Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi., setiap tahun jumlahnya 18.000 ibu yang meninggal dunia, dua jiwa yang melayang setiap jam karena kehamilan dan atau persalinan. Kematian ibu ternyata tidak hanya diikuti oleh tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) tetapi juga meningkatnya jumlah balita yang menjadi piatu baru (+ 36.000/ tahun) (SDKI, 2003). Resiko kematian ibu akibat kehamilan, persalinan atau masa nifas serta bayi dapat dikurangi bila ada upaya persiapan persalinan dan kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar, namun pada kenyataannya walaupun hampir semua pemeriksaan ante natal datang pada bidan sebagian besar persalinan masih ditolong oleh dukun beranak. Hal ini menunjukkan bahwa ibu lebih percaya kepada dukun beranak dibandingkan kepada bidan. Salah satu penyebab keadaan tersebut adalah rendahnya kualitas ketrampilan tenaga kesehatan khususnya bidan dalam berkomunikasi dan memberikan konseling kepada klien . Kualitas komunikasi bidan yang rendah akan berdampak terhadap transfer pesan kepada klien kurang baik, bidan menjadi kurang peka dan kurang mampu menggali kebutuhan dan masalah

klien, tidak tanggap terhadap perasaan klien, klien menjadi tidak puas dan selanjutnya dapat diperkirakan kredibilitas bidan tersebut diragukan. Ketrampilan teknis medis semata tidak cukup untuk memberikan pelayanan yang memuaskan klien (ibu), sekalipun bidan tersebut secara teknis terampil mutu pelayanan yang diberikan kepada klien tidak akan optimal bahkan mungkin rendah, oleh karena itu diperlukan ketrampilan-ketrampilan tambahan yaitu ketrampilan berkomunikasi yang efektif dan cara-cara memberikan konseling yang baik. Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien. Dengan melakukan konseling berarti tenaga kesehatan (bidan) telah membantu klien dalam memutuskan suatu persoalan kesehatannya sehingga membuat klien merasa puas dan percaya diri. Konseling juga mempengaruhi interaksi antara tenaga kesehatan (bidan) dan klien dengan cara meningkatkan hubungan dan kepercayaan yang sudah ada. Namun seringkali konseling diabaikan dan tidak dilaksanakan dengan baik karena tenaga kesehatan (bidan) tidak mempunyai waktu dan mereka tidak mengetahui bahwa dengan konseling klien akan lebih mudah mengikuti nasihat.

B. Tujuan Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasisiwi D-IV bidan klinik tentang proses konseling komunikasi efektif, dan konseling. Sehingga Teknik konseling yang baik dan informasi yang memadai harus diterapkan dan

dibicarakan secara interaktif sepanjang kunjungan klien dengan cara yang sesuai dengan budaya yang ada.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Konseling Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah konseling pertama kali digunakan oleh Frank Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien (client centered). Umumnya konseling berasal dari pendekatan humanistik dan client centered. Konselor juga berhubungan dengan permasalahan sosial, budaya, dan perkembangan selain permasalahan yang berkaitan dengan fisik, emosi, dan kelainan mental. Dalam hal ini, konseling melihat kliennya sebagai seseorang yang tidak mempunyai kelainan secara patologis. Konseling merupakan pertemuan antara konselor dengan kliennya yang memungkinkan terjadinya dialog dan bukannya pemberian terapi atau treatment. Konseling juga mendorong terjadinya penyelesaian masalah oleh diri klien sendiri. Konseling adalah proses pemberian bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaanperasaan klien.

B. Proses Konseling Proses konseling terdiri dari 4 unsur kegiatan: 1. Pembinaan hubungan baik (rapport). Dilakukan sejak awal pertemuan dengan klien dan dijaga selama pertemuan konseling. 2. Penggalian informasi (identifikasi masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri, dan sebagainya) dan pemberian informasi (sesuai kebutuhan). Pengumpulan informasi merupakan tugas utama konselor. Pendalaman masalah yang dihadapi klien, latar belakang, situasi dan kondisi klien, perasaan dan kebutuhan klien, serta pemahaman klien terhadap masalah yang dipahami oleh konselor, akan berdampak baik terhadap informasi yang dibutuhkan dan dipahami oleh klien. 3. Pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan perencanaan. Sesuai dengan masalah dan kondisi klien, konselor membantu klien memecahkan masalah yang dihadapi atau membuat perencanaan untuk mengatasi masalah tersebut. 4. Menindaklanjut pertemuan. Mengakhiri pertemuan konseling, konselor merangkum jalannya dan hasil pembicaraan selama pertemuan, merencanakan pertemuan selanjutnya atau merujuk klien. Jalannya proses konseling sangat tergantung pada alur percakapan antara konselor dan kien.

C. Tujuan Konseling Konseling bertujuan untuk menghapus atau menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. Konselor dan kilen bersama-sama menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling. Adapun tujuan khusus konseling adalah: 1. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh 2. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya 3. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself) 4. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat berpikir bahwa semua situasi bermasalah (unfisihed bussines)yang muncul dapat diatasi dengan baik

D. Prinsip Konseling Konseling merupakan tahap yang penting dalam pelayanan kebidanan. Melalui konseling, konselor membantu klien membuat dan menentukan keputusan pilihannya tentang kesehatan. Ada 6 prinsip konseling, yaitu : 1. Layani masing-masing klien dengan baik Kenali klien dengan baik dengan sikap ramah, respek, tumbuhkan rasa saling percaya. Konselor dapat menunjukkan bahwa klien dapat berbicara terbuka sekalipun hal yang sensitive. Jawablah pertanyaan yang diajukannya

secara lengkap dan terbuka. Jaga kerahasiaan dan jangan membicarakannya kepada orang lain. 2. Berinteraksi Interaksi dengarkan, pelajari, dan respon klien. Karena tiap klien itu berbeda, mengerti benar apa yang dibutuhkannya, penuh perhatian, dan mengerti keadaannya. Oleh karena itu, dorong klien untuk bicara dan menjawab tiap pertanyaan yang diajukan secara terbuka. 3. Tujuan informasi kepada klien Sesuaikan informasi pelajari informasi yang dibutuhkan klien, sesuaikan dengan tahap kehidupan yang dilaluinya.

E. Komunukasi Efektif Komunikasi berasal dari perkataan Communicare yaitu yang di dalam bahasa latin mempunyai arti berpartisipasi atau memberitahukan, sedangkan perkataan Comunis berarti milik bersama ataupun berlaku dimana-mana atau juga berarti sama, sama di sini maksudnya sama makna. Jadi jika dua orang melakukan komunikasi misalnya dalam bentuk percakapan maka komunikasi akan berjalan atau berlangsung dengan baik selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Collen McKenna mendifinisikan komunikasi sebagai proses pengiriman pesan kepada penerima dengan saling pengertian. Proses ini melibatkan beberapa komponen, yaitu pengirim pesan (sender), pesan yang dikirimkan (message), bagaimana pesan tersebut dikirimkan (delivery channel atau media), penerima pesan (receiver), dan

unpan balik (feedback) yang diharapkan. WHO say WHAT to WHOM in what CHANNEL, yang dapat diilistrasikan pada bagan berikut :

Keterampilan Terpenting dalam Kepemimpinan Kemampuan mengembangkan komunikasi yang efektif merupakan salah satu keterampilan yang amat diperlukan untuk pengembangan diri kita baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota sebuah tim. Paling tidak kita harus menguasai empat jenis keterampilan dasar dalam komunikasi, yaitu menulis, membaca (bahasa tulisan), mendengar, dan berbicara (bahasa lisan). Perhatikan, hampir setiap saat kita menghabiskan waktu untuk mengerjakan setidaknya salah satu dari keempat hal itu. Oleh karena itu, kemampuan untuk menguasai keterampilan dasar komunikasi dengan baik mutlak kita perlukan demi efektifitas dan keberhasilan kita. Menurut Covey, komunikasi merupakan keterampilan terpenting dalam hidup kita. Kita menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk berkomunikasi. Namun, sama seperti kita tidak pernah memperhatikan cara kita bernafas, komunikasi kita anggap sebagai hal yang otomatis terjadi begitu saja. Kita tidak memiliki kesadaran untuk melakukan komunikasi dengan efektif. Sebagai

contoh, kita tidak pernah mempelajari bagaimana menulis efektif, bagaimana membaca cepat dan efektif, bagaiamana berbicara secara efektif, dan bagaimana menjadi pendengar yang baik.

Integritas : Fondasi Utama Komunikasi Efektif Covey menekankan konsep kesalingtergantungan untuk menjelaskan hubungan antarmanusia. Menurut Covey, unsur terpenting pada komunikasi bukan sekedar pada apa yang kita tulis atau kita katakan, tetapi lebih pada karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan itu. Jika pesan yang kita sampaikan di bangun dari hubungan manusia yang dangkal, bukan dari diri kita yang paling dalam, orang lain akan melihat dan membaca sikap kita. Jadi syarat utama dalam komunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang dibangun dari fondasi integritas pribadi yang kuat. Untuk memperjelas konsep ini, kita bisa menggunakan analogi sistem bekerjanya sebuah bank. Jika kita memdepositokan integritas kita di dalam rekening bank emosi orang lain melalui sopan santun, kebaikan hati, kejujuran, dan memenuhi setiap komitmen kita, berarti kita menambah cadangan kepercayaan orang itu terhadap kita. Kepercayaan orang itu menjadi lebih tinggi. Ketika kepercayaan semakin tinggi, komunikasi pun mudah, cepat, dan efektif. Dalam hubungan komunikasi yang efektif, kepercayaan merupakan dasar terciptanya teamwork. Kepercayaan ini hanya bisa muncul kalau kita mempunyai integritas, yang mencakup hal hal yang lebih dari sekedar

kejujuran. Kalau kejujuran mengatakan kebenaran atau menyesuaikan kata kata kita dengan realitas, integritas menyesuaikan realitas dengan kata kata kita. Integritas bersifat aktif, sedangkan kejujuran bersifat pasif (Herdianto, 2010).

5 Hukum Komunikasi Yang Efektif 5 Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication) yang kami kembangkan dan rangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. 1. Hukum 1 : Respect Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang

10

akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim. Bahkan menurut mahaguru komunikasi Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa "Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai." Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya. Charles Schwabb, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang mendapat gaji lebih dari satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang dia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain. Dan cara untuk

membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi penghargaan yang tulus. Hal ini pula yang menjadi satu dari tiga rahasia manajer satu menit dalam buku Ken Blanchard dan Spencer Johnson, The One Minute Manager.

11

2. Hukum 2 : Empathy Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing) memahami perilaku konsumen (consumer's behavior) merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim kita. Rasa empati akan

12

menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima. Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan.

3. Hukum 3 : Audible Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery

13

channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.

4. Hukum 4 : Clarity Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Ketika saya bekerja di Sekretariat Negara, hal ini merupakan hukum yang paling utama dalam menyiapkan korespondensi tingkat tinggi. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam

berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.

14

5. Hukum 5 : Humble Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Dalam edisi Mandiri 32 Sikap Rendah Hati pernah kita bahas, yang pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling

menguntungkan dan saling menguatkan.

15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Konseling adalah proses pemberian bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien. Konseling bertujuan untuk menghapus atau menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. Konselor dan kilen bersama-sama menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling. Adapun tujuan khusus konseling adalah: a. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh b. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya c. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself) d. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat berpikir bahwa semua situasi bermasalah (unfisihed bussines)yang muncul dapat diatasi dengan baik.

16

Konseling merupakan tahap yang penting dalam pelayanan kebidanan. Melalui konseling, konselor membantu klien membuat dan menentukan keputusan pilihannya tentang kesehatan. Komunikasi berasal dari perkataan Communicare yaitu yang di dalam bahasa latin mempunyai arti berpartisipasi atau memberitahukan, sedangkan perkataan Comunis berarti milik bersama ataupun berlaku dimana-mana atau juga berarti sama, sama di sini maksudnya sama makna. Jadi jika dua orang melakukan komunikasi misalnya dalam bentuk percakapan maka komunikasi akan berjalan atau berlangsung dengan baik selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. 5 hukum komunikasi efektif yang kami kembangkan dan rangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.

B. Saran Diharapkan kepada semua mahasiswi D-IV bidan klinik agar mampu memberikan pelayanan proses konseling yang baik, mulai dari konseling sampai melakukan komunikasi efektif dengan baik dan benar.

17

DAFTAR PUSTAKA

Affandi Biran, (2003), Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, YBPSP, Jakarta. Cangara Hafied, (2005), Pengantar Ilmu Komunikasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Depkes RI, (2002), Modul Pelatihan Konseling Bagi Bidan Pada Klinik IBI : Jakarta. Depkes RI, ( 2002), Komunikasi Efektif Buku Bantu Bidan Siaga, Jakarta. Herdianto, Wawan. 2010. Komunikaasi Efektif.

http://wanvisioner.blogspot.com/2010/01/komunikasi-efektif.html. (Diunduh pada tanggal 10 april 2012). Musbir, Wastidar, (2003), Modul Pelatihan Konseling Bagi Bidan Pada Klinik IBI, Jakarta. Saifuddin, Abdul Bari. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBPSP, Jakarta. Saraswati, Lukman. 2002. Pelatihan Ketrampilan Komunikasi

Interpersonal/Konseling (KIP/K), Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai