam makin agresif, menuntut tambahan pinjaman bebas bunga sebesar US$ 30 miliar. Saddam menempatkan 100 ribu tentara di perbatasan Kuwait. Raja Fahd berinisiatif mengadakan pertemuan darurat di Jeddah, Juli 1990. Tak ada hasil. Pada Agustus 1990, pasukan Saddam menginvasi Kuwait. "Saddam akan menyerang Arab Saudi karena memiliki ladang minyak di provinsi sebelah timur. Ini akan segera terjadi begitu pasukan militernya telah kuat mencengkeram Kuwait," tutur Osama seperti dituliskan Omar pada halaman 135. Osama yang masih memiliki pengikut 12 ribu tentara Mujahidin, veteran perang Afghanistan, menawarkan kekuatan itu untuk menjaga Arab Saudi dari kemungkinan serangan oleh pasukan Saddam. Osama mendekati petinggi Kerajaan Arab Saudi. "Keluarga Bin Laden mendukung keluarga kerajaan. Ayahku sendiri adalah kawan terpercaya raja pertama kita, kini anak-anak ayahku mendukung anak-anak Abdul Aziz," tulis Omar mengenai pesan ayahnya. Tak ada jawaban dari Kerajaan Arab Saudi. Hingga suatu hari, pemimpin AS datang ke Arab Saudi. Meminta akses militer AS di Arab Saudi, untuk mengeblok pasukan Saddam. Kerajaan Arab Saudi setuju, dan Osama mengetahuinya dari media massa di Arab Saudi. "Apakah pasukan Saddam lebih kuat daripada adidaya Rusia? Tidak! Kita tidak butuh Amerika!" kata Osama dengan marah seperti ditulis Omar pada halaman 139. Banyak yang tak bisa diterima Osama. Pasukan AS yang rata-rata Kristen atau Yahudi

menginjakkan kaki di Arab Saudi yang dinilai tanah suci Islam. Satu lagi, Osama tak bisa menerima, laki-laki Arab dilindungi tentara-tentara wanita AS. "Wanita! Melindungi lelaki Saudi," komentar Osama geram. Kendati pasukan AS menang dalam Perang Teluk melawan pasukan Saddam, tentara AS tak kunjung meninggalkan Arab Saudi dan dikhawatirkan menularkan virus sekularisme. Sekitar 100 pegawai Osama, yang rata-rata bekas pejuang Mujahidin yang dipekerjakan di peternakan Osama di Jeddah, ditangkap kendati dilepaskan kembali. Osama kecewa dan tiba-tiba menghilang meninggalkan Arab Saudi. Hingga kemudian Osama menelepon keluarganya, yang saat itu sudah beristri 4 dengan 14 anak, untuk keluar meninggalkan Arab Saudi pada tahun 1991. "Najwa, jangan tinggalkan satu piring pun di Arab Saudi," instruksi Osama pada Najwa, di halaman 151.

Anak Osama: Ayah Punya Gagasan 'Kejahatan Kehidupan Modern'

Sebagai ayah, pimpinan Al Qaeda Osama bin Laden mendidik anak-anaknya dengan kaku bahkan cenderung keras. Anak lelaki keempat Osama dari istri pertama, Omar, mengatakan ayahnya mempunyai gagasan 'kejahatan kehidupan modern'. Maksudnya? "Seperti yang kami semua tahu, ayahku mempunyai banyak gagasan tak biasa tentang apa yang disebutnya 'kejahatan kehidupan modern'," tulis Omar dalam buku 'Growing Up Bin Laden'. Buku ini ditulis oleh istri pertama Osama, Najwa Ghanem, bersama putra keempatnya, Omar bin

Laden, dan Jean Sasson, penulis terkenal New York Times, diterbitkan pada 2009 oleh St Martin's Press New York. Di Indonesia, buku setebal 543 halaman ini diterbitkan Literati pada April 2010. Buku ini menceritakan sisi pribadi dan manusiawi Osama, juga memotret perubahan Osama dari muslim yang sangat alim hingga menjadi sangat radikal. Apa yang dimaksud 'kejahatan kehidupan modern' diceritakan Omar, seperti saat dia dan kakakkakaknya menderita asma karena bermain dalam cuaca padang pasir yang panas. Saat asma semua anak-anak Osama kambuh, mereka pun dilarikan ke rumah sakit. Dokter menyarankan ayahnya menyediakan Ventolin, obat asma yang dihirup. "Tapi ayahku berkeras bahwa kami tak boleh mengonsumsi obat-obatan modern, tak peduli seserius apa pun derita kami," tulis Omar pada halaman 100. Osama, mengimbau anak-anaknya harus meneladani cara hidup Nabi kapan pun dimungkinkan. Karena pengobatan modern belum dikenal pada masa Nabi, anak-anak Osama pun tak boleh mengkonsumsinya. "Bahkan, kecuali salah satu dari kami nyaris tewas, ayahku menolak semua perawatan medis modern," tulis Omar. Osama pun merekomendasikan perawatan asma untuk anak-anaknya dengan membelah potongan sarang lebah dan bernapas melaluinya. Osama memperingatkan Ventolin dapat merusak paru-paru. "Sering aku merasa seolah-olah berjuang bernapas melalui sedotan, tapi kecuali kematian mengancam hidupku, penderitaanku diabaikan," tulis Omar. Sampai-sampai, putra-putra Osama pun membandel. Membeli Ventolin diam-diam dan berbagi menggunakannya. Istri Osama, Najwa pun memergokinya. "Tapi untungnya dia tak pernah mengadukan pembangkangan kami kepada ayah. Ibu hanya peduli agar kami tak lagi menderita," jelasnya. Selain obat-obatan modern, Osama juga melarang anak-anaknya minum softdrink asal Amerika. Tak ayal, larangan itu dilanggar saat Osama tak ada alias nyolong-nyolong. "Ada beberapa peraturan aneh lain yang tak ada hubungannya dengan ketidaksukaannya pada produk-produk Barat. Sejak kami masih kanak-kanak, dia menuntut kami diberikan air sangat sedikit," tulis Omar. Osama menekankan pentingnya minum air hanya pada saat dibutuhkan dan menekankan anakanaknya harus 'tegar' dan 'sabar'. Aturan ini juga diberlakukan saat Osama melatih dan mengajak anak-anaknya mendaki tebing curam di tengah padang pasir.

Namun 'kejahatan kehidupan modern' yang diajarkan Osama, menurut Omar dan Najwa, berlaku pengecualian terhadap alat-alat transportasi modern. Osama digambarkan Najwa, sangat pemurah pada kehidupan awal-awal pernikahan. Namun sejak poligami, Osama menekankan pentingnya hidup sederhana pada para istri dan anak-anaknya. "Satu-satunya area di mana Osama menghamburkan banyak uang adalah pada mobil-mobilnya, yang selalu model terbaru. Karena itu, istri dan anak-anak Osama tak pernah mendapatkan kelimpahan barang-barang rumah tangga atau pribadi yang disukai banyak orang dalam dunia modern," tulis Najwa pada halaman 90.

Ini Dia 5 Istri Osama dan 20 Anak-anaknya

Selama hidupnya hingga tewas dalam penyergapan di rumah besarnya di kawasan Abbottabad, Pakistan, awal Mei 2011 lalu, pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden (54) menikah 5 kali, satu di antaranya diceraikan. Dari 5 istri itu, Osama memiliki 20 anak. Siapa saja? Berikut para istri dan anak-anak Osama dari buku 'Growing Up Bin Laden' yang ditulis istri pertama Osama, Najwa Ghanem, dengan anak keempatnya, Omar bin Laden, serta penulis New York Times Jean Sasson. Di Indonesia buku setebal 543 halaman ini diterbitkan Literati pada April 2010. Oh ya, Omar, mengungkapkan bahwa ejaan yang benar dari nama ayahnya adalah Ossama Binladen, namun ejaan yang lebih disukai di media adalah Osama bin Laden.

Istri dan anak-anak Osama itu seperti yang dituliskan di halaman 501 adalah: 1. Najwa Ghanem Perempuan kelahiran Latakia, Suriah, tahun 1958 ini adalah istri pertama Osama yang dinikahi pada tahun 1974. Saat itu Najwa berusia 15 tahun dan Osama 17 tahun. Saat menikah, Najwa mengikuti Osama pindah ke Arab Saudi, kemudian ke Sudan dan Afghanistan. Sekitar 7-9 September 2001, Najwa meninggalkan Afghanistan selamanya, dan kini bermukim di Suriah bersama putra keduanya Abdul Rahman dan dua anak perempuan terkecilnya. Dari Najwa, Osama memiliki 11 anak, 7 putra dan 4 putri, sebagai berikut: a. Abdullah Lahir di Jeddah pada 1976. Abdullah meninggalkan keluarganya di Khartum, Sudan, pada tahun 1995 untuk menikah dengan sepupunya di Jeddah, Arab Saudi, Tiayba Mohammed bin Laden. Abdullah tidak kembali ke Khartum dan memilih tinggal dengan istri dan anak-anaknya serta berbisnis kecil. Abdullah hidup menyepi dan menghindari publisitas, namun sesekali mengunjungi ibunya di Suriah. b. Abdul Rahman Lahir di Jeddah pada 1978. Abdul Rahman meninggalkan Afghanistan dengan ibunya pada September 2001. Sejak saat itu, Abdul Rahman belum bisa mendapatkan kembali kewarganegaraan Arab Saudi, dan sulit mendapatkan pekerjaan atau menikah tanpa surat-surat resmi. Abdul Rahman, penunggang kuda yang berbakat ini akhirnya menyepi dengan ibunya dan dua adik perempuan terkecilnya di Latakia, Suriah. c. Sa'ad Lahir di Jeddah pada 1979. Sa'ad digambarkan dengan anak yang banyak mulut, senang berbicara, dianggap pelawak hingga terkadang membuat jengah saudara dan kenalannya. Sa'ad tak diizinkan ayahnya pergi meninggalkan Afghanistan, bersama istri Osama yang kelahiran Sudan dan putranya. Sa'ad sempat dikabarkan tertangkap di Iran, dan pada Juli 2009, Sa'ad dilaporkan terbunuh dalam serangan misil AS di Pakistan, namun berita ini belum dikonfirmasi.

d. Omar Lahir di Jeddah tahun 1981. Omar, yang menulis buku ini, paling dekat dengan ibunya dan paling menentang ayahnya dan pikiran jihadnya. Bahkan, impian Omar adalah untuk melawan jihad kekerasan ayahnya dengan membuat gerakan damai yang akan menemukan cara lebih baik untuk memecahkan perbedaan budaya dan agama. Setelah meninggalkan Afghanistan pada 2001, kendati mendapatkan kembali kewarganegaraan Arab Saudi, Omar masih sulit menemukan tempatnya di dunia bisnis. Omar menikah dan memiliki seorang anak, Ahmed. Ketika pergi ke Mesir, Omar bertemu dengan perempuan asal Inggris, Jane Fellix-Brown, seorang Dewan Paroki di Moulton, Chesire, Inggris. Saat itu sekitar tahun 2006-2007, Omar berusia 25-26 tahun dan seorang ayah dari anak berumur 2 tahun, dan Jane 24 tahun lebih tua dan sudah menjadi nenek dari 5 orang cucu. Mereka saling jatuh cinta, dan pernikahan pertama Omar berakhir. Omar dan Jane menikah secara Islam. Jane pun berubah nama menjadi Zaina Mohamed Al-Sabah. Omar pun semakin bersemangat menyerukan berakhirnya kekerasan, ingin agar nama Bin Laden dikaitkan dengan perdamaian, bukan terorisme. Pada penulisan buku ini Omar kembali ke Arab Saudi. Pada Mei 2011, Omar pun memprotes jasad ayahnya dikuburkan di laut. e. Osman Lahir di Jeddah tahun 1983. Pada usia 18 tahun Osman menikahi anak gadis petinggi al-Gamaa'a al-Islamiyya yang dekat dengan Al Qaeda. Pasca tragedi 9/11, Oman melarikan diri ke Afghanistan bersama Dr Ayman al-Zawahiri, yang disebut-sebut pengganti Osama. Tapi belum ada bukti kuat mengenai rumor ini. Najwa tak tahu nasib anak kelimanya. f. Mohammed Lahir di Jeddah tahun 1985. Mohammed ini dekat dengan ayahnya. Dia pilihan kedua untuk memimpin Al Qaeda setelah Omar (sampai Omar mengutarakan ketidaksenangannya pada kekerasan). Najwa tak tahu nasib anak keenam bersama istrinya ini. g. Fatima Lahir di Madinah tahun 1987. Anak perempuan pertama Osama-Najwa. Menikah dengan pejuang Arab Saudi, Mohammed, pada tahun 1999, ketika Fatima berusia 12 tahun. Mohammed

terbunuh pada serangan AS Oktober-November 2001. Najwa juga tak tahu nasib putrinya ini. h. Iman Lahir di Jeddah tahun 1990. Putri kedua Osama-Najwa, dan berusia 11 tahun ketika Najwa meninggalkan Afghanistan. Osama tak mengizinkan Najwa membawa Iman. Kini, Najwa juga tak tahu nasib putrinya itu. i. Ladin alias Bakr Lahir di Jeddah tahun 1993. Ladin berumur 7 tahun ketika Najwa meninggalkan Afghanistan. Osama juga tak mengizinkan Ladin dibawa Najwa. Ladin diduga tinggal di Pakistan bersama Osama dan kini tak diketahui nasibnya. j. Rukhaiya Lahir di Jalalabad, Afghanistan, tahun 1997. Rukhaiya diizinkan Osama dibawa Najwa dan kini tinggal di Suriah. k. Nour Lahir di Latakia, Suriah, tahun 1999. Nour diizinkan Osama dibawa Najwa, bersama Rukhaiya dan Abdul Rahman, putra keduanya. Kini tinggal di Suriah bersama ibunya. 2. Khadijah Dinikahi Osama tahun 1983. Berusia 9 tahun lebih tua dari Osama, Khadijah merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berpendidikan tinggi, bekerja sebagai guru sebelum menikah. Khadijah yang kini tinggal di Arab Saudi ini memiliki 3 anak dari Osama sebelum kemudian bercerai. Ketiga anaknya yaitu: a. Ali Lahir di Jeddah. Berusia 10 tahun ketika Khadijah bercerai dan kembali ke Arab Saudi. Pada tahun 2008 Ali ditangkap penjaga keamanan Saudi dan didakwa atas kepemilikan senjata ilegal. Ali akhirnya divonis 15 tahun penjara. b. Amer Lahir di Jeddah tahun 1990. Tinggal bersama Khadijah di Arab Saudi dan tak pernah bertemu

ayahnya lagi. c. Aisha Lahir di Khartum, Sudan, tahun 1992. Aisha tinggal di Arab Saudi dan tak pernah bertemu Osama lagi. 3. Khairiah Sabar Istri ketiga Osama, keturunan Nabi Muhammad, serta guru para tunarungu dan tunawicara. Istri pertama Osama, Najwa, yang mengatur pernikahannya. Tetap mendampingi Osama pasca tragedi 9/11. Tak ada yang tahu apa Khairiah dan putranya selamat pasca serangan bom AS pada Oktober-November 2001. a. Hamza Lahir di Jeddah tahun 1989. Putra pertama Khairiah-Osama, yang tetap tinggal bersama orang tuanya di Afghanistan. Pada tahun 2008, ada rekaman audio al-Qaeda yang diluncurkan dengan Hamza sebagai pembicaranya. Menurut Omar, rekaman itu dibuat beberapa tahun sebelum tragedi 9/11, ketika Hamza masih kecil dan diambil gambarnya oleh sukarelawan Osama. Terakhir, Hamza bin Laden dan dikenal sebagai "putra mahkota teror" dan tak diketahui keberadaannya. 4. Siham Sabar Istri keempat Osama. Khairiah merupakan keturunan Nabi Muhammad. Memiliki 4 anak dengan Osama, dan tetap tinggal dengan Osama pasca 9/11. Tak ada yang tahu apa Siham dan 4 anaknya selamat dari serangan balas dendam AS. a. Kadhija Lahir di Jeddah tahun 1988. Menikah pada usia 11 tahun dengan pejuang Al Qaeda daru Saudi, Abdullah, pada tahun 1999. Kadhija tetap tinggal bersama ayah dan ibunya di Pakistan. b. Khalid Lahir di Jeddah tahun 1989. Kemungkinan tinggal dengan orang tuanya di Pakistan. Berita terakhir mengatakan Khalid tewas dalam serangan di Abbottabad, Pakistan, awal Mei 20011 dalam usia 22 tahun.

c. Miriam Lahir di Jeddah tahun 1990. Sama dengan kelahiran Iman, putri Osama dengan Najwa. Miriam lahir prematur dan tetap tinggal dengan orang tuanya di Pakistan. d. Sumaiya Lahir di Khartum, Sudan, tahun 1992. Tinggal dengan orang tuanya di Pakistan. 5. Amal as-Sadah Istri kelima Osama. Amal dinikahi Osama pada tahun 2000. Ia datang dari keluarga tradisional di Yaman yang sama sekali tidak punya pandangan yang sama dengan aksi militan Osama dan organisasi Al Qaeda yang dipimpinnya. Keluarganya sama sekali tidak berhubungan dengan Al Qaeda sebelum perjodohan Amal dengan Osama. Seorang tokoh Al Qaeda di Yaman bernama Sheikh Mohammed Saeed Rashed Ismail mengatakan ia mengatur perkawinan Osama dan Amal. Ia mengaku sebagai mak comblang sekaligus guru Amal, ia menyebut Amal sebagai gadis yang soleh. Ismail membawa Amal ke Afganistan pada bulan Juli tahun 2010, kemudian menjadi saksi pernikahan Osama dan Amal dengan mahar US$ 5.000. Berita terakhir, Amal ditembak di kaki di lantai satu di rumah besar, di mana Osama ditembak di Abbottabad, Pakistan, awal Mei 2011. a. Safia Dilahirkan sekitar tahun 2001. Najwa tak mengetahui banyak mengenai Amal maupun putrinya, Safia. Amal berusia sekitar 10 tahun saat ini. Berita terakhir menyebutkan ada gadis kecil yang melihat Osama ditembak, pada intelijen Pakistan. Gadis itu dipercaya adalah Safia. Catatan: Sebenarnya sebelum menikah dengan Safia, Osama juga menikah dengan gadis lain. Dalam buku 'Growing Up Bin Laden' tak disebutkan namanya. Namun karena persyaratan tak terpenuhi, pernikahan dibatalkan dalam 48 jam.

Anda mungkin juga menyukai