Anda di halaman 1dari 13

Metode Dua Kolom untuk Pembuktian Matematis

Oleh : Kodirun, Drs., M.Pd.



Staff Pengajar FMIPA Universitas Haluoleo Kendari
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

ABSTRAK

Makalah ini menjelaskan tentang penggunaan dua kolom dalam pembuktian teorema atau
konjektur dalam Struktur Aljabar. Metode dua kolom sudah sejak lama dikenal terutama
untuk pembuktian dalam Geometri. Oleh karena pembuktian dua kolom ini berhasil dengan
baik dalam proses pembuktian pada bidang Geometri maka penggunaannya dilebarkan ke
bidang Struktur Aljabar. Kolom pertama berisi argumen yang berurut logis dari baris pertama
hingga baris akhir yaitu kesimpulan, sedangkan kolom kedua (kanan) berisi alasan mengapa
argumen itu ditulis.
Kata Kunci: Pembuktian Matematis, Metode Dua Kolom.

1. PENDAHULUAN
Penalaran deduktif menggunakan logika, dan pernyataan yang telah diterima
kebenarannya, untuk mencapai suatu kesimpulan. Penalaran deduktif digunakan sebagai
dasar pada metode pembuktian matematis. Pembuktian adalah suatu proses meyakinkan
orang lain, yang mungkin seorang ahli atau pakar atau yang dianggap mempunyai wewenang
untuk memutuskan kebenaran suatu proses pembuktian, melalui demonstrasi untuk
menunjukkan bahwa pernyataan adalah benar.
Pembuktian dapat menggunakan informasi yang diberikan (informasi itu haruslah
benar), menggunakan definisi, menggunakan postulat, ekivalensi logis dan tautologi, dan
pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya. Pembuktian dapat ditulis dalam bentuk
paragraf, tetapi pada saat pembuktian diperkenalkan bentuk pembuktian dua kolom biasanya
digunakan untuk menyusun informasi itu. Pernyataan benar ditulis pada kolom pertama.
Suatu alasan yang menunjukkan kebenaran masing-masing pernyataan ditulis pada kolom
kedua.
2. BUKTI MATEMATIS
Suatu bukti adalah argumen logis yang membangun kebenaran dari pernyataan.
Argumen ini menurunkan kesimpulannya dari premis-premis, teorema lainnya, definisi, dan
akhirnya, postulat dari sistem matematis yang dijadikan dasar dari klaim. Bloch (2000)
mendefinisikan bukti matematis sebagai a convincing argument that starts from the premises,
and logically deduces the desired conclusion.
Para ahli matematika berbeda dalam memaknai bukti matematis. Namun demikian
perbedaan itu hanya karena beda sudut pandangnya saja. Krantz (2007) menyatakan bahwa
suatu bukti adalah alat retoris untuk meyakinkan orang lain bahwa pernyataan matematis
adalah benar atau valid. Sedangkan Stylianides (2007) memberikan konsepsi pembuktian
dengan lebih komprehensif yaitu bahwa pembuktian adalah argumen matematis yang
merupakan suatu urutan pernyataan yang diyakini kebenarannya dengan karakteristik
tertentu. Karakteristik ini meliputi (1) menggunakan pernyataan yang kebenarannya diterima
masyarakat matematika dan tanpa harus memerlukan penjelasannya lanjutan, (2)
menggunakan bentuk penalaran yang valid dan dikenal oleh masyarakat matematika, dan (3)
dikomunikasikan dengan bentuk yang tepat dan dikenali oleh masyarakat matematika.
Cupillari (2005) mendefinisikan bukti sebagai a logical argument that establishes the
truth of a statement beyond any doubt. Matematika adalah sekumpulan bukti-bukti. Huang
(2005) mendefinisikan bukti matematis sebagai : suatu uraian yang menyatakan bahwa suatu
teorema telah dibuktikan secara deduktif dan logis dengan menggunakan sifat geometris dan
teori-teori atau operasi dari ekspresi aljabar.
Arsac (2007) mendefinisikan bukti matematika sebagai characterized by its form, as a
text which respects some precise rules. Lebih lanjut Arsac menyatakan bahwa bukti
matematis haruslah tertulis dan harus dipublikasikan agar dibaca oleh setiap orang. Mitchell
& Johnson (2008) mendefinisikan pembuktian sebagai a mathematical proof is an argument
that begins with a set of postulates or assumptions and proceeds to a conclusion by agreed
methods of argument.
Stylianides (2007) mendeskripsikan suatu konseptualisasi tentang arti dari
pembuktian di bidang matematika yang dapat diterapkan pada konteks kelas sebagai berikut:
Bukti adalah argumen matematis, sederetan pernyataan kebenarannya tidak diragukan yang
saling berhubungan yang sepakat atau tidak sepakat terhadap suatu fakta matematis, dengan
karakteristik:
1. Ia menggunakan pernyataan yang dapat diterima oleh komunitas matematika yang bernilai
benar dan tanpa membutuhkan jastifikasi lebih lanjut;
2. Ia menggunakan bentuk penalaran (modus argumentasi) yang valid dan dikenal, atau
dengan ketercapain konseptual, dalam komunitas matematika; dan
3. Ia dikomunikasikan dengan bentuk ekspresi (modus representasi argumen) yang sesuai dan
dikenal, dengan pencapaian konseptual, dalam komunitas matematika.
Proses pembuktian dipahami sebagai penyusunan argumen logis yang konsisten
berdasarkan kepada aksioma, definisi, dan teorema. Proses pembuktian juga merupakan
kegiatan yang berujung pada penemuan fakta matematis, membangun konjektur,
mengkonstruksi jastifikasi, termasuk eksplorasi, generalisasi, penalaran, argumentasi, dan
validasi.
Bukti matematis adalah prosedur atau deretan argumen matematis untuk
membuktikan kebenaran suatu implikasi matematis. Pembuktian matematis berbentuk seperti
di bawah ini, antara lain:
- Bukti langsung
- Bukti dengan kontraposisi
- Bukti dengan kontradiksi
Suatu bukti matematis merupakan argumen logis dengan asumsi yang dinyatakan
dengan teliti, pernyataan dengan menggunakan bahasa yang tepat dan definisi, dan penalaran
yang digunakan untuk mencapai kesimpulan yang valid. Ada beberapa alasan mengapa
matematikawan menggunakan bukti. Alasan utama adalah untuk merasa yakin bahwa sesuatu
itu adalah benar. Kedua adalah untuk menjelaskan mengapa sesuatu itu adalah benar,
walaupun tidak setiap bukti menunjukkan demikian. Ketiga adalah alasan pedagogis.
Keempat adalah bahwa bukti matematis adalah suatu cara untuk mengkomunikasikan kepada
orang lain suatu gagasan bahwa seseorang percaya secara intuitif, tetapi orang lain dengan
percaya (Bloch, 2000).
Berikut ini akan dijelaskan teknik pembuktian dengan cara langsung untuk
membuktikan teorema atau proposisi yang mempunyai bentuk pernyataan implikasi. Teknik
ini disebut teknik pembuktian langsung. Untuk menyederhanakan pembahasan, contoh
pertama akan melibatkan pembuktian pernyataan yang hampir nyata kebenarannya. Dengan
demikian pernyataan itu akan disebut sebagai proposisi dan bukan teorema. Untuk
memahami bagaimana teknik ini sesuai, misalkan proposisi itu berbentuk Jika P, maka Q.
Proposisi ini berbentuk P Q. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa
pernyataan implikasi ini benar. Perhatikan tabel kebenaran pada Tabel 1. Tabel 1
menunjukkan bahwa jika P salah maka secara otomatis pernyataan P Q adalah benar. Hal
ini mengandung maksud bahwa jika kebenaran P Q akan ditunjukkan maka tidak perlu
ragu ketika situasi P salah karena pernyataan P Q otomatis akan benar pada semua kasus.
Jika P benar, maka perlu lebih hati-hati. Kondisi P benar akan memaksa Q dalam keadaan
benar, yang berarti bahwa baris kedua dari tabel di atas itu tak mungkin terjadi.
Tabel 1. Tabel Kebenaran Implikasi P Q.
P Q P Q
B B B
B S S
S B B
S S B

Garis besar penting untuk membuktikan pernyataan implikasi P Q mulai
dengan mengasumsikan bahwa P benar (kondisi P salah tidak perlu dikhawatirkan karena
kesimpulannya pasti salah) dan menunjukkan bahwa Q adalah benar. Berikut ini garis
besarnya cara kerjanya.
Tabel 2. Garis Besar Pembuktian Langsung
Argumen Alasan
P Q. Proposisi
Bukti. Misalkan P.
.
.
.
Alasan 1
Alasan 2
.
.
Maka Q. Kesimpulan ditarik dari proses penalaran
logis pada baris-baris sebelumnya

Organisasi dari bukti langsung adalah sederhana. Baris pertama dari
pembuktian adalah kalimat Misalkan P. Baris terakhir adalah Maka Q. Antara baris
pertama dan baris terakhir berisi uraian logis, definisi dan fakta matematis untuk
mentransformasikan pernyataan P kepada pernyataan Q.
Seperti pembuktian langsung, teknik pembuktian kontraposisi digunakan untuk membuktikan
pernyataan implikasi dalam bentuk Jika P, maka Q. Walaupun sangat mungkin untuk
menggunakan pembuktian langsung, kadang perlu juga pembuktian kontraposisi digunakan
karena prosesnya menjadi lebih mudah. Untuk memahami bagaimana pembuktian
kontraposisi ini berlaku, misalkan proposisi dalam bentuk Jika P, maka Q akan dibuktikan.
Bentuk pernyataan implikasi ini adalah P Q. Tujuannya adalah bahwa proposisi ini
benar. Perhatikan kembali bahwa P Q ekivalen logis terhadap ~Q ~P. Perhatikan
kembali tabel kebenaran sebelumnya pada pernyataan implikasi di atas untuk dideskripsikan
ulang di bawah ini.
Tabel 3. Tabel Kebenaran untuk ~Q ~P.
P Q ~Q ~P P Q ~Q ~P
B B S S B B
B S B S S S
S B S B B B
S S B B B B

Sesuai dengan tabel di atas, pernyataan P Q dan pernyataan ~Q ~P adalah beda
dalam menuliskan hal yang sama persis. Untuk membuktikan P Q adalah benar, adalah
cukup untuk membuktikan ~Q ~P adalah benar. Jika kebenaran ~Q ~P akan
dibuktikan dengan pembuktian langsung maka kita akan mengasumsikan bahwa ~Q adalah
benar dan menggunakannya untuk mendeduksikan bahwa ~P adalah benar. Garis besar
pembuktian dengan kontraposisi dapat ditampilkan seperti pada Tabel 5.
Organisasi dari kontraposisi adalah sederhana. Baris pertama adalah kalimat
Misalkan Q tidak benar. Baris terakhir adalah kalimat Oleh karena itu P tidak benar.
Antara baris pertama dan baris terakhir, logika dan definisi diisi dengan transformasi
pernyataan ~Q hingga pernyataan ~P.
Tabel 4. Garis Besar Pembuktian Langsung
Argumen Alasan
P Q. Proposisi
Bukti. Misalkan ~Q.
.

Alasan 1
Alasan 2
.
Maka ~P. Kesimpulan ditarik dari proses penalaran
logis pada baris-baris sebelumnya

Metode pembuktian dengan kontradiksi adalah salah satu dari beberapa metode
pembuktian matematis. Metode ini tidak terbatas pada pembuktian pernyataan implikasi, ini
dapat digunakan untuk membuktikan sebarang pernyataan. Gagasan dasar dari metode ini
adalah mengasumsikan bahwa pernyataan yang ingin dibuktikan itu salah, dan kemudian
menunjukkan bahwa asumsi ini mengakibatkan sesuatu yang tidak mungkin. Kemudian kita
dibimbing untuk menyimpulkan bahwa kita telah salah untuk mengasumsikan bahwa
pernyataan itu adalah salah, sehingga pernyataan itu seharusnya adalah benar.
Pembuktian mulai dengan asumsi bahwa pernyataan awal P adalah salah, yaitu bahwa
~P adalah benar, dan dari sini dideduksikan C . ~C. Dengan kata lain, kita membuktikan
bahwa ~P benar dan memaksa C . ~C menjadi benar, dan hal ini berarti bahwa kita
membuktikan bahwa pernyataan implikasi (~P) (C . ~C) adalah benar. Untuk melihat
bahwa hal ini sama dengan membuktikan P adalah benar, perhatikanlah tabel kebenaran
untuk (~P) (C . ~C). Perhatikan bahwa kolom P dan kolom (~P) (C . ~C) adalah
tepat sama, sehingga secara logis P dan (~P) (C . ~C) adalah ekivalen.
Tabel 5. Tabel Kebenaran untuk (~P) (C . ~C).
P C ~P (C . ~C) (~P) (C .
~C)
B B S S B
B S S S B
S B B S S
S S B S S


Oleh karena itu, untuk membuktikan pernyataan awal P, cukuplah dengan
membuktikan pernyataan implikasi (~P) (C . ~C). Cara pembuktian ini dapat dilakukan
dengan pembuktian langsung: asumsikan (~P) dan deduksikan (C . ~C). Inilah garis besar
kerangka kerjanya.
Tabel 6. Garis Besar Pembuktian Kontardiksi
Argumen Alasan
(~P) (C . ~C) Proposisi
Bukti. Misalkan ~P.
.
.
.
Alasan 1
Alasan 2
.
.
Maka (C . ~C). Kesimpulan ditarik dari proses penalaran
logis pada baris-baris sebelumnya

Salah satu fitur yang agak membingungkan dari metode ini adalah bahwa kita
mungkin tidak tahu pada awal proses pembuktian yaitu apakah bentuk dari pernyataan C itu.
Dalam proses pembuktian ini, yaitu dalam tulisan coretan, Anda mengasumsikan bahwa
pernyataan ~P adalah benar, kemudian mendeduksikan pernyataan baru hingga sampai pada
kesimpulan C dan negasinya yaitu ~C.
Jika metode ini nampak membingungkan, coba kita lihat dengan cara seperti ini. Pada
baris pertama dalam pembuktian kita asumsikan bahwa ~P adalah benar, yaitu kita
mengasumsikan bahwa P adalah salah. Tetapi apabila P adalah sungguh-sungguh benar maka
hal ini kontradiksi dengan asumsi kita bahwa P adalah salah. Tetapi kita belum membuktikan
bahwa P adalah benar, sehingga kontradiksinya tidaklah jelas. Kita gunakan logika untuk
mentransformasikan kontradiksi yang tidak jelas ini menjadi kontradiksi yang jelas dari (C .
~C).
Berikut ini akan dijelaskan prosedur yang menggunakan kontradiksi untuk membuktikan
pernyataan implikasi. Misalkan proposisi yang berbentuk Jika P, maka Q akan dibuktikan.
Sebenarnya, yang akan dibuktikan adalah pernyataan P Q adalah benar. Pembuktian
dengan kontradiksi mulai dengan asumsi bahwa ~(P Q) adalah benar, yaitu bahwa P Q
adalah salah. Tetapi bahwa P Q adalah salah berarti bahwa P benar dan Q salah. Dengan
demikian langkah pertama dalam proses pembuktian adalah mengasumsikan P benar dan ~Q
salah.
Tabel 7. Garis Besar Pembuktian Pernyataan Implikasi dengan Kontardiksi
Argumen Alasan
Jika P, maka Q Proposisi
Bukti. Misalkan P dan ~Q.
.
.
.
Alasan 1
Alasan 2
.
.
Maka (C . ~C). Kesimpulan ditarik dari proses penalaran
logis pada baris-baris sebelumnya

Teknik baru ini akan diberi ilustrasi sebegai berikut. Proposisi Jika ..., maka ....
akan dibuktikan dengan teknik baru ini. Menurut garis besar, baris pertama dari pembuktian
adalah Misalkan, sesuai dengan kontradiksi, bahwa ....
3. ILUSTRASI
Sebagai teladan pertama, kita akan mencoba membuktian proposisi sederhana dalam
Aljabar Abstrak. Perhatikan proposisi di bawah ini.
Proposisi: G = {[


] | } adalah grup dengan operasi
perkalian matriks.
Mari kita mecoba membuktikan proposisi di atas. Langkah pertama dalam proses
pembuktian adalah melengkapi garis besar proses pembuktian secara langsung. Hal ini
nampak seperti menggambar karena struktur dasar disketsakan terlebih dahulu. Ada baris-
baris kosong yang akan dibiarkan kosong untuk sementara waktu antara baris pertama dan
baris terakhir. Urutan kerangka kerja mengindikasikan langkah-langkah yang akan Anda
ambil untuk melengkapi ruang baris kosong dengan rantai penalaran logis.
Tabel 8. Proses Pembuktian Proposisi
Argumen Alasan
G = {[


] | } adalah grup dengan operasi perkalian
matriks.
Proposisi
Jika (G,*), maka G grup.
Misalkan A = [


], dan B = [


], dan C = [


] unsur-unsur di G.

A* B = [


] * [


] = [


] =
[


] unsur di G
Aksioma
D1.1, sifat
tertutup
{A * B} * C = [


] * [


] =
Aksioma
D1.2, sifat
[

( )
] =
[


] =
[


] =
[
( )

] =
[


]*[


] =
[


] * {[


] [


]} =
A * {B * C}
asosiatif
Karena, [


] * [


] = [


], maka [


] adalah unsur identitas pada (G, *)

Aksioma
D1.3, ada
unsur
identitas
[


] * [


] = [


]
1
det
a b
b a
(
(


*[


] * [


] * [


] =
1
det
a b
b a
(
(


*[


] [


]
2 2
1
a b +
[

] *[


] =
2 2
1
a b +
* [


]
[


] * [


] =
2 2
1
a b +
[


]
[


] =
2 2
1
a b +
[


]
[


]
2 2
1
a b +
[


] adalah unsur invers dari [


] e G.
Aksioma
D1.4,
setiap
unsur di G
ada
inversnya
Sehingga, G adalah grup. Kesimpul-
an dari
atas

Sebagai teladan kedua, kita akan mencoba membuktian proposisi sederhana dalam
Aljabar Abstrak. Perhatikan proposisi di bawah ini.
Proposisi: Misalkan G adalah grup dan misalkan a, b, c e G. Maka setiap unsur di G
memiliki invers tunggal.
Tabel 9. Bukti Proposisi dalam Bentuk Dua Kolom
Argumen Alasan
Jika a e G, maka invers dari a adalah
tunggal.
Proposisi
Bukti. Misalkan invers dari a adalah tidak
tunggal.
Negasi dari invers setiap unsur di G adalah
tunggal.
Yaitu, misalnya b dan c. Penafsiran ketidaktunggalan unsur invers dari
a.
Sehingga, ab = e dan ac = e.
Jadi, ab = ac.
D1.4
Jadi b = c. T2
Maka, kesimpulan bahwa invers dari a e G
tidak adalah salah. Sehingga invers dari a e
G, adalah tunggal.
Kesimpulan ditarik dari proses penalaran
logis pada baris-baris sebelumnya

Berikut ini adalah teladan ketiga. Kita akan membuktikan proposisi di bawah ini
dengan menggunakan kontradiksi.
Proposisi. Misalkan a =
1 2 3
3 1 2
| |
|
\ .
dan b =
1 2 3
1 3 2
| |
|
\ .
unsur-unsur di S
3
.
Maka (ab)
-1
= a
-1
b
-1
.
Proses pembuktian pernyataan implikasi di atas dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Proses Pembuktian Proposisi di atas.
Argumen Alasan
Jika a =
1 2 3
3 1 2
| |
|
\ .
dan b =
1 2 3
1 3 2
| |
|
\ .

unsur-unsur di S
3
, maka (ab)
-1
= a
-1
b
-1
.
Proposisi
Bukti. Misalkan a =
1 2 3
3 1 2
| |
|
\ .
dan b =
1 2 3
1 3 2
| |
|
\ .
unsur-unsur di S
3
dan tidak
benar bahwa (ab)
-1
= a
-1
b
-1
.
Negasi dari proposisi
1 2 3
3 1 2
| |
|
\ .
1 2 3
1 3 2
| |
|
\ .
=
1 2 3
3 2 1
| |
|
\ .
dan
1 2 3
3 2 1
| |
|
\ .

1 2 3
x y z
| |
|
\ .
=
1 2 3
1 2 3
| |
|
\ .
Sehingga
1 2 3
x y z
| |
|
\ .
=
1 2 3
3 2 1
| |
|
\ .

Manipulasi Aljabar terhadap permutasi unsur
di S
3
.
1
1 2 3
3 2 1

| |
|
\ .
=
1 2 3
3 2 1
| |
|
\ .


dan
1
1 2 3 1 2 3
1 3 2 1 3 2
| | | |
=
| |
\ . \ .


Sehingga,
1 2 3 1 2 3 1 2 3
2 3 1 1 3 2 2 1 3
| || | | |
=
| | |
\ .\ . \ .


1 2 3
3 2 1
| |
|
\ .
1 2 3
2 1 3
| |
=
|
\ .

yang artinya (ab)
-1
= a
-1
b
-1
.

Maka, proposisi (ab)
-1
= a
-1
b
-1
dan tidak
bahwa (ab)
-1
= a
-1
b
-1
saling kontradiksi,
sehingga
1 2 3
3 2 1
| |
|
\ .
1 2 3
2 1 3
| |
=
|
\ .

Kesimpulan ditarik dari proses penalaran
logis pada baris-baris sebelumnya

4. PENUTUP
Bagaimana mahasiswa menggunakan ragam pembuktian tidaklah jelas, tetapi proses
yang hati-hati yang mulai dari membuat model pembuktian dua kolom hingga untuk
membuktikan soal pembuktian atau teorema atau konjektur dalam Aljabar Abstrak membantu
mahasiswa membangun konsep pembuktian model dua kolom. Pembelajaran yang progresif
melalui model pembuktian dua kolom menyumbang pemahaman pemahaman terhadap materi
tersebut.
5. DAFTAR PUSTAKA
Arsac, G. 2007. Origin of Mathematical Proof, History and Epistemology. Dalam Boero
(ed.), Theorems in Schools: From history epistemology and cognition to classroom
practise, 27-42. Sense Publishers. Rotterdam/Taipe. ISBN 978-90-77874-21-9.
Bloch, E. D. 2000. Proofs and Fundamentals. A First Course in Abstract Matehamtics.
Birkhuser Boston, c/o Springer-Verlag New York, Inc., 175 Fifth Street Avenue, New
York, NY 10010, USA. ISBN 0-8176-4111-4.
Cupillari, A. 2005. The Nuts and Bolts of Proofs. Third Edition. Elsevier Academic Press. 30
Corporate Drive, Suite 400, Burlington, MA 01813, USA. ISBN 13: 978-0-12-088509-
1.
Krantz, S. G. (2007). The History and Concept of Mathematical Proof. [Online]. Tersedia:
www.math.wustl.edu/~sk/eolss.pdf [11 Januari 2011].
Mitchell, J.C. & Johnson, M. (2008). Mathematical Proofs. Handout #35. CS103A. Robert
Plummer. [Online]. Tersedia:
http://www.stanford.edu/class/cs103a/handouts/35%20Mathematical%20Proofs.pdf [29
Januari 2011].
Stylianides, A. J. (2007). Proof and proving in schools mathematics. Journal for Research in
Mathematics Education. Vol. 38 (3), 289-321.

Anda mungkin juga menyukai