Anda di halaman 1dari 78

BAHAN AJAR

SISTEM KONTROL MULTIVARIABEL

Oleh : SUMARDI

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Alloh SWT, atas berkat dan Rahmat Alloh Yang Maha Kuasa dan dengan didorong keinginan yang kuat untuk menyelesaikan Bahan Ajar Sistem Kontrol Multivariable ini. Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada DUE-Like Batch III yang telah membiayai penyelesaian metode ini dan segenap panitia yang terlibat didalamnya. Juga kepada Jurusan Teknik Elektro beserta pihak management jurusan, rekan rekan dosen, karyawan penulis ucapkan rasa terima kasih yang setulusnya. Laboratoriun Teknik Kontrol Otomatik, Pengelola Labiratorium, Laboran, dan Asisten-asistenya terima kasih ya atas dukungan yang telah diberikan selama ini. Buat keluarga terima kasih atas dukungan dan dorongannya sehingga buku ajar ini dapat terselesaikan dengan baik. Saran yang sifatnya memperbaiki penulis harapkan dan tunggu demi peningkatan dan perbiakan dimasa mendatang. Mudah-mudahan Alloh SWT memberikan balasan yang lebih baik kepada semua pihak yang telah memberi bantuan kepada penulis. Amien. Alhamdulillaahirabbilaalamin. Semarang, Desember 2005

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul . Prakata ... Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN .. 1.1 Matriks . 1.2 Fungsi Alih 1.3 Diagram Blok BAB II PENDEKATAN RUANG KEADAAN . 2.1 Keterbatasan Teori Kontrol Konvensional 2.2 Pendekatan baru dalam analisis dan desain sistim kontrol Teori Kontrol Modern . 2.3 Keadaan (state) 13 14 i ii iii 1 1 10 11 13 13

2.4 Penyajian Ruang Keadaan dari Sistim .. 15

BAB III HUBUNGAN ANTARA FUNGSI ALIH DAN PENYAJIAN RUANG KEADAAN 3.1 Matriks Alih . 20 20

3.2 Penurunan Bentuk Ruang Keadaan dari Fungsi Alih 21

BAB IV PENURUNAN STATE SPACE MELALUI DIAGRAM SIMULASI .. 4.1 Pada Kasus Umum (Proper transfer function) .. ` 30 30

BAB V

TRANSFORMASI PERSAMAAN KEADAAN .. 5.1 Keadaan Bentuk Diagonal .. ..... 5.2 Transformasi ke bentuk JORDAN .

34 34 36

5.3 Matriks Fundamental ( (t)) .. 38

BAB VI

KETERKONTROLAN DAN KETERAMATAN

40

BAB VII UMPAN BALIK VARIABEL KEADAAN 45 7.1 Metode Bass dan Gura . 7.2 Metode PELETAKAN Akar-akar Dengan Bentuk Canonical Controller .. 48 46

BAB I PENDAHULUAN

Sistem Kontrol Multivariable merupakan cabang dari ilmu kontrol yang mempelajari bagaimana suatu sistem yang mempunyai variable jamak dapat di kendalikan dengan menggunakan metode kontrol yang sesuai sehingga diperoleh keluaran sistem dengan tanggapan atau kinerja yang di kehanedaki. Untuk memepelajari sistem kontrol multivariable ini mahasiswa harus sudah menguasai: 1. Teori Matriks dan Vektor , 2. Operasi Matriks dan Vektor, 3. Terminologi dari analisa Matriks dan 4. Dasar Sistem Kontrol.

1.1

MATRIKS Dalam menurunkan model matematik sistem kontrol modern, kita temui bahwa

persamaan differensial yang terlibat mungkin cukup rumit karena keanekaragaman masukan dan keluaran. Pada kenyataannya, banyaknya masukan dan keluaran suatu sistem yang kompleks dapat mencapai ratusan. Untuk menyederhanakan ekspresi matematik dari persamaan sistem, sebaiknya digunakan notasi matriks-vektor. Sebenarnya untuk kerja teoritis, penyederhanaan notasi yang diperoleh dengan menggunakan operasi ini adalah sangat mudah, terutama untuk analisis dan sintesis sistem kontrol modern dalam hal ini sistem kontrol multivariabel. Definisi Matriks

Matriks Matriks didefinisikan sebagai suatu susunan segiempat dari elemen-elemen yang dapat berupa bilangan nyata, bilangan kompleks, fungsi, atau operasi. Pada umumnya, banyak

kolom tidak perlu sama dengan banyak baris. Bentuk umum dari matriks adalah sebagai berikut :
a11 a 21 . . a n1 a12 a 22 . . an2 . . . . . . . . . a1m a2m . . a nm

A=

Dimana aij menyatakan elemen ke (i,j) matriks A. Matriks ini mempunyai n baris dan m kolom dan disebut matriks n xm, indeks pertama menyatakan banyak baris dan indeks kedua menyatakan banyak kolom. Kesamaan Dua Buah Matriks Dua buah matrils dikatakan sama jika dan hanya jika elemen-elemen yang saling berkaitan mempunyai harga yang sama. Tentunya jumlah baris dan kolom kedua matriks tersebut adalah sama.

Vektor Suatu matriks yang hanya mempunyai satu baris, seperti :

[x1

x2

. . xn ]

disebut vektor baris. Suatu matriks yang hanya mempunyai satu kolom, seperti :
x1 . . xn

disebut vektor kolom.

Matriks Persegi Matriks persegi adalah matriks yang mempunyai baris dan kolom yang sama jumlahnya. Matriks ini sering disebut matriks orde n.

Matriks Diagonal Jika elemen-elemen selain diagonal utama matriks persegi A adalah nol, maka A disebut matriks diagonal dan ditulis sebagai berikut :
a11 . A = . 0 . a 22 . . 0 . . = (a , ) ij ij . . . a nm .

Dimana ij adalah delta Kronecker yang didefinisikan sebagai :

ij = 1 ij = 0

jika i = j jika i j

Matriks Identitas atau Matriks Satuan

Matriks identitas atau matriks satuan I adalah matriks yang elemen diagonal utamanya sama dengan satu sedangkan elemen lainnya adalah nol.
1 1 I= 0

. .

0 1

Matriks nol adalah matriks yang semua elemennya adalah nol.

Determinan Matriks

Setiap matriks persegi mempunyai suatu harga determinan. Determinan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Jika dua baris atau dua kolom yang berurutan ditukar, maka harga determinannya berubah tanda. 2. Jika terdapat baris atau kolom yang hanya terdiri dari elemen nol, maka harga determinan adalah nol.

3. Jika elemen-elemen suatu baris / kolom tepat sama dengan k kali elemen-elemen baris / kolom yang lain, maka harga determinan adalah nol. 4. Jika pada suatu baris / kolom ditambahkan suatu konstanta yang dikalikan dengan baris atau kolom yang lain, maka harga determinan tidak berubah. 5. Jika suatu determinan dikalikan dengan konstanta, maka hanya satu baris atau kolom yang dikalikan dengan konstanta tersebut. Oleh karena itu determinan dari k kali matriks persegi Anxn sama dengan k n kali determinan A, atau
kA = k n A

6. Determinan dari hasil kali dua buah matriks A dan B sama dengan hasil kali determinan-determinannya, atau
AB = A B

Matriks Singular

Suatu matriks persegi disebut singuler jika determinannya sama dengan nol. Pada matriks singuler tidak semua baris /kolom saling tidak bergantungan.

Matriks Nonsinguler

Suatu matriks persegi disebut nonsinguler jika determinannya tidak nol


Transpose

Jika baris dan kolom matriks A n x m ditukar, matriks m x n yang diperoleh disebut
transpose matriks A. Transpose matriks A dinyatakan dengan A ' . Misal, jika A diberikan

sebagai
a11 a 21 A = . . an1 a12 a22 . . an 2 . . . . . . . . . a1m a2 m . . anm

Maka A ' diberikan oleh

a11 a 12 ' A = . . a1m

a 21 a 22 . . a 2m

. .

. .

. .

a n1 an2 . . a nm

Aljabar Matriks

Penjumlahan dan Pengurangan Matriks

Dua buah matriks A dan B dapat dijumlahkan apabila jumlah baris dan kolom kedua matriks sama. Jika A = (aij )B = (bij ) , maka A + B terdefinisi sebagai A + B = (aij + bij ) Jadi tiap elemen A ditambahkan dengan elemen B pasangannya. Dengan cara yang sama, pengurangan matriks didefinisikan sebagai A B = (aij bij )

Perkalian Matriks dengan Skalar

Hasil perkalian suatu matriks dengan suatu skalar adalah suatu matriks yang tiap elemennya dikalikan dengan skalar tersebut.
ka11 a 12 kA = . . ka1m ka 21 ka 22 ka n1 ka n 2 . . ka nm

. .

. .

. .

. .
ka 2 m

Perkalian Matriks dengan Matriks

Perkalian matriks hanya dapat dilakukan apabila matriks-matriks yang akan dikalikan adalah comformable, yang artinya bahwa banyaknya kolom matriks pertama harus sama dengan banyaknya baris matriks yang kedua. Jika tidak, maka perkalian matriks menjadi tidak terdefinisi.

Misal matriks A n x m dikalikan matriks B m x p. Selanjutnya,hasil perkalian AB, yang kita baca A dikalikan di belakang (postmultiplied) dengan B atau B dikalikan di depan (premultiplied) dengan A, didefinisikan sebagai berikut :
m AB = C = (cij ) = aik bkj k =1

(i = 1,2,..., n; j = 1,2,..., p )

Matriks hasil kali C adalah matriks n x p. Harus diperhatikan bahwa sekalipun A dan B dapat dioperasikan untuk perkalian AB, bukan berarti dapat dioperasikan untuk perkalian BA, dalam hal ini BA tidak terdefinisi. Hukum asosiatif dan distributif berlaku untuk perkalian matriks

( AB )C = A(BC ) ( A + B )C = AC + BC C ( A + B ) = CA + CB
Matriks Berpangkat

Matriks persegi A pangkat k didefinisikan sebagai


A k = 1 ... A AA 3 2
k

Pembalikan matriks (Matriks inversion)

Minor M ij

Jika baris ke i dan kolom ke j dari matriks A n x n dihilangkan, maka matriks yang dihasilkan adalah matriks

(n 1)x(n 1) .

Determinan dari matriks

(n 1)x(n 1) ini

disebut minor M ij dari matriks A.

Kofaktor Aij

Kofaktor Aij dari elemen aij matriks A didefinisikan oleh persamaan Aij = ( 1)
i+ j

M ij

10

Jadi kofaktor Aij dari elemen aij adalah ( 1)

i+ j

kali determinan matriks yang dibentuk

dengan menghilangkan baris ke I dan kolom ke j dari A. Perhatikan bahwa kofaktor Aij dari elemen aij adalah koefisien dari suku aij pada penguraian determinan A karena dapat ditunjukkan bahwa
ai1 Ai1 + ai 2 Ai 2 + ...ain Ain = A

Jika ai1 , ai 2 ,..., ain diganti dengan a j1 , a j 2 ,..., a jn maka

a j1 Ai1 + a j 2 Ai 2 + ...a jn Ain = 0

(i j )

Matriks Adjoint

Matriks B dengan elemen pada baris ke i dan kolom ke j sama dengan Aij disebut matriks adjoint dari A dan dinyatakan dengan adj A atau

B = (bij ) = (Aij ) = adj A

Jadi, matriks adjoint dari A adalah transpose dari matriks yagn elemennya adalah kofaktor dari A atau
A11 A 12 . adj A = . . A1m A21 A22 . . . A2 m . . . . . . . . . An1 An 2 . . . Anm

Perhatikan bahwa elemen baris ke j dan kolom ke i dari hasil kali A(adj A) adalah

a
k =1

jk

bki = a jk Aik = ji A
k =1

Jadi A(adj A) adalah suatu matriks diagonal dengan elemen diagonal yang sama dengan
A . Jadi

A(adj A) = A I Dengan cara yang sama, elemen baris ke j dan kolom ke i dari hasil kali (adj A)A adalah

b
k =1

jk a ki = A jk a ik = ji A k =1

11

Sehingga kita peroleh hubungan A(adj A) =(adj A) = A I.................................................(1) Contoh


0 1 2 3 1 2 A= 1 0 3

1 1

2 0

0 1 3 1

2 1 0

A = 3 1 2 3

= (3-4+0)-(-18) = 17 +
0 2 3 6 4 0 = 7 3 2 2 1 2 7 2 1

- 1 0 3 adj A = 1 3 1 2 3 2 3 1 0

2 0 0 3 1 0 1 3 1 2 1 0

2 1 1 3 1 3

dengan demikian
0 3 6 4 1 2 1 0 0 3 1 2 7 3 2 = 17 0 1 0 = A I A(adj A) = 1 0 3 1 2 7 0 0 1

Matriks Balik (matriks invers)

Jika, untuk suatu matriks persegi A terdapat suatu matriks B sedemikian sehingga BA=AB=I, maka B dinyatakan sebagai A 1 dan disebut matriks balik dari A. Matriks balik dari A ada jika determinan A tidak berharga nol atau A adalah matriks nonsingular. Dari definisi, matriks balik A 1 mempunyai sifat bahwa

A A 1 = A 1 A = I
Dimana I adalah matriks identitas. Jika A matriks nonsingular dan AB = C, maka B= A 1 C. Ini dapat dilihat pada persamaan

A 1 AB = IB = A 1 C

12

Selanjutnya

( AB )1 = B 1 A 1
Dari persamaan (1) dan definisi matriks balik, maka diperoleh
A 1 = adjA A

Jadi kebalikan dari suatu matriks (invers matriks) adalah transpose dari matriks kofaktornya, dibagi dengan determinan matriks asal. Jika A diberikan oleh
a11 a 21 A = . . a n1 a1n a 2n . . a nn

a12 a 22

. .

. .

. .

. .
an2

Maka
A11 A A12 A adjA 1 A = = . A . . A1n A A21 A A22 A . . . A2 n A . . . . . . . . . An1 A . . . . Ann A

Dimana Aij adalah kofaktor aij dari matriks A. Jadi elemen-elemen pada kolom ke i dari

A 1 adalah 1 A kali dari kofaktor-kofaktor baris ke i dari matriks asal A.


Berikut ini diberikan rumus untuk mencari mariks balik untuk matriks 2 x 2 dan matriks 3x3: a b A= , ad bc 0 c d Matriks balik diberikan oleh

13

A 1 =

1 d b ad bc c a
b e h c f , B 0 i

a B = d g

Matriks balik diberikan oleh

e h 1 d A 1 = A g d g

f i f i e h

b h a g a g

c i c i b h

b e a d a d

c f c f b e

Eigenvalue Matriks

Eigenvalue dari suatu matriks A n x n adalah akar persamaan karakteristik.

I A = 0

1.2

FUNGSI ALIH

Dalam teori kontrol, fungsi yang disebut fungsi alih sering digunakan untuk mencirikan hubungan masukan dan keluaran dari sistem linier parameter konstan. Konsep fungsi alih hanya digunakan pada sistem linier parameter konstan, walaupun dapat diperluas untuk suatu sistem kontrol nonlinier. Fungsi alih sistem linier parameter konstan didefinisikan sebagai perbandingan dari transformasi Laplace keluaran (fungsi respon) dan transformasi Laplace masukan (fungsi penggerak), dengan anggapan bahwa semua syarat awal adalah nol. Tinjau sistem linier parameter konstan yang didefinisikan persamaan diferensial berikut :
a 0 y + a1 y + ... + a n 1 y + a n y = b0 x + b1 x + ... + bm 1 x + bm x
(n) ( n 1) . m ( m 1) .

(n m )

14

Dimana y adalah keluaran sistem dan x adalah masukan. Fungsi alih dari sistem ini diperoleh dengan mencari transformasi Laplace dari kedua ruas persamaan diatas, dengan anggapan bahwa semua syarat awal adalah nol atau Fungsi alih = G (s ) = Y (s ) b0 s m + b1 s m 1 + ... + bm 1 s + bm = X (s ) a 0 s n + a1 s n 1 + ... + a n 1 s + a n

1.3

DIAGRAM BLOK

Suatu sistem control dapat terdiri dari beberapa komponen. Untuk menunjukkan fungsi yang dilakukan oleh tiap komponen, dalam teknik kontrol, biasanya kita menggunakan suatu diagram yang disebut diagram blok.

Diagram blok

Diagram blok suatu sistem adalah suatu penyajian bergambar dari fungsi yang dilakukan oleh tiap komponen dan aliran sinyalnya. Diagram ini melukiskan hubungan timbal balik yang ada antara beberapa komponen. Berbeda dengan penyajian matematik yang abstrak belaka, diagram blok mempunyai keunggulan dalam menunjukkan aliran sinyal yang lebih nyata pada sistem yang sebenarnya. Dalam suatu diagram blok, semua variabel sistem saling dihubungkan dengan menggunakan blok fungsional. Blok fungsional atau biasa disebut blok adalah suatu symbol operasi matematik pada sinyal masukan blok yang menghasilkan keluaran. Fungsi alih dari komponen biasanya ditulis dalam blok, yang dihubungkan dengan anak panah untuk menunjukkan arah aliran sinyal. Perhatikan bahwa sinyal hanya dapat mengalir pada arah yang ditunjukkan oleh anak panah. Jadi, diagram blok suatu sistem secara eksplisit menunjukkan suatu sifat searah.

Perhatikan bahwa dimensi sinyal keluaran dari blok sama dengan dimensi sinyal masukan dikalikan dengan dimensi fungsi alih dalam blok. Keunggulan penyajian

15

diagram blok terletak pada kenyataan bahwa mudah untuk membentuk diagram blok keseluruhan sistem hanya dengan nebghubungkan blok-blok komponen sesuai dengan aliran sinyal dan memungkinkan perhitungan kontribusi tiap komponen pada performansi keseluruhan sistem. Dalam sistem kontrol menurut input outputnya sistem terbagi atas : SISO (Single Input Single Output)

MIMO (Multi Input Multi Output)

X = AX + BU

16

BAB II PENDEKATAN RUANG KEADAAN


2.1 Keterbatasan Teori Kontrol Konvensional

Teknik-teknik dari teori kontrol konvensional secara konseptual adalah sederhana dan hanya memerlukan sedikit perhitungan yang tdak terlalu banyak. Pada teori konvensional yang dianggap penting hanyalah sinyal-sinyal masukan, keluaran, dan sinyal kesalahan; analisis dan desain sistem kontrol dilakukan dengan mengunakan fungsi alih, bersama-sama dengan teknik grafis seperti diagram tempat kedudukan akar dan diagram Nyquist. Karakteristik unik dari teori konvensional adalah bahwa karakteristik tersebut ditentukan oleh hubungan antara masukan dan keluaran sistem atau fungasi alih. Kelemahan pokok dari teori kontrol konvensional adalah bahwa, pada umumnya, teori ini hanya dapat diterapkan pada sistem linier parameter konstan (time-invariant) yang mempunyai satu masukan dan satu keluaran. Teori ini tidak dapat diterapkan unutk sistem parameter berubah (line-varying), sistem non-linier (kecuali yang sederhana), dan sistem multi masukan-multi keluaran. Jadi teknik teknik konvensional (metose tempat kedudukan akar dan metode respon frekuensi) tidak dapat diterapkan untuk mendesain sistem kontrol optimal dan sitem kontrol adaptif, yang sebagian besar merupakan sistem parameter berubah dan atau non-linier.

2.2

Pendekatan baru dalam analisis dan desain sistem kontrol Teori Kontrol

Modern

Kecenderungan modern dalam sistem rekayasa adalah menuju sistem yang semakin kompleks., terutama karena disebabkan oleh kebutuhan tugas yang semakin kompleks dan ketelitian yang bagus. Sistem-sistem yang kompleks mungkin mempunyai multi masukan dan mulit keluaran dan mungkin parameternya berubah terhadap waktu. Karena perlu penyesuaian antara persyaratan performansi sistem kontrol yang semakin berat, semakin kompleksnya sistem, dan kemudahan perhitungan pada komputer besar, maka teori kontrol modern yang merupakan pendekatan baru dalam analisi dan desain sistem kontrol yang semakin kompleks telah dikembangkan sejak 1960. Pendekatan ini

17

didasarkan pada konsep keadaan. Konsep keadaan sendiri bukan merupakan hal baru karena telah lama digunakan dalam bidang dinamika klasik dasn bidang-bidang lainnya.

Perbandingan Teori Kontrol Modern dan Teori Konvensional

Teori kontrol modern dapat diterapkan pada sistem multi masukan-multi keluaran, baik linier atau non linier, parameter konstan atau parameter berubah. Sedang teori konvensional hanya dapat diterapkan pada sistem satu masukan dan satu keluaran, linier, dan parameter konstan. Di samping itu, pada dasarnya teori kontrol modern merupakan pendekatan berwawasan frekuensi. Desain sistem dalam teori kontrol klasik didasarkan pada prosedur coba-coba, yang pada umumnya tidak akan menghasilkan sitem kontrol optimal. Sebaliknya, desain sistem dalam teori kontrol modern adalah insinyur kontrol untuk mendesain sistem kontrol yang optimal terhadap indeks performansi yang diberikan. Di samping itu, desain dalm sistem kontrol modern dapat dilakukan untuk satu kelompok masukan, bukan lagi merupakan satu fungsi masukan tertentu, seperti fungsi impuls, fungsi tangga atau fungsi sinusoida. Teori kontrol modern juga memungkinkan insinyur kontrol untuk memasukkan syarat awal dalam desain.

2.3

Keadaan (state)

Keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan terkecil dari variabel-variabel (yang disebut variabel keadaan) sedemikian rupa hingga dengan mengetahui variabelvariabel ini pada t = t 0 ,bersama-sama dengan masukan untuk t t 0 , kita dapat menentukan secara lengkap perilaku sistem untuk setiap waktu t t 0 . Jadi, keadaan suatu sistem dinamik pada saat t secara unik ditentukan oleh keadaan tersebut pada t = t 0 dan masukan untuk t t 0 , dan tidak bergantung pada keadaan da masukan sebelum t 0 . Perhatikan bahwa dalam membahas sistemlinier parameter konstan, biasanya kita pilih waktu acuan t 0 sama dengan nol.

18

Variabel Keadaan (state variables)

Variabel keadaan dari suatu sistem dinamik adalah himpunan terkecil dari variabel variabel yang menentukan keadaan sistem dinamik. Jika paling tidak diperlukan n variabel x1 (t ), x 2 (t ),.., x n (t ) untuk melukiskan secara lengkap perilaku suatu sistem dinamik, maka n variabel x1 (t ), x 2 (t ),.., x n (t ) tersebut merupakan suatu himpunan variabel keadaan. Perhatikan bahwa variabel keadaan tidak perlu merupakan besaran yang secara fisis dapat diukur atau diamati. Meskipun demikian secara praktis sebaiknya dipilih variabel keadaan yang merupakan besaran yang dapat diukur secara mudah karena hukum kontrol optimal akan memerlukan umpan balik semua variabel keadaan dengan pembobotan yang sesuai.

Vektor Keadaan (state vektor)

Jika diperlukan n variabel keadaan untuk menggambarkan secara lengkap perilaku suatu sistem yang diberikan, n variabel keadaan ini dapat dianggap sebagai n komponen suatu vektor x(t). Vektor semacam ini disebut vektor keadaan. Jadi vektor keadaan adalah suatu vektor yang menentukan secara unik keadaan sistem x(t) untuk setiap t t 0 , setelah diterapkan masukan u(t) untuk t t 0 .

Ruang Keadaan (state space)

Ruang n dimensi yang sumbu koordinatnya terdiri dari sumbu x1 , sumbu x 2 , . . . , sumbu x n disebut ruang keadaan. Setiap keadaan dapat dinyatakan dengan suatu titik pada ruang keadaan.

2.4

Penyajian Ruang Keadaan dari Sistem

Sistem dinamik yang tersiri dari sejumlah terhingga elemen terkumpul dapat digambarkan dengan persamaan diferensial ordiner dengan waktu sebagai variabel bebas. Dengan menggunakan notasi matriks-vektor, persamaan diferensial orde ke-n dapat dinyatakan dengan suatu persamaan diferensial matriks-vektor orde pertama. Jika n elemen vektor tersebut merupakan himpunan variabel keadaan, maka persaman diferensial matriks-vektor tersebut disebut persamaan keadaan.

19

Misal sistem MIMO yang melibatkan n integrator, terdapat: r masukan m masukan


U 1 (t ), U 2 (t ),..., U r (t )

Y1 (t ), Y2 (t ),..., Ym (t )

n keluaran integrator sehingga variabel keadaan X 1 (t ), X 2 (t ),..., X n (t ) sehingga persamaan sistem : x1 (t ) = f1 ( x1 , x 2 ...x n ; u1 , u 2 ...u r ; t ) x 2 (t ) = f 2 ( x1 , x 2 ...x n ; u1 , u 2 ...u r ; t ) . . x n (t ) = f n ( x1 , x 2 ...x n ; u1 , u 2 ...u r ; t ) keluaran : y1 (t ) = g1 ( x1 , x 2 ...x n ; u1 , u 2 ...u r ; t ) y 2 (t ) = g 2 ( x1 , x 2 ...x n ; u1 , u 2 ...u r ; t ) . . y m (t ) = g m ( x1 , x 2 ...x n ; u1 , u 2 ...u r ; t ) Jika didefinisikan :
x1 (t ) x (t ) 2 . x(t ) = . . x n (t ) f 1 ( x1 , x 2 ...x n ; u1 , u 2 ...u r ; t ) f ( x , x ...x ; u , u ...u ; t ) 2 1 2 n 1 2 r f ( x, u , t ) = . . f n ( x1 , x 2 ...x n ; u1 , u 2 ...u r ; t )
. . .

20

y1 (t ) y (t ) 2 y (t ) = . . y m (t )

g 1 ( x1 , x 2 ...x n ; u1 , u 2 ...u r ; t ) g ( x , x ...x ; u , u ...u ; t ) 2 1 2 n 1 2 r g ( x, u , t ) = . . g m (x1 , x 2 ...x n ; u1 , u 2 ...u r ; t )

Sehingga didapat : x(t ) = f ( x, u, t ) persamaankeadaan y (t ) = g ( x, u, t ) persamaankeluaran Jika dilinierkan diperoleh x(t ) = A(t )X (t ) + B(t )U (t ) y (t ) = C (t )X (t ) + D(t )U (t )
. .

dt

Bila vektor f dan g tidak eksplisit terhadap t maka x(t ) = f ( x, u ) y (t ) = g ( x, u ) Sehingga dalam bentuk linier x(t ) = AX (t ) + BU (t ) y (t ) = CX (t ) + DU (t )
. . .

Contoh

Tinjau sistem yang didefinisikan :


...

y + 6 y + 11 y + 6 y = 6u

..

y : keluaran sistem u : masukan sistem

variabel keadaannya sebagai berikut :

21

x1 = y x2 = y x3 = y
.. .

Selanjutnya diperoleh x1 = x 2 x 2 = x3 x3 = 6 x1 11x 2 6 x3 + 6u Persamaan terakhir didapat dengan menyelesaikan persamaan diferensial asal untuk suku turunan tertinggi y dan mensubtitusikan variabel keadaan ke dalam persamaan yang diperoleh. Berikut notasi matriks-vektor dari persamaan keadaan diatas : . 1 0 x1 0 x.1 0 x = 0 0 1 x 2 + 0 u .2 x3 6 11 6 x3 6 Persamaan keluaran
x1 y = [1 0 0] x2 x3
... . . .

Kedua persamaan diatas ditulis dalam bentuk standar sebagai berikut : x = Ax + Bu y = Cx + Du Dengan
1 0 0 0 A= 0 1 6 11 6 0 B = 0 6 C = [1 0 0]
.

D=0

Gambar di bawah ini menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan keadaan dan persamaan keluaran di atas. Perhatikan bahwa fungsi slih dari blok-blok umpan balik merupakan negatif dari persamaan diferensial asal. 22

+ + + + + +

x3

x2

x1

23

BAB III HUBUNGAN ANTARA FUNGSI ALIH DAN PENYAJIAN RUANG KEADAAN

3.1

Matriks Alih

Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih. Mari kita tinjau sistem fungsi alih berikut : Y ( s) = G(s) U (s) Penyajian ruang keadaan dari sistem : x = Ax + Bu y = Cx + Du Dimana x adalah vektor keadaan, u adalah masukan , dan y adalah keluaran. Transformasi Laplace dari persamaan di atas adalah : sX ( s ) x(0) = AX ( s ) + BU ( s ) Y ( s ) = CX ( s ) + DU ( s )
Karena sebelumnya fungsi alih telah didefinisikan sebagai perbandingan transformasi Laplace dari keluaran dan masukan dengan syarat awal adalah nol, maka kita anggap bahwa x(0) adalah nol. Dengan mensubtitusikan X ( s ) = ( sI A) 1 BU ( s ) ke dalam persamaan Y(s), kita peroleh
.

Y ( s ) = [C ( sI A) 1 B + D]U ( s )
Sehingga kita peroleh :

G ( s ) = C ( sI A) 1 B + D
Ini merupakan ekspresi fungsi alih dalam bentuk A, B, C, dan D. Dapat juga ditulis
G ( s) = Q( s) sI A

Dimana Q(s) adalah polinomial dalam s. Oleh karena itu, sI A sama dengan polinomial karakteristik dari G(s). Dengan kata lain, eigenvalue dari A identik dengan pole-pole dari G(s).

24

Contoh

Carilah fungsi alih dari sistem berikut


x1 = 5 x1 x 2 + 2u x 2 = 3 x1 x 2 + 5u y = x1 + 2 x 2
. .

Dalam bentuk matriks vektor dapat kita tulis :


. 5 1 x 2 1 x.1 = x + 5 u x 3 1 2 2 x y = [1 2] 1 x2

G ( s ) = C ( sI A) 1 B + D
1 2 s + 5 = [1 2] 3 s + 1 5 1 s +1 ( s + 2)( s + 4) ( s + 2)( s + 4) 2 = [1 2] 3 s+5 5 ( s + 2)( s + 4) ( s + 2)( s + 4) = 12s + 59 ( s + 2)( s + 4)
1

3.2

Penurunan Bentuk Ruang Keadaan dari Fungsi Alih

Apabila suatu sistem diketahui funsi alihnya sebagai : G ( s) = Y ( s ) b0 s n + b1 s n 1 + ... + bn 1 s + bn = n U ( s) s + a1 s n 1 + ... + a n 1 s + a n

Dimana U(s) adalah transformasi Laplace masukan dan Y(s) adalah transformasi Laplace dari keluaran. Ada banyak cara untuk menyatakan perwakilan ruang keadaan untuk sistem. Yaitu antara lain dengan controllable canonical form, observable canonical form, dan diagonal canonical form dan Jordan canonical form.

25

Controllable Canonical Form

Bentuk controllable canonical form persamaan fungsi alih G(s) diatas adalah . x1 (t ) 0 . x2 (t ) 0 . . = : . . . 0 xn 1 (t ) . an x (t ) n 1 0 0 1 . . . . 0 0 an 1 an 2 . 0 . . 0 . . . . . 0 x1 (t ) 0 0 x2 (t ) 0 . . . + u (t ) . . . 1 xn 1 (t ) 0 a1 xn (t ) 1
x1 (t ) x (t ) 2 . + b0 u (t ) . xn 1 (t ) xn (t )

. .

. .

y (t ) = [bn a n b0

bn 1 a n 1b0

. . . b1 a1b0 ]

Contoh

1. Kasus (tidak ada zero) tanpa masukan dan turunan G ( s) = Y (s) k = 3 U ( s) s + 4s 2 + s 6

Buat dalam ruang keadaan Y (s) = kU ( s ) s + 4s 2 + s 6 Y ( s ) s 3 + 4 s 2 + s 6 = kU (s )


3

...

y + 4 y + y 6 y = kU y = kU 4 y y + 6 y
.
.. .

..

...

x1 = y x1 = x 2 . . x 2 = y x 2 = x3 .. . .. . x3 = y x 3 = kU 4 y y + 6 y

26

Dalam bentuk persamaan keadaan :

x = Ax + Bu y = Cx
. 0 x1 0 x 1 0 1 . 0 0 x 2 = 1 x 2 + 0 u . x 3 6 1 4 x 3 k x1 y = [1 0 0] x 2 x3

2.

kasus proper transfer function

Bila orde zero polynomial lebih kecil daripada orde karakteristik polinomial

H (s) =

k ( s 2 + 2 s 15) s 3 + 4s 2 + s 6

Untuk menyelesaikan kasus diatas maka :

Y ( s) Y ( s) V ( s) = . U ( s) V ( s) U ( s) V ( s) k = 3 U ( s) s + 4s 2 + s 6 H ( s) = Y ( s) ( s 2 + 2s 15) = V (s) 1
Sehingga dengan mudah dibawa ke bentuk persamaan keadaan :

kU ( s ) s + 4s 2 + s 6 V ( s )( s 3 + 4s 2 + s 6) = kU ( s ) V ( s) =
3

v + 4 v + v + 6v = kU
Gunakan x1 = y
... .. .

x1 = v x1 = x 2 . . x 2 = v x 2 = x3 .. . . x3 = v x 3 = kU 4 x3 x 2 + 6 x1

27

Sehingga didapat dalam bentuk

. 0 x1 0 x 1 0 1 . 0 0 x 2 = 1 x 2 + 0 u . ....................................................................(*) x 3 6 1 4 x 3 k x1 v = [1 0 0] x 2 x3
V bukan output yang sebenarnya. Untuk
Y ( s) ( s 2 + 2s 15) = 1 V (s) Y ( s ) = ( s 2 + 2s 15)V ( s) Y = v + 2 v 15v v = x1; v = x2 ; v = x3
. . .. .

Sehingga didapat :

y = x3 + 2 x 2 15 x1

x1 Y = [ 15 2 1] x2 .................................................................................(**) x3 Persamaan state space atau persamaan keadaannya adalah (*) dan (**)
Observable Canonical Form

Bentuk observable canonical form untuk persamaan fungsi alih G(s) diatas adalah :

. x1 (t ) 0 0 . x 2 (t ) 1 0 . . . = . . . . . . x n 1 (t ) 0 0 . x (t ) n

. .

. .

. .

0 a n x1 (t ) bn a n b0 0 a n 1 x 2 (t ) bn 1 a n 1b0 . . . . u (t ) + . . . . x n 1 (t ) . . . 1 a1 x n (t ) b1 a1b0

28

x1 (t ) x (t ) 2 . y (t ) = [0 0 . . . 0 1] + b0 u (t ) . xn 1 (t ) xn (t )

Diagonal Canonical Form

Untuk mengubah ke bentuk diagonal, persamaan fungsi alih diatas harus difaktorkan menjadi : G ( s) = Y ( s ) b0 s n + b1 s n 1 + ... + bn 1 s + bn = U ( s) ( s p1 )( s p 2 )...( s p n )

Jika seluruh pole dari G(s) adalah berbeda, lalu G(s) dapat dibentuk dalam fraksi parsial :
cn c c2 Y ( s) = b0 + 1 + + ... + U ( s) s p1 s p 2 s pn

Dan bentuk diagonal canonical form-nya adalah . x1 (t ) p1 . x 2 (t ) . = . . x n 1 (t ) 0 . x (t ) n 0 x1 (t ) 1 x (t ) 1 2 . . + u (t ) . . x n 1 (t ) . p n x n (t ) 1

p2

y (t ) = [c1

c2

x1 (t ) x (t ) 2 . . . . . cn ] + b0 u (t ) . x n 1 (t ) x n (t )

29

Bentuk umum diagram simulasinya adalah:


1 s p1

x1

c1
x2

1 s p2

c2

1 s pn

xn

cn

Contoh kasus :

1. Proper transfer function, real pole Fungsi alih diberikan oleh : H (s) = k ( s 2 + 2 s 15) s 3 + 4s 2 + s 6

Cari bentuk diagonal dan diagram simulasi diagonalnya Jawab Fungsi alih diatas harus difaktorkan terlebih dahulu H (s) = k ( s 2 + 2s 15) ( s 1)( s + 2)( s + 3)

Dalam bentuk fraksi parsial


H ( s) = A B C + + s 1 s + 2 s + 3 k ( s 2 + 2 s 15) ( s 1)( s + 2)( s + 3) k ( s 2 + 2 s 15) ( s 1)( s + 2)( s + 3) k ( s 2 + 2 s 15) ( s 1)( s + 2)( s + 3)
( s =1)

A = (s 1)

= k = 5k = 3k

B = (s + 2 ) C = (s + 3)

( s = 2 )

( s = 3 )

Sehingga didapat fungsi alih dalam bentuk fraksial : H (s) = k 5k 3k + + s 1 s + 2 s + 3

30

k (s 2 + 2s 15) s 3 + 4s 2 + s 6 Diagram simulasinya sebagai berikut :


1 s 1
k

1 s + 2

5k

1 s + 3

3k

x1 = x1 + u v1 = x1 x 2 = 2 x 2 + 4 v2 = x2 x 3 = 3 x 3 + 4 v3 = x3 Didapat y = kv1 + 5kv 2 3kv3 y = kx1 + 5kx 2 3kx3 Sehingga dalam bentuk persamaan keadaan . 0 x1 1 x 1 1 0 . 0 2 0 x + 1 u x 2 = 2 . x 3 0 0 3 x 3 1 x1 v = [ k 5k 3k ] x 2 x3 2. Proper transfer function, complex pole H ( s) = 1 s + 3s + 9s 13
3 2
. .

31

Cari bentuk diagonalnya dan gambar diagram simulasinya H (s) =


=

1 s + 3s + 9s 13
3 2
2

1 ( s 1)( s + 4s + 13) 1 = ( s 1)( s + 2 3 j )( s + 2 + 3 j )

Ekspansi fraksi parsial : H (s) = A B C + + ( s 1) ( s + 2 3 j ) ( s + 2 + 3 j )

1 1 = ( s 1)( s + 2 3 j )( s + 2 + 3 j ) ( s =1) 18 1 1+ j B = (s + 2 3 j ) = ( s = 2 + 3 j ) ( s 1)( s + 2 3 j )( s + 2 + 3 j ) 36 1 1 j C = (s + 2 + 3 j ) = ( s 1)( s + 2 3 j )( s + 2 + 3 j ) ( s = 23 j ) 36


A = (s 1)

Gambar diagram simulasinya sebagai berikut :


1 s 1

x1

v1(s) v2(s)

1 18

1 x2 s+ 23j

1+ j 36

1 x3 s + 2 + 3 j v (s) 3

1 j 36

. 0 x 1 1 . 0 2 + 3 j x 2 = . 0 x 3 0 1 v= 18 1+ j 36

x1 1 x + 1 u 2 2 3 j x 3 1 0 0

x1 1 j x2 36 x3

32

3. Pole riil yang jamak/ganda


H (s) =

1 ( s a ) ( s b) 3
2

A B C D E + + + 2 2 ( s a) ( s a) ( s 3) ( s b) ( s b) 3

. x1 . a x2 0 . x3 = 0 . 0 x4 . 0 x 5

1 0 0 0 x1 0 a 0 0 0 x 2 1 0 b 0 0 x3 + 0U 0 0 b 1 x 4 0 0 0 0 b x5 1

y = [A B C

x1 x 2 D E ] x3 x4 x5

33

BAB IV PENURUNAN STATE SPACE MELALUI DIAGRAM SIMULASI

4.1

Pada kasus umum (proper transfer function)

H ( s) =

k ( s 2 + 2s 15) s 3 + 4s 2 + s 6

Y ( s ) k ( s 2 + 2s 15) = U ( s) s 3 + 4s 2 + s 6 Y ( s )( s 3 + 4s 2 + s 6) = U ( s )( s 2 + 2s 15)

Dalam persamaan diferensial :


... ...

y + 4 y + y 6 y = k u + 2k u 15ku y = 4 y y + 6 y + k u + 2k u 15ku
.. . .. .

..

..

Untuk mendapatkan persamaan keadaan,maka persamaan di atas diintegralkan sampai tidak terdapat lagi turunannya, didapat :
y = 4 y y + 6 y + k u + 2k u 15k u

Sehingga dapat disusun diagram simulasi yang mewakili persamaan di atas


. . .

+ +

x1

x1 +
+

x2

x2 +
+

x3

x3

Dari gambar diatas, didapat :


x 3 = 4 x3 + x 2 + ku x 2 = x3 + x1 + 2ku x 1 = 6 x3 15ku
. . .

34

Dari persamaan-persamaan diatas dapat disusun :


. x 1 0 0 6 x1 15k . x 2 = 1 0 1 x 2 + 2 k u . x 3 0 1 4 x 3 k x1 y = [0 0 1] x 2 x3
Improper transfer function

H ( s) =

k ( s 2 + 2s 15) s 3 + 4s 2 + s 6

Y ( s ) k ( s 2 + 2s 15) = U ( s) s 3 + 4s 2 + s 6

Dalam persamaan diferensial :


...

y + 4 y + y 6 y = k u + 2k u 15k u y = 4 y y + 6 y + k u + 2k u 15k u
.. . ... .. .

..

...

..

...

Untuk mendapatkan persamaan keadaan,maka persamaan di atas diintegralkan sampai tidak terdapat lagi turunannya, didapat :
y = 4 y y + 6 y + ku + 2k u 15k u

Sehingga dapat disusun diagram simulasi yang mewakili persamaan di atas

x1

x1

x2

x2

x3

x3

35

x 3 = 4( x3 + ku ) + x 2 + 2ku

= 4 x3 2ku + x 2
x 2 = 1( x3 + ku ) + x1 15ku
.

= x3 + x1 16ku
x1 = 6 x3 6ku
.

G ( s ) = C ( sI A) 1 B
1 2 s + 5 = [1 2] 3 s + 1 5 s +1 1 ( s + 2)( s + 4) ( s + 2)( s + 4) 2 = [1 2] 3 s+5 5 ( s + 2)( s + 4) ( s + 2)( s + 4) = 12 s + 59 ( s + 2)( s + 4)
1

Dalam bentuk persamaan keadaan :


. 6 x1 6k x 1 0 0 . 1 0 1 x + 16k u x 2 = 2 . x 3 0 1 4 x 3 2k x1 y = [0 0 1] x 2 + [k ]u x3

Soal Latihan

1.

Diberikan sistem dengan persamaan keadaan dengan :


. x 1 = 5 1 x1 + 2u . 3 1 x 2 5 x 2 x y = [0 2] 1 x2

Tentukan fungsi alihnya :

36

2.

H ( s) =

s+5 4s + s + 6
2

Buat dalam persamaan keadaan : a. canonical controller b. canonical observer 3. Diberikan

H ( s) =

s + z1 s + 3s + 2
2

Turunkan persamaan keadaannya dan gambar diagram simulasinya, dalam bentuk : a) controllable canonical b) observable canonical c) diagonal canonical

37

BAB V TRANSFORMASI PERSAMAAN KEADAAN

Persamaan keadaan dalam bentuk diagonal dan jordan dapat diperoleh dari persamaan keadaan bentuk lain melalui transformasi. Pada bagian ini akan dita bahas bagaimana mencari matriks transformsi yang dapat membawa ke dalam persamaan keadaaan dalam bentuk diagonal atau jordan
5.1 Kedalam Bentuk Diagonal

Disini kita akan mencari matrik transformasi yang dapat mentransformasikan suatu persamaan homogen kedalam bentuk diagonal. Adapun langkah-langkah untuk mentransformasikan kedalam bentuk diagonal akan diuraikan berikut ini. Misal persamaan homogen x(t) = Ax(t), x(0) = x0 Langkah-langkah untuk mendapatkan transformasi x = VX* adalah sebagai berikut : Dengan matriks transformasi T=V, maka sistem yang ditransformasikan menjadi
x * (t ) = x * (t ) s1 0 0 Dimana = . . . Jadi A sama dengan dan mempunyai s1 yang sama 0 . sn

Disini berlaku = V 1 AV Untuk menentukan V maka :


V = V

Kolom dari V dibentuk menjadi satu kolom V1, sehingga :


A = [V1 V2 s1 . . 0 . 0 . . . . Vn 1 ] . . . . 0 . . sn

Untuk masing-masing vector kolom, terdapat n persamaan yang tidak bergantungan. Avi = Si Vi [Si I A]Vi = 0 ; i=1,2,3,..n vector Vi disebut juga dengan vector eigen dari matriks.

38

Jika harga-harga eigen A sama berbeda dengan n vector eigen Vi yang tidak bergantung linier, maka V = non singular.

Contoh :

Diberikan suatu sistem dengan nilai A sebagai berikut. 1 0 A= 1 2 Cari matriks transforemasi yang dapat mentransformasikan kedalam bentuk diagonal. Penyelesaian : Lankah pertama adalah mencari harga eigen dari matrik A yaitu: harga eigen : det[SI A] = didapat s1 = -1 dan s2 = -2 Setelah harga eigen didapatkan langkah selanjutnya adalah mencari harga vektor eigen V1 dan V2, dimana V1 dan V2 merupakan kolom dari matriks transformasi yang akan kita cari V = [ V1 V2 ] V 11 V 12 V = V 21 V 22 0 s +1 = ( s + 1)( s + 2) = 0 1 s+2

vector eigen V1 untuk s1 = -1

[S1I A]V1 =
V11 + V21 = 0 V11 + V21 = 0

0 V11 0 = 1 1 V21 0 0

jadi : V11 = V12 misal V11 = 1 maka V12 = 1 vector eigen V2 untuk s2 = -2

[S2 I A]V2 =
1 0 Maka V = 1 1

1 0 V12 0 = 1 0 V22 0

V12 = 0 ; V22 sembarang, missal V22 = 1

39

Sehingga

1 0 1 0 1 0 1 0 = V 1 AV = = 1 1 1 2 1 1 0 2

Dari hasil diatas terbukti bahwa A =


& x == Ax + Bx
y = Cx

Untuk sistem dengan persamaan Maka setelah matrik

transformasi

didapatkan

kemudian

semua

parameter

ditransformasikan mnejadi :
A' = = V 1 AV B ' = V 1B C ' = CV

Sehingga dalam bentuk diagonal :


& x = A' x + B' x
y = C' x

5.2

Transformasi ke bentuk JORDAN

Apabila persamaan homogen mempunyai harga eigen ganda maka persamaan tersebut tidak dapat ditransformasikan ke bentuk diagonal. Transformasi ke bentuk Jordan adalah solusi untuk persamaan homogen yang mempunyai harga eigen ganda. Matriks Jordan dapat dipresentasikan dalam matriks diagonal blok dimensi (n*n). Anggap A dengan I harga eigen jumlah n.
s1 = V AV = 0 0
1

1 s1

1 s1 1 s1 1 s1

s1 A[V1V2 ........Vn ] = [V1V2 .....Vn ] 0 0 maka vector kolom pertama


AV1 = s1V1atau ( s1I A)V1 = 0

untuk kolom selebihnya :

40

AV2 = V1 + s1V2 AVn = Vn 1 + s1Vn untuk n-1 persamaan dapat ditentukan vector-vektor V2V3 ....Vn ( A s1I )V2 = V1 ( A s1I )Vn = Vn 1 contoh :
1 0,5 A= 2 3 [SI A]V1 = 0

Harga eigen s 1, 2 =-2

s=-2
1 0 1 0,5 V11 2 = 0 0 1 2 3 V21 2 0 1 0,5 V11 = 0 0 2 2 3 V21 1 0,5 V11 =0 2 1 V21 V11 0,5V21 = 0 V21 = 2V11 2V11 + V21 = 0 V21 = 2V11 V21 = 2V11 1 V11 = 1 V1 = 2 V21 = 2 ( A S1I )V2 = V1

Misal

0,5 V11 1 = 1 V22 2 V21 + 0,5V22 = 1 2V12 V22 = 2 V12 = 1 0,5V22

1 2 1 2

0,5 2 0 V11 =V 3 0 2 V22

41

1 Ambil : V22 = 0 V2 = 0
1 0 1 1 1 2 V = ;V = 1 2 0 1 Sehingga : 2 2 1 = V 1 AV = matriksJordan 0 2 Matriks yang diperoleh dinamakan matriks Jordan.
Matriks Fundamental ( (t ) )

5.3

(matriks transmisi keadaan) Bentuk persamaan :

& x(t ) = ax + bu ..(1)


Dengan x(0)=x 0 dapat digunakan transformasi Laplace menjadi : sx(s)-x 0 = a x(s) + b u(s)

x( s ) =

1 1 x+ bu ( s ) ..(2) sa sa

dengan transformasi Laplace balik didpatkan :


x(t ) = e at x0 + e a (t 2) BU (t )dt ...(3)
0 b

Secara umum dapat dituliskan :


x(t ) = e At x0 + e A( t 2) BU (t )dt.......................................................(4)
0 b

x(t ) = e x0 + e
At

At

e
0

At

BU (t )dt.......................................................(5)
t

de AT = Ae At dt

& x(t ) = A At x0 + Ae At e At bu (t )dt + e At e At Bu (t )


0

42

t = Ae At x9 + e A( t 2) Bu (t )dt + Bu (t ) 0 = Ax(t ) + BU (t )

Persamaan 4 dapat dituliskan dalam bentuk :


x(t ) = (t ) x0 + (t ) Bu (t )dt
0
t

Dengan (t) = e At Matriks Fundamental Solusi dalam domain keadaan : x( s ) = L1{x(t )}

Laplace dari persamaan keadaan :

& x(t ) = Ax(t ) + Bu (t ) sx( s x(0) = Ax( s ) + Bu ( s ) [SI A]x( s) = X (0) + Bu ( s)


x( s ) = [SI A] x(0) + [ SI A]1 Bu ( s )
1

(t ) = L1{[ SI A]1} L1{ (0)} = ( s ) = [ SI A]1 (t ) = L1{[ SI A]1}

43

BAB VI KETERKONTROLAN DAN KETERAMATAN

Dalam bab ini kita akan membahas masalah yang dapat terjadi dalam perancangan system-sistem kendali. Khususnya kita kaitkan masalah-masalah tersebut dalam perancangan penempatan pole dan perancangan estimator keadaan. Kita akan mengamati keterkontrolan dan keteramatan dari system-sistem kendali. Suatu system yang dinyatakan oleh persamaan :

& x = Ax(t ) + Bu (t ) y (t ) = Cx (t ) + Du (t )

Keterkontrolan

Sistem tersebut dikatakan terkontrol sempurna (completely controller), jika untuk setiap kondisi awal (x(t)) terdapat vector kontrol V(t) yang memindahkan system pada keadaan akhir x(t) dalam suatu selang waktu terhingga t0 < t < t1 . Ini dapat terlihat jika kondisi matriks [B AB A2 B . An 1 B] mempunyai rank penuh.

Keteramatan

Sedangkan system dikatakan teramati sempurna, jika pengaruh dari luar Bu(t) dan matriks A dan B diketahui keadaan awal x(t) dapat ditentukan dari vector keluaran y(t) dalam selang waktu t0 < t < t1 .
Syarat umum keteramatan

Sistem dikatakan teramati jika rank Mc = C T

(CA)T

(CA2 )T

..... (CAn 1 )T penuh.

Contoh :

1 1 1 & x(t ) = x(t ) + 3u (t ) 1. 0 2 y (t ) = [1 0]x(t ) Cari ketrkontrolan dan keteramatan system ?

44

Jawab : Keterkontrolan Mc = [B AB ] 1 1 1 2 AB = = 0 2 3 6 1 2 Mc = 3 6 det Mc = 1 2 = 6 (6) = 0 3 6

karena rank matriks Mc tidak penuh dan system tergantung linier (determinan Mc=0), maka system tidak terkontrol. Keteramatan Mo = C T

C 1 0 (CA)T = = CA 1 1

C = [1 0] 1 1 CA = [1 0] = [1 1] 0 2 det Mo = 1 0 = 1 0 1

Karena rank Mo penuh dan system tidak tergantung linier (determinan Mo tidak sama dengan nol) maka system teramati.
1 & x(t ) = 0 2. 5 y = [0 0 1 0 k x(t ) + 5k u (t ) 0 0 0 0 5

1]x(t )

Cari keterkontrolan dan keteramatan dari system. Jawab : Pertama kita periksa keterkontrolannya :

45

1 1 0 k 4k AB = 0 0 0 5k = 0 5 0 5 0 5k 1 1 0 4k 4k 2 A B = A. AB = 0 0 0 0 = 0 5 0 5 5k 5k Jadi
Mc = B

AB

k A2 B = 5k 0

4k 0 5k

4k 0 5k

Karena det Mc = 100k 3 (100k 3 ) = 0 Sehingga system tersebut tidak dapat dikontrol. Sekarang kita selidiki keteramatan terhadap keluaran sensor, yaitu : 1 1 0 CA = [0 0 1] 0 0 0 = [5 0 5] 5 0 5 1 1 0 2 CA = CA. A = [5 0 5] 0 0 0 = [ 30 5 25] 5 0 5 0 1 C 0 CA = 5 Mo = 0 5 CA2 30 5 25 Mo = 25 0 = 25

Jadi

Karena det Mo sama dengan 25, maka system ini dapat diamati. Pada kedua contoh diatas terlihat bahwa tidak semua system dapat dikontrol ataupun dapat diamati atau dapat kedua-duanya. Dalam system kendali kontrol terdapat 4 kategori penggunaan istilah keterkontrolan dan keteramatan, yaitu : a) Terkontrol sempurna, tetapi tidak teramati. b) Terkontrol sempurna, dan teramati. c) Teramati sempurna, tetapi tidak terkontrol. d) Tidak terkontrol dan tidak teramati.

46

Kadang-kadang ketidakterkontrolan atau ketidakteramatan adalah jelas. Sebagai contoh, misalkan bahwa pada suatu system fisik tertentu kita ingin mengestimasikan suatu aliran tertentu dari pengukuran temperature tertentu. Tetapi bila kita amati lebih dekat sistemnya, kita dapatkan bahwa aliran yang dipersoalkan tidak mempengaruhi temperature secara cukup berarti. Karena itu, jika kita modelkan secara akurat system tersebut, detrminan dari matriks keteramatannya akan mendekati nol. Sebuah system fisik mempunyai karakteristik-karakteristik, dan sebuah model dari system mempunyai pole-pole dan zero-zero yang menggambarkan karakteristikkarakteristik tersebut dalam suatu pengertian pendekatan. Karena itu, dalam system fisik, suatu karakteristik dari satu bagian dari sebuah system fisik secara aproksimasi dapat meniadakan suatu karakteristik lain dari vagian lain system tersebut. Jika karakteristikkarakteristik tesebut hamper tidak ada, maka sangat sulit untuk mengendalikan dan/mengestimasi karakeristik-karakteristik ini. Jadi kita dapat melihat aspek fisik dari problem-problem tersebut walaupun definisi-definisinya adalah betul-betul secara matematis. Untuk menggambarkan keterkontrolan dan keteramatan dapat dilihat pada gambar berikut ini : AB : Terkontrol BC : Teramati CD : Tidak Terkontrol AD : Tidak Teramati D : Tidak kedua-duanya D Jika system kendali kontrol terkontrol dan teramati sempurna, maka bentuk fungsi transfer samadengan representasi persamaan keadaan. F(t) C A B

& x = AX + BU

y = CX + DU

47

Untuk SISO : Misal system mempunyai bagian yang tidak terkontrol atau tidak teramati maka orde dari fungsi alih lebih kecil dari dimensi matriks A, karena tidak semua harga eigen dari A muncul sebagai pole dari G(s). Contoh : 1 s 1

3 s+2

1 [ x2 + U ( s )] s 1 3 x2 ( s ) = U ( s) s+2 & x1 1 1 x1 1 x = 0 2 x + 3U (t ) 2 &2 x1 ( s ) = y (t ) = [1 0]x fungsi alih : G ( s) = 1 s 1 1 1 3 (1 )= = s 1 s+2 s 1 s + 2 s + 2

karena pole berada di sebelah kiri, maka system stabil.

48

BAB VII UMPAN BALIK VARIABLE KEADAAN

Persamaan Keadaan open loop: x(t ) = Ax(t ) + Bu (t ) y (t ) = Cx (t ) + Du (t ) D


.

U B + x x C

+ +

A Kemudian dibuat persamaan karakteristik dari sistem. yaitu : A( s ) = det[SI A] = S n + A0 S n 1 + ... + an Sedangkan fungsi alihnya : G ( s) = b( s ) b s n 1 + ... + bn = n 1 a( s ) S + a1S n 1 + ... + an

Kemudian persamaan keadaan diatas diubah ke bentuk system state feed back : D + B + + A K C

49

x(t ) = ( A BK T ) ) x(t ) + Bu (t ) y (t ) = C * x(t ) + Du (t ) U (t ) = V (t ) K T x(t ) Persamaan Karakteristik

k ( s) = det( SI A + BK T )
Pada sistem tanpa feed back

( s) = det(SI A)
Pada system dengan feed back

k ( s) = det( SI A + BK T )
Agar k ( s ) = ( s ) maka perlu dicari persamaan linier dari system, salah satunya yaitu dengan metode Bass & Gura.
Metode Bass & Gura.

7.1

Kita ubah k (s ) dalam bentuk :

k ( s) = det( SI A + BK )
= det ( SI A) I + ( SI A) 1 BK = det( SI A) det I + ( SI A) = a( s ) 1 + KT ( SI A) 1 B Sehingga :

]} B]

k ( s) a( s) = a( s) K T ( SI A) 1 B
Dengan menggunakan rumus : ( SI K ) 1 = Didapat : 1 S n 1I + S n 2 ( A + a1I ) a( s)

1 a1 = K T B 2 a2 = K T AB + a1K T B

50

Atau

k a = K T S1T T
Dimana:

k = [1 2 .... n ]
a = [a1a2 .......an ] S1 = bAB.... An 1b Misal:
1 0 0 a 1 0 T = 1 a1 a1 1 a1 a1 a1 0 1 a1 a1 a1 0 1 a a 0 1 1 T T = 0 0 1 a1 0 1 0 0 0 1

Dari :

k a = K T S1T T
K T = ( k a )T T SI 1

Didapat :

Dimana : T T = (T 1 )T

Contoh :

0 0 1 0 . 0 0 X + 0U x= 1 0 2 3 1 y = [1 0 0]x

k = s 3 + 5s 2 bs + 6
Tentukan nilai K ?

Jawab :

Persamaan Karakteristik tanpa umpan balik : a( s ) = Det ( SI A)

51

0 s 1 0 s = Det 1 0 2 s + 3 = ( s )( s )( s + 3) + 2s = s 3 + 3s 2 2s

k = s 3 + 5s 2 + 8s + 6
Dengan menggunakan rumus : k = (ak a)T T S 1 Dengan :

k = [5 8 6]
a = [3 2 0] s1 = B
t

AB

A2 B

1 a1 a2 1 3 2 1 0 0 0 1 a = 0 1 3 atau T = 3 1 0 T = 1 0 0 1 0 0 1 2 3 1

7.2

Metode Peletakan Akar-Akar Dengan Bentuk Canonical Controller

Perhatikan bentuk kanonik kontroler: x(t ) = Ax + Bu y (t ) = Cx


0 0 . A= . 0 a0 1 0 . . 0 a1 C3 ] 0 . . 1 . . . . . . . . . . . . . . 0 0 . . 1 an 0 0 B = . . 1
.

C = [C1 C2

52

Dalam bentuk cloose loop (umpan balik keadaan) V + b A C Y

V(konstanta) : prefilter berfungsi agar variable keluaran y mengikuti variable masukan w pada keadaan stationer. Selanjutnya: U=VW-KX Persamaan keadaan loop tertutup: x = ( A Bk ) x + Bw Persamaan Karakteristik P(s)=det(SI-(A-Bk)) Vektor Pengontrol K = [K1K 2 ...K n ]
1 0 . . 0 0 0 0 0 1 . . 0 0 . . . . . . . ( A BK ) = [k1 k2 . . k n ] . . . . . . . 0 0 . . . 1 . a0 a1 . . . . an 1 1
.

53

1 0 . . 0 0 0 0 1 . . 0 . . . . . . = . . . . . . 0 0 0 . . 1 a0 k1 . . . . an 1 k n

Contoh :

G ( s) =

1 s + 4s 2 + s 6
3

Open loop

Buat state space dalam bentuk canonical constanta dengan K=[2 -6 3] Bagaimana bentuk state space sekarang (dalam loop tertutup). Solusi:
u(s) s + 4s 2 + s 6 y ( s )( s 3 + 4 s 2 + s 6) = u ( s ) y ( s) =
3 ... ...

y+ 4 y y 6 y = u y = 4 y y + 6 y u x = x2 x 2 = x3 x 3 = x2 4 x3 6 x1 u
. . . . .. .

..

x1 = y x2 = y x3 = y
..

0 0 1 0 0 0 x + 0 u x= 1 6 1 4 1 y = [1 0 0]x
.

54

Close loop
K = [2 6 3] x = ( A BK ) x + bw y = Cx 0 1 0 0 0 0 1 x + 0 w x= 4 5 7 1
. .

0 0 0 1 0 0 ( A Bk ) = 1 0[k1 k 2 6 1 4 1 1 0 0 0 0 1 = (6 k1 (1 k2 ) (4 k3 ) Persamaan karakteristik loop tertutup:

k3 ]

P ( s ) = det( SI ( A Bk )) = s n + (a n -1 + kn) s n 1 + ... + (a 0 + k1)............(*) Diberikan atau dikehendaki pole-pole di Si dari loop tertutup: Persamaan Polinom: P ( s ) = S n + Pn 1S n 1 + .... + P0 .............(**) Dari persamaan (*) dan (**) apalah diperbandingkan atau disamadengankan: (a n 1 + k n ) = Pn 1 . . (a 0 + k1 ) = P0 Dalam bentuk umum : kn = Pn 1 an 1 Sehingga : K = [( P0 a 0 )( P1 a1 )...........( Pn 1 a n 1 )] k1 = P0 a 0 Kn = Pn 1 a n 1

55

Contoh :

G ( s) =

y ( s) 1 = u ( s ) s ( s + 1)( s + 2)

Cari pengontrol dengan variable keadaan sehingga pole dari loop terletak pada : s1 = 3 dan s 23 = 1 j Jawab :
s ( s + 1)( s + 2) = s 3 = 3s 2 + 2 s y ( s) 1 = 3 u ( s ) s + 3s 2 + 2 s y ( s )( s 3 + 3s 2 + 2 s = 1u ( s )
... ...

y + 3 y + 2 y = u ( s) y = 3 y 2 y + u ( s ) x1 = y x2 = y x3 = y
.
.. . .. .

..

x1 = x 2 x 2 = x3
.

x3 = 3 y 2 y + u ( s )

..

0 0 0 1 x + 0 u 0 0 x= 1 1 0 2 3 y = [1 0 0]x

Misal pengontrol kita adalah : K = [k1 k2 k3 ]

Persamaan karakteristik loop tertutup : P ( s ) = det( SI ( A BK )) 0 0 0 1 0 0 ( A BK ) = 1 0[k1 0 2 3 1 k2 k3 ]

56

0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 = 0 2 3 k1 k 2 k 3 1 0 0 0 0 1 = (k1 ) (2 k 2 ) (3 k 3
s ( SI ( A BK ) = 0 k1 s 1 2 + k2 s + 3 + k3 0 1 s s 0 det( SI ( A BK ) = 1 0 s k1 2 + k 2 s + 3 + k 3 k1 0 = ( s )( s )( s + 3 + k 3 ) + k1 + ( s )(2 + k 2 ) = 0 = s 3 + 3s 2 + k 3 s 2 + k1 + (2 + k 2 ) s = 0 = s 3 + (3 + k 3 ) s 2 + (2 + k 2 ) s + k1 = 0 1

1 s 2 + k2

Persamaan dengan pole-pole diberikan y : s1 = 3 dan s 23 = 1 j

Didapatkan persamaan karakteristik yang diinginkan : ( s + 3)( s + 1 j )( s + 1 + j ) = 0 s 3 + 5s 2 + 8s + 6 = 0 Dari sistim loop dengan pengontrol : Didapat : P ( s ) = s 3 + (3 + k3 ) s2 + (2 + k 2 ) s + k1 = 0 Sistim yang dikehendaki : P ( s ) = s 3 + 5s 2 + 8 s + 6 = 0 Dengan menyamakan didapat : ( 3 + k3 ) = 5 k3 = 5-3 = 2 ( 2 + k2 ) = 8 k2 = 6 k1 = 6 Sehingga didapat matrik vector KT :
K = [6 6 2]

K = [k1

k2

k3 ]

57

BAB V TRANSFORMASI PERSAMAAN KEADAAN

Persamaan keadaan dalam bentuk diagonal dan jordan dapat diperoleh dari persamaan keadaan bentuk lain melalui transformasi. Pada bagian ini akan dita bahas bagaimana mencari matriks transformsi yang dapat membawa ke dalam persamaan keadaaan dalam bentuk diagonal atau jordan
5.1 Kedalam Bentuk Diagonal

Disini kita akan mencari matrik transformasi yang dapat mentransformasikan suatu persamaan homogen kedalam bentuk diagonal. Adapun langkah-langkah untuk mentransformasikan kedalam bentuk diagonal akan diuraikan berikut ini. Misal persamaan homogen x(t) = Ax(t), x(0) = x0 Langkah-langkah untuk mendapatkan transformasi x = VX* adalah sebagai berikut : Dengan matriks transformasi T=V, maka sistem yang ditransformasikan menjadi x * (t ) = x * (t ) s1 0 0 Dimana = . . . Jadi A sama dengan dan mempunyai s1 yang sama 0 . sn Disini berlaku = V 1 AV Untuk menentukan V maka :
V = V

Kolom dari V dibentuk menjadi satu kolom V1, sehingga :


A = [V1 V2 s1 . . 0 . 0 . . . . Vn 1 ] . . . . 0 . . sn

Untuk masing-masing vector kolom, terdapat n persamaan yang tidak bergantungan. Avi = Si Vi [Si I A]Vi = 0 ; i=1,2,3,..n vector Vi disebut juga dengan vector eigen dari matriks.

58

Jika harga-harga eigen A sama berbeda dengan n vector eigen Vi yang tidak bergantung linier, maka V = non singular.

Contoh :

Diberikan suatu sistem dengan nilai A sebagai berikut. 1 0 A= 1 2 Cari matriks transforemasi yang dapat mentransformasikan kedalam bentuk diagonal. Penyelesaian : Lankah pertama adalah mencari harga eigen dari matrik A yaitu: harga eigen : det[SI A] = didapat s1 = -1 dan s2 = -2 Setelah harga eigen didapatkan langkah selanjutnya adalah mencari harga vektor eigen V1 dan V2, dimana V1 dan V2 merupakan kolom dari matriks transformasi yang akan kita cari V = [ V1 V2 ] V 11 V 12 V = V 21 V 22 s +1 0 = ( s + 1)( s + 2) = 0 1 s+2

vector eigen V1 untuk s1 = -1

[S1I A]V1 =
V11 + V21 = 0 V11 + V21 = 0

0 V11 0 = 1 1 V21 0 0

jadi : V11 = V12 misal V11 = 1 maka V12 = 1 vector eigen V2 untuk s2 = -2

[S2 I A]V2 =
1 0 Maka V = 1 1

1 0 V12 0 = 1 0 V22 0

V12 = 0 ; V22 sembarang, missal V22 = 1

59

Sehingga

1 0 1 0 1 0 1 0 = V 1 AV = = 1 1 1 2 1 1 0 2

Dari hasil diatas terbukti bahwa A =


& x == Ax + Bx

Untuk sistem dengan persamaan Maka setelah matrik

y = Cx didapatkan kemudian semua parameter

transformasi

ditransformasikan mnejadi : A' = = V 1 AV B ' = V 1B C ' = CV Sehingga dalam bentuk diagonal :


& x = A' x + B' x

y = C' x

5.2

Transformasi ke bentuk JORDAN

Apabila persamaan homogen mempunyai harga eigen ganda maka persamaan tersebut tidak dapat ditransformasikan ke bentuk diagonal. Transformasi ke bentuk Jordan adalah solusi untuk persamaan homogen yang mempunyai harga eigen ganda. Matriks Jordan dapat dipresentasikan dalam matriks diagonal blok dimensi (n*n). Anggap A dengan I harga eigen jumlah n. s1 = V AV = 0 0
1

1 s1

1 s1 1 s1 1 s1

s1 A[V1V2 ........Vn ] = [V1V2 .....Vn ] 0 0 maka vector kolom pertama


AV1 = s1V1atau ( s1I A)V1 = 0

untuk kolom selebihnya :

60

AV2 = V1 + s1V2 AVn = Vn 1 + s1Vn untuk n-1 persamaan dapat ditentukan vector-vektor V2V3 ....Vn ( A s1I )V2 = V1 ( A s1I )Vn = Vn 1 contoh :
1 0,5 A= 2 3 [SI A]V1 = 0

Harga eigen s 1, 2 =-2

s=-2
1 0 1 0,5 V11 2 = 0 0 1 2 3 V21 2 0 1 0,5 V11 = 0 0 2 2 3 V21 1 0,5 V11 =0 2 1 V21 V11 0,5V21 = 0 V21 = 2V11 2V11 + V21 = 0 V21 = 2V11 V21 = 2V11 1 V11 = 1 V1 = 2 V21 = 2 ( A S1I )V2 = V1

Misal

0,5 V11 1 = 1 V22 2 V21 + 0,5V22 = 1 2V12 V22 = 2 V12 = 1 0,5V22

1 2 1 2

0,5 2 0 V11 =V 3 0 2 V22

61

1 Ambil : V22 = 0 V2 = 0 1 0 1 1 1 2 V = ;V = 1 2 0 1 Sehingga : 2 2 1 = V 1 AV = matriksJordan 0 2 Matriks yang diperoleh dinamakan matriks Jordan.
Matriks Fundamental ( (t ) )

5.3

(matriks transmisi keadaan) Bentuk persamaan :


& x(t ) = ax + bu ..(1)

Dengan x(0)=x 0 dapat digunakan transformasi Laplace menjadi : sx(s)-x 0 = a x(s) + b u(s) x( s ) = 1 1 x+ bu ( s ) ..(2) sa sa

dengan transformasi Laplace balik didpatkan :


x(t ) = e at x0 + e a (t 2) BU (t )dt ...(3)
0
b

Secara umum dapat dituliskan : x(t ) = e At x0 + e A( t 2) BU (t )dt.......................................................(4)


0
b

x(t ) = e x0 + e
At

At

e
0

At

BU (t )dt.......................................................(5)
t

de AT = Ae At dt

& x(t ) = A At x0 + Ae At e At bu (t )dt + e At e At Bu (t )


0

62

t = Ae At x9 + e A( t 2) Bu (t )dt + Bu (t ) 0 = Ax(t ) + BU (t )

Persamaan 4 dapat dituliskan dalam bentuk :


x(t ) = (t ) x0 + (t ) Bu (t )dt
0
t

Dengan (t) = e At Matriks Fundamental Solusi dalam domain keadaan : x( s ) = L1{x(t )}

Laplace dari persamaan keadaan :


& x(t ) = Ax(t ) + Bu (t ) sx( s x(0) = Ax( s ) + Bu ( s ) [SI A]x( s) = X (0) + Bu ( s)

x( s ) = [SI A] x(0) + [ SI A]1 Bu ( s )


1

(t ) = L1{[ SI A]1} L1{ (0)} = ( s ) = [ SI A]1 (t ) = L1{[ SI A]1}

63

BAB VI KETERKONTROLAN DAN KETERAMATAN

Dalam bab ini kita akan membahas masalah yang dapat terjadi dalam perancangan system-sistem kendali. Khususnya kita kaitkan masalah-masalah tersebut dalam perancangan penempatan pole dan perancangan estimator keadaan. Kita akan mengamati keterkontrolan dan keteramatan dari system-sistem kendali. Suatu system yang dinyatakan oleh persamaan :
& x = Ax(t ) + Bu (t ) y (t ) = Cx (t ) + Du (t ) Keterkontrolan

Sistem tersebut dikatakan terkontrol sempurna (completely controller), jika untuk setiap kondisi awal (x(t)) terdapat vector kontrol V(t) yang memindahkan system pada keadaan akhir x(t) dalam suatu selang waktu terhingga t0 < t < t1 . Ini dapat terlihat jika kondisi matriks [B AB A2 B . An 1 B] mempunyai rank penuh.

Keteramatan

Sedangkan system dikatakan teramati sempurna, jika pengaruh dari luar Bu(t) dan matriks A dan B diketahui keadaan awal x(t) dapat ditentukan dari vector keluaran y(t) dalam selang waktu t0 < t < t1 .
Syarat umum keteramatan

Sistem dikatakan teramati jika rank Mc = C T

(CA)T

(CA2 )T

..... (CAn 1 )T penuh.

Contoh :

1 1 1 & x(t ) = x(t ) + 3u (t ) 3. 0 2 y (t ) = [1 0]x(t ) Cari ketrkontrolan dan keteramatan system ?

64

Jawab : Keterkontrolan Mc = [B AB ] 1 1 1 2 AB = = 0 2 3 6 1 2 Mc = 3 6 det Mc = 1 2 = 6 (6) = 0 3 6

karena rank matriks Mc tidak penuh dan system tergantung linier (determinan Mc=0), maka system tidak terkontrol. Keteramatan Mo = C T

C 1 0 (CA)T = = CA 1 1

C = [1 0] 1 1 CA = [1 0] = [1 1] 0 2 det Mo = 1 0 = 1 0 1

Karena rank Mo penuh dan system tidak tergantung linier (determinan Mo tidak sama dengan nol) maka system teramati.
1 & x(t ) = 0 4. 5 y = [0 0 0 k x(t ) + 5k u (t ) 0 0 0 0 5

1]x(t )

Cari keterkontrolan dan keteramatan dari system. Jawab : Pertama kita periksa keterkontrolannya :

65

1 1 0 k 4k AB = 0 0 0 5k = 0 5 0 5 0 5k 1 1 0 4k 4k 2 A B = A. AB = 0 0 0 0 = 0 5 0 5 5k 5k Jadi
Mc = B

AB

k A2 B = 5k 0

4k 0 5k

4k 0 5k

Karena det Mc = 100k 3 (100k 3 ) = 0 Sehingga system tersebut tidak dapat dikontrol. Sekarang kita selidiki keteramatan terhadap keluaran sensor, yaitu : 1 1 0 CA = [0 0 1] 0 0 0 = [5 0 5] 5 0 5 1 1 0 2 CA = CA. A = [5 0 5] 0 0 0 = [ 30 5 25] 5 0 5 0 1 C 0 CA = 5 0 5 Mo = CA2 30 5 25 Mo = 25 0 = 25

Jadi

Karena det Mo sama dengan 25, maka system ini dapat diamati. Pada kedua contoh diatas terlihat bahwa tidak semua system dapat dikontrol ataupun dapat diamati atau dapat kedua-duanya. Dalam system kendali kontrol terdapat 4 kategori penggunaan istilah keterkontrolan dan keteramatan, yaitu : e) Terkontrol sempurna, tetapi tidak teramati. f) Terkontrol sempurna, dan teramati. g) Teramati sempurna, tetapi tidak terkontrol. h) Tidak terkontrol dan tidak teramati.

66

Kadang-kadang ketidakterkontrolan atau ketidakteramatan adalah jelas. Sebagai contoh, misalkan bahwa pada suatu system fisik tertentu kita ingin mengestimasikan suatu aliran tertentu dari pengukuran temperature tertentu. Tetapi bila kita amati lebih dekat sistemnya, kita dapatkan bahwa aliran yang dipersoalkan tidak mempengaruhi temperature secara cukup berarti. Karena itu, jika kita modelkan secara akurat system tersebut, detrminan dari matriks keteramatannya akan mendekati nol. Sebuah system fisik mempunyai karakteristik-karakteristik, dan sebuah model dari system mempunyai pole-pole dan zero-zero yang menggambarkan karakteristikkarakteristik tersebut dalam suatu pengertian pendekatan. Karena itu, dalam system fisik, suatu karakteristik dari satu bagian dari sebuah system fisik secara aproksimasi dapat meniadakan suatu karakteristik lain dari vagian lain system tersebut. Jika karakteristikkarakteristik tesebut hamper tidak ada, maka sangat sulit untuk mengendalikan dan/mengestimasi karakeristik-karakteristik ini. Jadi kita dapat melihat aspek fisik dari problem-problem tersebut walaupun definisi-definisinya adalah betul-betul secara matematis. Untuk menggambarkan keterkontrolan dan keteramatan dapat dilihat pada gambar berikut ini : AB : Terkontrol BC : Teramati CD : Tidak Terkontrol AD : Tidak Teramati D : Tidak kedua-duanya D Jika system kendali kontrol terkontrol dan teramati sempurna, maka bentuk fungsi transfer samadengan representasi persamaan keadaan. F(t) C A B

& x = AX + BU

y = CX + DU

67

Untuk SISO : Misal system mempunyai bagian yang tidak terkontrol atau tidak teramati maka orde dari fungsi alih lebih kecil dari dimensi matriks A, karena tidak semua harga eigen dari A muncul sebagai pole dari G(s). Contoh : 1 s 1

3 s+2

1 [ x2 + U ( s )] s 1 3 x2 ( s ) = U ( s) s+2 & x1 1 1 x1 1 x = 0 2 x + 3U (t ) 2 &2 x1 ( s ) = y (t ) = [1 0]x fungsi alih : G ( s) = 1 3 1 s 1 1 = (1 )= s 1 s+2 s 1 s + 2 s + 2

karena pole berada di sebelah kiri, maka system stabil.

68

BAB VII UMPAN BALIK VARIABLE KEADAAN

Persamaan Keadaan open loop: x(t ) = Ax(t ) + Bu (t ) y (t ) = Cx (t ) + Du (t ) D


.

U B + x x C

+ +

A Kemudian dibuat persamaan karakteristik dari sistem. yaitu : A( s ) = det[SI A] = S n + A0 S n 1 + ... + an Sedangkan fungsi alihnya : G ( s) = b( s ) b s n 1 + ... + bn = n 1 a( s ) S + a1S n 1 + ... + an

Kemudian persamaan keadaan diatas diubah ke bentuk system state feed back : D + B + + A K C

69

x(t ) = ( A BK T ) ) x(t ) + Bu (t ) y (t ) = C * x(t ) + Du (t ) U (t ) = V (t ) K T x(t ) Persamaan Karakteristik

k ( s) = det( SI A + BK T )
Pada sistem tanpa feed back

( s) = det(SI A)
Pada system dengan feed back

k ( s) = det( SI A + BK T )
Agar k ( s ) = ( s ) maka perlu dicari persamaan linier dari system, salah satunya yaitu dengan metode Bass & Gura.
Metode Bass & Gura.

7.1

Kita ubah k (s ) dalam bentuk :

k ( s) = det( SI A + BK )
= det ( SI A) I + ( SI A) 1 BK = det( SI A) det I + ( SI A) = a( s ) 1 + KT ( SI A) 1 B Sehingga :

]} B]

k ( s) a( s) = a( s) K T ( SI A) 1 B
Dengan menggunakan rumus : ( SI K ) 1 = Didapat : 1 S n 1I + S n 2 ( A + a1I ) a( s)

1 a1 = K T B 2 a2 = K T AB + a1K T B

70

Atau

k a = K T S1T T
Dimana:

k = [1 2 .... n ]
a = [a1a2 .......an ] S1 = bAB.... An 1b Misal:
1 0 0 a 1 0 T = 1 a1 a1 1 a1 a1 a1 0 1 a1 a1 a1 0 1 a a 0 1 1 T T = 0 0 1 a1 0 1 0 0 0 1

Dari :

k a = K T S1T T
K T = ( k a )T T SI 1

Didapat :

Dimana : T T = (T 1 )T Contoh : 0 0 1 0 . 0 0 X + 0U 1 x= 0 2 3 1 y = [1 0 0]x


.

k = s 3 + 5s 2 bs + 6
Tentukan nilai K ? Jawab : Persamaan Karakteristik tanpa umpan balik : a( s ) = Det ( SI A) 0 s 1 0 s = Det 1 0 2 s + 3 = ( s )( s )( s + 3) + 2s = s 3 + 3s 2 2s

71

k = s 3 + 5s 2 + 8s + 6
Dengan menggunakan rumus : k = (ak a)T T S 1 Dengan :

k = [5 8 6]
a = [3 2 0] s1 = B
t

AB

A2 B

1 0 0 1 a1 a2 1 3 2 0 1 a = 0 1 3 atau T = 3 1 0 T = 1 2 3 1 0 0 1 0 0 1

7.2

Metode Peletakan Akar-Akar Dengan Bentuk Canonical Controller


.

Perhatikan bentuk kanonik kontroler: x(t ) = Ax + Bu y (t ) = Cx


1 0 0 0 0 1 . . . A= . . . 0 0 . a0 a1 . C = [C1 C2 C3 ] . . . . . . . . . . . . 0 0 . . 1 an 0 0 B = . . 1

72

Dalam bentuk cloose loop (umpan balik keadaan) V + b A C Y

V(konstanta) : prefilter berfungsi agar variable keluaran y mengikuti variable masukan w pada keadaan stationer. Selanjutnya: U=VW-KX Persamaan keadaan loop tertutup: x = ( A Bk ) x + Bw Persamaan Karakteristik P(s)=det(SI-(A-Bk)) Vektor Pengontrol K = [K1K 2 ...K n ]
1 0 . . 0 0 0 0 0 1 . . 0 0 . . . . . . . ( A BK ) = [k1 k2 . . k n ] . . . . . . . 0 0 . . . 1 . a0 a1 . . . . an 1 1
.

73

1 0 . . 0 0 0 0 1 . . 0 . . . . . . = . . . . . . 0 0 0 . . 1 a0 k1 . . . . an 1 k n

Contoh : G ( s) = 1 s + 4s 2 + s 6
3

Open loop

Buat state space dalam bentuk canonical constanta dengan K=[2 -6 3] Bagaimana bentuk state space sekarang (dalam loop tertutup). Solusi: u(s) s + 4s 2 + s 6 y ( s )( s 3 + 4s 2 + s 6) = u ( s ) y ( s) =
3 ... ...

y+ 4 y y 6 y = u
.. .

..

y = 4 y y + 6 y u x = x2 x 2 = x3 x 3 = x2 4 x3 6 x1 u
. . . .

x1 = y x2 = y x3 = y
..

0 0 0 1 x + 0 u 0 0 x= 1 1 6 1 4 y = [1 0 0]x
.

74

Close loop
K = [2 6 3] x = ( A BK ) x + bw y = Cx 0 0 1 0 0 0 1 x + 0 w x= 1 4 5 7
. .

0 0 0 1 0 0 ( A Bk ) = 1 0[k1 k 2 6 1 4 1 1 0 0 0 = 0 1 (6 k1 (1 k2 ) (4 k3 ) Persamaan karakteristik loop tertutup:

k3 ]

P ( s ) = det( SI ( A Bk )) = s n + (a n -1 + kn) s n 1 + ... + (a 0 + k1)............(*) Diberikan atau dikehendaki pole-pole di Si dari loop tertutup: Persamaan Polinom: P ( s ) = S n + Pn 1S n 1 + .... + P0 .............(**) Dari persamaan (*) dan (**) apalah diperbandingkan atau disamadengankan: (a n 1 + k n ) = Pn 1 . . (a 0 + k1 ) = P0 Dalam bentuk umum : kn = Pn 1 an 1 Sehingga : K = [( P0 a 0 )( P1 a1 )...........( Pn 1 a n 1 )] k1 = P0 a 0 Kn = Pn 1 a n 1

75

Contoh : G ( s) = y ( s) 1 = u ( s ) s ( s + 1)( s + 2)

Cari pengontrol dengan variable keadaan sehingga pole dari loop terletak pada : s1 = 3 dan s 23 = 1 j Jawab :
s ( s + 1)( s + 2) = s 3 = 3s 2 + 2 s y ( s) 1 = 3 u ( s ) s + 3s 2 + 2 s y ( s )( s 3 + 3s 2 + 2 s = 1u ( s )
... ...

y + 3 y + 2 y = u ( s)
.. .

..

y = 3 y 2 y + u ( s ) x1 = y x2 = y x3 = y
. .. .

x1 = x 2 x 2 = x3
.

x3 = 3 y 2 y + u ( s )

..

0 0 0 1 x + 0 u 0 0 x= 1 1 0 2 3 y = [1 0 0]x

Misal pengontrol kita adalah : K = [k1 k2 k3 ]

Persamaan karakteristik loop tertutup : P ( s ) = det( SI ( A BK )) 0 0 0 1 0 0 ( A BK ) = 1 0[k1 0 2 3 1 k2 k3 ]

76

0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 = 0 2 3 k1 k 2 k 3 1 0 0 0 0 1 = (k1 ) (2 k 2 ) (3 k 3
s ( SI ( A BK ) = 0 k1 s 1 2 + k2 s + 3 + k3 0 1 s s 0 det( SI ( A BK ) = 1 0 s k1 2 + k 2 s + 3 + k 3 k1 0 = ( s )( s )( s + 3 + k 3 ) + k1 + ( s )(2 + k 2 ) = 0 = s 3 + 3s 2 + k 3 s 2 + k1 + (2 + k 2 ) s = 0 = s 3 + (3 + k 3 ) s 2 + (2 + k 2 ) s + k1 = 0 1

1 s 2 + k2

Persamaan dengan pole-pole diberikan y : s1 = 3 dan s 23 = 1 j

Didapatkan persamaan karakteristik yang diinginkan : ( s + 3)( s + 1 j )( s + 1 + j ) = 0 s 3 + 5s 2 + 8s + 6 = 0 Dari sistim loop dengan pengontrol : Didapat : P ( s ) = s 3 + (3 + k3 ) s2 + (2 + k 2 ) s + k1 = 0 Sistim yang dikehendaki : P ( s ) = s 3 + 5s 2 + 8 s + 6 = 0 Dengan menyamakan didapat : ( 3 + k3 ) = 5 k3 = 5-3 = 2 ( 2 + k2 ) = 8 k2 = 6 k1 = 6 Sehingga didapat matrik vector KT :
K = [6 6 2]

K = [k1

k2

k3 ]

77

78

Anda mungkin juga menyukai