Anda di halaman 1dari 11

[Type the document title] [Year]

Riska islamoriza PSIK UMJ SPONDILITIS TUBERKULOSA

A.

DEFINISI Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae. ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifat acid-fastnonmotile (tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yg konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 5 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yg penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis. Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah tertular flu. Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yg diperlukan dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yg lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun.

B.

C.

PATOGENESIS Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen, diduga terjadinya penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan diskus intervertebralis karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kifosis (Savant, 2007). Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu: 1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada daerah sentral vertebra.
1

SPONDILITIS TUBERKULOSA

[Type the document title] [Year]


2. Stadium destruksi awal Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. 3. Stadium destruksi lanjut Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus. 4. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia yaitu: i. Derajat I Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris. ii. Derajat II Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya. iii. Derajat III Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia. iv. Derajat IV Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi dan miksi. TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai dengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. 5. Stadium deformitas residual Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang massif di depan (Savant, 2007).
D.

PATOFISIOLOGI Kuman yg bangun kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti aliran darah ke pembuluh tulang belakang dekat dengan ginjal. Kuman berkembang biak umumnya di tempat aliran darah yg menyebabkan kuman berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman bersarang. Kemudian kuman tersebut akan menggerogoti badan tulang belakang, membentuk kantung nanah (abses) yg bisa menyebar sepanjang otot pinggang sampai bisa mencapai daerah lipat paha. Dapat pula memacu terjadinya deformitas. Gejala awalnya adalah perkaratan umumnya disebut pengapuran tulang belakang, sendi-sendi bahu, lutut, panggul. Tulang rawan ini akan terkikis menipis hingga tak lagi berfungsi. Persendian terasa kaku dan nyeri, kerusakan pada tulang rawan sendi, pelapis ujung tulang yg berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut bila dua ruang tulang berbenturan saat sendi digerakkan. Terbentuknya abses dan badan tulang belakang yg hancur, bisa menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan miring ke arah depan. Kedua hal ini bisa menyebabkan penekanan syaraf-syaraf sekitar tulang belakang yg mengurus tungkai bawah, sehingga gejalanya bisa kesemutan, baal-baal, bahkan bisa sampai kelumpuhan. Badan tulang belakang yg kolaps dan miring ke depan menyebabkan tulang belakang dapat diraba dan menonjol di belakang dan nyeri bila tertekan, sering sebut sebagai gibbus Bahaya yg terberat adalah kelumpuhan tungkai bawah, karena penekanan batang syaraf di tulang belakang yg dapat disertai lumpuhnya syaraf yg mengurus organ yg lain, seperti saluran kencing dan anus (saluran pembuangan).
2

SPONDILITIS TUBERKULOSA

[Type the document title] [Year]


Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan yg kronik dan destruktif yg disebabkan basil tuberkulosis yg menyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi pri-mer atau pasca primer. Penyakit ini sering ter-jadi pada anak-anak. Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul osteitis, kaseasi clan likuifaksi dengan pembentukan pus yg kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Di samping itu, periostitis dan sekwester hampir tidak ada. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebra. Dari pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan refleks fisiologis normal. Ditemukan hipestesia (raba) setinggi VT6. Tidak ditemukan adanya refleks patologis. Pada pemeriksaan nervi cranialis tidak ditemukan adanya kelainan.

E.

PATOLOGI Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus primer di paruparu sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batsons yang mengelilingi columna

SPONDILITIS TUBERKULOSA

[Type the document title] [Year]


vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra. Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis: 1. Peridiskal / paradiskal Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal. 2. Sentral Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal. 3. Anterior Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral. 4. Bentuk atipikal Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
F.

MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu: a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal. d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal e. Deformitas pada punggung (gibbus) f. Pembengkakan setempat (abses) g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005). Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa: a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri. b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal (Tachdjian, 2005). DIAGNOSIS SPONDILITIS TUBERKULOSA Diagnosis pada spondilitis tuberkulosa meliputi: 1. Anamnesis Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari pasien, meliputi keluhan utama, keluhan sistem badan, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga atau lingkungan. 2. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi Pada klien dengan spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis. b. Palpasi
4

G.

SPONDILITIS TUBERKULOSA

[Type the document title] [Year]


Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, keadaan tulang belakang terdapat adanya gibbus pada area tulang yang mengalami infeksi. c. Perkusi Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok. d. Auskultasi Pada pemeriksaan auskultasi, keadaan paru tidak ditemukan kelainan. 3. Pemeriksaan medis dan laboratorium (Lauerman, 2006).
H.

PEMERIKSAAN PENUNJANG SPONDILITIS TUBERKULOSA Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa yaitu: 1. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat. b. Uji mantoux positif tuberkulosis. c. Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium. d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional. e. Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel. f. Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah. g. Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein). h. Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi. i. Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) tetapi menghasilkan negatif palsu pada penderita dengan alergi. j. Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis melekatkan nukleotida tertentu pada fragmen DNA dan amplifikasi menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang diidentifikasi dengan gel. 2. Pemeriksaan radiologis a. Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses dingin tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk spindle. b. Pemeriksaan foto dengan zat kontras. c. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus vertebra, penyempitan diskus intervertebralis, dan mungkin ditemukan adanya massa abses paravertebral. d. Pemeriksaan mielografi. e. CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang. f. MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang belakang serta menunjukkan adanya penekanan saraf (Lauerman, 2006). DIAGNOSIS BANDING SPONDILITIS TUBERKULOSA Diagnosis banding pada spondilitis tuberkulosa yaitu: 1. Fraktur kompresi traumatik akibat tumor medulla spinalis. 2. Metastasis tulang belakang dengan tidak mengenai diskus dan terdapat karsinoma prostat. 3. Osteitis piogen dengan demam yang lebih cepat timbul. 4. Poliomielitis dengan paresis atau paralisis tungkai dan skoliosis. 5. Skoliosis idiopatik tanpa gibbus dan tanda paralisis. 6. Kifosis senilis berupa kifosis tidak lokal dan osteoporosis seluruh kerangka. 7. Penyakit paru dengan bekas empiema tulang belakang bebas penyakit. 8. Infeksi kronik non tuberkulosis seperti infeksi jamur (blastomikosis). 9. Proses yang berakibat kifosis dengan atau tanpa skoliosis (Currier, 2004). KET: a. Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis). Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih corpus vertebra yang berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain. b. Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium.

I.

SPONDILITIS TUBERKULOSA

[Type the document title] [Year]


c. Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkins disease, eosinophilic granuloma, aneurysma bone cyst dan Ewings sarcoma) Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbeda dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas. d. Scheuermanns disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh karena tidak adanya penipisan korpus vertebrae kecuali di bagian sudut superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.

J.

K.

PROGNOSIS SPONDILITIS TUBERKULOSA Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit menahun dan apabila dapat sembuh secara spontan akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam waktu singkat sekitar 6 bulan (Tachdjian, 2005). Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologis. Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik walaupun tanpa operasi. Penyakit dapat kambuh apabila pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat karena terjadi resistensi terhadap pengobatan (Lindsay, 2008). Untuk spondilitis dengan paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan saraf lebih baik sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Apabila paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa prognosisnya ad functionam juga buruk (Lindsay, 2008). . KOMPLIKASI SPONDILITIS TUBERKULOSA Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu: 1. Potts paraplegia a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medula spinalis dan saraf. b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis. 2. Ruptur abses paravertebra a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis. b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold absces (Lindsay, 2008). 3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Potts paraplegia prognosa baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan corda spinalis.
L.

PENATALAKSANAAN SPONDILITIS TUBERKULOSA Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan segera untuk menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau mengkoreksi paraplegia atau defisit neurologis. Prinsip pengobatan Potts paraplegia yaitu: 1. Pemberian obat antituberkulosis. 2. Dekompresi medula spinalis. 3. Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi. 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) (Graham, 2007). Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari: Terapi konservatif
6

1.

SPONDILITIS TUBERKULOSA

[Type the document title] [Year]


a. b. c. d. Tirah baring (bed rest). Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra. Memperbaiki keadaan umum penderita. Pengobatan antituberkulosa. Standar pengobatan berdasarkan program P2TB paru yaitu: i. Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+). a) Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg, dan Pirazinamid 1.500 mg setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). b) Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali seminggu selama 4 bulan (54 kali). ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita yang kambuh. 1. Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg setiap hari. Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). 2. Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol 1250 mg 3 kali seminggu selama 5 bulan (66 kali). Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, LED menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang, serta gambaran radiologis ditemukan adanya union pada vertebra. Terapi operatif a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum operasi, penderita diberikan obat tuberkulostatik. b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka, debrideman, dan bone graft. c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI ditemukan adanya penekanan pada medula spinalis (Ombregt, 2005). Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita spondilitis tuberkulosa tetapi operasi masih memegang peranan penting dalam beberapa hal seperti apabila terdapat cold absces (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis. a. Cold absces Cold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. b. Lesi tuberkulosa 1) Debrideman fokal. 2) Kosto-transveresektomi. 3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan. c. Kifosis 1) Pengobatan dengan kemoterapi. 2) Laminektomi. 3) Kosto-transveresektomi. 4) Operasi radikal. 5) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang. Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior atau operasi radikal (Graham, 2007).

2.

A. DIAGNOSA PERAWATAN Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri. 1. Tujuan Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal. 2. Kriteria hasil a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
SPONDILITIS TUBERKULOSA 7

[Type the document title] [Year]


b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal. 3. Rencana tindakan a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi. c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara : 1) mattress 2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur. d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ; 1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri (bersandar pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan. 2) Menelungkup sebanyak 3 4 kali sehari selama 15 30 menit. 3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan. e) monitor tanda tanda vital setiap 4 jam. f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet lecet. g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi. h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare. 4. Rasional a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan. c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata. d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot otot paraspinal. e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien. f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi. g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak. h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek samping. b. Diagnosa Keperawatan Kedua

SPONDILITIS TUBERKULOSA

[Type the document title] [Year]


Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi. 1) Tujuan a. Rasa nyaman terpenuhi b. Nyeri berkurang / hilang 2) Kriteria hasil a. klien melaporkan penurunan nyeri b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang di [elajari dengan peningkatan keberhasilan. 3) Rencana tindakan a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru. b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri. c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian. d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman. e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri. 4) Rasional. a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri. b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien. c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung. d. Dengan ganti ganti posisi agar otot otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang. e. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang. c. Diagnosa Keperawatan ketiga Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh. 1) Tujuan Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif. 2) Kriteria hasil Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra. 3) Rencana tindakan

SPONDILITIS TUBERKULOSA

[Type the document title] [Year]


a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian. b. Bersama sama klien mencari alternatif koping yang positif. c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image. 4) Rasional a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri. b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien. c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri. d. Diagnosa Keperawatan keempat Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan di rumah. 1) Tujuan Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah. 2) Kriteria hasil a. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset b. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan c. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit. 3) Rencana tindakan a. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya. b. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset. c. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat. d. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur. e. Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas. f. Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter. Pelaksanaan Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil. Komponen tahap Implementasi:

SPONDILITIS TUBERKULOSA

10

[Type the document title] [Year]


a. tindakan keperawatan mandiri b. tindakan keperawatan kolaboratif c. dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan. ( Carol vestal Allen, 1998 : 105 ) Evaluasi Evaluasi adalah perbandingan hasil hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi. a. pencapaian kriteria hasil b. ke efektipan tahap tahap proses keperawatan c. revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan. Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah: 1. Adanya peningkatan kegiatan sehari hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa nyaman . 2. Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut. 3. Nyeri dapat teratasi 4. Tidak terjadi komplikasi. 5. Memahami cara perawatan dirumah

SPONDILITIS TUBERKULOSA

11

Anda mungkin juga menyukai