Anda di halaman 1dari 20

A.

Zuhud
Arti kata zuhud adalah tidak ingin kepada sesuatu dengan meninggalkannya.
Menurut istilah zuhud adalah berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi
yang bersifat material atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan
menginginkan sesuatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual atau
kebahagiaan akherat.
Ada 3 tingkatan zuhud yaitu:
1. Tingkat Mubtadi (tingkat pemula) yaitu orang yang tidak memiliki sesuatu dan
hatinya pun tidak ingin memilikinya.
2. Tingkat Mutahaqqiq yaitu orang yang bersikap tidak mau mengambil keuntungan
pribadi dari harta benda duniawi karena ia tahu dunia ini tidak mendatangkan
keuntungan baginya.
3. Tingkat Alim Muyaqqin yaitu orang yang tidak lagi memandang dunia ini
mempunyai nilai, karena dunia hanya melalaikan orang dari mengingat Allah.
(menurut Abu Nasr As Sarraj At Tusi)
Menurut AI Gazali membagi zuhud juga dalam tiga tingkatan yaitu:
1. Meninggalkan sesuatu karena menginginkan sesuatu yang lebih baik dari
padanya
2. Meninggalkan keduniaan karena mengharap sesuatu yang bersifat keakheratan
3. Meninggalkan segala sesuatu selain Allah karena terlalu mencintai-Nya
Dalam keterangan di atas dapat disimpulkan pandangan bahwa harta benda
adalah sesuatu yang harus dihindari karena dianggap dapat memalingkan hati,
dari mengingat tujuan perjalanan sufi yaitu Allah. Namun ada yang berpendapat
bahwa zuhud bukan berarti semata-mata tidak mau memiliki harta benda dan tidak
suka mengenyam nikmat duniawi, tetapi sebenarnya adalah kondisi mental yang
tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam mengabdikan diri
kepada Allah
Kata zuhud sering disebut-sebut ketika kita mendengar nasehat dan seruan agar
mengekang ketamakan terhadap dunia dan mengejar kenikmatannya yang fana dan pasti
sirna, dan agar jangan melupakan kehidupan akhirat yang hakiki setelah kematian. Hal ini
sebagaimana peringatan Allah tentang kehidupan dunia yang penuh dengan fatamorgana
dan berbagai keindahan yang melalaikan dari hakikat kehidupan yang sebenarnya.
Allah berfirman,
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu
yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat
warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras
dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain
hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadid: 20)
Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu, batil,
dan sekadar permainan. Yang dimaksud sekadar permainan adalah sesuatu yang tiada
bermanfaat dan melalaikan. Ayat ini juga menunjukkan bahwa dunia adalah perhiasan,
dan orang-orang yang terfitnah dengan dunia menjadikannya sebagai perhiasannya dan
tempat untuk saling bermegah-megahan dengan kenikmatan yang ada padanya berupa
anak-anak, harta-benda, kedudukan dan yang lainnya sehingga lalai dan tidak beramal
untuk akhiratnya.
Allah menyerupakan kehancuran dunia dan kefanaannya yang begitu cepat dengan hujan
yang turun ke permukaan bumi. Ia menumbuhkan tanaman yang menghijau lalu
kemudian berubah menjadi layu, kering dan pada akhirnya mati. Demikianlah
kenikmatan dunia, yang pasti pada saatnya akan punah dan binasa. Maka barangsiapa
mengambil pelajaran dari permisalan yang disebutkan di atas, akan mengetahui bahwa
dunia ibarat es yang semakin lama semakin mencair dan pada akhirnya akan hilang dan
sirna. Sedangkan segala apa yang ada di sisi Allah adalah lebih kekal, dan akhirat itu
lebih baik dan utama sebagaimana lebih indah dan kekalnya permata dibandingkan
dengan es. Apabila seseorang mengetahui dengan yakin akan perbedaan antara dunia dan
akhirat dan dapat membandingkan keduanya, maka akan timbul tekad yang kuat untuk
menggapai kebahagian dunia akhirat.
Definisi Zuhud
Banyak sekali penjelasan ulama tentang makna zuhud. Umumnya mengarah kepada
makna yang hampir sama. Di sini akan disampaikan sebagian dari pendapat tersebut.
Makna secara bahasa:
Zuhud menurut bahasa berarti berpaling dari sesuatu karena hinanya sesuatu tersebut dan
karena (seseorang) tidak memerlukannya. Dalam bahasa Arab terdapat ungkapan syaiun
zahidun yang berarti sesuatu yang rendah dan hina.
Makna secara istilah:
Ibnu Taimiyah mengatakan sebagaimana dinukil oleh muridnya, Ibnu al-Qayyim
bahwa zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan akhirat.
Al-Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal
atau menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih mempercayai
apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Keadaanmu antara
ketika tertimpa musibah dan tidak adalah sama saja, sebagaimana sama saja di matamu
antara orang yang memujimu dengan yang mencelamu dalam kebenaran.
Di sini zuhud ditafsirkan dengan tiga perkara yang semuanya berkaitan dengan perbuatan
hati:
1. Bagi seorang hamba yang zuhud, apa yang ada di sisi Allah lebih dia percayai
daripada apa yang ada di tangannya sendiri. Hal ini timbul dari keyakinannya
yang kuat dan lurus terhadap kekuasaan Allah. Abu Hazim az-Zahid pernah
ditanya, Berupa apakah hartamu? Beliau menjawab, Dua macam. Aku tidak
pernah takut miskin karena percaya kepada Allah, dan tidak pernah
mengharapkan apa yang ada di tangan manusia. Kemudian beliau ditanya lagi,
Engkau tidak takut miskin? Beliau menjawab, (Mengapa) aku harus takut
miskin, sedangkan Rabb-ku adalah pemilik langit, bumi serta apa yang berada di
antara keduanya.
2. Apabila terkena musibah, baik itu kehilangan harta, kematian anak atau yang
lainnya, dia lebih mengharapkan pahala karenanya daripada mengharapkan
kembalinya harta atau anaknya tersebut. Hal ini juga timbul karena keyakinannya
yang sempurna kepada Allah.
3. Baginya orang yang memuji atau yang mencelanya ketika ia berada di atas
kebenaran adalah sama saja. Karena kalau seseorang menganggap dunia itu besar,
maka dia akan lebih memilih pujian daripada celaan. Hal itu akan mendorongnya
untuk meninggalkan kebenaran karena khawatir dicela atau dijauhi (oleh
manusia), atau bisa jadi dia melakukan kebatilan karena mengharapkan pujian.
Jadi, apabila seorang hamba telah menganggap sama kedudukan antara orang
yang memuji atau yang mencelanya, berarti menunjukkan bahwa kedudukan
makhluk di hatinya adalah rendah, dan hatinya dipenuhi dengan rasa cinta kepada
kebenaran.
Hakekat zuhud itu berada di dalam hati, yaitu dengan keluarnya rasa cinta dan ketamakan
terhadap dunia dari hati seorang hamba. Ia jadikan dunia (hanya) di tangannya, sementara
hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah dan akhirat.
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia secara total dan menjauhinya. Lihatlah Nabi,
teladan bagi orang-orang yang zuhud, beliau mempunyai sembilan istri. Demikian juga
Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman, sebagai seorang penguasa mempunyai kekuasaan yang
luas sebagaimana yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Quran. Para Shahabat, juga
mempunyai istri-istri dan harta kekayaan, yang di antara mereka ada yang kaya raya.
Semuanya ini tidaklah mengeluarkan mereka dari hakekat zuhud yang sebenarnya.
Tingkatan Zuhud
Ada beberapa tingkatan zuhud sesuai dengan keadaan setiap orang yang melakukannya,
yaitu:
1. Berusaha untuk hidup zuhud di dunia; sementara ia menghendaki (dunia tersebut),
hati condong kepadanya dan selalu menoleh ke arahnya, akan tetapi ia berusaha
melawan dan mencegahnya.
2. Orang yang meninggalkan dunia dengan suka rela, karena di matanya dunia itu
rendah dan hina, meskipun ada kecenderungan kepadanya. Dan ia meninggalkan
dunia tersebut (untuk akhirat), bagaikan orang yang meninggalkan uang satu
dirham untuk mendapatkan uang dua dirham (maksudnya balasan akhirat itu lebih
besar daripada balasan dunia).
3. Orang yang zuhud dan meninggalkan dunia dengan hati yang lapang. Ia tidak
melihat bahwa dirinya meninggalkan sesuatu apapun. Orang seperti ini bagaikan
seseorang yang hendak masuk ke istana raja, terhalangi oleh anjing yang menjaga
pintu, lalu ia melemparkan sepotong roti ke arah anjing tersebut sehingga
membuat anjing tersebut sibuk (dengan roti tadi), dan ia pun dapat masuk (ke
istana) untuk menemui sang Raja dan mendapatkan kedekatan darinya. Anjing di
sini diumpamakan sebagai syaitan yang berdiri di depan pintu (kerajaan/surga)
Allah, yang menghalangi manusia untuk masuk ke dalamnya, sementara pintu
tersebut dalam keadaan terbuka. Adapun roti diumpamakan sebagai dunia, maka
barangsiapa meninggalkannya niscaya akan memperoleh kedekatan dari Allah.
Hal-Hal yang Mendorong untuk Hidup Zuhud
1. Keimanan yang kuat dan selalu ingat bagaimana ia berdiri di hadapan Allah pada hari
kiamat guna mempertanggung-jawabkan segala amalnya, yang besar maupun yang kecil,
yang tampak ataupun yang tersembunyi. Ingat! betapa dahsyatnya peristiwa datangnya
hari kiamat kelak. Hal itu akan membuat kecintaannya terhadap dunia dan kelezatannya
menjadi hilang dalam hatinya, kemudian meninggalkannya dan merasa cukup dengan
hidup sederhana.
2. Merasakan bahwa dunia itu membuat hati terganggu dalam berhubungan dengan
Allah, dan membuat seseorang merasa jauh dari kedudukan yang tinggi di akhirat kelak,
dimana dia akan ditanya tentang kenikmatan dunia yang telah ia peroleh, sebagaimana
firman Allah,
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu). (QS. At-Takaatsur: 6)
Perasaan seperti ini akan mendorong seorang hamba untuk hidup zuhud.
3. Dunia hanya akan didapatkan dengan susah payah dan kerja keras, mengorbankan
tenaga dan pikiran yang sangat banyak, dan kadang-kadang terpaksa harus bergaul
dengan orang-orang yang berperangai jahat dan buruk. Berbeda halnya jika menyibukkan
diri dengan berbagai macam ibadah; jiwa menjadi tentram dan hati merasa sejuk,
menerima takdir Allah dengan tulus dan sabar, ditambah akan menerima balasan di
akhirat. Dua hal di atas jelas berbeda dan (setiap orang) tentu akan memilih yang lebih
baik dan kekal.
4. Merenungkan ayat-ayat Al-Quran yang banyak menyebutkan tentang kehinaan dan
kerendahan dunia serta kenikmatannya yang menipu (manusia). Dunia hanyalah tipu
daya, permainaan dan kesia-siaan belaka. Allah mencela orang-orang yang
mengutamakan kehidupan dunia yang fana ini daripada kehidupan akhirat, sebagaimana
dalam firman-Nya,
Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka
sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (QS. An-Naaziat: 37-39)
Dalam ayat yang lainnya Allah berfirman,
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan
akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-Alaa: 16-17)
Semua dalil-dalil, baik dari Al-Quran maupun as-Sunnah, mendorong seorang yang
beriman untuk tidak terlalu bergantung kepada dunia dan lebih mengharapkan akhirat
yang lebih baik dan lebih kekal.
Zuhud yang Bermanfaat dan Sesuai Dengan Syariat
Zuhud yang disyariatkan dan bermanfaat bagi orang yang menjalaninya adalah zuhud
yang dicintai oleh Allah dan rasul-Nya, yaitu meninggalkan segala sesuatu yang tidak
bermanfaat demi menggapai kehidupan akhirat. Adapun sesuatu yang memberi manfaat
bagi kehidupan akhirat dan membantu untuk menggapainya, maka termasuk salah satu
jenis ibadah dan ketaatan. Sehingga berpaling dari sesuatu yang bermanfaat merupakan
kejahilan dan kesesatan sebagaimana sabda Nabi,
Carilah apa yang bermanfaat bagi dirimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan
jangan lemah. (HR. Muslim hadits no. 4816)
Yang bermanfaat bagi seorang hamba adalah beribadah kepada Allah, menjalankan
ketaatan kepada-Nya dan kepada rasul-Nya. Dan semua yang menghalangi hal ini adalah
perkara yang mendatangkan kemudharatan dan tidak bermanfaat. Yang paling berguna
bagi seorang hamba adalah mengikhlaskan seluruh amalnya karena Allah. Orang yang
tidak memperhatikan segala yang dicintai dan dibenci oleh Allah dan rasul-Nya akan
banyak menyia-nyiakan kewajiban dan jatuh ke dalam perkara yang diharamkan;
meninggalkan sesuatu yang merupakan kebutuhannya seperti makan dan minum;
memakan sesuatu yang dapat merusak akalnya sehingga tidak mampu menjalankan
kewajiban; meninggalkan amar maruf nahi munkar; meningalkan jihad di jalan Allah
karena dianggap mengganggu dan merugikan orang lain. Pada akhirnya, orang-orang
kafir dan orang-orang jahat mampu menguasai negeri mereka dikarenakan meninggalkan
jihad dan amar maruf -tanpa ada maslahat yang nyata-.
Allah berfirman,
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah,
Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan
Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir
penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah
lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS. Al-Baqarah: 217)
Allah menjelaskan dalam ayat ini, walaupun membunuh jiwa itu merupakan keburukan,
akan tetapi fitnah yang ditimbulkan oleh kekufuran, kezaliman dan berkuasanya mereka
(orang-orang kafir) lebih berbahaya dari membunuh jiwa. Sehingga menghindari
keburukan yang lebih besar dengan melakukan keburukan yang lebih ringan adalah lebih
diutamakan. Seumpama orang yang tidak mau menyembelih hewan dengan dalih bahwa
perbuatan tersebut termasuk aniaya terhadap hewan. Orang seperti ini adalah jahil, karena
hewan tersebut pasti akan mati. Disembelihnya hewan tersebut untuk kepentingan
manusia adalah lebih baik daripada mati tanpa mendatangkan manfaat bagi seorang pun.
Manusia lebih sempurna dari hewan, dan suatu kebaikan tidak mungkin bisa sempurna
untuk manusia kecuali dengan memanfaatkannya, baik untuk dimakan, dijadikan sebagai
kendaraan atau yang lainya. Yang dilarang oleh Nabi adalah menyiksanya dan tidak
menunaikan hak-haknya yang telah tetapkan oleh Allah.
Nabi bersabda,
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik atas segala sesuatu, maka jikalau
kalian membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kalian menyembelih maka
sembelihlah dengan baik, hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan
pisaunya dan menyenangkan sembelihannya. (HR. Muslim hadits no. 3615)
Zuhud yang Bidah dan Menyelisihi Syariat
Zuhud yang menyelisihi Sunnah tidak ada kebaikan sama sekali di dalamnya. Karena ia
menganiaya hati dan membutakannya, membuat agama menjadi buruk dan hilang nilai-
nilai kebaikannya yang diridhai oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya, menjauhkan manusia
dari agama Allah, menghancurkan peradaban, dan memberi kesempatan bagi musuh-
musuh Islam untuk menguasai mereka; merendahkan kemuliaan seseorang serta
menjadikan seorang hamba menyembah kepada selain Allah. Berikut ini beberapa
perkataan para penyeru zuhud yang menyelisihi petunjuk Nabi.
Perkataan Junaid, salah seorang penyeru zuhud yang menyelisihi syariat, Saya senang
kalau seorang pemula dalam kezuhudan tidak menyibukkan diri dengan tiga perkara
agar tidak berubah keadaannya, yaitu bekerja untuk mendapatkan rezeki, menuntut ilmu
hadist, dan menikah. Dan lebih aku senangi jika seorang sufi tidak membaca dan
menulis agar niatnya lebih terarah. (Kitab Quatul-Qulub 3/135, kitab karya Junaid).
Perkataan Abu Sulaiman ad-Darani, Jika seseorang telah menuntut ilmu, pergi mencari
rezeki atau menikah, maka dia telah bersandar kepada dunia. (Kitab Al-Futuhat Al-
Makiyah, 1/37).
Padahal telah dimaklumi bahwa semua peradaban di dunia ini tidak mungkin tegak dan
berkembang kecuali dengan tiga perkara, yaitu dengan bekerja, mencari ilmu, dan
menikah demi meneruskan keturunan manusia. Rasulullah sendiri telah memerintahkan
kita bekerja mencari rezeki sebagaimana dalam sabda beliau,
Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada hasil kerja tangannya
sendiri. Sesungguhnya nabi Allah, Dawud, makan dari hasil kerja tangannya. (HR.
Bukhari, III/8 hadits no. 1930)
Dan Rasulullah telah memerintahkan umatnya untuk menikah. Beliau shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,
Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mempunyai kemampuan
(lahir dan batin) untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Sesungguhnya
pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan menjaga kehormatan. Sedangkan
untuk yang tidak mampu, hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat menjaganya (yaitu
benteng nafsu). (HR. Bukhari, VI/117)
Beliau juga memerintahkan kaum muslimin menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun
dunia, sebagaimana sabdanya,
Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim. (Ibnu Majah hadits no. 220. Hadist
Sahih, lihat Kitab Al-Jami As-Shahih no. 3808 karya Al-Bani)
Wajib di sini adalah dalam menuntut ilmu agama. Adapun ilmu duniawi, tidak ada
seorang pun yang berselisih tentang pentingnya ilmu tersebut, baik berupa ilmu
kesehatan, ilmu perencanaan maupun ilmu lainnya yang manusia tidak mungkin terlepas
darinya. Terpuruknya kaum muslimin ke dalam jurang kehinaan dan kemunduran pada
masa sekarang ini tidak lain akibat kelalaian mereka dalam menuntut ilmu agama yang
benar, merasa cukup dengan ilmu duniawi yang mereka ambil dari musuh-musuh mereka
dalam berbagai macam aspek kehidupan, baik yang besar maupun yang kecil, banyak
maupun sedikit, yang semuanya berujung kepada kebinasaan, hilangnya agama, akhlak,
dan hal-hal utama lainnya.
Khatimah
Sebagai penutup tulisan ini, marilah kita lihat bagaimana kehidupan generasi pertama dan
terbaik dari umat ini, generasi sahabat yang hidup di bawah naungan wahyu Ilahi dan
didikan Nabi. Salah seorang tokoh generasi tabiin, Imam al-Hasan al-Bashri berkata,
Aku telah menjumpai suatu kaum dan berteman dengan mereka. Tidaklah mereka itu
merasa gembira karena sesuatu yang mereka dapatkan dari perkara dunia, juga tidak
bersedih dengan hilangnya sesuatu itu. Dunia di mata mereka lebih hina daripada tanah.
Salah seorang di antara mereka hidup satu atau dua tahun dengan baju yang tidak
pernah terlipat, tidak pernah meletakkan panci di atas perapian, tidak pernah
meletakkan sesuatu antara badan mereka dengan tanah (beralas) dan tidak pernah
memerintahkan orang lain membuatkan makanan untuk mereka. Bila malam tiba,
mereka berdiri di atas kaki mereka, meletakkan wajah-wajah mereka dalam sujud
dengan air mata bercucuran di pipi-pipi mereka dan bermunajat kepada Allah agar
melepaskan diri mereka dari perbudakan dunia. Ketika beramal kebaikan, mereka
bersungguh-sungguh dengan memohon kepada Allah untuk menerimanya. Apabila
berbuat keburukan, mereka bersedih dan bersegera meminta ampunan kepada Allah.
Mereka senantiasa dalam keadaan demikian. Demi Allah, tidaklah mereka itu selamat
dari dosa kecuali dengan ampunan Allah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-
Nya kepada mereka. Wallahu Alam.
Referensi:
1. Qawaid wa Fawaid min Al-Arbaina An-Nawawiyah, karya Nazim Mohammad
Sulthan ; cet. Ke-2. 1410; Dar-Alhijrah, Riyadh, KSA.
2. Makarimul-Akhlaq, karya Syakhul-Islam Ibn Taimiyah ; cet. Ke-1. 1313 ; Dar-
alkhair, Bairut, Libanon.
3. Tazkiyatun-Nufus, karya Doktor Ahmad Farid ; Dar- Alqalam, Bairut, Libanon.
4. Mukhtashar Minhajul-Qashidin, karya Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisy,
Maktabah Dar Al-Bayan, Damsiq, Suria.
PENDAHULUAN
Zuhud menurut para ahli sejarah tasawuf adalah fase yang mendahului tasawuf . Zuhud
adalah hikmah pemahaman yang membuat para penganutnya mempunyai pandangan
khusus terhadap kehidupan duniawi, dimana mereka tetap bekerja dan berusaha akan
tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hati mereka serta tidak
membuat mereka mengingkari Tuhannya. Zuhud ditimba dari Al-Quran, sunnah Nabi,
dan para sahabatnya.
Zuhud adalah termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka
mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang zuhud lebih
mengutamakan kehidupan akherat yang kekal dan abadi dari pada mengejar kehidupan
dunia yang fana dan sepintas lalu. Hal ini dapat dipahami dari isyarat Al-Quran yang
artinya sebagai berikut: katakanlah kesenangan dunia hanya sebentar dan akhirat itu
lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun
Dengan zuhud mereka tidak diperbudak oleh harta, kekuasaan ataupun hawa nafsu.
Sehingga dengan begitu mereka bisa mewujudkan keadilan sosial dalam bentuknya yang
luhur. Karena itu zuhud adalah suatu metode kehidupan dan tonggak-tonggaknya adalah
mengurangi nikmat kelezatan hidup dan berpaling dari keterpesonaan terhadap kelezatan
itu.
PEMBAHASAN
Pengertian Zuhud
Suatu cara hidup yang dipilih oleh orang-orang yang cenderung bertaqorrub kepada
Alloh adalah Zuhud. Menurut bahasa Zuhud adalah menentang kesenangan atau
keinginan. Sedang hakikat zuhud adalah berpaling dari mencintai sesuatu menuju sesuatu
yang lebih baik. Dalam istilah ada beberapa pengertian yang diungkapkan oleh ahli-ahli
tasawuf antara lain:
=> Benci kepada dunia dan berpaling kepadanya
=>Membuang kesenangan dunia untuk mencapai kesenangan akhirat
=>Hati tidak mempedulikan kekosongan tangan
=>Membelanjakan apa yang dimiliki dan tidak menghargakan apa yang didapat
=>Tidak menyesal atas apa yang tidak ada dan tidak bergembira dengan apa yang ada
Akan tetapi jika kita memperhatikan semangat syariat islam, maka diantara pengertian itu
ada yang kurang tepat. Islam tidak mengharuskan manusia menolak kesenangan sama
sekali dan tidak mengharuskan hidup menderita. Apabila nikmat itu diberikan oleh Allah
maka hendaknya diterima dengan segala kesukuran, tidak rakus dan tidak
meremehkanya.
Karena itu maka zuhud bila diartikan dengan semangat syariat islam dapat
diformulasikan sebagai berikut menghindari perbudakan harta benda, tidak rakus
terhadap kemewahanduniawi, menerima nikmat Allah dengan perasaan qonaah dan
cenderung mengutamakan ganjaran pahala akhirat, memilih hidup sederhana karena
percaya bahwa hazanah rezeki yang tidak terkira ada ditangan Allah, rajin bekerja dan
berderma, sabar menjauhi subhat dan tidak meminta-minta.
Menolak Perbudakan Harta Benda
Jika kamu zuhud terhadap dunia, kamu adalah orang yang cerdik diantara manusia.
Sedang zuhud adalah menghilangkan rasa cinta hati terhadap harta benda, bukan sunyi
dari harta benda. Prinsip zuhud dengan menolak perbudakan harta benda, tidak rakus
kepada kemegahan duniawi ditegaskan dalam Al-Quran :Harta anak-anak itu
perhiasan penghidupan dunia, dan amal shalih itulah yang tinggal (buahnya), lebih
baik pada sisi Tuhanmu ganjaranya dan sebaik-baikpengharapan
Dunia ini penuh dengan keindahan, perhiasan dan kemegahan yang banyak sekali
menyilaukan pandangan. Karena itu hendaklah diterima dengan penuh kewaspadaan
jangan sampai diperbudak olehnya.mengenai bahayanya rakus dan penghambaan harta
benda digambarkan dalam sabda rosul celakalah penyembah dinar dirham dan kain
bludru jika diberi dia ridho dan jika tidak diberi ia tidak ridlo.
Sebagai mata rantai dari sikap zuhud adalah qonaah, perasaan cukup dan ridlo menerima
pemberian Allah, sekalipun sedikit menurut pandangan orang lain.
Hidup Sederhana
Sebagai konsekwensi dari pada hidup dengan memilih hidup sederhana, yakni sederhana
dalam pakaian sederhana dalam makanan dan sederhana dalam tempat tinggal sesuai
dengan contoh kehidupan Rosullaloh. Ketika wafat Rosulalloh tidak meninggalkan dinar,
dirham, hamba sahaya laki ataupun wanita. Dan tidak meninggal sesuatu apapun kecuali
keledai putih siapa yang biasa dikendarainya dan sebidang tanah yang disedekahkan
untuk kepentingan orang rantau. Yang terpenting baginya adalah terpenuhinya kebutuhan
primer berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal.
Kerja Keras dan Persiapan Akherat
Kegiatan zuhud yang ditunjukan oleh Rosulullah bukanlah manifestasi dari pada
kemalasan dan pengangguran. Beliau rajin bekerja tetapi hasil kerjanya tidak
dinikmatinya sendiri.melainkan diambil seperlunya selainya didistribusikan untuk
kepentingan umat. Dengan demikian hidup zuhud yang dikehendaki syariat bukanlah
penganguran dan kemalasan berusaha. Syariat mendorong umat islam supaya rajin
bekerja dan banyak berproduksi.
Menjauhi Syubhat (Wara)
Menjauhi syubhat adalah rangkaian dalam pola kehidupan zuhud, yakni berhati-hati agar
tidak sampai terjatuh kepada perbuatan yang samar halal haramnya.
Ada beberapa faktor yang membuat berkembangnya Zuhud yaitu :
1. Al-Quran dan As-Sunnah.
Faktor yang pertama dan yang utama yang mengembangkan zuhud adalah ajaran-ajaran
islam yang terkandung dalam al-Quran dan Hadist. Al-Quran telah mendorong manusia
agar hidup sholeh, taqwa kepada Allah menghindari dunia beserta hiasanya, memandang
rendahhal-hal yang duniawi, dan memandang tinggi kehidupan diakherat. Selain itu
Quran juga menyeru manusia agar beribadah bertingkah laku bauk, shalat malam dll
yang menjadi inti dari Zuhud.
Disini akan dikemukakan beberapa ayat al-Quran atau Hadist yang mengisyaratkan
kefanaan dunia dan perlunya menahan diri darinya
Ketahuilah sesungguhnya kehidupan dunia ini hanya permainan serta melalaikan hiasan-
hiasan, megah-megahan diantara kamu dan bangga-banggaan tentang banyak harta
maupun anak, seperti hujan yang tanaman-tanamanya mengagumkan para petani , lalu
tanaman itu menjadi kerinng dan kamu lihat warnanya menguning sampai nanti terus
hancur. Dan diakherat nanti ada azab keras dan ampunan Allah maupun keridoan-Nya,
sementara kehidupan dunia ini tidak lain hanya kesenangan yang menipu.
Menurut Al-Quran kehidupan dunia adalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, tidak
kekal dan kesenangan yang menipu. Karena itu seorang mukmin harus berusaha untuk
menemui Allah bahkan hendaklah tidak tidak lebih mementingkan kehidupan dunia
terpukau olehnya dan menjadikanya sebagai pengganti akherat.
2. kondisi-kondisi sosio politik
Konflik-konflik yang terjadi sejak akhir masa kholifah usman bin affan mempunyai
dampak terhadap kehidupan religius, sosial dan politik kaum muslimin. Konflik politik
ini bukanya untuk mengingkari agama , sebab masing masing kelompok yang saling
bertentangan itu selalu menggunakan teks-teks agama untuk mengokohkan dan
menguatkan sikapnya. Dengan sendirinya hal ini mendorong adanya upaya untuk
memahami teks-teks itu atau mengterpretasikanya secara khusus. Ketikan itulah masing-
masing kelompok memiliki golongan keagamaan dengan doktrin tersendiri, dan masing-
masing kelompok berusaha menarik para penyair dan ulama kepihaknya untuk menarik
masa sebanyak-banyaknya.
Dengan adanya kericuhan kondisi poliik ini maka mendorong sebagian kaum muslimin
sejak waktu yang dini memilih kehidupan yang mengisolasi diri untuk beribadah serta
menjauhi keterlibatan dalam konflik-konflik politik.
KESIMPULAN
Dengan memperhatikan karateristik kehidupan zuhud yang digariskan syariat Islam,
maka alangkah mulianya cara kehidupan yang semacam itu. Apalagi seseorang dapat
mensuri tauladani kehidupan zuhud yang ditempuh oleh para Anbiya' dan siddiqin, maka
ditemukanlah mutiara kehidupan yang suci. Ternyata kehidupan mereka lebih tentrem
tenang dan bahagia.sebaliknya kehidupan yang dimotivasi dengan rakus dan tama'
terhadap kemegahan seperti Fir'aun dan Qorun justru itu yang celaka. Dengan demikian
cara hidup zuhud sesuai garis agama itulah yang mengantarkan kepada kebahagiaan
dunia dan akherat yakni kehidupan yang ditegakan diatas prinsip-prinsip iman, takwa dan
wara', rajin bekerja, tidak rakus dan tidak tama'suka berderma dan penuh kesibukan
mempersiapkan bekal akherat. Pada prinsipnya dua keuntungan besar yang diharapkan
dalam kehidupan zuhud adalah memperoleh mahabah Allah dan mahabah sesama
manusia. Ada dua faktor yang menyebabkan berkembangnya zuhud yaitu Al-Qur'an dan
As-Sunnah dan kondisi-kondisi sosio-politik.
BAB I
PENDAHULUAN
Pada diri setiap manusia terdapat hawa nafsu yang senantiasa mengerogoti iman, lambat
laun ketika hawa nafsu itu tidak dijaga dan dikendalikan maka akan mengakibatkankan
hilangnya iman pada diri manusia sebagaimana perkataan Ibnu Athoillah dalam kitab al-
hikam beliau berkatahawa nafsu yang tidak terkendalikan maka akan mengerogoti iman
yang terdapat pada diri umat islam, hanya dengan mengendalikan nafsu maka, iman akan
terselamatkan
dalam ilmu tasawuf kita mengenal zuhud dan wara yang dimana dua sikap hidup
tersebut saling menopang untuk mencapai maqam marifatullah, jika kita melihat
perbedaan dari dua sikap tersebut, maka orientasi zuhud lebih kepada sikap seseorang
dalam memandang duniawi dengan tidak mencintainya secara berlebihan yang dapat
melupakan akan kehidupan akhirat. Sedangkan wara lebih berorientasi kepada sikap
kehati-hatian dalam hal-hal yang syubhat apalagi yang haram.
Berangkat dari zuhud dan wara maka kita akan dapat mengendalikan hawa nafsu dan
senatiasa melestarikan iman pada hati kita masing-masing, oleh sebab itu melihat dari
fenomena tersebut, maka pemakalah menganggap sangat perlu untuk membahas tema
tentang zuhud dan wara dan semoga berguna bagi diri pemakalah khususnya dan
masyarakat umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Zuhud
1. Pengertian Zuhud
Zuhud dalam Bahasa Arab berasal dari asal kata zahada () yang memiliki makna
sama dengan raghiba an ( ) yaitu berarti meningalkan atau tidak menyukai .
Sehingga zuhud diartikan sebagai mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk
beribadah, sebagaimana yang dijelaskan dalam firman allah
1 , 5 . # ! 3
#? 96 _ /! ? , # ( 1 ? 3 _
? 4 ? 1 _ # ( 93 ,
Sedangkan berbicara zuhud dalam terminologinya menurut Prof. Dr, H, Amin Syukur,
M.A. , maka tidak akan terlepas dari dua hal pertama : zuhud sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari tasawuf kedua : zuhud sebagi moral (akhlaq) islam dan gerakan protes .
Apabila zuhud diartikan sebagai sarana hubungan antara hamba dengan sang pencipta
maka zuhud merupakan maqamat (stasiun) menuju pencapaian atau marifat kepada-Nya.
A. Mukti Ali. Menjelaskan pengertian zuhud dalam artian yang berkaitan dengan zuhud
sebagai hal tidak terpisahkan dengan tasawuf yaitu menghindarkan diri dari berkehendak
terhadap hal-hal yang bersifat duniawi atau ma siwa allah.
Al-Junaidi berkata mengenai zuhud dalam kitab Haqaiiq an al-tasawuf, yaitu keadaan
yang kosong dari rasa memiliki dan ambisi menguasai. Sedangkan orang zuhud menurut
Imam Al-Ghazali adalah orang yang memiliki sifat yang tak lekang oleh panas tak rapuh
oleh hujan dia tak larut dalam kegemiraan terhadap apa yang ada, dia tidak terlalu susah
terhadap yang lepas darinya, bersikap wajar kalau dipuja atau dicela
2. Tingkatan Zuhud
syaikh Al-Harawi telah membagi tingkatan zuhud menjadi tiga:
1) Zuhud terhadap perkara syubhat
Zuhud terhadap syubhat adalah meninggalkan sesuatu yang samar hukumnya bagi
seseorang, apakah ia halal atau haram? Serta sesudah meningalkan yang haram, ia
berhati-hati terhadap celaan, menjaga diri dari kekurangan dan tidak suka bergaul dengan
orang-orang fasiq.
2) Zuhud terhadap kelebihan
Yang dimaksud kelebihan disini adalah kelebihan dari makana pokok atau perbekalan,
dengan mencurahkan tenaga untuk memanfaatkan waktu, memotong kegelisan hati dan
menghiasi diri dengan perhiasan para nabidan shiddiqin.
3) Zuhud terhadap zuhud
Zuhud ini dilakukan dengan tiga cara yaitu: menganggap remeh terhadap apa yang anda
zuhudi, menganggap sama apa yang ada pada diri anda, dan pergi dari menyaksikan
usaha sambil memandang kelembah hakikat.
3. Faktor Zuhud
para sarjana, baik dari kalangan orientalis maupun sarjana muslim saling berbeda
pendapat mengenail factor yang mempengaruhi munculnya zuhud, berikut beberapa
pendapat mengenai asal-usul zuhud antara lain :
1. Menurut Harun Nasution ada lima pendapat mengenai asal usul zuhud pertama
:dipengaruhi oleh cara hidup rahib-rahib Kristen kedua :dipengaruhi oleh phytagoras
yang mengharuskan meningalkan kehidupan materi dalam rangkah membersihkan roh
ketiga : dipengaruhi oleh ajaran platinus keempat : pengaruh budha dengan faham
nirwannya kelima : pengaruh ajaran hindu yang juga mengajarkan untuk meningalkan
dunia
2. Sedangkan menurut Abu Ala Afifi mencatat empat pendapat para sarjana mengenai
asal-usul zuhud dan faktornya pertama : merasal dari atau dipengaruhi oleh hindia Persia
kedua : berasal dari atau dipengaruhi oleh asketisme nasrani ketiga : berasal dari atau
dipengaruhi oleh berbagai sumber yang terkumpul kemudian menjadi satu ajaran
keempat : berasal dari ajaran islam
4. Dalil-Dalil melaksanakan Zuhud
Melaksanakan zuhud adalah keharusan bagi semua muat islam, karena banyak ayat al-
quran dan hadist nabi yang menyebutkan demikian diantaranya:
& 1 1 5 ? 4 #!
& #& 1 )9 #
1 t / ? 4
% 1 7 , ? 4 ? .
& 1 4 #! / . _
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya
dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah
yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa
kamu tidak mengambil pelajaran?
?7 , #!% ] ) 4 #!
6 1 7 #9 , 3 #: , >
_ # ( / 7 # > 9 _ #!
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
#! , _
# t _ # ( / 3 _ #?)#( #9 ) 4
, #! % _ 9
9 #9 #9 , 4
? 6 1 ( , #! ( Hai manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu#9 , /! 6
dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya
dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji
Allah adalah benar, Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu,
dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.
Dan juga dalam hadist nabi
. .
: :
((
. )).
Sebagaimana syair imam syafiI dalam kitab mukasyafatul qulb


5. Kiat-Kiat Zuhud
zuhud bukan berarti kita harus benci akan harta, kita takut akan derajat, akan tetapi
bagaimana kita mengangap harta, derajat atau yang berada didunia ini menjadi jalan
untuk mendekatkan kita kejalan tuhan, zuhud juga tidak harus miskin, banyak orang kaya
yang berpredikat zuhud seperti nabi sulaiman dll.
Untuk bersikap zuhud seseorang tidak harus memamai baju tembelan, atau makan
makanan yang tidak bergizi, tidak pula harus membenci orang kaya, zuhud adalah faragh
al-qalb min al-dunya (kosongnya hati dari perkara dunia, meskipun dia ada di dunia)
Untuk mencapai maqam zuhud seseorang harus melakukan hal-hal berikut:
1. Menyadari dan meyakini bahwa dunia itu fana
2. Menyadari dan meyakini bahwa di belakang dunia ini ada akhirat yang jauh lebih baik
bagi orang yang bertakwa.
3. Banyak mengingat mati
4. Mengkaji sejarah hidup para nabi, shahabat, tabiin dan orang-orang shaleh yang
notabenenya adalah orang zuhud.
5. Menghindari sifat tamak
6. Hidup sederhana
7. Qanaah
8. Kerja keras dan persiapan akhirat
9. Tidak suka meminta-minta, karena orang zuhud tidak suka menjadi tangan bawah.
10. Menjauhi syubhat (wara)
6. Aplikasi Zuhud
I. Pada Masa Nabi Muhammad dan Shahabatnya
1. Kezuhudan nabi Muhammad
Sejak kecil nabi Muhammad telah mengalami kehidupan yang sederhana, karena
kehidupan ekonomi beliau sangan sederhana akan tetapi beliau menerimanya dengan
qanaah, prinsip hidup beliau adalah kami tidak makan kecuali apabila lapar, dan apabila
makan tidak kenyangitu merupakan cerminan sikap zuhud beliau yang tidak silau akan
harta dan keberadaan materi.
Meskipun beliau telah menjadi pimpinan umat islam akan tetapi sikap zuhud beliau
masih terpelihara, ini terlihat ketika dalam cerita umar bin khottob, bahwa ketika umar
ingin mengklarifikasi tentang isu pertengkaran diantara para istri nabi, maka umar masuk
kerumah nabi, kemudian umar terkejut, ketika melihat rasulullah berbaring diatas tikar,
ketika beliau bangun terlihat garis-garis merah diantara tubuhnya, kemudian umar
menangis, seraya nabi berkataapakah gerangan yang menyebabkan engkau menangis
wahai umar umar menjawab bagaimana aku tidak menangis melihat keadaanu yang
sederhana ini padahal engkau adalah sebaik-baik umat dan kekasih tuhannabi berkata
tidak relakah engkau bagi kita Negara akhirat dan bagi mereka Negara dunia
2. Kebanyakan dari para sahabat nabi kesemuanya adalah orang yang zuhud apalagi
khulafaur rasyidin yang dalam segi derajat atau kedudukan merupakan khalifah dan
pemimpin umat akan tetapi sikap mereka mencerminkan orang yang sederhanya yang
tidak silau akan harta dan barang materi
II. Pada Zaman Moderen
Zaman berganti zaman, manusia berganti manusia, sifat berganti dengan sifat lain,
kebutuhan berganti dengan kebutuhna lain, perbedaan yang sangat mencolok antara
masyarakat dulu dengan masyarakat modern adalah sikap hidup yang semakin lama
semakin efisien yang menginginkan keinstannan dalam kehidupan, ini yang
menyebabkan manusia lupa akan tuhannya, padahal hal itu semua adalah dari allah maka
harus dikembalikan kepada allah.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah sikap zuhud dapat diwujudkan
kedalam kehidupan orang modern? Maka jawabannya adalah zuhud dapat diwujudkan di
segala aspek kehidupan baik dari segi waktu dan tempatnya tergantung bagaimana zuhud
itu dikorelasikan.
Dalam tasawuf dikenal zuhud yang merupakan maqamat juga merupakan moral bangsa,
dalam konsep tasawuf ada nilai rahani yang sangat diperlukan oleh masyarakat modern
sebut saja sifat dermawan, qanaah, suka menolong dalam segi barang materi, itu semua
berangkat dari nilai zuhud, leh karena itu hal tersebut bukan berarti sebuah usaha untuk
memiskinkan, akan tetapi dunia dan materi itu dimiliki dengan sikap tertentu, yakni
menyiasati agar dunia dan materi itu menjadi bernilai akhirat, sebagaiman orang kaya
yang suka mendermakan hartanya.
DAFTAR PUSTAKA
Munawir, Warson, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya:pustaka progresif,
1997)
Syukur ,Amin, zuhud di abad modern, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 1997)
Ibnu Qayyim Al-Jauzi, madarrijul As-salikin,jenjang spiritual para penempuh jalan
ruhani, Terj. Muhammad hammid Al-Fikkih(darul Al-kitab Al-Arabi, Beirut, libanon,)
1972
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme dalam islam, (Jakarta,PT. Bulan Bintang, 2006)
Mustaqim, Abdul, akhlaq tasawuf jalan menuju revolusi spiritual, (yogyakarta, KREASI
WACANA,2007
Imam Al-ghazali, mukasyafatul qulub, (Jeddah: haramain, )
yaqub,Hamzah, tingkat ketenangan dan kebahagiaan mumin (Jakarta, CV ATISA,
1977)
Pokja IAIN Sumatra, pengantar ilmu tasawuf (Sumatra: 1999)
ZUHUD
Zuhud secara bahasa adalah bertapa di dunia, adapun secara istilah yaitu: Bersedia untuk
melakukan ibadah, dengan berupaya semaksimal mungkin menjauhi urusan duniawi, dan
hanya mengharapkan keridhoan Allah SWT. Sebagaimana yang di ungkapkan ulama:


Ma Qalla amalun baraza Min qalbin Zaahidin
(tidak ada amalan kecil yang lebih mulya dari dalam hati seorang yang menjauhi dunia,
melainkan berbuat zuhud).
Zuhud dalam aplikasi kehidupannya, mampu melahirkan satu maqam dan cara hidup
yang oleh para ahli tasawuf dikatakan sebagai sesuatu yang telah dicapai setelah maqam
taubah.
Itu karena, seseorang yang benar-benar zuhud sudah meninggalkan symbol-symbol
duniawi setelah benar-benar dia melakukan taubah al-nasuuha, dengan satu pandangan
bahwa hidup di dunia tak lebih daripada sebatas permainan dan canda gurau. Seperti
dalam al-quran disebutkan:


[I'lamu annamalhayah al-Dunya La'ibun Wa Lahwun: Al-Haddid:20].
Konsep ini sejajar dengan:

al-dunya mazraatun al-aakhirah:


Dunia sebagai ladang(bekal) di akhirat kelak, difahami bahwa tidak ada keindahan dan
ketenangan hakiki melainkan merasa indah dan tenang dengan kenikmatan hidup dalam
keadaan iman dan Islam dengan zuhud sebagai pegangan. Orang-orang ini, niscaya dalam
hidupnya akan semakin dekat dengan khalik sang pencipta, sebagaimana hadist rasul
SAW:

Manizdaada ilman, walam yazdad zuhdan, Lam Yazdad Min Allah illaa Budan
(Barangsiapa yang di anugerahi ilmu oleh Allah, akan tetapi tidak semakin bertambah
ke-zuhud-annya, maka sejatinya orang yang seperti ini bukan bertambah melainkan
semakin jauh dari jalan tuhan-Nya).
Seseorang yang secara lahir sukses dalam mempertahankan gelar akademiknya,
cemerlang dalam setiap usahanya, dan bertambah keilmuan apabila melihat jam
tayangnya(baca: sebagai penceramah;dai), akan tetapi selalu melakukan perbuatan yang
melanggar syariat, tidak ada keinginan untuk mengurangi perbuatan buruk dan segera
memohon taubat kepada-Nya, maka yang demikian ini bukan dekat dengan Tuhannya
melainkan semakin jauh dari jalan hidayah Allah SWT.
Orang-orang zuhud selalu berusaha untuk menjauhi perbuatan dan majlis-majlis yang
penuh dengan kemungkaran, dan selalu berusaha melakukan amaliyah yang hanya
diredhoi Allah SWT, seperti yang dijelaskan oleh ulama:

Man Amila al-Aakhirat Kafahu Allah amra Diinihi Wa Dunyahu.


Artinya: Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan soleh(bermanfaat untuk akhirat),
Maka akan Allah cukupkan segala urusan agama dan dunia-nya.
Golongan ini, selalu berusaha dalam melaksanakan segala kewajibannya dengan penuh
keikhlasan dan tanpa pamrih, karena segala kenikmatan yang ada di dunia ini, besok akan
di mintai pertanggung jawabannya kelak di akhirat,
Sebagaimana dalam surah At-takasur ayat 8 dinyatakan:


Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu).
Dalam surah lain,an-Naziat ayat 37-39 di jelaskan:

Adapun orang yang melampaui batas,Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,Maka


Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).
Dalam redaksi yang berbeda juga disebutkan:

Man arada an yasyrifa fi al-dunya wa al-akhirah falyakhtar al-akhirah ala al-


dunya[al-fitnah].
Artinya:
Barangsiapa yang menghendaki kemulyaan di dunia serta kebahagiaan di akhirat, maka
mereka akan memilih kemulyaan akhirat dan menjauhi dari kenikmatan sesaat di dunia
dengan segala bentuk kemaksiatan, kejahatan dan fitnah yang merajalela.
Hal ini, seandainya mereka diberi kebahagiaan sebagai orang-orang diberi kelebihan
rezeki waktu di dunia, maka dengan segera akan menginfaqkan, bersedekah dengan
tujuan untuk menggapai ketaatan kepada-Nya, untuk menghindari hal-hal yang dapat
mengakibatkan bujukan iblis dan bala tentaranya, secara rinci dijelaskan oleh ulama:


Inna az-zuhda laisa ibaaratun an akhlai al-yadi an al-maal, bal huwa akhlaul qalbi
an taalluqi bihi,
Artinya:
Yang di namakan zuhud itu bukan ibarat orang yang menyembunyikan tangannya dari
harta benda(uang, jabatan,wanita), akan tetapi zuhud yaitu menyembunyikan dari perkara
yang dapat mengakibatkan kemadharatan atas segala tipu daya dunia yang fana, orang
zuhud dalam hatinya terbebas dari sesuatu yang bersifat unsur duniawi, hatinya selalu
condong kepada dzat Allah, melaksanakan ketaatan dan dunia hanya dijadikan sebagai
perantara untuk menggapai ridho-Nya.
Dalam surah Taha ayat 131 dijelaskan:

131. Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan
kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami
cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.
Pengertian zuhud secara lebih luas, sebenarnya bukan meninggalkan kehidupan dunia
secara keseluruhan, melainkan tetap mencari penghidupan duniawi, akan tetapi hanya
sebatas untuk memenuhi keperluan hidup ala kadarnya, mereka bekerja dengan niat untuk
menafkahi keluarga, yang merupakan kewajiban seorang suami atas anak dan istrinya,
dan itu semua hanya untuk mencari ridlo-Nya, agar kelak besok lepas dari pertanggung
jawaban di akhirat. Hal ini dijelaskan dalam surah al-Qashash ayat 77:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Selain itu juga dijelaskan dalam hadits:

Imal lidunyaaka kaannaka taisyu Abadan, Wamal liaakhiratika kaannka tamutu


ghadan.
Artinya:
Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya, dan beramallah untuk
persediaan akhiratmu, seakan-akan engkau mati besok.
Dalam tasawuf, seorang hamba yang lagi menjalankn perintah harus selalu merasa bahwa
dirinya sedang benar-benar berdiskusi kepada Allah, kalau tidak boleh menghadirkan hati
maka seyogyanya dalam hatinya sadar bahwa segala apapun aktivitasnya sedang dalam
pantauan yang MahaKuasa, sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan Sayyidina
Umar, beliau mendengar rasulullah SAW bersabda:

An tabudallah kaannaka tarahu, waillam takun tarahu fainnahu yaraka


Artinya:
Ketika menyembah kepada-Nya seakan-akan kita melihat-Nya, kalau tidak mampu
untuk yang demikian(melihat-Nya), maka sesungguhnya Dia(Allah)selalu melihatmu.
Hadist ini bukan saja berlaku di saat kita melakukan ibadah(shalat)saja, akan tetapi dalam
semua aktifitas kita di luar shalat pun, seseorang yang zuhud merasa dirinya selalu dalam
pengawasan Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai