Anda di halaman 1dari 8

34 Bab 5.

Uji Beda

Formula z diatas kurang praktis digunakan, karena cukup sulit untuk mengukur
standar deviasi (σ) populasi. Modifikasi yang dilakukan oleh Gosset adalah menges-
timasi σ dengan s. Modifikasi ini yang kemudian dikenal sebagai distribusi t yang
ditunjukkan oleh formula berikut:

X̄ − µhip
t=
s
Uji t berfungsi untuk membandingkan (komparasi) mean dari 1 atau 2 buah
populasi. Ada 3 jenis uji t yang digunakan pada kondisi yang berbeda: uji t sampel
independen, uji t sampel berpasangan, dan uji t satu sampel.
Uji t merupakan statistik inferensial yang berfungsi untuk menarik kesimpulan
tentang populasi, berdasarkan sampel. Ada beberapa langkah untuk melakukan uji
t:

1. Mengkonstruksi hipotesis statistik

2. Menghitung nilai t hitung

3. Menentukan nilai t tabel yang akan menjadi batasan dari daerah kritis

4. Membandingkan nilai t hitung dan t tabel

5. Menarik kesimpulan

5.1.1 Hipotesis Statistik


Hipotesis statistik memiliki bentuk khusus dalam penulisannya. Ada 2 hipotesis,
hipotesis awal dan hipotesis alternatif. Hipotesis awal dituliskan dalam H0 sedangkan
hipotesis alternatif dituliskan dalam Ha (beberapa referensi menuliskan hipotesis
alternatif dalam H1 ). Sama dengan pengambilan keputusan lainnya, hipotesis
statistik juga memiliki 2 jenis kesalahan yang terjadi akibat perbedaan antara apa
yang telah terjadi dan apa yang seharusnya terjadi. Kedua kesalahan tersebut
dipaparkan pada tabel di bawah:

Hipotesis
Kesimpulan
Benar Salah
Hipotesis Ditolak Kesalahan Tipe I (α) Kesimpulan Tepat
Hipotesis Diterima Kesimpulan tepat Kesalahan Tipe II (β)

Kedua jenis kesalahan pada tabel di atas tidak mungkin diminimalisir keduanya.
Sehingga hanya dipilih kesalahan tipe I (α) yang akan diminimalisir. Besaran dari
kesalahan tipe I ini lah yang kemudian berkontribusi pada taraf signifikansi uji
sebesar 1 − α. Karena kesalahan tipe I ini ingin diminimalisir, besarnya biasanya
cukup kecil: 1%, 5%, atau 10%. Besaran α ini bergantung pada peneliti, namun
biasanya dalam penelitian-penelitian sosial, α yang dipilih adalah 5%. Penggunaan
α akan banyak dibahas di tiap bab statistik inferensial.
Berbeda dengan hipotesis penelitian yang dibentuk dengan dugaan ilmiah dengan
kajian beberapa referensi yang berbentuk kalimat, hipotesis statistik memiliki bentuk
khas dan perumusannya berdasarkan kecenderungan yang ditunjukkan oleh sampel.

Wirawan Setialaksana, S.Pd., M.Sc.


5.1 Uji t 35

Dalam hipotesis statistik, semua kemungkinan-kemungkinan pada ruang kejadian


dibuat menjadi 2 kemungkinan saja (dikotomi). Kejadian yang sejalan dengan
kecenderungan data, akan menjadi hipotesis alternatif yang dituliskan dalam Ha dan
kejadian lainnya menjadi hipotesis nol yang dituliskan dalam H0 . Karena pengujian
hipotesis bertujuan menjawab "secara statistik, apakah gejala yang ditunjukkan oleh
sampel dapat digeneralisasi pada populasi?", penulisan hipotesis statistik, menggu-
nakan parameter dari populasi.

Contoh 5.1 Seorang guru mengambil sampel nilai UAS tik dari 10 siswanya.
Rata-rata nilai UAS mereka adalah 74,2. Guru tersebut ingin menguji apakah nilai
UAS TIK dari semua siswa memenuhi KKM mata pelajaran TIK. KKM untuk
mapel TIK adalah 75. Berdasarkan konteks ini, karena gejala yang ditunjukkan
sampel menunjukkan relasi lebih kecil dari KKM (74,2 <75), maka Ha dari uji
yang dilakukan guru tersebut adalah:

Ha : µ < 75

Karena ruang kejadian dibentuk dikotomis, maka kejadian selain Ha akan menjadi
hipotesis awal (H0 ). Oleh karena itu, hipotesis statistik dari konteks pada soal ini
adalah:
H0 : µ ≥ 75
Ha : µ < 75

Contoh 5.2 Seorang mahasiswa merasa bahwa atribut prokrastinasi (kecende-


rungan untuk menunda mengerjakan sesuatu, dalam hal ini yang berhubungan
dengan siswa seperti tugas dan belajar) di SMK X cukup tinggi. Untuk meyakink-
an dirinya, mahasiswa tersebut mengumpulkan literatur mengenai prokrastinasi
dan membuat instrumen untuk mengukur prokrastinasi. Instrumen ini dibagikan
kepada 100 orang siswa secara random dan diperoleh rata-rata 81. Setelah mengka-
ji literatur, mahasiswa tersebut menyimpulkan bahwa tingkat prokratinasi tinggi
saat siswa mendapatkan nilai minimal 80 dari angket yang dibuat. Berdasarkan
konteks masalah ini, maka hipotesis yang tepat adalah:
H0 : µ ≤ 80
Ha : µ > 80
Pembentukan hipotesis statistik dimulai dari kecenderungan yang ingin diteli-
ti/yang ditunjukkan oleh sampel yang diambil. Pertanyaan yang ingin dijawab
adalah "apakah betul atribut prokrastinasi siswa di SMK X tinggi?", sehingga Ha
berbentuk : µ ≥ 80.

Salah satu tantangan dalam merumuskan hipotesis statistik terutama yang me-
relasikan parameter dengan suatu konstanta adalah "berapa nilai dari konstanta
yang dijadikan patokan?". Tantangan ini cukup mudah dilalui jika atribut yang
diukur adalah prestasi siswa, karena konstanta yang menjadi patokan bagi prestasi

Wirawan Setialaksana, S.Pd., M.Sc.


36 Bab 5. Uji Beda

siswa adalah KKM (kriteria ketuntasan minimal) yang ada pada tiap mata pelajaran
seperti contoh 5.1. Namun akan sulit dijawab saat atribut yang akan diuji merupakan
atribut-atribut psikologi seperti prokrastinasi seperti contoh 5.2.
Dalam statistik, ada 3 jenis uji hipotesis: hipotesis 2 pihak, hipotesis pihak kiri,
dan hipotesis pihak kanan.

5.1.2 Uji Hipotesis 2 Pihak


Penentuan pihak (baik 2 pihak, pihak kiri, maupun kanan) dalam uji hipotesis dapat
diidentifikas dari penulisan Ha (hipotesis alternatif) dari hipotesis yang akan diuji.
Uji 2 pihak dicirikan oleh Ha yang memuat tanda "6=" pada hipotesis nya.
Mengapa demikian? Istilah "pihak" dalam uji statistik merujuk pada keberadaan
daerah penolakan H0 pada grafik distribusi frekuensi yang bersesuaian. Pada hipotesis
dengan Ha yang memuat tanda "6=", ada 2 kemungkinan keadaan yang membuat
Ha diterima. Keadaan pertama, saat parameter lebih kecil dari konstanta acuan.
Keadaan kedua terjadi saat parameter lebih besar dari konstanta acuan. Untuk
memahami hal ini, perhatikan contoh di bawah.

Contoh 5.3 Dalam asesmen kompetensi minimum yang dilakukan pemerintah


tahun 2020, diperoleh nilai rata-rata hasil asesmen kompetensi siswa nasional
adalah 70. Seorang mahasiswa meneliti dan mengumpulkan data hasil asesmen
kompetensi siswa di kota Y. Karena jumlah populasi yang sangat besar, mahasiswa
tersebut memutuskan untuk mengambil sampel 100 siswa secara acak. Hasilnya,
rata-rata nilai asasmen sampel adalah 68. Mahasiswa tersebut ingin menguji
apakah hasil asasmen siswa pada kota Y sama dengan rata-rata nasional, sehingga
ia merumuskan hipotesis sebagai berikut:
H0 : µy = 70
Ha : µy 6= 70

Perumusan hipotesis statistik menjadi demikian karena yang ingin diteliti/dicaritahu


oleh mahasiswa tersebut hanya kesesuaian antara nilai rata-rata nasional dengan
kota Y rata-rata nasional.
Dalam uji hipotesis 2 pihak, taraf α yang digunakan akan dibagi sama besar pada
masing-masing pihak. Sehingga tiap pihak menyatakan daerah yang memiliki luas
α/2. Untuk memahami tentang uji 2 sisi, perhatikan gambar di bawah yang menun-
jukkan daerah penolakan H0 .

Daerah penolakan H0 ditunjukkan daerah yang berwarna biru. Sedangkan daerah


yang dibawah kurva yang tidak berwarna merupakan daerah penerimaan H0 . Saat
statistik yang diperoleh dari pengolahan data sampel masuk dalam daerah penolakan,
maka kesimpulannya adalah H0 ditolak atau Ha diterima.

5.1.3 Uji 1 Pihak (Kiri/Kanan)


Seperti yang telah dijelaskan pada sub bagian sebelumnya, identifikasi terhadap
jenis uji hipotesis dilakukan dengan memperhatikan bentuk Ha nya. Pada uji pihak

Wirawan Setialaksana, S.Pd., M.Sc.


5.1 Uji t 37

−tα/2 µ tα/2

Gambar 5.1. Gambar daerah penolakan H0 untuk uji 2 pihak. Daerah penolakan
ditunjukkan oleh daerah berwarna biru

kiri, Ha menggunakan relasi "<" atau "≤". Sedangkan pada uji pihak kanan, Ha
menggunakan relasi ">" atau "≥". Perhatikan kembali contoh 5.1 dan contoh 5.2 di
atas. Contoh 5.1 yang menguji apakah nilai siswa melebih KKM merupakan contoh
dari uji pihak kiri. Hal ini disebabkan Ha nya menggunakan tanda "<".
Contoh 5.2 yang ingin menguji apakah atribut prokrastinasi siswa lebih dari
80 merupakan contoh dari uji pihak kanan. Sekali lagi, perhatikan Ha nya yang
menggunakan tanda "≥".
Untuk menentukan apakah H0 diterima atau ditolak, perhatikan gambar daerah
kritis dari uji 1 pihak di bawah.

−tα µ

µ tα

Gambar 5.2. (atas) Gambar daerah penolakan H0 untuk uji pihak kiri. Daerah
penolakan ditunjukkan oleh daerah berwarna biru di ujung kiri. (bawah) Gambar
daerah penolakan H0 untuk uji pihak kanan. Daerah penolakan ditunjukkan oleh
daerah berwarna biru di ujung kanan

Wirawan Setialaksana, S.Pd., M.Sc.


38 Bab 5. Uji Beda

Perhatikan bahwa terdapat perbedaan antara uji 2 pihak dan 1 pihak – selain tentu
saja banyak daerah di bawah kurva yang menjadi daerah penolakan. Pada uji 2
pihak, taraf kesalahan α akan dibagi dua sama besar dan menjadi luasan dari setiap
daerah yang diarsir. Pada uji 1 pihak, hanya terdapat 1 daerah penolakan, sehingga
α yang digunakan tidak perlu dibagi dua.

5.2 Uji t Satu Sampel


Dalam beberapa setting penelitian, pengambilan sampel dilakukan untuk melihat
pencapaian dari populasi. Dalam pendidikan salah satu contohnya adalah ketercapa-
ian KKM dalam mata pelajaran X. Di bidang ekonomi, ketercapaian keuntungan
pada besaran tertentu juga merupakan contohnya.
Dalam keadaan populasi yang relatif kecil, mengambil semua data dalam populasi
kemudian memberikan informasi pencapaian dalam bentuk statistik deskriptif bisa
dilakukan. Namun dalam banyak kejadian dengan populasi yang relatif besar, dengan
batasan materi dan tenaga dari peneliti untuk melakukan sensus (mengambil data
dari keseluruhan populasi), melakukan sampling adalahwin-win solution. Penelitian
tetap dapat berjalan dengan jumlah data yang dikumpulkan jauh lebih sedikit namun
hasil analisisnya tetap dapat digeneralisasi ke populasi. Tapi bagaimana caranya?
Uji t satu sampel memiliki fungsi untuk melakukan generalisasi seperti yang dipa-
parkan di atas. Uji t satu sampel adalah uji beda yang dilakukan pada sekelompok
sampel dan dikomparasikan terhadap nilai tertentu. Bentuk hipotesis pihak dari uji
t satu sampel adalah
Uji 2 Pihak Uji Pihak Kiri Uji Pihak Kanan
H0 : µy = A H 0 : µy ≥ A H0 : µy ≤ A
6 A
Ha : µy = H a : µy < A Ha : µy > A
Untuk menguji hipotesis di atas, formula t hitung yang digunakan adalah:
X̄ − A
thit = √
s/ n
Hasil thit di atas akan dibandingkan dengan ambang batas antara daerah penolakan
dan daerah penerimaan yang disimbolkan dengan ttab yang merupakan nilai t yang
diperoleh dari tabel. Nilai ttab akan menjadi dasar daerah kritis. Daerah kritis dari
uji t satu sampel pada taraf signifikansi α adalah:
thit < ttab
Daerah kritis dalam uji hipotesis merupakan daerah dengan arsir biru pada gambar
??. Jika thit masuk dalam daerah kritis, maka hipotesis awal ditolak. Atau dengan
kata lain, hipotesis alternatif Ha diterima.

Contoh 5.4 Seorang peneliti membagikan kuesioner kepada pengguna mengenai


perangkat pembelajaran yang telah dibuatnya. Kuesioner yang dibuat berupa
kuesioner skala Likert 5 skala dengan nilai merentang dari 1-5 . Setelah dilakukan
uji coba dan pengambilan data, diperoleh respon dari 32 orang. Rata-rata
respon responden adalah 3,85 dengan variansi 0,36. Setelah membaca literatur,

Wirawan Setialaksana, S.Pd., M.Sc.


5.2 Uji t Satu Sampel 39

peneliti tersebut mengklasifikasikan bahwa rata-rata 4 adalah rata-rata yang ideal.


Selidikilah apa kah rata-rata respon dari 32 sampel di atas dapat dikatakan ideal?
Berdasarkan konteks masalah di atas, rata-rata 3,85 akan dikomparasi dengan
nilai ideal 4. Karena 3, 85 < 4, maka hipotesis alternatif yang dirumuskan adalah:

Ha : µ < 4

yang kemudian menjadi dasar dari hipotesis awal yaitu:

H0 : µ ≥ 4

Jadi, hipotesis statistik yang lengkap dari konteks di atas adalah:


H0 :µ≥4
Ha :µ<4
yang merupakan uji t 1 sampel dengan uji pihak kiri. Langkah pertama yang bisa
dilakukan adalah menghitung nilai thit .

thit = X̄−A

s/ n
3,85−4
= √0,36/ √
32
−0,15
= 0,6/√32
= −0,15
0,106
=-1,415
Selanjutnya, akan dicari nilai dari ttab dengan melihat tabel t dengan df = n − 1 =
32 − 1 = 31 dan α = 5% = 0, 05. Berdasarkan tabel t, diperoleh:

t31;0,05 = 1, 697

. Karena uji hipotesisnya adalah uji pihak kiri, maka nilai t tabel di atas menjadi
nilai minusnya. (ttab = −1, 697)

−1, 697−1, 415 µ

Karena thit > ttab atau dengan bantuan grafik di atas (thit masuk dalam daerah
penerimaan H0 ), dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Atau dengan kata lain,
rata-rata respon 3,85 tidak berbeda secara signifikan dengan nilai ideal 4.

Wirawan Setialaksana, S.Pd., M.Sc.


40 Bab 5. Uji Beda

5.3 Uji t 2 Sampel Independen


Sebuah penelitian eksperimen dilaksanakan oleh seorang mahasiswa dalam rangka
menyusun tugas akhir. Dalam penelitian tersebut, ada 2 kelas yang dilibatkan. Di
satu kelas sebagai kelas kontrol, yang tidak diberi perlakuan khusus, pembelajaran
dijalankan secara konvensional. Kelas lainnya, sebagai kelas eksperimen, pembela-
jaran dilaksanakan dengan model pembelajaran X. Untuk mengurangi bias karena
pengaruh faktor lain, dua kelas yang dipilih adalah dua kelas dengan rata-rata
kecerdasan siswanya relatif sama (rata-rata kecerdasan siswa di kelas kontrol sama
dengan rata-rata kecerdasan siswa di kelas eksperimen). Faktor lain yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian juga dapat dikontrol, seperti latar belakang sosial
ekonomi siswa.
Setelah setiap kelas dijalankan, setiap siswa diberi tes hasil belajar untuk meng-
ukur pencapaian mereka. Siswa di kelas kontrol memperoleh rata-rata nilai 68
(Xcont = 68) sedangkan siswa di kelas eksperimen memperoleh rata-rata nilai 75
(Xeks = 75). Secara intuitif, tentu saja kedua hasil ini berbeda yang artinya model
pembelajaran X berpengaruh terhadap hasil belajar. Namun, apakah hasil tersebut
juga akan sama pada kelas yang lain? Apakah hasil ini bukan hanya kebetulan?.
Uji t 2 sampel Independen yang menguji perbedaan antara kelas kontrol dan
kelas eksperimen dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

Hipotesis Statistik
Pada dasarnya, uji t 2 sampel merupakan uji t yang membandingkan antara rata-rata
pada dua sampel dalam populasi (biasanya membandingkan kelas kontrol dan kelas
eksperimen). Uji t 2 sampel, seperti uji t pada umumnya, juga merupakan statistik
inferensial, sehingga langkah awal dalam melakukan uji t jenis ini adalah dengan
menyusun hipotesis statistik terlebih dahulu.
Penyusunan hipotesis uji t 2 sampel independen juga mirip dengan uji t 1 sampel
yaitu dengan memperhatikan kecenderungan rata-rata sampel. Jika rata-rata hasil
kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol, maka hipotesis alternatifnya (Ha )
berbentuk:
Ha : µeks − µcont > 0

Sehingga hipotesis statistik lengkap dari konteks di atas adalah:

H0 : µeks − µcont ≤ 0

Ha : µeks − µcont > 0

Perhatikan hipotesis alternatifnya yang menunjukkan relasi "lebih kecil dari". Relasi
ini menunjukkan bahwa untuk menguji hipotesis di atas, uji hipotesis pihak kanan
merupakan uji yang tepat.
Lalu, bagaimana jika rata-rata hasil kelas eksperimen lebih kecil dari kelas kon-
trol?. Konteks ini menandakan bahwa uji yang dilakukan adalah uji pihak kiri (karen
Ha : µeks − µcont < 0). Resume dari uji hipotesis untuk uji t 2 sampel adalah sebagai
berikut:

Wirawan Setialaksana, S.Pd., M.Sc.


5.3 Uji t 2 Sampel Independen 41

Kecenderungan Hipotesis Statis- Uji Hipotesis Ket.


tik
Rata-rata kelas Biasanya berhubungan dengan
eksperimen lebih H0 : µeks − µcont ≤ 0 rumusan masalah: Apakah per-
Uji pihak kanan
tinggi dari kelas Ha : µeks − µcont > 0 lakuan X memberi hasil yang
kontrol lebih baik?
Rata-rata kelas Biasanya berhubungan dengan
eksperimen lebih H0 : µeks − µcont ≥ 0 rumusan masalah: Apakah per-
Uji pihak kiri
rendah dari kelas Ha : µeks − µcont < 0 lakuan X memberi pengaruh
kontrol negatif?
Biasanya berhubungan dengan
H0 : µeks − µcont = 0 rumusan masalah: Apakah per-
Uji 2 pihak
Ha : µeks − µcont 6= 0 lakuan X berpengaruh terha-
dap hasil?

Uji t 2 Sampel Independen


Setelah menentukan hipotesis statistik dari masalah kuantitatif yang dihadapi, lang-
kah selanjutnya adalah menghitung nilai dari thitung kemudian membandingkannya
dengan nilai ttabel . Secara umum, untuk uji t 2 sampel independen yang berasal dari
2 populasi berbeda, formula thitung nya adalah:
(X̄eks − X̄cont ) − (µeks − µcont )
thitung = (5.1)
SX̄eks −X̄cont
Formula di atas mengikuti distribusi student t dengan derajat kebebasan (dk) sama
dengan jumlah sampel pada kelas eksperimen (n1 ) dijumlahkan dengan jumlah sam-
pel pada kelas kontrol (n2 ) kemudian dikurangi 2.

dk = n1 + n2 − 2
Perhatikan formula thitung pada 5.1 di atas. Dalam praktis, nilai dari (µeks − µcont )
lebih sering bernilai 0. Karena asumsi bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol
berasal dari populasi yang memiliki rata-rata yang sama. Dengan asumsi ini, formula
thitung pada 5.1 menjadi:
(X̄eks −X̄cont )−0
thitung = SX̄ −X̄cont
eks
(X̄eks −X̄cont )
= SX̄ −X̄cont
eks

Dalam menghitung nilai t bersadarkan formula di atas, salah satu bagian yang
memerlukan usaha ekstra ketelitian adalah menghitung nilai dari SX̄eks −X̄cont yang
disebut sebagai standar deviasi gabungan. Untuk menghitung standar deviasi
gabungan, ada beberapa langkah yang perlu ditempuh.

Langkah 1: Menghitung Jumlah Kuadrat Kelas Eksperimen dan Ke-


las Kontrol
Jumlah kuadrat kelas eksperimen (JKeks ) dan jumlah kuadrat kelas kontrol (JKcont ).
Jumlah kuadrat diperoleh dengan menjumlahkan nilai pada kolom (Xi − X̄)2 pada

Wirawan Setialaksana, S.Pd., M.Sc.

Anda mungkin juga menyukai