Anda di halaman 1dari 12

73

BAB VII
T E K U K A N


7.1. Terjadinya Tekukan

Tekukan terjadi apabila batang tekan memiliki panjang tertentu yang yang
jauh lebih besar dibandingkan dengan penampang lintangnya. Perhatikan Gambar
7.1 di bawah, dua buah balok berpenampang lintang bxh dengan b < h.
F
h
b
F h

b



l l



F


(a) Tekan
F
(b) Tekuk
Gambar 7.1. Pembebanan Normal Negatif

Gambar 7.1(a) merupakan pembebanan tekan karena panjang batang, l,
relatif tak berbeda jauh dengan ukuran penampang lintangnya, b maupun h.
Dalam pembebanan yang berlebihan, balok ini akan rusak hancur atau geser pada
bidang tegangan geser maksimumnya, tergantung pada sifat-sifat bahannya.
Sedangkan batng pada Gambar 7.1(b) mengalami pembebanan tekuk karena
panjang batang, l, yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ukuran
penampang lintangnya. Pembebanan yang berlebih akan menyebabkan batang
rusak tekuk atau bengkok.
74
Tekukan dapat terjadi karena dua hal, yakni oleh sebab geometris dan
homogenitas bahan. Sebab yang pertama terutama adalah karena letak beban
yang tidak tepat pada titik pusat berat penampang lintangnya, sehingga timbul
momen terhadap sumbu netral batang. Sebab kedua karena sifat mekanis bahan
yang tidak homogen sehingga titik-titik pada suatu penampang lintang mengalami
deformasi yang tidak sama. Hal ini juga akan menimbulkan momen terhadap
sumbu netral batang. Momen ini akan semakin besar bila penyimpangan dari
keadaan ideal semakin besar.
Secara teoritis, tekukan akan terjadi atau tidak ditentukan oleh harga
koefisien kerampingan (slenderness ratio), yang besarnya ditentukan oleh panjang
batang, bentuk dan ukuran penampang lintangnya, serta konstruksi penumpuan.
Secara matematis dinyatakan oleh persamaan (7.1a) dan (7.1b) berikut.

=
l
r
(7.1a)
r
I
A
l k L
=
= .
(7.1b)

dengan
: koefisien kerampingan
l : panjang tekuk, panjang satu tekukan simetri (mm)
r : jari-jari girasi (mm)
I : inersia minimal penampang lintang batang (mm
4
)
A : luas penampang lintang batang (mm
2
)
k : koefisien pemasangan, tergantung konstruksi penumpuan ujung batang
L : panjang batang (mm)

Teori tekuk Euler, yang dikemukakan oleh seorang ahli matematika Swiss
Loenhard Euler, pada tahun 1757 digunakan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan tekuk. Teori ini menggunakan asumsi bahwa tegangan tekan langsung
75
yang terjadi kecil sehingga dapat diabaikan, dan beban tidak lebih dari beban
kritis yang dapat menyebabkan terjadinya tekukan. Selain itu, bahan batang
bersifat isotropis, penampang lintang batang merata sepanjang batang, serta
tegangan yang terjadi masih berada dalam batas proporsional sehingga hukum
Hooke masih berlaku.

7.2. Batang-batang dengan Berbagai Konstruksi Penumpuan

Ada empat macam sistem penumpuan yang akan dibahas, berturut-turut
adalah satu ujung batang dijepit sedang ujung lain bebas, kedua ujung batang
dijepit, kedua ujung batang dipasang berengsel, dan satu ujung batang dijepit
sedang ujung lain berengsel. Harga koefisien pemasangan ditunjukkan oleh grafik
elastis perubahan bentuk batang dalam pembebanan.

7.2.a. Batang dengan Kedua Ujung Bertumpuan Sendi

F F
x
B
B B y
l/2 l/2 F
C C
l
l/2 a F

A A
F

F
(a) Tanpa Beban (b) Superposisi (c) (d)
Gambar 7.2. Pembebanan Normal Negatif

Perhatikan Gambar 7.2(c) di atas. Beban gaya F (N) pada titik berat
penampang lintangnya yang di asumsikan selalu bekerja pada arah vertikal.
Akibat beban F tersebut titik B akan berpindah ke B yang berjarak a dari
76
kedudukan awal. Beban tersebut merupakan beban kritis, sehingga perpindahan
sangat kecil dan momen yang timbul tidak cukup untuk menimbulkan tekukan.
Pada titik sembarang seperti ditunjukkan pada Gambar 7.2(c), seperti pada
defleksi, maka
EI
M
dy
x d
=
2
2
(7.2a)
M = F.x (7.2b)
Sehingga
d
dy
dx
dy
F
EI
x
|
\

|
.
|
= .
Kedua ruas dikalikan dengan dx sehingga
dx
dy
d
dx
dy
F
EI
x dx . . .
|
\

|
.
|
=
Dimisalkan
dx
dy
z = maka persamaan di atas menjadi
z dz
F
EI
x dx . . . =
Karena variabelnya telah terpisah pada masing-masing ruas, maka persamaan
tersebut dapat diintegralkan, yang hasilnya
z F
EI
x C atau z
F
EI
x C
2
2
1
2 2
1
2 2
= + = + . .
Dikembalikan harga z sehingga
dx
dy
F
EI
x C
|
\

|
.
|
= +
2
2
1
. (7.3a)
Terhadap titik A dengan x = a dan (dx/dy) = 0, maka persamaan (7.3a)
menjadi
0
2 2
1 1
2
= + =
F
EI
a C atau C
F
EI
a . . (7.3b)
77
Persamaan (7.3b) disubstitusikan ke persamaan (7.3a) kemudian diakar, akan
menjadi
( )
dx
dy
F
EI
a x atau
dx
a x
F
EI
dy =
|
\

|
.
|

=
2 2
2 2
. (7.4)
Persamaan (7.4) juga merupakan fungsi eksplisit, sehingga masing-masing
ruasnya dapat diintegrasikan, yang hasilnya
sin .

|
\

|
.
|
= +
1
2
x
a
F
EI
y C (7.5a)
Di titik B dengan x = 0 dan y = 0, maka persamaan di atas menjadi
sin .

= + =
1
2 2
0 0 0
F
EI
C atau C (7.5b)
Substitusi persamaan (7.5b) ke persamaan (7.5a) akan menghasilkan
sin .
.

|
\

|
.
|
= =
1
2
x
a
F
EI
y
F y
EI

atau
x
a
F y
EI
=
|
\

|
.
|
|
sin
.
2
(7.6)
Karena untuk suatu pembebanan tertentu pada suatu batang tertentu,
harga-harga F, E dan I adalah konstan, sehingga persamaan tersebut
menyatakan bahwa simpangan tekuk merupakan fungsi sinus. Untuk titik A
dengan x = x
max
= a dan y = (l/2), persamaan (7.6) menjadi
( )
a
a
F
l
EI
atau
F l
EI
=
|
\

|
.
|
|
|
|
\

|
.
|
|
= sin
.
sin
.
2
4
1
2
2
(7.7)
Persamaan (7.7) di atas dipenuhi apabila
F l
EI
atau atau dan
.
............
2
4 2
3
2
5
2
=
t t t
seterusnya.
78
Karena F yang dicari adalah yang terkecil untuk menyebabkan tekukan, maka
diambil harga ruas kanan yang terkecil, sehingga
F l
EI
atau
F l
EI
. .
2 2
2
4 2
= =
t
t sehingga

F
EI
l
cr
=
t
2
2
.
(7.8)
dengan F
cr
: beban kritik yang dapat memulai terjadinya tekukan (N)
E : modulus elastistas Young (MPa)
I : inersia minimum penampang lintang batang (mm
4
)
l : panjang tekuk (mm), dengan l = k.L.
k : koefisien pemasangan, untuk penumpuan jenis ini harga k = 1.
L : panjang batang (mm), sehingga untuk penumpuan jenis ini k = L.
Dengan demikian, karena l = L , maka persamaan (7.8) menjadi
F
EI
L
cr
=
t
2
2
.
(7.9)

7.2.b. Satu Ujung Dijepit dan Ujung lain Bebas

Menurut analisis pada sub bagian
7.2.a., dengan harga k = 1, panjang
tekuk sama dengan sama dengan
panjang batang. Sehingga pada
Gambar 7.3(a) di samping, panjang
batang tersebut sama dengan panjang
batang pada Gambar 7.2(c), atau
l/2 = L. Dengan perkataan lain,
panjang tekuk batang dengan satu
tumpuan jepit dan ujunglainnya bebas
adalah


79

l = 2 L atau k = 2 (7.10)

Substitusi persamaan (7.10) ke persamaan (7.8) akan menghasilkan
F
EI
L
cr
=
t
2
2
4
.
(7.11)
dengan F
cr
: beban kritik yang dapat memulai terjadinya tekukan (N)
E : modulus elastistas Young (MPa)
I : inersia minimum penampang lintang batang (mm
4
)
L: panjang batang (mm).

7.2.c. Batang dengan Kedua Ujung Bertumpuan Jepit

Secara logika, batang dengan kedua ujung ditumpu secara jepit lebih kaku
dibandingkan dengan batang dengan yang kedua ujungnya bertumpuan engsel.
Perhatikan perubahan bentuk elastis batang pada Gambar 7.4(b). Ternyata bahwa
batang terbagi menjadi empat bagian yang sama panjang yang masing-masing
sebangun benar dengan Gambar 7.2(c). Karena hal inilah maka konstruksi
penumpuan semacam ini memiliki panjang tekuk l = 2L. Dengan perkataan lain,
koefisien pemasangan, k = 2.

F F

F
B B
F
l
L 2 l F F

F
A A
F
F F
(a) Tanpa Beban (b) Superposisi
Gambar 7.4. Balok dengan Kedua Ujung Bertumpuan Jepit
80


Dengan panjang tekuk
l = 2 L atau k = 2 (7.12)
maka persamaan (7.8) menjadi
F
EI
L
cr
=
4
2
2
t .
(7.13)
dengan F
cr
: beban kritik yang dapat memulai terjadinya tekukan (N)
E : modulus elastistas Young (MPa)
I : inersia minimum penampang lintang batang (mm
4
)
L : panjang batang (mm)

7.2.d. Batang dengan Ujung-ujung Bertumpuan Jepit-Sendi


F F


B l/2 B F


L l/2 F
F
F
A A


F F
(a) Tanpa Beban (b) Pembebanan (c) Penyederhanaan
Gambar 7.5. Pembebanan Normal Negatif

Perhatikan Gambar 7.5(b) di atas. Gambat tersebut menunjukkan bahwa
panjang tekuk kurang lebih dua per tiga panjang batang, atau
81
l
L
=
2
3
(7.14)

maka persamaan (7.8) menjadi
F
EI
L
cr
=
9
4
2
2
t .
(7.15)
dengan F
cr
: beban kritik yang dapat memulai terjadinya tekukan (N)
E : modulus elastistas Young (MPa)
I : inersia minimum penampang lintang batang (mm
4
)
L : panjang batang (mm)

7.3. Berlakunya Teori Euler

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian depan, bahwa teori Euler
hanya berlaku untuk pembebanan pada daerah proporsional. Sedangkan untuk
pembebanan
di luar daerah proporsional berlaku rumus-rumus yang dikoreksi yang di luar
pembahasan pada diktat ini. Karena tegangan yang terjadi harus lebih kecil atau
maksimal sama dengan tegangan pada batas proporsional, maka
o o o
cr p cr
cr
sedangkan
F
A
s = (7.16)
Dari persamaan (7.8), diperoleh rumus umum untuk berbagai konstruksi
penumpuan ujung sebagai berikut
F
EI
l
cr
=
t
2
2
.

Dengan demikian persamaan (7.16) menjadi
o
t t
t t

cr
EI
l A
E
l
I
A
E
r
l
E = =
|
\

|
.
| = =
|
\

|
.
|
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1 . .
. . . .
82
Harga o
cr
di atas kemudian disubstitusikan kembali ke persamaan (7.16) yang di
sebelah kiri, sehingga koefisien kerampingan batang dapat dihitung sebagai
berikut
t

o t
o
2
2
1
. . . E sehingga
E
p
p
|
\

|
.
|
s > (7.17)
Sedangkan batas harga kerampingan untuk berlakunya Euler adalah diambil dari
persamaan di atas, yang besarnya adalah
t
o
batas
p
E
= . (7.18a)
Sehingga persamaan (7.17) menjadi
>
batas
(7.18b)
dengan: : kerampingan batang
E : modulus elastisitas Young bahan (MPa)
o
p
: tegangan pada batas proporsional bahan (MPa)

Contoh Soal: Tiang penyangga berbentuk pipa dengan diameter dalam 90% dari diameter
luarnya, atau d = 0,9 D. Mudulus elestisitas Young 200 GPa, tegangan pada batas
proporsional 700 MPa. Tinggi tiang tinggal 3 m sedangkan faktor keamanan diambil 4.
Tentukan ukuran diameter luar dan diameter dalam tiang tersebut bila penumpuan ujung-
ujung dengan: (a) satu jepit ujung lain bebas, (b) kedua ujung berengsel, (c) satu ujung jepit
ujung lain engsel, dan (d) kedua ujung jepit.
Penyelesaian:
F = 50 kN = 50 000 N d = 0.9 D (a) k = 2
E = 200 GPa = 2.10
5
MPa. L = 3 m = 3000 mm (b) k = 1
o
p
= 700 Mpa v = 4 (c) k = 2/3
(d) k = 1/2
( ) ( )
{ }
( )
( )
( )
I D d D D
r
I
A
D d
D d
D d
= = =
= =

= +
t t
t
t
64 64
0 9 0 0168811
64
4
1
4
4 4 4
4 4
4 4
2 2
2 2
, ,

F
F
F F
cr
cr
= = = =
v
v. . . 4 50000 210
5
kN
83

t
o
t
batas
p
E
= = =
2 2
210
700
26 55
5
.
,
Dari persamaan (7.11), F
cr
EI
l
I
l F
cr
E
= =
t
t
2
2
2
2
. .
(A)

(a) l = k L = 2 . 3 000 = 6 000 mm
Dari persamaan (A) akan didapat
0 0168811
6000 210
210
2 16110 121 24
4
2 5
2 5
8 4
,
( ) .( . )
.( . )
, . , D D = = =
t
mm
d = 0,9 D = 109,12 mm
Dibuat D = 122 mm dan d = 109 mm
Pemeriksaan: Dari persamaan r di atas akan didapat
( )
r= + =
1
4
122 109 40 90
2 2
,
mm
= (l/r) = (6000/40,90) = 146,70
Ternyata bahwa >
batas
, sehingga teori Euler berlaku.
(b) l = k L = 1 . 3 000 = 3 000 mm
Dari persamaan (A) akan didapat
0 0168811
3000 210
210
5 40310 85 74
4
2 5
2 5
7 4
,
( ) .( . )
.( . )
, . , D D = = =
t
mm
d = 0,9 D = 77,16 mm
Dibuat D = 86 mm dan d = 77 mm
Pemeriksaan: Dari persamaan r di atas akan didapat
( )
r = + =
1
4
86 77 28 86
2 2
, mm
= (l/r) = (3000/28,86) = 103,95
Ternyata bahwa >
batas
, sehingga teori Euler berlaku.
(c) l = k L = (2/3) . 3 000 = 2 000 mm
Dari persamaan (A) akan didapat
0 0168811
2000 210
210
2 40110 70 00
4
2 5
2 5
7 4
,
( ) .( . )
.( . )
, . , D D = = =
t
mm
d = 0,9 D = 63,00 mm
Dibuat D = 70 mm dan d = 63 mm
Pemeriksaan: Dari persamaan r di atas akan didapat
( )
r = + =
1
4
70 60 23 05
2 2
, mm
84
= (l/r) = (2000/23,05) = 86,77
Ternyata bahwa >
batas
, sehingga teori Euler berlaku
(d) l = k L = (1/2) . 3 000 = 1 500 mm
Dari persamaan (A) akan didapat
0 0168811
1500 210
210
1 35110 60 62
4
2 5
2 5
7 4
,
( ) .( . )
.( . )
, . , D D = = =
t
mm
d = 0,9 D = 54,56 mm
Dibuat D = 61 mm dan d = 54 mm
Pemeriksaan: Dari persamaan r di atas akan didapat
( )
r = + =
1
4
61 54 20 37
2 2
, mm
= (l/r) = (1500/20,37) = 73,65
Ternyata bahwa >
batas
, sehingga teori Euler berlaku

Anda mungkin juga menyukai