Anda di halaman 1dari 8

Angkatan 20

PERASAAN Hatiku rawan bercampur hibur Mendengarkan riak desir-mendesir Menuju ke pantai di tepi bergisir Berlagu dendang sumber-menyumber. Ombak bergulung hambur-menghambur Mencari tepi tanah pesisir Lalu terhempas di padang pasir Buih berderai, putih bertabur. Duduk begini di bulan terang Mendengarkan gelombang memecah di karang Rasakan putus jantungku gerang Setelah selebu sedemikian menyerang Terdengarlah suara merdu menderang: Perasaan tinggi pemuda sekarang Puisi Oleh: Muhammad Yamin

GEMBALA Perasaan siapa tidak kan nyata Melihatkan anak berlagu dendang Seorang sahaja di tengah dendang Tiada berbaju buka kepala Beginilah nasib anak gembala Berteduh di bawah kayu nan rindang Semenjak pagi meninggalkan kandang Pulang ke rumah di senja kala Jauh sedikit sesayup sampai Terdengar olehku bunyi serunai Melagukan alam nan elok permai Wahai gembala di segara hijau Mendengar puputmu menurutkan kerbau Maulah aku menurutkan dikau Puisi Oleh: Muhammad Yamin

PAGI Pagi telah tiba, sinar matahari Memancar dari belakang gunung, Menerangi bumi, yang tadi dirundung Malam, yang sekarang sudahlah lari. Alam bersuka ria, gelak tersenyum, Berseri-seri, dipeluk si raja siang. Duka nestapa sudah diganti riang, Sebab Sinar Bahagia datang mencium. Mari, O Jiwa, yang meratap selalu Dalam rumahmu, turutlah daku. Apa guna menangisi waktu yang silam? Mari, bersuka ria, bercengkerema Dengan alam, dengan sinar bersama-sama, Di bawah langit yang seperti nilam. Puisi Oleh: Sanusi Pane

TAJ MAHAL Dalam Taj Mahal, ratu astana, Putih dan permai: pantun pualam Termenung diam di tepi Janma Di atas makam Arjumand Begam Yang beradu di sisi Syah Jahan, Pengasih, bernyanyi megah mulia Dalam nalam tiada berpadam, Menerangkan cinta akan dunia. Di sana, dalam duka nestapa, Aku merasa seorang peminta Di depan gapura kasih cinta Jiwa menjerit, dicakra duka Akh, Kekasihku, memanggil tuan. Hanya Jamna membalas seruan. Puisi Oleh: Sanusi Pane

Angkatan 30
KEMBALI Ketika beta terjaga di dini hari Melihat alam sepermai ini, Terasalah beta darah baru Gembira berdebur di dalam kalbu. Girang unggas bersuka ria, Gemilang sekar bermegah warna. Mega muda bermain di awang, Kemilau embun menyambut terang. Hidup, hiduplah jiwa, Turut gembira turut mencipta Dalam alam indah jelita. Jalan waktu terhambat tiada, Siang terkembang malamlah tiba: Percuma dahlia tiada berbunga. Puisi Oleh: Sutan Takdir Alisyahbana

MAJAPAHIT Aku memandang tersenyum arah ke bawah: Bandung mewajah di dalam kabut. Jauh di sana bermimpi Gede-Pangrango, Seperti pulau dalam lautan awan. Langit kelabu, Alam muram. Dan ke dalam hatiku, Masuk perlahan Rindu dendam. Jiwaku meratap bersama jiwa Gembala yang bernyanyi dalam lembah. Ratap melayang bersama suara Kedalam kemuraman Kehilangan. (1933) Puisi Oleh: Sanusi Pane

DI DALAM KELAM Kembali lagi marak-semarak jilat melonjak api penyuci dalam hatiku tumbuh jahanam terbuka neraka di lapangan swarga Api melambai melengkung lurus merunta ria melidah belah menghangus debu mengitam belam buah tenaga bunga suwarga Hati firdausi segera sentosa Murtad merentak melaut topan Naik kabut mengarang awan menghalang cuaca nokta utama Berjalan aku di dalam kelam terus lurus moal berhenti jantung dilebur dalam jahanam kerongkong hangus kering peteri. Meminta aku kekasihku sayang; turunkan hujan embun rahmatmu biar padam api membelam semoga pulih pokok percayaku. Puisi Oleh: Amir Hamzah

LAUTAN Terdengar derai ombak, bercerai, Terhampar ke pantai, sorai terurai. Mengaum deram, derum lautan, Walaupun di dalam malam yang kelam. Terbentang muka, alun tiada, Tergenang segara, tida terduga Menyanam air, dalam arusan, Satupun ta mungkin, dapat menyilam. Demikianlah konon lautan hidup, Bersabung ombak sebelah ke luar,

Bercatur rasaian, senang dan sukar. Bagaimanakah artinya rahasia hidup? Apakah ujud manusia bernyawa? Seorang pun tiada mungkin menduga. Puisi Oleh: Rustam Effendi

Angkatan 45
PENYAIR YANG TERBUNUH Ciumlah pinggir kejauhan tangan terkulai karena revolusi ! Tinggalkanlah ribaan bunda dan mari kita iringkan desir air di pasir nikmati tokoh perawan dan gadis penari ! Kembangkan layar ! Pelaut remaja, Baringkanlah diri di-timbaruang dan pandang bintang tiada tertambat di pantai Rahasia kita hanya disembunyikan laut, Tiada mungkin di sana hati merindu lagi Sayang engkau tiada kenal gelombang, Gelombang dari rahasia pencalang gelombang dari nakhoda yang tiada tahu pulang. Kami akan selamanya cintakan engkau, engkau penyair ! Lagu yang dulu kau dendangkan atas kertas gersang Nanti kami rendam di laut terkembang. Hati kita akan sama selalu, dari waktu sampai waktu, Apa yang akan kita bisikan senja ini Akan jadi suara lantang di waktu pagi. Simpanlah kertas dan pena Hanya yang bernyawa yang akan hidup selalu. Sendu yang kaurasa, di pagi kami telah membuka cahaya. Puisi Oleh: Asrul Sani

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji Aku sudah cukup lama dengan bicaramu dipanggang diatas apimu, digarami lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945 Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu Aku sekarang api aku sekarang laut Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh 1948 Puisi oleh : Chairil Anwar

KESABARAN Aku tak bisa tidur Orang ngomong, anjing nggonggong Dunia jauh mengabur Kelam mendinding batu Dihantam suara bertalu-talu Di sebelahnya api dan abu Aku hendak berbicara Suaraku hilang, tenaga terbang Sudah! Tidak jadi apa-apa! Ini dunia enggan disapa, ambil perduli Keras membeku air kali Dan hidup bukan hidup lagi Kuulangi yang dulu kembali Sambil bertutup telinga, berpicing mata Menunggu reda yang mesti tiba

Maret 1943 Puisi Oleh: Chairil Anwar

PRAJURIT JAGA MALAM Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pada mereka yang berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ! 1948 Puisi Oleh: Chairil Anwar

Angkatan 66
SEPISAUPI sepisau luka sepisau duri sepikul dosa sepukau sepi sepisau duka serisau diri sepisau sepi sepisau nyanyi Puisi Oleh: Sutardji Calzoum Bachri

BAYANGAN Bayanganmu terekam pada permukaan piring, pada dinding Pada langit, awan, ah, ke mana pun aku berpaling: Dan di atas atap rumah angin pun bangkit berdesir Menyampaikan bisikmu dalam dunia penuh bisik. Masihkah dinihari Januari yang renyai Suatu tempat bagi tanganku membelai? Telah habis segala kata namun tak terucapkan Rindu yang berupa suatu kebenaran. Bayangan, ah, bayanganmu yang menagih selalu Tidakkah segalanya sudah kusumpahkan demi Waktu? Tahun-tahun pun akan sepi berlalu, kutahu

Karena dunia resah 'kan diam membisu. 1967 Puisi Oleh: Ajip Rosidi

SERATUS JUTA Umat miskin dan penganggur berdiri hari ini Seratus juta banyaknya Di tengah mereka tak tahu akan berbuat apa Kini kutundukkan kepala, karena Ada sesuatu besar luar biasa Hilang terasa dari rongga dada Saudaraku yang sirna nafkah, tanpa kerja berdiri hari ini Seratus juta banyaknya Kita mesti berbuat sesuatu, betapun sukarnya. 1998 Puisi Oleh: Taufiq Ismail

EKSTASE WAKTU Dunia membuka dunia menutup tak jadi manusia Aku kejar ujung jalan menyebelah maut ke mana aku kejar Dunia sendiri tanpa manusia Berlari Seperti perahu tak berkemudi Terlepas dari jarak: Beri aku orang! Aku mau bangun di atas kemakhlukan ini O matahari membuka matahari menutup tak jadi manusia Berdiri di kesunyian tubuh aku kejar ke mana aku kejar Sampai mabuk ketinggian makhluk Direguk sampai habis tenggorok Jiwa membuka Seperti api menghabiskan nyala Puisi Oleh: Afrizal Malna

Anda mungkin juga menyukai