Anda di halaman 1dari 7

Paradigma Ilmu Sosial dan Metodologi Penelitian Sosial

Perdebatan tentang paradigma metodologi diawali dengan semakin menguatnya produksi wacana dan pengetahuan oleh ilmuwan-ilmuwan ilmu alam. Sementara kecenderungan ilmu alam menguat, persoalan sosial yang terus berlangsung menjadi seolah-olah marginal dan sepi dari perdebatan wacana. Auguste Comte seorang filsuf Perancis mengawali petualangan ilmu pengetahuan sosial yang terus berlangsung sampai saat ini, pada 1822 dan menunjuk term sociologie.1 Zaman pengetahuan ini kemudian disebut sebagai era positivisme awal. Seiring berkembangnya zaman dan peradaban manusia, pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kelompok ilmuwan menjadi lebih beragam, selain ilmuwan ilmu pasti dan filsuf, para pemikir teori-teori sosial juga semakin banyak bermunculan. Kemajuan pesat ini kemudian memiliki implikasi positif pada perkembangan ilmu sosial yang oleh Ritzer kemudian dibagi menjadi tiga paradigma, yaitu fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial (1996:505). Sosiologi sebagai ilmu dengan paradigma ganda memberi satu pencerahan ilmu baru, hal ini ditunjukkan oleh produksi teori-teori ilmu sosial yang lahir dari adanya perbedaan paradigma tersebut. Atau dalam kata lain, masing-masing paradigma tersebut membawa konsekuensi pada karakter teori yang dimunculkan oleh para pemikir ilmu sosial pada masa itu dan masih berlanjut sampai sekarang. . 1. Positivisme Paradigma ini pertama kali diperkenalkan oleh Auguste Comte, yang sampai saat ini dikenal sebagai Bapak Ilmu Sosiologi. Paradigma positivis ini menggangap bahwa masyarakat adalah satu objek studi yang dapat diteliti secara pasti. Asumsi ini dibangun dalam ruang pertarungan ilmu-ilmu pasti (eksakta) pada masa kemunculan ilmuwan-ilmuwan ilmu tentang bumi, biologi dan fisika. Dengan konteks ilmu eksakta yang begitu kuat tersebut, muncul paradigma positivis dalam menganalisa permasalahan sosial. Konteks tersebut berpengaruh besar terhadap
1

Babbie, Earl. 2007. The Practice of halaman 33.

bagaimana paradigma ini bekerja. Dengan menempatkan masyarakat sebagai unit analisis yang dapat diobservasi dengan cara-cara eksakta, paradigma positivis pada perkembangannya dipandang sebagai paradigma yang sangat patuh pada hukum deterministik. Paradigma ini muncul dari keinginan untuk memperoleh pengetahuan untuk pengetahuan, yang berarti harus memberikan posisi pembeda yang jelas antara teori dan praksis. Hal ini akan membawa implikasi pada sebuah ilmu pengetahuan yang universal, sehingga tidak ada unsur subyektifitas. Konteks ilmu eksakta juga sangat kental mempengaruhi paradigma ini, dengan mengembangkan ide dari ilmu eksakta, yaitu mendapatkan pola dari hasil penelitian. Sehingga konsep ini seolaholah ingin menjadikan dirinya sebagai ukuran utama yang universal. Dengan konteks ilmu yang demikian maka pendekatan yang digunakan bersifat top down. Teori diujicobakan ke suatu masyarakat. Pola menjadi hal yang penting karena jika didapat satu pola kemudian pola tersebut direproduksi maka pola tersebut akan menjadi konsep yang dapat dipakai di tempat lain. 2. Humanis Dalam posisi paradigmatik ilmu, paradigma humanis dapat diposisikan sebagai anti positivis. Hal ini jelas ditunjukkan oleh konsep penting dalam paradigma humanis yang menggangap bahwa realitas sosial hanya dapat dimengerti oleh masyarakat yang terlibat dalam kompleksitas realitas tersebut. Maka kesatuan antara teori dan praksis merupakan hal yang tidak dapat dibantah lagi. Paradigma ini sebenarnya juga sedang melakukan kritik pada paradigma positivis yang mengadopsi secara langsung metode ilmu eksakta untuk ilmu sosial. Jika dalam paradigma positivis, manusia dianggap sebagai objek yang tidak memiliki kemampuan dan kesadaran atas dirinya di dalam suatu penelitian. Paradigma humanis menentang keras asumsi tersebut. Menurut aliran ini, manusia tidak bisa dikategorisasikan dalam persoalan angka saja dan menempatkan manusia sebagai objek yang hanya diamati. Pendekatan yang menempatkan manusia dalam porsinya sebagai subjek (orang yang terlibat) dari fenomena sosial.. Paradigma humanis sangat dekat

dengan persoalan common sense, karena dianggap mampu membangun konstruksi makna atas pandangan manusia. Dalam perkembangan ilmu sosial, pendekatan paradigma ini dianggap sebagai pendekatan yang sangat sosial karena sifatnya yang mampu mendekati subjek penelitian dalam ilmu sosial yang bersifat non materiil. Paradigma humanis dengan sifat personal menjadikannya sebuah paradigma yang tdak bisa untuk menggeneralisir, karena pengalaman personal yang menjadi data dan konsep kunci dalam paradigma ini. Maka proses membangun teori dalam paradigma humanis bersifat bottom up; teori dalam ilmu sosiologi tersebut muncul dari hal-hal yang senyatanya ada di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Meskipun muncul dalam perdebatan hermenuituk, namun paradigma humanis lebih banyak bersinggungan dengan persoalan manusia dan kemanusiaan. 3. Kritis Kemunculan paradigma kritis dalam perkembangan ilmu sosial merupakan jawaban atas kegelisahan ilmuwan yang meskipun telah mengenal paradigma humanis tetapi masih merasakan ada jarak yang begitu senjang. Perdebatan antara positivis dan humanis kemudian memunculkan paradigma kritis yang mengasumsikan bahwa setiap ilmuwan memiliki kewajiban moral dan sosial bagi kelompok masyarakat atau subjek penelitiannya. Dua konsep penting dalam paradigma kritis adalah transformasi dan emansipasi. Kedua konsep tersebut akhirya disepakati dan menjadi pendorong bagi kelahiran teori-teori perubahan sosial. Teori yang mampu memberikan pencerahan bagi stagnansi atas persoalan sosial, ekonomi, budaya dan politik yang terjadi di hampir seluruh lapisan masyarakat. Tujuan dari metode penelitian kritis ini adalah melakukan dua hal utama di level praksis. Pertama, mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian yang dijalankan dan terus menerus melakukan dialektika bersama kelompok masyarakat yang diteliti dalam mencapai hasil penelitian. Perubahan terhadap banyak hal termasuk teori menjadi sangat umum terjadi dalam penelitian kritis. Karena hal ini sejalan dengan konsep kedua yaitu melakukan kritik, mentransformasi dan mendorong emansipasi dalam kelompok masyarakat tersebut. Metode ini memiliki

tujuan yang spesifik yaitu melakukan kritik dan transformasi terhadap keadaan sosial, ekomoni, budaya, politik, etnisitas dan struktur gender yang cenderung melakukan eksploitasi. Tujuan keseluruhan dari metode ini adalah bersama dengan masyarkat melakukan usaha untuk melepaskan diri dari ketertindasan. Ketertindasan tersebut merupakan hasil dari dominasi struktur dan ideologi yang ada. Dalam level praksis transformasi dan emansipasi, paradigma kritis mengharuskan peneliti untuk menyusun strategi bersama dan solusi alternatif untuk dapat memecahkan kompleksitas persoalan sosial yang ada. Dalam praksis pelaksanaan metode ini, aktivisme dan advokasi menjadi hal yang sangat penting untuk dijalankan. Implikasi Metodologis dan Logika Penelitian Selain memiliki implikasi terhadap teori, lebih dalam paradigma menentukan metode dan logika penelitian. Terdapat dua kategori yaitu induktif dan deduktif. Induktif, melakukan penalarannya dari persoalan yang partikular ke umu. Berangkat dari pengalaman ke pengorganisasian hasil penelitian, arahnya bottom up. Sedangkan deduktif, bersifat top down. Dimulai dari sesuatu yang bersifat umum ke hal yang spesifik dan mampu dikategorisasikan secara logis. Logika deduktif mengembangkan hipotesa tertentu untuk kemudian diujicobakan ke dalam penelitian dengan prinsip-prinsip umum. Dalam implementasinya kedua logika ini kemudian diasosiasikan dengan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Dalam kuantitatif, pengamatan yang dilakukan menjadi lebih eksplisit; sedangkan penelitian kualitatif cenderung memiliki data yang lebih kaya. Dalam penelitian kualitatif, data yang kaya membawa konsekuensi logis pada banyak konsep yang muncul, namun kelemahannya pemaknaan atas konsep-konsep tersebut seringkali membawa makna ambigu.

TEORI

HIPOTESA

GENERALISASI EMPIRIS

OBSERVASI

Tabel Perputaran Ilmu Pengetahuan 2

Kelemahan dan Keunggulan Dengan aplikasi yang berbeda, melalui tabel di bawah ini dapat dipetakan kelemahan dan keunggulan masing-masing perspektif : Kelemahan
Positivism Humanis Kritis

Hanya bisa diaplikasin ke Waktu pelaksanaan Membutuhkan dua kali waktu lokasi penelitian tertentu penelitian yang lama pelaksanaan untuk penelitian, saja menyusun dan melaksanakan strategi Memperlakukan manusia Subjektifitas sangat kuat Keterlibatan penuh dapat sebagai obyek pengamatan menjadi bias penelitian Generalisir pengamatan Makna dapat menjadi (manusia) dengan angka sangat ambigu

Babbie,Earl. 2007. The Practice of Social Research. USA : Thomson Wadsworth.

Keunggulan
Positivism Dapat menjangkau daerah yang luas melalui survey dan hasil penelitian berupa angka Dapat menyediakan data basis untuk menyususun kebijakan yang selanjutnya Humanis Kritis

Menyentuh narasi-narasi Mampu menggerakkan yang tidak dapat sampai ke level aksi dimunculkan lewat pendekatan survey

Tabel Posisi Metodologis Perspektif Positivis, Humanis dan Kritis 3 Issue Alur Penalaran Nilai Tujuan Pengetahuan Kriteria Positivism Humanis Kritis Induktif Subjektif Common sense Kritik dan transformasi Pandangan historis dan struktural

Deduktif Induktif Objektif Subjektif Rasional Common sense Eksplanasi : kontrol dan Menempatkan prediksi manusia sebagai subjek Hipotesa yang telah Pandangan historis diverifikasi menjadi dan struktural fakta sosial Validitas internal eksternal , reliabilitas, objektivitas

Aplikasi Metodologi 1. Positivis Penelitian kuantitatif : survey analisis data sekunder grounded research

2. Humanis
3

Beberapa poin diambil dari Competing Paradigms in Qualitative Research Egon G. Guba & Yvonna S.Lincoln dalam Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S. Lincoln.1994. Handbook of Qualitative Research. California : Sage Publications

Penelitian kualitatif : 3. Kritis Penelitian kualitatif : Participatory Action Research Participatory Rural Appraisal Feminist Research etnometodologi etnografi verstehen fenomenologi poskolonial historis interaksionisme simbolik

Daftar Pustaka Babbie, Earl, 2007, The Practice of Sosial research, 11th edition, USA : Wadsworth/Thompson Learning Inc, Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S. Lincoln.1994. Handbook of Qualitative Research. California : Sage Publications

Anda mungkin juga menyukai